Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia kesehatan saat ini menghadapi transformasi yang cepat dan mendalam sebagai
respons terhadap perkembangan teknologi, perubahan demografi, dan tuntutan pasien yang
semakin kompleks. Perubahan ini tidak hanya mencakup aspek klinis, tetapi juga melibatkan
struktur organisasi dan budaya di dalam rumah sakit. Munculnya konsep "learning organization"
menjadi krusial dalam menavigasi tantangan-tantangan ini.

Pertama-tama, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membuka pintu untuk
inovasi dalam penyediaan layanan kesehatan. Dari penggunaan rekam medis elektronik hingga
adopsi teknologi cerdas seperti kecerdasan buatan (AI) dan analisis data besar, rumah sakit
sekarang memiliki akses ke informasi yang lebih cepat dan akurat. Learning organization
memainkan peran penting dalam menggali potensi teknologi ini, mengajarkan petugas
kesehatan untuk memahami, mengadopsi, dan mengoptimalkan solusi digital untuk
meningkatkan efisiensi dan akurasi diagnosis.

Selain itu, pergeseran demografi, seperti penuaan populasi dan meningkatnya jumlah
penyakit kronis, menuntut rumah sakit untuk memperluas fokus mereka dari perawatan akut
menjadi manajemen penyakit jangka panjang. Learning organization memberikan kerangka
kerja yang mendukung petugas kesehatan dalam mengembangkan keahlian baru dan
menyesuaikan diri dengan perubahan model perawatan yang lebih holistik. Ini melibatkan
pengembangan keterampilan interpersonal, manajemen waktu, dan pemahaman yang lebih
baik terhadap kebutuhan pasien yang beragam. Aspek lain dari perubahan dalam dunia
kesehatan adalah peningkatan permintaan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pengambilan keputusan mengenai perawatan mereka. Ini memerlukan paradigma baru di mana
komunikasi dan keterlibatan pasien dianggap kunci dalam memberikan layanan yang bermakna.
Learning organization, melalui pendekatan pembelajaran yang terus-menerus, mendukung

1
pengembangan keterampilan komunikasi dan kepekaan terhadap kebutuhan individual pasien.
Tantangan lain yang terus berkembang adalah perubahan regulasi dan kebijakan di bidang
kesehatan. Rumah sakit perlu dapat beradaptasi dengan perubahan peraturan yang
mempengaruhi cara mereka memberikan perawatan. Learning organization membantu
menciptakan budaya organisasi yang responsif, di mana petugas kesehatan dapat secara aktif
terlibat dalam memahami, mengamati, dan mengimplementasikan perubahan kebijakan
dengan cepat. Secara keseluruhan, dalam era perubahan cepat di dunia kesehatan, learning
organization bukan hanya konsep, tetapi suatu keharusan. Kemampuan untuk terus belajar,
beradaptasi, dan mengimplementasikan perubahan dengan cepat adalah inti dari kelangsungan
dan keunggulan dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas.

B. Rumusan Masalah
Dalam menghadapi dinamika perubahan yang cepat di dunia kesehatan, konsep Learning
Organization menjadi semakin penting. Rumah sakit sebagai entitas pemberi layanan kesehatan
diharapkan dapat menjadi organisasi yang mampu belajar secara berkesinambungan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Badan Layanan
Umum Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Palemmai Tandi merupakan RSUD milik
pemerintah Kota Palopo yang tentunya tidak lepas dari tantangan dinamika perubahan ini. Oleh
karena pentingnya Learning Organization, maka penulis tertarik untuk menelaah beberapa hal
sebagai berikut:
1) Apa peran learning organization pada RSUD dr Palemmai Tandi?
2) Bagaimana implementasi learning organization dapat meningkatkan kinerja RSUD dr
Palemmai Tandi?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembahasan ini sebagai berikut
1) Menganalisis pentingnya learning organization di RSUD dr Palemmai Tandi
2) Menyajikan manfaat dan dampak positif implementasi learning organization di RSUD dr
Palemmai Tandi

2
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Definisi Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2020 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit, rumah sakit adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

B. Klasifikasi Rumah Sakit


Klasifikasi rumah sakit menurut Permenkes nomor 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan
perizinan rumah sakit menyebutkan klasifikasi rumah sakit ada 2 yaitu:
a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan,
Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :
1). Rumah Sakit umum Kelas A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital)
atau disebut juga rumah sakit pusat.
2). Rumah Sakit umum Kelas B
Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan medik
spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan
di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten.
3). Rumah Sakit umum Kelas C
Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan dasar yang

3
disediakan yaitu penyakit dalam, bedah, kesehatan anak, serta kebidanan dan
kandungan.
4). Rumah Sakit umum Kelas D
Rumah sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit kelas C. Rumah Sakit Kelas D adalah rumah sakit umum yang
hanya menyediakan pelayanan perawatan kelas 3 (tiga) untuk peningkatan akses
bagi masyarakat dalam rangka menjamin upaya pelayanan kesehatan perorangan
yang memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, serta
pelayanan penunjang lainnya.
b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama
pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya, Rumah Sakit
Khusus diklasifikasikan menjadi :
1). Rumah Sakit Khusus Kelas A
2). Rumah Sakit Khusus Kelas B
3). Rumah Sakit Khusus Kelas C

C. Fungsi Rumah Sakit


Rumah Sakit mempunyai fungsi menurut Undang-Undang (UU) No 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

4
D. Kewajiban Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan menurut Permenkes Nomor 4
Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien memutuskan bahwa
“Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban membuat, melaksanakan, dan menjaga
standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien
dan menyelenggarakan rekam medis”.

E. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Palemmai Tandi


Menurut Peraturan Walikota Palopo Nomor 20 tahun 2020 tentang Internal Rumah Sakit
(hospital by laws) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Palemmai Tandi Kota Palopo Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dr Palemmai Tandi merupakan suatu badan layanan umum daerah
yang beralamat di Jln.Samiun Nomor 2 Kelurahan Amassangan, Kecamatan Wara, Kota
Palopo, Sulawesi Selatan. RSUD ini mendapatkan izin operasional pada tanggal 30
November 2017, dan mulai bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan pada tanggal 01 April 2021.

RSUD ini memiliki Visi "Rumah Sakit dengan Pelayanan Terbaik di Kota Palopo Tahun
2024". Adapun misi yang diusung dalam mencapai visi tersebut adalah
1). Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan berkeadilan
yang berorientasi pada keselamatan pasien
2). Menyelenggarakan tata kelola rumah sakit yang inovatif, efektif, efisien dan
akuntabel
3). Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang humanis dan
berdaya saing.
4). Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana dan alat kesehatan rumah
sakit sesuai standar Rumah Sakit kelas C

Tujuan RSUD dr. Palemmai Tandi Tahun 2018-2024 yaitu:

5
a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau yang
mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.
b. Terselenggaranya tata kelola rumah sakit yang inovatif, efektif, efisien dan akuntabel.
c. Terpenuhinya sumber daya manusia yang berkualitas, humanis dan berdaya saing.
d. Terpenuhinya sarana, prasarana dan alat kesehatan sesuai standar rumah sakit kelas
C.

F. Definisi Learning organization


Learning organization atau organisasi pembelajar adalah organisasi yang terus menerus
belajar meningkatkan kemampuannya untuk dapat bertahan dan berkembang menuju
pencapaian visi bersamanya dalam lingkungan yang terus berubah. Learning organization
merupakan organisasi dimana orang secara terus menerus memperluas kapasitas
menciptakan hasil yang sung-sungguh mereka inginkan, dimana pola berfikir baru dan
ekspansif ditumbuhkan, dimana aspirasi kolektif dibiarkan bebas dan dimana orang secara
terus menerus berupaya belajar bersama. (Senge, 1996).

Menurut Beck dalam Dharma, 2001, dalam Nur & Januarti 2010 dalam Yohana
(2015), ,mendefinisikan learning organization sebagai : “system of action, actors, symbols,
and processes that enables an organization to transform information into valued
knowledge, which in turn increase its long-run adaptive capacity”. Definisi tentang
Organisasi Pembelajar juga dikemukakan oleh Pedler, Boydell dan Burgoyne (1988).
Dengan mendasarkan pada proses kajian literatur, wawancara dan investigasi lain maka
organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memfasilitasi
pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus untuk dapat
mentransformasi diri.

Menurut Pedler, dkk dalam Dale, 2003, dalam Nur & Januarti 2010 dalam Yohana (2015),
suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang; 1) mempunyai suasana dimana
anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan
potensi penuh mereka, 2) memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan,

6
pemasok dan stakeholder lain yang signifikan, 3) menjadikan strategi pengembangan
sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses
transformasi organisasi secara terus menerus. Tujuan proses transformasi sebagai aktivitas
sentral, adalah agar organisasi mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah
baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan
keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif.

G. Komponen Learning Organization


Senge (1990) berpendapat bahwa Learning Organization dapat berjalan dengan baik bila
adanya kesiapan organisasi menjalankan kelima hal yang telah disebutkan di dalam buku
Senge yang berjudul The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning
Organization. Kelima Dimensi learning Organization tersebut terdiri dari:

1. Systems thinking (Pemikiran Sistem).


Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerjasama untuk menghasilkan
kinerja yang optimal. Unit-unit antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau
cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk
melakukan pekerjaan secara sinergik. Kemampuan untuk membangun hubungan yang
sinergik ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit
lain, dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya.
Seringkali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak
memahami dampak dari pekerjaan dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul
fanatisme seakan-akan hanya unit dia sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan
unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral.
Kerugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan
lainnya. Pemborosan biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit
diri sendiri adalah unit yang paling penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan
membuat anggota perusahaan tidak memahami konteks keseluruhan dari organisasi.

Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa batas (borderless
organization), atau kalaupun masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi, kini

7
fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi.
Organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional
organization.Organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat
karena masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan
pengalamannya. Semua orang mesti belajar bagaimana cara menyikapi segalanya secara
holistik sistemik. Jantung berpikir sistem adalah kesadaran akan keterkaitan dirinya dalam
tim, keterkaitan tim dengan organisasi, keterkaitan organisasi dengan lingkungan yang
lebih luas lagi.

2. Personal Mastery (Penguasan personal).


Individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk membawa
keberhasilan organisasi. Oleh karena itu individu tidak boleh berhenti belajar. Dia harus
memiliki visi (mimpi) pribadi, harus kreatif, dan harus komit pada kebenaran. Bagi Senge,
ini merupakan disiplin untuk terus menerus memperjelas dan memperdalam visi personal,
memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan menilai realitas secara obyektif.
Hal ini merupakan landasan penting bagi organisasi pembelajar ’fondasi spiritual’
organisasi pembelajar.

Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi agar
bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik (tenaga otot) ke
paradigma yang berbasis pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan perubahan tipe
pekerjaan, telah menyebabkan banyak pekerjaan yang tidak diperlukan lagi oleh organisasi
karena digantikan oleh tipe pekerjaan baru, atau digantikan oleh pekerjaan yang
menuntut penggunaan teknologi. Bilamana pekerja tidak mau belajar hal baru, maka dia
akan kehilangan pekerjaan. Selain itu banyak pekerjaan yang ditambahkan pada satu
pekerjaan (job-enlargement), atau job rotation (mutasi karyawan) agar memudahkan
karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja yang lain demi terwujudnya sinergi.
Oleh karena itu karyawan harus belajar hal-hal baru.

8
Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua pekerja di sebuah
organisasi harus memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan kompetensi dirinya
dengan terus belajar. Kompetensi dirinya bukan semata-mata di bidang pengetahuan,
tetapi kemampuan berinteraksi dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan saling
mengapresiasi pekerjaan orang lain. Organisasi lintas fungsi seperti yang telah dibicarakan
di atas akan mempercepat proses pembelajaran individu di dalam organisasi.

3. Mental Model (Model mental).


Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh
asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam organisasi, berlaku pula
kesimpulan yang diambil mengenai ’how things work’ di dalam organisasi. Hal ini disebut
dengan mental model, yang dapat terjadi tidak hanya pada level individual tetapi juga
kelompok dan organisasi. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih
cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang
tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi
pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual,
kelompok, dan organisasi.
Hal ini menyangkut pembelajaran bagaimana cara menggali gambaran internal
dunia, untuk membawanya ke permukaan dan secara tekun menelitinya dengan cermat’.
Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh asumsi yang ada dalam pikiran
kita tentang pekerjaan dan organisasi. Kognitif. Persoalannya muncul ketika mental kita
terbatas atau bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan organisasi.
Dalam organisasi pembelajar model mental menjadi tidak terbatas, melainkan bebas dan
selalu bisa berubah. Jika organisasi ingin berubah menjadi organisasi pembelajar maka
semua orang mesti bisa mengatasi ketakutan-ketakutan atau kecemasan-kecemasan untuk
berpikir.

4. Shared Vision (Membangun visi bersama).


Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang
pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organsasi

9
untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar
belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda
antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang
sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya
visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi.
Ini menyangkut bagaimana setiap orang berbagi visi bersama tentang masa depan. Tujuan,
nilai, misi akan sangat berdampak pada perilaku dalam organisasi, jika di-shave dan
dipahami bersama, dan dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa depan
organisasi merupakan juga mimpi-mimpi indah kelompok dan individu. Visi bersama akan
menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu ketimbang visi yang hanya datang dari
atas. Kepemimpinan merupakan kunci dalam menciptakan dan mengkomunikasikan visi
tersebut. Namun, Senge memandang kepemimpinan lebih sebagai yang penciptaan
struktur atau aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan total seseorang.
Pemimpin menciptakan visi namun rela membiarkan visi tersebut dirumuskan-ulang oleh
orang lain.

5. Team Learning (Pembelajaran tim).


Tim-tim, dan bukan perseorangan, merupakan kunci sukses organisasi masa depan dan
semua individu mesti belajar bagaimana cara belajar (learn how to learn) dalam konteks
tim. Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya bermacam-macam:
departemen, unit, divisi, panitia, dan lain sebagainya. Seringkali seorang individu harus
mampu menempatkan dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog,
saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat dirinya sebagai satu unit
yang tidak bisa dari unit lain, dan tidak bergantung.

Kini makin banyak organisasi berbasis team, karena rancangan organisasi dibuat dalam
lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan
kegiatan team ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik
seperi yang telah dibicarakan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi
wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu team, maka pembelajaran organisasi

10
akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin
cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu
semangat belajar dalam team, cerita sukses atau gagal suatu team harus disampaikan
pada team yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat
penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya.
H. Karakteristik Learning Organization
Menurut penelitian Marquardt dan Reynolds (1994) dalam Nur dan Januarti (2010) dalam
Yohana (2015), pada dasarnya Learning Organization memiliki karakteristik atau ciri-ciri
sebagai berikut:
- Memandang ketidakpastian sebagai kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang
- Menciptakan pengetahuan baru dengan menggunakan informasi yang objektif,
pengertian yang subjektif, simbol-simbol dan asumsi-asumsi
- Menyambut dengan hangat kehadiran berbagai perubahan
- Mendorong rasa tanggungjawab mulai pada tingkatan pegawai rendah
- Mendorong para manajer untuk menjadi pemimbing, mentor, dan fasilitator
dari learning process
- Memiliki budaya umpan balik dan keterbukaan
- Memiliki pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap organisasi berikut
sistem, proses dan keteraitan antar unsurnya.
- Visi, tujuan, dan niai-nilai organisasi telah mendarah daging di kalangan
pegawai.
- Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan para pegawai diberi kewenangan
untuk mengambil suatu keputusan.
- Memiliki pemimpin-pemimpin yang mengambil resiko dan bereksperimen
dengan penuh perhitungan
- Memiliki sistem untuk berbagi pengetahuan dan menggunakannya dalam
kegiatan usaha.
- Berorientasi pada pelanggan (customer driven)

11
- Peduli dengan masyarakat sekitar
- Mengaitkan pengembangan diri pegawai dengan pengembangan organisasi
secara keseluruhan
- Memiliki jaringan-jaringan (networks) yang berfungsi di dalam organisasi
- Memiliki jaringan-jaringan dengan lingkungan dunia usaha
- Memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman.
- Mempu bertahan dari tekanan-tekanan birokratis dan tekanan-tekanan tertentu
lainnya.
- Mengakomodasi dan menghargai inisiatif pegawai
- Rasa saling percaya telah tertanam dalam organisasi
- Melakukan pembaharuan secara berkesinambungan.
- Mengakomodasi, mendorong, dan menghargai segala bentuk kerja kelompok.
- Mendayagunakan kelompok kerja lintas fungsional
- Mendayagunakan kempuan belajar yang ada.
- Memandang organisasi sebagai suatu organism yang hidup dan terus
berkembang
- Memandang kejadian yang tidak diharapkan sebagai kesempatan untuk belajar.

Pedler dalam Nur dan Januarti (2010) dalam Yohana (2015) mengatakan bahwa
karakteristik learning organization yang menonjol adalah memiliki kondisi dimana setiap
anggota didorong untuk senantiasa belajar dan mengembangkan seluruh potensi mereka,
memperluas budaya belajar agar diadopsi juga oleh para pelanggan, pemasok, dan stake
holder lainnya yang signifikan bagi organisasi, menjadikan strategi pengembangan sumber
daya manusia sebagai pusat kebjakan bisnis, dan merupakan organisasi yang ada di dalam
suatu proses tranformasi organisasi yang kontinyu.

I. Hambatan Learning organization


Senge dalam Zulkifli (2012) dalam Yohana (2015), terdapat tujuh penyakit yang
menghambat pembelajaran (learning disabilities) yaitu:

12
a. I am my position : kebiasaan melihat masalah dari sudut kepentingan sendiri
ketimbang keseluruhan kepentingan didalam satu sistem. Semua boleh berubah,
kecuali posisiku. Perilaku melihat masalah dari sudut pandang sendiri; tidak melihat
kepentingan menyeluruh yang lebih besar.
b. The enemy is out three: kebiasaan melihat kesalahan pada pihak lain, diluar diri
sendiri, sebagai “kambing hitam”.
c. The illusion of taking charge: kebiasaan sibuk bekerja tanpa mencari akar sebab dari
masalah untuk memecahkan pada skala yang lebih luas.
d. The fixation on events: kebiasaan melihat masalah pada peristiwa masa kini
saja, ketimbang pada sebabnya yang berada jauh di belakang, dan dampaknya
ke masa depan yang panjang.
e. The parable of the boiled frog: kebiasaan menyesuaikan diri dengan sebab-
sebab masalah yang kecil hingga sebab-sebab tersebut menumpuk, membesar,
dan melumpuhkan kemampuan diri untuk mengatasinya.
f. The delusion of learning from experience: kebiasaan untuk hanya belajar dari
pengalaman sendiri, bukan dari pengalaman pihak yang terkena dampak
sesuatu keputusan.
g. The myth oh the management team: kebiasaan membentuk kelompok kerja
untuk menangani sesuatu masalah dimana para anggotanya secara sempit
hanya memperhatikan kepentingan diri dan satuan organisasinya, bukan
kepentingan keseluruhan organisasi yang menjangkau jauh kemasa depan.

Selanjutnya Senge (1990) menjelaskan bahwa agar learning dapat terwujud maka learning
perlu diberikan fasilitas. Fasilitas ini berupa ide penuntun, teori, metode dan peralatan, serta
inovasi dalam infrastruktur. Espejo (1996), menekankan pentingnya struktur organisasi yang
baik yang memungkinkan terbangunnya sistem komunikasi yang efektif. Selanjutnya individu
dapat melakukan learning secara mandiri dalam organisasi (Espejo, 1996 dalam Yohana
(2015)). Kemampuan learning yang tinggi pada level individu tidak otomatis akan
menghasilkan learning organization yang tinggi pula, tergantung dari faktor organisasional

13
yang melingkupinya. Faktor tersebut adalah struktur organisasi dan leadership (Espejo, 1996
dalam Joko, 2007).

Dari berbagai model LO dan pengertian tentang LO, dapat disimpulkan bahwa learning
hanya akan dapat berjalan dengan baik jika organisasi fungsional dirubah menjadi bentuk
tim kerja. Perubahan struktur ini ditujukan untuk menciptakan kondisi learning dalam
organisasi. Di samping itu manajemen perlu pula memberikan peluang agar learning dapat
terjadi, sehingga akan mendorong terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota organisasi.
Learning akan terjadi jika ada consensus. Sebaliknya tim dengan tingkat kohesivitas antara
anggotanya terlalu tinggi learning juga sulit terjadi. Learning yang efektif mempersyaratkan
adanya keberagaman mental model diantara para anggota tim (Heijden,1996 dalam Joko,
2007 dalam Yohana (2015)).

Di samping ada faktor yang berpengaruh terhadap LO, ada pula faktor-faktor yang
menghambat LO. Menurut Thomas (1997) dalam Joko (2007) dalam Yohana (2015),
hambatan terhadap munculnya LO antara lain adalah tidak tersedianya waktu untuk
berdialog, kecenderungan organisasi yang hanya mengumpulkan informasi dan tidak
menggunakannya, kecenderungan untuk memaksimalkan penggunaan tenaga manusia
ketimbang “mengembangkan dan menumbuhkannya”, dan seringkali tindakan yang diambil
hanyalah ketika terjadi krisis, bukan mengembangkan suatu tindakan preventif.

Sementara itu Marquardt dan Reynolds (1994) dalam Yohana (2015) menyatakan bahwa
hambatan terhadap LO adalah birokrasi, kompetisi, pengendalian, komunikasi yang buruk,
penggunaan sumberdaya, hierarki yang ketat, dan ukuran organisasi. Dalam organisasi
publik hambatan yang dihadapi dalam penerapan LO adalah birokratisasi dan
profesionalisasi (Willcocks & Harrow, 1992 dalam Joko, 2007 dalam Yohana 2015).

14
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan telaah kepustakaan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
Learning Organization (LO) memainkan peranan penting sebagai suatu strategi efektif
untuk menciptakan lingkungan pembelajaran bagi individu dan kelompok, guna
mengembangkan kapabilitas RSUD dr Palemmai Tandi untuk menghadapi tantangan di
masa kini dan masa depan.

Dalam perjalanannya, system thinking atau berpikir sistem merupakan pembelajaran


jangka panjang yang mengakumulasi evidence base untuk perubahan di masa yang akan
datang. Berpikir sistem dikenal sebagai ‘disiplin kelima’ karena mengintegrasikan empat
karakteristik yang sebelumnya. Mengakui bahwa organisasi rumah sakit adalah sistem
kompleks yang terbuat dari hubungan timbal balik. Pemasaran bergantung pada
keuangan, keuangan bergantung pada teknologi informasi (TI), TI bergantung pada
penelitian dan pengembangan, dan seterusnya. Senge percaya bahwa hubungan timbal
balik ini harus diperiksa dan dipahami dengan cermat untuk mengungkap peluang,
masalah dan kemungkinan di dalamnya.

Sebagaimana disampaikan, organisasi rumah sakit adalah sistem terbuka yang harus
berinteraksi dengan dan dapat beradaptasi dengan lingkungan agar dapat bertahan.
Selama tiga dekade terakhir, perubahan cepat yang terjadi di industri pelayanan kesehatan
telah memaksa pemimpin untuk berorientasi ke arah pola pikir terbuka. Terbuka dan
mengakui bahwa organisasi rumah sakit adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks
dan saling berhubungan. Kemampuan RSUD dr Palemmai Tandi untuk bertahan dapat
diwujudkan dengan membentuk suatu organisasi pembelajar (learning organization).

15
Organisasi pembelajar tersebut akan terbentuk melalui sebuah proses yang panjang dan
menantang yang didorong oleh kemampuan pembelajaran tim (team learning). Team
learning tersebut dibentuk dari grup-grup kecil yang setiap individu di dalamnya berpikir
secara sistem (system thinking), memiliki cara berpikir yang tepat untuk membuat
keputusan (mental model), memahami tujuan (shared vision) yang didukung dengan
kemampuan individu untuk terus fokus meningkatkan kemampuan pribadi dan tim untuk
mencapai tujuan.

Dengan menerapkan Fifth Disicipline, Systems Thinking, seseorang memiliki kemampuan


untuk melihat suatu peristiwa secara holistik. Systems Thinking menjadi dasar bagi
pembentukan mental model dan mendorong individu mencapai Personal Mastery.
Bersama-sama, mental model dan personal mastery menjadi fondasi bagi terbentuknya
Shared Vision. Shared Vision menjadi dasar bagi pengembangan Team Learning pada
tingkat individu. Kemudian, Shared Vision dan Team Learning merupakan bentuk
pembelajaran pada tingkat kelompok. Proses pembelajaran pada tingkat kelompok akan
berjalan lancar jika setiap anggota yang terlibat memiliki Systems Thinking yang
mendukung. Pembelajaran pada tingkat kelompok dan individu dapat tercapai dengan
baik apabila difasilitasi oleh biro yang efektif dan didukung oleh kepemimpinan yang
proaktif terhadap terwujudnya pembelajaran.

B. Pembahasan
RSUD dr Palemmai Tandi merupakan rumah sakit umum daerah yang jika dilihat dari usia
pembentukan, masih tergolong sangat muda sebagai suatu rumah sakit. Tentunya banyak
tantangan dimasa kini dan masa yang akan datang yang harus dihadapi. Dalam konteks
rumah sakit yang masih muda, implementasi konsep Learning Organization (LO) memiliki
peran penting dalam menciptakan dasar yang kuat untuk kelangsungan operasional yang
efisien dan peningkatan berkelanjutan.

16
Sebagai rumah sakit yang tergolong muda, integrasi konsep Learning Organization (LO)
menjadi kunci utama dalam menciptakan fondasi yang kokoh untuk kesuksesan jangka
panjang. LO bukan hanya sekadar pendekatan manajemen, tetapi juga merupakan filosofi
yang mengajak seluruh organisasi untuk terlibat dalam proses pembelajaran
berkelanjutan. Oleh karena itu, peran LO dalam konteks rumah sakit baru ini sangat
krusial.

1. System thinking atau pemikiran sistem adalah suatu pendekatan yang memandang
organisasi atau entitas sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang
saling terhubung dan berinteraksi. Learning organization, atau organisasi pembelajaran,
adalah konsep yang mengacu pada kemampuan suatu organisasi untuk belajar secara
kontinu dan beradaptasi dengan perubahan.

Pemahaman Sistem Kesehatan Secara Keseluruhan:


System thinking membantu rumah sakit untuk memahami bahwa mereka bukan entitas
terisolasi, tetapi bagian dari suatu sistem kesehatan yang lebih besar. Hal ini
memungkinkan rumah sakit untuk berkolaborasi dengan penyedia layanan kesehatan
lainnya dan memahami dampak keputusan mereka terhadap sistem secara keseluruhan.
Identifikasi dan Analisis Dampak Sistem:

Dengan menggunakan system thinking, rumah sakit dapat mengidentifikasi dan


menganalisis dampak dari setiap perubahan atau kebijakan pada seluruh sistem. Ini
membantu menghindari keputusan yang bersifat suboptimal dan memastikan bahwa
tindakan yang diambil memperbaiki kinerja keseluruhan sistem kesehatan.
Fokus pada Hubungan Antar Bagian:

System thinking membantu dalam memahami hubungan antar bagian dalam rumah sakit,
seperti departemen, unit, dan tim kerja. Dengan memahami bagaimana setiap bagian

17
saling terhubung, rumah sakit dapat mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan
koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi di antara mereka.

Pengelolaan Perubahan dengan Lebih Efektif:


Rumah sakit sebagai organisasi pembelajaran menggunakan system thinking untuk
mengelola perubahan dengan lebih efektif. Mereka dapat mengantisipasi dampak
perubahan pada berbagai bagian sistem dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk meminimalkan ketidakpastian dan resistensi.
Fasilitasi Pembelajaran Organisasi:

System thinking mendorong budaya pembelajaran di rumah sakit. Dengan melibatkan staf
dalam pemikiran sistem, organisasi dapat mendorong refleksi, evaluasi, dan peningkatan
berkelanjutan. Ini menciptakan lingkungan di mana personel rumah sakit dapat terus-
menerus belajar dari pengalaman dan menerapkan perbaikan.

Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Operasional:


Dengan memahami sistem secara keseluruhan, rumah sakit dapat mengidentifikasi
peluang untuk meningkatkan efisiensi operasional. Hal ini mencakup peningkatan proses,
pengurangan pemborosan, dan optimalisasi aliran kerja untuk meningkatkan kinerja
keseluruhan.
Penerapan system thinking dalam konteks learning organization membantu rumah sakit
untuk menjadi lebih responsif terhadap perubahan, meningkatkan kualitas layanan, dan
mencapai kinerja yang lebih baik secara keseluruhan dalam penyediaan layanan
kesehatan.

2. Personal Mastery adalah salah satu konsep utama dalam pembentukan Learning
Organization. Personal Mastery mencakup ide bahwa individu di dalam organisasi
memiliki kemampuan untuk terus-menerus belajar, meningkatkan diri, dan

18
mengembangkan potensi pribadi mereka. Dalam konteks rumah sakit, peran Personal
Mastery dalam Learning Organization dapat memiliki dampak signifikan pada peningkatan
kinerja.

Peningkatan Kompetensi Individu:


Personal Mastery mendorong setiap individu di rumah sakit untuk mengembangkan dan
meningkatkan kompetensinya. Ini mencakup penguasaan keterampilan teknis,
pengetahuan medis, dan kemampuan interpersonal. Individu yang memiliki Personal
Mastery akan cenderung berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan mereka, yang
pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan pasien.
Pemahaman Diri dan Peningkatan Kinerja:

Personal Mastery melibatkan pemahaman diri yang mendalam, termasuk kesadaran akan
kekuatan dan kelemahan. Dengan menyadari diri mereka sendiri, staf rumah sakit dapat
bekerja untuk mengatasi tantangan dan meningkatkan kinerja mereka. Hal ini dapat
menciptakan tim yang lebih efektif dan berfokus pada peningkatan mutu layanan
kesehatan.

Motivasi dan Keterlibatan:


Individu yang memiliki Personal Mastery cenderung lebih termotivasi dan terlibat dalam
pekerjaan mereka. Dalam konteks rumah sakit, ini berarti tenaga medis dan staf
administratif akan memiliki dorongan internal untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada pasien. Motivasi yang kuat dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas layanan
secara keseluruhan.
Inovasi dan Peningkatan Berkelanjutan:

Personal Mastery mendorong pola pikir inovatif dan orientasi pada perbaikan
berkelanjutan. Individu yang terlibat dalam pembelajaran terus-menerus cenderung
mencari cara untuk meningkatkan proses dan praktik kerja mereka. Ini dapat merangsang

19
inovasi dalam pelayanan kesehatan dan memperkenalkan perubahan yang positif dalam
rumah sakit.

Adaptasi Terhadap Perubahan:


Personal Mastery membantu individu mengembangkan ketangguhan dan fleksibilitas
untuk beradaptasi dengan perubahan, yang merupakan hal yang penting dalam
lingkungan kesehatan yang terus berubah. Staf yang memiliki Personal Mastery dapat
lebih cepat dan efektif dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi,
perubahan kebijakan, dan tuntutan lainnya.

Pengembangan Kepemimpinan yang Berkualitas:


Personal Mastery juga merangsang pengembangan kepemimpinan yang berkualitas.
Individu yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri
cenderung menjadi pemimpin yang lebih efektif. Kepemimpinan yang baik di dalam
rumah sakit dapat memotivasi tim, menciptakan budaya pembelajaran, dan merancang
strategi untuk peningkatan kinerja secara keseluruhan.
Dengan mengintegrasikan Personal Mastery ke dalam budaya organisasi, rumah sakit
dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pembelajaran
individu. Hal ini pada gilirannya dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja secara
keseluruhan, dengan fokus pada pelayanan kesehatan yang lebih baik dan responsif
terhadap kebutuhan pasien.

3. Mental model, dalam konteks organisasi pembelajaran atau learning organization,


mengacu pada pola pikir, keyakinan, dan persepsi yang dimiliki individu dan kelompok
dalam suatu organisasi. Penerapan konsep mental model dalam rumah sakit sebagai
learning organization dapat memiliki peran penting dalam peningkatan kinerja. Berikut
adalah beberapa narasi tentang peran mental model dalam konteks ini:

20
Pemahaman Terhadap Pasien dan Keluarga:
Mental model yang ditanamkan dalam staf rumah sakit dapat mencakup persepsi mereka
tentang pasien dan keluarga. Jika mental model ini didasarkan pada empati, penghargaan,
dan pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan pasien, maka pelayanan kesehatan
dapat menjadi lebih humanistik dan personal. Mental model yang positif terhadap peran
pasien dan keluarga dalam proses penyembuhan dapat meningkatkan kepuasan pasien
dan kualitas perawatan.

Kolaborasi Antar Tim dan Departemen:


Mental model memainkan peran penting dalam memahami dan membentuk kolaborasi di
antara tim dan departemen dalam rumah sakit. Jika staf memiliki mental model yang
mendukung kerjasama, berbagi informasi, dan koordinasi yang efektif, maka proses
perawatan pasien dapat menjadi lebih terintegrasi dan efisien. Ini dapat membantu
mencegah kesalahan komunikasi dan meningkatkan alur kerja antardepartemen.

Kepemimpinan yang Berbasis Pembelajaran:


Mental model yang diterapkan pada pemimpin rumah sakit memainkan peran kunci
dalam membentuk budaya organisasi. Jika pemimpin memiliki mental model yang
mendukung pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan, maka budaya tersebut akan
tercermin dalam tindakan organisasi. Pemimpin yang mempromosikan pembelajaran dan
inovasi dapat mendorong staf untuk berkontribusi pada peningkatan kinerja.
Pemahaman Sistem Kesehatan:

Mental model juga mencakup pemahaman tentang bagaimana sistem kesehatan


beroperasi secara keseluruhan. Jika staf memiliki mental model yang menyadari
keterkaitan antarbagian dan dampak keputusan lokal terhadap sistem secara keseluruhan,
mereka dapat mengambil keputusan yang lebih inform, menyelaraskan tindakan mereka
dengan tujuan organisasi dan sistem kesehatan secara luas.
Respons Terhadap Perubahan:

21
Mental model yang mendorong fleksibilitas dan adaptasi dapat membantu rumah sakit
dalam menghadapi perubahan. Jika staf memiliki keyakinan bahwa perubahan adalah
bagian dari pembelajaran dan pembaruan, mereka lebih mungkin merespon perubahan
dengan positif dan mencari cara untuk beradaptasi dengan cepat.

Pemahaman Terhadap Kualitas dan Keselamatan Pasien:


Mental model terkait kualitas dan keselamatan pasien memainkan peran penting dalam
peningkatan kinerja rumah sakit. Jika staf memiliki mental model yang menekankan pada
prinsip-prinsip kualitas, pengukuran kinerja, dan keselamatan pasien, maka rumah sakit
dapat mengembangkan praktik terbaik yang mengarah pada hasil yang lebih baik.
Dengan memperhatikan dan membentuk mental model yang positif dan sejalan dengan
tujuan organisasi, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan di mana staf merasa
terlibat, bermotivasi, dan fokus pada pelayanan kesehatan yang unggul. Penerapan
mental model sebagai bagian dari learning organization membantu membentuk budaya
yang mendukung pembelajaran terus-menerus dan peningkatan kinerja secara
keseluruhan.

4. Shared vision, atau visi bersama, adalah konsep kunci dalam pembentukan learning
organization. Visi bersama merujuk pada pandangan bersama atau tujuan yang dibagikan
oleh seluruh anggota organisasi. Dalam konteks rumah sakit, implementasi shared vision
dalam learning organization dapat memberikan kontribusi signifikan pada peningkatan
kinerja. Berikut adalah narasi tentang peran shared vision:

Orientasi Terhadap Misi dan Nilai Bersama:


Shared vision membawa staf dan pemimpin rumah sakit untuk memahami dan merangkul
misi serta nilai bersama. Ketika seluruh organisasi memiliki visi yang bersama, fokus pada
pelayanan kesehatan yang berkualitas, keamanan pasien, dan kepuasan pasien dapat
menjadi pendorong utama dalam setiap keputusan dan tindakan.

22
Pemahaman Bersama Tentang Prioritas dan Tujuan Strategis:
Shared vision membantu mengkristalkan pemahaman bersama tentang prioritas dan
tujuan strategis rumah sakit. Ini menciptakan kohesi di antara staf, tim, dan departemen,
memastikan bahwa semua pihak bergerak ke arah yang sama. Tujuan bersama yang jelas
dapat membimbing perencanaan strategis, alokasi sumber daya, dan pengambilan
keputusan sehari-hari.

Keselarasan Dalam Pencapaian Kualitas Pelayanan:


Shared vision dalam konteks rumah sakit dapat memastikan keselarasan dalam upaya
pencapaian kualitas pelayanan. Semua anggota organisasi memahami bahwa pelayanan
pasien yang berkualitas adalah inti dari visi bersama. Ini dapat mendorong implementasi
praktik-praktik terbaik, standar klinis yang tinggi, dan perhatian pada keselamatan pasien.

Pendorong Inovasi dan Perbaikan Berkelanjutan:


Shared vision menciptakan landasan untuk inovasi dan perbaikan berkelanjutan. Jika
seluruh organisasi memiliki visi yang sama untuk menjadi pemimpin dalam pelayanan
kesehatan, staf dapat merasa terdorong untuk mencari cara baru untuk meningkatkan
proses, teknologi, dan metode perawatan. Visi bersama mendukung budaya pembelajaran
dan inovasi.

Komunikasi yang Efektif:


Shared vision memfasilitasi komunikasi yang efektif di seluruh organisasi. Setiap
komunikasi, baik dari pimpinan hingga staf operasional, dapat diartikulasikan dengan
referensi terhadap visi bersama. Hal ini membantu mengurangi ketidakjelasan,
meningkatkan pemahaman, dan memberikan arah yang jelas kepada seluruh organisasi.

Mobilisasi dan Keterlibatan Staf:

23
Visi bersama dapat menjadi sumber motivasi dan keterlibatan staf. Ketika setiap anggota
organisasi merasa bahwa kontribusinya penting dalam mencapai visi bersama, mereka
lebih cenderung terlibat secara aktif dan berkontribusi secara positif terhadap kinerja
rumah sakit.

Pengembangan Identitas Organisasi:


Shared vision membantu dalam pembentukan identitas organisasi yang kuat. Rumah sakit
dengan visi bersama dapat menjadi pusat pelayanan kesehatan yang dikenal karena
kualitas, keamanan, dan kepedulian terhadap pasien. Identitas ini dapat memberikan
dampak positif pada reputasi dan kepercayaan masyarakat.
Dengan menerapkan shared vision, rumah sakit sebagai learning organization dapat
membangun fondasi yang kokoh untuk peningkatan kinerja melalui pemahaman bersama,
keterlibatan staf, dan fokus pada pelayanan kesehatan yang unggul. Visi bersama menjadi
alat yang kuat untuk merangkul perubahan dan mengarahkan upaya organisasi menuju
prestasi yang lebih baik.

5. Team learning atau pembelajaran tim merupakan salah satu komponen penting dalam
konsep learning organization. Pembelajaran tim menekankan pada kemampuan suatu tim
untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan berinovasi untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam konteks rumah sakit, penerapan team learning dapat berperan besar
dalam peningkatan kinerja. Berikut adalah narasi tentang peran team learning:

Kolaborasi Antar Tim dan Departemen:


Team learning mendorong kolaborasi yang erat antara berbagai tim dan departemen
dalam rumah sakit. Melalui proses pembelajaran bersama, tim-tim dapat saling berbagi
pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik. Ini membantu mengatasi silo departemen
dan meningkatkan koordinasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terpadu.
Pengembangan Pengetahuan dan Keterampilan Bersama:

24
Team learning memungkinkan pengembangan pengetahuan dan keterampilan bersama di
antara anggota tim. Melalui pelatihan, workshop, dan diskusi tim, staf dapat terus
menerus meningkatkan kompetensinya. Ini mencakup peningkatan dalam penggunaan
teknologi, pengetahuan medis terkini, dan penerapan praktik terbaik dalam perawatan
pasien.
Pemecahan Masalah Bersama:
Tim dalam rumah sakit dapat menggunakan team learning untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah bersama. Pendekatan kolaboratif ini memungkinkan tim untuk
mengatasi tantangan operasional, mengevaluasi hasil perawatan, dan mencari solusi
inovatif untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan.

Pembentukan Budaya Pembelajaran:


Team learning berkontribusi pada pembentukan budaya pembelajaran dalam organisasi.
Tim-tim yang mendorong refleksi dan evaluasi terhadap kinerja mereka dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perbaikan berkelanjutan.
Anggota tim merasa lebih nyaman untuk berbagi pengalaman, memberikan umpan balik,
dan menciptakan iklim di mana pembelajaran dihargai.

Inovasi dalam Pelayanan Kesehatan:


Tim yang terlibat dalam team learning cenderung lebih inovatif dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Dengan berbagi ide dan pengalaman, tim dapat menciptakan solusi
baru untuk meningkatkan proses perawatan, meningkatkan pengalaman pasien, dan
mengoptimalkan hasil kesehatan.

Peningkatan Komunikasi dan Kepercayaan:


Team learning memperkuat komunikasi dan kepercayaan di antara anggota tim. Proses
pembelajaran bersama membangun fondasi hubungan yang kuat, di mana setiap anggota
tim merasa didukung dan dihargai. Ini dapat meningkatkan kolaborasi, meminimalkan
konflik, dan menciptakan lingkungan kerja yang positif.

25
Respons Terhadap Perubahan dengan Cepat:
Tim yang memiliki budaya pembelajaran cenderung lebih responsif terhadap perubahan.
Mereka dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan baru dalam
teknologi, kebijakan kesehatan, atau kebutuhan pasien. Respons yang cepat ini dapat
membantu rumah sakit tetap relevan dan efektif dalam lingkungan kesehatan yang
dinamis.
Melalui penerapan team learning, rumah sakit dapat meningkatkan kolaborasi,
pengembangan keterampilan, dan inovasi dalam upaya menuju pelayanan kesehatan yang
lebih berkualitas dan efisien. Team learning menjadi instrumen penting dalam mencapai
tujuan bersama dan mengatasi tantangan yang kompleks di dunia kesehatan.

26
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pentingnya LO bagi RSUD dr Palemmai Tandi dapat dilihat dalam kemampuannya
membentuk budaya pembelajaran yang berkelanjutan. Dengan menerapkan prinsip-
prinsip LO, RSUD dr Palemmai Tandi dapat meningkatkan keterampilan pegawai RSUD,
mempercepat adaptasi terhadap perubahan lingkungan, dan merangsang inovasi dalam
pelayanan kesehatan. LO menciptakan lingkungan yang mendukung kolaborasi,
meningkatkan efisiensi operasional, dan membentuk visi bersama untuk mencapai tujuan
strategis. Dalam konteks rumah sakit, pentingnya LO tidak hanya terletak pada
peningkatan kinerja organisasi, tetapi juga pada kemampuan berkelanjutan untuk
menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas tinggi dan responsif terhadap perubahan
dinamis di dunia kesehatan.
B. Saran
Mengingat pentingnya LO pada RSUD dr Palemmai Tandi, maka diperlukan penerapan
maksimal LO dan Fifth Discipline dalam berorganisasi di RSUD dr Palemmai Tandi agar
dapat menghasilkan kinerja yang optimal.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Maulana, Akhada. Rumah Sakit Sebagai Learning Organization: Dinamika & Aplikasi.
2022. Stiletto Book. Yogyakarta
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/PER/Menkes/XI/1992
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
4. Undang-Undang (UU) No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan
Kewajiban Pasien
6. Peraturan Walikota Palopo Nomor 20 tahun 2020 tentang Internal Rumah Sakit (hospital
by laws) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Palemmai Tandi Kota Palopo
7. https://rsudpalemmai.palopokota.go.id/blog/page/sejarah
8. Senge, Peter M. (1990). The fifth discipline : the art and practice of the learning
organization. New York :Doubleday/Currency
9. Nur, Rina Oktaviana dan Januarti Tami. 2010.Learning Organization. Studi Kasus:
Penerapan Learning Organization pada PT Unilever Indonesia. Makalah. Depok: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
10. Darus, Yena. Kiswanto. 2002. Kajian Penerapan The Fifth Discipline Dalam Organisasi
Pembelajaran Di Rumah Sakit.
11. Yohana, P. 2015. Menuntun Perubahan dengan Pendekatan Learning Organization di
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Makassar
12. Joko, Agus Purwanto. 2007. Kajian Learning Organization pada Organization
13. Taggart Jim. The Five Learning Disciplines From Individual to Organizational Learning.

28
14. Rashid K Al-Abri and Intisar S Al-Hashmi. 2007. The Learning Organisation and Health
Care Education. Sultan Qaboos University Medical Journal vol 7, no. 3, p. 207-214
15. Rahayu, Desita, Heru Nurasa, Ida Widianingsih, Josy Adiwisastra.2019. Tantangan
Pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah Menjadi Organisasi Pembelajar. Mimbar
Jurnal Penelitian Sosial Dan Politik

29

Anda mungkin juga menyukai