Anda di halaman 1dari 32

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET DAN TENOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN LABEL


HALAL PRODUK MAKANAN DALAM PERSPEKTIF PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menempuh Seminar Proposal


Pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Jambi

DIAN RIZKIA
NIM. B10018411

Pembimbing:

Dr. ELLY SUDARTI, S.H., M.H.


DESSY RAKHMAWATI, S.H., M.H.

JAMBI
2023
2

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ................................................................................... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 12

D. Kerangka Konseptual.................................................................................. 13

E. Landasan Teoritis........................................................................................ 15

F. Metode Penelitian.................................................................................. 20

G. Sistematika penulisan.................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA
3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET DAN TENOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi ini diajukan oleh:

Nama Mahasiswa : DIAN RIZKIA


Nomor Induk Mahasiswa : B10018411
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Judul Proposal Skripsi : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap
Pelanggaran Label Halal Produk Makanan
Dalam Perspektif Peraturan Perundang-
Undangan

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini
Untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Seminar Proposal Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jambi

Jambi, Februari 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Elly Sudarti, S.H., M.H. Dessy Rakhmawati, S.H., M.H.


NIP. 196505231991032004 NIP. 201704022001
A. Latar Belakang Masalah

Datangnya era globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Hal ini

membawa konsekuensi banyak makanan dan minuman impor baik yang jelas

keharamannya atau yang tidak jelas keharamannya beredar di tengah-tengah

masyarakat. H. Anton Apriyantono mengemukakan:

Banyak sekali bahan utama dan bahan tambahan makanan yang harus
diimpor untuk memproduksi bahan pangan olahan di dalam negeri,
dimana telah digambarkan di atas bahwa tidak mudah mengenali asal
bahan tersebut, dengan kata lain tidak mudah menentukan kehalalan
bahan tersebut. Dengan demikian, apabila tidak ada jaminan kehalalan
suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit sekali bagi awam
untuk memilih mana makanan dan minuman yang halal dan mana yang
haram. Untuk itulah diperlukan adanya peraturan dan pengaturan yang
jelas, yang menjamin kehalalan suatu bahan atau produk pangan.1

Pemerintah telah merespon masalah tersebut dengan keharusan

sertifikasi dan pencantuman tanda atau tulisan halal pada produk (labelisasi

halal) melalui beberapa regulasi. Akan tetapi, regulasi ini masih terkesan

sektoral dan parsial. Padahal, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang

pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa

tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan

harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat 2, perlu mendapat

perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum kehalalan untuk

dikonsumsi, terutama umat Islam yang wajib dilindungi dan diberi hak

1
H. Anton Apriyantono, Masalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi,
http://www.azhar.jp/info/local-copies/halal-syari-tek-sertifikasi.html, tanggal akses 18 September
2022.
2
Departemen Agama RI, Panduan Label halal. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2008, hlm. 310. (Dalam Panji Adam, Kedudukan
Label halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam
Hukum Islam, Fakultas Syariah UNISBA Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), hlm. 150-165.

11
2

menjalankan ibadah sesusai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 dan 29.3

Dalam upaya menjamin perlindungan dan kepastian hukum produk

pangan halal, perlu diselenggarakan suatu penyelenggaraan pangan yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan

manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada

Kedaulatan, Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan. Pada 16

November 2012 telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (selanjutnya disingkat UU

Pangan).

Sebelum lahir UU Pangan, disadari perlu adanya upaya pemberdayaan

konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi

kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat

diterapkan secara efektif di masyarakat, maka diundangkanlah Undang-

Undang Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK ini dirumuskan dengan

mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional

termasuk pembangunan hukum yang memelihara perlindungan terhadap

konsumen dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang

berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara

Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.

3
Hazairin, Demokrasi Pancasila, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 33-35. (Dalam Panji
Adam, Kedudukan Label halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan
Konsumen Dalam Hukum Islam, Fakultas Syariah UNISBA Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari,
2017), hal 150-165.
3

Sebagaimana uraian di atas, pemerintah telah merespon secara positif

pentingnya label halal dan pencantuman label/tanda halal pada produk

(labelisasi halal) melalui beberapa regulasi. Akan tetapi, regulasi ini masih

saja terkesan sektoral dan parsial.

Terlihat ketika mencermati Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012


tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) huruf h, Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1991 tentang
Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Produksi dan Peredaran
Makanan Olahan, Piagam Kerjasama Departemen Kesehatan,
Departemen Agama dan MUI tentang Pelaksanaan Pencantuman Label
“Halal” pada makanan, dan kesimpulan Mudzakarah Nasional tentang
Alkohol dalam Produk Makanan.4

Penentuan halal tidaknya suatu produk makanan dan minuman pada

era global ini tidaklah sederhana, bahkan dapat dikatakan memiliki tingkat

kesulitan yang tinggi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjamin

hak mendapatkan makanan dan minuman yang halal, pertama adanya jaminan

undang-undang yang melindungi hal tersebut.

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Dalam Bab XV Pasal 133 sampai dengan Pasal 148, Undang

Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, mengatur mengenai

ketentuan Tindak pidana dibidang Pangan, antara lain sebagai berikut:

1. Bahwa dipidana penjara atau denda pelaku usaha pangan yang dengan

sengaja menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal

penyimpanan pangan pokok, sebagaimana diatur dalam peraturan

4
Lukmanul Hakim, “Sayang Ya Label halal Masih Urusan Sukarela”, Majalah Aulia
Nomor 12 Tahun VIII Jumadil Sani-Rajab 1432 H, 2011, hlm. 135.
4

pemerintah, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan

yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal atau

melambung tinggi.

2. Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang melakukan

produksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan

sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan pangan yang dapat

menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan

baku pangan yang digunakan, tatacara mana diwajibkan secara

bertahap bedasarkan jenis pangan, dan jenis serta skala usaha produksi

pangan.

3. bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang

yangmenyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,

penyimpanan, pengangkutan, dan/ atau peredaran pangan yang tidak

memenuhi persyaratan sanitasi pangan yang diwajibkan dan menjamin

keamanan pangan dan /atau keselamatan manusia.

4. bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang melakukan

produksi pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja

menggunakan:

a. bahan tambahan pangan melampaui ambang batas maksimal yang

ditetapkan; atau

b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan,

larangan mana diatur dengan atau berdasarkan peraturan

pemerintah.
5

5. Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang

yangmemproduksi pangan yang dihasilkan dari rekayasa genetik

pangan yang belum mendapatkan persetujuan keamanan pangan yang

diberikan oleh pemerintah sebelum diedarkan, syarat dan tata cara

persetujuan mana diatur dalam peraturan pemerintah. juga diancam

pidana yang sama setiap orang yang melakukan kegiatan atau proses

produksi pangan dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan

pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari rekayasa genetik

pangan yang belum mendapatkan persetujuan keamanan pangan yang

diberikan oleh pemerintah sebelum diedarkan, keamanan pangan

sebelum diedarkan.

6. Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang

melakukan produksi pangan untuk diedarkan, yang

dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai kemasan pangan

yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan

manusia, persyaratan dan tata cara kemasan pangan dan bahan yang

terlarang digunakan dalam pengemasan pangan yang mana dilakukan

agar dapat menghindari terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran,

sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah.

7. Bahwa dipidana penjara atau denda Setiap orang yang dengan sengaja

membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan

diperdagangkan, terkecuali terhadap pangan yang pengadaannya

berjumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil.


6

8. Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang memproduksi

dan memperdagangkan pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi

standar keamanan pangan dan mutu pangan melalui penerapan

sistem jaminan keamanan pangan dan mutu pangan serta sesuai

sertifikasi jaminan keamanan pangan dan mutu pangan secara

bertahap sesuai jenis pangan dan/atau skala usaha, yang diberikan

pemerintah atau lembaga terakreditasi oleh pemerintah,

sebagaimana di atur dalam peraturan pemerintah.

9. Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang

dengan sengaja memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan

keamanan pangan dan mutu pangan yang tercantum dalam label

kemasan pangan.

10.Bahwa dipidana penjara atau denda pelaku usaha pangan yang dengan

sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap pangan olahan yang

dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan

dalam kemasan eceran, kecuali terhadap pangan olahan tertentu yang

diproduksi oleh industry rumah tangga, izin edar mana ditentukan

dalam peraturan pemerintah.

11.Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang dengan sengaja

menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali,

dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan

yang diedarkan.
7

12.Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang dengan sengaja

memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau

menyesatkan pada label.

13.Bahwa dipidana penjara atau denda setiap orang yang dengan sengaja

memuat keterangan atau pernyataan tentang pangan yang

diperdagangkan melalui iklan yang tidak benar atau menyesatkan.

14. Bahwa ancaman pidana diperberat atas tindak pidana tsb, pada poin 5

sampai dengan poin 9, tsb di atas, jika mengakibatkan luka berat atau

membahayakan nyawa orang atau kematian orang.

15. Bahwa ancaman pidana diperberat lagi jika tindak pidana tsb pada

poin 5 sampai dengan poin 9 di atas, dilakukan oleh pejabat atau

penyelenggara Negara sebagai pelaku pembantuan, ketentuan mana

juga berlaku terhdap koorporasi, dan dengan tambahan pidana berupa

pencabutan hak hak tertentu bagi pelaku dan pengumuman

putusan hakim pengadilan.

Bahwa pertanggungjawaban pidana dalam ketentuan undang

undang tentang Pangan tersebut, hanya dikenal pelaku perorangan dan

koorporasi atau badan hukum atau badan usaha, yang diwakili oleh

pengurusnya. Juga bahwa ancaman pidana terhadap pelaku fungsional

atau pengurus koorporasi diperberat lagi. Juga tidak

menganut penggolongan pelaku sebagai otak pelaku. Bahwa tindak

pidana dalam undang undang tentang pangan tsb,

berhubungan juga dengan berbagai ketentuan tindak pidana di


8

bidang pertanian, peternakan, perikanan, kesehatan, perdagangan dan

industry, juga perlindungan hutan serta lingkungan hidup.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang

memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak

mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal"

yang dicantumkan dalam label.

Sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua

miliar rupiah).

Berdasarkan bunyi pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di atas jelas kiranya bahwa jika

penjual mencantumkan label halal, maka barang yang dijual harus sesuai

dengan label yang dicantumkan. Namun Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak mengatur mengenai apakah

barang yang diperjualbelikan harus mencantumkan label halal atau tidak.

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

Menurut sifatnya, hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sebagian besar termasuk dalam
9

ranah hukum publik. Itu berarti substansi dari Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini lebih ditujukan untuk

melindungi kepentingan umum. Salah satu dasar dari masuknya Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dalam ranah

hukum publik dapat dilihat dari bagian menimbang dalam undang-undang

tersebut.

Pada bagian menimbang disebutkan bahwa untuk menjamin setiap

pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara

berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan

produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.

Dalam hukum publik, setiap peraturan yang dibuat pada hakikatnya tidak

hanya mengatur norma (sesuatu yang boleh dan yang dilarang), tetapi juga

mengatur sanksi terhadap pelanggaran norma yang ada. Pengaturan terhadap

sanksi inilah yang merupakan aspek pidana (delik) dari setiap norma yang

berlaku.

Dalam sistem hukum rujukan utama sanksi pidana di Indonesia, adalah

seperti diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jenis pidana terbagi terbagi dalam 2 kategori, yaitu: pidana pokok dan pidana

tambahan. Pidana pokok meliputi; pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.

Pidana tambahan meliputi; pencabutan hak-hak tertentu, perampasan

barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Terkait dengan hal

ini, dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk


10

Halal, jenis sanksi pidana yang diatur hanya meliputi pidana penjara, dan

pidana denda serta denda administratif.

Tindak Pidana atas jaminan produk halal, adalah serangkaian perbuatan

terlarang dan tercela oleh undang undang, dalam kaitan dengan kegiatan untuk

menjamin kehahalan suatu produk, yang mencakup penyediaan bahan,

pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan

penyajian produk berupa barang atau jasa yang terkait makanan, minuman,

obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta

barang gunaan yang dipakai atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Selanjutnya

bahwa kehalalan suatu produk adalah ditentukan berdasarkan syariat Islam

dan sertifikat halal.

Lebih lanjut bahwa Proses Produk Halal adalah rangkaian kegiatan

untuk menjamin kahalalan produk. Sertifikat Halal adalah pengakuan

kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara

Jaminan Produk Halal) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan

Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Aspek pidana dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal diatur dalam formulasi sanksi. Ketentuan tentang

larangan sebagai tindak pidana dalam menjamin kepastian hukum kehalalan

suatu produk, terdapat dalam Pasal 56 dan Pasal 57 Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Pasal 56, Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah

memperoleh sertifikat halal sebagaimana dimaksud Pasal 25 huruf b, dipidana


11

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak

Rp2 miliar-(dua miliar rupiah). Pasal 25 huruf b, pelaku usaha yang telah

memperoleh sertifikat halal wajib menjaga kehalalan produk yang telah

memperoleh sertifikat halal.

Selanjutnya Pasal 57 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal, setiap orang yang terlibat dalam proses jaminan

produk halal yang tidak menjaga kerahasiaan formula yang tercantum dalam

informasi yang diserahkan pelaku usaha sebagaimana dimaksud Pasal 43

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling

banyak Rp.2 miliar,- (dua miliar rupiah).

Pasal 43 menyatakan setiap orang yang terlibat dalam proses jaminan

produk halal wajib merahasiakan formula yang tercantum dalam informasi

yang diserahkan oleh pelaku usaha.

Sasaran pokok ketentuan larangan tersebut, adalah semata terhadap

pelaku orang perseorangan. Namun demikian, dalam sistem peradilan pidana

kini telah membedakan antara pelaku tindak pidana perseorangan dengan

badan (koorporasi), dalam kedudukannya sebagai subyek hukum, yaitu

pendukung hak maupun kewajiban dihadapan hukum.

Oleh itu, ketentuan atau norma pidana atas Jaminan Produk Halal, adalah

peraturan perundang undangan tentang penghukuman akibat pelanggaran

kewajiban moral hazard dari seorang atau beberapa orang pelaku.

Hal utama yang perlu dikritisi adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal baru mengatur sanksi bagi pemegang
12

sertifikat halal yang melanggar kewajiban. Tetapi sama sekali, tak tercantum

sanksi untuk pelaku usaha yang tidak mengajukan sertifikasi (kekosongan

norma).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang dituangkan dalam sebuah proposal skripsi dengan judul: “Penerapan

Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Label Halal Produk Makanan

Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dilatar belakang masalah di

atas, dapat diidentifikasikan perumusan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana perumusan sanksi pidana terhadap pelanggaran label halal produk

makanan dalam perspektif peraturan perundang-undangan?

2. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran label halal

produk makanan dalam perspektif peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis perumusan sanksi pidana terhadap

pelanggaran label halal produk makanan dalam perspektif peraturan

perundang-undangan.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi pidana terhadap

pelanggaran label halal produk makanan dalam perspektif peraturan

perundang-undangan pada masa yang akan datang.


13

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

a. Secara teoritis, penelitian ini sebagai sumbangsih penulis dalam

pengembangan Hukum Pidana pada umumnya, khususnya Kebijakan

Hukum Pidana.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang

saran kepada aparat penegak hukum dan masyarakat dalam penerapan

sanksi pidana terhadap pelanggaran label halal produk makanan dalam

perspektif peraturan perundang-undangan.

D. Kerangka Konseptual

Agar lebih mudah untuk memahami maksud penulis, maka perlu

kirannya penulis memberikan definisi atau batasan terhadap konsep-konsep

yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini, di mana definisi ini berguna

bagi penulis sebagai pengantar pada pengertian awal. Adapun konsep-konsep

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penerapan

Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain bahwa: ”penerapan

adalah hal, cara atau hasil”5. Adapun menurut Lukman Ali bahwa:

”penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan”6. Berdasarkan

pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa penerapan merupakan

5
J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1994, hlm. 1487.
6
Ibid., hlm. 1044.
14

sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok

dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.7

2. Sanksi Pidana

Packer menyatakan: “pidana itu menjadi penjamin yang utama

(prime guarantor) apabila digunakan secara cermat, hati-hati (providently)

dan secara manusiawi (humanly)”.8

Menurut Sudarto, perkataan penerapan sanksi itu adalah sinonim

dengan perkataan penghukuman, yaitu:

Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat


diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang
hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa
itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan tetapi
juga hukum perdata. Oleh karena tulisan ini berkisar pada hukum
pidana, maka istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni
penghukuman dalam perkara pidana, yang kerapkali sinonim
dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh
hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna yang sama
dengan sentence atau veroordeling.9

3. Label halal

Label halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang

dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh

Majelis Ulama Indonesia. Pengesahan UUJPH menimbulkan pro-kontra

dari berbagai pihak. Kedudukan label halal dalam sistem hukum Nasional

di Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral karena sudah menjadi

regulasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia khsusunya

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

7
Anonim, Bab II Kajian Teori, https://eprints.uny.ac.id/9331/3/bab%202-
08208241006.pdf, tanggal akses 29 September 2022.
8
Ibid.
9
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 71.
15

Selain itu, Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh

pemerintah dan umat Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin

dalam peraturan perundang-undangan yang ada.

4. Produk Makanan

Sementara itu dalam “Panduan Sertifikat Halal” yang dikeluarkan

oleh Departemen Agama, dijelaskan bahwa produk yang halal adalah

produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam,

antara lain:

1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi;


2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti
bahan-bahan yang berasal dari organ mansia, darah, dan
kotoran;
3. Semua bahan yang bersal dari hewan yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam;
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat
pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak boleh
digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika
pernah digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal
lainnya terdahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat
Islam; dan
5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung
khamar.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapatlah dikemukakan bahwa

penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran label halal produk makanan

dalam perspektif peraturan perundang-undangan.

E. Landasan Teoretis

Teori yang dijadikan kerangka pemikiran teoretis dalam penelitian

skripsi ini adalah teori kebijakan pembaharuan hukum pidana yaitu:


16

1. Teori Legislasi

Menurut Salim dan Erlies Septiana Nurbaini, bahwa: “Teori

legislasi merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang cara

atau teknik pembentukan perundang-undangan, yang mencakup tahapan

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangannya”. 10

Lebih lanjut Salim dan Erlies Septiana Nurbaini mengatakan:

Teori legislasi merupakan suatu teori yang sangat penting di dalam


kerangka menganalisis tentang proses penyusunan peraturan
perundang-undangan. Karena dengan teori ini, dapat digunakan
untuk menilai tentang produk perundang-undangan yang akan dibuat,
apakah peraturan perundang-undangan yang dibuat tersebut, sesuai
atau tidak dengan teori legislasi. Istilah teori legislasi berasal dari
terjemahan bahasa Inggris, yaitu legislation of theory, bahasa
Belandanya disebut dengan theorie van de wetgeving (teori membuat
atau menyusun undang-undang), sedangkan dalam bahasa Jerman
disebut theorie der gesetzgebung. 11

2. Teori Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana

Kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana menurut Marc

Ancel merupakan salah satu dari modern criminal science. Modern

criminal science menurut Beliau terdiri dari 3 (tiga komponen) yaitu

criminology, criminal law dan penal policy.

Politik hukum pidana selain terkait dengan politik hukum juga

terkait dengan politik kriminal atau dikenal dengan kebijakan kriminal dan

criminal policy. Secara singkat Sudarto memberikan definisi politik

kriminal sebagai usaha yang rasional dari masyarakat dalam

10
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 2.
11
Ibid., hlm. 33.
17

menanggulangi kejahatan/tindak pidana.12 Definisi serupa juga

dikemukakan oleh Marc Ancel yang dikutip Muladi sebagai "the rational

organization of the control of crime by society”.13

Melaksanakan politik kriminal berarti mengadakan pemilihan dari

sekian banyak alternatif, mana yang paling efektif dalam usaha

penanggulangan tindak pidana tersebut. Dengan demikian politik hukum

pidana dilihat dari bagian politik hukum mengandung arti bagaimana

mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan

pidana yang baik. Sedangkan dilihat dari sudut politik kriminal, maka

politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan

penanggulangan tindak pidana dengan hukum pidana.14

Sehubungan dengan keterkaitan antara politik hukum pidana

dengan politik hukum, politik hukum itu sendiri berkaitan dengan

pembaharuan hukum. la memberi petunjuk apakah perlu ada pembaharuan

hukum, sampai berapa jauh pembaharuan itu harus dilaksanakan dan

bagaimana bentuk pembaharuan tersebut. Demikian pula dengan politik

hukum pidana terkait dengan pembaharuan hukum bahwa dalam politik

hukum pidana akan muncul pertanyaan-pertanyaan misalnya apakah perlu

ada pembaharuan hukum pidana. Kalau perlu, bidang-bidang apakah yang

perlu diperbaharui atau direvisi.

12
Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana, Cet. Kedua, Edisi
Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 1.
13
Muladi, Kapita Selekta System Peradilan Pidana, B.P Undip, Semarang, 1995, hlm. 7.
14
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 25-26.
18

Kebijakan hukum pidana tidak terlepas dari mekanisme

penerapan sanksi sebagai bentuk kebijakan formulasi, legislasi dan

eksekusi suatu tindak pidana. Haryadi mengemukakan, bahwa:

Sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia,


yang kita miliki untuk menghadapi tindak pidana serta untuk
menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya tersebut (The
criminal sanction is the best availabledevice we have for dealing
with gross and immadiate harms and treats of harm). Selain
penggunaan sanksi pidana sebagai sarana untuk menanggulangi
Tindak pidana dan menjaga ketertiban masyarakat, tujuan
pemidanaan juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
guna mencari dasar pembenaran dari penggunaan pidana sehingga
pidana menjadi lebih fungsional.15

Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Usman

dan Andi Najemi bahwa:

Dalam kenyataanya tidak jarang ditemui putusan yang lebih


mementingkan kepastian hukum, sehingga mengenyampingkan
keadailan dan kemanfaatan atau juga sebaliknya lebih
mementingkan keadilan dan kemanfaatan tetapi
mengenyampingkan kepastian hukum. Dalam perkara pidana,
seharusnya berlaku asas keadilan yang utama, sehingga dalam hal
terjadi benturan nilai maka nilai keadilan yang harus
dimenangkan.16

Bahder Johan Nasution mengemukakan:

15
Haryadi, Tinjauan Yuridis Perumusan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana
Korupsi Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001
Dalam Perspektif Tujuan Pemidanaan, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Jambi, Maret 2014,
hlm. 139. https://scholar.google.co.id/citations?hl=id&user=INKF-G0AAAAJ#d=gs_md_cita-
d&u=%2Fcitations%3Fview_op%3Dview_citation%26hl%3Did%26user%3DINKF-
G0AAAAJ%26citation_for_view%3DINKF-G0AAAAJ%3ASe3iqnhoufwC%26tzom%3D-
420, hlm. 5.
16
Usman dan Andi Najemi, Mediasi Penal di Indonesia: Keadilan, Kemanfaatan, dan
Kepastian Hukumnya, Undang: Jurnal Hukum ISSN 2598-7933 (online); 2598-7941 (cetak),
Vol. 1 No. 1 (2018): 65-83, DOI: 10.22437/ujh.1.1.65-83, hlm. 70.
https://scholar.google.co.id/citations?hl=id&user=INKF-G0AAAAJ#d=gs_md_cita-
d&u=%2Fcitations%3Fview_op%3Dview_citation%26hl%3Did%26user%3DINKF-
G0AAAAJ%26citation_for_view%3DINKF-G0AAAAJ%3ASe3iqnhoufwC%26tzom%3D-
420, hlm. 5.
19

Bahwa nilai keadilan melekat pada tujuan hukum. Ide keadilan


dicerminkan oleh keputusan yang menentang dilakukannya
hukuman yang kejam, melarang penghukuman untuk kedua
kalinya terhadap kesalahan yang sama. Menolak diterapkannya
peraturan hukum yang menjatuhkan pidana terhadap Tindakan
yang dilakukan sebelum ada peraturan yang mengaturnya, menolak
pembentukan undang-undang yang menghapus hak-hak dan harta
benda seseorang.17

Senada dengan hal di atas, esensi putusan yang lebih

mementingkan aspek kepastian hukum, Hafrida mengemukakan: “Putusan

hakim merupakan muara dari penerapan aturan norma hukum pidana.

Putusan hakim merupakan cerminan dalam penegakan hukum atas suatu

perbuatan pidana”.18

Sahuri Lasmadi dan Elly Sudarti mengemukakan, bahwa:

“Dengan terpenuhi semua unsur tindak pidana, maka seseorang dapat

dijatuhi suatu sanksi pidana yang telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan”.19

Helmi Yunetri dan Abadi Darmo, mengemukakan;

Penerapan sanksi pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana


yang sama lebih dikonsentrasikan kepada faktor yang melatar
belakangi terjadinya putusan disparitas. Bahwa pertimbangan
hukum yang menjadi dasar hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana yang berbeda terhadap objek perkara yang sama adalah

17
Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari Pemikiran
Klasik Sampai Pemikiran Modern, Jurnal Yustisia Vol. 3 No.2 Mei - Agustus 2014
https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/view/11106/9938, tanggal akses 22 Agustus 2022.
18
Hafrida, Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jambi Terhadap Pengguna/
Pemakai Narkotika Dalam Perspektif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Di Kota
Jambi, Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Volume 16, Nomor 1, Hlm. 55-66
ISSN:0852-8349 Januari – Juni 2014, hlm. 59.
19
Sahuri Lasmadi dan Elly Sudarti, Penyuluhan Hukum Tentang Merugikan Keuangan
Negara Kepada Kepala Desa Se Kecamatan Pemayung Kabupaten Batang Hari Guna
Pencegahan Korupsi Pada Pemerintahan Desa, Jurnal Karya Abdi Masyarakat Volume 3
Nomor 2 Desember 2019, p-ISSN:2580-1120 e-ISSN:2580-2178 LPPM Universitas Jambi,
diakses melalui https://scholar.google.co.id/citations?user=cvtqBCgAAAAJ&hl=id, tanggal
akses 30 Agustus 2022.
20

hakim lebih menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis


(fakta hukum yang terdapat dipersidangan), dari pada
pertimbangan bersifat nonyuridis. Tidak adanya kesamaan
pendapat hakim dalam menilai hal-hal yang memberatkan dan
yang meringankan sanski pidana yang tercantum dalam
pertimbangan hukum putusan tersebut serta tidak adanya
formulasi yang jelas tentang penilaian tersebut. Hakim
diperkenankan untuk menggali dan menafsirkan nilai–nilai dan
rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat untuk
menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya.20

Agar efektif dan berdaya guna, upaya ini dilakukan dengan saling

koordinasi antar aparat penegak hukum di wilayah Indonesia.

G. Metode Penelitian

Adapun metode dalam penelitian ini meliputi:

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian adalah normatif atau yang sering juga disebut

penelitian yuridis normatif. Sifat normatif penelitian hukum dikaitkan

dengan karakter keilmuan hukum itu sendiri. Karena itu pemilihan metode

penelitian senantiasa dibatasi oleh rumusan masalah, objek yang diteliti

dan tradisi keilmuan hukum itu sendiri.21

Penelitian hukum normatif, kajiannya terfokus pada hukum positif

dengan aspek sebagai berikut: 1) mempelajari aturan dari segi teknis, 2)

berbicara tentang hukum, 3) berbicara hukum dari segi hukum, 4)

berbicara problem hukum yang konkrit.22

20
Helmi Yunetri dan Abadi B Darmo, Disparitas Penjatuhan Hukuman Pidana Dalam
Perkara Pencurian (362 KUHP) Di Pengadilan Negeri Jambi, Legalitas: Jurnal Hukum
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Batanghari Jambi, Abstrak, Vol 1, No 1 (2009).
21
Sahuri Lasmadi dalam Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Perspektif Kebijakan
Hukum Pidana, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2003, hlm. 64.
22
Ibid.
21

2. Pendekatan Penelitian

Peter Mahmud Marzuki menyatakan ada lima pendekatan dalam

penelitian hukum, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case law approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach).23

Dilihat dari kajian hukum yang diangkat dari penelitian ini, yaitu

mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran label halal

produk makanan dalam perspektif peraturan perundang-undangan, maka

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang saling

berkaitan dengan isu hukum yang diteliti. Untuk lebih mendalami

permasalahan yang diteliti, maka selain pendekatan undang-undang

(statute approach), dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan

konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case law

approach).

Sesuai dengan rumusan masalah sebagai obyek penelitian yang dibahas

dan yang akan dijawab, maka pendekatan penelitian yang digunakan dalam

penulisan proposal skripsi ini adalah:

23
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 93.
22

a) Pendekatan undang-undang (statuta aproach).

Menurut Bahder Johan Nasution, bahwa: “Pendekatan undang-

undang atau statuta aproach dan sebagian ilmuwan hukum menyebutnya

dengan pendekatan yuridis, yaitu penelitian terhadap produk-produk

hukum”.24

Pendekatan undang-undang akan membuka kesempatan bagi peneliti

untuk mempelajari adakah konsistensi antara satu undang-undang dengan

undang-undang lainnya mengangkut permasalahan yang dihadapi yaitu

mengenai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang 18 Tahun 2012

tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang

Label dan Iklan Pangan.

b) Pendekatan Konsep (conceptual approach)

Menurut Bahder Johan Nasution, bahwa:

Pendekatan konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-konsep


hukum seperti; sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan
sebagainya. Konsep hukum ini berada pada tiga ranah atau tataran
sesuai tingkatan ilmu hukum itu sendiri yaitu: tataran hukum
dogmatik konsep hukumnya teknis yuridis, tataran teori hukum
konsep hukumnya konsep umum, tataran filsafat hukum konsep
hukumnya konsep dasar.25

Mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam

ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

24
Bahder Johan Nasution, Op. Cit., hlm. 92.
25
Ibid.,
23

pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan

dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam

membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum yang

dihadapi.

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini

lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan untuk mengkaji bahan-bahan

hukum yang relevan dengan objek penelitian ini. Bahan-bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian kepustakaan ini antara lain adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang dijadikan

dasar dalam menyusun penulisan proposal skripsi yang diambil dari

kepustakaan, di antaranya:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen.

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

3) Undang-Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

4) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan.

6) KUHP

b. Bahan hukum sekunder


24

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, di antaranya: Diperoleh dengan

mempelajari buku-buku, majalah, hasil penelitian, laporan kertas kerja dan

lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang akan digunakan

penulis dalam mendukung bahan hukum sekunder, yakni:

1) Kamus Hukum

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia

4. Analisis Bahan Hukum

Analisis dilakukan dengan cara:

a. Menginventarisasi semua aturan-aturan dan norma-norma yang sudah

diidentifikasi berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti, yaitu

berhubungan dengan penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran label

halal produk makanan dalam perspektif peraturan perundang-undangan.

b. Mensistematisasi bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah

yang dibahas untuk memaparkan isi dan struktur atau hubungan hirarkis

antara aturan-aturan hukum. Dalam kegiatan sistematisasi ini, dilakukan

analisis korelasi antara aturan-aturan hukum yang berhubungan agar dapat

dipahami dengan baik.

c. Menginterpretasi semua peraturan perundang-undangan ssuai dngan

masalah yang dibahas dengan menghimpun dan mengelola tatanan aturan

yang ada, yang di dalamnya berlangsung interpretasi, pembentukan dan


25

penjabaran pengertian-pengertian dalam hukum dari solusi masalah dapat

dirancang dan ditawarkan.

H. Sistematika Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini didasarkan pada sistematika penulisan yang

sederhana dengan tujuan untuk dapat memperjelas masalah yang ada, yang

akan dijabarkan pada bab-bab selanjutnya, untuk mendapatkan gambaran

tentang materi yang akan dibahas maka dapat dilihat dalam sistematika berikut

ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang menguraikan

mengenai apa saja yang menjadi latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka

konseptual, landasan teoretis, metode penelitian dan sistematika

penulisan. Bab ini merupakan pokok dari permasalahan yang akan

dikaji pada bab ketiga dengan menggunakan kerangka teoretis

yang digunakan pada bab ke dua, bab pertama ini juga merupakan

refleksi atau pencerminan dari bab pembahasan.

BAB II TINJAUAN TENTANG SANKSI PIDANA DAN LABEL

HALAL

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang tindak pidana,

sanksi pidana dan label halal. Pada bab ini berisikan landasan

teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan yang ada

pada bab pertama.


26

BAB III PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP

PELANGGARAN LABEL HALAL PRODUK MAKANAN

DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

Menguraikan perumusan sanksi pidana terhadap pelanggaran

label halal produk makanan dalam perspektif peraturan

perundang-undanganm dan penerapan sanksi pidana terhadap

pelanggaran label halal produk makanan dalam perspektif

peraturan perundang-undangan pada masa yang akan datang.

BAB IV PENUTUP

Berisi kesimpulan sebagai intisari dari hasil penelitian dan

pengkajian yang dilakukan sekaligus sebagai jawaban atas

permasalahan pokok yang dirumuskan dalam penulisan skrispi

ini. Di samping itu dikemukakan saran yang perlu dilakukan

berkaitan dengan penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran

label halal produk makanan dalam perspektif peraturan

perundang-undangan.
27

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana,


Jakarta, 2010.

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, CV. Mandar Maju,


Bandung, 2008, hlm. 92-93.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-


Tiga , PN.Balai Pustaka, Jakarta, 2003.

Hasoeprapto, Hartono. Pengaturan Tata Hukum Indonesia Indonesia. Liberty,


Yogyakarta, 1998.

HS, Salim dan Erlies Seotiana Nurhaini. Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Skripsi Dan Disertasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta, 2008.

Muladi. Kapita Selekta System Peradilan Pidana. B.P Undip, Semarang,


1995.

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Tim Penyusun. Buku Panduan Fakultas Hukum Universitas Jambi Tahun


Akademik 2016/2017. Fakultas Hukum UNJA. Jambi. 2016.

B. Disertasi/Jurnal

Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari


Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern, Jurnal Yustisia Vol. 3
No.2 Mei-Agustus 2014
https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/view/11106/9938, tanggal akses
22 Agustus 2022.

Hafrida, Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jambi Terhadap


Pengguna/ Pemakai Narkotika Dalam Perspektif Penanggulangan
Tindak Pidana Narkotika Di Kota Jambi, Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Humaniora Volume 16, Nomor 1, Hlm. 55-66 ISSN:0852-
8349 Januari – Juni 2014.

Haryadi, Tinjauan Yuridis Perumusan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak


Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo.
28

Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Dalam Perspektif Tujuan


Pemidanaan, Jurnal Ilmu Hukum Universitas Jambi, Maret 2014,
diakses melalui https://media.neliti.com/media/publications/43288-
ID-tinjauan-yuridis-perumusan-sanksi-pidana-bagi-pelaku-tindak-
pidana-korupsi-menur.pdf, tanggal akses 22 Agustus 2022.

Hazairin, Demokrasi Pancasila, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 33-35.


(Dalam Panji Adam, Kedudukan Label halal Dalam Sistem Hukum
Nasional Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum
Islam, Fakultas Syariah UNISBA Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari,
2017)

Helmi Yunetri dan Abadi B Darmo, Disparitas Penjatuhan Hukuman Pidana


Dalam Perkara Pencurian (362 KUHP) Di Pengadilan Negeri Jambi,
Legalitas: Jurnal Hukum Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Batanghari Jambi,
Abstrak, Vol 1, No 1 (2009), diakses melalui
http://legalitas.unbari.ac.id/index.php/Legalitas/article/view/52,
tanggal akses 22 Agustus 2022.

Lukmanul Hakim, “Sayang Ya Label halal Masih Urusan Sukarela”,


Majalah Aulia Nomor 12 Tahun VIII Jumadil Sani-Rajab 1432 H,
2011.

Panji Adam, Kedudukan Label halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai
Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam, Fakultas
Syariah UNISBA Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017).

Sahuri Lasmadi dalam Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Perspektif


Kebijakan Hukum Pidana, Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya, 2003.

Usman dan Andi Najemi, Mediasi Penal di Indonesia: Keadilan,


Kemanfaatan, dan Kepastian Hukumnya, Undang: Jurnal Hukum
ISSN 2598-7933 (online); 2598-7941 (cetak), Vol. 1 No. 1 (2018): 65-
83, DOI: 10.22437/ujh.1.1.65-83, diakses melalui
https://jurnal.hukumonline.com/a/5cb49c0701fb73000fce15bd/medias
i-penal-di-indonesia, tanggal akses 22 Agustus 2022.

C. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

---------Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


29

---------Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

---------Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

---------Undang-Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

---------Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal.

---------Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan.

D. Internet

H. Anton Apriyantono, Masalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi dan


Sertifikasi, http://www.azhar.jp/info/local-copies/halal-syari-tek-
sertifikasi.html, tanggal akses 18 September 2022.

Anda mungkin juga menyukai