Anda di halaman 1dari 46

Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan

penelitian

Bab IV Hasil dan Analisis

IV.1 Hidroklimatologi

IV.1.1 Iklim
Stasiun klimatologi yang mewakili lokasi adalah Stasiun Banjarmasin.
Berdasarkan data iklim tersebut diketahui bahwa parameter iklim adalah sebagai
berikut :
Tabel IV.1 Parameter Iklim Stasiun Banjarmasin
Bulan Kelembaban Temperatur Kecepatan Angin Penyinaran Matahari
(%) (oC) (Km/Jam) (%)
Jan 93,52 26,24 50,79 51,00
Feb 93,83 30,09 46,41 45,00
Mar 93,70 30,11 52,10 56,00
Apr 93,40 29,12 43,65 60,00
Mei 93,29 28,55 43,59 68,00
Juni 93,57 31,88 44,85 87,00
Juli 92,40 31,38 48,05 79,00
Agu 98,42 30,56 54,40 73,00
Sep 93,86 31,36 56,64 62,00
Okt 92,97 31,94 61,61 69,00
Nop 93,52 30,59 48,84 49,00
Des 94,19 31,68 48,51 36,00
Sumber: BMG, 2020

Berdasarkan data-data tersebut di atas, kondisi iklim dapat diklasifikasikan menurut


beberapa metoda di antaranya :

Menurut Köppen, 1936 dan Geiger, 1961


Dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.845,21 mm dan curah hujan
bulanan terkecil sebesar 48,53 mm. Iklim di DIR. Jejangkit termasuk ke dalam tipe
Am, yaitu iklim hujan musiman dengan pembagian periode kering teratur.

49
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

160
Curah Hujan Bulanan Terkecil
140

120

100
A.f
80

60

40

20 A.m
A.d

0 1000 3000 4000 5000


200
Curah Hujan Tahunan Rata-rata
Gambar IV.1 Nomogram Klasifikasi Iklim menurut Koppen

Menurut Schmid dan Fergusson


Menurut Schmidt dan Ferguson, 1951, iklim daerah ini termasuk tipe C (agak
basah). Maka, dari hasil ploting pada nomogram, iklim yang ada menyatakan bahwa
DIR. Jejangkit termasuk dalam daerah yang memiliki ciri-ciri iklim selalu basah.
Hasil ploting dan nomogram klasifikasi iklim menurut Schimdt Ferguson dapat
dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.

Tabel IV.2 Curah Hujan Bulanan menurut Schmidt dan Ferguson


Curah Hujan Tahun Jumlah
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Bulan (%)
Jml Bulan basah 9 7 2 4 4 10 8 8 11 9 8 7 6 93
(> 100 mm)
Jml Bulan Kering 2 5 6 8 4 1 4 2 0 1 2 4 3 42
(< 60 mm)

Perbandingan Bulan Kering dan Bulan Basah, Q 0.45

50
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

12
700%

11
H
10
300%
G
9
Jumlah rata-rata bulan kering
Harga Q

8 167%

F
7
100%
E
6

D
5 60%

4
C 33.3%
3

B
2 14.3%

A
1
0 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jumlah rata-rata bulan basah

Gambar IV.2 Nomogram Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt & Fergusson

Menurut (Oldeman, 1980)


Klasifikasi iklim termasuk ke dalam Zone C2, yaitu 5-6 bulan berturut-turut bulan
basah dan 2-4 bulan kering.

IV.1.2 Curah Hujan


Data curah hujan harian maksimum diperlukan untuk analisa limpasan atau analisa
banjir (modulus drainase). Sedangkan curah hujan bulanan diperlukan untuk
analisa kebutuhan air dan debit andalan. Data-data tersebut diperoleh dari Stasiun
Marabahan dan Jejangkit yang merupakan stasiun terdekat dari lokasi dan disajikan
sebagai berikut:

51
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.3 Data Hujan Bulanan Stasiun Marabahan


Tahun
Bulan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1999 297,83 315,35 163,75 201,15 211,82 45,62 109,27 60,41 30,21 243,18 156,37 266,20
2000 311,86 187,55 231,79 248,04 210,68 34,63 12,07 25,05 38,88 29,48 328,88 428,59
2001 101,53 67,85 65,49 43,40 58,67 8,75 39,66 26,68 48,53 99,90 59,25 200,97
2002 47,92 495,85 344,35 168,18 150,33 43,45 33,12 8,22 11,51 23,49 30,07 32,65
2003 86,15 85,03 71,32 278,40 100,81 85,00 38,04 28,21 7,01 37,18 135,16 254,48
2004 419,26 389,90 445,12 106,30 147,50 193,53 52,70 121,15 88,30 116,14 413,20 352,57
2005 400,70 231,80 119,00 111,30 18,50 35,20 54,72 139,08 2,00 169,00 258,00 364,14
2006 230,47 225,30 220,90 170,72 133,96 102,17 65,46 64,70 48,53 19,63 157,03 182,44
2007 275,19 137,29 243,86 229,24 309,99 227,40 209,83 169,56 128,59 95,57 391,21 399,40
2008 229,57 244,43 317,38 201,21 149,90 172,86 65,46 64,70 58,60 171,81 187,09 293,36
2009 230,47 8,72 320,99 258,62 132,47 174,18 35,73 94,41 76,26 144,96 234,77 204,72
2010 203,10 312,62 168,80 143,92 23,72 34,09 69,47 19,93 53,98 107,00 183,65 228,82
2011 162,07 227,16 159,00 58,93 93,11 171,33 65,46 19,03 38,51 82,94 223,59 277,05
Rerata 230,47 225,30 220,90 170,72 133,96 102,17 65,46 64,70 48,53 103,10 212,17 268,11
Sumber: Bappelitbangda Kabupaten. Barito Kuala, 2019

Grafik Curah Hujan Tahunan Stasiun


Marabahan
Curah Hujan Tahunan

3,000
2,500
(mm/thn)

2,000
1,500
1,000
500
0
1999

2000

2001

2002

2003

2005

2006

2007

2008

2009

2010
2004

2011
Tahun

Gambar IV.3 Grafik Curah Hujan Tahunan Stasiun Marabahan

Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-rata


Stasiun Marabahan
Curah Hujan Bulanan

300
250
(mm/bln)

200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des
Bulan

Gambar IV.4 Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-rata Stasiun Marabahan

Berdasarkan data curah hujan selama 12 tahun (2003 – 2014) dari stasiun
Banjarbaru, Kalimantan Selatan, diketahui bahwa curah hujan (CH) rata-rata
tahunan adalah sebesar 2,724 mm. Oldeman, (1980) mengklasifikasikan wilayah
ini ke dalam Zona Agroklimat C2 yaitu wilayah dengan bulan basah (CH bulanan

52
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

> 200 mm) selama 6 bulan berturut turut dan bulan kering (CH bulanan < 100 mm)
selama 2 bulan berturut turut. Secara umum musim hujan pada lokasi penelitan
dimulai pada bulan Oktober, dengan puncak musim hujan terjadi sekitar bulan
November – Desember. Lebih lanjut, musim kering terjadi pada bulan Juli –
September, dengan puncak musim kering pada bulan Agustus. Pola curah hujan di
lokasi demfarm Jejangkit disajikan pada gambar di bawah.

Gambar IV.5 Pola curah hujan umum di lokasi demfarm Jejangkit

Tabel IV.4 Jumlah Curah Hujan Setiap Bulan di Kecamatan Jejangkit, 2019
Bulan Curah hujan Hari Hujan
(mm3) (Hari)
(1) (2) (3)
1 Januari 322,6 19
2 Februari 178,0 12
3 Maret 293,5 21
4 April 365,5 21
5 Mei 29,4 6
6 Juni 101,1 10
7 Juli 9,4 3
8 Agustus 18,1 4
9 September 24,0 4
10 Oktober 106,1 12
11 Nopember 214,5 11
12 Desember 294,8 12
Rata-rata 1957,0 135
Jumlah 163,1 11
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten. Barito Kuala, 2019

53
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.5 Data Hujan Harian Maksimum Stasiun Marabahan


1 2 3 4 5 6
No Tahun Harian Harian Harian Harian Harian Harian
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 1999 56,0 80,0 83,7 108,2 125,0 137,0
2 2000 49,0 68,0 86,0 100,4 120,6 134,2
3 2001 43,9 55,9 63,5 69,4 70,2 82,2
4 2002 91,8 143,5 158,8 166,1 232,1 246,6
5 2003 53,9 81,4 85,1 99,5 137,5 144,3
6 2004 114,2 143,7 176,6 187,7 194,1 209,3
7 2005 62,6 93,0 119,4 135,6 151,3 154,9
8 2006 36,9 62,4 78,5 78,5 85,4 87,8
9 2007 49,0 68,0 86,0 103,0 121,0 142,8
10 2008 43,4 68,1 82,2 95,1 104,9 119,0
11 2009 38,2 53,9 70,4 88,8 98,8 106,8
12 2010 53,2 55,2 69,5 79,3 99,9 103,8
13 2011 68,1 70,0 79,5 94,3 103,5 121,2
Jumlah 760,20 1.043,10 1.239,20 1.405,90 1.644,30 1.789,90
Max 114,20 143,70 176,60 187,70 232,10 246,60
Min 36,90 53,90 63,50 69,40 70,20 82,20
Rata-rata 58,48 80,24 95,32 108,15 126,48 137,68
Standar Deviasi 22,13 30,24 34,92 34,82 44,58 46,24

Grafik Curah Hujan Harian Maksimum Sta. Marabahan


Tahun 1999 - 2011
Curah Hujan Harian Maksimum (mm)

200.0
180.0 1 Harian

160.0 2 Harian
140.0 3 harian
120.0
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
0.0
1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Waktu (tahun)

Sumber: Bappelibangda Kabupaten. Barito Kuala, 2019


Gambar IV.6 Grafik Curah Hujan Harian Maksimum Stas. Marabahan

54
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.1.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Harian Maksimum


Analisis frekuensi dilakukan pada stasiun hujan yang telah dipilih terhadap data
hujan harian maksimum dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah yang berlaku.
Karena diasumsikan bahwa data hujan adalah seri data stokastik maka penentuan
metoda dalam analisis frekuensi ini harus melalui uji kesesuaian. Metoda analisis
frekuensi yang sudah umum digunakan pada analisis distribusi data, yaitu:
a. Metoda Gumbel
b. Metoda Log Person Tipe III
c. Metoda Log Normal
d. Metode Haspers

Curah Hujan Harian Maksimum


Distribusi curah hujan harian, 2 harian, 3 harian, 4 harian, 5 harian dan 6 harian
disajikan sebagai berikut:
Tabel IV.6 Distribusi Curah Hujan Harian Maksimum
Curah Hujan 1-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 56,37 56,6 53,68 52,49 64,09
5 80,65 75,95 78,5 82,35 78,42
10 96,73 88,55 97,99 103,87 91,84
25 117,03 104,29 124,32 133,03 110,08
50 132,1 115,92 144 155,6 122,46
100 147,06 127,46 163,91 179,2 138,09

Tabel IV.7 Distribusi Curah Hujan 2 Harian Maksimum


Curah Hujan 2-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 81,46 81,98 78,37 75,58 100,16
5 113,38 108,09 111,35 117,86 122,55
10 134,51 124,90 136,43 148,34 143,52
25 161,21 145,70 169,50 189,64 172,02
50 181,02 160,94 193,74 221,60 191,36
100 200,68 175,98 217,89 255,04 215,79

55
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.8 Distribusi Curah Hujan 3 Harian Maksimum


Curah Hujan 3-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 96,18 96,81 92,66 89,93 110,81
5 133,66 127,53 131,33 137,03 135,59
10 158,47 147,28 160,6 170,99 158,79
25 189,82 171,72 199,11 217 190,32
50 213,08 189,63 227,26 252,6 211,71
100 236,16 207,29 255,26 289,85 238,74

Tabel IV.9 Distribusi Curah Hujan 4 Harian Maksimum


Curah Hujan 4-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 108,52 109,31 107,32 102,97 115,89
5 146,16 141,99 145,11 147,41 141,81
10 171,08 162,79 171,09 179,46 166,07
25 202,57 188,32 203,1 222,87 199,05
50 225,93 206,9 225,33 256,46 221,42
100 249,12 225,14 246,61 291,6 249,63

Tabel IV.10 Distribusi Curah Hujan 5 Harian Maksimum


Curah Hujan 5-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 126,69 126,8 126,88 120,09 135,46
5 175,26 170,91 174,18 175,26 165,74
10 207,42 199,75 205,11 215,03 194,1
25 248,05 235,88 242,01 268,91 232,64
50 278,19 262,63 267,02 310,61 258,8
100 308,11 289,22 290,48 354,23 291,84

Tabel IV.11 Distribusi Curah Hujan 6 Harian Maksimum


Curah Hujan 6-Harian Maksimum
Periode Metoda
Ulang Gumbel Log Normal Log Person III Haspers Weduwen
2 138,06 138,52 138,63 131,07 146,06
5 188,19 183,99 187,33 188,71 178,72
10 221,38 213,42 218,78 230,26 209,30
25 263,32 249,98 255,97 286,56 250,86
50 294,43 276,87 281,00 330,13 279,07
100 325,32 303,47 304,36 375,70 314,69

56
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Uji Kesesuaian
Hasil uji kesesuaian disajikan sebagai berikut:
Tabel IV.12 Hasil perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov
Curah Hujan Harian Maksimum (mm)
Periode
Ulang 1-H 2-H 3-H 4-H 5-H 6-H
Metode Gumbel Log Log Log Log Log
Person Person Person Normal Normal
2 56,37 78,37 92,66 107,32 126,80 138,52
5 80,65 111,35 131,33 145,11 170,91 183,99
10 96,73 136,43 160,60 171,09 199,75 213,42
25 117,03 169,50 199,11 203,10 235,88 249,98

IV.1.4 Modulus Drainase


Parameter yang dipakai dalam perhitungan modulus drainase antara lain :
 Pemberian air irigasi, I = 0
 Perkolasi, P = 2
 Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum tampungan
0 pada akhir hari berurutan n diambil maksimum 50 mm.

Perhitungan modulus drainase untuk lahan sawah


D(3) = R(3)5 + 3(IR - ET - P) – S .................................................. (II.22)
= 131,33 + 3 (0-0.0-0) - 50
= 131,33 - 50
= 81,33 mm
Dm = D(3) / (3 x 8,64) I/dt.ha
= 81,33 / (3 x 8,64)
= 81,33 / 25,92
= 3,2 I/dt.ha

Hasil perhitungan modul drainase untuk padi sawah dengan periode ulang 5 tahun
adalah 3,2 lt/dt/ha.

57
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.1.5 Curah Hujan Andalan


Harga rangking curah hujan andalan berdasarkan persamaan:
N
n= + 1 .....................................................................................(II.23)
5
dimana : n = nomor urutan dari terkecil (bilangan bulat)
N = jumlah data
sehingga :
n = 13/5 + 1 = 4

Dengan demikian curah hujan andalan adalah harga hujan bulanan pada urutan
nomor 4 dari terkecil.
Curah Hujan Andalan (R80%), Metoda (Harza Engineering Company dan Wang,
2012), Rangking : N /5 + 1 = 4.

Tabel IV.13 Analisis Hujan Andalan (R80)


Bulan
No
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
1 47,92 8,72 65,49 43,40 18,50 8,75 12,07 8,22 2,00 19,63 30,07 32,65
2 86,15 67,85 71,32 58,93 23,72 34,09 33,12 19,03 7,01 23,49 59,25 182,44
3 101,53 85,03 119,00 106,30 58,67 34,63 35,73 19,93 11,51 29,48 135,16 200,97
4 162,07 137,29 159,00 111,30 93,11 35,20 38,04 25,05 30,21 37,18 156,37 204,72
5 203,10 187,55 163,75 143,92 100,81 43,45 39,66 26,68 38,51 82,94 157,03 228,82
6 229,57 225,30 168,80 168,18 132,47 45,62 52,70 28,21 38,88 95,57 183,65 254,48
7 230,47 227,16 220,90 170,72 133,96 85,00 54,72 60,41 48,53 99,90 187,09 266,20
8 230,47 231,80 231,79 201,15 147,50 102,17 65,46 64,70 48,53 107,00 223,59 277,05
9 275,19 244,43 243,86 201,21 149,90 171,33 65,46 64,70 53,98 116,14 234,77 293,36
10 297,83 312,62 317,38 229,24 150,33 172,86 65,46 94,41 58,60 144,96 258,00 352,57
11 311,86 315,35 320,99 248,04 210,68 174,18 69,47 121,15 76,26 169,00 323,88 364,14
12 400,70 389,90 344,35 258,62 211,82 193,53 109,27 139,08 88,30 171,81 391,21 399,40
13 419,26 495,85 445,12 278,40 309,99 227,40 209,83 169,56 128,59 243,18 413,20 428,59
Rerata 230,47 225,30 220,90 170,72 133,96 102,17 65,46 64,70 48,53 103,10 211,79 268,11

IV.1.6 Curah Hujan Efektif


Tabel IV.14 Curah Hujan Bulanan Sta. Marabahan
Bulan
No
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
Jumlah Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
mm/bln 162,07 137,29 159,00 111,30 93,11 35,20 38,04 25,05 30,21 37,18 156,37 204,72
mm/hari 5,23 4,90 5,13 3,71 3,00 1,17 1,23 0,81 1,01 1,20 5,21 6,60
Re = 0,7 x R80% 3,66 3,43 3,59 2,60 2,10 0,82 0,86 0,57 0,70 0,84 3,65 4,62

Besarnya nilai hujan efektif bulanan digunakan untuk analisa neraca air bulanan
pada DIR. Jejangkit dengan memperhitungkan berbagai komponen aliran termasuk
evapotranspirasi.

58
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.1.7 Evapotranspirasi
Metoda Penman Modifikasi merupakan metoda yang paling banyak
memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan. Berikut hasil
perhitungan menggunakan metoda tersebut.

Tabel IV.15 Perhitungan Evapotranspirasi Metoda Penman Modifikasi


Data Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
Temperatur ( oC) 26,24 30,09 30,11 29,12 28,55 31,88 31,38 30,56 31,36 31,94 30,59 31,68
Lama Penyinaran Matahari (%) 51,00 45,00 56,00 60,00 68,00 87,00 79,00 73,00 62,00 69,00 49,00 36,00
Kelembaban Udara (%) 93,52 93,83 93,70 93,40 93,29 93,57 92,40 98,42 93,86 92,97 93,52 94,19
Kecepatan Angin (km/hari) 50,79 46,41 52,10 43,65 43,59 44,85 48,05 54,40 56,64 61,61 48,84 48,51
PERHITUNGAN
A (mm/oC) 1,48904 1,858229 1,86008 1,76520 1,71127 2,03016 1,98285 1,90357 1,92088 2,03656 1,90632 2,01160
ew (mm Hg) 25,38288 31,96674 31,99976 30,30773 29,34588 35,03285 34,18919 32,77541 34,15403 35,14699 32,82437 34,70187
ea (mm Hg) 23,73737 29,99362 29,98378 28,30742 27,37687 32,77907 31,77389 32,25734 32,67498 32,67498 30,69645 32,68692
a 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179 0,127179
b 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52 0,52
Ha (mm air/hari) 14,62781 20,07806 16,11779 14,92857 12,17172 10,42406 11,50334 13,64134 15,84414 13,74170 16,16656 19,40237
tau (mm/hari) 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09 2,01E-09
Ta 299,24 303,09 303,11 302,12 301,55 304,38 307,38 303,56 304,36 304,94 303,59 304,68
tau x Ta4 16,11665 16,96221 16,96669 16,74611 16,62009 17,25284 17,94314 17,06767 17,24830 17,38015 17,07442 17,32096
r 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Hn (mm/hari) 4,4 6,4 5,8 5,5 4,6 5,2 5,3 6,1 6,3 5,9 5,4 5,5
Ea (mm/hari) 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0 1,1 0,2 1,0 1,2 1,0 0,9
ET (mm/hari) 3,53 5,26 4,81 4,48 3,79 4,41 4,47 4,89 5,27 5,00 4,50 4,64

Tabel IV.16 Hasil Perhitungan Evapotranspirasi


Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Eto 3,53 5,26 4,81 4,48 3,79 4,41 4,47 4,89 5,27 5,00 4,50 4,64
(mm/hr

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Metoda Penman Modifikasi


menunjukan wilayah ini memiliki faktor penguapan yang tinggi.

IV.2 Hidrometri

IV.2.1 Pasang Surut


Hasil pengamatan di Sungai Alalak, muara saluran primer DIR. Jejangkit selama
15 hari mulai dari tanggal 15 Mei s/d 30 Mei 2013 yang dilakukan oleh BWS
Kalimantan 2, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

59
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Grafik Fluktuasi Muka Air di lokasi Rawa Unit Jejangkit


Selama 15 Hari
3.00

2.90
Elevasi Muka Air (m)

2.80

2.70

2.60

2.50

2.40

2.30
0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360

Waktu (jam)

Gambar IV.7 Grafik Fluktuasi Muka Air di Unit Rawa Jejangkit 2013

Hasil pengamatan di Sungai Alalak, muara saluran primer DIR. Jejangkit pada 2014
yang dilakukan oleh Balai Rawa, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Grafik Ramalan Pasang Surut Rawa Jejangkit
3.00

2.90

2.80
Elevasi Muka Air (m)

2.70

2.60

2.50

2.40

2.30

2.20
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

Waktu

Gambar IV.8 Grafik Fluktuasi Muka Air di DIR. Jejangkit 2014

Hasil pengamatan di Sungai Alalak, muara saluran primer DIR. Jejangkit pada 2018
yang dilakukan oleh Kementan dalam kegiatan SERASI, 2018, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

60
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Gambar IV.9 Grafik Fluktuasi Muka Air di Saluran Primer dan Tersier 3 Kanan
DIR. Jejangkit 2018

Dari hasil pengamatan tinggi muka air selama 15 hari dengan menggunakan metoda
Admiralty didapat konstanta utama pasut sebagai berikut:

Tabel IV.17 Konstanta Utama Pasang Surut pada DIR. Jejangkit


S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1

A (cm) 258,71 3,75 13,46 3,36 12,06 5,10 2,29 1,65 3,64 3,98
g0 23,16 268,80 229,04 321,23 263,12 333,53 97,03 268,80 321,23

Dari komponen pasut dapat dihitung bilangan Formzal (F) untuk menetapkan tipe
pasang surut yang terjadi dalam lokasi studi.
K1 + O1
fi = ................................................................................... (IV.1)
M2 + N2
𝐾1 + 𝑂1 12,06+5,10 17,16
fi = 𝑀2 + 𝑁2 = = = 2,41
3,75+3,36 7,11

Sehingga dapat diketahui bahwa tipe pasang surut termasuk ke dalam campuran
dominan semi diurnal.
Dari hasil konstanta pasang surut diprediksi ketinggian muka air setiap waktu
sehingga dapat dibuat paramater pasang surut sebagai berikut :

61
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

✓ Highest Hight Water Spring (HHWS) = 2,96 m


✓ Mean High Water Spring (MHWS) = 2,85 m
✓ Mean High Water Neap (MHWN) = 2,62 m
✓ Mean Tide Level (MTL) = 2,59 m
✓ Mean Low Water Neap (MLWN) = 2,60 m
✓ Mean Low Water Spring (MLWS) = 2,35 m
✓ Lowest Low Water Spring (LLWS) = 2,27 m

IV.2.2 Kecepatan Arus


Pengamatan gerak muka air horisontal merupakan pelaksanaan kegiatan
pengukuran kecepatan simultan dengan interval 1 jam dalam rentang waktu 1 x 27
jam.
Pelaksanaan perhitungan kecepatan aliran dengan data masukan dari kegiatan
lapangan, dilakukan dengan pola pendekatan dan metoda pelaksanaan sebagai
berikut :
1) Berdasarkan data pengukuran kecepatan, selanjutnya dihitung kecepatan sesaat
(v) dari masing-masing kedalaman pada arah vertikal dan waktu pengamatan.
Perhitungan kecepatan dilakukan dengan menggunakan persamaan dasar,
sesuai dengan jenis dan tipe alat ukur yang digunakan.
2) Langkah selanjutnya adalah dengan membuat distribusi kecepatan v untuk tiap
seksi luas penampang, pada lokasi pengukuran. Karena dalam pelaksanaan
pengukuran hanya digunakan satu buah kapal dan dilakukan hanya sekali untuk
tiap kedalaman, maka ditetapkan hanya digunakan satu seksi penampang, yaitu
ada posisi pengukuran.
3) Dari hasil pengukuran kecepatan simultan dihitung besarnya vp setiap jam
selama perioda pengukuran dan besarnya vp diperoleh dengan menghitung luas
diagram kecepatan versus kedalaman dan dibagi dengan kedalaman yang
bersangkutan.
4) Berdasarkan hasil perhitungan vp untuk tiap jam pengamatan, selanjutnya
dibuat grafik kecepatan vs waktu, yang akan menggambarkan pola kecepatan
selama rentang pengamatan. Kecepatan masuk merupakan besaran kecepatan

62
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

dengan arah aliran dari hilir ke hulu, sedangkan kecepatan keluar adalah
sebaliknya.

Berdasarkan grafik kecepatan versus kedalaman yang disajikan pada gambar dan
tabel di bawah ini sebagai berikut :

Tabel IV.18 Perhitungan Kecepatan Muara Saluran Sekunder Jejangkit


Waktu (jam) 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00
Kecepatan (m/s) -0,07 -0,09 -0,11 -0,13 -0,15 -0,16 -0,16 -0,15 -0,14 -0,12 -0,10 -0,07 -0,04
Waktu (jam) 21:00 22:00 23:00 24:00 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 07:00 08:00
Kecepatan (m/s) -0,01 0,01 0,03 0,03 0,04 0,06 0,07 0,05 0,00 -0,01 -0,03 -0,06

Berdasarkan nilai hasil perhitungan di atas, kecepatan aliran air di bawah 1 m/s
yang berarti aliran tersebut sangat lambat.

Gambar IV.10 Grafik Kecepatan vs Waktu

Grafik di atas menunjukkan bahwa kecepatan air pasang sangat sempit berkisar 3-
4 jam. Sehingga energi dorong pasang terdorong kembali ke hulu saluran sebelum
sempat tercuci dengan air segar dari hulu. Akibatnya air tidak bisa keluar dari
saluran dan tertahan. Inilah salah satu kendala penyebab rendahnya mutu air di
lahan rawa pasang surut.

63
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.2.3 Debit Sesaat


Pola pendekatan dan metoda pelaksanaan yang digunakan dalam perhitungan debit
aliran yang melalui suatu penampang melintang, adalah hasil perkalian antara
kecepatan simultan (vp) dengan luas penampang basah pada saat pengukuran.
Secara umum persamaan matematis yang digunakan dalam perhitungan debit
adalah :
Q = vp x A ........................................................................................ (IV.2)
Dimana :
Q = debit sesaat yang melalui suatu penampang melintang
vp = kecepatan simultan atau rata-rata sesaat dari penampang melintang
A = luas sesaat penampang basah.

Setelah diketahui harga debit aliran untuk tiap jam dalam rentang waktu
pengamatan, selanjutnya dibuat grafik debit versus waktu pengamatan yang
disajikan pada bagian lampiran.
Berdasarkan grafik tersebut selanjutnya dapat dihitung besarnya debit masuk dan
debit keluar, yang melalui penampang pada posisi pengukuran. Debit masuk
merupakan harga debit yang masuk dari arah hilir ke hulu akibat pasang surut,
sedangkan debit keluar adalah sebaliknya. Sesuai dengan tinjauan terhadap
kecepatan aliran, pada bagian analisa debit dapat dilihat pada gambar dan Tabel.

Tabel IV.19 Perhitungan Debit Muara Saluran Sekunder Jejangkit


Waktu (jam) 08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00
Debit (m^3/s) -5,92 -7,74 -9,16 -10,51 -11,26 -11,38 -10,82 -9,81 -8,66 -7,38 -5,92 -4,27 -2,49
Waktu (jam) 21:00 22:00 23:00 24:00 01:00 02:00 03:00 04:00 05:00 06:00 07:00 08:00
Debit (m^3/s) -0,73 0,71 1,62 2,34 2,69 4,45 5,62 4,06 1,71 -0,72 -2,96 -5,27

Debit pasang surut di DIR. Jejangkit tinggi. Mampu mencapai saluran di hulu,
namun waktu tunggang pasang surutnya sedikit.

Gambar IV.11 Grafik Debit vs Waktu

64
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Menurut grafik di atas, waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan sejumlah sebit
air cukup singkat. Oleh karena itu volume air tidak dapat terflushing dengan baik,
sehingga kualitasnya rendah.

IV.3 Topografi

Referensi Ketinggian kegiatan (Project Reference Level/PRL) diambil dengan


menggunakan GPS yang dilakukan di titik BM.1 yang terletak di muara Sungai
Alalak dimana koordinat dan elevasi dengan harga lokal ditetapkan:
X : 250.358.000
Y : 9.646.721.000
Z : + 3.579
DIR. Jejangkit merupakan hamparan lahan datar dengan kemiringan yang
bervariasi, elevasi muka tanah terletak antara + 3.25 m s/d + 3.75 m PRL.

U
BM 04
X = 2 57 2 51 .000
Y = 9 6 52 3 09 .000
B T
Z = 3 .8 26

SAWIT
Sa
l. T
+ 3.7

ers
Sa

ier
5

l. T

16ki

BM 03
ers

SAWIT
ier

X = 2 55 0 41 .000
Sa
15ki
Sa

l. T
l. T

Y = 9 6 50 6 04 .000
er
sie
ers

r1
Sa

Z = 3 .8 92
ier

7k
l. T
Sa

a
14ki

ers
l. T

+
ers

ier

3.7
Sa

16ka
ier

5
l. T
13ki
Sa

er

Titik Poligon
l. T

sie
ers

r1
5k
Sa
ier

BM
a
l. T
12ki

ers
Sa

J embatan
l. T

ier
Sal

14ka
ers

Sa
.Ter

ier

l. T

Pintu Air
11ki
sier

ers
+ 3.75

ier
10ki

Kontur
13ka
Sa
l. T

Sungai
ers

Sa
ier

l. T
9ki

Saluran
ers
ier
12ka
Sa

J alan
l. T

er J EJ ANGKIT TIMUR
nd
ers

Pemuk iman ku
se
Ba
ier

an
+ 3.75

8ki

tas
Sa

lur
Sa
l. T

Mas jid
De

Sa
ers

sa

l. T
Sa

ers
ier

l. T
+ 3.50

Sekolah
Sa

7ki

ier
ers
Sa
l. T

11ka
ier
l. T
ers

Puskesmas
10ka
ers
ier
6ki

ier
9ka
Sa

J EJ ANGKIT BARAT
l. T
ers

Sa
l. T
ier
Sa

Ba

er
5ki
l. T

sie
tas

Sa
r8k
ers

De

l. T
a
ier

sa

er
Sa

4ki

sie
l. T

r7k
ers

a
Sa
ier
3ki

l. T
Sa

er
l. T

sie
ers

r6k
a
ier
2ki

J EJ ANGKIT PASAR
Sa

Sa
l. T

l. T
Ba
ers

ers
tas

ier
ier

5ka
1ki

De

Sa
l. T
sa

er
nd
er

BM 01 ku
sie

se
r4k

an
Sa

X = 2 50 3 58 .000
a

lur
l. T

Sa
er

Y = 9 6 46 7 21 .000
sie

J EJ ANGKIT MUARA
r3k

Z = 3 .5 79
a
Sa
l. T

Sungai Alalak
ers
ier

+ 3.75
2ka
Sa
l. T

+3
ers

.50
+ 3.
ier
1ka

75
+
3.5
0

Sumber: BWS Kalimantan 2 dan Balai Rawa


Gambar IV.12 Peta Topografi DIR. Jejangkit

65
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.4 Hidrotopografi

Dari estimasi ini dapat diambil kesimpulan bahwa hidrotopografi lahan di hilir
bertipe A/B dimana elevasi muka air pasang bisa masuk ke lahan sedangkan di
bagian hulu bertipe B/C dimana elevasi muka air pasang tidak bisa masuk ke lahan.
Elevasi lahan bervariasi antara +3.25 sampai dengan +3.50, sehingga sebagian
besar penduduk berbudidaya pertanian hanya mengandalkan dari air hujan.

Luas
Simbol Hidrotopografi
Ha %

< 3.75 m 1.750 100,0


B/C

Jumlah 1.750 100,0


TYPE B
< 3.75 m

TYPE B
< 3.75 m

TYPE B
< 3.75 m

SungaiAlaa
lk

Gambar IV.13 Peta Hidrotopografi DIR. Jejangkit, 2019

IV.5 Irrigabilitas (Potensi Irigasi)

Berdasarkan Kelas Hidrotopografi di atas yakni B dan C, maka dapat ditentukan


potensi irigasinya adalah lahan terluapi lebih dari 4 – 5 kali terluapi per siklus
pasang tinggi pada musim hujan di daerah hilir, sedangkan daerah hulu lahan tidak
terluapi atau terluapi kurang dari 4 – 5 kali per siklus pasang tinggi pengaruh pasang
surut pada air tanah.

66
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Gambar IV.14 Kelas Hidrotopografi Rawa Pasang Surut

IV.6 Drainabilitas (Potensi Drainasi)

Seperti dalam hidro-topografi; menentukan drainabilitas memerlukan rincian


pengamatan serta pengalaman lapangan serta kondisi area. Perhitungan secara kasar
dapat dibuat dari rata-rata elevasi pasang surut di sungai selama satu bulan dengan
curah hujan tertinggi dan dengan memperkirakan atau menghitung (dengan
program komputer) kehilangan energi antara elevasi muka air saluran dan elevasi
rata-rata muka air sungai. Dari hasil pengamatan di lapangan drainabilitasnya
dilokasi studi termasuk kedalam Kategori II dan III yaitu lebih dari 60 cm.

IV.7 Kualitas Air dan Tanah

IV.7.1 Keasaman (pH) Air


Berdasarkan hasil analisis pH di lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa
DIR. Jejangkit memiliki pH berkisar antara 3,5 sampai 4,5 (sangat masam) dan
lapisan bawahnya antara 3,2 sampai 4,7. atau termasuk ke dalam katagori sangat
masam sampai masam.

IV.7.2 Turbidity (Kekeruhan/Warna)


Berdasarkan hasil analisis di lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa DIR.
Jejangkit memiliki nilai mendekati 0 (nol) yang artinya tingkat kekeruhanny rendah
atau jernih airnya tapi asam.

67
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.7.3 Salinitas
Berdasarkan data sekunder dan hasil pengukuran di lapangan, hampir semua lokasi
nilai salinitasnya relatif nol yang berarti air yang ada adalah tawar atau dengan kata
lain tidak ada intrusi air asin walau saat di musim kemarau.

IV.8 Kualitas tanah

IV.8.1 Kandungan Organik/Mineral/Gambut, Kematangan gambut dan


Ketebalan Gambut
Untuk pengembangan pertanian, ketebalan gambut dan tingkat kematangannya
merupakan faktor yang sangat penting. Secara umum, ketebalan gambut untuk
pengembangan tanaman pangan lebih kecil dari 75 cm sedangkan untuk tanaman
keras sebaiknya lebih kecil dari 150 cm. Tingkat kematangan gambut selain
berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah juga berhubungan dengan bahaya
penurunan permukaan tanah (bahaya subsidence). Bahaya penurunan tersebut
umumnya terjadi setelah dilakukan perbaikan drainase (saluran irigasi),
pengolahan dan pembersihan lahan. Secara umum tingkat kematangan tanah
gambut dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu belum matang (fibrik), setengah
matang (hemik), dan matang (saprik).
Selain faktor kedalaman dan kematangan gambut juga perlu diperhatikan prosen
kadar abu dari bahan gambut tersebut. Lahan gambut yang dapat dikembangkan
untuk keperluan pertanian adalah yang mempunyai nilai kadar abu lebih besar dari
10 persen.
Sesuai dengan uraian tipe tanah tersebut di atas, bahwa di Jejangkit ditemukan 2
tipe tanah yaitu tanah mineral tidak berpirit dan tanah bergambut (kedalaman
gambut < 50 cm), sehingga ketebalan gambut di areal survey dapat dikatagorikan
menjadi dua kelompok yaitu tanah tidak bergambut (tanah mineral) dan tanah
bergambut ( < 25 cm ). Luas dan sebaran kedalaman gambut disajikan tabel dan
gambar di bawah.

68
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.20 Luas dan Kriteria Ketebalan Gambut


Kedalaman Luas
No
(cm) Ha %
1 0 – 10 1.550 88,6
2 10 – 25 200 11,4
TOTAL 1.750 100,0

1 0 - 25 cm

0 - 1 0 cm

SungaiAlalak

Luas
Ketebalan
Simbol
(cm) Ha %

0 - 10 1.550 88,6

10 - 25 200 11,4

Jumlah 1.750 100,0

Gambar IV.15 Peta Ketebalan Gambut DIR. Jejangkit

IV.8.2 Kedalaman Muka Air Tanah dan Tinggi Genangan

Kedalaman muka air tanah dan tinggi genangan, merupakan salah satu faktor yang
sangat menetukan pengembangan pertanian di daerah rawa pasang surut. Oleh
karena hal ini akan berhubungan atau berkaitan dengan sistim/tingkat drainasi suatu
lahan, sehingga kedalaman muka air tanah dan tinggi genangan merupakan salah
satu faktor untuk memprediksi kelas kesesuaian lahan.
Kedalaman air tanah di DIR. Jejangkit dipengaruhi oleh banjir kiriman dari hulu
Sungai Alalak, terutama pada saat musim hujan, dimana keberadaan tanggul yang
kurang memadai serta adanya tanggul yang sengaja dibuka untuk jalur transportasi
dan juga sebagai alat jebakan ikan, sehingga hal ini tak jarang lahan pertanian

69
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

terendam banjir selama kurang lebih 2 sampai 3 bulan dengan tinggi genangan ± 50
– 75 cm. Adapun pada musim kemarau lahan kekeringan/kurang air, sehingga tidak
bisa bercocok tanam. Karena areal pertaniannya bersifat tadah hujan sehingga
penanaman menunggu datangnya suplai air dari hujan. Untuk lebih jelasnya luas
dan sebarannya disajikan pada tabel dan gambar di bawah.

Tabel IV.21 Luasan Kriteria Kedalaman Muka Air Tanah dan Tinggi Genangan
Kedalaman Luas
Kriteria
(cm) Ha %
0 – 10 Tergenang 950 54,3
10 – 25 Tergenang 202 11,5
25 – 50 Tergenang 570 29,7
50 – 75 Tergenang 78 4,5
Jumlah 1.750 100,0

Dari tabel di atas terlihat bahwa hampir semua lahan tergenang dengan tinggi
genangan bervariasi. Tinggi genangan antara 10 sampai dengan 25 cm tidak akan
begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi, akan tetapi tinggi
genangan antara 50 sampai dengan 75 cm akan memberikan pengaruh yang cukup
serius terhadap kegiatan budidaya tanaman pertanian, oleh karena selain sulit dalam
pengolahan lahan dan penanaman, tanaman padi juga tidak akan tumbuh pada
kedalaman tersebut. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan jalan perbaikan tanggul
Sungai Alalak dan normalisasi saluran-saluran drainase yang ada. Pada saat ini,
dampak dari keadaan tersebut di atas menyebabkan keterlambatan musim tanam
karena menunggu surutnya air di lahan.

1 0 - 25 cm

< 1 0 cm

2 5 - 50 cm
50
- 75
cm

SungaiAlalak

Luas
Simbol Kedalaman (cm) Kriteria
Ha %

0 - 10 Tergenang 950 54,3

10 - 25 Tergenang 202 11,5

25 - 50 Tergenang 570 29,7

50 - 75 Tergenang 78 4,5

Jumlah 1.750 100,0

Gambar IV.16 Peta Kedalaman Muka Air Tanah dan Tinggi Genangan

70
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.8.3 Kedalaman Lapisan Pirit


Pada umumnya tanah-tanah di daerah rawa pasang surut mengandung zat sulfat
masam atau pirit, yang menyebar di berbagai kedalaman di bawah permukaan
tanah. Dalam keadaan alami (terendam) tidak berbahaya bagi tanaman. Tetapi,
kalau sudah didrainase, muka air tanah akan turun dan pirit akan terkena udara
sehingga teroksidasi. Proses ini melepaskan banyak zat asam, besi beracun (Fe2+)
dan alumunium, sehingga hal ini akan menyebabkan tanah asam sulfat potensial
menjadi tanah asam sulfat aktual yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan tes yang dilakukan dengan menggunakan peroksida (H2O2 30%) pada
tanah-tanah dataran rendah (lowland) di DIR. Jejangkit menunjukan reaksi yang
tidak signifikan, dimana pada tanah-tanah yang dideskripsi tidak terjadinya buih
dan bau belerang yang menyengat, hal ini menandakan pada tanah-tanah tersebut
dan pada kedalaman kurang dari 75 cm di atas permukan tanah tidak ditemukan
lapisan pirit yang membahayakan bagi pertumbuhan tanaman, dan pada kedalaman
lebih dari 75 cm dari permukaan tanah, baru terdeteksi adanya lapisan pirit akan
tetapi reaksi yang ditimbulkan juga masuk dalam katagori sedang yaitu buih dan
bau belerang yang ditimbulkan tidak begitu keras dan menyengat. Luas dan
penyebaran kedalaman lapisan pirit disajikan pada tabel di bawah dan Gambar
IV.17.

Tabel IV.22 Luasan Kriteria Kedalaman Pirit di DIR. Jejangkit


Luas
Simbol Kedalaman Pirit
(cm) Kriteria
Ha %

75 - 100 Dalam 334 19,1

> 100 Sangat Dalam 1.416 80,9

Jumlah 1.750 100,0

Sumber: BWS Kalimantan 2, 2013

Berdasarkan Tabel di atas, keberadaan lapisan bahan sulfidik/pirit masih cukup


aman bagi perkembangan tanaman, walaupun demikian, perlu hati-hati dalam
penanganannya, jangan sampai pirit potesial menjadi pirit aktual. Untuk mengatasi
lapisan bahan sulfidik/pirit potensial tidak menjadi pirit aktual yaitu dengan tetap
mempertahakan muka air tanah minimum 75 cm dari permukaan tanah agar tetap

71
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

lapisan pirit terendam. Turunnya muka air tanah melebihi 75 cm dari permukaan
tanah dapat menyebabkan cat clay muncul dan dapat meracuni tanaman atau
naiknya muka air tanah sampai permukaan dapat menyebabkan cat clay yang sudah
terbentuk terbawa sampai permukaan yang dapat meracuni tanaman. Untuk
mengatasi hal tersebut di atas yaitu sebelum di lakukan penanaman, keberadaan
lahan perlu dilakukan pencucian/flushing (sewaktu hujan) dengan cara penggengan
terlebih dahulu kemudian air dibuang.

7 5 - 10 0 cm

> 10 0 cm

7 5 - 10 0 cm

SungaiAlaa
lk

Luas
Simbol Kedalaman Pirit
(cm) Kriteria
Ha %

75 - 100 Dalam 334 19,1

> 100 Sangat Dalam 1.416 80,9

Jumlah 1.750 100,0

Sumber: BWS Kalimantan 2, 2013


Gambar IV.17 Peta Kedalaman Pirit di DIR. Jejangkit

IV.9 Tata Guna Lahan dan Pola Tanam

IV.9.1 Tata Guna Lahan


Penggunaan lahan merupakan indikator intensitas pemanfaatan ruang. Penggunaan
lahan yang komplek akan menunjukan intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi.
Penggunaan tanah dapat pula digunakan sebagai bahan untuk melihat tingkat
kerusakan lingkungan. Berdasarkan hasil interpretasi dan ground check lapang
struktur penggunaan lahan dapat dilihat pada gambar dan tabel di bawah ini:

72
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.23 Jenis Penggunaan Lahan


Luas
No Simbol Keterangan
Ha %
1 PRK Pemukiman dan Pekarangan 88 5,0
2 SW Areal Persawahan 1280 73,1
3 SMK Semak dan Rumut 192 11,0
4 BLK Belukar 112 6,4
5 HT Hutan Gelam 78 4,5
Total Luas 1.750 100.0
Sumber : BWS Kalimantan 2, 2013

Tabel IV.24 Jenis Penggunaan Lahan, 2019


Jenis DESA
No Penggunaan Jejangkit Pasar Jejangkit Barat Jejangkit Timur
Lahan Ha % Ha % Ha %
1 Pemukiman 50,0 2,1 128,6 12,7 180,0 3,0
2 Persawahan 940,0 38,6 365,0 36,0 1.400,0 23,3
3 Perkebunan 148,5 0,8 131,5 46,4 194,5 62,7
4 Lahan Tidur 497,0 20,4 0,0 0,0 497,0 8,3
5 Tanah Rawa 889.4 36,5 0,0 0,0 80,0 1,3
6 Pekarangan 35,0 1,4 42,9 4,2 75,0 1,3
7 Perkantoran 4,7 0,2 0,3 0,0 1,0 0,0
8 Prasarana 1,9 0,1 6,3 0,6 2,0 0,0
Umum
9 Tanah 1,0 0,0 0,8 0,1 1,0 0,0
Kuburan
Total Luas 2.438,0 100,0 1.013,7 100,0 5.996,0 100,0
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit Dalam Angka
(BPS), 2020

Lahan pertanian di Jejangkit relatif masih cukup luas. Lahan yang bukan merupakan
lahan pertanian adalah berupa tapak rumah/bangunan-bangunan fasilitas umum,
jalan, parit, dan lahan-lahan di sekitarnya. Artinya, sekitar 80% lahan adalah lahan
pertanian.
Berdasarkan data Kecamatan Jejangkit Dalam Angka, 2020, lahan yang sudah
dikembangkan untuk areal pertanian sekitar 30 – 40 % berupa lahan persawahan
dan lahan perkebunan, dan sekitar 20 – 30% berupa lahan rawa dan lahan tidur.

73
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

1. Permukiman dan Pekarangan


Satuan penggunaan lahan ini dicirikan dengan adanya bangunan-bangunan
rumah sebagai tempat tinggal serta
adanya tanaman pekarangan. Yang
dimaksud dengan tanaman
pekarangan adalah tanaman tahunan
yang ditanam sekitar rumah.
Umumnya jenis tanaman dominan
yang ditanam adalah Kelapa, disamping itu juga ditanami tanaman buah-
buahan, serta sayuran dan umbi-umbian. Penyebaran tipe penggunaan lahan
ini, sudah saling berhadapan antara rumah yang satu dengan yang lainnya
dimana yang menjadi pembatas adalah jalan kecamatan yang sudah beraspal.

2. Areal Persawahan
Areal persawahan yang berada di Jejangkit merupakan tanaman padi sawah
tadah hujan, karena sawah di daerah
ini sistem pengairannya masih
mengandalkan air hujan. Maka, pola
tanamnya satu kali dalam setahun
yaitu pada musim hujan, Sedangkan
pada musim kemarau umumnya
dibiarkan (bera).
Pada umumnya padi yang dibudidayakan adalah jenis lokal, akan tetapi pada
saat ini sebagian warga sudah mulai
membudidayakan padi jenis unggul.
Tipe penggunaan lahan ini terletak di
belakang permukiman warga
setempat, dan lebih banyak
menyebar di sebelah timur lokasi
atau pada saluran tersier bagian kanan.

74
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

3. Semak dan Rumput


Tanaman semak yang tumbuh di Jejangkit merupakan tanaman rumput jarum
(semak). Tanaman ini tumbuh di
lokasi bekas-bekas areal persawahan
yang tidak digarap, penyebaran di
lokasi lebih banyak di jalur sebelah
barat terutama di areal-areal
pertengah sampai batas ujung
saluran tersier.

4. Belukar
Tanaman belukar merupakan sejenis tanaman keras yang masih kecil, dan lama
kelamaan akan membentuk suatu
vegetasi baru yaitu berupa hutan
tersier. Tanaman belukar yang ada di
Jejangkitberupa spot kecil di sebelah
Timur areal lokasi yang merupakan
lahan-lahan yang sudah lama tidak
digarap, sehingga membentuk vegetasi baru yaitu berupa belukar.

5. Hutan Gelam
Keberadaan hutan gelam di Jejangkitsudah berupa spot-spot kecil, berdasarkan
informasi dari penduduk setempat
bahwa daerah ini banyak ditumbuhi
tanaman gelam yang dapat dijadikan
sebagai sumber mata pencaharian
sehari-hari, akan tetapi untuk saat ini
cukup sulit untuk mendapatkannya.

75
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

SungaiAlalak

Luas
Simbol Keterangan
Ha %

Permukiman dan Pekarangan (PRK) 88 5,0

Areal Persawahan (SW) 1.280 73,1

Semak dan Rumput (SMK) 192 11,0

Belukar (BLK) 112 6,4

Hutan Gelam (HT) 78 4,5

Jumlah 1.750 100,0

Gambar IV.18 Peta Penggunaan Lahan DIR. Jejangkit

Sumber: Balai Rawa, 2014


Gambar IV.19 Peta Perkebunan Sawit disekitar area DIR. Jejangkit

76
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten. Batola 2019


Gambar IV.20 Perkebunan Sawit mengelilingi areal persawahan

IV.9.2 Keadaan Pertanian (Keadaan Usaha Tani)


Untuk memperoleh gambaran perkembangan pertanian di DIR. Jejangkit,
pengambilan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara secara langsung,
baik secara perorangan maupun secara kelompok. Selanjutnya data-data yang
diperoleh, dianalisa untuk memperoleh gambaran perkembangan keadaan pertanian
saat ini.
Secara umum jenis tanaman pangan yang dikembangkan oleh penduduk setempat
adalah jenis padi lokal yang berumur dalam (5 – 6 bulan), dan baru sebagian kecil
warga yang sudah mulai menanam jenis padi unggul. Berdasarkan informasi dari
PPL setempat bahwa produksi padi untuk jenis lokal berkisar diantara 2,7 – 3
ton/ha, dan untuk jenis padi unggul antara 3,5 – 4 ton/ha, dengan jenis padi yang di
tanam adalah jenis Impara, Ciherang dan Margasari.
Untuk kelompok tanaman pangan: usaha pertanian padi sawah hanya dilakukan
satu kali dalam setahun dengan sistem sawah tadah hujan (padi - bera), karena
pengairannya hanya mengandalkan air hujan saja dan sebagian ada juga yang

77
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

menanam 2 kali dalam setahun dengan resiko kegagalan panen karena kekurangan
air. Untuk jenis padi lokal penanaman biasanya dilakukan pada bulan Maret atau
April dan panen jatuh pada bulan Agustus atau Sepetember, sedangkan untuk jenis
padi unggul biasanya dilakukan pada bulan Mei dan panen jatuh pada bulan
Agustus. Selain tanaman pangan, tanaman palawija juga sudah mulai
dikembangkan oleh penduduk seperti tanaman jagung, kacang panjang, dan ubi
kayu, begitu juga untuk jenis tanaman Hortikultur seperti mangga, pisang,
semangka, papaya dan tanaman jeruk. Pengelolaan untuk tanaman padi sawah
sudah dilakukan secara semi tradisional yaitu dengan menggunakan hand traktor,
akan tetapi untuk pemeliharaan seperti penggunaan pupuk belum sesuai dengan
dosis yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Setempat, sehingga hasil yang
diperoleh juga belum begitu maksimal. Penjualan hasil panen dilakukan langsung
kepada konsumen atau melalui pengecer, akan tetapi sebagian besar hasil panen
biasanya digunakan untuk konsumsi sendiri.
Tanaman pangan lain seperti palawija diusahakan juga tetapi intensitasnya masih
rendah, hal ini dapat dicirkan dengan sistim tanam yang diterapkan oleh para petani
yaitu sistim tumpang sari, dimana tanaman palawija ditumpang sarikan dengan
tanaman padi.
Tanaman tahunan lainnya dan buah-buahan umumnya ditanam di lahan pekarangan
jenis pohon yang seringkali dijumpai antara lain; kelapa, Nangka, Rambutan,
pisang dan lain-lain. Pengusahaan tanaman ini lebih bersifat subsisten, dalam hal
pemeliharaannya yaitu dilakukan apabila mereka memiliki kesempatan dari
kegiatan usaha tani tanaman pangan.
Jenis ternak yang dikembangkan di DIR. Jejangkit adalah sapi, ayam kampung,
Bebek, dan burung walet, sedangkan untuk budidaya air tawar (perikanan) yang
dikembangkan oleh penduduk setempat adalah ikan gabus, papuyu, dan ikan sepat
siam. Tetapi kepemilikan ternak dan empang (perikanan) ini hanya dipelihara oleh
beberapa keluarga saja sehingga tidak dapat mewakili karakteristik usahatani di
daerah ini.

78
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

IV.9.3 Pola Usaha Tani Tanaman Pangan dan SAPRODI (Sarana dan
Produksi)
Secara umum penanaman padi sawah di DIR. Jejangkit dilakukan hanya satu kali
dalam satu tahun, karena kebutuhan air untuk tanaman hanya mengandalkan air
hujan, sehingga padi sawah yang berada di lokasi merupakan padi sawah tadah
hujan.
Keberadaan Sungai Alalak yang berada di sebelah Selatan DIR. Jejangkit tidak bisa
dijadikan sebagai sumber air bagi kebutuhan tanaman padi, dan berdasarkan
informasi dari penduduk setempat bahwa pasang surut sungai Alalak pada saat
musim kemarau airnya tidak bisa naik ke lahan, akan tetapi sebaliknya pada saat
musim hujan lahan-lahan yang berada di DIR. Jejangkit sering kebanjiran selama
1,5 – 2,5 bulan dengan tinggi genangan antara 50 – 100 cm, hal ini dikarenakan
keberadaan tanggul sungai yang kurang memadai dan adanya tanggul yang sengaja
dibuka untuk keperluan transportasi dan juga digunakan sebagai jebakan untuk
ikan, serta saluran-saluran drainase yang ada sudah pada dangkal, sehingga terjadi
keterlambatan dalam penanaman padi. Untuk memperoleh gambaran usaha tani
tanaman pangan padi di DIR. Jejangkit diasumsikan sebagai berikut:
Luas tanah sawah yang digarap petani di asumsikan rata-rata adalah hanya 1,0
hektar, dengan penggunaan benih padi sekitar 15 Kg. Benih padi yang ditanam
biasanya berasal dari penyisihan hasil panen sebelumya. Hal ini menyebabkan
kualitas benih sulit terjamin. Dilain pihak, relatif rendahnya daya beli petani untuk
penyediaan saprotan menyebabkan tingkat produktivitas usaha tani masih belum
optimal.
Penggunaan sarana produksi seperti benih, pupuk, maupun masukan lain masih
dibawah standar dosis yang direkomendasikan. Upaya pemeliharaan tanaman dari
serangan hama (proteksi tanaman) meskipun dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan pestisida tetapi dosisnya belum tepat. Hal ini mungkin disebabkan
daya beli yang rendah.
Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea dan NPK, dengan aplikasi penggunaannya
berkisar antara satu sampai dua kali. Umumnya satu kali. Pemberantasan hama
dan penyakit pada tanaman padi merupakan kegiatan yang penting untuk
menjamin tingkat produksi yang akan dipanen. Tetapi penggunaan pestisida pada

79
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

umumnya di gunakan apabila sudah terjadi serangan pada tanaman yang


diusahakan, sehingga hal ini merupakan salah satu penyebab turunya tingkat
produksi.
Pada saat ini penanaman padi sawah di DIR. Jejangkit tidak di dominasi oleh jenis
padi lokal akan tetapi ada sebagian warga yang sudah mulai membudidayakan padi
varietas unggul seperti padi varietas Ceherang, Margasari dan varietas Impara.
Produksi padi sawah varietas lokal berkisar antara 2,5 sampai 2.7 ton per hektar
per tahun, dan 3,5 ton per hektar untuk padi varietas unggul. Dilihat dari tingkat
produksi yang dihasilkan sudah masuk kedalam kriteria cukup baik untuk tanaman
padi tadah hujan dan akan lebih baik lagi jika dikelola lebih optimum dan ditunjang
prasarana tata air yang baik, potensi usahatani padi sawah cukup prospektif untuk
meningkatkan pendapatan petani di lokasi ini. Rata-rata hasil usaha tani di DIR.
Jejangkit disajikan pada tabel di bawah.
Tingkat pendapatan bersih artinya tingkat penerimaan untuk “membayar” atau
meng-kompensasi upah tenaga petani dan anggota keluarganya. Pendapatan kotor
adalah besaran penerimaan dikurangi biaya tunai. Pada Tabel tersebut dapat dilihat
bahwa biaya tunai meliputi upah kerja dan sarana produksi, seperti upah tanam,
panen dan pembelian pupuk dan pestisida. Besaran pendapatan kotor merupakan
imbalan yang diperoleh petani sebagai penggarap atau ‘imbalan’ terhadap
penggunaan tenaga kerja petani itu sendiri dan keluarganya. Sedangkan pendapatan
bersih merupakan imbalan terhadap petani sebagai pengelola atau ‘manajer’.

Tabel IV.25 Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi dan Hasil Usahatani Padi
Tadah Hujan Varietas Lokal di DIR. Jejangkit

Satuan Fisik Jumlah


No Uraian Keterangan
Unit Jml Harga (Rp)
1 Luas diusahakan Ha 1 -
2 Pengolahan Tanah
dan Semai
Tenaga/Hand HOK 1 1.500.000 1.500.000 Keluarga
Traktor
Bibit / benih Kg 15 5.000 75.000 Panen lalu
3 Tanam 1 36 4.000 144.000 Tunai
4 Pemeliharaan:
penyiangan HKW 10 35.000 350.000 keluarga
pemupukkan:

80
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Satuan Fisik Jumlah


No Uraian Keterangan
Unit Jml Harga (Rp)
Tenaga HOK 5 40.000 200.000 keluarga
Urea Kg 100 2.000 200.000 tunai
NPK 0 0 0 0 tunai
pestisida 0 0 0 0
5 Panen dan Pasca
Panen
Tenaga 1 36 4.000 144.000 Buruh
6 Produksi Padi per Kg 2.700 3.000 8.100.000
1,0 Ha
7 Biaya Total Rp 2.613.000
9 Pendapatan Kotor Rp 8.100.000
10 Pendapatan Bersih Rp 5.487.000
Sumber: SI KATAM TERPADU, 2020

Pada tabel di atas disajikan rata-rata tingkat penggunaan input dan hasil yang
diperoleh, baik fisik maupun nominalnya. Rata-rata pendapatan kotor usahatani
Padi sawah / 1,0 Ha / MT di lokasi untuk jenis padi lokasl adalah Rp.8.100.000,-
Sedangkan pendapatan bersih dari usahatani ini Rp.5.487.000,-/ 1,0 Ha/th.
Sedangkan untuk jenis padi unggul adalah Rp.14.000.000,- Sedangkan pendapatan
bersih dari usahatani padi varietas unggul adalah Rp.10.767.000,-/ 1,0 Ha/MT.
Dari perbandingan pendapatan hasil antara padi varietas lokal dan padi verietas
unggul (Tabel IV.25 dan IV.26) terlihat bahwa untuk padi jenis unggul lebih besar
hasilnya dari pada jenis lokal, sehingga hal ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam hal budidaya tanaman padi di DIR. Jejangkit yaitu dengan
jalan penyuluhan yang lebih intensif dan pembuatan demplot-demplot tanaman padi
jenis unggul, sehigga dengan demikian diharapkan masyarakat dapat lebih
mengengal dan tahu cara budidaya tanaman padi ini, dan tentunya sejalan dengan
waktu maka peralihan budidaya tanaman padi lokal ke tanaman padi jenis unggul
dapat berjalan sesuai dengan rencana.

81
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.26 Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi dan Hasil Usahatani Padi
Tadah Hujan Varietas Unggul di DIR. Jejangkit

No Uraian Satuan Fisik Jumlah Keterangan


Unit Jml Harga (Rp)
1 Luas Ha 1 -
diusahakan
2 Pengolahan
Tanah dan
Semai
Tenaga/Hand HOK 1 1.500.000 1.500.000 Keluarga
Traktor
Bibit / benih Kg 30 6.500 195.000 Panen lalu
3 Tanam 1 36 4.000 144.000 Tunai
4 Pemeliharaan:
Penyiangan HKW 10 35.000 350.000 keluarga
pemupukkan:
Tenaga HOK 5 40.000 200.000 keluarga
Urea Kg 100 2.000 200.000 tunai
NPK Kg 200 2.500 500.000 tunai
Pestisida 0 0 0 0
5 Panen dan
Pasca Panen
Tenaga 1 36 4.000 144.000 Buruh
6 Produksi Padi Kg 3.500 4.000 14.000.000
per 1,0 Ha
7 Biaya Total Rp 3.233.000
8 Pendapatan Rp 14.000.000
Kotor
9 Pendapatan Rp 10.767.000
Bersih
Sumber: SI KATAM TERPADU, 2020

IV.10 Budidaya Pertanian

Mayoritas penduduk di Desa Jejangkit ini masih mengandalkan usaha pertanian


tanaman pengan. Teknik budidaya pertanian yang diterapkan masih bersifat
tradisional dan ada juga yang sudah semi modern. Pengusahaan padi dilakukan
sekali dalam setahun (pola tanam padi-bera), dengan menggunakan varietas lokal
seperti siam unus atau siam kuning. Program pengembangan tanaman pangan
khususnya tanaman padi, sudah mulai dilakukan melalui suatu kegiatan penelitian

82
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

dari Balitan setempat, dengan varietas padi yang di uji cobakan adalah varietas
unggul seperti verietas Ciherang, Margasari dan varietas Impara, dimana dengan
menggunakan varietas unggul nantinya diharapkan penanaman dapat dilakukan dua
kali dalam satu tahun.

IV.10.1 Sistem pengolahan lahan


Kegiatan budidaya tanaman padi di lahan rawa pasang surut di DIR. Jejangkit
meliputi; penyemaian, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengelolaan air,
pengendalian hama dan penyakit dan panen.
1) Persemaian
Sistem budidaya padi di lahan rawa pasang surut merupakan tradisi bercocok
tanam padi yang disesuaiakan dengan kondisi lingkungan rawa yang mana
tinggi muka air dipengaruhi keadaan pasang surut secara berkala dan kualitas
air. Adaptasi ini menciptakan tradisi dengan sistim tanam pindah 2 sampai 3
kali dalam persemaian.
Persemaian I yang diistilahkan menugal, biasanya waktu penyemai dilakukan
pada bulan Nopember - Desember. Jumlah bibit 15 kg benih untuk satu hektar
yang digunakan adalah bibit lokal. Lamanya bibit dipersemaian antara 30 – 40
hari, kemudian dipindahkan ke lahan persemaian II.
Persemaian II disebut juga dengan istilah ampakan, bibit dari persemaian I
dipindahkan dan dipecah menjadi 4 – 5 bagian, biasanya dilakukan pada bulan
Desember – Januari, bibit dipertahankan selama 35 – 45 hari., kemudian
dipindahkan ke persemaian III, atau ditanam langsung apabila keadaan
memungkinkan.
Persemaian III diistilahkan lacak., pada umumnya pemindahan ini bibit ditanam
berbaris dengan jarak tanam 10 – 15 cm untuk memudahkan penanam terakhir.
Persemaian III dilaksankan pada bulan Januar – Februari, jarak tanam 50 cm
denagn jumlah bibit 3 – 4 bibit/ lubang., lacak di tanam selama 50 – 70 hari.
Apabila muka air sudah mulai menurun dan bibit cukup besar maka penanaman
dapat segara dilaksanakan.

83
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

2) Penyiapan Lahan
Secara konvisional petani menggunakan tajak berfungsi selain dapat menebas
gulma juga dapat memapas permukaan tanah 5 – 10 cm, menjadi tumpukan-
tumpukan dibiarkan 1 - 2 bulan. Sistem penyiapan lahan ini dengan perombakan
gulma dan sisa panen dapat menyumbangkan sejumlah hara ke dalam tanah.
Penyiapan lahan untuk tanaman padi lokal biasanya dilakukan di bulan Oktober
dan Desember, dengan menebas semak dan rumput-rumput yang tumbuh di
lahan. Setelah ditebas, sisa-sisa semak dan rumput tersebut dibiarkan mengering
selama beberapa minggu, sebelum kemudian dibakar. Kegiatan penyiapan
lahan ini membutuhkan waktu sekitar satu bulan, tergantung luas lahan yang
akan ditanam.
Penanaman padi dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Pebruari dengan
cara benih ditugal atau disebar langsung di lahan, sekitar 1 - 2 minggu setelah
selesai pembakaran.
Pemanenan padi dilakukan pada bulan Juni dan Agustus. Kegiatan panen
biasanya dilakukan oleh tenaga keluarga, meskipun kadang diupahkan. Setelah
pemanenan padi, lahan kemudian diberakan sampai musim tanam berikutnya.

3) Pengelolaan Air
Pengelolan air di rawa pasang surut adalah untuk mempertahankan permukaan
air pada batas yang layak untuk tanaman padi, untuk mepertahankan air selama
musim tanam dengan menggunakan tabat. Pengelolaan air di DIR. Jejangkit
lebih bersifat kearah pengelolaan sistem drainase oleh karena proses penanaman
padi tergantung pada air hujan.

4) Pengelolan Hara dan Kesuburan Tanah


Pemberian kapur sebagai upaya untuk mengurangi tingkat keasaman tanah,
pemberian kapur dianjurkan 1,5 – 2 ton per hektar untuk tiga musim tanam,
pemberian kapur dilakukan pada saat pengolahan tanah. Pemberian kapur dan
pupuk pada lahan rawa pasang surut (sulfat masam) memberikan pengaruh
positif bagi hasil tanaman pangan.

84
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

5) Pengendalian Hama dan Penyakit


Hama yang banyak sering terdapat di daerah rawa pasang surut adalah hama
tikus, penggerek batang padi putih, walang sangit dan hama putih palsu. Hama
tikus dapat mnyerang padi sejak dari persemaian samapai yang hamper panen,
pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan fumigasi, dan
menggunakanunpan beracun. Aspek teknis selain mengatur waktu tanam juga
pembersihan semak belukar di sekitar lahan sebagai sarang tempat
persembunyian.
Orong-orong, pengendalian secara terpadu, yaitu pengaturan pola tanam, dan
pemotongan tanaman, serta menggunakan pestisida.
Hasil panen umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan subsisten keluarga
dan jarang yang dijual. Pengembangan pertanian di daerah lahan rawa pasang
surut dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni dengan (1) pendekatan
lingkungan tumbuh dan (2) perbaikan tanaman. Kedua pendekatan ini dapat
berjalan bersamaan untuk saling mendukung. Berkenaan perbaikan lingkungan
tumbuh meliputi pecegahan penurunan produktifitas, sedangkan yang berkaitan
dengan tanaman yakni manipulasi genetic meliputi penyaringan dan pemilihan
sumberdaya genetic yang tersedia.

IV.10.2 Produksi dan Produktivitas


Produksi dan produktivitas pada DIR. Jejangkit masing-masing peruntukan
penggunaan lahan dijelaskan sebagai berikut:

Perkebunan
Jenis tanaman perkebunan yang di produksi di DIR. Jejangkit sampai saat ini
hanyalah kelapa sawit, seperti terdata pada table berikut:

Tabel IV.27 Produksi Perkebunan menurut Kelurahan/Desa dan Jenis Tanaman


(ton), 2018 dan 2019
Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi
Kelurahan/ Desa
2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019
1 Cahaya Baru - - - - - - - -
2 Sempurna - - - - - - - -
3 Bahandang - - - - - - - -

85
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Kelapa Sawit Kelapa Karet Kopi


Kelurahan/ Desa
2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019
4 Jejangkit Muara - - - - - - - -
5 Jejangkit Pasar - 24 - - - - - -
6 Jejangkit Barat - - - - - - - -
7 Jejangkit Timur - 32 - - - - - -
Jejangkit - 56 - - - - - -
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit Dalam Angka,
BPS, 2020

Berdasarkan tabel di atas, produksi tanaman kelapa sawit masih rendah karena dari
wawancara dengan petani setempat masih menggunkan plasma sawit dan tidak ada
dukungan dari Pemerintah terkait kelapa sawit karen program hanya untuk tanaman
pangan.

Tabel IV.28 Luas Tanaman, Produksi dan Produktivitas Perkebunan Menurut


Komoditi di Kecamatan Jejangkit, 2019
Luas Tanaman Produksi Produktivitas
Komoditi Perkebunan
(ha) (ton) (kg/ha)
1 Kelapa Sawit 490 56 4)*
2 Kelapa - - -
3 Karet - - -
4 Kopi - - -
5 Kako - - -
6 Tebu - - -
7 Teh - - -
8 Tembakau - - -
)* Baru 14 Ha yang berproduksi
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit
Dalam Angka, BPS, 2020

Produktivitasnya pun hanya 4 kg/ha dari luasan total yang ada, sehingga banyak
petani menjual kepada perusahaan sawit.

Tanaman Pangan
Berbeda dengan perkebunan, untuk tanaman pangan menjadi focus utama wilayah
ini. Selain masyarakat lokalnya adalah dominan petani, juga didukung oleh
Pemerintah Daerah untuk mempertahankan kestabilan produksi padi. Berikut
detailnya:

86
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.29 Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Tiap Kelurahan/Desa, 2019
Luas Panen Produksi
Kelurahan/Desa
(ha) (ton)
1 Cahaya Baru 408 1.224
2 Sempurna 434,5 1.390,4
3 Bahandang 127 343,9
4 Jejangkit Muara 570 1.767
5 Jejangkit Pasar 640 2.112
6 Jejangkit Barat 375 1.125
7 Jejangkit Timur 217 607,6
Jejangkit 2.771,5 8.569,9
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit Dalam Angka,
BPS, 2020

Walaupun menjadi fokus program pertanian, nilai produksi dan produktivitas


tanaman pangan padi masih rendah yakni 3,09 ton/ha.

Tabel IV.30 Luas Tanam, Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Tanaman Padi
Tiap Jenis Padi, 2019
Luas Tanam Luas Panen Produksi Rata-Rata Produksi
Jenis Padi
(ha) (ha) (ton) (kw/ha)
1 Padi Sawah 2.771 2.771 8.569,9 3,09
2 Padi Ladang - - - -
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit Dalam Angka,
BPS, 2020

Palawija
Berdasarkan data untuk tanaman palawija masih belum dikembangkan pada DIR.
Jejangkit. Dari pengamatan di lapangan, tanaman palawija yang ditaman di kebun
hanya untuk dikonsumsi masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Data tercatat
terakhir ditunjukkan pada tabel berikut:

87
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.31 Luas Tanam, Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Tanaman
Palawija Tiap Jenis Palawija, 2019
Luas Tanam Luas Panen Produksi Produksi
Jenis Palawija
(ha) (ha) (ton) (kw/ha)
1 Jagung - - - -
2 Kedelai - - - -
3 Kacang Tanah - - - -
4 Kacang Hijau - - - -
5 Ubi Kayu - - - -
6 Ubi Jalar - - - -
Sumber: BPP Kecamatan Jejangkit dalam Kecamatan Jejangkit Dalam Angka,
BPS, 2020

IV.11 Sosial Ekonomi dan Lingkungan

IV.11.1 Demografi dan Pertumbuhan

Penduduk yang bermukim di DIR. Jejangkit yaitu di Desa Jejangkit Pasar, Desa
Jejangkit Barat dan desa Jejangkit Timur, sebagian besar atau hampir 90 % berasal
dari etnis/suku Banjar, sedangkan keberadaan suku yang lainya seperti suku Jawa,
Sunda, Bugis dan suku Madura merupakan penduduk pendatang, komposisi
etnis/suku yang bermukim di masing-masing wilayah kajian terdapat pada Tabel di
bawah. Data kependudukan dan luas daerah perencanaan terkait dengan wilayah
administrasi desa, untuk luas administrasi masing – masing desa tersebut
berdasarkan Kecamatan Dalam Angka dan Profil Desa, 2019 disajikan pada Tabel
dibawah.
Tabel IV.32 Jumlah Etnis

Desa
No Etnis
Jejangkit Pasar Jejangkit Barat Jejangkit Timur
1 Banjar 1.194 768 1.083
2 Jawa 3 0 79
3 Sunda 26 0 41
4 Bugis 11 0 2
5 Dayak 0 0 0
6 Madura 0 0 1
Jumlah 1.197 768 1.206
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

88
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.33 Luas Wilayah Administrasi Desa


No Desa Rumah Penduduk Luas Kepadatan
Tangga Km2 Peduduk
1 Cahaya Baru 242 901 10,0 90,08
2 Sampurna 231 717 15,0 47,71
3 Bahandang 135 490 18,0 27,21
4 Jejangkit Muara 260 1.046 12,0 87,17
Jumlah1 868 3.154 55,0 57,35
5 Jejangkit Pasar 340 1.197 12,0 99,75
6 Jejangkit Barat 233 769 16,0 48,06
7 Jejangkit Timur 294 1.206 120,0 10,05
Jumlah2 867 3.172 148,0 21,43
Total 1735 6326 203.0 31.16
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020
Berdasarkan data sekunder (tabel di atas) jumlah penduduk di kecamatan Jejangkit
adalah 6.326 jiwa, dengan tingkat kepadatan terhadap luas administratif mencapai
31,16 per Km2 dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi sebesar 99,75 per Km2
yaitu di desa Jejangkit Pasar dan kepadatan penduduk terendah terdapat di desa
Jejangkit Timur yaitu sebesar 10,05 per Km2.

Tabel IV.34 Penduduk Desa Menurut Kelompok Umur

Desa
Jejangkit Pasar Jejangkit Barat Jejangkit Timur
No.
Jumlah Jumlah Jumlah
Umur Umur Umur
(Jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 0 – 14 307 0 – 14 179 0 – 14 356


6 55 – 60 161 55 – 60 51 55 – 60 114
Usia Tidak Produktif 468 230 470
2 15 – 20 129 15 – 20 149 15 – 20 138
3 21 – 30 244 21 – 30 151 21 – 30 220
4 31 – 40 189 31 – 40 113 31 – 40 196
5 41 – 54 167 41 – 54 126 41 – 54 182
Usia Produktif 729 539 736
Jumlah 1197 769 1206
Sumber: Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

89
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Bila dilihat dari usia produktif (angkatan kerja) umur 15 – 54, jumlah usia produktif
di tingkat desa adalah sebanyak 2.004 jiwa, dengan usia produktif tertinggi berada
di desa Jejangkit Timur sebanyak 736 jiwa, hal ini mencerminkan bahwa sumber
tenaga kerja masih cukup tersedia di wilayah kajian.

IV.11.2 Mata Pencaharian

Penduduk di DIR. Jejangkit umumnya tercatat mempunyai mata pencaharian utama


adalah bertani dan buruh tani. Disamping bertani penduduk di daerah ini ada juga
yang menjadi buruh/tukang, wiraswasta, pegawai negeri dan bidang jasa lainnya,
seperti pedagang (kios dan warung), karyawan dan lain-lain. Sebagai gambaran
tercatat data sektor ekonomi rumah tangga yang terdapat di desa desa tersebut
seperti yang tercantum pada tabel berikut ini.

Tabel IV.35 Mata Pencaharian Penduduk


Desa
No Jenis Pekerjaan
Jejangkit Pasar Jejangkit Barat Jejangkit Timur
1 Petani 578 284 1.089
2 Buruh Tani 548 72 0
3 Wiraswasta/Industri 26 22 20
4 Buruh/Tukang 11 87 12
5 Guru Swasta 0 11 0
6 Karyawan Swasta 24 25 15
7 PNS 6 7 1
8 Pensiunan 4 0 1
Jumlah 1.197 508 1.138
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

IV.11.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama

Berdasarkan data profil desa tercatat bahwa, penduduk di wilayah kajian adalah
beragama Islam, sedangkan untuk penganut agama yang lainnya seperti Kristen,
Hindu, Budha dan agama Khonghucu tidak ada, hal ini menandakan bahwa
mayoritas penduduk di DIR. Jejangkit adalah beragama Islam.

90
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.36 Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan/Desa dan Agama yang


Dianut, 2019

Desa
No Agama
Jejangkit Pasar Jejangkit Barat Jejangkit Timur
1 Islam 1.309 891 1.036
2 Kristen 0 0,5 0
3 Hindu 0 0 0
4 Budha 0 0 0
5 Khonghucu 0 0 0
Jumlah 1.309 891 1.036
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

Tabel IV.37 Jumlah Sarana Peribadatan dan Penduduk

Rasio Rasio
Jumlah
Penduduk Penduduk
Penduduk
No Desa Mesjid Langgar Agama Agama
Beragama
Islam Per Islam Per
Islam
Mesjid Langgar

1 Jejangkit Pasar 1 3 1.309 1.309 436,33


2 Jejangkit Barat 1 2 891 891 445,50
3 Jejangkit Timur 1 5 1.036 1.036 207,20
Jumlah 3 10 2.966 2.966 1089.03
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah sarana ibadah di tiap desa terkait yaitu
berupa Mesjid dan Langgar cukup, dengan rasio kepadatan penduduk per Mesjid
dan Langgar seperti tertera pada di atas.

IV.11.4 Pendapatan Asli Daerah Tingkat Kabupatenupaten/Provinsi (Income


Pertanian)
Pendapatan asli daerah tingkat Kabupaten/Provinsi (PAD) untuk Kecamatan
Jejangkit dapat dilihat dari jumlah penerimaan pajak hasil bumi dan PBB di tiap
Desa yang diuraikan sebagai berikut:

91
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Tabel IV.38 Jumlah Penerimaan Pajak Hasil Bumi dan PBB Tiap Desa, 2019

Potensi/Target Realisasi
Kelurahan/Desa %
WP (Rp) WP (Rp)
1 Cahaya Baru 312 4.725.564 312 4.725.564 100,0
2 Sempurna 269 4.148.245 275 4.250.118 102,5
3 Bahandang 67 1.107.243 68 1.122.243 101,4
4 Jejangkit Muara 90 4.427.230 95 4.502.230 101,7
5 Jejangkit Pasar 393 8.946.608 394 8.961.608 100,2
6 Jejangkit Barat 97 1.638.386 97 1.638.386 100,0
7 Jejangkit Timur 519 9.756.746 522 9.823.905 100,7
Jejangkit 1.747 34.750.022 1.763 34.750.022 100,79
Sumber: BP2RD Kabupaten. Barito Kuala dalam Kecamatan Jejangkit Dalam
Angka, BPS, 2020

Penjualan hasil panen dilakukan langsung kepada konsumen atau melalui pengecer,
akan tetapi sebagian besar hasil panen biasanya digunakan untuk konsumsi sendiri.

IV.11.5 Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan


Pelayanan pendidikan di Jejangki tsaat ini sudah cukup memadai, hal ini tercermin
penyediaan sarana pendidikan, di setiap desa sudah terdapat Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, SLTP dan SLTA dengan kondisi cukup baik. Di desa Jejangkit
Barat dan Jejangkit Timur belum terdapat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), akan tetapi hal ini tidak
menjadi kendala oleh karena ke tiga desa tersebut saling berdampingan. Sarana
fasilitas pendidikan tersebut tersaji pada tabel di bawah.

Tabel IV.39 Sarana Pendidikan Formal dan Non Formal


Desa
Jejangkit Jejangkit Jejangkit
Jenis Sarana
No Pasar Barat Timur
Pendidikan
Jumlah Jumlah
Jumlah (Unit)
(Unit) (Unit)
1 TK / PAUD - 1 -
2 TPA - 1 -
3 Sekolah Dasar 1 2 1
4 SLTP/Sederajat 1 - -
5 Tsanawiya 1 - -
6 SLTA/Sederajat 1 - -
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

92
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

Perkembangan dan kondisi pendidikan akan berdampak bagi perkembangan


kehidupan ekonomi suatu daerah, dengan tingkat dan kualitas pendidikan yang
memadai seseorang akan memiliki peluang serta kemampuan usaha yang memadai
pula dan pada gilirannya akan memperoleh penghasilan ekonomi yang lebih baik.
Dari jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan, dimana persentasinya cukup baik, dan terlihat sebagian penduduk dari
tiap desa sudah ada yang melanjutkan/tamat ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi
seperti Diploma I sampai Sarjana, hal ini menunjukan bahwa sudah ada kesadaran
masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Berdasarkan data profil desa terlihat
bahwa pada umumnya tingkat pendidikan di Jejangkit masih pada tarap SMP dan
SLTA, dan hal ini kemungkinan persoalan ekonomi yang masih dialami oleh
masyarakat dan keterbatasan sarana dan prasarana sekolah yang belum menjangkau
seluruh daerah secara merata. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan
di tiap desa di sajikan pada tabel di bawah.

Tabel IV.40 Tingkat Pendidikan

Desa
Tingkat Jejangkit Jejangkit Jejangkit
No
Pendidikan Pasar Barat Timur
Jumlah (Unit) Jumlah (Unit) Jumlah (Unit)
1 Tidak Sekolah 174 37 177
2 Tidak Tamat SD 155 125 105
3 Tamat SD 540 430 158
4 Tamat 213 177 177
SMP/Sederajat
5 Tamat 104 50 81
SMA/Sederajat
6 D1 3
7 DII 1
8 DIII 5 3
9 SI 5 9
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

Di bidang kesehatan, jenis sarana yang tersedia sudah cukup memadai, hal ini dapat
dicirikan dengan adanya fasilitas baik berupa bangunan fisik seperti Puskesmas,
Posyandu, dan Polindes maupun orang yang menanganinya seperti Mantri

93
Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya di pergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian

kesehatan, Bidan Praktek dan Dukun kampung, sehingga penanganan sementara


untuk masalah kesehatan tidak perlu pergi ke ibu kota kecamatan.

Tabel IV.41 Sarana Kesehatan

Desa
Jejangkit Jejangkit Jejangkit
Jenis Sarana
No Pasar Barat Timur
Kesehatan
Jumlah Jumlah Jumlah
(Unit) (Unit) (Unit)
1 Puskesmas 1 - -
2 Pustu/Klinik/Balai - -
1
Kesehatan
3 Posyandu 1 1 3
4 Poskesdes - 1
5 Polindes 1 1 1
- Tenaga Medis - - -
1 Dokter 1 - -
2 Perawat 8 1 -
3 Bidan Praktek 8 1 1
4 Farmasi 2 - -
5 Ahli Gizi 1 1 -
6 Mantri Kesehatan - 1 -
7 Dukun Kampung 1 1 1
Sumber : Kecamatan Jejangkit Dalam Angka (BPS), 2020

94

Anda mungkin juga menyukai