Anda di halaman 1dari 3

Konsumen mewakili seluruh masyarakat Indonesia, yang berarti memberikan perlindungan kepada

konsumen merupakan bentuk perlindungan bagi seluruh penduduk Indonesia. Hal ini sejalan dengan
tujuan negara yang digariskan dalam Pembukaan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI), yaitu melindungi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh tanah air
Indonesia. Melindungi konsumen sangat penting untuk memelihara warga negara Indonesia yang sehat
jasmani dan mental yang merupakan peserta aktif dalam pembangunan bangsa, sehingga menjamin
kelangsungan pembangunan nasional dan berfungsi sebagai sumber investasi untuk pembangunan itu.
Oleh karena itu, perlindungan konsumen sangat diperlukan untuk keberlanjutan pembangunan nasional,
terutama mengingat keberhasilan penerapan perlindungan konsumen akan mewujudkan aspirasi
Indonesia akan perekonomian yang kompetitif dan berkeadilan. (Arfian Setiantoro dkk, 2018)

Pengaruh perkembangan ekonomi yang pesat pada saat ini telah mengakibatkan berbagai macam barang
dan jasa yang dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, perlindungan konsumen merupakan hal yang
memerlukan perhatian di era globalisasi saat ini. Dalam rangka mewujudkan perlindungan konsumen,
perlu dibangun koneksi antara berbagai sektor yang memiliki keterkaitan dan saling ketergantungan
antara konsumen, bisnis, dan pemerintah (Adrian Sutedi, 2012). Seperti diketahui, bentuk globalisasi
sendiri ditandai dengan berbagai aspek, termasuk kegiatan keuangan, produk investasi, serta
perdagangan luar negeri, yang akan mempengaruhi hubungan ekonomi antar negara (Sri Redjeki
Hartono, 2009).

Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen berfungsi
sebagai landasan hukum bagi organisasi swadaya konsumen yang bertujuan untuk memperluas hak-hak
konsumen melalui pendidikan dan pelatihan konsumen. Upaya pemberdayaan ini memegang peranan
penting karena tidak mudah mengandalkan kesadaran pelaku usaha yang secara fundamental menganut
prinsip memaksimalkan keuntungan dengan investasi minimal. Hal ini tentu saja berpotensi merugikan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung (Adrian Sutedi, 2012).

Informasi gizi atau nutrition facts adalah label yang terdapat pada kemasan makanan atau minuman
yang memberikan informasi mengenai komposisi nutrisi dari produk tersebut. Label fakta nutrisi sangat
penting bagi konsumen sebagai pertimbangan saat membeli suatu produk. Label ini memiliki manfaat
khusus bagi individu dengan kondisi medis tertentu atau mereka yang perlu membatasi asupan nutrisi
tertentu. Dengan adanya informasi nutrisi, konsumen dapat memahami komposisi nutrisi dari produk
yang akan dibelinya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 96 ayat (1) dan (2),
mengatur tentang pemberian label pangan dengan tujuan untuk memberikan informasi yang akurat dan
jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan kemasan sebelum membeli dan/atau
mengonsumsinya. Informasi yang disampaikan mencakup asal produk, keamanan, kualitas, dan detail
relevan lainnya.

Dalam konteks perlindungan hukum bagi konsumen, ketentuan ini penting karena memberikan jaminan
bahwa konsumen berhak menerima informasi yang akurat dan jelas tentang produk pangan yang akan
dikonsumsinya. Label informasi nutrisi merupakan salah satu aspek krusial yang harus disampaikan
kepada konsumen. Dengan memiliki informasi yang lengkap dan akurat, konsumen dapat membuat
keputusan yang lebih cerdas dan sehat mengenai pilihan makanan yang mereka beli dan konsumsi.
Informasi yang dimaksud mencakup rincian tentang asal, keamanan, kualitas, dan deskripsi lain yang
diperlukan (Undang-undang, 2012).
Memberikan informasi spesifik pada label makanan olahan adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Hal
ini diatur dalam Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Undang-
undang, 2012). Ketentuan tersebut menyatakan bahwa "Pencantuman label pada dan/atau kemasan
Makanan harus ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya
memuat informasi tentang: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih;
nama dan alamat pihak penghasil atau pengimpor; deklarasi halal jika diperlukan; tanggal dan kode
produksi; tanggal kedaluwarsa termasuk hari, bulan, dan tahun; nomor izin edar untuk Makanan Olahan;
dan asal bahan makanan tertentu. Namun, persyaratan untuk memasukkan informasi tertentu menurut
Undang-Undang Pangan tidak mencakup kewajiban untuk memasukkan informasi gizi. Sebaliknya, hal ini
diatur dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Makanan, selanjutnya disebut Peraturan Label dan Iklan Makanan
(Peraturan Pemerintah, 1999). Diatur bahwa "Pemberian informasi mengenai kandungan gizi pangan
pada Label bersifat wajib bagi produk pangan disertai dengan pernyataan bahwa pangan tersebut
mengandung tambahan vitamin, mineral, dan/atau unsur hara lain sebagaimana dipersyaratkan oleh
peraturan yang berlaku di bidang mutu dan unsur hara lainnya." Oleh karena itu, mencantumkan label
informasi nutrisi pada produk makanan olahan yang membuat klaim tentang manfaat nutrisi tertentu
merupakan kewajiban produsen

Sebagaimana diketahui berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang
Pangan, disebutkan bahwa: "Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun diperuntukkan bagi konsumsi manusia sebagai pangan atau minuman, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam persiapan,
pengolahan, dan/atau produksi makanan atau minuman." (Peraturan Pemerintah, 1999) Dalam konteks
pelabelan, khususnya pelabelan pangan, sangat penting bagi masyarakat untuk memperoleh informasi
yang akurat, jelas, dan lengkap mengenai kuantitas, isi, kualitas, dan aspek relevan lainnya dari produk
pangan yang tersedia di pasar. Label dapat disamakan dengan jendela di mana konsumen yang cerdas
dapat mengamati dan mengevaluasi produk berdasarkan labelnya. Melalui informasi yang diberikan
pada label, konsumen dapat membuat keputusan berdasarkan informasi sebelum membeli dan
mengonsumsi produk makanan. Tanpa informasi yang jelas, kemungkinan praktik penipuan atau
penipuan meningkat.

Seperti dalam kasus PT Es Teh Indonesia Makmur, sebuah perusahaan yang memproduksi es teh
Indonesia baru-baru ini, kontroversi telah muncul selama beberapa hari terakhir mengenai kandungan
gula dalam minuman mereka. Kontroversi ini bermula ketika seorang konsumen bernama Gandhi
mengungkapkan keluhannya melalui akun Twitter-nya @Gandhoyy, menyatakan bahwa minuman chizu
dari Es Teh Indonesia terlalu manis, bahkan membandingkan kandungan gula dalam minuman tersebut
dengan 3 kilogram. Tanggapan dari Es Teh Indonesia datang dalam bentuk peringatan hukum (somas),
dengan alasan bahwa mereka merasa pernyataan itu tidak pantas.

"Tidak pantas untuk menyatakan bahwa produk (minuman) Chizu Red Velvet seperti memiliki 3 kilogram
gula. Kami menganggap pernyataan ini dapat menimbulkan informasi yang tidak benar dan/atau
menyesatkan bagi konsumen," Surat peringatan hukum yang dikeluarkan Es Teh Indonesia tertanggal
Senin (26 September 2022). Tanggapan terhadap peringatan hukum ini bervariasi di masyarakat.
Beberapa menuntut agar Es Teh Indonesia mengungkapkan fakta aktual tentang kandungan gula dalam
produk minuman mereka, sementara yang lain mengkritik tim hukum dan humas Es Teh Indonesia
karena memilih untuk menggunakan peringatan hukum dalam menanggapi kasus ini. Beberapa netizen
kemudian membagikan tangkapan layar dari akun Instagram Es Teh Indonesia yang menampilkan
informasi tentang kandungan gula dalam minuman es teh susu Nusantara mereka. Dalam tangkapan
layar, disebutkan bahwa satu porsi es teh susu Nusantara mengandung 31 gram gula, 140 miligram
natrium, 7 gram lemak total, dan 235 kkal energi total (Wibi Pangestu Pratama, n.d.). Oleh karena itu,
berdasarkan kasus tersebut di atas, perlindungan konsumen yang tidak memadai karena tidak adanya
label yang berisi informasi pada kemasan produk menjadi jelas. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini
adalah untuk membahas peraturan mengenai ketentuan pelabelan pada kemasan produk.

Anda mungkin juga menyukai