Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN ASPEK HUKUM


PERLINDUNGAN KONSUMEN

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Kelayakan Bisnis
Dagang Syariah

DosenPengampu:
WeningPurbatinPalupi S., M.BA., M.Si.

Disusun Oleh:
1. Nofa Setiyani (402200056)
2. Norshella Dwi Cahyani (402200057)
3. Nova Arina Rosada (402200058)
4. Nurul Annisa (402200059)
5. Nurul Hidayati (402200060)
6. Risma Rahayu (402200074)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
TAHUN 2022/2023
SEJARAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh: Nofa Setiyani (402200056)

Keberadaan hukum perlindungan konsumen tidak bisa dilepaskan dengan sejarah


gerakan perlindungan konsumen di dunia. Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian
yang lebih karena investasi asing telah menjadi bagian perekonomian pembangunan ekonomi
Indonesia.1 Munculnya gerakan perlindungan konsumen di latar belakangi beberapa hal
terkait dengan kedudukan konsumen dan pelaku usaha, Industrialisasi dan globalisasi yang
terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Sejarah gerakan perlindungan konsumen di Indonesia
mulai terdengar dan populer pada tahun 1970-an, dengan berdirinya lembaga swadaya
masyarakat (nongovernmental organization) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
pada bulan Mei 1973 (Zulham, 2013: 34). Setelah YLKI, sejarah juga mencatat berdirinya
Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri sejak
Februari 1988. Kedua lembaga tersebut merupakan anggota dari Consumers International
(CI) (Shidarta, 2004: 53). Selain kedua lembaga tersebut, saat ini juga telah banyak berdiri
lembaga-lembaga perlindungan konsumen di Indonesia antara lain, Yayasan Lembaga Bina
Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung, Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY),
Lembaga Konsumen Surabaya, dll.2
Berdirinya lembaga-lembaga konsumen mempunyai peranan yang penting dalam
pergerakan perlindungan konsumen di Indonesia, yang secara aktif memberikan kontribusi
terhadap perlindungan konsumen di Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga konsumen ini
memiliki peranan penting baik dari segi advokasi maupun dari peningkatan kesadaran
masyarakat mengenai perlindungan konsumen. Perkembangan ke arah perlindungan
konsumen di Indonesia selain munculnya lembaga-lembaga konsumen di Indonesia, juga
ditandai dengan banyak diselenggarakan studi baik yang bersifat akademis, maupun untuk
tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundangundangan tentang
perlindungan konsumen (Az. Nasution, 2011: 26).
Pemikiran ke arah pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan konsumen di Indonesia, dipicu oleh munculnya beberapa kasus yang merugikan
konsumen serta penyelesaian sengketa konsumen yang tidak memuaskan konsumen (Zulham,
2013: 37). Akhirnya, di tahun 1999, perkembangan baru di bidang perlindungan konsumen di
1
Erman Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan Bebas, Dalam Husni
Syawali Dan Neni Sri Imaniyati (Penyunting), Hukum Perlindungan Konsumen , Mandar Maju, (Bandung, 2000),
h.2
2
Agus Suwandono, “Modul 1: Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen” (2015), h.25
Indonesia mendapatkan pengakuan serta landasan hukum yang jelas dengan disahkan dan
diundangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) atas hak inisiatif dari DPR RI. Selanjutnya, UUPK diberlakukan 1 (satu) tahun
kemudian yakni pada tanggal 20 April 2000. Dengan diberlakukannya UUPK ini maka
UUPK menjadi payung hukum pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia. Namun
demikian, pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen masih mengalami banyak
tantangan, baik pada lingkup nasional maupun internasional. Berikut ini diuraikan beberapa
tantangan hukum perlindungan konsumen tersebut:
1. Lemahnya kedudukan konsumen terhadap pelaku usaha
2. Industrialisasi dan kemajuan teknologi
3. Globalisasi dan perdagangan bebas
SUMBER-SUMBER HUKUM KONSUMEN
Oleh: Nurul Annisa (402200059)

Hukum Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur


hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/ataujasa) antara
penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan masyarakat.3
Beberapa sumber Hukum Perlindungan Konsumen sebagai berikut:
1. Peraturan Perundang-Undangan.4
Hal ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat antara lain :
a. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan beberapa peraturan
pelaksanaannya antara lain PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
b. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dengan beberapa Instruksi Presiden, Keputusan
Menteri Pertanian, Keputusan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan.
d. Peraturan Perundang-Undangan tentang Standarisasi, Sertifikasi, Akreditasi dan
Pengawasan Mutu di Indonesia.
e. UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
f. UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
g. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
h. UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
i. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merk.

3
Agus Suwandono, “Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen” (1900): 1–37.
4
Asas Dan and Tujuan-hak Konsumen-kedudukan D A N Sumber, “No Title” (n.d.).
HUKUM KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA
Oleh : Norshella Dwi Cahyani (402200057)

Dengan Hukum Perdata dimaksudkan Hukum Perdata dalam arti luas,


termasuk Hukum Perdata, Hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang
termuat dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan lainnya. Akan tetapi
disamping itu, dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain, tampaknya
termuat pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau termasuk dalam
bidang hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan sebagai subjek
hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan kewajiban masing-
masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam sengketa antara
konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan bersangkutan.5
Jadi, jika disimpulkan keseluruhannya, terlihat bahwa kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia
barang/jasa penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing terlihat dan
termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (KUH Dagang), berbagai peraturan perundang-undangan
lain yang memuat kaidah-kaidah hukum yang bersifat perdata tentang subjek-subjek
hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara
jasa tertentu dan konsumen.

5
Agus Fahmi Prasetya, “Perlindungan Konsumen Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”.
ASPEK HUKUM PUBLIK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh: Nurul Hidayati (402200060)
Pengertian:
Hukum publik adalah aturan-aturan hukum yang mengatur kepentingan umum sehingga yang
melaksanakan adalah terutama pemerintah. Hukum publik dimaksudkan hukum yang
mengatur gubungan antara Negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan Negara
dengan perorangan.
Macam-Macam Hukum Publik Dalam Perlindungan Konsumen
1. Hukum Pidana
Pengaturan hukum positif dalam lapangan hukum pidana secara umum terdapat dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kriminalisasi di bidang konsumen sebelum
berlakunya UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 sudah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan. Indonesia merdeka, melalui Undang-Undang No. 1
Tahun 1946, kitab undang-undang itu lalu diadopsi secara total. Karena perkembangan
politik, adopsi undang-undang yang semula bertujuan untuk unifikasi karena tidak
mencapai tujuannya. Hukum pidana sendiri termasuk dalam kategori hukum publik.
a. Pasal 204: “Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan
barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal
sifat berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam, dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun”. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah
dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun.
b. Pasal 382: “Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan,
minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Bahan makanan,
minuman atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau kaedahnya menjadi kurang
karena dicampur dengan sesuatu bahan lain.
c. Pasal 359: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama tahun atau kurungan paling lama satu
tahun (LN 1960 No. 1).
d. Pasal 383: “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,
seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: (1) karena sengaja
menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2) mengenai jenis
keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu
muslihat”.
e. Pasal 205: “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-
bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau kurungan
paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.
f. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang berlaku sejak 04 November
1996.
g. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Kekayaan Alam dan Intelektual.
Tindak pidana berupa pembajakan hak cipta, misalnya sekarang diubah dari delik
aduan menjadi delik biasa. Kecenderungan seperti yang terjadi dalam hukum bidang
hak atas kekayaan intelektual ini seharusnya mulai diantisipasi.
2. Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara adalah instrumen publik yang paling penting dalam
perlindungan konsumen. Sanksi-sanksi hukum secara perdata dan pidana seringkali
kurang efektif jika tidak disertai sanksi administratif. Campur tangan administrator
Negara idealnya harus dilatarbelakangi itikad melindungi masyarakat luas dari bahaya.
Sanksi administratif ini seringkali efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau
pidana, antara lain:
1. Sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak.
2. Sanksi perdata dan/atau pidana acapkali tidak membawa efek “jera” bagi pelakunya.
3. Dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No 23 Tahun 1992, Pasal 72
ditentukan: Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan. Dari perundang-undangan di atas
terlihat beberapa department dan/atau lembaga pemerintah tertentu yang menjalankan
tindakan administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha
dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan perundang-undangan
3. Hukum Internasional
Hukum internasional (publik) sering dinilai sebagai intrumen yang “mandul” dalam
menangani banyak kasus hukum yang berdimensi lintas Negara. Kepentingan nasional
masing-masing Negara kerap kali membuatnya harus menjadi “macan kertas” yang
dengan sendirinya tidak bergigi dan tidak mempunyai kekuatan memaksa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mencetuskan tentang Perlindungan Konsumen (Resolusi
No. 39/248 tahun 1985). Hal-hal apa saja yang dimaksud dengan kepentingan konsumen,
antara lain:
1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.
2. Promosi dan perlindungan dari kepentingan sosial ekonomi konsumen.
3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan mereka
kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebetuhan pribadi.
4. Pendidikan konsumen.
5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif.
6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang
relevan dan memberikan kesempatan dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka.
PERANAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh: Risma Rahayu (402200074)

Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian


dan ;perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat
dikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang
dan jasa.1 Kegiatan jual beli secara online merupakan salah satu kegiatan yang sering
dilakukan oleh masyarakat sebagai dampak dari perkembangan arus globalisasi. Masyarakat
cenderung melakukan transaksi online karena dianggap praktis serta bisa dilakukan dimana
saja. Dalam melakukan pembelian melalui transaksi online pasti ada keuntungan dan
kerugian baik dari pihak pelaku usaha maupun pihak pembeli. Di Indonesia belum ada
undang-undang khusus yang mengatur tentang transaksi online. Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum dapat dijadikan pedoman
dalam menangani kasus dalam transaksi online sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal yang dapat dijadikan pedoman terkait
kasus penipuan yang dialami oleh konsumen dalam transaksi online yakni pasal 8 ayat 1
huruf d, e, dan f dan pasal 16 huruf a dan b.6
Adapun peranan hukum dalam perlindungan konsumen dapat dilihat dari dua aspek
yaitu :
1. Aspek hukum privat merupakan aspek hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban
konsumen. Menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan dihormati yaitu hak keamanan
dan keselamatan, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, dan hak atas
lingkungan hidup.
2. Aspek hukum publik merupakan aspek hukum yang dapat dimanfaatkan oleh Negara,
pemerintah instansi yang mempunyai peran dan kemenangan untuk dapat dimanfaatkan
oleh pihak untuk kepentingan-kepentingan subyektif. Yang termasuk dalam aspek hukum
publik yaitu :
a. Kementrian perdagangan yaitu menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi perdagangan.

6
Ni Kadek Ariati & I Wayan Subraha, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Melakukan Transaksi
Online” , Unoversitas Udayana
b. Direktorat jenderal standardisasi bertugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang standardisasi dan perlindungan
konsumen.
c. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK) adalah badan yang bertugas
menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
Perangkat Hukum Di Indonesia Dalam Perlindungan Konsumen

Oleh : Nova Arina Rosada (402200058)

1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional

Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan adanya Badan


Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Fungsi BPKN ialah untuk memberikan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di
Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut.

Peran lembaga konsumen dalam suatu Negara dinilai penting karena membuat upaya
perlindungan konsumen lebih efektif, apalagi jika secara simultan dilakukan dalam dua level
sekaligus, yaitu dari arah bawah ada lembaga konsumen yang kuat dan tersosialisasi secara
luas di dalam masyarakat dan sekaligus secara representif dapat menampung dan
memperjuangkan aspirasi konsumen, sebaliknya arah atas ada bagian dalam struktur
kekuasaan yang secara khusus mengurusi perlindungan konsumen.7

2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sangat diperlukan pada era


globalisasi saat ini, hal ini dikarenakan terjadinya persaingan dalam merebut konsumen
dengan berbagai cara yang mengabaikan kualitas produk yang diberikan baik itu barang atau
pun jasa. Pada tahun 2001 pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 59
Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Peraturan
Pemerintah tersebut menjelaskan segala hal mengenai lembaga perlindungan swadya
masyarakat. Pada tahun 2006 LPKSM yang telah berkembang di Indonesia kurang lebih 200
lembaga diberbagai provinsi, kabupaten, dan kota. Berkembangannya lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat sangatlah penting untuk memberikan perlindungan terhadap
konsumen.8

7
Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Bagi Konsumen di Indonesia, Edisi l. Cetakan l. PT.
RadjaGrafindo. Jakarta, hlm. 94

8
Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional,
Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008, hlm. 145

Anda mungkin juga menyukai