Nasha Ihul Ibad
Nasha Ihul Ibad
Judul asli:
Penerbit:
.........
Pengantar Penerbit
Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan segala kebaikan dan memberi peluang
kepada hamba-Nya untuk mencari dan menempuh jalan kebaikan sehingga dia beroleh
rahmat dan tempat yang baik di sisi-Nya kelak. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad , yang telah menyampaikan segala
kebaikan kepada umatnya sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang baik, insya
Allah. Shalawat dan salam semoga tercurahkan juga kepada keluarganya, para shahabatnya,
tabi‘in, tabi‘ut tabi‘in, dan seluruh umatnya yang menempuh jalan kebenaran dan kebaikan
sampai hari Kiamat.
Buku Nashaihul ‘Ibaad, Menjadi Santun dan Bijak dari buku asli Nashaihul ‘Ibaad
karya Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Jawi ini disajikan untuk Anda sebagai pedoman
dan rujukan berperilaku sesuai tuntunan islami yang dapat membawa Anda ke arah
kebaikan dan menjadikan Anda berbudi pekerti santun dan berjiwa lembut. Kandungannya
begitu dalam dan hakikatnya begitu tinggi, sehingga bila dipahami secara mendalam dan
dipraktekkan dengan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari, dapat mengantarkan kita pada
kebersihan hati, kesucian jiwa, dan kesantunan budi pekerti, serta dapat mengingatkan kita
akan pentingnya kita memahami makna hidup hakiki dan pentingnya kita mempersiapkan
diri menghadap Sang Mahakuasa dengan membawa berbagai amal kebaikan dan budi
pekerti yang baik.
Berbagai macam sikap dan perilaku yang dicontohkan dalam buku ini, yang berasal dari
sabda Nabi dan atsar para shahabat serta nasihat para ulama dan ahli hikmah, nilainya
sangat tinggi. Kata-kata hikmah yang terkandung di dalamnya banyak dijadikan rujukan
buku-buku terkenal, seperti Jangan Bersedih, Cambuk Hati, dll., sehingga tidak diragukan
lagi kebaikan isinya.
Buku ini kami beri judul Menjadi Santun dan Bijak, karena memang membimbing kita
untuk bersikap demikian, baik terhadap Allah, Rasul-Nya, maupun sesama manusia.
Disajikan dengan bahasa yang cukup sederhana dan mudah dipahami, sehingga sangat
perlu untuk kita baca.
Semoga buku ini dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada kaum muslim
seluruhnya, khususnya pembaca. Semoga Allah senantiasa menunjuki kita ke arah
kebenaran dan kebaikan sehingga kita mendapat ridha dan ampunan-Nya.
Pengantar Penerbit ~ 5
Daftar Isi ~ 9
Pengantar penerjemah ~ 25
Pengantar penulis ~ 29
Muqaddimah ~ 33
BAB I ~ 43
1. Dua hal yang sangat utama ~ 43
2. Dua perintah Nabi agar bergaul dengan ulama ~ 45
3. Dua perumpamaan masuk kubur tanpa bekal ~ 48
4. Dua kemuliaan ~ 49
5. Dua kesedihan ~ 50
6. Dua pencarian ~ 50
7. Dua sikap, orang mulia dan bijaksana ~ 51
8. Dua modal yang berbeda hasilnya ~ 51
9. Dua dasar kemaksiatan ~ 52
10. Dua jenis tangisan ~ 52
11. Larangan meremehkan dosa kecil ~ 53
12. Dua jenis dosa ~ 53
13. Dua aktivitas utama ~ 54
14. Dua bukti belum mengenal Allah dan dirinya sendiri ~ 55
15. Dua kerusakan ~ 55
16. Dua nasihat tentang nafsu dan sabar ~ 56
17. Dua pengendalian akal ~ 57
18. Dua keuntungan menjauhi keharaman ~ 57
19. Dua wahyu Allah kepada Nabinya ~ 58
20. Dua kesempurnaan akal ~ 58
21. Dua perbedaan antara yang berilmu dan yang bodoh ~ 58
22. Dua ciri orang yang taat kepada Allah ~ 59
23. Dua aktivitas inti ~ 59
24. Dua sumber dosa dan fitnah ~ 60
25. Dua pengakuan kelemahan diri ~ 60
26. Dua perbuatan tercela ~ 61
27. Dua kerugian akibat menyibukkan diri dengan duniawi ~ 63
28. Dua kidung penawar kalbu (Obat Hati) ~ 65
29. Dua nasihat Asy-Syibli ~ 68
30. Dua kenikmatan dekat dengan Allah ~ 68
BAB II ~ 71
1. Tiga hal yang harus diwaspadai ~ 71
2. Tiga hal yang tiada dapat dicapai, kecuali dengan izin Allah ~ 75
3. Tiga hal bagian dari tiga hal lainnya ~ 76
4. Tiga resep menjadi orang yang dicintai ~ 77
5. Tiga hal pokok ~ 78
6. Tiga hal yang dapat melalaikan manusia ~ 79
7. Tiga tugas orang berakal ~ 79
8. Tiga penyelamat, perusak, peninggi derajat, dan penghapus dosa ~ 80
9. Tiga kepastian ~ 83
10. Tiga golongan dalam naungan ‘Arsy ~ 84
11. Tiga penyebab Ibrahim menjadi Khalilullah (kekasih Allah) ~ 85
12. Tiga cara menghilangkan kesusahan ~ 85
13. Tiga ciri orang yang dijauhi ~ 88
14. Tiga nasihat ~ 89
15. Tiga azas agar ilmu bermanfaat ~ 90
16. Tiga kalimat munajat Abu Sulaiman Ad-Darani ~ 91
17. Tiga ciri manusia paling bahagia ~ 92
18. Tiga penyebab kerusakan ~ 92
19. Tiga ciri keberuntungan ~ 93
20. Tiga sunnah yang harus dimiliki setiap muslim ~ 94
21. Tiga faktor pembentuk kepribadian ~ 95
22. Tiga pesan Allah kepada nabi ‘Uzair ~ 98
23. Tiga jawaban setan ~ 100
24. Tiga hasil ketaatan ~ 101
25. Tiga ciri dasar orang mukmin ~ 102
26. Tiga keadaan saat menemui Allah dan balasannya ~ 104
27. Tiga resep pokok ~ 104
28. Tiga hal, dua di antaranya lenyap dan satunya kekal ~ 105
29. Tiga keniscayaan ~ 106
30. Tiga macam sikap terhadap dunia ~ 107
31. Tiga jalan mencapai kezuhudan ~ 108
32. Tiga hal yang tidak boleh dirindukan ~ 110
33. Tiga pengertian zuhud ~ 110
34. Tiga pengertian zuhud yang lain ~ 111
35. Tiga pembungkus agama dan tiga asas zuhud ~ 111
36. Tiga bagian dari manusia ~ 115
37. Tiga penambah daya ingat ~ 116
38. Tiga benteng orang mukmin ~ 116
39. Tiga simpanan Allah ~ 117
40. Tiga hal yang paling baik ~ 118
41. Tiga kehendak Allah ~ 121
42. Tiga kesenangan Rasulullah ~ 122
43. Tiga sandaran yang rapuh ~ 124
44. Tiga buah ma‘rifat ~ 124
45. Tiga landasan pokok ~ 125
46. Tiga tanda cinta ~ 126
47. Tiga bukti cinta sejati ~ 127
48. Tiga catatan dalam taurat ~ 128
49. Tiga ma‘rifat dan buahnya ~ 129
50. Tiga faktor cinta dan takut ~ 130
51. Tiga ciri orang berma‘rifat kepada Allah ~ 131
52. Tiga ciri lain orang berma‘rifat ~ 131
53. Tiga kunci ~ 131
54. Tiga perumpamaan ibadah ~ 133
55. Tiga perkara pencegah tiga perkara lainnya ~ 133
Ahamdulillah, dengan curahan rahmat dan hidayah Allah kami telah berhasil menyelesaikan
terjemahan Kitab Nasha’ihul ‘Ibaad karya Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Jawi ke dalam
bahasa Indonesia.
Melihat isi kandungan kitab yang tampaknya ringan tapi cukup dalam kajian
tashawwufnya ini, kami pun tertarik untuk menerjemahkannya supaya kitab tersebut bisa
dibaca oleh masyarakat umum, apalagi dalam penyajiannya buku ini sangat sederhana,
simpel, dan tidak berbelit-belit, langsung pada pokok masalah, sehingga memudahkan
setiap pembaca untuk memahaminya.
Kitab ini sangat cocok untuk dibaca dan dikaji oleh masyarakat modern dewasa ini,
yang sudah banyak kehilangan jati dirinya akibat rapuhnya rohani mereka yang tidak
pernah diisi oleh nilai-nilai spiritual karena tersibukkan dalam pemburuan materi yang
membabi-buta dalam rangka memermak dan mengkonstruksi diri untuk mencari
kebahagiaan semu.
Dalam kitab ini juga disinggung bahwa kebahagiaan hakiki bukan terletak pada materi,
jabatan, status sosial, dan kedudukan-kedudukan yang lain, melainkan terletak pada
kebersihan dan kesucian hati dalam bertawajjuh kepada Allah. Oleh karena itu, buku ini
sangat cocok untuk menjadi obat bagi hati mereka yang sedang gundah dan gelisah karena
sedang mengalami benturan berbagai masalah keduniawian. Selain itu, banyak fatwa para
shahabat dan para orang bijak yang menjelaskan makna kehidupan dan kebahagiaan yang
hakiki, dilihat dari sudut akhlaq, aqidah, maupun syari‘ah.
Mudah-mudahan buku ini dapat menambah wawasan para pembaca, terutama mereka
yang ingin mencari ketenangan batin.
Apabila dalam penerjemahan buku ini masih banyak ditemukan kekurangan dan
kelemahan di sana-sini dari segi bahasa atau lainnya, kami mengharap adanya kritik dan
saran dari para cerdik pandai demi perbaikan buku ini.
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan ilmu sebagai sifat kesempurnaan yang paling
tinggi. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang pantas disembah selain Allah Yang Maha Esa,
yang tiada sekutu bagi-Nya, yang telah memberi keistimewaan kepada orang yang
dikehendaki dari para hamba-Nya dengan kata-kata yang bijak. Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang telah Allah istimewakan dengan seluruh
kesempurnaan ubudiyyah.
Semoga rahmat Allah senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
, yang hatinya telah dipenuhi oleh Allah ta‘ala dengan keagungan-Nya jalla wa ‘alaa yang
Mahatinggi dan kepribadiannya selalu diliputi dengan keindahan-Nya yang mahamulia,
sehingga jadilah beliau sebagai orang yang senantiasa merasa gembira dan senantiasa
mendapat pertolongan Allah. Mudah-mudahan rahmat Allah juga terlimpahkan kepada
keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jalannya, sehingga
mereka mendapat kebaikan yang banyak. Amma ba‘du!
Berkatalah orang yang mengharapkan ampunan Allah dari keburukan, yaitu Muhammad
Nawawi bin ‘Umar Al-Jawi: “Kitab ini merupakan syarah yang aku susun guna mensyarahi
sebuah kitab yang berisi nasihat-nasihat, karya Al-Allamah Al-Hafizh Syaikh Syihabuddin
Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syafi‘iy, yang terkenal dengan nama Ibnu
Hajar Al-Asqalani Al-Mishri. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya
kepadanya, amiin.
Kitab ini kunamakan Nasha’ihul ‘Ibaad yang berisikan penjelasan terhadap kalimat-
kalimat yang ada dalam Kitab Al-Munabbihaat ‘alal Isti’daad li Yaumil Ma‘aad (Peringatan
dan nasihat untuk melakukan persiapan menghadapi hari Kiamat). Aku memohon kepada
Allah Yang Maha Pemurah mudah-mudahan kitab ini dapat memberi manfaat bagi kaum
muslim. Semoga Allah juga menjadikannya sebagai perbendaharaan amal sampai hari
Kiamat nanti. Amiin.
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan zaman. Rahmat Allah semoga selalu tercu-
rahkan kepada semulia-mulia makhluk-Nya. Kitab ini berisi beberapa peringatan dan
nasihat bagi kita untuk melakukan persiapan guna menghadapi hari Kiamat.
Di antara beberapa peringatan dan nasihat tersebut, sebagiannya ada yang terdiri dari
dua pokok masalah, tiga pokok masalah, dan seterusnya sampai yang sepuluh pokok
masalah. Jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45 Hadits dan sisanya
merupakan atsar (perkataan shahabat dan tabi‘in).
Terlebih dahulu aku kemukakan di sini bahwa aku senantiasa mengharapkan
keberkahan dari dua Hadits mulia lagi agung yang hendak aku kemukakan berikut ini.
Hadits pertama adalah Hadits yang telah diijazahkan oleh Syaikh Muhammad Al-Khatib
Asy-Syami Al-Madani Al-Hanbali. Beliau adalah Ibnu ‘Utsman Ibnu ‘Abbas Ibnu ‘Utsman.
Beliau menerima Hadits ini dari gurunya yang bersambung (sanadnya) kepada Abu Dzar Al-
Ghifari a dari Rasulullah . Rasulullah meriwayatkan dari Allah bahwa Allah telah
berfirman:
َيا ِع َباِد ْي ِإِّني َح َّر ْم ُت الُّظْلَم َع َلى َنْفِس ي َو َج َع ْلُتُه َبْيَنُك ْم ُمَح َّر ًم ا َفاَل
َتَظاَلمُـْو ا
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim
atas diri-Ku dan Aku jadikan kezhaliman di antara kalian sebagai sesuatu yang
diharamkan, maka janganlah kalian saling menzhalimi.”
َيا ِعَباِد ْي ُك ُّلُك ْم َض اٌّل ِإاَّل َم ْن َهَد ْيُتُه َفاْسَتْهُد ْو ِني َأْهِد ُك ْم
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua sesat, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk,
maka mintalah kalian petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian petunjuk.”
َيا ِع َباِد ْي ُك ُّلُك ْم َج اِئٌع ِإاَّل َم ْن َأْطَعْم ُتُه َفاْسَتْطِعُم ْو ِني َأْطِع ْم ُك ْم
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua lapar, kecuali orang yang telah Aku beri makan,
maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian makan“
َيا ِعَباِد ْي ُك ُّلُك ْم َع اٍر ِإاَّل َم ْن َك َس ْو ُتُه َفاْسَتْك ُسْو ِنْي َأْك ُس ُك ْم
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua telanjang, kecuali orang yang telah Aku beri
pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.”
“Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh kalian berbuat dosa pada waktu malam dan siang dan
Aku adalah Dzat Yang Mengampuni segala dosa, maka mintalah ampunan kepada-Ku,
niscaya Aku ampuni dosa kalian.”
“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian yang terdahulu dan yang terakhir dari manusia
dan jin semuanya memiliki (hati sebagaimana) hati orang yang paling taqwa, maka hal
itu tidak akan menambah (keagungan) sedikit pun di dalam kerajaan-Ku.”
“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian yang terdahulu dan yang terakhir dari manusia
dan jin semuanya memiliki (hati sebagaimana) hati orang yang paling durhaka, maka hal
itu tidak akan mengurangi (kemuliaan) sedikit pun di dalam kerajaan-Ku.”
“Wahai hamba-hamba-Ku, jikalau kalian yang terdahulu dan yang terakhir dari manusia
dan jin semuanya berada di suatu lapangan, kemudian mereka meminta kepada-Ku, lalu
Aku memberi kepada setiap orang sesuai dengan permintaannya, maka hal itu tidak akan
mengurangi (sedikit pun) kekayaan yang ada pada-Ku, kecuali seperti halnya air yang
menempel pada sebuah jarum ketika jarum tersebut dimasukkan ke dalam lautan.”
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya amal kalian itulah yang akan Aku hisab,
kemudian Aku memberi balasannya secara sempurna. Maka barang siapa menemukan
balasan yang baik, hendaknya dia memuji Allah; dan barang siapa menemukan balasan
yang buruk, maka janganlah sekali-kali mencela, kecuali terhadap dirinya sendiri.”
Adapun Hadits kedua adalah Hadits yang diijazahkan oleh Sayyid Ahmad Al-Murshafiy
Al-Mishri setelah sebelumnya Sayyid ‘Abdul Wahab bin Ahmad Farhat Asy-Syafi‘i juga
mengijazahkannya kepadaku. Hadits tersebut diterima Sayyid Ahmad dari guru-gurunya
yang berantai sambung-menyambung hingga sampai kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
yang mana ‘Abdullah menerima langsung dari Rasulullah , bahwa beliau pernah bersabda:
“Para pengasih akan dikasihi Allah Yang Maha Pengasih, Mahasuci, dan Mahatinggi.
Kasihilah makhluk yang ada di muka bumi, niscaya yang ada di langit (malaikat) akan
mengasihi kalian.”
Yang dimaksudkan dengan makhluk yang ada di muka bumi itu tidak hanya manusia, tetapi
juga termasuk binatang yang kita tidak diperintahkan untuk membunuhnya.
Kita dianjurkan untuk mengasihi sesama manusia, juga makhluk hidup lainnya, dengan
memberikan kasih sayang dan mendo‘akan mereka supaya mendapat rahmat Allah serta
ampunan-Nya. Dengan begitu, niscaya malaikat yang ada di langit, yang jumlahnya lebih
banyak daripada penduduk bumi, akan mengasihi kita.
Namun, kita tidak diperkenankan untuk mendo‘akan seluruh kaum muslim supaya
diampuni seluruh dosanya. Begitu pula kita dilarang mendo‘akan seorang yang sangat fakir
agar memperoleh uang sebanyak 100 dinar, sementara tidak ada jalan yang mudah baginya
untuk bisa meraih uang tersebut, dengan mengatakan bahwa itu termasuk bentuk kasih
sayang terhadap sesama makhluk, sebab yang demikian jelas bertentangan dengan nash-
nash syara’.
Termasuk langkah untuk mengukir akhir kehidupan kita menjadi khusnul khatimah
adalah membiasakan membaca do‘a berikut ini:
“Ya Allah, muliakanlah umat Muhammad dengan kebaikan pahala-Mu di dunia dan di
akhirat, sebagai penghormatan-Mu kepada orang yang telah Engkau jadikan bagian dari
umatnya.”
“Ya Allah, ampunilah umat Muhammad. Ya Allah, sayangilah umat Muhammad. Ya Allah,
tutupilah kekurangan-kekurangan umat Muhammad. Ya Allah, berilah kecukupan kepada
umat Muhammad. Ya Allah, perbaikilah (semua urusan) umat Muhammad. Ya Allah,
berilah kesehatan kepada umat Muhammad. Ya Allah, lindungilah umat Muhammad. Ya
Allah, rahmatilah umat Muhammad dengan rahmat yang menyeluruh, wahai Tuhan
semesta alam. Ya Allah, ampunilah umat Muhammad dengan ampunan yang menyeluruh,
wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, ya Allah, berilah kelapangan kepada umat
Muhammad dengan kelapangan yang datang dengan segera, wahai Tuhan semesta alam.”
“Wahai Tuhan yang menguasai segala sesuatu, dengan kekuasaan-Mu atas segala sesuatu,
ampunilah segala kesalahanku; janganlah Engkau menanyakan kepadaku tentang segala
sesuatu; janganlah Engkau menghisabku (pada hari Kiamat nanti) atas segala sesuatu;
dan berilah aku segala sesuatu.”
BAB I
Dalam bab ini ada 30 nasihat yang masing-masing terdiri dari 2 poin. Empat di antaranya
berupa Hadits Nabi, sedang sisanya berupa atsar.
Nabi bersabda:
“Ada dua perkara yang tidak bisa diungguli keutamaannya oleh yang lain, yaitu:
1. iman kepada Allah dan
2. memberi manfaat kepada sesama muslim.”
Memberi manfaat kepada sesama muslim bisa dengan ucapan, kekuasaan, harta benda,
maupun tenaga.
Dalam Hadits lain Rasulullah bersabda:
“Barang siapa berada pada pagi hari tanpa bermaksud menzhalimi seorang pun, maka
dosa-dosanya diampuni. Barang siapa berada pada pagi hari dan berniat untuk menolong
orang yang teraniaya serta memenuhi keperluan orang Islam, maka ia mendapatkan
pahala seperti pahala haji mabrur.”
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang
lain. Amal yang paling utama adalah menyenangkan hati orang mukmin dengan cara
menghilangkan kelaparan dan kesusahan atau melunasi utangnya. Ada dua perkara yang
sangat kotor dan keji, yaitu: menyekutukan Allah dan menimbulkan kemadharatan bagi
kaum muslim.”
“Hendaknya kalian duduk bersama ulama dan mendengarkan perkataan hukama’ (orang
bijak), karena sesungguhnya Allah ta‘ala menghidupkan hati yang mati dengan cahaya
hikmah sebagaimana menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan.”
Dalam riwayat Thabarani dari Abu Hanifah disebutkan:
“Duduklah bersama kubara’ (ulama besar) dan bertanyalah kepada para ulama serta
bergaullah dengan para hukama’ (orang bijak).”
Dalam riwayat lain dikatakan:
“Duduklah bersama ulama dan bergaullah dengan para hukama’ serta akrabilah kubara’.”
Pada dasarnya ulama itu terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Ulama yang sangat menguasai dan memahami hukum-hukum Allah.
Ulama seperti ini disebut ash-habul fatwa, yaitu ulama yang banyak mengeluarkan
fatwa.
2. Ulama yang sangat dalam kemampuannya tentang ma‘rifat kepada dzat Allah.
Ulama seperti ini disebut hukama’. Golongan ulama ini senantiasa menitikberatkan pada
upaya memperbaiki tingkah laku dan akhlaq, baik untuk diri sendiri maupun umatnya.
Demikian itu karena hati mereka selalu tersinari dengan ma‘rifatullah dan jiwa mereka
selalu tersinari dengan cahaya keagungan Allah.
3. Ulama-ulama besar yang disebut dengan al-kubara’.
Ulama seperti ini senantiasa melakukan hal-hal terpuji untuk kepentingan makhluk
Allah, terutama ahli ibadah. Lirikannya lebih memberi manfaat daripada ucapannya.
Barang siapa yang lirikannya memberi manfaat kepada Anda, maka tentu bermanfaatlah
ucapannya. Begitu pula sebaliknya, barang siapa yang lirikannya tidak memberi manfaat
kepada Anda, maka ucapannya pun tidak akan memberi manfaat.
Disebutkan dalam suatu kisah bahwa Imam Suhrawardi pernah mengelilingi sebagian
masjid Khaif di daerah Mina. Ia memandangi wajah para hadirin yang ada satu per satu.
Ketika ditanyakan tentang sikapnya itu ia menjawab: “Sesungguhnya di antara hamba-
hamba Allah terdapat orang-orang tertentu yang jika seseorang memandang mereka,
mereka dapat memberikan kebahagiaan kepadanya, dan aku sekarang sedang mencarinya.”
Rasulullah bersabda:
“Akan datang suatu masa kepada umatku di mana mereka lari dari para ulama dan
fuqaha’, maka Allah akan menurunkan tiga macam musibah kepada mereka, yaitu: 1.
Allah menghilangkan berkah dari rizki mereka; 2. Allah menjadikan penguasa yang zhalim
untuk mereka; dan 3. Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman.”
3. DUA PERUMPAMAAN
MASUK KUBUR TANPA BEKAL
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah berkata:
“Barang siapa masuk kubur tanpa membawa bekal, maka seakan-akan dia mengarungi
lautan tanpa perahu.”
2. Rasulullah bersabda:
“Keadaan mayat di dalam kubur itu tak ubahnya seperti orang yang tenggelam yang
meminta pertolongan.”
4. DUA KEMULIAAN
‘Umar a berkata:
“Bahwa Nabi pernah berkata kepada Jibril u: ’Gambarkanlah kepadaku tentang kebaik-
an-kebaikan ‘Umar.’ Jibril menjawab: ’Bila lautan menjadi tinta dan seluruh pepohonan
menjadi penanya, maka aku tetap tidak dapat menghitung kebaikannya.’ Nabi berkata
lagi: ’Gambarkanlah kepadaku tentang kebaikan-kebaikan Abu Bakar.’ Jibril menjawab:
‘Umar adalah salah satu gambaran dari semua gambaran kebaikan Abu Bakar .’“
5. DUA KESEDIHAN
‘Utsman a berkata:
6. DUA PENCARIAN
‘Ali a berkata:
11. LARANGAN
MEREMEHKAN DOSA KECIL
Rasulullah bersabda:
1. “Tidak disebut sebagai dosa kecil apabila dosa tersebut dikerjakan secara terus-menerus.
2. Tidak disebut dosa besar apabila disertai dengan istighfar.”
Dosa kecil bisa menjadi dosa besar apabila dilakukan secara terus-menerus. Maksud
istighfar di sini adalah bertobat berikut syarat-syaratnya, sebab tobat dapat menghapus
dosa meskipun dosa itu dosa besar. Imam Dailami meriwayatkan Hadits ini dari Ibnu
‘Abbas, hanya saja kalimat pada nomor satu ditempatkan pada nomor dua dan sebaliknya.
Abu Bakar Ash-Shiddiq a berkata dalam menafsirkan firman Allah (QS. Ar-Ruum (30):
41 -edt):
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan.”:
Dikatakan bahwa:
1. “Nafsu dapat menyebabkan penguasa menjadi budak;
2. sabar bisa menyebabkan budak menjadi raja.
Tidakkah engkau mengetahui tentang cerita Nabi Yusuf dan Zulaikha?“
Nabi Yusuf adalah putra Nabi Ya‘qub yang sangat sabar. Nabi Ya‘qub adalah putra Nabi
Ishaq yang sangat ramah, sedangkan Nabi Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim, kekasih Allah.
Dikatakan:
1. “Barang siapa meninggalkan dosa, maka hatinya menjadi lembut.
2. Barang siapa meninggalkan perkara yang haram serta memakan hanya yang halal, maka
akal pikirannya menjadi jernih.”
Dikatakan:
1. “Aktivitas ketaatan adalah bukti nyata mengenal Allah
2. Aktivitas gerakan tubuh adalah pertanda kehidupan.”
Dikatakan:
1. “Orang yang selalu mengakui kelemahan dirinya dalam ketaatan adalah terpuji; dan
2. mengakui kelemahan diri (dalam beramal) adalah tanda diterimanya amal.”
Selalu mengakui bahwa dirinya kurang dalam mengerjakan amal shalih merupakan
suatu tanda bahwa dirinya terhindar dari penyakit ujub dan takabbur.
Dikatakan:
1. “Kufur nikmat adalah perbuatan tercela;
2. menemani orang yang tolol adalah perbuatan sia-sia belaka.”
Rasulullah pernah bersabda:
“Putuskanlah persahabatan dengan orang yang tolol.” (HR. Thabarani dari Basyir)
Maksudnya, janganlah berteman dengan orang tolol, karena dikhawatirkan akan
menularkan ketololannya kepada Anda.
Rasulullah juga bersabda:
“Ada dua perkara, barang siapa memiliki keduanya, maka Allah akan mencatat dia
sebagai orang yang bersyukur dan penyabar; dan barang siapa yang tidak memiliki kedua
perkara tersebut, maka Allah tidak mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan tidak
pula sebagai penyabar, yaitu:
1. Orang yang dalam urusan agamanya melihat kepada orang yang lebih tinggi
daripadanya, lalu dia mengikutinya; sedangkan dalam urusan dunianya dia melihat
kepada orang yang lebih rendah daripadanya, lalu dia memuji Allah atas karunia yang
telah diberikan kepadanya, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan
penyabar.
2. Orang yang dalam urusan agamanya melihat kepada orang yang lebih rendah, sedangkan
dalam urusan dunianya melihat kepada orang yang lebih tinggi, lalu ia menyesali apa
yang tidak dapat dia capai, maka Allah tidak mencatat dirinya sebagai orang yang
bersyukur dan penyabar.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu ‘Amr)
Rasulullah bersabda:
“Menjauhi kesenangan duniawi lebih pahit rasanya daripada pahitnya bratawali dan lebih
menyakitkan daripada sabetan pedang di medan peperangan. Tiada seorang pun yang
menjauhinya, melainkan akan dianugerahi oleh Allah pahala yang sama seperti yang
diberikan-Nya kepada para syuhada. Cara menjauhi kesenangan duniawi adalah dengan
sedikit makan dan tidak terlalu kenyang serta tidak suka dipuji orang. Barang siapa yang
suka dipuji orang, berarti dia menyukai dunia dan kesenangannya. Oleh karena itu,
barang siapa yang ingin meraih kesenangan yang hakiki hendaklah menjauhi
keduniawian dan pujian orang lain.” (HR. Dailami)
“Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan membuat
baik semua urusannya, menjadikan kekayaannya ada di hatinya, dan dunia akan datang
kepadanya dengan mudah. Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka
Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran ada di depan matanya,
dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali sebatas yang telah ditentukan.”
“Ya Tuhanku,
tak layak bagiku menghuni surga Firdaus-Mu
namun aku tak kuat bila menempati neraka Jahim.
Maafkanlah semua kesalahanku
dan ampunilah semua dosaku
karena hanya Engkaulah
yang mengampuni dosa-dosa yang besar.
Perlakukanlah daku
dengan perlakuan yang terhormat
dan kokohkanlah keyakinanku
pada jalan yang benar.”
Diceritakan bahwa pada suatu hari Abu Bakar Asy-Syibli datang kepada Ibnu Mujahid.
Tiba-tiba Ibnu Mujahid merangkulnya, lalu mencium keningnya. Ketika ditanyakan
kepadanya tentang sambutannya kepada Asy-Syibli itu, ia menjawab: “Aku telah bermimpi
melihat Rasulullah mencium Abu Bakar Asy-Syibli, lalu aku bertanya kepada Rasulullah
: ‘Mengapa engkau berbuat demikian kepada Asy-Syibli?’ Beliau menjawab: ‘Karena,
tidaklah ia mengerjakan shalat fardhu, melainkan dia membaca dua ayat berikut ini
sesudahnya:
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian sendiri.
Berat terasa olehnya penderitaan kalian; dan dia sangat menginginkan (keselamatan dan
keimanan) bagi kalian dan amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah
bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal; dan Dia adalah
Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.’’ (QS. At-Taubah (9): 128-129)
Sesudah itu dia membaca shalawat berikut untukku, yaitu: ‘Shollalloohu ‘alaika ya
Muhammad.’ (Semoga Allah melimpahkan shalawat-Nya kepadamu, wahai Muhammad.)
Selanjutnya, aku menanyakan kepada Asy-Syibli bacaan yang dia ucapkan sesudah
shalatnya, maka ia menyebutkan hal yang semisal.”
Nama asli Abu Bakar Asy-Syibli adalah Dalaf bin Jahdar Al-Baghdadi. Ia seorang tokoh
ahli ma‘rifat dan hidup pada masa Syekh Junaid dan masa madzhab Maliki. Ia meninggal
pada tahun 334 Hijriyah dalam usia 87 tahun dan dimakamkan di Baghdad.
1. “Jika hatimu ingin merasa tenang dan tenteram dengan Allah, maka janganlah engkau
turuti kesenangan hawa nafsumu.
2. Jika engkau ingin dikasihi Allah, maka kasihilah makluk Allah.”
“Ya Allah, berilah aku rizki dengan kelezatan memandang wajah-Mu yang mulia dan
nikmatnya rindu bersua dengan-Mu.”
p
BAB II
1. “Barang siapa di pagi hari mengeluhkan kesulitan hidupnya (kepada orang lain), berarti
seakan-akan dia mengeluhkan Rabbnya.
2. Barang siapa di pagi hari bersedih karena urusan duniawinya, berarti sungguh di pagi itu
dia tidak puas dengan ketetapan Allah.
3. Barang siapa menghormati seseorang karena kekayaannya, sungguh telah lenyaplah dua-
pertiga agamanya.”
Melakukan syikayah (pengaduan) atas nasib buruk yang dialami seseorang kepada
orang lain termasuk pertanda tidak ridha atas bagian yang telah diberikan oleh Allah.
Kita tidak boleh melakukan syikayah, kecuali kepada Allah, sebab syikayah kepada Allah
termasuk bentuk do‘a. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari ‘Abdullah bin
Mas‘ud a bahwa Rasulullah bersabda:
“Maukah aku ajarkan kepada kalian beberapa kalimat yang diucapkan oleh Nabi Musa
ketika menyeberangi laut bersama Bani Israil?” Kami (para shahabat) menjawab: “Tentu
saja mau, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Bacalah: ‘Alloohumma lakal hamdu wa ilaikal
musytakaa, wa antal musta‘aan, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘Aliyyil
‘azhiim.’” (Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu; hanya kepada-Mulah kami mengadu; dan
hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Tiada daya (untuk menjauhi maksiat)
dan tiada kekuatan (untuk taat), kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi
Mahaagung.)
Al-A‘masy berkata: “Sejak aku mendengar do‘a tersebut dari saudara kandungku, Al-
Asady Al-Kufy yang menerima do‘a tersebut dari ‘Abdullah a, maka aku tidak pernah
meninggalkannya.”
Al-A‘masy juga berkata: “Aku pernah bermimpi didatangi seseorang. Dia berkata: ‘Wahai
Sulaiman, tambahkanlah pada do‘a tersebut kalimat ini:
Dan kami memohon pertolongan kepada-Mu atas segala kesulitan yang ada pada kami
dan kami memohon kepada-Mu untuk diberi kebaikan dalam segala urusan kami.’”
Orang yang di pagi hari bersedih karena urusan duniawi dikatakan telah membenci
Rabbnya, sebab hal ini mencerminkan bahwa dia tidak ridha dengan qadha’ Allah, tidak
bersabar atas cobaan-Nya, dan tidak beriman dengan qadar-Nya, padahal semua yang
terjadi di dunia ini adalah atas qadha’ dan qadar Allah.
Seseorang dilarang memuliakan orang lain karena hartanya, sebab menurut syari‘at,
seseorang hanya boleh memuliakan orang lain karena keshalihan dan keilmuannya. Orang
yang memuliakan harta di atas segala-galanya berarti telah menghinakan ilmu dan
keshalihan.
Syekh ‘Abdul Qadir Jailani qoddasalloohu sirrohu (semoga Allah mensucikan rahasianya)
dalam pesannya telah mengatakan: “Setiap mukmin tidak boleh lepas dari tiga hal berikut :
1. melaksanakan perintah Allah;
2. menjauhi larangan Allah; dan
3. menerima qadha’ dan qadar.”
2. TIGA HAL
YANG TIADA DAPAT DICAPAI, KECUALI DENGAN IZIN ALLAH
Abu Bakar Ash-Shiddiq a berkata:
“Tiga hal yang tidak bisa dicapai dengan tiga hal lainnya semata-mata (melainkan
dengan izin Allah):
1. Kekayaan tidak bisa dicapai dengan cita-cita semata.
2. Keremajaan tidak akan dapat dicapai dengan disemir semata.
3. Kesehatan tidak akan dapat dicapai dengan obat-obatan semata.”
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa kekayaan tidak dapat dicapai dengan cita-cita,
melainkan karena anugerah Allah semata. Keremajaan tidak dapat dikembalikan dengan
menyemir uban dan tindakan lainnya, sebab berkaitan dengan usia, sedang usia berkaitan
dengan zaman dan zaman itu tidak dapat dimundurkan. Begitu pula halnya dengan
kesehatan, ia tidak dapat diraih dengan memakai obat-obatan bila orang yang bersangkutan
jatuh sakit, melainkan yang menyembuhkannya pada hakikatnya adalah Allah semata.
3. TIGA HAL
BAGIAN DARI TIGA HAL LAINNYA
‘Umar a berkata:
1. “Bersikap simpatik dengan orang lain adalah bagian dari kecerdasan akal;
2. bertanya dengan cara yang baik adalah bagian dari ilmu;
3. dan kepandaian memanage adalah bagian dari penghidupan.”
Bersikap simpatik kepada orang lain akan mendatangkan kecintaan mereka kepada
yang bersangkutan berkat kemuliaan akhlaqnya, dan memang untuk berakhlaq itu
memerlukan kecerdasan. Begitu pula halnya dengan kedua poin berikutnya, yaitu bertanya
dengan baik kepada orang yang lebih mengetahui akan mendatangkan pengetahuan; dan
mengatur penghidupan dengan cara yang baik akan membawa berkah bagi penghidupan
orang yang bersangkutan.
4. TIGA RESEP
MENJADI ORANG YANG DICINTAI
‘Utsman a berkata:
1. “Barang siapa yang menjauhi keduniawian, niscaya akan dicintai oleh Allah.
2. Barang siapa yang menjauhi dosa-dosa, akan dicintai oleh para malaikat.
3. Barang siapa yang menanggalkan ketamakan terhadap milik orang lain, niscaya akan
dicintai oleh orang lain.”
Menjauhi keduniawian maksudnya tidak bermegah-megahan, mengurangi makan-minum,
dan tidak suka kepada pujian manusia. Hal ini membuat pelakunya dicintai Allah, sebab
pelakunya jauh dari riya’ dan sifat sombong.
Orang yang meninggalkan dosa akan dicintai malaikat, sebab ia tidak membuat sibuk
malaikat pencatat keburukan.
Orang yang menanggalkan sifat tamak terhadap milik orang lain akan dicintai semua
orang, sebab dia tidak menjadi beban pikiran orang lain.
‘Ali a berkata:
1. “Dari sekian banyak nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai nikmat bagimu.
2. Dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai kesibukan bagimu.
3. Dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu.”
Kenikmatan Allah yang paling besar untuk manusia adalah Allah menciptakan manusia
dari tidak ada menjadi ada serta membebaskan manusia dari kekufuran kepada cahaya
Islam.
Nabi Dawud u pernah berkata: “Telah diwahyukan kepadaku dalam Zabur bahwa tugas
orang berakal adalah tidak menyibukkan diri, kecuali dalam tiga hal:
1. menyiapkan bekal untuk kembali (ke akhirat);
2. mencari biaya untuk penghidupannya di dunia; dan
3. mencari kenikmatan dengan jalan/cara yang halal.”
Tiada bekal yang bermanfaat untuk menyambut hari Akhirat, kecuali amal yang shalih.
Oleh karena itu, dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih. Begitu juga hendaklah
seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak menjadi beban bagi
orang lain, tetapi sudah barang tentu dengan cara yang halal. Berusaha mencari rizki yang
halal hukumnya wajib bagi setiap muslim.
“Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia (dari siksa Allah); ada tiga
perkara yang dapat membinasakan manusia; ada tiga perkara yang dapat meninggikan
derajat manusia; dan ada tiga perkara yang dapat menghapus dosa.”
Tiga hal yang dapat menyelamatkan manusia (dari siksa Allah) adalah:
1. takut kepada Allah ta‘ala, baik ketika berada di tempat sepi maupun ketika berada di
tempat ramai;
2. berpola hidup hemat dan sederhana, baik saat tidak punya maupun saat berkecukupan;
3. selalu berlaku adil, baik saat senang maupun marah.
Tiga hal yang dapat membinasakan manusia adalah:
1. sangat bakhil;
2. senantiasa memperturutkan hawa nafsunya; dan
3. membanggakan diri sendiri.
Kriteria sangat bakhil/kikir ialah tidak mau menunaikan hak Allah atau hak orang lain.
Dalam riwayat lain disebutkan: “Kikir yang ditaati.” Meskipun pada wataknya manusia itu
kikir, tetapi jika tidak ditaati tidak akan membinasakan pelakunya.
Tiga hal yang dapat meninggikan derajat manusia ialah:
1. membudayakan ucapan salam (di kalangan kaum muslim);
2. suka memberi makan kepada tamu dan orang yang lapar; dan
3. shalat Tahajjud pada tengah malam saat orang-orang sedang tidur nyenyak.
Adapun tiga hal yang dapat menghapuskan dosa adalah:
1. menyempurnakan wudhu’ meskipun cuaca sangat dingin;
2. melangkahkan kaki untuk melakukan shalat berjama‘ah; dan
3. menunggu tibanya waktu shalat yang kedua usai mengerjakan shalat yang pertama.”
Yang dimaksud dengan adil, baik saat senang maupun saat marah, adalah orang yang
bersangkutan tetap berpegang teguh pada prinsip keadilan dan tidak mudah terpengaruh
oleh emosinya, yang semuanya itu dilakukannya demi mengharap ridha Allah semata.
9. TIGA KEPASTIAN
1. “Wahai Muhammad, hiduplah engkau seberapapun lamanya, namun engkau pasti akan
mati.
2. Cintailah siapa saja yang engkau sukai, namun engkau pasti akan berpisah dengannya.
3. Beramallah semaumu, namun engkau pasti akan mendapat balasannya.”
Setiap perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan (berupa pahala di surga); begitu
pula sebaliknya, setiap amal yang buruk pasti akan dibalas dengan keburukan (dalam
bentuk siksaan di neraka).
“Tiga golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan ‘Arsy-Nya pada hari
yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu:
1. orang yang tetap menyempurnakan wudhu’nya meskipun keadaannya tidak
menyenangkan;
2. orang yang tetap berangkat ke mesjid meskipun cuacanya gelap; dan
3. orang yang senang memberi makan orang kelaparan.”
“Wahai Dzat yang memberi pertolongan kepada siapa pun yang minta tolong kepada-Nya
dengan menyeru-Nya; wahai Dzat yang memperkenankan permintaan siapa pun yang
mendapat kesulitan dengan berdo‘a kepada-Nya; wahai Dzat Yang Maha Penyantun
terhadap kesalahan orang yang mendurhakai-Nya; wahai Dzat yang memberi kecukupan
kepada orang yang memilih keridhaan-Nya daripada kepentingan dunianya.
Aku memohon kepada-Mu agar dapat meraih sesuatu yang tak dapat kugapai, kecuali
dengan pertolongan-Mu. Aku memohon kepada-Mu agar terhindar dari bahaya yang tak
dapat kutolak, kecuali dengan kekuatan-Mu. Dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang
mengandung kesehatan dan kesehatan yang mengandung kebaikan berkat rahmat-Mu,
wahai Tuhan Yang Maha Pelimpah rahmat..”
Yang dimaksudkan dengan wali-wali Allah dalam keterangan ini adalah para ulama dan
orang-orang shalih. Adapun yang dimaksudkan dengan ucapan orang bijak adalah
penjelasan atau keterangan dari para ulama yang menunjukkan kebaikan dunia dan
akhirat.
13. TIGA CIRI ORANG YANG DIJAUHI
Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang
hendak pergi menuntut ilmu dan kebetulan berita itu sampai kepada Nabi mereka, lalu ia
dipanggil untuk menghadap. Setelah datang, sang Nabi berkata kepadanya: “Wahai orang
muda, camkanlah! Aku akan memberimu beberapa wejangan dari ilmu orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang terkemudian, yaitu:
1. takutlah kepada Allah, baik sewaktu berada di tempat sepi maupun di tempat ramai.
2. jaga lisanmu; jangan sampai engkau berkata sembarangan kepada orang lain, kecuali
hal-hal yang baik.
3. perhatikan makananmu; jangan sampai kamu memakannya, kecuali dari hasil yang
halal.”
Karena beratnya pesan tersebut, sedang tiada kemampuan bagi pemuda itu untuk menunai-
kannya bila jauh dari Nabinya, akhirnya dia mengurungkan niatnya mencari ilmu ke negeri
lain.
Yahya bin Mu‘adz Ar-Razi pernah berkata: “Sungguh beruntung orang yang:
1. meninggalkan harta sebelum harta meninggalkannya;
2. membangun kuburan sebelum ia memasukinya; dan
3. membuat ridha Tuhannya sebelum ia menemui-Nya.”
Yang dimaksudkan dengan meninggalkan harta sebelum harta meninggalkan dirinya
adalah harta tersebut digunakan untuk berbagai kebaikan sebelum harta tersebut lenyap
dari dirinya.
Yang dimaksudkan dengan membangun kubur sebelum memasukinya adalah senantiasa
melakukan amal yang bisa membuat dirinya nyaman di alam kubur kelak, yakni amal shalih
dan ketaatan kepada Allah.
Yang dimaksudkan dengan membuat ridha Tuhannya adalah melaksanakan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Yang dimaksudkan dengan sebelum menemuinya adalah sebelum dia mati.
“Orang-orang sebelum kami juga biasa saling mengingatkan dan berkirim surat dengan
tiga hal berikut ini:
a. Barang siapa beramal untuk kepentingan akhiratnya, maka Allah akan memelihara
urusan agama dan dunianya.
b. Barang siapa yang baik batinnya, maka Allah akan memperbaiki lahirnya.
c. Barang siapa yang ikhlas amal ibadahnya kepada Allah, maka Allah akan menjamin
kebaikan hubungan antara dia dan sesama manusia.”
“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang pandai bersabar dan bersyukur; jadikanlah aku
seorang yang hina menurut pandangan diriku sendiri; dan jadikanlah aku orang yang
besar menurut pandangan orang lain.”
22. TIGA PESAN ALLAH
KEPADA NABI ‘UZAIR
Diriwayatkan bahwa Allah telah berfirman kepada Nabi ‘Uzair:
“Wahai ‘Uzair,
1. Jika engkau melakukan dosa kecil, maka janganlah melihat kecilnya dosa, tapi lihatlah
kepada Dzat yang engkau durhakai.
2. Jika engkau memperoleh kebaikan sedikit, maka janganlah engkau melihat kecilnya keba-
ikan, tetapi lihatlah kepada Dzat yang telah memberikan rizki itu kepadamu.
3. Jika engkau tertimpa musibah, maka janganlah engkau mengadukan Aku kepada
makhluk-Ku, sebab Aku juga tidak pernah mengadukanmu kepada para malaikat-Ku
ketika engkau berbuat maksiat kepada-Ku.”
Imam Ibnu ‘Uyainah berkata: “Orang yang mengeluh kepada orang lain namun hatinya
mampu bersabar dan ridha menerima semua ketetapan Allah, maka orang itu tidak
dikatakan berkeluh-kesah, sebab pernah ketika Malaikat Jibril bertanya: ‘Apa yang engkau
rasakan?’, Nabi yang saat itu tengah sakit menjelang wafatnya menjawab: ‘Wahai Jibril,
aku sedang tertimpa kecemasan dan kesusahan.’”
Hatim Al-Asham berkata: “Setiap pagi setan selalu bertanya kepadaku tentang tiga hal:
‘Apa yang engkau makan? Apa yang engkau pakai? Di mana tempat tinggalmu?’ Aku
menjawab:
1. ‘Aku sedang memakan (membayangkan pahitnya) mati;
2. yang aku pakai adalah kain kafan; dan
3. tempat tinggalku adalah kuburan.’
Mendengar jawabanku itu setan langsung lari menjauhiku.”
Nama lengkap Hatim Al-Asham adalah Abu ‘Abdurrahman Hatim bin Ulwan. Ada juga
yang menyebutnya Hatim bin Yusuf. Ia seorang ulama besar dalam bidang tashawwuf,
berasal dari negeri Khurasan. Hatim Al-Asham artinya Hatim yang tuli. Dijuluki demikian
karena kisah berikut: Suatu saat ada seorang wanita datang kepada Hatim untuk
menanyakan suatu masalah. Tiba-tiba wanita tersebut kentut, sehingga merah wajahnya
karena merasa malu. Untuk menutupi rasa malu wanita tersebut, Hatim berkata: “Keraskan
suaramu, aku kurang bisa mendengar.” Mendengar ucapan Hatim itu, wanita tersebut
merasa senang dan rasa malunya pun hilang, karena ia yakin kentutnya pasti tidak
terdengar oleh Hatim, padahal pendengaran Hatim masih normal, hanya saja ia berpura-
pura tuli agar wanita itu tidak kecewa karena malu. Sejak saat itulah ia lalu dipanggil oleh
masyarakatnya dengan sebutan Hatim Al-Asham (orang yang tuli).
Rasulullah bersabda:
Disebutkan dalam satu riwayat bahwa pada suatu hari Nabi menemui para shahabat,
lalu bertanya:
“Bagaimana keadaan kalian ketika memasuki pagi hari?“ Mereka menjawab: “Kami
berada dalam keadaan beriman kepada Allah.” Beliau bertanya: “Apakah tanda-tanda
keimanan kalian?“ Mereka menjawab:
1. “Kami bersabar terhadap musibah,
2. bersyukur atas nikmat kelapangan,
3. dan menerima semua ketetapan Allah.”
Beliau bersabda: “Kalau begitu, kalian benar-benar orang mukmin, demi Tuhan pemilik
Ka‘bah.”
Pengertian yang senada diungkapkan oleh seorang ahli ma‘rifat:
1. Sabar dengan tidak mengeluhkan apa pun yang dialami, seperti kesabaran manusia pada
umumnya; ini adalah sabar tingkat tabi’in.
2. Sabar dengan menerima segala ketetapan Allah, seperti kesabaran orang yang tidak
mempedulikan masalah duniawi; ini adalah sabar tingkatan orang-orang zuhud.
3. Sabar dalam pengertian menghadapi semua musibah dengan senang hati karena semua-
nya itu dari Allah belaka, seperti kesabaran orang-orang yang benar dalam imannya; ini
adalah sabar tingkatan para shiddiqin.
Dalam satu Hadits Rasulullah bersabda:
“Sembahlah Allah dengan senang hati. Jika kamu tidak mampu, maka hal yang terbaik
bagimu adalah bersikap sabar menghadapi nasib yang tidak kamu sukai.”
1. “Barang siapa menghadap kepada-Ku dengan rasa rindu bersua dengan-Ku, niscaya
Kumasukkan dia ke dalam surga-Ku.
2. Barang siapa menghadap kepada-Ku dengan rasa takut kepada-Ku, niscaya kujauhkan dia
dari neraka-Ku.
3. Barang siapa menghadap kepada-Ku dengan rasa malu, niscaya Kubuat lupa para
malaikat-Ku untuk mencatat dosa-dosanya.”
1. “Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu, niscaya engkau akan
menjadi orang yang paling baik ibadahnya.
2. Jauhilah apa yang telah dilarang oleh Allah, niscaya engkau akan menjadi orang yang
paling zuhud.
3. Terimalah dengan ridha rizki yang diberikan Allah kepadamu, niscaya engkau akan
menjadi orang yang paling kaya.”
‘Ali a berkata:
1. “Silakan berbuat baik kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya engkau akan menjadi
rajanya.
2. Mintalah kepada orang yang engkau kehendaki, niscaya engkau akan menjadi
tawanannya.
3. Merasa cukuplah dengan apa yang engkau miliki dengan tidak meminta kepada orang
yang engkau kehendaki, niscaya engkau akan menjadi orang kaya seperti dia.”
Dalam sebuah Hadits disebutkan:
“Aku adalah tawanan orang yang pernah mengajariku satu huruf. Jika menghendaki, ia
bisa menjualku; dan ia juga bisa memerdekakanku.”
Luqman Hakim pernah berkata kepada putranya: “Wahai anakku, sesungguhnya sosok
manusia itu terbagi menjadi tiga bagian:
1. sepertiga untuk Allah;
2. sepertiga untuk dirinya sendiri; dan
3. sepertiga untuk belatung.
Bagian yang untuk Allah adalah rohnya (yakni akan kembali kepada-Nya). Bagian yang
untuk diri manusia sendiri adalah amalnya (yakni balasannya akan kembali kepada dirinya,
baik yang baik maupun buruk). Bagian yang untuk belatung adalah jasadnya (yakni ketika
jasadnya telah dimasukkan ke dalam kubur).”
‘Ali ra berkata:
“Tiga hal yang dapat memperkuat hafalan dan membersihkan lendir yaitu:
1. bersiwak;
2. berpuasa; dan
3. membaca Al-Qur’an.”
38. TIGA BENTENG ORANG MUKMIN
Ka‘ab Al-Akhbar, seorang pendeta Yahudi yang masuk Islam pada masa ‘Umar bin
Khaththab a, mengatakan: “Benteng orang mukmin yang dapat menghalangi dari gangguan
setan itu ada tiga, yaitu:
1. masjid;
2. berdzikir kepada Allah; dan
3. membaca Al-Qur’an.”
Hal ini dikarenakan masjid adalah tempat berdzikirnya kaum mukmin dan tempat
singgahnya para malaikat; dan sewaktu mendengar dzikir setan bersembunyi dan menjauh,
terutama ketika mendengar ucapan laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Begitu pula
membaca Al-Qur’an juga sebagai perisai kaum mukmin, apalagi jika yang dibaca adalah ayat
Kursi.
Seorang bijak berkata: “Ada tiga hal yang menjadi simpanan Allah, yaitu:
1. kefakiran;
2. sakit; dan
3. sabar.”
Simpanan Allah maksudnya sumber pahala yang hanya akan Allah berikan kepada orang
yang dicintai-Nya. Sabar maksudnya tidak mengeluh kepada selain Allah atas kesedihan
ketika menerima musibah.
Ibnu ‘Abbas a ketika ditanya tentang hari, bulan, dan amalan yang paling baik, ia
menjawab:
1. ‘Amal yang paling baik adalah amal yang diterima oleh Allah;
2. bulan yang paling baik adalah bulan yang di dalamnya engkau bertobat kepada Allah
dengan tobat nashuha; dan
3. sebaik-baik hari adalah hari saat engkau pergi meninggalkan dunia dan kembali kepada
Allah dalam keadaan beriman kepada-Nya.’”
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang disebut dengan tobat nashuha adalah hatinya
menyesali dosa yang pernah dikerjakan; lisannya memohon ampunan kepada Allah;
raganya berhenti dari segala macam perbuatan dosa; dan berjanji tidak akan melakukan
lagi kemaksiatan yang dilarang oleh Allah.
Ada lagi yang mengatakan bahwa tobat nashuha adalah tobat yang sesudah tobatnya itu
tidak mengulangi berbuat maksiat, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-
terangan.
Ada lagi yang mengatakan bahwa tobat nashuha adalah tobat yang mewariskan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi pelakunya.
Hal yang senada diungkapkan oleh seorang penyair hikmah berikut melalui bait-bait
syair gubahannya:
Tidakkah kaulihat bencana
yang ditimpakan oleh masa kepada kita,
menghanyutkan kita dalam permainannya
baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan
Jangan sekali-kali
kau tergiur oleh duniawi dan perhiasannya,
karena dunia bukan tempat kita yang sebenarnya
Banyak beramallah demi kemashlatahan dirimu
sebelum kematian datang menjemput
jangan teperdaya dengan teman dan saudara
yang banyak kaumiliki
“Ada tiga hal yang sangat aku senangi di dunia ini, yaitu:
1. wangi-wangian;
2. istri shalihah; dan
3. ketenangan saat shalat.”
Ketika itu beliau sedang duduk dengan para shahabatnya. Tiba-tiba Abu Bakar Ash-
Shiddiq a berkata: “Benar engkau, ya Rasulullah, aku pun menyukai tiga hal lainnya, yaitu:
senang melihat wajah Rasulullah, menafkahkan hartaku menurut kemauan Rasulullah ,
dan aku senang putriku berada di bawah pemeliharaan Rasulullah.”
‘Umar a lantas berkata: “Benar engkau, ya Abu Bakar, aku pun senang akan tiga hal
lainnya, yaitu: mengajak pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan berpakaian
sederhana.”
‘Utsman pun menyahut: “Benar engkau, wahai ‘Umar, aku pun menyukai tiga hal lainnya,
yaitu: mengenyangkan orang yang sedang lapar, memberi pakaian kepada orang yang tak
memiliki busana, dan membaca Al-Qur’an.”
Selanjutnya, ‘Ali a juga berkata: “Benar engkau, wahai ‘Utsman, aku pun menyukai tiga
hal lainnya, yaitu: melayani tamu, puasa pada musim panas, dan memukul musuh dengan
pedang.”
Ketika mereka sedang berbincang-bincang, lalu Jibril datang dan berkata (kepada Nabi
): “Allah telah mengutus aku ketika mendengar pembicaraan kalian. Allah memerintahkan
kepadamu, wahai Rasulullah, supaya engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu yang aku
cintai apabila aku menjadi penghuni dunia.”
Rasulullah pun bertanya: “Wahai Jibril, apa yang engkau cintai jika engkau menjadi
penghuni dunia?“ Jibril menjawab: “Memberikan petunjuk kepada orang yang sesat,
menemani orang yang taat kepada Allah, dan menolong keluarga yang fakir.”
Selanjutnya, Jibril berkata: “Allah, Tuhan Yang Mahamulia dan Mahaagung mencintai tiga
hal yang ada pada diri hamba-Nya, yaitu: mencurahkan segala kemampuan dalam berbakti
kepada Allah, menangis karena menyesal telah berbuat maksiat, dan sabar ketika
mengalami kefakiran.”
Sebagian ulama ahli biijak mengatakan: “Buah ma‘rifat (benar-benar mendalami dan
memahami sifat-sifat Allah) itu ada tiga, yaitu:
1. malu kepada Allah;
2. cinta kepada-Nya; dan
3. rindu bersua dengan-Nya.”
Rasulullah bersabda:
1. “Barang siapa mencintai Allah, maka ia pasti mencintai orang yang dicintai Allah.
2. Barang siapa mencintai orang yang dicintai Allah, maka ia akan mencintai sesuatu karena
Allah semata.
3. Barang siapa mencintai sesuatu karena Allah, maka ia akan senang jika amalnya tidak
diketahui oleh orang lain.”
Cinta kepada Allah itu ada dua macam, yaitu:
1. Yang bersifat harus; fatkor inilah yang membangkitkan seorang hamba mengerjakan
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan ridha dengan taqdir-Nya.
2. Yang bersifat anjuran; faktor inilah yang menggerakkan pelakunya rajin mengerjakan hal-
hal yang disunnahkan dan menjauhi hal-hal yang syubhat. Ash-Shiddiq telah mengatakan
bahwa barang siapa yang merasakan manisnya cinta kepada Allah, niscaya tidak akan
memburu duniawi dan merasa asing bila bergaul dengan orang lain.
Dzun Nun Al-Mishry berkata: “Ciri lain orang yang berma‘rifat kepada Allah adalah:
1. menepati seruan Allah;
2. hatinya bersih; dan
3. amalnya baik dan selalu bertambah.”
Ada yang mengatakan bahwa ibadah itu jika diumpamakan sebagai komoditi, maka:
1. tempat pemasarannya adalah berkhalwat (menyendiri);
2. modalnya adalah taqwa; dan
3. keuntungannya adalah surga.
Malik bin Dinar a berkata: “Cegahlah tiga perkara dengan tiga perkara yang lain,
sehingga engkau benar-benar termasuk orang yang beriman, yaitu:
1. takabur dengan tawadhu’;
2. rakus dengan qana’ah; dan
3. hasud dengan sikap santun.”
Takabbur adalah menganggap diri sendiri lebih mulia atau lebih baik dibandingkan
orang lain.
Tawadhu’ artinya rendah hati.
Hasud adalah berkeinginan akan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain dan
berharap agar nikmat itu pindah kepada dirinya. Dalam sebuah Hadits yang mengancam
sikap dengki disebutkan: “Tidak dapat terhimpun dalam rongga seorang hamba antara
iman dan dengki.” Yang dimaksud dengan iman ialah iman kepada taqdir. Sehubungan
dengan pengertian yang sama, Mu‘awiyah a pernah mengatakan: “Semua orang aku mampu
memuaskannya, tetapi orang yang dengki kepada keberhasilanku, tidak pernah merasa
puas sebelum kesuksesanku lenyap dariku.” Hal yang senada dikatakan pula oleh seorang
penyair melalui bait-bait syair berikut:
Semua orang dapat kubeli hatinya
tetapi orang yang dengki kepadaku
amat merepotkanku dan sulit kubeli hatinya
Bagaimana seseorang
dapat membujuk orang yang dengki
melihat keberhasilannya
jika masih belum merasa puas
kecuali lenyapnya keberhasilan itu
p
BAB III
“Ikhlaskan niat, niscaya engkau akan menerima balasan amalmu meskipun amalmu itu
sedikit.”
Seorang penyair berkata :
Manusia wajib bertobat
namun meninggalkan dosa itu lebih wajib lagi
Sabar dalam menghadapi musibah itu sulit
namun hilangnya pahala sabar itu lebih sulit lagi
Perubahan zaman itu memang sesuatu yang aneh
namun kelalaian manusia lebih aneh lagi
Peristiwa yang akan datang terkadang terasa dekat
namun kematian itu lebih dekat lagi
“Pada suatu hari Rasulullah keluar rumah. Sambil memegang tangan Abu Dzar beliau
bersabda: ‘Wahai Abu Dzar, tahukah engkau bahwa di hadapan kita ada rintangan yang
amat sulit untuk diatasi, yang tidak akan bisa melewatinya, kecuali orang yang ringan?’
Lantas ada seorang lelaki berkata: ‘Ya Rasulullah, apakah aku termasuk orang yang
ringan atau orang yang berat?’ Beliau bertanya: ‘Apakah engkau punya makanan untuk
sehari?’ Lelaki tadi menjawab: ‘Punya!’ Rasulullah lalu bertanya: ‘Apakah engkau punya
makanan untuk besok?’ Ia menjawab: ‘Punya!’ Beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau punya
makanan untuk lusa?’ Ia menjawab: ‘Tidak!’ Beliau lantas bersabda: ‘Apabila engkau
memiliki makanan buat jatah sampai tiga hari, maka engkau termasuk orang-orang yang
berat.’“
“Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah kezuhudannya terhadap
dunia, maka ia tidak bertambah dari Allah, kecuali tambah jauh.” (HR. Dailami)
Rasulullah bersabda:
1. “Bintang-bintang itu adalah faktor keselamatan bagi penghuni langit. Apabila bintang-
bintang itu berjatuhan, maka penghuni langit akan tertimpa bencana.
2. Ahli baitku adalah faktor keselamatan bagi umatku. Apabila ahli baitku lenyap, maka
umatku akan tertimpa bencana.
3. Aku adalah faktor keselamatan bagi para shahabatku. Apabila aku mati, maka para
shahabatku akan tertimpa bencana.
4. Gunung-gunung itu adalah faktor keselamatan bagi penduduk bumi. Jika gunung-gunung
itu lenyap, maka penduduk bumi akan tertimpa bencana.”
“Empat hal akan menjadi sempurna apabila didukung oleh empat hal yang lain, yaitu:
1. Kesempurnaan shalat adalah dengan dua kali sujud Sahwi bila ada bagian yang
terlupakan darinya saat mengerjakannya.
2. Kesempurnaan puasa Ramadhan adalah dengan zakat fitrah.
3. Kesempurnaan ibadah haji adalah dengan membayar dam/fidyah.
4. Kesempurnaan iman adalah dengan jihad di jalan Allah.”
Dalam masalah mengeluarkan zakat fitrah, Allah berfirman:
“Dan bagi mereka yang mampu (untuk membayar fidyah), maka hendaklah mereka
membayarkannya dengan memberi makan kepada orang miskin.” (QS. Al-Baqarah (2):
184)
Memberi makan dalam ayat ini maksudnya memberikan zakat fitrah.
Dalam masalah membayar dam/fidyah bagi orang yang menunaikan ibadah haji, adalah
jika memang ada sebab yang mewajibkannya atau mensunnahkannya; atau tanpa ada sebab
sebagai langkah kehati-hatian saja.
6. EMPAT KEUTAMAAN
AMALAN SUNNAH
‘Abdullah bin Mubarak berkata:
1. “Barang siapa yang setiap harinya melakukan shalat sunnah Rawatib 12 raka’at, maka ia
benar-benar telah menunaikan haknya shalat.
2. Barang siapa berpuasa sunnah setiap bulan tiga hari, maka ia benar-benar telah
menunaikan haknya puasa.
3. Barang siapa membaca Al-Qur’an setiap hari 100 ayat, maka ia benar-benar telah
menunaikan haknya membaca Al-Qur’an.
4. Barang siapa bershadaqah setiap hari Jum’ah sedirham, maka ia benar-benar telah
menunaikan haknya shadaqah.”
Yang dimaksud dengan shalat sunnah Rawatib 12 raka’at di sini perinciannya adalah
sebagai berikut:
- 2 raka’at sebelum shalat Shubuh;
- 2 raka’at sebelum shalat Zhuhur;
- 2 raka’at sesudah shalat Zhuhur;
- 4 raka’at sebelum shalat ‘Ashar; dan
- 2 raka’at sesudah shalat Maghrib;
Mengenai shalat sunnah 4 raka’at sebelum ‘Ashar, Nabi pernah bersabda:
“Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat sunnah 4
raka’at sebelum shalat ‘Ashar.”
Beliau juga mengerjakan shalat sunnah 4 raka’at sebelum ’Ashar ini dengan 2 raka’at
salam 2 raka’at salam.
Dalam riwayat Thabarani disebutkan:
“Barang siapa yang mengerjakan shalat sunnah 4 raka’at sebelum shalat ‘Ashar, niscaya
Allah mengharamkan tubuhnya untuk disentuh api neraka.”
Mengenai shalat sunnah Rawatib yang 12 raka’at, Nabi pernah bersabda:
“Barang siapa melakukan shalat sunnah sebanyak 4 raka’at sebelum shalat Zhuhur, maka
seakan-akan ia melakukan shalat Tahajjud pada malam harinya sebanyak 4 raka’at.
Barang siapa melakukan shalat 4 raka’at sesudah shalat ‘Isya’, maka seakan-akan ia
melakukan shalat 4 raka’at pada malam Qadar.”
Oleh karena itu, Ibnu Mas‘ud a mengatakan: “Tidak ada shalat sunnah pada siang hari yang
bisa mengimbangi (pahala) shalat Tahajjud, selain shalat sunnah 4 raka’at sebelum Zhuhur.
Keutamaan shalat sunnah 4 raka’at sebelum Zhuhur dibandingkan shalat sunnah siang hari
lainnya bagaikan shalat berjama‘ah dibandingkan dengan shalat sendirian. Rasulullah
juga biasa mengerjakannya dengan memperlama ruku‘ dan sujudnya. Beliau bersabda:
’Sesungguhnya saat sekarang ini adalah saat terbukanya pintu langit. Karenanya, aku
merasa senang jika pada saat sekarang ini amal shalihku naik (ke hadapan Allah).’“
Adapun yang dimaksudkan dengan puasa tiga hari setiap bulan adalah puasa pada hari
putih, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriyah, kecuali pada bulan Dzulhijjah (karena
tanggal 13 pada bulan tersebut termasuk hari Tasyriq –pent.). Oleh karena itu, khusus
untuk bulan Dzulhijjah hari putihnya adalah tanggal 14, 15 dan 16. Hikmah
disunnahkannya puasa tiga hari pada setiap bulan adalah karena satu kebaikan itu
dilipatgandakan sebanyak sepuluh kali, sehingga jika seorang muslim berpuasa tiga hari
pada setiap bulannya, maka seolah-olah ia telah berpuasa sebulan penuh pada setiap
tahunnya. Demikianlah penjelasan dalam At-Tuhfah.
Membaca tujuh surat Munjiyat dalam setiap hari adalah hal yang utama. Adapun ketujuh
surat Munjiyat itu adalah: Surat As-Sajdah, Surat Yaa siin, Surat Fushshilat, Surat Ad-
Dukhan, Surat Al-Waqi‘ah, Surat Al-Hasyr, dan Surat Al-Mulk.
Di samping itu, dianjurkan juga pada waktu pagi dan sore hari untuk membaca ayat dan
surat berikut sebanyak tiga kali:
1. beberapa ayat dari permulaan surat Al-Hadid;
2. beberapa ayat terakhir dari surat Al-Hasyr;
3. surat Ikhlas; dan
4. surat Al-Mu‘awwidzatain, yaitu surat Al-Falaq dan surat An-Naas.
7. EMPAT JENIS LAUTAN
‘Umar a mengatakan:
“Lautan itu ada empat macam, yaitu:
1. lautan dosa, yaitu kecenderungan nafsu kepada keinginan yang tidak sesuai dengan
aturan syara’;
2. lautan syahwat, yaitu dorongan untuk mencari kenikmatan jasmaniah;
3. lautan umur, yaitu kematian; dan
4. lautan penyesalan, yaitu alam kubur.”
9. EMPAT KEUTAMAAN
DAN KEWAJIBAN
‘Utsman a mengatakan:
“Orang yang terhalang (untuk mendapatkan pahala) adalah orang yang tidak berwasiat.”
(HR. Ibnu Majah, dari Anas)
“Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan sempat berwasiat (kebaikan),
berarti dia meninggal di atas jalan yang benar, dalam keadaan menetapi Sunnah, dalam
keadaan bertaqwa, mati syahid, dan mati dalam keadaan diampuni dosa-dosanya.”
1. “Barang siapa merindukan surga, maka ia akan bersegera dalam melaksanakan kebaikan.
2. Barang siapa takut siksa neraka, maka ia akan berhenti dari mengikuti hawa nafsunya.
3. Barang siapa meyakini datangnya kematian, maka ia tidak akan terlena dengan
kesenangan duniawi.
4. Barang siapa mengetahui bahwa dunia adalah negeri cobaan, maka semua musibah yang
menimpanya akan terasa ringan.”
Rasulullah bersabda:
“Diam adalah bentuk ibadah yang paling tinggi.” (HR. Dailami, dari Abu Hurairah)
Maksud diam di sini adalah diam dari sesuatu yang tidak bermanfaat, baik dalam urusan
agama maupun dunia, dan diam dari membalas omongan orang yang mencemooh kita. Nah,
diam yang seperti ini termasuk ibadah yang paling tinggi, sebab kebanyakan kesalahan itu
timbul dari lisan. Adapun jika seseorang diam karena dia sendirian tanpa ada orang lain
yang memotivasinya untuk diam, maka diamnya bukan ibadah (bahkan kalau bicara
sendirian bisa jadi disebut gila, editor).
Rasulullah juga pernah bersabda:
“Diam itu adalah perhiasan bagi orang ‘Alim dan selimut bagi orang bodoh.” (HR. Abu
Syaikh, dari Muharriz)
“Diam adalah akhlaq yang paling utama.” (HR. Dailami, dari Anas)
“Diam itu mengandung hikmah yang banyak, tetapi sedikit orang yang melakukannya.”
(HR. Qadha’i, dari Anas dan Dailami, dari Ibnu ‘Umar)
Oleh karena itu, ada syair yang mengatakan:
Wahai orang yang banyak bicara tanpa guna, kekanglah mulutmu
Sungguh
kamu terlalu banyak bicara ke sana dan ke mari
Sungguh amu telah banyak berperan dalam keburukan
Mulai sekarang
diamlah jika kamu ingin menjadi baik
“Jihad yang paling utama adalah memerangi hawa nafsu karena Allah.” (HR. Dailami)
1. “Kamu diam dari banyak omomg kosong karena Aku, sama pahalanya dengan puasa.
2. Kamu hindarkan anggota badanmu dari hal-hal yang diharamkan demi Aku, sama
pahalanya dengan dirimu mengerjakan shalat.
3. Kamu hindarkan dirimu dari ketamakan terhadap kepunyaan orang lain demi Aku,
pahalanya sama dengan bershadaqah.
4. Kamu cegah dirimu dari mengganggu orang muslim karena Aku, sama pahalanya dengan
jihad.”
“Sesungguhnya sesuatu yang sangat aku khawatirkan atas kalian ada dua, yaitu:
mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu berarti menjauhi
kebenaran, sedangkan panjang angan-angan mencerminkan cinta dunia.” (HR. Ibnu Abid
Dun-ya)
Perut lapar termasuk faktor penerang hati, sebab hal itu dapat mendorong seseorang
untuk bersikap waspada dan hati-hati. Mengingat dosa yang pernah dilakukan juga
termasuk faktor penerang hati, sebab hal itu dapat menimbulkan penyesalan atas dosa
tersebut.
Abu Thayyib berkata: “Barang siapa yang bergaul dengan delapan golongan, maka Allah
akan menambah delapan hal kepadanya, yaitu:
1. Barang siapa bergaul dengan orang kaya, maka Allah akan menambah rasa cintanya
kepada keduniaan.
2. Barang siapa bergaul dengan orang fakir, maka Allah akan menambah rasa syukur dan
ridha terhadap rizki dari Allah.
3. Barang siapa bergaul dengan penguasa/pejabat, maka ia akan bertambah keras hatinya
dan takabbur.
4. Barang siapa suka bergaul dengan wanita, maka akan bertambah kebodohan dan syah-
watnya.
5. Barang siapa suka bergaul dengan anak-anak, maka ia akan senang bermain.
6. Barang siapa bergaul dengan orang fasiq, maka akan bertambah kecenderungannya
untuk melakukan kemaksiatan dan menunda tobat.
7. Barang siapa bergaul dengan orang-orang shalih, maka akan bertambah rasa cintanya
dalam menaati Allah.
8. Barang siapa bergaul dengan ulama, maka akan bertambah ilmu dan amalnya.”
Rasulullah bersabda:
“Jalan menuju ke neraka itu diliputi dengan hal-hal yang disenangi hawa nafsu, sedangkan
jalan menuju ke surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci hawa nafsu.” (HR. Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah)
Dengan kata lain, surga tidak dapat diraih kecuali dengan menempuh berbagai kesulitan
dan neraka tidak dapat dimasuki kecuali dengan menuruti kemauan hawa nafsu. Siapa pun
yang dapat menerobos penghalang salah satu dari keduanya pasti akan memasukinya
15. EMPAT ALAMAT CELAKA
DAN BAHAGIA
Rasulullah pernah bersabda:
Sebagian ahli bijak mengatakan: “Tanda-tanda keimanan kepada Allah itu ada empat,
yaitu:
1. taqwa;
2. haya’ (punya rasa malu);
3. selalu bersyukur; dan
4. sabar.”
Taqwa adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari segala
macam bentuk kemaksiatan. Ada juga yang mendefinisikan bahwa taqwa adalah
memelihara semua aturan Islam. Ada lagi yang mendefinisikan bahwa taqwa adalah
mengikuti jejak langkah Rasulullah , baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Haya’ (rasa malu) itu ada dua macam, yaitu:
1. malu naluri (haya’ nafsaniy), yaitu rasa malu yang dikaruniakan Allah kepada setiap diri
manusia, seperti rasa malu kelihatan auratnya atau malu bersenggama di depan orang
lain;
2. malu imani (haya’ imaniy), yaitu rasa malu yang bisa mencegah seseorang dari
melakukan perbuatan maksiat karena takut kepada Allah ta‘ala.
Syukur adalah memuji Allah yang selalu memberi kebaikan dengan menyebut-nyebut
kebaikan-Nya.
Di antara bentuk sabar adalah tabah dan tidak mengeluh kepada selain Allah ketika
mendapat musibah.
Berkaitan dengan pembahasan dalam poin ini, sudah seyogyanya bagi kita untuk berdo‘a
dengan do‘a yang pernah dibaca oleh Tamim Ad-Dari bin Habib, yaitu do‘a yang diajarkan
oleh Nabi Khidhir u kepadanya sekembalinya Tamim dari suatu tempat akibat dibawa oleh
jin. Lafazh do‘anya sebagai berikut:
“Ya Allah, jadikanlah kami merasa puas dengan rizki yang Engkau berikan kepada kami;
peliharalah kami dari apa yang telah Engkau larang; janganlah Engkau menjadikan kami
orang yang membutuhkan pertolongan kepada orang yang telah Engkau jadikan dia tidak
membutuhkan kami lagi; kumpulkan kami ke dalam golongan umat Muhammad ; dan
berilah kami minum dari telaganya; jauhkan kami dari perbuatan maksiat; wafatkan
kami dalam ketaqwaan; berilah kami ilham untuk senantiasa berdzikir kepada-Mu;
jadikanlah kami termasuk ahli waris surga yang penuh kenikmatan; dan bahagiakanlah
kami dan janganlah Engkau sengsarakan kami, wahai Tuhan Yang mempunyai keagungan
dan kemuliaan.”
Rasulullah pernah bersabda:
“Puncak keimanan itu ada empat, yaitu sabar terhadap hukum, ridha terhadap qadar,
ikhlas dalam bertawakkal, dan berserah diri kepada Allah.” (HR. Abu Nu‘aim)
Rasulullah bersabda:
Rasulullah bersabda:
“Ada empat permata pada diri anak Adam yang dapat dihilangkan dengan empat perkara
lainnya. Keempat permata tersebut adalah:
1. akal;
2. agama;
3. haya’/rasa malu; dan
4. amal shalih.
Kemarahan dapat menghilangkan akal (sehat). Hasud (dengki) dapat menghilangkan
agama. Tamak dapat menghilangkan haya’ (rasa malu). Ghibah (mengumpat) dapat
menghilangkan amal shalih.”
Akal adalah permata rohani ciptaan Allah yang dilekatkan pada diri manusia, sehingga
manusia bisa mengetahui perkara yang haq dan yang bathil.
Agama adalah aturan Allah yang mengajak orang berakal sehat untuk menerima segala
yang dibawa oleh Rasul.
Hasud adalah mengharapkan lenyapnya kenikmatan yang ada pada orang lain.
Berkaitan dengan perihal marah, Rasulullah bersabda:
“Wahai Mu‘awiyah, jauhilah olehmu marah, karena marah dapat merusak iman sebagai-
mana pahitnya shabr (bratawali) merusak manisnya madu.” (HR. Baihaqi)
Berkaitan dengan perihal hasud, Rasulullah bersabda:
“Jauhilah oleh kalian hasud, karena hasud dapat menghapus (pahala) kebaikan
sebagaimana api membakar kayu.” (HR. Abu Dawud)
Sebuah syair mengatakan:
Katakanlah kepada orang
yang senantiasa dengki kepadaku:
“Tahukah kamu,
kepada siapakah kamu tidak sopan?
Kamu tidak sopan kepada Allah
dengan taqdir-Nya
jika kamu iri dengan nikmat
yang telah diberikan-Nya kepadaku
Karena itu,
Tuhanku selalu mengabulkan permintaanku
sedang pintu permintaan bagimu semuanya tertutup.”
Ghibah adalah menyebut-nyebut kejelekan orang lain di belakangnya dan kejelekan itu
memang betul adanya. Apabila kejelekan yang disebut-sebutkan itu tidak ada padanya,
maka itu berarti tuduhan dusta. Jika menyebut-nyebut kejelekan orang lain itu dilakukan di
hadapannya, itu disebut memaki.
“Keselamatan itu ada sepuluh bagian, sembilan bagian ada pada sikap diam, sedangkan
bagian yang kesepuluh ada dalam ’uzlah (mengasingkan diri) dari pergaulan masyarakat
luas.” (HR. Ad-Dailami)
‘Uzlah adalah menjauhkan diri dari pergaulan masyarakat luas ketika di tengah-tengah
masyarakat sudah terjadi kemaksiatan yang merajalela dengan tujuan agar terhindar
darinya.
“Demi Allah, tidaklah aku ditimpa musibah, melainkan di dalamnya aku rasakan nikmat
Allah , yaitu apanila:
1. musibah itu terjadi bukan pada agamaku;
2. musibah tersebut tidak lebih berat daripada musibah yang telah menimpa diriku;
3. musibah itu tidak menghalangi aku untuk mendapatkan keridhaan Allah; dan
4. musibah yang darinya aku bisa mengharapkan pahala Allah.”
‘Abdullah bin Mubarak berkata: “Ada seorang hakim (orang yang sangat arif dan
bijaksana) telah mengumpulkan 40.000 Hadits, kemudian dipilihnya lagi hingga menjadi
4.000 Hadits, lalu dipilihnya lagi hingga menjadi 400 Hadits, lalu dipilihnya lagi hingga
menjadi 40 Hadits. Dari 40 Hadits ini ia simpulkan 4 kalimat, yaitu:
1. Jangan memberi kebebasan sepenuhnya terhadap istrimu dalam segala hal.
2. Jangan tertipu oleh harta dalam segala hal.
3. Jangan mengisi perutmu dengan makanan/minuman yang tidak mampu ditampung oleh
perutmu.
4. Jangan mengumpulkan ilmu apa pun yang tidak bisa memberi kemanfaatan.”
Jangan memberi kebebasan sepenuhnya terhadap istri dalam segala hal, maksudnya adalah
setiap suami sudah seyogyanya memiliki rasa cemburu agar jangan ada lelaki lain yang
mengganggu miliknya. Jangan tertipu oleh harta maksudnya adalah jangan sampai
berkeyakinan bahwa dengan memiliki harta, Anda pasti akan selamat dari bencana,
sehingga Anda melupakan semua urusan lain selain harta. Begitu juga, Anda jangan tertipu
oleh banyaknya harta.
Berkaitan dengan poin nomor 3, Rasulullah pernah bersabda:
“Sumber segala penyakit ada kaitannya dengan perut yang kekenyangan.” (HR.
Daruquthni melalui Anas. Ibnu Sinni dan Anu Na’im melalui ‘Ali. Ibnu Sa’id melalui Az-
Zuhri)
Maksud Hadits ini adalah bahwa sumber segala macam penyakit itu berhubungan erat
dengan ketidakmampuan lambung dalam mencerna makanan. Yakni makan dengan cara
menjejalkan terus makanan ke mulut sehingga tidak sempat dikunyah atau memasukkan
minuman sesudah makanan atau memasukkan minuman di antara dua suapan makanan,
tanpa mengunyah suapan yang pertama terlebih dahulu.
Berkaitan dengan poin nomor 4, diriwayatkan bahwa pernah ada seorang lelaki berkata
kepada Abu Hurairah a: “Aku ingin mempelajari ilmu, tetapi aku takut kalau aku menyia-
nyiakannya.” Abu Hurairah a berkata: “Sudah cukup dikatakan menyia-nyiakan ilmu bila
engkau sendiri tak mau mempelajarinya.”
Imam Syafi‘i berkata: “Di antara tipu daya setan adalah meninggalkan amal karena takut
dikatakan riya’.”
Imam Syafi‘i berkata lagi: “Barang siapa mempelajari Al-Qur’an, maka tinggilah nilai
dirinya. Barang siapa mempelajari ilmu fiqih, menjadi mulialah kedudukannya. Barang
siapa menulis Hadits, maka kuatlah hujjahnya. Barang siapa mempelajari aritmatika, maka
cemerlanglah pikirannya. Barang siapa mempelajari bahasa Arab, maka haluslah
perangainya. Dan barang siapa tidak bisa memelihara dirinya, maka ilmunya tidak akan
bermanfaat.”
“... yang menjadi anutan, yang menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang Nabi dari
keturunan orang-orang shalih.” (QS. Ali-’Imran (3): 39)
Muhammad bin Ahmad mengatakan: “Nabi Yahya disebut oleh Allah dengan sayyid, padahal
ia adalah seorang hamba Allah, karena Nabi Yahya memiliki empat hal, yaitu:
1. dapat menguasai hawa nafsu;
2. dapat menguasai iblis;
3. dapat menguasai lisan; dan
4. dapat menguasai kemarahan.”
“Agama dan dunia akan selalu tegak selama empat golongan berfungsi dengan baik, yaitu:
1. selama orang kaya tidak bakhil;
2. selama para ulama mengamalkan ilmunya;
3. selama orang-orang bodoh tidak takabbur dari sesuatu yang tidak mereka ketahui; dan
4. selama orang-orang fakir tidak menjual akhirat mereka dengan duniawi.”
Rasulullah bersabda:
“Pada hari Kiamat nanti Allah ta‘ala akan berhujjah dengan empat orang terhadap empat
golongan manusia yang lain, yaitu:
1. Allah berhujjah kepada orang-orang kaya dengan Nabi Sulaiman bin Dawud.
2. Allah berhujjah kepada para hamba sahaya dengan Nabi Yusuf.
3. Allah berhujjah kepada orang-orang sakit dengan Nabi Ayyub.
4. Allah berhujjah kepada orang-orang fakir dengan Nabi ’Isa.”
Maksud Hadits ini adalah Allah bertanya kepada orang-orang kaya: “Mengapa kalian
tidak beribadah?” Jika mereka menjawab: “Karena kami sibuk mengurus harta benda kami,”
maka Allah berfirman: “Siapakah yang lebih besar kerajaannya dan siapakah yang lebih
banyak kekayaannya daripada Sulaiman? Tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”
Kepada para hamba sahaya, Allah akan bertanya: “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika
mereka menjawab: “Karena kami sibuk melayani majikan-majikan kami,” maka Allah
berfirman: “Hamba-Ku, Yusuf, adalah seorang budak di bawah perintah protipar Mesir dan
istrinya, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”
Kepada mereka yang diuji dengan sakit, Allah akan bertanya: “Mengapa kalian tidak
beribadah?” Jika mereka menjawab: “Karena kami tertimpa sakit,” maka Allah berfirman:
“Hamba-Ku, Ayyub, adalah orang yang menderita sakit parah, tapi mengapa ia tetap tekun
beribadah?”
Kepada mereka yang diuji dengan kefakiran, Allah akan bertanya: “Mengapa kalian tidak
beribadah?” Jika mereka menjawab: “Karena kami sibuk mencari sesuap nasi,” maka Allah
berfirman: “Hamba-Ku, ‘Isa, adalah orang yang terfakir di dunia. Dia tidak memiliki
kekayaan dunia sedikit pun. Dia tidak memiliki rumah, harta, maupun istri. Tapi mengapa ia
tetap tekun beribadah?”
Sa‘ad bin Hilal t pernah berkata: “Bila manusia (umat Muhammad) berbuat dosa, maka
Allah tetap memberikan empat anugerah kepadanya, yaitu:
1. dia tidak terhalang untuk mendapatkan rizki;
2. dia tidak terhalang untuk mendapatkan kesehatan badan;
3. Allah tidak akan memperlihatkan dosanya semasa di dunia; dan
4. Allah tidak menghukumnya di dunia.”
Diriwayatkan bahwa Nabi Adam u telah berkata: “Allah memberi empat macam
kemuliaan kepada umat Muhammad yang tidak Allah berikan kepadaku, yaitu:
1. Allah menerima tobatku di Makkah, sedangkan umat Muhammad diterima tobatnya di
tempat mana pun.
2. Ketika aku melakukan dosa, Allah menghilangkan pakaianku seketika, sedangkan umat
Muhammad tetap diberi pakaian meskipun mereka durhaka kepada Allah.
3. Ketika aku berbuat dosa, Allah memisahkan aku dengan istriku, sedangkan umat
Muhammad ketika berbuat dosa tidak dipisahkan dengan istrinya.
4. Aku berbuat dosa di surga, lalu Allah mengusirku dari surga ke dunia, sedangkan umat
Muhammad berbuat dosa di luar surga, lalu Allah masukkan mereka ke surga bila
mereka mau bertobat.”
Hatim Al-Asham t berkata: “Barang siapa meninggalkan empat hal untuk empat hal yang
lain, niscaya ia akan bisa meraih surga, yaitu:
1. meninggalkan tidur untuk alam kubur;
2. meninggalkan sikap membanggakan diri untuk mizan;
3. meninggalkan istirahat dengan beralih pada shirath;
4. meninggalkan syahwat untuk surga.”
Meninggalkan tidur untuk kubur maksudnya mengganti ketenangan tidur dengan
melakukan amal shalih yang bisa membuat ketenangan di alam kubur kelak sesudah
matinya.
Meninggalkan sikap membanggakan diri untuk mizan maksudnya mengganti sikap
membanggakan diri dengan melakukan amal shalih sehingga timbangan kebaikannya
dalam mizan di akhirat kelak menjadi berat.
Meninggalkan istirahat untuk shirath maksudnya mengganti ketenangan istirahat
dengan melakukan amal yang membuatnya bisa melewati shirath dengan cepat, yakni
dengan meninggalkan segala bentuk maksiat.
Meninggalkan syahwat untuk surga maksudnya mengganti kesenangan-kesenangannya
dengan melakukan berbagai ibadah meskipun terasa berat dalam melakukannya, sebab –
sebagaimana disebutkan dalam satu Hadits– surga itu dipagari dengan sesuatu yang tidak
disukai oleh kebanyakan manusia.
“Bijaknya akal sesudah beriman kepada Allah ialah menebar kasih sayang kepada sesama
manusia.”
Sehubungan dengan poin terakhir, disebutkan bahwa Sulaiman u pernah berkata kepada
anaknya: “Hai anakku, camkanlah bahwa seribu kawan itu terlalu sedikit bagimu, dan
seorang musuh itu sudah terlalu banyak bagimu.”
“Barang siapa menghendaki agar Allah tidak menghisab amalnya dan tidak pula
membeberkannya di hadapan semua makhluk, maka hendaknya ia berdo‘a dengan do‘a
berikut ini setiap selesai melakukan shalat: ‘Alloohumma inna maghfirotaka arjaa min
‘amalii wa inna rohmataka ausa’u min dzambii. Alloohumma illam akun an
ablugho rohmataka fa rohmatuka ahlun an tablughonii li annahaa wasi’at kulla
sya’in yaa arhamar roohimiin.’ (Ya Allah, sesungguhnya ampunan-Mu lebih aku
harapkan daripada amalku dan sesungguhnya rahmat-Mu lebih luas daripada
(banyaknya) dosaku. Ya Allah, apabila aku bukan termasuk mereka yang berhak untuk
meraih rahmat-Mu, maka rahmat-Mu tentu dapat meraihku, karena rahmat-Mu meliputi
segala sesuatu, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.)”
“Pada hari Kiamat nanti mizan (timbangan amal) akan ditegakkan, lalu:
1. ahli shalat dihadirkan untuk ditimbang amalnya, lalu diberikan kepada mereka pahalanya
secara sempurna;
2. ahli shadaqah dihadirkan untuk ditimbang amalnya, lalu diberikan kepada mereka
pahalanya secara sempurna;
3. ahli puasa (menurut manuskrip lain disebutkan ahli haji) dihadirkan untuk ditimbang
amalnya, lalu diberikan pahalanya secara sempurna kepada mereka;
4. ahli musibah dihadirkan, tetapi amal mereka tidak ditimbang dan catatan amal mereka
tidak diperiksa, namun mereka diberi pahala tanpa batas, sehingga mereka yang dulunya
tidak pernah tertimpa musibah mengharapkan sekiranya mereka dahulu termasuk
golongan mereka yang tertimpa musibah, dikarenakan banyaknya pahala yang diperoleh
oleh mereka yang dulunya tertimpa musibah.”
‘Ali a berkata:
“Barang siapa yang menahan amarahnya, maka Allah akan menahan adzab darinya.”
“Barang siapa yang menahan amarahnya, melapangkan dadanya, suka berbuat kebaikan,
menyambung silaturrahim, dan menunaikan amanatnya, maka kelak pada hari Kiamat
Allah U akan memasukkannya ke dalam cahaya-Nya yang paling besar.” (HR. Dailami)
Ulama ahli bijak berkata: “Inti dari sekian banyak ibadah itu ada empat, yaitu:
1. melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah;
2. memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah;
3. sabar terhadap rizki yang luput darinya; dan
4. rela dengan rizki yang diterima.”
p
BAB IV
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa meremehkan lima golongan, maka ia akan rugi dalam lima hal, yaitu:
1. Barang siapa meremehkan ulama, maka ia akan rugi dalam urusan agama.
2. Barang siapa meremehkan pemerintah, maka ia akan rugi dalam urusan dunia.
3. Barang siapa meremehkan tetangga, maka ia akan rugi dalam beberapa hal yang ia
perlukan.
4. Barang siapa meremehkan kaum kerabat, maka ia akan rugi dalam urusan kasih sayang.
5. Barang siapa meremehkan istrinya, maka ia akan rugi dalam urusan kenikmatan hidup.”
Berkaitan dengan tetangga, Rasulullah juga pernah bersabda:
“Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah beriman seorang hamba
hingga ia mencintai tetangganya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang mempunyai tetangga jelek yang suka
menyakiti dirinya, namun ia tetap bersabar dan mengharap pahala Allah atas perilaku
tetangga yang menyakitkannya hingga Allah menyudahinya, baik sewaktu masih hidup
atau dengan kematian.” (HR. Bukhari)
“Akan datang suatu masa pada umatku yang pada masa itu mereka mencintai lima
perkara dengan melupakan lima perkara yang lain, yaitu:
1. Mereka mencintai dunia dengan melupakan akhirat.
2. Mereka mencintai rumah megah dengan melupakan kubur.
3. Mereka mencintai harta dengan melupakan hisab (pertanggungjawabannya).
4. Mereka mencintai keluarga dengan melupakan bidadari.
5. Mereka mencintai dirinya sendiri dengan melupakan Allah.
Mereka yang seperti itu jauh dariku dan aku pun jauh dari mereka.”
3. LIMA PERKARA YANG MENGIRINGI
LIMA PERKARA LAINNYA
Rasulullah bersabda:
“Allah tidak memberikan lima perkara kepada seseorang, kecuali Allah telah menyediakan
baginya lima perkara yang lain, yaitu:
1. Allah tidak memberikan kesempatan untuk bersyukur, melainkan Dia telah menyediakan
tambahan nikmat.
2. Allah tidak memberikan kesempatan untuk berdo‘a, melainkan Dia telah menyediakan
pintu ijabah (pengabulan do‘a).
3. Allah tidak memberikan kesempatan untuk beristighfar, melainkan Dia telah menyediakan
pintu ampunan.
4. Allah tidak memberikan kesempatan untuk bertobat, melainkan Dia telah menyediakan
pintu qobul (penerimaan tobat).
5. Allah tidak memberikan kesempatan untuk bershadaqah, melainkan Allah telah
menyediakan baginya pintu taqabbul (penerimaan shadaqah).”
Berkaitan dengan poin 1, Allah ta‘ala berfirman:
“Sungguh, jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambahkan (nikmat) kepada kalian.”
(QS. Ibrahim (14): 7)
Berkaitan dengan poin 2, Allah ta‘ala berfirman:
“Berdo‘alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan do‘a kalian.” (QS. Al-Mukmin (40):
60)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah biasa berdo‘a dengan do‘a berikut:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu jiwa yang tenang, yang percaya akan
pertemuan dengan-Mu, ridha akan ketetapan-Mu, dan qana’ah atas pemberian-Mu.” (HR.
Thabarani)
Berkaitan dengan poin 3, Allah ta‘ala berfirman:
“Mohonlah ampunan kepada Tuhan kalian; sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.”
(QS. Nuh (71): 10)
Rasulullah pun bersabda:
“Sekiranya kalian berbuat dosa sampai dosa kalian setinggi langit, kemudian kalian
bertobat, niscaya Allah akan mengampuni dosa kalian.” (HR. Ibnu Majah)
Berkaitan dengan poin 4, Rasulullah bersabda:
“Di sekitar ‘Arsy terdapat tulisan yang berumur 4.000 tahun sebelum dunia diciptakan.
Tulisan tersebut berbuyi: ’Wa innii laghoffaarun liman taaba wa aamana wa ’amila
shoolihan tsummah tadaa.’“ (Sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi setiap orang yang
bertobat, beriman, dan beramal shalih, kemudian ia berusaha untuk mendapatkan
petunjuk). (HR. Dailami)
Berkaitan dengan poin 5, Rasulullah bersabda:
“Setiap orang akan berada dalam naungan shadaqahnya hingga ia menerima keputusan
masalah yang berkaitan dengan manusia lainnya.” (HR. Imam Ahmad)
Rasulullah juga bersabda:
“Tiada seorang hamba yang menshadaqahkan sesuatu semata-mata mencari ridha Allah,
kecuali Allah berfirman pada hari Kiamat nanti: ’Wahai hamba-Ku, engkau telah
mengharapkan keridhaan-Ku, maka pada hari ini aku tidak akan menghinakan dirimu.
Aku haramkan tubuhmu tersentuh api neraka dan masuklah ke dalam surga dari pintu
mana yang engkau kehendaki.’“ (HR. La-aal)
“Kegelapan itu ada lima dan lampu penerangnya pun ada lima, yaitu:
1. Cinta dunia adalah suatu kegelapan, sedangkan lampu penerangnya adalah ketaqwaan.
2. Berbuat dosa adalah suatu kegelapan, sedangkan lampu penerangnya adalah bertobat.
3. Kubur adalah kegelapan, sedangkan lampu penerangnya adalah bacaan: ’Laa ilaaha
illallooh Muhammadur Rosuulullooh.’
4. Alam akhirat itu penuh kegelapan, sedangkan penerangnya adalah amal shalih.
5. Shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) sangat gelap, sedangkan penerangnya
adalah yaqin.”
Berkaitan dengan poin 1, Rasulullah bersabda:
“Cinta dunia adalah biang segala kesalahan.” (HR. Baihaqi, dari Hasan Al-Bashri)
Imam Al-Ghazali mengomentari Hadits di atas sebagai berikut: “Sebagaimana dikatakan
bahwa mencintai dunia itu adalah biang segala kesalahan, maka membenci dunia adalah
biang segala kebaikan.”
Nabi juga bersabda:
“Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, maka di dalam hatinya
timbul satu titik noda hitam. Apabila ia berhenti dari perbuatan dosanya dan memohon
ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, maka
bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya. Inilah arroon (penutup
hati) sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah dalam (QS. Al-Muthaffifiin (83):
14): ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya dosa yang selalu mereka kerjakan itu telah
menutupi hati mereka.’“ (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan
Hakim)
Berkaitan dengan poin 3, Nabi bersabda :
“Sesungguhnya Allah ta‘ala mengharamkan masuk neraka bagi orang yang membaca laa
ilaaha illallooh dengan niat semata-mata karena Allah ta‘ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda:
“Barang siapa membaca dengan ikhlas kalimat laa ilaaha illallooh, maka ia akan masuk
surga.” Para shahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa wujud keikhlasannya?“ Beliau
menjawab: “Kalimat laa ilaaha illallooh tersebut dapat mencegah kalian dari segala
sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian.” (HR. Al-Khatib)
Dikatakan bahwa ada tujuh hal yang dapat menerangi alam kubur, yaitu:
1. ikhlas dalam beribadah;
2. berbakti kepada kedua orang tua;
3. senang bersilaturrahmi;
4. tidak menyia-nyiakan umur untuk melakukan kemaksiatan;
5. tidak mengikuti kehendak hawa nafsu;
6. bersungguh-sungguh dalam taat kepada Allah; dan
7. memperbanyak dzikir kepada Allah.
Berkaitan dengan poin 4, amal shalih, Nabi pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allah suka jika rukhshah-Nya dilaksanakan sebagaimana Allah suka jika
‘azimah-Nya dilaksanakan. Sesungguhnya Allah telah mengutus aku dengan membawa
agama yang mudah, yaitu agama Nabi Ibrahim u.” (HR. Ibnu Asakir)
(‘Azimah adalah aturan pokok dari Allah yang harus dikerjakan, seperti shalat Zhuhur harus
dikerjakan sebanyak 4 raka’at. Rukhshah adalah bentuk keringanan dari Allah yang boleh
dikerjakan, seperti menqashar shalat Zhuhur menjadi 2 raka’at bagi musafir –edt.)
Rasulullah juga bersabda:
“Kerjakanlah ‘azimah dan terimalah rukhshah. Biarkan orang lain (mau mengerjakan
‘azimah dan menerima rukhshah atau tidak); dengan begitu kalian akan dihindarkan dari
keburukan mereka.” (HR. Al-Khatib)
Rasulullah juga bersabda:
“Barang siapa tidak menerima rukhshah dari Allah, maka baginya dosa sebesar gunung
‘Arafah.” (HR. Ahmad)
Berkaitan dengan poin 5, penerang shirath adalah yaqin. Yaqin adalah membenarkan
dengan sepenuh hati segala hal ghaib dengan menghilangkan segala bentuk keraguan.
‘Umar a berkata:
“Sekiranya tidak takut dituduh mengetahui hal yang ghaib, tentulah aku mau bersaksi
bahwa kelima golongan manusia ini adalah termasuk ahli surga, yaitu:
1. orang fakir yang menanggung nafkah keluarganya;
2. wanita yang suaminya ridha kepadanya;
3. istri yang menshadaqahkan mahar/maskawinnya kepada suaminya;
4. anak yang kedua orang tuanya ridha kepada dirinya; dan
5. orang yang bertobat dari kesalahannya.”
Berkaitan dengan tobat, Nabi bersabda:
“Orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tidak memiliki dosa.” (HR. Baihaqi)
“Setiap anak Adam pasti pernah melakukan dosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa
adalah mereka yang bertobat.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Sungguh Allah lebih senang kepada tobatnya seseorang daripada senangnya orang
kehausan yang menemukan sumber air; orang mandul, lalu punya anak; dan orang
kesasar, lalu menemukan jalan. Barang siapa bertobat kepada Allah dengan tobat
nashuha, maka Allah akan membuat lupa dua malaikat pencatat amal terhadap seluruh
anggota badan orang tersebut dan tempat di permukaan bumi (yang digunakannya untuk
berbuat maksiat) dan terhadap semua dosa dan kesalahannya.” (HR. Abul ‘Abbas)
‘Utsman a berkata:
“Ada lima hal yang merupakan tanda orang yang bertaqwa, yaitu:
1. tidak suka bergaul, kecuali dengan orang-orang yang dapat memperbaiki agamanya dan
dapat membuatnya memelihara kemaluan dan lisannya;
2. jika mendapat musibah besar dalam urusan duniawi, ia menganggapnya sebagai hukum
karma;
3. jika mendapat musibah dalam masalah agama meskipun sedikit, dia bersedih;
4. tidak suka memenuhi perutnya dengan makanan yang halal sekalipun, karena khawatir
kalau-kalau tercampur dengan yang haram;
5. memandang orang lain bersih dari dosa, sementara memandang dirinya sebagai orang
yang penuh dosa.”
‘Ali a berkata:
“Jika tidak ada lima sifat tercela, niscaya manusia seluruhnya akan menjadi orang shalih.
Kelima sifat tercela tersebut yaitu:
1. merasa senang dengan kebodohan;
2. rakus terhadap harta keduniaan;
3. bakhil dengan kelebihan harta yang dimiliki;
4. riya’ dalam setiap amal yang dilakukan; dan
5. senantiasa membanggakan pendapat sendiri.”
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Allah membenci setiap orang yang hanya pandai dalam urusan duniawi, tetapi bodoh
dalam urusan akhirat.” (HR. Al-Hakim)
“Dosa orang ‘Alim itu satu, sedangkan dosa orang bodoh itu dua.” (HR. Ad-Dailami)
“Zuhud dalam urusan duniawi akan menyenangkan hati dan badan, sedangkan senang
dalam urusan duniawi akan membuat hati dan badan menjadi lelah.” (HR. Thabarani)
“Sebaik-baik dunia bagi seseorang adalah apabila dunia itu dijadikan sebagai bekal untuk
kepentingan akhirat sehingga Rabbnya meridhainya. Seburuk-buruk dunia bagi seseorang
adalah bila dunia dijadikan bertentangan dengan urusan akhiratnya dan membuatnya
jauh dari ridha Rabbnya.” (HR. Hakim)
“Manusia yang paling berat siksaannya pada hari Kiamat nanti adalah orang yang
memperlihatkan kepada orang lain seolah-seolah dirinya melakukan kebaikan, padahal
pada dirinya tidak ada kebaikan sama sekali.” (HR. Ad-Dailami)
“Barang siapa memperlihatkan rasa takutnya terhadap Allah kepada orang lain melebihi
yang ada pada dirinya, maka dia adalah munafiq.” (HR. Bukhari)
“Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi setiap orang yang riya’.” (HR. Abu Nuaim)
8. LIMA KEMULIAAN RASULULLAH
Jumhur ulama rahmatullaahi ‘alaihim ajma‘iin berkata: “Allah ta‘ala memuliakan Nabi
Muhammad dengan lima kehormatan, yaitu:
1. dalam hal nama;
2. dalam hal tubuh;
3. dalam hal pemberian;
4. dalam hal kesalahan; dan
5. dalam hal ridha.”
Dalam hal nama, maksudnya beliau dipanggil dengan sebutan rasul dan tidak dipanggil
dengan namanya sebagaimana ketika Allah memanggil nabi-nabi lainnya, seperti Adam,
Nuh, Ibrahim, dan sebagainya. Allah telah berfirman:
“Wahai rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu (dari Rabbmu).” (QS.
Al-Maa-idah (5): 67)
Dalam hal tubuh, maksudnya ketika beliau berdo‘a atau memohon sesuatu yang
berkaitan dengan masalah tubuh, do‘a beliau dikabulkan, sementara Allah tidak berbuat
demikian terhadap nabi-nabi yang lain. Disebutkan dalam satu riwayat bahwa Nabi
berhasil mengembalikan mata Qatadah ke tempat semula yang tadinya keluar dan
menggelantung di pipinya.
Dalam hal pemberian, maksudnya adalah Allah memberikan sesuatu kepada beliau
meskipun tanpa ada permintaan lebih dahulu. Allah telah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak kepadamu.” (QS. Al-Kautsar
(108): 1)
“Dan kelak Rabbmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi
puas.” (QS. Adh-Dhuhaa (93): 5)
Dalam hal kesalahan, maksudnya adalah adanya pemaafan sebelum perbuatan dosanya
beliau kerjakan. Allah berfirman:
“Orang yang memiliki lima hal berikut akan bahagia di dunia dan di akhirat, yaitu:
1. banyak-banyak membaca: ‘Laa ilaaha illallooh Muhammadur rosuulullooh.’;
2. setiap kali ditimpa musibah mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji‘uun, wa laa
haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘Aliyyil ‘azhiim.’ (Sesungguhnya kami ini milik Allah
dan akan kembali kepada-Nya. Tiada daya (untuk menjauhi maksiat) dan tiada kekuatan
(untuk taat), kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung);
3. ketika menerima nikmat dari Allah mengucapkan: ’Alhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin.’
(Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb semesta alam), sebagai bentuk syukur (secara
lisan);
4. setiap kali akan memulai sesuatu selalu mengucapkan: ‘Bismillaahir rohmaanir rohiim.’;
5. setiap melakukan dosa, ia membaca: ‘Astaghfirulloohal ‘azhiim, wa atuubu ilaiih.’(Aku
memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya).”
Berkaitan dengan poin 1, Rasulullah bersabda :
“Janganlah kalian banyak berbicara selain berdzikir kepada Allah, karena sesungguhnya
banyak berbicara selain dzikir dapat menyebabkan hati keras, padahal manusia yang
paling jauh dari rahmat Allah adalah orang yang memiliki hati keras.” (HR. Tirmidzi)
Berkaitan dengan poin 3, Rasulullah bersabda:
“Ucapan yang paling disenangi oleh Allah ada empat, yaitu: subhaanallooh, al-
hamdulillaah, laa ilaaha illallooh, dan Alloohu akbar. Tidak masalah bagimu untuk
memulai dari lafazh yang mana dalam mengucapkannya.” (HR. Muslim dan Nasa’i, dari
Samurah bin Jundub)
“Ucapkanlah ‘laa ilaaha illallooh’ dan ‘Alloohu akbar’; ucapkanlah ‘subhaanallooh’ dan ‘al-
hamdulillaah’; dan ucapkanlah ‘tabaarokallooh,’ sebab semua ucapan itu merupakan lima
perkara yang tidak ada perkara lain yang bisa menyamainya.” (HR. Ibnu Sharshari)
Berkaitan dengan poin 4, Rasulullah bersabda:
“Setiap perbuatan baik yang di dalamnya tidak dimulai dengan pujian kepada Allah, maka
perbuatan tersebut terputus (dari rahmat Allah).” (HR. Ibnu Hibban)
“Setiap perbuatan baik yang di dalamnya tidak dimulai dengan bacaan basmalah, maka
perbuatan tersebut terputus (dari rahmat Allah).” (HR. Abu Dawud, dari Abu Hurairah)
Berkaitan dengan poin 5, Rasulullah bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian mengenai penyakit kalian dan obat untuk kalian?
Bahwasanya penyakit kalian adalah berbuat dosa, sedangkan obatnya adalah
beristighfar.” (HR. Dailami, dari Anas bin Malik a)
“Barang siapa selalu membaca istighfar, maka Allah akan menjadikan untuk dirinya jalan
keluar dari semua kesulitan, menjadikan kegembiraan dari semua kesusahan, dan akan
memberi rizki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah, dari Ibnu ‘Abbas a)
“Hendaklah kalian banyak mengucapkan laa ilaaha illallooh dan beristighfar, sebab iblis
berkata: ’Aku membinasakan manusia dengan merayunya untuk berbuat dosa, namun
mereka membinasakan aku dengan banyak mengucapkan laa ilaaha illallooh dan
beristighfar. Ketika aku melihat yang seperti itu, maka aku akan membinasakan mereka
dengan merayunya untuk mengikuti hawa nafsu mereka yang dengan begitu mereka
menyangka bahwa mereka berada dalam petunjuk.’“ (HR. Ahmad dan Abu Ya’la, dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq a)
Al-Faqih Abu Laits t berkata: “Barang siapa memelihara tujuh perkara, maka ia akan
menjadi orang yang mulia di sisi Allah dan di hadapan para malaikat; Allah akan
mengampuni dosanya meski banyaknya seperti buih lautan; ia akan merasakan nikmatnya
melaksanakan ketaatan; dan hidup-matinya akan berada dalam kebaikan. Ketujuh perkara
itu adalah:
1. membaca basmallah setiap akan memulai sesuatu;
2. membaca hamdalah setiap kali selesai mengerjakan sesuatu;
3. membaca istighfar setiap kali melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat;
4. mengucapkan insya Allah setiap kali berjanji untuk melakukan sesuatu;
5. mengucapkan laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘Aliyyil ‘azhiim setiap kali
menemukan sesuatu yang tidak disenangi;
6. mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun setiap kali tertimpa musibah; dan
7. banyak-banyaklah membaca laa ilaaha illallooh muhammadur rasuulullooh, baik siang
hari maupun malam hari.”
Hasan Basri a berkata: “Ada lima kalimat yang tertulis dalam Kitab Taurat, yaitu:
1. kekayaan itu ada pada cara hidup qana’ah;
2. keselamatan itu ada dalam ‘uzlah;
3. kemuliaan ada pada kemampuan mengendalikan hawa nafsu;
4. kesenangan itu hanya ada pada kehidupan yang panjang (dan kekal, yakni di dalam
surga); dan
5. kesabaran itu hanya ada pada kehidupan yang pendek (di dunia).”
“Manfaatkan lima kesempatan sebelum datangnya lima kesempatan yang lain, yaitu:
1. masa mudamu sebelum masa tuamu;
2. masa sehatmu sebelum masa sakitmu;
3. masa kayamu sebelum masa fakirmu;
4. masa hidupmu sebelum kematianmu; dan
5. masa senggangmu sebelum masa sibukmu.” (HR. Hakim dan Baihaqi, dari Ibnu ‘Abbas; dan
Ahmad dan Abu Nua‘im, dari ‘Amr bin Maimun)
Maksud poin 5 adalah manfaatkan waktu senggangmu di dunia ini sebaik-baiknya untuk
melakukan ketaatan sebelum datang waktu sibukmu saat menghadapi huru-hara hari
Kiamat, yang tahap pertamanya adalah memasuki alam kubur.
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Orang fakir yang ridha dengan kefakirannya berarti telah
memilih lima hal yang terpuji, sedangkan orang kaya yang bangga dengan kekayaannya
berarti telah memilih lima hal yang tercela. Kelima hal terpuji pilihan orang fakir tersebut
yaitu:
1. ketenangan jiwa;
2. ketenteraman hati;
3. konsentrasi beribadah kepada Tuhannya;
4. kemudahan dalam hisab (di akhirat) ; dan
5. derajat yang tinggi (di surga).
Adapun kelima hal tercela pilihan orang kaya yaitu:
1. kelelahan diri dalam memburu harta duniawi;
2. menyibukkan hatinya dalam urusan duniawi semata;
3. mengabdi kepada duniawi;
4. kesulitan dalam hisab; dan
5. derajat yang rendah di sisi Allah.”
‘Abdullah Al-Inthaqi t berkata: “Ada lima hal yang termasuk penawar hati, yaitu:
1. bergaul dengan orang shalih;
2. membaca Al-Qur’an (dan mentadabburinya);
3. sedikit makan;
4. qiyamul lail; dan
5. bermunajat kepada Allah pada waktu sahur.”
Yang dimaksud dengan penawar hati adalah beberapa hal yang perlu dilakukan agar hati
seseorang tidak menjadi keras.
Bergaul dengan orang shalih maksudnya banyak menghadiri majelis ta‘lim mereka dan
mendengarkan nasihat mereka. Termasuk di dalamnya adalah sikap diam dan ‘uzlah dari
mereka yang membicarakan kebathilan.
Berkaitan dengan sedikit makan, Rasulullah bersabda:
“Ada tiga hal yang dapat menyebabkan kerasnya hati, yaitu banyak makan, banyak tidur,
dan suka bersantai-santai.”
“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” (QS. Yunus (10): 101)
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang yaqin; dan
(juga) pada diri kalian sendiri. Maka apakah kalian tiada memperhatikan?“ (QS. Adz-
Dzaariyaat (51): 20- 21)
Tafakkur tentang ayat-ayat Allah akan membuahkan tauhid dan yaqin, maksudnya akan
menambah ma‘rifah kita kepada Allah dan kepada sifat-sifat dan nama-Nya. Allah
berfirman:
“Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menghitungnya.”
(QS. Ibrahim (14): 34)
“Nikmat apa saja yang ada pada kalian, maka dari Allahlah (datangnya).” (QS. An-Nahl
(16): 53)
Berkaitan dengan tafakkur tentang janji-janji Allah, Allah telah berfirman:
“Maka apakah orang yang beriman sama dengan orang yang fasiq? Mereka tentu tidak
sama.” (QS. As-Sajdah (32): 18)
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah.” (QS. Al-Lail (92): 5-7)
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal
shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa.” (QS. An-
Nuur (24): 55)
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang
penuh kenikmatan.” (QS. Al-Infithaar (82): 13)
Berkaitan dengan tafakkur tentang ancaman Allah, Allah telah berfirman:
“Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS.
Al-Infithaar (82): 14)
“Maka masing-masing (dari mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya. Di antara
mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil; di antara mereka ada
yang ditimpa suara keras mengguntur; di antara mereka ada yang Kami benamkan ke
dalam perut bumi; dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Allah sekali-kali
tidak menzhalimi mereka, tetapi merekalah yang menzhalimi diri mereka sendiri.” (QS.
Al-‘Ankabuut (29): 40)
Berkaitan dengan tafakkur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah dan
kebaikan Allah kepada diri kita, Allah telah berfirman:
“Kami tidaklah menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56)
“Apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-
main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?“ (QS. Al-Mu‘minuun
(23): 115)
Termasuk tafakkur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah dan kebaikan Allah
kepada diri kita adalah:
1. Mentafakkuri bahwa Allah Maha Mengetahui keberadaan kita dan Maha Melihat apa pun
yang kita kerjakan. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf (50): 16)
“Dia selalu bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kalian kerjakan.” (QS. Al-Hadiid (57): 4)
“Tidakkah engkau perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,
melainkan Dialah yang keempatnya.” (QS. Al-Mujaadilah (58): 7)
Buah dari tafakkur ini adalah kita merasa malu kepada Allah untuk melanggar perintah
atau larangan-Nya.
2. Mentafakkuri tentang kehidupan dunia berikut segala kesibukan yang ada di dalamnya
dan betapa cepat lenyapnya; dan tentang akhirat berikut kenikmatan dan kekekalannya.
Allah berfirman:
“Tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda-gurau dan main-main. Dan sesungguh-
nya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS. Al-
Ankabuut (29): 64)
Tafakkur ini akan membuat kita zuhud terhadap dunia dan senang kepada kebahagiaan
akhirat.
3. Mentafakkuri tentang kematian dan penyesalan/kerugian yang terjadi sesudahnya (jika
kita tidak pandai memanfaatkan kesempatan dalam hidup ini --edt.). Allah telah
berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kalian ingin lari darinya, maka sesungguhnya
kematian itu pasti akan menemui kalian, kemudian kalian dikembalikan kepada Dzat
Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa
yang telah kalian kerjakan.’“ (QS. Al-Jumu‘ah (62): 8)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian
dari dzikrullah. Barang siapa yang sampai berbuat demikian, maka mereka itulah orang-
orang yang merugi.” (QS. Al-Munaafiquun (63): 9)
“Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila ajalnya sudah
tiba.” (QS. Al-Munaafiquun (63): 11)
Buah dari tafakkur ini adalah akan membuat seseorang tidak berpanjang angan-angan,
berusaha memperbaiki amal, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan sesudah mati.
Sudah seyogyanya bagi setiap muslim untuk mempraktekkan semua tafakkur yang telah
diuraikan ini. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah agar jangan sampai terjebak pada
tafakkur tentang dzat Allah. Nabi pernah bersabda:
“Bertafakkurlah kalian tentang ayat-ayat Allah dan janganlah bertafakkur tentang Dzat
Allah, sebab kalian benar-benar tidak akan mampu melakukannya.”
Nabi bersabda:
“Mintalah pertolongan kepada Allah dalam usaha meraih suatu hajat dengan merahasia-
kannya, karena setiap orang yang mendapatkan nikmat pasti ada orang lain yang dengki
kepadanya.”
Berkaitan dengan poin 2, Nabi bersabda:
“Tiada hari saat matahari telah terbenam, kecuali ada dua malaikat yang berdo‘a: ’Ya
Allah, berilah ganti kepada orang yang mau menginfaqkan hartanya dan berilah
kebangkrutan kepada orang yang tidak mau menginfaqkan hartanya.’“ Allah pun lalu
menurunkan ayat-Nya (QS. Al-Lail ayat 5-7 --edt.): “Adapun orang yang memberikan
(hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa serta membenarkan adanya pahala yang terbaik
(surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Dari Abu Darda’,
dari Nabi )
Berkaitan dengan ikhlas, ikhlas itu ada 3 tingkatan, yaitu:
1. Menyembunyikan amal dari perhatian orang lain. Dalam beribadah tidak ada tujuan lain
kecuali melaksanakan perintah Allah dan menetapi hak ubudiyyah. Juga bukan
ditujukan untuk meraih simpati orang lain agar mendapat kasih sayang, pujian, harta,
atau sesuatu lainnya dari mereka. Inilah tingkatan ikhlas yang tertinggi.
2. Beramal semata-mata karena Allah dengan tujuan agar Allah memberikan balasan di
akhirat nanti, seperti agar dijauhkan dari siksa neraka, dimasukkan ke surga, dan diberi
berbagai kenikmatan lainnya. Inilah tingkatan ikhlas nomor dua.
3. Beramal karena Allah semata dengan berharap agar Allah memberikan balasan di dunia,
seperti agar diluaskan rizkinya dan agar dihindarkan dari hal-hal yang tidak disukainya.
Inilah tingkatan ikhlas paling rendah.
Adapun melakukan amal dengan kriteria selain itu, maka merupakan riya’ yang sangat
tercela.
Berkaitan dengan poin 4, dalam menjelaskan firman Allah (QS. Al-Baqarah (2): 42 --
edt.):
“Musyawarah itu akan mencegah terjadinya penyesalan dan celaan dari orang lain.”
‘Ali a pernah berkata: “Sebaik-baik cara dalam pengambilan keputusan adalah dengan
musyawarah dan seburuk-buruk langkah adalah kediktatoran.”
“Mengumpul-ngumpulkan harta itu memiliki lima dampak negatif bagi pelakunya, yaitu:
1. menguras banyak tenaga dan pikiran dalam mengumpulkannya;
2. lalai dari mengingat Allah karena sibuk mengatur harta;
3. adanya ketakutan terhadap perampok dan pencurinya;
4. adanya kemungkinan disebut bakhil oleh orang lain; dan
5. adanya kemungkinan jauh dari orang-orang shalih karena selalu sibuk dengan urusan
duniawi.
Adapun menjauhkan diri dari mengumpul-ngumpulkan harta punya lima dampak positif
bagi pelakunya, yaitu:
1. adanya ketenangan jiwa, sebab tidak perlu bersusah-payah untuk mengusahakannya;
2. memiliki banyak waktu untuk mengingat Allah;
3. senantiasa merasa aman dari perampok dan pencuri;
4. dirinya pantas menyandang gelar pemurah hati, (sebab tentu tidak lupa
menshadaqahkannya jika mendapat harta); dan
5. bisa bergaul dengan orang-orang shalih.”
Ahli sastra berkata: “Kemurahan hati seseorang dapat menyebabkan ia dicintai oleh
lawan-lawannya, sedangkan kebakhilan seseorang dapat menyebabkan ia dibenci oleh
anak-anaknya.”
Sebagian ahli sastra lainnya berkata: “Sebaik-baik harta adalah yang dapat
memperbudak (membeli hati) orang yang merdeka dan sebaik-baik perbuatan ialah yang
berhak mendapat ucapan terima kasih dari orang lain.”
“Orang yang paling baik di antara kalian bukanlah orang yang meninggalkan urusan
dunianya demi mengejar akhiratnya, juga bukanlah orang yang meninggalkan urusan
akhiratnya demi mengejar dunianya. Akan tetapi, orang yang paling baik di antara kalian
adalah orang yang mengambil dunia dan akhirat.”
“Dunia itu tempat bershadaqah bagi orang yang mau menshadaqahkan (harta)nya,
tempat keselamatan bagi orang yang mengerti betul tentang dunia, juga sebagai tempat
kekayaan bagi orang yang mau menjadikannya sebagai bekal (ke akhirat).”
Seorang penyair berkata:
Wahai pelamar dunia untuk dirinya sendiri
sesungguhnya setiap hari dunia itu punya kekasih
Dia ingin dinikahi suami baru
padahal di tempat lain
dia sudah dicampuri oleh yang lain
Sungguh dunia menerima para pelamarnya
hanya untuk membunuh mereka satu per satu
Sungguh aku telah tertipu, dan sungguh bencana itu menimpaku sedikit demi sedikit
Carilah bekal yang sempurna
tuk menyambut kematianmu,
sebab juru seru (kematian)
telah memanggil-manggil untuk berangkat pulang
Hatim Al-Asham t berkata: “Ketergesa-gesaan itu datangnya dari setan, kecuali dalam
lima hal, sebab yang lima itu termasuk Sunnah Rasulullah , yaitu:
1. segera memberi jamuan kepada tamu apabila ia telah masuk rumah;
2. segera mengurus mayat jika sudah jelas kematiannya;
3. segera menikahkan anak perempuan jika ia sudah dewasa;
4. segera membayar hutang jika telah tiba waktu pembayarannya; dan
5. segera bertobat ketika terlanjur melakukan maksiat.”
Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Barang siapa memberi makan kepada saudaranya yang muslim makanan kesukaannya
sehingga keinginan untuk makannya terpenuhi, maka Allah mengharamkan dia masuk
neraka.” (HR. Baihaqi, dari Abu Hurairah)
“Barang siapa memberi makan berupa roti kepada saudaranya yang bisa mengenyangkan
perutnya dan memberinya minum sehingga hilang dahaganya, maka ia jauh dari neraka
sejauh tujuh parit, sementara setiap parit lebarnya sejauh perjalanan 700 tahun.” (HR.
Nasa’i, Thabarani, Hakim, dan Baihaqi, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
“Sesungguhnya balasan yang pertama kali diberikan kepada seorang mukmin sesudah
matinya adalah diampuninya dosa orang-orang yang mengantarkan jenazahnya ke
kubur.” (HR. Baihaqi)
“Jika calon penghuni surga meninggal, maka Allah U merasa malu untuk menyiksa orang-
orang yang mengusung jenazahnya, yang mengantarkannya, dan yang menshalatkannya.”
(HR. Dailami)
“Barang siapa menikahkan anak perempuannya, maka kelak pada hari Kiamat Allah akan
memberikan mahkota raja kepadanya.” (HR. Ibnu Syahin, dari ‘Aisyah)
Dalam riwayat Ibnu ‘Umar a, dia berkata:
“Sungguh kami pernah menghitung bahwa dalam satu majelis Rasulullah membaca:
‘Robbighfir lii wa tub ’alayya innaka antat tawwaabul ghofuur.’ (Ya Rabb, ampunilah
dosaku dan terimalah tobatku; sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha
Pengampun.) sebanyak 100 kali.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
“Sesungguhnya seorang hamba itu jika mau mengakui dosa yang dikerjakannya,
kemudian bertobat kepada Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Berkaitan dengan penyesalan atas dosa yang pernah dilakukan, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa melakukan suatu kesalahan atau berbuat dosa, kemudian ia menyesal,
maka penyesalannya itu adalah sebagai kifaratnya.” (HR. Baihaqi, dari ‘Abdullah bin
Mas‘ud)
Syaqiq Al-Balkhi berkata: “Ada lima perkara yang harus kalian kerjakan, yaitu:
1. beribadahlah kepada Allah, sebab kalian pasti membutuhkan-Nya;
2. ambillah harta duniawi ini sekadar cukup untuk memenuhi hidup kalian;
3. berbuatlah maksiat kepada Allah jika kalian memang kuat merasakan siksaan-Nya;
4. persiapkan bekal di dunia menurut ukuran lamanya kalian tinggal di dalam kubur (dan
sesudahnya); dan
5. beramallah untuk meraih surga sesuai dengan tingkatan tempat yang kalian inginkan.”
‘Umar a berkata:
1. “Aku telah memperhatikan semua teman, namun tidak ada teman yang lebih utama
daripada memelihara lisan.
2. Aku telah memperhatikan semua pakaian, namun tidak ada pakaian yang lebih utama
daripada wara’.
3. Aku telah melihat semua harta, tetapi aku tidak melihat yang lebih utama daripada
qana’ah.
4. Aku telah melihat semua kebaikan, namun aku tidak melihat yang lebih utama daripada
ikhlas dalam beramal.
5. Aku telah melihat semua makanan, namun aku tidak melihat yang lebih nikmat daripada
sabar.”
Menurut Ibrahim bin Adham, yang dimaksud dengan wara’ adalah meninggalkan semua
hal yang syubhat. Adapun meninggalkan semua yang tidak bermanfaat, itu namanya
meninggalkan hal yang sudah semestinya. Rasulullah bersabda:
“Jadilah orang yang wara’, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling baik dalam
beribadah.”
Qana’ah adalah tidak mencari-cari sesuatu yang tidak ada pada dirinya dan merasa
cukup dengan apa yang ada padanya. Rasulullah bersabda:
“Jadilah orang yang wara’, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling baik dalam
beribadah. Jadilah orang yang qana’ah, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling
pandai bersyukur kepada Allah. Cintailah manusia lain sebagaimana engkau mencintai
dirimu sendiri, niscaya engkau akan menjadi orang mukmin yang sempurna. Berbuat
baiklah dalam hidup bertetangga, niscaya engkau akan menjadi seorang muslim yang
baik. Kurangilah tertawa, sebab banyak tertawa dapat membuat hati menjadi mati.”
Berkaitan dengan perintah untuk berbuat baik kepada orang lain, Rasulullah
bersabda:
“Hati itu diciptakan cenderung untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya dan
cenderung membenci orang yang telah berbuat buruk kepadanya.”
Dalam kebaikan terdapat keridhaan manusia, sedang dalam taqwa terdapat keridhaan
Allah. Barang siapa berhasil meraih keduanya, telah sempurna kebahagiaan dan nikmat
yang diraihnya.
Orang baru disebut sabar apabila dirinya telah memenuhi tiga kriteria (ketika mendapat
qadha’ yang tidak disukainya), yaitu:
1. mampu mengendalikan diri dari membenci qadha’ tersebut;
2. mampu mengendalikan lisannya dari ucapan yang buruk; dan
3. mampu mengendalikan anggota badannya dari memukul, menyobek-nyobek pakaian,
mencoreng-coreng muka, menaburi kepalanya dengan debu, dan lain-lain (tindakan
yang tidak baik dilakukan).
“Zuhud terhadap dunia itu bukanlah mengharamkan yang halal, juga bukan menyia-
nyiakan harta, tetapi zuhud itu adalah engkau tidak menggantungkan diri pada sesuatu
yang ada pada dirimu, tetapi lebih percaya pada sesuatu yang ada di tangan Allah. Juga
lebih banyak mengharapkan pahala sewaktu menerima musibah dan engkau lebih senang
menerima musibah sekalipun musibah itu menimpa selama hidupmu (sebab pahalanya
besar).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Abu Dzar)
Syekh Junaid berkata: “Yang disebut zuhud adalah hati selalu merasa ridha sekalipun
usahanya gagal.”
Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Zuhud adalah tidak panjang angan-angan dalam urusan
duniawi, bukan mengkonsumsi makanan yang tidak enak dan bukan pula mengenakan
pakaian yang sangat sederhana.”
Orang yang zuhud tentu tidak akan bangga dengan keduniaan yang dimilikinya, juga
tidak akan meratapi apa yang luput darinya.
“Barang siapa yang hatinya telah dilapisi oleh kecintaan duniawi, maka ia akan selalu
diliputi oleh tiga hal, yaitu: kesengsaraan yang tidak ada habisnya; rakus yang tidak
berkesudahan; dan angan-angan yang tidak ada ujungnya.” (HR. Thabarani)
‘Ali a berkata:
“Yang aku khawatirkan terhadap kalian adalah dua hal, yaitu mengikuti hawa nafsu dan
panjang angan-angan, sebab mengikuti hawa nafsu akan menghalangi dari kebenaran,
sedangkan panjang angan-angan akan menyebabkan lupa akhirat.”
Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Amal yang paling utama adalah menyelisihi hawa
nafsu.”
Adi bin Zaid berkata dalam syair:
Janganlah engkau bertanya
tentang identitas seseorang, tetapi tanyakan
siapa teman dekatnya
sebab setiap teman itu
suka mengikuti perbuatan orang yang ditemaninya
“Akan datang pada umatku suatu masa yang mana umatku mencintai lima perkara dan
melupakan lima perkara lainnya, yaitu:
1. mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat;
2. mereka mencintai kehidupan (dunia) dengan melupakan kematian;
3. mereka mencintai rumah yang megah dengan melupakan kubur;
4. mereka mencintai harta benda dengan melupakan hisab (pertanggungjawabannya); dan
5. mereka mencintai makhluk dengan melupakan Khaliqnya (penciptanya, yaitu Allah).”
Rasulullah pernah bersabda:
“Barang siapa yang setiap harinya membaca do‘a: ‘Alloohumma baarik lii fil mauti wa fii
maa ba’dal mauut,’ (Ya Allah, berilah berkah kepadaku sewaktu menjalani kematian dan
sesudahnya) sebanyak 25 kali, niscaya Allah akan memberikan pahala (mati) syahid
kepadanya meskipun dia mati di atas peraduannya.” (HR. Thabarani)
Rasulullah juga bersabda:
“Zuhud adalah mencintai sesuatu yang dicintai Allah dan membenci sesuatu yang dibenci
Allah; meninggalkan harta yang halal sebagaimana meninggalkan harta yang haram,
sebab yang halalnya pasti akan dihisab, sedangkan yang haramnya pasti akan
membuahkan siksa; menyayangi sesama orang Islam sebagaimana menyayangi diri
sendiri; memelihara diri dari ucapan yang tidak bermanfaat sebagaimana memelihara
diri dari ucapan yang haram; memelihara diri dari banyak makan sebagaimana
memelihara diri dari makan bangkai yang amat busuk; memelihara diri dari aneka
macam kesenangan dunia dan perhiasannya sebagaimana memelihara diri dari panasnya
api; dan tidak panjang angan-angan. Inilah arti zuhud yang sebenarnya.” (HR. Dailami)
Suatu ketika Rasulullah melewati suatu majelis yang penuh dengan canda ria dan
gelak tawa, kemudian beliau bersabda kepada mereka yang ada dalam majelis tersebut:
“Isilah majelis kalian ini dengan hal-hal yang dapat mengingatkan kepada pemutus
kenikmatan duniawi.” Para shahabat lantas bertanya: “Apa yang dimaksud dengan
pemutus kenikmatan duniawi itu?“ Beliau menjawab: “Maut.”
“Sesungguhnya dunia itu dilaknat; sesuatu yang ada padanya juga dilaknat, kecuali dzikir
kepada Allah, sesuatu yang dicintai-Nya, orang ‘Alim; dan orang yang menuntut ilmu.”
(HR. Nasa’i dan Ibnu Majah)
Adapun munajatnya ‘Ali a adalah sebagai berikut:
“Bukankah Engkau telah mendengar
dengan kekuatan-Mu
wahai Tuhan yang menjadi kekuatan
atas do‘a orang yang lemah yang ditimpa musibah, yang tenggelam dalam lautan
kebingungan
penuh dengan keprihatinan.
Aku berseru dengan penuh rendah diri setiap hari
dalam kesungguhan berdo‘a kepada-Mu.
Sungguh terasa sempit bagiku dunia ini,
sementara penduduk dunia tidak mengetahui obatku,
maka ambillah tanganku, karena aku benar-benar memohon keselamatan dengan
ampunan-Mu.
Aku datang kepada-Mu
dengan diiringi cucuran air mata.
Oleh karena itu, kasihanilah tangisku ini
karena malu kepada-Mu.
Aku terlalu banyak noda dan dosa kepada-Mu;
aku sekarang berada dalam kebingungan,
sedangkan Engkau
adalah Dzat Pembebas kebingungan.
Aku sakit, sedangkan Engkau
adalah obat penawar sakitku.
Ya Allah,
bangkitkan diriku ini dengan penuh harapan.
Aku katakan kepada-Mu, wahai Tuhanku,
aku senantiasa berharap
agar Engkau mau memenuhi harapanku.
Balasan yang layak untukku
tiada lain Engkau menyiksaku.
Akan tetapi,
aku berlindung dengan anugerah-Mu yang baik.
Wahai tumpuan harapanku
Engkau telah mengistimewakan junjunganku (Muhammad )
dengan pemberian maaf atas diriku,
karena aku sekarang berada di tengah musibah
yang menimpaku.”
Adapun yang dimaksudkan dengan “ambillah tanganku“ adalah terimalah do‘aku ini.
Nabi bersabda:
“Ketika Allah menurunkan Nabi Adam u dari surga ke bumi, maka segala sesuatu yang ada
di sekitar Nabi Adam u (sewaktu di surga) turut berduka cita, kecuali emas dan perak.
Allah pun lalu berfirman kepada keduanya: ‘Aku jadikan kalian berdua bertetangga
dengan seorang hamba dari hamba-Ku, kemudian Aku turunkan dia dari sampingmu,
maka semua yang ada di kanan kirinya turut bersedih, kecuali kalian berdua.’ Selanjutnya,
emas dan perak itu berkata: ‘Wahai Tuhan kami dan Pelindung kami, Engkau Maha
Mengetahui bahwasanya Engkau telah menjadikan kami bertetangga dengan Adam saat
ia taat kepada-Mu. Ketika ia berbuat dosa, maka kami tidak bersedih.’ Selanjutnya, Allah
berfirman kepada emas dan perak: ’Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sungguh Aku
akan memuliakan kalian berdua sehingga segala sesuatu tidak akan diperoleh, kecuali
dengan kalian berdua.’“ (HR. Dailami)
p
BAB V
Rasulullah bersabda:
“Orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik budi
pekertinya, yang lembut perangainya lagi murah hati, yaitu mereka yang ramah lagi
simpatik..”
“Penghuni surga adalah setiap orang yang tidak kaku perangainya, yang lemah-lembut,
yang entengan, dan yang ceria (jika berhadapan dengan orang lain).”
Baik budi pekertinya adalah ringan pembawaannya, manis perangainya, tidak cepat
marah, dan halus bahasanya.
Ahli balaghah berkata: “Orang yang baik budi pekertinya selalu tenang dan orang yang
berada di sekitarnya merasa aman, sedangkan orang yang jelek budi pekertinya selalu
membuat orang yang berada di sekitarnya merasa terancam dan dia sendiri keberadaannya
sangat susah.”
Rasulullah bersabda:
“Ada enam golongan manusia yang aku kutuk dan Allah pun mengutuk mereka. Setiap
nabi yang do‘anya diijabahi juga mengutuk mereka. Mereka yang dikutuk itu adalah:
1. orang yang menambah-nambahi (ayat) dalam kitab Allah ta‘ala;
2. orang yang mendustakan ketentuan Allah;
3. penguasa yang otoriter, sehingga dia memuliakan orang yang dihinakan Allah dan
menghinakan orang yang dimuliakan Allah;
4. orang yang menghalalkan perkara yang diharamkan Allah;
5. orang yang menghalalkan perbuatan yang telah diharamkan Allah terhadap ahli baitku;
dan
6. orang yang meninggalkan Sunnahku.
Maka pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan melihat mereka dengan pandangan rahmat.”
(HR. Tirmidzi dan Hakim)
3. ENAM PERKARA
YANG MENGEPUNG MANUSIA
Abu Bakar Ash-Shiddiq a berkata:
“Allah telah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yang lurus. Di kedua sisi jalan
itu ada dinding yang padanya terdapat beberapa pintu yang terbuka. Pada pintu-pintu itu
terdapat tirai yang dilabuhkan. Sementara di atas pintu gerbang jalan tersebut ada
penyeru yang berkata: ’Wahai manusia, laluilah jalan ini sampai ke ujung dan janganlah
kalian berbelak-belok.’ Sementara itu ada lagi penyeru lain di atas jalan tersebut yang
berkata ketika manusia bermaksud membuka salah satu dari pintu-pintu itu: ’Celaka,
jangan engkau membukanya, sebab bila engkau membukanya, engkau pasti akan
terperosok masuk ke dalamnya.’ Jalan di sini maksudnya Islam; dinding maksudnya
hukum-hukum Allah; pintu-pintu yang terbuka maksudnya hal-hal yang diharamkan
Allah; penyeru di atas pintu gerbang maksudnya Al-Qur’an; penyeru di atas jalan
maksudnya nasihat dari Allah yang ada di dalam hati setiap muslim.” (HR. Ahmad dan
Muslim)
Rasulullah juga bersabda:
“Tiada seorang hamba, kecuali dirinya telah mempunyai dua rumah; satu rumah berada
di surga dan satu rumah lagi berada di neraka. Seorang mukmin akan membangun
rumahnya di surga dan merubuhkan rumahnya yang ada di neraka. Adapun orang kafir,
dia merubuhkan rumahnya di surga dan membangun rumahnya di neraka.” (HR. Dailami)
Rasulullah juga bersabda:
“Seorang (ahli surga) tidak akan masuk surga, kecuali setelah diperlihatkan kepadanya
(saat di alam kubur) tempatnya di neraka jika dahulunya dia berbuat keburukan (kufur).
Hal ini dimaksudkan agar semakin bertambah rasa syukurnya (kepada Allah). Seorang
(ahli neraka) tidak akan masuk neraka, kecuali setelah diperlihatkan kepadanya
tempatnya di surga jika saja dahulunya dia berbuat kebaikan (memeluk Islam). Hal ini
dimaksudkan agar bertambah penyesalannya.” (HR. Bukhari)
4. ENAM PERKARA
YANG DIRAHASIAKAN ALLAH
‘Umar a berkata:
“Allah ta‘ala menyembunyikan enam perkara dalam enam perkara yang lain, yaitu:
1. Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam ketaatan kepada-Nya.
2. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiatan seorang hamba-Nya.
3. Allah menyembunyikan Lailatul Qadar dalam bulan Ramadlan.
4. Allah menyembunyikan para wali di antara manusia.
5. Allah menyembunyikan kematian dalam umur.
6. Allah menyembunyikan ‘ash-shalatul wustha’ (shalat yang paling utama) dalam shalat
lima waktu.”
Allah merahasiakan enam hal tersebut dalam enam hal yang lain maksudnya adalah:
1. agar manusia bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya, sehingga
tidak sepantasnya bagi siapa pun untuk meremehkan ketaatan meskipun sangat kecil,
sebab boleh jadi justru di situlah ada ridha Allah;
2. agar manusia mau menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan takut terjerumus ke dalam-
nya, sehingga tidak sepantasnya bagi siapa pun untuk meremehkan kemaksiatan
meskipun sangat kecil, sebab boleh jadi justru di situlah ada murka Allah;
3. agar ada kesungguhan dalam ‘menghidupkan’ seluruh hari pada bulan Ramadlan, sebab
–sebagaimana disebutkan dalam Hadits– pahala ibadah sunnah dalam bulan Ramadhan
sama dengan pahala ibadah wajib pada bulan selainnya; dan agar bersungguh-sungguh
dalam mencari Lailatul Qadar, sebab nilainya lebih baik daripada 1000 bulan (83 tahun
4 bulan);
4. agar manusia mau menghormati setiap orang dan tidak meremehkannya, sebab kalau
seseorang meremehkan orang lain, boleh jadi orang yang diremehkannya itu justru wali
Allah;
5. agar manusia selalu mempersiapkan diri untuk menyambut kematiannya; dan
6. agar seorang muslim betul-betul memelihara semua shalat wajibnya.
“Barang siapa mengumpulkan enam perkara, berarti ia telah berusaha meraih surga dan
menjauhi neraka, yaitu:
1. mengetahui Allah, kemudian menaati-Nya;
2. mengetahui setan, kemudian mendurhakainya;
3. mengetahui (kebahagiaan) akhirat, lalu berusaha mencarinya;
4. mengetahui dunia, kemudian meninggalkannya (kecuali sebatas untuk bekal kembali ke
akhirat);
5. mengetahui yang haq, lalu mengikutinya; dan
6. mengetahui yang bathil, lalu menjauhinya.”
“Aku ridha Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai rasul
dan nabi (anutanku), dan Al-Qur’an sebagai hakam dan imamku.”
Dalam riwayat Anas disebutkan bahwa Nabi bersabda:
“Rabb kalian berfirman: ‘Wahai anak Adam, beribadahlah engkau kepada-Ku dengan
sungguh-sungguh, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua
tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam, janganlah engkau menjauh dari-Ku; jika
engkau menjauh dari-Ku, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan aku penuhi
kedua tanganmu dengan kesibukan.’“ (HR. Thabarani dan Hakim)
8. ENAM NASIHAT
YAHYA BIN MU‘ADZ AR-RAZI
Yahya bin Mu‘adz Ar-Razi t berkata:
1. “Ilmu itu pembimbing amal.
2. Pemahaman itu wadahnya ilmu.
3. Akal itu penuntun pada kebaikan.
4. Hawa nafsu itu kendaraan dosa.
5. Harta itu pakaian orang-orang yang takabbur.
6. Dunia itu pasarnya akhirat.”
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa mengambil dunia dengan cara yang halal, maka Allah pasti akan
menghisabnya. Barang siapa mengambil dunia dengan cara yang haram, maka Allah pasti
akan menyiksanya.” (HR. Hakim)
“Wahai manusia, dunia ini adalah tempat yang terjal, bukan tempat yang rata. Dunia ini
tempat kesusahan, bukan tempat untuk bersenang-senang. Maka barang siapa benar-
benar mengetahui dunia, tentu ia tidak akan gembira dengan kesenangannya dan tidak
akan bersedih atas kesusahannya. Ketahuilah, Allah menciptakan dunia ini sebagai tempat
ujian, sedangkan akhirat merupakan tempat kebaikan (bagi orang yang bertaqwa). Allah
menjadikan bencana dunia sebagai sarana untuk meraih pahala di akhirat dan
menjadikan pahala akhirat sebagai ganti dari bencana dunia (bila sabar
menghadapinya). Dia mengambil (nikmat duniawi dari seseorang) dengan maksud untuk
memberinya (ganti di akhirat) dan memberinya cobaan dengan maksud untuk
memberinya pahala. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap manisnya dunia, sebab ter-
putus darinya terasa pahit; jauhilah kelezatannya yang sesaat, sebab kesedihannya terasa
lama; dan janganlah engkau terlalu memakmurkan dunia yang telah Allah tetapkan
kesirnaannya. Janganlah terlalu bergantung pada dunia, sebab Allah telah menghendaki
engkau untuk menjauhinya. Jika engkau tetap melakukannya (bergantung pada dunia),
maka engkau termasuk mereka yang akan mendapat murka-Nya dan berhak menerima
siksa-Nya.” (HR. Dailami)
Bazar Jamhar berkata: “Ada enam hal yang dapat menyamai kenikmatan duniawi, yaitu:
1. makanan yang lezat;
2. anak yang shalih;
3. istri shalihah yang taat;
4. perkataan yang dapat dipercaya;
5. akal yang sehat dan sempurna; dan
6. badan yang sehat.”
Berkaitan dengan akal, Nabi bersabda:
“Setiap amal itu memiliki penyangga dan penyangga amal seseorang adalah akalnya.”
“Wali abdal itu ada 40 orang laki-laki; 22 berada di Syiria dan 18 orang lainnya berada di
Iraq. Apabila salah seorang di antara mereka mati, maka Allah memberi penggantinya.
Jika telah datang perintah Allah, mereka itu pun dimatikan semuanya. Ketika itu
datanglah hari Kiamat.” (HR. Hakim)
“Bumi tidak akan pernah kosong dari 40 orang yang setara dengan Khalilurrahman.
Berkat merekalah para penduduk bumi diberi minum dan diberi pertolongan. Tidak ada
seorang pun dari mereka yang meninggal, melainkan Allah pasti memberi gantinya.” (HR.
Thabarani)
“Tiga hal yang barang siapa memilikinya, maka dia termasuk wali abdal, yaitu: ridha
dengan semua ketentuan Allah; mampu menjauhkan diri dari semua hal yang
diharamkan; dan marah semata-mata karena Allah.” (HR. Ibnu ‘Adi)
“Sungguh beruntung orang yang bisa memelihara lisannya, rumahnya terasa lapang bagi
dirinya, dan menangis karena dosa-dosanya.” (HR. Thabarani)
Barang haram itu terbagi menjadi dua, yaitu:
1. haram karena zatnya, seperti bangkai, darah, dan lain-lain;
2. haram karena cara mendapatkannya, seperti telor hasil curian.
Syubhat terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. syubhat yang mencapai derajat haram, yaitu yang diragukan antara haram dan halalnya,
tapi hati cenderung mengatakan keharamannya;
2. syubhat yang tingkat halal dan haramnya seimbang; hal-hal seperti ini bila ditinggalkan
termasuk wara’;
3. syubhat yang sama sekali tidak diketahui halal-haramnya, bisa jadi halal dan bisa jadi
juga haram, maka bila menemui hal seperti ini, sebaiknya meninggalkannya.
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan dirimu dan ambillah sesuatu yang tidak
meragukanmu, karena kebenaran itu dapat membuat ketenangan batin, sedangkan
kedustaan mengandung keraguan.” (HR. Tirmidzi)
“Hasud itu dapat merusak iman seperti shabr (bratawali) merusak madu.” (HR. Dailami)
“Barang siapa memuji dirinya karena amal shalih yang dikerjakannya, maka benar-benar
tiada arti rasa syukurnya dan terhapus amalnya.” (HR. Abu Nu’aim)
“Sesungguhnya ‘ujub itu dapat menghapus amal baik yang telah dikerjakan selama 70
tahun.” (HR. Dailami)
12. ENAM PENYEBAB KERUSAKAN HATI
Hasan Basri t berkata: “Kerusakan hati manusia itu disebabkan oleh enam faktor, yaitu:
1. sengaja berbuat dosa dengan harapan dosanya nanti diampuni;
2. memiliki ilmu, tetapi tidak diamalkannya;
3. apabila beramal, tidak ikhlas;
4. memakan rizki Allah, tetapi tidak pernah bersyukur;
5. tidak ridha dengan pemberian Allah; dan
6. sering mengubur orang mati, namun tidak mau mengambil pelajaran dari kematian
tersebut.”
Hasan Basri termasuk tokoh senior tabi’in.
Sehubungan dengan masalah keikhlasan, Imam Ahmad bin Hambal berdo‘a sebagai
berikut:
“Wahai Dzat yang memberikan petunjuk kepada orang yang bingung, tunjukkanlah aku ke
jalan orang-orang yang benar dan jadikanlah aku termasuk hamba-Mu yang ikhlas dalam
beramal.”
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya kubur itu merupakan tempat yang pertama dari beberapa tempat yang
ada di akhirat. Jika seseorang selamat dari siksa kubur, maka pada tempat-tempat
berikutnya dia pun akan selamat dengan lebih mudah. Jika ia tidak selamat dari siksa
kubur, maka pada tempat-tempat berikutnya akan lebih berat siksaannya daripada siksa
di kubur.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)
“Sesungguhnya dalam kematian itu ada suatu ketakutan. Karenanya, barang siapa
mendengar berita kematian saudaranya (sesama muslim), maka hendaknya membaca
do‘a berikut ini: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji‘uun. Wa innaa ilaa robbinaa
lamunqolibuun. Alloohummaktubhu ‘indaka fil muhsiniin, waj‘al kitaabahuu fii ‘illiyyiin,
wakhluf ‘aqibahuu fil aakhiriin. Alloohumma laa tahrimnaa ajrohuu wa laa taftinnaa
ba‘dahuu.’” (Sesungguhnya kami ini kepunyaan Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.
Hanya kepada Rabb kami, kami dikembalikan. Ya Allah, catatlah dia di sisi-Mu termasuk
orang yang baik-baik; jadikanlah catatan amalnya berada di ‘Illiyyin; dan berilah
penggantinya di kalangan orang yang masih hidup. Ya Allah, janganlah Engkau
menghalangi kami untuk mendapatkan pahala mendo‘akannya dan jangan pula Engkau
timpakan cobaan kepada kami sesudahnya.) (HR. Thabarani)
“Barang siapa mendengar kematian seorang muslim, kemudian dia mendo‘akan kebaikan
untuknya, maka Allah akan menuliskan baginya pahala sama dengan orang yang
menengoknya kala ia masih hidup dan mengantarkan jenazahnya.” (HR.Daraquthni)
Hasan Basri berkata: “Barang siapa menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya dengan
meninggalkan urusan akhirat, maka Allah akan menyiksanya dengan enam macam siksaan;
tiga siksaan diberikan di dunia, sedangkan tiga siksaan lagi diberikan di akhirat. Tiga
macam siksaan yang diberikan di dunia adalah:
1. angan-angan tiada akhir yang selalu menguasainya;
2. serakah yang tidak pernah disertai qana’ah; dan
3. dicabutnya darinya kenikmatan beribadah.
Adapun tiga macam siksaan yang diberikan di akhirat adalah:
1. ditimpa ketakutan yang sangat pada hari Kiamat;
2. dihisab dengan hisab yang sangat berat; dan
3. mengalami kesedihan yang berkepanjangan.”
“Orang mukmin itu hanya sekadar iri, sedang orang munafiq itu berlaku hasud.”
Berkaitan dengan muru‘ah (harga diri), Nabi bersabda:
“Barang siapa yang bergaul dengan orang banyak tanpa pernah menzhalimi mereka,
berbicara dengan mereka tanpa pernah berdusta, dan berjanji dengan mereka tanpa
pernah berkhianat, maka orang tersebut termasuk orang yang sempurna muru’ahnya,
tampak jelas keadilannya, dan wajib untuk dipersaudarai.”
Berkaitan dengan kebakhilan, Rasulullah bersabda:
“Makanan orang yang pemurah adalah obat, sedangkan makanan orang yang kikir
adalah penyakit.”
Sebagian ahli sastra berkata: “Orang yang kikir tidak akan mempunyai teman.” Shalih ‘Abdul
Quddus sehubungan dengan pengertian ini mengatakan dalam bait-bait syairnya:
Kelemahan seseorang terlihat jelas
di mata orang lain karena kekikirannya
tetapi dapat tertutup dari mata mereka
karena kedermawanannya
Tutupilah kelemahanmu dengan kedermawanan, karena sesungguhnya kulihat setiap
kelemahan itu hanya bisa ditutup oleh kedermawanan
“Ada dua golongan dari umatku, jika mereka baik, maka umat pun akan menjadi baik,
yaitu pemerintah dan ulama.” (HR. Abu Nu‘aim)
“Rakyat tidak akan mengalami kehancuran sekalipun mereka zhalim dan buruk (akhlaq-
nya) jika pemimpinnya suka menunjukkan ke jalan yang benar dan terpimpin pada jalan
yang benar. Sebaliknya, rakyat akan hancur sekalipun mereka suka menunjukkan jalan
kebenaran dan terpimpin pada jalan yang benar jika keadaan pemerintahnya zhalim dan
buruk (akhlaqnya).” (HR. Abu Nu’aim.)
Sehubungan dengan hal ini, menurut suatu riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar telah
mengatakan:
“Jika engkau ingin melihat orang yang paling mulia di kalangan manusia, maka lihatlah
raja yang berpakaian orang miskin.
Dialah seorang yang baik sepak terjangnya, dia layak untuk menjadi pemimpin masalah
dunia dan agama.”
Berkaitan poin 5, Nabi pernah bersabda:
“Akhlaq yang buruk dapat membawa sial dan seburuk-buruk kalian adalah yang paling
buruk akhlaqnya.” (HR. Al-Khatib)
“Sesungguhnya akhlaq yang buruk itu merusak amal sebagaimana cuka merusak madu.”
(HR. Al-Askari)
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling baik akhlaqnya di antara
mereka.” (HR. Thabarani)
“Akhlaq yang baik termasuk amal (yang akan mengantarkan ke) surga.” (HR. Thabarani)
‘Ali a berkata: “Akhlaq yang baik itu ada sepuluh macam, yaitu: 1) memiliki akal yang
sempurna; 2) taat menjalankan ajaran agama; 3) memiliki ilmu; 4) punya sifat hilm
(santun); 5) punya sifat pemurah; 6) memiliki ma‘rifat; 7) suka berbuat baik; 8) bersikap
sabar; 9) banyak bersyukur kepada Allah; dan 10) lemah-lembut dalam tindak-tanduknya.”
Sebagian ahli bijak pernah ditanya: “Jika ada seorang hamba bertobat, apakah dia bisa
mengetahui tobatnya diterima atau tidak?“ Dia menjawab: “Aku tidak bisa menghukuminya,
hanya saja tobat yang diterima itu memiliki tanda-tanda, yaitu:
1. tidak merasa dirinya terpelihara dari kemaksiatan;
2. hatinya melihat bahwa kegembiraan itu jauh, sedang kesedihan itu dekat;
3. senang berdekatan dengan orang-orang yang berbuat baik, sekaligus menjauhi orang-
orang yang berbuat buruk;
4. memandang harta miliknya yang sedikit terasa banyak dan memandang amal akhiratnya
yang banyak terasa sedikit;
5. sibuk dengan ketaatan kepada Allah dan tidak menyibukkan diri dalam mengais rizki
yang telah dijamin Allah;
6. selalu memelihara lisannya, sering bertafakkur, serta mencemaskan dan menyesali dosa
yang pernah dikerjakannya.”
Berkaitan dengan poin 6, Rasulullah pernah bersabda:
“Amal yang paling dicintai Allah adalah menjaga lisan.” (HR. Baihaqi)
“Sesungguhnya orang yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat nanti adalah orang
yang paling banyak bicaranya dalam hal yang tiada guna.” (HR. Ibnu Nashr)
“Bertafakkur sejenak tentang keagungan Allah serta tentang surga dan neraka-Nya itu
lebih baik daripada qiyam semalam suntuk.”
Yahya bin Mu‘adz berkata: “Menurutku, tipuan yang paling besar dalam mengharapkan
datangnya rahmat Allah adalah:
1. senantiasa berbuat dosa dengan harapan dosanya diampuni Allah tanpa disertai
penyesalan;
2. merasa dekat dengan Allah tanpa ada usaha beribadah dan taat kepada-Nya;
3. menanti kenikmatan surga dengan menabur benih-benih siksa neraka;
4. mencari tempat kembali orang yang taat (yaitu surga) dengan melakukan kemaksiatan;
5. menanti pahala tanpa beramal;
6. mengharapkan rahmat Allah dengan melakukan perbuatan yang melampaui batas.”
Berkaitan dengan poin 4, Allah telah berfirman:
“Sesungguhnya kalian hanya diberi balasan menurut amal yang kalian kerjakan.” (QS. Ath-
Thuur (52): 16 dan At-Tahriim (66): 7)
Berkaitan dengan poin 6, ada satu syair yang mengatakan:
Dia mengharapkan keselamatan,
tetapi tidak mau menempuh jalannya
Sungguh kapal laut itu tidak bisa berlayar di daratan
“Tidaklah seseorang bisa melakukan amal yang sepadan dengan akal yang bisa menuntun
pemiliknya kepada kebenaran dan menjauhkannya dari keburukan.”
“Kecerdasan akal sesudah beriman ialah yang menuntun pelakunya bersikap kasih sayang
kepada sesama manusia dan dapat diandalkan dalam berpendapat tanpa bantuan orang
lain. Sesungguhnya orang yang ahli kebaikan di dunia, mereka adalah ahli kebaikan di
akhirat dan sesungguhnya orang yang ahli kemungkaran di dunia, mereka adalah ahli
kemungkaran di akhirat.” (HR. Baihaqi)
“Sekiranya seorang mukmin berada pada sepotong kayu yang mengambang di lautan,
niscaya Allah akan mentaqdirkan ada seseorang yang bakal menyakitinya.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
“Seorang hamba tidak akan bisa mencapai hakikat keimanan sampai ia bisa memelihara
lisannya.” (HR. Thabarani)
“Semoga Allah merahmati orang yang menjaga lisannya, memahami era zamannya, dan
istiqamah dalam perjalanan hidupnya.” (HR. Abu Nu‘aim)
p
BAB VI
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi di bawah ‘Arsy-Nya pada hari yang tidak ada
tempat bernaung, kecuali naungan-Nya, yaitu:
1. pemimpin yang adil;
2. pemuda yang giat beribadah kepada Allah;
3. orang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi sampai air matanya mengalir
karena rasa takutnya kepada Allah;
4. orang yang hatinya selalu terkait dengan masjid saat ia keluar sampai kembali lagi masuk
ke masjid;
5. orang yang bershadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga orang lain yang ada di
kanan-kirinya tidak mengetahuinya;
6. dua orang yang saling mencintai karena Allah, maka mereka berkumpul dan berpisah
semata-mata karena Allah; dan
7. lelaki yang diajak berbuat mesum oleh wanita cantik, tetapi ia menolaknya dengan
berkata: ’ Aku takut kepada Allah.’“
Shadaqah yang dianjurkan untuk diberikan secara sembunyi-sembunyi adalah shadaqah
yang sifatnya sunnah, bukan wajib, seperti zakat.
Abu Syamah telah menyebutkan tujuh golongan tersebut dalam sebuah syair:
Nabi Al-Mushthafa telah bersabda
“Sesungguhnya ada tujuh orang yang akan
Allah naungi dalam naungan-Nya
yaitu yang saling mencinta karena Allah,
memelihara kesucian diri, sejak muda
tumbuh dalam ibadah, tulus bershadaqah,
menangis karena Allah, kalbunya bergantung
di masjid, dan pemimin yang adil.”
2. TUJUH KERUGIAN ORANG BAKHIL
“Orang yang bakhil atau kikir tidak bisa terlepas dari salah satu tujuh perkara berikut:
1. Ketika ia mati, hartanya akan diwarisi oleh orang yang akan menghabiskan dan
membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak diperintahkan Allah.
2. Allah akan membangkitkan penguasa zhalim yang akan merenggut seluruh hartanya
setelah menyiksanya terlebih dahulu.
3. Allah menggerakkan dirinya untuk menghabiskan harta bendanya.
4. Muncul ide pada dirinya untuk mendirikan bangunan di tempat yang rawan bencana,
sehingga bangunan berikut semua harta yang disimpan di dalamnya lalu ludes.
5. Dia ditimpa musibah yang dapat menghabiskan hartanya, seperti tenggelam, terbakar,
mengalami pencurian, dan sebagainya.
6. Dia tertimpa penyakit kronis sehingga hartanya habis untuk berobat.
7. Dia menyimpan hartanya di sebuah tempat, kemudian ia lupa tempat itu, sehingga
hartanya hilang.”
3. TUJUH HAL
YANG MERUPAKAN SEBAB AKIBAT
‘Umar a berkata:
“Jauhilah olehmu banyak tertawa, sebab sesungguhnya banyak tertawa itu dapat
mematikan hati dan bisa menghilangkan wibawa.” (Diriwayatkan dari Abu Dzar a)
“Berkelakar itu merupakan makar setan yang akan mencelakakan sedikit demi sedikit dan
merupakan tipuan hawa nafsu.”
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata: “Janganlah kalian banyak humor, karena banyak humor
itu adalah suatu ketololan yang bisa melahirkan dendam dan bisa menjadikan hati keras.”
Al-Mawardi mengatakan dalam bait-bait syairnya:
Berkelakar itu awalnya manis
tetapi berakhir dengan permusuhan yang sengit
Lelaki yang terhormat akan menghindarinya
tetapi orang yang hina menyukainya
Sehubungan dengan poin 6, disebutkan bahwa salah seorang ahli paramasastra telah
mengatakan bahwa kecerahan wajah adalah karena rasa malunya, sebagaimana tumbuh-
tumbuhan cerah karena siraman airnya. Shalih ‘Abdul Quddus telah mengatakan melalui
bait-bait syair berikut:
Bila air muka berkurang,
berkurang pula rasa malunya
Tiada kebaikan pada wajah
bila kehilangan air mukanya
Peliharalah rasa malumu,
karena tiada lain perbuatan yang mulia itu
hanyalah dilihat dari rasa malunya
Berkaitan poin 3, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat nanti adalah orang
yang paling banyak bicaranya tentang sesuatu yang tiada guna.” (HR. Ibnu Nashr)
“Lisan itu kelak akan disiksa dengan siksaan yang tidak pernah ditimpakan kepada
anggota tubuh yang lain. Selanjutnya, lisan itu berkata: ’Wahai Tuhanku, mengapa
Engkau menyiksaku dengan siksaan yang tidak pernah Engkau timpakan kepada anggota
badan yang lain?’ Maka dikatakan kepadanya: ‘Karena telah keluar darimu ucapan yang
bisa menggemparkan dunia di Timur dan di Barat, yang menyebabkan ditumpahkannya
darah secara haram; dirampasnya harta secara haram; dan digaulinya farji secara haram.
Oleh karena itu, demi keagungan-Ku, maka Aku benar-benar akan menyiksamu dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada anggota badan yang lain, selain kamu
(lisan).’“ (HR. Abu Nu’aim)
5. TUJUH PERTANYAAN
KEPADA ‘ALI DAN JAWABANNYA
Ketika ‘Ali a ditanya tujuh masalah, ‘Ali a menjawab sebagai berikut:
1. Apakah ada sesuatu yang lebih berat daripada langit? “Tuduhan palsu itu lebih berat
daripada langit.”
2. Apakah ada sesuatu yang lebih luas daripada bumi? “Kebenaran itu lebih luas daripada
bumi.”
3. Apakah ada sesuatu yang lebih kaya daripada laut? “Hati yang qana’ah itu lebih kaya
daripada lautan.”
4. Apakah ada sesuatu yang lebih keras daripada batu? “Hati orang munafiq itu lebih keras
daripada batu.”
5. Apakah ada sesuatu yang lebih panas daripada api? “Penguasa yang zhalim itu lebih
panas daripada api.”
6. Apakah ada sesuatu yang lebih dingin daripada Zamharir (neraka yang sangat dingin)?
“Berhajat kepada orang yang bakhil itu lebih dingin daripada Zamharir.”
7. Apakah ada sesuatu yang lebih pahit daripada racun? “Sabar itu lebih pahit daripada
racun.” Riwayat lain menyebutkan: “Mengadu domba itu lebih pahit daripada racun.”
Rasulullah bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (orang lain).” (HR. Bukhari,
Muslim, dan Abu Dawud)
“Bukan termasuk umatku orang yang memiliki sifat hasud, suka mengadu domba orang
lain, dan dukun; dan aku pun bukan termasuk golongannya.”
1. “Dunia ini adalah tempat bagi orang yang tidak memiliki tempat (di akhirat).
2. Dunia adalah harta bagi orang yang tidak memiliki harta (di akhirat).
3. Dunia ini hanya akan ditumpuk-tumpuk oleh orang yang tidak sempurna akalnya.
4. Hanya orang yang tidak paham sajalah yang akan sibuk dengan kesenangan dunia.
5. Hanya orang yang tidak berilmu sajalah yang akan merasa bersedih karena dunia.
6. Hanya orang yang tidak memiliki nurani sajalah yang akan dengki dalam masalah dunia.
7. Hanya orang yang tidak punya keyakinan kepada Allah sajalah yang menjadikan dunia
sebagai tujuannya.”
Hadits tersebut tidak melarang manusia untuk berusaha dalam mengurusi keduniawian,
tetapi hendaknya tidak sampai melupakan urusan akhirat yang menjadi tujuan utama.
Dalam Hadits lain Rasulullah bersabda:
“Jika seseorang berusaha mencari nafkah untuk kepentingan anaknya yang masih kecil,
maka dia berada di jalan Allah. Jika seseorang berusaha mencari nafkah untuk
kepentingan kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka ia berada di jalan Allah.
Jika seseorang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya agar tidak meminta-
minta, maka ia berada di jalan Allah. Jika ada seseorang mencari nafkah dengan tujuan
riya’ dan untuk bermegah-megahan, maka ia berada di jalan setan.” (HR. Thabarani)
1. “Jibril selalu berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sampai aku mengira
kalau tetangga itu akan dijadikan sebagai ahli waris.
2. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar memperlakukan istri sebaik mungkin sampai aku
mengira kalau istri itu haram diceraikan.
3. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar sebaik mungkin dalam memperlakukan para budak
sampai aku mengira suatu waktu nanti mereka harus dimerdekakan.
4. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar aku melakukan siwak (gosok gigi) sampai aku
mengira kalau bersiwak itu wajib.
5. Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk melakukan shalat berjama‘ah sampai aku mengira
Allah tidak akan menerima shalat, kecuali dengan berjama‘ah.
6. Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk mengerjakan shalat Tahajjud sampai aku mengira
tidak ada tidur pada waktu malam.
7. Jibril selalu berwasiat kepadaku agar senantiasa berdzikir kepada Allah sampai aku
mengira tidak ada ucapan yang bermanfaat, kecuali dzikir kepada Allah.”
“Tujuh golongan yang tidak akan Allah pandang (dengan pandangan rahmat), juga tidak
akan diampuni dosa mereka, bahkan Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka.
Mereka itu adalah:
1. orang yang melakukan homoseksual;
2. orang yang melakukan onani;
3. orang yang menyetubuhi binatang;
4. orang yang menyetubuhi istrinya pada duburnya;
5. orang yang menikahi ibu dan anak wanitanya sekaligus;
6. orang yang berzina dengan istri tetangganya; dan
7. orang yang menyakiti hati tetangganya sampai tetangganya itu melaknatinya.”
Berkaitan dengan masalah homoseksual, Rasulullah bersabda:
“Jika ada seorang lelaki menyetubuhi lelaki lain, maka keduanya adalah berzina; dan jika
ada wanita menyetubuhi wanita lain, maka keduanya juga berzina.” (HR. Baihaqi)
Rasulullah bersabda:
“Mati syahid selain orang yang mati di jalan Allah, juga ada tujuh golongan yang
termasuk mati syahid, yaitu:
1. mati karena penyakit perut;
2. mati tenggelam;
3. mati karena terserang tumor ganas;
4. mati karena penyakit tha’un;
5. mati terbakar;
6. mati karena tertimbun reruntuhan; dan
7. mati karena melahirkan.”
Selain tujuh macam mati syahid di atas, masih ada lagi kematian lain yang termasuk
mati syahid, yaitu:
1. mati karena terserang penyakit TBC ;
2. mati dalam keadaan terasing;
3. mati karena demam;
4. mati karena disengat hewan berbisa;
5. mati karena penyakit asma;
6. mati karena diterkam binatang buas;
7. mati karena jatuh dari ketinggian;
8. mati di atas pembaringan saat berjuang di jalan Allah;
9. mati terbunuh ketika mempertahankan harta, agama, nyawa, atau keluarga;
10. mati dipenjara karena murni dizhalimi;
11. mati karena menahan rasa cinta yang sangat (yang dibarengi dengan sikap iffah –edt);
dan
12. mati ketika sedang menuntut ilmu.
“Orang yang berakal sehat tentu akan memilih tujuh hal daripada tujuh hal yang lain,
yaitu:
1. memilih fakir daripada kaya;
2. memilih supel bergaul daripada bersikap eksklusif;
3. memilih tawadhu’ daripada takabbur;
4. memilih lapar daripada kenyang;
5. memilih sedih daripada gembira;
6. memilih merendahkan diri daripada menonjolkan diri; dan
7. memilih mati daripada hidup.”
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Fakir itu jelek menurut pandangan manusia, tetapi indah menurut pandangan Allah.”
(HR. Dailami)
“Wahai orang-orang fakir, berikanlah keridhaan kepada Allah dari hati kalian, niscaya
kalian akan beruntung dengan mendapatkan pahala kefakiran kalian. Jika kalian tidak
ridha, maka kalian tidak akan beruntung.”
“Orang mukmin yang suka bergaul dengan orang banyak serta sabar atas keburukan yang
mereka lakukan adalah lebih baik daripada orang mukmin yang tidak pernah bergaul
dengan orang banyak dan tidak sabar atas keburukan yang mereka lakukan.” (HR. Ahmad
dan Bukhari)
“Barang siapa bersikap tawadhu’ karena Allah, niscaya Allah akan meninggikan
derajatnya. Barang siapa berani bersikap congkak, niscaya Allah akan menghinakannya.”
“Tiada seseorang yang congkak dalam dirinya dan sombong cara berjalannya, kecuali dia
akan menemui Allah yang murka kepadanya.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Hakim)
“Jika seseorang sedikit makannya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan cahaya.”
(HR. Dailami)
“Orang yang paling dicintai Allah di antara kalian adalah orang yang paling sedikit
makannya, juga yang paling ringan badannya.”
“Hendaknya kalian bersedih, karena bersedih itu merupakan kunci hati.” Para shahabat
bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana caranya bersedih itu?” Beliau menjawab:
“Laparkanlah perutmu dan hauskanlah kerongkonganmu.”
“Sesungguhnya etika yang mulia di majelis pertemuan adalah sikap rendah diri kepada
orang yang lebih bawah.” (HR. Thabarani)
“Barang siapa yang menonjolkan dirinya di dunia, niscaya Allah akan menghinakannya
kelak pada hari Kiamat. Barang siapa yang bertawadhu’ di dunia karena Allah, niscaya
kelak pada hari Kiamat Allah mengutus seorang malaikat yang akan membawanya keluar
dari kerumunan manusia lainnya, lalu berkata kepadanya: ‘Wahai hamba yang shalih,
Allah U telah berfirman kepadaku bahwasanya engkau termasuk golongan orang-orang
yang tidak ada ketakutan bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.’“ (HR. Ibnu Asakir)
p
BAB VII
1. DELAPAN HAL
YANG TIDAK PERNAH KENYANG
Rasulullah bersabda:
“Ada delapan hal yang tidak pernah kenyang dari delapan hal, yaitu:
1. mata tidak akan pernah kenyang dari memandang;
2. bumi tidak akan pernah kenyang dari menerima hujan;
3. wanita tidak akan pernah kenyang dari laki-laki;
4. ulama tidak akan pernah kenyang dari menuntut ilmu;
5. pengemis tidak akan pernah kenyang dari meminta-minta;
6. orang serakah tidak akan pernah kenyang dari mengumpulkan harta benda;
7. lautan tidak akan pernah kenyang dari menampung air; dan
8. api tidak akan pernah kenyang dari memakan kayu bakar.”
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa membuka pintu meminta-minta, maka Allah akan membukakan pintu
kefakiran kepadanya di dunia dan di akhirat. Barang siapa membuka pintu pemberian
(kepada orang lain) karena Allah, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di
dunia dan di akhirat.” (HR. Ibnu Jarir)
“Tidaklah seseorang membuka pintu meminta-minta untuk dirinya kepada orang lain,
melainkan Allah akan membukakan untuknya pintu kefakiran, sebab iffah itu lebih baik.”
(HR. Ibnu Jarir)
2. DELAPAN PERHIASAN
“Kasihanilah pemuka suatu kaum yang telah menjadi hina. Kasihanilah orang kaya yang
jatuh miskin. Kasihanilah orang ‘Alim yang tersia-sia di antara orang-orang yang tidak
berpengetahuan.”
“Barang siapa keluar rumah dengan tujuan mencari ilmu, maka Allah akan membukakan
pintu surga baginya; para malaikat akan memberi keteduhan dengan membentangkan
sayapnya baginya; dan para malaikat yang ada di langit dan ikan-ikan yang ada di lautan
memohon ampunan dan rahmat untuknya.” (HR. Abu Ya‘la)
1. “Barang siapa meninggalkan ucapan yang tidak perlu, maka dia akan diberi hikmah.
2. Barang siapa meninggalkan penglihatan yang tidak perlu, maka dia akan diberi
kekhusyu’an dalam hati.
3. Barang siapa meninggalkan makan yang berlebihan, maka dia diberi kenikmatan
beribadah.
4. Barang siapa meninggalkan tertawa yang berlebihan, maka dia akan diberi kewibawaan.
5. Barang siapa meninggalkan humor, maka dia akan diberi kehormatan.
6. Barang siapa meninggalkan cinta duniawi, maka dia akan diberi kecintaan kepada
akhirat.
7. Barang siapa meninggalkan perhatiannya kepada aib orang lain, maka dia akan diberi
kemampuan untuk memperbaiki aibnya sendiri.
8. Barang siapa meninggalkan penelitian tentang bagaimana wujud Allah, maka dia akan
terhindar dari nifaq.”
Rasulullah bersabda:
“Manisnya iman tidak akan merasuk ke dalam hati seseorang hingga dia mau
meninggalkan sebagian ucapan karena takut dusta, meskipun dia itu jujur; dan mau
meninggalkan sebagian sanggahan, meskipun dia itu benar.” (HR. Dailami)
“Barang siapa benar-benar bersabar dalam menghadapi masalah pangan yang amat sulit,
niscaya Allah akan menempatkannya di surga Firdaus dan di dalamnya dia boleh memilih
tempat di mana saja yang disukainya.” (HR. Abu Syaikh)
“Siapa pun yang tergiur memenuhi syahwatnya (yang haram) namun dia mampu untuk
menolaknya dan lebih mengutamakan penolakannya daripada memenuhi keinginan
dirinya, maka dosa-dosanya diampuni.” (HR. Daraquthni)
“Tidaklah seorang hamba mengucapkan suatu ucapan yang maksudnya hanya untuk
membuat orang lain tertawa, melainkan sungguh dia telah jatuh ke dalam jurang yang
ukuran dalamnya lebih jauh daripada jarak antara langit dan bumi; dan sungguh dia
tergelincir karena ulah lisannya yang kadarnya lebih parah daripada ketergelinciran
kedua kakinya.” (HR. Khara‘ithi)
“Diam adalah akhlaq yang terbaik. Barang siapa suka humor, tentu dia akan disepelekan.”
(HR. Dailami)
“Ada enam faktor yang bisa menghapus (pahala) amal kebaikan, yaitu: suka
memperhatikan dan membicarakan aib orang lain, hati yang keras beku (tidak mau
menerima nasihat orang lain), cinta keduniaan, kurang memiliki rasa malu, panjang
angan-angan, dan senantiasa berbuat zhalim (kepada orang lain).” (HR. Dailami)
4. DELAPAN
TANDA ORANG BERMA‘RIFAT
‘Utsman bin ‘Affan a berkata:
“Tanda orang yang berma‘rifat kepada Allah itu ada delapan, yaitu:
1. hatinya selalu diliputi oleh perasaan takut kepada Allah dan
2. pengharapan atas rahmat-Nya;
3. lisannya selalu memuji Allah dan
4. menyanjung-Nya;
5. kedua matanya selalu diliputi rasa malu dan
6. tangisan karena Allah;
7. kehendaknya selalu diliputi rasa tidak senang kepada keduniaan dan
8. selalu ingin mendapatkan ridha Allah.”
Rasulullah bersabda:
“Tidaklah raja’ (berpengharapan hanya kepada rahmat Allah) dan khauf (rasa takut
hanya kepada Allah) berkumpul di hati seorang mukmin, melainkan Allah U akan
memberikan kepadanya semua apa yang diharapkannya dan memberikan rasa aman
kepadanya dari segala ketakutan.” (HR. Thabarani)
5. DELAPAN KEBAIKAN
YANG TIADA ARTI
‘Ali bin Abi Thalib a berkata:
“Barang siapa menjauhi syubhat, berarti sungguh ia telah menjaga agama dan
kehormatannya. Barang siapa terjerumus dalam syubhat, berarti dia telah terjerumus
dalam hal yang haram.”
Rasulullah telah bersabda:
“Tidaklah sekali-kali seseorang membuka pintu pemberian melalui shadaqah atau
silaturrahim, melainkan Allah akan menambah banyak hartanya; dan tidak sekali-kali
seseorang membuka pintu meminta-minta dengan tujuan untuk memperkaya diri,
melainkan Allah akan menambahinya makin miskin.”
Rasulullah telah bersabda:
“Peganglah oleh kalian saudara-saudara yang tulus, karena sesungguhnya mereka adalah
perhiasan saat senang dan pelindung saat susah.”
Rasulullah telah bersabda:
“Bobot seseorang dinilai dari saudaranya. Tiada baiknya bergaul dengan orang yang tidak
memelihara hakmu sebagaimana kamu memelihara haknya.”
Tiada baiknya nikmat yang tidak kekal. Oleh karena itu, sebagian dari mereka ada yang
mengatakan dalam do‘anya: “Ya Allah, janganlah Engkau mencabut dariku nikmat yang
telah Engkau berikan kepadaku.” Begitu juga tiada baiknya do‘a yang dipanjatkan dengan
hati yang tidak tulus. Sehubungan dengan hal ini, disebutkan dalam sebuah Hadits yang
mengatakan:
“Sesungguhnya kalbu ini bagaikan wadah; dan kalbu yang terbaik ialah yang paling
punya kesadaran. Oleh karena itu apabila kalian meminta kepada Allah, mintalah kepada-
Nya, sedang kalian merasa yakin akan dikabulkan, karena sesungguhnya Allah tidak akan
mengabulkan do‘a yang hanya diucapklan oleh mulut, sedang kalbunya lalai.”
p
BAB VIII
Nabi bersabda:
“Allah telah memberikan wahyu kepada Musa bin ‘Imran dalam Taurat sebagai berikut:
‘Sesungguhnya sumber segala dosa itu ada tiga, yaitu:
1. takabbur;
2. dengki; dan
3. tamak.’
Dari ketiga hal tersebut, lahirlah enam sumber dosa yang lain sehingga semuanya
berjumlah sembilan. Keenam sumber dosa itu adalah:
1. makan terlalu kenyang;
2. terlalu banyak tidur;
3. gemar berleha-leha;
4. cinta harta benda;
5. senang dipuji dan disanjung; dan
6. gila kedudukan atau pangkat.”
2. SEMBILAN TANDA
DARI TIGA GOLONGAN MANUSIA
...................Abu Bakar Ash-Shiddiq a berkata:
“Pada dasarnya manusia itu terbagi menjadi tiga golongan dan setiap golongan
mempunyai tiga ciri khas. Ketiga golongan itu adalah:
1. golongan yang beribadah kepada Allah atas dasar takut akan siksa-Nya;
2. golongan yang beribadah kepada Allah atas dasar mengharapkan rahmat-Nya;
3. golongan yang beribadah kepada Allah atas dasar rasa cinta kepada-Nya.
Golongan yang pertama mempunyai tiga tanda, yaitu:
1. merasa rendah diri (di hadapan Allah);
2. merasa kebaikannya masih sangat sedikit; dan
3. merasa banyak dosanya.
Golongan kedua mempunyai tiga tanda, yaitu:
1. menjadi anutan masyarakat setiap saat;
2. menjadi yang paling pemurah dalam masalah harta karena dia zuhud terhadap duniawi;
dan
3. selalu berbaik sangka kepada Allah dan kepada semua makhluk-Nya.
Golongan ketiga juga mempunyai tiga tanda, yaitu:
1. mampu memberikan sesuatu yang dicintainya dan tidak ada hal yang dia risaukan, asal
Allah meridhainya;
2. mampu melakukan amal shalih meskipun bertentangan dengan hawa nafsunya dan tidak
mau menghiraukan hawa nafsunya, asal Allah meridhainya; dan
3. setiap saat ia selalu menaati perintah dan larangan Rabbnya.”
Rasulullah biasa berdo‘a:
“Aku berlindung kepada Allah dari musibah yang memayahkan, kecuali musibah yang
menjadi sebab diraihnya derajat yang tinggi (di sisi Allah).”
“Sewaktu seseorang berwudhu’, ada setan yang selalu menggodanya. Setan itu bernama
Walhan. Karenanya, selalu berhati-hatilah kalian -atau waspadalah kalian- terhadapnya.”
Adapun setan yang menggoda manusia sewaktu mengerjakan shalat namanya Khanzab.
4. SEMBILAN KEMULIAAN
DALAM MENJAGA SHALAT FARDHU
‘Utsman bin ‘Affan a berkata:
“Barang siapa selalu mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya, maka
Allah akan memuliakannya dengan sembilan macam kemuliaan, yaitu:
1. dia dicintai Allah;
2. badannya selalu sehat;
3. keberadaannya selalu dijaga oleh malaikat;
4. rumahnya diberkahi;
5. wajahnya menampakkan jati diri orang shalih;
6. hatinya dilunakkan oleh Allah;
7. dia akan menyeberang shirath (jembatan di atas neraka) seperti kilat;
8. dia akan diselamatkan Allah dari api neraka; dan
9. Allah akan menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan orang-orang yang tidak
ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.”
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa senantiasa memelihara shalat lima waktu, maka kelak shalatnya itu akan
menjadi cahaya, hujjah, dan sumber keselamatan baginya pada hari Kiamat. Barang siapa
tidak memelihara shalat, maka dia tidak akan memperoleh cahaya, hujjah, juga tidak
memperoleh keselamatan, dan pada hari Kiamat nanti dia akan ditempatkan bersama
Fir’aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ibnu Nashr)
5. SEMBILAN HAL
BERKAITAN DENGAN TANGISAN:
macam, faidah, dan buahnya
‘Ali a berkata:
p
BAB IX
Rasulullah bersabda:
“Hendaklah kalian selalu bersiwak, karena dalam bersiwak itu ada sepuluh perkara
terpuji, yaitu:
1. dapat membersihkan mulut;
2. membuat Allah ridha;
3. membuat setan marah;
4. dicintai Allah dan malaikat pencatat amal;
5. dapat menguatkan gusi;
6. dapat menghilangkan lendir (pada tenggorokan);
7. dapat menyegarkan nafas;
8. dapat membersihkan cairan yang tidak berguna;
9. dapat menguatkan (pandangan) mata; dan
10. dapat menghilangkan bau busuk (di mulut).
Dan siwak termasuk Sunnahku.”
Rasulullah juga senantiasa bersiwak. Beliau bersabda:
“Shalat dengan bersiwak itu lebih utama daripada 70 shalat tanpa bersiwak (lebih
dahulu).”
2. SEPULUH PERKARA
DALAM MENCAPAI DERAJAT MUQARRABIN DAN MUTTAQIN
“Seorang hamba yang telah diberi rizki oleh Allah dengan sepuluh perkara, berarti dia
telah selamat dari aneka macam bahaya dan telah berhasil meraih derajat muqarrabin
dan muttaqin. Kesepuluh perkara tersebut adalah:
1. ucapannya selalu jujur disertai dengan hati qana’ah;
2. selalu sabar dengan disertai syukur yang terus-menerus;
3. ridha dengan kefakiran disertai dengan zuhud yang nyata;
4. banyak bertafakkur disertai dengan keadaan perut lapar;
5. senantiasa prihatin disertai dengan rasa takut kepada Allah;
6. anti berpangku tangan dengan disertai ketawadhu’an;
7. selalu bersikap lemah-lembut dengan disertai kasih sayang;
8. rasa cinta karena Allah disertai dengan sifat malu karena-Nya;
9. ilmu yang bermanfaat dengan disertai amal yang langgeng;
10. iman yang kekal dengan disertai akal sehat yang tetap adanya.”
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Iman yang paling utama adalah sabar dan bersikap toleran.” (HR. Dailami)
“Wahai orang-orang fakir, berikanlah keridhaan kepada Allah dari hati kalian, niscaya
kalian akan beruntung dengan mendapatkan pahala kefakiran kalian. Jika kalian tidak
ridha, maka kalian tidak akan beruntung.”
“Bertafakkurlah dalam segala hal, namun janganlah kalian bertafakkur tentang Dzat
Allah, karena sesungguhnya di antara langit ketujuh dan kursi Allah itu ada 7.000 lapis
cahaya, sedangkan Allah ada di atas itu.”
“Allah mengasihi kaum yang disangka oleh orang banyak sakit, padahal mereka itu tidak
sakit.” (HR. Ibnu Mubarak)
“Jika kalian mengetahui (besarnya pahala) di sisi Allah (bagi orang yang hidup dalam
kefakiran), niscaya kalian akan merasa senang jika kalian hidup lebih miskin dan lebih
fakir daripada yang kalian alami.” (HR. Tirmidzi)
“Cukuplah seseorang dikatakan berilmu apabila ia merasa takut kepada Allah; dan
cukuplah seseorang dikatakan bodoh jika ia membanggakan dirinya sendiri.” (HR.
Baihaqi)
“Yang akan masuk surga itu hanyalah orang yang mengharapkan surga. Orang yang
menjauhkan diri dari neraka itu hanyalah orang yang takut neraka. Demikian pula orang
yang akan mendapat rahmat Allah itu hanyalah orang yang memiliki kasih sayang.”
“Bertawadhu’lah dan bergaullah kalian dengan orang-orang miskin, maka kalian akan
menjadi pemuka orang-orang yang dekat dengan Allah dan akan terhindar dari sifat
sombong.” (HR. Abu Nu‘aim)
“Apakah kalian semua ingin masuk surga?“ Para shahabat menjawab: “Ingin, ya
Rasulullah.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, pendekkanlah angan-angan kalian;
jadikanlah kematian selalu terbayang di depan mata kalian; dan malulah kalian kepada
Allah dengan sebenar-benar malu.” Mereka menjawab: “Ya Rasulullah, semua di antara
kami merasa malu kepada Allah.” Beliau lantas bersabda: “Bukan begitu caranya malu ke -
pada Allah, tetapi malu kepada Allah itu adalah kalian tidak melupakan kubur dan
kehancuran tubuh kalian (di dalam kubur), tidak melupakan perut serta mewaspadai apa
yang dimasukkan ke dalam perut, dan tidak mengabaikan kepala serta anggota lain yang
menempel padanya. Barang siapa ingin mendapat kemuliaan di akhirat, tentu dia harus
meninggalkan kesenangan duniawi. Di sanalah letaknya haya’ (rasa malu) manusia
kepada Allah dan di sana pula dia akan menemukan keridhaan Allah.” (HR. Abu Nu’aim)
“Pelajarilah ilmu sekehendak hati kalian, namun Allah tidak akan memberikan manfaat
kepada kalian dengan ilmu tersebut hingga kalian mengamalkan apa yang kalian
ketahui.” (HR. Ibnu ‘Adi)
“Bahaya kepandaian adalah membual. Bahaya dari keberanian adalah melampaui batas.
Bahaya suka berbuat baik adalah menyebut-nyebut kebaikannya. Bahaya keelokan adalah
sombong. Bahaya ibadah adalah malas. Bahaya dari ucapan adalah dusta. Bahayanya
ilmu adalah lupa. Bahaya santun adalah kebodohan. Bahaya kemuliaan adalah
membanggakan diri. Bahaya sikap pemurah adalah berlebih-lebihan.” (HR. Baihaqi)
Ahli balaghah berkata: “Sebaik-baik karunia adalah akal dan seburuk-buruk musibah
adalah kebodohan.”
Ahli sastra berkata: “Shahabat setiap orang adalah akalnya, sedangkan musuhnya adalah
kebodohannya. Allah telah menjadikan akal sebagai dasar agama dan sebagai
penopangnya.”
3. SEPULUH HAL
PENDUKUNG KESEMPURNAAN
BAGI SEPULUH HAL LAINNYA
‘Umar a berkata:
“Ada sepuluh hal yang tidak akan sempurna, kecuali bila didukung sepuluh hal yang lain,
yaitu:
1. Akal tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan sifat wara’.
2. Amal tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan ilmu.
3. Kesuksesan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan rasa takut kepada Allah.
4. Kekuasaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai keadilan.
5. Kemuliaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan kesopanan.
6. Kegembiraan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai keamanan.
7. Kekayaan tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan kedermawanan.
8. Kefakiran tidak akan sempurna, kecuali jika disertai dengan qana’ah.
9. Kemuliaan nasab tidak akan sempurna, kecuali bila disertai dengan kerendahan hati.
10. Jihad tidak akan sempurna, kecuali jika disertai taufiq.”
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Akal adalah cahaya dalam hati yang dapat memisahkan antara yang haq dan yang
bathil.”
“Amal yang paling utama adalah berma‘rifah kepada Allah. Bahwasanya ilmu itu akan
bermanfaat bila disertai dengan amal, baik amal sedikit maupun amal banyak.
Bahwasanya kebodohan itu tidak akan bermanfaat, baik disertai amal yang sedikit
maupun amal yang banyak.” (HR. Hakim)
“Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air
susu masuk lagi ke puting susu.”
“Manusia yang paling dicintai Allah pada hari Kiamat nanti dan yang paling dekat
kedudukannya dengan-Nya adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia yang paling
dibenci Allah pada hari Kiamat nanti dan yang paling jauh kedudukannya dengan-Nya
adalah penguasa yang zhalim.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
“Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan sesama manusia, dekat dengan
surga, dan jauh dari neraka. Sebaliknya, orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari
sesama manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka. Adapun orang bodoh yang
dermawan itu lebih Allah cintai daripada ahli ibadah yang kikir.”
“Jadilah orang yang wara’, niscaya engkau akan menjadi hamba yang paling baik
ibadahnya di antara manusia. Jadilah orang yang qana’ah, niscaya engkau akan menjadi
orang yang paling banyak bersyukur di antara manusia. Cintailah orang lain
sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang
mukmin (sejati). Berbuat baiklah engkau dalam hidup bertetangga dengan orang yang
menjadi tetanggamu, maka engkau akan menjadi seorang muslim sejati. Sedikitlah
tertawa, sebab banyak tertawa itu dapat mematikan hati.”
“Jihad yang paling utama adalah engkau memerangi hawa nafsumu karena Allah.” (HR.
Dailami)
“Barang siapa bertambah dalam ilmunya, namun tidak bertambah kezuhudannya dalam
urusan duniawi, maka ia tidak bertambah kepada Allah melainkan jauhnya.”
5. SEPULUH HAL TERBAIK
‘Ali a berkata :
“Muliakanlah para ulama, karena ulama adalah pewaris para nabi. Barang siapa
memuliakan mereka, berarti mereka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya.” (HR.
Thabarani)
Berkaitan dengan poin 8, Allah berfirman:
“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun wanita, sedang dia
dalam keadaan beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik.” (QS. An-Nahl (16): 97)
Banyak ahli tafsir yang mengatakan bahwa hayaatan thoyyibah (kehidupan yang baik) di
dunia itu maksudnya adalah qana’ah.
6. SEPULUH GOLONGAN
YANG KUFUR KEPADA ALLAH
Rasulullah bersabda:
“Ada sepuluh golongan dari umat ini yang kufur kepada Allah Yang Mahaagung, namun
mereka tetap mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah. Mereka itu adalah:
1. orang yang membunuh orang Islam atau kafir dzimmi tanpa alasan yang dibenarkan oleh
syara’;
2. tukang sihir;
3. dayyus, yaitu laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap anggota keluarganya;
4. orang yang tidak mau mengeluarkan zakat;
5. peminum khamr;
6. orang yang tidak mau pergi haji, padahal dirinya sudah wajib haji;
7. orang yang suka menfitnah;
8. orang yang menjual peralatan perang kepada golongan yang wajib diperangi;
9. orang yang menyetubuhi istrinya pada duburnya; dan
10. orang yang menikahi wanita yang haram dinikahi.
Jika seseorang menganggap bahwa semua perbuatan tersebut halal, berarti dia kufur.”
Dayyus yaitu seorang laki-laki yang membiarkan istrinya, anak wanitanya, dan saudari-
saudarinya bebas pergi, bebas bergaul, dan melakukan kemaksiatan lainnya, sedang ia tidak
memiliki rasa cemburu sedikit pun.
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Bahwasannya sebagian dari rasa cemburu itu ada yang dicintai Allah, juga ada yang
dibenci Allah. Begitu pula sikap bangga, ada yang dicintai Allah, juga ada yang dibenci
Allah. Adapun cemburu yang dicintai Allah adalah cemburu terhadap semua hal yang
diharamkan-Nya, sedangkan kecemburuan yang dibenci Allah adalah kecemburuan
terhadap perkara yang tidak diharamkan-Nya. Bangga yang dicintai Allah adalah
bangganya seseorang dalam berperang (fii sabilillah sehingga musuh menjadi gentar dan
kawan menjadi bersemangat) dan dalam bershadaqah (sehingga lebih banyak lagi dalam
bershadaqah), sedangkan kebanggaan yang dibenci Allah adalah bangganya seseorang
dalam berbuat dosa dan kesombongan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu
Hibban )
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan menerima semua ibadah, baik
yang fardhu maupun yang sunnah, dan juga tebusan dari shaqqur (germo).” Beliau
ditanya: “Siapakah shaqqur itu, ya Rasulullah?“ Beliau menjawab: “Suami yang
membiarkan istrinya bebas digauli oleh lelaki lain.” (HR. Bukhari)
“Tiada orang yang memiliki harta emas atau perak yang tidak mengeluarkan zakatnya,
kecuali pada hari Kiamat nanti akan disiapkan untuknya berbagai benda logam dari
neraka, lalu benda-benda itu dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu digosokkan
pada pinggang, dahi, dan punggungnya. Setiap kali logam-logam itu menjadi dingin, maka
dipanaskan lagi, lalu diseterikakan lagi pada tubuhnya, dan hal ini berlangsung dalam
masa yang lamanya setara dengan 50.000 tahun (di dunia). Setelah itu barulah dia diadili
di hadapan orang banyak sehingga dia mengetahui apakah harus masuk ke surga atau ke
neraka.” (HR. Muslim)
“Peminum khamr kelak pada hari Kiamat akan digiring, sementara kendi arak
bergantung di lehernya, sedang tangannya menggenggam gelasnya. Aromanya lebih
busuk daripada aroma semua bangkai yang ada di dunia. Dia dilaknat oleh setiap orang
yang lewat di dekatnya.”
7. SEPULUH KESEMPURNAAN
YANG HARUS DIPERHATIKAN
Rasulullah bersabda:
1. “Tiada seorang hamba yang berada di langit atau di bumi menjadi seorang mukmin sejati
hingga ia menjadi seorang yang berlaku lemah-lembut.
2. Tidaklah dia menjadi seorang yang benar-benar berlaku lemah-lembut hingga ia menjadi
seorang muslim.
3. Tidaklah dia menjadi seorang muslim sejati hingga manusia lain merasa aman dari
gangguan tangan dan lisannya.
4. Tidaklah dia menjadi seorang muslim sejati hingga dia menjadi seorang ‘Alim.
5. Tidaklah dia menjadi seorang ‘Alim sejati hingga dia mengamalkan ilmunya.
6. Tidaklah dia disebut mengamalkan ilmunya hingga menjadi seorang yang zuhud.
7. Tidaklah dia menjadi seorang yang zuhud hingga ia menjadi seorang yang wara’.
8. Tidaklah dia menjadi seorang yang wara’ hingga dia menjadi seorang yang tawadhu’.
9. Tidaklah dia disebut bersikap tawadhu’ hingga dia mengetahui betul siapa dirinya.
10. Tidaklah dia bisa betul-betul mengetahui dirinya hingga dia ‘cerdas’ dalam berbicara.”
Berkaitan dengan masalah tawadhu’, Anas bin Malik meriwayatkan:
“Adalah Rasulullah biasa menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah ke kubur,
mengendarai himar, dan biasa memenuhi panggilan seorang budak.”
Hadits di atas menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah adalah sayyidul kaunaini
(pemimpin dunia dan akhirat), namun beliau seorang yang rendah hati, bersahaja,
penyantun, dan penyayang. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau pernah bersabda:
“Barang siapa memiliki rupa yang tampan, berasal dari keluarga terpandang, lagi tidak
enggan bersikap rendah hati, maka dia termasuk orang pilihan yang didekatkan oleh
Allah pada hari Kiamat nanti.” (Hadits riwayat Abu Na‘im).
Sehubungan dengan hal ini, seorang penyair mengatakan:
Hai anak Adam,
jangan kau teperdaya oleh kesehatanmu
karena usia itu ada batasnya
Engkau tiada lain seperti tanaman yang hijau
menjadi sasaran bagi hama dan wereng
Jika engkau selamat dari hama semuanya
pada akhirnya sesudah masak
engkau akan ditunai
8. SEPULUH TEGURAN
KEPADA ULAMA MATERIALISTIS
Yahya bin Mu‘adz Ar-Razi pernah melihat seorang ulama ahli fiqih yang cinta duniawi,
maka ia berkata kepadanya: “Wahai orang yang berilmu dan yang paham tentang As-
Sunnah,
1. gedungmu yang besar ini bagaikan istana kaisar Romawi;
2. keindahan rumahmu bagaikan istana raja Persia;
3. tempat tinggalmu bagaikan tempat tinggal Qarun;
4. pintu rumahmu tinggi bagaikan pintu rumah kaum raja Thalut;
5. pakaianmu bagaikan pakaian raja Jalut;
6. jalan pikiranmu bagaikan jalannya para setan;
7. properti milikmu bagaikan milik Marwan bin Hakam (raja Syam);
8. kekuasaanmu bagaikan kekuasaan Fir‘aun;
9. hakim-hakimmu pada zhalim, suka menerima suap, dan suka berkhianat;
10. para pemimpinmu adalah orang-orang bodoh, maka dari itu di manakah jalan hidup
yang telah dicontohkan oleh Muhammad ?“
Seorang penyair telah mengatakan:
Wahai orang yang munajat kepada Tuhannya
dengan berbagai macam ungkapan
untuk meraih tempat tinggal di Darus Salam (surga)
Tetapi kautangguh-tangguhkan tobatmu
dari tahun ke tahun yang lain
tetapi kulihat kau masih belum juga mau sadar
Sesungguhnya jika kaujalani harimu dengan puasa
hai orang yang lalai,
dan kauhidupkan malam harimu dengan qiyam
dan kau cukup puas
dengan makan dan minum yang sederhana
tentulah kau berhak mendapat kedudukan yang mulia
Kehormatan yang besar
dari Tuhan yang menguasai manusia
serta ridha yang besar dari Tuhan
Yang Mempunyai keagungan dan kemuliaan
Penyair yang lain telah mengatakan:
Pilihlah teman setia dari amal perbuatanmu
karena teman seseorang di alam kuburnya
adalah amal perbuatannya
Jika kausibuk dengan sesuatu,
sibukkanlah dirimu hanya dengan hal-hal
yang mendatangkan ridha Tuhanmu
Seseorang tiada yang menemaninya di alam kuburnya
usai kematiannya, selain amal perbuatannya
Ingatlah, sesungguhnya manusia di dunia
bagaikan tamu yang singgah sebentar,
kemudian pergi sesudahnya
9. SEPULUH SIFAT
YANG DIBENCI ALLAH
Ulama ahli bijak berkata: “Ada sepuluh sifat yang dibenci Allah, yang timbul dari sepuluh
macam orang, yaitu:
1. sifat bakhil yang timbul dari orang kaya;
2. kesombongan yang timbul dari orang fakir;
3. ketamakan yang timbul dari ulama;
4. tidak punya rasa malu yang timbul dari kaum wanita;
5. cinta keduniaan yang timbul dari kakek-kakek;
6. kemalasan yang timbul dari kaum remaja;
7. kelaliman yang timbul dari para penguasa;
8. pengecut yang timbul dari pasukan perang;
9. ujub yang timbul dari kalangan orang-orang zuhud; dan
10. riya’ yang timbul dari kalangan ahli ibadah.”
Rasulullah bersabda dalam beberapa Hadits berikut:
“Jika seseorang berkata: ‘Celakalah orang-orang,’ maka dia adalah orang yang paling
celaka.” (HR. Muslim)
Hadits ini berisi larangan untuk mengucapkan: “Celakalah orang-orang” bagi orang yang
mengucapkannya karena didorong oleh faktor kesombongan yang ada pada dirinya dengan
maksud untuk meremehkan dan merendahkan orang lain, dan yang demikian ini haram.
Adapun jika seseorang mengucapkan kata-kata itu dikarenakan dia telah melihat fakta yang
mana di kalangan orang banyak sudah terjadi kemiskinan pemahaman agama, sebagai
gambaran atas kesedihan dan keprihatinannya melihat yang seperti itu, maka tidaklah
mengapa baginya untuk mengucapkannya. Demikianlah tafsir Hadits ini menurut para
ulama.
“Barang siapa tidak memiliki sifat haya’ (rasa malu), maka tidak ada agama baginya.
Barang siapa tidak memiliki rasa malu di dunia, maka dia tidak akan masuk surga.” (HR.
Dailami)
“Barang siapa membuat senang penguasa dengan sesuatu yang dimurkai Rabbnya, maka
dia telah keluar dari agama Allah.” (HR. Hakim)
“Barang siapa memuji dirinya karena amal shalih yang telah dia lakukan, maka sungguh
sia-sia syukurnya kepada Allah dan pasti terhapus amal kebajikannya.” (HR. Abu Nu‘aim)
“Tidaklah seseorang memakai pakaian dengan tujuan agar bisa merasa gagah dengannya
hingga orang banyak memperhatikannya (karena kagum), melainkan kelak pada hari
Kiamat Allah tidak akan memperhatikan dia hingga dia mau melepas pakaiannya itu.”
(HR. Thabarani)
“Celakalah anak Adam, bagaimana mungkin dia berlaku sombong, padahal dia hanyalah
akan menjadi bangkai yang menyebarkan aroma tidak sedap bagi orang lain yang lewat
di dekatnya. Anak Adam itu diciptakan dari tanah dan ia akan kembali ke tanah pula.”
(HR. Dailami)
“Takutlah kalian untuk mencampuri ketaatan kepada Allah dengan rasa senang akan
sanjungan manusia, karena (pahala) amal kalian akan hilang.” (HR. Dailami)
Adapun jika kita beramal shalih, lalu ada orang yang memujinya sementara kita tidak
mengharapkan pujian itu, maka yang demikian ini tidaklah mengapa, sebab yang seperti ini
bukan termasuk riya’. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Dzar a dia berkata:
“Rasulullah pernah ditanya: ‘Bagaimana tentang seseorang yang berbuat amal shalih,
lalu ada orang yang memujinya?’ Beliau menjawab: ‘Itu adalah kegembiraan yang
diberikan secara segera kepada seorang mukmin.’“ (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda:
“Kesentosaan (orang beriman) itu ada sepuluh macam, lima diberikan di dunia dan lima
lagi diberikan di akhirat. Adapun yang diberikan di dunia adalah:
1. memiliki ilmu;
2. bisa beribadah;
3. memperoleh rizki yang halal;
4. sabar ketika menerima musibah; dan
5. bisa mensyukuri nikmat Allah.
Adapun lima macam kesentosaan yang diberikan di akhirat adalah:
1. Malaikat Izrail datang kepadanya dengan kasih sayang dan lembut (sewaktu mencabut
ruhnya);
2. Malaikat Munkar dan Nakir tidak akan mengejutkan dan membentak dirinya dalam
pertanyaan kuburnya;
3. dia akan merasa aman dari ketakutan yang mahadahsyat;
4. ketika segala keburukannya dihapus dan diterima segala amal shalihnya; dan
5. ketika melintasi shirat bagaikan kilat sehingga bisa masuk surga dengan selamat.”
Kedatangan Malaikat Izrail sewaktu mencabut ruh dan kedatangan Malaikat Munkar dan
Nakir di alam kubur, sebenarnya bukan merupakan bagian dari akhirat. Begitu juga keadaan
mayit di kubur, sebab alam kubur disebut juga dengan alam barzakh (barzakh artinya
dinding, sekat, atau pemisah, yang maksudnya pemisah antara alam dunia dan alam akhirat
-edt.). Namun karena waktu kematian itu dekat dengan berbagai keadaan dan kejadian di
akhirat, maka kedua hal itu dikategorikan akhirat, sebab segala sesuatu yang dekat dengan
sesuatu lainnya dihukumi sama.
Yang dimaksud dengan “ketakutan yang mahadahsyat” adalah saat orang-orang kafir
diperintahkan untuk masuk neraka, lalu pintu neraka ditutup rapat sehingga mereka putus
asa untuk dapat keluar darinya, dan saat itu kematian pun diserupakan dengan seekor
kambing gibas yang disembelih di antara surga dan neraka (agar terlihat oleh semua
penghuni keduanya), lalu diserukanlah: “Hai penduduk neraka, tinggal kekallah kalian di
dalamnya tanpa kematian!,” maka penduduk neraka pun putus asa untuk dapat keluar
darinya.
Abu Fadhl t berkata: “Allah memberi nama Al-Qur’an dengan sepuluh macam nama,
yaitu:
1. Al-Qur’an;
2. Al-Furqan;
3. Al-Kitab;
4. At-Tanzil;
5. Al-Huda;
6. An-Nur;
7. Ar-Rahmah;
8. Asy-Syifa’;
9. Ar-Ruh; dan
10. Adz-Dzikr.
Nama Al-Qur’an, Al-Furqan, Al-Kitab, dan At-Tanzil, sudah merupakan hal yang masyhur
di kalangan orang banyak. Adapun nama Al-Huda, An-Nur, Ar-Rahmah, dan Asy-Syifa’, telah
dijelaskan dalam firman Allah berikut ini:
‘Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan
Syifa’ (penyembuh) bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan Huda
(petunjuk) serta Rahmah (rahmat) bagi orang-orang yang beriman.’ (QS. Yunus (10): 57)
‘Sungguh telah datang kepada kalian Nur (cahaya) dari Allah dan kitab yang
menerangkan.’ (QS. Al-Maa’idah (5): 15)
Adapun nama Ar-Ruh telah dijelaskan dalam firman Allah:
‘Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami.’ (QS.
As-Syuuraa (42): 52)
Adapun nama Adz-Dzikr telah dijelaskan dalam firman Allah:
‘Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr (Al-Qur’an) agar engkau terangkan kepada
umat manusia....’“ (QS. An-Nahl (16): 44)
Luqman pernah berkata kepada anaknya (yang bernama Tsaron): “Wahai anakku,
hikmah itu adalah engkau melakukan sepuluh hal, yaitu:
1. menghidupkan hati yang mati;
2. bergaul dengan orang-orang miskin;
3. tidak terlalu dekat dengan penguasa;
4. memuliakan orang yang disia-siakan;
5. memerdekakan hamba sahaya;
6. melindungi tamu;
7. menolong orang fakir;
8. memuliakan orang yang berhak dimuliakan; dan
9. menghormati orang yang berhak dihormati.
10. [poin ke-10 dalam teks aslinya tidak ada, edt.)
Kesemua hal itu lebih baik daripada harta, keterpeliharaan dari rasa takut, menyiapkan
perbekalan perang, dan bisnis yang menguntungkan. Kesemua hal itu juga akan bermanfaat
ketika seseorang tertimpa ketakutan, akan menjadi penolong ketika ajal menjemput, dan
akan menjadi penutup ketika pakaiannya tidak dapat menutupi dirinya (pada hari Kiamat).”
Berkaitan dengan masalah tidak berpakaiannya manusia pada hari Kiamat, Rasulullah
pernah bersabda:
“Manusia akan dikumpulkan pada hari Kiamat nanti dalam keadaan tak beralas kaki,
telanjang bulat, haus, mabuk, dan amat bingung dikarenakan dahsyatnya kejadian pada
hari Kiamat. Kaum laki-laki tidak lagi peduli kepada kaum wanita dan kaum wanita pun
tak lagi peduli kepada kaum laki-laki (meski mereka sama-sama telanjang bulat).”
“Barang siapa banyak bicaranya, maka banyak pula kelirunya. Barang siapa banyak
kelirunya, maka banyak pula dosanya. Barang siapa banyak dosanya, maka neraka adalah
tempat yang paling utama (baginya).”
Berkaitan dengan poin 8 dan 9, Rasulullah bersabda:
“Wali-wali Allah di antara para hamba-Nya adalah orang yang membiasakan lapar dan
haus. Barang siapa yang menzhalimi mereka, maka Allah akan menyiksanya, akan
membuka aibnya, dan akan mengharamkan baginya hidup di surga.” (HR. Ibnu Najjar)
Sedikit tidur maksudnya waktu malamnya lebih banyak digunakan untuk beribadah,
bertaqarrub, dan beristighfar kepada Allah. Allah berfirman:
“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 17-18)
“Bumi ini setiap hari menyeru kepada manusia dengan sepuluh seruan berikut:
1. ‘Wahai anak Adam, kalian berjalan di atas punggungku, sedangkan tempat kembali kalian
adalah di dalam perutku.
2. Kalian berbuat dosa di atas punggungku, sedangkan kalian akan disiksa di dalam perutku.
3. Kalian tertawa di atas punggungku, padahal kalian akan menangis di dalam perutku.
4. Kalian bergembira di atas punggungku, tetapi kalian akan bersedih di dalam perutku.
5. Kalian mengumpul-ngumpulkan harta di atas punggungku, sedangkan kalian akan
menyesalinya di dalam perutku.
6. Kalian memakan barang yang haram di atas punggungku, sedangkan belatung akan
memakan tubuhmu di dalam perutku.
7. Kalian bersikap sombong di atas punggungku, sedangkan kalian akan menjadi hina di
dalam perutku.
8. Kalian bisa berjalan bersuka ria di atas punggungku, sedangkan kalian akan sedih di
dalam perutku.
9. Kalian bisa berjalan di bawah cahaya matahari, bulan, dan lampu di atas punggungku,
sedangkan kalian akan berada dalam kegelapan di dalam perutku.
10. Kalian bisa berkumpul-kumpul di atas punggungku, sedangkan kalian akan tinggal
sendirian di dalam perutku.”
Rasulullah bersabda:
“Jauhilah oleh kalian isbal (memanjangkan kain melebihi mata kaki -edt.), karena yang
demikian itu termasuk suatu kesombongan dan tidak dicintai Allah. Jika ada seseorang
yang mencaci-maki dan mencelamu dengan sesuatu yang ada pada dirimu, maka
janganlah engkau balas mencelanya dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Biarkan dia
(melakukan perbuatannya), sebab akibat dari perbuatannya itu akan membuahkan dosa
baginya dan membuahkan pahala bagimu; dan janganlah sekali-kali engkau mencaci-
maki seseorang.” (HR. Ibnu Hibban)
15. SEPULUH SIKSAAN BAGI ORANG YANG BANYAK TERTAWA
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa banyak tertawa, maka dia akan disiksa dengan sepuluh macam siksaan,
yaitu:
1. hatinya mati;
2. kehilangan wibawa;
3. disenangi setan;
4. tidak disukai Allah;
5. akan menemui hisab yang berat (sulit) pada hari Kiamat;
6. Nabi akan berpaling darinya pada hari Kiamat;
7. malaikat pada mengutuknya;
8. penghuni langit dan bumi membenci dirinya;
9. dia akan lupa segalanya; dan
10. segala aibnya akan dibeberkan pada hari Kiamat.”
Abu Idris Al-Khaulani meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia berkata bahwa
Rasulullah bersabda:
“Jauhilah olehmu banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu dapat mematikan hati dan
menghilangkan wibawa.”
‘Aisyah d berkata:
“Barang siapa yang diperberat (dipersulit) hisabnya (pada hari Kiamat), tentu akan
disiksa.”
Hasan Basri t berkata: “Pada suatu hari aku mengelilingi lorong kota Bashrah dan
pasarnya bersama seorang pemuda ahli ibadah. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan
seorang tabib. Dia duduk di kursi yang di hadapannya ada banyak orang, baik laki-laki
maupun wanita serta anak-anak, yang semuanya membawa botol berisikan air. Setiap
seorang dari mereka bermaksud meminta obat yang tepat bagi penyakit yang mereka
derita.
Selanjutnya, majulah seorang pemuda yang ahli ibadah itu kepada tabib tersebut, lalu
berkata: ‘Wahai tabib, apakah engkau mempunyai ramuan obat yang dapat membersihkan
dosa dan mengobati penyakit hati?’ Tabib tadi berkata: ‘Punya.’ Pemuda itu berkata lagi:
‘Tolong berilah aku obat tersebut.’ Tabib menjawab: ‘Ambillah sepuluh resep dariku berikut
ini:
1. Ambillah akar pohon kefakiran dan akar pohon ketawadhu’an.
2. Masukkan akar tobat ke dalamnya.
3. Masukkanlah ketiga unsur itu ke dalam lesung ridha.
4. Tumbuklah sampai halus dengan alu qana’ah.
5. Masukkan semua itu dalam panci taqwa.
6. Tuangkan air malu ke dalamnya.
7. Didihkan semua itu dengan api mahabbah.
8. Selanjutnya, tuangkan semua itu ke dalam mangkuk syukur.
9. Dinginkan apa yang ada di dalam mangkuk syukur tersebut dengan kipas raja’.
10. Minumlah semua itu dengan sendok pujian.
Jika engkau dapat melaksanakannya, maka semua itu akan menyelamatkan dirimu dari
berbagai jenis penyakit dan musibah di dunia dan di akhirat.’”
Kefakiran dan ketawadhu’an diibaratkan dengan sebuah pohon, sebab keduanya
merupakan sesuatu yang tinggi (nilainya di sisi Allah). Adapun akar berfungsi sebagai
faktor hidupnya sebuah pohon. Maknanya adalah carilah faktor-faktor yang bisa
menjadikan seseorang mampu menerima kefakiran secara ridha dan mampu bersikap
tawadhu’, sebab keduanya amatlah tinggi nilainya di sisi Allah. Ibnu Atha’ berkata:
“Tawadhu’ akan menjadikan seseorang mudah menerima kebenaran.” Ibnu ‘Abbas berkata:
“Termasuk kategori tawadhu’ adalah seseorang mau minum dari sisa air minum
saudaranya.” Al-Qusyairi berkata: “Kefakiran adalah simbolnya auliya’ (para wali), per-
matanya ashfiya’ (orang-orang yang berhati bersih), dan merupakan sesuatu yang Allah
pilihkan untuk hamba-hamba pilihan-Nya dari atqiya’ (mereka yang bertaqwa) dan anbiya’
(para nabi).
Abu ‘Abdullah Al-Qurasyi berkata: “Hakikat mahabbah (rasa cinta) adalah memberikan
semua yang engkau miliki kepada pihak yang engkau cintai hingga tidak bersisa sedikit
pun.”
Raja’ (penuh harap) adalah senang dengan adanya karunia Allah. Ada pula yang
mengatakan bahwa raja’ adalah meyakini luasnya rahmat Allah.
Dikisahkan bahwa pernah ada seorang penguasa mengumpulkan lima orang ulama ahli
bijak. Penguasa itu lalu memerintahkan agar setiap ulama ahli bijak menasihati dirinya
dengan dua nasihat, sehingga semuanya berjumlah sepuluh nasihat sebagai berikut:
Ulama pertama berkatalah kepada sang raja:
1. “Takut kepada Allah akan menyelamatkan seseorang dari semua yang ditakuti, sedang-
kan tidak memiliki rasa takut kepada Allah merupakan suatu kekufuran.
2. Tidak takut kepada sesama manusia adalah suatu kemerdekaan, sedangkan merasa
takut kepada sesama manusia berarti menjadi budaknya.”
Ulama kedua mengatakan:
3. “Berharap akan (rahmat) Allah adalah kekayaan yang tidak akan dirugikan oleh
kefakiran.
4. Putus asa dari rahmat Allah adalah suatu kefakiran yang menjadikan kekayaan tidak
bermanfaat.”
Ulama ketiga berkata kepada sang raja:
5. “Tidak akan ada kemadharatan dari fakir harta jika disertai dengan kaya hati (qana’ah).
6. Begitu pula sebaliknya, kaya harta tidak akan bisa memberi kemanfaatan jika disertai
fakir hati (tamak).”
Ulama keempat mengatakan:
7. “Kaya hati yang disertai dengan murah hati tidak akan membuahkan tambahan, kecuali
kekayaan.
8. Sebaliknya, fakir hati yang (meskipun) disertai banyak harta, maka hal itu tidak akan
membuahkan tambahan, kecuali kefakiran.”
Ulama kelima berkata sebagai berikut:
9. “Melakukan sedikit kebaikan itu lebih baik daripada meninggalkan keburukan yang
banyak.
10. Meninggalkan keburukan secara totalitas itu lebih baik daripada melakukan sedikit
kebaikan.”
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali bagi yang
bertobat. Mereka itu adalah:
1. al-qalla’;
2. al-jayyuf;
3. al-qattat;
4. ad-daibub;
5. ad-dayyus;
6. shahibul arthabah;
7. shahibul qubah;
8. al-‘utul;
9. az-zanim; dan
10. al-‘aq li walidaih.”
Selanjutnya, NAbi ditanya: “Ya Rasulullah, siapakah al-qalla’ itu?“ Beliau menjawab:
“Orang yang suka mondar-mandir kepada penguasa untuk memberikan laporan batil dan
palsu.” Rasulullah ditanya: “Siapakah al-jayyuf itu?“ Beliau menjawab: “Orang yang
suka menggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan sebagainya.” Beliau ditanya lagi:
“Siapakah al-qattat itu?“ Beliau menjawab: “Orang yang suka mengadu domba.” Beliau
ditanya: “Siapakah ad-daibub itu?“ Beliau menjawab: “Germo (orang yang memasarkan
pelacur).” Rasulullah ditanya: “Siapakah ad-dayyus itu.” Beliau menjawab: “Dayyus
adalah laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya, anak putrinya, dan
saudarinya.” Rasulullah ditanya lagi: “Siapakah shahibul arthabah itu?“ Beliau men-
jawab: “Penabuh gendang besar.” Rasulullah ditanya: “Siapakah shahibul qubah itu?“
Beliau menjawab: “Penabuh gendang kecil.” Rasulullah ditanya: “Siapakah al-’utul itu?“
Beliau menjawab: “Orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain meminta
maaf atas dosa yang dilakukannya dan tidak mau menerima alasan orang lain.”
Rasulullah ditanya: “Siapakah az-zanim itu?“ Beliau menjawab: “Orang yang dilahirkan
dari hasil perzinaan yang suka duduk-duduk di tepi jalan guna menggunjing orang lain.
Adapun al-’aq, maka kalian sudah tahu semua maksudnya (yakni orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya).”
Berkenaan dengan nasihat tersebut, shahabat Mu‘adz pernah bertanya kepada
Rasulullah : “Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan Rasul tentang ayat ini:
‘yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-
kelompok?’” (QS. An-Naba’ (78): 18)
Rasulullah menjawab:
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang akan dikumpulkan pada hari Kiamat nanti
dalam keadaan yang berbeda-beda. Allah memisahkan mereka dari jama‘ah kaum muslim
dan akan menampakkan bentuk rupa mereka (sesuai dengan amaliahnya di dunia). Di
antara mereka:
1. ada yang berwujud kera;
2. ada yang berwujud babi;
3. ada yang berjalan berjungkir-balik dengan muka terseret-seret;
4. ada yang buta kedua matanya;
5. ada yang tuli, bisu, lagi tidak tahu apa-apa;
6. ada yang memamah lidahnya sendiri yang menjulur sampai ke dada dan mengalir nanah
dari mulutnya sehingga jama‘ah kaum muslim merasa amat jijik terhadapnya;
7. ada yang tangan dan kakinya dalam keadaan terpotong;
8. ada yang disalib di atas batangan besi panas;
9. ada yang aroma tubuhnya lebih busuk daripada bangkai; dan
10. ada yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih.
Mereka yang berwajah kera adalah orang-orang yang ketika di dunianya suka mengadu
domba di antara manusia. Yang berwujud babi adalah mereka yang ketika di dunianya
gemar memakan barang haram dan bekerja dengan cara yang haram, seperti cukai dan
uang suap. Yang berjalan jungkir-balik adalah mereka yang ketika di dunianya gemar
memakan riba. Yang buta adalah orang-orang yang ketika di dunianya suka berbuat
zhalim dalam memutuskan hukum. Yang tuli dan bisu adalah orang-orang yang ketika di
dunianya suka ujub (membanggakan diri) dengan amalnya. Yang memamah lidahnya
adalah ulama dan pemberi fatwa yang ucapannya bertolak-belakang dengan
amaliyahnya. Yang terpotong tangan dan kakinya adalah orang-orang yang ketika di
dunianya suka menyakiti tetangganya. Yang disalib di atas batangan besi panas adalah
orang yang suka mengadukan orang lain kepada penguasa dengan pengaduan batil dan
palsu. Yang tubuhnya berbau busuk melebihi bangkai adalah orang yang suka bersenang-
senang dengan menuruti semua syahwat dan kemauan mereka tanpa mau menunaikan
hak Allah yang ada pada harta mereka. Adapun orang yang berselimutkan kain yang
dicelup aspal mendidih adalah orang yang suka takabbur (berlaku sombong) dan
membanggakan diri.” (HR. Qurthubi)
Rasulullah bersabda:
“Sudah seyogyanya bagi orang yang masuk masjid untuk melakukan sepuluh perkara,
yaitu:
1. memastikan alas kakinya suci dari najis dan mendahulukan kaki kanan ketika masuk
masjid;
2. membaca do‘a: “Bismillaahi wa salaamun ‘alaa Rosuulillaahi wa ‘alaa malaa‘ikatillaah.
Alloohummaftah lii abwaaba rohmatik, innaka antal wahhaab.” (Dengan nama Allah.
Semoga kesejahteraan selalu dilimpahkan kepada Rasulullah dan para malaikat Allah. Ya
Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.)
3. mengucapkan salam kepada orang yang sudah berada di dalam masjid; jika di dalam
masjid tidak ada orang, hendaknya membaca: “Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahis
shoolihiin.” (Semoga kesejahteraan selalu terlimpahkan kepada kami dan para hamba
Allah yang shalih.)
4. membaca kalimat syahadat: “Asyhadu allaa ilaaha illallooh wa anna muhammadar
rosuulullooh.” (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi dengan benar)
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.)
5. tidak lewat di depan orang yang sedang shalat;
6. tidak melakukan pekerjaan duniawi;
7. tidak membicarakan urusan duniawi;
8. tidak keluar darinya hingga melakukan shalat dua raka’at terlebih dahulu;
9. masuk ke dalam masjid dalam keadaan suci; dan
10. ketika hendak bangkit guna keluar dari masjid hendaknya membaca:
“Subhaanakalloohumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa
atuubu ilaika.” (Mahasuci Engkau, ya Allah, lagi Maha Terpuji. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan, kecuali Engkau. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.)
Berkaitan dengan poin 8, jika seseorang masuk ke Masjidil Haram dengan maksud untuk
mengerjakan thawaf, maka yang afdhal adalah dia thawaf terlebih dahulu. Setelah itu
barulah dia mengerjakan shalat 2 raka’at yang dia niatkan sebagai shalat sunnah thawaf dan
shalat tahiyyatul masjid sekaligus.
Do‘a pada poin 10 didasarkan Hadits Nabi :
“Barang siapa duduk di suatu majelis, lalu di dalamnya banyak hal sia-sia yang dia
kerjakan atau dia ucapkan, lalu sebelum berdiri dia membaca: ‘Subhaanakalloohumma
wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika’, maka Allah
akan mengampuni dosa-dosa yang diperbuatnya dalam majelis tersebut.” (HR. Tirmidzi)
“Shalat itu merupakan tiang agama yang di dalamnya terkandung sepuluh hal, yaitu:
1. dapat mencerahkan wajah;
2. dapat menerangi hati;
3. dapat menyehatkan badan;
4. menjadi faktor ketenangan di dalam kubur;
5. menjadi sebab turunnya rahmat;
6. merupakan kunci langit;
7. dapat memberatkan timbangan (amal);
8. tempat keridhaan Tuhan;
9. bernilai surga; dan
10. menjadi tabir dari siksa neraka.
Barang siapa menegakkannya, berarti telah menegakkan agama; dan barang siapa
meninggalkannya, berarti telah meruntuhkan agama.”
Rasulullah juga bersabda:
“Shalat seseorang menjadi penerang hatinya. Barang siapa berkeinginan agar hatinya
menjadi terang, maka terangilah hatinya dengan shalat.” (HR. Dailami)
“Berdirilah engkau untuk mengerjakan shalat, karena shalat itu dapat menjadi obat.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
“Sesungguhnya Allah jika menurunkan suatu bala’ dari langit kepada penduduk bumi,
maka Allah akan menghindarkannya dari para pemakmur masjid.” (HR. Askari)
“Shalat adalah sarana pendekatan diri kepada Allah bagi setiap insan bertaqwa.” (HR.
Qadha’i, dari ‘Ali)
“Tiada suatu keadaan yang seorang hamba berada padanya yang lebih Allah cintai,
kecuali sewaktu Dia melihat hamba-Nya tengah bersujud dengan menyungkurkan
wajahnya di tanah.” (HR. Thabarani)
“Sesungguhnya orang yang tengah mengerjakan shalat itu berarti tengah mengetuk pintu
Dzat Yang Mahakuasa; dan sesungguhnya orang yang mengetuk pintu secara terus-
menerus itu pasti akan dibukakan untuknya “ (HR. Dailami)
“Shalat adalah barometer (iman). Barang siapa yang menyempurnakannya (sehingga
tidak ada yang kurang), maka kelak akan memperoleh pahala yang sempurna.” (HR.
Baihaqi, dari Ibnu ‘Abbas)
“Barang siapa memelihara shalat lima waktu, maka kelak shalatnya itu akan menjadi
cahaya, hujjah, dan penyelamat baginya pada hari Kiamat. Barang siapa tidak bisa
memelihara shalat lima waktu, maka shalat itu tentu tidak akan menjadi cahaya, hujjah,
dan penyelamat bagi dirinya. Pada hari Kiamat nanti dia akan dikumpulkan bersama
Fir‘aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ibnu Nasr)
“Jika Allah menghendaki untuk memasukkan (calon) ahli surga ke dalam surga, maka
Allah mengutus seorang malaikat kepada mereka dengan membawa hadiah dari surga.
Ketika mereka sudah hendak memasukinya, malaikat tersebut berkata: ‘Sesungguhnya
aku membawa hadiah dari Rabbul ’alamin untuk kalian.’ Mereka menjawab: ‘Berupa apa
hadiah tersebut?’ Malaikat menjawab: ‘Berupa sepuluh cincin yang masing-masing cincin
itu bertuliskan kalimat sebagai berikut:
1. Cincin pertama bertuliskan kalimat: ‘Salaamun ‘alaikum thibtum fadkhuluuhaa
khoolidiin.’ (Kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian; berbahagialah kalian, maka
masukilah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya.)
2. Pada cincin kedua bertuliskan kalimat: ‘Rofa’tu ‘ankumul ahzaan wal humuum.’ (Aku
[Allah] hilangkan dari kalian kesedihan dan kebingungan.)
3. Pada cincin ketiga bertuliskan kalimat: ‘Wa tilkal jannatul latii uuritstumuuhaa bimaa
kuntum ta‘maluun.’ (Inilah surga yang diwariskan kepada kalian dikarenakan amal-amal
yang telah kalian perbuat.)
4. Pada cincin keempat bertuliskan kalimat: ‘Albasnaakumul hulala wal huliyya.’ (Kami
berikan kepada kalian berbagai macam pakaian dan perhiasan.)
5. Pada cincin kelima bertuliskan kalimat: ‘Wa zawwajnaahum bi huurin ‘iin. Innii
jazaituhumul yauma bimaa shobaruu annahum humul faa‘izuun.’ (Kami jodohkan mereka
[di dalam surga] dengan para bidadari. Sesungguhnya Aku memberikan balasan kepada
mereka pada hari ini dikarenakan kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-
orang yang sukses.)
6. Pada cincin keenam bertuliskan kalimat: ‘Haadzaa jazaa‘ukumul yauma bimaa fa’altum
minath thoo’ah.’ (Inilah balasan bagi kalian pada hari ini karena ketaatan kalian (kepada-
Ku).)
7. Pada cincin ketujuh bertuliskan kalimat: ‘Shirtum syubbaanan laa tahromuuna abadaa.’
(Kalian telah menjadi muda dan tidak akan menjadi tua untuk selamanya.)
8. Pada cincin kedelapan bertuliskan kalimat: ‘Shirtum aaminiina laa takhoofuuna abadaa.’
(Sekarang kalian dalam keadaan aman, tidak ada kekhawatiran untuk selamanya.)
9. Pada cincin kesembilan bertuliskan kalimat: ‘Waafaqtumul ambiyaa’a wash shiddiiqiina
wasy syuhadaa’a wash shoolihiin.’ (Kalian akan berkumpul dengan para nabi, orang-orang
yang benar, para syuhada’, dan orang-orang shalih.)
10. Pada cincin kesepuluh bertuliskan kalimat: ‘Sakantum fii jiwaarir rohmaani dzil ‘Arsyil
kariim.’ (Kalian akan bertempat tinggal di sisi Allah Yang Maha Pengasih, pemilik ‘Arsy
yang mulia).’
Selanjutnya, malaikat itu berkata: ‘Masuklah kalian ke dalam surga dengan selamat dan
sejahtera.’ Mereka pun masuk ke dalam surga dengan mengucapkan: ‘Al-hamdulillaahil
ladzii adzhaba ‘annal hazan, inna robbanaa laghofuurung syakuur. Al-hamdulillaahil
ladzii shodaqonaa wa’dahuu wa aurotsanal ardho natabawwa’u minal jannati haitsu
nasyaa’, fani’ma ajrul ‘aamiliin.’ (Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan kami
dari kesedihan. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Membalas kebaikan. Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kami
dan telah mewariskan surga kepada kami di mana kami (diperkenankan) bebas memilih
tempat di dalamnya sesuai kehendak kami. Surga adalah sebaik-baik balasan bagi orang
yang beramal shalih.)
Begitu juga jika Allah menghendaki memasukkan calon penghuni neraka ke dalam neraka,
maka Allah akan mengutus malaikat (Zabaniyah) kepada mereka dengan membawa
sepuluh buah cincin.
1. Pada cincin pertama bertuliskan kalimat: ‘Udkhuluuhaa la tamuutuuna fiihaa abadaw wa
laa tahyauna wa laa takhrujuun.’ (Masuklah ke dalam neraka. Kalian tidak mati juga tidak
hidup di dalamnya, juga tidak akan bisa keluar darinya.)
2. Pada cincin kedua bertuliskan kalimat: ‘Khuudhuu fil ’adzaabi laa roohata lakum.’
(Masuklah ke dalam siksaan; tidak ada istirahat sama sekali bagi kalian.)
3. Pada cincin ketiga bertuliskan kalimat: ‘Aiasuu mir rohmatii.’ (Berputus asalah kalian dari
rahmat-Ku.)
4. Pada cincin keempat bertuliskan kalimat: ‘Udkhuluuhaa fil hammi wal ghommi wal huzni
abadaa.’ (Masuklah kalian ke dalam neraka dengan penuh kebingungan dan kesusahan
serta kesedihan untuk selamanya.)
5. Pada cincin kelima bertuliskan kalimat: ‘Libaasukumun naar, wa tho’aamukuz zaqquum,
wa syaroobukumul hamiim, wa mihaadukumun nar, wa ghowaasyiikumun naar.’ (Pakaian
kalian adalah api; makanan kalian adalah pohon zaqqum (duri yang berbisa); minuman
kalian adalah air yang sangat panas; alas tidur kalian adalah api; dan payung kalian juga
dari api.)
6. Cincin keenam bertuliskan kalimat: ‘Haadzaa jazaa’ukumul yauma bimaa fa‘altum mim
ma’shiyatii.’ (Inilah balasan untuk kalian pada hari ini dikarenakan dosa yang telah kalian
perbuat.)
7. Pada cincin ketujuh bertuliskan kalimat: ‘Sukhthii ‘alaikum fin naari abadaa.’ (Murka-Ku
senantiasa meliputi kalian di neraka untuk selamanya.)
8. Pada cincin kedelapan bertuliskan kalimat: ‘‘laikumul la’natu bimaa ta‘ammattum minadz
dzunuubil kabaa’ir wa lam tatuubuu wa lam tandamuu.’ (Kalian akan mendapat laknat-
Ku karena sengaja berbuat dosa besar, sedangkan kalian tidak mau bertobat dan tidak
pula menyesalinya.)
9. Pada cincin kesembilan bertuliskan kalimat: ‘Quronaa‘ukumusy syayaathiinu fin naari
abadaa.’ (Sahabat kalian di neraka adalah setan untuk selamanya.)
10. Pada cincin yang kesepuluh bertuliskan kalimat: ‘Ittaba’tumusy syaithoona wa arottumud
dun-yaa wa taroktumul aakhirota fa haadzaa jazaa‘ukum.’’ (Kalian telah mengikuti
langkah-langkah setan dan tujuan hidup kalian adalah duniawi dengan meninggalkan
urusan akhirat, maka siksaan inilah sebagai balasan untuk kalian.)
Sebagian ahli bijak berkata: “Aku mencari sepuluh hal pada sepuluh tempat, ternyata
aku memperolehnya pada sepuluh tempat yang lain, yaitu:
1. Aku mencari ketinggian derajat dalam kesombongan, tetapi aku menemukannya dalam
ketawadhu’an.
2. Aku mencari puncak ibadah dalam shalat, ternyata aku menemukannya dalam sifat
wara’.
3. Aku mencari kesenangan dalam menumpuk-numpuk harta, tetapi aku menemukannya
dalam zuhud (hidup sederhana).
4. Aku mencari pelita hati dalam shalat pada siang hari, ternyata aku menemukannya
dalam shalat Tahajjud pada malam hari.
5. Aku mencari cahaya (penerang) untuk hari Kiamat dalam kedermawanan dan
kemurahan hati, ternyata aku menemukannya dalam kehausan pada saat puasa.
6. Aku mencari kemudahan untuk dapat melintasi shirath dengan cara berqurban, ternyata
aku menemukannya dalam shadaqah.
7. Aku mencari keselamatan dari siksa neraka dalam hal yang diperbolehkan, ternyata aku
mendapatkannya dengan menghindari keinginan hawa nafsu.
8. Aku mencari kecintaan terhadap Allah dengan cara meninggalkan keduniaan, ternyata
aku menemukannya dalam berdzikir.
9. Aku mencari kesentosaan dalam bergaul dengan masyarakat, ternyata aku
menemukannya dalam ‘uzlah.
10. Aku mencari cahaya hati dalam berbagai nasihat dan membaca Al-Qur’an, ternyata aku
menemukannya dalam bertafakkur dan menangis di hadapan Allah (di akhir malam).”
Mengenai keutamaan-keutamaan shalat Tahajjud, Rasulullah bersabda:
“Sedekat-dekat Tuhan dengan hamba-Nya adalah pada sepertiga malam yang terakhir.
Jika kalian mampu menjadi orang yang bisa berdzikir kepada Allah pada saat itu, silakan
engkau lakukan.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Hakim)
“Shalat sunnah dua raka’at yang dikerjakan oleh anak Adam pada sepertiga malam yang
terakhir itu lebih baik baginya daripada dunia seisinya. Jika tidak khawatir akan
memberatkan umatku, niscaya akan aku wajibkan hal itu kepada mereka.” (HR. Ibnu
Nashr)
Berkaitan dengan keutamaan puasa, Nabi bersabda:
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang dinamakan ‘Ar-Rayyan’ sebagai tempat
masuk khusus bagi mereka yang suka berpuasa, dan tidak seorang pun selain mereka yang
diizinkan masuk melewati pintu tersebut. Ketika ditanyakan: ‘Di manakah orang-orang
yang suka berpuasa?’ mereka berdiri. Tak ada seorang pun yang bisa masuk melalui pintu
itu, selain mereka. Apabila mereka sudah masuk semua, maka pintu itu dikunci. Dengan
demikian, tidak ada seorang pun yang bisa masuk dari pintu tersebut.” (HR. Bukhari dan
Muslim, dari Sahl bin Sa‘d)
“Tidak ada seorang hamba yang berpuasa sewaktu berperang di jalan Allah, kecuali Allah
akan menjauhkan dia dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan.” (HR. Bukhari dan
Muslim, dari Abu Sa‘id a)
Berkaitan dengan keutamaan dzikir, Nabi bersabda:
“Dzikir itu lebih baik daripada shadaqah (sunnah), juga lebih baik daripada puasa.” (HR.
Abu Syaikh, dari Abu Hurairah)
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah), lalu
Ibrahim menunaikannya.”
Ibnu ‘Abbas berkata:
“Maksud beberapa kalimat dalam ayat ini adalah sepuluh perkara yang diperintahkan,
yakni lima perkara ada di kepala dan lima perkara lagi ada di badan. Lima perkara yang
ada di kepala adalah:
1. bersiwak;
2. berkumur;
3. istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung);
4. memendekkan kumis; dan
5. bercukur.
Adapun lima perkara yang ada di tubuh adalah:
1. mencabut bulu ketiak;
2. memotong kuku;
3. mencukur rambut kemaluan;
4. khitan; dan
5. bercebok.”
“Barang siapa membaca shalawat kepada Nabi sekali, maka Allah memberi rahmat
kepadanya sepuluh kali. Barang siapa mencaci Nabi sekali, maka Allah akan
mencacinya sepuluh kali. Tidakkah engkau perhatikan firman Allah yang ditujukan
kepada Walid bin Mughirah ketika dia mencaci Nabi sekali, maka Allah mencacinya
sepuluh kali. Allah berfirman (dalam QS. Al-Qalam (68): 10 -15 -edt.): ‘Dan janganlah
engkau ikuti setiap orang yang (1) banyak bersumpah (palsu) (2) lagi hina, (3) yang
banyak mengghibah, (4) yang ke sana kemari menebar fitnah, (5) yang banyak
menghalangi orang untuk masuk Islam, (6) yang melampaui batas (7) yang banyak
berbuat dosa, dan (8) yang sombong. Selain itu,(9) yang terkenal kejahatannya karena dia
mempunyai (banyak) harta dan anak, (10) (dan yang) bila dibacakan kepadanya ayat-
ayat Kami, ia berkata: (Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala.’ Maksud
dari omongan Walid ini adalah bahwa dia mendustakan Al-Qur’an.”
Ayat di atas menjelaskan perihal Walid bin Mughirah. Dia adalah anak seorang
penggembala dari hasil perzinaan. Dia memiliki banyak harta dan anak. Harta kekayaannya
mencapai kurang lebih 9.000 mitsqal perak dan anaknya berjumlah 10 orang. Banyak harta
dan banyak anak membuat dirinya sombong sampai berani mencaci-maki Rasulullah .
Akibatnya, dia dimaki oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.
Syaqiq Al-Balkhi berkata: “Suatu saat Ibrahim bin Adham berjalan di pasar Bashrah;
orang yang mengetahui kedatangannya berkumpul mengerumuninya. Di antara mereka ada
yang bertanya tentang firman Allah (QS. Al-Mukmin (40): 60 -edt.):
‘Berdo‘alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan do‘a kalian.’
Orang yang bertanya itu selanjutnya berkata: ‘Padahal kami sudah sering berdo‘a, tetapi
Allah tetap tidak mengabulkan do‘a kami.’
Ibrahim bin Adham kemudian berkata: ‘Wahai penduduk Bashrah, sesungguhnya hati
kalian telah mati oleh sepuluh sebab, maka bagaimana mungkin Allah mengabulkan do‘a
kalian. Kesepuluh faktor yang menyebabkan hati kalian mati adalah:
1. Kalian mengenal Allah, tetapi tidak mau menunaikan hak-Nya.
2. Kalian suka membaca kitab Allah, tetapi tidak mau mengamalkannya.
3. Kalian mengetahui iblis itu musuh, tetapi tetap mengikuti perintahnya.
4. Kalian menyatakan cinta kepada Rasulullah , tetapi meninggalkan Sunnahnya.
5. Kalian menyatakan cinta surga, tetapi tidak mau mengamalkan amalan ahli surga.
6. Kalian mengakui takut siksa neraka, tetapi tetap saja berbuat dosa.
7. Kalian meyakini bahwa kematian itu haq, tetapi tidak pernah menyiapkan bekal untuk
menghadapinya.
8. Kalian selalu memperhatikan aib orang lain, tetapi tidak mau memperhatikan aib diri
sendiri.
9. Kalian senang makan rizki Allah, tetapi tidak pernah bersyukur kepada-Nya.
10. Kalian sering mengubur orang mati, tetapi tidak mau mengambil pelajaran darinya.’”
Maksud dari “Kalian mengenal Allah, tetapi tidak mau menunaikan hak-Nya” adalah
kalian telah tahu bahwa Allahlah Dzat yang menciptakan dan memberi rizki kalian, tetapi
kalian tidak mau beribadah kepada-Nya sesuai yang Dia perintahkan.
Dalam satu riwayat dari Ibnu Abi Hatim disebutkan bahwa Jibril pernah berkata kepada
Nabi : “Tidaklah aku diutus kepada seseorang yang lebih aku cintai daripada ketika aku
diutus kepadamu. Maukah aku ajarkan kepadamu (kalimat pembuka) do‘a yang aku simpan
khusus untukmu, yang belum pernah aku ajarkan kepada seorang pun sebelummu, yang
dapat engkau baca sewaktu berdo‘a dengan harap-harap cemas? Yaitu bacalah:
Yaa nuuros samawaati wal ardhi, wa yaa qoyyuuma samawaati wal ardhi, wa yaa
shomadas samawaati wal ardhi, wa yaa zainas samawaati wal ardhi, wa yaa
jamaalas samawaati wal ardhi, wa yaa dzal jalaali wal ikroom, wa yaa ghoutsal
mustaghiitsiin wa muntahaa roghbatil ‘aabidiin, wa munaffisal kurobi ‘anil
makruubiin, wa mufarrijal ghommi ‘anil maghmuumiin, wa shoriikhol
mustashrikhiin, wa mujiiba su’aalil ‘aabidiin....
’Wahai Dzat yang menerangi langit dan bumi, wahai Dzat yang mengurus langit dan
bumi, wahai Dzat yang menahan langit dan bumi, wahai Dzat yang menghiasi langit dan
bumi, wahai Dzat yang memperindah langit dan bumi, wahai Dzat yang memiliki
keagungan dan kemuliaan, wahai Dzat yang menjadi tempat memohon pertolongan bagi
mereka yang memohonnya, wahai Dzat yang menjadi puncak harapan para ahli ibadah,
wahai Dzat yang melepaskan beragam kesulitan dari mereka yang dilandanya, wahai
Dzat yang menghilangkan kecemasan dari mereka yang ditimpanya, wahai Dzat yang
memberi pertolongan kepada mereka yang memohonnya, dan wahai Dzat yang mengabul-
kan permohonan para hamba-Nya....’
Selanjutnya, silakan engkau berdo‘a kepada Allah dengan do‘a yang menyangkut urusan
dunia dan akhirat.”
27. SEPULUH
PENGANTAR DO‘A MUSTAJAB
Rasulullah bersabda:
“Tidak ada seorang hamba atau umat yang berdo‘a dengan pengantar do‘a ini pada
malam ‘Arafah sebanyak 1.000 kali, yang berupa 10 kalimat tasbih, kecuali Allah akan
mengabulkan permintaannya selama dia tidak berdo‘a dengan meminta sesuatu yang
dapat menyebabkan putusnya tali persaudaraan atau sebab terjadinya kemaksiatan.
Kesepuluh kalimat tasbih tersebut adalah:
1. subhaanal ladzii fis samaa’i ‘Arsyuh (Mahasuci Allah yang ‘Arsy-Nya berada di langit (yang
paling tinggi));
2. subhaanal ladzii fil ardhi mulkuhuu wa qudrotuh (Mahasuci Allah yang (bukti) kerajaan-
Nya dan kekuasaan-Nya nampak di muka di bumi);
3. subhaanal ladzii fil bahri sabiiluh (Mahasuci Allah yang telah membuat lautan bisa dilalui
manusia menuju segala arah);
4. subhaanal ladzii fil hawaa’i rouhuh (Mahasuci Allah yang angin-Nya berada di antara
langit dan bumi);
5. subhaanal ladzii fin naari sulthoonuh (Mahasuci Allah yang kekuasaan mutlak-Nya ada di
api);
6. subhaanal ladzii fil arhaami ‘ilmuh (Mahasuci Allah yang ilmu-Nya meliputi rahim);
7. subhaanal ladzii fil qubuuri qadhoo’uh (Mahasuci Allah yang ketetapan-Nya ada di dalam
kubur);
8. subhaanal ladzii rofa’as samaa‘a bighoiri ‘amad (Mahasuci Allah yang meninggikan langit
tanpa ada tiangnya);
9. subhaanal ladzii wadho’al ardho ‘alal maa’i fajamad (Mahasuci Allah yang meletakkan
bumi di atas air, yang tetap beku.)
10. subhaanal ladzii laa malja’a wa laa manjaa minhu illaa ilaihi ta‘ala (Mahasuci Allah yang
tidak ada tempat mencari perlindungan dan keselamatan dari siksa-Nya, kecuali hanya
kepada-Nya).”
“Orang-orang yang takabbur akan dikumpulkan pada hari Kiamat nanti dalam rupa
semut dengan bentuk fisik laki-laki. Mereka diliputi kehinaan dari segala arah. Mereka
digiring masuk ke dalam penjara yang berada di dalam neraka Jahannam yang disebut
‘bulus’. Mereka diberi minum dari cairan darah bercampur nanah yang berasal dari para
penghuni neraka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Berkaitan dengan perihal ulama yang membenarkan kezhaliman pemerintah, Rasulullah
bersabda:
“Barang siapa memberi fatwa tanpa ilmu, maka malaikat yang ada di langit dan di bumi
melaknatinya.” (HR. Ibnu Asakir)
Tentang menimbun barang, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa menimbun bahan pangan selama 40 hari, maka dia benar-benar terlepas
dari perlindungan Allah dan Allah melepaskan dia dari perlindungan-Nya.”
“Barang siapa yang menimbun bahan pangan umat Islam, maka Allah akan menimpakan
kepadanya penyakit kusta dan kebangkrutan.”
Tentang zina, Rasulullah bersabda:
“Takutlah berbuat zina, karena dalam zina ada empat hal (yang membahayakan), yaitu:
dapat menghilangkan cahaya wajah; dapat memutuskan rizki; murka Allah; dan
kepastian kekal di neraka.” (HR. Thabarani)
Tentang makan riba, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya orang yang suka makan riba akan disiksa sejak ia mati sampai tibanya
hari Kiamat. Dia berenang di lautan yang airnya merah bagaikan darah. Dia dilempari
batu. Setiap kali dilempari batu, dia berenang (ke sana kemari dan menyelam untuk
menghindar). Ketika muncul ke permukaan dengan mulut menganga, dia pun terus
dilempari lagi. Begitulah seterusnya sampai datang hari Kiamat.”
Tentang minum khamr, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang minum arak, maka keluarlah cahaya iman dari dalam hatinya.” (HR.
Thabarani)
Tentang keutamaan hafal Al-Qur’an, Rasulullah bersabda:
“Orang yang hafal Al-Qur’an dan mengamalkan isinya akan menjadi instruktur ahli surga
pada hari Kiamat; para syuhada’ akan menjadi guidenya ahli surga; sedangkan para nabi
adalah golongan paling elit ahli surga.”
Tentang keutamaan Mu‘adzdzin, Rasulullah bersabda:
“Orang yang mengumandangkan adzan karena Allah, pahalanya seperti pahala orang
mati syahid yang mengalirkan darahnya di jalan Allah. Jika ia mati, maka (tubuhnya)
tidak akan dimakan belatung di dalam kuburnya.”
Tentang keutamaan mencintai fakir miskin, Rasulullah bersabda:
“Duduk bersama dengan orang fakir termasuk sifat tawadhu’, dan hal itu termasuk jihad
yang paling utama.” (HR. Dailami)
“Segala sesuatu itu ada kuncinya, sedang kuncinya surga adalah mencintai fakir miskin.”
(HR. Ibnu Lal)
Tentang shalat berjama‘ah, Rasulullah bersabda:
“Shalatlah kalian di belakang orang yang bertaqwa dan orang yang tidak bertaqwa.”
Tentang shalat Tahajjud, Nabi pernah bersabda:
“Shalat Tahajjudlah kalian meski empat raka’at atau dua raka’at. Tidaklah ada penghuni
rumah yang biasa mengerjakan shalat Tahajjud, melainkan ada (malaikat) yang
menyerukan: ‘Wahai penghuni rumah, bangunlah kalian untuk mengerjakan shalat.’”
Tentang keutamaan memberi nasihat dengan tulus, Bisyr bin Harits berkata: “Nabi
pernah bertanya kepadaku: ‘Wahai Bisyr, tahukah engkau mengapa Allah meninggikan
derajatmu lebih tinggi daripada teman-temanmu?’ Aku menjawab: ‘Tidak tahu.’ Beliau
bersabda:
‘Karena engkau teguh mengikuti Sunnahku, suka berkhidmat kepada orang-orang shalih,
suka memberi nasihat kepada teman-temanmu, dan sangat mencintai shahabatku dan
ahli baitku. Semua inilah yang telah mengantarkanmu bisa meraih derajat abraar
(golongan orang-orang yang banyak berbakti).’“
Tentang melanggengkan wudhu’, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa berwudhu’ sedangkan dia dalam keadaan masih suci, maka dirinya ditulis
mendapat sepuluh kebaikan.”
Tentang keutamaan menyantuni janda, Nabi bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berusaha untuk menyantuni janda (miskin) dan orang-orang
miskin lainnya bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah atau orang yang mengerjakan
shalat Tahajjud sepanjang malam dan berpuasa siang harinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan
Muslim)
p
BAB X
NASIHAT DALAM TAURAT
“Orang kuat bukanlah orang yang mampu memenangkan gulat, tetapi yang disebut orang
kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.”
“Barang siapa dapat menahan amarahnya, maka Allah akan menahan siksa terhadapnya.”
Tentang hasud, Rasulullah bersabda:
“Jauhilah sifat hasud, karena kedua anak Adam itu salah satunya membunuh yang lain
semata-mata karena hasud.”
Tentang menghindari pertengkaran, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa menghindari pertengkaran sementara dia berada di pihak yang salah,
maka kelak akan dibangunkan untuknya sebuah istana di dasar surga. Barang siapa
menghindari pertengkaran padahal dia berada di pihak yang benar, maka kelak akan
dibangunkan untuknya sebuah istana di tengah-tengah surga. Barang siapa mampu
mempercantik akhlaqnya, maka kelak akan dibangunkan untuknya sebuah istana di atas
surga.”
Tentang bakhil, Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bisa berkumpul antara iman dan bakhil di hati seorang mukmin selamanya.”
(HR. Ibnu Sa‘d)
“Adakah penyakit yang lebih berbahaya daripada bakhil?“ (HR. Ahmad, Bukhari, dan
Muslim)
Tentang memilih kefakiran, Nabi bersabda:
“Faktor penyebab selamatnya generasi pertama umat ini adalah zuhud dan yaqin
(keimanan yang benar kepada Allah), sedang faktor penyebab hancurnya generasi
terakhir umat ini adalah rakus dan panjang angan-angan.”
Tentang memberi nasihat, Nabi bersabda:
“Jika seseorang dari kalian memiliki nasihat yang perlu untuk disampaikan kepada
saudaranya, hendaklah dia menyampaikannya.” (HR. Ibnu ‘Adi)
Tentang wara’, Nabi bersabda:
“Barang siapa yang keluar dari rumahnya, baik pada pagi hari maupun sore hari dalam
rangka mengajarkan Islam, maka dia akan masuk surga.” (HR. Abu Nu‘aim)
Tentang keutamaan kedermawanan, Rasulullah bersabda:
“Orang yang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga,
dan jauh dari api neraka; sedangkan orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari manusia,
jauh dari surga, dan dekat dengan neraka. Orang bodoh tapi dermawan itu lebih dicintai
Allah daripada ahli ibadah tapi bakhil.” (Diriwayatkan dari ‘Aisyah d)
Tentang memintakan ampunan untuk kaum muslimin-muslimat dan mukminin-
mukminat, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa memintakan ampun kepada Allah untuk kaum mukminin-mukminat, maka
Allah akan menuliskan baginya dari setiap orang mukmin dan mukminah itu satu
kebaikan.” (HR. Thabarani, dari Ubadah bin Shamit)
Nabi bersabda: