Anda di halaman 1dari 8

Manufaktur Global, Asia, ASEAN Babak Belur, Apa Sebabnya?

SHARE

Foto: Badai phk di


perusahaan Vietnam. (AFP via Getty Images/NHAC NGUYEN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara ASEAN mengalami perlambatan khususnya dari sisi aktivitas
manufaktur yang tercermin dari indeksnya yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.

PMI manufaktur seperti Vietnam, Myanmar, dan Thailand mengalami penurunan menjadi masing-masing 49,6,
49, dan 47,5. Berbeda halnya dengan Malaysia yang stagnan di posisi 46,8.
Lebih lanjut, untuk negara raksasa seperti China dan India pun turut mengalami penurunan dari sisi PMI
manufakturnya. PMI manufaktur China turun dari 50,6 menjadi 49,5 atau dengan kata lain dari ekspansif
menjadi kontraksi. Sedangkan PMI manufaktur India turun cukup jauh meski masih di zona ekspansif yakni
sebesar 2 poin dari 57,5 menjadi 55,5.

PMI Vietnam turun ke 49,6 pada Oktober, dri 49,7 pada September sementara PMI Thailand turun menjadi 47,5
pada Oktober dari 47,8 pada September.

Sedangkan untuk Indonesia sendiri, saat ini masih berada di zona ekspansif bahkan telah konsisten selama 26
bulan terakhir. Kendati demikian, PMI manufaktur Indonesia tercatat mengalami penurunan menjadi 51,5 pada
Oktober 2023 dari yang sebelumnya sebesar 52,3 dan posisi ini merupakan yang terendah dalam lima bulan
terakhir.

Bahkan tidak hanya di ASEAN, Global Manufacturing PMI secara total pun terus mengalami penurunan
khususnya di bulan Oktober. Jika dilihat lebih jauh, sepanjang 2023, PMI global berada di zona kontraksi atau
dengan kata lain di bawah 50.
Penurunan ini banyak dipengaruhi oleh developed countries yang terdiri dari negara-negara maju dan berada di
zona

Foto: PMI Manufaktur


Source: J.P. Morgan and S&P Global diolah Yardani Research

kontraksi. Dilansir dari Yardeni Research, tercatat pada Oktober 2023, PMI manufaktur developed countries
berada di angka 47,5. Sedangkan emerging countries berada sedikit di atas 50 tepatnya di posisi 50,1.
Kendati PMI manufaktur emerging countries masih berada di zona ekspansif namun secara umum sepanjang
2023 PMI manufaktur emerging countries relatif stagnan bahkan saat ini termasuk titik terendahnya selama
2023.

Foto: PMI Manufaktur


Source: J.P. Morgan and S&P Global diolah Yardani Research
Di kawasan Asia sendiri, mayoritas negara memiliki PMI manufaktur di bawah 50, hanya dua negara yang masih
berada zona ekspansif yaitu India dengan skor 55,5 dan Indonesia dengan skor 51,5 untuk periode Oktober
2023.

Alasan Dibalik Turunnya PMI Manufaktur

Dua alasan utama penyebab perlambatan aktivitas manufaktur berbagai negara ini yakni konflik di Timur
Tengah yang mendorong harga minyak dunia (Brent & WTI) melonjak tinggi dan permintaan global yang di
bawah tekanan.

Harga minyak dunia mengalami kenaikan cukup signifikan khususnya dari Juni hingga akhir September 2023.
Pada Juni 2023, tercatat harga minyak dunia berkisar di angka US$70/barel dan terus merangkak naik menjadi
sekitar US$90/barel pada akhir September 2023 atau naik kisaran 28,57% hanya dalam tiga bulan.

Lonjakan harga minyak tersebut terjadi akibat kisruh geopolitik maupun ekonomi. Pasalnya kebijakan ekonomi
dapat menentukan permintaan minyak. Begitu juga dengan perang yang dapat membuat pasokan minyak
berkurang.

Khususnya pada saat ada perang Israel dan Hamas ditakutkan aliran minyak akan tersendat. Alhasil harga
minyak dunia melejit hingga menyentuh lebih dari US$90 per barel dan menjadi tertinggi sepanjang 2023.

Tidak hanya itu, harga minyak dunia yang naik signifikan juga dipengaruhi oleh Arab Saudi dan Rusia
memperpanjang pengurangan produksi sukarela mereka hingga akhir tahun. Kedua negara penghasil minyak
melakukan kebijakan tersebut ketika persediaan minyak mentah dan hasil sulingan berada pada tingkat yang
sangat rendah.

Dengan tingginya harga minyak dunia, maka ongkos produksi (cost of production) akan menjadi mahal dan
berdampak pada naiknya inflasi di berbagai negara. Alhasil hal ini akan membebani perusahaan dengan
perlunya untuk menaikkan harga jual untuk tetap mempertahankan margin profit di tengah permintaan global
(demand market) yang rendah.

Lemahnya permintaan global terjadi dibuktikan dengan turunnya ekspor khususnya dari negara China yang
merupakan negara dengan ekspor terbesar di dunia dan berdampak besar bagi ekspor global. Secara year on
year/yoy, ekspor China tercatat menurun sejak Mei 2023 hingga September 2023.

PMI China juga jeblok PMI Manufaktur China juga jatuh ke fase kontraksi yakni 49,5 pada Oktober dari fase
ekspansif 50,6 pada September. Padahal, China adalah motor ekonomi Asia dan berkontribusi sebesar 24%
dari total ekspor Indonesia.

Melemahnya PMI China sudah terekam dari ekspor dan impor. China melaporkan penurunan ekspor yang lebih
kecil dari perkiraan pada September 2023 menurut data bea cukai yang dirilis 13 Oktober 2023. Dalam dolar
AS, ekspor terkoreksi 6,2% (yoy) pada September. Angka tersebut kurang dari perkiraan koreksi sebesar 7,6%
yang diprakirakan oleh para analis dalam jajak pendapat Reuters.
Perdagangan China merosot tahun ini di tengah lesunya permintaan global terhadap barang-barang China dan
melemahnya permintaan domestik. Pemulihan negara dari pandemi ini melambat dalam beberapa bulan
terakhir, terseret oleh kemerosotan besar-besaran di sektor real estat.

Bank Dunia pernah memperingatkan bahwa perlambatan ekonomi di China menjadi salah satu risiko yang bisa
mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, dampaknya lebih minim dibandingkan negara
ASEAN lainnya, seperti Malaysia dan Thailand.

Bank dunia juga mencatat efek dari simulasi perlambatan 1% di China berdampak pada penurunan 0,1 poin
persentase di tingkat pertumbuhan Indonesia hingga penurunan hampir 0,6 poin persentase di Malaysia.

PMI Manufaktur Indonesia Tertinggi di Asean pada


Agustus 2023
Indonesia mencatatkan PMI manufaktur tertinggi di Asia Tenggara pada Agustus 2023. Nilainya sebesar 53,9 poin atau naik 1,13%
dibandingkan bulan sebelumnya (m-to-m).
Ridhwan Mustajab
Sep 6, 2023 - 2:32 PM
Data

Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Asia Tenggara sebesar 51,0 poin pada Agustus 2023.
Nilai itu meningkat 0,39% dibandingkan sebulan sebelumnya yang sebesar 50,8 poin.

Menurut negaranya, Indonesia mencatatkan PMI manufaktur tertinggi di Asia Tenggara pada bulan lalu. Nilainya sebesar 53,9 poin
atau naik 1,13% dibandingkan bulan sebelumnya (m-to-m).
Posisinya diikuti Singapura dengan PMI manufaktur sebesar 53,6 poin pada Agustus 2023. Kemudian, Myanmar mencatatkan PMI
manufaktur sebesar 53 poin.

Vietnam mencatatkan PMI manufaktur sebesar 50,5 poin pada bulan lalu. Sementara, PMI manufaktur Filipina dan Thailand masing-
masing sebesar 49,7 poin dan 48,9 poin.

PMI manufaktur Malaysia tercatat sebesar 47,8 poin. Sedangkan, S&P Global tidak mencatat skor PMI manufaktur di Kamboja,
Timor Leste, Laos, dan Brunei Darussalam.

Anda mungkin juga menyukai