Anda di halaman 1dari 932

Table of Contents

Mula-Mula
1. Terkutulah Kau Lana!
2. Acara Setelah Pernikahan
3. Sajian Teh
4. Akhir Dari Serangga
5. Permaisuri
6. Balutan luka
7. Tak ada jalan kembali
8. Dia Dan Keaslian
9. Pura-Pura Tak Tahu
10. Bukan Urusan Kita
11. Tidur
12. Dia Sama Sekali Tidak Melihatku
13. Permaisuri Harus Dihukum

2
14. Hukuman Satu Bulan
15. Bukan Sekedar Perhiasan
16. Secangkir Teh
17. Tuan Tanah Sombong
18. Hari Demi Hari
19. Aku Tak Peduli
20. Damn!
21. Thanks Calix
22. That Night
23. The Sane One Gives Up
24. The Empress's Answer
25. Essays With Perfect Grades
26. A Little Envious
27. A Man With Red Hair
28. One Day Before
29. The Emperor's Nightmare
30. Last Meeting

3
31. Καλύτερα άδεια
32. Μόνο μια στιγμή
33. Část mého
34. Vagues ce jour-là
35. Císařovna
36. He gave me a Hickey
37. Beautiful Everland
38. Close Up Baby 🔞
39. Still Not Enough🔞
40. Let's Party Tonight
41. She's Here With Me
42. Eastern People Are Weird
43. A Week He Hasn't Been Back
44. I Almost Die
45. No One Can Touch Her
46. Last Page
Epilog🔞
4
Transfer of The Devil's Covenant
Ekstra Chapter : After A Thousand Years
Ekstra Chapter : What If Lana's Lullaby

KALAU SEBAR
AWAS KU TOTOK
JARIMU!


Wmnya gaib !

5
Mula-Mula

Yohan Haze itu gila. Sinting. Gila. Gila. Gila. Gila.


SINTING! Hestia? Dia tidak lebih dari wanita jalang
yang merebut seorang suami dari istrinya.
Bagaimana bisa ada jutaan orang yang berharap
menjadi Hestia dan dicintai brutal oleh Yohan?

"Aku. Aku tadinya ingin seperti itu. Aku membaca


kisah romansa Hestia dan Yohan lalu berharap
menjadi Hestia. Apa salahnya?" gadis itu
bermonolog dalam hati sembari memandang satu
per satu perhiasan mahal yang ada diatas meja
riasnya.

Tepat di belakang tubuhnya ada dua orang


pelayan yang sedang menata rambutnya setelah
diberi wewangian. Kelihatannya ini adalah hari yang
penting bagi gadis bermata sapphire itu.
Tak lama terdengar suara pintu di dorong sedikit

6
terbuka ke arah dalam. Kepala seseorang
menyembul guna melihat sejauh apa persiapan telah
dilakukan.

"Tuan Putri sudah siap?"

"Sebentar lagi Nyonya, kami sedang merapikan


rambutnya." Sahutan itu berasal dari salah satu
pelayan wanita yang sedang menata rambut gadis
itu.

"Baiklah. Jangan lupa pasangkan mahkotanya


sekalian lalu bawa dia turun."

"Baik Nyonya."

Gadis itu menghela nafas pelan. "Hestia...


perempuan beruntung itu,"
"Tuan Putri, tolong berikan tanganmu. Kami akan

7
menghiasnya." Ujar Pelayan wanita yang berdiri di
sebelah kiri.

Gadis itu mengulurkan tangannya,


memberikannya pada pelayan tersebut lalu menatap
lurus ke arah depan. Memandangi wajahnya sendiri.
Hidung mancung, bibir ranum merah alami yang
dipoles pewarna tipis, dagu lancip, pipi tirus, dan
mata sapphire itu... Tidak salah lagi.

"Lana." Ujarnya dalam hati. "Aku menjadi Lana."

Tentu saja dia ingat kalau dia sudah mati karena


kecelakaan mobil tapi dia tidak pernah
membayangkan akan bertransmigrasi dan hidup lagi
sebagai tokoh paling mengenaskan pula.

Memang sih tak pernah diceritakan apakah Lana


mencintai suaminya atau tidak, pun scene
kemunculan Lana dalam cerita sangat sedikit

8
bahkan cenderung muncul di narasi saja. Tidak ada
yang tahu pasti kondisi Lana, apakah dia sakit hati
atau tidak usai mengetahui suaminya mencintai
perempuan lain dan memilih menceraikannya.

Lana tak memiliki nama panjang. Hanya Lana


saja. Dia seorang putri dari Kerajaan dengan wilayah
kecil di bagian timur, penulis novel bilang begitu lalu
setelahnya tidak ada informasi lain. Sebagian besar
cerita ditulis melalui sudut pandang Hestia dari awal
hingga akhir termasuk keseharian Hestia dan awal
mula kisah cinta gadis perebut suami orang itu
dimulai.

"Nah, anda sudah selesai dirias." Wanita itu


tersenyum. "Cantik sekali. Anda sudah siap keluar?"

Gadis itu—ah, Lana. Dia Lana sekarang.


"Ini... hari pernikahanku?" ragu Lana bertanya
meski kemungkinannya dia tahu seratus persen
kalau jawaban dari pertanyaannya adalah ya.

9
"Anda pasti merasa sangat canggung ya?" sahut
wanita itu. "Jangan khawatir. Anda lebih dari pantas
untuk menjadi Pendamping dari Kaisar Negeri ini.
Anda sempurna. Masyarakat biasa seperti kami
sangat membutuhkan perempuan tangguh seperti
Anda."

"Tangguh?" Lana berbicara dalam hati. "Mereka


bercanda atau sedang mengejekku?"

"Ayo kita keluar. Pendeta pasti sudah menunggu,


Kaisar juga. Mereka menantikan Anda." Wanita itu
berkata lalu membantu Lana berdiri dan
menggandengnya perlahan menuju pintu kamar
yang ukurannya sangat besar.
"Ketidakberuntungan pertama Lana adalah
menjadi Istri Yohan Haze, pria dingin yang sinting
dan gila." Batinnya. "Aku hanya perlu menjalaninya
dan hidup lebih bahagia dengan caraku."

10
Ya, Lana tidak akan ikut campur mengenai Hestia
dan Yohan ke depannya. Lagipula sejak dulu Lana
tidak pernah dianggap dari awal sampai akhir. Satu-
satunya scene kemunculan Lana hanya saat hari
perceraian.

Saat itu Lana berkata, "matahari akan tetap


bersinar walau tertutup awan mendung." Sebelum
menandatangani surat perceraian lalu pergi dari
Istana tanpa mendapat penghormatan. Lucunya
rakyat juga tak ada yang merasa prihatin, mereka
malah mendukung pernikahan Hestia dan Yohan
beberapa hari setelahnya. Untuk menciptakan
sebuah kebahagiaan harus sekali menghancurkan
kebahagiaan lain?
"Tuan Putri, " wanita itu memanggil sembari
mengulurkan tangannya guna membawa Lana
berdiri tepat di samping sosok pria tinggi nan gagah
itu.

Yohan Haze.

11
Dia tinggi. Kulitnya putih pucat. Bibirnya tipis,
kecil dengan hidung runcing. Garis mata dan
rahangnya tegas. Tatapannya tajam, mengarah lurus
pada sang Pendeta. Dia sama sekali tidak menoleh
atau melirik ke arah Lana, perempuan yang akan
menjadi Istrinya.

"Silakan dimulai." Ucap pria itu.

Benar. Yohan, Yohan Haze yang baru saja


berkata pada Pendeta di hadapannya.

"Hei, Lana... malang sekali hidupmu. Menikah


dengan seseorang yang bahkan sama sekali tidak
melihat wajahmu untuk sekedar memeriksa apakah
calon istrinya benar perempuan." Setelah membatin,
Lana menghela nafas lalu tersenyum lebar bahagia.
"Tak apa-apa yang penting AKU KAYA~!"

12
Pernikahan berlangsung. Hanya perlu menjawab
'aku bersedia, aku bersedia, aku bersedia menerima
Yohan Haze menjadi suamiku' lalu berakhir.

Lana dan Yohan telah menikah. Status mereka


suami istri sekarang.

"Nak," Ibu dari Yohan mendekat dan berbisik.


"Berilah sambutan pada rakyatmu."
Mereka berada di balkon istana dan di bawah
sana terdapat banyak sekali orang yang bersorak-
sorai bahagia atas pernikahan pemimpin mereka.

"SELAMAT ATAS PERNIKAHAN ANDA YANG


MULIAAA!"

"Hidup kaya, ugh!... kakiku... " kedua mata Lana


melebar saat merasakan nyeri mendadak yang dia
dapatkan di kaki kanannya. "Masa iya kakiku yang
hobi kram ikut terbawa ke sini?"

13
"Ah, sial. KAKIKU KRAM!" Lana berteriak dalam
hati seraya mencoba mempertahankan langkahnya
namun wanita paruh baya di sebelahnya nampak
menyadari ekspresi Lana yang seperti menahan
sesuatu.

"Ada apa, Nak?"


Lana menggeleng. "Tidak apa-apa, Ibu."
Jawabnya pada Sang Mertua.

Tetapi kemudian Lana mengutuk dirinya sendiri


karena menjawab itu. Kram di kakinya naik sampai
ke pinggang dan Lana tak bisa untuk tidak menarik
bagian belakang pakaian Yohan tepat ketika
tubuhnya hilang keseimbangan dan tersungkur.

Srek!

14
"MAMPUS LANA!" rutuknya ketika menyadari
tangannya menggenggam robekan dari pakaian
Yohan.

Lana meneguk ludah, takut-takut dia mengangkat


kepala dan nyengir saat mendapati bagian punggung
dari pakaian Yohan telah robek membentuk lubang
cukup besar. "Maaf, maaf hehe…

15
YOHAN HAZE

16
1. Terkutuklah Kau Lana!

Yurisia, ibu mertua Lana sekaligus ibu kandung


dari Yohan terkejut mendapati gadis yang baru saja
resmi menjadi menantunya itu tersungkur jatuh ke
lantai begitu saja.

"Nak!" serunya beranjak membantu Lana berdiri


tetapi karena kram, Lana tidak bisa dan jatuh lagi.

Lana tidak berlebihan. Kramnya mencapai ke


bagian pangkal paha sampai dia tak sadar meraih
kaki Yohan untuk dipegangi dan dicengkram kuat-
kuat.

Pria itu menghela nafas pelan, merasa tak


nyaman. Mau tak mau dia jadi tidak bisa
mengabaikan Lana sepenuhnya sekarang karena
merasa sudah terganggu cukup jauh alhasil dia

17
merunduk sesaat, menarik lengan gadis itu dengan
gerakan yang cukup memaksa agar Lana cepat
berdiri.

"Aku... aku tidak apa-apa, Bu." Ucap Lana pada


Yurisia supaya wanita setengah paruh baya itu
berhenti panik.

"Lupakan sambutannya. Kalian masuklah ke


dalam terlebih dahulu, biar ibu yang memberi
sambutan." Ujar Yurisia berinisiatif menggantikan
putranya dan meminta Yohan membawa Lana ke
dalam.

"Kau juga perlu berganti pakaian, Kaisar." Ujar


Yurisia lagi.

Yohan tidak menanggapi dengan ucapan, dia


memberi anggukan ringan pada sang ibu kemudian
berbalik dan membawa Lana seperti menyeret

18
kambing walau lengan gadis itu sepenuhnya dia
lingkarkan pada tangannya.
"Pelan-pelan dong!" protes Lana dalam hati, dia
cukup waras untuk tidak mengatakannya secara
langsung meski sangat mau.

Dia dibawa masuk ke ruangan terdekat oleh pria


itu yang di dalamnya terdapat berbagai jenis pakaian
mewah untuk laki-laki dan perempuan. Sepertinya
memang dikhususkan untuk dipakai oleh anggota
kerajaan.

Yohan tak bicara pada Lana sedikitpun setelah


meletakkan gadis itu duduk di sofa empuk terdekat.
Pria itu nampak mendekat ke salah satu gantungan
pakaian lalu mengambilnya untuk dipakai.

Lana tanpa sadar memperhatikan. Kedua


matanya membesar kala menyaksikan Yohan mulai
melepaskan pakaiannya walau dalam posisi
memunggungi tapi Lana bisa membayangkan

19
dengan jelas seperti apa bentuk tubuh pria itu di
bagian depan hanya dengan melihat punggung
tegap dan bahu lebar kekarnya itu.

"Astaga, dosa!" Lana cepat-cepat tutup muka


dengan tangan kanan dan mengalihkan
pandangannya ke tempat lain.

Meski begitu Yohan sadar dia diperhatikan oleh


gadis yang merupakan istrinya itu tetapi dia bukan
tipikal orang yang mau ambil pusing. Terserah saja
Lana mau melihat kemana asal tak mengganggunya
seperti tadi.

"Orang ini benar-benar..." Lana membatin kesal


saat melihat Yohan berjalan melewatinya tanpa
melirik sedikitpun seolah dia tidak pernah berada
dalam satu ruangan yang sama dengannya.

"Oke lupakan saja. Yohan tidak penting walau

20
tampan tapi tidak penting tapi tampan! Tidak! Tidak
penting. Cari lain saja, Lana!" disaat hatinya mulai
perang batin, sebuah sandal dari bahan kain lembut
yang diisi bulu angsa disodorkan tepat ke depan
wajahnya.

Lana tertegun. "Apa?" tanyanya refleks.

"Jika kau ingin kulit kakimu lepas kau bisa terus


memakai sepatu itu." Ujar Yohan untuk pertama
kalinya mengeluarkan suara kepada Lana.

Hening.

Lana termangu sesaat. Apa tadi katanya? Jika


tidak mau kulit kaki lepas? Ketika sadar Lana
langsung menunduk ke bawah untuk melihat sisi
kakinya yang sudah memerah cukup parah. Lana
tidak sadar kalau sepatu cantik dengan lapisan
permata itu telah melukai kakinya.

21
"Terimakasih." Lirih Lana pelan seraya
mengambil uluran sandal itu dari Yohan lalu
memakainya.

"Sudah?"

Lana mengangguk.

Yohan tak bicara lagi. Pria itu berjalan lebih dulu


menuju pintu meninggalkan Lana yang masih sedikit
pincang karena efek kram brutal beberapa saat lalu.
Menyadari istrinya itu tertinggal, Yohan berhenti
sejenak di dekat pintu dan menunggu langkah
tertatih Lana sampai disisinya.

Benar. Dinovelnya Lana tidak pernah membenci


Yohan begitu pula sebaliknya. Walau tidak
diceritakan seperti apa hubungan keseharian
mereka tetapi tak pernah dikatakan bahwa mereka

22
saling membenci. Mungkin semua terjadi karena
ketidakmampuan Lana dalam mencairkan hati beku
Yohan.

Ah, tidak. Semua terjadi karena Hestia adalah


Main Characternya. Main Character selalu
diutamakan, selalu menang dalam berbagai aspek
kehidupan walau diceritakan dengan awal mula
menyedihkan sekalipun nantinya akan mendapat
akhir yang luar biasa bagus.

"Maaf, kau jadi menunggu." Ucap Lana tak enak


hati.

Yohan menatap sekilas ke arah Lana lalu


mengulurkan tangannya pada gadis itu. Entah setan
mana yang merasukinya tetapi dia menjadi sedikit
lebih peduli pada Lana. Perlu digaris bawahi, hanya
sedikit.
Karena setelahnya meskipun Yohan
menggandeng Lana, dia membawa gadis itu seperti

23
menyeret binatang buas karena langkahnya yang
terlampau kecepatan.

Alhasil Lana kesulitan, dia terseok beberapa kali


tapi untunglah sandalnya lembut jadi kakinya tetap
baik-baik saja dan tak mengalami lecet yang berarti
hingga mereka sampai di aula perjamuan khusus
anggota kerajaan yang sebagian besar terdiri dari
keluarga Haze.

"Kalian sudah datang?" Yurisia bergegas


mendekat, ekspresinya khawatir sekali pada Lana.
"Kakimu sudah membaik?"

Lana mengangguk. "Sudah, ibu. Aku lebih baik


sekarang. Ibu jangan khawatir, ya?"

Yurisia tersenyum lalu membawa Lana duduk


disisi Yohan. "Kalau begitu duduklah disini dan
makan bersama kami. Ada beberapa sajian khusus

24
yang harus dimakan oleh pengantin baru." Ujarnya
kemudian terlihat mempersiapkan beberapa
hidangan yang masih tertutup.

Terlihat Yurisia membawa satu piring lalu


diletakkan di hadapan Lana. "Hidangan pertama
yang harus kau cicipi adalah tiram murni dari laut
kerajaan kami." Ujarnya memberitahu lalu
mengarahkan Lana untuk memakan hidangan itu
mentah-mentah.

"BU? WARAS BU? IBU WARAS TIDAK? ADA


BANYAK CARA PENGOLAHAN MAKANAN TAPI AKU
DISURUH MAKAN MENTAH!?"

"Nak Lana..." Yurisia menegur Lana yang


melamun. "Ayo dimakan." Pintanya.
Lana meneguk ludah. Dia tidak bisa. Mencium
aroma amisnya saja sudah mampu membuat
pencernaannya merasa mual. Asam lambungnya
terasa seperti naik ke tenggorokan sekarang ketika

25
membayangkan daging tiram itu berada di dalam
mulutnya.

"Aku saja, Bu." Yohan berkata lalu mengambil


piring itu dari hadapan Lana.

"Yang Mulia Kaisar..." Yurisia hendak


menghentikan putranya menggantikan kewajiban
turun temurun di wilayah mereka khususnya jika
seseorang dari wilayah itu menikah dengan
seseorang dari wilayah lain maka harus diadakan
acara makan seperti ini.

"Aku juga menikah. Pernikahan tidak hanya


dijalankan oleh satu orang. Lagipula aku sudah
meminta orang-orang berhenti melakukan tradisi
aneh itu, kan?" Tutur Yohan dingin.
"Nak, kau teringat kakak sepupumu yang muntah
saat acara---"

26
"Siapa yang tidak akan muntah?" sarkas Yohan.

"Pelayan!" Yohan memanggil dengan suara tegas


yang tak begitu keras, "singkirkan semua makanan
mentah yang ada disini termasuk ini." Tunjuknya
pada piring sendiri yang diambil dari Lana.

Tak habis pikir dengan putra semata wayangnya,


Yurisia menghela nafas lalu mengangguk saat
pelayan yang datang mencoba meminta persetujuan
darinya.

"Yurisia..." Lana membatin seraya mengingat-


ingat scene dalam novel dan mendapati fakta bahwa
wanita itu memiliki sifat bermuka dua. "Dia akan
memihak sesuai keadaan. Hanya dipihak yang
keadaannya bagus. Buktinya dia akan menjadi orang
pertama yang mendukung hubungan Yohan dan
Hestia, aku ikut juga deh. " Batinnya.

27
"Bawakan makanan lain." Bisik Yurisia pada koki
istana.

"Baik Yang Mulia."

Makanan baru disajikan kali ini semua makanan


telah dimasak hingga matang sempurna sehingga
tak ada aroma amis yang tercium sampai masuk ke
bagian terdalam hidung Lana. Dia merasa lebih baik
sekarang.

"Terimakasih."

Yohan baru akan makan saat mendengar bisikan


lembut menyapa telinganya. Suaranya begitu kecil
dan lirih namun entah mengapa dia bisa
mendengarnya dengan sangat jelas. Suara Lana
yang bicara, cara gadis itu mengatakannya tiba-tiba
saja terdengar sangat tulus.

28
Mungkin terikat secara paksa melalui pernikahan
dengan seseorang yang tak dikenal tidak seburuk
yang dia bayangkan?

Mungkin.

Sementara bagi Lana, dia merasa terkutuk walau


tidak akan ada adegan kekerasan dalam rumah
tetap saja dia resah dan khawatir akan
keselamatannya sendiri namun sejauh ini Yohan
terlihat jinak-jinak saja. Tapi, apa benar kedepannya
akan seperti itu? Bisa jadi faktor karena Hestia
belum muncul, kan?

29
2. Acara Setelah Pernikahan

Mari coba bayangkan. Kau sudah meninggal lalu


terbangun dalam dunia lain, dunia yang dulunya kau
ingat sebagai sebuah tempat dalam cerita kini
menjadi tempat kau harus berjuang hidup dari mula-
mula.

Menjadi istri dari Kaisar yang tak pernah


mencintaimu lalu tiba-tiba menempatkan hatinya
pada gadis lain dan membuangmu tanpa bertanya
apakah kau pernah mencintainya sekali dalam
seumur hidup.

Lana harus menerima kenyataan yang datang


bertubi itu sekarang. Chapter baru dari hidupnya
telah dimulai dan kini telah tiba waktunya Lana untuk
berdoa di kuil bersama suaminya, Yohan.
"Ini agama apa, ya?" Lana membatin kebingungan
seraya melihat ke sekeliling disaat orang-orang

30
sibuk memejamkan mata dan memanjatkan doa.

Gadis itu berniat meniru cara orang lain berdoa


tetapi belum sempat sebuah tangan menyenggol
sikunya. Yurisia meminta Lana menutup mata
dengan gestur kedipan.

Alhasil Lana menutup mata dengan kedua tangan


terkatup di depan mata persis seperti cara orang-
orang Nasrani berdoa di dunianya dulu tapi bedanya
yang ini menyembah sebuah patung.

"Dosa tidak ya?" Lana merasa ngeri-ngeri sedap


alhasil dia memutuskan pura-pura berdoa saja
daripada sesat.

Tak lama kemudian seseorang berpakaian


seperti biksu dalam film aksi cina mengulurkan
rempah-rempah pada Lana. Baru akan diambil oleh
gadis itu, rempah yang dipegang oleh biksu tersebut

31
dilempar ke wajah Lana hingga bahunya terlonjak
kaget bahkan Yohan sampai mengerutkan dahi
melihat gelagat aneh sang istri.

"Yang Mulia..." biksu itu beralih memanggil Yohan,


"tolong ulurkan tangan anda."

"Anda juga." Pintanya pada Lana.

Sesaat sebelum menempatkan tangannya, Lana


meneguk ludah sebanyak dua kali usai mendapati
dengan mata kepalanya sendiri besaran tangan
Yohan yang... dua? tidak, tiga... tiga kali lebih besar
dari tangannya.

"Yang Mulia, letakkan tangan anda di atas tangan


Yang Mulia Kaisar. " Biksu itu memerintah lagi untuk
kali kedua bahkan memperjelas perintahnya.
Dengan gugup Lana menempatkan tangan
kanannya di atas telapak tangan terbuka milik Yohan

32
namun tidak menempel sambil menahan kegugupan
luar biasa. Lana mencoba bersikap normal tetapi
tangannya itu tidak bisa diajak kerja sama.

"Aishh malah gemetar!" batin Lana jengkel pada


diri sendiri lalu menyengir saat Yohan menoleh ke
arahnya sebab mendapati tangan Lana bergetar
hebat seperti terkena gempa.

Dengan sigap Lana menggunakan tangan kirinya


untuk memegangi bagian pergelangan tangan
kanannya supaya berhenti gemetaran. Yohan tak
memberi tanggapan lalu biksu itu mulai merapalkan
doa atau mantra entah apa.

Kemudian meletakkan beberapa rempah di atas


tangan Lana tetapi gadis itu masih gemetaran walau
sudah mencengkram kuat lengannya alhasil
sebagian rempah yang diletakkan jatuh ke bawah.

33
Dengan cepat Yohan menangkap tangan Lana ke
dalam tangannya seolah memaksa tangan gadis itu
supaya berhenti gemetar saat biksu kembali
menambahkan rempah ke atasnya lalu meminta
mereka untuk memakannya secara bergantian.

Jelas ekspresi wajah Lana kelihatan sekali


menunjukkan rasa jijik yang langsung terbaca oleh
Yohan.

"Hehe..." kekeh Lana. "Kalau boleh tahu itu apa


ya?" tanyanya berbisik pada Yohan sebab remahan
rempah itu mirip seperti kotoran kambing.

"Kau tidak mau?"


"Hah?" beo Lana ketika menyaksikan Yohan
melempar rempah itu ke sembarang arah tanpa
sepengetahuan orang lain termasuk biksu itu yang
sedang berdoa dengan mata tertutup.

34
Oke, Lana. Yohan itu Pria misterius. Benar-benar
misterius sampai dia merasa pusing sendiri. Tetapi,
dari banyaknya sifat Yohan yang Lana baca dalam
novel satu-satunya yang paling melekat ialah sifat
tak mau ribet yang dimilikinya.

"Pemberkatannya sudah selesai, Yang Mulia."


Biksu tadi berkata lalu membungkuk hormat pada
Yohan dan Lana secara bergantian. "Saya memberi
selamat atas pernikahan kalian berdoa, semoga
seterusnya hubungan kalian selalu diberkati oleh
Sanghyang agung dewa."

Yohan mengangguk. "Terimakasih." Responnya


singkat.
"Nak, ayo kembali ke istana." Ujar Yurisia
menginterupsi seraya menggandeng tangan Lana
dan membantu gadis itu berjalan lebih cepat.

"Kita masih memiliki beberapa acara tradisi lagi."

35
"Lagi?" nada bicara Yohan terdengar jengkel. "Aku
masih harus mengurus beberapa pekerjaan istana,
Bu."

"Ya karena itu ibu memintamu untuk segera


mengikuti acara berikutnya."

"Apa kali ini?"

"Tidak banyak." Yurisia menjawab seraya


tersenyum. "Kalian hanya perlu melakukan tukar
barang berharga lalu acara untuk hari ini selesai."
Yohan mendecak. "Lupakan saja. Aku tak akan
melakukannya. Aku akan kembali ke kamar dan
melanjutkan pekerjaan."

"Nak, ini hari pernikahanmu." Yurisia menasehati.


"Mengapa kau begitu sibuk di hari ini? Astaga, ini

36
perayaan."

"Jadi, setelah menikah pengantin tidak diberi


waktu untuk istirahat?" sarkas Yohan seolah tak
peduli wanita itu merupakan ibunya sendiri.

"Lana... " beralih pada menantunya, Yurisia


meminta Lana membujuk Yohan.

Tanpa sempat mengatakan sepatah kata, Yohan


berjalan mendahului Lana dan mengabaikan seruan
Yurisia. Wanita itu menghela nafas kasar sembari
menggelengkan kepalanya tak habis pikir, terkadang
putranya sendiri memang sangat menyebalkan.

"Aku harap kau tak kewalahan saat


mengatasinya." Ujar Yurisia pada Lana.

Lana hanya tersenyum, mau membalas pun

37
bingung membicarakan apa. Tak lama Yurisia
memanggil seseorang untuk dipertemukan dengan
Lana.

"Lana, menantuku sayang~" Yurisia tersenyum


seraya mengusap puncak kepala Lana. "Aku telah
mempersiapkan pelayan pribadi terbaik untukmu."

Deg!

Lana meneguk ludah, jantungnya tiba-tiba saja


berdebar cukup kencang seolah mendapat firasat
sesuatu yang kurang baik akan terjadi dan terbukti
saat seseorang yang Yurisia maksud akhirnya
datang lalu memberi salam padanya.

"Saya memberi hormat kepada Yang Mulia


Permaisuri, saya Hestia Avolire. Saya ditugaskan Ibu
Suri untuk melayani anda." Ucap perempuan cantik
itu dengan lemah lembut bahkan nada bicaranya

38
terdengar amat sangat sopan.

Lana berusaha mempertahankan ekspresinya


agar tidak berubah jadi terkejut atau sejenisnya. Dia
tersenyum tipis lalu mengangguk dan membalas,
"kalau begitu mohon bantuannya."

Hestia mengangguk. "Dengan senang hati saya


akan membantu Anda dalam memenuhi segala
keperluan. Katakan saja pada saya Anda perlu apa,
saya akan membuat Anda merasa sangat nyaman
seperti kediaman Anda. Pasti sulit beradaptasi tapi
saya yakin hanya perlu beberapa jam bagi anda
untuk merasa terbiasa." Tuturnya panjang lebar
memberikan aura positif melalui setiap kata yang
keluar dari mulutnya.

"Pantas saja semua tokoh pria tergila-gila pada


gadis ini." Ucap Lana membatin sudah merasa tak
heran karena mendapati penampilan Hestia yang
notabennya tokoh utama jauh lebih bersinar

39
dibandingkan tokoh lain walau status gadis itu
sebagai pelayan.

Hestia cantik, ramah, pintar mencairkan suasana.


Definisi tokoh utama yang memiliki segala bentuk
kesempurnaan seperti siswa ambis di kelas. Lana
berpikir seperti itu, jika dia laki-laki mungkin saat ini
dia sudah ikut berkompetisi untuk memenangkan
hati Hestia.

"Lana?"

Deg!

"Ya, ibu?"

"Kenapa melamun?" tegur Yurisia.

40
Lana menggeleng. "Tidak ibu, aku hanya merasa
lelah."

"Kalau begitu Hestia, antarkan menantuku ke


kamarnya."

Hestia mengangguk. "Baik Yang Mulia. Mari?"


anaknya pada Lana, mempersilakan gadis berstatus
Permaisuri itu berjalan duluan.
Tidak ada perbincangan yang tercipta di
sepanjang perjalanan menuju kamar, Lana sesekali
tertegun mendapati kilauan batu kristal dan permata
sengaja ditempel di dinding sebagai penghias
ruangan.

"Kalau dijual pasti mahal..."

"Anda sangat suka perhiasan, ya?" celetuk Hestia.

41
Lana belum sempat merespon saat gadis itu
kembali berkata, "saya mengenal beberapa penempa
perhiasan terbaik di Kerajaan ini. Anda pasti puas
dan suka jika memesan disana."

Lana meringis. "Cerewet!" cebiknya dalam hati.


"Ya, ya, ya. Terimakasih! Sekarang bisa kau lakukan
sesuatu untukku?"
"Apa itu Yang Mulia?" Hestia mengerutkan
dahinya bingung.

Lana menyeringai. "Pergilah ke kamar Kaisar dan


bawakan dia teh chamomile, teh kesukaannya."

"Sekarang Yang Mulia?" tanya Hestia bingung.

Lana mengangguk. "Ya, sekarang."

"Daripada kalian pada akhirnya berselingkuh

42
dibelakangku lebih baik ku jodohkan saja biar lebih
cepat." Lanjutnya dalam hati. "Toh, lebih cepat lebih
baik."

Meski ragu karena diperintah tiba-tiba, Hestia


menurut untuk pergi dan membawakan Yohan
secangkir teh chamomile sesuai dengan ucapan
Lana.

43
3. Sajian Teh

"Permaisuri menyuruhmu?" Yohan menatap


pelayan perempuan di hadapannya dengan satu alis
terangkat dan ekspresi yang menunjukkan kalau ia
saat ini merasa terganggu atas kehadiran tak
diundang dari Hestia.

"Iya, Yang Mulia." Hestia menjawab dengan


kepala tertunduk. "Permaisuri bilang anda minta
dibawakan teh Chamomile."

"Dia bilang begitu?" mata Yohan nampak


menyipit sesaat. "Dimana dia?"

"Tadi Yang Mulia Permaisuri sedang dalam


perjalanan menuju kamar peristirahatan, Yang
Mulia." Sahut Hestia pelan.
Tanpa menunggu pertanyaan Yohan, Hestia

44
segera menjelaskan. "Ibu Suri yang meminta
Permaisuri dibawa ke Kamar Peristirahatan."

"Oh."

Respon yang menyebalkan bukan? Entah


bagaimana ada seseorang yang jatuh cinta pada
Yohan. Tunggu, pria itu bahkan sangat buruk dalam
menyatakan cintanya pada salah satu dari
banyaknya dialog novel.

"Keluarlah." Titahnya pada Hestia.

Tanpa bertanya atau membantah, Hestia


bergegas pamit selepas membungkuk hormat pada
Yohan. Dia mengerti posisinya dan sangat
menghormati majikannya terlebih ia baru bekerja
selama dua bulan di istana.

45
"Memberi hormat kepada Yang Mulia, saya
permisi. " Ucapnya lalu berbalik pergi.

Sementara itu diluar sana Lana sedang mengintip,


matanya mengekor ke arah Hestia pergi setelah
keluar dari ruangan Yohan. Gadis itu tidak
menunjukkan ekspresi apapun. Lana tidak bisa
menebak apa yang telah terjadi di dalam. Mungkin
sesuatu yang romantis?

Puk!

"HAI HALOOO!" refleks Lana memekik heboh


kalah terkejut usai mendapati tepukan di bahunya.
Gadis itu sampai meloncat dan berbalik untuk
memeriksa siapa yang baru saja menepuk bahunya
dan mendapati Yohan berdiri tepat di belakangnya,
Lana melangkah mundur saat mereka dalam posisi
berhadap-hadapan.

46
"Jangan bunuh aku!" seru Lana refleks untuk kali
kedua langsung memeluk kepalanya sendiri.

Sementara Yohan hanya menaikan satu alisnya


sebagai bentuk respon bingung atas tingkah Lana.
Mengapa gadis itu sama sekali tidak seperti yang
diceritakan oleh orang-orang? Apanya yang pemalu
dan pendiam? Bagian mananya dari tingkah gadis itu
yang dapat disebut bijaksana? Yohan tak merasa
begitu sejauh ini.

"Aku tak minta dibawakan teh." Ujar Yohan datar,


"jangan sembarangan menyuruh pelayan masuk ke
kamar. Aku tak menyukainya."

"Ehm..." Lana meringis dengan kedua tangan


yang sudah berpindah posisi jadi saling menaut di
depan dada. "Maaf soal itu, aku tadi hanya... iseng."

"Jangan lakukan lagi." Yohan mempertegas kalau

47
ia tak suka dibawakan sesuatu yang bukan
permintaan darinya sendiri.

"Maaf." Lana kembali mengulangi kata yang


sama, dia merinding saat Yohan menatapnya tajam
seolah ingin membunuhnya melalui kalimat dingin
dari bibirnya.

"Ya, ingatlah itu." Ucap Yohan sekali lagi.

Lana menatap kepergian pria itu dengan mata


disipitkan lalu menghela nafas tak habis pikir. Ia
heran bisa-bisanya ada manusia yang seperti itu
sampai rasanya Lana bingung harus bersikap seperti
apa pada suaminya itu.

"Haruskah ku acuhkan?" Lana bergumam,


menanyai dirinya sendiri sembari membayangkan
masa depan yang akan terjadi jika dia memutuskan
untuk menjalankan kewajibannya sebagai istri saat

48
di depan orang lain saja. Toh, ujung-ujungnya yang
akan dapat cinta Yohan adalah Hestia. Mengapa
Lana harus repot?

"Baiklah, lupakan saja." Putus Lana kemudian


setelah cukup lama berpikir dan memilih untuk
menjadi istri Yohan saat ada orang lain yang melihat,
jika hanya berdua sebisa mungkin ia akan menjaga
jarak.

"Memberi salam pada Yang Mulia Permaisuri,"


seorang pelayan wanita datang mendekati Lana. "Ibu
Suri meminta anda menemuinya di kamar. "

Lana mendecak dalam hati. Bukankah beberapa


saat lalu wanita itu membiarkan beristirahat?
Lihatlah, sekarang dia bahkan sudah dipanggil untuk
berbicara di ruangannya.

"Aku akan ke sana." Jawab Lana dengan senyum

49
terpaksa yang sulit dibuatnya jadi senyum alami.
Tidak bisa menebak scene apa yang akan terjadi
karena jelas dari awal sampai akhir hanya ada scene
Hestia-Yohan dalam buku, alhasil Lana jadi
penasaran kira-kira apa yang akan diberikan
padanya mengingat Hestia mendapat kalung emas
turun temurun dari ibunya Yohan.

“Menantuku Lana…” Yurisia melambaikan tangan


pada Lana supaya menantunya itu mendekat. "Ada
sesuatu untukmu."

Dalam hati Lana sudah berharap. "Kalung emas


yang sama?" matanya berbinar kala mendapati
Yurisia memangku sebuah kotak diatas pahanya.

"Ini..." seraya membuka kotak tersebut, Yurisia


menjelaskan. "Harta turun temurun dari keluarga
kami."
Kerutan muncul di dahi Lana kala mendapati
bukan kalung emas yang ada di dalam kotak itu

50
tetapi benda lain yang sama sekali tidak
mengandung emas.

"Pengusir mimpi buruk?" celetuk Lana menebak.

"Haha...kau tahu?" tawa kecil Yurisia mengudara.


"Katanya benda ini juga dapat mempercepat
kehamilan bagi pasangan yang baru menikah."

"Ibu memberikannya padaku?" Lana berpura-pura


tidak tahu sembari menahan ekspresi kecut. "Dijual
lagi saja tak laku, untuk apa memberikan benda yang
jelas-jelas tak akan mengubah kenyataan kalau Lana
itu mandul."

Benar... salah satu alasan lain yang membuat


Yohan bersikeras berpisah dari Lana sebab gadis itu
tak dapat memberikan keturunan karena itu Yurisia
sangat mendukung Yohan menikah lagi guna
mendapatkan penerus bagi tahtanya kelak.

51
Tetapi mau tak mau Lana yang ini harus tetap
menerima hadiah berupa benda yang digantung atau
lebih sering disebut sebagai Dreamcatcher di
kehidupannya sebelum ini.

"Terimakasih ibu, saya benar-benar merasa


seperti berasa dirumah berkat dirimu."

Yurisia terkekeh. "Sekarang tempat ini juga


rumahmu." Ucapnya pada Lana. "Sekarang pergilah
dan gantungkan benda itu di kamar kalian."

"Tentu Ibu, aku permisi." Lana pamit setelah


memberi salam dengan membungkukkan badan.
Mengingat perintah yang diberikan Yurisia untuk
menggantung benda tersebut di kamarnya dan
Yohan yang entah ada dimana, Lana rasanya ingin
hilang saja tenggelam ke perut bumi atau di makan
dinosaurus jaman purba.

52
Mengingat sikap Yohan yang dingin dan tatapan
datarnya saja sudah mampu membuat Lana
merinding. Apalagi terakhir kali pria itu sepertinya
marah perkara teh yang Hestia antarkan diluar
keinginannya.

Tetapi mau tak mau Lana harus melakukannya


karena akan aneh jika dia lebih memilih tidur di
kamar peristirahatan dibandingkan kamar Yohan.
Akan ada gosip baru yang menyebar luas nantinya
dan kemungkinan besar Lana akan dipermalukan.

"Anu... "

Jadi, disinilah Lana sekarang. Berdiri di depan


pintu sambil menatap penuh ragu ke arah pria yang
katanya telah berstatus sebagai suaminya berkat
pernikahan beberapa saat lalu.

53
Yohan menghela nafas. "Bisa kau berhenti
menggunakan kata 'anu' sebelum memulai
pembicaraan?"

"Bisa. Tapi, anu--"

"Ah..." Yohan menghela nafas lagi, kali ini dia


menunjukkan rasa tidak nyaman secara jelas karena
cara bicara Lana.

"Terserah saja." Selorohnya.

"Ibumu memberikan ini. " Ujar Lana sembari


menyengir berusaha untuk tidak terlihat takut pada
suaminya sendiri tetapi malah membuat pria itu
mengerutkan dahi karena cengiran Lana lebih mirip
seringai hantu.

Yohan mendekat lalu meraih benda itu dari

54
tangan Lana. Ia sudah berbalik dan akan memasang
benda tersebut di balkon kamar namun karena
merasa tak nyaman ia berbalik lagi dan berkata.
"Jangan menatapku dengan ekspresi itu."

"Y-ya?" beo Lana.

"Berhenti menatapku." Ujar Yohan sekali lagi


merasa terintimidasi.

Otak Lana yang baru terkoneksi refleks


membuang muka ke arah samping dengan cepat.

Yohan lagi-lagi menghela nafas. Nampaknya


semua upaya yang dilakukan Lana terasa salah
terus dimatanya. Lana sampai tidak mengerti dan
berpikir apakah sebaiknya dia jungkir balik saja?

"Omong-omong... kecoa... " Lana sedang bicara

55
sambil menatap ke arah lantai saat jenis hewan
serangga itu merayap di sana.

"K-kecoa!?" Yohan panik, pandangannya


mengedar. "D-i... DIMANA KECOA!?"

Dia tidak takut berperang, tidak takut membunuh


musuh-musuhnya, tapi ada satu hal yang selalu
Yohan takuti sejak kecil dan mampu membuatnya
melompat naik ke atas kursi seperti saat ini.

"Dimana serangga itu!?" tanyanya dengan panik


pada Lana.

Lana mengerutkan dahi, "kau takut kecoa?" dia


baca narasinya tetapi rasanya aneh kalau pria
setangguh itu takut pada hewan kecil yang bahkan
tidak menggigit.

56
"Tidak menggigit tapi terbang ke wajah!" seru
Yohan kesal. "Cepat buangkan!"

"Aku?" Lana menunjuk dirinya sendiri saat Yohan


memberi perintah.

"Ya! Kau!"
"Haha..." sekilas Lana tertawa seraya
mengibaskan tangannya ke udara. Tetapi sedetik
kemudian ekspresi gadis itu berubah ketakutan dan
berlari naik ke atas meja di dekat kursi tempat
dimana Yohan berdiri.

"M-a-na mung-kin aku yang buang!" Lana berucap


dengan suara putus-putus, ia menolak karena alasan
tersendiri. "Aku juga takut kecoa, hehe."

57
4. Akhir Dari Serangga

"Aku tidak mau!" tolak Lana lagi untuk kesekian


kali, dia memang takut pada Yohan tapi kalau soal
kecoa maka rasa takutnya jadi berkali lipat pada
serangga itu.

"Kau harus membuangnya." Pinta Yohan


menatap Lana tegas, mereka masih berdiri di atas
meja dan kursi masing-masing.

"Tidak!" tegas Lana menolak mentah-mentah


perintah Yohan. "Apapun asal jangan kecoa, aku tak
mau."

"Lalu kau ingin aku melakukannya?" Yohan


menunjuk dirinya sendiri sinis, "cepat buang."

Sekali lagi dia menekankan kata itu pada Lana

58
tetapi Lana tetap tidak mau. Jangankan kecoa, cicak
saja sudah cukup membuatnya histeris. Tak ada
yang bisa diharapkan memang dari gadis itu.

"Pelayan! Pelayan!" Lana berteriak kencang


memanggil siapapun untuk membuangkan kecoa
yang kini sedang asyik berdiam diri di lantai.
"Penjaga! Pelayannn!"

"Aish, mengapa tak ada yang datang?" decak


Lana mengomel kesal sendiri.

"Ruangan ini kedap suara dari luar." Celetuk


Yohan.

"Maka lakukan sesuatu!" Lana memekik terhadap


lelaki itu, "kau laki-laki, lho." Dia sengaja menyebut
jenis kelamin supaya Yohan merasa malu dan
mendadak sifat jantannya keluar.
"Bukankan para perempuan ingin dihargai setara

59
dengan laki-laki karena dapat melakukan pekerjaan
laki-laki?" Yohan membalas, tatapannya menyipit
terhadap Lana lalu dagunya menggesturkan gadis
itu ke arah kecoa. "Maka buang itu."

"Ekhm, siapa bilang aku mendukung kesetaraan


pria dan wanita?" sahut Lana tak mau kalah. "Aku
bukan tipe perempuan yang kau sebut."

Kening Yohan berkerut. "Hah?"

"Aku... aku..." Lana menggigit bibir sesaat


sebelum melanjutkan, "aku suka penindasan!"

Oke, cukup kegilaannya. Lana semakin tidak


masuk akal karena seekor kecoa. Sebegitu takutnya
dia pada serangga itu sampai mengatakan hal yang
tidak-tidak bahkan terang-terangan mendukung
penindasan terhadap perempuan yang dilakukan
oleh laki-laki.

60
"Kau tak masuk akal." Desis Yohan.

Pria itu nampak kesal karena kedapatan


membuang pandangannya ke arah lain, ke arah yang
tidak ada kecoa dan tidak ada Lana. Baginya kecoa
dan serangga lain adalah monster menakutkan,
sejak kecil Yohan tidak pernah menyukainya.

"Terserah padaku!" Lana menyahut ketus,


masabodo pada keselamatannya sendiri karena
kecoa jauh lebih menakutkan dibanding Yohan. "Aku
bilang tidak mau maka tidak mau!"

Yohan melirik tajam, sekilas dia melihat ke arah


Lana dan kecoa itu bergantian lalu meneguk ludah
saat menyadari serangga itu sedang mengambil
ancang-ancang untuk terbang ke arahnya. Entah
mengapa tetapi firasat Yohan bilang begitu.

61
Kecoa itu—

"AAAAAA—DIA TERBANG!" pekik Yohan histeris.

"T-terbang!?" Lana ikut panik dan melihat ke arah


kecoa tadi yang sudah tidak berada di lantai namun
mengudara ke arahnya.

Sontak refleks Lana melompat ke arah kursi yang


ditempati Yohan dan mendorong pria itu ke arah
kecoa. Bersamaan dengan kejadian itu, kecoa
tersebut mendarat tepat di dahi Yohan. Membuat
pria itu tak mampu berkata-kata dalam posisi
setengah duduk akibat jatuh setelah di dorong Lana.
Lana meringis, "Kau..." kalimatnya belum selesai
saat Yohan lebih dulu pingsan di tempat.

"Uh, maafkan aku." Lirih Lana tanpa rasa sesal


bahkan ia tak langsung menghampiri Yohan dan
memeriksa keadaan pria itu karena melihat kecoa

62
tadi masih merayap di sisi wajah Yohan.

Segera setelah kecoa itu turun ke lantai dan


berjalan menjauh dengan cepat barulah Lana berani
turun dari atas kursi guna memeriksa keadaan
Yohan yang hilang kesadaran karena seekor kecoa.

Memang sih, Yohan sempat pingsan juga


beberapa kali karena serangga itu dan satu-satunya
yang bisa mengatasi ketakutan Yohan terhadap
kecoa adalah Hestia.

Gadis itu dengan senang hati akan membantu


menyingkirkan kecoa yang berada di kamar tidur
sampai ruang kerja Yohan sehingga makin banyak
kesempatan yang tercipta bagi keduanya untuk
menjadi lebih dekat lalu saling jatuh cinta.

"Kau baik-baik saja?" tanya Lana pada Yohan


padahal tahu pria itu tidak mungkin menjawab

63
dalam kondisi pingsan.

"Hanya formalitas." Ralat Lana berikutnya, ia


lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling lalu
berinisiatif mencari bantuan keluar kamar. Secara
kebetulan ada beberapa prajurit istana yang sedang
berpatroli di depan kamar. Lana segera mengambil
kesempatan untuk meminta pertolongan dari
mereka.

"Yang Mulia pingsan." Ujar Lana. "Tolong bantu


aku." Pintanya pada mereka.
Usai mendapati berita kurang menyenangkan,
beberapa prajurit panik dan bergegas masuk ke
dalam ruangan sedangkan satu dari mereka pergi
untuk mencari ahli pengobatan istana serta
memberitahu Yurisia.

Lana meringis, dia tak menyangka kalau


situasinya akan menjadi seramai ini saat Yurisia
tahu kalau Yohan pingsan karena kecoa. Lana tidak

64
mungkin berbohong pada ibu mertuanya meski
alasan dibalik hilangnya kesadaran Yohan sangatlah
memalukan.

"Nak Lana," Yurisia mendekat pada Lana sambil


menatapnya sedikit tajam selama beberapa detik
sebelum mengubah tatapannya itu menjadi hangat.
"Aku akan memaklumi mu kali ini tapi jika lain kali
sampai terjadi sesuatu pada putraku..."

Yurisia tersenyum seraya menempatkan


tangannya mengusap lengan Lana lalu
mencengkeramnya sambil melanjutkan ucapan, "aku
tidak akan mentolerir lagi."

"Maafkan aku, Ibu." Lana menunduk sebab


atmosfer tak nyaman yang tercipta di sekitarnya.
"Aku tidak akan mengulangi kecerobohanku."

"Baiklah." Yurisia mengangguk. "Mulai besok

65
bersihkan ruangan yang Yohan pakai dua kali sehari,
sekali di pagi dan sekali di sore hari. Kau bisa
melakukan kewajiban itu, kan?"

Lana mengangguk. "Akan kulakukan, Ibu."

"Ruanganku juga, hanya jika kau tidak keberatan."


Yurisia terkekeh, "aku bercanda."

Lana memaksakan senyum pada gurauan yang


sama sekali tak lucu itu. Sesekali pandangan
mengintip ke arah Yohan yang sedang terbaring
diatas ranjang, sedang diperiksa oleh ahli
pengobatan istana.

"Hestia," Yurisia memanggil gadis pelayan itu


yang hampir setiap saat berada di sisinya.

"Ya, Yang Mulia?" Hestia membungkuk hormat

66
pada Yurisia dan Lana secara bergantian. "Ada hal
yang bisa saya bantu?"

"Tolong perhatikan menantuku, pastikan dia


membersihkan seluruh ruangan dengan benar mulai
besok." Ujar Yurisia.

Hestia mengangguk. "Baik Yang Mulia." Lalu


menatap pada Lana, "mohon bantuannya yang
Mulia."
Lana mengerutkan dahi, dalam hati ia membatin.
"Yang pelayan itu dia atau aku sebenarnya?
Mengapa aku yang harus membersihkan ruangan
Yohan?"

Tetapi daripada membalas, Lana hanya


menyunggingkan senyum tipis sekaligus anggukan
samar. Selagi ada Yurisia di sisinya, Lana tidak boleh
bersikap slengean seperti biasa. Dia harus sedikit
lebih berwibawa, sedikit saja.

67
Meski begitu entah mengapa Lana merasa kalau
Yurisia jauh lebih menyukai Hestia ketimbang dirinya
sampai muncul spekulasi jangan-jangan Yurisia
memang berniat mendekatkan Hestia pada Yohan
sebab meski tergolong dalam kasta bawahan gadis
itu memiliki kulit seputih susu dan aura kecantikan
murni yang memancar sempurna hampir setara
dengan para Dewi khayangan.

Membuat Hestia mudah sekali disukai oleh para


bangsawan kelas atas selain karena sikap lemah
lembutnya, Hestia mudah berintegritas dengan
orang lain.

"Yang Mulia maaf mengganggu anda," seorang


kepala pelayan datang menghampiri Yurisia
kemudian berbisik.

Lana tak dapat mendengar apa yang wanita itu


katakan tetapi setelahnya Yurisia terlihat sedikit

68
panik dan mendekat padanya untuk berpamitan.

"Aku ada urusan. Tetap disini dan jaga Yohan,


kau mengerti?" ucapnya berpesan pada Lana lalu
menatap Hestia. "Ah, kau tinggallah di ruangan ini
bersama menantuku."

Lana hanya mengangguk lalu menatap kepergian


Yurisia bersama rombongan pelayan pribadinya
serta ahli pengobatan yang tadi juga turut
berpamitan usai memastikan kondisi Yohan baik-
baik saja dan akan segera sadar. Sehingga saat ini
tersisa Lana, Yohan, dan Hestia dalam ruangan itu.

"Yang Mulia..." Hestia membuka perbincangan di


tengah suasana yang sempat menghening.

"Ada apa?" Lana membalas seadanya.

69
"Anda tidak perlu membersihkan ruangan Yang
Mulia Kaisar besok, biar saya saja yang kerjakan
setiap hari." Ujar Hestia mengajukan diri.

Ekspresi Lana berubah sumringah, senyumnya


merekah. "Kau mau?"

"Y-ya?" Hestia membeo setelah tertegun.

"Kau mau membersihkan seluruh ruangan yang


Kaisar pakai setiap hari?" tanya Lana mengulangi
pertanyaannya dengan lebih lengkap.

Hestia mengangguk pelan.

Prok prok prok!

Lana bertepuk tangan. "Wow, bagus. Aku

70
mendukungmu." Diraihnya tangan Hestia lalu
dikecupi bagian punggung tangan gadis itu berkali-
kali. "Mohon bantuan aku, bersihkan segalanya
selamanya tanpa sepengetahuan wanita tua itu."

"Anda tidak boleh menyebut Ibu Suri begitu,"


"tegur Hestia.

"Baiklah, maafkan aku." Ucap Lana ceria.

Kesuramannya hilang begitu saja saat mendapati


Hestia sendiri yang menawarkan untuk
menggantikan tugasnya maka dengan senang hati
Lana tidak akan menolak. Toh sejak awal
seharusnya dia menjadi nyonya disini bukan
merambat jadi pembantu.

"Omong-omong bisa tolong aku lagi?"

71
"Pertolongan macam apa, Yang Mulia?"

Lana berpura-pura sedih sambil mengusap perut


ratanya. "Aku kelaparan tapi aku ingin mencari
makanan sendiri. Bisa kau tetap disini dan jaga
Kaisar? Aku merasa seperti...uhh sedang sekarat
sampai mau mati—"

"Jangan katakan hal seperti itu Yang Mulia,"


potong Hestia cepat. "Jangan katakan hal buruk.
Saya akan menjaga Kaisar disini, anda bisa pergi."

Senyum Lana melebar lagi. "Terimakasih!"


serunya sembari berbalik dan pergi keluar
meninggalkan kamar itu.

"Hufttt! Huhh... belum genap dua puluh empat


jam aku di dunia ini tapi sudah banyak hal yang
terjadi, demi Tuhan ini membuatku gila." Gumam
Lana berbicara sendiri sambil terus menyusuri

72
lorong mencari jalan ke arah dapur.

Sementara itu Yohan yang terbangun mendapati


suasana hatinya memburuk usai menemukan ada
Hestia diruangan itu tapi tidak ada Lana.
"Kemana Permaisuri?"

Hestia bingung harus berkata jujur atau bohong


karena Lana pergi mencari makanan supaya tidak
kelaparan tetapi tatapan penuh amarah Yohan benar
-benar menakutkan.

"Jawab! Kau bisu!?" bentak Yohan menggertakan


gigi kesal lalu mulai mengomel, "setelah membuatku
begini dia pergi tanpa merasa bersalah. Perempuan
macam apa yang ibu suruh untuk kunikahi
sebenarnya? Sial."

Hestia meneguk ludah ketakutan, sepasang


tangannya saling berpegangan dalam kondisi

73
gemetar.

"Kau menunggu apa lagi!?"

Deg!
Hestia tersentak, ia lantas membungkuk hormat
pada Yohan lalu bergegas keluar dari ruangan itu
sebelum hal yang tidak diinginkan menimpa dirinya
akibat kemarahan Yohan.

74
5. Permaisuri

"Ini tidak beracunkan?" tanya Lana pada seorang


pelayan yang menawarkan beberapa jenis roti kering
padanya.

Pelayan itu mengerutkan dahinya bingung sesaat


lalu menjawab Lana, "bagaimana mungkin makanan
istana bisa beracun?"

Setelah memandangi roti di tangannya cukup


lama dengan penuh keraguan akhirnya Lana
memberanikan diri untuk langsung memakannya
dalam dua gigitan besar, mengunyahnya cepat lalu
menelannya.

Masih ada setengah potong lagi yang dipegang


oleh tangannya namun sensasi panas terbakar
seolah habis menelan bara api membara mendadak

75
muncul di lehernya.
"Yang Mulia?" pelayan wanita tadi sontak menjadi
panik saat Lana perlahan meluruh berjongkok di
lantai. "Yang Mulia! Anda baik-baik saja?"

"UGH..." Lana berusaha meneguk ludah guna


membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa
kering dan menyakitkan namun tindakan itu tak
dapat mengubah apapun.

"Yang Mulia katakan sesuatu!" sentak pelayan


tersebut makin panik. "Penjaga! Penjaga tolong!" dia
mulai berteriak ke sekitar meminta bantuan pada
prajurit istana yang seharusnya berada di dekat sini.

"A-air..." lirih Lana tersendat-sendat, dia terduduk


di lantai sekarang dan pelayan wanita itu bergegas
membawakannya satu teko air lalu meminumkannya
ke Lana.
Gulp…

76
Lana meneguk air tersebut tetapi bukannya
sensasi terbakar tadi panas yang terjadi justru
sebaliknya. Kesakitan Lana pada tenggorokannya
semakin panas, kini dia merasa seperti baru saja
menelan bongkahan silet tajam.

"PENJAGAA TOLONG!" pelayan wanita itu teriak


lagi.

Lana merasakan tubuhnya panas dingin lalu


menatap ke arah sisa roti dalam genggaman
tangannya. Tiba-tiba dia teringat bagaimana Hestia
menjadi pahlawan bagi kepala pelayan wanita yang
tidak sengaja memakan roti beracun. Entah
bagaimana tetapi Hestia memiliki campuran herbal
yang dapat menetralisir racun dan menyelamatkan
kepala pelayan wanita tersebut.

Tetapi, kini Lana rasa dia telah memakan roti


yang seharusnya dimakan oleh kepala pelayan dan

77
membuat dirinya terkena kesialan mengkonsumsi
racun. Padahal dia baru saja memastikan kalau roti
yang hendak dimakannya tidak beracun.

"Siapapun tolong! Tolong Yang Muliaaaa!" jeritan


pelayan wanita itu semakin menjadi tetapi entah
mengapa tidak ada yang datang untuk menolong
Lana.

"Ngh..." Lana melenguh pelan dalam rengkuhan


wanita itu.

"Anda ingin mengatakan sesuatu, Yang Mulia?


Anda ingin bilang apa?"

"B-baru..." Lana meneguk ludah susah payah


bersamaan dengan itu pandangannya mulai
mengabur. "B-baru... login m-masa logout."

78
"Hah?" beo wanita itu kebingungan.

Tak lama setelah berucap demikian Lana


kehilangan kesadaran sepenuhnya. Barulah
kemudian seorang prajurit datang tergesa ke arah
dapur dengan mulut penuh biskuit.

"Apa yang terjadi!?" tanyanya sembari


menggendong Lana.

Pelayan wanita itu menatap kesal ke arah prajurit


tersebut. "Dari mana saja kalian? Mengapa tidak ada
yang berjaga di sekitar!?"

"Itu... kami habis beristirahat sebentar sambil


makan kue dan minum teh, maaf." Sesalnya sedikit
menunduk lalu bergegas membawa Lana pergi.

"Kalian makan kue!?"

79
"Pelayan remaja itu menawarkannya pada kami."
Jawab prajurit tersebut. Keduanya bergegas
membawa Lana ke kamar terdekat lalu mengabari
petinggi istana terutama Yohan yang baru selesai
berpakaian sehabis mandi.

"Permaisuri diracun?" Yohan terkejut mendapat


kabar demikian tetapi ekspresi wajahnya tetap datar
seperti biasa yang membedakan pria itu terlihat
mengepalkan tangannya dan bergegas. "Tunjukan
kamar tempat Permaisuri berada saat ini."

"Baik Yang Mulia." Pelayan wanita itu segera


menunjukan jalan pada Yohan menuju kamar tempat
Lana diletakkan.

Di bagian depan kamar itu terdapat serombongan


prajurit yang berjaga sementara di dalamnya
terdapat beberapa pelayan ditemani Yurisia dan
seorang ahli pengobatan yang sedang memeriksa

80
kondisi Lana.

"Bagaimana kondisi Permaisuri?" Yohan bertanya


sesampainya di dalam ruangan itu.

"Permaisuri..." wanita ahli pengobatan itu bangkit


dari sisi kasur, memberi hormat kepada Yohan
terlebih dahulu sebelum lanjut menjelaskan. "Beliau
mengkonsumsi racun namun karena tersedak
racunnya jadi bersarang di bagian tenggorokan."
Sambil menunjuk ke arah leher Lana yang
nampak membiru, wanita tersebut kembali berbicara.
"Butuh dua hari bagi saya untuk membuat penawar
racun jenis ini tapi saya khawatir waktu dua hari
tersebut akan membuat kondisi Permaisuri
memburuk bahkan sekarat."

"Kalian semua pergilah." Titah Yohan.

"Yang Mulia, apa-apaan ini?" Yurisia melayangkan

81
protes, dia memasang wajah khawatir. "Anda
menyuruh semua orang keluar disaat Permaisuri
berada dalam kondisi genting?"

"Aku bilang keluar." Ulangnya memerintah tanpa


melirik sedikitpun ke arah Yurisia.

Wanita itu menghela nafas lalu mengisyaratkan


para pelayannya ikut keluar bersama dengan sang
ahli pengobatan lalu Yohan sendiri yang menutup
pintu ruangan itu serta menguncinya menggunakan
kayu ganjalan yang tersedia.

Perlahan Yohan menggulung lengan bajunya lalu


merangkak naik ke atas kasur, menempatkan dirinya
duduk tepat di sebelah Lana lalu mengeluarkan
sebilah belati kecil kesayangannya yang selalu ia
bawa kemana-mana dari balik saku.

Ada sebuah kantong kecil juga yang Yohan

82
keluarkan dari dalam sakunya. Kantung itu berisi
banyak jarum dengan berbagai ukuran yang dibalut
oleh kain kecil supaya tetap berada pada satu
tempat.

Bagi seseorang dengan jabatan tertinggi dan


terpenting di wilayahnya, Yohan diwajibkan memiliki
keterampilan untuk melakukan penyelamatan
terhadap dirinya sendiri baik dari serangan fisik
maupun serangan terselubung seperti racun dan
semacamnya.

Berkat didikan mendiang pamannya tanamkan,


tubuh Yohan kebal terhadap berbagai jenis racun
bahkan bisa ular paling mematikan tak mampu
membuatnya merasa pingsan karena telah terbiasa
mengkonsumsi racun-racun semacam itu hingga
tubuhnya membangun antibodi yang sesuai untuk
melakukan perlawanan dan membuat Yohan jadi tak
mempan jika diracun oleh musuhnya atau
pengkhianat dalam istana.

83
Namun Lana, gadis dari wilayah kecil di ujung
wilayah istana ini... Yohan tidak tahu bagaimana dia
tumbuh sejak kecil yang jelas pasti hampir mustahil
bagi gadis itu bertahan dalam kondisi teracuni
seperti ini tetapi untunglah seperti yang ahli
pengobatan tadi katakan, racunnya tersangkut di
area tenggorokan sehingga penyebarannya menjadi
lebih lambat akan tetapi Yohan tetap harus siaga
dan bergegas mengeluarkan racun dari dalam
tenggorokan Lana.

Pelan-pelan dia menggores sisi leher Lana


menggunakan belati, menciptakan sedikit luka
robekan di sana lalu dengan jarum yang dipanaskan
diatas api Yohan menusukkannya ke sisi leher Lana
tepat di bagian titik akupuntur gadis itu.

"Engh..." Lana terbangun karena rasa sakit yang


timbul saat Yohan mulai menekan sisi lehernya yang
terluka guna mengeluarkan racun tersebut.

84
"Jangan berteriak." Tegas Yohan memerintah
sebelum Lana sempat mengeluarkan pekikan dari
mulutnya yang saat ini dalam kondisi terbuka lebar.

Sontak hal itu membuat Lana mengatupkan


bibirnya rapat sampai menggigit bagian bawahnya
supaya dia tidak berteriak seperti yang Yohan
perintahkan karena Lana tahu pria itu sedang
berusaha menyelamatkannya dengan cara ekstrim
diluar nalar.

Ini bahkan belum genap dua puluh empat jam


tetapi banyak hal yang telah terjadi dalam kehidupan
baru Lana mulai dari pernikahan, kecoa, sampai
memakan roti beracun, dan sekarang Lana hampir
sekarat karena itu.

"Ukh..." ringis Lana nampak kesakitan karena


Luka di lehernya serta tekanan yang Yohan berikan.

85
Pria itu lantas memberikan pergelangan tangan
kirinya pada Lana, mendekatkannya ke mulut gadis
itu seraya berkata. "Gigit saja tapi jangan berteriak
atau bergerak."

"Syarafmu bisa saja terputus." Lanjut Yohan


berujar membuat Lana jadi ketakutan. "Dan satu hal
lagi..."

Menunggu pria itu bicara, Lana menatapnya


walau yang di dapat hanya pandangan kabur yang
tidak begitu jelas tetapi dia tahu kalau pria itu
sedang memberi jeda sambil terus menekan
lehernya guna mengeluarkan sisa racun yang masih
bersarang di dalam sana.

"Jangan menelan ludah." Pinta Yohan.

Lana sebisa mungkin melakukan segala hal yang

86
Yohan perintahkan tetapi tak sampai menggigit
tangan pria itu walau sudah diperbolehkan, paling
jauh Lana hanya mencetak aliran pulau dari
salivanya yang mengalir menyusuri sudut bibir
disaat berulang kali Yohan mengingatkan untuk
tidak menelan ludah sampai pria itu akhirnya selesai
mengeluarkan seluruh racun yang tersisa dari
tenggorokan Lana.
Kini giliran jarum berukuran besar yang dipegang
pria itu, Lana nyaris pingsan lagi saat melihat
penampakan ukuran jarum tersebut tetapi kemudian
Yohan menggantinya ke jarum yang lebih kecil
karena tak ingin menimbulkan luka baru diatas luka
gadis itu yang sebelumnya ia ciptakan.

"Tahanlah." Sekali lagi Yohan memerintah untuk


kali terakhir sebelum mulai menjahit robekan luka
Lana dengan cepat karena jika dilakukan perlahan
maka kesakitan yang didapat gadis itu akan berlipat.

Lana mendapat tiga jahitan besar di sisi lehernya

87
setelah selesai Yohan memberinya minuman yang
memberi efek ngantuk sehingga tak lama kemudian
kesadaran Lana kembali terenggut tetapi dapat
Yohan pastikan istrinya itu baik-baik saja sekarang

Yurisia dan yang lainnya masih menunggu di luar


ruangan. Tepat ketika Yohan keluar, wanita itu
langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan
tetapi tak ada satupun yang dijawab oleh Yohan.

"Yang Mulia, bagaimana Permaisuri?" kecemasan


nampak di wajah Yurisia. "Apa yang kau lakukan
pada Permaisuri? Dia baik-baik saja sekarang?"

Yohan mengabaikan pertanyaan sang ibu dan


beralih pada sang Panglima kerajaan, Calix, yang
berada tak jauh dan langsung memberikan hormat
padanya dengan membungkuk.

"Memberi salam pada Yang Mulia." Ujarnya

88
terdengar tegas.

"Kumpulkan seluruh pelayan yang mendapat


giliran bekerja di dalam istana hari ini ke aula
sekarang." Ujar Yohan memerintah dengan nada
dingin, tatapannya sayu namun menusuk.

Calix mengangguk. "Baik Yang Mulia, segera saya


laksanakan." Setelahnya ia membungkuk lagi lalu
bersama dua prajurit disisinya dia bergegas
mengumpulkan para pelayan ke aula istana.

"YOHAN" dibelakangnya Yurisia memekik


berusaha menghentikan.

Tetapi, pria itu... Yohan Haze mengangkat satu


tangannya ke udara pertanda meminta sang ibu
untuk tidak ikut campur karena hari ini Permaisuri
Kerajaan nyaris mati. "Hanya aku yang akan pergi ke
aula." Yohan menegaskan masih dengan sorot

89
tatapan dingin yang sama.
Yurisia berdecak, "Nak--"

"Aku tidak ingin bicara." Potong Yohan datar lalu


pergi membawa langkahnya ke kamar miliknya
terlebih dahulu sebelum menuju aula.

Sementara itu Calix mengumpulkan para pelayan


yang mendapat tugas giliran bekerja di bagian dalam
istana hari ini sesuai dengan perintah. Sedikitnya
terdapat tiga puluh pelayan yang mendapat giliran
hari ini sedangkan puluhan pelayan lain kelihatan
bertanya-tanya dan mencoba menebak alasan apa
yang membawa Kaisar mengumpulkan para pekerja
hari ini di aula.

Hestia pun penasaran. Dia menyelinap diam-diam


dan berhasil mendapat tempat strategis untuk
mengintip ke arah aula dari jarak dekat. Ingin melihat
apa yang terjadi di sana ketika Yohan muncul
dengan wibawanya seperti biasa.

90
Pria itu menatap satu per satu wajah para
pelayan hari ini. Mencoba mencari kira-kira siapa
dalang yang ada di balik roti yang mengandung
racun tersebut. Bahkan pelayan wanita yang menjadi
saksi sekaligus seseorang yang memberikan roti
kepada Lana dalam kondisi tak tahu jika roti itu
beracun ada di dalam barisan itu.

"Kuberi waktu dua menit," Yohan mulai berbicara


setelah merasa cukup lama terdiam dan
menciptakan situasi hening yang tak nyaman.
"Mengakulah..."

"Satu dari kalian telah sengaja menaruh racun


dalam sebuah roti yang pada akhirnya dimakan oleh
Permaisuri. Aku tahu pelakunya orang dalam."
Dengan nada santai namun menusuk Yohan berucap
demikian.

"Jadi, akuilah dengan baik-baik dalam waktu dua


menit dimulai dari sekarang."

91
Hening.

Hestia menyaksikan dengan mata kepala sendiri


kejadian tersebut. Dimana Yohan berdiri di hadapan
para pelayan dengan tatapan tajam menelisik satu
per satu dari mereka tetapi sampai waktu yang pria
itu tentukan habis tak ada seorangpun yang
mengaku.

"Calix." Panggil Yohan.

Calix mengangguk, berjalan cepat kemudian


meraih pelayan wanita yang berada paling ujung lalu
memegangi kedua tangannya ke belakang.

"Y-Yang Mulia...?" pelayan wanita itu panik saat


Yohan mendekat dengan mangkuk berisi cairan
hitam pekat.

92
Tanpa mengatakan apapun Yohan mencengkram
dagu wanita itu, membuat mulutnya terbuka lalu
mencekokinya dengan cairan hitam pekat dalam
mangkuk tersebut.

Wanita itu dipaksa meminumnya dan tak lama


setelah cairan itu sampai ke tenggorokannya terjadi
reaksi yang amat mengerikan.

"Ugh!" wanita tersebut memegangi lehernya yang


terasa terbakar hebat bersamaan dengan sensasi
mual yang teramat sangat hingga dia akhirnya
memuntahkan sesuatu.

"Huekkkhh!"

Darah kental membanjiri lantai usai


termuntahkan dari dalam mulut wanita tersebut.
Setelahnya terjadi reaksi yang membuat tubuh
wanita itu menggelepar kejang-kejang di lantai lalu

93
meninggal.
Deg!

Kedua mata Hestia melebar, ia refleks menutup


mulutnya supaya tidak berteriak kala mendapati
kengerian tersebut terjadi tepat di depan mata
kepalanya sendiri.

"Jangan Yang Mulia! S-saya mohon! Saya mohon


beri ampun pada saya!" pelayan wanita berikutnya
yang mendapat giliran langsung histeris tetapi
Yohan tidak memberi reaksi atau sedikit saja
menatap iba kepadanya.

Sama halnya seperti wanita yang sudah


meninggal tadi, wanita ini juga dicekoki cairan hitam
kental yang merupakan racun paling mematikan
buatan Yohan sendiri. Kejadian tersebut berulang
sampai ke pelayan barisan paling ujung, tak
menyisakan seorang pun yang hidup. Tanpa merasa
bersalah atau kasihan, Yohan beranjak pergi

94
meninggalkan aula.

95
6. Balutan Luka

Selama dua hari Lana beristirahat total di kamar.


Tak ada interaksi yang dilakukannya bersama orang
luar. Sesekali ada pelayan yang masuk untuk
membantunya membersihkan diri serta
membawakan makanan tiga kali sehari, terkadang
juga camilan.

Tok tok!

Saat pintu diketuk seorang pelayan wanita masuk


dan memberitahu, "Yang Mulia Kaisar sedang
menuju kemari." Lalu dia keluar dan pergi lagi.

Lana masih terbaring dikasur tapi dalam keadaan


sadar dan merasa sedikit kebas pada lehernya yang
kini sudah dibalut perban baru. Tak ada seorangpun
di kamar itu selain dirinya, membuat Lana jadi

96
merasa agak terintimidasi ketika Yohan akhirnya
sampai di dalam sana dan tak langsung mengatakan
apa-apa melainkan menatapnya dengan sorot datar
yang sering membuat orang salah paham karena
lebih cocok disebut sebagai tatapan mengajak
perkelahian.

"Kelihatan kau sudah membaik." Ujar Yohan


setelah mengamati Lana sebentar tanpa
menanyakan bagaimana keadaan gadis itu.

Gadis itu hanya mengangguk, mengiyakan


perkataan pria dihadapannya. Pria yang berstatus
sebagai suaminya itu masih menatap dengan sorot
datar tanpa ada sedikitpun ketertarikan di dalamnya.

"Baguslah. Ada kunjungan tamu dari luar wilayah.


Mereka ingin membangun kerjasama dan kau harus
hadir mendampingiku dalam pertemuan---"
"AH, ADUHH!" Lana berteriak mengaduh
kesakitan sembari memegangi lehernya dan

97
sesekali mengintip ke arah Yohan melalui sudut
mata untuk melihat reaksi pria itu.

"L-leherku... aku tidak bisa m-merasakan leherku.


Aku... awww..." semakin meringis, Lana
menunjukkan ekspresi kesakitan brutal.

Yohan masih menatapnya datar lalu alisnya


terangkat satu. "Ekspresimu terlalu dibuat-buat."
Komentarnya. "Lakukan lebih natural lain kali."
Ucapnya seraya berbalik pergi.

Namun sebelum keluar melewati pintu besar nan


megah itu, Yohan menoleh dan memperingatkan.
"Waktumu untuk bersiap hanya tiga puluh menit."

"Dasar berhati kejam!" Lana bersungut setelah


Yohan tidak ada di ruangannya sebab ia hanya
berani mengatakan kalimat tersebut dibelakang pria
itu.

98
"Permisi, Yang Mulia. Boleh saya masuk?" Hestia
mengetuk pintu dan menunggu jawaban setuju dari
Lana sebelum melangkah masuk ke ruangan itu
bersama gaun yang dimintakan oleh Yurisia untuk
diberikan pada Lana.

"Ibu Suri mengirim gaun ini untuk anda kenakan


dalam acara pertemuan." Ucap Hestia memberitahu.

"Gaunnya terlalu ramai..." gumam Lana


mengomentari, "properti manik-manik perhiasannya
juga terlalu banyak dan terlihat norak sekali. Sangat
norak!" tanpa sadar Lana mengeraskan dua kata
terakhir yang keluar dari mulutnya.

Sontak hal itu membuat Hestia kebingungan


karena tak mengerti. "A-anda bilang apa, Yang
Mulia?"

99
"Aku akan seperti karnaval berjalan jika
mengenakan itu!" Protes Lana pada Hestia.

"Bawakan gaun lain—ah, tidak. Tidak, tidak,


jangan dulu..." Lana meringis pelan, ditatapnya
Hestia sekali lagi. "Aku sungguh harus memakai...
ini?"

Hestia mengangguk. "Gaun ini indah, Yang Mulia.


Saya rasa ini cocok---"

"Tidak." Potong Lana cepat. "Dan kenapa ungu!?"


Lana tak tahu mengapa tetapi dia sangat kesal saat
mendapati warna tersendiri menjadi dasar utama
dari warna gaun yang harus dipakainya.

"Aku tidak mau."

"Maafkan saya Yang Mulia tapi, gaun ini cantik

100
sekali dan cocok dipakai di atas kulit anda yang
putih." Lanjut Hestia mencoba menjelaskan pada
Lana.

"Kalau begitu..." sengaja tak langsung


menyambut kalimatnya, Lana beralih bangkit dari
kasur dan menghampiri Hestia lalu merebut gaun itu
dari tangannya. "Aku ingin kau mencobanya terlebih
dahulu. Aku adalah Permaisuri, kau tidak bisa
menolakku."

"Tapi, Yang Mulia---"

"Kau berani menolak perintahku?"

Hestia terdiam. Tentu saja dia tidak berani


membantah perintah Permaisuri dari wilayah yang
ditempatinya saat ini. Itu sebabnya saat Lana
membongkar pakaiannya dan memasangkan gaun
tersebut ke tubuhnya, Hestia tak mengatakan

101
apapun selain tersenyum canggung sesekali lalu
nampak menunduk takut.

"Cantik sekali." Puji Lana tersenyum sumringah


merasa puas dengan penampilan menakjubkan
Hestia. "Kau cocok sekali mengenakan gaun ini."

"Tapi, Yang Mulia... Jika seseorang melihat ini


bisa saja terjadi salah paham." Ujar Hestia berusaha
menjelaskan. "Saya harus melepas pakaian ini."

"Tidak perlu." Larang Lana tegas. "Kaisar sedang


menuju kemari. Jika kau melepas pakaian ini sama
saja kau membuang-buang waktu Kaisar."
"Tapi---"

"Permaisuri."

Ucapan Hestia terhenti saat panggilan seseorang

102
memotong kalimatnya. Suara tersebut datang dari
arah pintu, nampak seorang pria dalam balutan
jubah keemasan rapih berdiri tepat di depan sana
dengan aura kharisma tampan yang memancar
sempurna.

"Kaisar..." Lana sumringah langsung menunjukan


hasil karyanya yakni dengan membalik tubuh Hestia
agar Yohan dapat melihatnya. "Lihat bagaimana aku
mengatasi ini. Sempurna bukan?"

Yohan terdiam. Ekspresinya masih dingin seperti


biasa. Dari tatapannya tak ada yang bisa dibaca oleh
Lana sebab pria itu kelewat misterius tetapi
seharusnya Yohan tak marah karena Hestia
merupakan calon masa depan sekaligus belahan
jiwa dan raganya.

Cukup lama keheningan tercipta dalam ruangan


itu pun nampak Hestia tak berani mengangkat
kepala lalu sedetik setelahnya usai mendapati Yohan

103
menghela nafas, Lana melihat pria itu mengambil
langkah mundur kemudian berbalik. Berjalan dengan
sangat cepat seolah tertinggal sesuatu yang penting
tetapi dia sama sekali tidak memberi respon atau
menanggapi ucapan Lana.

"Apa yang kau tunggu disini?" Lana menatap


Hestia frustasi, "cepat ikut bersama Kaisar!"

Tetapi Hestia tetap menggeleng dan hampir


menangis, membuat Lana semakin depresi dan
memutuskan untuk menguntit Yohan tanpa
sepengetahuan pria itu. Lorong yang sepi
memudahkan Lana untuk menyelinap dan sembunyi
dibalik tiang-tiang kokoh penyangga bangunan
megah nan mewah istana tersebut.

Di ujung Lorong Lana melihat Yohan berbelok


memasuki ruang pertemuan dimana orang-orang
penting dari wilayah lain nampak berkumpul disana,
duduk di masing-masing kursi mereka.

104
"Aku ingin mengucapkan selamat datang dan
terima kasih atas kehadiran kalian di Istanaku
namun ada kabar buruk yang harus disampaikan
dengan berat hati," Yohan berucap di hadapan orang
-orang tersebut sementara Lana terlihat menguping
dari balik salah satu tiang, mencuri dengar ucapan
pria itu.

"Kesehatan Permaisuri sedang menurun jadi dia


tidak bisa hadir di tengah-tengah acara ini untuk
mendampingiku. Sekali lagi aku meminta maaf
karena kalian belum dapat bertemu atau melihat
Permaisuri hari ini."

Lana bergegas menarik diri, menjauh dari ruang


pertemuan itu dengan langkah tergesa sebelum ada
yang mengetahui keberadaannya. Katakanlah Lana
sedikit kasihan pada Yohan karena pria itu sampai
harus meminta maaf pada para tamu yang
jabatannya bisa dibilang lebih rendah daripada

105
dirinya yang merupakan seorang Kaisar.

"Eh, mengapa tiba-tiba dia jadi sopan santun?"


gumam Lana heran seraya memegangi dagunya.
"Aku jadi kasihan padanya."

Lana meringis mengingat bagaimana suara


Yohan tadi, ia jadi merasa semakin iba dan berpikir
tak seharusnya bersikap demikian jadi Lana
memutuskan untuk menjadi lebih baik lagi ketika
Yohan menghampirinya di sore hari untuk
menanyakan keadaannya seperti biasa.
Dan benar saja setelah menghabiskan seharian
penuh dengan berbaring di kamar serta bersikap
seolah tak mendengar apa-apa tadi pagi akhirnya
Lana sampai pada sore hari dan bersiap mendapat
kunjungan dari Yohan.

"Dia datang." Lana membatin usai mendengar


langkah kaki cepat mendekati ruangannya lalu
berhenti tepat di depan pintu.

106
Sebuah tangan mendorong pintu tersebut ke arah
dalam. Tampaklah Yohan dengan air muka letih
berdiri dibalik pintu itu, masih belum melangkah
lebih jauh untuk masuk. Kelihatannya pria itu baru
menyelesaikan seluruh pekerjaan sebagai Kaisar
atau mungkin pertemuannya dengan orang-orang itu
baru berakhir beberapa menit lalu.

Entahlah.

"Permaisuri--"

"AKU INGIN BERCERAI!"

Hening.

Lana refleks menutup mulutnya dengan kedua


tangan karena sumpah tadinya bukan itu yang ingin

107
diucapkannya tetapi tiba-tiba keinginan itu terlintas
dan secara spontan Lana mengutarakannya tanpa
pikir panjang.

"Permaisuri..." jeda sesaat, Yohan menatap Lana


dengan sorot tajam. "Kau benar-benar sakit."

108
7. Tak Ada Jalan Kembali

"Aku merasa tidak nyaman." Ujar Lana mengaku


saat ditanya alasannya meminta perceraian
beberapa menit lalu.

Yohan ada di hadapannya dengan sorot mata


memicing penuh penilaian. Walau tak ada ekspresi
ketara yang ditunjukan namun Lana tahu pria itu
sedang marah.

"Kau sebut itu sebuah alasan?" sahut Yohan


membalas nampak satu alisnya naik, menandakan
dia sangat ingin tahu jawaban sebenarnya dari Lana.

"Kau akan berselingkuh, m-maksudku..." Lana


meringis, ia tak seharusnya seterang-terangan tadi.
"Aku tidak berguna, itu sebabnya."

109
Yohan menghela nafas. "Kita baru menikah tapi
kau minta bercerai tanpa alasan logis."

"Alasanku logis!" seru Lana membela diri.

"Tidak logis." Bantah Yohan tenang.

"Lagipula nanti..."

"Apa?" celetuk Yohan sedikit meninggikan


intonasinya.

Lana menggeleng. "Jangan menatapku dengan


pandangan galak seperti itu." Ucapnya mulai
menunduk.

"Ada apa denganmu, Permaisuri?"

110
"Aku tidak akan pernah memiliki keturunan."

Dahi Yohan berkerut penuh tanda tanya. Yang


barusan dikatakan Lana itu pasti sebuah candaan
lain, kan?

"Apa maksudmu?" Yohan bertanya sebab


semakin lama semakin timbul spekulasi mengerikan
dalam kepalanya.

"Aku mandul." Perjelas Lana namun Yohan sama


sekali tidak terlihat syok bahkan ekspresi wajahnya
tetap datar.

"Lalu?" respon yang pria itu berikan setelah dua


menit hening.

"Bercerai...?" Lana agak ragu mengajukannya kali


ini sebab Yohan benar-benar lebih mirip batin

111
berbentuk manusia sebab tak ekspresif sedikitpun.
"Istirahatlah malam ini, besok kau sudah harus
beraktifitas seperti biasa." Ucap Yohan mengabaikan
perkataan Lana kemudian berbalik dan pergi
meninggalkan kamar gadis itu.

"Lho?" Lana berkedip heran, "dia mengabaikanku?


begitu saja?"

Lana tak habis pikir setelah Yohan


meninggalkannya tanpa ada kepedulian sedikitpun
bahkan ucapannya sama sekali tidak lelaki itu
pertimbangkan alhasil daripada terus merasa
gelisah Lana memutuskan untuk tidur.

Malam terasa berjalan singkat, tahu-tahu ketika


membuka mata sinar matahari sudah mencapai
seluruh penjuru kamar. Lana tahu ia pasti kesiangan
ditambah lagi pelayan telah menyiapkan gaun untuk
dipakainya hari ini.

112
"Anda sudah bangun, Yang Mulia?"

"Ngh... y-ya," jawab Lana lirih.

"Cepat bantu Yang Mulia menuju kolam


pemandian--".

"Tidak, tidak!" tolak Lana cepat, "aku... aku ingin


mandi sendiri."

"Anda yakin?" pelayan wanita itu tersenyum


lembut ke arahnya.

"Sangat yakin." Lana menjawab tegas lalu mereka


berpamitan meninggalkan ruang kamarnya secara
bersamaan.

113
Sementara itu Yohan yang telah bersiap sejak
tadi menyempatkan diri mampir ke kamar Lana,
sekedar untuk memastikan apakah Permaisuri
Kekaisarannya itu sudah siap atau belum.

Namun bukannya menemukan Lana, Yohan justru


mendapati barisan beberapa pelayan yang
menunggu tepat di luar pintu kamar gadis itu.

"Yang Mulia Kaisar, saya memberi hormat." Ucap


salah satu dari yang lain mewakili.

"Permaisuri?" satu pertanyaan itu segera dijawab


oleh mereka.

"Beliau sedang mandi, beliau meminta mandi


sendiri." Ucapnya menjelaskan.

"Kapan dia bangun?"

114
"Baru saja, Yang Mulia."

"Pergilah ke dapur dan sajikan makanan pada


para tamu." Titah Yohan pada mereka yang segera
ditanggapi dengan anggukan.

Selepas kepergian para pelayan itu Yohan


mendorong pintu dihadapan yang kebetulan tidak
diganjal dari dalam sehingga begitu pintu tersebut
terbuka lebar nampak Lana yang sedang kesusahan
memakai korset berteriak.

"HEI GILAAA!" tapi kemudian sedetik setelahnya


Lana langsung membungkam mulutnya sendiri
menggunakan tangan saat menyadari siapa
seseorang yang masuk dan berjalan
menghampirinya.
Tanpa mengatakan apapun Yohan membalik
tubuh Lana dengan memegang bahu gadis itu

115
sehingga kini posisinya punggung Lana berada tepat
di depan Yohan lalu dengan cekatan pria itu menarik
keseluruhan tali korset hingga Lana tersentak
karena sesak lalu mengikatnya.

"Cepat pakai pakaianmu." Pinta Yohan dingin.

Dengan takut Lana memakai gaun yang tersedia


lalu seperti yang dilakukan Yohan sebelumnya, tubuh
Lana kembali dibalik lalu ia mengikat tali-tali gaun
tersebut dengan kencang.

"Uh..." nafas Lana terhela.

Tanpa berkata Yohan segera meraih tangan Lana


dan membawa gadis itu keluar kamar dengan
langkah cepat. Orang-orang sudah menunggu di aula,
itu sebabnya. Masyarakat ingin melihat Permaisuri
mereka secara resmi beberapa hari setelah
pernikahan tetapi karena Lana sakit acara tersebut

116
jadi diundur lebih lama.

"Anu..."

Lana ingin bicara tetapi Yohan lebih dulu


menoleh sekilas dengan tatapan tajam, menandakan
kalau dia sedang tidak ingin mendengar apapun
sekarang.

Tak ada yang memberitahu Lana tentang acara


ini sebab keseluruhan alur cerita novel terpusat dari
sudut pandang Hestia saja dan bodohnya Lana dulu
ingin menjadi Hestia supaya dicintai brutal oleh
Yohan.

Mereka sampai di aula beberapa saat kemudian.


Prajurit yang berjaga segera membukakan pintu,
memberi hormat pada keduanya lalu tibalah Lana di
balkon mewah istana yang besar dan luas.

117
Dari atas situ dengan leluasa ia bisa melihat ke
arah bawah lebih tepatnya ke aula tempat dimana
para rakyat berkumpul sambil sorak-sorai
meramaikan acara.

"Kesejahteraan bagi kita semua!" Panglima


kerajaan, Calix berseru dan disahuti oleh masyarakat
yang hadir.

"Kesejahteraan bagi kita semua!"

"Saya memberi salam kepada Yang Mulia," ujar


Calix sembari membungkuk. "Anda bisa mulai
memberikan sambutan, Yang Mulia." Ujarnya kepada
Yohan.

Akan tetapi, pria itu tak langsung maju melainkan


menatap ke arah Lana tanpa mengatakan apapun.
Seketika Lana meneguk ludah karena paham saat ini
dirinyalah yang disuruh berbicara kepada

118
masyarakat di depan sana.

"S-selamat pagi," ucap Lana canggung.

Kening Yohan mengernyit, tatapannya menyorot


istrinya itu dengan penuh curiga sebab Permaisuri
mana yang akan memulai sambutannya dengan
ucapan selamat pagi?

"Berada diatas sini membuatku terlihat jadi lebih


besar dari kalian padahal sebenarnya aku sangat
kecil. K-kalian... kalian yang seharusnya besar disini
karena tanpa dukungan dari kalian---""
"Kau pikir ini pemilihan umum, Permaisuri?" tegur
Yohan berbisik namun terdengar kesal karena
disertai gertakan gigi.

Lana bungkam sesaat membuat masyarakat jadi


bertanya-tanya dan menunggu lanjutan dari
ucapannya. Meski perasaannya tidak enak dan

119
semakin canggung setelah mendapat teguran, Lana
tetap berusaha sebaik mungkin.

"Saya merasa tidak pantas..."

Yohan mengernyit. Firasatnya tidak enak seperti


tahu ke arah mana Lana akan melanjutkan
kalimatnya.

"Ada orang lain yang lebih pantas untuk


mengambil tempat---hmph!?" kedua mata Lana
terbuka lebar, terkejut saat tiba-tiba bibirnya
disambar begitu saja.
Yohan pelakunya. Pria itu mencium Lana secara
mendadak, membuat gadis itu tersentak dan refleks
memundurkan kepala tetapi Yohan justru menahan
tengkuk leher Lana kemudian menarik gadis itu serta
melumat bibirnya.

Prok prok!

120
"Kesejahteraan berlimpah bagi Permaisuri dan
Kaisar!" seru heboh masyarakat bersamaan ketika
melihat adegan ciuman bibir penguasa wilayah
mereka secara langsung.

Tepuk tangan meriah juga terdengar sampai


keseluruhan penjuru istana. Lana masih dengan
kedua mata melebar, masih sangat terkejut sampai
Yohan menarik diri dan melepaskan pagutannya dari
bibir Lana lalu bersikap seperti tak terjadi apapun.

Lana terdiam, dia syok. Sensasi ciuman pertama


nyatanya tak seindah yang dideskripsikan dalam
narasi novel terutama saat bagian saliva Yohan
tertinggal di sekitar bibirnya. Memang wangi tetapi
ada sensasi sarapan pagi yang Yohan makan
tertinggal disana.

"Yang Mulia, anda baik-baik saja?" Hestia


mendekat menanyai kondisi Lana yang nampak

121
memucat pasi lantas ia bergegas memberitahu
Yohan yang berada tepat di samping gadis itu.

"Yang Mulia Kaisar, kelihatannya kesehatan


Permaisuri kembali menurun." Ujarnya.

Yohan menoleh sesaat, memandang wajah Lana


sebelum berkata, "Dia baik-baik saja. Kau pergilah
lanjutkan tugas lain." Pada Hestia.

Hestia mengangguk. "Saya permisi, Yang Mulia."


Setelah membungkuk dia pergi.

Lana masih dalam kondisi mencerna situasi yang


baru saja terjadi lalu perlahan membawa tangannya
mengelap mulut sendiri.

"Yang Mulia, anda pucat. Mau saya bawakan air


hangat?" Calix yang berbicara lewat bisikan pelan.

122
Yohan nampak maju selangkah dan memulai
pidatonya, entah apa. Lana tidak mengerti dan tidak
ingin tahu juga lalu tiba-tiba seseorang
membawanya menepi dan duduk agak jauh dari
balkon. Itu Calix dengan segelas air hangat yang
didapatnya dari pelayan.

Lana baru akan mengambil gelas itu saat tiba-


tiba Yohan menepis tangan Calix dari hadapannya.
"Kau pergilah biar aku yang mengurus
Permaisuri." Ucap Yohan sembari meraih tangan
Lana lagi lalu membawa gadis itu pergi ke ruangan
lain untuk menemui Yurisia.

Pintu ruangan Yurisia kembali terbuka. Yohan


bergegas mengeluarkan sebuah kain putih yang
dilipat-lipat lalu memberikannya pada wanita
tersebut sedangkan Lana hanya menyimak dari jauh.

123
Keningnya berkerut, "kain apa itu?" ia bertanya-
tanya dalam hati setelah bisa mengabaikan adegan
ciuman tadi pada akhirnya.

Dengan hati-hati Yurisia membongkar satu per


satu lipatan kain putih tersebut lalu tersenyum ketika
mendapati ada noda darah tepat di bagian tengah
kain itu.

"Darah? Darah apa?" Lana kebingungan sendiri


dalam hati.

"Permaisuri, selamat..." Yurisia tersenyum ke


arah Lana. "Senang mengetahui kau masih terjaga
suci sampai menikah dengan Putraku." Ujarnya
melanjutkan.

Seketika Lana tahu arti darah di kain itu dan


alasan mengapa Yurisia tersenyum. Pasti wanita itu
mengira darah tersebut berasal dari adegan malam

124
panas yang dilewati Yohan bersamanya padahal
nyatanya tidak pernah ada malam panas tersebut
dan tidak akan pernah!

"Aku permisi, Bu." Pamit Yohan lalu berbalik pergi.

Cepat-cepat Lana mengekori dan sekilas dia


mendapati ada luka gores basah di balik telapak
tangan kiri Yohan. Nampaknya kini Lana tahu dari
mana darah yang ada di kain tadi berasal.

"Yang Mulia, anda tidak seharusnya melakukan


semua ini." Lana memberanikan diri untuk bicara
ketika mereka sampai di lorong istana yang sepi.

Yohan menghentikan langkahnya dan berbalik


menatap ke arah Lana. Mempertanyakan maksud
dari perkataan gadis itu barusan. Melakukan semua
ini? Melakukan apa?

125
"Anda berbohong pada Ibu Suri." Ujar Lana seraya
menunjuk ke arah tangan kiri Yohan. "Kita sama
sekali tidak pernah melakukan hal seperti itu." Lanjut
Lana berucap.

"Jadi, kau ingin melakukannya?"

"A-Apa? Tidak!" bantah Lana cepat.

"Lalu?"

"Ayo bercerai." Ajak Lana.

Hening.

Yohan lalu menggertakkan gigi, menarik lengan


Lana kencang seraya mendorong bahu gadis itu ke
dinding hingga punggungnya bersuara akibat

126
terbentur.

Tak hanya itu tangannya yang lain meraih sebuah


pedang yang semula dipegang oleh hiasan baju besi
yang ada tepat di sebelahnya lalu langsung di
arahkan ke leher Lana, membuat jantung gadis itu
nyaris melompat keluar dari mulut.
Deg!

"Sekali lagi kau membahas atau menyebut kata


perceraian, kepala dan tubuhmu akan terpisah."
Ancam Yohan serius disertai tatapan amat tajam.

"Sekali kau masuk istana ini maka tak ada jalan


kembali." Desis Yohan menarik diri.

Begitu dilepaskan Lana langsung berlari


sekencangnya menjauhi pria itu dengan wajah yang
semakin pucat bahkan nyaris terlihat biru.
Jantungnya masih berdetak tak karuan, Lana

127
ketakutan.

"Hoshh... hoshh..." nafas Lana tersengal.

Mengingat bagaimana kebrutalan Yohan dalam


mencintai Hestia sampai menghabisi orang yang
baru saja tanpa sengaja menyentuh kulit gadis itu
semakin membuat keringat dingin Lana bercucuran.

***

128
8. Dia Dan Keaslian

Genap seminggu Lana tinggal di istana itu


sebagai istri dari seseorang, selama itu dia telah
mencoba banyak hal untuk membiasakan diri
termasuk memasak sendiri karena makanan istana
cenderung hambar padahal Lana sudah memberikan
resep tetapi kepala pelayan bilang semua urusan
dapur dipegang oleh Ibu Suri sehingga mau tak mau
mereka harus memenuhi ketentuan wanita tersebut.

"Yang Mulia, seseorang ingin bertemu dengan


anda." Seorang pelayan membungkuk lalu
menginformasikan hal tersebut kepada Lana di
waktu santainya.

Mungkin sekitar jam sepuluh pagi, saat burung-


burung masih berkicau nyaring disertai angin sepoi
sejuk. Lana baru selesai berpakaian dan duduk di
kamar untuk menikmati sarapan saat pelayan itu

129
datang.
"Aku akan menemuinya." Lana bangkit dari kasur,
terpaksa meninggalkan sarapan lezat buatannya dan
pergi mendatangi ruang tamu kerajaan.

Ada seseorang disana. Dari penampilannya Lana


menebak sepertinya dia adalah seseorang yang
biasa diminta untuk mengantarkan pesan antar
daerah.

"Ibu anda jatuh sakit."

"Ibuku?" tanya Lana memastikan sebab tak


pernah diceritakan tentang latar belakang
keluarganya secara jelas dalam novel.

"Benar Yang Mulia, ibu anda memohon supaya


anda menemuinya." Pria itu kembali memberitahu
kalau sakit yang diderita ibu Lana semakin parah
akhir-akhir ini.

130
Lana rasa itu sebabnya tak ada satupun anggota
keluarga dari kerajaannya yang hadir di hari
pernikahan. Semua sibuk mengurus ibu yang sedang
sakit parah.

"Beliau akan senang hati jika anda bersedia


berkunjung. Hanya itu pesan yang saya bawa."
Ucapnya mengakhiri lalu membungkuk hormat
sebelum pergi.

Kebetulan sekali Lana sedang mencari-cari


kesempatan untuk cuci mata, menenangkan diri
sejenak, dan menjauh dari Yohan.

Pria itu baik tapi Lana harus hati-hati sampai hari


perceraian tiba. Lana tidak boleh gegabah dan
menambah derita pada dirinya. Kalau bisa Lana
harap perceraian tersebut datang lebih awal
daripada Yohan menunda-nunda karena merasa
kasihan.

131
Maka dari itu dengan modal nekat Lana menemui
Yohan yang tengah berada di ruang kerja bersama
tumpukan kertas-kertas warna cokelat kekuningan di
atas mejanya dan meminta izin supaya dibiarkan
mengunjungi sang ibu walau sesungguhnya Lana
yang ini tak tahu tentang keluarganya sendiri.

"Tidak ada seorangpun yang diizinkan pergi


termasuk kau. Kembalilah lain kali." Ujar Yohan
setelah menatap Lana sebentar.

"Ibuku sakit--"

"Hanya sakit, kan?" pria itu seolah menegaskan


ucapan Lana. "Bukan mati. Kau bisa temui lain kali."

"Aku ingin menemui ibuku, Yang Mulia." Ucap


Lana menekankan keinginannya.
Yohan menghela nafas. "Bukankah kau sudah
menghafal tata cara kehidupan dan budaya di istana

132
ini?" tanyanya pada gadis itu dengan nada jengkel.
"Pengantin baru dari Kaisar dilarang pergi keluar
istana sebelum usia pernikahan tiga bulan."

"Kubilang ibuku sakit." Lana masih tetap pada


pendirian serta egonya, pun tatapannya berani
melawan Yohan. "Aku harus pergi menemuinya."

"Hah..." hela nafas kasar terdengar dari bibir


Yohan. "Kau yakin?"

Lana mengangguk. "Ibu ingin bertemu denganku,


sakitnya bertambah parah."

Mendengar hal itu Yohan menghentikan segala


aktivitasnya, meletakkan pena besinya di atas meja
lalu menghela nafas kasar.

"Sekali lagi kutanya padamu, Kau yakin atas

133
keputusanmu Permaisuri?"

Entah mengapa Lana merasakan firasat buruk


tak lama setelah Yohan mengatakan kalimat
tersebut seakan Lana sedang diperingatkan untuk
mengubah keputusannya tetapi Lana tidak mau
berprasangka buruk terlebih dahulu dan lanjut
mengiyakan.

"Baiklah. Kau bisa pergi malam ini."

"Benarkah?" kedua mata Lana berbinar tanpa


sadar terlebih saat mendapati Yohan mengangguk.

"Calix akan mengantarmu." Ujar pria itu


menambahkan sebelum kembali menyibukan diri
dengan kertas-kertas diatas mejanya.

Usai selesai dengan percakapan tersebut, Lana

134
pergi kembali ke kamar untuk mempersiapkan
barang-barang lagipula hari ini tidak ada acara
kerajaan yang harus ia hadiri dan Yurisia juga
sedang berada di kota jadi tak akan ada yang
mempermasalahkan jika Lana sedikit bersantai
melanjutkan sarapan.

Sementara itu di ruangannya nampak Yohan


memanggil Calix untuk bicara empat mata,
mengatakan sesuatu dengan berbisik yang lalu
direspon anggukan oleh Calix.

"Saya akan melakukan sesuai perintah anda,


Yang Mulia." Ucap Calix kepada Yohan, sebelum
kembali melanjutkan pekerjaan Calix membungkuk
untuk menghormati pria itu.
Sekali lagi terlihat seringai kecil di sudut bibir
Yohan, memperjelas kalau pria itu sedang
merencanakan sesuatu tanpa sepengetahuan Lana
atau mungkin malah ingin menjebak gadis itu. Yang
pasti perjalanan itu akan menjadi sangat berkesan

135
bagi Lana, Yohan sangat yakin.

Tanpa merasa curiga pada sore hari


keberangkatannya, Lana pergi diantar Calix dan
serombongan pasukan namun tak begitu banyak
sebab ia pergi tanpa sepengetahuan Yurisia sebab
jika wanita itu tahu mana mungkin dia
memperbolehkan menantunya bepergian sesuai
dengan ketentuan yang ada.

"Permaisuri," Calix membungkuk sembari


mengulurkan tangannya membantu Lana naik ke
dalam kereta kuda.

Lana memegang tangan tersebut lalu naik hati-


hati ke dalam. Sekali ia menoleh ke arah bangunan
megah istana sebelum kereta kuda tersebut mulai
berjalan menjauh meninggalkan area halaman
kerajaan.

136
Sengaja Lana tidak berpamitan pada Yohan. Toh,
suami fiksinya itu sudah mengizinkan bahkan dia
sendiri yang mempersilakan keberangkatannya.

"Hei!" Lana mengeluarkan sedikit kepalanya dari


jendela kereta kuda sambil menyibak tirainya. Ia
memanggil Calix yang beriringan dengannya
bersama seekor kuda. "Kapan kita akan sampai?"

"Mungkin tiga hari, Yang Mulia." Jawab Calix.

Lana melongo sesaat. "Selama itu?"

"Kita harus melakukan penyebrangan ke pulau


lain." Ujar Calix menjelaskan. "Anda sebaiknya tidur
karena hari sudah gelap."

Melihat ke arah langit, Calix benar. Hari sudah


malam. Lana juga agak mengantuk jadi ia menarik

137
diri dan menutup tirai tadi lalu mencari posisi
nyaman supaya bisa tidur dengan tenang. Lagipula
Lana merupakan tipikal orang yang gampang
terlelap setelah memejamkan mata.

Bruak!

Sekitar dua puluh menit tertidur Lana melotot


usai dikagetkan oleh dentuman dan goncangan yang
lumayan kencang pada kereta kudanya. Lana tak
langsung keluar untuk memeriksa sebab hening
diluar sana terlalu mencurigakan dan tak enak.

"Firasatku buruk, aku tak akan sok berani tapi


bodoh seperti pemain di film horor atau thriller yang
selalu penasaran dan mengecek apa yang terjadi di
luar." Batin Lana.

Lana tak berani mengintip, sekedar menyibak tirai


pun ia tak sanggup tetapi sialnya angin yang datang

138
malah membuat sebagian tirai terbuka. Detak
jantungnya terasa seperti berhenti seketika.

Menampilkan pemandangan seseorang dengan


pedang dan pakaian yang berlumur darah. Dari
postur punggungnya Lana langsung tahu siapa itu.
Bahkan Lana tidak perlu melihat wajahnya untuk
memastikan kalau itu Yohan.

Tapi, mengapa?

Mengapa dia melakukan semua ini padahal


mengizinkan Lana untuk pergi?

"Yang Mulia..." terdengar suara pelan Calix dari


arah luar.

Lana menguping.

139
"Semua pasukan sudah mati. Apa yang harus
saya lakukan setelah ini?"

"Serang Permaisuri."

"Maaf?" Calix nampak mengerutkan dahi bingung


atas titah Yohan.

"Serang Permaisuri dan aku akan menyerangmu


tapi tak sampai menghabisimu." Ucap Yohan
memperjelas entah dengan motif apa Calix pun tidak
mengetahui.

"Lagipula orang-orang suruhanku telah sampai di


sana untuk membakar rumah lama Permaisuri dan
memastikan tak ada seorangpun yang selamat."

Calix tertegun. "Mengapa Anda melakukan


semua itu, Yang Mulia?"

140
Yohan tak langsung menjawab, dia nampak
merenung sebelum akhirnya dengan asal berkata.
"Entahlah. Mungkin karena hanya ingin...?"

"Orang gila!" histeris Lana dalam hati.

Mendengar kegilaan itu, Lana nekat


membenturkan kepalanya sendiri dengan kencang
hingga pingsan. Setidaknya lebih baik Lana pingsan
sungguhan daripada pingsan pura-pura lalu
menyengir di tengah aksinya.

141
9. Pura-Pura Tak Tahu

Keesokan pagi Lana terbangun di kasurnya, dia


tak ingin menebak siapa yang membawanya atau
membahas kejadian semalam. Lana tahu apa yang
harus dilakukannya saat ini. Daripada bertanya
kenapa Yohan melakukan semua itu semalam lebih
baik Lana pura-pura tidak tahu. Kalau perlu pura-
pura tak ingat sempat merengek ingin mengunjungi
ibunya yang sakit pun akan Lana lakukan demi
keselamatan.

"Permaisuri," Yurisia menghampiri Lana yang


sudah dalam kondisi berpakaian rapi.

"Kau sudah siap?" tanyanya memastikan.

Lana tersenyum lalu menjawab. "Seperti yang


terlihat, ibu." Ia tak ingin memperpanjang

142
pembicaraan sehingga segera setelahnya Lana
berjalan menuju aula depan istana yang berada di
halaman depan.

"Kegembiraan masyarakat terlalu berlebihan,


mereka memaksa mengadakan perayaan untuk
kalian." Decakkan kesal Yurisia terdengar setelahnya.
"Dasar orang-orang ini..."

Lana mengamati sekitar, lorong-lorong istana


sepi namun sesekali dia berpapasan dengan
rombongan prajurit yang sedang berpatroli. Mungkin
jika seandainya Lana bertransmigrasi sebagai
pelayan pasti hidupnya jauh lebih membahagiakan.

"Sayang sekali Permaisuri jadi harus menghadiri


pesta yang sangat sederhana sekali." Ucap Yurisia
namun tak Lana tanggapi.

"Ibu, dimana Kaisar?" Lana bertanya sebab satu-

143
satunya orang yang mampu membuat merinding
ketakutan itu belum nampak sejak tadi.

"Yah, yang dikatakan orang memang benar.


Pasangan baru walau sering bertemu tetap akan
saling merindu sepanjang waktu." Celetuk Yurisia
membalas tak sesuai dengan pertanyaan Lana
sampai-sampai gadis itu memaksa ekspresi jengkel
jelas tanpa sepengetahuan sang ibu mertua.

"Wanita menyebalkan! Banyak omong!" omel


Lana dalam hati sebab kalau secara langsung
mungkin lidahnya sudah terpisah menjadi dua
seperti tubuh Gojo.

Oke, lupakan.

Melanjutkan perjalanan menuju pesta sederhana


yang dikatakan. Rupanya pesta tersebut masih
berada di halaman istana tetapi cukup jauh dari

144
halaman utama dan Yurisia tidak mengantar Lana
sampai ke tengah-tengah kerumunan orang-orang
sederhana.

Wanita itu mendadak sakit perut, katanya.

"Permaisuri, timbulkanlah kesan bagus di


masyarakat." Pesan Yurisia sebelum berbalik pergi
entah kemana.

"Permaisuri disini!" seru salah satu dari mereka


ketika melihat Lana dari jauh.

Bingung harus merespon apa, Lana tersenyum


kecil. Senyum yang amat sangat nampak canggung
tetapi tak ada seorangpun yang menghakimi Lana
karena senyuman itu.

"Terimakasih karena telah bersedia datang ke

145
perayaan sederhana kami." Ucap salah seorang
wanita bergaun katun sederhana mewakili yang
lainnya.

Lana tersenyum tipis ala kadarnya. "Justru aku


yang harus berterima kasih pada kalian." Ucapnya
lalu bertanya dalam hati kepada diri sendiri. "Aku
sudah melakukannya dengan benar, kan?"

"Anda adalah pendamping pemimpin kami yang


sempurna. Apa Kaisar tidak hadir?" tanya seorang
dari mereka.

Lana dibuat bingung karena tak tahu harus


menjawab apa tetapi kemudian salah seorang
wanita dari menyikut pelan lengan temannya yang
bertanya.

"Yang Mulia, saya Claire. Saya senang sekali


bertemu dengan anda. Apa boleh kami berbaris

146
untuk mempersembahkan hadiah masing-masing
kepada Anda?"

"Tentu."

"Yang Mulia, hormat saya." Hestia muncul


bersama dua pelayan lain disisinya. "Ibu suri
meminta saya menemani anda dan memastikan
keamanan anda disini."

Hestia lagi. Lana tidak membenci gadis itu tapi


bisakah dia menempel saja pada Yohan? Mengapa
diingat-ingat momen Hestia dengannya jauh lebih
banyak ketimbang dengan Yohan? Apa jangan-
jangan…

"Yang Mulia, ini dari saya." Claire memberikan


sebuah kotak berukuran sedang pada Lana namun
sebelum sempat Lana menyentuhnya Hestia sudah
lebih dulu mengambil alih.

147
"Maaf, ini demi keamanan Yang Mulia." Ucap
Hestia dengan tatapan tegas.

Claire nampak kecewa, itu terlihat dari


senyumnya yang memudar tetapi mau
bagaimanapun juga itu aturan istana. Claire
menyingkir, kini giliran orang-orang di belakangnya
bergantian memberikan hadiah pada Lana.

Sementara itu tanpa Lana ketahui nampak Yohan


memperhatikan dari arah jendela bersama Calix
disisinya. Kejadian semalam jelas masih membekas
dalam ingatannya ketika mendapati Lana dalam
keadaan tak sadarkan diri padahal belum diserang
oleh siapapun kemudian Yohan mendapati memar
tak wajar di dahi gadis itu dan langsung tahu kalau
semalam Lana membenturkan kepalanya sendiri
sampai pingsan.
"Kau sudah melakukan perintahku?" tanya Yohan
pada Calix tanpa menoleh.

148
Lelaki di sebelahnya itu mengangguk. "Tunggu
sebentar lagi, Yang Mulia. Anda akan melihat sendiri
aksi orang-orang suruhan saya." Ujarnya.

Yohan masih memperhatikan Lana yang sedang


berinteraksi dengan orang-orang yang memberinya
kado sampai kemudian matanya memicing kala
mendapati sekelompok orang asing bersenjata
pedang dengan penutup wajah mulai memasuki
halaman istana.

Kericuhan tercipta. Beberapa orang terutama


para wanita ditangkap menjadi sandera dan di
ancam dengan pedang tepat di lehernya.

Lana dan Hestia dalam kondisi bebas karena


mereka dilindungi oleh beberapa prajurit sementara
sisa prajurit lainnya mencoba mengamankan kondisi
termasuk berkelahi melawan orang-orang asing itu.

149
Sampai ketika wanita bernama Claire berteriak.
Dia akan dilukai. Teriakannya membuat Lana dan
Hestia saling menatap satu sama lain sebelum
akhirnya satu dari mereka berlari maju untuk
menyelamatkan Claire sementara satu lainnya
berlari kabur menyelamatkan diri.

"Kabur! Kabur! Lari Lana! Selamatkan dirimu!"


Lana meneriaki diri sendiri dalam hati sambil
mengayuh kaki sekencangnya menuju bangunan
istana yang terasa sangat jauh sekali.

Sesekali Lana menoleh mendapati dua orang


berpedang mengejarnya. Meski letih dan hampir
terjatuh beberapa kali, Lana tetap memaksa diri
untuk kabur. Daripada menyelamatkan orang-orang
itu lebih baik Lana menyelamatkan diri sendiri.

Dan yah seperti adegan di salah satu buku,


Hestia yang menyelamatkan Claire dan membuat

150
dirinya terluka. Hanya saja kali ini yang membedakan
adalah scene tambahan kaburnya Permaisuri dari
pesta yang dibuat masyarakat untuk dirinya tanpa
ada keinginan menolong mereka, para sandera.

Sebab seharusnya Lana sendirilah yang pasang


badan untuk melindungi mereka semua karena
statusnya sebagai Permaisuri. Tetapi nyatanya Lana
memang sepengecut itu dan memilih lari.

"Pftttt...." tawa kecil meluncur bebas dari belah


bibir Yohan, untuk pertama kalinya dalam seumur
hidup ada sebuah kejadian yang membuat selera
humornya naik dalam sekejap.
"Mengapa Anda tertawa, Yang Mulia?" Calix
bertanya penasaran. "Hal apa yang terasa begitu
lucu bagi anda?"

Yohan menggeleng. "Bukan apa-apa hanya


saja..." jeda sesaat, Yohan mengerutkan dahi saat
menyaksikan Lana terjatuh dengan keras.

151
"Kepribadian Permaisuri ternyata cukup menarik."
Gumamnya.

Calix juga melihat momen itu dan merasa


khawatir pada Lana. "Yang Mulia, anda akan
membiarkan Permaisuri terluka?"

"Lihat saja bagaimana gadis itu mempertahankan


dirinya." Sahut Yohan kembali datar seolah tak
pernah tertawa karena Lana sebelumnya.

Mendengar hal itu Calix jadi semakin iba dan


mempertanyakan kepribadian Kaisarnya. Jelas saja
orang-orang itu adalah orang yang diperintahkan
oleh Calix atas keinginan Yohan untuk menyerang
istana pagi ini bahkan Yohan sendiri mengatakan tak
keberatan jika Permaisuri dilukai.

Sekali lagi Calix melihat Lana yang terpontang-


panting dan berulang kali jatuh sampai beberapa

152
bagian gaunnya robek namun masih tak kunjung
sampai ke bagian bangunan istana karena tanpa
gadis itu sadari langkahnya memelan.

"Yang Mulia--"

"Biarkan aku menikmati pertunjukan ini, Calix."


Desis Yohan memotong perkataan laki-laki itu.

Lana yang terjatuh mendapati luka parah di


kedua lutut kakinya. Ya, Lana memang tidak berguna.
Dia tidak pernah bela diri atau semacamnya jadi
katakanlah Lana beban tetapi Lana lebih tidak mau
jadi sok pahlawan seperti Hestia.

Tetapi kemudian Hestia datang bersama sebilah


pedang dalam kondisi terluka parah di tangan kiri.
Dengan gagah berani Hestia mengarahkan pedang
tersebut pada dua orang yang mencoba mendekati
Lana.

153
"Jangan sentuh Permaisuri!" serunya
mengancam.

"Yohan... dia seharusnya disini!" Lana bangkit lalu


melihat ke sekitar. Harusnya Yohan sudah muncul
dan menyelamatkan Hestia tetapi pria itu sama
sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.

Lana berbalik hendak mencari pria itu di dalam


namun tepat saat itu ia menubruk seseorang lalu
mendongak.
"Yohan..." ujarnya menyebut nama pria itu secara
tak sadar, untuk sesaat pandangan matanya dan
mata Yohan terkunci tapi kemudian Lana berpaling
seraya menunjuk ke arah Hestia.

Serombongan prajurit beserta Calix langsung


berpencar menuju tempat penyanderaan tak jauh
dari sana sementara Yohan hanya menatap ke arah

154
yang Lana tunjuk sekilas kemudian merangkul leher
gadis itu menggunakan lengan dan menariknya
seperti kambing.

"Tunggu! Tunggu! Itu!" seru Lana. "Dia! Hestia...


dia sendirian!"

Lana memukuli punggung Yohan sebab Hestia


masih sendirian disana bersama dua orang tadi
tetapi Yohan tidak peduli dan tetap menyeretnya
masuk menuju bangunan utama istana.

155
10. Bukan Urusan Kita

"KYAKKKKKHHHHHH!" tak terhitung jumlahnya


teriakan Lana sejak tadi, dari mulai luka lututnya
dibersihkan sampai sekarang ketika para pelayan
mencoba untuk membalur lukanya dengan herbal
tumbuk.

Lana tidak berlebihan. Kedua lututnya terluka


sampai mengelupas sangking kerasnya hantaman
yang ia dapat ketika jatuh tadi. Yohan memang
biadab, jika saja seandainya Lana tahu dalang dibalik
semua yang terjadi adalah pria itu.

"Yang Mulia..." salah satu pelayan melirih, tak


berani menegur Lana yang notabene-nya seorang
Permaisuri tapi tak sanggup rasanya jika terus-
terusan menahan tendangan dan cakaran gadis itu.

156
"Yang Mulia, tenang." Ucapnya sambil
menyekakan keringat di dahi Lana menggunakan
kain. "Anda akan segera sembuh, tolong tenang dulu.
Jika anda terus bergerak maka lukanya hanya akan
semakin bertambah sakit."

"Jangan sentuhkan daun tumbuk itu pada


lukaku!!!" Lana memasang wajah paling
memelasnya saat ini, mungkin bisa dibilang ini
merupakan satu-satunya usaha. "Aku kesakitan, aku
tidak mau daun-daun itu."

"Kalian masih belum selesai juga?" Yohan masuk


tanpa permisi ke kamar Lana untuk memeriksa
kegaduhan yang terjadi di dalam karena gadis itu
meronta sampai harus dipegangi oleh banyak orang
namun hasilnya tetap nihil.

"Maafkan kami namun Permaisuri terus


memberontak dan menolak dipakaikan herbal, Yang
Mulia." Jawab salah satunya sambil menunduk takut,

157
tak ingin kalau sampai Yohan atau Lana tersinggung.

"Aku tidak mau." Tolak Lana lagi lalu tatapannya


berpindah pada Yohan yang baru datang. "Tolong
suruh mereka berhenti, Yang Mulia. Aku... aku tak
sanggup. Aku rasanya... seperti... mau mati."

Yohan meringis mendengar Lana yang terlalu


dramatis. "Kalian pergilah."

"Baik Yang Mulia, kami permisi." Pamit salah satu


dari mereka lalu serentak membungkuk sebelum
meninggalkan kamar Lana dan menutup kembali
pintunya.

Mendapati hanya ada dirinya dan Yohan di dalam


satu ruangan yang sama Lana merasa deja vu.
Sambil menahan rasa sakit di kedua lututnya ia
beringsut bangkit hendak melarikan diri dari ruangan
itu namun Yohan berhasil menangkap tangannya

158
dan menghentikan aksi Lana yang baru mau kabur.

"Aku akan mengobati kakiku sendiri." Ujar Lana


mengira Yohan berniat membantunya dalam artinya
tanda kutip, mungkin.

"Aku sudah sembuh." Lana menimpali kalimatnya


dengan ekspresi tak nyaman kentara jelas di wajah
bahkan tanpa sadar Lana sempat melotot pada
Yohan namun segera setelah menyadarinya Lana
buru-buru tutup mata lalu menatap Yohan dengan
lebih anggun.

"Aku sungguh akan memakai herbal tumbuk itu


nanti, sendiri. Lagipula sekarang aku sudah
membaik—akhh!"

Belum selesai Lana bicara Yohan menekan ibu


jarinya pada lingkaran memar sebesar uang koin di
dahi Lana dengan kencang sampai-sampai gadis itu

159
memekik kesakitan lalu dengan cepat menarik
mundur kepalanya.

Merasa perilaku Yohan kembali aneh alarm tanda


bahaya dalam tubuh Lana berbunyi nyaring, ia harus
pergi sekarang tetapi Yohan justru mengambil
langkah maju membuat Lana secara otomatis
mundur teratur.

"Kau tidak menanyaiku tentang semalam?" ujar


pria itu dengan suara yang sedikit agak parau.

"S-semalam?" beo Lana pura-pura tidak ingat.


"Aku tidur."

"Dimana kau tidur?" Yohan bertanya lagi masih


dengan langkah majunya yang perlahan
menyudutkan Lana.
"Di... di..." Lana refleks mengatupkan bibir rapat
saat wajah Yohan mendekat tepat di hadapannya.

160
"Di...?" pria itu masih bertanya. "Dimana kau tidur
semalam, Permaisuri?"

"K-kasur. Ya! Aku tidur di kasur." Jawab Lana


yang nampak tertekan dari ekspresi wajahnya.

"Dikasur?" Yohan tersenyum miring, membuat


Lana semakin tertekan memandangi ketampanan
sekaligus kengerian di satu waktu yang bersamaan.

"Lantas bisa kau jelaskan bagaimana memar itu


tercipta di dahimu?"

Lana menggeleng. "Tidak mau." Tolaknya tak


ingin menjawab pertanyaan Yohan.

Alhasil aksinya sukses membuat kening pria dua


puluh empat tahun itu berkerut sebab untuk kali

161
pertama ada seseorang yang tak mau menjawab
pertanyaan darinya bahkan membuang wajah ke
arah lain, menghindari tatapannya.

"Permaisuri," panggilan Yohan terhadapnya


terdengar memberat. "Katakan yang sebenarnya
padaku." Desisnya.

"A-apa!?" Lana masih berpura-pura tidak tahu.


"Aku harus mengatakan apa?"

Masing-masing lengannya dicengkram oleh


Yohan, membuat Lana terpojok sehingga tak dapat
lari atau sedikit bergerak kemanapun.
Sementara wajah Yohan semakin mendekat
bahkan nafas hangat wangi mint miliknya menerpa
wajah Lana ketika pria itu membuka sedikit
mulutnya, ingin bicara lagi tapi tidak jadi.

"Ingatlah ini Permaisuri," Yohan menatap Lana

162
lekat tetapi bukan tatapan lembut melainkan tatapan
tajam. "Hubungan kita tidak lebih dari sebuah
perjanjian diatas kertas yang dapat kubatalkan
kapan saja."

"A-aku juga tidak mau." Sahut Lana kikuk sambil


menatap ke arah lantai. "Aku tidak akan pernah
melanggar batas."

"Hah..." Yohan membuang nafas kasar pendek


setelah mendengar respon Lana.

"Kau terdengar senang." Celetuknya ketus lalu


menarik diri. "Ya, terserah saja asalkan kau tidak
melakukan hal yang dapat merusak citra baik
keluarga Kekaisaran."

Lana menganggukkan kepala walau Yohan tidak


melihat karena sudah berbalik dan berdiri
membelakanginya kemudian sambil melangkah

163
Lana berkata, "anda tidak perlu khawatir Yang—eh!?"

Belum ada sedetik Lana berucap bahkan belum


lengkap kalimatnya tetapi dengan bodoh ia malah
menginjak ujung gaun sendiri sampai tersandung ke
arah depan dan jatuh menubruk punggung Yohan
sampai pria itu ikut tersungkur juga.

Bruk!

"Ahh... aduh! aduhhh kakiku!" Lana meringis


memegangi lututnya secara bergantian lalu meniup-
niup udara karena sangking panik ketika kesialan
mendatanginya bertubi-tubi hari ini.

Melihat tingkah Lana yang dirasa berlebihan


membuat Yohan jadi gemas sendiri terlebih lagi
gadis itu membuatnya jatuh barusan.

164
Lantas ia bangkit dan mengambil mangkuk berisi
herbal tumbuk yang gagal dioleskan oleh para
pelayan tadi kemudian berlutut di hadapan Lana
yang masih duduk lalu menyibak gaun gadis itu
sampai ke paha dan langsung mengoleskan banyak
herbal tumbuk ke bagian luka lutut gadis itu.

Kedua mata Lana melebar, dia sudah siap untuk


berteriak namun Yohan mendekat sampai dahi
mereka menempel satu sama lain dan dari jarak itu
ia mengancam.
"Jika kau berteriak, aku akan membungkammu
dengan cara lain." Desis Yohan sinis.

Lana terdiam sesaat, hanya selama sedetik


sebelum membuka mulutnya lalu mengeluarkan
sebuah huruf dengan suara yang sangat kecil.

"Aa..."

165
Yohan tak bereaksi. Dia hanya menatap Lana
tepat di bibir sampai kemudian merasakan gelenyar
aneh dan segera menarik wajahnya menjauh dari
gadis itu. Pun secara kebetulan kedua lutut Lana
telah terbalur sempurna oleh herbal tumbuk jadi tak
ada alasan bagi Yohan untuk tetap bertahan dalam
posisi seperti tadi.

Pria itu lalu berkedip bingung, Lana masih


menatap seperti orang bodoh. Membuat Yohan jadi
sedikit melakukan gerakan aneh seperti mengusap
tengkuknya yang sama sekali tidak merasa gatal lalu
seperti ingin mengatakan sesuatu namun ia
membatalkannya sampai akhirnya dia memutuskan
untuk pergi saja.

Namun sekilas nampak sebagian telinga Yohan


memerah sesaat sebelum dia bangkit lalu pergi
meninggalkan ruangan dan Lana melihat itu dengan
pandangan ketakutan.

166
Yohan tidak akan menyukainya, kan?

167
11. Tidur

"Apa yang terjadi pada kakimu, Yang Mulia?"


Yurisia bertanya saat menyadari cara Lana berjalan
cukup aneh ketika gadis itu menuju meja makan
untuk makan malam bersama.

"Aku terja---"

"Karena semalam." Yohan memotong perkataan


Lana sebelum gadis itu sempat melengkapinya.
Sengaja ia membuat sang ibu salah paham daripada
harus tahu tentang insiden pagi tadi yang memang
ia sembunyikan bahkan para saksi dan korban telah
Yohan suap dengan uang tutup mulut.

"Semalam?" dahi Lana mengernyit mengulang


ucapan Yohan barusan, "kenapa semalam...?"
rupanya dia tidak mengerti maksud dari perkataan

168
pria itu.

Pandangannya lalu jatuh pada Yurisia yang


nampak tersenyum sampai wajahnya bersemu
merah seolah merasa sangat senang sekali karena
kalimat itu.

'Karena semalam' berulang kali Lana ucapkan


dalam hati hingga akhirnya ia mendapat makna
tersurat yang tersembunyi dibalik kalimat itu.

Ketika tahu maksud 'karena semalam' mengarah


ke berhubungan, Lana melotot ke arah Yohan yang
duduk disebelahnya tapi sebelum sempat
melayangkan protes lututnya lebih dulu disenggol
oleh pria itu.

Sontak mata melotot Lana lenyap seketika


terganti menjadi ekspresi menahan nyeri pada
bagian tengah lututnya mengingat luka yang tercipta

169
sampai kulit mengelupas.

"Yang Mulia, aku senang mendengar hubungan


kalian semakin dekat terlebih lagi secepatnya bila
perlu keluarga kerajaan mengumumkan soal pewaris
--"

"UHUKK!!!" Lana yang sedang minum tersedak


seketika begitu mendengar ucapan Yurisia sampai ia
terbatuk-batuk parah.

"Minum perlahan, Permaisuri." Decak Yurisia


menegur.

Dengan sigap seseorang menepuk-nepuk lembut


punggung Lana tapi bukan Yohan melainkan Hestia.
Kedatangan gadis itu cukup mencuri perhatian
terutamanya perhatian Yurisia yang langsung tertuju
ke arahnya setelah melihat masing-masing
pergelangan tangan Hestia di perban dan nampak

170
ada bercak darah dibaliknya.

"Apa yang terjadi pada tanganmu?"

Mendapat pertanyaan itu, Hestia segera menarik


tangannya untuk disembunyikan dibalik punggung
dan menjawab. "Saya baik-baik saja, Ibu Suri."

"Berhati-hatilah." Sahut Yurisia empati.

Persis seperti tipikal female lead yang tegar dan


tak gampang goyah karena luka kecil, Hestia masih
sempat memamerkan senyum manisnya pada
semua orang. Lana yang melihat itu hanya mampu
menggelengkan kepala tak habis pikir sementara
Yohan nampak tak menoleh sama sekali padahal
seharusnya sudah ada cukup banyak interaksi
diantara mereka.

171
Lana harus bagaimana menghadapi hidup
monotonnya ditempat ini? Ia tak harus melakukan
apa-apa karena sudah ada Hestia yang akan
melakukan segalanya seperti dalam alur cerita.

"Omong-omong..." Yohan berhenti makan,


tatapannya mengarah pada Yurisia dan nampak
cukup tajam tak seperti biasanya.

"Bagaimana penyelidikan yang kuminta padamu


waktu itu, Bu?"

Lana menyimak percakapan keduanya.

Yurisia tersenyum lembut. "Itu pasti hanya salah


paham, Yang Mulia. Kebetulan saja Permaisuri
makan makanan mengandung racun atau mungkin
rotinya sudah basi dan--"

172
"Ibu tak melakukannya?" potong Yohan bertanya.

"Permaisuri baik-baik saja. Dia masih sehat, kan?


Mengapa kau begitu mempermasalahkan kejadian
lama, Yang Mulia?"

"Masalahnya adalah roti beracun itu tak ditujukan


pada Permaisuri." Ucap Yohan sambil mengingat
kronologi hari itu dari seorang pelayan yang bersaksi.
"Dan aku juga yakin seseorang yang meletakkan
racun di dalam sana tidak ikut mati saat
penghukuman."

"Yang Mulia, maafkan saya menyela tapi saya


harus pergi mengganti perban." Ujar Hestia sambil
menundukkan kepala lalu membungkuk berkali-kali
sampai Yurisia memberi izin padanya untuk pergi.

Lana mengamati pergerakan kikuk Hestia sampai


gadis itu keluar dari ruangan ini. Dalam narasi yang

173
tertulis di novel Hestia memiliki penawar dari racun
yang harusnya termakan oleh kepala pelayan istana.
Hestia memberikan penawar itu lalu sebagai
gantinya dia diangkat menggantikan posisi kepala
pelayan yang memutuskan undur diri karena trauma.

"Konflik utama dari novel ini..." Lana sedang


berpikir saat Yohan bangkit dan menyudahi makan
malam terlebih dahulu kemudian disusul oleh Yurisia.

Mereka meninggalkan Lana sendirian di ruang


makan. Para pelayan juga menunggu diluar. Lana
baru makan dua suap lalu ekor matanya menyadari
kehadiran seseorang disampingnya namun berjarak
agak jauh.

"Yang Mulia, saya memberi hormat kepada anda."


Ujar laki-laki itu, Calix, yang ditugaskan untuk
mengawal Lana secara pribadi kemanapun gadis itu
pergi atas perintah Yohan. Lebih tepatnya untuk
mengatasi gerak-gerik gadis itu jika ada hal yang

174
mencurigakan.

Lana menatap Calix sesaat sebelum lanjut


memakan hidangan menggoda di depan matanya.
Namun kegiatan makanannya jadi tak tenang saat
menyadari Calix masih melihat ke arahnya.

Lana menoleh pada lelaki itu. "Mengapa kau


terus melihatku?"

Tidak ada jawaban.


Lana berpaling dan mencoba tetap makan namun
lagi-lagi makan sambil diperhatikan orang itu sama
sekali tidak enak sehingga Lana menoleh lagi dan
berkata.

"Kau mendengarkanku atau tidak? Lihatlah ke


arah lain." Desis Lana kesal masih tak ditanggapi.
"Dasar gila!" gumamnya mencebik. Merasa kalau
Yohan dan bawahannya sama saja, sama-sama tak

175
waras.

Lana mendecak pelan merasa risih lalu pada


akhirnya Lana hanya bisa memaksa dirinya
mengabaikan keberadaan Calix dan lanjut makan
daripada berakhir kelaparan semalaman.

Setelah selesai makan Lana kembali ke kamar,


begitu saja rutinitasnya berulang-ulang sebab tak
ada media hiburan elektronik canggih seperti televisi,
radio, maupun ponsel. Lana benar-benar berharap
semua benda itu ada disini terlebih scroll tiktok
adalah hobinya.
"Mungkin kalau bertransmigrasi sebagai Hestia
hidupku bakal jadi lebih menantang?" gumam Lana
berandai-andai membayangkan kebrutalan Yohan
yang sampai tega mengiris tangan orang yang
menyentuh Hestia di depan mata gadis itu

"Tidak. Aku berubah pikiran." Lana menggeleng


masih sambil bicara pada dirinya sendiri. "Itu

176
menakutkan, aku belum siap melihat tumpahan
darah setiap hari. Seumur hidup itu terlalu lama."

"Apa orang itu masih di depan kamarku?"


Perlahan Lana turun dari kasur dengan langkah
tertatih, yah... lukanya lumayan amat menyakitkan
terlebih saat dibawa mandi atau sekedar terkena air.

Pelan-pelan Lana keluar dari kamar namun


sekelebat bayangan di ujung lorong membuatnya
terkejut dan masuk lagi lalu mengintip karena
penasaran.
"Yohan?" Lana memicing mencoba memperjelas
pandangannya dan benar, itu Yohan yang sedang
berkeliling istana.

"Ah, dia punya gangguan tidur." ujar Lana pada


diri sendiri, baru ingat. "Berarti selama ini hampir
setiap malam dia hanya tidur dua sampai tiga jam
saja seperti yang tertulis dalam novel?"

177
Lana jadi merasa kasihan. "Sebaiknya aku
memberitahu Hestia." Putusnya bergegas keluar dari
balik pintu sebab dalam novelnya hanya Hestia yang
bisa mengusir kegundahan Yohan sampai-sampai
lelaki itu tidur nyenyak untuk pertama kali.

Saat sedang melewati lorong yang tadi dilihatnya


dari jauh, Lana tersentak ketika sebuah tangan
menangkap lengannya disusul suara berat seorang
pria.
"Kau akan kemana, hm?"

"Aku..." sudah tertangkap basah, Lana menyengir


saat cengkraman Yohan mengeras pada lengannya.
"Ingin membuatkan minum untukmu."

Alis Yohan terangkat satu penuh kecurigaan.


Lana masih menyengir sambil menahan rasa sakit
yang menjalar di bagian lengan atasnya akibat pria

178
sinting itu.

"Sungguh." Imbuh Lana. "Tunggu sebentar, aku


segera kembali dengan... minuman!"

Dia baru saja berbohong tapi Yohan melepaskan


tangannya yang menandakan Lana harus benar-
benar membuat minuman itu. Jadi, dia pergi ke
dapur dan meracik teh namun menambahkan satu
bahan lagi ke dalam teh itu kemudian kembali
menghampiri Yohan.
"Aku tidak bohong, kan?"

Yohan memandang Lana dengan tatapan selidik.


Lorong itu menjadi saksi interaksi keduanya. Lana
yang takut dibunuh dan Yohan yang curiga ada
racun di dalam teh yang Lana buat untuknya.

Selamat beberapa detik mereka saling tatap


dengan penuh kecurigaan atas satu sama lain

179
sampai akhirnya Yohan dengan ragu mendekat dan
menerima cangkir keramik yang disodorkan padanya.

"Itu bersih." Ucap Lana meyakinkan. "Aku sudah


cuci tangan sebelum membuatnya."

Cengiran tertekan itu masih nampak menghiasi


wajah Lana sampai Yohan meneguk teh buatannya
sebanyak tiga kali lalu mengembalikan cangkirnya
ke tangan Lana.
Tanpa berterimakasih Yohan berbalik menuju
kamarnya. Lana masih di lorong memegangi cangkir
tadi lalu karena malas kembali ke dapur yang cukup
jauh, Lana melihat sekeliling. Saat dipastikan tak ada
saksi mata, Lana meletakkan gelas itu di pinggir
lorong lalu bergegas kembali ke kamarnya.

Sementara itu Yohan baru sampai di kamarnya,


menutup pintu lalu duduk di tepi kasur.
Pandangannya terasa letih tak seperti sebelumnya,
sebelum dia bertemu dengan Lana di lorong. Tiba-

180
tiba saja rasanya mengantuk. Bahkan Yohan jadi
bingung sendiri sebab biasanya dia nyaris tak
pernah bisa tidur namun saat ini entah bagaimana
bisa rasa kantuk berat muncul.

Ada sesuatu dalam minumannya sampai-sampai


Yohan tak tahan untuk tidak merebahkan dirinya,
menarik bantal guna dipeluk lalu menutup mata.

Di kamarnya Lana sedang terkekeh mengingat


aksinya barusan yang sengaja memasukan
campuran akar valerian yang diketahuinya
merupakan tanaman yang dapat berfungsi seperti
obat tidur.

Lana menyengir. "Yang penting sama-sama


membuat tidur." Celetuknya.

181
12. Dia Sama Sekali Tidak Melihatku

"Kak, tanganmu masih berdarah." Celetuk anak


kecil disampingnya, adik dari temannya Hestia.

"Aku tidak apa-apa. Selene, kau tidurlah cepat,


sudah malam." Hestia berkata pada anak itu sambil
menggosokan herbal tumbuk ke kedua tangannya
bersamaan untuk meredakan pendarahan yang
masih timbul.

Lukanya di dapat akibat dari goresan pedang


orang-orang tadi tetapi Kaisar bahkan tetap tidak
melihatnya. Hestia merasa jalannya untuk
menaikkan taraf hidup ke jenjang yang lebih baik
dipersulit oleh keberadaan seseorang.

Lantas setelah kembali membalut lukanya


dengan perban Hestia tak langsung tidur melainkan

182
pergi untuk menemui Kaisar di kamarnya. Beberapa
hari terakhir Hestia mencoba untuk membantu pria
itu namun tidak pernah diterima padahal niatnya
sangat baik yakni membantu mengurangi beban
pikiran Yohan.

Berbekal nyali seadanya Hestia mendatangi


kamar Yohan lalu mengetuknya sebanyak tiga kali.
Dalam hati bertanya-tanya apakah kali ini ia akan
dibiarkan masuk atau diusir seperti kemarin. Hestia
hanya ingin membantu seperti di novelnya.

Malam ini tak ada sahutan. Hestia mengetuk lagi


tiga kali namun hasilnya masih sama. Dia akan pergi
tetapi pintu kamar Yohan sedikit terbuka, memicu
rasa keingintahuan timbul semakin banyak. Jika
seseorang melihatnya sudah pasti akan terkena
masalah namun tak ada siapapun disini sehingga
Hestia memanfaatkan kesempatan untuk sedikit
mengintip ke dalam dan tertegun.
"Kaisar tertidur." Batinnya merasakan cukup

183
banyak gejolak kekecewaan tetapi Hestia segera
mengatasinya dengan senyuman senang karena
akhirnya pria itu tak harus bergelut dengan
pikirannya sendiri tiap malam.

Hestia menarik diri lalu pergi menyusuri lorong


sepi istana, sesekali dia berpapasan dengan
beberapa prajurit yang sedang melakukan patroli
keamanan sampai akhirnya berpapasan dengan
Calix, second lead dalam novel yang jatuh cinta
padanya namun berakhir mati dibunuh Yohan.

"Panglima," sapa Hestia sambil membungkuk


hormat sekilas. "Selamat malam."

Calix menoleh dan segera membalas. "Selamat


malam."

Namun dua langkah setelah melewati Hestia dia


berbalik dan menepuk bahu gadis itu, saat tak ada

184
seorangpun disana. Mereka lalu menepi ke bagian
tengah taman istana yang jarang dilalui sebagai rute
patroli dan merupakan tempat nyaman bagi
keduanya untuk berbicara sebagai teman.

"Bagaimana tanganmu?" Calix bertanya langsung


mengingat keadaan Hestia karena serangan pagi
tadi lalu meraihnya dengan hati-hati. "Seharusnya
kau tidak perlu mengorbankan dirimu untuk
menyelamatkan orang lain."

"Nyawa banyak orang jauh lebih penting


dibanding satu nyawa, Tuan Calix." Hestia menjawab
dengan nada lembut serta tatapan yang tertuju pada
Calix seolah sedang menyirami lelaki itu dengan
kasih sayang.

"Kau selalu saja begitu." Celetuk Calix nampak


tidak suka prinsip hidup Hestia karena gadis itu
mengorbankan segalanya termasuk diri sendiri
untuk membantu orang lain.

185
"Kapan kau akan hidup untuk dirimu sendiri?"
Calix menanyai, tatapan tulusnya mengarah pada
Hestia namun saat ini tak ada perasaan lebih
daripada kekhawatiran seorang pemuda terhadap
temannya.

"Aku sedang melakukannya." Ujar Hestia


menjawab meski dirinya sendiri pun merasa ragu
akan hal itu, jawabannya membuat Hestia sedikit
termenung. "Aku akan lakukan nanti."

"Nanti?" Calix menghela nafas kasar sudah bosan


mendapat jawaban yang itu-itu saja dari Hestia. "Apa
tujuanmu sebenarnya, Hestia?"

Hestia menggeleng, dia tidak akan pernah


memberitahu. "Biarlah jadi misteri sampai suatu hari
kau tahu sendiri."

Calix diam.

186
Hestia kembali bicara. "Bukankah seharusnya
kau berada di sekitar Permaisuri?"

"Ah, aku memang ditugaskan untuk itu tapi beliau


sepertinya sedang tidur jadi aku pergi sebentar
untuk bicara denganmu." Tutur Calix. "Ada apa?" dia
seperti menangkap ekspresi khawatir yang sejenak
timbul di wajah Hestia namun seperti sebelumnya
gadis itu hanya menggeleng, enggan menjawab.

"Aku harus segera kembali dan beristirahat." Ujar


Hestia mengutarakan maksudnya akan pamit, gadis
itu bangkit lalu membungkuk pada Calix yang
statusnya lebih tinggi.

"Baiklah." Merespon baik ucapan Hestia, Calix


mempersilakan gadis itu pergi. Lagipula ia khawatir
jika harus segera kembali dan berjaga di depan pintu
kamar Permaisuri.

187
"Selamat tidur."

Hestia tersenyum. "Selamat berjaga," balasnya


diiringi kekehan geli.

Setelah kembali berjalan sendiri kekhawatiran itu


muncul lagi, Hestia meremas kedua tangannya yang
saling bertautan. Sampai sekarang Kaisar bahkan
belum pernah melihat ke arahnya dengan benar. Ada
apa? Mulanya Hestia tidak berniat menarik perhatian
pria itu namun mengabaikannya terus-terusan begini
pun Hestia rasa terlalu berlebihan.

Bagaimana mungkin seorang Kaisar tidak goyah


akan kecantikannya?

Yurisia, wanita bergelar ibu Suri itu bahkan


memujinya puluhan kali atau mungkin ratusan. Lebih
banyak dibanding dia memuji menantunya sendiri.

188
Kecantikan, ketekunan, serta kebaikan Hestia diakui
olehnya.

Sementara itu Calix yang kembali berjaga di


depan kamar Lana diam-diam mengintip ke dalam
untuk memeriksa apakah benar gadis itu masih
berada disana.

Sekilas tidak ada yang aneh ketika Calix


menyusuri ruangan itu dengan matanya guna
memperhatikan detail-detail paling kecil sekalipun.
Kondisi kamar rapi, cangkir-cangkir diatas meja,
tumpukan bantal—tunggu. Apa? TUMPUKAN
BANTAL!?

Calix berkedip cepat lalu melihat lagi ke arah


ranjang dan benar. Bukan Lana yang terbaring di
sana melainkan tumpukan bantal dan untuk
memastikan lebih lanjut Calix masuk ke kamar itu
lalu memeriksa sendiri dan lagi-lagi tak ada Lana
disana.

189
Kemana Permaisuri pergi?

Air muka Calix berubah panik namun ia tidak


boleh gegabah seperti langsung membuat laporan
pada Kaisar. Itu sama saja seperti bunuh diri. Jadi,
Calix bergegas mencari ke sekitar terlebih dahulu
tanpa memberitahu siapapun.

Disisi lain Lana yang berhasil menyelinap keluar


istana dibuat terperangah oleh keindahan wilayah
Sirasea tempatnya tinggal saat ini. Dari kejauhan
Lana bisa melihat tepian air laut dengan ombak yang
tenang sebab wilayah ini digadang-gadang
merupakan wilayah Kekaisaran dengan jumlah
perairan paling banyak dibanding wilayah lain.

Lana melongo sesaat sampai mulutnya terbuka


dan lalat nyaris terbang masuk ke dalam. Untung
saja Lana sigap menampar udara di depan mulut
kalau tak serangga itu mungkin sudah tertelan.

190
"Ini indah tapi aku tak punya uang." Lana
menghela nafas jengkel, "entah dimana mereka
menyimpan emas, uang, atau apapun. Aku sama
sekali tidak menemukannya di kamar." Omel Lana
seraya bergegas menuruni pijakan anak tangga dari
tanah.

"Yohan pasti meminta seluruh rakyatnya


melakukan kerja paksa membuat tangga dari tanah."
Celetuknya berburuk sangka mengingat pria itu
sudah ambil bagian sebagai Kaisar muda sejak
umur lima belas tahun.
Ini sudah hampir tengah malam dan kakinya
sedang sakit, Lana pasti gila karena dia lupa
mengenai fakta itu. Tapi tadi Lana merasa kakinya
sama sekali tidak nyeri lagi kok!

Lana mencoba menghibur diri sendiri saat ini


sebab baru sepuluh anak tangga yang dipijak perih
lututnya kembali kambuh. Lana jadi membayangkan

191
dirinya dalam rupa nenek-nenek tua renta yang
langsung sekarat hanya karena memijak satu anak
tangga.

"Padahal anak tangganya turun," Lana menghela


nafas lagi dan lagi sebab sekarang dia hanya
mampu memandangi keindahan gemerlap kota dan
orang-orang yang masih sibuk bolak-balik turun naik
perahu dari jauh.

"Yang Mulia, maaf, tapi anda harus kembali ke


Istana." Calix tiba-tiba muncul dengan wajah
berkeringat yang nampak seperti habis berlari. Pun
nafasnya yang bersahutan semakin membenarkan
asumsi Lana.

Lana bangkit lalu menunjuk ke arah gemerlap


kota. "Aku ingin ke sana."

"Anda bisa pergi di pagi hari setelah

192
memberitahu Yang Mulia dan harus menggunakan
pengawalan ketat." Ucap Calix menjawab.

Lana menghela nafas. "Sebentar saja?"

Calix diam dan menatapnya cukup tajam yang


jelas artinya sudah diketahui Lana sebagai jawaban
larangan.

Mendapati Lana masih menatapnya, Calix


menghela nafas. "Anda ingin dibelikan apa? Saya
yang akan pergi, anda tunggu disini."

Lana menggeleng. "Aku tidak ingin apa-apa tapi


boleh aku minta uangmu?"

"Saya tidak keberatan." Sahut Calix merespon


baik lalu merogoh-rogoh saku yang ada di seluruh
pakaiannya. "Saya ada beberapa keping koin emas.

193
Anda mau?"

"Berikan semua." Balas Lana mengangguk sambil


mengulurkan telapak tangan kanan.

"Maaf, hanya itu yang saya punya. Jika ingin lebih


banyak Anda bisa minta pada Yang Mulia."

"Terimakasih."

Calix menyorot Lana dengan tatapan aneh saat


gadis itu berjalan mendahuluinya dan setuju untuk
kembali setelah diberi beberapa keping koin. Calix
masih punya banyak sebenarnya tapi tidak mungkin
dia kasih semuakan?

Walau Lana seorang Permaisuri bisakah Calix


menyebut kejadian ini sebagai perampokan?

194
"Ada-ada saja." Batinnya.

HESTIA

195
CALIX

196
YOHAN BLOM CUKURAN

197
13. Permaisuri Harus Dihukum

"BERI KAMI KEADILAN!"

"PERMAISURI HARUS DIHUKUM!"

"KAMI MENUNTUT KEADILAN!!!"

Dari balkon istana Lana menyaksikan keributan


masyarakat di depan gerbang kerajaan. Mereka
semua nampak dipenuhi amarah sambil menyebut-
nyebut gelar yang disandangnya.

Oh ayolah, Lana bahkan belum sempat cuci muka.


Jangankan cuci muka, sekedar merapikan rambut
saja belum ketika Ibu Suri memintanya segera
datang ke balkon sekarang juga.
"Ibu..." Lana mendekat pada Yurisia. "Apa yang

198
terjadi?" tampak wajah serta rambutnya yang
mengembang seperti roti baru matang membuat
Lana persis seperti gelandangan.

Yurisia meringis. "Setidaknya sisirlah rambutmu


terlebih dahulu, Permaisuri."

"Ah, maafkan aku." Refleks Lana memegang


rambutnya sendiri lalu melangkah mundur dari
Yurisia dan kembali menatap keributan jauh di
depan sana.

Lana mendekat pada seorang pelayan dan


berbisik. "Bisa tolong ambilkan aku sisir?"

"Baik Yang Mulia, saya segera ambil." Ucap


pelayan itu merespon lalu pergi setelah
membungkuk hormat terlebih dahulu.
"Yang Mulia..."

199
"Perdana Menteri?" Yurisia nampak terkejut akan
kedatangan laki-laki berumur empat puluh lima
tahun itu. "Anda sampai datang kemari pagi-pagi,
saya minta maaf."

"Tidak masalah. Sebagai Perdana Menteri saya


terbiasa dengan jam-jam kerja mendadak seperti
ini." Jawabnya pada Yurisia kemudian menjatuhkan
tatapannya pada Lana dan membungkuk. "Memberi
salam pada Permaisuri."

"Saya Damian Hustler, Perdana Menteri yang


dipercayai oleh Yang Mulia Kaisar. Anda mungkin
belum sempat bertemu saya karena kebetulan saya
baru kembali dari Benua sebelah." Ucapnya
memperkenalkan diri pada Lana dengan sangat
sopan.

Lana menatap pria itu dengan kikuk. Bingung


harus memberi respon seperti apa karena dari Novel

200
yang dibacanya tak ada satupun etika yang
tercantum ke dalam kepalanya. Padahal ada bagian
dimana Hestia diminta oleh Yohan mengikuti kelas
etika Kerajaan namun tetap saja Lana tidak ingat
karena sengaja melewati bagian yang dianggapnya
membosankan itu setiap kali membaca.

"Se-senang bertemu Anda, Perdana Menteri." Ujar


Lana kaku persis kanebo kering yang terjemur
selama seminggu dibawah terik sinar matahari.

Perdana Menteri Damian mengangguk atas


respon Lana, tujuannya datang pagi-pagi sekali dari
kediamannya untuk membahas hal yang diributkan
oleh masyarakat.

"Dimana Kaisar?" tanyanya pada Lana.

"Kaisar---"

201
"Yang Mulia sedang bersiap." Potong Yurisia
cepat. "Tunggu sebentar lagi, dia akan datang."

"Baiklah. Mari langsung ke ruang pertemuan, ada


hal penting yang harus saya katakan pada Anda
sekalian terutama Permaisuri." Perdana Menteri
Damian bergegas menuju ruangan yang dimaksud
disusul Yurisia dan Lana di barisan paling belakang.
Gadis itu lebih suka mengekor daripada berjalan di
sisi orang lain.

Merasa seseorang memperhatikannya, Lana


menoleh cepat ke arah belakang dan sekilas
mendapati ada seseorang yang sembunyi dibalik
salah satu tiang penyangga bangunan istana namun
sayangnya Lana tidak bisa mengecek sendiri ke
sana karena ia harus ikut bersama Perdana Menteri
ke ruang pertemuan.
"Yang Mulia," Perdana Menteri Damian berbicara
sambil menatap Yurisia. "Apa Anda tahu
sebelumnya jika kemarin terjadi aksi penyerangan

202
dalam acara pesta yang diadakan oleh sekelompok
masyarakat untuk Permaisuri?"

"Penyerangan?" dahi Yurisia berkerut cukup


dalam. "Aku tidak mendengar sama sekali tentang
itu. Bukankah masih berada di halaman istana?
Bagaimana bisa terjadi penyerangan dalam pesta?"

"Ini mengenai Permaisuri." Ucap Perdana Menteri


Damian mengabaikan kebingungan Yurisia dan
langsung berkata intinya pada Lana yang bahkan
belum sempat mendaratkan bokongnya di tempat
duduk.

"Masyarakat menyayangkan aksi Anda yang


terbilang egois. Ada seorang saksi sekaligus korban
kejadian yang menyebarkan bahwa dia melihat
sendiri Anda lari ke belakang dengan kata lain Anda
seolah mengabaikan keselamatan masyarakat dan
lebih mementingkan diri anda. Hal itulah yang
memicu kemarahan masyarakat pagi ini." Jelas

203
Perdana Menteri Damian kepada Lana yang
penampilannya lebih mirip seperti zombie dibanding
Permaisuri.

"Apa itu sebuah kesalahan saat aku ingin


menyelamatkan diriku?" Lana membalas ucapan
Perdana Menteri Damian dengan wajah kesal, "aku
harus mati untuk orang lagi begitu?"

"Saya mengerti kekhawatiran Anda terhadap


keselamatan diri sendiri, namun Anda adalah
seorang Permaisuri--"

"Aku Permaisuri lalu dimana perlindunganku?"


potong Lana tambah emosi, ini masih pagi tapi ia
sudah disudutkan begini. "Apa kau ada disana saat
kejadian?"
Perdana Menteri Damian menghela nafas lalu
menegur lembut. "Permaisuri, tenangkan diri Anda.
Saya mengerti saat itu posisi sedang sulit, tapi tetap
saja perbuatan Anda sangat tidak dibenarkan."

204
"Aku hanya--"

"Permaisuri akan menerima hukuman." Sela


Yohan yang baru datang ke ruang pertemuan. "Calix,
buka gerbangnya dan biarkan orang-orang masuk ke
halaman. Aku akan membuat Pengumuman
mengenai hukuman untuk Permaisuri."

Lana terdiam. Apa maksudnya itu!? Mengapa dia


harus dihukum? Dan Yohan!? Pria itu jelas-jelas baru
datang tapi lihatlah apa yang dilakukannya. Ah, Lana
lupa. Yohan Kaisar, Yohan punya kuasa atas
segalanya termasuk menghukum seseorang.
Ditengah kekecewaannya Lana tidak tahu kalau
sebenarnya Yohan sedikit bingung sebab
seharusnya tak ada seorangpun yang berani buka
mulut tentang masalah itu terlebih Yohan sudah
memberikan cukup banyak koin emas sebagai
sogokan.

205
Maka artinya seseorang yang membocorkan
informasi itu merupakan orang dalam istana ini dan
untuk mengetahui siapa seseorang itu Yohan harus
menghukum Lana agar melihat pihak siapa yang
paling diuntungkan setelahnya. Sedikit sudut bibir
Yohan terangkat, senyum kecil diam-diam terulas.

"Saya senang Anda dapat mengambil keputusan


bijak dengan menghukum Permaisuri, Yang Mulia."
Ujar Perdana Menteri Damian. "Dengan ini rakyat
tidak akan meragukan keadilan dalam wilayah
kekuasaan mu."

"Aku tahu." Yohan merespon singkat lalu menarik


tangan Lana dan membawa istrinya itu menuju
balkon, tempat dimana ia akan membuat
pengumuman.

"Yang Mulia, saya perwakilan dari masyarakat


ingin menyampaikan keluhan--"

206
Yohan mengangkat tangannya yang lain ke udara,
meminta orang itu tidak melanjutkan ucapannya.
Pandangan tajam Yohan menyorot orang-orang yang
ada di bawah, membuat mulut mereka bungkam
seketika.

"Permaisuri akan dihukum sesuai dengan


ketentuan yang berlaku." Ujar Yohan menyampaikan
pengumuman mutlak yang sukses membuat Lana
menekuk wajah.

"Selama sebulan penuh Permaisuri akan tinggal


di menara pengasingan yang ada di Selatan tanpa
fasilitas dari Kerajaan."

"Menara pengasingan?" mendengar tempat itu


disebut, Lana merinding di sekujur tubuh. Satu-
satunya orang dalam novel yang paling sabar saat
berada di dalam menara itu hanya Hestia tapi
sekarang ia malah ditempatkan disana.

207
Nasib sialan!

Menara yang berada di tempat tak berpenghuni


dan jauh dari pemukiman warga serta dipenuhi
berbagai jenis serangga mulai dari cacing sampai
kecoa beserta teman-temannya lengkap ada disana.
Dan kini Lana harus berada di tempat itu selama
sebulan!?

Sorak sorai dan tepuk tangan masyarakat


terdengar. Mereka puas akan hukuman yang
dijatuhkan Yohan terhadap Lana padahal jika berada
dalam posisi Lana hari itu mustahil mereka tidak
akan melarikan diri.

"Sebagai gantinya ajukan satu orang untuk


menjadi Kaisar selama sebulan." Celetuk Yohan
berhasil membuat keramaian tadi berubah jadi
hening dalam sekejap.

208
"Kenapa diam?" Yohan kembali berkata seolah
mengejek rakyatnya sendiri. "Maju jika salah satu
dari kalian tidak akan melarikan diri jika berada
dalam situasi yang sama dengan yang Permaisuri
alami."

Yohan tiba-tiba membelanya. Lana sangat curiga.


Ditatapnya pria itu dari samping. Lana tahu akan ada
sesuatu yang pria itu inginkan darinya. Yohan
bukanlah seseorang yang akan melakukan sesuatu
tanpa mempertimbangkan keuntungan yang akan
didapat.
"Tidak ada seorangpun?" melihat ke arah bawah
seperti dugaannya, tak ada yang maju. Mereka juga
takut.

Yohan kemudian menambahkan. "Meski begitu


aku tetap akan memberi Permaisuri hukuman tapi
tidak di menara terasing. Ada tempat yang lebih
cocok untuk Permaisuri tinggali selagi dia
merenungi kesalahannya. Masalah selesai,

209
pengumuman berakhir." Ia menegaskan empat
kalimat terakhir lalu berbalik dan kembali ke dalam
diikuti oleh Lana yang masih ditarik seperti kambing.

Sementara itu dari jauh Hestia nampak mengintip


dari balik salah satu dinding untuk mengetahui
hukuman apa yang didapat oleh Lana tetapi
nyatanya gadis bergelar Permaisuri itu mendapat
keringanan. Yang artinya ia gagal lagi.

"Yang Mulia, saya bisa merawat anda lebih baik


daripada Permaisuri." Hestia berucap dalam hati.
Tatapan matanya sekilas menajam ketika melihat
sosok Lana."Dia bahkan tidak peduli apakah anda
tidur setiap malam. Dia hanya Permaisuri bukan
seorang istri."

***

210
“Hiduplah seperti Leri” quote Mba Lana 2023

211
14. Hukuman Satu Bulan

"Aku minta maaf." Lana bersujud semalaman di


depan patung yang ada di sebuah kuil, dia mengakui
kesalahan serta kecerobohan di hadapan patung itu
sebab sudah hampir enam jam nonstop dia tak
bergerak dari posisi itu.

"Ketika sampai disini aku sangat ketakutan, aku


tidak mati karena keinginanku sendiri itu sebabnya
aku sangat menghargai hidup sekali lagi yang
diberikan padaku walau harus menjadi orang lain."
Ujar Lana kepada patung yang dipercayai sebagai
kepercayaan utama orang-orang di Sirasea.

Tatapannya lalu jatuh pada kedua tangan berjari


kecil nan lentik miliknya, melihat tangan itu kini
menjadi tangannya saja kadang Lana masih belum
terbiasa.

212
Air mata mengalir dari masing-masing ekor mata
Lana. "Aku akan lebih menerima takdirku mulai
sekarang." Lalu ia membawa kedua tangannya
mengusap wajah kemudian bangkit dan keluar dari
kuil.

Suasana kuil yang tadinya sepi kini ramai, orang-


orang berbondong-bondong datang hanya untuk
memastikan Lana benar-benar melakukan
pengakuan dosa di dalam dan ketika gadis itu keluar
ia disambut banyak cemoohan.

"Untuk segala yang telah terjadi serta mengenai


kabar kurang enak yang kalian ketahui tentangku,
aku minta maaf." Lana berucap pelan, kedua
tangannya terkatup seperti orang berdoa lalu
membungkuk di hadapan orang-orang.

Ada yang bersorak riang memaafkan, ada juga


yang membuang muka dan pergi menjauh karena
merasa muak akan janji manis yang sering dilakukan

213
oleh anggota pihak kerajaan.

"Yang Mulia telah memberikan hukuman ganti


secara resmi padaku, aku akan tinggal di satu per
satu rumah kalian secara bergiliran sampai sebulan
penuh. Jadi, aku mohon atas bantuannya."

Benar. Yohan menawarkan dua pilihan pada Lana


beberapa saat setelah pengumuman tadi pagi dibuat.
Lana bisa memilih tidur di penjara tanpa mendapat
fasilitas layak termasuk makanan atau tidur dari
satu rumah ke rumah yang lain guna mendekatkan
dirinya pada masyarakat.

Dan Lana memilih opsi kedua, itu sebabnya


sekarang beberapa orang yang sudah memaafkan
Lana sedang berdebat ingin memberikan tempat
tinggal pada gadis itu untuk malam ini.
"Biarkan Yang Mulia berada ditempatku! Rumah
milikku jauh lebih bagus dari milikmu!" Claire
berdebat dengan seorang pria tambun yang

214
bersikukuh supaya Lana tinggal di rumahnya terlebih
dahulu.

"Hei hei! Jaga ucapanmu, ya!" peringat pria itu tak


mau kalah. "Keluargaku akan melayani Yang Mulia
lebih baik daripada keluargamu!"

"Hoh? Kau akan membuat pinggang Yang Mulia


sakit dengan ranjang lapis batu buatanmu?" sahut
Claire tak mau kalah.

Mengabaikan perdebatan keduanya, Lana


mengedarkan pandangan lebih jauh mencari
seseorang yang sekiranya paling tidak ingin
rumahnya ditinggali oleh Lana karena seseorang
seperti itulah yang wajib Lana luluhkan hatinya.

"Kau." Ujar Lana sambil menunjuk ke arah


seorang gadis yang nampak dua tahun lebih muda
darinya dan ketika sadar Lana menunjuknya, dia

215
nampak tak menyukai hal itu.

"Aku akan tinggal di rumahnya malam ini." Putus


Lana membuat Claire dan Pria tadi berhenti berdebat
seketika sambil memasang ekspresi kecewa serta
bibir sama-sama mengerucut.

"Kenapa harus saya?" gadis itu bertanya dengan


nada ketus. "Anda bisa tinggal ditempat lain." Segera
setelah berucap demikian gadis itu berbalik dan
pergi, langkahnya cepat sekali.

Lana tersenyum tipis lalu pamit pada orang-orang


yang ada kemudian bergegas menyusul langkah
gadis tadi yang sudah berada dalam jarak yang
cukup jauh dari pandangan.
"Mengapa Anda mengikuti saya!?" tanya gadis itu
emosi ketika melihat Lana ada di depan rumahnya.
"Seharusnya Anda tahu saya menolak!"

216
"Meski rumah saya jelek, saya tidak akan
membukakan pintu untuk anggota kerajaan
manapun!" ucapnya tegas.

"Rumahmu tidak jelek." Lana mengomentari


sambil melihat bangunan kecil beratap jerami dan
yang direkatkan dengan tanah basah di hadapannya.
"Lagipula kenyamanan jauh lebih penting dibanding
tampak rupa."

Gadis itu mengepalkan tangan merasa deju vu


dengan perkataan Lana. "Saya benci Anda!" ketusnya
Lalu masuk ke dalam rumah seraya berteriak. "Saya
tidak izinkan Anda masuk!" sehingga Lana tetap
berada diluar.

Menempatkan dirinya duduk di pijakan batu, Lana


mulai bisa menerima dirinya sendiri serta gelar yang
dipegangnya. Setidaknya sampai Yohan mengajukan
perceraian suatu hari, Lana harus menjalankan
tugasnya sebagai Permaisuri dengan benar dimulai

217
dari hari ini.

"Uhuk! Uhuk!" suara batuk seorang lelaki tua


terdengar sampai keluar, Lana menarik kesimpulan
gadis tadi tinggal sendirian mungkin bersama kakek
atau pamannya yang sudah lanjut usia.

"Kakek, maafkan aku. Aku pulang terlambat


sehingga belum sempat membuat makan malam.
Kakek lapar, ya?" gadis itu berkata pada pria berusia
tujuh puluh tahunan ke atas yang sudah nampak tua
dan kurus serta hanya bisa berbaring setiap harinya.

"Sebentar ya." Pelan-pelan gadis itu meraih kain


basah lalu mengelap wajah sang kakek perlahan,
penuh kehati-hatian dan kasih sayang.

Setelah selesai membersihkan beberapa bagian


tubuh sang kakek, dia bangkit hendak keluar dari
rumah. Ekspresi wajahnya tampak was-was tapi

218
sepertinya ia cukup yakin Lana sudah tidak berada di
depan rumahnya.

Karena itu ia menarik pintu ke arah dalam hingga


terbuka namun nyatanya anggapannya mengenai
Permaisuri itu salah. Lana masih di depan rumah
malahan gadis itu berdiri dengan semangkuk bubur
panas yang didapatnya dari tetangga sebelah.

"Untuk kakekmu." Ucap Lana sambil tersenyum.

"Tidak perlu--"
"Uhuk! Uhukkk!"

Ucapan gadis itu terpotong oleh suara batuk


kakeknya. Alhasil melihat Lana dan bubur di
tangannya secara bergantian mau tak mau gadis itu
menerima pemberian Lana dan membiarkan
perempuan itu masuk ke dalam rumahnya sebab
dibanding ego dan rasa bencinya, ada sang kakek

219
yang belum makan sejak tadi siang.

"Kalian hanya tinggal berdua?" tanya Lana


berinisiatif membereskan beberapa tempat seperti
kursi, meja, dan memungut beberapa sampah yang
berserakan di lantai rumah itu.

"Jangan sentuh apapun!" seru gadis itu


memperingatkan. "Sebaiknya kau keluar dari
rumahku, Yang Mulia." Desisnya.

"Ini sampah. Jika dibiarkan terlalu lama aroma


busuknya akan menyebar dan mengganggu indera
penciuman kakekmu." Ucap Lana menasehati
sekaligus berupaya meluluhkan hati gadis itu.

"Cassia." Ujar gadis itu. "Itu namaku."

Lana baru akan berucap saat gadis itu

220
memotong dengan kalimat, "aku sudah tahu
namamu. Tidak usah disebut."

Lana tersenyum lalu duduk cukup jauh dari


Cassia dan mengemati gestur gadis itu yang tengah
menyuapi kakeknya dengan bubur darinya.

"Kau sudah makan malam?"

Cassia tertegun, belum ada seorangpun yang


menanyainya tentang itu selama ini tapi bukan
berarti hatinya akan luluh begitu saja.

"Aku hanya akan menjawab pertanyaan penting


saja." Masih dengan nada ketus ia merespon
pertanyaan Lana tanpa melihat ke arah gadis itu.

"Aku segera kembali." Ucap Lana pamit.

221
Katakanlah dia belum begitu terbiasa berbaur
dengan orang lain. Di sepanjang jalan menuju pasar
sesekali ada orang yang berbisik buruk tentangnya
tapi ada juga yang tersenyum ramah dan menyapa.

Ya, Lana cukup tahu kesalahannya dan kini


sedang menebusnya. Mungkin ini adalah cara agar
Lana menjadi lebih rendah hati dan tidak egois serta
mendahulukan orang lain dibanding dirinya. Lana
bisa bersikap acuh, ingin menang sendiri, dan sikap-
sikap jelek lainnya jika ia bukan Permaisuri tapi disini,
sekarang... dia Permaisuri.

Segala hal tentangnya akan diperhatikan dari


mulai cara berjalan, cara tersenyum, bahkan kalau
perlu cara membersihkan hidung pun menjadi
sorotan selama Lana memiliki gelar itu. Dengan kata
lain, Lana harus terbiasa sampai hari dimana istana
tidak membutuhkannya.

"Permisi..." Lana menyapa salah satu penjual

222
makanan yang ada di pasar, walau hari sudah
malam tapi tempat ini sama sekali tidak pernah sepi.
Seraya merogoh sakunya, Lana mengeluarkan
beberapa keping koin emas yang sebelumnya ia
dapat dari Calix. "Aku hanya punya sebanyak ini,
bisakah aku mendapat makanan?"

"Y-Yang Mulia!" penjual makanan itu nampak


terkejut dan langsung membungkuk hormat kepada
Lana, membuat perhatian orang-orang sekitar jadi
tertuju ke arahnya.

"Anda tidak perlu membayar sepeserpun untuk


makanan ini. Anda bisa membawa semua--"

"Tidak, tidak. Aku hanya akan mengambil


bagianku yang didapat dari koin ini." Ujar Lana
tersenyum canggung. "Tolong, ya?"

"B-baiklah, Yang Mulia. Saya akan

223
membungkusnya untuk anda tapi tolong jangan
menolak bonus dari saya. Saya suka
memberikannya pada semua pembeli, tidak hanya
pada Anda." Ujar pria itu tetap rendah hati meski
tahu skandal apa yang sedang menimpa Permaisuri
dan sebanyak apa orang-orang secara terang-
terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada
gadis itu.
"Yang Mulia, tolong!" seorang wanita berlari ke
arah Lana sambil menangis. "Anak saya sedang
sakit, saya tidak punya uang untuk membawanya
pada ahli pengobatan. Mohon berikan pertolongan
pada saya, Yang Mulia... saya mohon..." kedua
tangannya terkatup di depan dada sementara
kakinya berada dalam posisi sujud dihadapan Lana.

Aksi itu membuat Lana terkejut sesaat dan


mengambil langkah mundur lalu seorang pria yang
sepertinya suami dari perempuan itu mencoba untuk
menariknya menyingkir dari hadapan Lana.

224
"Sudahlah Issa! Apa yang kau harapkan dari
perempuan itu!? Bukankah kau sudah mendengar
kabarnya?" pria itu memarahi istrinya yang masih
menangis meminta tolong pada Lana.

"Dia perempuan berhati batu!" seru pria itu


lantang. "Apa yang bisa kau harapkan darinya? Tidak
ada!"

"Y-Yang Mulia, s-saya mohon..." mengabaikan


ocehan suaminya, wanita bernama Issa itu masih
bersikukuh meminta pertolongan Lana tanpa tahu
gadis itu sebenarnya tak memiliki uang lagi sepeser
pun.

"Ambilah." Lana mengulurkan sepasang gelang


emas miliknya, hadiah pernikahan yang diberikan
oleh Yurisia padanya. "Kau bisa menjualnya di
tempat penempa perhiasan dan mendapat uang
untuk berobat anakmu."

225
"Astaga, lihat perempuan itu..." salah seorang
warga mulai berbisik mengomentari kalau yang Lana
lakukan salah lagi.

"Seorang Permaisuri tanpa perhiasan? Bukankah


itu merupakan sebuah penghinaan?" komentar yang
lainnya masih bisa di dengar jelas oleh Lana.

Issa ragu menerima perhiasan itu namun Lana


meraih tangannya, meletakkan perhiasan itu diatas
telapak tangan Issa lalu tersenyum.

"Kita hidup di masyarakat yang selalu


menghakimi. Terbiasalah. Ambil ini dan bawa
anakmu berobat." Ucap Lana meyakinkan Issa lalu
wanita itu mengangguk.

Tersenyum di antara tangisannya, Issa


berterimakasih pada Lana sedangkan suaminya
yang sebelumnya nampak tidak menyukai Lana

226
perlahan melunak.

Lana mengangguk kecil, merespon senyuman


pria itu (suami Issa) lalu pergi bersama makanan
yang dibelinya.
Ya, Lana tahu aturan dalam istana mengenai
seorang Permaisuri tanpa perhiasan adalah
penghinaan bahkan jika nanti Yurisia tahu... wanita
itu tidak mungkin tidak marah besar terlebih yang
Lana berikan merupakan perhiasan hadiah
pernikahan darinya.

Sekembalinya ke rumah gadis bernama Cassia,


Lana memberikan bungkusan berisi makanan pada
gadis itu. Walau tak ada respon baik yang didapat
karena sejatinya Cassia memiliki cerita terpendam
tentang keluarga kerajaan yang tak ingin ia bagikan
pada siapapun. Ada alasan yang melatarbelakangi
kebenciannya terhadap keluarga kerajaan namun
Cassia tidak akan menceritakan.

227
"Makanlah setelah selesai menyuapi kakekmu."
Lana berucap pada Cassia yang tak menoleh
sedikitpun lalu ia meletakkan bungkusan itu di atas
meja. "Aku minta maaf atas nama keluarga kerajaan
dan atas sikapku. Aku tahu kau marah tapi jangan
menghukum dirimu dengan menolak makan."
Cassia sedikit melirik ke samping, melihat siluet
Lana yang perlahan menjauh sampai keluar pintu
lalu terdengar suara derit pintu rumahnya yang
ditutup. Cassia menghela nafas.

"S-siapa... it-tu?" Kakeknya bertanya dengan


susah payah.

Cassia menggeleng. "Hanya orang gila."

Sementara itu masih diwaktu yang sama namun


di tempat yang berbeda, Hestia sedang membalut
luka di tangannya yang mulai mengering. Sudah tak
separah kemarin.

228
"Sekarang Permaisuri tidak ada di istana sampai
bulan depan," gumam Hestia dengan senyum kecil
terpatri dibibirnya.
"Kak Hestia, mengapa kau tersenyum sendiri?"
anak kecil di sebelahnya berceletuk. "Apa hal yang
membuatmu senang?"

"Ada satu hal." Hestia menyahut lalu mengusap


kepala Selene. "Kau tidurlah, aku harus lanjut
bekerja."

"Tapi ini sudah malam, Kak." Selene


mengerucutkan bibirnya. "Mengapa kakak tetap
bekerja dimalam hari?"

"Untuk mendapatkan uang." Jawab Hestia


realistis. "Sudah, ya? Sekarang kau tidur."

229
Meski cemberut Selene tak punya pilihan selain
berbaring. Satu kecupan Hestia daratkan tepat di
puncak kepala Selene, sebelum benar-benar pergi ia
mengusap puncak kepala gadis itu dan
mengucapkan selamat malam.

Hestia lalu mendatangi Ibu Suri, memberi


pelayanan pijatan terbaik pada wanita itu walau
tangannya sedang terluka. Anggaplah dia sedang
mencari nilai tambahan di mata perempuan itu.
Melihat seseorang yang cedera namun tetap dapat
bekerja dengan baik, siapa yang tidak akan terpukau?

"Keraskan di bagian itu." Pinta Yurisia saat


tangan Hestia mencapai bahunya. "Banyak sekali
kejadian di istana, aku merasa pusing sekali."

"Namun menurut saya jika boleh berpendapat...


Permaisuri tidak sepenuhnya salah." Ujar Hestia
merespon ucapan Yurisia. "Menurut saya beliau
sudah melakukan hal benar,"

230
"Untuk mencoreng namanya sendiri." Lanjut
Hestia dalam hati."
"Aku tak mengerti dengan gadis itu," Yurisia lanjut
memijat pelan pelipisnya. "Dia masih sangat naif dan
belum tahu kalau gelarnya bisa digulingkan kapan
saja. Bahkan orang biasa yang tak memiliki latar
belakang keluarga bangsawan jika mempunyai
sedikit saja empati dari masyarakat akan langsung
mendapat dukungan untuk menggantikan
tempatnya."

"Termasuk saya?" celetuk Hestia.

Raut wajah Yurisia berubah seketika, entah


menggambarkan apa namun sepertinya wanita itu
agak terkejut tetapi kemudian Hestia tertawa kecil.

"Aku hanya bergurau dengan Anda sedikit, Yang


Mulia." Ucapnya mengkonfirmasi tetapi wajah

231
Yurisia masih serius.
"Bisa." Jawab wanita itu, "jika dapat menarik
perhatian Kaisar dan mencuri hatinya."
***

232
15. Bukan Sekedar Perhiasan

"Yohan, ibu ingin bicara." Yurisia mendatangi


Yohan pagi-pagi sekali di ruang kerja Kekaisaran
sebab semalam ia mendapat kabar kalau putranya
tidak kembali ke kamar yang artinya Yohan belum
tidur sama sekali karena mengurus perhitungan data
keuangan istana.

"Apa yang ingin ibu katakan?" tanya Yohan


langsung pada poin.

"Ini tentang Permaisuri." Ucap Yurisia menatap


putranya lekat, "ibu meragukannya."

Yohan tak langsung menanggapi. Alisnya


terangkat merasa bingung. Bukankah menikah
dengan Lana adalah keinginan ibunya sejak awal?
Lantas mengapa wanita itu kini berkata seolah tak

233
menginginkan gadis itu lagi?
Seolah bisa membaca pikiran anak lelakinya,
Yurisia segera meralat maksud perkataannya dan
mengalihkan dengan kalimat lain. Menjadikan
kalimat tersebut seolah penawaran yang cukup
menarik dan mustahil untuk ditolak.

"Kau tidak harus bercerai dari Permaisuri, kau


bisa mengambil gadis lain untuk dijadikan selir? Ibu
rasa akan sulit mengendalikan Permaisuri nantinya
jadi, ibu ingin berjaga-jaga." Ucap Yurisia.

Yohan mengulum bibir bawahnya sejenak,


membasahinya dengan saliva karena merasa cukup
kering disana. "Ibu yakin?"

"Ini juga soal keturunan Yang Mulia. Masih belum


ada kabar dari Permaisuri soal anak,kan?"

Mereka bahkan belum pernah melakukannya.

234
"Dan sekarang perempuan itu harus berada diluar
istana selama sebulan untuk mengabdikan hidupnya
pada sampah. Oh, Yang Mulia... bagaimana jika
seseorang mempengaruhi Permaisuri? Itu sebabnya
aku telah menasehatimu berkali-kali untuk jangan
terlalu mendengar suara rakyat."

Kedutan kecil singgah di bibir Yohan, satu


senyum miring terpatri disana. "Apakah ibu tahu
alasanku mengirim Permaisuri keluar istana?"

Dahi Yurisia mengernyit tak mengerti maksud


dari perkataan putranya sendiri terutama mengenai
alasan yang dikatakan Yohan. Dia memiliki alasan
mengirim Lana keluar istana?

"Aku tak menyukai Permaisuri." Ungkap Yohan


lalu menceritakan segalanya.

235
Mulai dari dalang serangan di pesta sampai
kabar kaburnya Permaisuri dari serangan tersebut
karena keegoisan. Secara kebetulan ada seseorang
entah siapa yang juga menyebarluaskan kabar yang
sama sehingga pada keesokan pagi masyarakat
yang ada datang dalam jumlah besar.

"Aku tidak bisa menceraikannya sebelum tiga


bulan pernikahan, itu aturannya." Ucap Yohan sambil
memandang ke arah luar jendela seraya memainkan
pisau kecil di tangannya.

"Jadi, aku menyingkirkannya dengan perlahan


tanpa mengurangi kehormatan ku." Yohan
menyeringai layaknya iblis paling kejam yang ada di
dunia, tanpa belas kasihan ia lanjut menjelaskan.
"Wilayah kecil tempat Permaisuri berasal juga telah
dibumihanguskan tanpa sepengetahuannya."

Yurisia meringis. "Kau sungguh melakukan itu?


Mengapa Yang Mulia?"

236
Yohan menoleh tepat bersama tatapan tajam
yang langsung menghunus Yurisia tepat di matanya.
"Karena aku ingin." Lalu ia menjawab demikian, "aku
tidak tahu tapi rasanya aku ingin sekali
menyingkirkan Permaisuri."

"Itu karena kau realistis." Celetuk Yurisia. "Gadis


bangsawan kelas bawah sepertinya memang kurang
cocok jika sedikit saja diberi jabatan lebih tinggi. Apa
itu artinya kau setuju dengan ucapan ibu?"

Alis Yohan terangkat. "Mengambil seorang selir?"


mendengar pertanyaannya Yurisia mengangguk
tetapi Yohan menggeleng karena tak sependapat.

"Aku akan menikah lagi." Jawabnya ringan.

"Siapa kali ini, Yang Mulia?" Yurisia menjadi


sangat penasaran. "Siapa gadis yang berhasil

237
membuatmu jatuh hati?" tanyanya penuh selidik.

Yohan menggeleng. "Ini akan menjadi pernikahan


bisnis yang jauh lebih menguntungkan tapi untuk
mendapatkannya aku harus menyingkirkan
Permaisuri."

Mendengar perbincangan itu dari luar, Hestia


menarik diri dengan sejumput rasa kecewa yang
membesar di dalam dadanya. Yohan akan
menceraikan Lana lalu menikah dengan putri
bangsawan lain?
"Tidak Hestia, ini belum berakhir. Kau masih
memiliki banyak kesempatan untuk menjadi selir."
Ucapnya dalam hati mencoba menenangkan diri
sementara jantungnya masih berdebar kencang
sekali.

Disisi lain Yohan tidak mengerti dengan dirinya


sendiri yang seakan terkadang merasa sedang diikat
oleh sebuah tali tak kasat mata yang sering kali

238
mengambil kendali atas dirinya. Sedikit-sedikit ia
kasihan pada Lana, sedikit-sedikit ia ingin
menyingkirkan Lana. Rasanya seperti kekang kuat
yang terus-menerus mengendalikan dirinya dan
Yohan tidak bisa menghindar, itu sebabnya.

"Kau punya rencana?"

"Mengapa ibu sangat mendukung keputusanku?"

"Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik


untuk putranya. Tidak ada salahnya jika aku
bertindak demikian, benar?" Yurisia membalas
disertai seringai kecil di sudut bibirnya, menampilkan
lesung pipi kejahatan disana.

Tok tok!

Pintu ruangan diketuk sebanyak dua kali, Yohan

239
mempersilakan seseorang dibaliknya masuk dan itu
adalah Calix. Yurisia mengerti waktunya sudah habis
karena itu dia pergi bersamaan dengan Calix yang
masuk ke dalam untuk memulai sesi berbicara
empat mata dengan Yohan.

"Bagaimana keadaan Permaisuri?" tanya Yohan


diam-diam meminta Calix mengamati Lana dari
kejauhan tanpa sepengetahuan gadis itu semalam.

"Permaisuri baik-baik saja." Jawab Calix


melaporkan, "ah, namun saya memiliki ini."

"Apa itu?" kening Yohan berkerut saat Calix


mengulurkan sepasang gelang yang Yohan kenali
sebagai milik Lana. "Kau mencuri dari Permaisuri?"

"Bukan." Calix segera membantah lalu


menjelaskan kronologi bagaimana ia bisa mendapat
gelang itu. "Permaisuri memberikannya pada orang

240
lain untuk dijual ke tempat para penempa perhiasan
namun saya berhasil menebusnya kembali karena
merasa benda berharga milik Istana tidak pantas
berada di tempat kumuh." Ujarnya.

Yohan mengangguk paham. "Aku tidak salah


menjadikanmu Panglima Prajurit I di wilayah ini,
Calix. Hasil kerjamu selalu memuaskan."
Calix dengan senang menerima pujian tersebut
tapi tak jauh berbeda dari Yohan, ia tak pernah
tersenyum selama sepanjang hidupnya bahkan
disaat mengekspresikan rasa senang atau sedih.
Calix tidak menangis, Calix juga tidak tersenyum.

"Saya akan selalu mengawasi Permaisuri."


Ujarnya pada Yohan dengan kepala tertunduk patuh.

"Lakukanlah."

"Boleh saya bertanya satu hal, Yang Mulia?" Calix

241
kembali bicara, Yohan yang akan beranjak jadi
mengurungkan niat dan menjawab dengan gestur
gerakan tangan lalu Calix melanjutkan.

"Bukankah Anda dan Permaisuri cukup dekat?


Mengapa tiba-tiba sekali anda ingin
menyingkirkannya?"
"Aku tidak akan menjawab pertanyaan lancang."
Desis Yohan berubah ekspresi menjadi marah lalu ia
pergi meninggalkan Calix sendiri dalam kondisi
lumayan bingung.

Bukankah kemarin mereka tidak apa-apa seperti


tidak pernah ada permusuhan dan Yohan sendiri
bahkan membela Lana serta membuat hukuman
gadis itu jadi lebih ringan tapi mendadak Yohan
seperti ingin membuang gadis itu dari hidupnya.

Tiba-tiba sekali...

242
Tidak tahu saja kalau itu merupakan sifat Yohan
persis seperti yang digambarkan dalam narasi novel.
Pria itu kikuk dan tak berpengalaman dalam perkara
percintaan dan cenderung menutup diri. Jika sedikit
saja dia merasa aneh dengan lawan jenis maka
segera setelahnya Yohan akan membentengi diri
entah dengan menjauh atau dengan membuang
orang itu dari hidupnya.

Yohan memang begitu selalu semau dan


seenaknya. Sama sekali tidak pernah memikirkan
perasaan orang lain sedikitpun dilihat dari
banyaknya permainan licik yang dilakukannya di
belakang Lana.

Sementara itu di sisi lain Lana harus menjalankan


hukuman tapi tidak tahu jika dibalik tersebarnya aksi
egois yang dilakukannya ada orang lain yang
berperan yakni Yohan. Bahkan Hestia juga diam-
diam ikut tanpa sepengetahuan siapapun. Keduanya
memang benar-benar pasangan serasi.

243
"Yang Mulia..." Cassia menatap Lana dengan
senyum kecil di bibirnya. "Maaf atas sikapku
sebelumnya, kebencianku terhadap keluarga
kerajaan membuatku jadi memandang semua orang
yang berasal dari istana adalah orang yang sama
tapi setelah semalam bersamamu... aku pikir kau
orang yang cukup baik."

"Aku senang jika bisa membantu, terimakasih


kembali karena telah bersedia menerima bantuan
dariku." Lana berucap membalas perkataan Cassia
lalu gadis itu memberikan sebuah kalung padanya.

"Kudengar tidak baik jika seorang Permaisuri tak


mengenakan satu pun perhiasan di tubuhnya. Jadi,
tolong pakai yang ini walau tidak seberapa--"

"Ini sangat berharga. Terimakasih." Potong Lana


cepat, senyumnya melebar sementara Cassia
nampak malu dan membuang muka tetapi

244
telinganya kelihatan memerah sementara Lana
memakai kalung berbandul emas yang dipahat
menyerupai buah apel separuh tergigit.

"Sebenarnya aku punya seorang kakak," Cassia


berucap lagi menceritakan sedikit rahasia serta
alasannya membenci keluarga kerajaan. "Dia
meninggalkanku demi balas dendam karena
kematian orang tua kami tapi aku tidak pernah
melihatnya lagi. Ini sudah sepuluh tahun dan
mungkin dia terbunuh di suatu tempat. Entahlah,
bahkan jika dia kembali aku juga sangat
membencinya."

"Kau--"

"Jangan menasehatiku." Cassia memotong


perkataan Lana lalu memunggungi gadis itu. "Pergi
saja dari sini, aku hanya memberi waktu semalam
bagimu untuk tidur di terasku."

245
Lana mengangguk. "Baiklah-baiklah, setelah
kembali ke Istana aku akan menjanjikan tempat
tinggal lebih layak untuk kakekmu." Ucapnya
sebelum sempat Cassia menolak, Lana lebih dahulu
menambahkan. "Untuk kakekmu, bukan untukmu."
Membuat Cassia jadi tidak bisa menolak.

Setelahnya Lana pergi menuju rumah lain yang


sekiranya membutuhkan bantuannya. Lana benar-
benar menjalankan hukuman dengan sepenuh hati,
hitung-hitung sekalian mendekatkan diri dengan
masyarakat dan mendapat banyak dukungan walau
nyatanya seiring waktu jika sampai suatu saat ada
satu kesalahan lagi yang Lana lakukan maka seluruh
kebaikan yang pernah dilakukannya akan langsung
luntur seketika.

Lana benar-benar berusaha untuk menjadi lebih


berguna setelah menerima takdirnya tanpa tahu
kalau Yohan sedang menyusun rencana untuk
menyingkirkannya. Ah, lagipula memang begitu kan
alur novelnya?

246
Sosok Lana yang tidak beruntung menikah
dengan Yohan, diselingkuhi, dan bahkan tidak ada
yang tahu perasaannya saat diceraikan. Apa yang
bisa diharapkan? Untuk saat ini Lana harus
menyelesaikan hukuman satu bulannya terlebih
dahulu.

247
16. Secangkir Teh

"Yang Mulia..." Hestia mendatangi Yohan


bersama secangkir teh buatannya sesuai dengan
permintaan pria itu. "Ini teh anda, mau saya letakkan
dimana?" melihat meja kerja Yohan berantakan itu
sebabnya ia bertanya.

Yohan mengulurkan tangannya tanpa bicara


namun matanya fokus menatap lembaran gulungan
kertas yang terbuka diatas meja, ia sedang
membaca laporan yang ditulis oleh masing-masing
kepala daerah mengenai setoran wajib pajak
perbulan mereka terhadap kerajaan.

"Ada hal lain yang anda butuhkan, Yang Mulia?"


Hestia bertanya tepat setelah cangkir teh berpindah
ke tangan Yohan.

248
"Anda terlihat kelelahan. Saya tahu beberapa
teknik pijatan kepala jika anda mempersilakan."
Ucapnya lagi menunggu Yohan menanggapi.

"Lakukanlah apapun." Sahut pria itu asal tak


begitu memperhatikan apa yang diucap oleh Hestia
sebab ia cukup sibuk untuk saat ini sampai
kemudian gadis itu melangkah maju, menempatkan
dirinya berdiri di belakang kursi kebesaran Yohan
lalu mulai memijat kepalanya perlahan.

Sementara itu Yohan mulai menyesap teh buatan


Hestia, mencecapi rasa manis sedikit pahit di
dalamnya lalu ia mendecih dan meletakkan cangkir
tersebut di atas meja karena merasa buatan Hestia
bukan seleranya. Tapi, setidaknya Yohan akui pijatan
kepala yang diberikan gadis itu terasa lumayan dan
mulai memejamkan mata.

"Siapa namamu?"
"Hestia, Hestia Avolire. Itu nama saya Yang

249
Mulia." Hestia menjawab dengan lemah lembut,
setiap tutur kata yang keluar dari mulutnya terdengar
begitu sopan sehingga enak didengar.

"Kau pelayan pribadi Permaisuri?" tanya Yohan


terlihat mengerutkan dahi.

"Benar, saya pelayan pribadi Permaisuri." Hestia


tersenyum, ia merasa Yohan mulai memperhatikan
keberadaannya sekarang.

"Apa ada hal lain yang ingin anda bicarakan


dengan saya, Yang Mulia?" kata-katanya terdengar
begitu manis bak madu, Yah Hestia memang selalu
mengatakan kalimat yang ingin didengar lawan
bicara.

"Tidak. Lanjutkan saja." Yohan menanggapi datar,


matanya kembali terpejam rileks menikmati
sentuhan pijatan lembut di kepalanya sambil

250
memikirkan cara untuk menceraikan Permaisuri tapi
ingin dibuat seolah-olah karena terpaksa oleh
keadaan bukan karena keinginan Yohan.

Hestia mendengkus sekilas. "Anda pasti sangat


kelelahan mengurus semua ini sendirian."

"Hm."

"Saya suka mendengar cerita," Hestia berucap


sambil menyisiri rambut tebal Yohan dengan jemari
halusnya. "Anda bisa menjadikan saya teman yang
baik."

Hestia masih terus bicara karena tahu Yohan


mendengarkan padahal pria itu sebenarnya sedang
berada di alam lain, memikirkan banyak rencana
yang tak bisa dijabarkan satu per satu. Intinya
semua digunakan untuk menjebak Permaisuri tapi
jangan sampai Permaisuri mengetahui sifat aslinya.

251
Begitu yang diinginkan oleh Yohan.

Dia harus terlihat sangat mencintai Permaisuri


dan tersakiti saat 'terpaksa' harus menceraikan
gadis itu nanti. Itu sebabnya sikapnya terhadap Lana
sejak awal tidak begitu menolak keberadaan gadis
itu bahkan sampai membunuh puluhan pelayan
hanya untuk menyakinkan orang sekitar kalau ia
mencintai Permaisuri dan peduli padanya padahal
tidak.

"Cukup." Yohan mengangkat satu tangannya


meminta Hestia berhenti memijat. "Kau bisa pergi."

Hestia mengangguk, dua langkahnya maju ke


depan lalu membungkuk. "Anda bisa memanggil
saya kapan saja. Saya bisa melakukan segalanya
termasuk menyiapkan tempat minum kesukaan
anda."

252
Sebulan... kini tinggal dua puluh sembilan hari
lagi masa hukuman yang harus Lana jalankan. Hari-
hari terasa berat baginya, membantu warga sekitar
tanpa fasilitas dari Kerajaan rasanya seperti berjalan
diatas duri. Lelah dan menyakitkan tetapi sebagai
gantinya banyak orang-orang yang mulai menaruh
kepercayaan pada Lana bahkan terus terang
mengungkapkan kekagumannya.

"Saya rasa orang-orang hanya salah paham


ketika mereka bilang anda orang yang egois dan
tinggi hati. Anda sama sekali tidak terlihat seperti itu
saat ini." Ucap Claire, gadis yang hari itu datang ke
pesta dan Lana masih mengingat jelas rupa gadis itu.

"Saya akan mendukung Yang Mulia sampai


kapanpun." Lanjutnya berucap dengan penuh
kebanggan sampai menepuk dadanya sendiri lalu
menoleh ke arah orang-orang disekitar. "Kalian juga
akan mendukung Permaisuri, kan!?"

253
"Ya! Kami mendukung Permaisuri!" respon
lainnya kompak, membuat senyum lebar terpatri di
wajah Lana walau kondisi gadis itu cukup terlihat
kelelahan sehabis membantu membuat masakan.

"Yang Mulia!" seorang pria mendatangi Lana


dalam kondisi terluka di bagian wajah seperti habis
dipukuli. "Izinkan saya berbicara dan meminta
bantuan anda, Yang Mulia! S-saya mohon!"

"Bangunlah terlebih dahulu." Perlahan Lana


membantu pria itu berdiri lalu menempatkannya
duduk di kursi terdekat dan bertanya. "Apa yang
terjadi dan bantuan macam apa yang kau
butuhkan?"

"Tuan tanah datang bersama orang-orang


berbadan kekar dan merebut hasil panen saya."

"Merebut?"

254
"Disini masih sering terjadi hal seperti itu Yang
Mulia. Jika warga tidak mampu melunasi pajak
dalam kurun waktu yang ditentukan maka hasil
pertanian kami akan diambil. Tolong kami Yang
Mulia..." seorang wanita entah darimana datang dan
menyahuti respon Lana barusan kemudian satu per
satu orang-orang yang tadinya memperhatikan dari
jauh mulai mendekat untuk meminta bantuan yang
sama.

"Mengapa kalian tidak melaporkan ini pada Yang


Mulia?" Lana bertanya heran, "bukankah seharusnya
Yang Mulia Kaisar tahu tentang orang-orang itu?"

"Bagaimana kami bisa melapor Yang Mulia... ada


banyak orang-orang yang Tuan tanah itu suap untuk
tutup mulut. Orang kecil seperti kami bisa apa selain
menurut?"

Lana diam berpikir sejenak lalu menimbang apa

255
yang harus dilakukannya sebab terlalu beresiko jika
ia menghadapinya sendirian namun sebelum
hukuman sebulannya berakhir Lana tidak
diperbolehkan menyentuh istana atau mendekatinya.

"Yang Mulia..." sementara itu orang-orang di


depannya ini terus menangis dan memohon supaya
Lana membantu.

Meski ragu pada akhir Lana menarik keputusan,


"Aku akan mencoba."

"Tolong kami Yang Mulia... dengan kehadiran


anda disini saya rasa memang anda adalah
orangnya, orang yang dapat membebaskan kami
dari belenggu Tuan Tanah yang menyengsarakan
sebab jika mereka mengambil hasil panen kami dari
mana kami akan mendapat penghasilan?"

"Aku mengerti, tenanglah. Aku akan

256
mengatasinya. Untuk sekarang kalian bersabarlah
dan beritahu dimana aku bisa menemui Tuan Tanah
itu?"

"Rumah beliau ada di...."

Singkatnya siang itu Lana habiskan untuk


mendengar cerita dari orang-orang tentang
kekejaman Tuan Tanah yang selalu
mengatasnamakan pajak daerah.

Setelah mengantongi cukup banyak informasi,


Lana pergi ke kediaman Tuan tanah yang disebut-
sebut sebagai pria tak punya hati. Gambaran yang
tertera di dalam kepalanya adalah seorang pria
berumur dan lumayan berisi dengan wajah galak
sebab dari kesaksian warga belum pernah ada yang
melihat Tuan Tanah itu secara langsung.

Dari jauh Lana melihat sebuah rumah bergaya

257
eropa klasik mewah dengan banyak sekali pahatan
gambar di bagian keramik dindingnya. Membuat
bangunan itu terkesan mahal dan berkelas bahkan
Lana terpukau melihat bangunan dua lantai itu.

Lana mendekat ke pagar rumah tersebut lalu


seseorang yang merupakan penjaga disana
menodong Lana dengan pertanyaan.

"Siapa?"

"Calix." Bukan Lana yang menjawab tapi


seseorang yang tiba-tiba berada di sampingnya dan
mengarahkan sebuah lencana istana pada penjaga
itu.
Seketika sorot mata pria itu berubah takut,
kepalanya langsung tertunduk menghormati pria
yang ada di sebelah Lana lalu membukakan gerbang
dengan perlahan dan hati-hati.

258
"Silakan masuk, Tuan." Sambutnya ramah namun
kentara akan nada takut.

"Anda seharusnya tidak datang ke tempat ini,


Yang Mulia." Ujar Calix berbisik.

"Kau mengikutiku?"

"Itu tugasku." Jawabnya benar.

"Maka ini juga tugasku." Lana membalas dengan


volume suara dikecilkan saat pintu besar di
hadapannya perlahan terbuka.

Calix menyahut, "anda bisa melaporkannya


setelah kembali ke istana sehabis menyelesaikan
masa hukuman."

259
"Mereka butuh pembuktian, hanya ini yang bisa
kulakukan." Ucap Lana masih berbisik, tak mau
kalah begitu saja sebab nanti kalau ia tak bertindak
malahan timbul lagi rumor buruk tentangnya. Sudah
menumpang hidup di rumah orang beban pula!

Sementara itu di dalam seseorang berbondong-


bondong berlari memasuki sebuah ruangan,
memberi laporan pada seseorang yang sedang
duduk menatap ke arah brankas berisikan banyak
sekali tumpukan koin emas serta emas batangan
miliknya.
Seseorang itu kemudian berdehem pelan,
menyadari salah satu bawahannya datang dan akan
memberi kabar namun sebelum itu lebih dulu dia
bertanya.

"Siapa yang datang?"

"Ampun Tuan," ucap lelaki itu. "Panglima


Kerajaan datang bersama seorang gadis, saya rasa

260
mereka ingin melakukan pemeriksaan."

Seringai kecil muncul di bibir lelaki itu usai


mendengar informasi kedatangan Calix ke
kediamannya. "Adakan perjamuan, sambut mereka
dengan hangat seperti keluarga."

"Anda yakin, Tuan? Mereka mungkin saja


membawa rombongan pasukan kerajaan secara
diam-diam untuk melakukan penggerebekan."
Asumsinya penuh kecurigaan.
"Dia bersama seorang gadis, kan? Siapa itu?"

"Jika penglihatan saya tidak salah, saya rasa itu


Permaisuri yang sedang menjalani masa hukuman."

"Bagus." Lagi, seringai lelaki itu melebar dan


berubah menjadi senyum licik penuh kemenangan.
"Pastikan Yang Mulia mendapatkan pelayanan
terbaik dirumah ini."

261
MAS-MAS TUKANG KORUPSI

262
17. Tuan Tanah Sombong

"Silakan duduk." Pria berambut panjang dengan


warna merah gelap yang dikuncir satu itu
menyambut kedatangan Lana dan Calix dengan
senyum kharismatik.

Calix akan duduk namun pria itu lebih dulu


berkata, "bukan untukmu Tuan Calix."

Dahi Lana sampai berkerut mendengar perkataan


pria itu. Bukannya Lana tidak ingin duduk, kakinya
juga lelah tapi... sungguh yang ditawari dan
diperbolehkan duduk hanya dirinya?

"Mengapa Tuan Calix tidak boleh duduk?" Lana


iseng bertanya karena merasa tak enak jika duduk
sendirian.

263
"Bokongnya terlalu hina untuk duduk di kursi
mahal." Pria itu tertawa pada bagian yang
menurutnya lucu dari kalimat barusan.

Langkahnya lalu maju ke hadapan Lana,


membungkuk layaknya seorang Pangeran negeri
dongeng seraya meraih tangan kanan Lana dan
dicium bagian punggungnya sekilas.

"Alan Ellgar." Ucapnya memperkenalkan diri


sementara Lana segera menarik tangannya karena
merasa kurang nyaman.

Gerakan itu sedikit membuat Alan terkejut


terutama ketika tangan Lana memberontak dari
genggamannya dan langsung disembunyikan ke
belakang punggung oleh gadis itu.
"Jaga sikapmu pada Permaisuri." Calix
memperingatkan karena tahu orang seperti apa pria
bernama Alan Ellgar itu. "Jangan sampai aku
mengajukan keluhan tentangmu pada Kaisar."

264
"Kaisar?" Alan tersenyum lebar mendengar gelar
dari seseorang yang tak disukainya baru saja
disebut.

"Aku baru mau tanya bagaimana kabarnya


padamu." Celetuk Alan dengan nada yang terdengar
amat menjengkelkan, oh! dan jangan lupakan
senyum penuh ejekannya.

"Jadi, Permaisuri... ada baiknya Anda duduk


terlebih dahulu baru kita mulai perbincangan ini."
Ucap Alan kembali mempersilahkan Lana duduk
terlebih dahulu dan kali ini gadis itu setuju.

Menarik dan menghela nafas dengan cukup


gugup, Lana menatap pria di hadapannya yang sama
sekali berbeda dari apa yang sebelumnya sempat ia
bayangkan.

265
Pria tambun, tua, dan lain-lain sama sekali tidak
identik dengan pria dihadapannya yang kalau
diperkirakan mungkin usianya sekitar dua puluh lima
tahunan ke atas tapi belum mencapai tiga puluh.
Mungkin. Lana hanya menebak dari penglihatan fisik,
entah kalau semisal pria ini berumur lima puluh
tahun namun awet muda karena perawatan.

"Topik penting apa yang sampai membawa anda


datang kesini menemui saya, Permaisuri?" Alan
berkata dengan nada diayun sambil fokus menatap
Lana yang sesekali nampak mengedarkan sorot
matanya memindai sekeliling.

Lana memandang lurus pada Alan lalu menjawab.


"Aku mendapat laporan dari banyak warga tentang
caramu menagih pajak. Caramu mengambil hasil
panen mereka tidak dibenarkan karena jika kau
mengambilnya bagaimana mereka akan menjual
hasil panen dan mendapat uang untuk biaya
kehidupan sehari-hari?"

266
Alan mengangguk. "Baiklah, aku bersalah atas hal
itu. Lainnya?"

"Kudengar kau juga melakukan korupsi serta


suap pada mata-mata istana sehingga mereka tidak
memberikan informasi tentang cara salah kalian
menarik pajak dari masyarakat." Jelas Lana.

Alan menopang dagunya dengan satu tangan,


kedua matanya terus fokus menatap Lana. "Lantas
bagaimana cara yang benar?"

"Jangan merampas hasil panen rakyat hanya


karena pajak mereka belum lunas." Ujar Lana
mengajukan saran atau lebih tepatnya perintah.

"Aku akan melakukannya." Alan merespon


dengan senang hati sambil tersenyum manis,
memainkan ujung rambutnya yang terlepas dari

267
kunciran di belakang kepala. "Ada hal lain lagi?"

"Bagaimana aku bisa mempercayai ucapanmu?"


tanya Lana.

Calix mengawasi Alan dengan tatapan tajam saat


pria itu mengulurkan tangannya pada Lana sambil
berdiri seolah ingin menggandeng gadis itu dan
membawanya lebih masuk ke dalam rumah.

"Makanlah bersama saya maka saya akan


langsung membayarkan sejumlah uang pada para
petani yang hasil panennya saya rampas. Anggap
saja sebagai pembelian sekaligus permintaan maaf
dari saya. Bagaimana?" tawaran dari Alan terdengar
sangat menggiurkan sebab Lana juga sebenarnya
cukup lapar karena belum sempat makan siang,
terakhir dia hanya sarapan roti gandum yang
rasanya hambar jadi tak begitu selera.

268
"Sebaiknya kita kembali." Calix berbisik merasa
ada yang tidak beres karena biasanya Alan tidak
pernah bersikap sebaik ini padanya namun tiba-tiba
pria itu menjadi sangat baik pada Lana, mustahil jika
tak ada udang dibalik batu.

"Tunggu sebentar," Lana tak menyetujui saran


Calix sebab kalau dipikir sekali lagi tidak ada
salahnya mencoba terlebih dahulu walau setiap
gerak-gerik Alan terkesan sangat mencurigakan.
"Yang Mulia...?" Alan mengulurkan tangan
kanannya pada Lana. "Saya bertanya untuk pertama
dan terakhir kali, apa anda bersedia?"

"Baiklah." Lana mengangguk lalu menerima


uluran tangan yang Alan berikan padanya lalu
bersama-sama mereka menuju ruang makan.

Calix yang akan menyusul dihadang oleh orang-


orang suruhan Alan yang berbeda dua kali lipat lebih
besar dan tinggi darinya persis seperti atlet gulat

269
sehingga Calix mau tak mau tetap menunggu di
ruang tamu sampai Lana selesai.

Perbincangan kecil terjadi antara Alan dan Lana.


Pria itu membahas tentang Yohan, basa-basi
mengenai kabarnya lalu mulai mengumpat dan
mengata-ngatai.

"Anda sudi menikahi pria sinting itu?"

Alan tertawa kecil. "Saya tak habis pikir, dia


bahkan mengirim anda untuk menjalankan hukuman
padahal dia tak pernah memberi hukuman saat
Ibunya yang melakukan kesalahan. Lucu sekali."
Cibirnya.

"Anda pasti kesulitan." Alan menatap Lana iba


sementara gadis itu hanya menyengir canggung.

270
"Hukuman ini mengajarkanku untuk jadi orang--"

"Memang sebelumnya anda kera?" gurau Alan


memotong perkataan Lana.

"Lepaskan saja, jangan ditahan." Suara Alan


berubah jadi bisikan tepat di sebelah telinga Lana
sampai gadis itu terkejut dan menjauhkan kepala
lalu cepat-cepat Alan mengkonfirmasi maksud
ucapannya barusan. "Anda mau tertawa tadi tapi
mungkin karena malu anda jadi menahannya. Itu
sebabnya saya memberi saran yang agak ambigu."

Lana bingung harus merespon dengan apa jadi


dia hanya menatap Alan dan membuat atmosfer
kecanggungan semakin menyebar bahkan perlahan
Alan merasa kepercayaan dirinya perlahan kabur dan
merasa agak malu.

"Benar-benar tidak lucu, ya?"

271
Lana mengalihkan pandangannya ke arah lain
kemudian memuji. "Anda punya banyak furniture
indah."

"Saya memesannya, desainnya sesuai


keinginanku." Alan menjelaskan singkat bagaimana
dia bisa mendapatkan banyak furniture dengan
desain hiasan yang sama persis antar satu sama
lain.

"Selera desain anda sangat bagus." Komentar


Lana. "Saya menyukainya."

"Benarkah?" Alan bisa merasakan hawa panas


menjalar di belakang tengkuknya, dia suka setiap
kali Lana menatap ke arahnya dengan mata lentik itu.
Sejak awal Alan tertarik pada gadis yang tidak terlalu
cantik, pada gadis yang berada di dekat standar
seperti Lana.

272
"Dimana ruang makannya?" Lana menoleh
menatap Alan dan mendapati wajah pria itu cukup
dekat dengan wajahnya, jelas saja hal itu membuat
Lana refleks mengambil langkah mundur dan
menjauh.

"Maaf." Lirihnya sembari melihat ke arah lain


sementara Alan nampak memikirkan sesuatu yang
tak dapat terbaca melalui ekspresinya.

Tentu saja bagi pria mata keranjang sepertinya


meniduri para wanita dan gadis bukanlah hal tabu
lagi. Kalau ditanya sudah puluhan kali Alan
melakukannya dengan berbagai jenis wanita atau
gadis mulai dari kalangan biasa sampai kalangan
bangsawan dengan syarat mereka memiliki standar
kecantikan yang Alan suka.

Pun mereka dengan senang hati memberikan


tubuhnya untuk dicicipi semalam oleh Alan guna

273
membawa beberapa emas batangan pada keesokan
harinya sebagai hadiah.

Tidak usah jauh-jauh membayangkan lihat saja


Lana. Gadis bermata sapphire alami dihadapannya
terasa sudah lebih dari cukup untuk memenuhi
standar teman tidur yang Alan sukai.
Karena itu Alan melangkah berani mendekati
Lana yang secara kebetulan sedang terfokus ke arah
lain, melihat salah satu lukisan yang ada di ruangan
itu.

Kedua mata Lana terbelalak ketika mendapati


sebuah tangan melingkar dan menarik pinggangnya
erat. Tak hanya itu wajah Alan juga merunduk,
mendekat ke wajah Lana sehingga refleks gadis itu
mengangkat tangan kanan dan melayangkannya
dengan keras.

Plak!

274
Menampar Alan lalu mendorong dada bidang pria
itu sehingga langkahnya mundur sedikit jauh darinya.

Mendapati sebuah tamparan baru saja mendarat


di pipinya, Alan nampak syok sampai cukup lama
memegangi pipi sendiri. Situasi itu dimanfaatkan
Lana untuk melarikan diri, bergegas kembali pada
Calix.

"Mengapa anda berlari?" Calix bertanya namun


Lana menggelengkan kepala, enggan menjelaskan
lebih lanjut.

"Ayo pergi dari sini!" ajaknya pada laki-laki itu


yang langsung mengangguk dan berjalan disisinya,
memberi perlindungan kalau-kalau ada serangan
mendadak dari anak buah Alan tetapi nyatanya
mereka berhasil keluar dari kediaman itu dengan
aman tanpa mendapat sedikit pun serangan.

275
"Yang Mulia, biar saya antar--"

"Tidak perlu!" tolak Lana tegas. "Aku akan


kembali ke pemukiman sendiri, kau pergilah."

Calix akan menolak tetapi mengingat jabatannya


tidak lebih tinggi dari Lana pada akhirnya ia
mengangguk dan membiarkan gadis itu melanjutkan
perjalanan kembali sendiri walau sebenarnya Lana
tidak benar-benar sendirian.

Calix diam-diam mengekori dari jauh,


memastikan Lana sampai ke pemukiman padat
penduduk dengan selamat barulah dia bisa benar-
benar pergi dan kembali ke istana.

Hari itu Lana merasa takut, Calix merasa was-


was, dan Alan merasakan sesuatu yang aneh telah
terjadi pada dirinya setelah ditampar Lana.

276
Penolakan baru pertama kali didapat olehnya.
Bahkan sampai malam hari disaat Alan seharusnya
menghabiskan waktu dengan wanita kesukaannya
khusus di malam ini Alan tidak bisa melakukannya.
"Hei..." wanita itu cemberut saat lagi-lagi Alan
kedapatan melamun padahal mereka sudah berada
diatasnya ranjang. "Apa yang kau pikirkan sejak
tadi?"

"Y-ya?" Alan tertegun menatap Leya, wanita yang


dipanggilnya untuk menikmati malam panas
bersama.

"Kau melamun terus." Decak Leya melayangkan


protes, "kapan kita akan memulai?" tanyanya
sembari melepaskan jubah tidur berbahan satin tipis
yang melekat di tubuhnya sebagai satu-satunya kain
pelindung.

277
Alan menatap Leya cukup dalam lalu mendorong
bahu wanita itu menjauh darinya. "Kurasa tidak
malam ini, kembalilah lain kali." Ujarnya tak
berselera.

"Apa maksudmu?" Leya nampak kecewa.


"Biasanya kau selalu bersemangat jika ada aku.
Sesuatu terjadi hari ini?"
"Ya." Alan menjawab singkat, dipikirannya
terngiang sosok Lana.

Leya menghela nafas lalu bangkit perlahan dari


atas kasur. "Baiklah, aku pergi. Sampai jumpa di
malam lain, sayang~" satu kecupan ia daratkan di
pipi Alan sebelum memakai mantel bulu guna
menutupi tubuh sekaligus melindunginya dari udara
dingin malam.

Sementara Alan masih melamun memikirkan


Lana dan tamparan keras yang seakan masih terasa
sampai-sampai tak sadar tangan Alan naik

278
menyentuh pipi.

"Istri Yohan itu... membuatku ingin bertobat


seketika." Gumamnya.

279
18. Hari Demi Hari

Hari demi hari berhasil terlewati. Bisa dikatakan


setiap saat Lana mengabdikan diri untuk membantu
masyarakat bahkan pernah ia diminta turut serta
membetulkan jembatan penghubung satu desa ke
desa yang lain.

Orang-orang yang semula membencinya


perlahan melunak dan secara terang-terangan
memberikan dukungannya terhadap Lana walau
tetap masih ada beberapa yang tidak menyukainya.
Itu wajar.

Lana sudah berusaha semaksimal mungkin


menjalankan waktu hukuman tiga puluh harinya
dengan baik bahkan keseluruhan tubuh gadis itu
masih terasa pegal dan ngilu karena tak terbiasa
melakukan pekerjaan berat.

280
Kalau sudah begini tega sekali apabila suatu hari
Lana terkena masalah namun masyarakat bukannya
mendukung malah menyudutkan, entah harus
bagaimana lagi Lana menghadapi mereka.

"Yang Mulia, ini hadiah dari saya." Claire


mendekat sembari mengulurkan sapu tangan rajut
buatannya selama lima jam nonstop kepada Lana.

"Saya harap anda menyukainya!" Ujar Claire


menambahkan dengan ekspresi luar biasa ceria.

Lana tersenyum saat menerima sapu tangan itu


lalu berterimakasih dan mengatakan bahwa hadiah
yang Claire berikan sangat berharga lebih dari
apapun walau gadis itu sendiri mengukur hadiahnya
terbilang sederhana dan murah.

"Ini memang murah tapi mewah." Celetuk Lana


mengomentari, "lihat... kau melakukannya dengan

281
baik!" pujinya sembari memutar-mutar sapu tangan
itu di atas telapak tangan, memeriksa motif bunga
anggrek yang dirajut diatasnya.

Wajah Claire memerah malu. "Saya menerima


pujian anda, terima kasih Yang Mulia."

"Sama - sama."

"Yang Mulia..." kepala desa mendekati Lana,


membungkuk hormat terlebih dahulu sebelum
berkata dengan wajah sumringah. "Berkat anda kami
mendapat bayaran atas hasil panen yang telah
dirampas selama ini. Anda benar-benar membawa
banyak pengaruh baik selama sebulan terakhir."

"Semua itu berkat keberanian kalian." Lana


tersenyum, "jika kalian tidak mengatakannya padaku
maka tidak akan ada yang tahu penderitaan kalian
selama ini. Meski hanya sebagian daerah yang

282
mengalami hal tersebut tetap saja itu tidak adil. Aku
senang kalian mendapat ganti rugi dari mereka."

Kepala desa mengangguk terkesan atas kata-


kata Lana kemudian memberi respon. "Anda sangat
berjasa bagi kami. Sampai kapanpun kami akan
selalu mendukung anda jadi, jika anda dalam
masalah pasti kami akan membantu."

"Terima kasih." Senyum Lana mengembang


manis, bisa dibilang sejak tinggal bersama warga
sekitar Lana jadi lebih leluasa dalam
mengekspresikan diri terutama saat merasa terharu
dan bahagia.

Setelah berpamitan pada orang-orang di pagi hari,


Lana memutuskan untuk berkeliling di sekitar pesisir.
Ada banyak sekali penjual makanan dan minuman di
tepi jalan yang dibangun diatas laut. Ini indah tapi
menakutkan, Lana tidak begitu suka perairan terlebih
karena pantulan warna biru tua yang terasa agak

283
kurang nyaman.

Kadang terlintas pemikiran seperti, bagaimana


jika terjadi tsunami? Lana merinding sendiri.

"Yang Mulia," Calix mendatangi Lana sebab hari


ini gadis itu akan kembali ke istana pada sore hari.
"Selamat pagi." Sapanya.

Lana menoleh pada Calix, pria tinggi itu berjalan


di sisinya namun berjarak dua langkah besar.
Sesekali terlihat Calix memperhatikan sekitar
memastikan Lana selalu berada dalam situasi aman.

"Boleh aku menanyakan sesuatu?"


"Apa yang ingin anda tanyakan pada saya?"

Lana berpikir sejenak. "Apa yang terjadi di istana


belakangan ini?"

284
"Tidak ada." Calix menjawab ringan.

Lana berdecak kesal. Ia tahu Calix adalah orang


kepercayaan Yohan dan mustahil jika dia
membocorkan informasi yang ada tentang Yohan di
dalamnya jadi tak heran jika jawaban lelaki itu
terkesan tak sesuai dengan pertanyaan karena
memang tidak ingin menjawab.

"Aku punya permintaan." Ucap Lana kembali


membuat langkah Calix terhenti dan menatap ke
arahnya, menunggu Lana berbicara.

"Ada seorang gadis bernama Cassia yang tinggal


dengan kakeknya yang kurasa sudah sangat renta
tapi tempat tinggal mereka tidak begitu layak.
Kudengar istana punya beberapa rumah singgah
untuk tamu luar, kan?"

285
Kening Calix mengernyit, dia merasa tak asing
dengan nama yang disebut oleh Lana tapi tak mau
langsung berprasangka ke arah sana. Bisa saja
seseorang memiliki nama serupa.

"Saya akan sampaikan pada Yang Mulia." Ucap


Calix membalas disertai anggukan kepala.

"Satu lagi... ada gadis bernama Claire, aku ingin


dia bekerja di istana sebagai pelayan pribadiku."

"Bukankah anda sudah punya satu?" celetuk Calix


teringat Hestia.
"Aku tak menyukainya." Jawaban jujur Lana
sedikit membuat Calix merasa tertusuk sebab
baginya Hestia adalah perempuan terbaik yang
pernah dikenalnya selama hidup, selama
mengabdikan diri pada Istana sebagai Panglima.
Bagaimana bisa ada seseorang yang tidak
menyukainya?

286
"Apa kau keberatan, Tuan Calix?" mendengar tak
ada respon langsung membuat Lana curiga, mengira
kalau ucapannya mungkin menyinggung laki-laki ini.

Calix segera menggeleng. "Tidak Yang Mulia,


maafkan saya karena kehilangan fokus."

"Aku tahu kalian berteman." Celetuk Lana, saat


wajah Calix terlihat kebingungan dengan cepat Lana
menyambung. "Hestia pernah bercerita tentangmu
padaku."
Tentu saja yang Lana katakan barusan adalah
kebohongan. Mana mungkin dia bilang sudah baca
novel dan tahu segala yang ada di dalamnya, kan?
Yang ada Lana dianggap sinting dan gila.

Calix tak langsung menanggapi, ia cukup tertutup


dan enggan membahas hubungan pribadinya
dengan orang lain termasuk pertemuannya dengan

287
Hestia dan Lana mengerti itu. Lana tidak
membahasnya lagi.

"Yang Mulia!" seorang pria dalam balutan kemeja


putih dengan dua kancing teratas terbuka mendekat.

Merasa alarm bahaya dalam tubuhnya berbunyi,


Calix menempatkan dirinya di depan Lana.
Menjadikan tubuhnya penghadang supaya orang itu
tidak mendekat sebab terlihat dari ekspresi yang
muncul sesaat di wajah Lana, gadis itu merasa
terganggu dan agak takut melihat kemunculan Alan.
"Jangan mendekat!" Desis Calix memperingati.
"Tunjukan rasa hormat mun terhadap Permaisuri."
Ujarnya menekankan sehingga Alan langsung
membungkuk sambil tersenyum manis
dihadapannya.

"Begini?" Alan masih tersenyum lalu meraih


lengan Calix, meminta pria itu minggir. "Aku sudah
menunjukan rasa hormat sekarang biarkan aku

288
bicara dengan Permaisuri."

"Kau tidak diizinkan!" Tegas Calix melarang.

"Huh?" kedua mata Alan mendelik jengkel


merespon kelakuan seenaknya Calix. "Kau tak lebih
dari seorang pengawal kelas bawah jadi, sebaiknya
minggirlah. Aku perlu bicara dengan Permaisuri."

"Yang Mulia..." Calix berbisik, sedikit


merendahkan kepalanya sambil menoleh ke arah
Lana. "Anda ingin bicara dengannya?"

Lana menggeleng, matanya dipenuhi rasa takut


mengingat kejadian semalam dimana ia nyaris
dilecehkan oleh pria berambut merah itu. Sungguh
tak tahu adab!

"Permaisuri menolak, kau harus pergi dari sini."

289
Titah Calix mengusir dengan penuh penekanan serta
tatapan tajam kala Alan mendesis ke arahnya
seperti ular berbisa menakutkan.

"Yang Mulia..." suara Alan melembut, mencoba


mencari celah untuk menghampiri Lana tapi Calix
selalu bergeser dan menutupi gadis itu.

"Yang Mulia ini soal semalam, saya ingin minta


maaf!" Alan mengutarakan penyesalannya namun
Calix yang tahu betul sikap pria itu dan seperti apa
kelakuannya tetap memastikan Lana berada di
belakangnya.

"Saya menyesal!"

Calix masih menutupi Lana, tak sedikitpun dia


membiarkan Alan mendekat sampai-sampai pria itu
merasa kesal dan menarik kerah baju Calix.

290
"Kubilang minggir!" serunya dengan nada tinggi
sampai terdengar bunyi gemeletuk giginya.

Calix tak membalas, tatapan tajamnya cukup


membuat siapa saja diam termasuk Alan yang
perlahan melepaskan cengkramannya dari kerah
Calix dan melangkah mundur.

"Sial!" umpatnya sebelum memutuskan untuk


pergi dan kembali lain kali, saat tidak ada Calix
disekitar Lana.

Calix berbalik dan bertanya. "Anda baik-baik


saja?"

Lana mengangguk. "Ya, aku baik." Seraya


menyeka keringat di dahinya lalu menunduk
sehingga kalung yang berada di lehernya keluar dari
balik gaun membuat Calix yang melihatnya tertegun.

291
"Yang Mulia..." dia ingin bertanya tentang kalung
yang sangat dikenalinya itu namun saat Lana
menatapnya, Calix menggeleng.

"Sebaiknya anda tidak pergi lebih jauh dari ini."


Ucapnya mengatakan hal yang tak sesuai dengan isi
pikirannya saat ini.

Calix yakin dia pasti telah salah lihat lagipula


mana mungkin sisa keluarganya berada disini?

"Semoga aku hanya salah lihat. Sejauh ini tak ada


yang mengenaliku." Batinnya. "Aku harus segera
membereskan segalanya."

Lana tertegun tepat saat melihat punggung Calix


menjauh karena ia menghentikan langkah saat
teringat sesuatu. Calix, seseorang dengan dendam
penuh terhadap keluarga kerajaan. Rela pergi
meninggalkan sang adik, satu-satunya keluarga

292
terakhir yang dia miliki demi bergabung dalam
kemiliteran istana dan mendapat jabatan tinggi.
Panglima Kerajaan, itu tujuannya sejak awal.

Astaga, Lana baru menyadarinya. Pria bermata


keemasan itu datang untuk membalas dendam pada
Ibu Suri karena kematian orang tuanya. Jika berjalan
seperti di novel maka tak lama lagi kekacauan besar
terjadi karena seharusnya saat ini Yohan dan Hestia
sudah mulai menjalin hubungan.

Disaat itu Calix menyadari perasaannya terhadap


Hestia dan mempercepat rencananya namun hanya
berhasil separuh. Yohan yang bukan merupakan
tujuan awal dari rencananya namun karena ingin
memiliki Hestia sepenuhnya Calix menjadikan pria
itu sebagai target selanjutnya, tetapi Yohan tidak
mudah dikalahkan dan serangan berbalik
melumpuhkan Calix setelah dia mengungkapkan
rasa cintanya pada Hestia.

293
Benar. Lana tidak ada di Istana selama sebulan
jadi ia tak tahu perubahan apa yang terjadi di dalam
sana dan mungkin saja sekarang Yohan... Hestia...
mereka sudah.. Haruskah Lana membiarkan Calix
mati hanya karena cinta?

"Tidak, itu terlalu menjijikan." Lana bergumam


sendiri lalu bergegas menyusul Calix yang sudah
jauh.

294
CALIX

295
19. Aku Tak Peduli

Perempuan itu kembali.

Hari ini.

Seorang gadis yang dipilih untuk menjadi istrinya


pada waktu ini telah selesai menjalani masa
hukuman selama sebulan bahkan kedatangan
kembali ke istana diiringi kelompok masyarakat
dalam jumlah banyak.

Mereka bersorak riang, menyerukan nama dan


jabatan gadis itu berulang. Memberi kesan norak
yang membuat Hestia jengkel dan membuang muka.
Pasalnya setelah sebulan berusaha melakukan
pendekatan terhadap Yohan dengan segenap niat
baik di hati, pria itu tetap tidak peduli.
Hestia sudah mencoba tetapi Yohan tetap kukuh

296
dan tidak meliriknya bahkan selama dua detik.
Mengapa pria itu menjadi begitu dingin dan sulit
ditaklukkan padahal Hestia sudah setiap hari
membuatkan teh dan memijat kepalanya. Apa masih
kurang?

"Kesejahteraan bagi Yang Mulia Permaisuri!"


seruan kompak dari iring-iringan masyarakat
terdengar bertepatan dengan itu Lana sampai di
anak tangga pertama teras istana.

Perdana Menteri Damian adalah orang pertama


yang menyambut kedatangannya sementara yang
lain berada di anak tangga teratas termasuk Yohan
bersama Yurisia di sisinya.

Dalam kondisi berpakaian sederhana Lana


mendaki satu per satu anak tangga bersama Calix
dibelakangnya. Mereka hanya berjarak tiga anak
tangga saja lalu ketika sampai pada Yohan, Lana
menatap pria itu.

297
Menyadari sang istri menatap, Yohan
menurunkan pandangannya tetapi bukan untuk
membalas tatapan Lana melainkan untuk
mengambil mahkota dari atas baki yang dipegang
oleh Hestia.

Dengan ekspresi dingin Yohan memakaikan


mahkota itu kembali ke kepala Lana lalu
mengumumkan bahwa hari itu Permaisuri
dinyatakan telah kembali ke dalam istana dan
seluruh kesalahannya di masa lalu harus dilupakan.

"Hidup Yang Mulia Permaisuri!" sorakan kembali


terdengar.

Hestia merotasikan bola matanya kesal. "Dasar


orang-orang bodoh!"
Setelah menempatkan mahkota tersebut di
kepala Lana, Yohan kembali meluruskan pandangan

298
sementara Lana mengambil tempat disisinya. Berdiri
berdampingan dengan Yohan sambil tersenyum tipis.

Penyambutan itu lalu berakhir. Orang-orang


kembali ke rumah masing-masing dan melanjutkan
aktivitas sama halnya seperti Lana yang akan
kembali ke kamar berharap bisa mengisyaratkan
tubuhnya diatas kasur empuk.

"Ah, sudah berapa lama aku tidak memeluk


guling?" Lana bergumam pelan sembari memijat
bagian belakang lehernya serta mempercepat
langkah namun sesampainya di depan kamar
seluruh ekspektasi tentang tidur di ranjang
empuknya sirna seketika ketika mendapati
pembongkaran besar-besaran dilakukan oleh para
pelayan.

"Kemana kalian akan membawa semua


barangku?" tanya Lana menghentikan salah satu dari
mereka yang terlihat membawa tumpukan

299
pakaiannya.

"Ini perintah Ibu Suri, kami disuruh memindahkan


barang-barang anda ke kamar Yang Mulia." Ucap
pelayan itu menjawab lalu lanjut berjalan menyusul
rekan sesama pelayannya yang sudah lebih dulu
pergi membawa barang menuju kamar Yohan.

Lana bergegas memasuki kamarnya yang sudah


kosong rupanya Yurisia memang merencanakan ini
sejak tadi dan Lana tidak sempat mempertahankan
kamarnya.

"Membayangkan wajahnya saja sudah


membuatku sakit kepala!" decak Lana.

"Permaisuri, kau disini rupanya." Yurisia menegur


Lana yang sedang termenung sendirian meratapi
kamar kosongnya.

300
"Ibu, mengapa semua barangku dipindahkan ke
kamar Kaisar?"

Yurisia tersenyum. "Tentu saja karena kalian


pasangan suami istri, kalian sudah menikah.
Sebagai seorang wanita tua, aku sangat ingin
menggendong seorang cucu."

Harapan besar terpancar nyata dari kedua


matanya yang berbinar menatap Lana, setidaknya
dia masih memberi gadis itu untuk membuktikan diri
sebagai menantu berkualitas dengan melahirkan
seorang penerus.

Padahal Lana tidak akan pernah bisa melahirkan


sampai kapanpun. Hal itu diketahui Yohan beberapa
waktu sebelum pria itu dengan matang mengajukan
perceraian dan Yurisia adalah orang yang paling
mendukung sebab Hestia sudah mengandung
pewaris kerajaan.

301
Menyedihkan.

"Permaisuri?"

Deg!

Lana tersentak kaget. "Y-ya... ibu?" responnya


terlihat berubah jadi sangat gugup terutama saat
Yurisia memicingkan matanya tajam.

"Aku berharap besar padamu." Ujar wanita itu


sekali lagi memperingatkan agar Lana tidak
mengecewakannya dalam hal ini. "Segeralah datang
ke kamar Kaisar."
Lana mengangguk kecil lalu menatap kepergian
Yurisia. Bagaimana dia bisa melakukan hal yang
mustahil terjadi? Walau matahari terbit dari barat
bahkan monyet melahirkan sapi tetap sampai
kapanpun fakta tentang kemandulan dirinya tidak
akan berubah.

302
"Sekarang aku harus menghadapinya setiap hari."
Hela nafas berat terdengar keluar dari sela bibir
Lana sebelum gadis itu menyeret langkahnya
berbalik menuju kamar Yohan.

Mau tak mau Lana harus berdamai dengan pria


itu demi ketenangan dan kasur empuk. Ya, tadinya.
Lana kira ini akan mudah sebab mengingat di awal
Yohan nampak tak terlalu keberatan dengan
kehadirannya. Tidak tahu saja kalau pemikiran pria
itu kini sudah berubah.

"Kau tidur di bawah." Dengan kejam Yohan


mengatakannya tepat ketika Lana melangkah masuk
ke dalam kamar, baru meletakkan telapak kakinya
mendarat di area lantai ruangan itu.

Lana mengerutkan dahi. "Maaf, maksudmu...?"

303
"Ada karpet tebal, gunakan itu sebagai alas."
Ucap Yohan tanpa melihat ke arah Lana karena saat
ini dia sedang berada di balkon, menikmati suasana
senja disertai angin sepoi yang menerpa wajahnya.

Yohan baru saja mengganti rencana dalam hati,


dia ingin Lana yang meminta cerai terlebih dahulu
karena itu sebisa mungkin dia menciptakan situasi
tak nyaman bagi gadis itu.

"Baiklah." Lana menjawab singkat, mungkin


karena lelah ia menjadi sedikit emosional dan
meneteskan air mata.

Ya, sebulan bekerja tanpa henti membantu sana-


sini bukanlah waktu yang sebentar. Bahkan Lana
berulang kali harus bolak-balik membantu
membawa kayu bakar di hutan sebab merasa iba
pada para lansia yang masih membawa kayu sendiri
dari hutan sementara cucu mereka kebanyakan
berada di kota atau merantau ke benua lain.

304
Lana menangis untuk pertama kalinya di tempat
itu. Dia sudah mencoba untuk menahan diri tapi
rasanya sedih sekali belum lagi ia terbayang scene
dalam novel ketika Lana diceraikan begitu saja,
maka makin menjadikan tangisan tanpa suaranya.

Bahkan Lana sampai menutup mulutnya dengan


tangan kanan dan berbaring menghadap dinding
meski begitu bahu serta punggungnya tetap
kelihatan bergetar, menandakan kalau ia sedang
menangis.

Yohan melihat tapi dia melengos dan beralih


memeriksa tumpukan berkas dalam peti
penyimpanan daripada mencuri-curi pandang ke
arah Lana yang sedang menahan suara tangisannya.

"Aku tidak peduli." Tegas Yohan berkata dalam


hati meski begitu dia merasa terganggu dan sesekali
tanpa sadar tetap melirik ke arah Lana alhasil Yohan

305
menyudahi kegiatan memeriksa berkasnya.

Pria itu masuk ke dalam selimut, menutup


tubuhnya sampai ke leher lalu membelakangi posisi
tempat Lana berbaring. Lebih baik ia tidur lebih awal
ketimbang merasa tak tenang sebab ada sesuatu
yang mengganjal seperti... perasaan bersalah?
Mungkin.

Namun sampai dini hari Yohan sama sekali tidak


bisa tidur. Itu kebiasaannya atau lebih tepat disebut
rutinitas? kelainan? entahlah. Yohan benar-benar
kesulitan tidur dan berulang kali membolak-balik
tubuhnya berbeda dengan Lana yang sudah terjun ke
alam mimpi. Perlahan Yohan bangkit, dia melihat ke
arah Lana yang tidur meringkuk dengan pulas.

Merasa haus Yohan turun dari kasur akan tetapi


baru menginjakkan kakinya di lantai dia merasakan
ada tekstur aneh yang terinjak. Firasatnya buruk. Itu
seekor hewan dan masih bergerak. Yohan tak berani

306
mengangkat kakinya, ia cukup bisa menebak hewan
jenis apa yang berada tepat di bawah sana.

"Sial!" Desisnya mengumpat nyaris tak terdengar


saat satu-satunya orang yang bisa dimintai tolong
adalah Lana walau tak akan sesuai dengan
ekspektasi seperti terakhir kali.

Yohan meringis. Dia takut pada jenis hewan-


hewan kecil seperti serangga jadi mau tak mau dia
butuh bantuan Lana untuk menyingkirkannya atau
sekedar menjadi teman berteriak bersama.

Pertama-tama bagaimana Yohan memanggilnya?

Atau sekedar membangunkannya?

Pandangan Yohan mengedar lalu jatuh pada


sebuah bantal yang berada tepat di sisinya.

307
Diraihnya bantal itu perlahan, diangkat cukup tinggi
lalu dilemparkan ke arah Lana.

Tidak kena.

Alhasil Yohan meraih bantal lain lalu dilemparkan


dengan keras ke arah Lana namun lagi-lagi ia
meleset.

"Dia tidur seperti orang mati." Cibirnya mulai


jengkel sendiri. Yohan mencoba mencari benda lain
tetapi belum sempat dia menggapai benda tersebut
Lana sudah lebih dulu bangun dan melihat kecoa
bertengger tepat di hidungnya.

Jelas saja hal itu membuat Lana melotot panik


dan berlarian walau nyawanya belum terkumpul
sempurna dan yah... jangan lupakan teriakan
nyaringnya.

308
"KECOAAAAA!" Pekik Lana nyaring sambil
berbalik menghadap Yohan dan mengibas hewan
tersebut ke arahnya.

"ARGHHHHH!"

Dan yah, kalian bisa menebak seheboh apa pria


itu berteriak setelah kecoa tadi mendarat tepat di
bagian dada bajunya.

Di tengah kepanikan keduanya naik ke atas kasur


dan melompat-lompat di atasnya lalu berpelukan
sambil berteriak sebab kecoa tadi rupanya bukan
ada satu melainkan dua dan sama-sama terbang ke
arah mereka.

309
LANA VERSI BELUM MAKE UP

310
HESTIA…UHM

311
20. Damn!

Baik Lana maupun Yohan sama-sama tidak


berani menghadapi hewan kecil berwarna cokelat
yang dapat mendadak terbang ke sana kemari
seolah sengaja menjadikan dirinya momok
menakutkan pemicu trauma mengerikan.

Alhasil tak ada satupun dari keduanya yang


berani menyingkirkan serangga menggemaskan itu
sampai Hestia yang kebetulan datang untuk
membawakan teh serta camilan diminta untuk
membuangkan kecoa tersebut.

"Jangan khawatir saya sudah membuangnya."


Ucap Hestia dengan mudah mencomot dua kecoa
yang berkeliaran di lantai menggunakan tangan
kosong tanpa merasa takut atau jijik sedikitpun lalu
membuang serangga kecil itu keluar balkon.
"Ini musim panas jadi wajar jika mereka terbang

312
dan masuk melalui balkon di siang hari." Hestia
kembali berkata, "saya memiliki ramuan dari
beberapa tanaman herbal yang ampuh mencegah
kecoa masuk. Mau saya buatkan?" sebenarnya dia
hanya basa-basi dan tidak berharap Lana atau
Yohan merespon.

"Tolong buatkan." Lana yang bicara, dia masih


belum sadar saat ini sedang berpelukan dengan
seseorang yang telah membuatnya menangis
beberapa saat lalu.

Hestia mendecakkan lidah di dalam mulutnya,


mengekspresikan betapa tidak sukanya ia melihat
pemandangan seperti itu di depan mata namun
ekspresinya tetap menunjukkan keramahan.

"Baiklah. Saya akan segera membuatkannya dan


membawakannya untuk anda, Yang Mulia." Sungguh
ia tidak berharap Lana akan memintanya membuat
ramuan herbal pengusir serangga kecoa. Hestia jadi

313
merasa semakin jengkel sendiri.

"Karena sudah tidak ada kecoa bisakah saya


pamit kembali bekerja?" ucap Hestia panas dada tak
ingin berlama-lama ada di ruangan itu menyaksikan
Yohan yang tengah memeluk Lana erat-erat seperti
anak kecil ketakutan sehabis melihat badut seram.

"Y-ya..." masih dengan nada syok dan wajah pias


memucat Lana membalas ucapan Hestia lalu
melihat gadis itu membungkuk kemudian pergi.

Sementara itu setelah beberapa menit


keheningan tercipta barulah Yohan menyadari
posisinya yang memeluk pinggang Lana erat sampai
-sampai gadis itu harus berpegang pada kepala
ranjang supaya tidak terjungkal ke belakang.
Yohan merasa malu jadi dengan cepat dia
menarik diri dan membelakangi Lana seolah tidak
terjadi apapun, seolah tidak pernah berteriak dan
memeluk gadis itu dengan ekspresi memalukan.

314
"Aku akan cari angin di luar." Celetuk Lana
sekedar memberitahu karena sepertinya dia sadar
Yohan masih syok berat akibat kecoa.

Berkali-kali dalam narasi novel tertulis kalau


Yohan benci kecoa, takut kecoa, dan bisa pingsan
karena kecoa. Lana mengerti karena itu dia memberi
ruang pada Yohan untuk sendiri lagipula meskipun
perilaku pria itu terhadapnya agak menjengkelkan.

"Jangan kembali." Yohan membalas dengan nada


dingin lagi-lagi tanpa melihat atau menoleh pada
Lana.

"Ya, aku juga merasa hawa di tempat ini terlalu


panas karena ada setan iblis di dalamnya."

"Apa maksudmu?" sahut Yohan mempertanyakan


kalimat Lana barusan yang terkesan mengarah

315
padanya.

"Tidak ada." Lana menutup obrolan lalu bangkit


dari kasur, dia turun dengan langkah yang sedikit
pincang karena sempat merasa kram pada bagian
kakinya.

"Kau mengataiku?" desis Yohan mulai kesal saat


merasa pertanyaannya diabaikan walau Lana sudah
menjawab tapi itu bukanlah jawaban yang ingin
Yohan dengar.

Lana menghela nafas berat. "Dengar, ibumu


butuh seorang cucu dan aku tidak bisa
memberikannya dan aku juga tidak mau
memberikannya sekalipun aku bisa. Kau mengerti
maksudku, kan?"
Hening.

"Aku tidak mengerti." Ketus Yohan menjawab

316
sambil mengepalkan tangan erat bersiap
melayangkan tinju pada meja yang berada di sisinya.

"Yang Mulia, aku tahu maksud semua perilakumu.


Aku cukup peka untuk mengerti keinginanmu
sebenarnya." Lana berucap sambil berjalan
mengitari ranjang dan berhenti tepat di hadapan
Yohan lalu mengulurkan tangannya.

"Ayo bercerai." Ajak Lana kemudian.

Yohan menggertakkan gigi, ia bangkit lalu


mendorong Lana sampai punggungnya terhentak ke
dinding dan meringis akibat rasa sakit dan
keterkejutan yang timbul.

"Berani sekali kau mengatakan itu lagi,


Permaisuri!" Yohan mendesis, tatapannya dipenuhi
bara api menyala yang seolah siap membakar Lana
hidup-hidup.

317
"Bukankah itu yang kau inginkan?" Lana balas
menatap Yohan walau seluruh tubuhnya gemetaran
terutama bagian bahunya yang dicengkram kuat
oleh pria itu.

"Siapa bilang?" elak Yohan tak mau mengakui.


"Apa kau dengar aku mengatakannya? Kau
mendengarnya? Kau dengar, hah?"

"Lepaskan aku. Lepaskan!" perlahan Lana


mengerahkan seluruh tenaganya untuk
memberontak dari Yohan saat tatapan pria itu
semakin terlihat menakutkan seperti serigala lapar
yang siap menerkamnya saat ini juga tetapi usaha
yang Lana lakukan justru membuat Yohan semakin
marah.
Pria itu menariknya lalu mendorongnya ke arah
meja, dia merasa sangat kesal atas tindakan Lana.
Padahal tadi jelas-jelas dia sendiri yang ingin gadis
itu meminta perceraian tetapi saat Lana

318
mengatakannya entah mengapa dia sangat tidak
suka mendengarnya.

"Aku akan membunuhmu jika kau mengatakan itu.


Kau ingat, kan?" Yohan berbisik tepat di telinga Lana
saat mengunci kedua tangan gadis itu ke belakang.

"Aku akan berteriak!" ancam Lana.

"Berteriaklah. Sekalipun ada yang mendengar


mereka tidak akan berani masuk ke dalam sini."
Yohan menantang balik tanpa merasa gentar
sedikitpun kemudian membalik tubuh Lana
menghadapnya dan berusaha melepaskan pakaian
gadis itu.

"Jangan sentuh aku!" Lana memekik dan


mendorong Yohan tepat di dadanya.

319
Dorongan itu berhasil membuat Yohan mundur
sejauh dua langkah tapi kemudian pria itu berlari ke
arahnya lalu mendorongnya jatuh ke kasur.

Lana refleks berguling tepat sebelum Yohan


hendak menindih tubuh. Pria itu benar-benar gila dan
tak waras!

Lana mengupayakan diri untuk kabur tetapi


bagian punggung pakaiannya ditarik kencang
sampai-sampai robek hingga ke bagian pinggang
belakang dan mengekspos permukaan kulit
mulusnya dibagian itu.

Yohan bergegas mengejar, Lana yang tadinya


akan memungut robekan pakaiannya langsung
memutuskan lari ke arah pintu dan menabrakkan
tubuhnya sehingga pintu itu terbuka bersama
tubuhnya yang ikut tersungkur.

320
"Permaisuri!" pekik Yohan berseru, Lana menoleh
sekilas ke arah belakang dan mendapati Yohan
berlari menuju dirinya.

Lana yang bangkit dengan sisa tenaga yang


dipunya dan hendak melarikan diri namun Yohan
melemparkan belatinya. Membuat Lana terkejut dan
kembali akan terjatuh namun kali ini sebuah tangan
menahan lengannya sehingga Lana tidak berakhir
mencium lantai dua kali.

"Calix..." Lana menyebut nama lelaki itu tanpa


suara lalu menempatkan dirinya berada tepat di
belakangnya.

Memegangi masing-masing ujung sisi pakaian


Calix dengan tangan gemetaran karena merasa
seperti ajalnya sudah dekat.

Langkah Yohan terhenti tepat di hadapan Calix.

321
Tatapan tajamnya bertemu dengan tatapan tenang
milik lelaki itu lalu saat akan mendekati Lana, Calix
mengulurkan tangannya menghalangi jalan Yohan.

"Apa maksudmu menghalangi jalanku, Calix?"


Yohan bertanya dengan nada marah. Emosi sedang
membakar dirinya habis-habisan saat ini.

"Anda yang meminta saya untuk melindungi


Permaisuri dari bahaya." Ucapnya merespon
pertanyaan dari Yohan, "saya sedang
melakukannya."

Merasakan getaran kencang yang berasal dari


cengkraman Lana pada bajunya, Calix semakin
merentangkan satu tangannya menahan Yohan yang
akan mendekat.

"Awas kubilang." Desis Yohan masih dengan sisa


kesabaran dalam diri jika tidak maka saat ini juga

322
sudah pasti Calix menjadi samsak tinju dalam
sekejap.

"Awas Calix! Minggir! Ini urusanku dengan


Permaisuri. Jangan ikut campur!" Titahnya namun
Calix sama sekali tidak bergerak atau berniat
menyingkir.

"Tidak bisa, Maaf Yang Mulia."

Dia tetap melindungi Lana di belakang tubuhnya,


menjalankan kewajiban yang Yohan sendiri minta
padanya waktu itu.
"Kubilang menyingkir Calix!"

Yohan berdecak, dia menjadi semakin kesal


melihat Lana menggenggam erat sisi pakaian Calix
lalu mencoba meraih tangan itu namun ditepis.

323
"Maafkan saya Yang Mulia, tapi anda tidak bisa
menyentuh Permaisuri tanpa persetujuan darinya."
Calix berucap dengan tatapan memperingati.

"Sialan!" umpatnya. "Kau bajingan Calix!"

Kalimat Calix betul-betul membuat Yohan merasa


seperti orang bodoh di tengah kemarahan yang
melanda seluruh jiwa dan raganya, Yohan benar-
benar tidak suka pemandangan di hadapannya.

Jadi, dia mengambil langkah mundur lalu


menutup pintu kamar dengan kencang.

Brak!

324
YOHAN LAGI KAMBUH

325
21. Thanks Calix

Malam itu Calix mengikuti Lana yang memilih


menenangkan dirinya di taman sebab seluruh
barang-barang termasuk pakaiannya berada di
dalam kamar Yohan dan mustahil baginya untuk
masuk kesana lagi setelah apa yang terjadi.

Calix sendiri melihat bagaimana kemarahan


besar Yohan tadi. Jujur ia belum pernah melihat pria
itu dalam kondisi semarah barusan. Untuk sesaat
saja Calix sempat gemetar namun melihat
bagaimana Lana ketakutan, Calix mencoba menekan
rasa takutnya dan berhasil tak gentar.

"Yang Mulia, tunggulah disini. Tolong dengarkan


saya." Ucapnya pada gadis yang masih nampak syok
berat itu lalu ia pergi mendatangi Hestia.

326
"Hestia, Panglima Istana mencarimu." Ujar
rekannya yang merupakan kakak dari Selene tepat
saat Hestia baru akan menutup diri dengan selimut
sebab gadis itu baru saja berbaring.

"Tuan Calix mencariku?" Hestia bertanya pada


gadis itu tapi dia mengedikkan bahu.

Setelah merapikan pakaian yang dikenakannya


Hestia bergegas keluar dari ruang peristirahatan dan
mendapati Calix berada tepat di samping pintu.

"Ada perihal penting apa sampai-sampai anda


menemui saya di larut malam begini, Tuan?" Hestia
langsung bertanya pada poin inti alasan Calix
menemuinya.

"Aku butuh kain atau jubah atau apapun itu


terserah padamu." Ujar Calix asal.
Alis Hestia bertaut bingung dan menjadi sangat

327
penasaran terlebih karena Calix nampak terburu-
buru. "Untuk apa semua itu?"

"Permaisuri." Calix menjawab, "bisa tolong


bawakan dengan cepat?" pintanya kembali pada
topik.

Untuk sesaat dahi Hestia berkerut, menunjukan


sedikit rasa kesal disana tapi kemudian dia langsung
kembali masuk ke ruangan tadi dan membawakan
selimut kain yang masih baru.

"Hanya ini yang kupunya." Ujarnya sambil


menyerahkan kain itu pada Calix.

"Terimakasih." Ucap Calix membalas lalu berbalik


akan pergi tetapi Hestia memanggilnya dan bertanya.

"Apa yang terjadi?" Gadis itu menjadi dua kali

328
lipat lebih penasaran.

Calix menggeleng. "Aku tidak bisa


memberitahukan hal yang menyangkut privasi."
Sahutnya menolak memberi penjelasan lebih lanjut
tentang apa yang terjadi pada Permaisuri.

"Kita kan teman." Celetuk Hestia bersikukuh ingin


tahu.

Calix mengangkat sebelah alisnya mencoba


mencerna dengan baik apa yang baru saja Hestia
katakan. "Teman?" tanyanya.

Hestia mengangguk. "Iya, kita teman. Kau tidak


akan memberitahukannya pada temanmu?"

"Ini menyangkut pekerjaan." Calix agak terkejut


akan Hestia yang terkesan ingin tahu. "Aku tidak

329
bisa mengatakan apapun soal itu pada orang lain.
Mengapa kau mengatasnamakan pertemanan kita?"

Sadar dirinya telah salah berucap, Hestia segera


meminta maaf. "Aku minta maaf, aku melewati
batas tanpa sengaja. Maafkan aku, Tuan Calix."

Sebelum berbalik Calix berkata, "jangan diulangi."

Hestia mengangguk dan menatap kepergian


Calix. Merutuk dalam hati atas kebodohannya
sendiri hanya karena merasa penasaran mengenai
apa yang terjadi pada Permaisuri malam ini.
Bukankah beberapa waktu lalu dia berada di kamar
Kaisar sambil berpelukan? Hal apa yang membuat
Lana bisa bersama Calix tiba-tiba? Jangan-jangan
mereka pisah ranjang?
Bagus Hestia tersenyum karena sangat
mengharapkan hal itu. Lagipula bukankah dirinya
jauh lebih baik dari Lana? Dan sejak awal Lana
sendiri yang memberi celah padanya untuk masuk

330
dalam hubungan pernikahannya walau sampai saat
ini Yohan masih belum menunjukkan tanda-tanda
akan membuka diri padanya.

"Pasti sebentar lagi." Gumam Hestia percaya diri,


ia sangat yakin.

***

Kembali pada Calix yang menghampiri Lana di


taman. Gadis itu masih duduk sendiri, menatap lurus
ke arah depan sesekali melihat ke arah samping
kanan dan samping kiri, masih merasa was-was
padahal Yohan berada jauh di kamarnya tidak di sini.

Sampai kemudian Calix kembali dengan satu


tangan terulur memberikan kain selimut yang
didapatnya dari Hestia karena bagian belakang gaun
Lana sudah koyak akibat Yohan.

331
"Yang Mulia, pakailah untuk menutupi punggung
anda." Ucap Calix pada Lana.

"Terimakasih." Lana menerima kain itu dan


memakainya menutupi bagian punggungnya yang
terbuka sampai ke pinggang belakang.

"Saya tidak akan mengatakan apapun." Calix


berujar, "saya akan pastikan kejadian malam ini tak
diketahui oleh siapapun." Dia cukup merasa kasihan
kepada Lana sebab tahu betul seperti apa tipikal
Yohan. Pria itu cenderung meledak-ledak, emosi
terkadang tak stabil, dan kadang menyerang tiba-
tiba seperti tadi.
Lana tidak menjawab, ia bingung harus merespon
apa terhadap perkataan Calix tapi setidaknya berkat
lelaki itu Lana bisa selamat kalau Calix tak ada
mungkin tubuhnya sudah berubah jadi bubur
sumsum.

332
"Aku tidak apa-apa." Mendongak ke arah Calix,
Lana tersenyum tipis. "Kau melanggar perintah
Kaisar. Apa itu baik untuk jabatanmu?"

"Melindungi Kaisar dan Permaisuri ada dalam


sumpahku ketika menerima jabatan ini." Calix
membalas tanpa melihat ke arah Lana, tatapannya
mengarah lurus menatap dedaunan kering di atas
rumput.

Tak ada jawaban lagi dari Lana. Calix


menurunkan pandangan, menunduk turut
mengamati apa yang sedang Lana lihat. Rupanya
gadis itu sedang memperhatikan jari manis tangan
kanannya yang bengkok akibat benturan saat
terjatuh tadi.
Perlahan Calix berlutut di hadapan Lana lalu
mengulurkan tangan terbukanya pada gadis itu. "Biar
saya periksa, tangan anda terkilir cukup parah."

Lana menatap jarinya sendiri yang terlihat

333
bengkok ke arah luar. Rasanya sangat sakit tetapi ia
bahkan baru menyadarinya beberapa saat lalu. Dan
ketika Calix mengulurkan tangannya, Lana benar-
benar ragu. Takut kalau pria itu akan
mematahkannya.

"Saya tidak akan mematahkannya." Seolah


menjawab keraguan Lana, Calix menghela nafas lalu
meminta tangan gadis itu sekali lagi.

"Perlahan." Lana berucap memperingatkan saat


Calix baru akan menyentuh jari tangannya.

"Yang Mulia," tiba-tiba Calix mendongak dan


memanggilnya sehingga tatapan Lana beradu
dengannya. "Anda tahu perbedaan anda dengan
bulan?"

"Aku--"

334
Krek!

"UKHH!" kedua mata Lana melebar seketika, ia


sedang berpikir saat Calix mendadak melakukan
sesuatu pada jari manisnya hingga berbunyi nyaring
dan terasa menyakitkan.

"Sudah beres." Ucap lelaki itu seraya bangkit


berdiri dan mundur lalu menepi kembali ke tempat
semula.

"Yang tadi itu hanya pengalihan topik rupanya."


Lana memasang ekspresi julid sambil menatap
jarinya dan Calix secara bergantian.

"Sudah tidak bengkok." Batinnya.

"Anu... ada hal yang ingin kutanyakan padamu."


Ucapan Lana sukses membuat Calix menoleh ke

335
arahnya. "Saat aku keracunan karena memakan roti,
ada seorang pelayan di dapur waktu itu. Apa kau
bisa beritahu padaku identitasnya?"

"Mereka sudah dihabisi." Balas Calix jujur lagipula


ia merasa Permaisuri layak tahu tentang itu. "Semua
yang bekerja di istana hari itu dihabisi."

"Yohan, ma-maksudku... Kaisar melakukannya?"

Calix mengangguk. "Ya"

Lalu ia menambahkan, "anda sebaiknya berhati-


hati. Malam ini saya bisa melindungi anda tapi tidak
ada yang tahu mengenai malam-malam berikutnya.
Ditambah lagi... anda sudah dengar mengenai
perjalanan kunjungan ke Benua sebelah?"

"Aku tahu." Lana membaca bukunya, disana

336
tertulis jelas Yohan pergi bersama Hestia jadi
seharusnya ia tidak perlu mempersiapkan diri atau
memikirkan perjalanan itu.

"Aku akan berhati-hati." Jawab Lana seadanya.

"Sebaiknya anda kabur." Celetuk Calix. "Tidak ada


yang tahu apakah nasib baik akan datang dua kali
pada anda."

Lana terdiam mencerna kata-kata Calix yang bisa


dibilang sangat benar. Tetapi, kalaupun kabur dari
sini kemana ia akan pergi nantinya? Di tempat asing
ini bagaimana Lana akan bertahan?

"Saya bisa membantu jika anda mau." Ujar Calix


menawarkan bantuan lagi.

Tanpa keduanya sadari Hestia memperhatikan

337
dari jauh, melihat bagaimana Calix berinteraksi
dengan Lana meski tak dapat mendengar atau
menebak apa yang mereka bicarakan tapi sepertinya
perbincangan itu cukup serius.

Hestia tersenyum miring. "Saat yang bagus untuk


menyalakan api." Gumamnya licik.

***

338
CALIX

339
22. That Night

"Yang Mulia..." seseorang memanggilnya


ditengah kegelapan, membuat langkah Lana yang
hendak kembali ke dalam bangunan istana setelah
cukup lama berada di taman terhenti.

Seseorang itu memakai jubah untuk menutupi


dirinya, tetapi dari suaranya Lana tahu dia
perempuan dan nampak menyelinap diam-diam ke
dalam istana supaya bisa menghampirinya.

"Saya ingin membicarakan hal penting." Ucapnya,


"ini tentang malam itu."

Kening Lana berkerut, ia nampak kelihatan


sangat bingung. "Malam itu?"
Perempuan itu lalu maju selangkah dan
menunjukkan dirinya. "Saya mantan kepala pelayan.

340
Saya mengundurkan diri setelah kejadian anda
memakan roti beracun yang sebenarnya disediakan
untuk saya."

"Ayo bicara di tempat lain." Putus Lana bergegas


menarik tangan perempuan itu menuju tempat yang
lebih tertutup.

"Kita ke gudang, Yang Mulia." Ujar perempuan itu


memberi saran dan seketika Lana mendadak curiga.

Langkahnya yang semula cepat perlahan


melambat. Alarm dalam tubuhnya mengatakan ada
tanda bahaya jika Lana mengikuti perempuan itu.
Jadi, dia berhenti dan perempuan itu menyadarinya.

Seketika ingatan Lana terputar pada kejadian


malam itu, saat ia memakan roti yang mengandung
racun. Roti yang seharusnya dimakan oleh kepala
pelayan yang bekerja pada hari itu.

341
"Dari mana saja kalian? Mengapa tidak ada yang
berjaga di sekitar!?"

Suara gadis pelayan yang menjadi saksi Lana


memakan roti itu kembali terngiang disusul suara
prajurit yang menjawab.

"Itu... kami habis beristirahat sebentar sambil


makan kue dan minum teh, maaf."

Makan kue? Minum teh!? Itu berada diluar jadwal


prajurit malam itu dan kembali pada narasi novel
yang dibacanya... satu-satunya orang paling baik hati
dan rajin menawarkan kue serta teh buatannya pada
para pelayan serta prajurit adalah…

Hestia.

342
Sementara itu ucapan Calix kembali terngiang.
Beberapa saat lalu Calix juga memberitahu hal lain
yang terjadi malam itu saat Lana tak sadarkan diri
karena pengaruh racun.

"Saat aku keracunan karena memakan roti, ada


seorang pelayan di dapur waktu itu. Apa kau bisa
memberitahu padaku identitasnya?"

"Mereka sudah dihabisi."

"Semua yang bekerja di istana itu dihabisi."


Semua…

Semua yang bekerja di istana…

Termasuk kepala pelayan juga.

343
Artinya seseorang yang ada di depannya ini?

Perempuan itu menoleh dan menegur Lana yang


tiba-tiba berhenti. "Yang Mulia, mengapa Anda
berhenti? Saya memiliki informasi tentang orang itu.
Saya tahu siapa---"

"Bohong!" bantah Lana, perlahan dia mengangkat


satu kakinya dan melepaskan sepatu hak berbahan
campuran emas yang dipakainya.

"Siapa..." Lana tahu ia tidak boleh sepolos


sebelumnya dengan mempercayai orang begitu saja.

"Siapa apanya Yang Mulia?" perempuan itu


nampak panik.

"Siapa yang ada di gudang?" Lana bertanya.

344
"Tidak ada siapa---"

"Bohong!" sekali lagi Lana memotong perkataan


perempuan itu dengan tegas.

"Yang Mulia, anda..." Perempuan itu berjalan


mendekati Lana, mencoba membela diri dengan air
muka panik.

Bugh!

"Akhhh!"

Lana memukul perempuan itu tepat di wajahnya


menggunakan bagian hari sepatunya. Membuat
perempuan itu berteriak kesakitan sambil
memegangi wajahnya. Disaat itulah Lana mengambil
kesempatan untuk melarikan diri menuju kamar Ibu
Suri di lantai atas.

345
Tepat setelah Lana pergi seorang pria muncul
dari balik kegelapan, tepatnya dari arah lorong
menuju gudang. Sontak perempuan tadi segera
membungkuk hormat dan meminta maaf.

"Maafkan saya Tuan, Permaisuri sepertinya


mengetahui rencana anda dan berhasil melarikan
diri."

"Sial!" decak pria itu, "padahal aku sudah


memastikan Hestia melihatnya dan sekarang gadis
itu pasti sedang memanasi Ibu Suri namun aku
gagal menangkap Permaisuri. Sial! Sial! Sial!"
umpatnya berkali-kali sambil meninju dinding.

"Tuan, sabarlah..." perempuan itu menasehati.


"Pasti ada hari lain--"

"Gagal!" desis pria itu. "Aku hanya punya satu kali

346
kesempatan untuk menculik Permaisuri tapi semua
hancur gara-gara kau!"

Perempuan itu segera bersujud di kaki pria


tersebut. "Ampuni saya Tuan! Saya mohon ampun!
Jangan bunuh saya, saya mohon!"

Sementara itu di tempat lain tepatnya di kamar


Ibu Suri, seperti halnya yang dikatakan oleh pria
tadi... Hestia melancarkan aksi untuk menyalakan
api diatas kompor.

"Ibu Suri, maafkan saya mengganggu anda di


tengah malam begini tapi saya baru saja mendengar
hal penting. S-saya rasa anda perlu tahu." Ujar Hestia.

Yurisia yang sedang menikmati alkohol dalam


posisi setengah merebah sontak mengalihkan
pandangan ke arah pintu, tempat dimana pelayan
muda kesayangannya itu berdiri.

347
"Ada apa?" tanyanya. "Hal penting apa yang kau
maksud?"

"Permaisuri berniat melarikan--"

"Aku tidak lari!" Lana muncul tepat waktu dan


memekik. "Dia bohong, Ibu!" tatapan tajamnya
mengarah langsung pada Hestia yang nampak panik.

"Permaisuri..." Yurisia bangkit mengubah posisi


santainya menjadi duduk, ekspresi di wajahnya
berubah tegang terutama saat melihat penampilan
menantunya yang berantakan dan hanya memakai
satu sepatu di kaki. "Apa yang telah terjadi
padamu?"

Sebelum menjawab pertanyaan Yurisia, Lana


menoleh dan menatap tajam pada Hestia dengan
wajah kesal. "Apa yang kau tunggu disini? Kau ingin

348
menguping!?" tudingnya membentak.

"M-maafkan saya Yang Mulia." Sesal Hestia


menunduk lalu membungkuK. "Saya akan pergi,
permisi."

"Permaisuri, ada apa denganmu?" raut wajah


Yurisia berubah khawatir.

Tepat setelah pintu ruangan ditutup selepas


kepergian Hestia, Lana beringsut mendekati Yurisia
lalu terduduk di hadapan wanita itu dan menangis
sambil menempatkan wajahnya diatas paha wanita
tersebut.

"Ibu, hiks..."

"Permaisuri..." Yurisia tertegun, entah mengapa


dia turut sedih mengetahui menantunya datang dan

349
menangis di kakinya. "Apa yang terjadi padamu?"

Sambil mengangkat dagu Lana, Yurisia bertanya


pada gadis itu. "Mengapa penampilanmu begitu
buruk?"

Lana menggeleng di tengah tangisan tanpa


suaranya lalu kembali menjatuhkan kepalanya di
antara lipatan tangan yang ia letakkan diatas paha
Yurisia.

"Kau bertengkar dengan Kaisar?" tebak Yurisia.


Meskipun belakangan ini dia tidak menyukai Lana
tetapi melihat cara gadis itu menangis membuat
hatinya mendadak terasa pilu.

"T-tolong... tolong berhentilah mempercayai


ucapan dari pelayan itu." Lana berkata sambil
menyeka air matanya setelah tidak begitu
sesenggukan. "Dia orang yang buruk."

350
"Maksudmu Hestia?"

"Y-ya. Sebagian besar ucapannya adalah bohong.


Bukankah ibu tadi mendengar dia bilang aku akan
melarikan diri?"
Yurisia mengangguk. "Ya, aku sempat
mendengar separuh."

"Dia bukan orang baik." Lana berkata lagi,


berharap Yurisia berhenti mempercayai ucapan
Hestia.

"Permaisuri, menuduh tanpa bukti walau


terhadap pelayan sekalipun... kau tahu betapa tidak
bijaksananya perilaku itu, kan?" Yurisia berkata,
bukan berarti dia membela Hestia tapi ucapan Lana
tidak berdasar bukti.

351
"Aku tidak meminta ibu memecatnya atau
mengusirnya dari istana," Lana menjawab perkataan
Yurisia sambil menatap mata wanita itu lekat-lekat.
"Aku hanya meminta ibu untuk tidak terlalu
mempercayainya. Bisakah ibu melakukan itu?"

Yurisia menghela nafas kasar sambil mengusap-


usap lembut puncak kepala Lana. "Permaisuri, jika
ucapan yang kau katakan barusan atas dasar rasa
cemburu karena Hestia akhir-akhir ini lebih sering
merawat Yang Mulia dibanding--"

"Aku tidak cemburu ibu, aku sama sekali tidak


merasa cemburu." Bantah Lana sekenanya. "Aku
tidak peduli dengan siapa yang menghabiskan
waktunya bersama Yang Mulia, aku hanya ingin ibu
berhenti terlalu mempercayai kata-kata gadis itu.
Aku memang tidak punya bukti, tapi apakah ibu akan
tetap lebih mempercayai pelayan itu dibanding
menantumu?"

352
Yurisia terdiam.

Lana kembali berkata. "Jika aku sampai terusir


dari tempat ini maka semuanya akan hancur, Bu.
Semua akan berakhir, semuanya."
Perkataan Lana bukan sekedar ucapan tidak
mendasar. Dalam waktu singkat dia telah
menemukan kecocokan antara kehidupan yang
sekarang dan narasi dalam buku.

Singkatnya jika Hestia berhasil masuk dalam


kehidupan Yohan, balas dendam yang Calix lakukan
akan berhasil dan Yurisia terbunuh.

Sebab di tengah-tengah Calix sempat ragu dan


mengurungkan niat untuk balas dendam akan tetapi
saat tahu Hestia lebih memilih Yohan, amarahnya
kembali bangkit dan melaksanakan niatnya.

Ya, meskipun peran Yurisia tidak terlalu penting

353
dalam buku atau dalam kehidupan sekarang tapi
tetap saja Lana akan merasa bersalah... Lana akan
merasa sangat bersalah jika tidak bisa
menghentikannya, dia menyadari perasaan itu
semenjak menerima jati diri dan gelarnya ditempat
ini serta mulai bertekad untuk mengubah akhir kisah
ini menjadi lebih baik tanpa Hestia di dalamnya.

Dan barusan Lana tahu seseorang sedang


menjebak dirinya. Jika tadi ia lengah dan terlalu
polos maka tamat sudah riwayatnya, entah ia akan
berakhir dimana nantinya tetapi seperti pada ending
buku namanya tidak pernah disebutkan lagi.

Karena itu Lana yang ini akan berusaha bertahan


sampai akhir meski sampai saat ini ia masih belum
tahu cara menghadapi dan mengatasi emosi Yohan
yang meledak-ledak.

Yurisia menghela nafas lalu ia mengangguk dan


menanggapi. "Baiklah, ibu akan menjaga jarak

354
darinya sesuai permintaanmu."

"Terimakasih ibu." Lana tersenyum lalu beringsut


bangkit seraya menyeka air matanya.

"Sebagai gantinya boleh aku minta satu hal?"

Lana menatap Yurisia menunggu wanita itu


melanjutkan. "Apa itu?"

"Tolong lebih perhatikan Yohan, aku tahu


buruknya penampilanmu malam ini disebabkan
amukan anak itu. Dia putraku jadi aku tahu segala
hal tentangnya dan alasanku melamarmu untuk
menikah dengannya karena kau berasal dari wilayah
kecil yang jiwa penghuninya tidak begitu banyak
sehingga jika kau terbunuh atau menghilang tiba-
tiba... tidak akan ada seorangpun yang berani datang
dari tempatmu untuk meminta keadilan." Tuturnya
tanpa rasa bersalah di wajah.

355
Lana tertegun mendengar jawaban tak terduga
yang tidak pernah disebut dalam narasi atau dialog
novel. "Hah... Lana, nasibmu sungguh menjijikan.
Sungguh... sepertinya aku benar-benar butuh
psikiater sekarang."

Rupanya begitu, ternyata seperti itu.

356
23. The Sane One Gives Up

"Maafkan aku." Lana berdiri pagi-pagi sekali di


depan pintu kamar Yohan, mungkin bisa dibilang
walau tak ada harapan banyak tapi setidaknya hanya
pria itu yang bisa benar-benar memberinya
perlindungan sekarang atau bisa dibilang hanya
Yohan yang tidak berniat menghilangkannya secara
diam-diam.

"Kau masih berani menunjukkan gigi


dihadapanku?" balasan tak ramah didapat Lana dari
pria itu.

"Aku tidak mungkin kabur dan melarikan diri,


kan?" Lana tersenyum mulai memilih untuk berperan
sabar dalam situasi ini dan membawa Yohan
perlahan ke pihaknya.

357
"Kau salah minum obat?" Yohan berkata sinis.
"Menjauhlah dariku." Desisnya seraya menghindari
Lana dengan mengambil langkah ke kiri tapi gadis
itu sengaja mengambil langkah ke arah yang sama.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Lana tersenyum,


Yohan nampak mengerutkan dahi bingung terlebih
ketika gadis itu mengambil tangannya. "Jangan
khawatir meski semalam kau sangat menakutkan
aku telah memutuskan akan bersamamu
selamanya."

"Permaisuri," Yohan menempatkan telunjuknya


tepat di dahi Lana, di bagian tengah lalu berkata.
"Kau sakit?"

Lana tersenyum sampai kedua matanya


membentuk bulat sabit. "Aku ingin merawat suamiku,
apa itu sebuah keanehan?" katanya bertanya
membuat Yohan merasa agak panas dibagian
belakang telinga.

358
"Atas sikapku yang sebelumnya; yang sempat
memintamu bersama perempuan lain atau
semacamnya... tolong lupakan itu, aku minta maaf
karena sempat meremehkanmu." Lana kembali
berkata membuat Yohan merasa agak tidak nyaman
karena sebelumnya dia tidak pernah disambar
dengan banyak kalimat semacam ini oleh Lana
bahkan istrinya itu terbilang penyendiri.

Apa mungkin semalam kepala gadis itu terbentur


sesuatu sehingga menyebabkan sikapnya jadi
berubah begini?

"Pepatah bilang api dilawan api maka akan


tercipta kebakaran hebat, cobalah menyiraminya
dengan air sedikit demi sedikit." Ucap Lana dalam
hati sesuai dengan yang dilakukannya saat ini yaitu
melunak duluan untuk Yohan walau rasa agak aneh
dan terbilang tiba-tiba tetapi Lana sudah bertekad
untuk memperbaiki takdir semua orang terutama
pria sinting di depannya.

359
Yohan tidak tahu bagaimana cara menanggapi
Lana, ini terlalu tiba-tiba dan lumayan mengganggu
tapi Yohan akui ia tidak seberapa membencinya.

"Belum sarapan, kan?"

Lana mengulurkan satu tangannya masih dengan


senyum manis diwajah. "Sebelum bekerja ada
baiknya kita makan bersama terlebih dahulu."

"Aku tidak punya waktu."

"Aku tahu." Balas Lana, berbalik sebentar dan


mengambil alih nampan berisi berbagai jenis
makanan yang diambilnya dari ruang makan.
"Karena itu sudah kubawakan."

Yohan melirik sekilas tanpa ada hawa tertarik


sedikitpun terhadap makanan yang Lana bawa. Dan

360
daripada berdebat dengan gadis itu Yohan memilih
berjalan melewatinya menuju ruang kerja pribadinya.

"Kau pergilah." Pinta Lana pada pelayan yang tadi


sempat memegangi nampannya lalu ia menyusul
langkah Yohan yang sudah jauh di depan karena
terbilang cepat.

"Baik Yang Mulia, saya permisi." Pelayan tadi


membungkuk sebelum pergi.

Lana bergegas. Yohan sudah masuk ke dalam


ruang kerja pribadinya dan pria itu tidak suka
diganggu tetapi Lana memaksa dan tak ada satupun
prajurit maupun penjaga di istana ini yang bisa
melarang seorang Permaisuri masuk ke ruangan
Kaisar.

"Sarapan terlebih dahulu." Lana berdiri di depan


meja kerjanya bersama nampan dan senyum yang

361
sama, membuat Yohan yang baru akan memeriksa
gulungan berisi data keuangan berdecak.

"Bawa itu pergi dari sini." Katanya memerintah


sambil menggesturkan gerakan mengusir
menggunakan dagu supaya Lana pergi tapi Lana
sama sekali tidak berkutik dan tetap berdiri disitu.

"Aku pergi setelah kita sarapan." Ujarnya mutlak.

"Letakan di sana," Yohan menunjuk salah satu


meja yang agak jauh tetapi Lana menggelengkan
kepalanya.

"Aku ingin kita makan bersama." Ucapnya


bersikukuh membuat Yohan mendesahkan nafasnya
kasar sembari menyugar rambutnya ke arah atas.
"Baiklah!" desisnya kesal, menggeser gulungan
kertas yang ada di mejanya dengan kasar sehingga
ada ruang bagi Lana untuk menempatkan nampan.

362
Lana lalu menarik sebuah kursi terdekat dan
duduk berhadap-hadapan dengan Yohan. Nampak
tangannya yang terkepal berada diatas meja
gemetar, dia takut tapi sebisa mungkin tidak
memperlihatkannya pada pria itu. Menutupinya
dengan senyuman.

Yohan mengambil salah satu potongan daging


dengan belati kesayangan miliknya yang ia tusukan
ke sana lalu memasukan potongan daging itu ke
dalam mulut.

"Kau tidak makan?" pertanyaan itu dilemparkan


pada Lana setelah ia menelan potongan daging tadi.

"Setelah kau, itu aturan yang ada ditempat ini.


Benar, kan?"

"Tidak juga." Yohan menyahut datar lalu menusuk

363
potongan daging lain dengan belatinya dan kali ini
diarahkan ke mulut Lana. "Makan atau kurobek
mulutmu." Ancamnya sukses membuat Lana
membuka mulut dan menerima suapan itu.

Lana melirik tangannya yang gemetaran, ia harap


Yohan tak menyadari itu. Sebab kejadian semalam
masih sesekali terbayang dan membuatnya merasa
ketakutan.

"Aku sudah selesai." Yohan meletakkan belatinya


setelah memakan tiga potong daging yang
ukurannya terbilang kecil sampai-sampai Lana
mengerutkan dahi.

"Hanya segitu?" herannya mengingat banyak


aktivitas yang pria itu harus lakukan.

"Apa lagi?" sahutan dengan nada jengkel


terdengar dari bibir Yohan, nampaknya pria itu benar-

364
benar ingin melumat Lana hidup-hidup karena gadis
itu terlalu banyak protes dan bertanya.

"Kau akan beraktivitas seharian tapi hanya


makan sesedikit itu?"

"Hidupku bukan untuk makan saja." Jawab Yohan


realistis.

Lana menarik nafas lalu menghembuskannya


dengan cepat, sedang mengumpulkan nyali. Lalu ia
mengambil garpu lalu menusuk potongan daging
lain kemudian diarahkan ke mulut Yohan.
"Kau bisa lanjut memeriksa data dalam gulungan
kertas itu, aku akan suapi." Ucapnya yakin tapi
dengan tangan gemetaran dan kini Yohan menyadari
itu.

Lana refleks menggenggam pergelangan tangan


kanannya menggunakan tangan kiri sehingga Yohan

365
jadi teringat hari dimana mereka menikah lalu
berdoa bersama dan pada waktu itu Lana juga
melakukan hal sama. Memegang tangannya yang
gemetaran dengan tangan lain.

"Ibu menyuruhmu?" Yohan menebak. "Aku tahu,


pergilah dari sini."

"Tidak, aku--"

"Pergi dari sini sebelum kesabaranku habis."


Yohan memotong ucapan Lana sambil menatap
tajam ke arah gadis itu, matanya yang agak melotot
membuat Lana takut dan menyudahi usahanya pagi
ini.

"Baiklah, aku pergi." Perlahan Lana bangkit juga


membawa kembali nampan berisi makanan yang
tersisa kemudian meninggalkan ruangan itu.

366
"Cukup untuk hari ini." Lana berkata pada diri
sendiri.

Setelah keluar dari sana Lana merasa lega,


jantungnya yang sempat nyaris copot perlahan
berdetak lebih normal. Sungguh berpura-pura tidak
takut itu melelahkan sampai seluruh tubuhnya
terasa berkeringat semua padahal baru mandi
beberapa saat lalu.

Namun sekarang setidaknya Lana tahu siapa


seseorang yang membawa racun itu ke dalam istana
dan mencampurnya dalam roti.
Hestia tidak salah lagi. Tebakannya sudah valid
sebab jika kepala pelayan mengalami keracunan dan
Hestia adalah satu-satunya orang yang memiliki
penawar racun tersebut kemudian memberikannya---
bertindak seolah dialah pahlawannya lalu mendapat
kepercayaan dan naik jabatan seperti pada novelnya.

Bagaimana bisa Lana tidak mencurigai gadis itu

367
sejak awal?

Entah apa langkah berikutnya yang akan diambil


oleh Hestia tetapi Lana mulai waspada dan tak akan
membiarkan perempuan itu berhasil mendekati
Yohan.

Lana tidak apa-apa jika Yohan menceraikannya


lalu menikah lagi tapi tidak dengan Hestia. Ada
banyak gadis di seluruh penjuru wilayah dan tak
harus Hestia. Lana akan pastikan dulu calon Yohan
adalah perempuan baik-baik.
Sekarang tujuan Lana adalah menemui Calix
untuk membahas kejadian semalam, saat ia akan
kembali ke dalam istana tapi malah bertemu dengan
perempuan yang menyamar dan mencoba
menjebaknya.

"Tolong bawa ini ke dapur." Lana memerintah


salah satu pelayan yang berpapasan dengannya
untuk membawakan nampan tadi ke dapur.

368
"Akan saya lakukan, Yang Mulia." Jawab pelayan
itu.

Lalu Lana membawa langkahnya sampai ke


tempat latihan para prajurit dan menemukan Calix
berada disana sedang melatih anak buahnya. Bukan
hal yang mengherankan jika melihat pria berstatus
Panglima Kerajaan itu berada disana tetapi karena
tak ingin mengganggu, Lana menunggu sampai
Calix selesai dan menepi.
Mungkin sekitar empat puluh menit Lana
menunggu sampai Calix menyadari kehadirannya
dan menghampiri dengan wajah penuh tanda tanya.

"Anda mencari saya?"

Lana mengangguk. "Ada hal penting yang ingin


kukatakan padamu."

369
"Disini?"

"Disini saja." Ucap Lana kemudian menceritakan


kronologi kejadian semalam dan perempuan itu.
"Aku memukulnya di dekat mata jadi seharusnya dia
punya lebam di wajah dan kurasa dia salah satu
pekerja di istana. Bisa kau temukan dia?"

Calix berpikir sejenak, sesaat Lana melihat


bagian punggung tangan Calix terluka seperti habis
memukul sesuatu yang keras berkali-kali. Saat tahu
Lana melihat tangannya, Calix segera
menyembunyikannya ke belakang punggung.

"Saya akan mencarinya segera." Ucap Calix


membalas permintaan Lana.

"Luka itu..."

370
"Ini karena latihan." Jawab Calix cepat.

"Barusan?"

Calix mengangguk. "Ya, ada latihan memukul


patung kayu."
Meski Calix bilang dia baru saja terluka tapi Lana
tidak percaya sebab meskipun ia bodoh tapi masih
bisa membedakan luka yang tercipta barusan
dengan luka yang sudah sehari atau semalam.
Tetapi, Lana memilih untuk tidak lanjut bertanya.

"Obati dengan salep." Sarannya pada laki-laki itu.

Calix mengangguk. "Segera saya lakukan setelah


ini."

"Baiklah, beritahu aku jika ada perkembangan."


Lana berucap meski begitu ia tahu pria di

371
hadapannya ini teman baik Hestia dan tidak bisa
terlalu dipercaya, Lana tetap harus berhati-hati.

372
24. The Empress's Answer

"Y-Yang Mulia, sa-salam hormat!" gadis kecil


bernama Selene itu segera membungkuk ketika
menyadari kedatangan Permaisuri ke tempat
peristirahatan para pelayan.

Lana melirik sekilas pada anak itu lantas ia


berkata. "Tunjukan padaku tempat tidur dan lemari
Hestia."

Selene mengangguk, gadis polos itu sama sekali


tidak tahu apa-apa. "Si-silakan lewat sini, Yang
Mulia." Ujarnya bergegas mengambil satu langkah di
depan Lana, mengarahkan gadis itu sampai ke
tempat tidur Hestia.

"Ini?" Lana bertanya memastikan dan Selene


mengangguk sebagai jawaban pasti.

373
"Dimana lemarinya?"

Selene lalu menunjuk ke salah satu lemari di


tempat itu. "Milik Kak Hestia yang gagangnya
ditandai dengan pita warna kuning."

Lana mengangguk. "Baiklah, sekarang pergi dari


sini."

Selene kemudian mengangguk dan pergi dari


ruangan itu sesuai dengan permintaan Lana. Dia
cukup pandai untuk tidak mempertanyakan apa yang
sedang dilakukan oleh Seorang Permaisuri karena
merupakan larangan, pantang bagi kasta pelayan
sepertinya bertanya atau ingin tahu tentang kegiatan
majikan.

Setelah Selene pergi dan terdengar suara pintu


ruangan di geser tertutup, Lana langsung
membongkar tempat tidur Hestia untuk mencari

374
sesuatu yang berkaitan dengan racun itu.

Mulai dari menyibak sprei, membongkar sarung


bantal, serta mengangkat kasur tipis yang yang
melapisi ranjang kayu tersebut tetapi Lana tidak
menemukan apapun.

Namun ia belum menyerah, masih ada lemari


yang belum ia periksa dan sekarang langkahnya
menuju ke sana. Hal serupa langsung Lana lakukan.
Membongkar seluruh tumpukan pakaian milik Hestia
tanpa peduli kekacauan yang tercipta karena aksinya
membuat banyak tumpukan pakaian lain yang ada di
sekitar ikut berjatuhan.

"Aku harus menemukanya. Dia pasti punya bekas


botol racun atau semacamnya, pasti ada." Yakin
Lana kembali membongkar sisa tumpukan terakhir
sampai lemari itu benar-benar kosong tapi
dugaannya tentang botol racun itu salah.
"Dimana dia menyembunyikannya?" Lana

375
menggertakan gigi, ia tahu Hestia tidak mungkin
ceroboh dan membuang botol itu begitu saja
terlebih peraturan tidak mengizinkan pelayan istana
keluar melewati gerbang selama masa kontrak kerja
belum habis.

Lana hampir putus asa dan hendak pergi tetapi


ada sebuah celah janggal di salah satu lapisan
lemari tersebut. Lana mendekatkan wajah seraya
mengorek celah sedikit retak di dalam sana lalu
retakkannya melebar, membentuk lubang. Ah,
sebuah tempat penyimpanan rahasia.

"Ketemu!" seru Lana dalam hati.

Kedua mata Lana berbinar kala menemukan


botol yang dicari, ia yakin di dalamnya berisi racun.
Lana hanya perlu membawanya pada ahli
pengobatan untuk memastikan namun saat akan
berbalik, ia mendapati Hestia sudah berdiri di
belakangnya.

376
"Yang Mulia, mengapa anda membongkar tempat
tidur dan lemari penyimpanan pakaian saya?" Hestia
bertanya dengan ekspresi bingung di wajahnya lalu
sekilas terkejut ketika melihat Lana memegang
botolnya.

"Itu obat saya, Yang Mulia." Ucapnya.

"Obat?" Lana menggenggam botol kaca berwarna


cokelat itu erat-erat. "Obat apa?" tanyanya tak
mungkin mempercayai Hestia lagi sebab bisa jadi
ada hal-hal diluar alur serta narasi novel karena
disini, ditempat ini ada sebuah kehidupan yang
berjalan dan setiap tokoh atau orang memiliki
pemikirannya masing-masing.

"Obat batuk." Jawab Hestia penuh ketenangan.


"Bisa tolong kembalikan obat itu pada saya?"

Lana menatap botol itu dan Hestia secara

377
bergantian. "Aku harus memeriksanya terlebih
dahulu."

"Apa yang ingin anda periksakan? Itu hanya obat


batuk, Yang Mulia."

"Mengapa kau bersikeras?" Lana balik bertanya.


"Aku hanya akan membawanya pada ahli
pengobatan untuk diperiksa, jenis obat apa yang ada
di dalamnya."

"Yang Mulia, anda mencurigai saya?" Hestia


menembak Lana dengan kalimatnya.

"Seorang pelayan tidak berhak mempertanyakan


apa yang ingin kulakukan." Ucap Lana membalas
telak, membungkam Hestia sesaat dan membuat
gadis itu agak panik lagi tetapi masih bisa diatasi.

378
"Saya tahu mengenai hal itu, tapi tindakan anda
tidak dibenarkan karena melanggar privasi dan hak
asasi manusia. Bagaimana jika masyarakat---"

"Kau akan menyebarkannya lagi?" potong Lana


cepat.

Hestia menghela nafas lalu mengulum senyum


manis di bibir. "Meskipun anda sudah melakukan
bakti selama sebulan penuh dan berhasil membuat
banyak orang berada di pihak anda tetap saja pada
dasarnya mereka tidak lebih dari manusia yang
mudah sekali dipengaruhi."

"Jadi, kau mengakuinya?"

Dahi Hestia memunculkan kerutan penuh


kebingungan. "Mengakui?"

379
"Kau yang membocorkan serangan itu pada
masyarakat?" tuding Lana bukan tanpa alasan tetapi
ucapan Hestia sendiri yang menjadi bumerang bagi
dirinya.

"Ya." Hestia menjawab tanpa rasa. "Tapi,


sebelum saya ada orang lain yang melakukan hal
serupa dan anda akan terkejut."

"Terkejut?" gelak tawa Lana terdengar dingin


setelah ia merespon ucapan Hestia barusan.

Sementara gadis berstatus pelayan itu nampak


masih sangat percaya diri mengenai kesaksiannya
yang mampu membuat siapa saja terkejut termasuk
Lana.

"Kaisar memerintahkan orangnya untuk


menyebarkan kabar itu pada masyarakat bahkan
Calix si anjing penjaga mu juga ikut terlibat. Apa kau

380
tidak tahu?"
Lana menghembuskan nafas dari mulut sambil
meremas botol di tangannya. "Tak heran sih, pria itu
memang kadang tidak berguna sepertimu."

"Anda masih bisa setenang itu saat tahu suami


anda berusaha untuk menyingkirkan anda?" Hestia
tertawa geli, "dia ingin menyingkirkan anda tanpa
merusak namanya, dia ingin terlihat seolah andalah
yang memiliki masalah dan meminta berpisah. Anda
benar-benar bodoh, ya?"

"Kau kira aku senang terikat dengan jenis pria


semacam itu?" balas Lana diiringi tawa sumbang.
"Apa seluruh pria di dunia ini sudah mati?"

"Tunggu saja," Hestia menyeringai kecil,


melangkah maju lebih dekat pada Lana dan berbisik
tepat di telinganya. "Cepat atau lambat anda akan
dicerai--Hah!?"

381
Hestia tersentak saat Lana menyiramkan isi botol
itu pada pakaiannya. Refleks dia langsung
menjauhkan tangannya dari bagian kain yang
terkena isi botol tersebut.

"Oh? Mengapa kau panik?" Lana terkekeh geli


melihat reaksi Hestia barusan bahkan gadis itu
sudah tak dapat menyembunyikan ekspresi terkejut
dan takutnya tadi, saat cairan dalam botol itu
mengenai pakaiannya.

"Itu hanya obat batuk." Ujar Lana tepat di depan


wajah gadis itu, "obat batuk tidak akan membuat
kulit terbakar atau membunuhmu."

Tangan Hestia terkepal menahan geram, ia tak


mengira kalau Lana akan mencari tahu tentang
dirinya dan mencoba melakukan serangan balas.
Ditambah lagi sampai saat ini ia masih belum
mengantongi kartu AS, yakni perhatian Kaisar.

382
Segera setelah melihat Lana pergi, Hestia berlari
menuju kamar mandi. Membuka penyumbat lubang
air lalu melepaskan pakaian luarnya kemudian
membilas tubuh di bawah pancuran yang ada seraya
menggosok-gosok permukaan kulitnya terutama di
bagian atas dada yang sempat terkena sedikit
cipratan cairan tadi dan mulai terasa melepuh.

Dengan penuh kekesalan Hestia membanting


salah satu guci penampung air hingga terbelah
menjadi dua sembari memekik. "PEREMPUAN
SIALAN!"

Prang!

Disisi lain ketika hari semakin siang, nampak


Yurisia tengah mempersiapkan pertanyaan-
pertanyaan evaluasi yang nantinya ditanyakan pada
para pelayan yang terpilih sebagai kandidat kepala
pelayan berikutnya siang ini, sebagai seseorang
yang bertanggung jawab atas para pekerja dapur

383
Yurisia akan memastikan hanya orang-orang
pantaslah yang menjadi kandidat dan yang terbaik
diantara yang baik akan menjadi Kepala Pelayan
berikutnya.

"Ibu Suri, dimana saya bisa menyimpan gulungan


kertas ini?" pelayan wanita itu bertanya, gulungan
kertas tersebut berisi pertanyaan yang akan
ditanyakan pada kandidat kepala pelayan berikutnya.

"Simpan itu di dalam lemari yang ada di aula."


Ucap Yurisia memberitahu.

Pelayan itu mengangguk lalu pergi.

Dan di waktu bersamaan ada gulungan kertas


lain yang juga akan ditaruh ditempat tersebut.
Gulungan kertas yang berisi sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab oleh Permaisuri sebelum
keberangkatannya mendampingi Kaisar pergi ke

384
Benua tetangga.

Di dalam novel dikatakan gulungan kertas itu


tertukar sehingga saat kandidat pertama kepala
pelayan, yakni Hestia ditanyai... dia menjawab
pertanyaan yang seharusnya ditanyakan pada
Permaisuri dan membuat semua orang terkesan
termasuk Yohan. Itu sebabnya Hestia yang dibawa
oleh Yohan ke benua sebelah, bukan Permaisuri.

Sialnya evaluasi kandidat dan adegan Permaisuri


ditanyai berada di satu waktu yang sama, dan Lana
baru menyadari itu ketika di detik terakhir saat
Perdana Menteri Damian membuka gulungan kertas
lalu mengerutkan dahinya bingung karena
pertanyaan yang tertera tidak seperti pertanyaan
seharusnya.

"Yang Mulia, maaf, saya rasa telah terjadi


kekeliruan. Mohon menunggu sebentar, saya akan
mengambil gulungan kertas yang satunya lagi." Ucap

385
pria itu.

"Aku ikut!" seru Lana bergegas menyusul


kepergian Damian. Dia tahu saat ini Yurisia sedang
membacakan pertanyaan pada Hestia dan jika gadis
itu menjawab, maka...

Di ruangan berisi para kandidat terlihat Hestia


berada dibarisan paling depan dan Yurisia segera
membaca pertanyaan yang tertera dengan dahi
berkerut.

Agak berbeda.

"Di antara kejujuran atau pengabdian, manakah


yang lebih penting bagimu?"

Hestia mengangguk, "Saya Hestia Avolire, izinkan


saya menjawab."

386
Setelah Yurisia berkedip Hestia melanjutkan
ucapannya.

"Bagi saya pengabdian adalah yang terpenting.


Ketika seseorang memutuskan untuk mengabdi
maka dia akan melayani dengan tulus dan sepenuh
hati sehingga mustahil baginya untuk melakukan
kebohongan apalagi memutarbalikkan fakta karena
dia sendiri telah berkomitmen untuk mengabdikan
diri maka dia akan setia dan tidak mudah
dipengaruhi. Jadi, di dalam pengabdian sudah pasti
akan ada kejujuran." Jelas Hestia.

Saat suara Hestia terdengar, membuat Lana


melambatkan langkah agar mendengar keseluruhan
jawaban perempuan itu.
Perdana Menteri Damian yang turut mendengar
jawaban Hestia juga menatap terpukau ke arah
gadis itu dan tepuk tangan dimulai darinya.

387
"Anda menjawab pertanyaan yang seharusnya
dijawab oleh Permaisuri dengan begitu indah."
Celetuk Perdana Menteri Damian.

Hestia nampak tersipu. "B-benarkah? Saya hanya


mengikuti hati nurani dan menjawab pertanyaan
yang dikatakan Ibu Suri."

Lana mengedarkannya pandangannya dan


mendapati Yohan berdiri agak jauh dari tempat itu
tetapi pria itu sudah pasti mendengar dan terlihat
mempertimbangkan sesuatu kelihatan dari alisnya
yang saling menaut.

"Luar biasa, luar biasa sekali!" puji Perdana


Menteri Damian. Dasar pria bermuka dua!

Hestia tersenyum malu. "Tolong jangan memuji


saya secara berlebihan--"

388
"Itu salah!" Lana berseru lantang, membuat
Hestia terdiam dan orang-orang berpaling menatap
ke arahnya termasuk Yohan, seseorang yang
merasa evaluasi kandidat Kepala Pelayan menjadi
sangat menarik.

"Uh, bagaimana ini?" jantung Lana berdetak


kencang, ia menunduk sebentar dan melihat kedua
tangannya yang bergetar hebat.

"Apa maksud anda Permaisuri?" Perdana Menteri


Damian mempertanyakan pertentangan Lana. "Anda
punya jawaban yang lebih baik?"
"Ada!" Jawab Lana tegas padahal sebenarnya
tidak ada.

"Kalau begitu jawablah." Ujar Perdana Menteri


Damian mempersilakan.

Orang-orang melihat ke arah Lana termasuk

389
Hestia dengan senyum meremehkan. Gadis itu
dapat menebak seburuk apa jawaban yang akan
Lana berikan.

"Kau hanya mempermalukan diri sendiri dengan


menyelaku, Permaisuri." Hesti membatin percaya diri.
"Kau membuat dirimu terlihat konyol!"

"Permaisuri?" giliran Yurisia yang turut menegur,


harga dirinya serasa ikut dipertaruhkan jika sampai
jawaban yang menantunya berikan tidak lebih baik
dari jawaban seorang pelayan. "Apa jawabanmu?"

390
YOHAN HABIS CUKURAN

391
25. Essays With Perfect Grades

"Kejujuran."

Jawaban bertentangan yang diberikan Lana


membuat semua orang terdiam dengan raut penuh
tanya. Apakah Lana memilih jawaban sebaliknya
karena ingin menyaingi Hestia? Atau Lana memang
memiliki jawaban serta penjelasan yang sesuai
sehingga dia sampai berani memilih opsi kejujuran?

"Kejujuran adalah mutlak." Ucap Lana sambil


menekan rasa canggung dan tak nyaman yang
muncul dari tatapan orang-orang sekitar
terhadapnya.

"Mengapa anda yakin sekali bahwa kejujuran


merupakan hal mutlak, Yang Mulia?" Perdana
Menteri Damian bertanya, dia menjadi sangat

392
penasaran dengan lanjutan penjelasan dari Lana
sampai-sampai bertanya dan menyela gadis yang
belum selesai memaparkan jawabannya itu.

Lana menghela nafas guna menetralkan detak


jantungnya yang tak beraturan, serangan rasa
cemas. Barulah setelah sedikit lebih tenang, Lana
meneruskan ucapannya. Bahkan Yohan dari
kejauhan nampak menunjuk ketertarikan terhadap
jawaban Lana.

"Kejujuran menjadi opsi pilihan saat seseorang


terikat oleh sesuatu. Sesuatu itu bisa saja ancaman,
paksaan, atau bahkan negosiasi disertai penyuapan.
Seseorang yang terikat dengan pengabdian sama
seperti boneka yang dikendalikan oleh seseorang
yang memegang tali seperti cara kerja pertunjukan
Marionette. Sebab tak semua orang yang mengabdi
murni karena ketulusan, ada orang yang terpaksa
mengabdi karena tak memiliki pilihan, dan bukankah
saat mengabdikan diri ada suatu janji atau sumpah
yang harus dipenuhi?"

393
Semua orang dalam ruangan itu bungkam,
mereka seolah sedang bersama-sama mencerna
perkataan Lana dan penasaran dengan penjelasan
lanjutan macam apa yang akan gadis itu berikan.
Mereka ingin tahu dan mendadak tidak sabaran
terutama ketika Lana mendekat pada Hestia.

"Nona Hestia Avolire, apa sumpah yang kau ambil


sebelum mengabdi di istana sebagai pelayan?" tanya
Lana pada gadis itu.

Hestia cukup panik, melihat ke sekeliling terlebih


dahulu melalui gerakan bola mata baru menjawab.
"Saya bersumpah akan melayani istana dengan tulus
dan sepenuh hati serta melindungi anggota kerajaan
yang ada di dalamnya."

Lana mengangguk kemudian berbalik dan


menatap pada Perdana Menteri Damian lalu berkata.
"Jadi, ketika sesuatu baik itu menyedihkan atau
menggembirakan yang terjadi di dalam istana tidak

394
boleh sampai diketahui oleh pihak luar terutama jika
tidak ada persetujuan dari Kaisar. Tetapi, melihat ke
belakang ketika masyarakat menuntut agar aku
mendapat hukuman atas insiden yang seharusnya
hanya diketahui oleh pihak dalam... bukankah berarti
ada seseorang diantara kita ditempat ini yang telah
membocorkannya padahal dia memegang sumpah
pengabdian?"

"Dengan kata lain pengabdian mudah sekali


mempengaruhi kejujuran seseorang, kau tidak perlu
mengatakan hal yang sebenarnya. Kau bisa
mengatakan hal karangan lalu bilang kau jujur, siapa
yang akan tahu?" Lana mengambil nafas sebagai
bentuk jeda lalu memberikan kalimat penutup dari
jawabannya. "Namun jika seseorang berprinsip dan
memegang teguh kejujuran dalam hidup sekalipun
nanti dia berada dalam keadaan terburuk antara
hidup dan mati, dia tetap akan mengatakan kejujuran.
Itu jawabanku."

Senyum bangga terbit dari bibir Yurisia, untuk

395
pertama kalinya dia merasa bersalah karena sempat
meragukan Lana tetapi hari ini gadis itu
menunjukkan kualitas dalam dirinya dengan
memberi jawaban segar yang sesuai dengan
keadaan sebenarnya.

"Yang Mulia, saya sangat kagum atas jawaban


anda yang terdengar begitu indah dan tak
terbantahkan. Anda menjawab dengan leluasa
bahkan sampai memberikan contoh dari
pengalaman langsung. Kini saya sendiri sangat yakin
jika anda cocok atas gelar yang anda miliki."
Perdana Menteri Damian beralih memuji Lana
padahal sebelumnya dia turut meragukan jawaban
yang Lana pilih tetapi setelah mendengar sendiri
lihatlah bagaimana kedua matanya sampai berkaca
karena merasa terharu.

Lana tersenyum tipis sebagai respon sederhana


atas pujian yang diberikan oleh Perdana Menteri lalu
ia mengarahkan tatapannya pada Yurisia dan
meminta wanita itu membacakan pertanyaan

396
selanjutnya.
"Biarkan saya menjawab sisa pertanyaannya
disini." Permintaan Lana sukses membuat Hestia
panas dada.

Tangan gadis itu terkepal, tatapan marah


bercampur kecewa nampak jelas di matanya tetapi
saat seseorang melihat ke arahnya dengan cepat
Hestia mengubah ekspresi itu menjadi senyuman
manis.

Yurisia mengangguk lalu membacakannya, kali


ini dia sudah tidak lagi meragukan jawaban yang
akan Lana berikan.

"Akibat perselisihan Kaisar sebelumnya terjadi


perpecahan antara tiga kerajaan yang masih berada
dalam lingkup kekuasaan Kekaisaran Sirasea. Ketiga
kerajaan itu memiliki kelebihannya masing-masing.
Satu diantaranya adalah kerajaan terkuat yang
memiliki sepuluh ribu pasukan militer dan amat

397
ditakuti oleh kerajaan-kerajaan disekitarnya
sedangkan dua sisanya hanya kerajaan kecil biasa.
Untuk meminimalisir terjadinya penyerangan atau
peperangan suatu hari langkah apa yang sebaiknya
diambil oleh Kekaisaran Sirasea?"

"Mohon beri izin pada saya untuk menjawab!"


Hestia membungkuk hormat sampai tubuhnya
membentuk siku sembilan puluh derajat.

Perdana Menteri Damian akan menegur atas


kelancangan Hestia namun sebuah tangan
mendarat tepat di bahunya dan ketika melihat
tangan milik siapa itu, Perdana Menteri langsung
menunduk.

"Biarkan dia menjawab." Yohan memberi izin,


entah kapan pria itu mendekat tetapi sekarang ia
ingin melihat bagaimana Lana akan menjawab
pertanyaan yang sudah lebih dulu dijawab oleh
Hestia.

398
"Terimakasih Yang Mulia." Balas Hestia
tersenyum sebab masih ada harapan baginya untuk
mencuri hati semua orang di ruangan itu dengan
menjawab pertanyaan yang satu ini.

"Menurut saya Kekaisaran Sirasea harus menjalin


ulang hubungan persahabatan dengan dua Kerajaan
yang disebutkan tadi sebab jika keduanya kembali
memihak Kekaisaran Sirasea maka apabila suatu
hari terjadi penyerangan dari Kerajaan besar dengan
kemiliteran yang ditakuti, Kekaisaran Sirasea hanya
perlu menggabungkan pasukan kemiliteran istana
dengan pasukan kemiliteran dari dua kerajaan tadi
dan memenangkan pertempuran." Ucap Hestia
memaparkan penjelasan atas saran yang dipilihnya.

"Permaisuri, kau punya jawaban?" Yurisia


menatap penuh harap pada menantunya, jawaban
dari pertanyaan sebelumnya mampu memukau
banyak orang sehingga ekspektasinya terhadap

399
jawaban untuk pertanyaan kedua sekaligus terakhir
ini cukup tinggi.

"Kirimkan undangan perjamuan dan hadiah pada


ketiganya." Ujar Lana mulai memberikan jawaban,
"mengapa harus menunggu sampai terjadi perang?
Perang hanya memberi dampak buruk bagi banyak
pihak. Anak-anak akan kehilangan ayah dan para
istri akan kehilangan suami, belum lagi banyak biaya
yang harus dikeluarkan untuk persiapan dan
tunjangan selama masa perang. Akan ada banyak
tangis kesengsaraan setelah perang walau dari
pihak yang menang sekalipun. Kurasa lebih baik
Kekaisaran menjalin ulang persahabatan pada
ketiga kerajaan tersebut dimulai dengan meminta
maaf terlebih dahulu atas perselisihan yang pernah
terjadi saat kepemimpinan masih dipegang oleh
Kaisar sebelumnya. Meminta maaf tidak akan
membuat seseorang jadi lebih rendah atau murahan,
meminta maaf merupakan tindakan mulia yang tak
bisa dilakukan oleh semua orang."

400
"Bagaimana Perdana Menteri?" Yurisia bertanya
dengan nada sombong.

Perdana Menteri Damian tersenyum puas. "Lagi-


lagi Permaisuri memberi jawaban menakjubkan.
Yang Mulia, anda memang layak menjadi
pendamping penguasa Negeri ini." Ucapnya sambil
menatap Lana.

Yohan tak menanggapi, dia hanya menatap


sesaat lalu berbalik dan pergi. Entah apa yang ada
dipikiran pria itu, memang selalu saja dia agak lain
dari yang lain.

"Ibu, boleh aku kembali ke kamar?" Lana meminta


izin sebab dia merasa agak pusing setelah
menggunakan keseluruhan kapasitas otaknya untuk
berpikir.

Sementara Hestia nampak melepaskan kepalan

401
tangannya ketika dirasa kuku-kuku jarinya melukai
permukaan telapak tangan sendiri. Benar-benar
mengesalkan!

Yurisia mengangguk. "Kembalilah ke kamarmu,


Permaisuri." Izin diberikan pada Lana yang segera
keluar dari ruangan itu dan bergegas menuju
kamarnya.

Lega rasanya ketika Lana kembali sendirian


tanpa ada tatapan dari orang-orang. Ruangan besar
tadi terasa sangat pengap padahal Lana yakin lebih
besar daripada bangunan gedung untuk pemimpin
negara di dunianya dulu.

Setidaknya dalam hal ini Lana unggul sebab di


kehidupan sebelumnya dia si juara satu setiap
diminta menulis essay bahasa dengan nilai tertinggi
99 mengalahkan seribu peserta yang berpartisipasi
dalam lomba menulis esai karangan bebas.

402
Bahkan saat membaca novel Hestia dulu, Lana
sempat memikirkan jawaban lain yang bertentangan
dari jawaban Hestia hanya untuk iseng belaka tapi
siapa tahu kini jawaban itu benar-benar terpakai dan
berhasil memukau semua orang. Hestia tidak akan
mengalahkannya dalam hal ini, tidak akan pernah.

Di tengah perjalanan menuju kamar Lana


berpapasan dengan seorang pelayan yang
membawa nampan berisi obat dan peralatan untuk
pengobatan luka. Lana menghentikan pelayan
tersebut dan bertanya kemana semua itu akan
diantar.

"Tuan Panglima meminta saya membawakan ini


ke tempat beliau latihan."

"Biar aku saja, ada hal yang ingin kubicarakan


juga dengannya." Ujar Lana sembari mengambil alih
nampan tersebut dari tangan pelayan itu.
Sambil menunduk dan mengangguk pelayan itu

403
menyahut, "b-baik Yang Mulia."

Lana menyadari ada lebam besar di dekat mata


kanan perempuan itu. "Wajahmu..."

"Saya terjatuh di dekat tangga." Jawabnya cepat.

"Lain kali hati-hati." Lana berpesan cemas walau


ada kecurigaan terhadap perempuan itu dari sorot
matanya.

"Iya, Yang Mulia." Sahutnya disertai anggukan


patuh kemudian berbalik pergi.

Lana masih menatap pelayan tadi sampai


menghilang di tikungan lorong barulah ia melangkah
menuju tempat latihan Calix. Sebenarnya tidak ada
hal khusus yang ingin Lana bicarakan dengan pria itu
tetapi, setidaknya harus ada perkembangan yang

404
pria itu laporkan. Lana ingin tahu siapa seseorang
yang mencoba untuk menjebaknya di gudang karena
jika semalam dia lengah maka mungkin hari ini Lana
sudah tidak ada entah dibuang kemana.

"Tuan Calix," Lana menyapa.

"Y-Yang Mulia..."Calix langsung berdiri kemudian


membungkuk hormat pada Lana karena secara
kebetulan tempat latihan sedang sepi, para prajurit
sudah kembali melaksanakan tugas mereka masing-
masing. "Saya memberi salam kepada anda."
Ucapnya.

"Bagaimana?" tanya Lana langsung pada inti


sambil menyerahkan nampan yang dibawanya pada
Calix. "Kau sudah melakukan penyelidikan?"

"Belum Yang Mulia, saya masih memiliki


beberapa latihan tapi segera setelah selesai pasti

405
akan saya lakukan." Jawabnya mengangguk lalu
mulai mengoleskan herbal tumbuk pada luka di
punggung tangannya.

"Itu seharusnya dibersihkan." Komentar Lana.

Calix menoleh. "Anda mengatakan sesuatu?" dia


tidak begitu fokus sehingga tak menangkap ucapan
Lana tadi.

"Lukamu harus dicuci terlebih dahulu." Perjelas


Lana. "Setelah itu baru oleskan herbalnya lalu tutup
dengan perban."

Calix terdiam nampaknya karena terlalu banyak


latihan otaknya jadi melambat sejenak dan agak
sulit mencerna perkataan Lana sampai gadis itu
harus menghela nafas kasar kemudian mengangkat
tempat minum milik Calix, berupa gelas dari bahan
tanah liat.

406
"Apa?" Lana melotot saat Calix hanya
menatapnya. "Ulurkan tanganmu!"

Melakukan seperti yang Lana suruh, Calix


mengulurkan tangan kanannya lalu Lana
menumpahkan air ke atas luka dibagian punggung
tangan Calix. Sesaat Calix meringis, itu lumayan
sakit dan belum sempat dicuci.

"Lap terlebih dahulu." Ucap Lana mengarahkan


tetapi Calix kembali bingung sehingga Lana harus
turun tangan dan membantu pria itu mengelap
bagian lukanya yang basah.

"Sekarang oles." Pinta Lana, untuk yang satu ini


dia tidak akan membantu karena herbal olesnya
mengeluarkan bau tumbuh menyengat yang pahit
dan menusuk hidung.

407
Calix mengerti dan melakukannya sendiri lalu
Lana mengambil alih perban dari bahan kain
berwarna putih itu lalu mengikatkannya pada luka
Calix dannnnn selesai!

"Terimakasih." Gumam Calix pelan sekali sampai


nyaris tidak bisa didengar oleh Lana.

"Tuan Calix..."

"Ya?"

"Tidak, tidak jadi." Lana mengurungkan niat


hendak menasehati lelaki itu, mungkin sebaiknya
lain kali. "Aku akan pergi, mohon bantuannya sekali
lagi."

"Tentu Yang Mulia." Calix segera membungkuk


lalu setelah itu menatap perban yang terikat rapi

408
menutup luka di punggung tangannya.

Sementara itu Lana yang baru masuk ke lorong


istana dari tempat latihan terbuka terkejut ketika
pergelangan tangannya ditarik kencang dan
tubuhnya dihimpit ke dinding oleh seseorang yang
tak lain dan tak bukan adalah Yohan.

"Jadi begitu?" Yohan menyambut Lana dengan


kalimat ketus, sebuah pertanyaan singkat yang
membuat gadis itu mengerutkan dahi bingung
apalagi saat ini posisinya tersudut dan wajah Yohan
hanya berjarak beberapa inci saja dari wajahnya.
"A-apa?"

"Kau berniat merawat seluruh pria yang ada?"


desisnya kesal.

409
26. A Little Envious

"Yang Mulia, lepaskan saya." Lana berkata seraya


berusaha membebaskan cengkraman Yohan dari
sisi lengan atasnya tanpa menatap pria itu.

"Saya sangat lelah, saya harus kembali ke


kamar." Imbuhnya.

"Kau menghindariku?" tudingnya dengan


tampang kesal dan tatapan dingin menusuk tajam.

"Mengapa aku harus?" balas Lana jengkel disertai


decakkan.

Gigi-gigi Yohan sampai terdengar bergemeletuk


saat dirinya menahan gejolak sensasi kesal luar
biasa. "Pagi tadi kau bersikap baik dan mendekatiku,
apa niatmu sebenarnya?"

410
"Aku mengajakmu sarapan." Ujar Lana sesuai
kenyataan kalau seandainya Yohan mendadak lupa
ingatan.

Cengkraman Yohan pada lengan bagian atas


Lana mengencang sampai gadis itu meringis lalu ia
berkata. "Kalau begitu ayo kita makan siang
sekarang." Desisnya entah itu paksaan atau sebuah
ajakan, Lana tidak mengerti apalagi saat tangannya
ditarik begitu saja agar mengikuti langkah Yohan
layaknya seekor kambing.

Satu ujung bibir Lana refleks terangkat, bukan


membentuk senyuman melainkan ekspresi julid.
"Dasar modus! Bilang saja kau ingin makan siang
bersamaku, huh!"

Siang itu Lana dibawa oleh Yohan menuju


paviliun istana dikarenakan cuaca lumayan panas
dan tidak ada kipas atau semacamnya, Lana tahu

411
dan sangat menyayangkan hal tersebut padahal
bagus kalau di tempat ini ada pendingin udara
seperti AC... mungkin.

Paviliun istana cukup sejuk karena berada


ditengah taman dan pepohonan rindang bahkan di
dalam bangunan yang sebagian besar dindingnya
terbuat dari kaca tembus pandang itu terdapat
berbagai jenis bunga serta satu pohon apel besar.

Tepat di bawah pohon tersebut ada sebuah meja


dan sepasang kursi. Di atas meja yang cukup besar
itu terdapat berbagai jenis hidangan mulai dari
makanan pembuka sampai makanan penutup
dengan daging kalkun panggang utuh sebagai menu
utama.

Lana mengelus perutnya dengan tangan yang


bebas. "Melihatnya sudah membuatku kenyang
duluan." Batinnya kembali tertekan.

412
Seolah bisa membaca isi pikiran Lana, Yohan
menembak dengan kalimat. "Aku tak ingin
mendengar alasan tak masuk akal seperti mendadak
kenyang darimu, Permaisuri."

"Hah!? DIA GILA!?" Lana semakin tertekan di


dalam sana.

"Ya, tentu saja! Aku sangat lapar!" balasnya balik


menantang Yohan sengit.

Satu senyum miring terpatri di bibir tipis merah


alami milik pria itu. "Senang mendengar ambisimu,
Permaisuri."

Mereka lalu duduk masing-masing berhadapan


satu sama lain di kursi tersebut dan mulai makan
dimulai dari menu pembuka terlebih dahulu.

413
Bruschetta.

Roti panggang yang diberi bawang putih dan


minyak zaitun sebagai topping selai, biasanya juga
ditambahkan sejenis mentega sebagai perekat.

"B-bawang!?" keduanya memekik bersamaan di


dalam hati.

Untuk manusia aneh yang tidak suka makan


bawang tanpa diolah jelas timbul ekspresi kepanikan
sesaat di wajah keduanya namun sebisa mungkin
masing-masing dari mereka terlihat biasa saja dan
mengambil satu roti dari atas piring.
Perlahan Lana memasukan roti berukuran kecil
itu ke dalam mulutnya langsung sekaligus agar tak
perlu makan gigitan kedua, ketiga, atau seterusnya.

Hal serupa dilakukan oleh Yohan. Dia


melahapnya dalam satu kali bukaan mulut yang

414
cukup lebar seperti raksasa lapar.

Tapi kemudian ekspresi keduanya menjadi tak


jauh berbeda. Mata melotot, pipi menggembung, dan
wajah tertekan yang benar-benar persis sebab
mereka sama-sama tidak bisa makan bawang yang
belum dimasak.

"Rasanya aneh, pahit, mau muntah. Tahan Lana,


tahan. Tapi ini menjijikan!" Batin Lana.

"Siapapun yang memasak makanan mengerikan


ini akan kupastikan dia mendapat jatah makan lebih
buruk daripada babi!" Batin Yohan.

Setelah berhasil menelan makanan pembuka tadi,


keduanya sama-sama menghela nafas tetapi
kemudian ketika mendapati makanan pembuka
kedua adalah sup labu kuning seketika ekspresi
tertekan tadi kembali lagi. Dan mereka bahkan tidak

415
sempat menyadari betapa miripnya mereka saat ini
sangking sibuk memaksakan diri untuk makan menu
pembuka yang terbuat dari bahan pangan yang
mereka benci.

Selanjutnya, main course atau hidangan utama.

Tunggu! Mengapa genrenya jadi seperti film


MasterChef?

Tatapan Lana mengarah waspada pada olahan


daging disisi ayam kalkun. Ya, dia suka ayam tapi
bukan ayam raksasa. Jadi, Lana memutuskan untuk
mengambil hidangan utama lain yang berada di
samping ayam kalkun panggang. Namun lagi-lagi
pikirannya tidak berhenti overthinking.

"Daging apa ini? Bukan daging manusiakan?"


Lana meneguk ludah sambil mengarahkan satu
potong daging berbalut tepung crispy itu mendekat

416
ke mulut.

"Cobalah ini, Permaisuri." Yohan mengulurkan


pisau kecil yang di ujungnya tertusuk daging ikan
jenis salmon yang sudah marinasi tapi tetap bagi
Lana itu ikan mentah.

"Aku juga sedang makan." Lana mengangkat


pisau kecil miliknya yang menusuk potongan daging
tadi.

"Aku tahu." Yohan membalas, menatap Lana


tanpa ekspresi masih dengan tangan menyodorkan
potongan salmon ke arah gadis itu.

"Kau duluan." Lana tersenyum, senyum yang


dipaksakan. "Aku akan memakannya setelah kau."

Dia curiga kalau-kalau Yohan menambahkan

417
racun atau sejenisnya, mungkin saja tetapi daripada
semua kemungkinan itu... Lana tidak suka makan
daging muntah.

Yohan masih menatap. "Permaisuri..." panggilnya


lembut tetapi penuh penekanan.

Membuat Lana pada akhirnya mau tak mau


membuka mulut dan Yohan langsung menjejalkan
potongan salmon berkurang agak besar itu masuk
ke dalam mulut Lana seraya tersenyum tipis, suka
melihat gadis itu menderita.
Sontak hal itu membuat Lana membulatkan mata,
ia akui rasa salmonnya tak amis tetapi tekstur
licinnya terasa menjijikan membuat Lana refleks
memuntahkan daging salmon tersebut ke tangannya
lalu menjejalkannya masuk ke dalam mulut Yohan
sebab sesaat Lana menangkap ekspresi tersenyum
kecil di wajah pria itu seolah sengaja membuatnya
berada dalam situasi ini.

418
Lana tersenyum sambil membekap mulut Yohan,
memaksa pria itu mengunyah dan menelan salmon
yang tadi sudah sempat berada di dalam mulutnya.

Hening tercipta.

Tanpa ekspresi Yohan bangkit berdiri lalu


membalik meja yang ada di hadapannya sehingga
seluruh makanan yang ada diatasnya tumpah.
Sekilas tatapan kesal tertuju pada Lana, ia lalu
membuang muka lurus kemudian berjalan pergi.
"Lah malah tantrum!" Lana mencibir dengan
bombastis side eyes andalannya, menatap ke arah
punggung Yohan lekat-lekat ibarat jika mata Lana
memancarkan laser maka punggung pria itu
dipastikan sudah bolong saat ini.

"Kalau dia sendiri tidak suka mengapa menyuruh


orang lain memakannya?" cibir Lana berbicara
sendiri lalu menatap sedih pada makanan yang
terbuang, haruskah ia senang karena sebetulnya

419
tidak ada yang benar-benar enak sesuai
ekspektasinya?

"Yohan Haze, mengamuk adalah hobinya. Aku


yakin. Dia tidak waras! Bagaimana bisa dulu aku
sempat berpikir ingin dicintai olehnya!?"

Lana menggeleng tak habis pikir lantas bergegas


memasuki bangunan istana guna melanjutkan
tujuan awalnya, kembali ke kamar dan beristirahat.
Namun ditengah perjalanan lagi-lagi Lana
dihentikan oleh seseorang.

"Yang Mulia~ senang melihat anda dalam


pakaian selayaknya." Celetuk Alan.

"Kau!?" Lana melotot kaget dan langsung


menjaga jarak aman dari pria itu.

420
Alan cemberut. "Mengapa anda menjauhi saya?
Apa saya bau?" ujarnya seraya mencium pakaian
sendiri. "Saya sudah mandi."

"Jangan mendekat!" peringat Lana.

"Baiklah, baiklah." Alan mencoba tetap menjaga


jarak dari Lana sambil tersenyum manis. "Saya akan
menjaga jarak sejauh lima langkah, bagaimana?"

Lana tak bereaksi kemudian Alan kembali


bermulut manis dengan berkata. "Namun, Yang
Mulia... anda tidak bisa benar-benar mengabaikan
saya, kan?"

421
SENYUM ALAN KE LANA

422
27. A Man With Red Hair

"Anda tahu kan maksud saya?" Alan cekikikan.


"Saya bercanda." Ujarnya ketika wajah Lana terlihat
berubah menjadi tegang.

"Aku tidak melaporkanmu tapi bukan berarti kau


bisa seenaknya terhadapku." Ujar Lana ketus.

Alan masih memasang wajah jenaka itu dan


menanggapi ucapan Lana. "Kalau anda melapor
memang akan ada yang percaya?"

"Tentu tidak." Lana tak menyangkal. "Mereka


lebih syok jika tahu kau orangnya, orang sinting yang
mencoba melakukan pelecehan."

"Saya sudah minta maaf." Kekeh Alan kemudian


mengulurkan sesuatu pada Lana, sebuah jeruk. "Ini

423
dari kebun. Kebun istana, bukan kebun saya."

Alis Lana terangkat satu. "Aku tidak mau."


Tolaknya sehingga Alan menarik kembali jeruk tadi
lalu memakannya sendiri.

"Omong-omong saya datang untuk menyetorkan


pajak dari warga, saya telah melakukan keinginan
anda jadi seharusnya anda melakukan keinginan
saya juga."

"Itu bukan keinginan tapi kewajiban." Lana


meralat ucapan Alan yang kurang pas atau malah
lebih cocok disebut opini pribadi pria itu. "Itu
tugasmu untuk menyetorkan pajak yang dibayar oleh
masyarakat pada Istana."

Alan mengangguk-angguk. "Istana berhutang


banyak pada mendiang ayahku dulu itu sebabnya
aku sangat dipercayai atas pajak wilayah ini."

424
Lana mendengkus. "Melakukan korupsi,
penjarahan, dan--"

"Ssstt... ssttt!" Alan berdesis seraya meletakkan


telunjuknya di bibir, "itu aku yang lama sekarang aku
sudah terlahir kembali berkat anda."

"Oh ya?" Lana menanggapi tak serius, ia bahkan


membalas. "Maka seharusnya aku datang ke acara
pemakaman dan pembakaran jasad mu, oh astaga...
mengapa kau tidak mengundangku?" ucapnya
dengan ekspresi sumringah yang mendadak
berubah jadi datar.

Membuat Alan cekikikan lagi. "Anda punya selera


humor yang cukup bagus."

Lana mendesis tipis. "Dasar!"

425
Alan berdehem lalu bertanya. "Seperti apa tipe
pria idaman anda? Ah, saya tahu yang pastinya tidak
seperti suami anda. Saya benar?"

Perlintasan topik yang tiba-tiba membuat Lana


mendengkus jengkel dan berharap pria berambut
merah di hadapannya ini menghilang saja walau
Lana akui ketampananya setara dengan Yohan tapi
tidak sampai melebihi pria itu.

"Sebenarnya siapa villain dalam novel ini?"


daripada mendengar ocehan Alan yang
memperkirakan tipe pria idamannya, Lana justru
memikirkan alur novel Hestia yang dibacanya.

"Calix?" kening Lana berkerut, "tapi dia tidak


memberi serangan besar dan langsung tewas di hari
yang sama." Batinnya mengingat narasi dimana
Yohan membunuh Calix, pria itu lebih marah ketika
tahu ada lelaki lain yang menyimpan perasaan pada

426
gadisnya.

Tanpa sadar Lana mulai memijat pelipisnya, Alan


masih mengoceh dan membuat suasana jadi
bertambah panas.

"Yang Mulia, apakah dia tinggi? lebih tinggi dari


saya? Atau---"

"Yang tidak berambut merah." Lana memotong


perkataan Alan, "itu tipe idealku." Ucapnya tak mau
ambil pusing.
Seketika bibir Alan memanyun, ekspresi kecewa
kentara jelas di wajahnya tapi dia masih berusaha
untuk menghampiri Lana yang akan pergi namun
lagi-lagi di perusak suasana datang dan
menghadang.

"Tolong jaga sikap kepada Permaisuri." Calix


datang dan langsung mengambil tempat di belakang

427
Lana, menghadang Alan yang ingin mendekat.

"Kau lagi, kau lagi. CK!" Alan mendelik kesal


sembari menarik ujung rambutnya yang menjuntai
panjang sampai ke lengan.

"Tidak bisakah kau tidak usah muncul lagi,


teman?" ucapnya sok akrab.

Calix tak bergeming, masih berdiri ditempat guna


menghalangi Alan supaya tak dapat menyusul
kepergian Lana dan mengusik ketenangan gadis itu.

"Hah sial!" decak Alan. "Lagi-lagi ini bukan


hariku." Tatapan sinis dilayangkan pada Calix sesaat
sebelum ia berbalik dan memutuskan untuk pergi
padahal Alan tadinya ingin melihat Lana lebih lama
sebelum gadis itu melakukan perjalanan bersama
Kaisar ke benua lain.

428
Ya, kabarnya sudah diumumkan pada seluruhnya
masyarakat. Kaisar akan pergi bersama Permaisuri.
Benua Everland.

Mereka berdua akan pergi ke sana tanpa


pengawalan ketat dari prajurit atau bisa dibilang
hanya Kaisar dan satu orang pendamping
perempuan baik itu Permaisuri atau siapapun yang
diinginkannya. Akan ada acara besar yang
berlangsung disana.
Tidak hanya Kekaisaran Sirasea yang diundang
tapi banyak Kekaisaran dari benua lain juga diminta
untuk datang dan merayakan pesta kerjasama.
Mungkin lebih cocok disebut sebagai pesta
perdamaian.

Tetapi, dalam novel yang dibawa adalah Hestia


bukan Lana jadi akan ada kemungkinan besar
banyak kejadian baru yang muncul dan tidak dapat
Lana prediksi apa saja itu.

429
"Yang Mulia, gaun mana yang akan anda bawa?"

Beberapa saat lalu Lana meminta dua orang


pelayan dengan cekatan membongkar lemari Lana
dan memisahkan gaun berdasarkan tingkat
kenyamanan paling tinggi ke yang paling rendah.

"Yang Mulia?"
"Ah!" Lana mengerjap, ia melamun rupanya.

"Apa katamu?" tanya Lana meminta perempuan


itu mengulang ucapannya.

Perempuan itu mengangguk lalu menjelaskan


gaun mana saja yang berbahan katun dan mana saja
yang dicampur wol serta satin.

"Saya telah memisahkan tumpukan ini khusus


untuk jenis katun. Saran saya sebaiknya anda

430
membawa beberapa gaun dari jenis bahan yang
berbeda." Ucapnya.

Lana mengangguk. "Bawa gaun yang terlihat


masih sangat baru."

"Baik Yang Mulia."


Selepas bicara dengan Alan tadi Lana bergegas
kembali ke kamar dan diberitahu oleh pelayan
pribadi ibu Suri untuk mulai berkemas karena lusa
adalah hari keberangkatannya bersama Kaisar.

"Kami sudah menyimpan semuanya dalam peti,


Yang Mulia." Beritahu salah satu dari dua pelayan
yang ada lalu Lana memperbolehkan mereka pergi.

Tak terasa hari menjelang malam lagi, tinggal


menunggu beberapa saat sebelum Yohan–

431
Kriet~

Lana baru membicarakannya saat pria itu datang


dengan wajah datar namun kelopak mata bawah
menghitam. Nampaknya pria itu masih belum bisa
mengatasi gangguan tidurnya sendiri dan entah
kenapa sejak awal Lana merasa Yohan sama sekali
tidak memberi jalan bagi Hestia untuk masuk ke
dalam kehidupannya.

Segera Lana berdiri sebab tadi ia tengah duduk di


tepi kasur. Sesuai dengan permintaan Yohan tempo
hari, Lana harus kembali berada di lantai.

"Yang Mulia--" Lana baru akan bertanya tetapi


Yohan melengos dan langsung melempar tubuhnya
ke arah kasur, tak lama terdengar dengusan kesal
atau sebal atau entahlah Lana pun tak tahu karena
sulit sekali memahami suasana hati Yohan melebihi
ribetnya suasana hati perempuan.

432
Alhasil Lana menelan kembali pertanyaan dan
duduk diatas karpet. Masih belum mengantuk. Ini
juga masih sekitar pukul tujuh. Seharusnya Lana
turun untuk makan malam tapi ia terlalu malas dan
semenjak berada di satu ruangan dengan Yohan,
Yurisia jarang menemuinya mungkin karena sangat
berharap segera menimang cucu.
"Itu mustahil!" gumam Lana membantah
pemikiran Yurisia.

Yohan mendengkus lagi. "Dengan siapa kau


bicara?" tanyanya sinis.

"Tidak ada." Lana menjawab datar bersama


bombastis side eyes kesukaannya.

Yohan terlihat bergelung diatas kasur lalu bangkit,


mengubah posisinya menjadi duduk kemudian
melemparkan pertanyaan lain pada Lana. "Aku
melihatmu bicara dengan pria rambut merah, apa
yang dia katakan?"

433
"Alan?" Lana menyebut nama pria yang Yohan
maksud dan seketika terdengar deheman sahutan.
"Oh, entahlah. Tidak ada kurasa."

Mata Yohan berotasi malas, lirikan tajamnya


jatuh pada Lana yang duduk di tempat yang tak bisa
dicapai oleh matanya. Tidak, tidak, Yohan bukan
mendadak merasa cemburu atau iri atau sejenis
perasaan menjijikan itu ketika melihat Lana
mengobrol dengan Alan.

Hanya saja…

Hanya saja…

Hanya saja...

"Aku tak menyukainya." Ujar pria itu

434
mengutarakan isi pikirannya. "Kau seorang
Permaisuri, jaga martabatmu dihadapan orang lain.
Aku tak ingin sampai mendengar rumor
perselingkuhan berkeliaran di istana."

"Jika rumor itu sampai terbesar maka sudah


pasti itu adalah dirimu." Sahut Lana bergumam tak
jelas sehingga Yohan sama sekali tak paham apa
yang diucapkannya, sengaja.

"Apa?"

"Tidak."

"Kau tak bisa tidur, kan?" Lana menebak.

"Aku bisa."

435
"Lantas mengapa kau mengobrol denganku, Yang
Mulia?"

Kening Yohan berkerut lalu jawaban bodoh


terlontar dari mulutnya. "Karena kau ada di
kamarku."

Baiklah, Lana tahu sekarang. Mungkin ia sedang


berada dalam cerita seseorang dan menjadi tokoh
utama, itu sebabnya ia merasa lebih pintar akhir-
akhir ini.

"Kau akan pergi?" Melihat Lana bangkit entah


mengapa Yohan menjadi sangat ingin tahu, walau
cara bicara dan intonasi dari setiap kata yang keluar
terdengar seperti seseorang yang hendak mengajak
bertengkar.

Lana menghela nafas kasar, tanpa menoleh ia


berkata. "Mengapa anda mendadak peduli pada saya?

436
Bukankah sebelumnya anda ingin menceraikan saya
setelah turut berusaha membuat citra saya buruk di
depan masyarakat?"

Cara bicara gadis itu berubah menjadi formal dan


membuat situasi jadi terasa aneh, tidak nyaman bagi
Yohan.

"Aku belum mendapatkan pengganti yang


sesuai." Jawabnya.

Lana telah menduga jawaban itu.

"Carilah seseorang yang cocok untuk anda di


Everland nanti." Ujarnya menyarankan dengan nada
satir. "Saya juga tidak keberatan jika anda ingin
meninggalkan saya di tempat itu." Tegas Lana.

"Jangan bicara dengan Alan."

437
Kening Lana mengernyit usai mendengar
tanggapan Yohan yang sama sekali tidak berkaitan
dengan ucapannya. Apakah ini yang dinamakan
ditanya apa jawabnya itu?

438
28. One Day Before

Lana mendecih tipis. "Anda saja berniat


menggantikan saya, mengapa saya tidak
diperbolehkan melakukan hal sama?"

Alis Yohan bertaut bingung, apa yang Lana


katakan? Ingin menggantikan dirinya juga?

"Matamu buta, Permaisuri?" desisnya. "Kau ingin


menggantikanku dengan pria hidung belang itu?"

"Apa bedanya dengan dirimu? Kau juga akan


menggantikan aku dengan wanita baru!" balas Lana
melemparkan tatapan sengit.

Keduanya saling melotot dalam jarak dekat, Lana


mendongak dan Yohan menunduk. Dalam diam
keduanya seolah saling memaki melalui telepati

439
sampai kemudian Yohan yang lebih dulu menarik diri
karena lagi-lagi merasa panas pada bagian belakang
telinga yang rupanya sudah berubah warna jadi
memerah.

"Lepaskan tangan saya!" pinta Lana sambil


membuang muka ke arah kiri.

Yohan berdecak, bukannya melakukan keinginan


gadis itu dia justru semakin mengencangkan
cengkramannya dan membuat Lana merasa tak
nyaman.

"Apa sampai saat ini aku telah mengambil


seorang gadis untuk menggantikanmu?" ucapnya
tiba-tiba, "kau melihat ada seorang gadis di sisiku
selain dirimu?"

"Hah?" beo Lana.

440
"Apa kau melihat seseorang?" tanya pria itu
padanya dengan penuh penekanan dan wajah yang
begitu dekat sampai-sampai Lana tak fokus dan
malah terdiam.

Yohan lalu menarik diri, Lana tidak tahu apa arti


dari ekspresi datar tapi giginya bergemeletuk cukup
keras sampai terdengar olehnya. Apa mungkin itu
kekesalan? Lana bingung, dan yang baru saja pria itu
katakan... apa ya?

Brak!

Tiba-tiba pintu dihadapannya ditutup dengan


posisi Lana berada di luar. Refleks Lana membawa
tangannya mendorong pintu terbuka ke arah dalam.

"Ah, dikunci." Lana menghela nafas kasar,


berbalik kemudian menarik diri. "Apa coba? Dia
kabur setelah mengatakan hal--"

441
Kriet~

Belum selesai batin Lana bicara, pintu


dibelakangnya kembali terbuka dan kali ini Yohan
tiba-tiba menariknya. Memasukkan Lana ke dalam
kamar tetapi dirinya tetap berada diluar lalu menarik
pintu itu sampai tertutup kemudian mengganjalnya
dengan pedang yang dipegang oleh patung berbaju
zirah besi yang berada tepat di sebelah pintu
kamarnya.

Brak!

"Lho?" Lana berkedip linglung saat suara pintu


tertutup kembali terdengar dan dalam sedetik ia
sudah berada di kamar sendirian.

Lana bergegas menarik pintu agar terbuka ke


arah dalam tapi seperti ada sesuatu yang diganjal

442
pada bagian gagang besar pintu kamar sehingga
dapat dikatakan secara singkat bahwa Yohan
menguncinya di dalam kamar.

"Yang Mulia! Mengapa Anda mengunci saya di


dalam kamar?" Lana berseru sambil memukul-mukul
pintu tapi tidak ada sahutan karena Yohan sudah
tidak berada di depan kamar, pria itu akan pergi
menuju tempat latihan.

"Dasar orang aneh! Sekarang dia malah


mengunci diriku di dalam sini, ugh! Mengesalkan!"
gerutu Lana sambil menendang-nendang udara lalu
menginjak-injak lantai dengan keras.
Sementara itu di depan Yohan berpapasan
dengan Calix. Seolah tahu apa yang akan dilakukan
oleh bawahannya itu, Yohan lebih dulu berhenti
melangkah dan memperingatkan.

"Kau dilarang mendekati kamarku." Peringat


Yohan pada lelaki itu.

443
Calix menundukkan kepala, menyampaikan rasa
hormat lalu menjawab. "Permaisuri ada di dalam dan
saya mendengar keributan."

"Itu bukan urusanmu." Desis Yohan menatap


tajam ke arah Calix, "mengerti?"

Sebelum Calix sempat membalas, Yohan


menambahkan. "Jangan sampai membebaskanmu
dari wewenang, Panglima."
Membuat Calix akhirnya mengangguk patuh dan
memutar langkah, tidak jadi menghampiri Lana
daripada karirnya dipertaruhkan. Mengingat betapa
sulitnya bagi Calix mencapai posisi maka akan lebih
baik jika dia tidak terlalu jauh membantah Yohan.

"Baik, Yang Mulia."

444
"Ikutlah bersamaku." Pinta Yohan, Calix
mengangguk dan berjalan mengekor di belakang.

"Sudah lama sekali aku tak datang ke tempat


latihan." Ujarnya secara tak langsung meminta Calix
menjadi rekan duelnya dalam berpedang.

"Kemarilah Calix," Yohan meraih dua pedang lalu


melemparkan salah satu pedang ke arah Calix dan
langsung ditangkap oleh pria itu.
"Pegang dengan benar dan bertarunglah
denganku." Perintah Yohan pada Calix lalu
menempatkan dirinya sendiri berada di tengah tanah
lapang---tempat para prajurit istana latihan.

Calix mengangguk. Ia cukup senang melihat


Yohan tersulut dan meledak-ledak seperti ini.
Mungkin karena habis bertengkar lagi dengan
Permaisuri? Entahlah, haruskah Calix merasa
senang karena semakin lama Yohan mulai
menunjukan kelengahan?

445
Ah, Calix tidak boleh gegabah. Tujuannya adalah
menghabisi Yurisia sebab karena wanita itu ia jadi
harus kehilangan kedua orang tua di usia kanak-
kanak.

"Apa lagi yang kau tunggu?" ucapan Yohan


memecah lamunan Calix.

"Serang aku." Perintahnya, "Serang aku, Calix!"

Mendapat perintah sedemikian rupa, Calix


dengan senang hati melakukannya. Pikirannya
perlahan membayangkan masa kecil bahagia yang
didapat oleh Yohan, membuat kemarahan dalam diri
Calix membesar.

Pertarungan berkedok latihan itu berubah


menjadi sengit. Berkali-kali pedang keduanya
berdenting, bertabrakan, bahkan nyaris terlepas dari

446
genggaman. Membuktikan kalau mereka berada
dalam tingkat kemampuan berpedang yang hampir
sama.

"Maaf, tapi saya akan mengalahkan anda Yang


Mulia." Celetuk Calix penuh kepercayaan diri.

Yohan tersenyum miring saat melihat Calix cukup


percaya diri akan menang darinya padahal ia belum
menggunakan kemampuan berpedang dan
kekuatannya secara keseluruhan.

"Benarkah?"

Klang!

Tebasan kuat sebanyak tiga kali dalam


kecepatan kencang membuat Calix kewalahan
menghindar. Dua tebasan awal dapat Calix hindari

447
dengan mudah tapi tidak dengan tebasan ketiga.
Calix gagal menghindar alhasil satu goresan panjang
tercipta di lengan kanan atasnya hingga mengoyak
pakaiannya.

Pedang ditangan kanan Calix jatuh terlepas,


fokusnya terpecah dan posisi tubuhnya yang semula
berdiri tegap perlahan membungkuk sambil
memegangi luka dalam di lengannya.
Yohan mendekat lalu berbisik tepat di telinga
Calix. "Jangan pernah berpikir kau bisa
mengalahkanku, Calix. Aku bahkan belum memakai
setengah dari kemampuanku." Lalu ia menarik diri
dan pergi meninggalkan tempat latihan.

Meninggalkan Calix yang masih mencoba


mengatasi darahnya yang mengucur deras sendirian
sampai Hestia tak lama datang dan segera
membantunya.

"Tuan Calix, astaga apa yang terjadi padamu?"

448
perlahan Hestia membawa Calix menepi dan duduk
lalu melihat sekeliling, mencari kain untuk mengikat
luka di lengan pria itu.

"Sebentar," ucap Hestia. "Aku segera kembali."

Calix menghela nafas seraya menyandarkan


punggungnya pada salah satu tiang penyangga
bangunan istana sementara Hestia pergi ke dalam
untuk mencari obat atau apapun yang bisa
digunakan olehnya untuk membantu Calix walau
sebenarnya dia lebih senang membantu Yohan.

"Padahal aku hampir tidak pernah melihatnya


berlatih pedang," Calix berkata dalam hati. "Apa
mungkin selama ini dia memiliki tempat latihan
rahasia?"

"Aku tidak bisa menyepelekannya. "

449
Ditengah kondisi terluka samar-samar Calix
mendengar suara Yurisia sedang berbincang dengan
Perdana Menteri Istana. Mereka membicarakan
tentang keberangkatan Kaisar dan Permaisuri
mewakili wilayah Sirasea.

"Aku lebih yakin menantuku bisa diandalkan


sekarang." Ucap Yurisia memuji Lana dihadapan
Perdana Menteri.

"Namun menurut saya gadis pelayan itu, ah...


siapa namanya?"

"Hestia."

"Benar. Hestia, dia memiliki kemampuan yang


hampir setara dengan Permaisuri dan ada baiknya
anda menempat gadis itu memihak pada Kerajaan."
Ujar Perdana Menteri Damian menyarankan.

450
"Apa maksudmu?" nada bicara Yurisia terdengar
menuding, dia nampak tak sependapat dengan
Perdana Menteri Damian.

"Maaf, Yang Mulia. Bukannya saya tidak memihak


pada Permaisuri tapi untuk menghindari perkiraan
konflik di masa depan ada baiknya Istana mengikat
gadis pelayan itu lebih erat."

"Langsung saja pada inti dari perkataanmu,


Perdana Menteri." Yurisia tidak suka bertele-tele jadi
dia meminta Perdana Menteri Damian memberitahu
secara singkat apa niat dan tujuannya.

"Angkatlah dia menjadi selir Kaisar, Yang Mulia."

451
29. The Emperor's Nightmare

Hari semakin larut saat Yohan akhirnya tertidur di


paviliun. Dia tidak kembali ke kamar sebab
perdebatannya dengan Lana beberapa waktu lalu.
Jujur saja Yohan tidak menyukai Alan, melihat pria
itu berada di sisi Lana membuat merasa ingin
meledakkan kepala pria itu dalam sekejap meski
begitu Yohan yakin perasaan tidak senang itu timbul
semata-mata karena hubungannya kurang baik
terhadap mendiang ayah Alan bukan karena ia
menyimpan empati, simpati, atau sejenisnya pada
Permaisuri.

Entah mengapa malam itu terasa panjang


baginya pun untuk kali pertama Yohan mendapati
dirinya berada di dalam mimpi, tepatnya di aula
istananya sendiri dan disana ada banyak sekali
orang-orang tetapi dengan wajah yang ditutupi sinar
terang.

452
Ada seorang pria berdampingan dengan seorang
gadis. Yohan mengenali pakaian yang dikenakan
pria itu persis seperti miliknya, pakaian Kekaisaran
milik Kaisar. Jadi, dia beranggapan kalau pria itu
adalah dirinya sedangkan perempuan disisinya…

Yohan menyipitkan mata sebab tidak bisa


melihat wajah hanya postur tubuh saja dan kalau
dilihat-lihat gadis yang berada tepat di sampingnya
itu tidak seperti Lana.

Gadis itu lebih pendek dan lebih mungil dibanding


Lana yang memiliki tinggi hampir mencapai bahunya
sedangkan gadis itu tidak, hanya sebatas dadanya.

Siapa?

Yohan mulai bertanya-tanya jenis mimpi apa yang


sedang ia alami? Perjalanan waktu atau sejenisnya?
Ah, dia pasti halusinasi karena kelelahan sehabis

453
berpedang dengan Calix tapi.

Ada Perdana Menteri dan Pendeta juga.

Apa yang sedang terjadi disini?

"Permaisuri,"

Yohan mendengar seseorang berkata, ia menoleh


dan melihat seorang pria berpakaian pendeta
mendekat ke tengah ruangan.

"Apa anda setuju jika Kaisar mengangkat seorang


selir?"

"Aku akan menandatangani surat perceraian."

454
"Anda yakin? Anda lebih memilih bercerai
daripada menerima selir Yang Mulia di sisi anda?"

"Ya."

Deg!

Kedua mata Yohan terbuka lebar, ia terbangun


dalam kondisi terkejut setelah mendengar
persetujuan dari gadis yang disebut sebagai
Permaisuri. Yang artinya... Lana? Gadis itu lebih
memilih bercerai darinya daripada harus hidup
berdampingan dengan seorang selir?

Yohan terkejut tapi yang lebih mengejutkannya


lagi di dalam mimpi itu, ia benar-benar
melakukannya.
Menceraikan Lana.

455
Yohan memang sering berpikir demikian, untuk
menggantikan gadis itu tetapi Yohan tidak pernah
membayangkan suatu hari ia akan benar-benar
melakukan hal tersebut.

Memikirkan mimpi yang baru saja di dapatnya


membuat perasaan Yohan tak nyaman seperti ada
yang mengganjal di hatinya. Rasanya sangat aneh,
sulit Yohan jelaskan. Perasaan yang sukses
membuat jantungnya berdebar kencang tapi bukan
merasa senang melainkan sebaliknya, murung dan
suram.

Alhasil ia memutuskan untuk kembali ke


kamarnya di jam tiga pagi daripada terus menerus
merasakan sensasi tak nyaman menggerogoti
hatinya. Tunggu! sejak kapan Yohan punya hati atau
perasaan? Ini benar-benar tidak terasa normal
baginya.
Begitu sampai di depan kamar, Yohan bergegas
membuka ganjalan pada bagian gagang pintu lalu

456
masuk dan tak mendapati Lana berada diatas kasur.

Seluruh pandangannya mengedar lalu mendapati


gadis itu terbaring diatas karpet, tidur dalam posisi
menghadap dinding sambil memeluk tubuh sendiri
yang hanya berbalut kain tipis sebagai selimut.

Yohan mendekat ke arah Lana setelah menutup


kembali pintu kamar lalu menempatkan dirinya
duduk disamping gadis itu dengan perasaan
bersalah yang tak terjelaskan karena apa.

Itu hanya sebuah mimpi tapi Yohan merasa dia


seakan pernah melakukan hal semacam itu di masa
lalu atau entahlah, ia tak yakin tetapi tak bisa juga
mengabaikan mimpi tadi begitu saja.
Yohan sempat berpikir... bahkan Lana sendiri
tahu rencananya untuk menikah lagi dan bercerai,
tetapi benar-benar melakukannya...?

457
Perlahan tangan Yohan bergerak hendak
menyentuh bahu Lana tetapi kemudian jemarinya
perlahan mengatup menyisakan satu telunjuk yang
bergerak mendekat pelannnnnnn sekali menyentuh
bahu Lana sebanyak dua kali, seperti ketukan yang
amat pelan persis seperti anak kecil yang tengah
berusaha membangunkan ibunya tapi tak mau
sampai membuatnya terkejut.

Namun usaha itu gagal sebab ketika Lana


menggerakan kepala, membuka kelopak mata, dan
melihatnya... gadis itu tidak bisa menahan diri untuk
tidak berteriak.

"HAHHHH!!" kaget Lana dengan tubuh tersentak.

"A-APA!?" tanyanya masih dengan nada tinggi


dan jantung berdebar kencang, syok.

Yohan menggeleng. Wajahnya tak terlalu jelas

458
karena kondisi kamar lumayan gelap, hanya ada
cahaya dari arah luar balkon sebab seluruh lampu
telah Lana matikan dan biasanya Yohan memakai
lampu kecil berwarna kebiruan yang menyala di
samping kasur.

"Kecoa?" tebak Lana.

Yohan masih menggeleng.

"Ibunya kecoa?"

Yohan menggeleng lagi.

"Lalu apa?" tanya Lana kembali menatap Yohan


sambil menjauhkan kepalanya, memberi jarak antara
dirinya dan pria itu.

459
"Menurutmu apa?" tiba-tiba saja nada ketus
Yohan kembali. "Jangan berpikir aku mendatangimu
karena habis bermimpi buruk." Celetuknya sembari
menarik diri, menjauh dari Lana.

"Hah?" gadis itu masih linglung berusaha


mengumpulkan setengah nyawa yang belum
menyatu sepenuhnya.

"Kau bilang apa, Yang Mulia?"

"Tidak ada." Sahut Yohan datar seraya beringsut


naik ke atas kasur lalu berbaring seolah tak terjadi
apa-apa.

Sebab, setidaknya ia sudah memastikan masih


ada Lana disekitarnya sehingga perasaan
mengganjal dan tak nyaman tadi perlahan sirna
meski belum sepenuhnya namun sekarang Yohan
sudah merasa sedikit lebih tenang. Tetapi, apakah

460
dia akan benar-benar melakukan itu suatu hari?
Memikirkannya membuat perasaan bersalah itu
muncul lagi.

Yohan berdecak, meraih bantal lalu menutup


wajahnya dan memaksa dirinya kembali tidur walau
sangat sulit sekali rasanya ditambah hari juga sudah
menjelang pagi bahkan Lana memutuskan untuk
pergi mandi.

Namun saat akan membuka pintu, Lana


mendapati banyak sekali ganjalan yang Yohan buat
disana sehingga melihatnya saja membuat Lana
malas dan berakhir kembali berbaring di atas karpet
ketimbang harus membuka satu per satu ganjalan
pintu tersebut.

"Dasar aneh!" decak Lana menggumam


kemudian memilih untuk kembali tidur tetapi sekitar
sepuluh sampai dua puluh menit setelah dirinya
berada dalam posisi itu sebuah tangan kembali

461
menyentuh bahunya.

Lana sengaja tidak bereaksi kali ini, ia berpura-


pura sudah tidur sampai sepasang tangan perlahan
memeluk pinggangnya dari belakang. Membuat
Lana nyaris berteriak namun berhasil ia tahan
dengan masih berpura-pura sudah berada di dalam
mimpi.

Oke, tidak perlu menebak tangan milik siapa itu


jawabannya sudah sangat jelas.

Yohan Haze.

Pria itu berada tepat di belakang Lana dan


memeluknya erat serta menempatkan dagunya
berada di atas puncak kepala Lana. Membawa gadis
itu pada sebuah kehangatan mendebarkan yang tak
dapat diungkapkan melalui kata-kata. Karena untuk
pertama kalinya dalam hidup, Yohan merasa takut.

462
Takut jika sebuah mimpi yang seharusnya bunga
tidur menjadi sebuah kenyataan suatu hari.

Yohan memang tidak suka Lana, sempat ingin


bercerai dan merencanakan banyak hal gila terhadap
gadis itu, tapi bukan berarti suatu hari Yohan benar-
benar akan....

Ah, bagaimana caranya menjelaskan kekacauan


perasaan yang seperti itu? Yohan bingung tapi
setidaknya saat ini jantungnya terasa lebih tenang,
tidak berdenyut sakit seperti saat ia bangun dari
mimpi buruk tadi. Meskipun tak suka Lana, Yohan
tidak mau gadis itu tergantikan.

Mengerti tidak?
Disaat Yohan sedang gundah memikirkan mimpi
yang didapatnya, Lana tengah mati-matian berusaha
untuk tidak menimbulkan gerakan mencurigakan
sedikitpun terlebih ketika sesekali nafas hangat
Yohan singgah pada bagian dahinya bahkan

463
terkadang sampai ke wajahnya. Rasanya begitu
amat menegangkan seperti sedang menonton film
paling horor sepanjang masa.

YOHAN & CALIX ?!?!

464
30. Last Meeting

"Hestia, tinggalkan itu. Biar aku saja yang


menyiram tanaman." Ucap Serena, kakak dari Selene.

Hestia mengerutkan dahi bingung. "Hari ini


jadwalku bekerja di bagian taman,"

Serena tersenyum. "Aku tahu tapi ada hal yang


perlu kau ketahui."

"Apa itu?"

Senyuman Serena melebar lalu ia menjelaskan


kabar. "Kau diminta datang ke ruang rapat tertutup
keluarga Kekaisaran."

"Hah?" ekspresi Hestia jelas menunjukkan

465
keterkejutan dan bingung juga terdapat kebahagiaan
disana. "Maksudmu? Kau serius?"

"Aku serius!" seru Serena. "Cepatlah, biar aku


yang gantikan!"

Hestia mengangguk senang, memasang ekspresi


paling ceria di wajahnya sebab hari yang dinanti
baginya tiba juga. Entah Kaisar atau Ibu Suri, pasti
diantara mereka ada yang merekomendasikan
dirinya untuk mendampingi Kaisar dan berada
disisinya.

Entah mengapa tetapi Hestia merasa senang


walau dia sering kali merasa deja vu seperti sudah
pernah berada di posisi ini entah kapan, hanya
seperti pernah berkali-kali mendapat kebahagiaan
serupa dan menjadi pasangan Kaisar.
Lain halnya dengan Lana, gadis itu disuruh oleh
sang mertua untuk pergi membeli beberapa barang
yang ada di kota. Sengaja tidak meminta pelayan

466
sebab Yurisia beralibi Lana butuh hiburan dan jalan-
jalan.

"Yang Mulia, maaf mencela." Calix bertanya, "apa


tidak masalah keluar istana tanpa persetujuan dari
Yang Mulia Kaisar?"

"Aku memberi izin dan meminta menantuku


membelikan barang yang ada di catatan, apa
salahnya?" Yurisia menjawab dengan nada ketus.

Lana tersenyum singkat. "Baiklah Ibu, aku akan


membelinya."

"Tidak usah buru-buru Permaisuri, pergilah dan


nikmati waktu bebasmu." Ucapnya berpesan lalu
menatap tajam ke arah Calix. "Pastikan kau selalu
berada disisinya, aku tidak ingin sampai terjadi
sesuatu pada menantuku."

467
Calix merasa aneh seperti ada skenario yang
sedang ditutup-tutupi oleh Yurisia dan Lana seolah
diminta menjauh dari istana supaya tidak tergabung
atau terlibat dalam skenario tersebut. Tapi, apa?

"Lenganmu terluka." Lana berkata sambil berjalan


bersisian dengan Calix menuju gerbang istana yang
terbuka.

Calix segera memegang bagian lengannya dan


menjawab. "Aku baik-baik saja, Yang Mulia."

Mata Lana menyipit mengamati luka Calix yang


terbalut oleh perban tak rapi lalu berkomentar.
"Siapa yang mengobati lukamu? Kau mengobatinya
sendiri?"
"Temanku mengobatinya."

"Sudah kusarankan untuk mencuci luka terlebih


dahulu sebelum mengoleskan herbal." Celetuk Lana.

468
"Sekarang sama saja seperti kau meletakkan pasir di
atas lukamu, rasanya menjadi tiga kali lipat lebih
menyakitkan."

"Aku tahu." Calix menyahut.

Mereka bergegas menuju kota, tidak perlu


menggunakan kuda atau bahkan kereta karena
untuk sampai ke tempat itu hanya dibutuhkan jalan
kaki tidak sampai lima belas menit. Itu pun bisa
menjadi lebih cepat karena mereka melalui jalan
menurun.

Kembali ke ruang rapat istana dimana orang-


orang penting dikumpulkan termasuk Kaisar yang
datang paling terakhir saat para petinggi seperti
Perdana Menteri, Penasehat Istana, Bendahara
Istana, Ibu Suri, Pendeta, dan Hestia Avolire---si
tokoh utama sudah hadir.

469
"Ada apa, Bu?" Yohan langsung bertanya pada
Yurisia begitu sampai di ruangan tersebut.
"Mengapa tiba-tiba mengadakan rapat?"

"Yang Mulia, aku telah mempertimbangkan


bersama Perdana Menteri demi kesejahteraan
Sirasea kedepannya agar kau mengangkat seorang
selir."

Alis Yohan terangkat satu. "Aku sudah menikah


dan pernikahanku masih baru, ada apa denganmu,
Bu?" nada bicaranya mulai terdengar menusuk dan
dingin.

"Ini permintaanku." Ucap Yurisia lalu memegang


bahu Hestia dan menunjukkan gadis itu ke hadapan
Yohan. "Aku ingin gadis ini menjadi Selirmu."
Yohan terdiam, Yurisia memakai waktunya sebaik
mungkin untuk mempengaruhi dan membujuk
putranya itu.

470
"Aku tahu Permaisuri adalah orang bijak,
jawabannya begitu memukau tapi kita perlu
seseorang yang mampu mengambil resiko--"

Yohan menghela nafas lalu memotong perkataan


Yurisia. "Itu sesederhana ibu tidak bisa
mengendalikan Permaisuri dan menjadikannya
boneka, kan?"

"Yang Mulia..." Yurisia mendesahkan nafasnya


berat. "Kau tidak perlu persetujuan Permaisuri, ada
pendeta disini. Lakukan pernikahan diam-diam dan
setelah itu... bagaimana Permaisuri bisa
membantahmu? semua terjadi begitu saja."

"Yang Mulia, Ibu Suri benar." Perdana Menteri


Damian turut andil dalam membujuk Yohan. "Jika
gadis ini berada di pihak kita maka seratus persen
Sirasea akan aman sampai seribu tahun ke depan.
Ada banyak sekali tipe wanita seperti Permaisuri tapi

471
gadis ini memiliki potensi yang dapat
menghancurkan kita jika sampai jatuh ke tangan
lawan."

Hestia tersenyum lalu berusaha membujuk


dengan kalimat. "Yang Mulia, saya lebih bisa
melayani anda dibanding Permaisuri."

Tentu saja, pada kenyataannya kehidupan ini


adalah sebuah novel dan tokoh-tokoh pendukung
akan selalu mendukung tokoh utama apapun yang
terjadi karena dalam narasi memang sudah tertulis
seperti itu. Semua orang mendukung pernikahan
Yohan dengan Hestia, itu sebabnya sekalipun Lana
sudah menunjukkan keunggulan dirinya Hestia tetap
akan yang paling banyak mendapat dukungan.
"Yang Mulia, aku ibumu. Aku tahu yang terbaik
untuk putraku." Ujar Yurisia menambahkan.

Yohan menghela nafas kasar lalu menyugar


rambutnya cepat. "Kalian tidak waras."

472
"Jaga cara bicaramu, Yang Mulia." Yurisia
menghela nafas, "mengertilah kalau ini yang terbaik
untuk kita semua."

Bahkan saat tidak ada alasan jelas mengapa


Yohan harus menikah dengan Hestia, orang-orang
itu mendukungnya dan mendesak supaya Yohan
menikah lagi. Merasa pengap berlama-lama di
ruangan ini, Yohan berbalik akan pergi tetapi seruan
lantang Yurisia memaksa langkahnya terhenti saat
baru akan mengambil langkah kedua.

"Aku Ibumu, Yohan. Kau tidak bisa menolak


perintah dari seseorang yang telah berkorban nyawa
hanya untuk melahirkanmu!"

"Apa maumu, Bu?" Yohan berbalik lagi, terpaksa


bertanya.

473
"Menikahlah dengan gadis ini." Perintahnya
mutlak dengan tatapan berkaca menahan emosi
marah kalau sampai Yohan nanti berkata tidak.

Lama terdiam, Yohan sedang


mempertimbangkan pilihan kemudian menjawab.
"Baiklah, tapi aku punya sebuah syarat."

"Akan kupenuhi apapun syaratmu itu." Ujar


Yurisia membalas. "Katakan, apa syaratmu anakku?"

"Aku ingin mata semua orang ditutup, hanya aku


dan pendeta saja yang tidak memakai penutup
mata."

***

Kembali lagi pada Lana. Dia sedang mencari


benda paling atas yang ada di catatan dan merasa

474
aneh sebab sedari dari hampir keseluruhan toko di
tempat ini tak ada yang tahu benda itu sampai
kemudian seorang pria tua baik mencoba membaca
daftar belanja milik Lana.

"Ya ampun, Yang Mulia..." pria tua itu terkekeh.


"Semua ini barang yang harus dipesan terlebih
dahulu baru nanti akan di datangkan ke sini."

"Ah, berarti sekarang semua barang di daftar ini


tidak ada?" Lana bertanya.

"Ya tidak akan ada sampai anda melakukan


pemesanan terlebih dahulu." Balas si pria tua
menjelaskan.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Calix yang melihat


Lana menghela nafas panjang dan dalam setelah
keluar dari toko tadi.

475
Lana menggeleng. "Kurasa seseorang sedang
menulisku dalam sebuah buku lalu tertawa."

"Maaf, maksud anda?"

"Bukan apa-apa."

Perlahan Lana menyadari kalau kehidupan di


tempat ini mencoba kembali pada alur novel
sesungguhnya. Sebesar apapun usaha yang Lana
tunjukan dan sebanyak apa dia mendapat dukungan
tetap tidak akan lebih banyak dari yang didapat oleh
sang tokoh utama, Hestia.

"Anda akan kembali ke istana?"

"Tidak sekarang." Lana sudah mengerti apa yang


sedang terjadi sekarang, para tokoh pendukung
pasti sedang mengembalikan alur cerita seperti

476
semula. "Biarlah yang akan terjadi, terjadi terlebih
dahulu baru aku akan kembali."

Calix kebingungan sendiri. "Saya tidak mengerti


maksud anda, Yang Mulia."

"Aku juga tidak berniat menjelaskannya padamu."


Ujar Lana dingin. Suasana hatinya rusak total, ia
merasa kesal karena semua usahanya dibuat sia-sia
karena para tokoh pendukung cerita.
Sementara itu di Istana tepatnya di ruang rapat
tertutup, orang-orang sudah memakai masing-
masing penutup mata mereka dan tersenyum,
mengandalkan indera pendengaran untuk
menyaksikan apa yang sedang terjadi yakni pendeta
yang mulai membacakan doa pembuka sebelum
memulai sumpah pernikahan.

"Yang Mulia, izinkan saya meminta semua orang


untuk memanjatkan doa masing-masing dalam hati."
Ujar sang Pendeta.

477
"Diizinkan."

"Para hadirin dimohon untuk menundukkan


kepala dan berdoa dalam hati. Berdoa dimulai."
Pendeta memimpin doa pembuka sebelum sumpah
pernikahan.

Semua orang menunduk. Hestia mengulum


senyum, tak kuasa menahan kebahagiaan karena
sebentar lagi nasibnya akan berubah dari seorang
pelayan naik posisi ke tingkat selir. Konon, selir
adalah wanita yang dicintai oleh Kaisar. Itu sebabnya
Hestia sangat suka mendapat posisi itu karena
sendirinya pun ia merasa yakin dapat membuat
Kaisar menaruh hati padanya dalam waktu dekat.

"Demi Sanghyang, mohon lancarkan


pernikahanku. Aku akan dengan senang hati
menerima kehormatan untuk menjadi istri kedua
Kaisar." Hestia membatin, berdoa di dalam hati.

478
Hening.

Suasana hening yang lama-kelamaan terasa tak


nyaman. Hestia mulai penasaran mengapa Pendeta
belum memulai sumpah pernikahan. Mengapa doa
pembukanya sangat lama?
"Aku mendengar langkah kaki." Hestia
menajamkan telinga, terdengar derap sepatu yang
sangat lembut bahkan nyaris tak terdengar.

Sampai kemudian gejolak penasaran itu menjadi


semakin tak tertahankan. Hestia memutuskan untuk
menarik turun sehelai kain yang menutupi matanya
lalu tersentak ketiga sebuah pedang berlumuran
darah tiba-tiba mengarah tepat di depan wajahnya.

Deg!

479
YOHAN

480
31. Καλύτερα άδεια

"Berdoa dimulai." Sang Pendeta menunduk


setelah menyerukan kalimat barusan, dia berdoa
dengan khidmat.

Semua orang melakukan hal serupa sejauh mata


Yohan memandang. Ibunya juga. Dia melihat semua
orang sungguh-sungguh menunduk dan berdoa
entah apa tetapi dia adalah satu-satunya yang tidak
berdoa disini.

Sedetik sangat berharga baginya. Dengan


langkah pelan namun cepat, Yohan memutar ke arah
belakang Pendeta lalu menebas leher pria itu tanpa
sempat memberinya kesempatan untuk berteriak
atau pun meringis kesakitan. Semudah itu berkat
ketajaman pedang miliknya yang selalu diperhatikan
dan diasah setiap dua hari sekali.

481
Perlahan Yohan meletakkan tubuh bersimbah
darah dengan kepala nyaris copot itu ke lantai agar
tak menimbulkan suara sedikitpun lalu ia berpindah
menghampiri Perdana Menteri yang berada tepat di
samping sang ibu dan melakukan hal serupa tanpa
membuat seorang pun merasa curiga.

Yohan tahu dan sadar seratus persen


perbuatannya ini salah tapi dia sudah merasa muak
saat orang-orang ini selalu saja berusaha mengatur
hidupnya dengan alasan lebih tahu yang terbaik,
terutama Ibunya, Yurisia.

Wanita itu selalu saja menggunakan


kewenangannya sebagai seorang ibu dan membuat
Yohan tak berkutik, selalu mengungkit jasanya yang
telah mempertaruhkan antara hidup dan mati ketika
melahirkan Yohan.

"Menjengkelkan!" Desisnya pelan.


Kini giliran pedangnya mengarah pada Yurisia

482
tetapi sebelum Yohan melakukan serangan fatal,
terlebih dahulu dia mengendap ke belakang wanita
itu lalu menggunakan sepasang jarinya untuk
memukul titik syaraf sensitif di bagian leher wanita
itu sehingga kesadarannya menghilang dan segera
Yohan tahan tubuhnya sebelum jatuh terkapar ke
lantai.

Tanpa rasa bersalah Yohan menyembelih leher


Yurisia sampai putus lalu tersenyum puas sebab kini
tidak akan ada lagi orang yang mengoceh hal serupa
tentang hidup dan mati ketika melahirkan.

Darah menggenang dimana-mana, hampir


keseluruhan lantai yang semula berwarna putih
berubah menjadi merah. Yohan lalu menghabisi dua
orang sisanya sehingga kini diruangan itu hanya ada
dirinya dan Hestia yang masih hidup lalu saat akan
mengakhiri gadis itu, Hestia malah membuka
penutup mata dan melihat segalanya.
Mayat-mayat bergelimpangan dengan potongan

483
kepala terpisah. Dua dari kepala tersebut mati
dengan mata melotot, membuat Hestia bergidik
ketakutan melihatnya.

"Y-Yang Mulia..." suaranya bergetar menandakan


betapa takutnya ia saat ini terlebih lagi ketika
pedang berlumur darah itu diarahkan tepat ke
wajahnya.

"Mengapa?" Yohan tersenyum. "Bukankah kau


ingin menikah denganku? Jika kau ingin menikah
denganku kau harus bisa menerima seluruh hal yang
ada dalam diriku termasuk sisiku yang seperti sini."

"Y-Yang Mulia..." Hestia susah payah meneguk


ludah lalu tersungkur ke lantai akibat dua kakinya
yang terasa lemas dan tak kuasa menopang bobot
tubuh lagi. "Tolong j-jangan habisi sa-saya..."

Kedua tangan Hestia terangkat, menyatukan

484
kedua telapak tangannya sambil terus memohon
belas kasih ditengah tangis penuh ketakutan.

"Ma-maafkan saya, sa-saya hanya..."

Yohan tersenyum miring seraya mendekatkan


bagian ujung pedangnya menyentuh mata kanan
Hestia, membuat gadis itu semakin histeris lagi
dalam meminta ampunan.

"Ayo kita menikah, itu yang kau inginkan bukan?"

Hestia menggeleng. "T-tidak! S-saya tidak ingin!"


bantahnya sembari memundurkan kepala namun
pedang Yohan malah semakin maju sampai-sampai
bagian kelopak mata kanan miliknya terluka akibat
goresan dari bagian ujung pedang tersebut.

"Hikk..." tangisan Hestia semakin menjadi. "S-

485
saya akan pergi... saya mohon..."

"Kau akan pergi? Kemana? Bukankah sebaiknya


kita menikah?" todong Yohan merasa senang
mempermainkan rasa ketakutan seseorang.

Hestia menggeleng kuat sekali sampai-sampai


jika lebih lama lagi dia menggeleng mungkin
kepalanya akan copot. "Saya mohon, Y-Yang Mu-lia...
sa-saya janji tidak akan muncul dimana pun lagi."

"Baiklah." Yohan menyetujui lalu menarik


pedangnya dari wajah gadis itu. "Kau bisa pergi."

"Terima---"

Jleb!

486
Baru Hestia akan berterima kasih dengan
senyum sumringah di wajahnya tetapi semua itu
sirna dalam sekejap ketika Yohan kembali
mendorong pedangnya dengan gerakan cepat dan
menusuk mata kanan Hestia sampai bolong.

Setengah wajah gadis itu berlumur darah, tangis


kesakitan dan ketakutan Hestia meledak seketika.
Yohan tersenyum lalu mendekat, berlutut di hadapan
gadis kemudian berkata.

"Pergi dan bersembunyilah dengan wajah


memalukan itu." Ucapnya diiringi kekehan sadis dan
tatapan bengis.

"Kau punya waktu sampai aku kembali lagi ke


sini." Ujarnya pada Hestia yang sibuk mengelap
lumuran darah di wajahnya menggunakan ujung
gaun.

487
Jangan tanyakan sesakit apa matanya saat ini
dan sudah dipastikan Hestia tidak akan pernah bisa
melihat lagi dengan mata kanan. Penglihatannya kini
hanya akan mengandalkan satu mata saja belum
lagi sekarang Hestia harus pergi sebelum Yohan
kembali.

Perlahan Hestia bangkit, dia berjalan pelan


sambil terus menutupi wajahnya antara malu dan
kesakitan tetapi kemudian dengan kejam Yohan
mengarahkan lagi pedangnya menghunus Hestia
dibagian kaki.

Jleb!

Lalu menggerakkan pedangnya seperti


mencongkel dan merobek sebagian daging di bagian
paha bawah gadis itu dari arah belakang.

Serangan itu membuat Hestia tersungkur dan

488
mengerang kesakitan, Yohan ingin mengakhiri gadis
itu tapi tak jadi. Mungkin lebih baik dia berjuang
kesakitan terlebih dahulu.

"Haruskah ku tambah perasan lemon di atas


lukamu?" tanyanya kejam.

Hestia menggeleng. "Saya mohon..." rintihnya


meminta ampunan.

"Beberapa luka tusuk lagi tidak akan membuatmu


mati." Celetuk Yohan menambahkan, tak ada
sedikitpun iba dimatanya. Hanya ada kebengisan
dan rasa puas tergambar dari sorot matanya.

"J-jangan!" seru Hestia dengan suara nyaris


hilang.

Jleb!

489
Tusukan lain mendarat di perut kanan Hestia dan
sukses membuatnya tumbang tapi belum menyerah
untuk menyelamatkan diri, Hestia masih berusaha
walau harus menyeret tubuhnya sendiri.

Memandangi gadis itu selama beberapa waktu


yang kini nampak susah payah menarik tubuhnya
sendiri untuk menjauh dari kematian membuat
Yohan merasa senang sehingga memutuskan untuk
membiarkan gadis itu tetap benar-benar hidup tak
seperti yang lain. Lagipula Yohan menjamin Hestia
tidak akan pernah berani menampakkan diri lagi
dalam kondisinya yang sudah dipastikan cacat
seumur hidup.

Sungguh, haha!

Yohan sudah menduga tak akan ada siapapun


yang dapat menerima sisi mengerikan dari dirinya.

490
Tidak seorangpun.

Merasa aksinya sudah cukup, Yohan pergi


meninggalkan ruangan tersebut dan berniat
menyusul Lana. Entah dimana gadis itu sekarang,
Yohan akan menunggunya di gerbang depan dan
langsung membawanya menuju Everland.

Tetapi sebelum itu Yohan pergi ke kamarnya dan


membersihkan diri terlebih dahulu. Membebaskan
tubuh kekarnya yang terbalut oleh lumuran darah
hampir di semua tempat, di bagian dada yang
terbanyak.

Yohan sampai perlu menggosok bagian, dada


bidangnya secara ekstra di bawah pancuran air agar
jejak darah tersebut cepat menghilang.

Walau telah sepenuhnya membersihkan diri dan

491
membalut tubuhnya dengan pakaian baru, aroma
darah sesekali tercium. Tidak terlalu kencang, tetapi
ada. Darah manusia memang sangat sulit untuk
dibersihkan, itu fakta. Sebenarnya ini bukan kali
pertama Yohan melakukan pembunuhan dengan sisi
dirinya yang belum pernah dilihat oleh siapapun, ada
banyak tapi tidak terungkap. Singkatnya berada
diluar narasi.

Di depan Lana kembali bersama Calix tanpa


membawa apapun karena semua barang memang
tidak ditemukan. Setelah membeli makanan ringan
dan memakannya di jalan untuk menaikan mood
akhirnya Lana setuju untuk pulang.

"Istana..." Lana menggumam sambil menghela


nafas.

"Yang Mulia," Calix mengulurkan telapak tangan


pada Lana. "Saya akan membuangnya." Meminta
tusukan bambu yang Lana pegang sedari tadi,

492
tusukan yang berasal dari makanan yang dibelinya di
pasar kota.

"Oh!" Lana sempat tersentak saat tusukan kayu


itu diambil lalu disingkirkan tapi kemudian ia kembali
menghela nafas membayangkan berbagai hal yang
terjadi di dalam istana selagi ia tidak ada.

"Buka gerbangnya!" seru Calix.


Setelah gerbang dibuka, Lana tak langsung
masuk. Langkahnya tertahan di depan oleh karena
kehadiran Yohan. Pria itu berdiri tepat di balik
gerbang sehingga saat gerbang tersebut di buka
maka sudah pasti Yohan muncul dibaliknya.

"Permaisuri," suara Yohan terdengar berat dan


parau. "Kita harus berangkat sekarang."

Sebuah kereta kuda dan serombongan prajurit


telah bersiap sedia menunggu perintah lanjutan dari

493
Yohan. Dahi Lana berkerut, merasa bingung karena
seharusnya keberangkatan mereka masih besok di
sore hari.

"Ada satu dua hal yang membuatku harus


berangkat lebih awal." Celetuk Yohan seolah
menjawab pertanyaan yang Lana ajukan dalam hati.

Calix membungkuk hormat. "Saya akan


mengambil kuda."

"Tidak, tidak. Kau tidak perlu ikut." Desis Yohan.


"Kau disini dan jaga istana sampai aku kembali."

"Baik, Yang Mulia."

Yohan melangkah lebih dekat ke arah Lana lalu


mengulurkan tangan. "Ayo, Permaisuri?" ajaknya.

494
Dengan ragu Lana mengulurkan tangannya pada
Yohan, membiarkan pria itu menggenggamnya
dengan lembut lalu menariknya mendekat untuk
diarahkan menuju pintu masuk kereta kuda.

Hidung Lana berkerut, mencium semilir bau yang


sangat ia kenal. "Bau darah?"

Bola matanya segera bergulir penuh curiga ke


arah Yohan yang menatapnya tanpa ekspresi seperti
biasa.

"Aku mencium bau darah." Lana berkata dalam


hati lalu menunduk mencoba untuk
menyembunyikan ekspresi wajahnya yang agak
berantakan karena merasa tak nyaman setelah
mencium aroma amis bercampur besi yang cukup
menyengat bagi hidungnya.

"Ada apa, Permaisuri?" suara dingin Yohan

495
menyapa telinga Lana, memberi efek merinding
pada keseluruhan bulu kuduk gadis itu sehingga
dengan cepat dia menggeleng.

"Duduklah." Pintanya.
Lana merasa ada perubahan yang telah terjadi, ia
tidak tahu karena apa dan kenapa tetapi ia yakin
kalau Yohan bertambah jadi lebih dingin dan auranya
menggelap tak seperti biasanya. Itu menakutkan.

Sesuai perintah Yohan, Lana duduk di dalam


kereta kuda. Menempatkan bokongnya diatas kursi
empuk lalu mencoba merilekskan diri dan
melupakan aroma darah yang sempat menyita
perhatiannya.

"Aura istana juga entah mengapa terasa gelap."


Lana membatin sambil menghela nafas saat
mengintip melalui tirai jendela kereta yang ia sibak
sedikit sebelum benar-benar berangkat
meninggalkan Sirasea.

496
"Apa yang terjadi?" ia bertanya-tanya dalam hati.
"Sesuatu yang buruk atau baik?" yang jelas pasti
sudah melenceng jauh dari alur cerita atau mungkin
sudah kembali ke alur semula, antara kedua itu.
Yohan naik ke atas kuda hitamnya, sudah lama
sekali dari terakhir kali Calix melihat pria gagah itu
menunggang kuda. Beberapa waktu lalu saat
mereka bersama-sama melakukan perburuan di
hutan, itupun sebelum Yohan menikah dan kini pria
itu menunggang kuda yang sama lagi.

Kuda hitam berjenis Thoroughbred dengan


kecepatan mampu menembus 70,76 kilometer per
jam dan di klaim sebagai kuda tercepat di seluruh
Benua yang ada. Satu-satunya jenis yang tersisa dan
hanya dimiliki oleh Kaisar dari wilayah Sirasea,
Yohan Haze.

Calix sendiri tahu Yohan membeli kuda tersebut


dengan harga fantastis, mencapai setengah dari

497
dana pembangunan istana. Jika dia menjadi pemilik
kuda sebelumnya sudah pastikan akan langsung
kaya raya setelah mendapat bayaran dari Yohan.

"Dia Kaisar yang sangat tangguh dan mengerikan,


tapi sasaranku bukan dirinya." Calix mengomentari
dalam hati sambil memperhatikan Yohan yang naik
ke atas kudanya lalu mulai mengapit sisi perut kuda
berwarna hitam legam tersebut agar mulai berjalan.

Selepas rombongan Kaisar pergi, Calix kembali


ke dalam Istana dan dikejutkan oleh penampakan
genangan darah yang keluar dari ruangan yang biasa
digunakan sebagai tempat rapat tertutup.

Dengan ragu Calix mendorong pintu ruangan itu


terbuka ke arah dalam lalu terkejut ketika mendapati
banyak mayat dari orang-orang yang dikenalnya
bergelimpangan termasuk mayat dari target balas
dendamnya.

498
Yurisia. Wanita itu sudah meninggal duluan
sebelum Calix sempat mengotori tangannya.
Hestia sudah tidak berada disana, entah kemana
dia pergi tetapi Calix melihat bekas seretan tubuh
yang berjejak darah milik seseorang di lantai.

Calix mengepalkan tangan guna menekan


ketakutan yang muncul dari dalam tubuhnya.
"Siapapun yang selamat pasti kondisinya sangat
memprihatinkan." Gumamnya.

Calix sudah lama bekerja dengan Yohan dan tahu


sisi yang ini dari pria itu tetapi menyaksikannya lagi
setelah sekian lama benar-benar membuat Calix
gentar. Dia ketakutan tapi juga senang meski tidak
sepenuhnya puas karena Yurisia sudah mati duluan.

Kemudian timbul sebuah pertanyaan dalam


benak Calix, sebuah pertanyaan seperti; apakah
sebenarnya alasan Yohan melakukan keberangkatan
lebih awal ke Everland untuk menutupi jejak

499
kebrutalannya di tempat ini dari Lana?

UDAH CUKURAN MAU KE EVERLAND

500
32. Μόνο μια στιγμή

Everland. Benua terindah diantara seluruh benua


yang ada, tetapi untuk mencapainya diperlukan
perjuangan ekstra. Medan dan jalur-jalur menanjak
serta menurun senantiasa menghiasi perjalanan
rombongan Yohan. Bahkan nanti mereka akan
melakukan penyebrangan laut menggunakan kapal
pesiar yang disediakan oleh pihak Everland dari jauh-
jauh hari khusus untuk menjemput kedatangan
Kaisar dan Permaisuri dari Kekaisaran Sirasea.

Lana yang tertidur sejak tadi dihampiri oleh


sosok yang tak lain tak tak bukan ialah suaminya
sendiri, Yohan Haze, yang mengendap masuk
perlahan ke dalam kereta kuda setelah meminta
serombongan prajuritnya untuk beristirahat dan
melanjutkan perjalanan di jam enam pagi.

Sekarang masih jam dua malam, ada waktu lima

501
jam bagi mereka untuk beristirahat sejak dimulainya
perjalanan di jam tujuh malam tadi. Yohan tidak mau
kalau sampai ada tragedi serombongan prajuritnya
pingsan karena kelaparan dan kehausan akibat tidak
beristirahat selama perjalanan, jadi dia memberi
lima jam kebebasan untuk digunakan para
prajuritnya entah untuk makan, minum, tidur,
terserah.

Yang terpenting baginya adalah memeriksa Lana


dan menemukan gadis itu dalam kondisi tidur
nyenyak membuat Yohan jadi mulai memikirkan hal
yang tidak-tidak karena pada dasarnya dia lelaki
normal hanya saja belum sempat ada waktu
bersenang-senang dengan lawan jenis atau memang
karena ia tidak begitu tertarik dengan dunia bercinta
semacam itu.

Tunggu, mengapa gadis itu jadi terasa penting


baginya? Yohan mendecak pelan, ada hal yang
mempengaruhi perasaannya entah apa tapi dia tidak
mengelak dan mendekat untuk mengamati pahatan

502
detail wajah istrinya itu.
Sorot matanya bertambah gelap tatkala mencium
aroma manis dari parfum dan wewangian yang
gadis itu gunakan. Indah, manis, harum. Yohan
bukan lagi tersenyum tapi menyeringai persis seperti
hewan buas kelaparan lalu membawa hidung
runcingnya bergerilya di sekitar leher mulus milik
Lana.

Mengamati Lana dari jarak yang sangat dekat


sekali. Melihat kecilnya wajah tirus gadis itu, bibir
ranum yang terkatup nyaman, hidung kecil, mata,
alis, semua dia perhatikan. Sampai-sampai
membayangkan jika sekali saja hantaman keras
mengenai gadis itu, mungkin akan langsung
menghancurkannya menjadi butiran debu.

Rambut Lana lembut, tidak terlalu lurus tapi


belum masuk dalam kategori bergelombang. Terasa
halus ketika bersentuhan dengan kulit jemari Yohan.
Pelan-pelan pria itu menempatkan jari-jari

503
raksasanya membelai surai panjang Lana lalu
membawa ujungnya mendekat ke hidung kemudian
menghirup dalam-dalam aroma manis ceri yang
menyeruak dari sana.

Jangan tanya mengapa Yohan tidak tidur, dia


tetap bisa melumpuhkan seratus orang berbadan
kekar atau dua kali lipat lebih besar dari tubuhnya
meski belum melakukan aktivitas rutin manusia
yang disebut tidur. Sejak dulu dia tidak bisa benar-
benar tidur, mungkin karena itu dia cenderung
pemarah tapi dalam diam dan kalau lama-kelamaan
di uji amarahnya akan menjadi bumerang lalu
meledak seperti tadi. Masih ingat tragedi beberapa
jam lalu di ruang rapat tertutup? Oke, sekarang
lupakan.

Seringai di bibir Yohan melebar, dia menarik


wajahnya lebih dekat lagi dan hendak meraup bibir
Lana yang sudah pernah ia coba pada waktu itu,
namun ekor matanya menangkap siluet hewan kecil
yang teramat membuatnya takut. Selalu.

504
Alhasil Yohan mundur, tidak kali ini, belum bisa.
Dia takut pada serangga kecil berwarna cokelat yang
sedang melihatnya dari ujung kayu jendela. Mungkin
saja serangga yang selalu berjenis kecoa itu sedang
menunggu waktu yang pas untuk terbang ke
wajahnya. Jadi, Yohan memilih keluar dan pergi.

Sekitar pukul lima Lana terbangun, saat langit


mulai berwarna kebiruan terang. Lehernya terasa
amat pegal dan butuh sedikit peregangan jadi, ia
memutuskan keluar dari kereta dan melihat-lihat
karena kebetulan para prajurit juga masih
beristirahat.

"Yang Mulia, anda ingin ganti pakaian?" tawar


seorang pelayan mendekat ke arah Lana saat tahu
gadis itu sudah keluar dari kereta.

Lana menggeleng. "Tidak, tidak perlu." Matanya


bergulir mencari sosok Yohan yang keberadaannya

505
entah ada dimana lalu ia memutuskan bertanya.
"Dimana Kaisar?"

Pelayan tersebut menunduk lalu memberi


jawaban. "Kaisar ada di dekat sungai, sedang
berendam, saya rasa begitu." Ucapnya agak ragu
karena tidak mungkin mencari tahu kegiatan Kaisar
dengan mengintip atau semacamnya walaupun mau.

"Baiklah." Lana merespon.

"Anda mau saya bawakan sesuatu untuk


dimakan?" lanjut pelayan itu menawarkan tetapi
Lana menggeleng dan bilang sedang ingin sendiri
sehingga dia pergi.

Selanjutnya yang gadis itu lakukan adalah diam-


diam mendekati suara deburan arus sungai yang
cukup kencang. Tidak, tidak, Lana bukan mau
mengintip. Hanya saja dia penasaran apa yang

506
sedang dilakukan oleh Yohan sepagi ini di sungai.
Jika ia yang tidur di dalam kereta kuda saja merasa
dingin, apa pria itu tidak merasakan hal serupa?

Perlahan Lana mendekati aliran sungai lalu


sampai ke tepi tapi sejauh mata memandang tak
ada seorangpun disana. Lana mencoba melihat lagi
sampai menyipitkan mata, mencondongkan sedikit
tubuhnya lalu menengok ke kanan dan kiri namun
tetap tak ada siapapun di sekitar situ.

"Apa mungkin dia sudah kembali?"

Hela nafas Lana terdengar, ia tak menyadari ada


seekor ular yang turun dari ranting pohon tepat di
belakang kepalanya sehingga saat berbalik kedua
matanya langsung terbelalak bersamaan dengan
serangan ular yang mencoba mematuk ke arah
wajahnya.
Namun di waktu yang sama sebuah tangan
muncul dan mencengkram ular tersebut tepat di

507
kepala hingga hancur sehingga darahnya mengalir
ke bawah lengan pemilik tangan itu.

"Tertarik menempatkan kepalamu disini,


Permaisuri?" Yohan berkata sambil melepaskan
cengkeramannya dari kepala ular yang telah remuk
itu sehingga tubuh panjang hewan itu menggeliat di
atas tanah.

Mulut Lana terasa seperti kebas, kelu, kaku, lupa


cara bergerak ketika melihat Yohan menghabisi
seekor ular hanya dengan tangan kosong tepat di
depan matanya.

"Permaisuri?" alis pria itu terangkat satu dan


kembali memanggil Lana dengan suara yang
terdengar agak serak namun seksi, eh.

"Y-Ya?" Lana berkedip cepat dan merespon


setelahnya.

508
"Kau takut, Permaisuri?" kekeh Yohan. "Bukankah
kau pernah bilang padaku bahwa kau menyukai
penindasan?"

"Aku... aku..."

"Aku suka penindasan!"

Kilas balik singkat tentang ucapannya dahulu


kepada Yohan mendadak terngiang di kepala. Lana
memundurkan langkah mencoba menghindar dari
pria itu, yang perlahan semakin maju mendekat
padanya.

"Kau menyukainya." Ucap Yohan berbisik tepat di


depan Lana sampai-sampai gadis itu bisa
merasakan nafas hangat beraroma mint menerpa
wajahnya sekilas.

509
"Permaisuri," Yohan menahan ucapannya,
membiarkan Lana merasa penasaran dan menebak
apa yang selanjutnya akan ia katakan padahal tidak.
Yohan tidak mengatakan apapun setelahnya. Dia
hanya menatap Lana.

Dalam posisi seperti itu tiba-tiba kedua


tangannya memegang masing-masing sisi lengan
atas dekat bahu milik Lana, mencengkeramnya
cukup kuat lalu mendorongnya.

Byur!

Gerakan itu membuat Lana terjun bebas jatuh ke


sungai dan basah kuyup tapi gadis itu tidak
sendirian, Yohan juga ikut jatuh lalu menekan
kepalanya ke dalam. Membuat Lana gelagapan dan
mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi serta
berusaha menaikkan kepala ke ke permukaan
berkali-kali.

510
"Mandilah, kita akan berada di kapal seharian
dengan pasokan air terbatas. Jadi, selama satu hari
ke depan, mungkin kau tidak akan sempat mandi."

"Uhuk!" Lana terbatuk begitu Yohan melepaskan


tangan dari kepalanya dan membiarkan kepalanya
itu naik ke permukaan. Yohan gila! Lana nyaris mati
tersedak air karena ulahnya. ORANG GILA!

"Bagaimana airnya?" Pria itu bertanya sambil


tersenyum tipis, mencemooh Lana dari tatapannya.

Tanpa menunggu jawaban Lana, Yohan lebih dulu


naik ke tepi dan menunggu gadis yang nampak
susah payah berjalan dalam balutan gaun basah itu
dengan sabar. Memperhatikan, melihat setiap detail
gestur pergerakan gadis itu dengan amat sangat
teliti.

"Aku kesulitan bergerak karena gaunnya

511
memberat." Batin Lana mengeluh sementara kedua
tangannya kesulitan memegang masing-masing sisi
gaun sambil berjalan menuju tepian. Yohan memang
sialan!

"Kau tak ingin meminta bantuanku, Permaisuri?"


celetuk Yohan senang melihat Lana yang kepayahan
karena ulahnya.

"Anda memang tidak berniat membantu saya!"


Balas Lana dengan nada kesal, masih menggunakan
gaya bicara informal terhadap pria yang merupakan
suaminya itu.

Ditengah kesulitan yang melanda, Yohan akhirnya


mengulurkan tangan. Ekspresi pria itu tidak ada,
Lana curiga tetapi kemudian menerima uluran
tangan tersebut dan benar saja. Bukannya ditarik,
Lana malah semakin didorong dan kembali jatuh ke
dalam sungai. Basah kuyup untuk kali kedua di pagi-
pagi sekali saat udara masih sangat dingin.

512
Sudut bibir Yohan berkedut menahan senyum,
ekspresinya masih tetap datar bahkan saat ia
memutuskan untuk kembali ke dalam air dan
mendekat tapi bukan untuk membantu Lana secara
sungguh-sungguh melainkan berniat membuat
pakaian gadis itu jadi malfungsi.

Dengan hati-hati Lana berjalan ke tepi, Yohan


memegang lengannya dengan kencang. Meski
masih curiga, Lana tidak menduga kalau kali ini pria
itu akan melakukan hal yang tidak dapat diprediksi
yakni menarik ikatan utama pakaiannya yang berada
tepat di belakang punggung sehingga gaun basah
yang membalut tubuhnya tiba-tiba melorot. Lana
melotot dan refleks melindungi memeluk diri sendiri
untuk melindungi bagian dadanya.

"Mengapa diam, Permaisuri?" Yohan berbisik


tepat di samping wajahnya dengan suara lembut
namun terkesan menggoda.

513
"Aku membantumu agar dapat berjalan lebih
ringan." Sambungnya terkekeh.

"Anda--"

"Sshh..." Yohan menempatkan telunjuknya tepat


di bibir Lana, "jika kau berisik mungkin seseorang
akan datang dan melihatmu dalam penampilan
setengah telanjang begini." Padahal jelas satu-
satunya orang yang melihat itu hanya dirinya sendiri,
mustahil ada orang lain.

Mengabaikan ucapan Yohan, Lana membungkuk


hendak meraih gaunnya tetapi belum sempat
terambil tiba-tiba tubuhnya ditarik kencang lalu
didorong kembali jatuh namun kali ini berbeda sebab
Yohan menempatkan dirinya berada tepat di
hadapan Lana bahkan cenderung seperti memeluk
gadis itu lalu dengan lancang atau bisa dibilang tidak
perlu izin, bibirnya meraup rakus bibir Lana.

514
Berusaha mendorong Yohan, tengkuk Lana justru
dicengkeram dan ditarik kencang sehingga dia tak
dapat menghindari dari sebuah lidah basah kecil nan
menggemaskan yang dijejalkan masuk ke dalam
mulutnya oleh pria itu.

"Hmph!"

Menghisap, menjilat, membelit, mengabsen


seluruh deretan gigi rapi Lana yang ada di dalam
bahkan sesekali menciptakan rasa geli dengan
menempelkan ujung lidahnya pada bagian langit-
langit mulut Lana.

Meskipun sangat menggoda dan terasa nikmat,


Lana masih belum membalas ciuman itu walau
dalam hati ia pun telah mengakui rasa ciuman itu
sangat memabukkan. Terlebih ketika berkali-kali
bibir pria itu menyesap bibir atas dan bawahnya
secara bergantian. Menyesap bibirnya dengan amat

515
rakus dan haus.

Kelembutannya sepintas terasa bak sebuah


kapas yang jatuh tepat diatas bibirnya namun basah
dan hangat serta dapat melumat.

Ciuman itu berlangsung cukup lama bahkan saat


Lana sudah memukul pelan dada bidang Yohan, pria
itu tak langsung menjeda malahan semakin
bernafsu menghabisi bibirnya hingga mulai
membengkak karena mendapat gigitan gemas
beberapa kali di tempat yang sama.

"Mmmh..." Lana bersuara, ingin berkata tetapi


malah dijejalkan lidah. Yohan memang benar-benar!
"Balas." Suaranya berbisik di sela-sela
kegiatannya melumat bibir Lana, tahu kalau pasokan
oksigen menuju paru-paru gadis itu mulai habis.
"Balas baru kulepas." Ujarnya memperjelas.

516
Lana meneguk saliva, entah milik siapa tetapi
yang jelas dadanya mulai sesak dan tak ada pilihan
selain membalas lalu tersentak tatkala lumatan
Yohan menjadi dua kali lipat lebih ganas.

Sekali pria itu mengintip ke bawah, ke arah dada


mulus Lana namun posisinya berada dibawah air
dan hari belum terlalu gelap sehingga
penglihatannya terhadap aset kembar milik gadis itu
tak terlalu jelas.

Merasa waktunya berakhir, Yohan terpaksa


melepas bibirnya dari Lana. Menjauh setelah
menarik gaun gadis itu dan memberikannya pada
Lana untuk dipegang serta dipakai sendiri
sementara dirinya lebih dulu naik ke tepi serta
menjauh menuju tempat rombongan prajuritnya
beristirahat sambil melepas pakaian atasnya
sehingga punggung nan kekarnya terekspos oleh
mata Lana.

517
Pria menyebalkan itu bersikap seolah tak terjadi
apa-apa padahal dirinyalah yang memulai duluan.
Menyebalkan!

Tentu saja Lana tidak tahu apa-apa dari sudut


pandangnya, dia tidak tahu kalau sebenarnya
sesuatu itu mulai bangun dan Yohan harus kembali
selagi cahaya matahari belum terlalu terik agar tak
ada seorangpun yang menyadari apa yang tengah
terjadi di dalam dirinya. Agar seseorang tidak
melihat sesuatu yang menonjol dibalik celana
miliknya, tepat dibagian tengah pangkal paha.

518
YOHAN SAAT INI

519
33. Část Mého

"Leherku pegal, sakit sekali. Uh..." Gumam Lana


yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
memijat leher sendiri kendati beristirahat sampai
tiba di pelabuhan.

"Maaf, Yang Mulia," seorang pelayan menyibak


tirai kereta kuda yang dinaiki Lana lalu memberitahu.
"Sudah saatnya berpindah ke kapal."

Lana mengangguk. "Aku akan keluar." Ujarnya


pada perempuan itu kemudian perlahan menuruni
dua anak tangga dari kereta kuda dan tertegun
ketika mendapati dirinya benar-benar ada di ujung
perairan.

"Semua barang-barang sudah di atas kapal, Yang


Mulia!" seru seorang prajurit yang sudah berada

520
disana bersama dengan rombongan yang menaikan
peti-peti berisi pakaian dan perlengkapan lain ke
atas kapal.

Nyali Lana agak teruji ketika menyaksikan


deburan ombak keras di tepian pelabuhan bahkan
air laut yang naik sampai terciprat ke arahnya. Jujur
saja dibandingkan segala hal yang ada di muka bumi,
Lana paling takut dengan laut. Bukan, bukan karena
dia memiliki phobia atau semacamnya tapi lebih ke
arah karena tidak ada yang tahu sedalam apa laut
dan apa saja hewan yang ada di dalamnya dan... oh!
jangan lupakan airnya yang berwarna biru, walau
Lana tahu setiap warna air laut merupakan warna
pantulan dari warna langit.

"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" seorang


pelayan wanita di sisi Lana nampak khawatir ketika
mendapati wajah gadis itu memucat.

"Aku baik-baik saja." Jawab Lana mengangguk.

521
"Berapa lama kita akan sampai?"

"Mungkin delapan sampai dua belas jam, Yang


Mulia." Beritahu pelayan tersebut membuat Lana
bergidik ngeri.

"Mengapa lama sekali?"

"Sebab tidak ada yang tahu perubahan cuaca


yang terjadi di laut nanti, saya hanya memberitahu
waktu perjalanan terlama sekitar dua belas jam jika
terjadi kendala cuaca buruk." Jelas perempuan itu.

Lana yang mengerti menganggukkan kepala lalu


mulai naik ke atas kapal melalui tangga khusus dari
kayu yang bisa dilipat, perlahan kakinya melangkah
hingga tiba diatas kapal berlantai tiga dengan
ukuran besar yang sangatttt besar sekali dan tak
dapat Lana jelaskan secara rinci seberapa besar
kapal tersebut.

522
Mirip seperti kapal dalam film Titanic, bedanya
tidak ada Jack si pelukis tampan disini.

"Yang Mulia, hati-hati!" seru seorang pelayan


yang berada tepat di belakangnya ketika mendadak
Lana tergelincir kecil karena gugup.

Seruan itu membuat perhatian Yohan yang


semula sedang mengobrol dengan kapten kapal
beralih pada Lana yang hampir jatuh lagi ke bawah.
Untuk sesaat Yohan menangkap ada keresahan
yang tergambar jelas dalam ekspresi wajah Lana,
mmmm... mungkin gadis itu tidak suka laut?

"Jadi, bagaimana?" Yohan kembali meletakkan


fokusnya pada kapten kapal dan bertanya. "Ada
perkiraan cuaca buruk?"

"Tidak ada, Yang Mulia. Sejauh mata memandang

523
langit hari ini sangat cerah sehingga saya cukup
yakin anda dan rombongan bisa sampai di Everland
hanya dalam waktu delapan jam." Ujarnya.

Yohan mengangguk dengan ekspresi dingin


disertai tatapan menusuk seolah mengancam pria
yang menjadi kapten kapal ini. "Kupegang kata-
katamu." Ucapnya menekankan setiap kata yang
keluar dari mulut dan sukses membuat seluruh
tubuh pria itu merinding.

"T-tentu saja, Yang Mulia." Dia mengangguk lalu


membungkuk hormat pada Yohan ketika pria itu
turun dari tempat kemudi kapal dan bergabung ke
tengah.
Ini akan jadi perjalanan panjang bagi Lana yang
tidak suka melihat laut. Alhasil seorang awak kapal
menyarankan Lana untuk turun ke lantai dua dan
beristirahat di salah satu kamar dari banyaknya
kamar yang tersedia.

524
"Kau yakin kita akan sampai tujuan tanpa
kendala?" Lana bertanya pada awak kapal berjenis
kelamin laki-laki itu.

Dia bingung bagaimana menjelaskannya


sementara Lana masih menanti kepastian jelas.
"Kami akan memaksimalkan keamanan anda dan
rombongan, Yang Mulia."

"Mengapa ada keributan disini?" sambar Yohan


datar langsung menatap ke arah Lana dengan satu
alis terangkat.

"Apa kali ini, Permaisuri?" tanyanya lebih mirip


seperti nada mengancam orang.

"Kau mengacau?"

Lana menghela nafas kasar lalu memalingkan

525
wajah ke arah lain, dia punya hak untuk melakukan
itu. Menolak menjawab pertanyaan dari Kaisar. Dia
bisa melakukannya sebagai Permaisuri.

"Yang Mulia, ampuni saya karena telah membuat


suasana hati Permaisuri memburuk." Awak kapal
laki-laki itu segera menyatukan kedua tangannya di
depan wajah sambil membungkuk. "Saya minta
maaf, Yang Mulia."

"Dimaafkan, pergilah." Respon Yohan sembari


mengibaskan tangan.

"Terimakasih, Yang Mulia."

Yohan lalu mendekat pada Lana, tidak ada


interaksi diantara keduanya. Mereka hanya berdiri
dalam jarak yang cukup dekat, sekitar dua langkah
lalu menyaksikan kapal yang mulai meninggalkan
pelabuhan dan berlayar.

526
"Kau berpikir aku akan melemparmu keluar dari
kapal?" celetuk Yohan horor.

Lana sengaja tak menanggapi, dia merasa tak


ingin berbicara dengan pria itu karena tadi pagi.
Lana merasa jengkel karena pria itu dengan sengaja
mendorongnya berkali-kali dengan alasan mandi lalu
menciumnya lalu meninggalkannya begitu saja lalu---
oke, cukup. Terlalu banyak lalu disini. Lupakan.

Merasa diabaikan, Yohan menyenggol lengan


Lana. "Permaisuri, lihat aku." Pintanya namun tetap
tidak ditanggapi, gadis itu terus saja menatap lurus.

"Lepaskan!" sentak Lana menarik tangannya


tepat ketika Yohan baru sedikit menyentuhnya.
"Berhentilah bersikap seperti itu padaku, bersikaplah
seolah-olah kau tidak pernah menganggapku.
Mengapa kau tiba-tiba mendekatiku seperti ini?
Untuk memuaskan nafsumu?" tuding Lana pedas.

527
"Kuakui ucapanmu benar, tapi tidak secara
keseluruhan." Yohan membalas singkat, "bukankah
kau yang bilang akan merawatku dengan baik?"

"Tidak jadi." Seloroh Lana asal.

Mata Yohan menyipit, dia menjadi agak kesal


saat Lana tidak memperhatikan padahal bisa
dibilang jujur saja Yohan mulai sedikit menaruh
harapan tetapi perubahan suasana hati perempuan
sangatlah mengerikan.

"Dengar--"

"Yang Mulia, jangan menyentuhku, tolong


kumohon!" Lana memperingatkan sambil
mengangkat kedua tangannya yang berhasil
menghindari upaya menyentuh lagi yang dilakukan
Yohan.

528
"Carilah seorang jalang atau apapun atau
siapapun! Gunakan mereka untuk memuaskan
nafsumu." Desis Lana dengan suara kecil namun
menusuk dan masih bisa di dengar jelas.

Yohan mendecih tipis. "Kau istriku." Jawabnya


seolah menegaskan status Lana saat ini.

"Bukankah kau berniat bercerai dariku?" Lana


menyahut tak mau kalah.

"Apa aku melakukannya?" suara Yohan terdengar


semakin dingin dan kali ini langkahnya perlahan
maju, mendekat serta terkesan memojokkan Lana.
"Aku menceraikanmu?"

Dia bertanya sekali lagi dengan sorot mata gelap


penuh emosi, rasanya seperti ingin mencengkram
Lana kuat-kuat dan menghancurkannya saat gadis

529
itu berani sekali menjawab setiap kalimat yang
keluar dari mulutnya.

Alhasil Yohan memilih menghela nafas agak


kasar lalu mencengkram bahu kanan Lana seraya
berkata. "Aku sedang bersabar padamu, Permaisuri.
Jika sabarku habis, bahkan Tuhan tidak akan bisa
menolongmu."

Tangan kanan Yohan yang bebas lalu mendarat


tepat di puncak kepala Lana, turun mengelus wajah
gadis itu dari samping lalu berakhir menangkup
rahangnya cukup lama sampai ibu jarinya bergerak
mendekat ke bibir gadis itu.

Menekan bibir bawahnya lalu mengusapnya


seduktif sebanyak dua kali sebelum menempatkan
ibu jarinya itu masuk ke dalam mulut Lana,
memaksa gadis itu menghisapnya sementara sang
pemilik jari menutup mata dan sedikit membuka
bibir tipisnya. Mengeluarkan desisan pelan seolah

530
sedang membayangkan sesuatu yang lain dari
dirinya berada di dalam mulut gadis itu dan dihisap
kencang.

"Ssshh..."
Lana terpaksa melakukannya, pada awalnya,
tetapi setelah lama-lama menghisap pikirannya
sedikit kemana-mana, larut dalam kegiatannya
sampai ia tersadar kalau ini mengarah pada sesuatu
yang kotor dan dewasa. Segera ia berkedip dan
menjauhkan tangan pria itu darinya, mengakhiri sesi
imajinasi suami gilanya itu.

"Ini milikku, aku sudah menjelajahinya dan tidak


perlu izin darimu." Tegas pria itu sambil menunjuk
tepat ke arah bibir Lana.

"Jika sedikit saja kau mengeluarkan suara saat


berbicara dengan pria lain akan kurobek ini
menggunakan tanganku sendiri." Ancamnya tiba-tiba,
membuat Lana agak cemas dan gelisah. Apa

531
maksudnya coba?

"Jangan mencoba melanggarnya." Timpal Yohan


masih dengan tatapan tajam penuh peringatan,
menandakan bahwa ia sedang tak main-main
dengan ucapannya.
Atmosfer di sekitarnya berubah menjadi tegang
dan panas. Lana bingung harus merespon apa
terlebih tatapan mematikan itu terasa seperti
sedang membolongi kepalanya dengan cara yang
mengerikan sampai-sampai seluruh tubuhnya
kembali merinding.

"Kudengar lehermu sakit, Permaisuri." Tiba-tiba


pria itu mengganti topik dan terdengar sedikit
melunak.

"Dari mana kau tahu?" balas Lana bertanya tanpa


menatap ke arah mata Yohan karena takut merasa
terintimidasi.

532
"Mudah saja, aku selalu mendengar segalanya."
Sahut pria itu sombong.

"Aku harus waspada." Batin Lana memperingati


dirinya sendiri sambil terus mengamati gerak-gerik
Yohan dan menghindar tepat ketika tangan milik pria
itu hampir mendarat di lehernya.

Yohan berdecak. "Kemarilah, tidak akan


kupatahkan." Ucapnya terdengar agak jengkel
karena Lana terus-menerus menghindari
sentuhannya. "Kau tak ingin merasa tak nyaman
selama tiga hari, kan?"

Meski Lana tidak menjawab, Yohan


menempatkan satu tangannya di dagu gadis itu lalu
tangannya yang satu lagi di puncak kepala Lana
dalam posisi tubuh berada di belakang gadis itu
lalu…

533
Krek!

"Sshh... Ahh!"

Yohan meringis." Jangan mendesah,


Permaisuri."

Lana segera menjauh sambil memegangi


lehernya yang semakin sakit karena ulah Yohan
tetapi perlahan rasa sakit itu memudar dan lehernya
mendadak seperti kembali ke setelan awal. Bahkan
Lana turut merasa segar dan tersenyum tanpa sadar.

"Lebih baik?" ekspresi Yohan masih datar ketika


menanyakan hal tersebut, Lana jadi prihatin sendiri
lalu mengangguk.

"Beristirahatlah di lantai dua, aku akan menyusul

534
nanti." Ujar pria itu memerintah lalu sebelum pergi
terlebih dahulu ia mendaratkan dua kali tepukkan
ringan tepat diatas puncak kepala Lana kemudian
berlalu.

Membuat gadis itu jadi bertanya-tanya, ada


maksud terselubung apa yang mendasari perubahan
sikap pria itu dan saat dirinya tidak berada di istana...
apa yang sebenarnya telah terjadi?

535
SSuami kita ❤
536
34. Vagues Ce Jour-là

Pukul satu dini hari Lana terbangun dengan perut


mual akibat guncangan berlebihan dari kapal yang
dipengaruhi oleh derasnya ombak laut. Padahal
seharian ini ia sudah tidur seharian dengan tujuan
agar ketika bangun mereka sudah sampai atau
setidaknya sudah berada di dekat Everland.

"Sebaiknya aku ke atas, disana banyak orang-


orang." Putus Lana terpaksa kemudian bergegas
turun dari kasur dan berjalan menuju pintu.

Namun saat akan membukanya, dahi Lana


berkerut tatkala pintu tersebut tak dapat ditarik. Tak
ingin pesimis Lana berusaha terlebih dahulu dengan
seluruh kekuatan tenaga penuh ia menarik pintu itu
namun tak terjadi apapun bahkan pintunya tidak
bergeser sama sekali.
"Macet?" Lana mengira-ngira, ia agak panik tetapi

537
masih berusaha menarik pintu ke arah dalam supaya
terbuka. "Sial! Pintunya macet

Lalu Lana mencoba untuk menggedor-gedor


pintu berharap ada orang yang mendengar tanpa
tahu sebetulnya keadaan di atas mulai kacau dan
semua orang termasuk awak kapal berada disana
untuk mempertahankan kapal dari badai.

"Yang Mulia badainya mendekat!" seru salah satu


prajurit mencoba memberitahukan kepada Yohan
yang sedari tadi hanya diam dan memandang ke
arah lautan seperti orang sedang melamun.

Kekacauan terjadi. Sang kapten berusaha


mengendalikan setir sementara anak buah kapal
berinisiatif menggunakan layar tambahan supaya
kapal bisa bertahan dari serangan badai yang mulai
mendekat tetapi Yohan, pria itu satu-satunya yang
paling tenang dan seolah tidak peduli pada situasi
yang terjadi.

538
"Emily!" seorang anak buah kapal berseru
memanggil nama rekannya yang sedang membantu
membentangkan layar manual.

"Emily lepaskan saja!" seruan lain terdengar lebih


meraung. "Lepaskan tanganmu dari talinya!"

Gadis bernama Emily itu tersenyum tipis, masih


memegang tali sampai kemudian poros kayu
berputar kuat dan menghantam tubuhnya hingga
jatuh tercebur ke laut. Situasi memburuk, orang-
orang dilanda kepanikan dan rasa takut.

"Emily jatuh! Cepat bantu dia! Cepat!"

"Cepat turunkan kapal kecil dan tolong--"

"Jangan lakukan." Perintah Yohan tiba-tiba masih

539
dengan posisi yang sama, menatap lurus ke arah
laut dan membelakangi semua orang.

"Yang Mulia, apa maksud anda?" seorang awak


kapal mempertanyakan ucapan pria itu.

"Jangan korbankan sepuluh orang hanya untuk


menyelamatkan nyawa satu orang." Ujarnya
memperjelas dan semua orang yang ada di kapal
seketika diam sebab ucapan Yohan sangatlah benar.

Mereka tidak bisa ambil resiko lebih banyak


untuk menyelamatkan seseorang yang tercebur ke
laut dalam kondisi badai begini dan lagipula kalau
dipikir-pikir bukankah kejadian semacam itu sudah
menjadi resiko jika bekerja sebagai awak kapal?
Mengapa mereka harus cemas dan panik? Sejak
awal mereka tahu pekerjaan yang mereka ambil bisa
sangat membahayakan.

540
"BADAINYA SUDAH DATANG!" Kapten kapal
berteriak memberitahu, semua orang kembali
dilanda panik dan memegang masing-masing tali
layar untuk mempertahankan keseimbangan kapal.

Tetapi Yohan Haze, pria itu masih sama. Tak


berkutik seolah sedang menikmati situasi yang
sedang terjadi.

Tentu saja, mengapa dia harus merasa takut?

Ah, dulu dia takut.

Dia pernah sangat takut sekali.

"A-ayah... aku takut, aku tidak bisa


mengendalikannya."

541
Saat itu umurnya masih sepuluh tahun ketika
dipaksa ikut berlayar bersama sang ayah, hanya
berdua saja. Lebih tepatnya sang ayah memaksa
Yohan mendapat pelajaran tentang pelayaran lebih
awal, di usianya yang terbilang masih sangat kecil
tetapi alasannya selalu sama.

"Kau adalah calon Kaisar berikutnya


menggantikan ayah, kau harus menaklukkan
segalanya sampai Tuhan sendiri tidak bisa
menghentikanmu." Ujar ayahnya pada waktu itu.

Mereka berada di kapal dalam kondisi badai,


serupa seperti yang terjadi saat ini atau mungkin
hari itu jauh lebih buruk. Yohan masih sangat ingat
ketika ia dipaksa memegang kemudi, melawan badai
kencang yang terasa seperti pusaran angin topan
dengan hisapan kencang di bagian tengah.

"Ayah, aku... aku tidak bisa."

542
"Kau bisa! Kau harus melakukannya, Yohan!
Jangan mempermalukan diriku!" tegas sekali
ayahnya berkata. "Kendalikan dengan benar!"

Saat itu tangan kecilnya gemetar tetapi harus


memegang setir kendali kapal yang terus berputar
kencang, membuatnya ketakutan. Takut kalau tak
bisa membuat ayahnya merasa puas, takut merasa
gagal, takut... Yohan takut sekali. Sebab, jika sampai
ia tidak berhasil maka hukuman cambuk
menyakitkan akan dihadiahkan padanya.

"Ayah--"

"Pegang setirnya dengan benar!" bentakkan


ayahnya sangat keras sekali, Yohan sampai bergetar
hebat saat itu.

"YOHAN HAZE!" teriak ayahnya, membangunkan


Yohan kecil dari lamunan.

543
Segera setelahnya dengan kedua tangan yang
masih nampak mungil, Yohan mencoba memegang
setir kapal yang berputar hilang kendali. Dia
kesulitan bahkan bagian menonjol dari setir kapal itu
sampai merobek telapak tangan kirinya,
memunculkan sebuah luka besar yang membuat
keseluruhan tangannya menjadi berlumur darah.

Ditengah kesakitan yang melanda, Yohan tetap


melaksanakan perintah sang ayah kendati hal itu
semakin membuat luka tangannya melebar dan
darah mulai menetes jatuh ke lantai.

Ya, Yohan masih sangat mengingat jelas


seberapa besar usahanya pada waktu itu hingga
akhirnya berhasil mengendalikan kapal di tengah
badai dan sang ayah tersenyum bangga untuk
pertama kali terhadapnya.

"Sebagai ayahmu, aku merasa bangga atas

544
keberhasilanmu di percobaan pertama ini." Ucapan
sang ayah terasa seperti baru kemarin terdengar.
"Selanjutnya jadikan ini sebagai latihan rutin,
mengerti?"

Yohan kecil menunduk, menatap luka basah di


telapak tangannya dan jejak darah yang mengotori
lengan bajunya. "Apakah ayah senang atas
usahaku?" dia bertanya pelan.

"Senang?" decihan tipis kembali terdengar.

"Kau pikir hanya karena berhasil


mempertahankan kapal dalam badai kecil sama
seperti menaklukkan seluruh dunia?"

Kepala Yohan semakin menunduk, tubuhnya


basah kuyup, dan kedinginan tetapi ayahnya bahkan
tidak peduli tentang itu. Ego dan gengsi menjadikan
pria itu berhati batu sampai-sampai rela menyiksa

545
putranya sendiri demi memastikan suatu hari tak
akan ada seorangpun yang bisa mengalahkan
keturunan dari keluarga Haze.

"Aku terluka, ayah." Yohan kecil mengadu tentang


lukanya tanpa ekspresi kesakitan di wajah sebab tak
ingin membuat ayahnya marah lagi.

Sang ayah menoleh, menengok ke arah bawah


lalu tertawa sinis. "Itu hanya luka remeh."

Yohan kecil tertegun. Luka remeh, katanya?

"Aku dulu mendapatkan yang jauh lebih besar


dan menyakitkan." Pungkasnya bangga. "Luka kecil
seperti itu akan sembuh sendiri tidak perlu diobati!
Jangan terlalu memanjakan dirimu!"

Muak. Telinganya seperti terbakar setiap kali

546
mendengar suara ayahnya. Yohan benar-benar benci,
dia tidak suka setiap kali ayahnya itu bicara dan
menghakimi.

Pria itu... Yohan menatapnya dengan penuh


kebencian lalu melangkah mundur, menempatkan
dirinya berada tepat di belakang tubuh sang ayah
yang saat ini sedang memandang ke arah lautan
lepas di tepi kapal.
"Apa lagi yang kau tunggu?" pria itu kembali
bicara dengan nada marah. "Masuk ke ruang kemudi
dan kendalikan lagi kapalnya kembali ke Sirasea."

Yohan masih belum bergeming, dia menatap


kedua tangannya lalu punggung sang ayah
bergantian. Rasa kecewa, marah, sedih... segalanya
tercampur aduk saat ini.

Kemudian tanpa basa-basi Yohan berlari dan


mengerahkan seluruh tenaganya mendorong sang
ayah hingga jatuh ke laut.

547
Byur!

"DASAR ANAK SIAL! APA YANG KAU LAKUKAN


PADAKU!?" teriakan dan wajah marah ayahnya
terlihat sangat jelas, Yohan berani menatapnya pada
waktu itu setelah berhasil menekan rasa takutnya.
"CEPAT BERIKAN TALI!" Ayahnya berteriak lagi
tetapi Yohan hanya menatap dengan dingin.

"YOHAN BODOH!" teriakan lainnya diiringi


perjuangan sang ayah menjauh dari mesin kapal
yang berada di samping dan semakin mendekat ke
arahnya.

"YOHAN BERIKAN TALI PADA AYAH!" pria itu


mulai putus asa tetapi Yohan hanya melihatnya.

"YOHAN, TOLONG! AKU MOHON BERIKAN TALI!

548
BERIKAN TALINYA PADAKU, YOHAN!"

Pria itu sekarang panik saat mesin kapal semakin


mendekat, dia berusaha berenang menjauh tetapi
mesin itu lebih cepat.

"YOHAN---ARGHHHHH!"

Yohan tersenyum tipis menyaksikan tubuh


ayahnya terhisap masuk ke dalam mesin, tercincang
menjadi potongan-potongan kecil, dan
meninggalkan jejak darah yang bercampur air laut.

Hari itu pembunuhan pertamanya. Tidak ada


yang mengetahui selain Yohan sendiri dan entitas
omong kosong yang orang-orang sering sebut
Tuhan.

"Memilukan." Yohan meringis miris.

549
Sekarang Yohan bisa terkekeh dan menarik
sedikit sudut bibirnya membentuk lengkungan
senyum setiap kali mengingat hari itu. "Kuharap
ayah membusuk di neraka." Timpalnya menggumam
kecil lalu berbalik, melihat kekacauan yang terjadi
diatas kapal.
"Yang Mulia..." seorang lelaki mendekat, dia
merupakan anak buah kapal. "Dua orang rekan saya
terjatuh, kita harus menyelamatkan mereka."

"Kita?" decih Yohan. "Hanya kau."

Lelaki itu meneguk ludah. "Apa maksud anda,


Yang Mulia? Saya butuh beberapa rekan untuk
membantu--"

"Bukankah kau yang paling ingin mereka


diselamatkan? Maka turunlah dan selamatkan
sendiri." Potong Yohan berceletuk ringan dan terlihat

550
di belakang sana ekspresi wajah rekan-rekan
sesama awak kapal lelaki itu seketika nampak lega.

Lelaki itu diam, dia tidak bisa menyelamatkan


Emily atau rekannya yang satu lagi sebab dirinya pun
terlalu takut untuk turun sendirian. Yohan benar,
lebih baik mengorbankan satu atau dua orang
dibanding puluhan.

"Yang Mulia!" seruan panik lain terdengar dari sisi


geladak kapal. "Ombak besar baru saja
memecahkan salah satu jendela di lambung kapal!"

Sialnya jendela yang pecah merupakan jendela


kamar yang ditempati oleh Lana dan gadis itu saat
ini sudah sangat panik sebab air mulai memasuki
ruangan tetapi pintu keluar masih belum bisa dibuka.

551
B-bejirlah Yohan

552
35. Císařovna

Permaisuri.

Satu hal yang terlintas dalam benak Yohan begitu


tahu ombak menerjang salah satu jendela di
lambung kapal hingga pecah dan mengakibatkan
kebocoran pada salah satu ruangan.

Yohan tidak sempat menebak atau mengira


mungkin saja jendela yang pecah adalah jendela di
salah satu kamar Lana tetapi, ia langsung turun ke
lantai dua melalui tangga dan memeriksanya.
Meninggalkan kekacauan yang terjadi di anjungan
dan geladak kapal.

Satu per satu Yohan memeriksa seluruh ruangan


yang ada melalui kaca kecil yang ada di pintu, biasa
digunakan untuk mengecek tamu yang datang. Air

553
mulai mengenang di lantai, masuk dari jendela lain
yang baru saja pecah.

Tak ingin memakan waktu lama, Yohan


mengecek dua kamar sekaligus yang posisinya
berhadap-hadapan lalu sampai pada kamar paling
pojok dan melihat bagian atas kepala Lana dari kaca
kecil yang tadi disebutkan.

Menyadari kehadiran Yohan di depan pintu, Lana


menempatkan tangannya di kaca sambil terus
berusaha menarik pintu agar terbuka namun tetap
saja usahanya gagal.

Prang!

Jendela lainnya pecah, ombak yang datang lebih


besar dari sebelumnya dan mengoyak sebagian
dinding kapal. Memang benar kata pepatah, air lebih
tajam daripada sebuah pedang.

554
Yohan tak mengatakan apapun tetapi melalui
gestur gerakan tangan, dia meminta Lana minggir
dan menjauh dari pintu sementara dirinya
melangkah mundur kemudian berlari seraya
menghantamkan tubuhnya mendobrak pintu
tersebut.

Jika seandainya pintu itu terbuat dari kayu akan


mudah menghancurkannya dengan beberapa kali
dobrakan namun sayangnya pintu kapal terbuat dari
campuran besi dan baja dengan ketebalan yang tak
dapat dianggap remeh.

Tiga kali mendobrak, Yohan tersentak. Rasanya


seperti pintu tebal itu memantulkan kembali
dorongan kuat yang diberikannya dan membuat
Yohan merasa agak sakit pada sisi kanan bahunya
yang digunakan untuk menghantam pintu tersebut.
Air semakin tinggi. Lana berusaha mengganjal
jendela yang pecah dengan beberapa bantal dan

555
selimut supaya meminimalisir air yang masuk ke
dalam sementara di depan sana masih ada Yohan
yang berusaha mendobrak pintu sampai bahunya
mulai terluka.

Yohan sedikit meringis, mengambil langkah


mundur lagi sambil memegang lengan kanannya di
bagian siku. Dia tidak mungkin kalah hanya karena
sebuah pintu, terlalu memalukan.

Setelah mempersiapkan seluruh tenaganya pada


satu titik yakni di bagian kanan tubuh tepatnya di
bahu, Yohan berlari lagi dan menghantamkan dirinya
lagi.

Bruak!

Kali ini berbuah hasil. Pintunya copot bersamaan


dengan itu darah terlihat merembes di pakaian
berwarna putih yang di kenakan pria itu tepatnya di

556
bagian bahu.

Lana mendekat pada Yohan saat hantaman


ombak lain menerjang dengan kuat dan membentuk
lubang baru. Situasinya semakin kacau, kapal
menjadi tidak seimbang dan keluar jalur.

Beberapa orang dari atas turun, masing-masing


dari mereka membawa ember untuk menguras air
laut yang masuk guna menjaga keseimbangan kapal
agar tidak tenggelam.

"Yang Mulia, anda terluka. Sebaiknya anda ke


atas terlebih dahulu." Ucap lelaki yang merupakan
anak buah kapal.

Yohan mengenal dirinya sendiri dan tahu bahwa


luka seperti itu termasuk luka kecil, dia tidak peduli
karena seperti yang ayahnya tanamkan sejak dulu...
luka semacam itu akan sembuh tanpa perlu di obati.

557
"Kalian akan menguras air yang masuk?" Yohan
bertanya seperti orang linglung dan lagi-lagi
ekspresinya biasa saja, datar dan seperti tak
memiliki gairah hidup.

Lelaki itu mengangguk. "Yang Mulia jangan


khawatir, kami akan memastikan anda baik-baik
saja." Tatapannya lalu jatuh pada Lana. "Permaisuri
juga tidak perlu cemas."

Tatapan Yohan berubah sinis begitu lelaki


tersebut menatap ke arah Lana dan berkata
demikian, seolah sedang mencoba menghibur gadis
itu atau sekedar memberi validasi keamanan
padanya agar lebih tenang.

Disaat bersamaan terjangan air laut yang


semakin parah membuat posisi kapal mulai miring.
Usaha orang-orang menguras air laut dengan ember
kayu nampaknya sia-sia.

558
Yohan masih mengamati dan tahu betul
perjalanan mereka ke Everland masih panjang
bahkan baru mencapai setengah perjalanan jika
mereka tidak salah jalur karena pengaruh badai.

"Permaisuri," bisikan lembutnya beralih pada


Lana yang berdiri tak jauh dari sisinya.

Kedua tangan gadis itu bergetar, wajahnya pucat.


Lana ketakutan Sampai-sampai tak mampu
bersuara bahkan pandangannya menjadi tak fokus,
kosong seperti orang melamun. Sebab mungkin di
dalam pikiran gadis itu dia tidak akan selamat
ditambah dengan realita kondisi kapal yang seperti
ini.
"Tidak apa-apa." Lanjutnya berucap. "Tuhan tidak
bisa membawamu ke akhirat tanpa seizinku."

Belum sempat Lana mencerna ucapan Yohan,

559
pria itu menjauh lalu menghampiri lelaki yang
sempat mencoba menenangkan Lana tadi. Mengikis
jarak menjadi sangat dekat sampai-sampai Yohan
menempatkan tangannya memegang bahu pria
tersebut.

"Yang Mulia, ada apa? Saya sedang berusaha


agar air yang di dalam berkurang." Ucapnya.

"Percuma. Selagi lubangnya tidak ditambal air


akan tetap masuk ke dalam."

"Yang Mulia, kita tak punya benda atau barang


semacamnya yang dapat digunakan untuk
menambal lubang kapal."
"Gunakan dirimu." Yohan berkata dengan nada
dingin, membuat orang-orang disekitarnya saling
menatap bingung.

"Saya tidak mengerti, Yang Mulia."

560
"Begini." Cengkraman Yohan pada bahu pria itu
mengerat bahkan terasa seperti ingin
mematahkannya lalu mendorong tubuh pria yang tak
siap itu dengan kencang ke arah bagian besi kapal
yang menonjol.

Jleb!

Darah segar muncrat sampai ke wajah Yohan


dari bagian tubuh lelaki itu yang tertembus oleh besi.
Orang-orang yang tadinya sempat menatap penuh
harap kini mengubah tatapan mereka jadi penuh
ketakutan terlebih saat Yohan mendekat dan mereka
tahu mereka tidak bisa menghindar atau menolak
untuk menyelamatkan diri sebab pria itu Sang Kaisar.

Jadi saat satu per satu dari mereka ditarik lalu di


dorong paksa hingga tertancap oleh banyaknya besi-
besi dan serpihan kapal, mereka tidak bisa lari. Satu-
satunya yang mereka lakukan hanyalah berdoa

561
supaya pengorbanan yang dilakukan mereka ini akan
menghantar mereka pada surga.

"Yang Mulia!" seorang gadis berlutut di hadapan


Yohan sehabis melihat kematian enam rekan
sesama awak kapalnya yang dijadikan tambalan
kapal oleh Yohan.

"Saya mohon..." lirih gadis itu sambil menyatukan


kedua tangannya di depan dada dan menangis.
"Biarkan saya hidup, saya mohon. Jangan bunuh
saya, Yang Mulia..."

"Bunuh?" senyum miring terluas di bibir Yohan.


"Ini bukan pembunuhan tapi pengorbanan, orang-
orang seperti kalian memang dilahirkan agar
berguna bagi orang-orang sepertiku."

"Saya tahu posisi anda, anda seorang Kaisar tapi


ini... cara ini salah... cara ini tidak benar." Gadis itu

562
masih memohon belas kasihan.

Sorot mata Yohan semakin dingin, diabaikannya


ucapan gadis itu lalu dengan cepat segera diseret
menuju lubang yang tersisa. Tanpa berlama-lama
Yohan mendorong gadis itu hingga tubuhnya
ditembus oleh serpihan kapal dan berhasil menutup
lubang yang tersisa.

Tak ada lagi air yang masuk, pun perlahan air


yang ada di dalam keluar melalui celah kecil yang
tersisa. Membuat kapal perlahan menjadi kembali
seimbang walau tidak sepenuhnya.
Yohan lalu mengusap sebagian wajahnya yang
terkena cipratan darah lalu berjalan menuju Lana
yang masih terdiam melamun di tempat. Gadis itu
tidak menyadari kengerian apa yang baru saja terjadi
ketika Yohan menggunakan tubuh manusia asli
untuk menambal lubang pada kapal.

Ketika menyadari keberadaan Yohan, Lana

563
berkedip tetapi pria itu langsung menutup kedua
mata Lana menggunakan tangan seraya berkata.
"Permaisuri, jangan melihat kemanapun. Tetaplah
berada dalam tanganku karena kau mungkin tidak
akan bisa mengatasinya."

Mengatasinya? Mengatasi apa!?

Lana bertanya-tanya dalam hati begitu ia berhasil


membawa dirinya bangkit dari dalam lamunan
kosong tentang kematian, ia menjadi amat
penasaran mengenai apa yang sedang Yohan tutupi
tetapi pria itu membawanya pergi dari ruangan
tersebut menuju ruangan lain yang berada tepat di
hadapannya dan tidak begitu banyak tergenang oleh
air. Mungkin hanya sekitar beberapa centi saja.

Agar Lana tak berusaha melihat apa yang terjadi


di ruangan depan, Yohan menutup pintu namun tidak
terlalu rapat. Dia mengenakan sepatunya untuk
mengganjal pintu agar tidak tertutup sepenuhnya,

564
memastikan tidak akan ada kejadian pintu macet
untuk kali kedua kemudian mendatangi Lana yang
didudukkannya di tepi kasur.

Melihat pakaian Yohan berlumur darah siapapun


akan berburuk sangka termasuk Lana yang memilih
untuk melihat ke arah lain atau kemanapun saat pria
itu sedang membuka pakaiannya.

Menampilkan lekuk sempurna dari tubuh


kekarnya. Lana melihat melalui ekor mata, seberapa
keras ia mencoba untuk tidak mengintip tetap saja
ada sisi khilaf dalam diri sampai-sampai ia mulai
mengira dalam hati seberapa tinggi pria itu. Mungkin
185 cm ke atas?

Lana berkedip cepat dan langsung memandang


lurus ketika Yohan mendekatinya. Sangat dekat
sampai pipi Lana hampir menempel pada dada
bidang mulus milik pria itu bahkan jujur saja Lana
sempat salah fokus ketika melihat pada bagian

565
chocochips kembar yang nampak lebih indah
dibanding miliknya dulu, di kehidupan sebelumnya.

Lana, kau gila!

Yohan lalu menarik diri bersama sebuah lilin dan


korek api dari bahan kayu, tidak ada adegan
romansa dalam film. Mungkin belum, tunggu!
Mengapa Lana jadi terdengar seperti
mengharapkannya?

"Apa yang ingin kau lakukan?" Lana bertanya saat


rasa penasaran semakin besar menggerogotinya.

"Mengobati diri." Jawab Yohan singkat lalu


terlihat menyalakan lilin tersebut kemudian
memanaskan belati miliknya.

"Itu akan menyakitkan." Celetuk Lana mengetahui

566
proses apa yang akan dilakukan Yohan untuk
menghentikan pendarahan pada lukanya yakni
menempelkan belati panas itu pada kulit.

"Aku sudah lama tak merasakan rasa sakit jadi,


jangan membahas itu denganku, Permaisuri."

Yohan melihat Lana memandang ke arah lain.


Gadis itu sepertinya merasa tak tega, kasihan, atau
semacamnya. Tapi apa boleh buat? Yohan tidak
pernah bohong tentang perasaan dan dia jujur ketika
bilang sudah lama sekali tidak merasakan sakit.

Sakit, apa itu?

Perlahan Yohan bangkit bersama belati yang


telah dipanaskan lalu pergi keluar dari ruangan itu
karena tahu Lana merasa tak nyaman jika dia
melakukannya di dalam.

567
Tapi kemudian Lana menyusul, menyembulkan
kepalanya sedikit keluar pintu lalu bertanya.
"Mengapa kau melakukannya di luar? Lilinnya ada di
dalam."

Yohan menoleh. "Kupikir kau tidak menyukainya."

Sekilas wajah tanpa ekspresinya nampak


menggemaskan, Lana tersenyum lalu menarik pintu
terbuka selebar tubuh Yohan agar pria itu kembali
masuk.

"Yahh... kurasa aku tidak menyukainya tapi, kau


bisa melakukannya selagi itu bisa membuat lukamu
merasa lebih baik." Lana baru merespon perkataan
Yohan ketika pria itu kembali masuk ke dalam.

"Aku tidak pernah merasa lebih baik sebelum ini."

568
"Sebelum ini?" dahi Lana berkerut dalam sekali,
dia berpikir keras untuk mencermati kalimat Yohan
yang selalu singkat dan kadang membuatnya sulit
mengerti.

"Sebelum bersama dirimu." Timpal Yohan


memperjelas.

569
Ya kira kira gini deh dalemnya Yohan
😋😋😋😋😋

570
36. He Gave Me a Hickey

Lana membuang wajahnya yang agak memerah


ke arah lain. "Perkataanmu sangat tidak mendasar,
Yang Mulia."

"Aku tidak membutuhkan dasar apapun,


Permaisuri." Yohan membalas dengan suara yang
terdengar agak parau lalu pria itu berdehem ringan
sambil melakukan aksi menempelkan belati panas
ke luka di lengannya.

Lana menoleh lagi, menatap pria yang duduk


tepat di sebelahnya. "Sungguh tak sakit?"

"Wajahku terlihat kesakitan?" alih-alih menjawab


Yohan justru balik bertanya sambil mendekatkan
wajah tanpa ekspresinya ke Lana.

571
"Wajahmu terlihat sempurna." Celetuk Lana jujur.

"Aku tahu, beberapa orang menyebutku tampan."


Sahut Yohan mulai tertarik berbincang pada Lana
atau sebenarnya selama ini dia menunggu waktu
gadis itu berbicara banyak dengannya?

"Beberapa lainnya mengatakan sangat tampan."


Imbuhnya.

"Mereka berkata jujur." Jawaban dari Lana


sukses membuat kening Yohan berkerut, merasa
terheran lebih tepatnya.

"Apa itu benar?"

Kening Lana berkerut mendengar penuturan


tanya dari pria di hadapannya ini yang terkesan
meragukan perkataan jujur dari orang-orang.

572
"Seharusnya iya." Lana mengangguk-angguk
setelah berpikir cukup panjang sambil curi-curi
pandang mengamati paras tampan sempurna bak
ukiran dewa Yunani atau mungkin lebih di
hadapannya.

Yohan masih menatap, terlihat kerutan di dahinya


perlahan memudar kembali menjadi mulus. Apakah
barusan Lana menyebutnya tampan? Ah, itu sedikit
membuat bagian belakang telinganya panas dan
memerah.

Oke, abaikan itu. Setelah selesai dengan lukanya


yang kini terlihat mirip seperti luka bakar bahkan
Lana tak kuasa melihatnya dan memilih
memalingkan wajah, Yohan menempatkan belatinya
diatas meja kemudian beralih merobek pakaiannya
sendiri.
"Butuh bantuan?" Lana menawarkan sambil
mengulurkan tangan tapi wajahnya masih

573
menghadap ke arah lain.

Tanpa menyahut Yohan menyerahkan


pakaiannya ke tangan Lana dan membiarkan gadis
itu menariknya hingga robek membentuk kain
panjang yang nantinya akan Yohan ikat menutupi
bagian lengan kanan atasnya yang terluka.

"Aku tidak berani melihatnya." Tutur Lana masih


dengan pandangan mengarah ke lantai saat ia
berusaha akan mengikatkannya kain tersebut pada
lengan Yohan.

"Kau bisa melihat ke arahku, Permaisuri."


Suaranya menjadi sangat lembut ketika mengatakan
itu dan mengarahkan tangan Lana perlahan
mengikatkan kain guna membalut lukanya.

Perlahan tapi pasti Lana melakukannya namun


tidak sungguh-sungguh sambil menatap ke arah

574
wajah pria itu, bisa-bisa seluruh wajah Lana berakhir
memerah nanti.

Hanya sesekali Lana melirik, hendak


menyaksikan ketampanan rupawan putra tunggal
keluarga Haze. Ya, siapa yang benar-benar bisa
melewatkan kesempurnaan yang biasanya Lana
temukan dalam foto-foto aktor atau artis film.

Kalaupun ada yang memiliki ketampanan serupa


di kehidupan sehari-hari rata-rata mereka adalah
golongan pria brengsek yang hobi membuat para
gadis sakit hati. Itu nyata, gambaran dari
pengalaman pribadi yang sempat Lana lalui
beberapa kali. Menjalin hubungan dengan orang
tampan, mereka sangat ramah pada lawan jenis
dengan alasan berteman, dan yah... berakhir.

"Yang Mulia, mengapa kau tidak menikah lagi?"


celetuk Lana bertanya, katakanlah dia seperti
menyiramkan satu jerigen bensin ke atas api kompor

575
sehingga membuat apinya semakin menyala-nyala.

Hening.

Mungkin seharusnya Lana tak menanyakan hal


itu dan mengubah suasana hati Yohan terlebih kini
tatapannya berubah menjadi lebih gelap
dibandingkan sedetik sebelum ia menanyakan
pertanyaan tadi.

Karena merasa tak nyaman Lana akan berdiri


tetapi Yohan menggenggam pergelangan tangannya
erat sekali, menahannya agar tidak pergi lalu
menariknya sampai kembali duduk.

"Apa kau bisa menahannya?"


"Hah?" beo Lana kebingungan dengan perkataan
Yohan yang tiba-tiba ditambah lagi pria itu
mendekatkan diri ke arah Lana dan menempatkan
wajahnya tepat di depan wajah Lana.

576
"Apa kau bisa menahan rasa sakit hati ketika
orang lain menyentuhku seperti ini, Permaisuri?"
sembari menempatkan tangan Lana menangkup sisi
wajahnya, Yohan kembali berkata. "Entahlah tetapi
suatu malam aku bermimpi melihat dirimu yang
sangat menyedihkan, mungkin karena mimpi itu aku
jadi merasa agak kasihan dan memutuskan untuk
tetap berada dalam hubungan ini."

"Kasihan?" ekspresi wajah Lana seketika


menekuk kesal. "Kau pikir aku perlu dikasihani?"
tanyanya mulai emosi.

"Jangan marah, Permaisuri..." kekehan sinis


terdengar dari bibir Yohan padahal beberapa waktu
lalu bibir yang sama mengucapkan kata-kata manis.
"Bagi seorang Pemimpin besar sepertiku emosi
seperti perasaan terhadap lawan jenis tidak terlalu
dibutuhkan. Biasanya kami membawa para gadis ke
ranjang, menikmatinya, dan menghasilkan

577
keturunan." Tutur Yohan menjelaskan.

"Aku bukan gadis seperti itu!" Lana menghardik


genggaman Yohan dari tangannya.

"Tentu saja bukan karena kau adalah gadis yang


kunikahi, kau seorang Permaisuri. Kau bukan gadis
murahan yang dapat ditemui di pinggir jalan." Balas
Yohan disertai senyum miring, senyum angkuh
andalannya.

Satu tangannya bergerak meraih dagu Lana saat


gadis itu akan membuang pandangannya ke arah
lain karena marah. Ya, memangnya siapa yang tidak
akan marah setelah terang-terangan mendengar
seseorang mengatakan hal semacam itu terlebih ini
suaminya sendiri. Oh! Mengapa Lana mengakui pria
itu sebagai suaminya? Lupakan!

"Permaisuri, sudah kukatakan padamu jangan

578
marah. Sekalipun tak ada perasaan semacam itu
aku tetap membutuhkanmu disisiku."

"Omong kosong!" seru Lana sambil menepis


tangan Yohan dari dagunya.

Pria itu terkekeh, "Kau marah..." entah mengapa


ia merasa geli ketika akhirnya melihat ada
seseorang yang marah kepadanya.

Ah, sebelumnya ada tapi Yohan langsung


mengirimnya kembali pada Sang Pencipta karena
dianggap tidak berguna.

"Baiklah," Yohan lalu bangkit berdiri. "Tidurlah,


badainya telah berlalu. Aku akan kembali ke atas
tapi tidak perlu kunci pintunya, akan kusuruh
seseorang ke bawah untuk menemanimu." Ucap pria
itu.

579
"Kenapa tidak kau saja?" Lana iseng berkata
demikian, dia tidak serius menginginkan Yohan ada
disisinya dan–

"Kau yakin?" Yohan menanggapi dengan seringai


kecil seolah memikirkan sesuatu yang liar dalam
kepalanya.

Lana meneguk ludah, tengkuknya langsung


merinding seketika. "Tidak, kurasa aku berubah
pikiran. Kau bisa pergi." Ralatnya.

"Permintaan terkunci."

"A-apa?"

Tubuh Yohan segera mendekat ke arah Lana


bahkan terkesan menghimpit gadis itu sampai-
sampai bagian belakang kepalanya sedikit terbentur

580
kepala ranjang.

Lana tersentak tetapi nampaknya Yohan tidak


peduli, dia tetap mendekat seraya merangkul bahu
Lana lalu menariknya sehingga wajah gadis itu
terdorong ke arahnya. Sialnya dalam posisi ini Lana
kehilangan kata, ia membeku bak balok es yang ada
di Kutub Utara. Terlebih saat Yohan semakin
mengikis jarak yang tersisa lalu menempatkan bibir
tipis seksi miliknya berada diantara bibir ranum Lana,
menyesap dan melumatnya perlahan-lahan.

Menghantarkan kehangatan di sela-sela


kelembutan pergerakan bibirnya sampai Lana
terlena, larut dalam ciuman itu dan mulai membalas.
Begitu tahu bibir ranum itu balik melumat, Yohan
menarik tubuh Lana agar semakin merapat serta
menjejalkan lidahnya masuk melalui celah bibir yang
tercipta disaat Lana lengah.

"Mmpsshhh..."

581
Decapan bibir keduanya mulai mengisi seluruh
ruangan seiring mengganasnya lumatan bibir Yohan
terhadap bibir Lana, membuat gadis itu nyaris tidak
bisa mengatasinya terlebih saat lidah pria itu
berulang kali membelit lidah miliknya dan bermain di
sekitar langit-langit mulut.

"Nghh!" desahan kecil terlepas di sela-sela


ciuman itu. Lana tidak sengaja melakukannya, itu
terjadi ketika Yohan tiba-tiba menggigit bibir
bawahnya dan menghisapnya dengan kuat.

Seolah mendadak sembuh, Yohan menempatkan


tangan kanannya menangkap sisi wajah Lana.
Menariknya lebih dekat sehingga ciuman yang
tercipta semakin intim, dalam, dan memabukkan.

Tetapi Lana kembali merasa pengap, oksigen


dalam paru-paru menepis sehingga terpaksa dia
mendorong Yohan lalu menciptakan jalinan saliva

582
menyerupai benang tipis diantara bibirnya dan bibir
pria itu.

Kelopak mata Yohan menurun, terlihat lebih sayu


dari biasanya. Ketika Lana sedang sibuk mengambil
nafas, dia turun menuju leher gadis itu kemudian
menghisap permukaannya. Membuat kedua mata
Lana terbuka lebar merasakan sensasi panas dingin
yang langsung menyerang ke seluruh tubuhnya,
bahkan kedua kakinya sampai sedikit bergetar
karena itu.

"Aahhh!" Lana mendesah, ia tak kuasa menahan


kenikmatan yang muncul dari bibir pria itu terutama
saat lidahnya ikut berperan memberi jilatan-jilatan di
permukaan kulit lehernya.

Lalu Yohan menguatkan hisapannya hingga


tubuh Lana menggelinjang kecil, tak terbiasa dengan
sensasi merinding, geli, dan sedikit sakit di waktu
yang bersamaan tetapi bila ditanya apakah rasanya

583
nikmat maka Lana akan menganggukkan kepala.

Itu seperti kau mendapatkan kupu-kupu di perut


lalu sensasi agak basah sedikit panas dan yah...
Yohan menarik diri, menatap jejak keunguan yang
ditinggalkannya olehnya lalu naik lagi menuju bibir
Lana. Hendak menyatukannya kembali namun
seseorang datang dan mengetuk pintu di depan.

Yohan berdecak pelan. "Apa?" jawabnya dingin.

"Ampuni saya, Yang Mulia." Perempuan itu


membungkuk hormat bahkan lebih dari sembilan
puluh derajat. "Kompas penunjuk arah kapal rusak,
Kapten meminta saya memberitahu anda karena
anda paham tentang kelautan dan arah. Saya benar-
benar minta maaf karena telah mengganggu waktu
berharga anda."

Menghela nafas kasar, Yohan terpaksa bangkit

584
dan mengakhiri kegiatannya yang baru akan dimulai
tadi. Daripada perjalanan mereka tersesat dan
terombang-ambing di tengah laut dalam kondisi
kapal setengah rusak lebih baik Yohan menahan diri
untuk saat ini.

"Maafkan saya, Yang Mulia." Perempuan itu


kembali meminta maaf untuk kali kesekian ketika
Yohan berjalan keluar.

"Kau masuklah ke dalam dan temani Permaisuri."


Pria itu memerintah sebelum mendaki anak tangga
guna menghampiri sang Kapten di anjungan kapal.

Sementara itu di ruangan tadi Lana tertegun


mengingat apa saja yang baru terjadi. Dia menoleh
ke arah kiri, mendapati dirinya dalam pantulan
sebuah cermin bersama dengan tanda keunguan di
lehernya.

585
"Salam hormat Yang Mulia,"

Cepat-cepat Lana menutupi lehernya dengan


bantal lalu mengangguk ke arah perempuan tersebut.
Meskipun statusnya adalah istri Kaisar dan hal-hal
semacam ini seharusnya tidak perlu disembunyikan
tetap saja Lana merasa malu terlebih sesekali
sensasi tadi terngiang oleh tubuhnya.

"Kaisar meminta saya menemani anda disini,


anda bisa beristirahat. Saya akan menjaga anda."
Lanjut wanita itu menjelaskan alasan keberadaannya
disini kemudian memperkenalkan diri namun tak
begitu didengar oleh Lana.

Sebab fokus gadis itu berada di tempat lain dan


sesekali masih mencuri pandang ke arah cermin
hanya untuk memastikan tanda keunguan itu ada di
sana, di permukaan lehernya. Tepatnya di bagian
sebelah kiri. Mengingatnya saja membuat jantung
Lana berdebar lagi tetapi ia cukup yakin bahwa ini

586
sensasi karena takut mati untuk kedua kali. Ya,
perasaan berdebar itu timbul karena pengaruh
dirinya masih berada di dalam kapal yang
terombang-ambing.

Di sisi lain terlihat Yohan mengambil alih tugas


Kapten kapal di Anjungan bersama setir kemudi di
tangan. Memutarnya ke arah berlawanan sebab
kapal yang mereka tumpangi berada diluar jalur
karena terjangan badai tadi. Dan berdasarkan peta
antar benua yang diingatnya dalam kepala dengan
mudah Yohan dapat menentukan kearah mana kapal
akan berlayar.

Semua itu berkat didikan paksa dari ayahnya,


Yohan harus menghapal banyak sekali hal jika tidak
maka alat cambuk favorit pria itu akan menyambut
Yohan setiap saat. Tetapi sial, kendati pikirannya
saat ini sedang memikirkan arah yang tepat menuju
Everland bisa-bisanya masih ada celah dalam
otaknya yang digunakan untuk memikirkan Lana.
Mengingat kelembutan tangan gadis itu, ekspresi

587
seksi ketika bibir ranumnya terbuka seraya terengah
mengumpulkan nafas, dan permukaan leher mulus
miliknya. Oh, Tuhan... Yohan benar-benar ingin
menghabisinya.

***

Menghabisinya, aku miringin karena itu artinya


mengarah yang satu lagi... yang ehem ehem. Bukan
ke makna menghabisi yang sebenarnya *cipok

588
37. Beautiful Everland

Everland identik dengan penguasa kembar


mereka. Malik dan Harold. Kaisar dari keseluruhan
benua Everland dengan kekuasaan absolut yang tak
dapat ditentang bahkan oleh semut sekalipun.

Hari ini keduanya menyambangi pelabuhan untuk


menyambut kapal pertama yang datang dari wilayah
Carthion. Sayangnya Kaisar wilayah itu menolak
untuk datang dengan alasan sibuk. Yah, semua
orang pasti sibuk. Tidak ada orang yang tidak sibuk.
Jadi, mereka hanya mengutus Grand Duke Carthion
saja.

Malik dan Harold dengan senang hati


menyambut kedatangan pria berumur dua puluh
tujuh tahun itu. Kalau tidak salah namanya, ah…

589
"Salam hormat, Yang Mulia. Untuk
memperkenalkan diri, saya Edward Van Lucien,
Grand Duke wilayah Carthion." Ujarnya menjelaskan
identitas sendiri lalu membungkuk hormat.

"Wah, anda masih sangat muda dan tampan..."


Malik berceletuk lalu matanya seperti mencari-cari
sesuatu. "Anda datang sendiri, Tuan Grand Duke?"

Edward mengangguk. "Saya tidak perlu rekan,


ketika sampai di Everland saya bisa memilih mana
saja gadis untuk ditiduri." Tutur Edward menjawab
seadanya.

"Wow..." Harold terkekeh, "dibalik wajah tenang


itu ternyata anda agak nakal."

Edward hanya tersenyum tipis sebagai respon


terhadap ucapan Harold lalu ia diminta itu lanjut
menuju istana yang tak jauh dari sini dengan

590
berkuda ditemani rombongan pasukan dari
Kekaisaran Everland.

"Aku tak menyangka." Malik berkata lagi sambil


melihat ke arah Edward yang sudah menjauh.
"Kupikir dari wajahnya, dia orang yang cukup setia."

Harold menyahut. "Mungkin sebaiknya kita harus


mulai berhenti menilai seseorang dari wajah."

Para pria berumur tiga puluh sembilan tahun itu


tertawa bersamaan. Lalu kapal kedua terlihat
mendekati pelabuhan, mereka cepat-cepat
menghentikan gelak tawa dan berdiri tegap penuh
wibawa saat seseorang turun dari dalam kapal.

"Kau mengirim sebongkah sampah untuk


menjemputku?" celetuk Yohan sarkas.
"Wah... wahh, ada apa ini?" Malik mencoba untuk
tidak membuat situasi jadi semakin tegang dengan

591
ucapan hangat. "Anda baru sampai, tapi anda
langsung marah. Jangan seperti itu Kaisar,
ketampanan dan keagungan anda nanti berkurang."

Yohan berdehem singkat. "Kapalnya hancur, kau


bisa memeriksa sendiri." Lalu berjalan melewati
keduanya dengan cepat.

Di belakang nampak Lana bersama rombongan


prajurit dan pelayan baru turun dari kapal lalu
membungkuk hormat pada keduanya yang memiliki
jabatan setara dengan Yohan.

"Oh, anda pasti Sang Permaisuri?" Harold yang


berbicara. "Anda tidak perlu membungkuk, biarkan
dagu anda tetap terangkat supaya wajah cantik anda
dapat dilihat oleh semua orang." Entah itu pujian
atau godaan tetapi Lana menanggapinya dengan
senyuman kemudian berlalu menyusul Yohan yang
telah memilih kuda untuk dinaiki.

592
Harold terlihat mendekat pada Malik lalu berbisik.
"Kapal dari kita dibilang sampah, kau percaya?"

Malik mengibaskan tangan. "Itu hanya omong


kosong karena dia merasa kurang dapat
kemewahan."

"Bukankah kapal yang kita kirim untuknya adalah


yang termewah?" celetuk Harold tak terima kapalnya
sempat disamakan dengan sampah oleh Yohan.
"Dan dia bilang kapalnya rusak?"

Malik menghela nafas, "wilayahnya bahkan tidak


mencapai setengah dari wilayah kita tetapi ego dan
gengsinya tinggi sekali." Desis Malik.

"Betul." Sahut Harold menanggapi, "berani sekali


dia bilang kapal dari kita sampah!"

593
"Masuk ke dalam dan periksa." Pinta Malik pada
Harold atau lebih tepatnya disebut sebagai sebuah
ajakan karena ia juga ikut masuk.

"Enak saja kapal terbaik kita dibilang sampah!"


seru Harold masih kesal.

Sepintas tak ada yang aneh saat mereka sampai


di bagian atas kapal, mengedarkan pandangannya
dan mendapati beberapa sisi kapal rusak serta ada
beberapa serpihan juga tetapi bukan kerusakan
parah sampai-sampai kapalnya cocok disamakan
dengan sampah.

Tetapi, kemudian mereka menyadari ada hal aneh


atau lebih tepatnya ada hal yang mereka lewatkan
tadi saat melihat rombongan orang-orang turun dari
kapal.

Kapten kapal berada di antara rombongan itu

594
namun awak kapal lainnya sama sekali tidak terlihat.
Tunggu! Bagaimana keduanya baru menyadari hal
itu?

"Mungkin mereka dibawah." Ucap Malik berpikir


positif," ayo tanyakan pada mereka kerusakan
separah apa yang terjadi." Ajaknya bergegas
menuruni tangga disusul Harold.

Ketika turun ada genangan becek di lantai tapi


tidak terlalu banyak, keduanya lalu bergegas
melangkah lebih jauh dan melihat di ujung ada pintu
dari sebuah ruangan yang rusak.

"Ah, lihat itu! Dia bahkan merusak pintu kapal


kita!" Gerutu Harold kesal. "Bukankah dia tahu
harganya sangat mahal? Sial! Dia merusaknya
karena tahu kita tidak akan minta ganti rugi."

Lain hal dengan Harold yang kesal, Malik hanya

595
menghela nafas kasar sambil menghitung kerugian
biaya servis kapal ini nantinya dalam hati kemudian
mendekat pada ruangan tak berpintu itu untuk
mengecek keadaan di dalamnya.

"Dan lagi, kemana perginya semua orang?"


Harold berdecak lagi. "Anak buah kapal--"

Deg!

Ocehan Harold terhenti begitu ia dan Malik


sampai di depan ruangan tersebut. Bibir keduanya
sama-sama terkunci dan kompak menelan ludah
ngeri usai melihat dengan mata kepala sendiri
tumpukan jasad orang-orang yang mereka kenal
sebagai awak kapal yang mereka utus. Bahkan ada
beberapa bagian tubuh dari jasad yang sudah tidak
utuh, terpotong tetapi entah kemana potongannya
pergi.

596
"Malik..." Harold meneguk ludah untuk kali kedua
dengan kepayahan. "Kau melihat apa yang kulihat?"

Malik mengangguk. "Aku melihat."

"Bagaimana ini?" suara Harold terdengar takut.


"Apa kita tanpa sengaja telah mengundang
monster?"

"Entahlah." Jawaban ambigu Malik berikan pada


Harold. "Ayo keluar Harold, suruh prajurit
memindahkan kapal ini lalu menenggelamkannya."
Ucap Malik masih dengan tatapan agak kosong,
mungkin dia merasa syok lebih tepatnya.

Harold mengangguk kemudian bergegas


menyusul Malik yang sudah berbalik dan kembali ke
atas. Dia sama terkejutnya dengan sang saudara
kembar, yang membedakan hanya tidak sampai
syok saja.

597
Namun Harold sendiri mengakui pemandangan
tadi adalah pemandangan paling mengerikan yang
pernah dilihatnya seumur hidup. Bahkan lebih
mengerikan dibanding melihat tumpukan mayat di
medan perang.

Sementara itu di tempat lain tepatnya di istana


milik Malik dan Harold, Lana bersama Yohan baru
sampai di ruang peristirahatan yang disediakan
secara khusus untuk para tamu. Mereka mendapat
banyak sekali fasilitas termasuk jamuan kamar yang
sudah tersedia diatas meja besar yang ada di dalam.
Acara pesta dimulai besok. Tidak ada jadwal
spesifik mengenai kegiatan yang akan berlangsung
sehingga mereka bisa beristirahat seharian ini.

"Permaisuri, apa mereka mengatakan sesuatu


padamu?" tiba-tiba Yohan bertanya dan mengubah
atmosfer di kamar itu menjadi horor.

598
Lana meneguk ludah kemudian menggelengkan
kepala. "Mereka hanya memberi salam hormat."

"Hanya itu?"

"Hanya itu."

Tatapan Yohan masih penuh curiga dan selidik


terhadapnya, Lana merasa tak nyaman dan memilih
memalingkan wajah ke arah lain.
"Aku ingin mandi."

"Kau mengajakku?"

"Tidak, tidak!" kedua mata Lana melotot kaget


seolah nyaris melompat keluar.

"Lalu?"

599
"Aku memberitahu." Jelas Lana kemudian
berbalik, berjalan menuju ruangan yang dirasa
sebagai tempat kolam pemandian pribadi.

"Dasar mesum!" cebik Lana dalam hati,


"bagaimana seseorang bisa mengatakan godaan
tanpa ekspresi?" Ia tak habis pikir lantas memilih
menggeser pintu di hadapannya namun kesulitan.
Lana berdecak jengkel, dalam hati ia mulai
memaki. "Jangan bilang pintunya tersangkut lagi!"

Lalu sebuah tangan berada tepat diatas


tangannya, menarik ke atas kunci pintu tersebut
sehingga dengan mudah Lana bisa menggesernya
dan terbuka.

"Sabarlah sedikit, Permaisuri." Kekeh Yohan geli.


"Ada kunci yang harus dibuka terlebih dahulu sama
seperti tali di belakang gaunmu."

600
"Seperti..." Yohan menempatkan satu tangannya
di bahu Lana, perlahan-lahan tangannya itu turun
mengusap bagian punggung gadis itu yang sedikit
terbuka lalu ia mendekat... menempatkan hidungnya
pada bagian itu, mengendus-endus seperti kucing
berbulu imut.

Lana menggigit bibir, telapak tangannya yang


semula terbuka perlahan terkepal seiring semakin ke
bawah Yohan mengendus punggungnya. Ini gila...
Lana berbalik, berpikir dengan melakukan itu maka
Yohan akan menjauh dan adegan tadi berakhir
namun nyatanya Lana salah.

Pria itu mendekat lagi, menempelkan hidung


runcingnya pada pipinya. Membuat jantung Lana jadi
kembali berdetak kencang tak karuan. Ini semakin
tak bagus, Lana mulai kehilangan kendali atas kedua
kakinya yang terasa mendadak seperti berubah
menjadi jeli.

601
Saat wajah Yohan semakin dekat Lana berpikir
pria itu akan menciumnya lagi seperti yang sudah-
sudah sehingga ia menutup mata, memejamkannya
erat-erat selama beberapa saat namun tak ada yang
terjadi bahkan sampai Lana memutuskan untuk
membuka matanya kembali dan menemukan Yohan
yang tersenyum.

"Menanti apa, Permaisuri?" pertanyaannya


terdengar seperti ejekan bagi Lana padahal Yohan
bertanya dengan sangat santai bahkan sambil
tersenyum.

Ter-se-nyum!

"Kau gila!" seru Lana entah mendapat keberanian


dari mana tetapi dari matanya, ia terlihat kecewa
karena Yohan tak melakukan apa-apa.

602
"Haha..."

"Kenapa kau marah, Permaisuri? Seharusnya jika


dugaanku salah kau tidak akan semarah ini." Lanjut
pria itu berkata.

"Siapa bilang aku memikirkan hal seperti itu!?"


bantah Lana kesal.

Satu tangan Yohan terulur mengusap lembut pipi


Lana. "Lalu mengapa Permaisuriku yang cantik ini
menjadi sangat marah sampai wajahnya merah?
Apalagi jika bukan karena terkhianati oleh
ekspektasinya sendiri."

Lana diam, bingung ingin membalas apa terlebih


lagi dalam jarak dekat seperti ini rasanya jiwanya
seperti perlahan keluar dari dalam tubuh karena
terpesona oleh ketampanan manusia di hadapannya.

603
"Kau tahu Permaisuri..." Yohan menjeda sedikit,
tangannya yang lain menangkup sebelah pipi Lana
yang satu lagi kemudian ia lanjut bicara. "Aku sangat
ingin menempatkanmu di bawahku, berada di bawah
kekuasaanku. Ah, berhenti mengacaukan segalanya.
Aku jadi selalu memikirkanmu. Jangan menatapku
seperti itu, Permaisuri."

"Apa?" sahut Lana sinis padahal dia menatap


Yohan dengan tatapan biasa, bukan dengan tatapan
menggoda yang dibuat-buat tetapi pria itu sepertinya
memang sudah tidak tertolong.

Sekilas Yohan menggigit bibir bawah,


membuatnya jadi terlihat seksi dan menggoda
bahkan Lana sampai berkedip dua kali untuk
mengendalikan diri. Takut khilaf.

"Mata anak anjing itu selalu membuatku jadi ingin


memakanmu."

604
Hening.

Yohan lalu memilih menjauh seraya mendaratkan


tepukan ringan pada puncak kepala Lana, ia juga
berkata. "Jangan memakai pakaian terbuka jika tak
ingin berjalan pincang selama beberapa hari."

Tangan Lana mengepal, wajahnya yang tertunduk


nampak memerah. Ia sudah cukup dewasa untuk
mengerti maksud dari kalimat tadi. Jangan
berpakaian terbuka jika tidak ingin berjalan pincang,
Lana sangat tahu ke arah mana kalimat itu tertuju.

Lantas daripada tersipu secara memalukan di


depan ruangan mandi, Lana memutuskan masuk ke
dalam dan berendam di dalam kolam sekaligus
menyembunyikan wajahnya di bawah air.

Sementara itu Yohan nampak memeriksa seluruh


peti yang berisi pakaian Lana sembari menyeringai

605
dia mengangkat peti-peti tersebut lalu
membuangnya keluar. Sekarang Lana tidak memiliki
pakaian yang cukup tertutup untuk menghadapinya
sebab pakaian para perempuan di Everland
tergolong sedikit terbuka.

606
38. Close Up Baby 🔞
Setengah jam Lana membongkar peti-peti yang
dibawanya dari Sirasea tetapi tak ada satupun peti
yang berisi pakaiannya. Ini aneh sekali padahal Lana
sendiri yang menyaksikan para pelayan menyiapkan
pakaiannya dan saat keberangkatan yang bisa
dibilang tiba-tiba, Lana masih melihat beberapa peti
miliknya dalam kereta bahkan ketika peti tersebut
dipindahkan ke kapal Lana juga masih melihat
keberadaannya tetapi sekarang... peti itu seolah
menghilang dibawa hantu.

"Seingatku ada disini," Lana menggigit bibir mulai


resah sebab ini sudah lama sekali sejak ia
membongkar seluruh peti yang ada tetapi anehnya
hanya peti berisi pakaiannya yang masih sukar
ditemukan. "Yohan, pria itu sebentar lagi keluar dari
ruangan mandi tapi aku belum berpakaian!"

607
Lana mulai panik ditambah lagi saat ini ia hanya
menutupi tubuhnya dengan lilitan kain putih tipis
yang membelit tubuhnya sebanyak dua kali, itupun
harus ia pegangi setiap saat supaya tidak melorot
dan lepas karena kainnya keterlaluan pendek.

"Aku harus bagaimana? Tidak ada satupun


pakaian perempuan disini!" gumam Lana mulai
merasa kesal sendiri sementara waktunya menipis,
Yohan akan keluar sebentar lagi. Merasa tak ada
pilihan lain, Lana mendekat ke salah satu tiang
penyangga ruangan yang memiliki tirai besar
sebagai penghias lalu ia menempatkan tubuhnya
dibalik tirai untuk sebagai bentuk perlindungan diri
sendiri dari tatapan mesum Yohan.

Pria mana yang tidak akan berdiri jika dihadapkan


dengan situasi seperti ini? Mustahil! Lana tidak
sepolos itu untuk membiarkan tubuhnya jadi
konsumsi mata jelalatan suaminya.
Oke, sekarang fakta status mereka yang suami

608
istri membuat Lana merasa agak bersalah karena
menghindari dari Yohan padahal seharusnya tidak
begitu. Tetapi, mau bagaimana lagi? Lana tidak siap
dan tidak akan mau melakukannya bersama pria itu.

"Permaisuri~"

Sial! Lana baru memikirkan pria itu sedetik yang


lalu tetapi sekarang dia sudah muncul tepat di
belakang Lana seraya mengendus-endus bagian
leher belakang Lana sambil memegang bahunya
lembut.

Lana meneguk ludah. "Yang Mulia, tolong


menjauhlah dariku."

"Hm?" Yohan mengernyitkan dahi sambil


tersenyum. "Menjauh? Mengapa? Bukankah kau
yang sengaja memanggilku dengan tidak segera
berpakaian?"

609
Lana menggigit bibir bawah saat sensasi hawa
panas nafas Yohan sukses membuat seluruh
tubuhnya meremang. "Pakaianku menghilang..."

"Oh, lihat. Bahkan takdir sedang memihak


kepadaku hari ini." Kekeh Yohan sembari
mengendus-endus leher Lana lagi dan kali ini seraya
menyibak rambut panjang gadis itu menyampir ke
bahu. "Melihatmu dalam situasi seperti ini, oh...
Permaisuri wangimu sangat harum seperti ladang
bunga di awal musim semi."

"Yang Mulia..." Lana mendorong Yohan menjauh


dari tubuhnya dengan satu tangan lalu ia berbalik
tetapi lagi-lagi hal itu justru membuat dirinya jadi
terpojok karena Yohan maju mendekat sedangkan
Lana tidak bisa mundur lagi karena punggungnya
tertahan oleh tiang penyangga bangunan di
belakangnya.

610
"Tolong jangan seperti ini." Pinta Lana dengan
suara kecil, sejujurnya ia juga sangat terdistraksi
ketika mendapati Yohan tak mengenakan pakaian
atas dan bagian bawah tubuhnya hanya berbalut
lilitan kain putih serupa dengan yang ia kenakan.

"Permaisuri, satu-satunya orang yang cocok


dengan kalimat itu adalah dirimu." Yohan berkata
membela dirinya dengan senyum licik yang tak
diketahui oleh Lana.

"Siapa yang mengajarimu tidak segera


berpakaian setelah selesai mandi, hm?"

Lana menggeleng sambil menunduk. "Aku... aku


bukannya sengaja tidak langsung berpakaian!"
"Lalu?" dengan senang hati Yohan menanggapi
setiap ucapan Lana, ia senang melihat gadis itu
dalam kondisi malu-malu begini. "Kau berniat
menggodaku?"

611
"Sama sekali tidak!" bantah Lana tegas tetapi hal
itu hanya semakin membuat wajahnya bertambah
merah terutama ketika sempat melihat bagian
puting merah tua milik Yohan.

Lana refleks memalingkan wajah. "Dan kau juga


tidak memakai pakaian!"

Yohan terkekeh sambil mengelus sisi wajah Lana


dengan keempat jarinya. "Siapa yang bisa fokus
memakai pakaian jika melihat ada seorang gadis
bertelanjang?"

"Aku tidak telanjang!"

"Aku masih menutupinya dengan kain!" seru Lana.

Tatapan Yohan beralih pada tangan Lana yang

612
mengepal kuat, menggenggam pusat lilitan kain
yang berada tepat di depan dadanya lalu tanpa basa-
basi Yohan menarik tangan gadis yang tak siap itu
sehingga dengan mudah kain tersebut melorot ke
bawah.

"Sekarang kau telanjang." Kekeh Yohan dengan


satu mata dikedipkan nakal.

"Anda pasti sudah tidak waras..." Lana berpaling


wajah tetapi Yohan mendekat terlebih saat Lana
memeluk erat bagian atas tubuhnya dan merapatkan
kaki untuk melindunginya bagian inti tubuh yang
berada diantaranya.

"Aku suamimu." Yohan kembali berucap sambil


membelai lembut sisi wajah Lana, turun ke sisi
lengan gadis itu, lalu sisi tubuhnya kemudian
menarik pinggang gadis itu dalam rangkulan erat
sampai-sampai pemiliknya tersentak.

613
"Tidak ada aturan yang melarang seorang suami
berdekatan dengan istri sendiri." Tutur Yohan
seratus persen sangat benar dan sudah dipastikan
Lana tidak memiliki alasan untuk membantah
kalimat tersebut.

"Tolonglah..." Lana menghindar saat Yohan mulai


mengelus lehernya dengan jemari-jemari besar yang
ujungnya terasa agak dingin. "Aku belum siap, aku..."

"Belum siap, hm?" kekehan samar terdengar dari


bibir Yohan, saat ini pandangan pria itu tertuju ke
arah dada Lana yang ditutupi oleh kedua tangan.

Sepasang gumpalan lemak itu mengintip, mulus,


putih, dan ah... membuat tegang. Yohan sampai
harus meneguk ludah sebanyak dua kali, menahan
dirinya agar tetap berada dalam kendali dan tak
langsung menghajar gadis di depannya ini ke atas
kasur.

614
"Yang Mulia, tolong berhentilah memandang ke
arah situ." Lana berkata dengan nada lemah, saat ini
sudah dua kali pula ia meneguk ludah ketika
mendapati remasan pada sisi pinggangnya
kemudian tangan pria itu menariknya sehingga paha
Lana bersentuhan sesuatu miliknya yang keras dan
terasa mengganjal.

"Lalu kemana aku harus memandang, Permaisuri?


Lebih ke bawah?" goda Yohan disertai tawa kecil.

"Yang Mulia..."

Lana berbalik saat Yohan lengah ia akan kabur


tetapi pria itu berhasil memeluknya dari belakang,
menempatkan kedua tangannya berada tepat di
masing-masing payudara Lana kemudian
meremasnya tanpa izin.

Sontak hal itu membuat kedua mata Lana

615
membulat, terbuka lebar karena terkejut tetapi
sialnya dia tidak bisa melakukan apa-apa karena
Yohan terlanjur meremasnya.

Bukan hanya semata-mata meremas saja, Yohan


juga memainkan puting miliknya yang menegak dan
mengeras sempurna. Membuat tubuh Lana
tersentak, refleks memegangi lengan kekar pria itu
dengan upaya ingin menghentikan aksinya tetapi
gagal karena pada dasarnya Lana juga menikmati
rasa geli dan sedikit nyeri yang timbul dari ibu jari
serta telunjuk Yohan yang tengah memilin bagian
puncak dadanya.

"Ssshhh... Y-Yang Mulia..." kendati demikian Lana


tidak boleh terlena, ia tetap mencoba lari walau yah
seperti yang sudah-sudah... ia gagal dan berakhir
semakin diremas kencang.

Bahkan upaya membungkuk yang dilakukannya


malah semakin membawa situasi menjadi panas

616
ketika bokongnya tanpa sengaja bergesekkan
dengan sesuatu yang mengeras di balik sana, yang
tak lain dan bukan ialah miliknya Yohan.

"Ouch..." pria itu berpura-pura meringis kesakitan


padahal faktanya dia kenikmatan saat bokong Lana
bergesekkan dengan bagian pusat tubuhnya.

"Kau ganas sekali, Permaisuri!" Cebiknya seraya


mengerucutkan bibir Lalu membalik tubuh Lana dan
memeluk gadis itu.
"Yang Mulia..." tubuh Lana sepenuhnya
meremang, walau Yohan tak lagi meremas dadanya
tetapi tangan pria itu seolah masih berada disana
dan memainkan putingnya.

"Ssshhh..." Yohan mendesis tipis saat Lana akan


memintanya untuk berhenti lalu dengan cepat tanpa
menyia-nyiakan kesempatan, Yohan menyumpal
bibir Lana dengan ciuman.

617
"Mmmhh~"

Melumat dan menghisap bibir itu ganas sambil


menyelipkan lidahnya masuk dan kali ini Lana
membalas dengan seimbang. Melumat bibir tipis
Yohan dan menggigitnya sesekali. Rasanya
menakjubkan sebab Lana sebelumnya juga belum
pernah mencoba ciuman bibir dengan siapapun.
Awalnya memang agak menjijikan dan aneh ketika
merasakan saliva orang lain di dalam mulut tetapi
setelah beberapa kali rasanya sungguh nikmat dan
memabukkan sampai-sampai Lana tak sadar telah
mendominasi lebih banyak dalam ciuman tersebut.

Hingga tak sadar saliva mulai menetes melalui


sudut bibirnya tetapi baik dirinya ataupun Yohan
sama-sama tak ingin mengakhiri ciuman panas itu
begitu saja sebab saat ini mereka masih saling
meraup penuh nafsu menggebu-gebu.

618
Tak hanya itu, tangan Yohan kembali bergerak.
Bergerilya di sekitar dada Lana, meremas, serta
mencubit bagian putingnya sesekali sampai-sampai
Lana menggelinjang kecil merasakan sensasi geli
sedikit nyeri yang timbul dan mempengaruhi sesuatu
diantara kedua kakinya yang terasa sedikit basah.

"Hngghh..." Lana mendesah di tengah-tengah


ciuman berlangsung, saat Yohan meremas kedua
dadanya sekaligus serta mendorongnya jatuh ke
kasur.
Ciuman mereka terlepas. Lana terengah tetapi
Yohan tidak, pria itu menempatkan bibirnya di
permukaan leher Lana lalu menggesekkan giginya
disana sambil memberi jilatan dan hisapan bertanda.

"Yo-Yohannn!" erang Lana merasa agak kesakitan


kala kulit lehernya dihisap dengan kuat, ia sampai
harus mendorong kepala Yohan beberapa kali
hingga pria itu melepaskan lehernya dan pindah
turun ke bagian dadanya.

619
"Shhh.... Permaisuri, tidak adakah seseorang
yang memberitahu bahwa kau sangat cantik dan
indah ketika berada di bawahku?"

Lana refleks membawa kedua tangannya


menutupi dada tetapi Yohan langsung menahannya
dan mengunci pergelangan tangan Lana sehingga
gadis itu tidak bisa bergerak atau berusaha
melindungi sepasang aset kembarnya yang
terekspos sempurna dalam keadaan puncak merah
muda tegak.

"Y-Yang Mulia... aku malu..." Lana tidak bohong,


wajahnya sampai merah padam saat ini. "Jangan
lakukan ini padaku..."

"Kau harus melakukannya." Ucap Yohan seraya


mengulum bibir bawah, membuat ekspresi wajahnya
jadi terlihat seksi dan semakin membuat Lana
tertekan karena jauh di dalam lubuk hatinya... Lana

620
juga menginginkannya.

"Tapi--"

"Ssshhh..." Yohan menempatkan telunjuknya di


bibir Lana, meminta gadis itu diam selagi perlahan
wajahnya merunduk lebih dekat kemudian meraup
salah satu puncak dada Lana.
Menghisapnya dengan rakus dan kencang seperti
bayi kelaparan. Tak ingin membuat yang sebelahnya
iri, Yohan memainkannya dengan tangan. Memilin-
milin puting tegak Lana sampai kedua kaki gadis itu
bergerak gelisah di bawah sana, mencoba menahan
sesuatu yang ingin keluar dari pusat tubuhnya.

Ini menegangkan terlebih ketika Yohan


memainkan lidah sambil menghisap dadanya,
rasanya Lana seperti dibawa terbang keluar angkasa
oleh sensasi rasa geli sedikit nyeri yang berulang kali
menghentaknya di dada.

621
Bahkan sangking gemasnya Yohan sampai
menyatukan kedua payudara Lana dalam satu
genggamannya kemudian menghisap putingnya
bersamaan.

Sungguh, ini gila. Lana tak pernah merasakan


sensasi adrenalinnya terpacu sampai sejauh ini.
Biasanya dia hanya menyaksikan dalam narasi novel
atau sekedar melihatnya dalam adegan film, tetapi
sekarang ia mengalami secara langsung berada
dalam adegan romansa dewasa dengan seorang
pria diatasnya.

"Ahhh!"

Lana mencoba menahan untuk tidak mendesah


tetapi hisapan dan gigitan Yohan, semua itu sangat
luar biasa.

622
Merasa masih kurang, Yohan memainkan
lidahnya menjilati puting Lana yang nampak lebih
memerah dan bengkak sekarang. Sesekali masih
menghisap dan menyedot kuat kekenyalan itu di
dalam mulutnya sebab Yohan sendiri mengakui
kecanduan terhadap kegiatan itu.

Dia baru pertama kali menyentuhnya,


merasakannya, dan menghisapnya di dalam mulut.
Seluruh rasa penasarannya tentang hal itu sirna
dalam sekejap.
Yohan menghisap dada Lana sampai puas,
sampai kedua puting gadis itu sama-sama
membengkak dan ada jejak memar merah di
sekitarnya. Bayangkan betapa panas dan liarnya pria
itu menghabisi sepasang dada Lana selama tiga
puluh menit nonstop.

"Permaisuri, ini..." Yohan menatap Lana dengan


sepasang mata sayu tetapi sarat akan gairah. Dia
naik lagi sekedar untuk mengecup keranuman bibir

623
Lana yang selalu sukses menggodanya.

"Sangat nikmat." Lanjutnya seraya tersenyum


kemudian turun, memainkan lidah di sekitar perut
rata Lana yang lebih mirip orang tidak makan dua
tahun tetapi Yohan tetap menyukainya dan
meninggalkan beberapa tanda keunguan disana
sebelum turun lebih ke bawah.

Menuju sajian utama yang sedari tadi ia nanti-


nanti. Ah, Yohan lebih penasaran dengan yang satu
itu. Seperti apa rupanya, rasa, dan sensasi ketika ia
memakannya nanti.

Karena malu, kaki Lana merapat lagi. Yohan


tersenyum, pria itu kelihatan suka melihat Lana yang
memandangnya dengan keseluruhan wajah merah
akibat malu.

"Buka kakimu, Permaisuri." Ucap Yohan

624
memerintah dengan amat sangat lembut sambil
memegangi masing-masing lutut Lana kemudian
melebarkannya.

Masih merasa malu, tangan kanan Lana turun


menutup pusat kewanitaannya yang mulus tanpa
bulu. Kebiasaan Lana yang suka mencukur itu
rupanya tak sengaja terbawa ke tempat ini dan
bagus, Yohan menyukainya. Tidak harus dicukur
juga Yohan sudah pasti akan tetap suka terlebih
saat melihat cairan basah di antara belahan
kewanitaan Lana.
Gairah pria itu semakin memuncak, libidonya naik.
Dengan cepat Yohan menempatkan wajahnya
berada diantara kedua kaki Lana, mendekat
kemudian melahap kewanitaan basah itu ke dalam
mulutnya.

"Ahhhh! Yohan!" pekik Lana terkejut.

Itu sama sekali tidak sakit, tidak, tidak. Rasanya

625
benar-benar gatal dan geli terlebih saat lidah Yohan
bermain di bagian lubang kecil milik Lana. Gadis itu
sampai harus meneguk ludah berkali-kali dan
menggelengkan kepalanya ke sana kemari, merasa
resah dan gelisah saat sensasi ingin buang air
kecilnya semakin menjadi.

Tak hanya mulut, Yohan juga menempatkan satu


jarinya masuk ke dalam lubang surgawi
menggemaskan milik Lana. Memainkan jari
telunjuknya di dalam sana, bergerak keluar masuk
dengan cepat di dalam liang licin nan sempit yang
terasa seperti menghisap kuat jarinya. Ini baru jari,
bagaimana jika sesuatu yang lain?

Memikirkannya membuat milik Yohan terasa


semakin sesak. Lilitan kain putih masih berada di
pinggangnya tetapi tonjolan diantara kedua kakinya
nampak jelas, miliknya benar-benar butuh masuk ke
dalam rumah sekarang.

626
"Yohan... ahh..." Lana yang tak tahan, ia semakin
ingin buang air kecil tetapi masih ditahan karena
malu. Lana tahu seharusnya ia membiarkannya
tetapi tetap saja, Lana belum siap.

Mengetahui hal itu Yohan menambahkan satu


jarinya lagi seraya mengukir seringai di kedua sudut
bibirnya lalu menjilati bagian kecil menyerupai biji
kacang yang berada di depan wajahnya.
"Permaisuri, lepaskan saja..." ucap Yohan
mengarahkan tetapi Lana menggeleng, membuat
pria itu jadi merasa semakin gemas dan
mempercepat gerakan menggunting yang dilakukan
jarinya di dalam kewanitaan Lana.

Sampai perut bagian bawah gadis itu


mengencang, Lana sudah tak tahan lalu cairan
pelepasan menyembur deras dari pusat tubuhnya
hingga muncrat mengenai wajah Yohan.

Pria itu tersenyum, mengusap sisi wajahnya yang

627
basah dengan ibu jari lalu menghisapnya sambil
menatap jejak-jejak pelepasan hebat Lana yang
sedikit menodai sprei kasur.

Jelas saja hal itu membuat Lana jadi merasa


malu tetapi belum sempat berbicara, pemandangan
matanya dihadapkan oleh Yohan yang tiba-tiba
melepaskan lilitan kain pinggangnya.
Deg!

Terlebih lagi kini pria itu benar-benar tak


memakai sehelai benang pun di tubuhnya dan Lana
melihat semuanya termasuk kejantanan besar nan
panjang dalam kondisi tegak menantang siap
tempur yang bagian kepalanya memerah.

Lana sudah berusaha untuk tidak melihat ke arah


situ tetapi dari semua yang pernah Lana lihat di situs
terlarang, milik Yohan sangat sempurna. Mulai dari
ukuran, tampilan, serta... semuanya!

628
Bahkan tanpa sadar Lana menatap
kesempurnaan Yohan dengan mata berbinar lalu pria
itu mendekat seraya menempatkan miliknya. Bukan,
bukan ditempatkan pada kewanitaan Lana tetapi
ditempatkan ke dalam mulut Lana.
Jelas saja hal itu membuat Lana tersentak, ia
tidak menyangka kalau Yohan akan memintanya
menghisap benda itu. Dari ukurannya yang terbilang
sangat besar, untuk menghisap kepalanya saja Lana
kewalahan tetapi ia berusaha sebab mau
bagaimanapun juga kalau sudah berada di posisi
sama-sama bergairah... semua akan terjadi.

"Hisaplah Permaisuri, aku memiliki kejutan lezat


di dalamnya." Ujar Yohan seraya menjilat bibir bawah
memberi kesan seksi dalam ekspresinya.

Lana sudah dewasa jadi ia tahu maksud kejutan


di dalam benda itu. Tetapi, tetap saja Laha kesulitan
menghisapnya terlebih saat Yohan memasukan

629
setengah bagian dari batangnya. Lana sungguh
kewalahan sampai nyaris muntah tetapi ia berusaha
dan terus menghisap sampai pria itu mendesah
manja.

"Lagi, lebih kencang... kau melakukannya dengan


baik Permaisuriku." Puji Yohan merasa puas tetapi
belum cukup baginya untuk meledak jadi dia dengan
cepat memegang sisi kepala Lana lalu memaju-
mundurkan kejantanannya di dalam mulut gadis itu.

Menghentaknya berkali-kali sampai Lana tak


jarang tersedak dan terbatuk di sela-sela kegiatan itu
tetapi Yohan tak kunjung berhenti sampai ia akan
mendapatkannya. Hingga tak lama di dua hentak
terakhir, Yohan melepaskannya.

"Ahhh!"

Cairan kental berwarna seputih susu itu

630
menyembur deras keluar dari lubang kecil yang
berada di tengah kepala kejantanannya. Masuk
memenuhi seisi rongga mulut Lana. Muncrat
sebanyak empat kali dalam jumlah banyak sampai
keluar melalui celah sudut bibir Lana.
Merasakan cairan hangat itu tumpah di dalam
mulut, Lana hampir memuntahkannya begitu Yohan
hendak menarik batang miliknya tetapi kemudian
pria itu tak jadi melakukannya lalu meminta Lana
untuk menghisap semuanya.

Hal itu membuat Lana hampir menangis karena


sensasi rasa gurih cenderung asin bercampur amis
terasa sangat aneh dalam mulutnya. Lana tak
sanggup, jika ia langsung menelannya maka sudah
dipastikan ia akan muntah. Alhasil Lana menunggu
beberapa saat sampai salivanya tercampur ke dalam
cairan itu dan menetralisir rasa asin di dalamnya
barulah Lana mencoba menelan secara keseluruhan
dan berhasil.

631
Yohan terkekeh. "Kau menyukai rasanya,
Permaisuri?" ia sama sekali tak merasa bersalah
padahal tahu Lana hampir menangis karena cairan
itu.

"Tenggorokanku rasanya sangat asin." Ucap Lana


dengan air muka tak nyaman.

"Kemarilah Permaisuriku, akan kubantu


menetralkannya." Tutur Yohan mendekat lalu
mencumbu rakus bibir Lana, itu salah satu kegiatan
favoritnya sekarang.

Sesaat kemudian Yohan menarik diri, menatap


Lana dalam keheningan sambil mengusap puncak
kepala gadis itu. Lana pikir ini telah usai tetapi
nyatanya belum, Yohan masih tegak dan Lana
melihat sendiri dengan mata kepalanya.

"Permaisuri, kurasa ini waktu yang tepat untuk

632
mencoba membuat anak."

"Aku mandul." Seloroh Lana.


"Aku tak peduli." Yohan membalas, "aku juga
benci anak-anak." Celetuknya kemudian bersiap
menempatkan dirinya lagi diantara kedua kaki Lana.

"Yang Mulia..." Lana mendesah pelan saat pusat


tubuhnya dielus seduktif, ia masih sangat basah di
sana dan Yohan langsung menempatkan miliknya.

"Kau benar-benar cantik dalam kondisi begini,


Permaisuri." Puji Yohan jujur.

Lana tak tahu harus merespon apa, saat ini ia


memejamkan mata dan meremas sprei yang ada di
bawahnya ketika Yohan berusaha menembus
kewanitaannya.

633
"Ah, sakit..." Lana meringis.
"Tahan sedikit, Permaisuri. Ini memang harus
sakit." Ujarnya mengingatkan Lana bahwa dirinya
masih perawan.

"Yohan..." ringisan Lana berubah jadi rintihan kala


kejantanan keras pria itu menusuknya dengan
sangat kencang tetapi belum tembus, Lana mulai
kesakitan.

Yohan lalu menempatkan satu tangannya di perut


bawah Lana sembari mendorong miliknya masuk,
menghentaknya beberapa kali dengan kuat dan
mengabaikan rintihan sang istri. Memang harus
sakit, harus.

Jleb!

"Hiks..." lelehan air mata meluncur deras


membasahi pipinya.

634
Yohan berhasil masuk. Sedikit cairan merah
terlihat membaluri batang kejantanannya, melihat itu
Yohan tersenyum bangga kemudian mendekati
wajah Lana dan mengecupi permukaan pipi gadis itu
berkali-kali sambil mengelus kepalanya.

"Sekarang kau sepenuhnya milikku, Permaisuri."


Tegas Yohan mengklaim. "Tak ada satupun pria
yang mau dengan wanita yang sudah tidak perawan.
Jadi, selamanya kau akan bersamaku."

Lana mendengkus. "Dasar menyebalkan!"

"Meski aku menyebalkan bukankah aku sangat


menawan?" kata Yohan membalas sembari
menempatkan kedua tangan Lana menangkup
rahangnya. "Aku begitu tampan dan indah, siapapun
yang memilikiku akan sangat beruntung tetapi juga
malang di waktu yang bersamaan."

635
Lana belum sempat bertanya tetapi Yohan sudah
lebih dulu menarik diri, memegang masing-masing
sisi pinggang Lana lalu mulai menghentak
pinggulnya. Membawa kejantanannya besar miliknya
keluar-masuk dalam liang kewanitaan sempit milik
Lana.

Rasanya nikmat tetapi bercampur sedikit sakit,


Lana meringis sesekali ditengah desahannya dan
Yohan yang seolah mengerti untuk sesaat berhenti.
Memberi jeda bagi Lana untuk membiasakan diri lagi
terhadap ukuran kejantanannya yang luar biasa.
Tidak perlu disebutkan saja kalian pasti sudah bisa
membayangkan segagah apa milik pria itu.

"Yohan, ini sakit..." protes Lana lirih.

"Tenangkan dirimu maka ini akan menjadi nikmat


setelah itu, Permaisuri." Tutur Yohan menyarankan
bak seorang ahli padahal sendirinya pun baru
melepas perjaka hari ini.

636
Mau tak mau Lana menurut, mencoba lebih rileks
saat Yohan menghentaknya ulang. Walau agak
skeptis tetapi lama kelamaan ucapan pria itu
berubah jadi kebenaran.

Rasa sakitnya hilang, Lana mulai menikmati


sensasi hujaman yang diberikan pria itu pada
miliknya berkali-kali. Terasa penuh, besar, dan
memuaskan.

"Ahh... lebih cepat!" tanpa sadar Lana


menyerukan perintah demikian.

Yohan tersenyum dan langsung melaksanakan


permintaan perempuan itu, ah haruskah sekarang
Yohan menyebutnya sebagai wanitaku?

"Mmhh... mengapa kau tersenyum?" celetuk Lana


penasaran.

637
Yohan menggeleng lalu mendekat dan berbisik.
"Membayangkan aku memanggilmu dengan sebutan
wanitaku, tapi sepertinya tidak akan kulakukan
karena terdengar menjijikan."

"Hm... suamiku?" celetuk Lana asal.

Blush!

Wajah Yohan memerah sampai ke telinga


mendengar Lana memanggilnya dengan sebutan itu.
Suamiku? Suamiku!? Apa Yohan tidak salah dengar?
Tidak, bukannya dia mendadak merasa malu-malu
burung tetapi... tetapi…

"Aku tidak akan menyebutmu begitu karena


terdengar memalukan." Timpal Lana.

638
Yohan menghela nafas lega. "Syukurlah, aku juga
tidak menyukainya." Atau mungkin ia sebenarnya
suka tapi malu mengakui.

"Aku segera mendapatkannya." Ucap Yohan


memberitahu kemudian fokusnya kembali tertuju
pada hujaman di bawah sana, di ujung tubuh Lana.

"Ssshhh... aku ingin..." Lana tak sempat


meneruskan ucapannya karena hentakan
mengganas Yohan membuat pikirannya terasa
kacau. Itu luar biasa, menyenangkan, nikmat.
Terlebih saat milik pria itu mencapai bagian
terdalam sampai Lana merasa puas setiap kali
bagian kepala milik pria itu menyentuhnya disana.
"Permaisuri, oh!" Yohan mendongak,
mempercepat gerakan pinggulnya.

Liang sempit milik Lana terasa semakin


menghisapnya ke dalam, membuat kejantanannya
semakin membesar. Menandakan akan segera

639
keluar.

Sementara gadis itu juga merasakan hal serupa,


kewanitaannya menjadi sangat gatal sekali serta
sensasi ingin buang air kecil itu kembali.

"Jangan menahannya," Yohan merunduk


mendekati Lana sambil terus menghentak pusat
tubuhnya kemudian bibirnya meraih bibir wanita itu
lalu melumatnya.

Lana membalas lumatan Yohan seraya


menempatkan kedua tangannya melingkari
punggung kokoh pria itu, memeluknya erat-erat
sebab sebentar lagi ia akan mendapatkannya.

Sedikit lagi, sedikit, sedikit, hanya sedikit—

"Ahhh!" Lana melepas ciuman tersebut dan

640
menoleh ke arah kiri bertepatan dengan pelepasan
miliknya dan milik pria itu.

Hangat. Sensasi pertama yang Lana dapatkan


dibagian pusat tubuhnya kemudian melesak masuk
ke dalam rahim dan menyebar disana. Wajah Lana
memerah, merasakan kedutan dari milih Yohan yang
baru melepaskan puncak.

Cairan mereka beradu, cukup banyak sampai


keluar dari sela-sela penyatuan di bawah sana. Lalu
Yohan turun, memeluk Lana sebentar. Hanya
sebentar saja sebab setelahnya pria itu tiba-tiba
membalik tubuh Lana sehingga gadis itu berada
dalam posisi menungging lalu memasukkan
miliknya lagi.

Lana tahu, di kehidupan sebelumnya gaya ini


disebut doggy-style kalau tidak salah?

641
Ah, sial. Semua imajinasi tentang hal-hal dewasa
sekarang telah menjadi kenyataan dan yang narasi
novel romansa katakan ternyata benar. Pria-pria
dewasa seperti Yohan salah satunya adalah tipe pria
alpha yang tak akan langsung lemas setelah
mendapat pelepasan pertama atau kedua, tak
seperti pria kebanyakan pada umumnya.

"Hahh... hahh..." Nafas Lana terengah, di ujung


sana miliknya terus dihentak sampai terasa sedikit
melar.

Yohan Haze benar-benar pria sinting, mesum, gila


yang sialnya sangat tampan dan gagah!
Entah harus senang atau sedih, yang Lana tahu
dirinya tidak mungkin bisa berjalan normal dalam
beberapa hari. Yohan benar-benar menghabisinya
tanpa henti, tak peduli walau miliknya sudah sedikit
lecet dan nyeri. Pria itu belum berhenti sampai puas,
sampai benar-benar lemas.

642
"Permaisuri, milikmu longgar karenaku." Yohan
terkekeh nakal lalu menarik miliknya yang baru
mendapat pelepasan ketiga keluar dari liang
kewanitaan perempuan itu sambil menatap sisa
cairan putih miliknya yang mengalir keluar dari sana.

Wajah Lana memanas. "Yang Mulia, tolong


hentikan..."

Mulut Lana kembali terbuka saat Yohan


menghisap lagi pusat tubuhnya, pria itu menjejalkan
lidahnya masuk. Bergerilya di dalam lubang kecil
miliknya yang mengembang-mengempis.
Katakan selamat tinggal pada keperawanan!

"Ahhh... Yohan... h-hentikan!" seruan Lana tidak di


dengar, Yohan tetap menghisap dan melumat
kewanitaannya.

Semakin Lana berseru semakin cepat lidah

643
Yohan menjilat-jilat sampai tubuh gadis itu
menggelinjang dan cairan pelepasannya meleleh
deras. Mengalir keluar lalu cepat-cepat Yohan hisap
seluruhnya.

Setelahnya pria itu terkekeh puas lalu merangkak


ke atas tubuh Lana, mencium bibir wanita itu singkat
lalu menempelkan wajahnya di ceruk leher Lana lalu
mengecupnya.

Cup!

"Permaisuri, apa kau lelah?" Lana mengangguk


lemah.

Yohan kembali berkata. "Tidurlah, aku akan


memasukkannya lagi nanti saat kau sedang tidur."

"Kau gila!?" kedua mata Lana melotot sementara

644
Yohan malah tertawa. "Jangan lakukan!"

"Kau tidak bisa memerintahku, Permaisuri.


Lagipula bagaimana kau akan datang ke pesta
dengan kaki pincang, hm?"

Perkataan Yohan sangat benar, sekarang saja


miliknya masih terasa perih. "Tapi, ini salahmu!"

"Salahku?" satu alis Yohan terangkat, menatap


Lana dengan ekspresi. "Kau tidak memakai baju di
hadapanku. Aku pria yang sudah menikah dan kau
istriku, bagaimana mungkin aku tidak
menyerangmu?"

Lana menggertakan gigi. "Pakaianku tidak ada,


Yang Mulia. Bagaimana aku bisa memakai baju yang
tidak ada?" tanyanya penuh penekanan dan
terdengar kesal.

645
"Bukan urusanku." Sahut Yohan ringan. "Aku akan
minta dibawakan pakaian baru untukmu nanti."

Lana menghela nafas, "Yang Mulia tolong


minggir." Pintanya lemah seraya menggeser tubuh
dengan susah payah tetapi saat Yohan
menempatkan diri di sampingnya pria itu malah
memeluknya dengan erat.

"Permaisuri, dengar... jika kau merasa malu


karena tak akan memiliki anak jangan khawatir. Kita
tidak perlu anak. Jika ada orang yang membahas
tentang anak, akan kurobek mulutnya saat itu juga di
hadapanmu."

Ucapan Yohan barusan sukses membuat Lana


meneguk ludah ngeri. "Sebaiknya jangan kau lakukan,
kau tidak bisa berbuat seenaknya—"

"Aku bisa berbuat apa saja." Potong Yohan cepat,

646
"aku seorang Kaisar dan aku bisa melakukan apa
saja yang kumau."

"Termasuk menempatkanmu di sisiku selamanya,


aku juga bisa melakukan itu." Timpalnya.

Tak ada balasan dari Lana, Yohan mengangkat


kepala. Mendongak sedikit ke arah wanita itu dan
memeriksa. Ah, dia sudah tertidur rupanya.
Nampaknya Lana benar-benar lelah.
Yohan kembali menempatkan kepalanya pada
bantal, pikirannya melayang membayangkan Lana
berada diatasnya dan mendesah kenikmatan.
Sungguh, membayangkannya saja membuat
miliknya kembali tegak padahal Yohan merasa
cukup lemas saat ini.

Tetapi, Sial! Persetan! Mendadak ia jadi sangat


bernafsu pada Lana. Apa mungkin ini efek karena
baru melepas keperjakaan di usia dewasa?

647
Yohan berdecak, tanpa pikir panjang ia bangkit
lalu menempatkan miliknya masuk ke dalam liang
kewanitaan Lana disaat gadis itu sedang tidur.
Nampaknya ucapannya tadi benar-benar harus jadi
nyata.

Mendapati sesuatu dijejalkan masuk dalam pusat


tubuhnya, kedua mata Lana terbuka lebar. Ia
menoleh ke arah belakang dan mendapati Yohan
tengah menatapnya sambil menggigit bibir. Padahal
baru sangat Lana tertidur tetapi pria itu, oh astaga!

"Permaisuri, kurasa aku tidak bisa menahan diri


lebih lama lagi. Kau tahu... rasanya menakjubkan
ketika milikku dihimpit oleh milikmu, rasanya benar-
benar seperti berada di surga." Ucap Yohan
menyeringai.

Lana akan bicara tetapi Yohan lebih dulu


memotong dengan kalimat, "jika kau tak sanggup,

648
kau bisa pingsan." Dilanjutkan dengan milik pria itu
yang kembali memompa kewanitaannya.

Hari ini untuk pertama kalinya Lana melihat sisi


liar dari Yohan, entah harus senang atau terharu
Lana tidak tahu. Tubuhnya terasa remuk tetapi
Yohan masih belum berhenti menyetubuhinya
berkali-kali seolah pria itu tidak memiliki rasa letih.

649
39. Still Not Enough 🔞
Plok! Plok! Plok!

Kening Lana berkerut mendengar suara tak asing


itu. Dia seperti pernah mendengarnya di suatu
tempat, tapi apa? suara apa yang berbunyi begitu?
Lana memilih untuk mengabaikannya dan lanjut
menutup mata tetapi bukannya berhenti suara itu
semakin keras bersama dengan hentakkan cepat di
ujung tubuhnya.

Seketika kedua mata Lana yang tadinya masih


sayu mengantuk langsung terbuka lebar. Tak hanya
itu kepalanya pun segera terangkat dan mendongak
ke arah belakang, mendapati Yohan yang masih
memompa kejantanannya di ujung sana.

"Sshh... ahh...." Lana meringis antara sakit dan


nikmat di satu waktu yang bersamaan.

650
"Y-Yang Mulia, kau--hmmh!?"

Sebelum selesai bicara Yohan lebih dulu


membungkam bibir Lana dengan lumatan singkat
lalu ia menarik diri setelah menyempatkan beberapa
kali mengecup pipi kanan gadis itu kemudian lanjut
menghentak Lana.

"Euhmm..." Lana menggigit bibir, ia meringis. Ini


masih pagi, ia baru bangun tidur tetapi Yohan...
entah sejak kapan pria itu berada disana memompa
kejantanannya, mungkinkah dia sungguh tidak tidur
semalaman dan menghajar Lana?

Bahkan bangun tidur yang seharusnya membuat


Lana merasa segar justru sebaliknya. Tubuh gadis
itu sangat lemas saat ini, remuk sekali seperti habis
dipukuli oleh sepuluh orang. Berbanding terbalik
dengan Yohan yang masih terlihat bersemangat.

651
Entah makanan jenis apa yang dikonsumsinya
selama ini.

"Yang Mulia--ahh!" pelepasan lainnya di dapat


Lana, tidak tahu sudah kali ke berapa sementara
Yohan masih mengejar puncaknya.

Menghentak Lana berkali-kali sampai miliknya


terasa akan muncrat. Yohan mendongak dengan
mata tertutup dan mulut terbuka, samar desahan
tipis terdengar dari sana.

"Ahh..." pria itu terus menghentak, memompa


kejantanannya keluar masuk di dalam liang Lana
yang nampak lebih longgar pagi ini karena ulahnya.

Membawa kedua tangannya memegang masing-


masing sisi pinggul Lana, Yohan mempercepat
hujamannya. Ia menggila, mengejar pelepasan dan

652
puncaknya yang kesekian. Tidak terhitung sangking
bersemangatnya.

Plak!

"Ahhh!" desah Lana antara sakit dan nikmat saat


bokong sintalnya ditampar gemas oleh pria itu.

"Sedikit lagi, sedikit lagi..." Yohan menggumam,


kepalanya mendongak sempurna lalu pada tiga
hentakkan cepat terakhir miliknya meledak.

Menyemburkan cairan hangat dalam jumlah yang


lebih sedikit dari sebelumnya ke dalam pusat tubuh
Lana lalu mendorongnya lebih masuk, tak
membiarkan setetes pun mengalir keluar sebelum
akhirnya menarik diri dan jatuh terbaring di samping
gadis itu.

653
Lana meringis, kedua kakinya gemetar hebat
bahkan saat tidak ia pakai bergerak. Semua gara-
gara Yohan, pria itu sinting!

"Apa yang kau lakukan padaku!?" Lana bertanya


dengan kekesalan penuh tetapi pria di sampingnya
malah tertawa sambil memainkan jarinya,
menempatkannya di antara jari kecil Lana.

"Menidurimu berulang kali." Sahutnya ringan


tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Lana tak habis pikir. "Bagaimana aku akan


berjalan sekarang!?"

"Kau tidak perlu berjalan kemanapun,


Permaisuri." Ucap Yohan menjawab lalu menatap
santai ke arah Lana. "Kau tidak perlu pergi
kemanapun, tetaplah disini. Akan kubilang kau tidak
sehat."

654
"Aku jauh-jauh ke sini bahkan sampai
mempertaruhkan nyawa hanya untuk pindah tempat
tidur?" omel Lana semakin kesal.

"Kau ingin jalan-jalan?" Yohan balik bertanya.


"Kau bisa pergi denganku, Permaisuri."

Lana memalingkan wajah ke arah lain sambil


meringis padahal wajahnya yang bergerak tetapi
kewanitaannya turut merasakan nyeri. Semua
karena Yohan!

"Permaisuri, jangan marah." Bujuk Yohan dengan


wajah datar tapi setidaknya dia masih berusaha tak
seperti pria-pria yang Lana temui di kehidupannya
dulu, setiap kali merajuk Lana malah didiamkan.

"Kau ingin makan sesuatu? Atau ingin memukuli


orang?"

655
Mata Lana menyipit. "Yang Mulia, tolong jangan
bicara padaku."

"Oh, kau benar-benar marah." Hela nafas panjang


terdengar dari sela bibir Yohan, dia tak pernah tahu
cara membujuk perempuan. Haruskah dia meminta
maaf? Bagaimana caranya?

"Permaisuri..." ini seperti bukan dirinya, sangat


bukan. "Maafkan aku." Begitu? benar, kan? Apa
caranya salah?

Lana mendengkus. "Pergilah!"

Yohan merotasikan matanya sembari berdecak


jengkel tetapi entah mengapa untuk kali ini pertama
kalinya ia mencoba bersabar dan membalas.
"Maafkan aku Permaisuri, kau sangat cantik.
Tubuhmu indah, menggoda, dan seksi. Bahkan saat

656
aku mencoba selesai lalu tidur, wajah dan tubuhmu
terngiang sehingga aku tegang lalu bangun lalu...
aku tidak bisa berhenti masuk ke dalammu."

Blush!

Wajah Lana memerah total. Permintaan maaf


macam apa itu? Apa Yohan dua kali lipat menjadi
lebih gila atau bagaimana!?

"Tubuhmu lembut, dadamu indah terutama saat


aku menghisapnya lalu bagian itu menjadi tegak dan
mengeras. Kau tahu, membicarakannya saja
membuatku ingin--"

"Yang Mulia!" seru Lana menghentikan ucapan


Yohan. "Cukup, aku memaafkanmu."

657
"Baiklah." Balas Yohan lalu bangkit, menarik
dirinya dan pergi ke ruangan mandi tanpa
mengatakan apapun lagi sebab baginya setelah
dimaafkan maka masalah selesai dan tak ada lagi
perbincangan bujuk membujuk, itu terasa agak aneh.

Sementara Lana memilih memijat pelipisnya


kendati pelipis yang dipijat denyutan sakitnya
sampai ke pusat tubuh sehingga lagi-lagi Lana
menghela nafas kasar. Nasibnya begini sekali!

Jangan bilang hari-harinya nanti akan semakin


lebih parah seperti scene novel dewasa yang
dibacanya!? Uh, Lana merinding ketika
membayangkannya.

Lana termenung sampai Yohan selesai mandi


dan berpakaian. Pria itu terlihat segar walau kantung
matanya tampak sedikit menghitam. Ah, meski
penampilannya agak terlihat lesu Yohan malah jadi
semakin tampan.

658
"Permaisuri," pria itu beranjak merangkak
mendekati Lana yang berbaring membelakanginya.
"Pelayan akan datang membawakan sarapan, aku
ingin sekali menyuapimu langsung dengan tangan
tapi sayangnya aku harus pergi. Ada investasi yang
harus aku lakukan bersama mereka pagi ini."
Penjelasan Yohan lebih terdengar seperti ancaman
belum lagi tatapan tajamnya yang mengarah pada
kepala belakang Lana seperti ingin membolongi
bagian itu.

"Kau mendengarku, Permaisuri?" Yohan bertanya


seraya mengusap puncak kepala Lana lalu
mencengkramnya, membuat gadis itu menoleh ke
arahnya. "Kau mendengarku?" tanyanya sekali lagi.

"Aku dengar." Cicit Lana menjawab.

659
Yohan tersenyum, senyum yang lebih cocok
disebut seringaian. "Apa yang kukatakan tadi? Coba
ulangi, Permaisuri." Titahnya dingin.

Lana meneguk ludah sambil mencoba mengingat


ucapan Yohan barusan. "Kau akan..." ia menggigit
bibir sementara Yohan masih menatapnya tajam
dari jarak yang sangat dekat.

"Aku akan?"

"Jangan marah." Cicit Lana.

Yohan mengerucutkan bibir lalu berdecak dengan


ekspresi mengejek. "Aku sangat marah. Kau tidak
mendengarkan."

660
"Kuberi waktu satu menit, ingat dan ulangi atau
kuberi hukuman." Ancam Yohan serius, dia tak
pernah main-main dengan ucapannya sedikitpun.

"Kau ingin menyuapiku...?" Ujar Lana menebak


ragu.

"Ya, benar." Angguk Yohan masih menunggu.


"Lalu?"

"Aku tidak tahu." Lana meringis, matanya


menyipit takut.

Yohan tersenyum miring seraya mengusap


lembut puncak kepala Lana lalu mendekat dan
berbisik. "Aku akan menghukummu setelah selesai
dengan kegiatan hari ini." Kemudian menarik
kepalanya menjauh, merangkak mundur menuju tepi
kasur masih dengan pandangan tertuju pada Lana.

661
Sampai dia akhirnya berdiri seraya melempar
senyum sinis, berbalik dan pergi meninggalkan Lana
sendiri di ruangan itu. Tidak benar-benar sendiri
karena selang beberapa menit ada tiga orang
pelayan yang datang dan menawarkan perawatan
serta membawakan sarapan pada Lana.

"Salam hormat, Yang Mulia. Kami membawakan


pakaian baru dan sarapan untuk anda." Ucap salah
satu dari mereka lantas Lana bergegas hendak
mengubah posisinya menjadi duduk namun berakhir
meringis.

"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" ketiganya


segera mendekat dan membantu Lana duduk. Gadis
itu memakai selimut yang menutupi seluruh
tubuhnya.

Lana mengangguk. "Aku baik, aku jatuh di kamar


mandi tapi tidak apa-apa." Bohongnya tak mungkin
menceritakan keadaan yang sebenarnya kalau

662
semalam Yohan menghantamnya habis-habisan
sampai pagi.

"Anda terjatuh? Kalau begitu saya akan


panggilkan ahli pijat." Ucap yang lainnya, sontak hal
itu membuat air muka Lana berubah panik.

"Tidak, tidak perlu. Sungguh, aku baik-baik saja."


Tolak Lana tersenyum.

"Yang Mulia, kesehatan anda sangat penting bagi


kami walau anda adalah tamu... Anda harus
diperlakukan sangat baik sampai merasa tidak ingin
kembali ke wilayah asal." Ucapnya bermaksud baik
tetapi Lana mana mungkin menerima tawaran dipijat,
yang ada seluruh tubuhnya makin remuk.

"Tidak, kumohon..." Lana meringis. "Bantu saja


aku ke ruang mandi." Pintanya pada mereka.

663
"Baiklah jika anda tetap menolak tetapi saya
mohon segera beritahu jika terjadi sesuatu pada
anda."

Lana mengangguk. "Tentu, terima kasih telah


mengkhawatirkanku."

Sementara itu di tempat lain nampak Yohan


tengah berada di tengah meja rapat bundar
berukuran besar sekali, di sisinya terdapat banyak
sekali para pemimpin dari wilayah lain dan beberapa
diantaranya terdapat Grand Duke yang diminta
datang sebagai perwakilan apabila Pemimpin
wilayah tersebut tidak bisa hadir.

Malik dan Harold berada di tengah, keduanya


memulai perbincangan dengan bisnis penjualan
tanah yang cukup menguntungkan di Everland.

664
"Kami membuka harga pertama senilai dua puluh
juta keping emas. Ada yang tertarik membayar dua
kali lipat?"

"Seberapa luas?" seorang Raja dari Benua timur


menyahut.

"Dua ratus hektar di dekat pertambangan berlian


kami." Jelas Malik singkat.

"Mengapa kalian tiba-tiba menawarkan tanah


untuk dijual pada kami?" celetuk yang lainnya.

"Ah, mengapa kau merasa curiga?" balas Harold


menanggapi. "Kami ingin membuka lebih banyak
persahabatan dengan para pemimpin wilayah lain."

665
"Berikan aku satu." Yohan menyambar di tengah-
tengah perbincangan. "Aku ingin yang letaknya dekat
dengan pegunungan."

"Mengapa tiba-tiba?" Harold bertanya heran.

"Aku ingin membangun tempat peristirahatan di


sana untuk konsumsi pribadi." Ujar Yohan
menjelaskan. "Akan kubayar tiga kali lipat dari harga
pasaran."

Harold menyenggol lengan Malik lalu berbisik.


"Bagaimana ini? Aku tidak berharap bekerjasama
dengannya tapi malah dia yang ingin membeli
sebagian tanah kita."

Malik berdehem tak menanggapi ucapan Harold


tetapi ia mengerti rasa takut kembarannya itu.
"Maafkan kami Yang Mulia, untuk saat ini tanah di
dekat pegunungan belum tersedia tetapi jika anda

666
bersedia menunggu beberapa waktu... kami akan
mencarikan yang terbaik untuk anda sesuai
keinginan anda."

"Dua hari." Pungkas Yohan. "Dalam dua hari


bisakah aku mendapatkannya?"

"Tentu, anda bisa mendapatkannya." Ujar Malik.

Situasi menjadi dingin setelah Yohan berbicara,


entah mengapa aura gelap pria itu selalu
mendominasi dimana-mana sampai Harold
kemudian bicara dan memecah keheningan dengan
menawarkan beberapa tanah lain serta menjelaskan
keunggulan dan kekurangannya.

Pertemuan pagi itu lalu berakhir, Harold menutup


dengan penjelasan pesta malam nanti. Akan ada
para penari muda, seksi, dan cantik. Bahkan ada

667
permainan yang belum pernah dimainkan
sebelumnya.

"Yang Mulia, ajaklah Permaisuri." Celetuk Harold


tiba-tiba, jujur saja sejak awal melihat Lana ada
ketertarikan yang muncul dalam hatinya. "Beliau
akan menyukai pesta, saya dengar semua wanita
menyukai pertunjukan tari."

"Ku usahakan." Jawab Yohan seadanya.

"Ya! Ya! Pastikan kalian membawa pasangan


masing-masing nanti malam, momen paling terbaik
dari yang pernah ada akan terjadi malam ini!" seru
Harold bersemangat membuat para penguasa lain
bertanya-tanya momen apa yang akan tercipta
malam nanti.

Tarian? Para wanita? Itu sangat biasa. Kira-kira


apa yang lebih hebat dibanding semua itu?

668
"Pesta seks." Celetuk Harold tepat ketika semua
orang sudah tidak ada di ruangan tersebut.
"Pastikan semua orang minum-minum sampai
mabuk lalu kita lakukan pesta seks. Tidak akan ada
yang bisa menghindar."

Malik mendesis. "Kau mengincar seseorang?"

Senyum misterius terukir di bibir Harold lalu ia


menjawab. "Kau akan tahu nanti."
"Berhati-hatilah, Harold. Kau tahu siapa yang kau
incar." Celetuk Malik memperingatkan, ia agak
khawatir dengan incaran Harold kali ini.

"Ini wilayah kekuasaan kita jadi, semengerikan


apapun dia tetap harus tunduk di bawah kakiku."
Ucap Harold percaya diri. "Aku selalu mendapatkan
apa yang kuinginkan, benar saudaraku?"

669
Malik mengangguk walau hatinya dipenuhi
keraguan. "Sebaiknya jangan terlalu gegabah, Harold.
Kau jelas mengetahui siapa dia dan seberapa
mengerikannya."

Harold mengangguk seraya menyeringai bak


setan. "Tutup mulutmu dan lihat bagaimana aku
menyetubuhinya di depan suaminya."

670
40. Let's Party Tonight

"Kau yakin bubuk ini dapat membuatnya mabuk


dan lemas tapi tak berefek pingsan?" Harold
menanyai ahli pengobatan terbaik di seluruh wilayah
Everland yang kini bekerja di istananya.

"Saya telah memastikannya dengan yakin, Yang


Mulia. Siapapun yang meminum campuran obat
tersebut akan mengalami mabuk, lemas, tapi tidak
sampai hilang kesadaran atau bisa dibilang dengan
kata lain otak atau pikiran orang yang meminumnya
tetap akan bekerja normal tapi tubuhnya
dilumpuhkan sehingga tidak dapat melakukan apa-
apa selain menyaksikan kejadian yang ada di depan
mata." Tutur lelaki itu menjelaskan dan Harold
terlihat puas dengan penuturannya.

Memandangi bungkusan kain putih di tangannya


sambil tersenyum, Harold bergegas datang ke ruang

671
aula tempat pesta berlangsung. Beberapa saat lalu
ia berbohong pada Malik dan bilang ingin buang air
kecil, nyatanya alasan itu digunakan Harold untuk
mengambil obat yang dipesannya. Tidak perlu
disebut untuk siapa bubuk obat itu diberikan.

Dari jauh Harold mencari-cari letak tempat duduk


Yohan, menemukannya lalu mendekat dengan botol
minuman yang telah dicampur bubuk obat tadi.

"Yang Mulia Kaisar," Harold tersenyum menyapa.


"Ini minuman anggur hitam fermentasi terbaik
selama sepuluh tahun dari wilayah kami, anda
sendiri tahu seberapa terkenalnya minuman ini dan
secara khusus saya ingin mempersembahkannya
pada anda supaya dapat mencicipi kenikmatan
rasanya."

Tanpa merasa curiga Yohan mengangkat gelas


perak miliknya. "Tuangkan." Pintanya terhadap
Harold, menerima kebaikan hati pria dengan niat

672
busuk itu.

Harold mengangguk. "Dengan senang hati saya


akan menuangnya ke dalam gelas milik anda."
Ucapnya merespon perkataan Yohan barusan lalu
perlahan menuangkan minuman dari dalam botol
tersebut ke dalam gelas yang berada dalam
genggaman tangan Yohan.

Menatap minuman yang dituangkan ke dalam


gelas tepatnya segera setelah Harold menjauhkan
pinggir botol, Yohan langsung menegak seluruh
minumannya sampai habis kemudian mengarahkan
gelas kosongnya lagi pada Harold.

"Everland memiliki minuman anggur berkualitas


sangat baik, aku terkesan." Komentar Yohan memuji
minuman yang disajikan padanya. "Kurasa aku bisa
minum dua sampai tiga gelas lagi."

673
Harold tersenyum. "Bahkan jika anda ingin
minuman anggur kami yang ada di seluruh gudang
penyimpanan dengan senang hati saya akan
memberikan pada anda, Yang Mulia."

"Mulutmu sangat manis untuk ukuran seorang


Tuan Rumah acara dari sebuah pesta." Celetuk
Yohan seraya mengukir senyum tipis terlebih saat
mendapati Harold seperti mencari-cari sesuatu.

"Tentu saja saya harus melayani tamu seperti


saudara sendiri." Balas Harold sambil memamerkan
senyum bangga lalu menuangkan lagi minuman ke
dalam gelas Yohan yang kosong.

Total tiga kali pria itu menegak minuman yang


sama, membuat Harold semakin yakin sebentar lagi
Kaisar dari Wilayah Sirasea itu akan kehilangan
kendali atas tubuhnya sendiri dan lemas sampai
mati rasa untuk sekedar menggerakan jari
telunjuknya.

674
"Omong-omong apa Permaisuri tidak datang?"
tanya Harold berceletuk memilih untuk bertanya
pada suami dari wanita yang menjadi incarannya.

"Mengapa menanyakan hal itu?" sahut Yohan


disertai tatapan dingin yang menusuk tepat ke arah
mata Harold.

Tetapi, pria itu masih bisa mengatasinya dengan


senyum hangat lalu berkata. "Saya hanya penasaran
karena anda duduk sendirian padahal membawa
pasangan."

Yohan tersenyum miring kemudian menanggapi.


"Kau lihat di hadapanku tersedia banyak para wanita,
bukan? Lantas untuk apa mencari yang tidak ada." Ia
berucap sambil melihat ke arah depan, menyaksikan
para penari wanita sedang asyik berlenggak-lenggok
dalam balutan pakaian minim bahkan lebih cocok
disebut selembar kain.

675
"Ah, ucapan anda ada benarnya. Saya seharusnya
tidak perlu mencari yang tidak ada, hehe." Harold
terkekeh ringan dibalik ucapannya lalu meletakkan
botol tadi ke atas nampan yang dipegang oleh
pelayan terdekat kemudian mengambil tempat
duduk di sisi Yohan guna menunggu obat bubuk tadi
bereaksi.

"Seekor gajah berbadan besar dengan bobot


ratusan ton pun berhasil dilumpuhkan hanya dengan
satu sendok dosis dari campuran bubuk tadi. Mari
kita lihat bagaimana kau akan mengatasinya, Kaisar
Yohan." Batin Harold angkuh, sesekali senyum licik
tersungging di bibirnya. Hanya perlu sedikit
kesabaran lalu ia akan melihat ketidakberdayaannya
pria di sampingnya.

Harold menunggu.

Sepuluh menit, dua puluh menit, tiga puluh menit

676
sudah berlalu tetapi Yohan sama sekali tidak
bereaksi seperti orang mabuk atau orang yang
sangat lemas pada umumnya.

Mulai muncul tanda tanya dalam kepalanya


terlebih Yohan terlihat asyik menyaksikan
pertunjukan boneka dengan manusia asli sebagai
pemainnya.

"Kenapa obatnya belum menunjukkan tanda-


tanda reaksi?" tanya Harold dalam hati merasa
bingung sendiri.

Sampai tiba-tiba Yohan mengulurkan gelas


kosongnya lagi dan berucap, "tuangkan sekali lagi,
minuman darimu benar-benar membuatku merasa
kecanduan."

Harold meneguk ludah, air mukanya mulai terlihat


tidak enak tetapi sebisa mungkin ia menjaga

677
ekspresi tetap terkendali seraya menuangkan
minuman tadi sampai mengisi penuh gelas kosong
Yohan lalu dengan mata kepala sendiri Harold
menyaksikan pria itu meneguk isi gelas hingga
tandas.

"Dia meminumnya lalu bagaimana mungkin


obatnya tidak bereaksi?"

Yohan kemudian menoleh seolah-olah ia


mendengar keresahan yang Harold sampaikan
dalam hati barusan. "Mengapa hanya aku yang
minum sendirian disini?"

Senyum tipis terukir di bibir Yohan, kali ini dia


mendekatkan gelasnya pada Harold dan meminta
dituangkan lagi isi dari botol minuman tersebut.
Tetapi, senyumnya benar-benar aneh dan Harold
tidak bisa berhenti merasa curiga.

678
"Semua ini disajikan khusus untuk anda dari saya,
Yang Mulia Kaisar." Ucap Harold tersenyum.

"Bukan hanya aku yang seorang Kaisar disini."


Tutur Yohan setelah selesai meneguk tandas gelas
kelima dari minuman tersebut.

Tatapannya lalu jatuh pada seorang pelayan


terdekat. "Kau kemarilah," pintanya sembari
melambaikan tangan lalu mengambil gelas kosong
yang masih baru dari atas nampan yang pelayan itu
pegang.

"Tidak elok rasanya jika hanya aku yang dilayani


disini." Yohan tersenyum setelah berucap demikian
lalu mengambil alih botol minuman dari tangan
Harold.

"Giliranmu." Pintanya seraya meminta pria itu


menggenggam gelas kosong yang diambilnya dari

679
pelayan.

Air muka Harold berubah tegang. "Yang Mulia,


anda sangat rendah hati. Saya mengakuinya tetapi
hari ini anda adalah tamu bagi wilayah kerajaan
kami."

Yohan menghela nafas, "pelayanan harus


seimbang. Bukankah kita sekarang sedang berperan
sebagai teman?" katanya sembari menuang isi
minuman tersebut ke gelas yang dipegang Harold.

Ini berada jauh diluar rencana dan perkiraan,


sungguh. Harold mulai panik dan mencari-cari Malik,
berharap kembarannya itu sedang melihat ke
arahnya dan segera tahu situasi yang sedang
menimpanya saat ini.

"Yang Mulia..." panggilan lembut Yohan kembali


membuat fokus Harold tertuju padanya. "Apa lagi

680
yang kau tunggu? Kau menolak pelayanan baik
dariku?"

"B-bukan begitu, sebentar." Harold tersenyum


tetapi seluruh wajahnya terutama bagian pelipis
nampak berkeringat. "Saya dan Malik adalah
kembaran jadi, ada baiknya--"

"Tapi, aku sedang memberikan pelayanan


padamu bukan pada Malik." Potong Yohan terhadap
ucapan Harold, membuat situasi jadi semakin keruh
dan panas bagi pria yang nyaris menginjak usia
kepala empat itu.

"Malik, Malik, Malik dimana kau!?" panik Harold


dalam hati sembari mengedarkan pandangan
dengan cepat lalu dapat!

"Malik!" panggilnya dalam hati berharap ada


ikatan batin atau sejenisnya yang membuat

681
kembarannya itu menoleh sementara Yohan nampak
menikmati gelagat aneh yang dilakukan oleh Harold
sendiri.

"Berapa ratus tahun aku harus menunggu kau


meminum minuman itu, Yang Mulia Kaisar Harold?"
itu teguran sekaligus sindiran pada Harold tetapi
nampaknya pria berpura-pura tidak dengar dan
masih menatap penuh harap ke arah Malik yang
posisinya cukup jauh.

Yohan menghela nafas kasar lalu merebut gelas


tersebut dari tangan Harold kemudian meminum
isinya sampai habis.
"Mengapa sulit sekali bagimu menghabiskan
segelas minuman terbaik dari wilayah kekuasaanmu
sendiri?" sindir Yohan mencibir. "Apa kau
mencampurkan sesuatu di dalamnya?"

Harold tersenyum canggung. "Bagaimana


mungkin saya melakukan itu?"

682
Prok! Prok!

Yohan bertepuk tangan dua kali, sangat keras


sampai-sampai musik berhenti dan semua orang
menatapnya dengan pandangan bingung bahkan
beberapa bangsawan Kekaisaran lain terlihat
berdecak kesal tetapi tak berani melayangkan protes
melalui lisan. Sebagian dari mereka hanya
menggerutu dalam hati.

"Cepat panggilkan ahli pengobatan biasa ke sini!"


serunya.

Mendapati pesta meriahnya mendadak


dihentikan, Malik mendekat pada Yohan dan Harold
kemudian bertanya mengenai apa yang terjadi serta
meminta kronologinya diceritakan.

"Yang terjadi adalah--"

683
"Yang Mulia Kaisar, sayang sekali kembaranmu
nampaknya mencoba menyabotase minuman yang
diberikan padaku."

Kening Malik berkerut, tatapannya beralih pada


Harold. "Apa semua ini?"

Harold nampak bingung, belum sempat


menjelaskan dengan kebohongan lebih dulu Yohan
membungkam mulutnya dengan melanjutkan
perkataannya barusan.

"Periksa kandungan yang dicampur dalam


minuman ini." Titah Yohan seraya memberikan botol
minuman yang Harold bawa pada ahli pengobatan
tradisional yang berada ditengah-tengah mereka.

"Apa yang terjadi?"

684
"Mengapa pestanya dihentikan?"

"Sial, ini menyebalkan."

Gerutuan beberapa orang terdengar sampai ke


telinga Yohan, membuat pria itu menoleh dan
seketika orang-orang tadi langsung membungkam
mulutnya. Mereka takut pada tatapan tajam beraura
gelap yang pria itu munculkan.

"Yang Mulia..." lelaki ahli pengobatan itu selesai


melakukan pemeriksaan lalu menjelaskan. "Ada
campuran bubuk daun kanna dan sedikit lotus biru
dalam minuman ini tetapi keduanya digabungkan
dalam satu bubuk lalu dicampur dalam minuman
dengan dosis yang tinggi. Anda bisa mencium
aromanya sendiri."

Sang ahli pengobatan mengarahkan botol

685
tersebut pada Malik, membiarkan pria itu mencium
aroma menyengat persis seperti yang dijelaskannya
barusan. Bahkan hidung Malik terlihat sampai
berkerut sangking tak kuasa menahan aroma manis
namun terlalu pekat dari dalam botol tersebut dan
sudah sangat jelas bahwa itu bukan aroma dari
minuman anggur.

"Kita semua tahu bahwa tumbuhan Kanna


memiliki efek samping halusinasi hingga badan mati
rasa dan Lotus biru bisa memicu sesak nafas
bahkan kematian jika dikonsumsi dalam dosis
berlebihan." Lanjut lelaki itu menjelaskan.

Hela nafas kasar Yohan terdengar dan berhasil


mencuri perhatian Malik. "Yang Mulia, semua orang
tahu bahwa Everland adalah benua terbesar dengan
satu saja Kekaisaran yang sangat dihormati
termasuk olehku, tetapi apa semua ini? Saudara
anda mencoba untuk menghabisi saya?"

686
"Apakah diundangnya Kaisar dan Raja dari
berbagai daerah ke tempat ini sebenarnya untuk
diracuni seperti saya?" Yohan sengaja mengeraskan
suaranya sehingga semua yang ada di ruangan itu
mendengar dan mulai membenarkan opininya
tersebut.

"Untungnya saya adalah orang pertama yang


meminum minuman dicampur lalu menyadarinya,
bagaimana jika orang lain?"

Malik terdiam. Pandangan matanya jelas tertuju


pada Harold yang menunduk. Kembarannya itu telah
mengambil langkah tergesa-gesa hanya untuk
meniduri seorang wanita. Sekarang apa mau dikata
dan apa boleh diperbuat?

Malik mengatupkan kedua tangannya di depan


dada, meminta maaf seadanya pada Yohan. "Saya
Malik Arnaout meminta maaf sebesar-besarnya atas
situasi buruk yang telah diciptakan oleh saudara

687
kembar saya, Harold Arnaout."

"Permintaan maaf saja tidak cukup." Tolak Yohan


mentah-mentah.
Ekspresi Malik berubah menjadi rumit tetapi
kembali pada poin dimana Harold-lah yang berbuat
salah sehingga ia tidak bisa membela diri atau
menolak kemungkinan permintaan yang diajukan
Yohan terlebih seluruh pemimpi wilayah lain
menyaksikan segalanya saat ini.

Yohan terlihat menyeringai kemudian


melanjutkan. "Ditambah lagi saya sangat
menyayangkan pemikiran kotor saudara anda, Yang
Mulia Malik. Bagaimana bisa dia berpikir untuk
meniduri istri saya?"

Pesta seks malam itu gagal. Semua orang bubar


dan memilih kembali ke ruangan masing-masing.

688
Harold-lah yang satu-satunya berhasil, berhasil
mempermalukan diri sendiri. Beri tepuk tangan
untuk kelebihannya yang satu itu.

"Yang Mulia, yang terjadi di pesta ini sangat


menjijikan!" salah satu Raja bersuara lalu
membanting gelasnya diikuti oleh Raja-Raja dan
pemimpin wilayah lainnya.

Di tengah kekacauan itu Yohan terlihat keluar dari


ruangan pesta. Dia sedang menebak kira-kira jenis
hadiah apa yang diberikan padanya sebagai tawaran
perdamaian nantinya? Jutaan koin emas? Wilayah?
Kekuasaan? Ah, Yohan menginginkan ketiganya.

Tetapi, jauh dari semua itu tidakkah kalian


menyadari ada sesuatu yang aneh sedari tadi?

Ya, bagaimana Yohan bisa sesantai itu setelah


meminum minuman yang mengandung sesuatu

689
yang dirasa memiliki efek cukup mematikan?
Terlebih pria itu mengkonsumsinya dalam dosis
berlebihan.
Bagaimana mungkin dia bisa bertahan dan
berjalan senormal sekarang tanpa merasa pusing
sedikitpun?

"Ayah, kurasa nanti aku harus benar-benar


berterima kasih padamu di akhirat karena berkat
seluruh didikan dan gaya hidup yang kau paksakan,
aku menjadi sangat tangguh." Yohan tersenyum tipis
mengingat situasi tadi.

Ah, jangankan campuran dari tanaman remeh,


bisa ular paling mematikan pun pernah dicekoki
paksa oleh sang ayah padanya dan Yohan kecil
berhasil bertahan.

YOHAN : yang bisa ngalahin saya cuma kecoa.

690
41. She's Here With Me

Yohan kembali ke kamar untuk beristirahat, ada


Lana sedang duduk di tepi kasur sambil memakan
makan malam yang dibawakan oleh pelayan
beberapa saat lalu.

Mendapati kehadiran Yohan dalam satu ruangan


yang sama dengannya, sorot mata Lana
menunjukkan kewaspadaan. Takut kalau pria itu tiba
-tiba menyerangnya seperti semalam, bahkan kalau
ditanya apakah miliknya sudah baik-baik saja
jawabannya tidak! masih sangat sakit!

Dari jauh Yohan menatap ke arahnya dengan


wajah datar. Ah, lagi-lagi ketampanan paripurna pria
itu memang sering kali membuat banyak orang
hilang fokus dan melongo tanpa sadar seperti Lana
yang tahu-tahu meneteskan air liur antara terpukau
dan terpesona melihat paras rupawan suaminya.

691
Tetapi kali ini Yohan tidak mendekatinya
melainkan membuang wajah ke arah lain kemudian
bergegas memasuki ruang mandi, sepertinya pria itu
merasa gerah atau semacamnya, mungkin? Lana
tidak tahu.

Sekitar tiga puluh menit Yohan keluar hanya


dengan tubuh bagian bawah terbalut kain berwarna
putih yang dililitkan di pinggang. Melihat
pemandangan aduhai itu Lana langsung membuang
kepalanya menghadap ke arah lain, walau sempat
memuji keindahan tubuh pria itu saat berada dalam
kondisi tanpa busana.

Yohan berjalan mendekat namun bukan untuk


melakukan sesuatu pada Lana melainkan meraih
peti berisi pakaian lalu mengambil sebuah atasan,
celana, dan perlengkapan pakaian lainnya lalu
memakainya di depan Lana tanpa rasa malu meski
begitu Lana memilih melihat ke arah mana saja asal
tidak ke Yohan.

692
"Permaisuri," Yohan memanggil Lana sembari
menempatkan diri duduk di tepi kasur. "Maukah kau
kembali lebih awal?"

"Kau akan membiarkanku tergoncang-gancang di


laut sendirian?" sahut Lana pelan tanpa melihat ke
arah wajah Yohan.

"Ada sesuatu yang harus kulakukan." Ucap Yohan.

"Sebaiknya jangan." Lana segera menyarankan,


"jangan lakukan itu atau suatu hari yang kau lakukan
saat ini akan menghancurkanmu."

Yohan terkekeh mencibir. "Kau bersikap seolah


bisa membaca pikiranku, Permaisuri."

"Aku tahu jadi, tolong jangan ikuti hawa nafsumu

693
secara berlebihan." Lana menuturkan bukan tanpa
alasan, dia sudah membaca novel lain yang bisa
dibilang menjadi universe setelah novel Hestia dan
Yohan, sangking sibuknya menebus dosa Lana
sampai lupa apa judul novel ini.

"Mengapa?" Yohan memiringkan kepala, ia tidak


pernah suka diperintah atau menerima saran dari
siapapun. "Aku berniat memperluas kekuasaanku
sampai ke tempat ini."

Lana menggeleng. "Aku tidak bisa ceritakan


tetapi, jangan." Ucapnya memperingatkan, "pikirkan
apa yang akan terjadi sepuluh atau dua puluh tahun
ke depan. Ada baiknya menghabiskan masa tua
dengan tenang daripada berperang."

"Perang?" alis Yohan terangkat. "Siapa yang akan


perang?"
"Bisakah kau tidak terus-menerus menjawabku?"
cebik Lana memasang wajah kesal sampai pipinya

694
memerah.

Meski novel yang menceritakan kisah Hestia dan


Yohan berakhir dengan happy ending tetapi di
Universe lain masih dengan penulis yang sama ada
sebuah novel yang dibuka dengan pembunuhan
Yohan, Hestia, dan putranya yang berumur tiga
tahun secara diam-diam tepatnya di bagian prolog
cerita dan dari penjelasan singkat yang melakukan
itu adalah seseorang dari Everland yang memiliki
dendam. Itu menyakitkan, Lana tidak kuat
membacanya dan memilih menyimpan buku
tersebut di dalam laci hingga kini.

"Kau terlihat imut saat marah." Celetuk Yohan


mengabaikan ucapan Lana dan beralih memandang
gadis itu dari jarak dekat sambil tersenyum tipis.

"Maaf, Yang Mulia. Bisa tolong fokus pada


ucapanku?"
"Bagaimana jika tidak bisa?" bahkan saat

695
membalas Lana dengan kalimat ini tatapan Yohan
menyasar pada keranuman bibir wanita itu tetapi dia
sadar seluruh tubuhnya sedang mengandung obat
berkat Harold jadi, Yohan menahan diri.

"Lupakan saja." Sahut Lana membuang


pandangan ke arah lain. "Aku tidak akan memerintah
seorang Kaisar."

Gelombang cukup dalam muncul di dahi Yohan.


"Hah... sekarang kau merajuk." Ia lalu menyugar
rambutnya yang masih sedikit basah ke arah
belakang lalu menempatkan dirinya berbaring di
kasur.

"Beritahu aku satu hal, Permaisuri, maka aku


akan mematuhimu untuk pertama dan terakhir."
Ucapnya tiba-tiba.

"Apa yang ingin kau ketahui?"

696
Yohan membawa kepalanya menoleh ke arah
Lana, menatap perempuan itu dari posisi berbaring.
"Apa hubunganmu dengan si rambut merah?"

"Maksudmu Alan?"

"Ya, si si Alan itu." Sahutnya memperjelas


mengingat betapa sok akrabnya pria itu terhadap
Lana pada hari itu.

"Itu sudah cukup lama tapi, kami tak memiliki


hubungan spesifik. Tidak berteman, tidak
bermusuhan, tidak--"

"Saling menyukai, kan?" seloroh Yohan


memotong penjelasan Lana.
"Dia bukan tipeku." Jelas Lana singkat.

697
"Tipe?" kening Yohan semakin berkerut
mendengar penjelasan barusan. "Kau punya tipe?"

"Semua orang punya tipe, kurasa."

Yohan lantas mengubah posisi tubuh


berbaringnya jadi menyamping tepatnya,
menghadap ke arah Lana kemudian bertanya. "Apa
tipe-mu?"

"Tipeku--" Lana belum selesai berucap saat


Yohan menyela kalimatnya.

"Itu harus diriku." Tegasnya terkesan sangat


memaksa sambil menatap tajam sampai-sampai
alisnya ikut menukik.

"Bagaimana jika bukan?"

698
Yohan menyeringai lalu menjawab. "Akan kucari
orang dengan tipe semirip mungkin lalu
membunuhnya." Aura gelap menguar segera setelah
ia mengatakan hal tersebut.

"Hah... haha..." Lana membentuk tawa yang


dipaksakan untuk mencairkan situasi dan secara tak
sengaja membuat dirinya nampak sedikit imut di
mata pria itu.

"Kau masih ingin menyebut orang lain dan tipe-


mu?"

"Kurasa tidak."

"Baguslah."

"Berbaringlah Permaisuri," pinta Yohan seraya


menempatkan tangannya menepuk bantal yang

699
berada tepat di sebelahnya.

Lana menggeleng. "Kau duluan." Ucapnya.

"Bersamaku Permaisuri, tidurlah. Tidak akan aku


apa-apakan." Ujar pria itu mencoba menyakinkan
namun dengan ekspresi wajah yang berlawanan.

Lantas bagaimana mungkin Lana bisa


mempercayainya begitu saja?

"Aku sedang kotor, aku tak akan menyentuhmu."


Imbuh Yohan.

"Kotor? Ada apa?" tanya Lana penasaran.


"Kau tidak perlu tahu."

"Uhm, baiklah." Lana mengangguk patuh lalu

700
melihat tangan Yohan kembali menepuk bantal yang
berada tepat di sebelah kepala pria itu alhasil Lana
akhirnya memilih untuk berbaring seperti yang pria
itu inginkan.

"Permaisuri..." panggilan Yohan membuat Lana


menoleh ke arahnya.

"Ya?"

"Aku tidak mencintaimu atau menyimpan


perasaan sejenis itu terhadapmu," Yohan berucap
menjeda sesaat. "Namun dapat kukatakan aku tak
bisa hidup tanpamu."

Lana merotasikan bola matanya malas, ia tahu


betul sifat Yohan dari novel yang dibacanya. Pria itu
hanya pernah sekali menyatakan cinta pada Hestia
lalu setelahnya tidak pernah lagi tetapi bukan berarti
Lana mengharapkan pengakuan serupa darinya, ya!

701
"Aku mengerti, kau bisa mengambil gadis lain
untuk dinikahi." Sahut Lana.

"Permaisuri, jangan menguji kesabaranku..."


decakan tipis terdengar beriringan dengan kalimat
pria itu. "Kau tidak tahu apa yang kulakukan pada
gadis yang meminta hal serupa padaku, kan?"

"Apa maksudmu?"

Yohan sengaja tidak menjawab, ia beralih


mengusap puncak kepala Lana. "Tidurlah, besok kau
harus kembali sendiri."

"Aku tidak suka laut." Cicit Lana.

"Baguslah, jika kau mati disana maka jiwamu


tidak akan tenang selamanya." Kekeh pria itu entah

702
apa yang membuatnya merasa lucu, mungkin karena
selera humornya yang agak lain.

"Apa yang telah kau lakukan sebenarnya?"

"Kau tak perlu tahu." Yohan mengerti ke arah


mana pertanyaan Lana tertuju, ada sesuatu hal yang
membuatnya merasa penasaran. "Itu urusanku
dengan Tuhan. Semua yang kulakukan, aku siap
membusuk di neraka selamanya."

Lana tertegun. "Apa yang kau lakukan?"

Yohan menggeleng. "Tidak, kau tidak perlu tahu."

"Kau... membunuh seseorang?" tebak Lana.

"Selalu, aku selalu membunuh." Yohan menjawab

703
dingin. "Mengapa? Apa kau tidak suka? Aku juga
bisa membunuhmu sekarang juga." Desisnya
mengancam dengan penuh penekan di setiap kata.

"Aku bisa membunuhmu." Ulangnya menegaskan.

704
42. Eastern People Are Weird

Hari kedua di Everland. Pesta masih berlangsung,


orang-orang seolah sudah melupakan kejadian
semalam. Lana yang merasa mulai membaik pada
bagian menggemaskan yang terletak diantara kedua
kakinya memutuskan untuk berkeliling seraya
menemukan keberadaan Yohan.

Tetapi belum dicari pria itu sudah lebih dulu


memunculkan diri dengan tatapan dingin, dia
langsung menarik lengan Lana dan membawanya
menepi dari kerumunan orang dengan ekspresi
kesal.

"Kau disini? Bukankah aku sudah memintamu


untuk pergi ke pelabuhan?"

"Aku mencarimu." Ucap Lana jujur. "Kau benar-

705
benar menyuruhku pulang?"

"Kau lihat wajahku seperti bercanda?" Yohan


menunjuk wajahnya sendiri sambil berkata demikian.
"Aku kelihatan tertawa?"

Lana tahu ia tidak berhak merasa kecewa tapi


rasanya Yohan keterlaluan karena sungguh
memintanya pulang padahal saat keberangkatan ke
sini dia tahu sesulit apa bahkan Lana nyaris
tenggelam di dalam ruangannya sendiri tetapi
lihatlah sekarang, ucapannya sangat berbeda.

"Cepat ke pelabuhan, sekarang juga." Titah Yohan


menekankan setiap kata yang keluar dari bibirnya.
"Jangan beritahu pada siapapun, jangan sampai
dirimu menarik perhatian orang lagi. Mengerti?"

Lana didorong menjauh dari kerumunan orang-


orang sementara Yohan kembali ke dalam. Entah

706
apa maksud pria itu sebenarnya tetapi sepertinya
Lana tidak diberi pilihan. Ia menghela nafas, berbalik
namun menubruk seseorang secara tidak sengaja
sampai isi gelas minuman yang dipegangnya
tersiram ke pakaian Lana.

"Ah, astaga! Maafkan aku!" seru perempuan itu


ikut terkejut. "Pelayan! Pelayan tolong ambilkan aku
lap." Pintanya.

"Tidak usah repot-repot, aku bisa ganti pakaian


nanti." Ujar Lana sambil menepuki bagian gaunnya
yang basah.

"Tidak merepotkan, kemarilah." Perempuan itu


dengan lembut menempelkan lap bersih yang
dibawakan oleh pelayan pada bagian basah pakaian
Lana serta sisi lengannya.
"Maafkan aku, ya?" tuturnya pelan dengan
ekspresi yang terlihat ramah serta senyum manis.

707
Lana jadi canggung sendiri. "Ini salahku, aku tidak
melihat jalan dan menabrakmu."

Perempuan itu lantas berkata, "Ikutlah


bersamaku, kita ganti pakaianmu." Bukan tanpa
alasan ia memberi ajakan semacam itu tetapi
pakaian atas Lana memang benar-benar basah
bahkan warnanya sampai berubah jadi kekuningan
akibat tumpahan minuman. "Kau pasti merasa
dingin."

"Aku--"

"Catarina..." suara panggilan lembut dari seorang


pria yang mendadak muncul di belakang Lana
membuatnya terkejut, sudah pasti pria itu
memanggil perempuan yang sedang bersama Lana.
"Kenapa masih berada disini?" tanya pria itu
berangsur merangkul perempuan yang semula

708
sedang bicara dengan Lana.

"Aku membuat kekacauan, sedikit..."

Perempuan bernama Catarina itu tersenyum tipis


ke arah Lana sambil menjelaskan pada pria yang
Lana tebak adalah suaminya. "Aku menumpahkan
minuman ke pakaiannya,"

"Biarkan dia kembali ke kamarnya, kita harus


segera pergi dari tempat ini. Lupa, hm?"

Catarina memanyunkan bibir. "Archer, sebentar


saja, kumohon."

"Kalian akan pergi?" sambar Lana tak sadar.


"Maaf, aku bukan bermaksud lancang."

709
Catarina mengangguk. "Ya, kami akan kembali ke
Raven karena kekacauan yang terjadi semalam...
rasanya benar-benar tidak nyaman untuk berada
lebih lama disini."

"Aku dari Sirasea." Ujar Lana cepat, "untuk ke


Raven kalian melewati wilayah tempat tinggalku,
kan?"

"Ya, kami melewatinya." Bukan Catarina tetapi


pria disisinya yang menjawab. "Ada apa?"

Lana meremas jemarinya, dengan cemas ia


bertanya. "Boleh aku menumpang?"

"Tentu saja kau bisa pergi bersama kami, tapi


kami akan kembali sekarang. Apa tidak masalah
bagimu?"

710
"Kebetulan sekali aku juga ingin pergi sekarang."
Ucap Lana sependapat dengan Catarina.

"Baiklah, ayo?" Catarina mengulurkan tangannya


pada Lana. "Bagaimana jika ganti pakaiannya saat
berada di kapalku saja?"

"Ide yang bagus, terimakasih banyak." Lana


tersenyum senang mendapat tumpangan dari orang
lain terlebih Lana nampaknya mengenal siapa
Catarina dan Suaminya.

Tentu saja dari novel yang dibacanya dulu, lebih-


lebih lagi karena dikarang oleh penulis yang sama
jadi Lana tahu. Walau tidak pernah dijelaskan kalau
Catarina dan Suaminya, Archer akan datang ke pesta
yang sama dengan Yohan.

"Aku lebih yakin pergi bersama mereka dibanding


pergi sendiri." Batin Lana merasa tiga kali lipat

711
sangat amat lega. Jujur saja diminta kembali hanya
bersama rombongan cukup membebani isi
kepalanya.

Bagaimana jika nanti kapalnya tenggelam di laut?


Setidaknya jika mati Lana tak ingin jasadnya jadi
camilan ikan.

Sementara itu di tempat lain Harold masih belum


merasa kapok setelah mempermalukan dirinya
semalam. Dia menaruh dendam pada Yohan,
terlebih ketika mendapat kabar kalau pagi ini pria itu
sedang mempersiapkan kepulangan tanpa meminta
izin atau sekedar basa-basi padanya.
"Kau melihatnya dengan mata kepala sendiri
bahwa dia menyiapkan kapal?" tanya Harold
memastikan.

Lelaki bawahannya itu mengangguk. "Benar, Yang


Mulia. Pagi-pagi sekali sebuah kapal telah disiapkan
di Dermaga dan saya melihat rombongan orang-

712
orang wilayah Sirasea di sekitar kapal termasuk
Kaisar mereka."

"Aku sangat puas atas pelayananmu." Ujar Harold


lalu menghadiahkan sekepal penuh koin emas pada
laki-laki itu. "Sekarang kembalilah bekerja biar ku
urus sisanya."

"Terima kasih banyak, Yang Mulia Harold."

Selepas kepergian bawahannya Harold segera


memanggil serombongan pasukan kerajaan dan
memerintahkan mereka untuk melakukan sabotase
pada kapal. Lebih tepatnya menghancurkan kapal
ketika kapal itu mulai berlayar.

"Hujamkan puluhan panah api ke kapal, pastikan


apinya menjadi sangat besar sehingga membakar
semua yang ada di dalamnya." Desis Harold sinis,
dalam kepalanya saat ini sedang terbayang betapa

713
serunya saat kejadian itu berlangsung.

"Baik, Yang Mulia." Kompak seluruh pasukannya


menjawab. "Kami segera bersiap melaksanakan
perintah anda."

"Lakukan dengan baik, jangan sampai ada


sedikitpun kesalahan."

Pesta masih berlangsung dan dirayakan bagi


sebagian besar orang yang tak mau ambil pusing
tentang kejadian semalam. Tarian dan para wanita
serta service khusus tambahan yang diberikan
mereka benar-benar menakjubkan.

Memangnya siapa yang akan menolak?

Jawabannya sudah pasti Yohan Haze. Pria itu


satu-satunya yang tidak menikmati pesta dan

714
memiliki bernegosiasi dengan Malik di sebuah
ruangan khusus. Mereka hanya berdua saja dalam
ruangan itu, berbincang cukup lama sampai akhirnya
Malik bersedia memberikan sebuah tanah di dekat
pegunungan Everland pada Yohan.

Kita sudah sepakat,kan?" sekali lagi Malik


memastikan. "Jangan sampai ada peperangan
karena masalah ini lagipula Kau terlihat baik-baik
saja."

"Kau berharap aku tiada?" sarkas Yohan disertai


seringai setan. "Itu akan menjadi lebih berbahaya."

Malik terkekeh canggung. "Jangan begitu, Yang


Mulia. Bukankah kita sama-sama Kaisar dari wilayah
yang berbeda?"

"Tentu, aku tahu." Yohan lalu bangkit dari


duduknya. "Aku tetap berada disini sampai pesta

715
hari terakhir, kuharap kau tidak mengecewakanku
untuk kali kedua."

"Tidak perlu risau, aku sendiri yang akan


memastikan sisa harimu berakhir sempurna disini."
Ucap Malik menyakinkan tidak akan mengecewakan
Yohan kali ini.

"Untuk apa?" bukan, bukan Yohan yang


membalas tetapi Harold yang tiba-tiba berada di
tengah-tengah perbincangan keduanya.
"Kau tak perlu repot-repot melakukannya Malik,
secara jelas aku telah mengibarkan bendera
permusuhan padanya." Harold berkata dengan
senyum miring, ada kepuasan disana lalu dengan
bangga dia memberitahu. "Permaisuri cantikmu
sekarang sedang terbakar dalam api panas, dia
hangus."

"Kau pikir ini waktu yang tepat untuk lelucon?"


Yohan menanggapi dengan datar, ia sama sekali

716
tidak mudah mempercayai siapapun termasuk
Harold.

"Wajahku terlihat seperti sedang melucu?" Harold


membalas sambil menunjuk wajahnya sendiri dan
membentuk lingkaran, dia bersungguh-sungguh.

Hening. Yohan tidak ingin percaya tetapi Harold


terus menatap seolah sedang menantangnya
sekarang. Membuat Yohan yang tadinya tidak
percaya perlahan penasaran dan mengepalkan
tangan lalu dengan langkah tergesa meninggalkan
ruangan tersebut.

Bersamaan dengan itu puluhan anak panah


dengan ujung berhiaskan api menyala diluncurkan ke
arah kapal. Orang-orang yang berada diatasnya
panik, mereka ingin menepi tetapi api terus
bertambah dan menyebar. Anak panah terus
dilepaskan. Rombongan orang-orang berisi pelayan
dan prajurit itu berteriak saat perlahan kulit mereka

717
tersambar api dan hangus.

"Terus tembakkan panah!" seru kepala prajurit


menginterupsi seluruh anggota bawahannya.

"Api! Kebakaran! Tolong kami!"

Semua terjadi begitu cepat. Orang-orang lari ke


kamar kecil untuk mencari air tetapi anak panah
yang masuk melalui jendela turut membakar kapal
dari dalam. Asap hitam mengepul hebat, teriakan
histeris semua orang yang ada di dalamnya
menyebar. Tangisan kesakitan nak terompet
kematian terus terdengar seperti bom waktu yang
amat menakutkan.

"Ya Tuhannnn!" satu dari mereka berseru ketika


sebagian tubuh bawahnya dilahap kobaran api
hingga kulitnya meleleh dan hangus. "Tolong kami
Tuhan!"

718
Satu hal yang tidak mereka ketahui, Permaisuri
tidak ada di dalam kapal itu dan Yohan juga tidak
tahu. Sehingga ketika melihat kekacauan
mengerikan itu terjadi di depan matanya, di dalam
kondisi ia terlambat datang sehingga seluruh api
telah membakar kapal... tak ada lagi yang bisa
dilakukan selain mengepalkan tangan erat sampai
seluruh urat tangannya menonjol, seakan ingin
pecah.

Tubuhnya seperti ikut terbakar dari dalam,


menyaksikan semuanya di depan mata tanpa bisa
melakukan apa-apa benar-benar menyakitkan.
Yohan jadi teringat sekilas percakapannya dengan
Lana tentang rasa sakit pada malam itu.

"Aku sudah lama tak merasakan rasa sakit jadi,


jangan membahas itu denganku, Permaisuri."

Rasa sakit... Yohan merasa sesuatu dari dirinya

719
perlahan telah remuk redam, hancur, dan amat
menyakitkan. Benar. Sakit. Kalian tidak salah baca.
Yohan merasa seperti baru saja dihantam oleh besi
seberat satu ton atau bahkan lebih, dia sendiri tak
tahu bagaimana harus mendeskripsikan
perasaannya saat ini.

"Sekarang aku merasakan sakit." Batin Yohan.

Harold tertawa di sebelahnya. "Bagaimana?


Menyenangkan bukan?"

"Kau menghancurkanku semalam Kaisar Yohan


Haze, sekarang aku yang menghancurkanmu hari
ini!" ujarnya dengan bangga lalu tertawa lagi, puas,
sungguh sangat puas.

Pria itu, Yohan, walau tidak mengakui


perasaannya namun tetap saja ketika melihat
seluruh kapal terbakar hangus... katakanlah hatinya,

720
ya... hati. Hatinya hancur bersamaan dengan
kejadian itu.

Mata Yohan memerah dan sedikit berair tapi dia


tidak menangis. Kepalan tangannya menjadi lebih
kuat, sasaran tinju jatuh tepat menyasar di pipi
kanan Harold saat pria itu lengan.

Bugh!
Pukulan kencang Yohan membuat Harold
mundur beberapa langkah sambil memegangi
pipinya. Lebam singkat muncul disana, sudut
bibirnya juga mengeluarkan darah. Melihat Yohan
mendekat maju, Harold mundur dan meminta
seluruh pasukan untuk menghentikan pria itu.

"Tangkap dia! Kalau bisa habisi saja!" titahnya


berteriak nyaring. "Jangan sampai dia mendekatiku!"

Segera setelah perintah tersebut dilayangkan,

721
seluruh pasukan prajurit yang ada mengepung
Yohan dari segala sisi. Hari ini sejarah baru akan
terukir, sesuatu yang belum pernah ada dalam novel
atau bahkan tidak pernah sama sekali Lana
perkirakan.

Dia yang sedang berada di kapal lain sedang


menikmati teh yang disajikan langsung oleh Catarina.
Perempuan itu sungguh baik hati persis seperti
cerita novelnya. Lana bersyukur sekali tidak harus
melewati lautan sendiri. Catarina dan suaminya
bersedia menjadi teman bagi Lana untuk
membicarakan banyak sekali hal termasuk
menceritakan awal pertemuan mereka.

"Kau tidak takut pada kami?" Catarina tiba-tiba


bertanya.

"Mengapa aku harus takut?"

722
"Sebagian besar orang mengatakan kalau kami,
orang-orang dari timur adalah orang aneh." Catarina
menjeda, menyesap tehnya lebih dulu lalu
menjelaskan. "Kami masih percaya sihir dan
semacamnya karena itu kami dianggap aneh dan
jarang sekali ada kerajaan dari wilayah lain yang
menjalin kerja sama dengan Kerajaan kami."

"Tidak satupun." Seloroh Archer jujur.

"Ah, benar. Tidak satupun." Ralat Catarina.

"Kurasa mereka hanya mendengar dari gosip


antar wilayah, itu sebabnya. Meskipun kalian masih
percaya sihir atau semacamnya, aku sama sekali
tidak merasa takut apalagi terancam." Lana
tersenyum seraya meletakkan cangkir tehnya diatas
meja. "Kalian orang-orang baik, aku tahu itu dan aku
sangat senang diberi tumpangan pulang."

723
"Ehmm... kau tidak mungkin datang ke sini
sendiri kan?"

"Aku datang dengan seseorang." Jawab Lana tak


mau menyebut identitas Yohan secara spesifik.

"Kau kembali ke wilayahmu bersama kami, apa


dia sudah diberitahu?"

Lana terdiam, keningnya mengernyit sejenak.


Memberitahu Yohan? Untuk apa? Pria itu saja jelas-
jelas ingin membunuhnya semalam jadi, mengapa ia
harus beritahu segalanya? Masa bodo.

"Dia tahu." Sahut Lana berbohong.

Catarina mengangguk menerima jawaban Lana


tanpa merasa curiga. "Syukurlah kalau begitu, aku
hanya cemas jika orang yang datang bersamamu

724
akan khawatir jika tidak diberitahu."

"Tenang saja, dia tidak terlalu membutuhkan


aku." Celetuk Lana ringan tanpa tahu apa yang
terjadi di Everland saat ini sementara Catarina
nampak mengerutkan dahi heran.

"Omong-omong kalian pasangan yang serasi."


Puji Lana beralih topik.

725
Yohan : 😓*krek patah hati
726
43. A Week He Hasn't Been Back

"Kaisar belum juga kembali." Calix membatin, ia


tahu kapan jadwal seharusnya Yohan kembali tetapi
ini sudah terlambat satu minggu dan lagi Permaisuri
kembali ke istana sendiri.

Semua sudah Calix bereskan di malam


keberangkatan Yohan. Jasad-jasad sudah ia
singkirkan dengan cara dibakar lalu dibuang abunya
ke tepi laut untuk menghilangkan jejak. Hanya saja
sejak kejadian itu istana menjadi sangat sepi dan
suram. Tetapi, untungnya Lana tidak pernah merasa
curiga dan bertanya dimana keberadaan Yurisia atau
keberadaan yang lainnya.

Sekarang Calix tak memiliki kegiatan lain, terlebih


Permaisuri tidak pergi kemana-mana dan latihan
untuk para prajurit telah usai. Tujuan balas
dendamnya juga sudah dituntaskan duluan sebelum

727
ia mengambil langkah. Bisa dibilang sebagian besar
hidupnya mulai terasa hampa, Calix perlu alasan lain.
Tapi, apa?

Ditengah lamunanya memikirkan tujuan hidup


baru, langkah seseorang terdengar mendekat.
Sedikit terseret dan gontai. Calix belum
menyadarinya. Ada seseorang yang datang bersama
bungkusan kain berlumur darah.

"Calix..."

Deg!

Lamunan Calix buyar, ia tertegun ketika melihat


ke depan. "Y-Yang Mulia? Anda..." Ini seperti panjang
umur saat pria itu tiba-tiba datang padahal Calix
baru memikirkannya.

728
Kalimat Calix terhenti saat bungkusan kain yang
dipegang Yohan sengaja pria itu buka dan sebuah
kepala terlihat menggelinding ke arah depan.
Berhenti depan di dekat ujung sepatu Calix,
membuatnya refleks mengambil satu langkah
mundur.

"Aku tak ingin menjelaskan apapun." Tegas


Yohan membungkam mulut Calix sebelum sempat
Panglima prajuritnya itu bertanya.

Perlahan Yohan menaiki anak tangga, seluruh


pakaiannya berlumur darah kering bahkan wajahnya
juga nampak lusuh tak sebening biasanya. Calix
tidak bertanya, ia hanya melihat Kaisarnya itu
berjalan gontai memasuki istana.

Setelah persepsi Yohan menghilang dari


penglihatan, Calix mengamati kepala milik siapa
yang dibawa pria itu dan tertegun terutama ketika
melihat bola matanya yang berwarna hijau. Satu-

729
satunya warna mata yang dimiliki oleh Kaisar
Everland, berarti...?

"Kurasa sebaiknya aku berhenti." Gumam Calix


mulai berpikir untuk mengundurkan diri, "aku tak
memiliki alasan berada di tempat ini lagi." Tangguh
yang baru kembali dari medan perang sebagai satu-
satunya orang yang selamat.

Rupanya membunuh orang cukup menguras


mental, tenaga, dan pikiran. Yohan kelelahan, satu
langkah lainnya hampir membuat ia jatuh tersungkur
di depan pintu dalam keadaan mengerikan. Tak ada
seorangpun yang berani mendekat, mereka takut
walau khawatir tetapi ada juga yang merasa kalau
masa pemerintahan Yohan akan segera berakhir
sebab yah... lihatlah kondisi pria itu, pulang dengan
luka parah.

Nyawanya terasa seperti ikut terenggut. Yohan


menghela nafas, meneguk ludah guna membasahi

730
tenggorokannya yang terasa amat kering dan seperti
memiliki duri tajam di dalamnya.

Membawa tangannya menuju pintu, Yohan


hendak membukanya ke dalam namun disaat yang
sama pintu itu lebih dulu ditarik terbuka ke arah
dalam dan memunculkan seseorang tak terduga di
baliknya.

Presensi wanita itu dihadapannya membuat


seluruh tubuh Yohan lemas sampai ke kaki, ah dia
memang lemas sebelumnya tetapi tidak sejauh ini
dan sekarang... Yohan merasa seperti baru saja
dihantam oleh kayu besar tepat di belakang kepala
sehingga belum sempat mengatakan apa-apa
kesadarannya malah terenggut dan tubuhnya
tumbang ke arah depan, tepatnya ke arah Lana.

Refleks perempuan itu menangkapnya walau


sedikit kewalahan sampai mundur beberapa langkah
kemudian langsung menjatuhkan tubuh besar pria

731
itu ke atas kasur sementara ia pergi keluar untuk
meminta bantuan pelayan guna di panggilkan ahli
pengobatan.

"Baik, Yang Mulia. Segera saya panggilkan."

Lana kembali ke dalam kamar lalu mencoba


menggantikankan pakaian Yohan dengan pakaian
baru setelah sesi pelepasan pakaian dengan susah
payah sampai akhirnya ia berhasil. Tetapi, Lana
dikejutkan dengan banyaknya luka di tubuh pria itu
dan sepertinya akan sulit diobati jika dalam kondisi
memakai pakaian. Alhasil Lana mengurungkan
niatnya lagi, ia beralih mengambil semangkuk air
bersih lalu memeras kain basah diatasnya kemudian
ditempelkan dan digodok diatas luka Yohan.
Sambil menunggu kedatangan ahli pengobatan,
Lana membantu dengan membersihkan seluruh luka
fisik yang ada di tubuh bagian atas pria itu.

"Yang Mulia..."

732
Lana bergegas menepi, "tolong obati luka-lukanya
dan periksa dia."

Wanita ahli pengobatan berumur lanjut itu


mengangguk. "Jangan khawatir,"

"Aku tidak khawatir." Lana menjawab dalam hati,


tangannya terkepal. "Apa yang terjadi?"

Menunggu pengobatan dilakukan, Lana melihat


dari sisi kasur. Sesekali ia membuang wajah ke arah
lain saat melihat luka robek di perut kanan pria itu
dijahit menggunakan benang dan jarum alami
tradisional. Lana tak kuasa melihatnya, ia takut.

"Tidak ada infeksi racun atau semacamnya


dalam tubuh Yang Mulia, dia bersih. Hanya luka-luka
fisiknya lumayan parah sehingga butuh satu atau
dua minggu masa kesembuhan. Terutama di bagian

733
jahitan perutnya. Untuk tiga hari ini tolong pastikan
beliau istirahat total di ranjang." Jelas wanita
tersebut pada Lana.

"Aku mengerti, terima kasih." Lana tersenyum


singkat saat wanita itu bangkit lalu pamit.

"Permaisuri," wanita itu menoleh lagi sebelum


benar-benar keluar dari pintu kamar. "Malam ini
mungkin Yang Mulia akan kritis, ada baiknya jika
demam atau semacamnya... tolong bantu dengan
menggunakan kompres air dingin."
Lana mengangguk. "Baiklah, akan kulakukan."

Situasi kembali sepi setelah orang-orang pergi


dari dalam kamar. Lana menoleh pada Yohan sesaat
sebelum keluar dari tempat itu guna melaporkan
kondisi pria tersebut pada Yurisia, ibunya.

Namun sesampainya disana ruangan itu gelap

734
dan kosong, tak ada Yurisia disana bahkan tirai
balkon sama sekali tidak disibak. Lana memutuskan
masuk lebih dalam, menyibak tirai lalu mengecek
ruang mandi pribadi tetapi hasilnya tetap sama.

"Wanita itu tidak ada disini?" Lana menarik diri


keluar dari ruangan itu dan bertanya saat
berpapasan dengan salah satu pelayan.

"Salam hormat, Yang Mulia." Pelayan tersebut


membungkuk. "Semenjak kepergian Yang Mulia dan
Kaisar ke Benua Everland, saya tidak pernah melihat
Ibu Suri lagi."

"Tidak pernah melihatnya?" Lana bertanya,


memastikan sekali lagi telinganya saat ini sedang
tidak salah dengan dan pelayan perempuan itu
mengangguk.

"Benar, Yang Mulia."

735
Lana tertegun, ia lalu berlari tergesa-gesa menuju
ruang peristirahatan khusus para pekerja istana dan
mencari-cari keberadaan satu orang yang tak lain
dan tak bukan…

"Hestia! Dimana dia?" tanya Lana pada semua


orang yang ada disana.

Serena yang mendekat. "Hestia, dia tidak ada


disini." Lalu membungkuk. "Memberi salam hormat
kepada Yang Mulia."

"Kemana dia?"

Serena menggeleng. "Sudah sekitar seminggu


lebih dua hari Hestia belum kembali. Saya kira dia
sedang bersama Yang Mulia Kaisar dan tidak lagi
bekerja."

736
Alis Lana terangkat satu, ia bingung mendengar
penuturan Serena. "Cerita kejadiannya dari awal,
tolong."

"Malam itu Hestia dipanggil oleh Ibu Suri untuk


pergi ke rapat tertutup," pelan tapi pasti Serena
menceritakan segalanya sambil mengingat-ingat
sedangkan Lana menyimak intens.

"Ah, pasti karena itu Ibu memintamu membeli


barang yang tidak ada di Pasar kota." Batin Lana
berucap.

"Setelah malam itu saya tidak pernah melihat


Hestia lagi tapi, saya pikir Hestia sudah bersama
Yang Mulia Kaisar." Lanjut Serena menjelaskan dari
sudut pandangnya.

Merasa informasi yang didapatnya sudah cukup,

737
Lana meninggalkan ruang peristirahatan para
pelayan. Langkahnya mengambang hendak kembali
ke kamar namun ditengah perjalanan ia berpapasan
dengan Calix. Pria itu sedang membenahi sebuah
bungkusan kain hitam sambil membuang
pandangannya ke arah lain.

"Tuan Calix." Panggil Lana cukup lantang.

Deg!

Tak!

Karena terkejut, pegangan Calix terhadap


bungkusan kain tadi terlepas dan membebaskan
sesuatu mengerikan yang ada di dalam. Lana
menyadari hal itu dan segera melihat benda apa
yang menggelinding menuruni tangga lalu ia terdiam,
tersentak dalam keheningan.

738
"Maafkan saya." Calix langsung mengambil
langkah di depan Lana dan menutupi mata
perempuan itu dengan tangannya sedangkan
dagunya menginterupsi prajurit yang ada disekitar
untuk membungkus kepala tersebut lalu
membawanya pergi.

"Anda seharusnya tidak melihat itu, saya minta


maaf. Tolong lupakan."

Dengan cepat Lana menyingkirkan tangan Calix


dari matanya tetapi kepala tadi ternyata sudah
dibenahi dan Lana tidak mendapatkan apa-apa lagi
untuk dilihat.

"Milik siapa itu?" Lana bertanya. "Katakan


padaku."

Calix menggeleng. "Saya tidak bisa


memastikannya, hanya Yang Mulia yang tahu pasti

739
milik siapa itu. Saya tidak punya wewenang untuk
memberitahu sekalipun saya memiliki pendapat
sendiri." Ujarnya.

Ah, Lana mengerti. Ia tidak memaksa Calix tetapi


ada hal lain yang ia tanyakan. "Malam itu kau berada
disini, kan?"

Diam, Calix tertegun. "Apa maksud anda, Yang


Mulia?"

"Aku berangkat ke Everland malam itu sedangkan


kau berada disini. Katakan yang sebenarnya, apa
yang terjadi?"

"Yang Mulia, maaf. Saya..." Calix menggeleng, ia


tidak bisa mengkhianati Yohan dengan mengatakan
kebenaran sebab ada sumpah yang harus
diambilnya sebelum menerima posisi ini dan juga
Calix tahu kalau malam itu Yohan sengaja berangkat

740
lebih awal supaya Lana tidak mengetahui kengerian
yang terjadi di ruang pertemuan tertutup. "...harus
kembali bekerja sekarang."

"Aku tahu kau tak mungkin memberitahuku


semudah itu." Lana menyahut, membuat langkah
Calix yang akan menjauh tertahan.

"Sebaiknya anda tetap berada di istana dan


merawat Yang Mulia." Balas Calix lalu pergi.

Dalam bagian terakhir novel walau Hestia


mendapat ending bahagia, tetapi Yohan berbeda.
Pria itu menunjukkan kekejamannya secara terang-
terangan dihadapan masyarakat dan tega
memenggal orang-orang yang tidak mau mematuhi
peraturan yang telah ditetapkan olehnya.

Walau kisah cinta Hestia bahagia tetapi Yohan,


pria itu menjadi rusak. Dan sekarang apakah Lana

741
akan mendapat akhir yang sama? Walau Yohan
belum mengakuinya tetapi dari gelagat dan
perhatiannya, Lana peka jika pria itu memiliki rasa
terhadapnya.

"Aku harus menghentikannya!" Putus Lana tak


ingin Yohan menjadi tiran yang kejam dan tak
berperasaan terhadap rakyatnya sendiri. Itu
menyedihkan meskipun ada sisi memuaskan
tersendiri seperti orang-orang menjadi takut dan
lebih patuh karena masih ingin hidup.

Tidak, tidak. Lana menggeleng. "Ini masih belum


terlambat, lagipula aku perlu mencari tahu apa yang
terjadi malam itu dan kepala milik siapa itu."

Dengan tekad penuh Lana kembali ke kamar di


lantai atas, ia menaiki anak tangga dan bergegas
mendorong pintu kamar terbuka. Tadinya ia mengira
Yohan masih tertidur tetapi rupanya pria itu sudah
berada dalam posisi duduk ditepi ranjang dan

742
menatap ke arahnya, tepat begitu masing-masing
sisi pintu terbuka.

"Apa ini surga?" tanya pria itu padanya.

743
44. I Almost Die

Yohan sempat berpikir bahwa surga tidak akan


menerima kehadiran pendosa sepertinya tetapi
nyatanya sekarang dia malah bertemu Lana di dalam
surga, meski lebih mirip kamarnya dulu sewaktu
masih hidup di istana. Mungkin Tuhan berkata lain
dan memberinya kesempatan.

"Permaisuri..." karena itu Yohan berusaha bangkit


walau merasa sebagian besar tubuhnya sakit
kemudian sialnya baru melangkah dua kali, ia
terjatuh. Tersandung oleh kakinya sendiri.

Bruk!

Tubuhnya jatuh menghantam lantai dalam posisi


telungkup sehingga ekor matanya sedikit melihat ke
arah bawah kasur dan mendapati seekor hewan

744
kecil berwarna kecokelatan mendekat. Kedua
matanya membulat dan seketika Yohan sadar
bahwa ini bukan surga. SURGA MANA YANG
MEMILIKI KECOA?

"Yang Mulia, Kemarilah..." dengan cepat Lana


mengulurkan tangan dan berupaya membantu
Yohan bangkit tetapi pria itu hanya mendongak,
menatap ke arahnya lalu pingsan tiba-tiba.

"Eh?" Lana baru akan membantunya tetapi Yohan,


pria itu lebih dulu terkapar. Bagaimana sekarang?

"Baiklah, aku bisa mengurusnya." Lana menghela


nafas lalu bangkit sambil berancang-ancang akan
menarik tubuh Yohan tetapi seekor kecoa yang tadi
sempat bertatapan dengan Yohan mendadak keluar
dari bawah kasur dan merayap diatas tubuh pria itu.

Jelas saja Lana spontan memundurkan langkah

745
dan tersandung kaki hingga bokongnya mendarat
lebih dulu di lantai, menciptakan nyeri yang bisa
dibilang sangat menyakitkan. Untungnya tak ada
seorangpun yang menyaksikan.

"Aku heran mengapa banyak sekali hewan itu


disini? Kukira dia hanya ada di kehidupan lamaku."
Omel Lana tak habis pikir kemudian setelah kecoa
tadi pergi barulah dia mengangkat tubuh Yohan
untuk kembali diletakkan ke atas kasur.

Setelah berhasil dengan susah payah Lana


menempatkan dirinya duduk di tepi kasur tetapi
kemudian ia merasa haus dan memutuskan untuk
mengambil minum yang berada di tepi kasur tetapi
baru akan bokongnya terangkat sebuah tangan lebih
dulu mencengkram pergelangan Lana dan
menahannya.

"Permaisuri, jangan tinggalkan aku." Ucap Yohan


parau.

746
"Ehmm," dahi Lana berkerut. "Aku haus."

"Kita di surga. Mengapa kau masih merasa


haus?"

"Surga?" Lana semakin mengernyit heran. "Yang


Mulia, anda sedang sakit?"

"Aku sudah mati, kan?" tanya Yohan masih


dengan wajah datar tanpa ekspresi seperti biasa.

Lana meringis. "Kita masih hidup. Dan... kau baru


saja kembali dari Everland, kau tidak ingat?" tuturnya
mengira Yohan mungkin mengalami amnesia karena
benturan di suatu tempat.

"Aku belum mati?" tanya Yohan sekali lagi


sampai mengedipkan matanya berkali-kali guna

747
memperjelas pandangannya.

Lana menggeleng. "Kita masih sangat hidup dan


sehat, aku yang sehat. Kau tidak sehat." Ujarnya
meralat.

Dengan cepat Yohan mengubah posisinya


menjadi duduk sambil meringis. "Bukankah
seharusnya kau sudah mati, Permaisuri?"

Pertanyaan itu sukses membuat kening Lana


berkerut lalu Yohan mencoba menjelaskan kronologi
yang terjadi. Tentang kapal, rencana Harold,
Hujaman bertubi-tubi panah api, seluruh rombongan
prajurit dan pelayan yang habis terbakar di atas
kapal, dan segalanya.

"Aku tidak naik di kapal itu," jelas Lana singkat.


"Aku bersama orang-orang dari Raven, mereka
mengantarku kesini karena aku minta tumpangan

748
kapal dari mereka." Ia agak takut menjelaskan
karena mungkin Yohan akan marah atau
semacamnya tetapi nyatanya pria itu hanya menatap
dalam diam seolah sedang mencerna penjelasan
Lana.

"Maafkan aku." Celetuk Lana tak ingin


membebani pikiran Yohan yang sedang sakit setelah
mendengar cerita dari sudut pandangnya di hari itu.

"Tidak, tidak Permaisuri..." Yohan menggeleng,


matanya masih kelihatan sayu. "Kau tidak perlu
meminta maaf dan kurasa... aku cukup senang kau
tidak terbakar sampai mati."

"Orang-orang itu entah mengapa selalu punya


niat buruk terhadapku," Lana menghela nafas
dengan kepala terduduk lalu tiba-tiba Yohan
merengkuh tubuh kurusnya dalam peluk.

749
"Permaisuri..."

"Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"

Yohan menggeleng. "Tidak, tidak ada." Perlahan


ia lalu menarik diri dan berjalan pelan menuju lemari
pakaian.

"Kau akan pergi?" Lana bangkit menyusul pria itu


yang kini sedang memakai pakaian atas berupa
kemeja berwarna putih polos.

"Aku akan melakukan pertemuan, kau tetaplah


disini. Jangan pergi kemanapun lagi, Permaisuri."
Titah Yohan tak menerima segala jenis bantahan.
"Pertemuan? Kau sedang sakit." Lana mencoba
menahan kepergian Yohan tetapi pria itu
melepaskan tangan Lana dari lengannya.

750
"Kau lupa dengan ucapanku waktu itu,
Permaisuri?" Yohan mencoba membuat Lana ingat
lalu ia sendiri yang memperjelas. "Aku sudah lama
tidak merasakan sakit."

"Tapi--"

Brak!

Pintu kamar lebih dulu ditutup sebelum Lana


sempat selesai bicara bahkan Yohan juga sampai
menguncinya seolah benar-benar ingin memastikan
Lana tidak akan pergi kemanapun.

Sementara itu orang-orang penting yang tersisa


seperti Calix dan wakil panglima prajurit diminta
berkumpul ke ruang aula sekarang juga. Yohan telah
memutuskan untuk menutup akses Sirasea dari luar
dan dalam sehingga jika seseorang sudah masuk ke
wilayah ini tak akan ada kesempatan untuk keluar

751
begitupun sebaliknya.

"Yang Mulia, anda yakin keputusan ini bagus


untuk wilayah kita?"

"Sirasea adalah wilayah yang luas dan kaya akan


berbagai jenis sumber daya alam dan mineral, tidak
ada alasan bagiku untuk merasa takut." Pertegas
Yohan terhadap perintahnya dan baik Calix maupun
rekannya Eros menyetujui hal tersebut. Mereka
sama-sama mengangguk.

"Kumpulkan lima ribu orang ahli pembangunan


untuk mulai membangun tembok setinggi dua ratus
meter mengelilingi seluruh wilayah Sirasea dan buat
pengumuman pada masyarakat supaya mereka
mempersiapkan diri secepatnya. Semua akses
keluar dari wilayah ini akan ditutup dan seluruh
perjanjian dengan wilayah asing berakhir." Pinta
Yohan.

752
Calix dan Eros saling menatap mereka lalu
membungkuk hormat, pamit akan melaksanakan
perintah Yohan.

Hari itu cuaca mendung, saat seluruh masyarakat


mendengar pengumuman ditutupnya akses keluar
dan masuk ke wilayah Sirasea respon sebagian
besar orang panik dan cemas. Mereka sedih jika tak
dapat bertemu lagi dengan saudara atau sanak
keluarga yang tinggal di wilayah lain.

"Panglima, bagaimana mungkin hal seperti ini


terjadi? Artinya kami tidak bisa bertemu dengan
sanak saudara dari luar wilayah?"

"Pergilah dari wilayah ini jika tidak dapat


mengikuti aturan yang sudah ditetapkan." Balas
Calix dingin disertai tatapan tajam penuh peringatan
sehingga orang-orang disekitar perlahan mau tidak
mau menerima keputusan Yohan.

753
Mendapati kenyataan tersebut dari jauh Hestia
yang mendengar hal itu memutuskan untuk pergi
keluar dari wilayah Sirasea seraya merapatkan kain
yang digunakannya untuk menutupi kepala dan
sebagian wajah.

"Lebih baik aku pergi jauh dari tempat ini


daripada harus terjebak di dalamnya." Gumam
Hestia pelan, langkahnya mundur teratur lalu
perlahan ia memutuskan kabur saat orang-orang
tidak melihatnya. Lagipula ia merasa cukup malu
terus menerus berada di tempat ini dengan kondisi
wajah setengah cacat.

Dia berlari dengan sebelah kaki pincang, jahitan


lukanya baru saja berangsur kering tetapi ia sudah
memaksakan diri untuk lari.

"Tahan Hestia, tahan. Sebentar lagi---"

754
Bruk!

"Ugh!" seseorang yang muncul dari arah kiri di


hutan dekat perbatasan menubruk Hestia hingga
jatuh.

Gadis itu berdecak. "Gunakan matamu saat


berjalan!" dengan kesal Hestia bangkit kemudian
melanjutkan pelarian, sekilas ia melihat sebagian
besar kulit tangan dan kaki wanita itu memiliki luka
bakar.

Menyadari gadis tadi sempat melihat luka


bakarnya, wanita itu langsung menarik pakaiannya
untuk melindungi lengannya. Hampir sama seperti
Hestia, wanita itu juga menggunakan sebuah kain
tebal untuk menutupi hampir keseluruhan wajah dan
tubuhnya.

"Aku tidak boleh menyerah disini, a-a-ku... harus

755
segera menemui putriku! Dia... dia dalam bahaya
bersama pria itu... aku..." gumaman wanita tersebut
terjeda oleh batuk, ia lalu mempercepat langkah
gontainya berharap cepat sampai ke istana.

"Putriku, ibu... ibu akan membawamu pulang."


Lirih wanita itu.

756
45. No One Can Touch Her

"Permaisuri, anda diminta segera bersiap oleh


Yang Mulia." Seorang pelayan memberitahukan hal
tersebut pada Lana dari luar pintu, sudah jelas sejak
pagi ia dikunci oleh Yohan dan sampai sore
menjelang malam pria itu tak kunjung datang.

"Tunggu!" seru Lana sambil menggedor pintu


dengan keras. "Kau tahu dimana Kaisar sekarang!?"

"Beliau akan menjemput anda ke sini segera


setelah siap, anda punya waktu satu jam untuk
mandi dan berpakaian."

"Tidak, maksudku... setidaknya tak bisakah kau


buka ganjalan pintu ini dari luar!?" seru Lana
bertanya dan pelayan itu menolak lalu pamit pergi.
"Maaf, saya tidak bisa."

757
"Jawaban yang sesuai dugaan." Lana cemberut,
ia merasa panas jadi mungkin sebaiknya mandi dulu
dan berganti pakaian ada benarnya lalu bicarakan
segalanya pada Yohan.

Termasuk alasan mengapa pria itu


mengurungnya di dalam kamar sendirian, memang
sih makan dan minum sudah tersedia. Ada pintu
kecil tersendiri yang bisa digunakan untuk
memasukan makanan ke dalam, persis seperti
tahanan kejahatan saja.

Sekitar satu jam setelahnya terdengar suara


ganjalan pintu kamar dibuka dari luar, pintu didorong
ke dalam dan Yohan berdiri tepat di tengah-tengah.
Menyambut Lana dengan senyum yang sangat amat
tipis dan kecil bahkan hampir tidak terlihat seperti
seseorang yang mencoba memberi kesan ramah
pada lawan jenis.
"Yang Mulia!" seru Lana bergegas menghampiri

758
tetapi sebelum ia sampai pria itu lebih dulu
menangkap tangannya kemudian ditarik hingga
tubuhnya jatuh ke dalam pelukan Yohan.

"Terimakasih telah memelukku, Permaisuri."


Ucapan pria itu untuk pertama kalinya terdengar
hangat walau tak sesuai kenyataan.

"Bukankah kau yang menarik-ku, Yang Mulia?"

"Sssttt," seraya mengusap-usap puncak kepala


Lana pelukan Yohan mengerat. "Aku
mengundangmu untuk makan malam, hanya kita
berdua."

"Yang Mulia, boleh aku tanyakan sesuatu?"

"Tidak boleh."

759
Lana menggigit bibir bawah, Yohan sudah
menolak tetapi ia tetap keras kepala dan bertanya.
"Kemana Ibu?"

"Aku mengirimnya ke neraka." Mustahil Yohan


menjawab demikian jadi, sambil tersenyum ia
berkata. "Ibu sedang liburan, dia kembali ke wilayah
asalnya untuk merawat saudara kandungnya yang
sedang sakit."

"Begitukah?"

"Ya, dia akan pulang setelah tiga bulan." Lanjut


Yohan berbohong sebab sampai matahari terbit dari
barat sekalipun Yurisia tidak akan pernah pulang.

"Syukurlah, ternyata dugaanku tidak benar."


Celetuk Lana.

760
"Dugaanmu?" alis Yohan terangkat sebelah
seraya merangkul Lana dia membawa gadis itu
keluar dari kamar menuju paviliun belakang. "Apa
yang kau duga?"

"Kupikir kau telah menghilangkan atau


melakukan pelenyapan pada ibu---eh!" sadar
mulutnya keceplosan, Lana segera menampar
bibirnya refleks.

"Uh, maksudku..."

Yohan tersenyum. "Sekalipun aku melenyapkan


ibu atau orang lain aku tak akan pernah melakukan
itu padamu, Permaisuri."

"Aku tidak suka jika kau sungguh melakukannya,"


langkah Lana terhenti, Yohan menatapnya. "Kepala
siapa yang kau bawa ke sini?"

761
"Kepala? Apa maksudmu?" Yohan sengaja pura-
pura tidak tahu, "kau pasti hanya salah lihat saja,
Permaisuri."

"Aku melihat bungkusan yang dibawa Calix,"


ungkap Lana. "Itu sebuah kepala, Yang Mulia."

"Selagi itu bukan kepalamu, itu tidak penting


bagiku." Ujar Yohan menatap horor pada Lana
sambil mengusap puncak kepala gadis itu lalu turun
membelai pipinya, "jadi, jangan membuatku kesal
dengan terus bertanya. Mengerti?"

"Yang Mulia," decak Lana. "Kau tidak bisa seperti


ini."

"Aku... tidak bisa? Tentu bisa, aku seorang Kaisar


dan tidak ada seorangpun yang bisa mengalahkanku,
semua yang kuingin harus kudapat dan semua yang
berani menantangku harus terpenggal kepalanya."

762
"Yang Mulia, sadarlah!" seru Lana mencoba
mengingatkan. "Kau tidak bisa begini..."

"Permaisuri, selama aku baik padamu dan


selama kau mematuhiku maka kau akan aman disini.
Kau tidak perlu memikirkan takdir atau nasib
seseorang."

"Yang Mulia, aku tak ingin suatu hari kau menjadi


Kaisar berhati dingin tanpa belas kasihan bahkan
kepada rakyatmu sendiri."

"Permaisuri," Yohan menggunakan hela nafasnya


sebagai jeda. "Aku---"
"Aku tidak akan bicara padamu lagi jika kau
melakukannya!" ancam Lana merasa sudah saatnya
yang tepat untuk menggunakan senjata andalan
yakni silent treatment.

763
"Permaisuri, jangan seperti itu..." Yohan berusaha
membujuk terlebih ketika Lana membelakanginya.
"Baiklah, aku tidak akan berubah menjadi seperti itu."

Lana menepis tangan Yohan dari wajahnya,


membuat pria itu sedikit meringis frustasi lalu
memegang masing-masing sisi bahu Lana dengan
lembut dalam upayanya membujuk agar Lana
menarik kembali ucapannya.

"Permaisuri, aku minta maaf...?" ujar pria itu


mengalah untuk pertama kali dalam hidupnya.

"Berjanjilah kau tidak akan pergi kemanapun,


Permaisuri. Tidak boleh ke alam baka tanpa seizinku
juga, kau berjanji?"

Yohan mengambil satu langkah di depan Lana


sambil memainkan ujung rambut perempuan itu di
antara jemarinya.

764
"Bagaimana mungkin aku mengambil janji
semacam itu?" Lana mengerutkan dahi, ia heran lalu
menghela nafas. Benar juga, ini Yohan dan segala
tingkah gilanya.

"Permaisuri, kau ingin aku memintanya sambil


mencium kakimu?" seringai kecil muncul di bibir
Yohan, ia mendekatkan bibirnya ke leher Lana lalu
sedikit membubuhkan kecupan nakal disana. "Itu
hanya bisa dilakukan saat kita berdua saja di dalam
kamar tidak dilorong seperti ini. Jika kau ingin
mungkin aku sangat bisa menunda makan---"
"Tiba-tiba aku menjadi sangat lapar, Yang Mulia."
Lana menjauh seraya menyembunyikan wajahnya
yang memerah. "Aku... aku ingin makan malam
bersamamu."

"Maka berjanjilah sekarang, aku menunggu."


Deheman kecil menjadi akhir dari kalimat Yohan, pria
itu tersenyum sambil menciumi ujung rambut Lana.

765
"Aku berjanji."

"Apa janjimu?"

"Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu."

"Apapun yang terjadi?"

"Apapun."

"Aku senang mendengarnya, Permaisuri."

"Bukankah kau masih sakit?"

Yohan mengerling genit. "Aku sembuh dalam


satu menit. Luka fisik tak berarti bagiku."

766
"Kau sungguh tidak mau memberitahuku apa-
apa?" Lana kembali bertanya memastikan dan
Yohan lagi-lagi mengangguk.

"Tidak ada hal yang perlu kau ketahui tentang itu.


Jika kau bertanya tentangku maka jauh lebih baik
dan sudah pasti akan selalu kujawab."

"Yang Mulia--"

"Terakhir cobalah untuk lebih akrab denganku


Permaisuri." Potong Yohan cepat seraya mencubit
gemas pipi Lana.

"Kau... sungguh tidak akan menyakiti siapapun,


kan?"

"Tidak akan." Sahutnya mencoba menyakinkan

767
Lana walau perempuan itu tetap menatap curiga
tetapi pada akhirnya luluh juga.

Mereka berdua lalu makan bersama di paviliun.


Tak ada adegan romantis saling menyuapi atau
adegan konyol seperti terakhir kali. Acara makan
malam itu benar-benar terasa sepi namun sesekali
cukup mencekam ketika Lana menyadari Yohan
terus memperhatikannya.

"Mengapa kau terus memandangku?"

"Karena aku memiliki mata."

"Aku tahu, tapi..."

Yohan menggerakkan dagunya terangkat,


mengkode Lana dengan pertanyaan seperti 'apa?'
tetapi perempuan itu memilih bungkam dan lanjut

768
makan. Alhasil Yohan pun melakukan hal serupa
yakni lanjut menatapnya, semakin intens malahan.

"Kau sudah selesai?" tanya Yohan begitu Lana


meletakan sendok dan garpunya di atas piring. "Kau
tidak makan makanan penutupnya?"

"Kau hanya makan dengan porsi sedikit,


Permaisuri." Komentar Yohan cerewet persis seperti
ibu yang sedang menginterogasi anaknya.

"Setidaknya aku makan tak seperti dirimu."

"Aku?" tunjuk Yohan pada dirinya sendiri. "Kenapa


aku?" lalu tatapan Lana tertuju ke arah makanan
dalam piring pria itu yang mungkin terhitung paling
banyak disentuh tiga suap saja.

"Oh, aku tidak begitu lapar karena terus-menerus

769
mencium aroma herbal yang membalut lukaku." Ujar
Yohan menjelaskan singkat.

"Kalau begitu boleh aku kembali ke kamar?" Lana


bangkit dari kursi dan Yohan melakukan hal yang
sama.

Tangan Yohan segera terulur seraya berucap.


"Aku akan mengantarmu, Permaisuri."

Menerima uluran tangan Yohan, Lana kembali ke


dalam istana bersama pria itu tetapi di dekat anak
tangga Calix datang dan menghentikan langkah
keduanya.

"Ada seseorang, Yang Mulia." Raut muka Calix


terlihat was-was, Lana menyadarinya tetapi Calix
langsung menunduk seolah menghindar.

770
"Siapa?"

Calix tidak segera menjawab, tatapannya


mengarah pada Lana lalu menunduk lagi seolah
sedang bermain kode dengan Yohan.

"Permaisuri, kembalilah ke kamarmu terlebih


dahulu." Seolah menangkap maksud dari kode yang
diberikan Calix, Yohan meminta Lana kembali duluan.
"Aku menyusul nanti."

"Apa yang mereka bicarakan?" Lana membatin


sambil terus berjalan mendaki anak tangga.

Yohan sudah pasti mencintainya, itu terlihat dari


sikapnya yang terkadang hangat dan menyeramkan
di satu waktu yang bersamaan akan tetapi sungguh
tidak ingin pria itu menjadi Tiran yang mengerikan.

771
"Mengapa kau bersikap begitu pada Permaisuri?"

Calix menunduk. "Maaf, sebaiknya anda melihat


dulu siapa yang datang."

"Baiklah, bawa aku padanya." Ucap Yohan seraya


menyugar rambutnya kasar lalu berjalan mendahului
Calix menuju ruang pertemuan pribadi istana.

Di sisi lain dalam ruangan itu seorang wanita


menunggu dengan harap-harap cemas. Eros,
rekannya Calix, diminta untuk menjaga dan
mengawasi wanita itu. Tidak boleh sampai kabur
atau berkeliaran di lorong istana.

"Dimana putriku?" wanita itu bangkit dari duduk.


"Bukankah temanmu bilang akan memanggilkan
putriku ke sini?"

772
"Bersabarlah, Nyonya." Eros menjawab datar. "Dia
berjalan menggunakan kaki bukan terbang memakai
pesawat."

"Aku ingin menemui putriku!"


"Aku tahu, kau sudah mengatakannya lebih dari
sepuluh kali tapi ini istana bukan pasar. Kau tidak
bisa bertingkah seenaknya."

"Bohong!" wanita itu mulai kehilangan kendali


atas dirinya dan memukuli Eros tetapi ditahan oleh
pria itu dengan memegang masing-masing kedua
pergelangan tangannya. "Sesuatu pasti telah terjadi
pada putriku! S-setidaknya kembalikan dia padaku!
Kembalikan putriku!"

"Putrimu akan segera ke sini, tenanglah!" bentak


Eros mulai kehilangan kesabaran.

Wanita lantas beringsut menarik diri dan berhenti

773
mengamuk pada Eros selagi menunggu putrinya
datang ke sini dengan penuh perasaan cemas.

Kriet~
Pintu di belakangnya terbuka, seolah seperti
mendapat mimpi durian runtuh saat wanita itu
langsung berbalik dengan senyum sumringah lebar
tetapi ketika melihat siapa yang muncul dari balik
pintu senyumannya luntur seketika.

"Oh, kau?" Yohan nampak tidak terkejut


mendapati penampilan mengerikan dari wanita
tersebut dengan keseluruhan wajah dipenuhi luka
bakar mengering. "Ibu mertua, kau tak merasa malu
datang dengan penampilan seperti ini?"

Deg!

"Kalau aku jadi kau lebih baik aku mati daripada


harus membuat orang lain mual hanya dengan

774
melihatku." Sarkas Yohan sadis.

"Kau penjahat!" maki wanita tersebut seraya


memeluk dirinya sendiri, merasa ketakutan dan
terancam.

"Manusia biadab! Kembalikan putriku!


Kembalikan dia padaku! Pria sinting! Kau ingin
membunuhnya juga seperti membunuh suamiku dan
seluruh rakyat wilayahku!?"

"Eros," sorot mata Yohan beralih pada wakil


Panglima Perangnya yang langsung menundukkan
kepala begitu namanya disebut. "Bukankah sudah
kusuruh kau memastikan semuanya hangus malam
itu?"

"Kau benar-benar orang jahat! PENJAHAT!" seru


wanita tersebut sambil menangis.

775
Eros meneguk ludah susah payah untuk sekedar
merespon pertanyaan Yohan. "M-maafkan saya,
Yang Mulia. Saya telah melakukan kelalaian."
"Ya, sangat fatal." Kembali menatap wanita itu
Yohan lalu memerintahkan tanpa sedikitpun belas
kasihan dalam hatinya. "Jebloskan dia ke penjara
bawah tanah. Aku tak ingin wanita ini membuat
keributan apalagi sampai bertemu dengan
Permaisuri. Kurung dia di sel paling dalam!"

Lalu Yohan mencengkram lengan wanita itu


dengan kuat. "Jika sampai kau berani muncul lagi di
hadapanku maka dengan tangan ini akan kuhabisi
dirimu." Ancamnya sambil menunjukan tangan
kanan.

"AKU TIDAK PEDULI!" balas wanita itu lantang


dengan tatapan mengerikan tak kalah sengit. "Akan
kutemui putriku bagaimanapun caranya walau harus
mempertaruhkan nyawaku sendiri, tetap akan
kubawa pergi dia dari sini!"

776
Plak!
"Akhh! Kau pria bejat!" ringisan kencang
terdengar setelah wanita itu menerima hadiah
tamparan di pipi kanan sampai tubuhnya tersungkur
ke lantai.

"Tidak ada seorangpun yang boleh


menyentuhnya tanpa seizinku bahkan Tuhan!" seru
Yohan lantang disertai tatapan tajam yang
membuktikan kalau sampai saat ini, seterusnya, dan
selamanya Lana akan selalu berada di bawah
kurungan tak kasat mata miliknya.

777
46. Last Page

Penjara itu gelap, dingin, dan menakutkan. Yohan


sendiri yang mengunci sel terdalam di ruang bawah
tanah istana, memastikan wanita yang merupakan
ibu dari sang istri benar-benar dijebloskan masuk ke
dalam sana.

"Tak ada yang bisa mengambil dia dariku." Ujar


Yohan menekankan sekali lagi, memperingatkan
wanita itu yang sempat berkata ingin membawa
Lana pergi dari tempat ini. "Selangkah dia keluar,
akan ku bunuh dia dengan kedua tanganku."

"Hiks... mengapa kau sangat jahat padaku?


Mengapa kau tidak melepaskannya? Mengapa!?"
Sesenggukan wanita itu memekik kencang entah
kesakitan entah kesal, semuanya bercampur
menjadi satu dan meledak.

778
Yohan mendekat ke arah sel, mencengkram
salah satunya dengan kencang. "Dengar, jika kau
berani berulah maka aku bisa saja membunuhnya.
Aku bisa membunuh kalian berdua."

"KENAPA!? KENAPA KAU MELAKUKAN INI PADA


KAMI?" teriak wanita tersebut emosi.

Perlahan kepala Yohan menjauh, menarik dirinya


dan kembali tegap. "Karena selamanya putrimu
harus tinggal bersamaku, selamanya."

"TAPI KENAPA KAU HARUS MENGHABISI KAMI?


SUAMIKU? RAKYATKU!"

"Karena kalian berpotensi mengambilnya dariku."


Sahut Yohan datar, tetapi sungguh ia tak bisa
membiarkan ada sedikitpun celah bagi orang lain
untuk membawa Lana pergi darinya.

779
"AKU PASTI AKAN MEMBAWA PUTRIKU PERGI
DARI SINI!" wanita itu berseru lagi sehingga
kekesalan Yohan yang sempat reda mendadak naik
lagi.

"Calix!" seru Yohan memanggil Panglima


sekaligus kaki tangan kepercayaannya itu.

"Ya, Yang Mulia?" segera Calix menunduk


menunggu perintah lanjutan dari Yohan.

"Aku berubah pikiran," tangan Yohan terkepal


sampai tonjolan urat-uratnya seperti akan meledak.
"Kubur dia hidup-hidup dalam tembok, aku muak
mendengar suaranya!"

"PRIA JAHAT! KAU KEJAM! KAU BIADAB! SUATU


HARI KAU--"

780
Yohan menoleh cepat dengan tatapan tajam,
membuat wanita itu bungkam seketika karena
merasa terintimidasi dan ketakutan. "Biarlah
hukumanku menjadi urusanku dengan Tuhan,
manusia sepertimu tidak layak menasehatiku."

"Putri kami setuju, jika kami setuju maka dia


setuju."

Yurisia mengerutkan alis. "Bukankah sebaiknya


aku bertemu dengannya terlebih dahulu?" wanita
dihadapannya ini terkesan mencurigakan walau
ramah, "dimana putrimu?"

"Dia setuju." Jawab wanita tersebut tak sesuai


dengan pertanyaan yang diajukan oleh Yurisia selaku
calon besan yang mengirimkan lamaran pada putri
wanita tersebut.

"Tetap saja, aku harus melihat--"

781
"Dia sangat cantik tanpa ada cela cacat
sedikitpun, dia juga pendiam dan patuh, kau bisa
membawanya segera setelah membayar mahar
yang kutetapkan."

"Aku harus melihat--"

"Mengapa anda meragukan saya, Yang Mulia Ibu


Suri? Sudah pasti saya tidak akan berani
membohongi atau menipu Anda barang sedikit. Saya
sudah bilang anak perempuan saya sangat cantik,
dia indah bak bunga teratai yang baru mekar."

Meski ragu pada akhirnya Yurisia setuju untuk


membayar sejumlah besar mahar terlebih dahulu.
"Besok kereta kuda Istana akan datang, persiapkan
keberangkatan putrimu. Kau tidak perlu datang."

"Tentu saja, aku sendiri yang akan

782
mendandaninya." Wanita itu tersenyum, "dia putriku
yang paling berharga. Omong-omong bukankah
Kaisar ada disini?"

"Dia datang untuk menemui putrimu bukan


dirimu."

"Ah, maafkan aku Yang Mulia. Setelah membayar


mahar, dia menjadi milik anda. Jangan khawatir,
saya membesarkannya dengan sangat baik."

Yurisia mengangguk. "Aku pamit." Ia berbalik dan


menuruni tangga lalu masuk ke dalam kereta kuda,
tempat dimana putranya menunggu di dalam.
"Dia melarang kita menemui putrinya, kau akan
bertemu dengannya di hari pernikahan. Kau tidak
keberatan kan, Yang Mulia?"

"Aku tidak keberatan."

783
"Jelas-jelas kau menjual putrimu pada kami lalu
tiba-tiba kau ingin mengambilnya kembali?" Yohan
tersenyum sinis, tatapan kesalnya mengarah pada
wanita itu sebelum ia kembali ke dalam istana dan
mempercayakan sisanya pada Calix.

Tetapi di ujung tangga tanpa diduga terdapat


Lana yang rupanya mengurungkan diri untuk kembali
dan malah berakhir mengikuti Yohan sampai ke sini.

"Permaisuri, makin sedikit yang kau ketahui


makin baik." Yohan lebih dulu berkata sebelum Lana
sempat membuka suara.

"Bagaimana jika aku pergi sendiri?"

"Kau tidak akan bisa." Kekeh Yohan seraya


mengusap rambut panjang Lana, memainkan ujung
diantara jemari seperti biasa. "Dunia luar sangat

784
berbahaya dan aku akan menjadi salah satu bahaya
yang akan memburumu sampai mati jika kau berani
melakukan itu."

"Ini tidak benar..." Lana mengepalkan tangannya


sendiri, menyimpan sisa nyalinya di dalam sana.

"Ini benar, selagi kau bersamaku tidak akan ada


yang kuhancurkan." Ucap pria itu menegaskan.

"Tapi, ibu--"

Yohan mendesis samar, "Dia ingin mengambilmu


dariku, Permaisuri." Membayangkan hidupnya tanpa
Lana saja sudah membuat sengsara.

"Dia ingin memisahkanmu dariku dan aku tidak


menyukainya." Terus pria itu berkata seolah hendak
mempengaruhi isi pikiran Lana seraya mengusap

785
sisi lehernya kemudian mendekat, mendaratkan satu
kecupan ringan diatas bibir perempuan itu.

"Kau menghabisinya."

"Itu bukan menghabisi," Yohan menggeleng kecil,


samar ia bicara lagi. "Aku membantunya masuk
surga."

"Dengan segala dosa yang dimilikinya,


bagaimana mungkin dia bisa mencapai surga? Jadi,
aku aku sedikit berbaik hati padanya." Pria itu
berkata tanpa menunjukkan penyesalan sedikitpun,
dia malah tersenyum senang seolah baru saja
melakukan kebaikan sungguhan.

"Anggaplah aku membelimu darinya, bukankah


jika ingin pertukaran kembali dia harus membawa
jumlah yang sama?" senyum sinis Yohan semakin
melebar. "Dia datang dengan penampilan yang

786
membuat mataku sakit, bagaimana aku tidak kesal?"

Lana terdiam.

"Setelah mendengar semua ucapanku apa kau


yakin masih ingin melarikan diri?"

"Jawab aku, Permaisuri!" Diraihnya lengan Lana


dan dicengkeram cukup kuat sehingga pandangan
Lana sepenuhnya mengarah pada mata Yohan.

"Kau tidak akan meninggalkanku, kan?"

Mendapati Lana tak kunjung menjawab, Yohan


mendesak lagi dengan pertanyaan lain. "Permaisuri,
kau tidak akan melakukannya, benar?"

"Aku bisa saja mencoba segala kemungkinan

787
untuk lari dari tempat ini, tetapi Yohan meskipun dia
jahat... dia memperlakukan aku sebagai Lana
dengan cukup baik, kurasa. Lagipula tidak ada
jaminan jika aku kabur aku tidak akan tertangkap
dan kalau tertangkap aku pasti mati." Lana berucap
dalam hati selagi Yohan menunggu jawaban darinya,
pria itu terus menatap seperti anak anjing
menggemaskan. "Mungkin benar satu-satunya jalan
terakhir adalah damai."
"Aku hanya perlu patuh maka pria di hadapanku
ini akan memberikan alam semesta dan seisinya
padaku."

"Permaisuri?" suara lembut Yohan kembali


menerpa telinga Lana. "Apa jawabanmu?"

Lana menggeleng. "Aku tidak akan pernah pergi


darimu."

Segera setelahnya senyum manis Yohan


terkembang di bibir. Satu tangannya dengan cepat

788
merangkul pinggang Lana, bermanja dengan
perempuan itu di sepanjang jalan menuju kamar.
Kekhawatirannya tentang kepergian Lana seketika
hilang.

Mengubah seseorang bukanlah hal yang mudah,


ini seperti mencoba untuk membelot dari takdir yang
tertulis jelas dan Lana tidak bisa sepenuhnya
melakukan hal itu. Setidaknya hidupnya sudah lebih
baik sekarang, ada Yohan disisinya tetapi untuk
mengubah sifat dan sikap pria itu menjadi lebih baik
nampaknya mustahil.

"Yohan Haze, penjahat sekaligus tokoh utama


ditulis oleh penulis sinting dan lebih sinting lagi
karena aku harus masuk ke dalam novel itu." Lana
menatap pria yang berjalan tepat di sebelahnya,
mereka sedang menaiki anak tangga menuju lantai
atas. Lebih tepatnya, kamar mereka.

"Realistis saja aku bukan orang yang ingin

789
berlagak sok pahlawan dan menyelamatkan semua
orang. Itu bukan tipeku. Aku ingin seminim mungkin
terlihat masalah tetapi orang-orang sialan itu... aku
tahu jika kisahku ditulis dalam buku maka yang
paling banyak mendapat hujatan adalah aku."

Lana mendelik lalu lanjut mengomel dalam hati.


"Mengapa tidak mereka saja yang datang ke sini dan
gantikan aku? Sejak awal niatku tidak ingin menarik
perhatian Yohan, pria gila sinting yang sedang
merangkul pinggangku saat ini. Aku ingin
mempermudah alur tetapi Yohan menyukaiku walau
tidak ada pernyataan langsung, tetapi perasaannya
membuat nasibku berubah. Hestia dan tokoh lain
masih seperti boneka karena mereka adalah jiwa
asli dari cerita, mereka akan berusaha mati-matian
untuk kembali seperti alur asli namun sayangnya
gagal."

"Permaisuri." Tiba-tiba langkah Yohan berhenti,


wajahnya mendekat pada wajah Lana. Sangat
dekatttttt sekali, lalu dia berbisik. "Kabur sama

790
dengan mati."

"Yang Mulia, ada satu hal yang masih mengganjal


di hatiku sampai saat ini." Lana memberanikan diri
menyuarakan isi hatinya pada Yohan saat ini.

"Apa itu? katakanlah."


"Waktu pertama kali aku memintamu
menceraikanku, mengapa kau tidak merespon?"

Yohan menghela nafas cukup panjang,


menandakan ia sangat malas menjelaskan hal yang
dirasa tidak begitu perlu dan penting tetapi Lana
menatapnya dengan tatapan anak anjing yang
membuat Yohan jadi ingin memakannya sekarang.

"Aku hanya merasa seperti sudah menjalani


hidup yang sama berkali-kali, aku merasa seperti
jalan hidupku sudah ditentukan seperti boneka.
Perasaan seperti telah melakukan hal yang sama

791
berulang tetapi kemudian akhirnya aku berhenti
merasakan itu di hari pernikahan ketika kau menarik
pakaianku sampai robek."

"Eh..." Lana langsung membuang wajah ke arah


lain karena malu. "Aku tidak sengaja."
"Entah sengaja atau tidak tapi sejak itu aku
merasa berbeda, maksudku... aku tidak bisa
menebak apa yang akan terjadi di hari berikutnya."

"Ah, deja vu?" celetuk Lana.

"Apa itu?" Dahi Yohan sampai berkerut


mempertanyakan ucapan sang istri.

"Deja vu adalah perasaan kita mendadak merasa


seperti sudah pernah melakukan suatu hal yang
sedang kita lakukan di masa lalu." Jelas Lana
seadanya dan Yohan mengangguk, sependapat
dengan kosakata asing yang perempuan itu pakai.

792
"Apapun pengertian tentang itu yang terpenting
aku sudah tidak merasakannya lagi sekarang."
Perasaan lega itu ikut terasa oleh Lana, meskipun
Yohan sangat kejam tetapi rupanya pria itu juga bisa
merasakan betapa monotonnya kehidupannya
selama ini. Berpacu pada alur cerita.

Well, jika ada pertanyaan bodoh seperti mengapa


Hestia bisa ada di ruang pertemuan istana dengan
statusnya yang hanya pelayan kasta rendah? Oh, kau
bodoh? Sudah jelas Lana hanya masuk ke dalam
alur cerita dari sebuah novel maka sudah pasti
kehidupan yang ada di dalamnya akan berjalan
sesuai dengan narasi yang penulis karang.
Sesederhana itu.

"Karena itu..." Yohan tiba-tiba mengambil satu


langkah mundur menuruni anak tangga kemudian
berlutut di hadapan Lana seraya mengecup
punggung tangan kanan gadis itu lama. "Bagiku

793
hanya ada tiga hal penting mulai sekarang; harta,
tahta, Permaisuriku Lana. Akan kuhabiskan seluruh
sisa hidupku hanya untuk bersamamu saja."

794
Epilog 🔞
"Sshhh..."

"Ahhh!"

"Yohann!" erang Lana hendak mencapai


pelepasan pertamanya pada permainan malam ini.

Saat ini Yohan tengah menghimpit tubuh Lana ke


dinding seraya menghujam miliknya yang panjang
dan besar dengan brutal, membuat kelembutan milik
wanita itu berkedut dan memerah.

"Ahh... Yohan..."

"Sedikit lagi." Yohan memberi aba-aba, ia sudah


tiga puluh menit bertahan tanpa ejakulasi dan

795
miliknya sudah sangat kencang sekali. Membesar
dan memanjang dari ukuran semula.

"Ah! Permaisuri~ bagaimana bisa kau senikmat


ini?"

Lana kembali mengerang, perutnya mulai kram


menandakan ia sendiri hampir sampai sedikit lagi.
Dengan hawa panas yang terasa semakin
bertambah, Lana mengepalkan tangannya erat
menunggu Yohan memberi aba-aba berikutnya
supaya mereka bisa meledak bersama.

"Aku akan keluar..." pria itu sudah memberitahu


dan hujamannya pun mengencang, kencang sekali
sampai memenuhi seluruh penjuru isi kamar.

"Yohan, aku..."
"Bersama-sama!"

796
Selang beberapa detik milik Yohan dan milik Lana
menyembur banyak di waktu yang sama. Lelehan
cairan keduanya beradu, mengalir keluar lewat celah
penyatuan pusat tubuh mereka di bawah.

Lalu dengan cepat Yohan menggendong Lana


dan menempatkan perempuan itu duduk di tepi
kasur setelah mencabut miliknya.

"Ini menakjubkan." Komentar Yohan seraya


menyugar kasar rambutnya ke arah belakang.

Lana masih terengah, dia mengira ini sudah


berakhir tetapi tiba-tiba Yohan melebarkan kakinya
dan menempatkan mulutnya melumat pusat tubuh
Lana serta memainkan lidahnya di bagian lubang
kecil kenikmatan milik perempuan itu.

"Aaah~!"

797
Sisa-sisa lelehan pelepasan Lana mengalir keluar
dan langsung dihisap habis oleh Yohan, pria itu
rakus sekali. Entah apa yang membuatnya jadi
sangat mesum, Lana tidak mengerti tapi dari seluruh
novel dewasa yang dibacanya semua pria normal
pasti begitu. Nafsu, seks, segalanya.

"Permaisuri, bersihkan dirimu." Ujar Yohan


berangsur bangun. "Maaf, aku tidak bisa menemani.
Ada pertemuan penting."

Lana mengangguk. "Hati-hati!"

"Pertemuan itu hanya di aula istana, akan


kubersihkan diriku terlebih dahulu. Kau bisa istirahat
dulu." Yohan berkata lagi kali ini sambil mengusap
puncak kepala Lana lembut.

798
"Boleh aku ikut?" tiba-tiba saja Lana menjadi
dekat dengan Yohan, ya mungkin sekitar sebulan
setelah pernyataan cinta yang tidak bisa ia klaim
sebagai pernyataan cinta juga sebenarnya.

"Aku segera kembali, tetap disini." Yohan tak


sependapat dan menolak permintaan Lana. "Akan
ada banyak pria disana, aku tidak suka jika mata
mereka memandang ke arahmu."

"Ah, aku mengerti." Pada akhirnya Lana memilih


mengalah dan tidak memaksa lagi sebab seperti
yang Yohan katakan, pria itu akan kembali.
Setelah Yohan mandi dan berganti pakaian, dia
pergi mengunci Lana sendirian di kamar. Rasanya
hal itu sudah seperti kebiasaan bagi Yohan untuk
selalu memastikan Lana berada dalam
jangkauannya bahkan sekarang melalui balkon Lana
bisa melihat tembok tinggi yang menjulang di
perbatasan Sirasea.

799
Akses menuju Sirasea nyaris tidak ada, tetapi
Lana mendapatkan segalanya disini. Pakaian,
makanan, kehangatan, dan Yohan. Dapatkah Lana
menyebutnya begitu?

Yohan bukan sebuah keberuntungan melainkan


ketakutan tetapi Yohan adalah satu-satunya orang
yang siap menyerahkan nyawanya hanya untuk
melindungi Lana namun sebaliknya jika Lana tidak
patuh maka tanpa segan tanpa ragu Yohan akan
menghabisinya.

Tidak sulit bagi Lana untuk membiasakan diri,


latar belakangnya sebagai gadis introvert di
kehidupan sebelumnya membuat Lana terbiasa
pada kesunyian dan tidak terlalu suka bergaul
dengan banyak orang.

Setelah cukup lama mengumpulkan niat, Lana


memutuskan untuk membersihkan diri dari sisa-sisa
kegiatan panasnya dengan Yohan tadi. Setelah itu

800
dia dia menunggu sampai Yohan kembali
membukakan pintu satu jam setelahnya.

"Permaisuri..." senyum hangat tipis Yohan


menyambut Lana, pria itu beringsut mendekat lalu
memberitahu. "Seorang gadis desa bersama Claire
datang atas perintah Calix, apa benar kau yang
memintanya bekerja sebagai pelayan disini?"

"Itu benar." Lana mengangguk. "Sudah lama aku


memintanya kesini. Apakah boleh?"
"Tentu. Dia sedang diperiksa dan dibawa untuk
berganti pakaian baru setelahnya dia resmi menjadi
pelayan pribadimu."

"Bagaimana pertemuannya?"

"Cukup bagus, hanya memberi pengertian pada


kepala wilayah lain seperti Duke dan gelar di
bawahnya untuk lebih tegas kepada rakyat yang

801
masih mencoba melewati batas tembok." Papar
Yohan menceritakan singkat.

"Yang Mulia... sebenarnya mengapa kau


membangun tembok setinggi itu?"

"Agar tak ada seorangpun yang masuk dan keluar


dari wilayah ini. Sirasea tidak perlu kerja sama
dengan wilayah dari benua lain atau apapun." Tegas
Yohan menjawab.

"Tapi, bukankah ada banyak kerugian yang timbul


dari perdagangan dan--"

"Wajahku peduli?"

Lana menggeleng. "Sama sekali tidak."

802
"Maka itulah yang terjadi." Sahut Yohan
menyeloroh.

"Mari lupakan tentang pertemuan, tembok, dan


apapun." Yohan menghela nafas, wajahnya terlihat
lelah lalu ia merangkak mendekati Lana dan
berbaring disebelah perempuan itu sambil
memeluknya dari samping.

"Mari bahas soal kita saja." Pintanya malas


berpikir banyak.

Sementara itu di tempat lain tepatnya di desa,


Cassia nampak sedang menyiram bunga-bunga
yang tumbuh di depan rumah baru yang diberikan
oleh istana padanya. Cassia sangat senang karena
Lana benar-benar peduli, Lana seolah bisa membaca
isi hatinya dan menghadiahkan ia dan kakeknya
tepat tinggal.

803
Ditengah kesunyian pagi itu langkah seseorang
membuat Cassia berhenti menyemprotkan air
melalui selang, ia belum menoleh tetapi firasatnya
seperti merasa seseorang yang ditunggunya selama
ini akhirnya kembali.

"Aku pulang."

Dua kata, hanya dua kata saja mampu membuat


selang di tangan Cassia jatuh ke tanah. Mata gadis
itu berkaca, walau sudah lebih dari sepuluh tahun
atau mungkin kurang tetap saja Cassia masih ingat
betul bagaimana suara orang itu. Aromanya juga,
Cassia sangat ingat.
"Kupikir kau sudah mati." Sahut Cassia dingin.

"Maaf," Calix berkata dengan suara pelan, lembut,


tetapi serak. "Aku--"

804
"Pergilah." Desis Cassia ketus memotong ucapan
Calix. "Aku tak sudi melihatmu lagi, aku bahkan tidak
ingin mendengar suaramu yang menjijikan!"

"Kau pantas marah." Sahut Calix, "aku


meninggalkanmu dan kakek selama bertahun-
tahun."

"Tidak ada yang ingin kau kembali." Cassia


mengepalkan tangan erat, dia tidak mau menoleh
sedikitpun ke arah belakang.

"Pergi." Titahnya menekankan. "Kubilang pergi!"


"Cassia--"

"Jangan sebut namaku dengan mulut kotormu!"


potong Cassia masih dengan kemarahan meledak-
ledak. "Aku dan kakek sudah sangat sengsara
selama ini, berkat Permaisuri hidup kami menjadi

805
lebih baik dan kuharap kau tidak berusaha
merusaknya."

"PERGI!" usir Cassia lagi.

Calix menghela nafas, sudah pasti adiknya itu


marah sebab ia pergi selama bertahun-tahun hanya
untuk membalas dendam dan sekarang pasti sulit
baginya untuk menerima keberadaan Calix setelah
banyak masa sulit dilewatinya berdua saja dengan
sang adik.

"Jika kau sudah tidak marah lagi, berilah tanda.


Kumohon, kau dan kakek adalah satu-satunya
keluarga yang kupunya." Calix berkata demikian
sebelum perlahan menarik langkah kakinya mundur
lalu ia pamit. "Sampai bertemu lagi."

806
“Ekstra Chapter Lana's Lullaby : Born
To Be Loved”

Genap setahun Lana berada dalam cerita, uhm...


haruskah ia menyebutnya sebagai dunia di dimensi
lain? Terkadang Lana masih belum terbiasa terlebih
dengan tembok dinding tinggi menjulang yang
terbangun mengelilingi seluruh wilayah Sirasea.

Dari balkon Lana selalu melihatnya entah di pagi,


siang, sore, atau bahkan malam hari. Tembok kokoh
setinggi dua ratus meter yang mengisolasi mereka
dari dunia luar, bukan berarti sepenuhnya mereka
menutup diri dari teknologi. Teknologi tetap ada,
tetap maju dan berkembang tetapi akses keluar
masuk dari Sirasea sangatlah sulit bahkan Yohan
sendiri pernah memenggal satu keluarga yang
berani mencoba untuk menyelundupkan seseorang
masuk ke dalam menggunakan galian bawah tanah
sendiri.

807
Namun meski cukup dapat dikatakan terisolir,
Sirasea memiliki benteng pertahanan tangguh berkat
dinding itu sehingga jika sewaktu-waktu terjadi
perang entah dari mana, mereka sudah dipastikan
akan menang mudah sebab tinggal hujamkan panah
atau senjata tajam apapun dari atas dinding tanpa
perlu terjun langsung ke medan perang.

"Kau melamun lagi, istriku?" suara lembut itu


datang bersama dengan sepasang tangan yang
melingkar di pinggang Lana, memeluk erat tubuhnya
dari belakang.

"Yang Mulia--"

"Sshtt, sudah berapa kali kukatakan padamu


untuk memanggilku dengan lebih akrab?" Yohan
membalik tubuh Lana dan memamerkan bibir
mengerucut ngambeknya.

808
Lana menyengir. "Aku masih belum terbiasa,
maaf."
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa." Dengan cepat
Yohan merengkuh tubuh Lana ke dalam pelukan
hangat dan mengusap-usap puncak kepala wanita
itu penuh kasih sayang. "Aku tidak memaksamu,
sayang."

"Terimakasih."

"Tetapi, berusahalah." Timpal Yohan disertai


tatapan pura-pura melotot.

Perlahan pelukan erat itu terlepas, Yohan beralih


merangkul bahu Lana dan membawanya masuk.
Udara di balkon semakin dingin seiring terbenamnya
matahari, tidak baik bagi kesehatan untuk tetap
berada di luar.

"Duduklah," Yohan memerintah dengan nada

809
lembut lalu ia sendiri berlutut di lantai tepatnya di
hadapan Lana yang saat ini sedang duduk di tepi
kasur. "Aku membawa sesuatu untukmu." Ucapnya
seraya mengeluarkan sebuah cincin ukir berbahan
emas dengan beberapa permata kecil sebagai
hiasan.

"Berikan tanganmu..."

Lana tersenyum lalu memberikan tangan kirinya


pada Yohan, pria itu langsung menyematkan cincin
yang dibawanya ke jari manis Lana lalu
menggenggam tangan wanita itu erat.

"Ini satu tahun pernikahan kita." Ujar Yohan


bahkan Lana sendiri kalau ditanya sudah tidak ingat
tepatnya di tanggal berapa ia melakukan pernikahan
dengan Yohan.

"Terimakasih karena telah menepati janjimu

810
padaku, Permaisuri." Senyum seringai Yohan
mengembang lalu ia membawa sepasang tangan
Lana untuk dikecupi secara bergantian dengan
penuh semangat lalu diletakan menangkup pipinya
sendiri.

"Yang Mulia, ini sangat indah. Aku menyukai


hadiahnya."

"Kau tidak punya hadiah untukku?"

"Ehm," Lana berpikir sejenak sampai muncul


banyak kerutan di dahinya lalu menggeleng tak yakin.

"Kurasa itu tidak perlu. Kau adalah hadiah


terindah dalam hidupku." Celetuk Yohan mendadak
puitis.

"Maaf, ya." Tiba-tiba saja Lana merasa sedih

811
tanpa sebab. "Aku tidak bisa menjadi pasangan yang
terbaik untukmu."
"Masalah anak lagi?" Yohan menghela nafas,
masih menggenggam masing-masing tangan Lana
dalam kehangatan. "Aku tidak memperdulikan itu."

"Kau seorang Kaisar, Yang Mulia. Kau butuh


penerus." Tutur Lana masuk akal tetapi seperti yang
Yohan katakan sebelumnya, dia sungguh tidak
peduli punya anak atau tidak selagi ada Lana
disisinya.

"Tidak, aku tidak perlu. Bahkan jika keluarga Haze


tidak berlanjut, aku tidak keberatan sama sekali.
Jadi, tolong jangan bebani pikiranmu dengan hal itu."
Ujar Yohan menasehati bukan sekali dua kali tapi
sudah sangat sering mengingat Lana pernah bilang
bahwa dirinya mandul.

Lana mengerti Yohan menyayanginya walau


sampai sekarang pria itu tidak pernah mengatakan

812
kalimat romantis seperti 'aku mencintaimu, aku
sangat mencintaimu, atau apapun yang membawa
kata cinta didalamnya.' Yohan lebih sering
melakukan banyak pembuktian dibanding pujian.

"Kau terlalu banyak memikirkan hal yang tidak


perlu, Permaisuri. Tunggulah disini, aku akan
meminta pelayan mengantarkan makan malam."
Setelah mengatakan itu Yohan bangkit dan berjalan
mendekat ke pintu kamar, disana memang selalu
ada prajurit dan pelayan yang berjaga agar selalu
siap sedia ketika disuruh.

Tak lama setelahnya beberapa pelayan datang


membawa berbagai jenis makanan dari dapur istana
lalu disajikan diatas meja besar yang tak jauh dari
ranjang. Setelah mereka pergi Yohan menyeret meja
tersebut lebih dekat ke sisi kasur supaya mereka
tidak perlu memakai kursi lagi.

"Ini olahan dari daging domba muda, kau akan

813
menyukainya." Celetuk Yohan memberi penjelasan
ringan lalu mengarahkan potongan daging berbalut
bumbu masuk ke dalam mulut Lana, menyuapi
perempuan kesayangannya itu.

"Ini enak." Komentar Lana setelah menelan


potongan daging yang disuapkan Yohan.

"Aku mempekerjakan juru masak baru." Ujar


Yohan memberitahu, "kupikir masakannya satu
selera denganmu."

Lana mengangguk. "Aku suka, sangat enak dan


lembut. Bumbunya juga terserap sampai ke dalam."

"Aku akan memberinya tambahan koin emas


sebagai hadiah."

"Aku setuju."

814
Makan malam keduanya berlanjut, sesekali
obrolan ringan terselip di tengah-tengah sampai
perut keduanya merasa sudah cukup penuh dan
terasa kenyang. Lana yang lebih dulu meletakkan
peralatan makannya di atas piring.

"Sudah?"

"Sudah." Angguk Lana.

"Lusa aku akan keluar wilayah." Beritahu Yohan


tiba-tiba, sontak hal itu membuat alis Lana menukik
tajam. "Mengapa menatapku begitu?" tanyanya
disertai kekehan pada Lana.

"Urusan apa yang membuatmu sampai harus


keluar istana?"

"Ada sekelompok bandit yang sembunyi di dekat

815
wilayah perbatasan, dari laporan mata-mataku
mereka mencoba masuk ke Sirasea melalui
pembuatan lubang galian."

"Seperti goa bawah tanah?"

"Ya, mereka membentuk terowongan panjang


untuk menembus dinding."

Lana mengerti sekarang, "apa yang akan kau


lakukan setelah sampai disana?"

"Apa lagi?" sekilas seringai kecil muncul


mengangkat masing-masing sudut bibir Yohan, pria
itu manis dan tampan di waktu yang bersamaan.
"Memotong satu per satu kepala mereka lalu
memajangnya pada besi mencuat di dinding tembok
supaya orang yang punya niat serupa mengurungkan
niatnya saat itu juga."

816
"Kapan kau kembali?" pertanyaan Lana berganti,
ia tahu Yohan adalah sosok yang tidak terkalahkan
dan mengerikan jadi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan.

"Di hari yang sama, aku kembali setelah urusan


beres. Lagipula sebenarnya aku hanya keluar
sejengkal dari wilayah kita." Kekeh Yohan mencoba
mencairkan suasana dengan gurauan garing. "Kau
terlihat sangat khawatir, kau pasti sangat
menyukaiku."

"Hah... dasar!" Lana mendecak seraya


memalingkan wajahnya ke arah lain sebab tatapan
intens Yohan membuatnya salah tingkah ditambah
lagi dengan usapan lembut yang pria itu berikan di
sisi bahunya.

Masih dengan kekehan tampan, Yohan meraih


dagu Lana sehingga tatapan mereka kembali
bertemu. "Permaisuri, jangan berpaling begitu. Kau

817
akan menangis karena merindukanku."

"Apa maksudmu? Mengapa aku harus!?"

"Sshtt, sekarang kau marah." Cebik Yohan


sembari meletakkan kepalanya bersandar pada dada
empuk Lana kemudian memeluk tubuh gadis itu erat.
"Bagaimana jika kita tidak bertemu lagi?"

"Yang Mulia!"

Bruk!

Dengan tenaga kencang Lana mendorong Yohan


sampai menggelinding ke lantai, pria itu tidak marah
tapi malah tertawa terlebih saat Lana kelihatan kesal
dan merajuk lalu masuk ke dalam selimut. Menutupi
seluruh tubuh sampai kepalanya menggunakan kain
tebal itu.

818
"Sekarang aku yakin kau benar-benar marah."
Ucap Yohan seraya bangkit lalu merangkak naik ke
atas kasur berukuran besar itu, menempatkan
dirinya di sisi Lana.

"Permaisuri~" Yohan memanggil lagi, suaranya


terdengar amat merdu tetapi Lana sudah bertekad
tidak akan terbujuk kali ini.

"Permaisuri, hei..." Yohan memberengut,


belakangan ini dia menjadi lebih agresif dalam
berekspresi contohnya sekarang saat Lana tetap
berada di dalam selimut, Yohan tak mau kalah dan
berupaya menarik paksa selimut tersebut.
"Istriku~uh, kemarilah atau aku akan
menggelitikmu?"

"Berapa kali kukatakan untuk berhenti bicara


seperti itu?" amuk Lana sembari melempar
selimutnya ke sembarang arah.

819
Yohan mengerucutkan bibir. "Kau menjadi lebih
menakutkan dibanding aku saat marah."

"Permaisuri..." masih dalam upaya membujuk,


Yohan merangkak lebih dekat pada Lana yang
posisinya sedang duduk di ujung kasur dan menatap
ke arah lain, ke arah mana saja yang tidak ada Yohan
-nya.

"Jangan.sentuh.aku." Lana melotot sambil


menekan ucapan penuh peringatannya kepada
Yohan.

Pria itu semakin menekuk ekspresi di wajahnya,


pura-pura murung. "Maafkan aku, Permaisuri. Harus
dengan cara apa aku minta maaf supaya boleh
berpelukan lagi denganmu?"

"Aku tahu... kau sangat hebat, aku tahu tak ada

820
seorangpun yang bisa mengalahkanmu," Lana
berucap lalu memberi sedikit jeda, entah mengapa
dia menjadi emosional belakangan ini pada hal-hal
kecil. "Tapi, bukan berarti kau bisa mengatakan
kalimat tadi seolah lelucon!"

"Maafkan aku," bibir Yohan mengerucut, perlahan


ia mendekat pada Lana lalu memeluk wanita itu erat.
"Aku minta maaf karena sudah membuatmu
khawatir."

"Jangan diulangi." Cicit Lana pelan akhirnya tak


dapat menahan diri lebih lama untuk tidak
membalas pelukan erat Yohan.
"Tidak akan, maafkan aku, ya?"

Lana tidak menjawab dengan suara tapi hanya


anggukan pelan. Yohan mengerti, istri
menggemaskannya ini pasti ketakutan karena
candaannya tadi. Tetapi, sungguh Yohan juga tidak
berniat demikian. Kalau perlu selamanya ia ingin

821
bersama Lana.

"Permaisuri, kemarilah..." Yohan mengusap


kepala belakang Lana dan sedikit menekannya
sehingga perempuan itu mendongak ke arahnya lalu
tanpa perlu izin disambarnya bibir Lana.

"Mmhh..." berangsur melumat bibir ranum wanita


itu, menyesap bibir bawah dan bibir atas Lana
bergantian.

Merasa kurang, Yohan menjejalkan lidahnya


masuk ke dalam mulut Lana. Tidak ada paksaan,
wanita itu membuka mulutnya sendiri. Menerima
ciuman Yohan dan membalasnya seimbang,
sesekali Lana menggigit bibir bawah pria itu lalu
menariknya gemas tapi tidak sampai melukai atau
sejenisnya.

Ciuman itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar

822
dua puluh menit sampai Lana lebih dulu menarik diri
dan mengakhiri ciuman tersebut kemudian
mengusap bibirnya yang basah akibat saliva Yohan.

"Selalu terasa lezat," puji pria itu sembari


mengusap bibir bawah Lana menggunakan ibu jari
lalu mengecup bibir Lana lagi.

"Permaisuriku sangat cantik." Pujian lain Yohan


berikan, membuat wajah Lana tersipu memerah
karena malu.

"Aku jadi malas pergi." Selorohnya menempatkan


kepala berbaring diatas paha Lana sembari
memainkan ujung rambut panjang perempuan itu
yang menjuntai sampai mengenai wajahnya.

"Mengapa tidak mengutus Eros atau Calix saja?"


ujar Lana menyarankan.

823
"Aku harus turun tangan langsung untuk
membuktikan pada mereka bahwa aku tidak
sepengecut itu sampai membangun dinding dan
menutup Sirasea dari di dunia luar. Banyak yang
salah paham atas niatku." Tutur Yohan bercerita.

"Ego dan gengsimu benar-benar tinggi."

"Tidak, tidak. Bukan ego dan gengsi tapi


ketangguhan serta pembuktian." Ucap Yohan
meralat perkataan Lana yang dianggapnya kurang
tepat. "Itu berbeda, Permaisuriku."

"Apa mereka ada banyak? Para bandit itu?"

"Mereka berkelompok dan jumlahnya bervariasi


tapi kurasa yang ini lumayan banyak. Mata-mataku
tidak bisa mendapat info detail, dia hanya sekilas
mendengar rencana mereka lusa."

824
"Berhati-hatilah." Lana menyandarkan kepalanya
di dada bidang Yohan saat pria itu duduk berpindah
di sebelahnya. "Aku ingin kau kembali tanpa luka
sedikitpun."

"Kau menjadi posesif belakangan ini." Cibir Yohan


disusul tawa kecil.

"Kau tidak suka?"

"Aku suka." Dipeluknya Lana dari samping erat-


erat. "Teruslah begitu, aku menyukainya."

"Omong-omong, Permaisuri..." pelukan Yohan


terhadap Lana semakin mengerat terutama pada
bagian dada wanita itu seolah Yohan sedang
mengkodekan sesuatu.

"Kau tak merindukan si kecil?" "Hah? apa?" beo

825
Lana heran.

Yohan terkekeh lalu melihat ke arah bawah,


membuat pandangan Lana jadi terarah ke sana juga.
"Si kecil milik Permaisuri."

"Kau bercanda!?"
"Aku serius," Yohan kembali cemberut. "Kau tidak
peka, ya?"

Lana masih bingung mencoba mencerna apa


maksud perkataan suaminya tetapi belum sempat
otaknya mengerti, Yohan lebih dulu mendorongnya
berbaring ke kasur lalu menarik turun bagian dada
dari gaunnya sehingga gundukan kembar kenyal
miliknya memantul layaknya bola basket.

"Suatu hari susu akan keluar dari sini," kekeh


Yohan sembari menjulurkan lidahnya mencapai
puncak dada Lana yang mengeras akibat ulahnya

826
lalu menjilatnya menggunakan bagian ujung lidah.
"Dan aku yang akan menghabiskan semua susu."

"Yang—uhh..."

"Yohan." Ralat pria itu terhadap panggilan Lana


yang selalu formal. "Kapan terakhir kali kau
menyebut namaku, hm? Itu sudah lama sekali.
Menyebalkan." Decaknya pelan.

"Yo-Yohannn..."

"Lebih keras." Bisik Yohan tepat di hadapan Lana


seraya menarik gaun perempuan itu lebih ke bawah
lagi kemudian menempatkan bibir menghisap
permukaan leher Lana, meninggalkan jejak
keunguan cukup banyak disana.

"Ahh!" Lana sendiri sampai harus mendorong

827
kepala Yohan menjauh saat hisapan pria itu terasa
agak berlebihan serta menyisakan sedikit rasa perih
dan tanda ungu kebiruan. "Yohan sakit!"

"Ups, maafkan aku Permaisuri. Kau terlalu nikmat


untuk cepat diakhiri." Sahut Yohan seraya menggigit
bibir bawah, meninggalkan kesan seksi nan
menggoda disana.

Sungguh licik! Siapa yang akan tahan jika


melihatnya dalam situasi begitu?

Kepala Yohan lalu turun tepat ke bagian tengah


dada Lana. "Sudah lama aku tidak menghisap ini," ia
berkata sebelum melahap salah satu puncak
kemerahan tegak milik Lana dan menghisapnya kuat
-kuat.

Lagi-lagi persis seperti bayi kelaparan, Lana


kewalahan saat Yohan iseng menggigit puncak

828
dadanya sambil memainkan lidahnya disana.
Dadanya yang satu lagi juga tidak dibiarkan
menganggur, Yohan memainkannya dengan tangan
terutama bagian puncaknya. Berulang-ulang pria itu
memilinnya dengan ibu jari dan telunjuk lalu menarik
-nariknya gemas sampai Lana mendesah tak karuan.

"Yohannnn... ahhh!"

Mendengar namanya disebut, Yohan tersenyum


ditengah kegiatannya sambil menatap Lana.
Menikmati kekenyalan mungil itu di dalam mulut
sungguh amat menakjubkan rasanya.

Kemudian Yohan berpindah ke dada Lana yang


satu lagi setelah membuat yang tadi berubah warna
jadi lebih merah dan ber-bercak keunguan di
sekitarnya. Maklum, Yohan terlalu ganas dalam hal
hisap menghisap.

829
Tak berhenti di satu pusat, seluruh sisi tubuh
Lana digerayangi nakal oleh tangan besar Yohan.
Sekali tangan itu meremas pinggangnya, sekali turun
ke paha, sekali mencoba mencapai pusat tubuh
Lana kemudian mengelusnya.

"Ah, Yohan!" Lana bergetar tak tenang, mencoba


merapatkan kaki saat Yohan menempatkan satu
jarinya mencoba masuk ke dalam kelembutan
miliknya.

"Kau basah." Bisik Yohan memberitahu, sesaat ia


menarik diri dari dada Lana hanya untuk mengecup
sudut bibir wanita itu beberapa kali lalu pipi dan
dagunya.

"Err... Yohan..." Lana mengerang saat Yohan


pindah ke bagian bawah, mengangkat kedua kakinya
lalu di tempatnya di masing-masing bahu sementara
bibirnya sibuk melumat tepi kewanitaan Lana.

830
Tubuh polos Lana menggeliat sementara Yohan
masih berpakaian lengkap tetapi sekarang pria itu
benar-benar menggila. Dia sedang menghisap, dan
menusuk-nusukkan lidahnya pada inti tubuh Lana
sampai pemiliknya berulang kali memukul-mukul
kasur sambil menahan sensasi ingin buang air kecil.

Lana malu kalau puncaknya menyembur sampai


ke wajah Yohan lagi tetapi permainan pria itu tidak
pernah gagal, bahkan dia sepertinya tahu kalau Lana
menahan diri dan langsung melumat keseluruhan
liang kenyal milik wanita itu.

"Sslurpp...mmpshh!" hisapan bersemangatnya


terdengar, pinggul Lana mulai terangkat bersamaan
dengan bagian perut bawahnya yang mengencang.

Perlahan tapi pasti gairah mulai mengambil alih


kewarasan perempuan itu terutama setelah Yohan
kuat-kuat menghisap liangnya sampai semburan
deras mengucur dari lubang kecil nan

831
menggemaskan milik Lana. Cairan itu berwarna
putih dan lumayan kental. Yohan menghisapnya
guna mencicip lalu sisanya mengalir guna dijadikan
pelumas.

Nafas Lana terhela selagi Yohan mencopot


seluruh pakaiannya lalu memamerkan kejantanan
miliknya yang telah mengacung tegak sempurna.
Dipegangnya benda itu lalu diarahkan menuju mulut
Lana tapi tidak sampai meminta wanita itu
menghisapnya hingga muncrat, Yohan hanya minta
Lana membalurinya dengan saliva supaya lebih
mudah saat memasukannya ke bawah.

Lana menurut tanpa pikir panjang, walau


beberapa waktu lalu ia sempat merasa takut pada
ukuran besar milik Yohan tetapi sekarang ia sudah
terbiasa dan malah tersipu ketika berhadap-hadapan
dengan cacing besar alaska itu.

"Aku memasukkannya." Yohan memberitahu

832
sebagai bentuk aba-aba supaya Lana bersiap, tidak
tegang.
Satu tangannya menahan paha Lana agar tetap
terbuka sedangkan satunya lagi memegang
bendanya, mengarahkannya menusuk Lana tepat
dibagian pusat.

Sudah tidak sakit. Hanya ada kenikmatan bagi


kedua belah pihak terutama Lana. Merasakan benda
keras panjang nan berurat itu memasukinya, benar-
benar luar biasa!

Seluruh wajah Lana memerah terutama saat


Yohan menempatkan diri berada tepat di atasnya
sambil menggoyangkan pinggul maju-mundur
dengan gerakan pelan, ini masih awalan.

"Permaisuri... peluk aku..." Yohan berbisik,


sesekali pria itu mendongak, sesekali turun
mengecup Lana di bibir atau pipi lalu mempercepat
hujamannya dibawah sana.

833
Mengabulkan permintaan Yohan, Lana memeluk
pria itu erat. Sesekali dengan sengaja ia merapatkan
miliknya, membuat pria itu mendesah kenikmatan
sama sepertinya. Benar-benar menakjubkan.

Semakin cepat hentakkan Yohan semakin basah


Lana dibawah sana, lelehan cairannya semakin
banyak tetapi Yohan belum memberi tanda-tanda
akan keluar.

"Sshh... aku terjepithh..." desis Yohan, ia lalu


bangkit dalam posisi berdiri hentakannya menjadi
tiga kali lipat lebih kuat.

Pusat tubuh Lana nampak semakin memerah


dan terasa lebih licin dari sebelumnya sebab
pelepasan wanita itu merembes keluar perlahan-
lahan. Kedutan kencang dirasakan oleh Yohan
terlebih saat ia memasukan miliknya dalam-dalam
sampai menyentuh dinding rahim Lana.

834
"Nghhhh..." wanita itu mendesah gelisah, kedua
kakinya semakin lebar terbuka.

"Yohannn..." panggil Lana.

"Aku akan keluar." Beritahu pria itu cepat.

Lana merintih. "Eumh, lebih cepat."

Selang sekian detik, Yohan memuntahkan cairan


miliknya dalam Lana. Menyembur sebanyak empat
kali dan sangat banyak. Lana bisa merasakannya,
kehangatan Yohan menyebar ke seluruh rahimnya.

Yohan tak langsung mencabut miliknya, ia beralih


memeluk Lana erat dan karena tak ingin perempuan
itu kesulitan berjalan pada esok hari, Yohan sedikit
menahan diri sebab lusa dia harus pergi pagi-pagi
sekali.

835
Yohan takut kalau meninggalkan Lana dalam
keadaan tak berdaya walau sangat ingin memenuhi
milik perempuan itu dengan miliknya, sangat ingin
memuncratkan seluruh cairannya sampai tetes akhir
penghabisan. Toh, minimal esoknya Yohan lemas
seharian.

"Permaisuri, katakan satu hal padaku..." "Apa?"

Tubuh Lana ditarik ke dalam pelukan Yohan, pria


itu mengendus sekitaran lehernya dengan gemas
lalu menciuminya berkali-kali.

"Kau mencintaiku?"

"Bagaimana denganmu?" Lana tak langsung


menjawab, ia balik melempar pertanyaan pada
Yohan.

836
"Apa berjanji untuk menghabiskan hidupku
sampai mati bersamamu tidak bisa disebut 'cinta'
bagimu?" balas Yohan pelan.

"Maka anggaplah aku juga begitu." Sahut Lana


sengit tetapi nada bicaranya sama pelannya seperti
Yohan.

"Tidak bisa." Protes pria itu terdengar seperti


merengek. "Kau harus mengatakannya padaku,
Permaisuri."

"Aku tidak mau, wlek!" cebik Lana menjulurkan


lidah ke arah Yohan.

Yohan memberengut tetapi dia tidak memaksa


Lana sebab yang perempuan itu katakan sangat
benar. Yohan tidak pernah sekalipun mengatakan
pernyataan cinta padanya tetapi bukankah dari

837
perilaku dan sikapnya yang sangat meratukan
perempuan itu sudah membuktikan seberapa
berharga Lana dalam hidupnya?

"Perempuan memang sulit dipahami." Ucap


Yohan sebelum membawa kedua matanya tertutup
sama seperti Lana, mereka mengisi sisa malam
dengan tidur.

Omong-omong sekarang gangguan tidur Yohan


sudah sembuh sejak lebih sering tidur berdua
bersama Lana, memeluk perempuan itu erat-erat
sampai kadang Lana terbangun karena sesak.
Yohan memang masih gila!

Esoknya tidak ada kegiatan khusus yang terjadi,


Lana juga tidak berkegiatan jadi seharian dia
bersama Yohan yang sengaja mengosongkan
jadwalnya sebab besok dia harus pergi. Katakanlah
kemarin dan hari ini full bersama Lana. Wanita itu
akan merindukannya besok. Pasti.

838
"Yang Mulia..." ini pagi-pagi sekali sebelum
keberangkatan Yohan untuk membasmi sekelompok
bandit yang mencoba meremehkan Sirasea.

"Ada apa Permaisuriku?" Yohan berhenti sejenak


dari kegiatannya mempersiapkan diri dan senjata
berupa pedang kesayangannya yang selalu diasah
setiap dua kali dalam seminggu.

"Bisakah aku menitip sesuatu padamu?"

"Apa yang kau inginkan, sayang?" beralih


mendekat pada Lana, Yohan memeluk erat tubuh
mungil sang istri. "Katakan, apapun itu akan
kutepati."

"Aku ingin dibawakan sesuatu yang segar untuk


makan malam." Ucap Lana.

839
"Kau mau makan ikan mentah?" celetuk Yohan
mengingat wilayah perbatasan merupakan laut dan
pantai.

"BUKAN!" pekik Lana sebal. "Bukan ikan


mentah~aaaa!"

"Lalu makanan seperti apa itu? sayur mentah?


nasi mentah?" masih menebak, Yohan dibuat
bingung lantaran Lana berakhir merajuk dan
bergelung dalam selimut.

"Permaisuri," merasa waktunya tipis dan tak bisa


berlama-lama membujuk perempuan itu. Yohan
meminta maaf, "kita bicara nanti setelah aku
kembali, ya?"

"Aku tak ingin bicara denganmu lagi!" Rajuk Lana.

840
"Sayang, jangan seperti ini. Kau tahu aku tidak
ada waktu lagi untuk membujukmu."

"Kalau begitu pergilah!" ketus Lana.

"Setidaknya jangan merajuk dulu, Permaisuriku.


Aku tidak bisa membujukmu, waktuku sedikit. Aku
harus pergi. Katakan, apa sesuatu yang segar itu?"

"Lupakan saja!" dengus Lana lebih memilih


membenamkan kepalanya ke dalam bantal.

Yohan menghela nafas kasar. "Maafkan aku,


Permaisuri. Aku men—maksudku, sampai nanti."
Lalu dia pergi meninggalkan Lana sendiri di kamar
sebab tidak ada yang bisa menunda
keberangkatannya pagi ini.

841
Lana meradang, ia kesal dengan Yohan tetapi
masih melihat kepergian pria itu bersama
rombongan prajurit dan Calix melalui balkon kamar
lalu berakhir cemberut.

Tok! Tok!

"Yang Mulia, boleh saya masuk?"

"Claire!" Lana berlari kecil ke arah Claire lalu


bercerita tentang Yohan yang tidak mengerti bahwa
ia ingin dibawakan sesuatu yang segar.

"Dia menyebalkan!" decak Lana.

"Saya setuju!" Claire mengompori, tentu saja ia


harus mendukung seseorang yang telah
merekrutnya bekerja di istana. "Yang Mulia Kaisar
seharusnya tidak pergi begitu saja!"

842
"Entahlah, kurasa dia memang tidak peduli
padaku." Lana kembali berdecak lalu minta
diantarkan menuju ruang aula istana.

"Anda ingin jalan-jalan?"

Lana menggeleng. "Ada seseorang yang ingin


bertemu denganku."

"Siapa itu?" tanya Claire merasa penasaran.

"Kau akan segera tahu, Claire."


Lana bergegas menuju ruang aula, terdapat
beberapa para tamu disana. Mereka datang untuk
memberikan sesuatu semacam hadiah pada kerabat
yang bekerja di istana sebab hanya ada satu kali
kesempatan dalam sebulan bagi mereka untuk
menitipkan barang, makanan, atau apapun. Jadi,

843
mereka berbondong-bondong datang dan mengantri
dengan tertib.

"Salam hormat pada Permaisuri!" seru seluruh


masyarakat yang hadir dengan kompak, mereka juga
serentak membungkuk sebagai bentuk hormat
formal terhadap Lana.

"Silakan mulai antriannya." Ucap Lana


menginterupsi lalu satu per satu dari mereka mulai
maju dan menitipkan hadiah pada para pelayan dan
pengawal yang ditugaskan memeriksa keamanan
lalu dikumpulkan dalam satu peti untuk nanti
disampaikan pada penerima yang telah disebutkan.
"Selanjutnya!"

Lana memperhatikan dari jauh, ada kepala


pelayan yang mengurus segalanya. Dia juga yang
berseru barusan. Tetapi kemudian pandangan Lana
jatuh pada sosok gadis yang tak asing.

844
"Untuk siapa?" tanya kepala pelayan pada gadis
itu. "Untuk kakak, maksudku—"

"Cassia!" seru Lana. "Kemarilah!"

Panggilan Lana membuat gadis bernama Cassia


itu menoleh ke arahnya tepat sebelum ia
menyerahkan sebuah kotak berbalut kain biru pada
kepala pelayan.

"Yang Mulia, tapi..."


Lana mengangguk. "Biar aku saja, Cassia
kemarilah." Panggilnya sekali lagi.

Cassia segera menepi keluar dari barisan dan


mendatangi Lana yang duduk agak jauh ditemani
oleh Claire di sisinya.

845
"Salam hormat pada Yang Mulia," Cassia
membungkuk. "Senang bisa bertemu langsung
dengan anda setelah sekian lama."

"Aku juga senang." Balas Lana antusias. "Jadi,


kau membawakan hadiah untuk seseorang?"

"Panglima Calix," ujar Cassia pelan. "Boleh aku


titip pada Yang Mulia? Ini bros buatanku, anda bisa
periksa."

Claire segera mengambil kotak tersebut dari


Cassia lalu memeriksa isinya dan mengangguk. "Ini
bros, Yang Mulia."

"Simpankan Claire, setelah rombongan kembali


dari perbatasan segera berikan pada Panglima
Calix." Ujar Lana.

846
"Baik, Yang Mulia."

Cassia kemudian berpamitan, Lana memintanya


mampir lebih lama tetapi dia menolak karena harus
merawat kakeknya. Lana mengerti. Cassia juga
berterimakasih karena telah diberi tempat tinggal
yang jauh lebih layak bahkan sangat bagus.

"Saya akan selalu mendoakan anda, saya permisi.


Salam hormat, Yang Mulia." Ucap Cassia lalu pergi.

Claire tersenyum. "Dia anak baik."

"Aku tahu."

"PERMAISURI! HEI!" seorang pria berambut


merah berteriak dari antara kerumunan barisan.

847
Alan.

Yohan meminta Lana untuk menjaga jarak


darinya sehingga ia hanya melempar senyum tipis
pada pria itu dari kejauhan.

Walau masih kesal tetapi Lana sangat


menghormati perintah Yohan dan tak ingin pria itu
cemburu buta. Bisa-bisa Lana dibunuhnya nanti.

"Permaisuri, aku ingin bicara padamuuu!"

"Claire, aku ingin kembali ke kamar." Ucap Lana


seraya beranjak bangun serta merta pamit pada
masyarakat yang ada lalu kembali ke dalam istana.

"Tuan, mohon kembali ke barisan anda." Peringat


kepala pelayan sambil melotot.

848
Alan mendengkus. "Aku ingin bertemu Permaisuri,
aishh! Dia pergi, semua ini salah kau!" omelnya kesal
sendiri.

Sementara itu di perbatasan nampak Yohan


tengah menunggu rombongan para bandit datang.
Dia sudah siap dengan pedang di tangan, siaga
menunggu siapa saja yang datang.

"Yang Mulia, ada pergerakan dari arah timur


tepatnya di semak belukar sana." Lapor Calix pada
Yohan.

"Ayo periksa." Yohan dengan cepat menitah pada


beberapa prajurit untuk ikut bersamanya
menghampiri semak yang dimaksud Calik dan benar,
ada pergerakan misterius di dalam semak tersebut.

"Biar saya—"

849
"Aku saja." Potong Yohan cepat lalu membongkar
semak dengan brutal tapi kemudian kedua matanya
melebar, ia refleks mendorong tubuhnya ke belakang
sampai jatuh terduduk ketika mendapati seekor ulat
kecil merayap disemak.

"Ada apa, Yang Mulia?" Calix nampak panik lalu


bergegas membantu Yohan berdiri.
"Tiba-tiba punggungku terasa nyeri." Ujar pria itu
bohong.

"Kalau begitu biar saya saja."

"Ya, kau periksa dengan benar dan singkirkan


semak itu." Titah Yohan seraya mengusap-usap
lengannya sendiri, teringat bentuk ulat hijau tadi.

"Ada jalan rahasia disini!" tak berselang lama


Calix berseru.

850
Yohan mendekat dan lagi-lagi yang Calix katakan
benar. "Calix dan lima prajurit ikut turun denganku
menyusuri lorong ini. Sisanya berjaga di sekitar sini."

"Baik, Yang Mulia!"


Hari menjelang malam di istana. Lana duduk
sendirian di balkon. Yohan tak kunjung kembali,
tanda-tandanya juga tidak ada. Kemana pria itu?
Mengapa lama sekali?

Padahal Lana sudah tahu jawabannya Yohan ada


dimana tetapi tetap saja hatinya menanyakan hal
yang sama berulang-ulang, menyebalkan memang!

"Kuharap dia membawakan sesuatu yang segar."


Mengingat kejadian tadi pagi Lana berdecak merasa
kesal lagi.

851
Sementara itu di dekat Istana, Yohan baru ingat
Lana minta dibawakan sesuatu yang segar tetapi ia
lupa dan sudah terlanjur kembali ke istana. Alhasil
kudanya mendadak ia hentikan.

Melihat sang Kaisar mendadak berhenti, Calix


turut melakukan hal serupa. "Yang Mulia? Ada yang
bisa saya lakukan?"

"Kalian kembalilah duluan dan katakan pada


Permaisuri aku terluka."

Dahi Calix mengernyit. "Tapi, anda baik-baik


saja...?"

"Katakan saja padanya, cepatlah." Titah Yohan


tak ingin menjawab pertanyaan lainnya.

Calix mengangguk. "Baiklah," lalu mengambil alih

852
rombongan untuk kembali duluan ke istana
sedangkan Yohan tetap disana.

Pria itu mengeluarkan pedangnya lalu


menggoreskan bagian tajamnya ke arah lengan
sampai merobek pakaiannya sendiri dan melukai
permukaan kulitnya.

"Sshh, maafkan aku sayang." Sesal Yohan sambil


mengingat wajah sedih Lana tetapi lebih baik
daripada perempuan itu mendiaminya semalaman
hanya karena sesuatu yang segar entah apa.

Dan yah, Yohan juga tidak lupa memasang mimik


mengenaskan. Pura-pura kesakitan supaya Lana
lupa pada permintaannya sebab lebih
mementingkan luka Yohan diobati terlebih dahulu.

"Selesai," gumam Yohan berangsur kembali naik


ke kuda. "Permaisuri, oh... aku terluka parah~"

853
ujarnya dramatis lalu terkekeh.

Di sisi lain Lana yang mendapat kabar dari Calix


tentang Yohan terluka jelas tak dapat
menyembunyikan kecemasan dari ekspresinya saat
ini.

"Lantas dimana Kaisar? Mengapa kalian kembali


duluan?"

"Kaisar segera ke sini." Ujar Calix. "Mohon tunggu


sebentar, Yang Mulia."

"Bagian apa yang terluka?"

"Kepala, eh, lengan!" Ralat Calix cepat sebab


beruntung ia melihat kedatangan Yohan memasuki
halaman istana bersama kuda dan pakaiannya yang
berlumur darah di bagian lengan kiri.

854
"Yang Mulia!" seru Lana bergegas menuruni
tangga teras dan menghampiri Yohan.

Pria itu memandang sendu. "Maafkan aku,


Permaisuri. Aku terluka, aku tidak sempat
memikirkan hal lain selain dirimu. Maafkan aku."

"Tidak, lupakan saja!" seloroh Lana dengan cepat


membantu Yohan masuk ke dalam istana lalu minta
dipanggilkan ahli pengobatan.

Suasana hati Lana berubah drastis, ia mendadak


menangis. "Hiks..."

"Permaisuri?" menyadari Lana menangis, Yohan


berusaha menghibur dan mengatakan. "Luka ini
tidak akan membuatku mati."

855
Tepat ketika kata mati disebut, Lana pingsan ke
arah Yohan. Entah apa yang membuat perempuan
itu hilang kesadaran tetapi Yohan panik detik itu juga.
Untungnya ahli pengobatan datang. Dia yang tadinya
seharusnya mengobati luka lengan Yohan beralih
jadi memeriksa kondisi Lana.

"Apa yang terjadi?" cemas sekali Yohan bertanya.


"Apa yang terjadi pada, istriku?"

Wanita itu lalu tersenyum sebelum memberi


jawaban. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan
malahan anda harus merayakannya."

"Maksudmu?"

"Permaisuri mengandung selama delapan


minggu." Ujar wanita ahli pengobatan tersebut
melanjutkan.
"Hah?" Yohan membeo. "Kau bercanda?"

856
"Aku tidak bercanda."

"Tapi, istriku... dia..." ditengah kebingungan,


Yohan menatap Lana dan wanita ahli pengobatan
secara bergantian.

"Anggaplah ini sebagai keajaiban bagi Yang Mulia


dan Permaisuri. Kalau begitu izinkan saya permisi
untuk kembali mengobati orang lain."

"Tunggu," Yohan menahan tangan wanita itu dan


bertanya. "Ini tidak akan membahayakan, istriku?"

"Tidak akan selagi Anda tidak membantingnya


dari lantai dua." Kekeh wanita tersebut. "Ada baiknya
juga anda lebih ketat memperhatikan asupan makan
Permaisuri, dan jangan buat beliau terlalu lelah atau
terlalu terkejut." Tambahnya menyarankan.

857
Wajah Yohan yang semula tegang perlahan
melunak, ia berterimakasih kemudian beringsut
mendekati Lana yang masih berada dalam kondisi
tak sadarkan diri.

Cukup lama menunggu mungkin sekitar tiga


puluh menit akhirnya Lana terbangun dalam kondisi
lemas. Jelas saja, itu efek karena perkataan Yohan
tentang kematian tadi.

"Permaisuri..."

"Jangan bicara padaku, kau mengatakan hal


seperti itu lagi." Desis Lana ketus.

"Sekarang aku akan mengatakan hal yang ingin


kau dengar," pungkas Yohan sembari menempatkan
dirinya duduk disebelah Lana dan merangkul bahu
perempuan itu, lalu ia mendekat dan berbisik. "Saat

858
kau pingsan tadi ahli pengobatan istana bilang kau
sedang mengandung delapan minggu."

"Kau bercanda."

"Aku serius."

"Aku man..." Lana akan mengatakan mandul


tetapi tertahan, sejenak pikirannya melayang
mengingat ia bukanlah Lana yang sebenarnya. Apa
karena itu?

"Mulai sekarang aku tidak akan melakukan


apapun atau meninggalkan dirimu kemanapun."
Tukas Yohan berjanji akan selalu berada disamping
Lana selama perempuan itu mengandung. "Dan kau
dilarang terlalu banyak melamun seperti ini,
Permaisuri."

859
Lana tersentak ketika Yohan menegur sambil
meniup wajahnya. "Apa yang kau lakukan?" cebik
Lana sebal.

"Jangan sering melamun, Permaisuri."

"Aku tahu!"

"Jangan sering marah juga!"

"CK! Minggir!" Lana bangkit hendak kembali ke


kamar.

"Permaisuri..." tetapi Yohan berhasil menangkap


tubuhnya, memeluknya erat dari belakang seraya
berbisik. "Selamat, kau akan jadi seorang ibu dan
aku seorang... ayah... benar?"

860
Ujung bibir Lana berkedut, walau ia sedang
marah tetapi Yohan sukses mengembalikan
keceriaan suasana hatinya dalam sekejap.

"Benar." Jawab Lana seadanya.

"Oh, satu lagi," Yohan terdengar antusias untuk


yang kali ini. Pria itu berputar, menempatkan dirinya
di hadapan Lana kemudian berlutut persis seperti
saat itu.

"Ada hal yang perlu kau tahu," ucap Yohan


memberi jeda sedikit. Diambilnya tangan Lana lalu
diletakan didekat bibir. "Aku mencintaimu,
Permaisuriku Lana."

"Apa kau juga memiliki perasaan yang sama


terhadapku?"

861
Lana mengangguk. "Kau selalu tahu jawabannya."

"Aku tahu," senyum Yohan melebar walau terlihat


menyeramkan seperti ingin melahap orang. "Walau
kau tidak mencintaiku sekalipun, aku tetap akan
mengatakannya. Ini cukup sulit bagiku tapi langit
dan bumi bersaksi bahwasanya aku sangat amat
mencintaimu, Permaisuriku."

Hening.

Lana baru akan terharu namun gagal setelah


mendengar pengakuan Yohan berikutnya.

"Eros mengajariku." Celetuk Yohan. "Sudah


kuduga itu terdengar aneh dan menjijikkan." Ekspresi
wajahnya kembali seperti semula dan Yohan juga
sudah berdiri.

862
Gagal romantis.

Lana menghela nafas tak habis pikir sembari


memijat pelipisnya. "Tak heran sih,"

"Kau marah lagi?" ekspresi Yohan persis seperti


anak kecil sekarang. Pria itu kadang menggemaskan
kadang juga mengerikan.

"AKHHH!" ringisnya pura-pura kesakitan padahal


sebenarnya merasa biasa saja pada luka lengan
yang ditimbulkannya sendiri.

"Yang Mulia, berapa kali kukatakan padamu


jangan sampai terluka?"

Melihat Lana kembali melunak, Yohan terus


meringis kesakitan seperti orang sekarat. Sengaja.

863
Eros dan Calix yang melihat dari jauh kompak
membuang wajah ke arah lain dan salah satu dari
mereka membatin.

"Memang boleh sedramatis ini?"

"Kau mau kemana?" tanya Eros pada Calix.

"Bukan urusanmu." Sahut pria itu datar kemudian


berlalu menuju ruang peristirahatan pribadinya tetapi
di lorong Claire mendatanginya.
"Panglima, salam hormat." Claire membungkuk
seraya mengajukan kotak biru tersebut pada Calix.
"Dari seorang gadis untukmu."

Calix menerima uluran kotak tersebut lalu


membukanya, sebuah bros buatan tangan terdapat
didalamnya. Sontak Calix langsung tahu siapa yang
mengirimkan hadiah tersebut dan maksud dibaliknya.

864
Sang adik memaafkannya.

Ekstra Chapter End...

865
Ekstra Chapter After A Thousand Years

What If Lana's Lullaby Special EPS

"Permaisuri harus istirahat total pasca


melahirkan, saya harap Yang Mulia bisa lebih
pengertian dan meluangkan banyak waktu untuk
menjaga bayi anda." Ahli pengobatan berpesan
demikian tepat setelah Lana melahirkan.

Wanita itu terbaring lemas diatas kasur seperti


seekor sapi yang baru dicekoki tiga galon air. Oke,
perbandingan yang terlalu tidak seimbang.
Sedangkan di sisi lain, di dekat ranjang gantung bayi
terdapat Yohan yang sedang menggoyangkan
ranjang tersebut supaya bayi mungil di dalamnya
tetap tidur dalam keadaan nyenyak.

"Permaisuri..." Yohan memanggil Lana dengan


suara yang sangat kecil, tak ingin membangunkan

866
bayi di dalam ranjang gantung tersebut.

Lana menoleh ke arah Yohan, dia dalam posisi


terbaring tak berdaya di ranjang sekarang. Ini baru
sehari setelah melahirkan tetapi kedua mata Lana
masih sembab. Rasanya sakit seperti seluruh jiwa
dan raga ikut ditarik keluar ketika bayi itu keluar
melalui terowongan. Sebuah terowongan yang...
tidak perlu dijelaskan.

"Ada apa?"

"Aku punya saran nama untuk cucu kita." Celetuk


Yohan.

Lana melotot, "Yang Mulia...?" jelas bayinya saja


belum dinamai tetapi Yohan malah memberitahu dia
punya rekomendasi nama untuk anak dari bayinya
nanti. "Bayi kita masih belum memiliki nama tapi,
kau malah memikirkan nama cucu?"

867
"Cicit?" timpal Yohan menambahkan dengan
cengiran tanpa dosa yang terlihat menyeramkan.

Lana menghela nafas kasar, ia tak habis pikir


dengan suaminya sendiri yang benar-benar agak gila.
Mungkin efek karena menemaninya melahirkan
tempo hari? Efek dehidrasi? Atau... pertambahan
usia?

"Aku serius." Yohan berkata lagi, "akan bagus jika


salah satu anak dari anak dari anak dari anak dari
anak dari anak kita bernama Kalid." Ujarnya.

"Memangnya kita masih hidup sampai anak dari


anak dari anak dari anak dari anak dari anak dari
anak kita punya anak?" dengkus Lana sebal.

"Aku akan menulis wasiat." Celetuk Yohan.

868
"Lalu nama untuk anak kita mana?"

Yohan terkekeh. "Akan kupikirkan segera."

"Sekarangggg, Yang Muliaaa~!"

"Sshtt, jangan berteriak, Permaisuri." Yohan


sedikit melotot ke arah Lana.

"Yang Mulia, aku tiba-tiba ingin bertanya..."


"Apa itu?"

Lana bungkam sesaat, merangkai kalimat


pertanyaan dalam kepala sebelum mengucapkannya.
"Bagaimana jika salah satu dari anak dari anak dari
anaknya anak kita melahirkan keturunan
perempuan?"

869
"Maka dia akan menjadi seorang Kaisar
perempuan." Sahut Yohan tak mau ambil pusing.
"Jangan khawatir, Permaisuri. Aku sudah menulis
segalanya dalam wasiat dan mengutuk siapa saja
yang tak mau menuruti wasiatku nanti."

"Kau sangat siap siaga." Seloroh Lana melempar


senyum ejekan.

Yohan terkekeh menanggapi. "Aku hanya ingin


memastikan keturunanku nanti kelak akan memiliki
satu wanita saja dalam hidupnya. Aku tahu para
pemimpin terbiasa memiliki banyak pasangan, tapi
aku tidak begitu menyukainya."

"Aku juga." Lana menyahut sembari melempar


senyum kecil, kali ini tidak mengandung ejekan. "Aku
tidak suka selir atau semacamnya."

870
"Itu karena kau pencemburu." Ledek Yohan
tertawa geli saat Lana melotot.

"Aku tidak seperti itu!" seru Lana tak mau kalah,


untungnya perdebatan menggemaskan keduanya
tak membuat bayi kecil mereka terbangun.

Mungkin bayi itu tenang karena tahu orang


tuanya berasal dari kalangan kaya raya dan tidak
kekurangan sehingga tidak perlu cemas akan
keuangan di masa depan.
"Dia tampan," puji Yohan memandang ke arah
bayinya. "Tapi, tidak setampan diriku."

Mata Lana menyipit. "Apa-apaan...?"


mempertanyakan ucapan sang suami yang hanya
tertawa kecil membalas.

"Dia juga manis tapi tak semanis dirimu,


Permaisuri." Lanjut Yohan entah memuji atau

871
meroasting sebenarnya.

Lana sudah tak tahu harus berkomentar apalagi


kepada Yohan. Suaminya itu sungguh benar-benar...
membandingkan anak sendiri dengan dirinya dan
Lana, persis seperti anak tetangga yang iri pada
anak tetangga yang sebelah lagi.

Senyum Yohan lalu mengembang dengan bangga


berseru. "Anak laki-laki ini akan kuberi nama Matteo
Haze."
"Nama yang indah." Puji Lana ikut senang, ia ingin
menghampiri Yohan tetapi kondisinya belum
memungkinkan untuk berjalan kemana-mana.
"Mengapa kau memberinya nama itu?" iseng, Lana
bertanya.

"Karena dia tampan, dia akan menjadi Kaisar


yang luar biasa di masa depan!" masih dengan
senyum bangga Yohan meminta Calix dan Eros
mengabari tentang nama putranya yang baru lahir

872
kemarin.

"Baik, Yang Mulia. Saya segera kembali setelah


menyebarkan kabar baik ini." Ucap Calix,
membungkuk sekilas lalu pergi.

"Eros, kau tidak perlu ikut bersama Calix." Tiba-


tiba Yohan mengubah keputusannya, "kau pergi dan
panggilah ahli perhiasan terbaik istana. Aku ingin
memakaikan tindik anting untuk putraku."
"Baik, Yang Mulia!" tegas Eros menjawab.

"Pffft, kau sangat bersemangat." Kekeh Lana


melayangkan komentar setelah Eros pergi.

"Tentu saja. Kau sangat menyukai bayi ini, itu


sebabnya..." Yohan membalas dengan kekehan
serupa. "Akan kupersiapkan pesta meriah untuk
menyambut kelahiran putraku, penerus keluarga
Haze. Semua orang harus tahu bahwa putra kita

873
yang tampan sudah lahir."

"Kau agak berlebihan," Lana mencibir, "tapi aku


sangat senang."

"Selagi dia tidak akan menjadi sainganku di masa


depan." Celetuk Yohan menambahkan.

Dahi Lana berkerut, "apa maksudnya itu, Yang


Mulia?"

"Maksudku," perlahan Yohan meninggalkan


ranjang gantung bayinya dan beralih menghampiri
Lana. "Perhatianmu tidak boleh lebih besar padanya,
harus aku yang utama."

"Yang Mulia, anak kita masih bayi."

874
"Aku tidak peduli dia bayi atau dewasa tapi, tetap
kau harus lebih memperhatikan aku. Itu
kewajibanmu sebagai istriku." Rajuk Yohan
mengerucutkan bibir manja seraya menempatkan
kepalanya bersandar di bahu Lana.

"Tapi, aku juga seorang ibu." Lana turut


mengerucutkan bibir lalu mengulurkan tangan ke
arah Yohan yang langsung disambar peluk oleh pria
itu.

"Kau istriku selamanya, aku juga ingin dirawat


olehmu!" cebik pria itu tak mau mengalah dari
putranya yang masih sangat kecil.

"Aku akan adil pada kalian berdua."

"Berarti dua duanya harus kucoba terlebih dahulu


sebelum dia, ya?" celetuk Yohan seraya menyenggol
pelan dada Lana dengan gerakan yang sangat

875
lembut, tetapi sukses membuat mata gadis itu
melotot.

"YOHAN!" Lana menyebut nama pria itu dengan


tatapan melotot, memperingatkan supaya Yohan
jangan macam-macam. "Aku baru melahirkan!"

"Aku hanya bercanda, Permaisuri." Yohan tertawa


kecil lalu mengeratkan pelukannya pada Lana.
"Malam ini akan ku adakan pesta meriah bagi bayi
kita, bagi Matteo Haze."
Singkat cerita seluruh kabar kelahiran putra
pertama Kaisar telah sampai ke penjuru Sirasea.
Hampir keseluruhan masyarakat menyambut
dengan sukacita tetapi ada juga beberapa yang
merasa tidak senang namun jenis orang-orang
semacam itu bisa terhitung dengan jari.

Seperti Alan, dia salah satu dari beberapa orang


itu. Mendapati kabar ternyata wanita yang
disukainya telah melahirkan seorang anak membuat

876
rasa kesal dan iri timbul di dalam hatinya.

"Tuan, anda baik-baik saja?"

Alan menggeleng. "Aku tidak pernah merasa baik


sebelumnya dan kabar sialan itu benar-benar
membuatku murka!"

"Malam ini pesta besar diadakan oleh


masyarakat, semua orang boleh masuk ke dalam
wilayah istana." Ucap bawahan Alan menambahkan
kabar.

"Ini akan menjadi lebih mudah dari dugaanku,"


gumam Alan seraya memainkan pisaunya diantara
jemari tangan.

"Apa yang anda akan lakukan?"

877
Alan tersenyum miring. "Jika dia tidak bisa
menjadi milikku, alangkah baiknya dia membusuk di
neraka."

"Maksud anda?"

"Kau akan tahu nanti." Alan membalas.


"Meskipun dia kebal terhadap racun yang ada, tetap
ada sebuah racun yang dapat menumbangkannya
tetapi bukan pria itu tujuanku melainkan
Permaisurinya yang cantik." Lanjut Alan menyeringai
bak setan jahat, Alan tahu karena ayahnya dan ayah
Yohan dulu adalah teman dekat.

Malam itu acara meriah berlangsung di istana,


gerbang dibuka besar-besaran. Yohan
menggendong bayinya sedangkan Lana duduk tak
jauh dari sana didampingi oleh Claire, pelayan
pribadinya yang setia.

878
Salah seorang kepala daerah mendekat untuk
melihat bayi dalam gendongan Yohan lalu berkata,
"Yang Mulia, putra anda tampannn sekali~"

"Tidak setampan diriku." Sahut Yohan disertai


anggukan.

"Tentu saja, tentu. Anda yang paling tampan


disini." Pujian kepala daerah tersebut berpindah
kepada Yohan.
Dilanjutkan oleh orang-orang penting berikutnya
yang datang dari wilayah Sirasea paling ujung hanya
untuk melihat putra dari sang Kaisar, Matteo Haze.

"Selamat atas kelahiran putra pertama anda,


Yang Mulia dan Permaisuri." Ucap pria setengah
baya itu kemudian berlalu, dilanjut dengan barisan
orang-orang yang ada di belakang.

"Permaisuri~!" seruan dengan suara keras dan

879
alunan nada yang dibuat-buat itu berasal dari pria
berambut merah panjang yang dikuncir satu, Alan.

"Senang mendengar kabar anda telah melahirkan


bayi tampan mirip seperti Yang Mulia Kaisar." Ucap
Alan disertai tatapan kagum tertuju pada Yohan dan
bayi dalam gendongannya. "Selamat, Yang Mulia."

Yohan menyahut. "Terimakasih, kau bisa pergi."

"Ah, mengapa buru-buru? Saya ingin memberi


salam pada Permaisuri, beliau adalah inspirasi hidup
saya." Ucap Alan bermulut manis.

"Sebaiknya jangan bertingkah sok akrab pada


istriku." Balas Yohan sedikit memberi peringatan
dalam nada bicaranya.

"Astaga," Alan berdecak-decak dramatis

880
mendengar tuduhan Yohan. "Saya sungguh hanya
ingin memberi salam pada Permaisuri."

"Pergilah secepatnya setelah selesai." Tutur


Yohan memberi izin secara terpaksa dan pandangan
juga selalu tertuju pada Lana walau perempuan itu
berada di tempat yang tidak begitu jauh darinya.
Alan mendekat dan bertanya. "Permaisuri, apa
kabar?"

"Kabarku baik." Jawab Lana.

"Lama sekali kita tidak bertemu, boleh aku


memberi salam penghormatan secara resmi?" ujar
Alan seraya mengangkat telapak tangannya ke arah
Lana, meminta wanita itu memberikan tangannya.

Lana melihat ke arah Yohan, meminta


persetujuan dari pria itu sehingga ada celah dimana
ia lengah dan Alan langsung mengeluarkan pisau

881
dari balik pakaiannya.

Melihat hal itu Yohan langsung berlari ke arah


Lana bertepatan dengan dihujamkannya pisau
tersebut ke arah perut Lana. Dengan sekuat tenaga
tetapi memastikan bayi dalam gendongannya tetap
aman, Yohan mendorong Lana.

Jleb!

Perempuan itu jatuh ke arah samping namun


ditahan oleh Claire sementara Yohan mendapat luka
tusuk parah di perut karena mengorbankan diri
menggantikan Lana.

"Yang Mulia!" Seru Lana segera mengambil alih


Matteo dari gendongan Yohan tepat sebelum pria itu
tumbang.

882
Alan yang akan menusuk Lana dengan pisau lain
kalah sigap dari Calix yang lebih dulu mendorongnya
kuat hingga jatuh terguling menuruni anak tangga
teras.

Keributan terjadi. Orang-orang yang ketakutan


memilih berlarian dan memperkeruh suasana
sementara Yohan nampak terbatuk dan
memuntahkan darah.

Eros yang cukup tahu tentang jenis-jenis racun


karena berasal dari wilayah selatan tertegun ketika
memeriksa jenis racun yang ada di pisau yang
sempat Alan gunakan.

"Ini racun dari wilayah selatan." Ujar Eros sangat


mengenal dari bau dan warna racun tersebut yang
mirip seperti darah namun lebih merah dan kental.
"Yang Mulia harus dibawa ke selatan secepatnya
sebelum racun ini menyebar!"

883
Racun dari selatan tidak bisa didapat oleh orang
biasa yang tidak memiliki hubungan kelahiran
dengan daerah tersebut, itu sebabnya mendiang
ayah Yohan tidak pernah memberikan racun dari
selatan untuk dikonsumsi oleh putranya tetapi Alan
diberi oleh sang ayah yang notabennya berasal dari
wilayah selatan.

"Permaisuri pergilah, biar saya--UKHH!" Claire


baru akan mengambil alih Matteo dari tangan Lana
tetapi Alan yang berhasil melumpuhkan Calix
sementara langsung menusuk Claire dengan
pedangnya sampai menembus dada gadis itu dan
ujungnya terkena ke sebagian wajah Matteo.

"MATTEO!" histeris Lana langsung memeluk erat


putranya yang berdarah disebagian wajah.

Owekk~ Owekk~

884
"Permaisuri bawa Matteo ke dalam terlebih
dahulu!" seru Eros menginterupsi supaya Lana tak
bingung. "sembunyikan Matteo!"

"KAU TIDAK BISA PERGI DARIKU BERSAMA


ANAK SIALAN ITU, PERMAISURI!" teriak Alan
kencang. "AKAN KUKEJAR KAU SAMPAI KE NERAKA
SEKALIPUN!"

Segerombolan prajurit datang menahan Alan, pria


itu berdua satu lawan sepuluh. Eros bergegas
memapah Yohan sedangkan Lana, perempuan itu
masuk ke dalam kastil untuk menitipkan putranya
dengan langkah terseok.

"Siapapun... tolong..." Lana cemas sekali, ia tidak


mungkin membawa Matteo dalam perjalanan
menuju selatan. Harus ada seseorang yang merawat
Yohan diperjalanan.

885
Di depan istana kekacauan semakin menjadi
sebab orang-orang dari kalangan preman dan bandit
anak buah Alan ikut menyerang istana. Meski hanya
terhitung puluhan orang tetap saja para prajurit agak
kewalahan karena diserang dengan metode satu
lawan tiga.

"Siapapun!" Lana memekik, langkahnya semakin


terseok, dia pergi ke bagian belakang istana dan naik
tangga untuk mencari siapapun yang ada lalu
melihat seorang gadis berumur sepuluh tahun.

"Mirela..." Lana cukup mengenal gadis kecil itu,


dia keponakan Claire.

"Mirela, tolong..."

Meski berat, Lana harus meninggalkan Matteo


pada Mirela. "Tolong aku," hatinya terasa sakit harus
memisahkan diri dari putranya baru baru lahir

886
kemarin. "Jaga putraku sampai aku kembali."

"Permaisuri Lana? Eh, tunggu!"

Lana tidak menanggapi, perempuan itu berlari ke


arah Eros yang sudah menunggu bersama Yohan
dalam kondisi tak sadarkan diri. Ketiganya keluar
dari istana melalui pintu belakang. Mereka harus
sampai ke perbatasan secepatnya dan keluar
melewati gerbang tembok.

"Matteo, maafkan ibu..." Lana berucap dalam hati


seraya terus melihat ke arah bangunan istana,
"maaf..." lalu menatap pada suaminya yang terbaring
tak sadarkan diri dalam kereta kuda.

"Aku harus menyembuhkan suamiku terlebih


dahulu, maaf Matteo. Aku janji, aku akan kembali
bersama ayahmu."

887
Sementara itu di depan, Eros menempatkan
dirinya sebagai kusir kuda sekaligus pelindung jika
terjadi penyerangan dalam perjalanan mereka
menuju selatan.

"Maaf, Matteo..." Lana kembali menangis sambil


memeluk tubuh Yohan. "Yang Mulia, cepatlah
sembuh, kumohon..." lirih Lana.

***

Ketemu Yohan & Lana nanti ya pas Yohan udah


sembuh balik dari selatan.

888
889
Ekstra Chapter “Lana's Lullaby Special
EPS” What if : Vacation to Another
World

ANNOUNCEMENT & WARNING

Konten yang terkait dalam file PDF ini sama


sekali tidak berhubungan dengan alur sebenarnya
dari cerita Lana's Lullaby. Ini hanya sekedar 'What If'
atau seandainya, imaginasi, dll.

Konten dalam cerita ini mengandung adegan


berbahaya dan menantang atau dapat dikatakan
tidak cocok dibaca untuk kalangan dedek gemes,
diharapkan bagi kalian untuk bijak dalam membaca
dan tidak menirukan adegan dalam dunia nyata
dikarenakan cowonya tidak ada. Sekian, selamat
ヾ ノ
membaca! (^-^)

890
"HALOW!" seorang pria asing turun dari portal
langit tepat di hadapan Lana dan Yohan yang sedang
sarapan di paviliun.

Yohan berkedip. "Aku sedang mimpi?"

"Tidak, tidak." Pria itu menjawab. "Ini sungguhan.


Perkenalkan, aku Malaikat Maut."

"Kau lebih mirip pembuat onar." Celetuk Yohan.


"Yang Mulia..." Lana menegur, "jangan seperti itu."

"Lalu? Kau ingin aku mempercayai pria dengan


wajah sampah ini?"

"Hmmm, sampah." Malaikat Maut membawa


kedua tangannya terlipat ke depan dada lalu sedikit
melotot. "Aku sudah dandan dan berpakaian
setampan mungkin, lho."

891
"Kau pasti gembel yang mencuri pakaian dari
jemuran orang lain." Ketus Yohan membalas.

Malaikat Maut berdehem, mengabaikan pria itu


dan beralih pada Lana. "Kurasa suamimu ini tidak
akan mudah percaya jika belum ditunjukan."

"Kau... benar Malaikat Maut, kan?" Lana


memastikan dan pria tampan berambut putih tapi
bukan ubanan itu mengangguk.

"Bisa tolong bawa aku kembali ke dunia lamaku?


Sebentar saja, ada hal yang perlu kuambil." Ucap
Lana to the point.
"Bisa dan tidak." Sahut Malaikat Maut ogah-
ogahan. "Tergantung kalian mau berikan aku makan
atau tidak."

892
"Makan saja kotoran." Yohan berceletuk di waktu
yang sama dengan istrinya.

"Akan kuberikan!" Seru Lana sambil melotot


kepada suaminya.

"Karena kau baik, akan ku kabulkan. Ajak


suamimu juga supaya dia sedikit lebih
menghormatiku."

Lana terkekeh. "Kalau yang itu, di memang agak


sulit diyakinkan."

"Kalian berdua sedang mengerjaiku?" sambar


Yohan tetapi Lana dan pria yang mengaku dirinya
sebagai Malaikat Maut secara ajaib sama-sama
mengabaikan dirinya.

Pria itu terlihat membisikan Lana sesuatu, entah

893
apa. Lalu dia menjauh dari membuka sebuah
pusaran angin yang perlahan membentuk sebuah
portal tepat diatas kepalanya. Ini terasa tidak masuk
akal tetapi belum sempat berpikir dan menduga
situasi macam apa ini, lengannya ditarik Lana
sehingga tubuhnya terbawa masuk ke dalam portal
bersama gadis itu.

"Permaisuri, kita..." Deg!

Tinnnnn! Tinnnnn!

Klakson panjang terdengar. Mereka berdua


berpindah ke dunia Lana yang sebelumnya dan
langsung disambut oleh hingar-bingar kepadatan
kota.
Mata Yohan memicing memandang ke arah
mobil dan motor yang berlalu lalang di jalan raya.
"Apa itu... kereta bermesin!?" kagetnya.

894
"Yang Mulia!" seru Lana langsung sigap mengapit
lengan Yohan dan membawa pria itu berlari menuju
kontrakan tingkat tempatnya menyewa dulu.

"Permaisuri, tempat apa ini?" Yohan nampak


kebingungan. "Dimana istanaku?"

"Shttt, sebentar." Respon Lana seadanya, ia


sudah cukup malu menjadi bahan omongan orang
karena gaunnya lain hal dengan Yohan. Pria itu
menjadi bisikan para pejalan kaki terutama kaum
wanita karena sangat tampan. Yeah, begitu.

"Gadis itu pakaiannya aneh." Celetuk salah satu


dari gerombolan orang yang baru saja melewati
mereka.

"Iya, seperti orang gila."

895
"Kau yang gila!" balas Lana memekik cukup
kencang.

"Orang-orang memandangku, apa aku jelek?"


Yohan bertanya polos.

"Tidaakkkk! sudah diam." Tegas Lana


mempercepat larinya kemudian mereka sampai di
apartemen tingkat murah tempat Lana tinggal
sebelumnya.

"Permaisuri, ini sebenarnya tempat apa?"

Yohan masih memperhatikan sedangkan Lana


mencari kunci unit apartemen miliknya yang selalu ia
selipkan diantara pot bunga yang berada tepat di
teras depan.

"Ketemu!" serunya riang lalu bergegas membuka

896
pintu dan masuk ke dalam, membawa Yohan juga
tentu saja.

"Permaisuri, jelaskan!" desak Yohan. "Baiklah."

Kurang lebih setengah jam Lana menjelaskan


siapa dirinya dan keadaan mereka saat ini. Tempat
apa ini dan lainnya. Yohan mendengarkan, pria itu
menatap lamat-lamat ke arahnya bahkan setelah
Lana selesai menjelaskan.

"Kau paham sekarang?"

"Tidak."

Lana menghembuskan nafas kasar. "Lalu apa


kau tidak dengarkan penjelasanku tadi?"

897
"Tidak, aku sibuk memandang wajahmu." Jawab
Yohan jujur. Ia selalu jujur jika bersangkutan dengan
Lana. "Itu membuatku terpukau setiap saat, kau
cantik sekali. Aku juga sebenarnya tidak terlalu
peduli ada dimana kita sekarang, asalkan kau
bersamaku sudah lebih dari cukup."

"Kalau begitu biarkan aku mencari sesuatu dulu."


Ucap Lana bergegas membongkar laci terdekat yang
ada di sisinya sedangkan Yohan nampak mengamati
sebelum akhirnya turut melihat-lihat barang milik
Lana yang dirasa aneh.

"Apa ini, Permaisuri?" ini sudah barang ketiga


yang diambil Yohan dari atas meja Lana karena
merasa benda itu aneh.

Lana yang sedang merapikan ruangan sepetak


tempat tinggalnya dahulu sebelum bertransmigrasi
ke dalam novel menghela nafas kasar.

898
"Itu senter." Ucapnya menjawab pertanyaan pria
itu.

"Ini?" tanyanya lagi, kali ini mengangkat sebuah


garpu ke udara.

"Cangkul!" seru Lana.

Kening Yohan berkerut. "Cangkul disini seperti...


ini?"

"Ya! Biasanya digunakan untuk mencolok mata."


Sahut Lana sengaja memasang ekspresi serius
dengan mata melotot.

"Jadi, disini ada kekejaman seperti itu juga?"


Yohan bertanya sambil memperhatikan garpu
ditangannya.

899
"Berarti aku boleh mencolok mata semua orang
sesukaku?"

"Jangannnn!"

"Kau bilang..." Yohan cemberut lalu menarik


lengan Lana, "Permaisuri, disini membosankan. Ayo
kita kembali saja ke kerajaan?"

Lana mendengkus. "Kita baru sampai disini lima


menit."

"Tidak ada yang bagus disini, banyak kereta


bermesin berisik dan polusi udara!" ujar Yohan tak
habis pikir cenderung merasa geram.

"Ganti baju terlebih dahulu baru kita bisa


berkeliling di tempat ini." Ucap Lana membalas.

900
"Baju? Ganti?" senyum seringai kecil muncul di
bibir Yohan. "Kau mau buka baju di hadapanku?"

"DASAR OTAK MESUM!" pekik Lana histeris.

"HEI! BERISIK!" seruan lain muncul dari arah luar,


seorang wanita tua galak yang tinggal tepat
disebelah unit kamar apartemen murahnya.

"Upss..." Lana menggigit bibir bawah merasa


malu. "KAU MEMBAWA LAKI-LAKI YA!?" wanita itu
masih berteriak. "BUKA PINTUNYA!"

"Waduh..." Lana menggaruk tengkuknya yang tak


gatal.

"BUKA PINTUNYA ATAU KULAPORKAN PADA


PEMILIK APARTEMEN JELEK INI?" wanita itu
terdengar marah sekali, Lana jadi menyesal sudah

901
berteriak seperti tadi.

"Siapa orang aneh itu?" Yohan bertanya dengan


wajah polos dan kening berkerut. "Berani sekali dia
meneriakimu. Kau adalah Permaisuri!"
"Y-Yohan, Yohan! Tunggu!" cegah Lana menahan
lengan pria yang akan membuka pintu itu. "Jangan,
jangan dulu!"

"Kenapa?" pria itu meringis dengan tampang tak


suka. "Dia telah bersikap kurang ajar padamu."

"Tidak, bukan seperti itu. Kita yang berisik dan


mengganggunya." Ucap Lana tetapi Yohan malah
menatapnya tajam sehingga cepat-cepat ia meralat
kalimat. "Maksudku, aku yang berisik."

"Kalau begitu tunggulah disini, biar aku yang


memberi orang itu pelajaran."

902
"Jangannnn!"

"Permaisuri..."

"Biar aku saja!" Lana melotot ke arah Yohan,


membuat pria yang tadinya bersikeras ingin keluar
memutuskan untuk sedikit bersabar.

"Baiklah, aku memperhatikan dari jauh." Ucap


Yohan pada Lana.

Gadis itu mengangguk lalu Yohan memilih untuk


lanjut memperhatikan sekitar, kali ini pandangannya
jatuh pada benda persegi panjang pipih yang
layarnya menyala. Tergeletak di atas kasur Lana.

Sementara gadis itu menghadapi tetangganya


diluar. Wanita tua dengan kesabaran setipis tisu

903
yang hobi marah dan mengamuk padahal sendirinya
dia suka sekali menyalakan musik dengan volume
kencang seolah berniat memecahkan telinga orang.

"Disini kau rupanya," wanita itu memasang wajah


tak ramah begitu Lana muncul dan langsung
berdecak kesal. "Dimana bocah yang tinggal disini?"

Lana bergumam pelan, ia tak mungkin


menjelaskan kalau dirinya yang dulu sudah
meninggal dan sekarang jiwanya berada ditubuh
baru.

"Dengan siapa kau di dalam?" tanya wanita


tersebut ingin tahu.

"Tidak ada siapa-siapa." Bohong Lana.

"Begitu?" dengan galak wanita itu membalas.

904
"Kau pasti menyembunyikan seorang pria di dalam!
Aku mendengarnya tadi, kau akan berbuat mesum!"

"Tidak, tidak! Bukan begitu!" bantah Lana


membela diri seraya menghalangi wanita tersebut.

"Minggir! Dasar anak muda tak tahu malu!"

"Tidak boleh!" Lana dan wanita itu terlibat aksi


dorong mendorong selama beberapa menit sampai
akhirnya Yohan hadir ke tengah-tengah mereka.

"Ada apa ini?" pria itu bertanya dengan suara


yang terdengar agak parau.

Mendapati kedatangan pria tampan, seketika


wanita tersebut berhenti tantrum dan tidak
mendorong-dorong Lana lagi. Tatapannya tertuju ke
arah Yohan dan nampak berbinar.

905
"Wah... wah... tampannya..." wanita tersebut
memandang ke arah Yohan dengan mata lapar dan
mulut terbuka. "Siapa namamu, nak?
Ketampananmu seolah membawa kedamaian
tersendiri dalam hatiku." Puji wanita itu memandang
terpukau ke arah Yohan seakan telah melupakan
berapa usianya saat ini.

"Aku sudah menikah dan aku tidak doyan nenek


tua." Celetuk Yohan ketus.

Wanita itu cemberut lalu menatap ke arah Lana.


"Jika pria yang kau ajak tidak setampan ini maka aku
pasti akan langsung memanggil warga!"
Lana tertegun. "Dasar gila." Cibirnya dalam
gumaman lembut yang tak begitu terdengar.

"Permaisuri, ayo masuk lagi." Ajak Yohan segera


menyambar tangan Lana dan membawa gadis itu

906
kembali ke dalam setelah menutup pintu serta
menguncinya.

"Kenapa dikunci?" Lana bertanya penuh curiga.

Yohan menjawab sambil terkekeh. "Tidak apa-


apa."

Berusaha berpikir positif walau status mereka


sudah menikah, Lana beralih menuju lemari. Ada
satu hal yang ingin dibawanya dari tempat ini
sebelum kembali ke Sirasea pada sore hari sesuai
dengan perjanjian yang Malaikat Maut setujui.

Lana sedang membongkar bagian rak dari


lemarinya saat tiba-tiba sepasang tangan Yohan
memeluknya dari belakang dengan erat. Begitu pun
dagu pria itu bersandar pada puncak kepalanya.

907
"Permaisuri, tinggalkan semua itu. Perhatikan aku,
aku disini..." Kalimat berupa bisikan disertai
hembusan nafas berat itu membuat Lana terbuai
sesaat tapi kemudian ia berusaha melepaskan diri
dan melanjutkan tujuannya.

"Yang Mulia, tolong." Pintanya meminta Yohan


tidak melakukan hal lebih jauh.

"Tolong? Tolong pegang?" bukannya melepaskan


Yohan justru semakin erat memeluk Lana bahkan
satu tangannya yang berada di pinggang gadis itu
naik ke bagian atas dan meremas satu sisi dari
kedua belah dada gadis itu.

"Yohannnnn!" Lana melotot masih berupaya tidak


tergoda tetapi Yohan itu sangatlah menyebalkan dan
tidak hentinya membawa Lana pada sesuatu yang
bersensasi panas serta berefek kecanduan.

908
"Yohan, aku kesini untuk mengambil kalung
peninggalan ibuku—ahhh!" meski sudah mengulang
tujuannya pada pria itu, Yohan tetap tidak berhenti
menggoda Lana terutama bagian kedua dadanya
yang selalu terlihat menggiurkan dari tampak luar.

"Kita bisa mencarinya nanti." Ujar Yohan tak


ambil pusing, diraihnya tangan Lana dan ditarik
perlahan menuju kasur.

"Tidak ada yang lebih penting dari rasa rinduku


terhadapmu, Permaisuri." Yohan berkata lagi. "Kau
selalu saja menggodaku dengan tatapan itu."
Lana mendengkus. "Aku selalu menatap seperti
ini, seperti bisa!" omelnya.

"Ya, karena itu kau selalu membuat nafsuku


naik." Sahut Yohan terkekeh gemas lalu membawa
Lana duduk di tepi kasur dan mulai mengelus lembut
pipi gadis itu lalu menarik wajahnya agar bibir
mereka mendekat kemudian berciuman.

909
"Aku... aku tidak melakukan apa-apa loh!"

"Bagiku walau kau diam sekalipun tetap sudah


sangat merangsang." Balas Yohan seraya menarik
pakaian Lana hingga robek lalu membongkar
pakaiannya sendiri.

Lana meneguk ludah, kalimat barusan terdengar


cukup mengerikan. "Y-Yang Mulia..."

"Kita tidak sedang berada di istana, Permaisuri.


Lupakan sebutan itu, panggil aku dengan namaku."
Ujar pria itu seraya melepas sisa-sisa pakaian Lana
yang melekat di tubuh gadis itu sampai
keseluruhannya telanjang polos seperti bayi baru
lahir.

"Yohan... Yohan, dengar..."

910
"Tidak dengar~"

"Nghhhh..." Lana mendesah ketika jemari Yohan


langsung mendarat di bagian puncak dadanya,
meremas putingnya itu menegak sempurna lalu
memasukannya ke dalam mulut. Jelas saja hal itu
membuat kepala Lana refleks bergerak ke sana
kemari, tak kuasa menahan kenikmatan yang timbul
di kedua dadanya. Satu dihisap, satunya lagi diremas
-remas dan dipilin bagian putingnya.

Mengingat masing-masing unit kamar disamping


apartemen terisi oleh orang, Lana menahan desah.
Tak ingin menimbulkan suara berlebihan yang
membuat semua orang tahu kegiatan apa yang
sedang terjadi di dalam kamarnya.

"Yohan..." rendah Lana melirih, memanggil nama


pria itu. "Kita bisa lakukan nanti, lakukan saat
sudah—ahhh!"

911
"Tidak mau." Tolak pria itu beralih menghisap
dada Lana yang satunya lagi dan meninggalkan
puting gadis itu yang sebelumnya telah ia hisap
sampai basah dan memerah.

"Hnghh... Yohan..." Lana tak kuasa menahan


berlama-lama menahan desah. "Yohan, sudah!
Yohannnn!"

"Sshttt, kau yang membuat ini menjadi semakin


berisik. Tenanglah, Permaisuri~" bisik Yohan naik ke
telinga Lana kemudian menjilat bagian daun telinga
gadis itu.

Sembari meremas sprei kuat-kuat, Lana


mengatupkan bibirnya serapat mungkin takut
kelepasan seperti beberapa saat lalu terlebih saat
ujung lidah basah Yohan membaluri keseluruhan
leher jenjangnya dan mulut pria itu mulai
memberikan hisapan-hisapan berbekas kemerahan.

912
"Ahh..." walau pada akhirnya tetap saja ada
desahan-desahan kecil yang tergaung oleh bibir
Lana, tapi setidaknya tak terlalu kencang.

"Permaisuri, pelankan suaramu." Bisikan lain


terdengar menembus telinganya dibarengi dengan
hisapan kencang di leher, Lana tak kuasa sampai-
sampai berupaya mendorong kepala Yohan menjauh
sebab meski rasanya enak ada sedikit nyeri yang
timbul.
"Yohan, hentikan..." Lana masih berupaya
membebaskan diri tetapi pria itu sama sekali tidak
mau mendengar. "Jangan disini, nanti... nanti saja..."

"Meskipun jangan tapi, kau tidak akan


menolakkan?"

Lana meneguk ludah. Ya, Yohan tidak


sepenuhnya salah. Pria itu tahu tipikal para gadis

913
yang suka dipaksa terlebih dahulu lalu sisanya akan
pasrah seperti saat ini. Pada akhirnya Lana
membiarkan dirinya berada dalam kukungan tubuh
gagah Yohan dan menikmati setiap sapuan bibir
lembut pria itu pada bagian permukaan kulitnya.

Sesekali mata Lana terpejam, sesekali terbuka


lebar. Hal yang sama berlaku pada bibirnya yang
sebisa mungkin mengeluarkan desah tipis saja
seraya meremas masing-masing sisi lengan kekar
Yohan, memandang ke arah tonjolan urat pria itu
yang terkadang nampak menakutkan.

"Sshttt..." desisan Yohan meminta Lana untuk


diam. "Kau tidak ingin semua orang datang ke sini
dan melihatkan, Permaisuri?"

"Yohan, Yohan..." Lana merapal nama itu bak


sebuah mantra terlebih saat satu tangan Yohan
turun meraba pusat tubuhnya dan langsung
memasukan dia jari tanpa ba-bi-bu sama sekali.

914
"Awhhh!" tubuh Lana jelas tersentak, ia kaget.
Rasanya tidak sakit tapi tidak terlalu nyaman juga,
ada sedikit —ah, banyak. Ada banyak sensasi geli
yang timbul dari pergerakan jari pria itu di dalam
kelembutan pusat tubuhnya.

"Mmmhh..." pekikan kecil Lana dibungkam oleh


ciuman singkat Yohan kemudian pria itu beralih
menempatkan wajahnya diantara kedua kaki Lana.

Seterusnya seperti yang kalian tahu... Yohan akan


mendekat, semakin dekat bersama dengan lidahnya
yang menjulur kemudian masuk ke celah kecil
sempit milik Lana dan bermain di dalam sana.
Mengais-ngaiskan ujung lidahnya ke pusat yang
paling jauh sampai tubuh gadis itu menggelinjang
kecil beberapa kali.

"Y-Yohannhh..."

915
Lana meremas sprei erat, menekuk kakinya yang
terbuka lebar selagi pria itu melumat liang
kewanitaannya dengan rakus. Tak hanya itu, satu
jarinya pun sibuk memainkan benda sekecil kacang
yang berada tepat di depan matanya. Menarik-
nariknya lembut lalu menjilatnya berkali-kali.
"Ahhhh!" desahan lainnya terbebas, Lana
menggelengkan kepala gelisah.

Miliknya berkedut kencang dan bertambah


semakin licin seiring kiat cepat lumatan lidah Yohan
di bawah sana, membuat Lana perlahan mulai
meracau. Merasakan sensasi-sensasi gatal dan geli
serta ingin buang air kecil.

"Yohan... aku..."

"Harus berapa kali kukatakan padamu, hm?"


Yohan menanggapi Lana dengan suara lembut tapi

916
dalam. "Jangan menahannya, Permaisuri. Lepaskan
saja, lepaskan perlahan-lahan... ikuti iramanya dan...
lepaskan, ah... begitu."

Perlahan cairan putih mulai merembes keluar


dari celah kewanitaan Lana. Melihat itu, Yohan
segera menjilatinya. Membuat lebih banyak lagi
lelehan putih keluar dari celah yang sama lalu ia jilat
lagi sampai lelehan tersebut keluar dalam jumlah
banyak dan sedikit menyembur.

Yohan melanjutkan kegiatannya hingga lelehan


putih yang keluar dari sana berpindah ke dalam
perutnya. Merasakan sensasi cairan sedikit hambar
tapi ada sedikit rasa manis namun sangattttt sedikit
serta cenderung agak asin itu di dalam mulutnya.

"Hnghh... Yohan, sudahlah." Lana seperti


meminta Yohan mengakhiri tetapi ia tidak menolak
sentuhan pria itu terlebih saat Yohan kembali
menjejalkan jarinya ke dalam miliknya.

917
Menggerakkannya maju mundur dengan cepat
hingga terdengar bunyi kecipak basah sampai wajah
Lana terlihat memerah, tentu saja gadis itu merasa
malu terlebih saat sisa-sisa lelehan puncaknya
kembali mengalir membalur sepasang jemari pria itu.

"Terlihat lebih baik," gumam Yohan seraya


menjilat kedua jarinya lalu mengemutnya masuk ke
dalam mulut kemudian beralih menempatkan
tubuhnya diatas tubuh Lana dan menciumi
permukaan wajah gadis itu.

Cup~

"Aku mencintaimu, kurasa..." pria itu terkekeh lalu


menempatkan dirinya memeluk Lana sesaat
sebelum meletakkan kedua kaki gadis itu di atas
pahanya sedangkan ia dalam posisi berlutut.

918
Dalam posisi tubuh telah polos sepenuhnya,
Yohan berupaya menempatkan miliknya masuk ke
dalam milik Lana. Menempatkan kekerasan raksasa
itu memenuhi seluruh celah sempit milik Lana,
sungguh... lagi-lagi Yohan akui rasanya sangat
menakjubkan. Entah karena Lana yang masih terlalu
sempit atau ukuran batangnya yang kelewat sangat
besar sampai-sampai setiap kali berada di dalam
gadis itu selalu saja muncul sensasi luar biasa.

Lana meneguk saliva yang sudah menetes


sampai keluar dari sudut bibir sebab sesekali Yohan
mencumbu bibirnya, menjilat, dan menggigitnya
gemas seraya menghentak-hentak bagian pusat
tubuhnya.

Memompa batang berurat itu dengan cepat lalu


memelan, cepat lalu memelan, cepat lalu menjadi
sangat cepat hingga bunyi khas penyatuan tubuh
keduanya terdengar nyaring atau bahkan sebenarnya
terdengar sampai keluar... entahlah, siapa tahu?

919
"Sshh... Yohan, pelan—uhhh!" kedua mata Lana
mendelik, terbelalak saat milik pria itu masuk
sampai ke bagian paling dalam yang bisa dicapai
oleh kepala bendanya.

Ini gila tapi, menakjubkan.

Plop! Plop! Plop!

Suara hentakkan tubuh mereka semakin kencang,


Lana yakin pasti beberapa tetangganya menguping.
Yohan belum juga berhenti, pria itu masih sangat
bersemangat mengejar puncaknya sembari sesekali
meremas sisi pinggang atau dada Lana.

"Permaisuri, kau terlihat tiga ratus kali lipat lebih


cantik saat telanjang dan berada di bawahku."
Celetuk Yohan jujur sambil mengelus pipi mulus
Lana lalu turun mencengkram leher gadis itu, bukan

920
cengkraman mencekik melainkan cengkraman
lembut disertai usapan ibu jari pada permukaan kulit
leher Lana.

"Tetaplah berada di bawahku selamanya." Timpal


Yohan.

"Y-Yang Mulia, t-tolonghh... cepat selesaikan."

"Mengapa cepat-cepat?" Yohan mengulum


senyum di bibirnya. "Ini baru dimulai sekitar dua
puluh menit lalu. Setidaknya satu atau dua jam lagi."

"Yang Mulia." Geram Lana memanggil namun


Yohan merespon dengan tawa kecil saja.

"Nikmati saja dulu, Permaisuriku. Nikmati selagi


masih terasa luar biasa dan belum lecet."
Kedua mata Lana melotot seketika. "Apa

921
maksudmu?"

"Sudah berapa lama dari terakhir kali kau berjalan


pincang, sayang?"

"Yohan, jangan coba-coba..." peringat Lana


menatap ke arah pria itu lekat dan was-was.

"Aku mencoba!" seru Yohan kemudian


menghentak pusat tubuh Lana kencang-kencang,
membawa bendanya yang berurat menerjang bagian
dalam kewanitaan sempit gadis itu.

Lana sudah tak tahu lagi harus berpikir positif


bagaimana. Pusat tubuhnya terus menerus
mendapat hujaman selama satu jam penuh bahkan
Yohan nampak sangat bisa menahan pelepasannya
lebih lama namun tetapi kali ini Yohan melepasnya
begitu saja.
Menyemburkan cairannya di dalam kewanitaan

922
Lana setelah memberi tiga hentak dahsyat
sebelumnya lalu mendorong jauh-jauh seperti biasa.

"Hahh... hahh..." Nafas Yohan terengah, kedua


matanya sayu. Lalu ia mencubit lembut salah satu
puncak dada Lana dan membuat gadis itu jadi
meringis.

"Permaisuri, tadi itu..."

Yohan kehilangan kata, dia meraih tubuh Lana


untuk dipeluk lalu diciumi pipinya berkali-kali. Gemas
sengat rasanya. Terkadang Yohan berpikir untuk
menelan sang istri bulat-bulat tapi sayangnya dia
bukan monster atau sejenisnya. Lagipula untuk apa
gunanya hidup juga Lana tidak ada nantinya?

"Yohan, kurasa sebaiknya kita harus segera


kembali." Pungkas Lana mengingat siluet banyak
orang dari arah jendela dan tak lama terdengar suara

923
gedoran kencang.

Duk! Duk! Duk!

"Buka!" seruan itu bukan berasal dari nenek tua


tetangga apartemennya. "Aku keamanan setempat.
Cepat buka atau kudobrak?" ancamnya.

Lana kalang kabut, dengan cepat ia memasang


pakaiannya secara asal lalu membongkar lemari
sedangkan Yohan hanya memperhatikannya dengan
tatapan polos lalu tiba-tiba Lana menghampirinya.

"Pegang tanganku." Pinta gadis itu seraya


menunjukkan kalung yang dicari sudah berada
dalam genggaman tangan yang lain.
"Permaisuri, ada orang yang mengancam kita
diluar. Setidaknya harus kutampar bolak-balik dulu
wajahnya." Celetuk Yohan nampak tak terima saat
seseorang yang mengaku sebagai keamanan

924
memberi ancaman padanya.

"Yang Mulia, ini bukan Sirasea. Di Sirasea kau


bisa penggal sepuluh kepala, tidak akan ada yang
marah tetapi disini..." Lana menggeleng. "Jangan
coba-coba."

"Tapi, Permaisuri—"

"Aku akan mendobrak!" seruan tersebut


memotong ucapan Yohan, membuat pria itu jadi
mendengkus kesal.

Lana memejamkan mata dan mulai merapalkan


mantra yang Malaikat Maut berikan padanya
sebelum berangkat ke sini lalu tiba-tiba tubuh
mereka berdua dipenuhi cahaya. Bersamaan dengan
itu pintu apartemen berhasil didobrak, tepat ketika
portal dimensi terbuka.

925
Yohan meraih sebuah kursi kecil terdekat lalu
melemparnya tepat ke kepala petugas keamanan
pria itu hingga berdarah.

"ARGHHH!" orang itu meringis kesakitan


memegangi sisi kepalanya. "Kalian jangan kabur!"
seruan terakhir yang Yohan dengar karena seluruh
tubuhnya dan Lana sudah dipenuhi cahaya lalu
terhisap masuk ke dalam portal.

Sedetik kemudian mereka sudah kembali ke


Sirasea tepatnya di halaman belakang istana. Disitu
nampak Malaikat Maut sedang menikmati makan
siangnya, dia suka dan tersenyum ke arah Lana.

"Bagaimana petualangannya? Kembali lebih


awal?" tanyanya.

Lana mengangkat kalung yang dicarinya,

926
menunjukan pada Malaikat Maut. "Aku dapat
kalungnya, terimakasih."

Malaikat Maut mengangguk. "Kau tahu tujuan


awalku sebenarnya untuk mengabsen jiwa dan kau
adalah jiwa tanpa identitas yang seharusnya pergi ke
akhirat."

Yohan langsung melingkarkan tangannya


memeluk tubuh Lana dan berkata. "Dia tidak boleh
kemanapun bahkan ke akhirat."

"Woah, woah... santailah..." Malaikat Maut


terkekeh. "Aku juga tidak berniat mengambilnya
darimu, aku hanya mengecek apa kali ini dia
menyukai hidupnya dan bahagia."

"Aku suka dan bahagia, Terimakasih banyak


karena telah memberiku kesempatan untuk hidup di
kali kedua." Seloroh Lana menyahut cepat.

927
"Sama-sama."

Yohan masih menatap waspada, persis seperti


induk singa yang siap menerkam mangsa jika sedikit
saja melakukan pergerakan tiba-tiba. Pelukannya
terhadap Lana pun terasa mengerat.

"Yang Mulia, tidak apa-apa." Bisik Lana memberi


pengertian. "Aku tidak akan kemanapun."

"Jangan berani menyentuhnya." Peringat Yohan


menekan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya
saat Malaikat Maut tampan berusaha meraih bahu
istrinya itu.

"Woah, santai bro." Malaikat Maut pun merasa


terancam berlama-lama di tempat ini. "Kalian sudah
kembali artinya aku harus lanjut bekerja. Ada banyak
jiwa yang perlu ku jemput."

928
"Tidak perlu pamit, kau bisa langsung
menghilang." Seloroh Yohan ketus.

Malaikat Maut terkekeh. "Baiklah, akan


kusampaikan salam-mu pada Tuhan."

"Sampaikanlah!" Yohan berseru, "katakan


padanya kalau ingin mengajak berduel nanti setelah
aku mati!"

Mendengar lelucon itu Malaikat Maut


menggelengkan kepala tak habis pikir. "Astaga,
kepalaku seperti berputar setiap berada di dekat pria
itu. Dasar gila." Katanya bergumam.
Kembali pada Yohan, pria itu memeluk Lana
semakin erat lalu menanyai apa yang ingin dimakan
oleh gadis itu untuk makan siang.

929
"Yang Mulia, kurasa aku ingin ke kamar..."

"Tentu." Dengan sigap Yohan menggendong


tubuh Lana dan membawa gadis itu masuk ke
bagian dalam istana.

"Aku bisa berjalan sendiri." Ucap Lana merasa tak


enak hati sekalipun statusnya adalah istri dari pria
yang sedang menggendongnya saat ini.

Seringai kecil muncul di bibir Yohan sebelum ia


menanggapi. "Sekarang kau bisa, tapi beberapa saat
lagi tidak." Satu mata pria itu berkedip nakal,
menggoda Lana.

Bukannya tergoda Lana justru meneguk ludah


horor. "Maksudmu apa, ya?"

"Kau akan segera tahu." Ucap Yohan sesaat

930
sebelum mereka memasuki kamar dan pintu
tertutup cukup kencang.

Begitu sampai di tepi kasur Yohan langsung


mendorong tubuh Lana terduduk di sisi ranjang lalu
dengan cepat ia mencopot seluruh pakaiannya dan
menjejalkan miliknya yang telah tegang sepenuhnya
masuk ke dalam mulut Lana. Menghentaknya dalam
gerakan maju mundur sampai-sampai gadis itu
tersedak dan batuk serta nyaris muntah tetapi
Yohan sama sekali tidak menarik batangnya
malahan semakin membenamkannya lebih masuk.

"Uhh.. rasanya seperti surga, benar-benar..."

Yohan mendongak, menggerakan pinggulnya


sambil mengusapi rambut Lana dan berkata. "Hisap
sayang, hisap lebih banyak sampai semuanya
muncrat dalam mulutmu."

931
Seketika itu Lana langsung tahu bahwa ini akan
berakhir sangat lama. Yohan itu selalu saja tidak
pernah puas melakukannya sekali. Dasar
menyebalkan!

😌
Inget wm gaib loh

932

Anda mungkin juga menyukai