Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air adalah kebutuhan manusia yang sangat penting, manusia akan
lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan
makanan. Dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air.
Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk
anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.1 Oleh karena itu
pemenuhan akan kebutuhannya merupakan hak asasi setiap orang, dalam
pemenuhanya tersebut banyak orang yang menyukai cara mengkonsumsi
air dalam bentuk kemasan karena dianggap lebih praktis, mudah dibawa
kemana-mana dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah
diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air
demineral.2 Suatu produk minuman kemasan untuk sampai kepada
konsumen tidak terjadi secara langsung tetapi melalui jalur pemasaran
yaitu pelaku usaha atau media perantara.
Penyediaan air minum dalam kemasan yang sehat, bersih, aman
dan baik merupakan strategis yang penting untuk menjaga kesehatan
manusia. Mutu dan keamanan minuman kemasan tidak hanya berpengaruh
langsung terhadap produktifitas ekonomi dan perkembangan sosial baik
individu, masyarakat maupun negara. Selain itu persaingan pelaku usaha
1 Soekidjo Notoatmodjo, 2007, Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, hlm, 172.
2 Serba Serbi, 2015, Pengertian Air Mineral, Air Demineral dan Air Minum Dalam
Kemasan, http://www.masihsaja.com/2015/08/pengertian-definisi-air-mineral-air.html,
akses tanggal 15 September 2016, Pukul 19.00 WIB

yang semakin ketat dalam bidang perdagangan minuman kemasan,


menuntut diproduksinya minuman kemasan yang lebih bermutu, aman dan
sehat, dalam rangka meningkatkan kesadaran, keamauan dan kemampuan
hidup sehat secara adil dan merata untuk konsumen.
Perlindungan hukum bagi konsumen ini memiliki dimensi yang
banyak, dimana salah satunya adalah perlindungan hukum yang apabila
dipandang baik secara materil maupun formil akan semakin terasa sangat
penting, dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap kepentingan para konsumen merupakan salah satu hal
yang penting serta mendesak untuk dapat sesegera mungkin dicari solusi
dan

penyelesaian

masalahnya,

mengingat

semakin

kompleksnya

permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen yang masih


banyak terjadi.3 Perlindungan konsumen merupakan suatu masalah yang
berkaitan dengan kepentingan manusia, oleh karena itu menjadi harapan
bagi para konsumen khususnya di Negara Indonesia untuk dapat
mewujudkan perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum terhadap
konsumen yang merasa dirugikan.
Untuk mencapai perlindungan hukum bagi konsumen, khususnya
konsumen yang mengkonsumsi air minum dalam kemasan perlu
diselenggarakan suatu sistem jaminan mutu minuman kemasan yang
memberikan perlindungan baik bagi pihak yang memproduksi maupun
yang mengkonsumsi air minum dalam kemasan serta melindungi
masyarakat dari air minum dalam kemasan yang beredar di pasaran yang
3 Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm,
5.

tidak sesuai dengan Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI), dan yang
tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), serta dapat membahayakan kesehatan manusia. Untuk
mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang efektif
di bidang air minum dalam kemasan serta melindungi masyarakat dari air
minum dalam kemasan yang dapat membahayakan kesehatan, diperlukan
suatu peraturan sebagai landasan hukum untuk pengaturan, pembinaan,
dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran dan
atau perdagangan air minum dalam kemasan.
Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan harapan besar bagi
masyarakat Indonesia, untuk dapat memperoleh perlindungan hukum atas
kerugian yang diderita oleh konsumen dalam transaksi suatu barang yang
dibeli maupun yang dikonsumsinya. Dengan adanya peraturan perundangundangan yang khusus mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap
ha-hak konsumen tersebut, maka harapan besar dari masyarakat khususnya
para konsumen dimana pelaku usaha mampu menyadari hak dan
kewajiban yang mereka miliki dalam menjalankan kegiatan usaha mereka,
sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang menyebabkan kerugian
bagi orang lain atau konsumen.4 Dasar hukum mengenai perlindungan
hukum terhadap konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen ini tentu bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera tanpa harus menghadapi
berbagai permasalahan konsumen yang rumit.
4Ibid, hlm, 54.

Badan usaha atau orang perorangan yang memproduksi air minum


dalam kemasan untuk diedarkan diberi tanggung jawab atas keamanan air
minum dalam kemasan yang diproduksinya terhadap orang yang
mengkonsumsi air minum dalam kemasan tersebut. Dalam Pasal 19 ayat 1
menyatakan: Pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti rugi atas
kerusakan,

pencemaran,

mengkonsumsi

barang

dan/atau
dan/atau

kerugian
jasa

yang

konsumen

akibat

dihasilkan

atau

diperdagangkan.
Setiap orang, pada suatu waktu dalam posisi sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi
konsumen untuk suatu produk barang dan atau jasa tertentu. Keadaan yang
universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan
pada konsumen sehingga konsumen tidak memiliki kedudukan yang aman.
Oleh kaerna itu, secara mendasar konsumen juga membutuhkan
perlindungan hukum yang sifatnya universal. Mengingat lemahnya
kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan
produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal.5 Perlindungan atas
kepentingan konsumen tersebut diperlukan mengingat kenyataan bahwa
pada umumnya konsumen selalu berada dipihak yang dirugikan, akibat
perbuatan curang pelaku usaha seperti air minum dalam kemasan yang
tidak sesuai dengan Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) dan keamanan
dari segi kesehatan serta kehalalan. Kasus pemakaian zat-zat berbahaya
dalam kemasan yang dapat mengancam keselamatan konsumen yang
5 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm, 5.

mengkonsumsi juga sering ditemukan. Berdasarkan latar belakang diatas


maka penulis tertarik untuk mengangkat judul Perlindungan Hukum
Bagi Konsumen Terhadap Air Minum Dalam Kemasan Yang Tidak
Sesuai Dengan Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) Di Kota
Padang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dikemukankan perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah

perlindungan

hukum

bagi

konsumen

yang

mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai Mutu


Standar Nasional Indonesia (SNI) di Kota Padang ?
2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi air
minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan Mutu Standar
Nasional Indonesia (SNI) di Kota Padang ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen yang
mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan
Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) di Kota Padang
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan konsumen
mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan
Mutu Standra Nasional Indonesia (SNI) di Kota Padang
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini pendekatan masalah dilakukan secara hukum


sosiologis, yaitu pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum
dalam masyarakat.6 Dalam hal ini metode pendekatan akan
mentitikberatkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman pembahasan masalah, juga dikaitkan dengan
kenyataan yang ada dalam masyarakat.
2. Sumber Data
a) Sumber Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek
yang diteliti.7 Data jenis ini diperoleh secara langsung dari lapangan
dengan mewawancarai petugas-petugas Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) di Kota Padang, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan

Sumatera

Barat,

dan

beberapa

konsumen

yang

mengkonsumsi air minum dalam kemasan.


b) Sumber Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti
data dalam dokumen dan publikasi.8 Data ini diperoleh dari:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat.9 Dalam


hal ini penunjang penelitian antara lain:
6 Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm, 105.
7 Adi Rianto, 2004, Metodelogi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta. hlm. 57.
8Ibid, hlm. 57.

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
c. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standar
Nasional
d. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan
Teknis

Industrian

Air

Minum

Dalam

Kemasan

dan

Perdagangannya.
e. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
49/M-IND/PER/3/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Secara
Wajib.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu karya ilmiah dari ahli hukum yang
memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer.10 Seperti
karya ilmiah, serta tulisan-tulisan yang erat hubungannya dengan
masalah yang diteliti.
3) Bahan hukum tersier, bahan-bahan yang memberikan petunjuk
terhadap sumber hukum primer dan sekunder yang berasal dari
kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.

3.

Teknik Pengumpulan Data

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada : Jakarta. 1996.
hlm. 113.

10Ibid. hlm, 114.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :


a) Wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara
pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber
data. Dalam proses interview terdapat dua pihak yang menempati
kedudukan yang berbeda atau pihak berfungsi sebagai pencari
informasi atau penanya atau disebut interviewer, sedangkan pihak yang
lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau disebut dengan
responden.11
b) Studi dokumen atau studi kepustakaan, meliputi studi bahan-bahan
hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier.
4. Analisis Data
Semua data yang telah dikumpulkan baik melalui hasil penelitian
maupun studi kepustakaan akan diolah lebih lanjut dan di analisis dengan
menggunakan analisis data secara kualitatif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11Adi Rianto, Op.Cit, hlm,72.

A. Tinjauan Tentang Konsumen


1. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer, secara harfiah arti
consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang.12 Begitu pula
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan konsumen
sebagai lawan produsen, yakni pemakai barang-barang hasil industri,
bahan makanan, dan sebagainya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan: Konsumen adalah
setiap orang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian konsumen di atas, maka
konsumen dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu:13
a. Konsumen Komersial
Konsumen komersial adalah setiap orang yang mendapatkan barang
dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan/atau
jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

b. Konsumen Antara

12 Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group,


Jakarta, hlm, 15.

13Ibid, hlm, 17.

10

Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang


dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan kembali dengan
tujuan mencari keuntungan.
c. Konsumen Akhir
Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapatkan dan
menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan
kehidupan pribadi, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lainnya
dan

tidak

untuk

diperdagangkan

kembali

dan/atau

mencari

keuntungan kembali.
2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Setiap hubungan hukum menimbulkan hak dan kewajiban,
demikian juga antara konsumen dan pelaku usaha. Hak dan kewajiban
adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi.Yang
menjadi hak konsumen telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, yaitu:14
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi
barang/atau jasa
b. Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/atau jasa yang
sesuai dengan yang telah dijanjikan
c. Hak atas informasi yang benar dan jujur serta jelas mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/jasa
d. Hak untuk didengar pendapatnya
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
g. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur tidak diskriminatif
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi.

14 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm, 38.

11

Kalau ada hak pasti ada juga kewajiban yang harus dipenuhi
terlebih dahulu. Adapun kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah:15
a. Membaca dan mengikuti petunjuk serta mengikuti prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dam/atau jasa
b. Beritikad baik melakukan transaksi
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati
d. Mengikuti upaya penyelesaian sengketa perlindungan hukum konsumen
secara patut.
3. Pengertian Perlindungan Konsumen dan Dasar Hukum Perlindungan
Konsumen
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia
memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan
adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen
bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum
perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang

Perlindungan

Konsumen,

disebutkan

bahwa

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya


kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi
perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap
kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat
dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut. Cakupan perlindungan
konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu :16
15Ibid, hlm, 47.
16 Adrianus Meliala, 1993, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm,
152.

12

a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada


konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil
kepada konsumen.
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen
adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki sanksi pidana.
Singkatnya, bahwa segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan
konsumen tersebut tidak saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga
tindakan represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada
konsumen.
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen
adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi
kebutuhan hidup.17 Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum perlindungan
konsumen, konsumen memiliki hak dan posisi yang seimbang dengan
pelaku usaha dan mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata
hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Perlindungan Konsumen
Asas perlindungan konsumen menurut Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Perlindungan

17 Zulham, Op.Cit, hlm, 22.

13

konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima)


asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
1) Asas Manfaat
Asas ini menerangkan bahwa semua upaya dalam perlindungan
konsumen

harus

memberikan

manfaat

sebesar-besarnya

untuk

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara bersamaan.


2) Asas Keadilan
Maksud dari asas ini Asas keadilan dalan perlindungan
konsumen ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen maupun produsen (pengusaha) untuk dapat memperoleh
haknya masing-masing dan juga melaksanakan kewajibannya secara
adil sehingga tidak memberatkan salah satu pihak. Asas Keadilan ini
menghendaki bahwa dalam pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen tersebut, antara konsumen dan produsen
(pengusaha) dapat berlaku adil melalui perolehan hak maupun
pelaksanaan kewajibannya yang dilakukan secara seimbang, oleh
karena itulah undang-undang perlindungan konsumen telah mengatur
secara jelas mengani hak dan kewajiban yang dimiliki oleh konsumen
maupun produsen (pelaku usaha).
3) Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan ini menghendaki agar konsumen, produsen
(pengusaha), dan pemerintah dapat memperoleh manfaat yang
seimbang

dari

pengaturan

serta

penegakan

hukum

terhadap

14

perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen


(pengusaha) dan pemerintah tersebut harus diatur dan diwujudkan
secara seimbang sesuai dengan hak maupun kewajibannya masingmasing di dalam pergaulan hidup masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian di dalam asas keseimbangan ini tidak akan ada salah
satu pihak yang mendapatkan perlindungan hukum atas kepentingannya
yang lebih besar daripada pihak lain sebagai komponen bangsa dan
negara. Jadi, secara keseluruhan asas keseimbangan ini memberikan
keseimbangan antara konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam
arti materiil maupun spritual
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen ini dimaksudkan
untuk

memberikan

jaminan

atas

kamanan,

kenyamanan

dan

keselamatan kepada konsumen di dalam penggunaan, pemakaian,


pemanfaatan

serta

mengkonsumsi

barang

dan/atau

jasa

yang

dikonsumsinya. Kedua asas ini menghendaki agar dengan adanya


jaminan hukum tersebut, maka konsumen akan memperoleh manfaat
dari produk yang dikonsumsi atau dipakainya dan sebaliknya, sehingga
produk barang dan/atau jasa yang digunakan dan dikonsumsi tersebut
tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa konsumen
maupun harta bendanya.
Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum ini dimaksudkan agar baik produsen
(pelaku usaha) maupun konsumen dapat mentaati peraturan hukum

15

serta memperoleh keadilan didalam penyelenggaraan perlindungan


konsumen, dan negara yang memberikan jaminan kepastian hukum.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa Undang-Undang Perlindungan
Konsumen ini mengharapkan agar aturan-aturan mengenai hak dan
kewajiban yang terkandung di dalam undang-undang ini, dapat
diwujudkan dalam pergaulan hidup masyarakat dan kehidupan seharihari sehingga masing-masing pihak dapat memperoleh keadilan,
sebagaiman telah diatur dan ditetapkan oleh undang-undang.

Memperhatikan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999


tentang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, dapat
dilihat bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional
yaitu pembangunan manusia nasional seutuhnya yang berlandaskan pada
falsafah Negara Republik Indonesia.
b. Tujuan Perlindungan Konsumen
Seiring banyaknya pelaku usaha yang beritikad tidak baik terhadap
pemasaran produk yang dikonsumsi oleh konsumen atau pelaku usaha
yang mencari keuntungan dengan cara menyimpang dan praktis maka
lahirlah hukum yang mengatur khusus tentang perlindungan terhadap
konsumen. Dimana tujuan dari perlindungan konsumen yaitu:18
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri
2) Mengangkat

harkat

dan

martabat

konsumen

dengan

cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa


18 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hlm, 33.

16

3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan


dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4) Menciptakan unsur perlindungan konsumen yang mempunyai kepastian
hukum dan akses untuk mendapatkan informasi
5) Menumbuhkan
perlindungan

kesadaran
konsumen

pelaku

usaha

sehingga

mengenai

tumbuh

sikap

pentingnya
jujur,

dan

bertanggungjawab dalam berusaha


6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa kesehatan, keamanan,
kenyamanan dan keselamatan konsumen.
5. Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen
Prinsip tentang tanggungjawab merupakan perihal yang sangat penting dalam
hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak
konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus
bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan
kepada pihak-pihak terkait. Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan
perundang-undangan dan perjanjian standar dilapangan hukum keperdataan
kerap memberikan batasan-batasan terhadap tanggung jawab yang dipikul
oleh sipelanggar hak konsumen.19
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan
sebagai berikut:20
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan adalah prinsip yang cukup
umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang19 Celina Tri Siwi Kristianti, Op.Cit, hlm,92.
20Ibid.

17

Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, 1367, prinsip ini
dipegang dengan teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat
dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur
kesalahan yang dilakukannya. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur
yang bertentangan dengan hukum. Perngertian hukum disini bukan hanya
undang-undang, tetapi juga kepatuhan dan kesusilaan dalam masyarakat.
b. Prinsip praduga untuk selalu berangggung jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab,
sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Jadi beban
pembuktian ada pada sitergugat. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
pun mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 19, 22, dan 23.
c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga
untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup
transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian
biasanya secara common sense dapat dibenarkan.
d. Prinsip tanggung jawab dalam pembatasan
Prinsip tanggung jawab dalam pembatasan sangat disenangi oleh
pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula dalam perjanjian yang
dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila
ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.
B. Tinjauan Tentang Pelaku Usaha
1. Pengertian Pelaku Usaha

18

Menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999


tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui suatu perjanjian menjalankan usaha. Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
juga menyebutkan bahwa yang termasuk dalam lingkup pelaku usaha
antara lain adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, pedagang,
distributor atau penyalur dan sebagainya.
Pelaku usaha sudah sepantasnya mengerti dan memahami apa yang
menjadi hak dan kewajiban mereka didalam menjalankan usahanya,
sehingga tidak ada pihak lain yang menderita kerugian akibat kelalaian dan
itikad tidak baik yang sering mereka lakukan. Hak dan kewajiban yang
telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen terhadap
pelaku usaha tersebut, bertujuan agar didalam menjalankan kegiatan
usahanya para pelaku usaha harus selalu mengingat tanggungjawab yang
dibebankan kepadanya atas seluruh produk yang dihasilkan, diedarkan,
dan diperdagangkan.21

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

21 Eli Wuria Dewi, Op.Cit, hlm, 59.

19

Hak-hak yang dibebankan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun


1999 Tentang Perlindungan Konsumen kepada Pelaku usaha sebagaimana
terdapat dalam Pasal 6, antara lain sebagai berikut:22
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Selain memiliki hak di dalam menjalankan kegiatan usahanya
sebagaimana telah dijelaskan diatas, pelaku usaha juga memiliki beberapa
kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban pelaku usaha sebagaimana
tercantum di dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen antara lain :23
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dab/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan.
22Ibid, hlm, 60.
23Ibid, hlm, 61.

20

g. Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau peggantian apabila barang


dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
3. Tanggung jawab Pelaku Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha dalam menjalankan usahanya atau
dalam melakukan transaksi terhadap konsumen yaitu ada beberapa itu di
atur dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) yaitu:
a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan
b. Ganti rugi itu dapat berupa pengembalian uang atau pengantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara harganya
c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah
tanggal transaksi
Dasar hukum lain yang mengatur mengenai tanggung jawab pelaku
usaha selain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengaturan
mengenai tanggung jawab pelaku usaha tersebut tercantum dalam Pasal
1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367. Pada Pasal 1365 KUHPerdata
menyatakan

bahwa

Tiap-tiap

perbuatan

melawan

hukum

yang

menimbulkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena


kesalahannya menerbitkan atau menimbulkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut. Selanjutnya di dalam Pasal 1366 KUHPerdata
menjelaskan pula bahwa setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Sedangkan
didalam Pasal 1367 KUHPerdata, pasal tersebut menyatakan bahwa
seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
perbuataannya sendiri, akan tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

21

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh


barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.24
4. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
adalah:
a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
1) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label barang
tersebut.
3) Tidak sesuai dengan ukuran, timbangan, takaran, dan jumlah
hitungan menurut ukuran sebenarnya.
4) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label barang dan/atau jasa tersebut.
5) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut.
6) Tidak mencantumkan tangggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
7) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataanhalal yang dicantumkan dalam label
8) Tidak memasang label dan memuat penjelasan yang mengenai nama
barang, ukuran, berat bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha,
serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasang atau dibuat
9) Tidak mencantumkan petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar atas barang yang dimaksud
c. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas yang tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar

24Ibid, hlm, 68.

22

d. Pelaku usaha yang melanggar pada angka 1 dan angka 2 dilarang


memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari pemasaran.
C. Tinjauan TentangStandar Nasional Indonesia (SNI)
1. Sejarah Pengaturan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000
tentang Standardisasi Nasional yang dimaksud dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional.
Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden
No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No.
166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan
Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga
Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan
membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan
fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional DSN. Dalam melaksanakan
tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan
Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di
bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
KAN mempunyai tugas

menetapkan akreditasi dan memberikan

pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi

23

dan sertifikasi. Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang


Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar
Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas
memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar
nasional untuk satuan ukuran.Sesuai dengan tujuan utama standardisasi
adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari
aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi
lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam
rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan
meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu
memfasilitasiproduk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem
dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk
barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.25

BSN dalam melaksanakan fungsinya mempunyai beberapa


kewenangan, yaitu :26
a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya
b. Perumusan

kebijakan

dibidangnya

untuk

mendukung

pembangunan secara makro

25Badan Standarisasi Nasional, 2012, BSN (Badan Standardisasi Nasional),


http://www.bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/43, diakses pada tanggal 27 Oktober 2016, Pukul
19.00 WIB
26Ibid.

24

c. Penetapan sistem informasi di bidangnya


d. Kewenangan

lain

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yaitu :


1). Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang
standardisasi nasional
2). Perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi
lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium
3). Penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
4). Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya
5). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya.
2. Pengertian Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Pengaturannya
Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan
termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua
pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
kemanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang
akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh panitia teknis
dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).27 Setiap produk
27Wikipedia, 2015, Standar Nasional Indonesia, 24 April 2015,
http://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Indonesia, diakses pada tanggal 15

25

yang dihasilkan oleh suatu negara memiliki standar masing-masing negara


tersebut. Tetapi ada ketentuan standar internasional yang harus dipatuhi
dan menjadi rujukan bagi negara.
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan
dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama
dengan semua pihak yang terkait. Standar produk

Indonesia dikenal

dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar ini ditetapkan oleh


Badan Standardisasi Nasional (BSN) berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 166 Tahun 2000 Tentang Kedudukan BSN dan pembagian
tugas/wewenang antara BSN dan Instansi teknis. Badan Standardisasi
Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional setiap produk yang telah
ditetapkan standardisasinya oleh BSN akan diberi tanda SNI pada produk
tersebut jika telah memenuhi persyaratannya. Tanda SNI adalah tanda
sertifikasi yang diletakan dalam barang, kemasan atau label yang
menyatakan telah terpenuhinya persyaratan SNI.
3. Tujuan Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi
Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November
2000. Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP No. 15/1991 tentang
Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres No. 12/1991 tentang
Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Di
dalam Peraturan Pemerintah RI No.102 Tahun 2000 tentang Standardisasi

September 2016, Pukul 20.00 WIB

26

Nasional pada butir a dan b menjelaskan bahwa tujuan penerapan SNI


adalah :
a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna
produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang
dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen,
pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang
keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka
efektifitas pengaturan dibidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan.
b. Bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di
dalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan
kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan
nsasional di bidang standardisasi.
Menurut Pasal 3 PP RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi
Nasional, pada prinsipnya tujuan dari Standardisasi Nasional adalah :
a. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga
kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan,
kesehatan maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup.
b. Membantu kelancaran perdagangan.
c. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.
4. Ruang Lingkup SNI dan Syarat-Syarat Produk Dalam Memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi
tentang Standardisasi Nasional Pasal 2 mengenai ruang lingkup dari
Standardisasi nasional adalah mencakup semua kegiatan yang berkaitan
dengan:
a. Metroligi teknik
Yang dimaksud metrologi teknik adalah metrologi yang mengelola
satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur,
yang menyangkut persyaratan teknik dan pengembangan standar
nasional untuk satuan ukuran dan alat ukur sesuai dengan

27

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan


kepastian dan kebenaran dalam pengukuran.
b. Mutu
Yang dimaksud dengan mutu adalah keseluruhan karakteristik
dari wujud produk atau jasa yang mendukung kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan dan harapan konsumen.
c. Standar
Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun
berdasarkan

konsensus

memperhatikan

semua

syarat-syarat

pihak

keselamatan,

yang

terkait

keamanan,

dengam
kesehatan

lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta


pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
d.

Pengujian
Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan,

penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk bahan,
peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis
dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Agar SNI memperoleh
keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan
dengan memenuhi syarat WTO Code of good practice, yaitu:

28

1) Openess (keterbukaan) yaitu terbuka bagi agar semua stakeholder


yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI
2) Transparency (transparansi) yaitu Transparan agar semua stakeholder
yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari
tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya dan
dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan
dengan pengembangan SNI
3) Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak) yaitu
Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat
menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil
4) Effectiveness and relevance ( Efektif dan relevan) yaitu agar dapat
memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar
dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
5) Coherence ( Koheren) dengan pengembangan standar internasional
agar

perkembangan

perkembangan

pasar

pasar
global

negara
dan

kita

tidak

memperlancar

terisolasi

dari

perdagangan

internasional.
6) Development dimension (berdimensi pembangunan) maksudnya harus
berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan
kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian
nasional.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Sasaran utama dalam

29

pelaksanaan standardisasi, adalah meningkatnya ketersediaan Standar


Nasional Indonesia (SNI) yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan
pekerjaan instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam
negeri, secara umum SNI mempunyai manfaat, sebagai berikut:

1) Dari sisi produsen


Terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan
sehingga terjadi persaingan yang lebih adil.
2) Dari sisi konsumen
Dapat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga
dapat melakukan evaluasi baik terhadap kualitas maupun harga.
3) Dari sisi Pemerintah
Dapat melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar
yang murah tapi tidak terjamin kualitas maupun keamanannya, dan
meningkatkan keunggulan kompetitif produk dalam negeri di pasaran
internasional.
5. Sistem Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Penerapan SNI bagi semua bentuk kegiatan dan produk berlaku di
seluruh wilayah RI dan bersifat sukarela.Dalam hal berkaitan dengan
keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup
dan/atau pertimbangan ekonomi dapat diberlakukan wajib oleh instansi
teknis yang terkait. Mengenai tata cara pemberlakuan SNI wajib diatur
dengan Keputusan Pimpinan Instansi Teknis Beberapa point yang
berkaitan dengan penerapan SNI di dalam Peraturan Pemerintah RI No.

30

102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional menjelaskan tentang


berbagai penerapan SNI Pada Bab VI Pasal 12 s/d 21 sebagai berikut :
Pasal 12
1) Standar nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia.
2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh
pelaku usaha.
3) Dalam hal standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan
keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis
dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi
teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia.
4) Tata cara Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, diatur lebih lanjut dengan keputusan
Pimpinan Instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 13
Penetapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegitan
sertifikasi dan akreditasi.
Pasal 14
1) Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personal yang telah
memenuhi ketentuan/spesifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI.
2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi,
lembaga atau laboratorium.
3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini.
4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda
SN sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 diatur lebih
lanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional.
Pasal 15
Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang
diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.
Pasal 16
1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau
laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 angka 2 di
akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.

31

2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan,


atau laboratorium sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diawasi dan
dibina oleh Komite Akreditasi Nasional.
Pasal 17
1) Biaya Akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga
inspeksi, lembaga pelatihan dan laboratorium yang mengajukan
permohonan akreditasi.
2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Pasal 18
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang
atau jasa, yang tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.
2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh
sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari
lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan
barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Pasal 19
1) Standardisasi Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib
dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam
negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor.
2) Barang atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
pemenuhan standarnya ditujukan dengan sertifikat yang diterbitkan
oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi
Komite Nasional atau lembaga sertifikasi atau laboratorium Negara
pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.
3) Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan
atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 didasarkan pada perjanjian
saling pengakuan baik secara bilateral maupun multilateral.
4) Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat
menunjukan salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di
dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui
oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap
barang dan atau jasa impor dimaksud
Pasal 20

32

1) Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 12 ayat (3) dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasional
kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan
dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2
(dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan
secara wajib berlaku efektif.
2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari
luarnegeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia setelahmemperoleh masukan dari instnasi teknis yang
berwenang.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia diatur dengan Keputusan pimpinan instansi yang berwenang.

D. Tinjauan Tentang Air Minum Dalam Kemasan


1. Pengertian Air Minum Dalam Kemasan
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini banyak
minuman yang dibuat dalam bentuk kemasan. Menurut Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 49/MIND/PER/3/2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia
(SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) secara wajib bahwa air
minum dalam kemasan yang di singkat AMDK adalah air baku yang telah
diproses, dikemas dan aman diminum. Jadi agar minuman kemasan laku
dipasaran harus diproses melalui suatu produk yang kemudian dikemas
dengan segala bentuk yang menarik, unik agar konsumen tertarik untuk
mengkonsumsinya. Air minum dalam kemasan merupakan pilihan praktis
buat orang-orang tertentu yang tidak mau repot dengan barang bawaannya.
Selain mudah diperoleh dimana saja, botol ataupun kemasannya pun bisa
langsung dibuang.

33

Air minum dalam kemasan, air minum kemasan botol besar,


menegah, gelas yang dikemas dari botol plastik sangat banyak macamnya.
Minuman yang baik dan aman untuk dikonsumsi adalah jenis minuman
yang terbuat dari bahan baku yang bersumber dari alam, dibuat langsung
dari bahannya, seperti air minum kemasan yang berstandarkan SNI.28 Yang
tidak

boleh dilupakan saat

membeli

minuman kemasan

adalah

memperhatikan tanggal kadaluarsa, warna, rasa, bau serta kemasannya.


Kemasan dari plastik yang warna airnya telah berubah sehingga konsumen
dapat terindikasi berbagai macam penyakit atau menyebabkan kerugian
lainnya bagi konsumen.
2. Bentukbentuk Air Minum Dalam Kemasan
Perkembangan teknologi pengolahan minuman dan pangan, disatu
pihak memang membawa hal yang positif seperti peningkatan pengawasan
mutu, perbaikan sanitasi, standarnisasi pengepakan atau pengemasan dan
labeling serta grading. Namun disisi lain teknologi pangan akan
menyebabkan semakin tumbuhnya kekhawatiran, semakin tinggi resiko
tidak amnnya bagi minuman ataupun makanan yang dikonsumsi.
Teknologi pengolahan tersebut tidak sedikit yang menggunakan zat kimia
dan zat-zat pengawet lainnya yang telah mampu mengubah dan
membentuk minuman menjadi seunik mungkin dan hal itulah yang disukai
oleh konsumen.29 Akan tetapi, dibalik semua itu zat-zat kimia tersebut
mempunyai dampak yang tidak aman bagi kesehatan. Dalam hal ini jarang
28 Pengertian Komplit, 2016, Pengertian Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK),http://pengertiankomplit.blogspot.co.id/2016/07/pengertian-air-minum-dalamkemasan-amdk.html, akses pada tangal 15 September 2016, Pukul 22.23 WIB
29 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hlm, 171.

34

sekali

disadari

oleh

konsumen,

sehingga

konsumen

tetap

mengkonsumsinya dan semakin sering mengonsumsinya, zat-zat tersebut


semakin menumpuk dan akhirnya menjadi dapat menjadi racun.
Pada saat sekarang ini air minum dalam kemasan bermacammacam bentuknya ada yang kemasan gelas, kemasan kotak, kemasan
plastik. Iklan minuman olahan ini boleh dikatakan hampir setiap hari bisa
dilihat atau didengar melalui media elektronik. Selain mudah diperoleh
dipasaran, minuman ini memiliki pilihan rasa dan kandungan zat gizi dan
minuman ini juga praktis untuk dibawa kesekolah, atau aktifitas sehari-hari
karena bungkusnya dapat langsung dibuang. Untuk pemasaran produk air
minum dalam kemasan ini , baik produk olahan tanpa label SNI maupun
minuman kemasan berlabel SNI ini hampir setiap hari dapat dilihat dan
didengar melalui media elektronik. Jenis-jenis minuman olahan yang
banyak ditemukan dipasaran pada umumnya dikemas dalam kaleng, botol,
kertas karton dan kertas plastik. Jenisnya ada yang berupa air putih, jus
buah, susu, teh, dan soda. Yang paling banyak dikonsumsi oleh komsumen
umunya adalah jus buah, aqua, susu kedelai. Masalahnya, semua jenis
minuman itu tidak sedikit yang memakai zat-zat tambahan seperti
pengawet, pemanis buatan, zat penambah rasa dan sebagainya.
3. Syarat Mutu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Kualitas air minum harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
peraturan dan standar pemerintah. Salah satu standar dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan RI melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, dan

35

standar lainnya berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) No.


01-3553- 2006 tentang Air Minum dalam Kemasan. Pasal 1 angka 15
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor: 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya menjelaskan bahwa Standar
Nasional

Indonesia

(SNI)

adalah

standar

yang

ditetapkan

oleh

BadanStandarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara Nasional. Kualitas


air merupakan hal yang sangat penting dalam proses produksi serta semua
industri harus memastikan kualitas air yang digunakan. Pasal 2 angka 1
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 49/MIND/PER/3/2012 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Secara Wajib memberlakukan
Standar Nasional Indonesia, SNI 01-3553-2006 AMDK atau revisinya
secara wajib, yang meliputi:
a. Air Mineral (Kode HS Ex 2201.10.00.00); dan atau
b. Air Demineral (Kode HS Ex 2201.90.90.00).
Standardisasi mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan
kesehatan dan keselamatan kepada konsumen, tenaga kerja dan
masyarakat, mewujudkan jaminan mutu barang dan/atau jasa serta
meningkatkan

efisiensi dan

produktivitas

usaha untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mantap. Standardisasi harus dapat


mendorong para produsen untuk meningkatkan mutu dan daya saing
produksinya.30
30Tantri Widyati,Pengawasan Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Semarang
Terhadap Penerapan Standar Mutu Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Yang Sudah
Terdaftar Ditinjau Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

36

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Yang Mengkonsumsi Air


Minum Dalam Kemasan Yang Tidak Sesuai Mutu Standar
Nasional(SNI) Di Kota Padang
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen sangat penting bagi konsumen khususnya disini bagi konsumen
yang mengkonsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), karena dari
hasil survei lapangan banyak sekali macam Air Minum Dalam kemasan ini
yang diminati oleh konsumen. Air Minum Dalam Kemasan yang tidak
sesuai dengan SNI yang di konsumsi oleh konsumen itu sebenarnya karena
konsumen belum memahami dampak yang akan terjadi. Begitu pentingnya
air minum dalam kemasan dalam kebutuhan konsumen dan mudahnya air
minum kemasan ini ditemui dimana-mana khususnya di Kota Padang ini.
Keberadaan penjualan air minum dalam kemasan ini sudah
menyebar sampai kepelosok desa. Dalam hal ini untuk melindungi
konsumen dari pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab atas produk
yang dihasilkan maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat
dibutuhkan untuk menjamin kepastian hukum agar pelaku usaha tidak
berbuat curang dalam menjalankan usahanya terutama perusahaan yang
memproduksi air minum dalam kemasan yang telah wajib SNI yang telah
diterapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Konsumen, Universitas Negeri Semarang, 2013, hlm, 31.

37

Hasil penelitian penulis ke Badan Pengawas Obat dan Makanan di


Kota Padang menjelaskan bahwa, untuk mewujudkan perlindungan
konsumen yang bersifat preventif, pemerintah melalui Pasal 31 dan Pasal
44 Undang-Undang Perlindungan konsumen adanya pembentukan
lembaga yang akan menyelenggarakan perlindungan konsumen, yaitu:
a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Badan perlindungan konsumen nasional memiliki tugas:
1. Memberikan saran kebijakan perlindungan konsumen kepada
pemerintah
2. Meningkatkan kapasitas SDM LPKSM
3. Melakukan survei kebutuhan konsumen
4. Menerima pengaduan dari LPKSM, masyarakat serta pelaku usaha
b. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki tugas:
1. Menyebarkan informasi
2. Memberikan nasihat kepada konsumen
3. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya
4. Menerima keluhan atau pengaduan konsumem
5. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen
6. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen

Melalui lembaga-lembaga diatas melalui tugas dan wewenang


lembaga tersebut diharapkan akan dapat mewujudkan perlindungan
terhadap

konsumen

khususnya

disini

terhadap

konsumen

yang

mengkonsumsi air minum dalam kemasan. Sedangkan dalam rangka

38

memberikan perlindungan hukum bagi konsumen yang bersifat represif


adalah melaluiBadanPenyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang
memiliki tugas utama yaitu melaksanakan penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrase31.
Penyelesaian sengketa konsumen merupakan sengketa keperdataan
yang muncul terkait dengan hukum sehingga berlakulah asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract) hal ini merupakan upaya untuk menjamin
kepastian hukum dan memberikan perlindungan kepada konsumen. Dalam
hal ini konsumen selalu berada dipihak yang lemah kedudukannya bila
dibandingkan dengan pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan suatu
aturan yang dapat melindungi kepentingan konsumen dan agar konsumen
mendapatkan hak-haknya agar tidak dirugikan atau diperlakukan
sewenang-wenang oleh pelaku usaha.
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merupakan salah satu
produk industri yang SNI nya telah diberlakukan secara wajib. Oleh
karena itu harus dilakukan pengawasan terhadap perusahaan Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) dalam menerapkan SNI terhadap Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) tersebut. Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Kota Padang yang bertugas di bidang pengawasan obat
dan makanan wajib melakukan pengawasan secara eksternal terhadap
kualitas Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh setiap
perusahaan air minum yang sudah terdaftar di BPOM Kota Padang dan
memiliki ijin edar. Kegiatan pengawasan yang dapat dilakukan oleh pihak31Wawancara dengan Bapak Zulkifli, BPOM Kota Padang, pada tanggal 27 Oktober
2016, Pukul 09:00 WIB

39

pihak yang berwenang dalam mengawasi kualitas air minum berdasarkan


Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
menjelaskan bahwa:
Menteri, Kepala BPOM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
BPOM Kota Padang termasuk berwenang melakukan pengawasan
terhadap kualitas air minum dalam kemasan seperti inspeksi sanitasi,
pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan
laboratorium serta rekomendasi dan tindak lanjut. Pengawasan terhadap
kualitas air minum BPOM Kota Padang dapat memerintahkan produsen
untuk menarik produk air minum dari peredaran atau melarang
pendistribusian air minum di wilayah tertentu yang tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan. Produsen yang telah melanggar aturan
apabila setelah mendapat peringatan keras dari BPOM RI dan tetap saja
melakukan kecurangan maka, akan dibawa ke jalur pengadilan.32
Air Minum Dalam Kemasan yang dapat diberikan label SNI oleh
Badan Standarisasi Nasional (BSN) harus melewati syarat-syarat yang
telah di tentukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) atau Lembaga
sertifikasi produk (LSpro) yang sudah terdafar di Komite Akreditasi
Nasional (KAN). Air Minum Dalam Kemasan adalah air baku yang telah
diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air mineral dan air
demineral. Untuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang merupakan
32Ibid.

40

produk wajib SNI dasar hukumnya yaitu Peraturan Menteri Perindustrian


Republik Indonesia Nomor 49/M-IND/PER/3/2012.
Penerapan SNI untuk beberapa produk memang telah diberlakukan
secara wajib, dalam tahun 2016 ini telah tercatat ada sebanyak 112 produk
yang telah diberlakukan secara wajib SNI, seperti Air Minum Dalam
Kemasan, mainan anak, kipas angin, kloset duduk, minyak goreng sawit,
tepung terigu, biskuit dan lain-lain. Untuk air minum dalam kemasan yang
berada di Kota Padang seperti air minum dalam kemasan dengan merek
JEJE dan SAJUAK yang diproduksi oleh PT INDOMEX DWIJAYA
LESTARI dan air minum dalam kemasan dengan merek AIYA yang
diproduksi oleh PT GUNUNG NAGA MAS telah mendapakan SNI secara
sah dari BSN dengan No SNI 01-3553-2006. Dalam kehidupan sehari hari
dalam prakteknya dilapangan ada juga produk yang tidak wajib SNI tetapi
mendafarkan produknya untuk dilakukan uji kelayakan untuk diberikan
label SNI. Pemberian SNI secara sukarela

ini dilakukan atas dasar

kebutuhan pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya dipasaran,


membantu kelancaran perdagangan dan mewujudkan persaingan usaha
yang sehat dalam perdagangan. Dalam penerapan SNI secara sukarela
diajukan oleh pelaku usaha kepada BSN, tetapi untuk di Provinsi Sumatera
Barat pelaku usaha dapat mengajukan permohonan penerapan SNI kepada
Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro)yang sudah terdaftar di Komite
Akreditasi Naional (KAN) dan kemudian Balai Riset dan Standardisasi

41

Industri akan melakukan uji kelayakan pada perusahaan tersebut dan


terhadap barang produksi dari perusahaan tersebut.33
Demi menjaga standar mutu atau kualitas air minum yang
dikonsumsi oleh masyarakat perlu adanya pengawasan baik secara internal
yang dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk menjamin kualitas
air minum yang diproduksi sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan,
dan pengawasan secara eksternal yang dilaksanakan dari pihak-pihak yang
berwenang untuk menentukan dan mengawasi standar mutu Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK).
Hasil penelitian penulis ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Sumatera Barat, menjelaskan bahwa dalam perlindungan hukum bagi
konsumen jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap konsumen
yang mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan
SNI, untuk konsumen sendiri dapat melaporkan langsung kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di Kota Padang dan
penyelesaian di BPSK tersebut dengan mendengarkan kesepakatan para
pihak. Untuk pelaku usaha sendiri yang memasarkan produk khususnya air
minum dalam kemasan yang tidak sesuai SNI akan ditarik dari pasaran
jika terbuki membahayakan keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen
atau lingkungan hidup, merugikan konsumen atau mengakibatkan
terjadinya korban, tidak sesuai dengan persyaratan yang telah diberlakukan
SNI secara wajib, dengan melakukan beberapa tahapan Surat peringatan,

33Wawancara dengan Ibu Hasnurita, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera


Barat, pada tanggal 28 Oktober 2016, Pukul 10:00 WIB

42

teguran kemudian jika tidak ada itikad baik dari pelaku usaha maka
produk tersebut akan ditarik dari pasaran.
Air minum dalam kemasan merupakan pilihan praktis buat orangorang tertentu yang tidak mau repot dengan bawaannya. Selain mudah
diperoleh dimana saja, botol atau kemasan bekas air minum dalam
kemasan juga dapat dibuang langsung setelah penggunaannya. Konsumen
yang dapat dilindungi adalah konsumen akhir atau konsumen yang secara
lansgung menggunakan, memakai sendiri suatu barang aau jasa baik untuk
diri sendiri, keluarganya.
Kiat-kiat dalam memilih produk wajib SNI yang aman, yaitu:
1) Pastikan produk sesuai standar, harus ada tanda SNI
2) Pastikan produk tersebut sudah terdaftar di Kemendag yaitu terdapat
Nomor Registrasi Produk (NRP) untuk produk produksi Dalam
Negeri atau Nomor Pendaftaran Barang (NPB) untuk Produk Impor.
3) Periksa label:
a) Nama barang
b) Merek barang
c) Menggunakan label dalam bahasa Indonesia
d) Nama dan alamat produsen/importer
e) Spesifikasi barang.
Untuk produk pangan terutama produk barang yang dikemas dapat
dicek dengan:
1) Labelnya dan perhatikanlah tanggal kadaluarsa, serta alamat
produsen.

43

2) Strandarnya dimana ada ketentuan SNI tanaman pangan yang


bersifat wajib dan sukarela, baik untuk pangan segar maupun pangan
olahan.
3) Kemasannya apakah masih utuh atau sudah rusak
4) Perhatikan produk pangan yang halal, dengan adanya label halal
berdasarkan sertifikasi halal dari MUI.
5) Untuk produk pangan yang curah atau cair perhatikan bentuk fisik,
bau dan rasanya.34
Berdasarkan Undang-Undang perlindungan konsumen pelaku
usaha yang melakukan pemasaran air minum dalam kemasan yang tidak
sesuai dengan SNI adalah merupakan tanggungjawab pelaku usaha itu
sendiri, karena sebelum diterbitkan izinnya oleh instansi-instansi yang
terkait terlebih dahulu disosialisasikan kepada setiap yang memohonkan
izin usaha dibidang air minum dalam kemasan tentang dampak atau akibat
yang timbul apabila tidak melaksanakan ketentuan yang berlaku, agar
dalam usaha air minum dalam kemasan jangan sampai lalai dalam
pengawasan dan beredar air minum dalam kemasan yang tidak sesuai SNI
karena air minum dalam kemasan yang mineral telah merupakan wajib
SNI.
Konsumen dan pengusaha adalah ibarat sekeping mata uang
dengan dua sisinya yang berbeda, konsumen membutuhkan produk air
minum dalam kemasan yang bersih, hygiene agar kesehatannya lebih
terjamin.

Sedangkan

pengusaha

membutuhkan

penghasilan

yang

34Wawancara dengan Ibu Elyasmar, Dinas perindustrian dan Perdagangan Sumatera


Barat, pada tanggal 28 Oktober 2016, Pukul 13:00 WIB

44

menguntungkan, karena itu keseimbangan dalam segala segi menyengkut


kepentingan dari kedua belah pihak merupakan hal yang ideal yang harus
diperhitungkan sebelum melakukan usaha. Ketidakseimbangan atau
gangguan pada kepentingan konsumen lambat atau cepat akan
berpengaruh pula pada kepentingan kepentingan pihak lainnya. Pandangan
secara ekonomi tentang perlindungan konsumen menegaskan bahwa
konsumen adalah lembaga ekonomi yang sangat penting dalam proses
ekonnomi. Hal ini kasrena proses ekonomi dalam kehidupan masyarakat
atau suatu bangsa terangkai dalam kegiatan investasi, produksi, distribusi,
dan konsumsi.
Mengenai mutu produk air minum dalam kemasan yang beredar
tanpa memiliki atau tidak ber-SNI dan telah terbukti dapat membahayakan
konsumen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dikota Padang
akan menarik dari pasaran dan memusnahkan produk tersebut. Apabila
suatu produk air minum dalam kemasan dinyatakan berkualitas baik, atau
telah

memenuhi

standarisasi

yang

ditetapkan

oleh

Departemen

Perdagangan dan Perindustrian, Balai Pom, sepenuhnya kembali lagi pada


pengusaha

yang

bersangkutan

bahwa

apakah

produsen

tersebut

menerapkan dalam memproduksi air minum dalam kemasan35.


Berkaitan dengan tanggungjawab produk dikategorikan produk
yang cacat dan berbahaya, dapat diklasifikasi menurut tahap-tahap
produksinya, sebagai berikut:
1) Kerusakan produksi
2) Kerusakan desain
35Ibid.

45

3) Informasi yang tidak memadai


Untuk menghindari kemungkinan adanya produk cacat dan atau
berbahaya, maka perlu ditetapkan standarisasi yang harus dipedomani
dalam memproduksi air minum dalam kemasan yang layak atau aman
dikonsumsi.
Standarisasi adalah sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait
dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, kemanan, kesehatan,
lingkungan hidup perkembangan masa kini dan masa yang akan datang
untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Standarisasi ini
berkaian erat dengan keamanan, keselamatan konsumen, serta berkaitan
dengan kelayakan suatu produk untuk dipakai atau dikonsumsi.
Bila dicermati lebih lanjut tanggungjawab produsen secara jelas
disebutkan dalam Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999

tentang

Perlindungan Konsumen dalam Pasal 19 yang berbunyi sebagai berikut:


1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengambalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang
sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan denggan tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi
4. Pemberian ganti rugi sebagai mana di maksud ayat (1) dan ayat (2)
tidak mengahapuskan kemungkinan adanya tuntunan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
keselahan
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan keselahan konsumen

46

Dari ketentuan diatas tampaklah bahwa produsen bertanggung


jawab mutlak atas kerugian yang diderita konsumen, misalnya gangguan
kesehatan atau bahkan kematian yang disebabkan oleh mengkonsumsi air
minum dalam kemasan yang beracun atau berbahaya. Apabila produsen
tidak dapat membuktikan bahwa produknya tidak tercemar, maka
produsen wajib mengganti kerugian baik kerugian berupa materialmaupun
immaterial.
Selanjutnya dalam pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang
lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya itu, mengganti kerugian
tersebut. Kesimpulan dari pasal ini adalah setiap orang yang dirugikan
oleh peristiwa perbuatan kelalaian, kurang hati-hati berhak mendapat ganti
rugi (kompensasi) atas kerugiannya itu. Tetapi untuk mendapatkan hak
ganti rugi tersebut undang-undang membebankan pembuktian kesalahan
orang lain dalam peristiwa tersebut kepada mereka yang menggugat ganti
rugi.

Saat ini standar nasional yang mengatur kualitas air minum dalam
kemasan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006 dari
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Persyaratan mutu air minum
dalam kemasan dapat dilihat sebagai berikut :36
NO

KRITERIA UJI

KEADAAN

SATUAN

PERSYARATAN
AIR M INERAL

36 Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat

AIR DEMINERAL

47

1.1

Bau

1.2

Rasa

1.3

Warna

Tidak berbau

Tidak berbau

Normal

Normal

Unit Pt-co

Maks.5

Maks.5

pH

6,0-8,5

5,0-7,5

Kekeruhan

NTU

Maks. 1,5

Maks. 1,5

Zat yang terlarut

mg/I

Maks. 500

Maks. 10

Zat organik(angka

mg/I

Maks. 1,0

mg/I

Maks. 0,5

mg/I

Maks. 45

mg/I

Maks. 0,005

mg/I

Maks. 0,15

mg/I

Maks. 200

mg/I

Maks. 250

mg/I

Maks. 1

mg/I

Maks. 0,05

mg/I

Maks. 0,1

mg/I

Maks. 0,05

mg/I

Mkas. 0,1

KMnO4)

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Total organik karbon


Nitrat(sebagai NO3)
Nitrit(sebagai NO2)
Amonium(NH4)
Sulfat (SO4)
Klorida (C1)
Fluorida (F)
Sianida (CN)
Besi (Fe)
Mangan (Mn)
Klor bebas (CI2)

48

17

Kromium (Cr)

mg/I

Maks. 0,05

18

Barium (Ba)

mg/I

Maks. 0,7

19

Boron (B)

mg/I

Maks. 0,3

20

Selenium (Se)

mg/I

Maks. 0,01

21

Cemaran logam

mg/I

21.

Timbal (Pb)

mg/I

Maks. 0,005

Tembaga (Cu)

mg/I

Maks.0,5

Kadmium (Cd)

mg/I

Maks. 0,003

Raksa (Hg)

mg/I

Maks. 0,001

Perak (Ag)

mg/I

Kobalt (Co)

mg/I

Cemaran arsen

mg/I

Maks. 0,01

21.

Cemaran mikroba:
koloni/ml

Maks 1,0x102

koloni/ml

Maks 1,0x105

APM/100m

<2

1
21.
2
21.
3
21.

5
21.
6

Angka lempeng total


awal*)
Angka lempeng toal

22

akhir**)

23

Bakteri bentuk koli

23.

49

23.

Salmonella

Negatif/100ml

Pseudomonas

Nol

aeregunesa

Koloni/ml

23.
3
23.
4
23.
5

Keterangan :*) Di Pabrik


**) Di Pasaran

50

B. Faktor-faktor yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi air


minum dalam kemasan

yang tidak sesuai dengan Mutu Standar

Nasional Indonesia (SNI) di Kota Padang


Dalam kehidupan sehari-hari air merupakan kebutuhan yang sangat
penting bagi manusia, dan dalam memenuhi kebutuhan tersebut tidak
sedikit masyarakat atau konsumen yang tidak mau repot dengan
bawaannya sehingga lebih memilih mengkonsumsi air minum dalam
kemasan karena lebih mudah dibawa kemana-mana misalnya ketempat
kerja, kesekolah, selain mudah dibawa kemana-mana dan praktis minuman
dalam

kemasan

juga

mudah

dijumpai

dimana-mana.

Dalam

mengkonsumsi air minum dalam kemasan tidak semua konsumen


menyadari atau meneliti minuman yang akan diminumnya apakah telah
sesuai dengan Mutu Standar Nasional Indonesia atau tidak. Bahkan tidak
sedikit pula konsumen yang tidak menyadari haknya selaku konsumen
yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen dan melakukan kewajibannya selaku
konsumen sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen agar terhindar dari
tindakan curang dari pelaku usaha mengingat lemahnya kedudukan
konsumen dibandingkan pelaku usaha.
Dari hasil wawancara penulis dengan berbagai pihak seperti Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat, Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) di Kota Padang, dan beberapa konsumen dapat
penulis simpulkan beberapa faktor yang menyebabkan konsumen

51

mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan Mutu
Standar Nasional Indonesia (SNI) DiKota Padang, yaitu:
1. Karena air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting dan
dalam

pemenuhannya

tidak

sedikit

konsumen

yang

memilih

mengkonsumsi air minum dalam kemasan karena dianggap lebih


praktis dan terjangkau tanpa memperhatikan asal-usul minuman
tersebut.
2. Konsumen menganggap tidak ada bedanya antara mengkonsumsi air
minum dalam kemasan yang tidak sesuai SNI meski air minum dalam
kemasan sendiri telah merupakan produk wajib SNI.
3. Kurangnya pengetahuan konsumen tentang bahaya yang ditimbulkan
akibat mengkonsumsi air minum dalam kemasan yang tidak sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
4. Pengurusan SNI yang tidak mudah dan dengan biaya yang tidak murah
mengakibatkan sebagian produsen tidak mendaftarkan produksi air
minum dalam kemasannya ke Badan Standarisasi Nasional (BSN)
sehingga produk air minum dalam kemasan pun masih beredar
dipasaran.
5. Air minum dalam kemasan (AMDK) yang beredar saat ini sangat
banyak macamnya dengan keunikan dan ragamnya yang berbeda-beda
yang dapat menarik konsumen untuk mengkonsumsi air minum dalam
kemasan tersebut.
6. Kurangnya

pengawasan

dari

pihak

internal

yang

diberikan

kewenangan oleh pemerintah terhadap pengawasan pemasaran air

52

minum dalam kemasan, sehingga banyak peluang bagi produsen untuk


melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan sehingga air minum dalam kemasan
yang tidak ber-SNI pun dapat beredar. Tetapi dikota padang dalam hal
ini air minum dalam kemasan yang beredar dipasaran telah memiliki
SNI37.

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

37Ibid.

53

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan


hal-hal sebagai berikut :
1. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap air minum kemasan
yang tidak sesuai dengan Mutu Standar Nasional Indonesia (SNI)
Kota Padang terbagi dalam dua bentuk, yakni Perlindungan preventif
dan perlindungan hukum secara represif. Perlindungan hukum dalam
arti preventif adalah melalui Pasal 31 dan Pasal 44 UUPK.
Perlindungan secara represif adalah melalui Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) yang memiliki tugas utama yaitu
melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrase
2. Faktor yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi air minum
dalam kemasan yang tidak sesuai dengan Mutu Standar Nasioanal
Indonesia (SNI) DiKota Padang, yaitu:
a. Dianggap lebih praktis dan terjangkau tanpa memperhatikan asalusul minuman tersebut.
b. Konsumen menganggap tidak ada bedanya antara mengkonsumsi
air minum dalam kemasan yang tidak sesuai SNI dengan
memakai SNI
c. Kurangnya pengetahuan

konsumen

tentang

bahaya

yang

ditimbulkan akibat mengkonsumsi air minum dalam kemasan


yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
d. Pengurusan SNI yang tidak mudah dan dengan biaya yang tidak
murah mengakibatkan sebagian produsen tidak mendaftarkan
produksi air minum dalam kemasannya ke Badan Standarisasi
Nasional (BSN) sehingga produk air minum dalam kemasan pun
masih beredar dipasaran.

54

e. Air minum dalam kemasan (AMDK) yang beredar saat ini sangat
banyak macamnya dengan keunikan dan ragamnya yang berbedabeda yang dapat menarik konsumen untuk mengkonsumsi air
minum dalam kemasan tersebut.
f. Kurangnya pengawasan dari pihak internal .
B. Saran
Saran yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah
dikemukakan sebagai berikut:
1. Saran bagi pemerintah adalah menerapkan ketentuan khusus terhadap
pengawasan

dan

penjaminan

mutu

produk

AMDK

serta

memperbanyak petugas dari Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian


dan Perdagangan untuk mengawasi dan memeriksa mutu dari produk
AMDK yang telah diproduksi dan diedarkan dipasaran.
2. Saran bagi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kota
Padang, antara lain:
a. Perlu adanya kerja sama antara BPOM Kota Padang dengan
pihak-pihak yang terkait dengan Lembaga sertifikasi produk
misalnya LSPro untuk melakukan pengawasan secara bersamasama terhadap standar mutu produk AMDK.
b. BPOM Kota Padang diharapkan dapat melakukan sosialisasi
mengenai keamanan produk pangan kepada masyarakat di Kota
Padang secara intensif.

Anda mungkin juga menyukai