Anda di halaman 1dari 12

LABEL HALAL PADA PRODUK PANGAN KEMASAN DALAM PERSPEKTIF

PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM

Siti Muslimah
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
E-mail: she_teauns@yahoo.co.id

Abstract

The purpose of the research is to know how to give halal label on the packaging food product to
protect muslim consumer and to know the obstacles in giving halal label on the packaging food product to
protect muslim consumer.
The research is yuridis empiris and the method used is descriptive avaluative. The research data
are premier data and secondary data (premiere law matter, secondary law matter, and tertiary law matter).
Technique of collecting the data are interview and documentary. The analysis of data is qualitative by using
theoritical interpretation technique.
The results of the research concluded that halal label on packaged food product is not yet provide
maximum protection against consumer rights. There are still a halal labeling by manufacturers of food
packaging without proposing halal certificate and without the checking procedure from the Assessment
Agency of Food and Drugs of Indonesian Islamic Council (LPPOM MUI). The obstacles in the halal
labeling of food products packaged in providing protection of moslems consumer rights are the legal
foundation about halal labelling for food still weak, the presumption the certification process is expensive
as well as the long time procedure, complicated and convoluted, the lack of legal awareness of food
manufacturers packaging and is less critical and weak bargaining position of moslem consumers.

Keywords: halal label, protection, muslim consumer.

A. Pendahuluan syariah dan baik ditinjau dari segi kesehatan,


Pangan harus senantiasa tersedia cukup gizi, estetika dan lainnya.
setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan Negara wajib menjamin setiap penduduk
beragam dengan harga yang terjangkau oleh menjalankan agama dan keyakinannya, termasuk
daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan halal
itu, perlu diselenggarakan suatu sistem pangan sesuai akidah setiap muslim. Hal ini sejalan
yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak dengan hak-hak konsumen yang diatur dalam
yang memproduksi maupun yang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
mengkonsumsi pangan, serta tidak bertentangan Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 4 yang
dengan keyakinan masyarakat (penjelasan diantaranya adalah hak atas kenyamanan,
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang keamanan dan keselamatan dalam
Pangan). Pangan merupakan kebutuhan dasar mengkonsumsi barang dan atau jasa, terutama
manusia yang pemenuhannya merupakan hak atas kenyamanan (tidak menimbulkan keraguan
asasi setiap rakyat Indonesia dan kekhawatiran) dalam mengkonsumsi
Bagi orang Islam, pangan juga harus makanan yang sesuai dengan keyakinannya.
memenuhi syarat halal dan thoyyib sebagaimana Berdasarkan UUPK, setiap produsen harus
ketentuan yang banyak terdapat dalam kitab suci secara transparan mencantumkan unsur-unsur
Alqur’an maupun Hadist Nabi Muhammad setiap makanan yang diproduksi untuk
SAW, di antaranya yang terdapat dalam Surat Al melindungi kepentingan konsumen.
Maidah ayat 88 : “Dan makanlah makanan yang Pada waktu perkembangan ilmu
halal lagi baik dari apa yang Allah telah pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan
rejekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada pangan belum maju, orang dengan mudah dapat
Alloh yang kamu beriman kepadaNya”. Ayat membedakan antara makanan halal dan makanan
dalam Al-Quran tersebut, memerintahkan haram. Pada kondisi sekarang ini, membedakan
kepada manusia (muslim) untuk memakan pangan yang halal atau haram bukan perkara
makanan yang halal dan baik, dua hal yang yang mudah. Hal ini terkait dengan
merupakan kesatuan dimana halal menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 86
di bidang pangan yang sedemikian pesat, dimana yang berlaku untuk kemudian ditarik simpulan
pangan tidak lagi terdiri dari bahan baku saja, sesuai permasalahan yang diteliti.
melainkan terdapat bahan tambahan yang
kemungkinan berasal dari makanan yang C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
diharamkan dan turunannya. Demikian juga Pengertian pangan dalam Pasal 1 angka 1
dengan proses produksi dan peredarannya yang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang
tidak sesuai dengan syariah Islam. Contohnya Pangan (UU tentang Pangan) jo. Pasal 1 angka 1
apabila tempat proses produksi makanan tersebut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
telah terkontaminasi dengan makanan yang tentang Label dan Iklan Pangan (PP tentang
diharamkan. Permasalahan tersebut Label dan Iklan Pangan) adalah “Segala sesuatu
menyebabkan orang awam sulit untuk yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
membedakan antara produk pangan yang haram yang diolah maupun tidak diolah, yang
maupun yang halal. Dibutuhkan pengetahuan diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
yang mendalam tentang ilmu pengetahuan dan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
teknologi di bidang pangan, juga pengetahuan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
tentang kaidah-kaidah hukum Islam. bahan lain yang digunakan dalam proses
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
permasalahan pokoknya adalah apakah label makanan atau minuman”.
halal pada produk pangan kemasan telah Pengertian pangan halal menurut PP tentang
memberikan perlindungan konsumen muslim, Label dan Iklan Pangan Pasal 1 angka 5 adalah
dan apa saja hambatan – hambatan dalam “Pangan yang tidak mengandung unsur atau
labelisasi halal pada produk pangan kemasan bahan yang haram atau dilarang untuk
dalam memberikan perlindungan konsumen dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut
muslim. bahan baku pangan, bahan tambahan pangan,
bahan bantu dan bahan penolong lainnya
B. Metode Penelitian termasuk bahan pangan yang diolah melalui
Penelitian ini termasuk kategori penelitian proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan dan
hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan
evaluatif. Lokasi penelitian di Lembaga ketentuan hukum agama Islam”.
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Pangan yang terdiri dari makanan maupun
Majelis Ulama Indonesia (LP-POM MUI) minuman yang beredar di pasaran terdiri dalam
Yogyakarta, Balai Besar POM Yogyakarta dan bentuk kemasan maupun tidak dikemas.
Kantor Kementerian Agama Propinsi Daerah Pengemasan adalah wadah atau pembungkus
Istimewa Yogyakarta. Data primer diperoleh yang dapat membantu mencegah atau
langsung dari narasumber di lokasi penelitian mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan
yakni Sekretaris LPPOM MUI, Kepala Seksi pada bahan yang dikemas. Kemasan tersebut
Sertifikasi dan Pengaduan Konsumen Balai berfungsi sebagai pembungkus atau mewadahi
Besar POM Yogyakarta, dan Kepala Seksi makanan atau minuman. Dalam dunia moderen
Produk Halal Kementerian Agama Propinsi seperti sekarang ini, masalah kemasan menjadi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Data primer juga bagian kehidupan masyarakat sehari-hari,
diperoleh dari produsen pangan kemasan dengan terutama dalam hubungannya dengan produk
pengambilan sampel dengan cara non probability pangan.
sampling. Penelitian juga dilakukan terhadap Label atau disebut juga etiket adalah tulisan,
konsumen muslim yang diambil sampel secara tag, gambar atau deskripsi lain yang tertulis,
non probability sampling dengan cara purpusive dicetak, distensil, diukir, dihias, atau
sampling sebanyak 100 orang konsumen muslim. dicantumkan dengan jalan apapun, pada wadah
Alat yang digunakan dalam penelitian lapangan atau pengemas. Pengertian label pangan menurut
melalui angket atau kuisioner serta pedoman Pasal 1 angka 15 UU tentang Pangan jo Pasal 1
wawancara. Sementara sumber data sekunder angka 3 PP tentang Label dan Iklan Pangan
meliputi bahan hukum primer, sekunder dan adalah “Setiap keterangan mengenai pangan
tertier yang relevan dengan objek penelitian. yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi
Data yang diperoleh baik berupa data primer keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
maupun data sekunder kemudian dianalisis pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
secara kualitatif yaitu dengan teknik interpretasi pada, atau merupakan bagian kemasan pangan”.
(theoretical interpretation) yaitu penafsiran Kewajiban pencantuman label pada pangan
berdasar teori yang ada dan peraturan atau norma kemasan terdapat pada Pasal 30 ayat 1 UU No 7

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 87
Tahun 1996 tentang Pangan yang menyatakan Makanan (Badan POM).
bahwa setiap orang yang memproduksi atau Sertifikat halal mempunyai perspektif
memasukkan ke dalam wilayah Indonesia ekonomi yang luas dimana kalau ditinjau dari sisi
makanan yang dikemas untuk diperdagangkan produsen sertifikat halal mempunyai peran antara
wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan lain :
atau di kemasan pangan. 1. sebagai pertanggungjawaban produsen
Keterangan yang harus dicantumkan dalam kepada konsumen muslim, mengingat
label pada Undang – Undang Nomor 36 Tahun masalah halal merupakan bagian dari
2009 tentang Kesehatan dan Peraturan prinsip hidup muslim,
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Label 2. meningkatkan kepercayaan dan
dan Iklan Pangan terdapat kesamaan yakni terdiri kepuasan konsumen,
dari lima unsur antara lain memuat nama produk, 3. meningkatkan citra dan daya saing
daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau perusahaan, dan
isi bersih, nama dan alamat pihak yang 4. sebagai alat pemasaran serta untuk
memproduksi atau memasukkan pangan ke memperluas area pemasaran.
dalam wilayah Indonesia, dan tanggal, bulan dan http://lppommuikaltim.multiply.com/jo
tahun kadaluarsa. urnal/item/14/Sertifikasi_dan_Labelisas
Sedangkan Undang – Undang Nomor 7 i_Halal.
Tahun 1996 tentang Pangan yang merupakan Perlindungan konsumen mengandung aspek
ketentuan payung tentang pangan memuat hukum, dimana materi yang mendapatkan
kewajiban pencantuman label pada pangan yang perlindungan bukan sekedar fisik, justru lebih
dikemas minimal enam unsur, dimana unsur pada perlindungan yang bersifat abstrak. Artinya
yang satunya adalah keterangan tentang halal. perlindungan konsumen identik dengan
Keterangan atau label halal pada suatu produk perlindungan yang diberikan hukum terhadap
dapat menjadi acuan bagi konsumen Muslim hak-hak konsumen. Hak adalah kepentingan
untuk memilih dan membeli produk tersebut. yang dilindungi oleh hukum, sedangkan
Menurut ketentuan yang berlaku, sertifikat kepentingan adalah tuntutan perorangan atau
halal merupakan syarat untuk mencantumkan kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
label halal yang merupakan kewenangan dari Kepentingan pada hakekatnya mengandung
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM hukum dalam melaksanakannya (Sudikno
MUI) berdasarkan SK Kep-018/MUI/1989 Mertokusumo, 2003 : 43).
tanggal 6 Januari 1989. Sertifikasi halal dan Ada tiga pengertian konsumen, yakni
labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang pengertian konsumen dalam arti umum,
berbeda tetapi mempunyai keterkaitan satu sama konsumen antara dan konsumen akhir.
lain. Sertifikasi halal dapat didefinisikan sebagai Konsumen dalam arti umum yakni pemakai,
suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk pengguna dan/atau pemanfaat barang dan /atau
mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi jasa untuk tujuan tertentu. Konsumen antara
suatu perusahaan telah memenuhi ketentuan halal. yakni pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah barang dan/atau jasa untuk diproduksi
diterbitkannya sertifikat halal apabila produk yang (produsen) menjadi barang dan/atau jasa lain
dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai atau untuk memperdagangkannya (distributor),
produk halal. Tujuan akhir dari sertifikasi halal dengan tujuan komersial. Konsumen antara sama
adalah adanya pengakuan secara legal formal dengan pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud
bahwa produk yang dikeluarkan telah memenuhi dengan konsumen akhir adalah pemakai,
ketentuan halal. pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau
Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri
atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan
menunjukkan bahwa produk yang dimaksud tidak untuk diperdagangkan kembali (Az
berstatus sebagai produk halal. Di Indonesia Nasution, 2003 : 2).
lembaga yang otoritatif melaksanakan Sertifikasi Pengertian konsumen dalam Undang –
Halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak hanya
Pengkajian Pangan Obat-obatan, dan Kosmetika terbatas pada pembeli, istilah yang dipergunakan
(LPPOM). Sedangkan kegiatan labelisasi halal dalam Pasal 1 butir 2 UUPK adalah pemakai.
dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan Hal tersebut menunjukkan bahwa barang dan

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 88
atau jasa tidak harus sebagai hasil transaksi jual 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani
beli, tetapi setiap orang (perorangan atau badan secara benar dan jujur serta tidak
kegiatan/usaha) yang mengkonsumsi atau diskriminatif,
memakai suatu produk. Apakah produk tersebut 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,
didapat dari transaksi jual beli atau suatu ganti rugi dan atau penggantian, apabila
peralihan lain, hal tersebut dikatakan konsumen barang dan atau jasa yang diterima tidak
(NHT.Siahaan, 2005 : 25). sesuai dengan perjanjian atau tidak
Setiap orang, pada suatu waktu, dalam sebagaimana mestinya,
posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti peraturan perundang -undangan
menjadi konsumen untuk suatu produk barang lainnya.
atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini Dalam pemenuhan kebutuhannya,
pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai konsumen selalu berhadapan dengan produsen
kelemahan pada konsumen, sehingga konsumen sebagai fihak pembuat atau penghasil suatu
tidak mempunyai kedudukan yang aman. Oleh barang. Terdapat hubungan yang saling
karena itu secara mendasar konsumen interdependen antara produsen dan konsumen
membutuhkan perlindungan hukum yang yang merupakan fihak yang membutuhkan suatu
sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya barang yang dihasilkan produsen. Sedangkan
kedudukan konsumen pada umumnya produsen membutuhkan konsumen sebagai fihak
dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha yang menerima atau membutuhkan barang-
(produsen) yang lebih kuat dalam banyak hal. barang yang dihasilkan.
Upaya pemerintah untuk melindungi Menurut Pasal 1 angka 3 UUPK, tidak
konsumen dari produk yang merugikan dapat memakai istilah produsen tetapi memakai istilah
dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi, pelaku usaha yang mempunyai arti kurang lebih
serta mengendalikan produksi, distribusi, dan sama dengan produsen. Pengertian pelaku usaha
peredaran produk sehingga konsumen tidak yang dimaksudkan dalam UUPK adalah sebagai
dirugikan. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai berikut ”Pelaku usaha adalah setiap orang
dan kebijakan yang akan dilaksanakan, maka perorangan atau badan usaha, baik yang
langkah-langkah yang dapat ditempuh berbentuk badan hukum maupun bukan badan
pemerintah antara lain : registrasi dan penilaian, hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
pengawasan produk, pengawasan distribusi, melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
pembinaan dan pengembangan usaha, negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
peningkatan dan pengembangan prasarana dan bersama-sama melalui perjanjian
tenaga (Janus Sidabalok, 2006 : 24). menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai
Pasal 4 dalam UUPK disebutkan tentang bidang ekonomi”.
hak-hak konsumen yaitu : Produsen tidak hanya diartikan sebagai
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan fihak pembuat/pabrik yang menghasilkan produk
keselamatan dalam mengkonsumsi saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan
barang dan atau jasa. penyampaian/peredaran produk hingga sampai
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan ke tangan konsumen. Dengan perkataan lain,
barang dan atau jasa sesuai dengan nilai dalam konteks perlindungan konsumen,
tukar dan kondisi serta jaminan yang produsen diartikan secara luas. Sebagai contoh,
dijanjikan, dalam hubungannya dengan produk makanan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, hasil industri (pangan olahan), maka
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan produsennya adalah mereka yang terkait dalam
barang dan atau jasa, proses pengadaan makanan hasil industri
4. Hak untuk didengar pendapat dan (pangan olahan) itu hingga sampai ke tangan
keluhannya atas barang dan atau jasa konsumen. Mereka itu adalah : pabrik (pembuat),
yang digunakan, distributor, eksportir atau importir dan pengecer,
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, baik yang berbentuk badan hukum ataupun
perlindungan, dan upaya penyelesaian bukan badan hukum (Az. Nasution, 2003 : 7).
sengketa perlindungan konsumen secara Kewajiban pelaku usaha di atur dalam
patut, Pasal 7 UUPK :
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan 1. Beritikad baik dalam melakukan
pendidikan konsumen, usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 89
dan jujur mengenai kondisi jaminan teori : prinsip let the buyer beware (pelaku usaha
barang dan atau jasa serta memberikan dan konsumen adalah dua fihak yang sangat
penjelasan penggunaan, perbaikan, dan seimbang, sehingga tidak perlu ada proteksi
pemeliharaan; apapun bagi si konsumen), the due care theory
3. Memperlakukan dan melayani (pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk
konsumen secara benar dan jujur serta berhati-hati dalam memasyarakatkan produk,
tidak diskriminatif; baik barang maupun jasa), the privity of contract
4. Menjamin mutu barang dan atau jasa (pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk
yang diproduksi dan atau melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat
diperdagangkan berdasarkan standar dilakukan jika di antara mereka telah terjalin
mutu barang dan atau jasa yang berlaku; suatu hubungan kontraktual), serta prinsip
5. Memberikan kesempatan kepada kontrak bukan merupakan syarat (kontrak bukan
konsumen untuk menguji dan atau lagi merupakan syarat untuk menetapkan
mencoba barang dan atau jasa tertentu eksistensi suatu hubungan hukum) (Shidarta,
serta memberi jaminan dan atau garansi 2004 : 61).
atas barang yang dibuat dan atau yang Tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu
diperdagangkan; fihak dalam interaksinya dengan fihak lainnya
6. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan seharusnya dipenuhi manakala akibat dari
atau penggantian atas kerugian akibat kesalahan perbuatannya mengakibatkan kerugian
penggunaan, pemakaian, dan bagi fihak lainnya. Dalam UUPK dikenal
pemanfaatan barang dan atau jasa yang beberapa jenis pertanggungjawaban, yaitu
diperdagangkan; pertanggungjawaban kontraktual (contractual
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan liability), pertanggungjawaban produk (product
atau penggantian apabila barang dan liability), pertanggungjawaban profesional
atau jasa yang diterima atau (profesional liability), dan dalam hal tertentu
dimanfaatkan tidak sesuai dengan menggunakan pertanggungjawaban langsung
perjanjian. (strict liability). Undang – Undang Nomor 8
Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai (UUPK) Pasal 7 butir a menegaskan bahwa
kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta produsen berkewajiban untuk beritikad baik
memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dalam aktifitas produksinya. Menurut UUPK,
dan pemeliharaan juga merupakan hak jika suatu produk merugikan konsumen, maka
konsumen. Ketiadaan informasi atau informasi produsen bertanggungjawab untuk mengganti
yang tidak memadai akan sangat merugikan kerugian yang diderita konsumen. Kewajiban ini
konsumen. Pentingnya penyampaian informasi tetap melekat pada produsen meskipun antara
yang benar terhadap konsumen mengenai suatu pelaku dan korban tidak terdapat persetujuan
produk, agar konsumen tidak salah terhadap terlebih dahulu.
gambaran mengenai suatu produk tertentu. Hasil penelitian ini diketahui bahwa label
Informasi bisa berupa representasi, peringatan halal yang dicantumkan pada produk pangan
maupun instruksi. kemasan yang beredar di pasaran ada tiga
Tujuan perlindungan konsumen dalam bentuk, yakni label halal dengan huruf Latin,
UUPK adalah mengangkat harkat kehidupan huruf Arab dan label/logo halal yang
konsumen, oleh karena itu segala sesuatu yang dikeluarkan oleh MUI. Standar label halal yang
membawa akibat negatif dari pemakaian barang dikeluarkan secara resmi oleh MUI adalah
dan atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas tulisan halal dalam bahasa Arab di dalam logo
yang dilakukan pelaku usaha. Oleh karena itu MUI dan disertai nomor sertifikat halal di
UUPK menentukan berbagai larangan terhadap bawahnya yang terdiri dari empat belas digit
pelaku usaha yang terdapat dalam Pasal 8 angka. Label halal yang dikeluarkan MUI
UUPK antara lain yakni memproduksi dan atau diberikan setelah dilakukan pemeriksaan tentang
memperdagangkan barang dan atau jasa yang kehalalan suatu produk oleh LPPOM MUI.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara Penelitian yang dilakukan terhadap
halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang konsumen muslim terhadap produk pangan
dicantumkan dalam label. kemasan dengan responden sebanyak 100 orang,
Prinsip-prinsip yang muncul tentang dengan penggolongkan dalam kelompok umur
kedudukan konsumen dalam hubungan hukum antara 20 – 30 tahun (14 orang), 30 – 40 tahun
dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau (36 orang), dan 40 – keatas (38 orang).

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 90
Konsumen juga dikelompokkan atas pendidikan pendidikan dan pengetahuan tentang jenis – jenis
dari tingkat SD (6 orang), SMP (7 Orang), SMA( label halal yang beredar. Kelompok konsumen
33 orang) dan Sarjana (43 orang). Tujuannya dengan pendidikan SD dan SMP memilih
untuk mengetahui pengetahuan dan kepedulian pangan halal yang jenis label halalnya dengan
konsumen muslim terhadap label halal pada huruf Latin dan Arab. Kelompok konsumen
pangan kemasan. Ada 100 angket yang dengan pendidikan sarjana sebagian besar
diedarkan, 11 angket rusak karena kesalahan memilih pangan halal kemasan yang berlabel
menjawab maupun tidak dijawab, sehingga resmi dari LPPOM MUI. Jenis label yang
jumlah responden keseluruhan ada 89 orang. menjadi dasar pertimbangan konsumen terdapat
Terhadap pertanyaan apakah konsumen korelasi dengan keyakinan akan kehalalan
memilih produk halal untuk dikonsumsi, maka produk tersebut. Hal ini dibuktikan tingginya
diperoleh hasil bahwa kebutuhan konsumen keyakinan konsumen pada kelompok pendidikan
untuk mengkonsumsi produk halal pada semua sarjana atas produk pangan yang berlabel halal
kelompok umur, mayoritas responden (96,3 %) resmi yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI.
membutuhkan pangan halal untuk dikonsumsi. Sementara pada kelompok konsumen dengan
Kecuali ada satu responden dalam kelompok pendidikan SD dan SMP menyatakan ragu –
umur antara 30 - 40 tahun (2,7 %) yang tidak ragu atas produk pangan yang berlabel halal
selalu memilih pangan halal untuk dikonsumsi. dengan bentuk huruf Latin dan Arab.
Terhadap pertanyaan apakah konsumen Penelitian ini juga dilakukan terhadap empat
melihat terlebih dahulu label halalnya sebelum produsen pangan kemasan yang termasuk
membeli produk pangan kemasan, diperoleh kelompok industri rumah tangga yang telah
hasil bahwa prosentase kelompok responden memperoleh ijin edar dari Pemerintah Daerah
dengan pendidikan formal SD sejumlah 6 orang, setempat (P-IRT). Produsen pangan kemasan
terdapat 50 % (3 responden) senantiasa melihat tersebut mencantumkan label halal dalam
label halalnya terlebih dahulu sebelum produknya tanpa mengajukan sertifikasi halal
memutuskan membeli suatu produk pangan dan perijinan pencantuman label halal terlebih
kemasan. 33,3 % (2 orang) menjawab tidak dahulu kepada LPPOM MUI maupun Balai
melihat terlebih dahulu, sedangkan 1 orang POM.
(16,6) menjawab kadang – kadang. Responden Dalam penelitian ini diketahui bahwa 4
pada pendidikan formal SMP dari 7 responden, produsen pangan (100 %) dalam praktek
71,4 % (5 orang) melihat terlebih dahulu label produksinya melakukan pencantuman label halal
halalnya, dan 2 orang (28,5%) menjawab kadang pada produk pangan kemasan yang dihasilkan.
– kadang. Sedangkan tidak ada responden yang Tanda halal yang dipergunakan yakni 2 produsen
menjawab tidak melihat terlebih dahulu. pangan kemasan mencantumkan tanda halal
Responden dengan dengan pendidikan formal dengan huruf Latin (50 %) dan 2 produsen
SMA mempunyai jumlah tertinggi tingkat pangan kemasan lainnya mencantumkan tanda
kepeduliannya terhadap label halal yakni 25 halal dengan huruf Arab (50 %). Tujuan
orang dari 33 responden (75,7 %) sebelum dicantumkannya label halal dalam produk
memutuskan membeli dan 8 responden (24,2%) pangan kemasannya, 1 produsen (25 %)
kadang – kadang melihat label halalnya sebelum memberi alasan agar produk pangannya laku di
membeli produk pangan kemasan. Sementara itu pasaran. Sementara 3 produsen pangan lainnya
responden dengan pendidikan formal sarjana, (75 %) menyatakan pencantuman label halal
terdapat 29 orang dari 43 responden (67,4 %) pada produk pangannya dengan tujuan untuk
yang memperhatikan label halal, 4 responden melindungi umat Islam. Terhadap pencantuman
(9,3%) menjawab tidak dan 10 orang (23,2%) label halal pada produk pangan kemasan
menjawab kadang – kadang, dan tidak ada tersebut, 4 produsen (100 %) menjawab
responden yang menjawab tidak melihat terlebih terjadinya peningkatan omset produksinya.
dahulu label halalnya sebelum membeli suatu Pencantuman label halal dalam produk pangan
produk pangan. kemasan tanpa terlebih dahulu mengajukan
Terhadap pertanyaan apakah perlu adanya permohonan sertifikasi halal terlebih dahulu ke
suatu tanda tertentu terhadap produk pangan LPPOM MUI, keempat produsen pangan (100
yang tidak halal, sebanyak 85 responden %) tersebut memberi alasan tidak mengetahui
menyatakan perlu (95,5%) dan 4 responden adanya kewajiban untuk mengajukan sertifikasi
menyatakan tidak perlu (4,5%). halal dan dilakukan pemeriksaan terhadap
Penelitian yang dilakukan terhadap produknya terlebih dahulu oleh lembaga yang
konsumen muslim, terdapat korelasi antara berwenang yakni oleh LPPOM MUI sebelum

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 91
mencantumkan label halal dalam produknya. dinyatakan dalam label, etiket atau
Berdasarkan ketentuan yang berlaku prosedur keterangan barang dan atau jasa;
sertifikasi dan labelisasi halal, pertama - tama 2. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi
produsen mengajukan permohonan sertifikat secara halal sebagaimana pernyataan
halal produk pangan ke LPPOM MUI , yang “halal” yang dicantumkan dalam label.
selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan Ketentuan ini mensyaratkan penerapan
pengkajian oleh LPPOM MUI. Hasil ketentuan produksi secara halal sebagaimana
pemeriksaan dan pengkajian LPPOM UI kehalalan yang dinyatakan dalam label untuk
kemudian dimintakan fatwa halal oleh MUI. menciptakan kepastian hukum dan perlindungan
Setelah adanya fatwa MUI ini, baru dapat masyarakat dalam mengkonsumsi atau
diberikan Sertifikat Halal oleh LPPOM MUI menggunakan produk tersebut. berdasarkan
setelah membayar biaya pemeriksaan yang telah ketentuan di atas, pelaku usaha/produsen
ditentukan bagi produk yang lulus uji. dilarang untuk memperdagangkan barang dan
Pemeriksaan dilakukan terhadap bahan-bahan atau jasa tersebut, serta wajib menariknya dari
yang digunakan untuk memproduksi suatu peredaran.
produk pangan, cara produksi, administrasi dan Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 69
manajemen. Pemeriksaan terhadap produk Tahun 1996 tentang Label dan Iklan Pangan
pangan yang dimintakan sertifikasi ini, dapat sebagai pelaksanaan dari Undang – Undang
dilakukan bersama-sama dengan Badan POM Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
yang melakukan pemeriksaan mengenai Cara menyatakan bahwa tidak hanya masalah yang
Produksi Pangan yang Baik dan Mutu Pangan. berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu
Kemudian produk dapat dimintakan labelisasi diinformasikan secara benar dan tidak
kepada Badan POM termasuk keterangan halal, menyesatkan melalui label dan iklan pangan,
sehingga syarat Sertifikat Halal merupakan namun perlindungan secara batiniah perlu
syarat mutlak untuk mencantumkan label halal. diberikan kepada mayoritas masyarakat Islam
Memperhatikan bahwa konsumen senantiasa yang merupakan jumlah terbesar dari penduduk
memilih produk pangan yang berlabel halal Indonesia yang secara khusus dan non
untuk dikonsumsi, sementara banyak produk diskriminasi perlu dilindungi melalui pengaturan
pangan yang beredar di pasaran yang berlabel halal. Bagaimanapun kepentingan agama atau
halal tanpa pemeriksaan dan pengujian terlebih kepercayaan lainnya tetap dilindungi melalui
dahulu oleh pihak yang berwenang, belum tanggung jawab pihak yang berproduksi atau
menjamin bahwa produk tersebut halal. Hal ini memasukkan pangan ke dalam wilayah
membuktikan bahwa hak-hak konsumen muslim Indonesia untuk diperdagangkan.
yang diatur oleh ketentuan undang – undang Berdasarkan penelitian di atas, faktor – faktor
belum dilindungi secara maksimal. yang menjadi hambatan terhadap labelisasi halal
Produsen pangan kemasan tersebut telah atas produk pangan kemasan dalam memberikan
melanggar ketentuan dalam Pasal 7 Undang – perlindungan konsumen adalah :
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang 1. Dasar hukum terhadap label pangan
Perlindungan Konsumen mengenai kewajiban halal masih lemah.
pelaku usaha/produsen antara lain yakni adanya Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1996
itikad baik dalam melakukan kegiatan usaha, tentang Pangan (UU Pangan)
memberikan informasi yang benar, jelas dan mewajibkan adanya label pada produk
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan pangan yang dikemas dengan tujuan
atau jasa serta menjamin mutu barang dan atau untuk diperdagangkan baik diproduksi
jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan di Indonesia atau pangan yang
berdasarkan standar mutu barang dan atau jasa dimasukkan ke dalam wilayah
yang berlaku. Kewajiban pelaku usaha/produsen Indonesia. Istilah “sekurang –
di atas juga merupakan hak konsumen yang kurangnya” pada Pasal 30 ayat 2 UU
harus dipenuhi. Pangan, mengandung arti bahwa label
Menurut Pasal 8 Undang – Undang Nomor 8 setidaknya memuat keterangan minimal
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, : a. nama produk; b. daftar bahan yang
produsen dalam melakukan kegiatan usahanya digunakan; c. berat bersih atau isi
dilarang untuk memproduksi barang dan atau bersih; d. nama dan alamat pihak yang
jasa antara lain : memproduksi atau memasukkan pangan
1. Tidak memenuhi dan tidak sesuai ke dalam wilayah Indonesia; e.
dengan kondisi, jaminan sebagaimana keterangan tentang halal; f. dan

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 92
tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. membuat pernyataan tersebut
Kata “sekurang – kurangnya” termasuk bertanggung jawab atas kebenaran
“keterangan tentang halal” menurut pernyataan itu. Menurut peraturan
Pasal 30 ayat 2 huruf e UU Pangan di perundang – undangan di atas,
atas, termasuk salah satu keterangan pencantuman label halal pada produk
yang wajib dicantumkan dalam label pangan kemasan diserahkan kepada
pangan kemasan. Tetapi hal tersebut produsen pangan. Tetapi ketika
kontradiksi dengan penjelasan Pasal 30 produsen mencantumkan label halal
ayat 2 huruf e UU Pangan, yang dalam produknya, maka ia bertanggung
menyatakan bahwa pencantuman jawab atas kehalalan produk tersebut,
keterangan halal pada label pangan, dengan kewajiban harus melakukan
baru merupakan kewajiban apabila pemeriksaan terlebih dahulu kepada
setiap orang yang memproduksi pangan pihak yang berwenang. Kebenaran suatu
dan atau memasukkan pangan ke dalam pernyataan halal pada label pangan
wilayah Indonesia untuk tidak hanya dibuktikan dari segi bahan
diperdagangkan menyatakan bahwa baku, bahan tambahan pangan, bahan
pangan yang bersangkutan adalah halal bantu yang digunakan dalam
bagi umat Islam. Keterangan yang sama memproduksi pangan, tetapi juga dalam
terdapat pada penjelasan Pasal 10 ayat 1 proses produksinya. Perkembangan
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun teknologi pangan yang semakin
1999 tentang Label dan Iklan Pangan kompleks dimana suatu produk tidak
(PP Label dan Iklan Pangan). Sementara hanya terdiri dari bahan baku saja,
menurut Pasal 3 ayat 2 PP Label dan menyebabkan tidak setiap orang
Iklan Pangan, keterangan mengenai mengetahui halal tidaknya bahan
pangan yang dicantumkan dalam label tersebut termasuk dalam hal ini
hanya terdiri : a. Nama produk; b. produsen sendiri. Diperlukan suatu
Daftar bahan yang digunakan; c. Berat keahlian tertentu di bidang tersebut dan
bersih atau isi bersih; d. Nama dan pengetahuan tentang ketentuan halal
alamat pihak yang memproduksi atau dalam agama Islam.
memasukkan pangan ke dalam wilayah 2. Adanya anggapan proses sertifikasi
Indonesia;dan e. Tanggal, bulan dan mahal karena dibebankan produsen,
tahun kadaluarsa. Keterangan tentang serta prosedur lama, rumit dan berbelit-
“halal” sebagaimana yang terdapat belit.
dalam Pasal 30 ayat 2 huruf e UU Adanya syarat-syarat yang harus
Pangan bukan merupakan keterangan dilakukan produsen sebelum
tentang pangan yang harus dicantumkan dilakukannya pemeriksaan,
dalam label. Peraturan yang mengatur menimbulkan keengganan produsen
ketentuan tentang label halal tidak untuk melakukan pengajuan untuk
konsisten antara Pasal dan penjelasan sertifikat halal karena waktu bagi
dalam UU Pangan, termasuk produsen adalah uang. Hal ini
pelaksanaan undang – undangnya yakni disebabkan adanya pihak ketiga (calo)
PP Label dan Iklan Pangan. yang sengaja mengulur-ulur waktu
Memperhatikan Pasal – Pasal di atas, sehingga memberi kesan sulit dan harus
memberi pengertian bahwa dengan mengeluarkan biaya mahal.
pencantuman label halal pada pangan Anggapan bahwa prosedur lama juga
kemasan bersifat sukarela, namun dikarenakan dalam pencantuman label
apabila setiap orang yang memproduksi halal pada produk pangan kemasan,
atau memasukkan pangan ke dalam terdapat dua lembaga terkait yakni Balai
wilayah Indonesia untuk Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
diperdagangkan menyatakan sebagai dan LPPOM MUI, sehingga produsen
produk yang halal sesuai ketentuan, ia beranggapan bahwa prosedur sertifikasi
wajib mencantumkan tulisan halal pada dan labelisasi halal memakan waktu
label produknya. Dengan pencantuman yang lama dan prosedur yang rumit dan
keterangan halal pada label pangan, berbelit – belit. Balai Pengawas Obat
dianggap telah terjadi pernyataan dan Makanan (BPOM) berwenang
dimaksud dan setiap orang yang untuk memeriksa Cara Produksi

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 93
Makanan yang Baik (CPMB) yang kehalalan yang dinyatakan dalam label
merupakan salah satu faktor yang untuk menciptakan kepastian hukum
penting untuk memenuhi standar mutu dan perlindungan masyarakat dalam
atau persyaratan yang ditetapkan untuk mengkonsumsi atau menggunakan
pangan. CPMB sangat berguna bagi produk tersebut. Untuk menghilangkan
kelangsungan hidup industri pangan keraguan di kalangan umat Islam
baik yang berskala kecil, sedang, terhadap kebenaran pernyataan halal
maupun yang berskala besar. Melalui tersebut, demikian juga untuk
CPMB ini, industri pangan dapat kelangsungan atau kemajuan usahanya,
menghasilkan pangan yang bermutu, maka produk pangan tersebut harus
layak dikonsumsi dan aman bagi diperiksa terlebih dahulu kepada
kesehatan. Dengan menghasilkan lembaga yang berwenang yakni Majelis
pangan yang bermutu dan aman untuk Ulama Indonesia yang dalam hal ini
dikonsumsi, maka masyarakat pada dilakukan oleh Lembaga Pengkajian
umumnya akan terlindung dari Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika
penyimpangan mutu pangan dan bahaya Majelis Ulama Indonesia (LPPOM
yang mengancam kesehatan. Sementara MUI) yang akan melakukan
label halal yang dicantumkan dalam pemeriksaan dan pengkajian yang
suatu produk pangan dalam kemasan meliputi bahan, proses dan
harus didasarkan atas sertifikat halal produknya.Dalam prakteknya produsen
yang dimiliki oleh produk yang mencantumkan label halal pada produk
bersangkutan dimana sertifikat halal pangan kemasan tanpa mengajukan
tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang pemeriksaan terlebih dahulu kepada
berwenang yaitu LPPOM MUI. Hasil pejabat berwenang. Tujuannya agar
pemeriksaan kemudian dirapatkan di produk tersebut laku dijual, dikarenakan
LPPOM MUI, jika tidak ada masalah mayoritas konsumen di Indonesia
maka hasil pemeriksaan dibawa ke beragama Islam yang akan memilih
Komisi Fatwa MUI untuk diperiksa pangan kemasan yang berlabel halal
kembali dan jika tidak ada masalah untuk dikonsumsinya. Hal ini
maka MUI akan mengeluarkan sertifikat dikarenakan belum tingginya kesadaran
halal untuk produk yang didaftarkan hukum di kalangan produsen akibat
tersebut. Berdasarkan sertifikat halal ketidaktahuan produsen terhadap
inilah kemudian Badan POM akan peraturan yang berlaku yang
mengizinkan pencantuman label halal mewajibkan pemeriksaan terlebih
pada produk yang didaftarkan. dahulu kepada pihak yang berwenang
3. Kurangnya kesadaran hukum produsen terkait dengan pencantuman label halal
pangan kemasan dalam produk pangan
Undang – Undang Nomor 8 Tahun kemasannya.Pencantuman label halal
1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam produk pangan kemasan tanpa
(UU Perlindungan Konsumen) pada melalui proses pemeriksaan terlebih
Bab IV Pasal 8 ayat 1 huruf h, mengatur dahulu kepada LPPOM MUI
tentang perbuatan yang dilarang bagi merupakan perbuatan yang dilarang
pelaku usaha, antara lain pelaku usaha oleh undang – undang. Terhadap
dilarang memproduksi dan atau pelanggaran ketentuan Pasal 8 ayat 1
memperdagangkan barang dan atau jasa huruf h UU Perlindungan Konsumen
yang tidak mengikuti ketentuan tersebut, produsen diancam pidana
berproduksi secara halal sebagaimana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pernyataan “halal” yang dicantumkan pidana denda paling banyak dua milyar
dalam label. Pencantuman label halal rupiah (Pasal 62 UU Perlindungan
bersifat sukarela, tetapi ketika produsen Konsumen). Pasal 63 UU Perlindungan
telah mencantumkan label halal dalam Konsumen menyatakan bahwa terhadap
produk pangan kemasannya, maka ia sanksi pidana sebagaimana dimaksud
bertanggungjawab terhadap kebenaran dalam Pasal 62, dapat dijatuhi hukuman
pernyataan tersebut. Ketentuan ini tambahan berupa : a. perampasan
mensyaratkan penerapan ketentuan barang tertentu, b. pengumuman
produksi secara halal sebagaimana putusan hakim, c. pembayaran ganti

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 94
rugi, d. perintah penghentian kegiatan konsumen muslim terhadap pangan
tertentu yang menyebabkan timbulnya halal, menyebabkan banyak produsen
kerugian konsumen, e. kewajiban pangan tidak melakukan proses
penarikan barang dari peredaran atau, f. produksi halal sesuai dengan ajaran
pencabutan izin usaha. agama Islam.
4. Kurang kritisnya konsumen muslim
Mengonsumsi makanan halal dan baik D. Simpulan
merupakan hal yang tak bisa ditawar Berdasarkan hasil penelitian dan
oleh seorang Muslim, kecuali dalam pembahasan yang telah dilakukan, maka ditarik
keadaan darurat. Islam memandu kesimpulan sebagai berikut :
umatnya untuk hanya mengomsumsi 1. Labelisasi halal atas produk pangan
yang halal dan baik. Meski dalam kemasan belum memberikan
kenyataannya, banyak umat Islam perlindungan secara maksimal terhadap
mengabaikan hal ini. Mereka jarang hak konsumen muslim, yakni hak atas
bersikap kritis pada makanan yang kenyamanan dalam mengkonsumsi
mereka konsumsi. Konsumen barang, hak untuk memilih dan
seharusnya sebelum mengkonsumsi mendapatkan barang yang sesuai
produk pangan harus memperhatikan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
bahwa pada setiap kemasan sebuah dan hak atas informasi yang benar,
produk terdapat nomor pendaftaran baik jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
pada Departemen Kesehatan maupun jaminan suatu barang. Hal ini karena
Badan Pengawasan Obat dan Makanan masih terdapat pencantuman label halal
(BPOM), yang mengindikasikan bahwa yang dilakukan oleh produsen pangan
produk tersebut sehat untuk dikonsumsi. kemasan tanpa mengajukan sertifikat
Untuk produk dalam negeri nomor halal terlebih dahulu ke LPPOM MUI.
pendaftaran diawali dengan huruf MD. 2. Hambatan – hambatan dalam labelisasi
Sedangkan produk luar negeri tertera halal atas produk pangan kemasan
huruf ML yang disertai serangkaian dalam memberikan perlindungan
nomor. Apabila tak ada nomor konsumen muslim sebagai berikut :
pendaftaran pada kemasan, dapat a. Dasar hukum terhadap label pangan
disimpulkan bahwa itu merupakan halal masih lemah, karena
produk ilegal. Selain nomor pencantuman label halal pada
pendaftaran, konsumen harus produk pangan kemasan bersifat
memperhatikan label halal pada sukarela dan diserahkan kepada
kemasan produk tersebut. Apabila tidak produsen.
ada label halalnya produk tersebut b. Adanya anggapan proses sertifikasi
diragukan kehalalannya. Konsumen mahal serta prosedur lama, rumit
juga harus menelusuri produk mana saja dan berbelit-belit karena syarat-
yang telah mendapatkan sertifikat halal syarat yang harus dipenuhi
dari LP POM MUI. Sekalipun telah produsen dan adanya pihak ketiga
terdapat panduan bagi setiap muslim (calo) yang sengaja mengulur-ulur
untuk mengkonsumsi pangan yang sehat waktu sehingga memberi kesan
dan halal, tetapi konsumen muslim sulit dan harus dengan
jarang memperhatikan hal di atas. Hal mengeluarkan biaya mahal.
ini disebabkan karena pertama, c. Kurangnya kesadaran hukum
pengetahuan umat Islam yang minim produsen pangan kemasan terhadap
akan produk halal. Penyebab kedua, adanya kewajiban penerapan
adalah bahwa umat Islam tidak ketentuan produksi secara halal
mempedulikan apa yang mereka sebagaimana kehalalan yang
konsumsi. Penduduk Indonesia dinyatakan dalam label untuk
mayoritas beragama Islam, seharusnya menciptakan kepastian hukum dan
mempunyai posisi tawar yang lebih perlindungan masyarakat.
tinggi terhadap produsen dalam d. Kurang kritis dan lemahnya posisi
pemenuhan produk pangan halal yang tawar konsumen muslim terhadap
wajib di konsumsi. Tetapi dalam pemenuhan produk pangan halal
kenyataannya kurang kritisnya yang wajib di konsumsinya,

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 95
sehingga banyak produsen pangan b. Prosedur sertifikasi dan labelisasi halal
tidak melakukan proses produksi dilaksanakan dengan prinsip murah, cepat
halal sesuai dengan ajaran agama dan prosedur yang mudah.
Islam. c. Perlu sosialisasi secara intensif untuk
meningkatkan kesadaran hukum baik
E. Saran produsen maupun konsumen dalam
a. Perlu adanya peraturan perundang – berproduksi dan mengkonsumsi produk
undangan yang menjamin secara tegas pangan yang halal.
tentang perlindungan konsumen muslim
atas produk pangan kemasan.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 96
DAFTAR PUSTAKA

Az Nasution, 2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999 LN
1999 Nomor. 44, Jakarta : MAPPI FH UI.

Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti.
NHT. Siahaan, 2005, Hukum Konsumen, Jakarta : Panta Rei.
Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Grasindo

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

http://lppommuikaltim.multiply.com/journal/item/14/Sertifikasi_dan_Labelisasi_Halal diakses tanggal 23


Februari 2011

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Label Halal pada Produk Pangan... 97

Anda mungkin juga menyukai