Anda di halaman 1dari 31

1

TUGAS MATA KULIAH

MAKALAH

PENERAPAN ASAS CONTRADICTOIRE DELIMITATIE DALAM


PROSES PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN
KOTA JAMBI

FENNY NAILI RIZKY


NPM.

UNIVERSITAS JAYABAYA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

2022
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
......................................................................................................1
B. Perumusan Masalah ......................................................................
......................................................................................................7
C. Tujuan Pembahasan ......................................................................
......................................................................................................7
D. Metode Penelitian .........................................................................
......................................................................................................8
BAB II PEMBAHASAN
A. Penerapan asas Kontradiktur Delimitasi
(Contradictoire Delimitatie) dalam proses pendaftaran
tanah di Kantor Pertanahan Kota Jambi........................................
9
B. Akibat hukum apabila penerapan asas Kontradiktur
Delimitasi dalam pendaftaran tanah di Kantor
Pertanahan Kota Jambi belum terlaksana......................................
19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................
.....................................................................................................24
3

B. Saran..............................................................................................
.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
1

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Penerapan Asas Contradictoire Delimitatie Dalam
Proses Pendaftaran Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Jambi”, sebagai tugas
perkuliahan Hukum Perikatan dan Kontrak.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen mata kuliah Hukum Perikatan dan
Kontrak yang telah membimbing kami serta, tidak lupa saya ucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan makalah
ini.
Dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesulitan. Oleh karena itu,
penulis, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Kritik dan saran yang membangun selalu penulis nantikan, demi perbaikan dan
pembangunan penyusunan makalah selanjutnya.

( Penulis )

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum

mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, maka Pemerintah Republik

Indonesia membuat suatu peraturan perundang-undangan mengenai

pertanahan yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan pada tanggal

24 September 1960, yang dikenal dengan UUPA. Untuk memberikan hak atas

suatu bidang tanah, diperlukan sebuah proses pendaftaran tanah. Secara

umum, pendaftaran tanah diatur di dalam Pasal 19 UUPA. Selain itu,

pendaftaran tanah juga diatur secara khusus di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian digantikan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

dinyatakan bahwa tujuan dilakukannya pendaftaran tanah adalah pertama,

untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan; kedua, untuk menyediakan informasi

kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan


2

mudah, dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan

hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang

sudah terdaftar; ketiga, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Tahapan kegiatan pendaftaran tanah seperti yang disebutkan dalam

Pasal 19 UUPA meliputi: a) Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah; b)

Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan c) pemberian

surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran untuk

pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 11

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kegiatan pendaftaran untuk

pertama kali meliputi: 1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik 2.

Pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan sertipikat, penyajian data fisik

dan data yuridis, penyimpanan daftar umum dan dokumen. Kegiatan

pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan pengukuran dan

pemetaan, termasuk di dalamnya adalah pembuatan peta dasar pendaftaran,

penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-

bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, serta

pembuatan Surat Ukur. Pengukuran dan pemetaan yang dimaksud adalah

dilaksanakan bidang demi bidang demi satuan wilayah desa/kelurahan.

Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang

tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas Kontradiktur

Delimitasi (Contradictoire Delimitatie) atau Kontradiktur Delimitasi.

Kemudian, kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi: 1.


3

Pendaftaran perubahan dan pembebanan hak; 2. Pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanah lainnya. Dari serangkaian proses pendaftaran tanah diatas,

tahap pengukuran adalah tahap yang paling penting dalam proses pendaftaran

tanah.

Sebelum proses pengukuran dilaksanakan, terlebih dahulu harus

dipastikan bahwa tanda batas antara tanah yang akan dijaminkan haknya

dengan tanah yang berada disebelahnya telah terpasang batas pada setiap

sudut bidang tanah yang akan diukur, seperti yang telah penulis jelaskan

tersebut diatas. Sebagaimana diketahui bahwa dalam tahap pemasangan tanda

batas pemilik tanah wajib untuk memelihara.

Hal tersebut dimaksudkan agar menghindari terjadinya perselisihan

atau sengketa mengenai batas tanah dengan para pemilik tanah yang

berbatasan. Penetapan batas tersebut dilakukan oleh pemilik tanah dan para

pemilik tanah yang berbatasan secara kontradiktur atau secara teori disebut

asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie).

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, termuat sebuah

Asas yang mewajibkan pemegang Hak atas Tanah untuk memperhatikan

Penempatan, Penetapan dan Pemeliharaan batas tanah berdasarkan persetujuan

pihak-pihak yang berkepentingan yang dalam hal ini adalah tetangga

berbatasan. Asas yang dimaksud adalah Asas Kontradiktur Delimitasi/

Contradictoire Delimitatie yang merupakan langkah awal untuk menghindari

adanya sengketa Pertanahan dalam Proses Pendaftaran Tanah itu sendiri.


4

Asas Contradictoire Delimitatie, mewajibkan calon pemegang hak

untuk memasang tanda batas pada setiap titik sudut batas dan disetujui oleh

pihak yang berbatasan serta harus ada penetapan batasnya terlebih dahulu

sebelum dilakukan pengukuran dalam rangka Pendaftaran Tanah oleh

Pemerintah yang dalam hal ini kewenangannya dilimpahkan kepada Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN. RI) dengan Kantor Wilayah-

Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan-Kantor Pertanahannya yang tersebar

diseluruh wilayah Indonesia. Secara Nasional ketentuan yang mengatur

tentang tanda batas, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997tentang Pendaftaran Tanah pada:

Pasal 17 :

1) Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran


tanah, bidang- bidang tanah yang akan dipeta-kan diukur, setelah
ditetapkan letaknya, batas batasnya dan menurut keperluannya
ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang
bersangkutan
2) Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara
sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan
penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan.
3) Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaan-nya, wajib
dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
4) Bentuk, ukuran, dan teknis penempatan tanda batas ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 18

(1) Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu
hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum
ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi
yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya,
dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas
5

tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para


pemegang hak atas tanah yang ber-batasan.
(2) Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru
dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atau atas penunjukan instansi yang berwenang.
(3) Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau
oleh Kepala Kantor Pertanahan memperhatikan batas-batas bidang
atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau
gambar situasi yang bersangkutan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dituangkan dalam suatu berita acara yang ditanda tangani oleh
mereka yang memberikan persetujuan.

Dalam tahap meletakkan tanda batas ini harus disaksikan oleh pejabat

atau aparat yang mengetahui atau memiliki data para pemilik tanah yang

berbatasan. Data ini dimiliki oleh Kepala Desa atau Kelurahan, oleh sebab itu

pelaksanaan asas ini wajib disaksikan oleh aparat desa atau kelurahan. Asas

Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie) dibuktikan dengan surat

pernyataan yang ditandatangani oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung

dan dilengkapi tanda tangan dari Kepala Desa atau Kelurahan. Selain itu, para

pemilik tanah yang berbatasan secara langsung juga menandatangani Daftar

Isian 201 yang diperoleh dari Kantor Pertanahan. Kedua bukti tersebut

merupakan syarat untuk mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor

Pertanahan sebagai tahap awal dalam proses pendaftaran tanah maupun

peralihan hak. Tanpa adanya dua syarat yang merupakan proses awal dalam

pendaftaran tanah tersebut, maka kantor pertanahan tidak akan melakukan

pengukuran.

Asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie) merupakan

hal yang sangat penting untuk seorang pemilik tanah yang ingin mengajukan
6

proses pendaftaran tanah. Namun, serangkaian ketentuan hukum mengenai

pendaftaran tanah yang telah diselenggarakan oleh Pemerintah tersebut masih

belum tuntas dan menemui berbagai permasalahan. Seperti dalam tahapan

sebelum pengukuran yang berhubungan dengan pemasangan tanda batas atau

disebut sebagai asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie).

Banyak hambatan yang menyebabkan asas Kontradiktur Delimitasi

(Contradictoire Delimitatie) tidak berjalan sesuai dengan peraturan atau

prosedur yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997. Misalnya, di Kota Jambi.

Kota Jambi memiliki luas sekitar 205,38 km² dengan penduduknya

berjumlah 610.854 jiwa (2018). Dengan luas wilayah tersebut pastilah tanah-

tanah banyak dipergunakan oleh masyarakat, baik untuk tempat tinggal, usaha

atau sarana umum lain seperti gedung sekolah, rumah sakit, dan kantor-kantor

pemerintahan daerah. Luas wilayah Kota Jambi yang mencapai 205,38 km²

tidak membuat Kota Jambi lepas dari suatu masalah pertanahan. Banyak

masalah pertanahan yang terjadi di Kota Jambi, misalnya masalah tanah

warisan, sertipikat ganda, tidak diterapkannya asas Kontradiktur Delimitasi

(Contradictoire Delimitatie), dan lain-lain.

Kasus persengketaan tanah berupa batas tanah yang masuk ke kantor

Pertanahan Kota Jambi dalam lima tahun belakangan adalah sebanyak 30 (tiga

puluh) kasus. Sehingga 30 (tiga puluh) kasus tersebut dijadikan populasi

dalam penelitian ini. Dari jumlah ini diambil sampel penelitian sebanyak 25%

(empat) kasus yaitu 7 kasus.


7

Masalah mengenai asas kontradiktur delimitasi yang terjadi di Kota

Jambi yaitu karena banyaknya sertipikat yang terbit sebelum munculnya

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1961. Permasalahan tersebut bermula ketika

sertipikat yang mereka punya masih berbentuk Letter C atau buku pepriksan

desa, yang mana surat tanda bukti kepemilikan tanah tersebut belum

dilengkapi dengan adanya gambar atas suatu bidang tanah. Surat tanda bukti

atas tanah yang masih berbentuk Letter C tersebut tidak dapat dijamin

keabsahannya jika belum terdapat gambar atas suatu bidang tanah. Selain

masalah tersebut, banyak juga tanah-tanah di Kota Jambi yang pengukuran

tanahnya kurang memerhatikan asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire

Delimitatie), atau dengan kata lain asas ini dikesampingkan dalam proses

pendaftaran tanah atau peralihan hak.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di latar belakang masalah di

atas, dapat diidentifikasikan perumusan masalah yang akan diteliti, yaitu:

1. Bagaimana penerapan asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire

Delimitatie) dalam proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota

Jambi?

2. Apa akibat hukum apabila penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam

pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Jambi belum terlaksana?

C. Tujuan Pembahasan
8

1. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran berupa

kajian lebih lanjut dalam hal penerapan asas Kontradiktur Delimitasi

(Contradictoire Delimitatie) dalam proses pendaftaran tanah di Kantor

Pertanahan Kota Jambi dan sebagai bahan masukan bagi pihak yang

mempunyai kepentingan.

2. Sebagai tugas ujian akhir semester mata kuliah Hukum Perikatan dan

Kontrak Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas

Jayabaya Mei 2022.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal.

Penelitian hukum doktrinal suatu eksposisi sistematis mengenai aturan yang

menentukan kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara aturan-

aturan, menjelaskan area-area kesulitan dan prediksi pembangunan di masa

mendatang.1

Sumber bahan hukum yang diperoleh dengan cara menginventarisasi

sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-

undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan

norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Teknik analisis dengan

menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan logika deduktif.

1
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 32.
9

BAB II
PEMBAHASAN

A. Penerapan Asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie)


Dalam Proses Pendaftaran Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Jambi

Pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan berdasarkan rencana


kerja yang ditetapkan oleh Menteri sedangkan pendaftaran tanah secara
sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Sebagaimana diatur dalam Lampiran kedua Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang
Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, maka untuk pendaftaran tanah
pertama kali secara sporadik atau permintaan pihak yang berkepentingan maka
harus memenuhi prosedur antara lain ialah: Pendaftaran pertama kali oleh
pemohon diawali dengan persiapan pemohon untuk berkas pendaftaran tanah
di loket pendaftaran Kantor Pertanahan.
Adapun formulir-formulir yang harus diisi oleh pemohon berdasarkan
informasi dari kantor desa/kelurahan dimana objek tanah berada,
antara lain:
a. Surat permohonan kepada kepala kantor pertanahan
kota/kabupaten
b. Surat penguasaan fisik dan berita acara kesaksian bidang tanah
c. Surat pernyataan telah memasang tanda batas
d. Surat keterangan riwayat tanah
e. Surat keterangan tidak dalam sengketa
f. Surat permohonan penegasan konversi
g. Kutipan buku letter C desa
h. Surat pernyataan menerima beda luas dan beda batas
10

Selain mengisi formulir di atas pemohon juga wajib menyertakan


persyaratan lain berupa surat kuasa apabila dikuasakan, identitas diri
atau kartu tanda penduduk (KTP) asli dan fotocopy KTP yang
dilegalisir sesuai aslinya, Identitas tanah berupa verponding Indonesia
(Petuk Pajak Bumi atau girik) atau fotocopy letter C yang telah
dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh kepala desa dan SPPT PBB
tahun berjalan.2
Berdasarkan syarat-syarat di atas berikut ini penjelasan dari masing-
masing poin, yaitu:
Identitas pemohon, berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang
menunjukan nama, alamat, pekerjaan, nomor kartu tanda penduduk dari
pemohon yang di fotocopy sesuai keperluan dan dilegalisir sesuai alamat
identitas pemohon. Kartu Tanda Penduduk harus yang masih berlaku pada saat
melakukan pendaftaran tanah pertama kali. Fotocopy dan legalisir oleh Lurah
yang bersangkutan bertujuan untuk menghindari kecurangan dalam proses
misalnya pemalsuan identitas. Identitas tanah berupa kutipan letter C diisi
pada formulir yang telah disediakan didalam blanko permohonan pengakuan
hak oleh lurah di mana tanah yang akan didaftar berada.
Letter C berupa buku besar yang berisi tentang daftar tanah diwilayah
atau Kelurahan tertentu yang hanya dikuasai oleh lurah bersangkutan,
dokumen Letter C merupakan dokumen rahasia yang tidak sembarang orang
boleh memakai ataupun melihat. Dalam hal ini kutipan atau fotocopy letter C
harus dilegalisir Lurah berisi tentang jenis tanah, nomor buku letter C, nomor
persil, kelas, luas, keterangan serta nama pemilik tanah berdasar buku letter c
tersebut.
Surat permohonan yang ditujukan kepada kepala Kantor Pertanahan di
mana objek tanah yang bersangkutan berada. Di dalam surat
permohonan ini pemohon harus mengisi identitas diri dan identitas
tanah serta mengisi dalam hal apa permohonan ini diajukan. Surat

2
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
11

permohonan ini diajukan beserta lampiran-lampiran yang telah


dijelaskan diatas. Surat keterangan riwayat tanah dibuat dan dilegalisir
oleh kepala desa atau lurah bersangkutan dengan mengacu pada buku
letter C serta informasi dari masyarakat sekitar tentang tanah yang
akan disertifikatkan. Berisi tentang asal usul kepemilikan tanah
sebelum tahun 1960 dan sesudah tahun 1960 yang menjelaskan tentang
nomor buku letter C, nomor Petok D, jenis dan kelas tanah, luas tanah
dan tertulis atas nama siapa.3
Surat pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah dibuat oleh pemohon
pada lembar formulir yang telah disediakan didalam blanko
permohonan pengakuan hak berisi tentang identitas pemohon mulai
dari Nama Umur, Pekerjaan, Nomor KTP, dan Alamat pemohon serta
menjelaskan letak tanah mulai terletak di jalan apa, RT/RW,
Desa/Kelurahan mana dan dipergunakan untuk apa. Selain identitas
pemohon dan identitas tanah tidak lupa harus mencantumkan batas-
batas tanah sebelah utara, sebelah timur, sebelah selatan dan sebelah
barat.4
Pada surat pernyataan penguasaan fisik dan berita acara kesaksian
bidang tanah selain tanda tangan pemohon harus menyertakan saksi-saksi
sebanyak dua orang beserta tanda tangan saksi pada pojok kiri bawah dan
mengetahui kepala desa atau lurah dimana letak tanah yang bersangkutan dan
tidak ketinggalan menyertakan materai Rp. 6000. Surat Pernyataan telah
memasang tanda batas oleh pemohon berisi tentang identitas pemohon serta
identitas tanah serta menyatakan telah memasang tanda batas bidang tanah
yang terbuat dari pipa besi / pipa paralon / kayu / tugu beton / tembok / dan
lain-lain. dan pada pemasangan tanda batas tersebut tidak ada keberatan dari
para pemilik tanah yang berbatasan disertai nama dan tanda tangan atas

3
Bronto Susanto, Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2014, Vol. 10, No.
20, Hlm. 76 – 82.
4
Ibid.
12

persetujuan tanda batas tersebut oleh pemilik yang berbatasan lalu


ditandatangani juga oleh pemohon dan disertai materai sebesar Rp. 6000.5
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan tahun
berjalan yang didapat dari kelurahan dimana letak objek pajak berada dan
berisi nama serta alamat wajib pajak. SPPT PBB ini dikeluarkan oleh dinas
perpajakan melalui kelurahan dan disebar oleh kepala dusun kepada wajib
pajak. SPPT PBB ini dikeluarkan pemerintah berdasarkan buku letter C yang
ada di kantor desa ataupun kantor kelurahan dimana letak objek pajak berada.
Surat Pernyataan bahwa tanah yang dimohon tidak dalam sengketa, tidak
pernah dipindah tangankan kepada pihak lain, tidak terkena UU No. 5 Tahun
1960 dan tidak absentee. Berisi keterangan mengenai riwayat tanah berupa
hak tanah sebelum tanggal 24-9-1960 dan sesudah tahun 1960, letak tanah dan
sebagainya, batas-batas tanah harus menyebutkan batas utara, selatan, timur
dan barat, luas tanah serta jenis tanah. Surat pernyataan ini dibuat oleh kepala
desa atau lurah dan ditandatangani oleh kepala desa atau lurah yang
bersangkutan. Surat Pernyataan menerima beda luas dan beda batas dibuat
oleh pemohon dengan menyertakan identitas pemohon dan identitas tanah.
Pada surat pernyataan ini pemohon harus mencantumkan luas tanah sebelum
di ukur dan setelah diukur oleh petugas BPN dan menyertakan persetujuan
batas bidang tanah tetangga yang bersebelahan lengkap dengan nama dan
tanda tangan para tetangga serta tanda tangan pemohon dilengkapi dengan
materai.6
Setelah formulir-formulir tersebut lengkap terisi maka pemohon
mengajukan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan di loket II yang telah
disediakan untuk melanjutkan proses pendaftaran tanah setelah Pemohon
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau
kota melalui loket II (Pelayanan penerimaan berkas-berkas permohonan
pendaftaran hak). Dari Loket II pemohon akan diarahkan pada loket III yaitu

5
Ibid.

6
YN Adi, Loc. Cit.
13

loket bendahara dan membayar biaya-biaya yang telah ditetapkan Badan


pertanahan Nasional. Pada loket III yaitu bendahara khusus penerimaan,
pemohon diwajibkan untuk membayar biaya-biaya sesuai ketetapan Badan
Pertanahan Nasional antara lain:
1. Biaya pendaftaran
2. Biaya pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah
3. Biaya pengukuran
4. Biaya transport pengukuran
5. Biaya panitia A/tim peneliti tanah
6. Biaya transport panitia A.7
Besaran biaya-biaya dipengaruhi oleh letak objek tanah dengan kantor
BPN, luas objek tanah serta kelas objek tanah. Setelah pemohon membayar
biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional, Pemohon
mendapat bukti pembayaran lalu pemohon dapat menunggu terbitnya sertifikat
hak milik tanah dalam tempo sekurang kurangnya 60 hari setelah proses
permohonan dan pengukuran tanah selesai diserahkan ke Kantor Pertanahan.
Adapun secara rinci daftar isian yang harus dilengkapi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Jo. Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah Bab V Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran.
Sementara pemohon dalam proses menunggu sertifikat tanahnya,
proses pendaftaran tanah akan tetap terus berlangsung yang akan
dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional yaitu pengelolaan dan
penelitian data yuridis. Pengelolaan dan penelitian data yuridis ini
adalah pihak Badan Pertanahan Nasional mengelola dokumen-
dokumen yang pemohon serahkan kepada BPN dan pihak BPN
meneliti apakah lengkap dokumen-dokumen tersebut lalu pihak BPN
melakukan survey ke lapangan tempat objek berada. Survey ke

7
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
14

lapangan tempat objek berada dan pengukuran hanya dapat


dilaksanakan apabila berkas pendaftaran telah lengkap dan tidak ada
yang ditolak oleh pihak BPN, sehingga dari proses tersebut akan
diterbitkan surat tugas kepada petugas pengukuran untuk survey
lapangan.8
Survey lapangan yang dimaksud dalam hal ini, untuk mengetahui
apakah tanah yang hendak didaftarkan oleh pemohon telah pernah
terdaftar sebelumnya atau sebelah menyebelahnya telah memiliki hak
sehingga sebelum turun ke pelaksanaan pengukuran, data-data
pendukung tersebut telah lengkap dan mempersiapkan peralatan
pengukuran.9
Selanjutnya pihak BPN melakukan Pengukuran Bidang Tanah dan
Pembuatan Surat Ukur. Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan
batasbatasnya diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
Untuk memperoleh data yang diperlukan bagi pendaftaran tanah,
bidangbidang tanah yang akan dipetakan diukur setelah ditetapkan tanda batas
disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
Dalam penetapan batas-batas bidang tanah pada pendaftaran tanah
secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan
penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan. Penempatan tanda-tanda batas termasuk
pemeliharaannya, wajib dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan.10
Setelah data-data terkumpul panitia A melakukan identifikasi bukti
pemilikan atau penguasaan dengan kenyataan penguasaan dan penggunaan
tanah lalu panitia A menarik kesimpulan melalui kepala seksi pengukuran dan
8
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
9
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
10
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
15

pendaftaran tanah. Berdasarkan kesimpulan kepala seksi pengukuran dan


pendaftaran tanah maka diadakanlah pengumuman bidang tanah di kantor
Pertanahan dan Kantor Desa dimana objek tanah yang bersangkutan berada
selama 60 (enam puluh) hari berturut-turut. Apabila diantara 60 hari tersebut
terdapat sanggahan terhadap objek tanah yang akan didaftar maka pihak BPN
tidak akan mengeluarkan sertifikat karena sanggahan tersebut merupakan
sengketa tanah yang harus diselsaikan secara musyawarah kekeluargaan atau
melalui penetapan pengadilan. Sebaliknya apabila selama 60 hari
pengumuman tidak ada sanggahan, maka pihak BPN akan melakukan
penerbitan sertifikat. Sebelum melakukan penerbitan sertifikat pihak Kantor
Pertanahan melakukan pengonsepan, pengetikan serta penjilitan buku tanah
dan sertifikat tanah yang akan diterbitkan.
Setelah melakukan pengonsepan, pengetikan serta penjilitan
diserahkanlah pada kepala seksi Hak tanah dan pendaftaran tanah untuk
pengkoreksian setelah dilakukan pengkoreksian maka hal terakhir adalah
tanda tangan kepala kantor Pertanahan dimana letak objek tanah yang
bersangkutan berada. Didalam proses pendaftaran tanah pertama kali ini
jangka waktu mulai dari saat pemohon pertama kali melakukan pendaftaran
sampai dengan selesai adalah 98 hari. Akan tetapi didalam praktek lapangan
jangka waktu dari pertama kali pemohonon mendaftar sampai dengan
sertifikat pemohon jadi adalah 6 bulan – 1 tahun.
Setelah sertifikat selesai maka pemohon akan menerima
pemberitahuan dari kantor Pertanahan yang bersangkutan melalui kantor
Kelurahan ataupun surat yang ditujukan langsung kepada alamat pemohon
sehingga pemohon dapat segera menerima sertifikat tersebut setelah
menunjukkan bukti pembayaran di loket IV yakni penyerahan sertifikat.
Berdasarkan rangkaian prosedur tersebut, maka jelaslah sangat penting
sebelum pengukuran dilakukan terlebih dahulu ditetapkan batas-batas tanah
yang akan diukur, atau pengukuran sebidang tanah harus memenuhi asas
“Kontradiktur Delimitasi”. Jika tidak demikian maka semua kelanjutan dari
pekerjaan itu akan sia-sia. Pengukuran tidak dapat dilaksanakan, demikian
16

juga pembuatan peta-peta serta pembukuan tanah, lebih-lebih pemberian surat-


surat tanda bukti hak tentu tidak akan diperbolehkan. Dengan dijadikannya
asas “Kontradiktur Delimitasi” sebagai tahap awal pekerjaan pengukuran,
maka setiap pemilik tanah harus lebih dulu memasang tanda-tanda batas
tanahnya sesuai dengan persetujuan pihak-pihak yang berbatasan dengan
tanahnya. Tanda-tanda batas ini harus disesuaikan dan memenuhi syarat
menurut Peraturan Menteri Agraria Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997,
tentang tanda-tanda batas tanah hak dalam Pasal 21 bahwa: “tanda-tanda batas
dipasang pada setiap sudut batas tanah, apabila dianggap perlu oleh petugas
yang melaksanakan pengukuran juga pada titik titik tertentu sepanjang garis
batas bidang tanah tersebut.”
Ketentuan secara rinci kemudian dijelaskan dalam Pasal 22 mengenai
batas tanah untuk bidang tanah dengan luas tertentu. Dengan dipenuhinya
tanda-tanda batas seperti disebutkan di muka dan ditempatkan pada tempat
yang sebenarnya dilakukanlah pengukuran. Kemudian Kantor Pertanahan
akan menunjukkan luas batas-batas dan letak tanah itu sebagaimana mestinya
dan pembuatan peta dan perhitungan luas tanah tersebut sesuai dengan
keadaan sebenarnya di lapangan. Gambar Situasi/Surat Ukur yang kemudian
digunakan sebagian dari sertifikat tanah tersebut. Setelah pemasangan tanda-
tanda batas, pemohon dan pihak yang berbatasan dengan tanah itu akan
mengadakan kesepakatan untuk menetapkan batas tanahnya dihadapan pejabat
desa setempat dengan pemasangan tanda-tanda batas. Setelah penetapan tanda
batas dan pemasangan tanda batas, pemohon dan pihak yang berbatasan
membuat surat keterangan persetujuan penetapan batas. Selanjutnya pemohon
mengajukan permohonan pengukuran kepada Kantor Pertanahan dengan
menyertakan surat keterangan persetujuan penetapan batas tersebut.
Berdasarkan permohonan ini, Kepala Seksi Pendaftaran Tanah yang bertindak
atas nama Kepala Kantor Petanahan Kota memerintahkan petugas ukur untuk
melaksanakan pengukuran obyek tanah yang dimohon. Pada saat petugas ukur
akan melakukan pengukuran, pihak-pihak yang berbatasan dan pemohon
17

harus hadir dan menunjukan batas-batas tanahnya sekaligus memasang tanda-


tanda batas pada batas yang telah disepakati.
Ukuran tanda-tanda batas sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 3 Tahun 1997. Setelah kegiatan pengukuran dan penepatan
batas ini selanjutnya pihak yang berbatasan menandatangani lembar isian
pendaftaran, yaitu lembar gambar ukur (veldwerk) sebagai tanda bukti bahwa
asas Kontradiktur Delimitasi dipenuhi pada saat penetapan batas dan
pengukuran. Selanjutnya petugas ukur akan membuat gambar/situasi surat
ukur atas bidang tanah tersebut sesuai dengan letak, batas-batas dan luas tanah
yang telah di ukur.
Dalam prakteknya di lapangan seringkali asas Kontradiktur Delimitasi
(Contradictoire Delimitatie) tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya hal
tersebut karena tidak ada kesepakatan mengenai batas bidang tanah yang
hendak didaftarkan. Namun dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana
yang dimaksud tidak diperoleh kesepakatan antara pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah yang berbatasan,
pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan
berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas
bidang-bidang tanah yang bersangkutan.
Mengenai kasus pertanahan yang berkenaan dengan penerapan asas
Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie) dalam proses
pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Jambi, dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Sengketa batas bidang tanah antara SHM No. 991/Kenali Asam An. Amir
Chaniago luas 2602 M² dan SHM 2230/Kenali Asam Luas 620 M² An.
Trisna Utama.
Mengenai sengketa antara Amir Chaniago dan Trisna Utama telah
dilakukan mediasi dimana terdapat kesepakatan kedua belah pihak yang
akan dituangkan dalam perjanjian perdamaian sengketa tanggal 19 Maret
2018 Nomor PPS/I/III/2018. Tindakan yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kota Jambi yaitu batas sementara pada daftara isian 201 dan
18

gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan tinta hitam terhadap
SHM 2230/Kenali Asam Luas 620 M² An. Trisna Utama.
2. Sengketa batas bidang tanah sertipikat antara SHM No. 350/Paal Merah
luas 6508 M² An. Mega Inawati dan SHM No. 2299/Talang Bakung luas
1.195 M² An. Lamsir Tambunan.
Telah dilakukan mediasi dimana terdapat kesepakatan kedua belah
pihak yang akan dituangkan dalam perjanjian perdamaian sengketa.
Tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Jambi yaitu batas
sementara pada daftara isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara
mencoret dengan tinta hitam terhadap SHM No. 2299/Talang Bakung luas
1.195 M² An. Lamsir Tambunan.
3. Sengketa tumpeng tindih sebagian SHM No. 1895/Kenali Asam Bawah
An. Djoni seluas 21.638 M² dengan SHM No. 2330/Kenali Asam Bawah
An. Siti Rifadimah, seluas 1.000 M².
Telah dilakukan mediasi dimana terdapat kesepakatan kedua belah
pihak yang akan dituangkan dalam perjanjian perdamaian sengketa tanggal
22 Mei 2018 Nomor PPS/282/600.15.71/V/2018. Tindakan yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan Kota Jambi yaitu batas sementara pada daftara
isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan tinta
hitam terhadap SHM No. 2330/Kenali Asam Bawah An. Siti Rifadimah,
seluas 1.000 M².
4. Sengketa batas bidang tanah antara sertipikat hak milik Nomor
6983/Kenali Besar atas nama Irwan Damhuri seluas 945 M² dengan SHM
No. 2212/Kenali Besar atas nama Raden Armansyah, dkk seluas 740 M².
Bahwa Kantor Pertanahan Kota Jambi telah memfasilitasi pengaduan
tersebut dengan dilaksanakan mediasi yang pada intinya akan dilakukan
peninjauan lapangan.
5. Sengketa tumpeng tindih sertipikat antara Zulheri dengan Alpandi Sentra
dna Herlambang atas dasar SHM No. 7413/Kenali Besar seluas 859 M².
19

Bahwa Kantor pertanahan Kota Jambi telah mengirimkan surat


kepada Zulheri Nomor 581.A/600-15.71/VIII/2019 perihal
pemberitahuan/pernyataan tanggal 30 Agustus 2019, yang pada intinya:
- Mediasi terlaksana namun tidak tercapai kata kesepakatan dari
pada pihak.
- Terhadap permohonan dari sdr. Zulheri untuk tidak
menerbitkan/memproses sertipikat oleh Fitri Munawaroh telah
ditindaklanjuti dengan pengembalian berkas permohonan sesuai
tanggal 28 Maret 2017 Nomor. 361/03-15.71/III/2017
- Terhadap hal tersebut di atas, untuk membela kepentingan para
pihak, disarankan untuk diselesaikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Bahwa belum tercapainya kesepakatan antara pemegang hak atas tanah
dengan para pihak yang berbatasan tetap akan diterbitkan sertifikat. Namun
dalam bagian sertifikat tersebut surat ukur atau gambar situasi dibuat dengan
garis putus-putus atau dalam artian masih batas sementara. Selain itu
ditambahkan catatan pada sertifikat bahwa pihak yang berbatasan belum ada
kesepakatan.
Terjadinya permasalahan di atas tentunya tidak terlepas dari
konsistensi dari BPN dalam menerapkan asas Kontradiktur Delimitasi
sehingga seharusnya pengumpulan kelengkapann data baik secara fisik
maupun administrasi dilaksanakan dan BPN tidak boleh menerbitkan
sertipikat kalau kelengkapan data baik secara fisik maupun administrasi tidak
lengkap.
Sementara itu pihak BPN akan tetap melakukan usaha penyelesaian
sengketa secara musyawarah antara para pihak yang bersangkutan. Namun
apabila sampai saat waktu yang ditetapkan usaha tersebut tidak berhasil maka
kepada pihak yang merasa berkeberatan, diberitahukan secara tertulis untuk
mengajukan gugatan ke Pengadilan. Apabila sengketa yang bersangkutan
diajukan ke Pengadilan dan oleh pengadilan dikeluarkan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai tanah dimaksud yang dilengkapi
20

berita acara eksekusi atau apabila dicapai perdamaian antara para pihak
sebelum jangka waktu pengumuman maka catatan mengenai batas sementara
pada daftara isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan
tinta hitam.
B. Akibat Hukum Apabila Penerapan Asas Kontradiktur Delimitasi Dalam
Pendaftaran Tanah Di Kantor Pertanahan Kota Jambi Belum Terlaksana
Pada dasarnya penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam proses
pendaftaran tanah sistematis lengkap sebisa mungkin terlaksana sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 84 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021
Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
Pendaftaran Tanah, sebagai berikut:
Pertama, Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan
suatu hak yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum
ada surat ukur atau gambar situasinya atau surat ukur/gambar
situasinya yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya,
dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang
hak atas tanah yang berbatasan. Kedua, penetapan batas bidang tanah
yang akan diberikan dengan hak baru dilakukan sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau atas penunjukan instansi
yang berwenang. Ketiga, dalam menetapkan batasbatas bidang tanah
Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan memperhatikan
batas-batas bidang atau bidang- bidang tanah yang telah terdaftar dan
surat ukur atau gambar situasi yang bersangkutan. Keempat,
persetujuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh mereka
yang memberikan persetujuan. Kelima, bentuk berita acara
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.11

11
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
21

Hal tersebut juga berdasarkan pada bunyi Pasal 20 PMNA No. 3 Tahun
1997, sebagai berikut:
(1). Dalam hal terjadi sengketa mengenai batas bidang-bidang tanah yang
berbatasan, Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematis
atau Kepala Kantor Pertanahan/petugas pengukuran yang ditunjuk dalam
pendaftaran tanah secara sporadik berusaha menyelesaikannya secara
damai melalui musyawarah antara pemegang hak dan pemegang hak atas
tanah yang berbatasan yang apabila berhasil penetapan batas yang
dihasilkannya dituangkan dalam Risalah Penyelesaian Sengketa Batas
(daftar isian 200);
(2) Apabila sampai saat akan dilakukannya penetapan batas dan pengukuran
bidang tanah usaha penyelesaian secara damai melalui musyawarah tidak
berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan batas-batas yang
menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang tanah yang
bersangkutan, dan kepada pihak yang merasa berkeberatan,
diberitahukan secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan;
(3) Hal dilakukannya penetapan dan pengukuran batas sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan di dalam daftar isian
201 dan dicatat di gambar ukur;
(4) Apabila sengketa yang bersangkutan diajukan ke pengadilan dan oleh
pengadilan dikeluarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap mengenai tanah dimaksud yang dilengkapi Berita Acara Eksekusi
atau apabila dicapai perdamaian antara para pihak sebelum jangka waktu
pengumuman berakhir, maka catatan mengenai batas sementara pada
daftar isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan
tinta hitam;
(5) Mengenai bidang-bidang tanah yang menurut bukti-bukti penguasaan
dapat didaftar melalui pengakuan hak atau dapat diberikan dengan
sesuatu hak kepada perorangan atau badan hukum, penetapan batasnya
dilakukan dengan mengecualikan bantaran sungai dan tanah yang
direncanakan untuk jalan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Wilayah
22

yang bersangkutan. Jadi berdasarkan pada bunyi penjelasan Pasal 84


Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 dan juga Pasal 20 PMNA
No. 3 Tahun 1997 di atas sangatlah jelas bahwa penerapan asas
Kontradiktur Delimitasi dalam pendaftaran tanah sebisa mungkin
terlaksana, karena dengan terlaksananya penerapan asas Kontradiktur
Delimitasi dalam pendaftaran tanah sistematis lengkap bisa menghindari
terjadinya suatu sengketa atau permasalahan mengenai batas tanah.
Sebagian masyarakat belum mengerti dan memahami bahwa buku C
desa/kelurahan bukanlah bukti kepemilikan tanah yang sebenarnya
berdasarkan UUPA melainkan hanya bukti kepemilikan adat dan
bersifat sementara sampai adanya bukti sertipifikat yang berdasarkan
UUPA, sedangkan untuk SPPT bukan merupakan bukti kepemilikan
tanah melainkan hanya sebagai bukti pemungutan pajak setiap
tahunnya atau yang disebut juga Fiskal Kadaster.12
Permasalahan atau sengketa mengenai penerapan asas Kontradiktur
Delimitasi dapat dihindari dengan memberikan suatu pengertian dan
pemahaman yang baik kepada masyarakat ataupun oleh pemerintah
desa/kelurahan mengenai pentingnya penerapan asas Kontradiktur Delimitasi
dalam pendaftaran tanah sistematis lengkap, dan juga memberikan pengertian
dan pemahaman kepada masyarakat bahwa bukti autentik atau bukti hukum
dari kepemilikan tanah adalah sertipikat tanah yang diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan, bukan buku C desa ataupun SPPT (Surat Pembayaran Pajak
Tahunan).
Mengenai ketidakhadiran pihak pemilik tanah yang berbatasan dalam
pengukuran dan pemetaan batas tanah, dapat dikemukakan bahwa apabila
pihak pemilik tanah yang berbatasan tidak bisa hadir meskipun sudah ada
pemberitahuan sebelumnya bahwa pada waktu pengukuran harus hadir, maka
persetujuan dari pihak pemilik tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan,
hal itu dilakukan karena berdasarkan lebih pada efisiensi waktu pelaksanaan

12
YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas Muhammadiyah,
http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses 18 Juli 2022.
23

dari pendaftaran tanah tersebut, namun dalam pelaksanaannya masih bisa


menimbulkan sengketa di kemudian hari, karena bisa juga dari pihak pemilik
tanah yang berbatasan tidak terima dengan hasil pengukuran dan
menimbulkan perselisihan, dikarenakan tidak hadir dalam kegiatan
pengukuran dan pemetaan batas tanah tersebut.
Bahwa belum tercapainya kesepakatan antara pemegang hak atas tanah
dengan para pihak yang berbatasan tetap akan diterbitkan sertifikat. Namun
dalam bagian sertifikat tersebut surat ukur atau gambar situasi dibuat dengan
garis putus-putus atau dalam artian masih batas sementara. Selain itu
ditambahkan catatan pada sertifikat bahwa pihak yang berbatasan belum ada
kesepakatan.
Apabila penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dilaksanakan dalam
pendaftaran tanah maka sengketa mengenai batas tanah tidak akan terjadi,
dengan dilaksanakannya asas Kontradiktur Delimitasi tersebut dalam
pendaftaran tanah bisa mengurangi atau menghindari terjadinya salah satu
permasalahan atau sengketa pertanahan yang sekarang sedang marak terjadi.
Apabila penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam pendaftaran tanah
sistematis lengkap mengalami suatu kendala atau sengketa mengenai batas-
batas bidang tanahnya, maka sebaiknya penyelesaian sengketa atau kendala
mengenai batas-batas bidang tanah dilakukan melalui musyawarah mufakat
antara pihak pemilik tanah dengan pihak pemilik tanah yang berbatasan,
dengan penyelesaian sengketa atau kendala melalui musyawarah mufakat
lebih bersifat kekeluargaan dan dinilai lebih efisien.
24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penerapan asas Kontradiktur Delimitasi (Contradictoire Delimitatie)
dalam proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Jambi bahwa
belum berjalan sebagaimana mestinya. Karena seharusnya penerapan asas
Contradictoire Delmitatie dilakukan pada saat sebelum petugas ukur
melakukan pengukuran, pihak-pihak yang berbatasan harus hadir dan
menunjukkan batas-batas tanahnya sekaligus memasang tanda-tanda batas
pada batas yang telah disepakati. Setelah itu pihak yang berbatasan
menandatangani lembar isian pendaftaran, yaitu lembar gambar ukur
sebagai tanda bukti bahwa asas Contradictoire Delimatie dipenuhi saat
penetapan batas dan pengukuran.
2. Akibat hukum apabila penerapan asas Kontradiktur Delimitasi dalam
pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Jambi belum terlaksana
bahwa akan menimbulkan ketidakpastian hak seseorang atas kepemilikan
suatu bidang tanah yang mengakibatkan sengketa dan dapat menimbulkan
konflik pertanahan di kemudian hari. Seperti terjadinya sengketa batas
antara pemegang hak yang satu dengan pemegang hak yang lain yang
berbatasan sebagai akibat tidak adanya batas yang jelas dan benar.
B. Saran
1. Bagi pemilik tanah hendaknya memasang batas-batas tanah yang jelas
untuk menghindari sengketa batas tanah. Pemilik tanah yang berbatasan
25

dengan tanah yang dimohonkan pengukurannya hendaknya menyaksikan


penetapan batas dan pengukuran tanahnya untuk menghindari sengketa
batas tanah dikemudian hari.
2. Perlu adanya sosialisasi dari Pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan
Kota Jambi kepada masyarakat tentang pentingnya pemasangan dan
penetapan batas-batas.
3. Perlunya regulasi yang jelas dari Badan Pertanahan dalam proses
pendaftaran tanah demi menghindari terjadikan sengketa dan konflik
pertanahan di kemudian hari.
4. Hendaknya pengumpulan kelengkapann data baik secara fisik maupun
administrasi dilaksanakan dan BPN tidak boleh menerbitkan sertipikat
kalau kelengkapan data baik secara fisik maupun administrasi tidak
lengkap.
26

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Irawan Soerodjo. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Arkola,


Surabaya, 2002

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana. Jakarta, 2008.

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdiknas, Jakarta, 2008.

Tim Penyusun. Buku Panduan Fakultas Hukum Universitas Jambi Tahun


Akademis 2009/2010. Fakultas Hukum Universitas Jambi, Jambi, 2009.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

C. Jurnal/Artikel

Bronto Susanto, Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah Berdasarkan


Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, DIH, Jurnal Ilmu Hukum
Agustus 2014, Vol. 10, No. 20.

Pena Rifai, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah
(Suatu Kajian Terhadap Asas Itikad Baik/Kebenaran dan Asas Nemo Plus
Juris), Seputar Masalah Hukum Perdata Dan Agraria,
https://www.blogger.com, diakses tanggal 18 Juli 2022.

Topik Pemahaman Terkait “Kontradiktur Delimitasi” terdapat dalam


http://seksiskpkantahkotatomohon..co.id/2013/10/topik-pemahaman-
terkaitkontradiktur.html. diakses tanggal 18 Juli 2022
27

YN Adi, Asas Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi, Universitas


Muhammadiyah, http://eprints.ums.ac.id/18100/2/BAB_I.pdf, tanggal akses
18 Juli 2022.

Anda mungkin juga menyukai