Anda di halaman 1dari 25

GERD

(GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

1. Pengertian
GERD adalah penyakit yang terjadi ketika asam lambung naik ke kerongkongan.
Dalam pengertian lainnya, GERD adalah keadaan dimana cairan asam lambung
mengalami refluks dan masuk ke dalam kerongkongan sehingga menyebabkan
gejala yang mengganggu.
Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) merupakan kelainan saluran cerna
bagian atas yang disebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang
frekuensinya cukup tinggi di negara maju.
GERD biasa juga dikenal dengan penyakit asam lambung. Penyakit asam
lambung ini merupakan penyakit umum yang disebabkan karena naiknya asam
lambung menuju esofagus atau kerongkongan pada saluran pencernaan yang
menghubungkan mulut dan lambung (LeMone, 2016).
GERD adalah kondisi dimana asam lambung dan isi perut berbalik arah
sehingga keluar ke kerongkongan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kegagalan
sfingter esofagus bagian bawah untuk menutup dengan benar. Juga dikenal sebagai
refluks asam (Kamus Kesehatan).

2. Etiologi GERD

Penyebab GERD adalah melemahnya otot LES (Lower Esophageal Sphincter)


sehingga tidak mampu menahan isi lambung atau asam lambung agar tidak naik ke
kerongkongan. Jika terjadi terus menerus, kondisi ini dapat mengiritasi lapisan
kerongkongan hingga menyebabkan peradangan.

Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab GERD, yaitu :

 Obesitas
 Kehamilan
 Usia lanjut
 Kebiasaan sering berbaring atau tidur setelah makan
 Makanan, beberapa jenis makanan tertentu beresiko memicu GERD. Misalnya
makanan pedas yang berlebihan akan merangsang lambung untuk berkontraksi
dan kandungan cabai tersebut dapat menghilangkan sel epitel pada lapisan
mukosa. Sedangkan konsumsi makanan asam dapat merangsang produksi
asam lambung.
 Obesitas, akumulasi lemak dapat meningkatkan tekanan di daerah perut
sehingga asam lambung bisa naik dan menyebabkan luka lapisan mukosa di
kerongkongan
 Gastroparesis, yaitu melemahnya otot dinding lambung sehingga pengosongan
lambung melambat
 Gangguan jaringan ikat, misalnya scleroderma atau lupus
 Penyakit bawaan lahir, seperti hernia hiatus dan atresia esofagus
 Pernah menjalani operasi di area dada atau perut bagian atas sehingga melukai
kerongkongan
 Efek samping obat-obatan tertentu, misalnya aspirin, ibuprofen, benzodiazepine,
antidepresan, dan calcium channel blockers mengganggu kerja otot
kerongkongan bagian bawah. Sedangkan obat-obatan sejenis antibiotika dan
anti-inflamasi nonsteroid dapat meningkatkan peradangan pada esofagus.
 Hormon, pada wanita menopause dikarenakan menurunnya LES akibat terapi
hormone esterogen.

Selain itu, ada beberapa factor yang dapat memperparah hejala GERD:

Kebiasaan merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif)


Sering makan dalam porsi besar atau makan pada tengah malam
Mengkonsumsi makanan yang asam, berlemak, atau berbumbu pedas
Mengkonsumsi minuman berkafein, beralkohol, atau bersoda
Mengalami gangguan kecemasan atau stress yang tidak terkelola dengan baik
(GERD anxiety)
3. Manifestasi Klinis
GERD dapat dialami semua kalangan usia, baik dewasa maupun anak-anak. Ketika
asam lambung naik, gejala GERD yang dapat muncul antara lain :
1) Sensasi terbakar di dada (heartburn)
2) Rasa asam atau pahit di mulut (regurgitasi)
3) Mual dan muntah
4) Bau mulut
5) Suara serak
6) Rasa terbakar di daerah uluhati (epigastrum) yang dapat disertai nyeri dan
pedih (heartbun). Gejala ini umumnya dirasakan saat setelah makan atau
saat berbarin
7) Sakit saat menelan (odinofagia). Umumnya akibat luka di lapisan mukosa
atau adanya infeksi
8) Gangguan menelan (disfagia). Penderita membutuhkan waktu lebih lama
atau usaha ekstra untuk menelan makanan
9) Sensasi mengganjal di tenggorokan
10) Kerongkongan sakit atau meradang (esofagitis)
11) Gejala lain berupa kembung, sering bersendawa, mual, cepat kenyang,
hipersalivasi, nyeri dada non-kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis
12) Gigi sensitive dan mulut terasa asam

4. Patofisiologi

5. Manifestasi klinis
Pada hipertensi tanda dan gejala dibedakan menjadi:
a) Tidak bergejala
Maksudnya tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa, jika kelainan arteri tidak diukur, maka hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa
b) Gejala yang lazim
Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala, kelelahan.
Namun hal ini menjadi gejala yang terlazim pula pada kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhlaeni (2001), manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas kelelahan, gelisah, mual dan muntah,
epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering ditemukan: marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang.

6. Komplikasi hipertensi
Menurut Ardiansyah (2012), tekanan darah yang terus menerus tinggi dan tidak
terkontrol dapat menimbulkan komplikasi pada organ-organ tubuh yaitu sebagai
berikut:
1) Stroke
Dapat timbul akibat pendarahan karena tekanan tinggi di otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh otak, stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya menjadi
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah,
sehinggga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisme.
2) Infark miokardium
Dapat juga terjadi infark miokardium apalagi arteri coroner yang mengalami
aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila
terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka
kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat dipenuhi dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Terdapat 2 jenis kelainan ginjal akibat hipertensi yaitu nefrosklerosis
benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada
hipertensi yang berlangsung lama sehinggga terjadi pengendapan fraksi-fraksi
plasma pada pembuluh darah akibat proses menua. Sedangkan nefrosklerosis
maligna terjadi dengan adanya kenaikan tekanan diastole diatas 130mmHg yang
disebabkan terganggunya fungsi ginjal.
4) Ensafalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat). Tekanan yang sangat tingggi akibat kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di
seluruh susunan saraf akibatnya neuron-neuron di sekitarnya menjadi kolaps dan
terjadi koma serta kematian (Gunawan, 2001).
5) Gagal jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Kondisi ini yang mengakibatkan otot jantung akan menebal
dan merenggang sehingga daya pompa akan menurun. Hal ini akan
mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Tanda-tanda adanya komplikasi yaitu
sesak nafas, napas putus-putus, pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi


a) Factor resiko yang tidak dapat dikontrol
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita. Wanita diketahui
mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pria ketika berusia
20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada wanita ketika berumur
55 tahun, sekitar 60% menderita hipertensi berpengaruh pada wanita. Hal
ini dikaitkan dengan perubahan hormone pada wanita setelah menopause
(Endang Triyanto, 2014).
2) Umur
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehinggga, semakin bertambah usia seseorang maka tekanan darah
semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung mempunyai tekanan
darah lebih tinggi dibandingkan di usia muda (Endang Triyanto, 2014).
3) Keturunan (genetik)
Adanya factor genetic tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap
sodium individu sehingga pada orang tua cenderung beresiko lebih tinggi
menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi (Buckman, 2010).
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan darah.
Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan
kurangnya pengetahuan dalam menerima informasi oleh petugas
kesehatan sehinggga berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat
(Armilawaty, Amalia H, Amirudin R, 2007).
b) Factor resiko yang dapat dikontrol
1) Obesitas
Pada usia pertengahan dan usia lanjut, senderung kurangnya melakukan
aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan energy, sehingga
akan terjadi peningkatan berat badan atau obesitas dan akan memperburuk
kondisi (Anggara, F.H.D., & N. Prayitno, 2013).
2) Kurang olahraga
Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk mengurangi
peningkatan tekanan darah tinggi yang akan menurunkan tahanan perifer,
sehingga melatih otot jantung untuk terrbiasa melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
3) Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan di dalam
kandungan nikotin yagn dapat menyebabkan penyempitan pembuluh
darah.
4) Konsumsi garam berlebihan
WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat mengurangi
peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram) (H. Hadi Mrtono
Kris Pranaka, 2014-2015).
5) Minum alcohol
Ketika mengkonsumsi alcohol secara berlebihan akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang tergolong parah karena dapat
menyebabkan darah di otak tersumbat dan menyebabkan stroke.
6) Minum kopi
Satu cangkir kopi mengandung kafein 75-200 mg, dimana dalam satu
cangkir kopi dapat meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.
7) Kecemasan
Kecemasan akan menimbulkan stimulasi simpatis yang akan meningkatkan
frekuensi jantung, curah jantung dan resistensi vaskuler, efek samping ini
akan meningkatkan tekanan darah. Kecemasan atau stress meningkatkan
tekanand arah sebesar 30 mmHg. Jika individu merasa cemas pada
masalah yang dihadapinya maka hipertensi akan terjadi pada dirinya. Hal
ini dikarenakan kecemasan yang berulang-ulang akan mempengaruhi detak
jantung semakin cepat sehingga jantung memompa darah ke seluruh tubuh
akan semakin cepat.

8. Pemeriksaan penunjang
1) Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi
2) Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa
3) Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
membantu memperkirakan resiko kardiovaskuler di masa depan
4) EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
5) Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor-faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia
6) BUN/Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal
7) Glukosa Hipeglikemia (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi)
Dapat diakibatkan oleh peningkatan kedar katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
8) Kalium serum
Hypokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosterone utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic
9) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi
10) Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
12) Kadar aldostero urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
13) Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes
14) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadinya hipertensi
15) Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung
16) CT Scan
Mengkaji tumor serebral, enselopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006)

9. Terapi hipertensi
a. Terapi farmakologi
Obat-obat yang digunakan untuk terapi hipertensi sebagai berikut :
1) Diuretic
Diuretic meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga volume
darah dan tekanan darah menurun. Efek hipotensifnya relative ringan dan
tidak meningkat dengan memperbesar dosisi (Tan dan Raharja 2007).
Golongan obat diuretic yang digunakan adalah diuretic tiazid
(Hidroklorothiazida), diuretic kuat (Furosemid), diuretic hemat kalium,
antagonis aldosterone, dan diuretic osmotic (Nafrialdi et al. 2007).

Golongan Obat Dosis Range Frekuensi


(mg/hari) pemakaian
Diuretic Thiazid Klortalidon 12,5-25 1
Hidroklortiazid 12,5-25 1
Idapamide 12,5-25 1
Metolazon 2,5-5 1
Duiretik Loop Bumetanid 0,5-4 2
Furosemide 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Diuretic Hemat
Amilorid 5-10 1 atau 2
Kalium
Triamterin 50-100 1 atau 2
Antagonis
Spironolakton 25-200 1 atau 2
Aldosteron
Diuretic Osmotik Mannitol 50-100 1
Sumber: Dipiro et al. 2008
2) Alfa blocker (Antagonis Adrenoreseptor)
Zat-zat ini memblok reseptor-alfa adrenergic yang terdapat di otot polos
pembuluh (dinding). Dapat dibedakan menjadi 2 jenis reseptor yaitu α 1 dan
α2. Bila reseptor tersebut diaktivasi oleh noradrenalin, otot polos akan
menciut. Alfa-Blocker dibagi dalam 3 kelompok yaitu : alfa-blocker tak
selektif (Fentolamin), Alfa-1-Blocker selektif (prazosin, doxazosin, terazoxin,
bunazosin), dan Alfa-2-Blocker selektif (yohimbin) (Tan dan Raharja, 2007).
3) Beta blocker (Penghambat adrenoreseptor)
Zat-zat ini memiliki sifat kimia yang sangat mirip dengan zat β-adrenergik
isoprenalin. Khasiat utama adalaha anti-adrenergik dengan jalan menempati
secara bersaing dengan reseptor β-adrenergik. Blockade reseptor
mengakibatkan penurunan kuat aktivitas adrenalin dan noradrenalin.
Terdapat 2 jenis reseptor-β yaitu β1 (di jantung) mengakibatkan melemahnya
daya konstriksi dan β2 (di bronchia) mengakibatkan penciutan bronchia dan
vasokonstriksi perifer agak ringan yang bersifat sementara (Tan dan Raharja,
2007)
4) Calcium Channel Blocker (CCB)
Bekerja menurunkan influx ion kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam
system konduksi jantung dan sel otot polos pembuluh darah. Terdapat 3
kelas CCB yaitu: Dihidropiridin (nifedipin dan amlodipin), Fenilalkalamin
(verapamil) dan Benzotiazipin (diltiazem). CCB tersebut di metabolism di hati
(Lyrawati, 2008).
5) Angiotensin Converting Enxyme Inhibitor (ACEI)
Bekerja dengan menghambat angiotensin I menjadi angiotensin II pada
reseptor angiotensin memicu beberapa mekanisme biologis. Penghambatan
ACE I menurunkan tekanan darah dengan mengurangi daya tahan pembuluh
perifer dan vasodilatasi tanpa menimbulkan reflek takikardi dan retensi
garam (Tan dan Raharja, 2007). Pemberian ACEI sebaiknya pada malam
hari karena penurunan darah mendadak mungkin terjadi (Lyrawati, 2008).

Obat Dosisi Penggunaan Frekuensi


(mg/hari) (Penggunaan/hari)
Benzepril 10-40 1 atau 2
Captopril 25-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
Trandolapril 1-4 1
Sumber: Dipiro et al 2008
6) Angiotensin II Receptor Antagonist
Termasuk antagonis angiotensin II yang spesifik adalah losartan, valsartan,
candersartan. Sifat obat Angiotensin II Receptor Antagoniist memiliki
kemiripan dengan penghambat ACE. Obat-obat ini biasanya mengganggu
terapi dengan menghambat ACE dan obat ini merupakan alternative yang
berguna untuk pasien yang menghentikan penghambat ACE akibat batuk
persisten (Tan dan Raharja, 2007)

Dosis
Obat Frekuensi
Penggunaan
(Penggunaan/hari)
(mg/hari)
Candersartan 8-32 1 atau 2
Epsartan 600-800 2 atau 3
Irbersartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
Sumber: Dipiro et al 2008

7) Direct Vasodilator
Zat-zat yang langsung berkhasiat vasodilatasi terhadap arteriol dengan cara
menurunkan tekanan darah. Efek samping yang biasa timbul yaitu: pusing,
nyeri kepala, muka merah, hidung tersumbat, debar jantung, gangguan
lambung-usus. Namun biasanya efeknya hanya terjadi sementara (Tan dan
Raharja, 2007).

b. Terapi non farmakologi


Berdasarkan Arieska (2015) terapi farmakologi untuk penderita hipertensi
dianjurkan untuk melakukan pola hidup sehat, beberapa pola hidup sehat yang
dapat dilakukan diantaranya:
1) Penurunan berat badan
Mengganti makanan yang tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayur
dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih untuk penurunan
tekanan darah.
2) Mengurangi asupan garam
Di Negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan
tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien menyadari
kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng dan daging
olahan. Dianjurkan untuk saupan garam tidak boleh melebihi 2g/hari dan
bagi pasien penderita hipertensi melakukan diet rendah garam untuk
mengontrol kadar tekanan darah.
3) Olahraga
Melakukan olahraga secara teratur sebanya 30-60 menit/hari minimal
dilakukan 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah untuk
pasien yang tidak mempunyai waktu untuk berolahraga dianjurkan untuk
tetap berjalan kaki, mengendarai sepeda, menaiki tangga, atau aktivitas rutin
di tempat kerja
4) Mengurangi konsumsi alcohol
Untuk penderita hipertensi dilarang untuk mengkonsumsi alcohol setiap hari
karena pada laki-laki konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas/hari atau 1
gelas/hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah. Jadi
menghentikan mengkonsumsi alcohol dapat membantu menurunkan tekanan
darah bagi penderita hipertensi.
5) Berhenti merokok
Merokok merupakan salah satu factor resiko utama penyakit kardiovaskuler.
Kandungan kimia dalam rokok yaitu nikotin. Nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah, hanya
beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Nikotin akan bereaksi dengan
kelenjar adrenal dan melepaskan epinefrin.
10. Perilaku pencegahan penyakit hipertensi
a) Perilaku kesehatan
Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons (Skiner
dalam notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan batasan yang dikemukakan Skinner, maka perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sehat-sakit, penyakit dan factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
seperti pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan
(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan pengertian diatas perilaku kesehatan
adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati
maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.

Perilaku kesehatan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok (Notoatmodjo,


2010) :
1) Perilaku sakit dan penyakit
 Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam
keadaan sehat. Hal ini mengandung mmaksud bahwa kesehatan
itu sangat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang sehat pun
perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin, misalnya makan makanan yang bergizi,
olahraga dan sebagainya.
 Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila
sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari
penyakit. Perilaku pencegahan ini merupakan respon untuk
melakukan pencegahan penyakit, termasuk juga perilaku untuk
tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
 Perilaku pencarian pengobatan, yaitu perilaku mencari atau
melakukan pengobatan seperti usaha mengobati sendiri
penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
pengobatan modern
 Perilaku pemulihan pengobatan, yaitu perilaku yang berhubungan
denga usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari
suatu penyakit.
2) Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan. Perilaku
ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini
dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan yang lebih
baik.
3) Perilaku terhadap makanan yaitu respons seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupannya. Perilaku ini meiputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik seseorang terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan
makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.
4) Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun social budaya dan sebagainya. Sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya.

Berdasarkan pendapat Ogen (1996) menentukan tiga bentuk perilaku kesehatan yang
meliputi :
a) Perilaku sehat (a healt behaviour) yaitu perilaku yang bertujuan mencegah penyakit
(seperti makan, diet kesehatan)
b) Perilaku sakit (a illness behaviour) yaitu perilaku mencari pengobatan (seperti pergi
ke dokter)
c) Perilaku peran sakit (a sick role behaviour) yaitu tindakan yang bertujuan untuk
mendapatkan kesehatan (seperti minum obat yang sudah diresepkan, beristirahat)
Usia dewasa ≥ 18 tahun dengan hipertensi

Perubahan gaya hidup

Menetapkan tujuan penurunan tekanan darah dan memulai indikasi tekanan darah berdasarkan usia,diabetes
dan CKD

Umur ≥ 60 Umur ≤ 60 Semua umur dengan Semua umur CKD


tahun tahun komplikasi diabetes, dengan atau tanpa
tidak CKD diabetes

Target TD Target TD
≤ 150/90 ≤ 140/90
mmHg mmHg Target TD Target TD
≤ 140/90 ≤ 140/90
mmHg mmHg

Lini pertama diberikan


Lini pertama diberikan Lini pertama diberikan ACEI/ARB/dengan
diuretik diuretic kombinasi
tiazid/ACEI/ARB/CCB/ tiazid/CCB/dengan
dengan kombinasi kombinasi

Strategi Pemilihan Obat:


A. Memaksimalkan obat lini pertama sebelum menambahkan obat lini kedua
B. Tambahkan obat lini kedua sebelum lini pertama mencapai dosisi mamksimal
C. Kombinasi 2 obat secara terpisah atau sebagai kombinasi tetap

Tekanan darah tidak tercapai, menguatkan pengobatan gaya hidup


Strategi A dan, tambah diuretic tiazid/ACEI/ARB/CCB (hindari kombinasi obat ACEI dan ARB)
Strategi C, dosis obat awal ke dosis maksimum

Tekanan darah tidak tercapai, Menguatkan pengobatan dan gaya hidup


Tambahkan diuertik tiazid/ACEI/ARB/CCB (hindari kombinasi ACEI dan ARB)

Tekanan darah tidak tercapai. Menguatkan pengobatan dan gaya hidup


Tambahkan obat golongan (β-blocker, antagonis aldosterone/yang lainnya) atau rujuk ke dokter spesialis hipertensi
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : 1) Frekuensi jantung meningkat
2) Perubahan irama jantung
3) Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup
dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda: 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis.
2) Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis.
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
(vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia),
kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)

2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan


dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian
tangisan yang meledak
2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor mata),
gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.

d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

e. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan
tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing

1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan


menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit


jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat atau
alkohol (Doenges, 2000; Ruhyanudin, 2007).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges, 2000 ;


Nathea, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
C. RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan
hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak


seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan,
berkeringat, pusing atau pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap
stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan
kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen
yang ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang, dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan massa tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi
untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit
ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak
volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang
lebih memperburuk hipertensi.

c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.


Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak
maka program sama sekali tidak berhasil.
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit
terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk
menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar
saat makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat
mengontrol perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya:
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin merupakan
indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi
penentu utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap
pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan fokus keluar dapat mengarah pada
kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan
tujuan diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak
berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang
dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol,
pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari
dengan teratur) pola hidup penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal
klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan
prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa
membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan
akibat lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang
proses penyakit hipertensi (Doenges, 2000; Ncithea, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. (2007). Hipertensi dan Faktor Resikonya Dalam


Kajian Epidemiologi. Bagian Epidemiologi Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin Makassar.

Buckman. (2010). Apa yang Anda Ketahui Tentang Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta:
Citra Aji Parama

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai