Anda di halaman 1dari 4

DASAR HUKUM CHAZONE

1. Terkait Pelabelan:

Bahwa label berbahasa Indonesia pada kemasan yang memuat keterangan perihal detail
komposisi produk, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor dan
nomor izin edar merupakan persyaratan esensial yang bertujuan untuk memberikan
informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang
dikemas sebagaimana ditetapkan pada Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (“UU Kesehatan”), Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(“UU Pangan”) dan Undang – Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU
Perdagangan”) sebagaimana telah diubah berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) serta Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”) sebagaimana kami uraikan
sebagai berikut:

a. UU Kesehatan:

Chazone diduga melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang – Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) yang menyatakan:

Pasal 111 Ayat (1):


“Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan
pada standar dan/atau persyaratan kesehatan”;

Penjelasan Ayat (1):


“Yang dimaksud dengan “standar” antara lain terkait dengan pemberian tanda
atau label yang berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan makanan dan
minuman ke dalam wilayah Indonesia;
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa”

b. UU Pangan:

Chazone diduga melanggar Pasal 97 ayat (2) dan ayat (3) UU Pangan yang
menyatakan:

Pasal 97 Ayat (2):


“Setiap orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat
memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pasal 97 Ayat (3):

1
“Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak menggunakan bahasa
Indonesia serta memuat paling sedikit:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Halal bagi yang dipersyaratkan;
e. Tanggal dan kode produksi;
f. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa;
g. Nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan
h. Asal usul bahan pangan tertentu”

c. UU Perdagangan:

Chazone diduga melanggar Pasal 104 ayat (1) jo. Pasal 6 ayat (1) UU Perdagangan
yang menyatakan:

Pasal 104 ayat (1):


“Setiap Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa
Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud
pada Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
Rupiah)”

Pasal 6 ayat (1):


“Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia
pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri.”.

d. UU Perlindungan Konsumen:

Chazone diduga melanggar Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf I dan J UU
Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

Pasal 62 ayat (1):


“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).”

Pasal 8 ayat (1) huruf I dan J:

Huruf I: “tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat
nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;”

2
Huruf J: “tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.”

2. Terkait Perizinan Berusaha dan Izin Edar:

Bahwa merujuk pada kemasan produk Green Tea Chatramue dan Thai Tea Chatramue
yang kami beli dari Chazone tidak mencantumkan perizinan berusaha dan/atau Izin
Edar yang resmi atas produk tersebut sebagaimana dipersyaratkan berdasarkan UU
Kesehatan dan UU Pangan yang kami uraikan lebih lanjut sebagai berikut:

Pasal 111 ayat (2) dan ayat (4) UU Kesehatan menyatakan:

Pasal 111 Ayat (2):


“Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”;

Ayat (4):
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait makanan dan
minuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah”;

Bahwa mengenai Perizinan Berusaha telah diatur lebih lanjut di dalam Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko (“PP Perizinan Berusaha”) yang mana berdasarkan Pasal 121 PP Perizinan
Berusaha, pangan olahan merupakan Perizinan Berusaha untuk menunjang kegiatan
usaha dan selanjutnya, berdasarkan Pasal 122 jo. Lampiran II PP Perizinan Berusaha,
Perizinan Berusaha untuk produk Pangan Olahan adalah berupa Izin Edar yang
mana berlaku selama izin edar tersebut berlaku, yakni 5 (lima) tahun.

Bahwa sudah semestinya setiap produk makanan dan minuman yang dijual dan
diedarkan kepada masyarakat Indonesia telah memenuhi standar/persyaratan
kesehatan yang mana salah satunya adalah produk tersebut telah menjalani
serangkaian penelitian baik secara teknis maupun klinis, termasuk namun tidak
terbatas pada pemeriksaan bahan baku dan proses pembuatan dan/atau pengolahan
atas makanan dan minuman tersebut, serta keamanan bagi masyarakat yang akan
mengkonsumsinya, dibuktikan dengan adanya keterangan nomor Izin Edar pada
kemasan sebagaimana ternyata dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan BPOM RI No. 30
Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah
Indonesia (“Peraturan BPOM RI No. 30/2017”) juga menyatakan:

"Obat dan Makanan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diedarkan merupakan Obat dan Makanan yang telah memiliki Izin Edar."

3
Oleh sebab itu, dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa tindakan Chazone yang
menjual dan mengedarkan produk Green Tea Chatramue dan Thai Tea Chatramue
yang dijual oleh Chazone tersebut tidak mencantumkan Perizinan Berusaha dan/atau
Izin Edar pada kemasannya yang mana hal tersebut masuk dalam kategori tindak
pidana pangan dan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142
jo. Pasal 91 UU Pangan sebagai berikut:

Pasal 142:
“Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki Perizinan Berusaha
terkait Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

Pasal 91:
“Dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan Gizi, setiap Pangan Olahan yang
dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan
eceran, Pelaku Usaha Pangan wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah
Pusat.

Anda mungkin juga menyukai