Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia pada tahun 2022 berhasil
tumbuh 5,31 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Perekonomian
domestik tahun 2022 berhasil tumbuh berkat tingginya pertumbuhan pada triwulan IV-2022
yang naik 5,01 persen (yoy).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan,
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 lebih tinggi dari pertumbuhan sebelum pandemi
COVID-19.
“Dibandingkan dengan Desember tahun lalu, kuartal IV tahun lalu, tumbuh 5,01 persen (yoy)
dan secara kumulatif, di tahun 2022, ekonomi mampu tumbuh di angka 5,31. Pertumbuhan
ini jauh lebih tinggi dari angka pre-COVID-19, yang rata-rata sebesar 5 persen sebelum
pandemi. Dan ini merupakan angka yang tertinggi sejak masa pemerintahan Bapak Presiden,
Bapak Joko Widodo,” ujar Airlangga dalam keterangan pers secara virtual, Senin
(06/02/2023), yang ditayangkan di kanal YouTube Kemenko Perekonomian.
Meski sempat mencatat pertumbuhan negatif saat diterpa badai pandemi COVID-19 pada
tahun 2020, perekonomian nasional terus menunjukkan resiliensi dan beranjak pulih lebih
cepat. Airlangga menyampaikan, bauran berbagai kebijakan dan strategi konstruktif yang
diambil pemerintah, salah satunya melalui program penanganan COVID-19 dan pemulihan
ekonomi nasional (PCPEN), merupakan kunci keberhasilan dalam mendorong laju ekonomi
nasional.
“Di tahun 2022 ini, [program] penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional
menjadi kunci keberhasilan,” ucapnya.
Dari sisi demand, mayoritas komponen pengeluaran pada kuartal IV-2022 tumbuh kuat.
Didukung windfall komoditas unggulan, ekspor mampu tumbuh double digit mencapai 14,93
persen (yoy). Sementara itu, impor tumbuh 6,25 persen (yoy) dengan didorong oleh kenaikan
impor barang modal dan bahan baku.
“Kontributor utama dari PDB [produk domestik bruto) adalah konsumsi. Sektor konsumsi ini
tumbuh 4,48 persen yoy. Dari investasi atau PMTB (pembentukan modal tetap bruto) itu
tumbuh 3,33 persen dan konsumsi rumah tangga sebesar 5,7 persen,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Airlangga, konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi sebesar
-4,77 persen yoy.
Dari sisi supply, seluruh sektor lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif di triwulan
IV-2022. Sektor transportasi dan pergudangan menjadi sektor dengan pertumbuhan tertinggi
yakni sebesar 16,99 persen (yoy) diikuti oleh sektor akomodasi dan makan minum yang
tumbuh sebesar 13,81 pereen (yoy) yang didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat
serta peningkatan kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Sektor industri pengolahan sebagai kontributor terbesar PDB juga mencatatkan pertumbuhan
positif sebesar 5,64 persen (yoy).
Lebih lanjut Menko Perekonomian mengungkapkan, secara spasial seluruh wilayah di
Indonesia terus mengalami penguatan. Pulau Jawa sebagai kontributor perekonomian
nasional mampu tumbuh tinggi 56,48 persen (yoy) diikuti oleh Pulau Sumatera 22,04 persen
(yoy) dan Kalimantan 9,23 persen (yoy). Lebih lanjut, Pulau Sulawesi 7,03 persen (yoy) serta
Maluku dan Papua juga tumbuh 2,50 persen (yoy) beriringan dengan tingginya ekspor yang
terjadi terutama akibat tingginya permintaan produk-produk komoditas unggulan di luar
negeri.
“Beberapa leading indicators menunjukkan prospek cerah yang akan menopang pertumbuhan
ekonomi Indonesia di tengah perlambatan kinerja ekonomi global. Permintaan domestik tetap
menjadi penopang utama ekonomi nasional pada tahun 2023, tercermin dari IKK [indeks
keyakinan konsumen] yang masih tinggi menggambarkan optimisme ekonomi Indonesia ke
depan yang masih bisa lebih kuat lagi,” ujar Airlangga.
Indikator sektor eksternal Indonesia juga menunjukkan kondisi yang relatif baik dan
terkendali, tercermin dari surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang terus meningkat,
ekspor impor yang masih positif meski melambat, yield obligasi pemerintah yang melandai,
nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat, dan rasio utang
luar negeri Indonesia terhadap PDB dalam level aman.
“Pemerintah akan terus waspada dan antisipatif dengan kondisi pelambatan ekonomi global
yang akan menurunkan tingkat permintaan. Dengan demikian, penguatan core ekonomi
dalam negeri melalui konsumsi dan investasi akan menjadi faktor utama untuk meningkatkan
resiliensi ekonomi Indonesia di tahun 2023, karena kinerja ekspor yang sebelumnya tumbuh
tinggi diperkirakan akan melambat,” tandasnya. (JW/AIT/UN)
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Tembus 5,7%, Bagaimana
Caranya?
Jakarta – Perang Rusia dan Ukraina turut mempengaruhi perekonomian berbagai negara.
Termasuk di Indonesia. Efeknya terasa seperti naiknya suku bunga hingga membuat
permintaan ekspor Indonesia menurun dan memperburuk tantangan yang telah ada
sebelumnya.
Direktur Center for Economic and Law Studies Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan,
dampak langsung perang Rusia-Ukraina terhadap Indonesia itu dapat dilihat dengan mudah
kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, yang pada gilirannya juga menaikkan harga
berbagai barang konsumsi lainnya.
“Perang ini telah menimbulkan kerusakan yang luar biasa bagi prospek ekonomi global dan
Indonesia,” kata Bhima. Oleh karena itu, ia berharap perang yang melibatkan dua negara
produsen penting bagi banyak kebutuhan dunia ini segera diakhiri sehingga perekonomian
bisa kembali normal.
Bhima mengatakan, hampir semua negara berharap agar perdamaian antara Rusia dan
Ukraina segera terwujud. Dia menyebutkan, jika mengacu pada Sidang Umum PBB di bulan
Februari lalu, ketika 141 negara, termasuk Indonesia, mengutuk tindakan Rusia dan memilih
untuk mendukung penarikan penuh pasukan Rusia dari Ukraina dengan segera dan tanpa
syarat.
Dia menambahkan jika perdamaian Rusia-Ukraina terjadi, efeknya bagi perekonomian global
akan luar biasa, termasuk bagi Indonesia. “Berdasarkan data Kementerian Keuangan,
ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5,3% sampai dengan 5,7% jika itu terjadi,” ujar
Bhima.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial Universitas Indonesia (LPEM UI),
Teuku Riefky, kondisi ini akhirnya berimbas pada penurunan volume perdagangan global
sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, perekonomian global di
tahun 2023 masih menghadapi tekanan yang berat, yakni dengan masih belum kembalinya
laju inflasi global ke level sebelum pandemi, yang berarti suku bunga acuan global akan tetap
tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
“Akibatnya, likuiditas global masih yang masih ketat, sehingga biaya juga akan tetap tinggi,”
ujar Teuku Riefky. Di sisi lain, ruang fiskal di banyak negara semakin terbatas dengan
meningkatnya utang akibat pandemi. Gejolak perbankan di AS dan Eropa juga menambah
risiko dan ketidakpastian pasar keuangan global. Berlanjutnya kondisi tersebut akan membuat
perekonomian kian terhimpit, karena potensi arus investasi semakin terhambat.
Dampak langsung perang Rusia-Ukraina memang mendorong tingginya suku bunga.
Berbagai negara di dunia pun terpaksa menaikkan suku bunga demi menurunkan angka
inflasi mereka, termasuk AS yang merupakan kiblat perekonomian dunia.
Ketika Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga
acuan pada level 5% - 5,25%, Bank Indonesia (BI) langsung merespons dengan menaikkan
suku bunga acuan atau BI-7 Day Reserve Repo Rate menjadi 5,75%. Dampaknya langsung
terasa, yakni antara lain suku bunga kredit menjadi tinggi sehingga membuat perusahaan atau
industri menunda pinjaman. Akibatnya, ada potensi penurunan di sisi industri.
Beberapa perusahaan yang ingin melakukan ekspansi, khususnya usaha kecil,mungkin harus
menunda atau mengurangi operasi perusahaan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
waktu lembur atau bahkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Angsuran atau
kredit barang, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Indonesia juga naik sehingga
membuat keadaan semakin sulit, terutama bagi keluarga yang kurang mampu.
Bank Dunia, memprediksi ekonomi dunia hanya tumbuh 2,1% di tahun 2023, setelah tumbuh
3,1% pada tahun 2022. Namun, Global Economic Prospects (GEP) terbaru yang dikeluarkan
Bank Dunia pada awal Juni menandai peningkatan dari estimasi sebelumnya yang mereka
keluarkan pada Januari 2023. Estimasi saat itu memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia
hanya sebesar 1,7% di tahun ini.
Beberapa waktu lalu, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menegaskan
perekonomian global “tidak berjalan baik” akibat Perang Rusia-Ukraina. Sri Mulyani
mengakui bahwa perang telah menyebabkan gangguan pasokan yang semakin
berkepanjangan dan akut setelah sebelumnya, selama dua tahun dunia dihantam pandemi
Covid-19 dan perang melawan Ukraina ini juga akan berdampak pada Indonesia.
Akibat rantai pasokan yang terganggu, tekanan inflasi global juga meningkat yang
berdampak pada kenaikan harga komoditas global. “Ketidakpastian situasi geopolitik
menyebabkan tekanan inflasi global yang berdampak pada kenaikan suku bunga dan
pengetatan likuiditas negara-negara maju,” ujar Sri Mulyani. Lebih lanjut, ujarnya, kondisi
tersebut menimbulkan volatilitas, arus modal, dan pengetatan di sejumlah negara, termasuk
Indonesia karena proyeksi pertumbuhan ekonomi masih tak menentu, sesuai prediksi yang
dikeluarkan oleh IMF, Bank Dunia, dan OECD.
Komunike di akhir KTT G20 di Bali menyatakan penyesalan Agresi Rusia terhadap Ukraina
dan menuntut penarikan pasukan Rusia dengan segera dan tanpa syarat dari wilayah Ukraina.
Indonesia memiliki peran yang berkelanjutan dan penting sebagai bagian dari Troika G20 dan
Ketua ASEAN saat ini. KTT G20 pada bulan September tahun ini akan menjadi titik kritis
untuk menemukan solusi nyata yang akan mengakhiri perang dan ketidakpastian ekonomi.
Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia, pada 30 Juni, tahun lalu, menunjukkan kuatnya
komitmen dan upaya nyata Indonesia dalam memelihara perdamaian. Kunjungan Presiden
Jokowi juga merupakan kunjungan pertama pemimpin Asia ke dua negara yang tengah
dilanda perang tersebut, ditambah dengan keluarnya komunike akhir KTT G20 di Bali,
menunjukkan bahwa Indonesia secara konsisten menyerukan penyelesaian secara damai.
Indonesia memiliki kepentingan langsung dalam menengahi perdamaian antara Rusia dan
Ukraina.
Perekonomian Domestik Tetap Kuat di Tengah Perlambatan Ekonomi
Global
Jakarta, CNBC Indonesia – Perekonomian ASEAN menunjukkan kinerja positif dalam satu
dekade terakhir dengan pertumbuhan rata-rata 4-5%. Di dunia, kawasan ASEAN menjadi
salah satu perekonomian terbesar ke-5, eksportir terbesar ke-4, bahkan menjadi tujuan foreign
direct investment (FDI) terbesar ke-2 pada 2022.
Perekonomian ASEAN mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,7% pada 2022 yang
didorong oleh tingkat konsumsi domestik, perdagangan, dan investasi yang tinggi. Industri
seperti elektronik, kendaraan listrik, dan ekonomi digital, mengalami peningkatan investasi
pada tahun lalu, dengan total arus masuk FDI tumbuh sebesar 5,5%.
“Saat ini, kami adalah salah satu dari sedikit titik terang untuk pertumbuhan ekonomi,
meskipun perjalanan ke depan masih diselimuti ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global
diperkirakan akan melambat di tahun-tahun mendatang. Sudah ada tanda-tanda melambatnya
kinerja ekonomi negara-negara utama ASEAN, meningkatnya inflasi pangan, dan
berlanjutnya ketidakpastian pasar akibat fragmentasi geopolitik,” jelas Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Senin (4/9/2023).
Dalam ASEAN Business and Investment Summit 2023 Plenary Session yang mengangkat
tema “Aligning ASEAN’s Private Sector Priorities to the Global Agenda”, Indonesia
mengambil inisiatif untuk merespon terkait tantangan perekonomian. Beberapa inisiatif yang
dikemukakan seperti, memperkuat integrasi pasar regional melalui peningkatan Free Trade
Agreement ASEAN-Australia-Selandia Baru, memperkenalkan Transaksi Mata Uang Lokal
dan interoperabilitas pembayaran digital, serta mempromosikan ASEAN Industry Project
Based Initiative.
“Selanjutnya, kami akan memulai fase baru digitalisasi dengan diluncurkannya Perjanjian
Kerangka Ekonomi Digital ASEAN, yang akan meningkatkan nilai ekonomi digital di
ASEAN tahun 2030 hingga dua kali lipat. Kami juga mempercepat agenda ekonomi
berkelanjutan melalui pengembangan ekosistem kendaraan listrik regional,” tuturnya.
Dia menegaskan kerja sama ASEAN bukan hanya upaya sektor publik, namun juga yang
menjadi kunci adalah upaya inklusif dan kolaboratif dari sektor swasta dalam berbagai
agenda dan inisiatif ASEAN. Proyek ASEAN juga tidak berdiri dalam ruang hampa, sebab
dipengaruhi dinamika global sehingga memerlukan peran aktif dari sektor publik ASEAN
maupun sektor swasta. Apalagi, ada tiga bidang prioritas yang dapat dikontribusikan oleh
sektor swasta ASEAN terhadap agenda global.
“Pertama, kita memerlukan suara sektor swasta yang lebih besar untuk menyoroti dan
mengurangi risiko serta biaya fragmentasi rantai pasokan global dan regional yang didorong
oleh geopolitik. Sektor publik dan swasta perlu bekerja sama, termasuk dengan mitra dan
platform lain, untuk menegakkan arsitektur perdagangan dan ekonomi multilateral yang
terbuka, inklusif, tidak diskriminatif, dan berbasis aturan,” ujar Airlangga.
Kedua, sektor swasta perlu secara aktif memanfaatkan peluang pertumbuhan baru. Sektor
swasta ASEAN harus bekerja sama dengan dewan bisnis lainnya untuk menjajaki potensi
kolaborasi. Sektor swasta ASEAN juga harus menerapkan model bisnis inklusif,
memaksimalkan hubungan pembangunan ekonomi lokal termasuk dengan UMKM.
Terakhir, sektor swasta ASEAN perlu memanfaatkan sumber daya, jaringan, teknologi, dan
keahlian sektor swasta untuk menemukan solusi terhadap tantangan sosio-ekonomi dan
perubahan iklim di kawasan ini. Inovasi, difusi dan adopsi teknologi juga perlu didukung dan
dipercepat untuk meningkatkan ketahanan perekonomian daerah dan kesejahteraan
masyarakat.
ASEAN juga perlu mengoptimalkan kontribusi inovasi dan teknologi untuk meningkatkan
perekonomian Kawasan dan mengatasi tantangan sosio-ekonomi yang sudah maupun akan
terjadi. Hal tersebut selaras dengan tema ABIS tahun ini yaitu “ASEAN Centrality:
Innovating towards Greater Inclusivity”.
“Saya ingin mengimbau kepada sektor swasta ASEAN dan komunitas bisnis secara lebih
luas, untuk berkontribusi aktif dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2025. Terutama untuk ABAC harus bisa membuat ASEAN lebih kuat dengan menguatkan
juga perdagangan dan kolaborasi antar negara anggota ASEAN,” pungkas Airlangga.