Pemekaran dan penggabungan wilayah saat ini merupakan salah satu aspek penting
dalam pelaksanaan otonomi daerah.Hal ini bertujuan untuk memperkuat hubungan antara
pemerintah daerah dan masyarakat guna percepatan pembangunan daerah. Oleh karena
melalui interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan pemerintah daerah baru maka
Kebijakan pemekaran kecamatan yang dilakukan saat ini oleh bupati guna
dilakukan sebagai sebuah terobosan guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat serta
nyata dengan adanya otonomi daerah.Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk
1
Okti Selvia, “Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Pemberian Pelayanan Di Kecamatan Sentajo Raya
Kabupaten Kuantan Singingi (Studi Kasus Seksi Pemerintahan)”, FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya
Km.12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru, 2009, hal. 82
Walaupun tujuan pemekaran kecamatan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
memiliki tujuan yang positif yaitu untuk menyelesaikan masalah ketertinggalan suatu
2014 dan PP No. 19 Tahun 2008.Maka dengan kewenangan yang ada pada pemerintah
Sehubungan dengan itu maka dalam Pasal 221 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No.
Pasal 221 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Daerah
kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat
Desa/kelurahan.
Pasal 221 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Perda Kabupaten/Kota
berpedoman pada peraturan pemerintah.
Pasal 221 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang pembentukan Kecamatan yang telah mendapatkan
persetujuan bersama bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan
oleh bupati/ wali kota disampaikan kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan.
teknis, dan persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 222 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014, sebagai berikut :
Pasal 222 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pembentukan
Kecamatan sebagaimana dimaksud Pasal 221 ayat (1) harus memenuhi persyaratan
dasar, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif.
Pasal 222 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Persyaratan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a Jumlah penduduk minimal;
b Luas wilayah minimal;
c Jumlah minimal Desa/kelurahan yang menjadi cakupan; dan
d usia minimal Kecamatan.
Pasal 222 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a Kemampuan keuangan Daerah;
b Sarana dan prasarana pemerintahan; dan
c Persyaratan teknis lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 222 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Persyaratan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a Kesepakatan musyawarah Desa dan/atau keputusan forum komunikasi
kelurahan atau nama lain di Kecamatan induk; dan
b Kesepakatan musyawarah Desa dan/atau keputusan forum komunikasi
kelurahan atau nama lain di wilayah Kecamatan yang akan dibentuk.
Kecamatan diklasifikasikan atas beberapa tipe sebagaimana diatur dalam Pasal 223
ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014. Klasifikasi tipe kecamatan yang diatur
dalam Pasal 223 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014, sebagai berikut :
Pasal 223 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Kecamatan
diklasifikasikan atas:
a Kecamatan tipe A yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang
besar; dan
b Kecamatan tipe B yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang
kecil.
Pasal 223 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Penentuan beban kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk, luas
wilayah, dan jumlah Desa/kelurahan.
bupati/walikota melalui sekretaris daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 224 ayat (1)
UU No. 23 Tahun 2014. Dalam Pasal 224 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 menyatakan
bahwa Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecamatan yang disebut camat yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris
Daerah.
Syarat pembentukan kecamatan selain diatur dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU No.
23 Tahun 2014 juga diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 PP No. 19
Tahun 2008. Oleh karena itu maka pemekaran kecamatan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik
kewilayahan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP No. 19 Tahun 2008. Dalam Pasal 3 PP
dalam Pasal 2 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
2008. Dalam Pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 menyatakan bahwa syarat administratif
c Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa
dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh
wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru
d Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau
nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan
Persyaratan teknis pembentukan kecamatan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 7 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2008 menyatakan bahwa Persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a Jumlah penduduk;
b Luas wilayah;
c Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;
d Aktivitas perekonomian;
e Ketersediaan sarana dan prasarana.
Pasal 7 ayat (2) PP No. 19 Tahun 2008 menyatakan bahwa Persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan
pemerintah kabupaten/kota sesuai indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Tahun 2008. Dalam Pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008 menyatakan bahwa syarat fisik
calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Selanjutnya terkait cakupan wilayah,
lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan diatur dalam Pasal 6 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) PP No. 19 Tahun 2008. Dalam Pasal 6 ayat (1) PP No. 19 Tahun
2008 menyatakan bahwa Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk
daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota
paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan. Kemudian dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 19
Tahun 2008 menyatakan bahwa Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak
geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. Dan dalam
Pasal 6 ayat (3) PP No. 19 Tahun 2008 menyatakan bahwa Sarana dan prasarana
pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi bangunan dan lahan untuk
kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat daerah.Karena selama ini sebelum adanya UU No. 23 Tahun 2014 ini
berdasarkan aspirasi masyarakat, namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi
kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah
untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam
membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya Daerah ketika
membentuk kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan lainnya
keseluruhan.
Terkait dengan itu maka guna memperpendek pelayanan publik yang maksimal
daerah. Untuk itu maka salah satu aspek penting dalam pelaksanaan otonomi daerah saat
ini yaitu berkaitan dengan pemekaran dan penggabungan wilayah.Oleh karena itu maka
Terkait dengan hal tersebut maka salah satu bentuk nyata dari otonomi daerah yaitu
suatu proses pemecahan dari satu kecamatan sebelumnya dan membentuk satu kecamatan
kecamatan atau lebih jika syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ketentuan peraturan
indikator yang harus dipenuhi yakni jumlah penduduk, luas wilayah, rentang kendali,
pembentukan suatu kecamatan telah diatur secara jelas dalam Pasal 221 dan Pasal 222
UU No. 23 Tahun 2014 juga diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7
dapat menciptakan kemandirian suatu daerah. Oleh karena itu keputusan terkait dengan
pemekaran tersebut harus lebih cermat dan bijaksana untuk melakukan otonomi daerah
berdasarkan kapasitas yang dimiliki agar dalam pelaksanaannya tidak tergesa-gesa dan
cenderung bersifat politis. Jika hal ini tidak diperhatikan secara serius, maka pemekaran
sebuah kecamatan tidak akan memberi dampak positif terhadap peningkatan pelayanan
dan kesejahteraan masyarakat, tetapi cenderung akan membebani keuangan daerah dan
masyarakat.
ini harus dipatuhi oleh pemerintah daerah. Dalam Pasal 1 angka 6 PP No. 19 Tahun 2008
tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota. Pasal 2 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2008
menyatakan bahwa kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan
Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini. Dan dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 19
ayat (1) dapat berupa pemekaran 1 (satu) kecamatan menjadi 2 (dua) kecamatan atau
lebih, dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan.
Akan tetapi pemekaran Kecamatan Kisar Utara pada tahun 2012 yang dilakukan oleh
Pemda Kab.MBD dengan mengeluarkan Perda Kab. MBD No. 10 Tahun 2012
bertentangan dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam Pasal 221 dan
Pasal 222 UU No. 23 Tahun 2014 juga diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan
Pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008.Hal ini disebabkan karena wilayah Kecamatan Kisar Utara
hanya memiliki 3 (tiga) desa yaitu Desa Lebelau, Desa Purpura, dan Desa Nomaha.
yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) PP No. 19 Tahun 2008 harus memiliki paling sedikit
terdiri atas 10 desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5
desa/kelurahan.
Hal ini menunjukan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Pemda Kab.MBD dalam
membentuk Kecamatan Kisar Utara merupakan suatu tindakan yang menyimpang dalam
asas-asas umum pemerintahan yang baik, selanjutnya disingkat AUPB.Oleh karena itu
maka dalam melakukan tindakan maupun kebijakan Pemda Kab.MBD harus mengacu
dicita-citakan dapat terwujud dan sesuai dengan tujuan negara.Oleh sebab itu maka satu
hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pemekaran Kecamatan Kisar Utara yang tidak
sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
dapat memberikan dampak yang buruk dari masyarakat terhadap Pemda Kab.MBD dalam
tidak akan mempercayai Pemda Kab. MBD karena Pemda Kab.MBD telah melanggar
dengan cepat serta meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas maka pemekaran Kecamatan Kisar Utara yang dilakukan
oleh Pemda Kab.MBD tidak sesuai dengan ketentuan PP No. 19 Tahun 2008.Hal ini
kewilayahan, dan kelayakan teknis.Adapun indikator yang harus terpenuhi yaitu jumlah
penduduk, luas wilayah, rentang kendali, aktivitas prekonomian, dan ketersediaan sarana
prasarana. Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU No. 23 Tahun
2014 dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008.