Anda di halaman 1dari 190

1

i
Penyusun :
Dedi Saputra
Editor :
Dedi Saputra
Cover/Design :
Dedi Saputra
Buku Ini Disusun
Berdasarkan
Artikel :
Almanhaj.or.id
Rumaysho.Com
Muslim.or.id
Konsultasisyariah.com
2

Firanda.com
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kepadaNya kita memuji, mohon


pertolongan, mohon ampunan, dan mohon perlindungan
dari bahaya diri kita dan buruknya amal-amal perbuatan
kita. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah ta’ala
maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barang
siapa yang sesat maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk kecuali dengan izin Allah-

Dan bahwasanya saya bersaksi tiada ilah yang berhak


disembah kecuali Allah ta’ala semata, tiada sekutu
bagiNya, dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad
adalah hamba dan utusanNya. Wahai orang-orang yang
beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-
benarnya taqwa kepadaNya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim.

Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang


telah menciptakan kamu dari diri yang satu (adam), dan
(Allah) menciptakan pasangannya (hawa) dari (diri)nya;
dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-
laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada
Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasimu. Wahai orang-
orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah
dan ucapkanlah perkataan yang benar.

1
Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan
mengampuni dosa-dosamu dan barangsiapa menaati
Allah dan rasulNya maka sungguh dia menang dengan
kemenangan yang agung.

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitab


Allah (Al qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad shallallahu’alaihiwasalam, dan
seburuk-buruk perkara (dalam urusan agama) adalah
yang diada-adakan, dan semua yang diada-adakan itu
adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat, dan semua
kesesatan tempatnya di neraka.

Sungguh kita sangat butuh kepada orang yang selalu


mengarahkan kepada kebaikan, di zaman yang penuh
dekadensi moral dan perilaku merajalela di tengah-
tengah masyarakat, dunia menjadi gelap gulita di
pandangan orang-orang shalih, tatanan hidup menjadi
porak poranda, kaki orang-orang yang teguh pendirian
banyak yang tergelincir, sehingga banyak orang yang di
pagi hari beriman, pada sore harinya menjadi kafir.
Betapa sekarang ini sangat dibutuhkan orang-orang
yang bisa mengendalikan tangan-tangan jahil dan sesat
untuk diarahkan kepada jalan lurus dengan bentuk
nasihat dan pengarahan, baik melalui tulisan, buku,
agar umat meraih hidayah dan berada dijalan lurus dan
petunjuk utusan Rabb alam semesta.

2
Shalat memiliki keutamaan yang sangat besar di dalam
Alquran maupun As-Sunnah. Oleh karena itu, shalat
adalah sebuah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seorang hamba dan sama sekali bukan sebagai beban
yang memberatkannya, bahkan shalat hakikatnya
sebuah aktivitas yang sangat menyenangkan hati
seorang hamba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperumpamakan shalat dengan perumpamaan yang
sangat indah, yang menunjukkan bahwa ia adalah
sebuah kebutuhan dan kegembiraan hati orang-orang
yang beriman, karena dengannya Allah menghapuskan
dosa hamba-Nya.

Barangsiapa yang mampu memahami dan menghayati


dengan baik lautan mutiara hakikat ibadah shalat, maka
shalat dipandangannya menjadi suatu aktifitas yang
sangat menyenangkan dan ini terjadi pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda:

َ ‫جعلت قُرَّ ة‬
‫عيْني فِي الص َََّلة‬
“Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku
ada pada saat mengerjakan shalat.”1

1 HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain keduanya. Hadits

Shahih

3
Marilah kita menyelami lautan mutiara hakikat ibadah
shalat dan perumpamaan yang mengagumkan yang
menggambarkan keindahannya. Sehingga kita
terdorong untuk lebih mencintainya dan melakukannya
dengan sebaik-baiknya.

Penyusun

Dedi Saputra

4
5
‫ص ََلة‬ َ ‫جعلت قُ َّرة‬
َّ ‫ع ْيني ِفي ال‬
“Dijadikan sesuatu yang paling menyenangkan hatiku ada pada
saat mengerjakan shalat.” (HR. An-Nasaa`i dan Ahmad dan selain
keduanya. Hadits Shahih)

6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................ 1

DAFTAR ISI …………………………………………..7

PENDAHULUAN ……………………………………..14

ARTI SHOLAT BAGI SEORANG MUSLIM ......... 17

1. Shalat adalah rukun Islam yang


kedua. ........................................... 17

2. SHALAT SEBAGAI SARANA


KOMUNIKASI ANTARA SEORANG
HAMBA DENGAN RABBNYA ............ 19

3. Shalat merupakan taman berbagai


ibadah. .......................................... 22

4. Shalat bisa membantu orang yang


melaksanakannya dalam meraih
perkara-perkara penting dan bisa
mencegahnya dari perbuatan-
perbuatan keji dan munkar. ............ 23

7
5. Shalat merupakan (sumber)
kebahagiaan jiwa-jiwa kaum Mukminin
dan menjadi penyejuk sumber
ketenangan .................................... 27

6. Shalat adalah penyebab dihapusnya


(dosa) kesalahan dan keburukan .... 30

7. Khusyu’ dalam shalat yaitu


menghadirkan hati serta menjaga
pelaksanaan shalat termasuk
penyebab masuk surga. .................. 31

Panduan agar Sholat Khusyu’...................... 33

1. Hadirkan Suasana Kekhusyu’an Setiap


Ingin Sholat ................................... 33

1. Rasakan bahwa shalat yang akan anda


kerjakan adalah sholat untuk yang
terakhir kalinya .............................. 45

2. Thumaninah dalam Shalat .............. 46

3. Tenang dan Tidak Terburu-buru Ketika


Hendak Menuju Shalat ................... 55

Makna Gerakan Dalam Sholat ..................... 59

1. Menghadap Kiblat dan Menyusun Shaf


Shalat ............................................ 59

8
2. Niat dan Takbiratul Ihram ............... 64

3. Membaca Doa Istiftah dan Ta’awudz 68

4. Membaca Al-Fatihah ...................... 74

5. Membaca Ayat Al-Quran yang dihafal


dan mudah..................................... 90

6. Takbiratul Intiqal ............................ 91

7. Ruku’ ............................................. 94

8. I’tidal ........................................... 105

9. Sujud ........................................... 110

10. Tasyahud Awal.............................. 128

11. Tasyahud Akhir ............................. 142

12. Salam .......................................... 154

13. Dzikir Setelah Salat ...................... 162

Kesalahan-Kesalahan Ketika Shalat .......... 170

1. Melafadzkan Niat Shalat (seperti


mengucapkan “Ushalliy…dst.”) .... 170

2. Menjaharkan/mengeraskan dzikir-
dzikir dalam shalat (termasuk bacaan

9
Alquran pada shalat yang
disirrkan/dipelankan bacaannya). 171

3. Tidak menggerakkan lisan dan dua


bibir ketika membaca dzikir-dzikir
shalat (termasuk bacaan Alquran). 171

4. Bersandar ke tiang atau tembok ketika


shalat padahal tidak dibutuhkan .. 172

5. Tidak mau merapatkan shaff (barisan)


dan meluruskannya, tetapi malah
membuat celah di dalam shaff...... 172

6. Tidak menutup pundak dalam


shalatnya ..................................... 172

7. Tidak thuma’ninah di dalam shalat 172

8. Tidak menyentuhkan ke lantai salah


satu dari tujuh anggota sujud ....... 173

9. Kaffuts tsaub wasy sya’r fish shalaah


(melipat/mengangkat ujung pakaian
dan rambut dalam shalat). ........... 173

10. Tidak langsung mengikuti imam ketika


baru datang (masbuq) bahkan malah
menunggu imam menyelesaikan
gerakannya dsb. ........................... 174

10
11. Tidak mengikuti imam .................. 175

12. Mendatangi masjid dengan tergesa-


gesa............................................. 175

13. Mendatangi masjid sehabis makan


bawang merah atau putih atau
makanan yang memiliki bau tidak
sedap .......................................... 175

14. Melakukan shalat sunnah ketika


iqamat sudah dikumandangkan ... 175

15. Memanjangkan takbir hingga kata


terakhirnya “Akbaaaar.” ............... 176

16. Makmum mengeraskan takbiratul


ihram dan takbir intiqalnya (berpindah
gerakan) seperti halnya imam. ...... 176

17. Meludah ke arah kiblat atau ke


kanannya. .................................... 176

18. Melakukan shalat di pemakaman, dan


shalat di masjid yang dibangun di
sekitar pemakaman; baik kubur
tersebut di depannya (ini lebih parah),
di kanannya maupun di kirinya. .... 176

19. Diharamkan juga shalat di dekat


kuburan, juga haram shalat

11
menghadap ke kuburan dan di atas
kuburan. ...................................... 177

20. Banyak bergerak ketika shalat


meskipun tidak berturut-turut. ...... 177

21. Shalatnya sebagian orang yang sakit


dalam keadaan duduk padahal
mampu berdiri. ............................ 177

22. Tidak mau berhias kepada Allah ketika


hendak shalat. ............................. 178

23. Menentukan tempat khusus untuk


shalat ketika di masjid –selain imam-
. ................................................... 178

24. Shalat memakai baju yang bergambar


makhluk bernyawa. ...................... 179

25. Mengucapkan “Rabbigh firliy” ketika


hendak mengucapkan amin setelah
membaca surat Al Fatihah. Ini
termasuk diada-adakan. .............. 179

26. Mengucapkan “alaihimas salam”


setelah mendengar imam membaca
“Shuhufi Ibraahiima wa muusaa.” Ini
pun sama termasuk diada-
adakan. ....................................... 179

12
27. Wanita mendatangi masjid tanpa
mengenakan hijab (jilbab) syar’i. .. 180

28. Shalat dengan kepala miring. ....... 180

29. Shalat dengan aurat terbuka. ....... 180

30. Mengucapkan “Subhaan mal laa


yanaamu wa laa yas-huu” ketika sujud
sahwi. .......................................... 181

31. Tambahan “Sayyiidinaa” dalam


bacaan shalawat. ......................... 181

32. Shalat dengan celana atau sarung


yang isbal (kainnya menjulur melewati
mata kaki). ................................... 182

33. Mengganggu orang yang sedang shalat


dengan bacaannya. ...................... 182

13
PENDAHULUAN

Kedudukan shalat lima waktu dalam agama ini


adalah ibarat tiang penopang dari suatu kubah
atau kemah. Tiang penopang yang dimaksud di
sini adalah tiang utama. Artinya jika tiang utama
ini roboh, maka tentu suatu kubah atau kemah
akan roboh.

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahuanhu, Nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫صَلَة‬ َ ‫سَلَ ُم َو‬


َّ ‫ع ُمودُهُ ال‬ ْ ‫اإل‬ ُ ْ‫َرأ‬
ِ ‫س األَمْ ِر‬
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan
tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”2

Dalam hadits ini disebut bahwa shalat dalam


agama Islam adalah sebagai tiang penopang
yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa
roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya.
Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan
hilangnya shalat. Demikianlah cara berdalil
Imam Ahmad dengan hadits ini.

2 HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu

Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan

14
Dari ‘Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda,

َّ َّ‫ش َهادَ ِة أ َ ْن لَ ِإلَهَ ِإل‬


‫اّللُ َوأ َ َّن‬ َ ‫علَى َخمْ س‬ َ ‫سَلَ ُم‬ْ ‫اإل‬ِ ‫بُنِ َى‬
ِ‫الزكَا ِة َو َحج‬ َّ ‫اء‬ ِ َ ‫صَلَ ِة َوإِيت‬ َّ ‫ع ْبدُهُ َو َرسُولُهُ َوإِقَ ِام ال‬َ ‫ُم َح َّمدًا‬
َ‫ت َوصَوْ ِم َر َمضَان‬ ِ ‫ْال َب ْي‬
“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1)
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
benar untuk diibadahi kecuali Allah dan
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-
Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan
zakat, (4) naik haji ke Baitullah -bagi yang
mampu-, (5) berpuasa di bulan Ramadhan.”3

Rukun Salat :

 Berdiri (bagi yang mampu),


 Takbiratul ihram,
 Membaca surat Al Fatihah pada tiap
rakaat,
 Rukuk dan tuma’ninah
 Iktidal setelah rukuk dan tuma'ninah,
 Sujud dua kali dengan tuma'ninah,

3 HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16

15
 Duduk antara dua sujud dengan
tuma'ninah,
 Duduk dan membaca tasyahud akhir,
 Membaca salawat nabi pada tasyahud
akhir,
 Membaca salam yang pertama,
 Tertib (melakukan rukun secara
berurutan),

16
ARTI SHOLAT BAGI SEORANG
MUSLIM

1. Shalat adalah rukun Islam yang


kedua.

Shalat adalah rukun yang paling ditekankan


setelah dua kalimat syahadat.

‫عن أبي عبد الرحمن عبد هللا بن عمر بن الخطاب رضي‬


‫ سمعت النبي صلَّى هللا عليه وسلَّم يقول‬: ‫هللا عنهما قال‬
‫ش َهادَ ِة أ َ ْن َل ِإلهَ ِإ َّل هللاُ َو أ َ َّن‬
َ : ‫علَى َخمْ س‬ َ ‫اإلس ََْل ُم‬ ِ ْ ‫ بُنِ َي‬:
‫ َو‬، ‫الزكَا ِة‬ َّ ‫اء‬ ِ َ ‫ َو إِ ْيت‬، ‫ َو إِقَ ِام الص َََّل ِة‬، ِ‫ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل هللا‬
‫رواه البخاري و مسلم‬. َ‫ َو صَوْ ِم َر َمضَان‬، ‫ت‬ ِ ‫ َحجِ ْالبَ ْي‬.
Dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma “Aku
mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda, “Islam dibangun di atas lima:
persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah dengan benar kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan

17
shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa
Ramadhan’”4

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, yang


dimaksudkan shalat disini adalah, selalu
melaksanakannya atau semata-mata
melakukannya.” 5

Sesungguhnya shalat merupakan tiang agama


Islam, sebagaimana tiang pada tenda. Tenda itu
tidak berdiri, kecuali dengan tiang tersebut. Jika
tiang itu roboh, maka tenda pun roboh. Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫ام ِه‬ َ ُ‫صَلَةُ َوذِرْ َوة‬


ِ َ‫سن‬ َ ‫سَلَ ُم َو‬
َّ ‫ع ُمودُهُ ال‬ ْ ‫اإل‬ ُ ْ‫َرأ‬
ِ ْ ‫س ْاألَمْ ِر‬
ُ‫ْال ِج َهاد‬
Pokok urusan (agama) itu adalah Islam (yaitu:
dua syahadat), tiangnya adalah shalat, dan
puncak ketinggiannya adalah jihad.6

4 HR Al-Bukhari dan Muslim

5 Fathul Bari, hadits no. 8

6 HR Tirmidzi, no. 2616; Ibnu Majah, no. 3872; Ahmad, juz 5,

hlm. 230, 236, 237, 245; dishahihkan oleh Syaikh al Albani di


dalam Shahih al Jami’ush Shaghir, no. 5126 18
2. SHALAT SEBAGAI SARANA
KOMUNIKASI ANTARA SEORANG
HAMBA DENGAN RABBNYA

Ketika shalat, tidak ada sekat yang membatasi


seseorang untuk bertemu, berdialog, dan
mengungkapkan segenap perasaannya kepada
Zat Yang Mahasuci. Tidak perlu perantara, tidak
perlu status yang tinggi untuk bertemu dengan-
Nya. Walau ia seorang pendosa besar, rakyat
jelata, atau orang yang miskin, Allah akan tetap
menerima kehadiran sang hamba ketika dalam
shalat. Di sinilah shalat dimaknai sebagai
bentuk komunikasi yang intens dan dekat antara
seorang hamba dan Rabbnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ َ‫صلَّى يُن‬
ُ‫اج ْي َربَّه‬ َ ‫إِ َّن أ َ َحدَ ُك ْم إِذَا‬
Sesungguhnya apabila salah seorang diantara
menunaikan shalat, maka dia sedang
bermunajat (berbisik) kepad Rabbnya7

7 HR. Al-Bukhari, Kitab Mawaqitus Shalat

19
Pada saat membaca al-Fatihah, misalnya,
terungkap sebuah dialog penuh makna. Dalam
hadist Qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman :

،َ‫سأَل‬ ْ ‫صفَي ِْن َو ِلعَ ْبد‬


َ ‫ِي َما‬ ْ ِ‫ِي ن‬ َ َ‫صَلَةَ بَ ْينِ ْي َوبَيْن‬
ْ ‫ع ْبد‬ َ َ‫ق‬
ُ ْ‫سم‬
َّ ‫ت ال‬

:‫ قَا َل هللاُ ت َ َعلَى‬، َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬


ِ ‫ ا َ ْل َحمدُ ِ َّّللِ َر‬: ُ‫فَ ِإذَا قَا َل ْال َع ْبد‬
،ِ‫ع ْبد‬
َ ‫َح َمدَنِ ْي‬

َ ‫ أَثْنَى‬:‫ قَا َل هللاُ تَعَالَى‬،‫اَلرَّ ْح ٰم ِن الرَّ ِحي ِْم‬: ‫َوإِذَاقَا َل‬


‫علَ َّي‬
،‫ِي‬ ْ ‫ع ْبد‬
َ

َ ‫ َم َجدَنِ ْي‬:‫ قَا َل‬،‫ َما ِل ِك يَوْ ِم ال ِدي ِْن‬:‫َوإِذَاقَا َل‬


ْ ‫ع ْبد‬
،‫ِي‬
َ‫ ٰهذَا َب ْينِ ْي َوبَيْن‬:‫ قَا َل‬،‫ست َ ِعي ُْن‬
ْ َ‫ ِإيَّاكَ نَ ْعبُدُ َو ِإيَّاكَ ن‬:‫فَ ِإذَاقَا َل‬
،َ‫سأَل‬َ ‫ِي َما‬ ْ ‫ِي َو ِلعَ ْبد‬
ْ ‫ع ْبد‬
َ

َ‫ست َ ِقي َم ِص َرا َط الَّ ِذيْنَ أ َ ْنعَمْ ت‬ ْ ‫االص َرا َط ْال ُم‬ِ َ‫ اِ ْه ِدن‬:‫فَ ِإذَا قَا َل‬
:‫ قَا َل‬، َ‫ضآ ِليْن‬ َّ ‫علَي ِْه ْم َو َلال‬ َ ‫ب‬ ِ ْ‫ضو‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
َ ‫يه ْم‬
ِ َ‫عل‬َ
‫سأ َ َل‬
َ ‫ِي َما‬ ْ ‫ِي َو ِلعَ ْبد‬ ْ ‫ٰهذَا ِلعَ ْبد‬
“Aku telah membagi ash-shalat (surat al-
Fatihah) antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua
macam, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.

Apabila hamba membaca ‘Segala puji hanya


bagi Allah, Rabb semesta Alam,’ maka Allah
Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku telah
memuji-Ku.’

20
Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang, ‘ maka Allah berfirman,
‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.

Jika ia mengucapkan, ‘Yang menguasai hari


pembalasan, ‘ maka Allah berfirman , ‘Hamba-
Ku telah memuliakan-Ku.

Jika ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami


beribadah dan hanya kepada-Nya kami
memohon, ‘ maka Allah berfirman , ‘Inilah
bagian bagi Diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi
hamba-Ku adalah apa yang diminta.

Dan jika ia mengucapkan, ‘Berilah petunjuk


kepada kami atas jalan yang lurus, yaitu jalan
yang telah Engkau beri kenikmatan bagi yang
mengikutinya, bukan jalan yang Engkau murkai
dan bukan pula Engkau sesatkan, ‘ maka Allah
berfirman , ‘Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-
Ku adalah apa yang dimintanya.”8

8 HR. Muslim

21
3. Shalat merupakan taman
berbagai ibadah.

Shalat merupakan taman berbagai ibadah. Di


dalam taman itu terdapat tanaman-tanaman
yang berpasangan nan indah (dzikir-dzikir yang
indah), Didalam shalat ada :

 Takbir yang menjadi pembuka shalat


 Al-qiyam (berdiri) yang pada saat itu
seseorang yang sedang shalat
membaca Kalamullah (al-Qur’an)
 Ruku’. Saat ruku’ ini, seseorang yang
sedang shalat mengagungkan Rabbnya
 I’tidal (berdiri dari ruku’). Momen ini
dipenuhi oleh orang yang sedang shalat
dengan pujian kepada Allâh,
 Sujud. Pada saat sujud, orang yang
shalat bertasbîh (berdzikir dengan
menyebut kemahasucian Allah) yang
Maha tinggi juga sembari berdo’a
kepada-Nya
 Qu’ud (duduk). Momen dipergunakan
untuk berdo’a dan membaca
tasyahhud.
 Salam, menjadi penutup rangkaian
kegiatan dalam ibadah shalat.

22
4. Shalat bisa membantu orang yang
melaksanakannya dalam meraih
perkara-perkara penting dan bisa
mencegahnya dari perbuatan-
perbuatan keji dan munkar.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ‫يرة ِإ َّل‬
‫علَى‬ َ ‫صب ِْر َوالص َََّل ِة ۚ َو ِإنَّ َها لَ َك ِب‬
َّ ‫ست َ ِعينُوا ِبال‬
ْ ‫َوا‬
ِ ‫ْال َخا‬
َ‫ش ِعين‬
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu’,” (QS Al-Baqarah : 45)

Juga firman-Nya:

ِ ُ ‫اتْ ُل َما أ‬
ِ ‫وح َي إِلَيْكَ ِمنَ ْال ِكتَا‬
َ‫ب َوأَقِ ِم الص َََّلةَ ۖ إِ َّن الص َََّلة‬
‫َاء َو ْال ُم ْنك َِر‬
ِ ‫ت َ ْن َه ٰى ع َِن ْالفَ ْحش‬
“Bacalah apa-apa yang diwahyukan kepadamu
dari al-Kitâb dan tegakkanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu bisa melarang dari
perbuatan-perbuatan keji dan munkar.” (QS Al-
‘Ankabut : 45)

َ ‫صَلَةَ لَ ت َ ْنفَ ُع ِإلَّ َم ْن أ َ َطا‬


‫ع َها‬ َّ ‫ِإ َّن ال‬

23
“Shalat tidaklah bermanfaat kecuali jika shalat
tersebut membuat seseorang menjadi taat.”9

Al Hasan berkata,

‫ لَ ْم يَ ْزدَ ْد‬،‫َاء َوالم ْنك َِر‬ َ ‫صلَّى‬


ِ ‫صَلَةً لَ ْم ت َ ْن َههُ ع َِن الفَ ْحش‬ َ ‫َم ْن‬
‫ِب َها ِمنَ هللاِ ِإلَّ بُ ْعدًا‬
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat,
lantas shalat tersebut tidak mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar, maka ia hanya
akan semakin menjauh dari Allah.” 10

Abul ‘Aliyah pernah berkata,

‫صَلَة لَ يَ ُكوْ ُن فِ ْي َها‬ َ ‫صال فَ ُكل‬ َ ‫ث ِخ‬ ُ َ‫صَلَةَ فِ ْي َها ثََل‬


َّ ‫إِ َّن ال‬
، ُ‫اإل ْخَلَص‬ ِ :‫صَلَة‬ َ ‫س ْت ِب‬ َ ‫ش َْيء ِم ْن َه ِذ ِه ال َخَلَل فَلَ ْي‬
،‫ف‬ ِ ْ‫اإل ْخَلَصُ يَأ ْ ُم ُرهُ بِاْلمع ُْرو‬ ِ َ‫ ف‬.ِ‫ َو ِذ ْك ُر هللا‬،ُ‫شيَة‬ ْ ‫َو ْال َخ‬
ِ ْ‫ َو ِذ ْك ُر القُر‬،‫شيَةُ ت َ ْن َهاهُ ع َِن الم ْنك َِر‬
ُ‫آن يَأ ْ ُم ُرهُ َويَ ْن َهاه‬ ْ ‫ َوال َخ‬.
“Dalam shalat ada tiga hal di mana jika tiga hal
ini tidak ada maka tidak disebut shalat. Tiga hal
tersebut adalah ikhlas, rasa takut dan dzikir

9 HR. Ahmad dalam Az Zuhd, hal. 159 dengan sanad shahih

dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 13: 298 dengan


sanad hasan dari jalur Syaqiq dari Ibnu Mas’ud

10 Dikeluarkan oleh Ath Thobari dengan sanad yang shahih dari

jalur Sa’id bin Abi ‘Urubah dari Qotadah dari Al Hasan


24
pada Allah. Ikhlas itulah yang memerintahkan
pada yang ma’ruf (kebaikan). Rasa takut itulah
yang mencegah dari kemungkaran. Sedangkan
dzikir melalui Al Qur’an yang memerintah dan
melarang sesuatu.”11

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali hafizhohullah


berkata, “Siapa yang merutinkan shalat dan
mengerjakannya di waktunya, maka ia akan
selamat dari kesesatan.”12

Jika ada yang sampai berbuat kemungkaran,


maka shalat pun bisa mencegahnya dari
perbuatan tersebut. Dari Abu Hurairah, ia
berkata bahwa ada seseorang yang pernah
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ia mengatakan,

‫ ِإ َّن فَُلَنًا‬:‫سلَّ َم فَقَا َل‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫َجا َء َرجُل ِإلَى النَّ ِبي‬
‫سيَ ْن َهاهُ َما‬َ ُ‫ “إِنَّه‬:‫س ِرقَ ؟ فَقَا َل‬ َ ‫صبَ َح‬ْ َ ‫ص ِل ْي بِاللَّ ْي ِل فَ ِإذَا أ‬
َ ُ‫ي‬
‫َيقُوْ ُل‬
“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada
seseorang yang biasa shalat di malam hari

11 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 65

12 Bahjatun Nazhirin, 2: 232

25
namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana
seperti itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat
tersebut akan mencegah apa yang ia
katakan.”13

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin


rahimahullah mengatakan, “Shalat bisa
mencegah dari kemungkaran jika shalat
tersebut dilakukan dalam bentuk sesempurna
mungkin.”

Sebagian ulama salaf sampai berkata, “jikalau


shalat yang kita lakukan tidak mencegah dari
yang mungkar, maka sungguh itu berarti kita
semakin jauh dari Allah.” Nas-alullah al ‘afiyah,
kita mohon pada Allah keselamatan. Karena
bisa jadi shalat yang kita lakukan tidak sesuai
yang dituntut. Lihatlah para ulama salaf dahulu,
ketika mereka masuk dalam shalat mereka,
mereka tidak merasakan lagi apa-apa, semua
hal di pikiran disingkirkan kecuali hanya sibuk
bermunajat dengan Allah Ta’ala.”14

13 HR. Ahmad 2: 447, sanadnya shahih kata Syaikh Syu’aib Al

Arnauth

14 Syarh Riyadhis Sholihin, 5: 45-46

26
5. Shalat merupakan (sumber)
kebahagiaan jiwa-jiwa kaum
Mukminin dan menjadi penyejuk
sumber ketenangan

Shalat yang dilakukan dengan benar dan ikhlas,


akan membuat hati bahagia, jiwa damai, dan
menghilangkah kegelisahan hidup. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
shalat baik dalam keadaan lapang, maupun
saat terhimpit suatu masalah.

Dari sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu, ia


berkata:

‫صلَّى‬
َ ‫سلَّ َم ِإذَا َح َز َبهُ أَمْ ر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ ‫كَانَ النَّ ِبي‬
“Bila kedatangan masalah, Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam mengerjakan shalat.”15

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صَلَ ِة‬ َ ُ‫ُج ِعلَ ْت قُرة‬


َّ ‫ع ْينِ ْي فِى ال‬

15 HR. Ahmad dalam al–Musnad [5/388] dan Abu Dawud

[2/35]. Dihasankan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud

27
Penyejuk mataku (penenang hatiku) ada pada
shalat16)

Shalat adalah media penting untuk


mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, lebih-lebih
saat sujud, ia akan merasa semakin dekat
dengan Allah Ta’ala. Allah-lah tempat hamba
mengadu, memohon pertolongan dan hati
seorang mukmin akan tenteram ketika shalat.
Oleh karena itu, kita diperintahkan Allah Ta’ala
untuk memperbanyak doa dan permohonan
kepada-Nya dengan shalat ketika jiwa kita
galau, cemas, merasa gundah, dan mengalami
berbagai kesulitan hidup yang menghimpit.
Beliau juga berkata kepada sahabat Bilal
radhiyallahu ‘anhu:

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata


berkata kepada Bilal :

‫ أَقِ ِم الص َََّلةَ ! أ َ ِر ْحنـــَا ِب َها‬,‫يَا ِب ََل ُل‬


“Wahai, Bilal. Kumandangkan iqamah shalat.
Buatlah kami tenang dengannya”17

16 HR. Ahmad dalam kitab Musnad, 3/199

17 Hadits hasan, Shahihu al Jami’ : 7892

28
Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al-Fakki
berkata, ”Tatkala shalat dijadikan sebagai
pembangkit ketenangan dan ketenteraman
(jiwa) serta sebagai terapi psikologis maka tidak
mengherankan jika sebagian dokter jiwa
menganggapnya sebagai terapi utama dalam
penyembuhan para pasien penyakit jiwa. Salah
seorang di antara mereka ada yang mengatakan
bahwa sepertinya shalat ini salah satu terapi
yang mampu mendatangkan kehangatan jiwa
manusia. Sesungguhnya shalat bisa
menjauhkan dirimu dari segala kesibukan yang
membuatmu gundah dan resah. Shalat ini pun
mampu membuatmu merasa tidak menyendiri
dalam hidup ini dan mampu membuatmu
merasakan bahwa Allah menyertaimu. Di
samping itu, ternyata shalat mampu
memberimu kekuatan dalam bekerja, yang
sebelumnya dirimu tidak mampu berbuat apa-
apa. Maka pergilah ke kamar tidurmu! Lalu
mulailah melakukan shalat untuk menghadap
Rabbmu.”18

18 Ahkam al-Adwiyah Fii asy-Syari’ah al–Islamiyah, hlm. 549-

550

29
6. Shalat adalah penyebab
dihapusnya (dosa) kesalahan dan
keburukan

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫س‬ ِ َ ‫ب أ َ َح ِد ُك ْم يَ ْغت‬
َ ْ‫س ُل فِ ْي ِه ُك َّل يَوْ م َخم‬ ِ ‫أ َ َرأ َ ْيت ُ ْم َلوْ أ َ َّن نَ ْه ًرا ِببَا‬
‫ َل يَ ْبقَى ِم ْن د ََرنِ ِه‬:‫ َه ْل يَ ْبقَى ِم ْن د ََرنِ ِه ش َْيء؟ قَالُوا‬،‫َمرَّ ات‬
َّ ‫ت ْال َخمْ ِس يَمْ حُو‬
‫اّللُ ِب ِه َّن‬ ِ ‫صلَ َوا‬ َّ ‫ فَذَ ِلكَ َمث َ ُل ال‬:‫ قَا َل‬.‫ش َْيء‬
‫ْال َخ َطايَا‬
Bagaimana menurut kalian apabila ada sungai
di depan pintu salah seseorang di antara kalian,
lalu ia mandi lima kali sehari di sungai tersebut,
masihkah ada kotoran yang tersisa? Para
Shahabat g menjawab, “Tidak akan ada kotoran
yang tersisa.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melanjutkan, “Demikianlah
perumpamaan shalat yang lima waktu. Allâh
Azza wa Jalla menghapuskan (dosa-dosa)
kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat-
shalat itu19

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga


bersabda :

19 HR. Al-Bukhari dan Muslim

30
‫ارة ِل َما بَ ْينَه َُّن‬‫س َو ْال ُج ُمعَةُ ِإلَى ْال ُج ُمعَ ِة َكفَّ َ‬
‫ات ْال َخمْ ُ‬
‫صلَ َو ُ‬
‫ال َّ‬
‫ش ْال َكبَائِ ُر‬ ‫َمالَ ْم ت ُ ْغ َ‬
‫‪“Shalat yang lima waktu dan shalat Jum’at‬‬
‫‪sampai shalat Jum’at berikutnya sebagai‬‬
‫‪penebus atau penghapus dosa-dosa yang ada di‬‬
‫‪antaranya selama dosa-dosa besar dijauhi.”20‬‬

‫‪7. Khusyu’ dalam shalat yaitu‬‬


‫‪menghadirkan hati serta menjaga‬‬
‫‪pelaksanaan shalat termasuk‬‬
‫‪penyebab masuk surga.‬‬

‫‪Allah Azza wa Jalla berfirman:‬‬

‫شعُونَ ﴿‪﴾٢‬‬ ‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ﴿‪ ﴾١‬الَّ ِذينَ ُه ْم فِي َ‬


‫ص ََلتِ ِه ْم َخا ِ‬
‫لزكَا ِة‬‫ضونَ ﴿‪َ ﴾٣‬والَّ ِذينَ ُه ْم ِل َّ‬ ‫َوالَّ ِذينَ ُه ْم ع َِن اللَّ ْغ ِو ُمع ِْر ُ‬
‫علَ ٰى‬‫ظونَ ﴿‪ ﴾٥‬إِ َّل َ‬ ‫وج ِه ْم َحافِ ُ‬ ‫فَا ِعلُونَ ﴿‪َ ﴾٤‬والَّ ِذينَ ُه ْم ِلفُ ُر ِ‬
‫ومينَ ﴿‪ ﴾٦‬فَ َم ِن‬ ‫غي ُْر َملُ ِ‬ ‫َت أ َ ْي َمانُ ُه ْم فَ ِإنَّ ُه ْم َ‬
‫اج ِه ْم أَوْ َما َملَك ْ‬
‫أ َ ْز َو ِ‬
‫ا ْبتَغَ ٰى َو َرا َء ٰذَ ِلكَ فَأُو ٰلَئِكَ ُه ُم ْالعَادُونَ ﴿‪َ ﴾٧‬والَّ ِذينَ ُه ْم‬
‫صلَ َواتِ ِه ْم‬
‫علَ ٰى َ‬ ‫ع ْه ِد ِه ْم َراعُونَ ﴿‪َ ﴾٨‬والَّ ِذينَ ُه ْم َ‬ ‫ِأل َ َمانَاتِ ِه ْم َو َ‬
‫ظونَ ﴿‪ ﴾٩‬أُولَئِكَ ُه ُم ْال َو ِارثُونَ ﴿‪ ﴾١٠‬الَّ ِذينَ يَ ِرثُونَ‬ ‫ٰ‬ ‫يُ َحافِ ُ‬
‫س ُه ْم ِفي َها َخا ِلدُونَ‬ ‫ْالفِرْ دَوْ َ‬

‫‪20 HR. Muslim‬‬

‫‪31‬‬
Sungguh beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’
dalam shalatnya, dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna, dan orang-orang yang
menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-
isteri mereka atau budak yang mereka miliki,
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu
maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. Dan orang-orang yang
memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya)
dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara
shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga
Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (QS Al-
Mukminun : 1-11)

32
Panduan agar Sholat Khusyu’

1. Hadirkan Suasana Kekhusyu’an


Setiap Ingin Sholat

Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun


(diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan
diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati
yang kemudian pengaruhnya terpancar pada
anggota badan manusia.

Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’


adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan,
dan kerendahan diri dalam hati manusia
(kepada Allah Ta’ala). Tatkala Hati manusia
telah khusyu’ maka semua anggota badan akan
ikut khusyu’, karena anggota badan (selalu)
mengikuti hati, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam: “Ketahuilah,
sesungguhnya dalam tubuh manusia ada
segumpal daging, jika segumpal daging itu baik
maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika
segumpal daging itu buruk maka akan buruk
seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa
segumpal daging itu adalah hati manusia”.
Maka jika hati seseorang khusyu’, pendengaran,
penglihatan, kepala, wajah dan semua anggota

33
badannya ikut khusyu’, (bahkan) semua yang
bersumber dari anggota badannya”21

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Para ulama


sepakat (mengatakan) bahwa khusyu’
tempatnya dalam hati dan buahnya (tandanya
terlihat) pada anggota badan”22

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata:


“Khusyu’ dalam shalat adalah hadirnya hati
(seorang hamba) di hadapan Allah Ta’ala
dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga
hatinya merasa tentram dan jiwanya merasa
tenang, (sehingga) semua gerakan (angota
badannya) menjadi tenang, tidak berpaling
(kepada urusan lain), dan bersikap santun di
hadapan Allah, dengan menghayati semua
ucapan dan perbuatan yang dilakukannya
dalam shalat, dari awal sampai akhir. Maka
dengan ini akan sirna bisikan-bisikan (Setan)
dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah ruh dan
tujuan shalat”23

21 “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 11-12)

22 “Mada-rijus saalikiin” (1/521)

23 “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 547)

34
Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf
ketika beliau melihat seorang laki-laki yang
bermain-main dalam shalatnya: “Seandainya
hati orang ini khusyu’ maka akan khusyu’ semua
anggota tubuhnya”24

Lebih lanjut, imam al-Bagawi memaparkan


makna ini dalam ucapan beliau: “Para ulama
berbeda (pendapat) dalam makna khusyu’, Ibnu
‘Abbas Radhiallahu’anhu berkata: “(Orang-
orang yang khusyu’ adalah) mereka yang selalu
tunduk dan merendahkan diri (kepada Allah
Ta’ala). al-Hasan (al-Bashri) dan Qatadah
berkata: “(Mereka adalah) orang-orang yang
selalu takut (kepada-Nya)”. Muqatil berkata:
“(Mereka adalah) orang-orang yang
merendahkan diri (kepada-Nya)”. Mujahid
berkata: “Khusyu’ adalah menundukkan
pandangan dan merendahkan suara”. Khusyu’
(artinya) mirip dengan khudhu’, cuma khudhu’
ada pada (anggota) badan, sedangkan khusyu’
ada pada hati, badan, pandangan dan suara.
Allah Ta’ala berfirman:

ُ ‫ص َو‬
‫ات لِلرَّ ْح َم ِن‬ ْ ‫ت األ‬ َ ‫َو َخ‬
ِ َ‫شع‬

24 “Majmu’ul fata-wa” (18/273) dan imam Ibnu Rajab dalam

“al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 12)

35
“Dan (pada hari kiamat) khusyu’lah
(merendahlah) semua suara kepada Yang Maha
Pemurah” (QS Thaahaa: 108)”25

Sifat khusyu’ dituntut dalam semua bentuk


ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, akan
tetapi dalam ibadah shalat, sifat yang agung ini
lebih terlihat wujud dan pengaruh positifnya.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Sungguh


Allah telah mensyariatkan bagi hamba-hamba-
Nya berbagai macam ibadah yang akan tampak
padanya kekhusyu’an (anggota) badan (seorang
hamba) yang bersumber dari kekhusyu’an,
ketundukan dan kerendahan diri dalam hatinya.
Dan termasuk ibadah yang paling tampak
padanya kekhusyu’an adalah ibadah shalat.
Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang
khusyu’ dalam shalat mereka dalam firman-Nya:

َ ‫ الَّ ِذينَ ُه ْم فِي‬، َ‫قَ ْد أ َ ْفلَ َح ْال ُم ْؤ ِمنُون‬


ِ ‫صَلتِ ِه ْم َخا‬
َ‫شعُون‬
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’
dalam shalatnya” (QS al-Mu’minuun: 1-2)”26

25 Kitab “Tafsir al-Baghawi” (hal. 408)

26 “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 22)

36
Khusyu adalah ruh shalat; semakin tinggi tingkat
kekhusyuan seseorang, maka semakin besar
pula pahala yang akan didapat dari shalatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫سعُ َها‬ْ ُ ‫ص ََلتِ ِه ت‬


َ ‫ش ُر‬ ْ ‫ع‬ ُ ‫ب لَهُ إِ َّل‬
َ ِ‫ص ِرفُ َو َما ُكت‬ َ ‫إِ َّن الرَّ ُج َل لَيَ ْن‬
ْ ِ‫س َها ُر ْبعُ َها ثُلُث ُ َها ن‬
‫صفُ َها‬ ُ ْ‫س َها ُخم‬ُ ‫س ْد‬ ُ ‫ثُمْ نُ َها‬
ُ ‫س ْبعُ َها‬
Sesungguhnya seseorang jika selesai shalat,
maka (pahala) shalat yang dicatat untuknya
hanyalah sepersepuluh, sepersembilan,
seperdelapan, sepertujuh, seperenam,
seperlima, seperempat, sepertiga dan
setengahnya.” (HR. Abu Dawud)

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin


berkata: “Para ulama menafsirkan (arti) khusyu’
dalam shalat yaitu diamnya anggota badan yang
disertai dengan ketenangan (dalam) hati.
Maksudnya:“menghadirkan/mengkonsentrasik
an hati dalam shalat dan menjadikan anggota
badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-
sia dan bermain-main (dalam shalat) disertai
hati yang hadir berkonsentrasi menghadap ke
pada Allah Ta’ala. Tatkala hati (seorang hamba)
menghadap kepada Allah Ta’ala yang maha
mengetahui isi hati, maka pasti hamba tersebut
akan (meraih) khusyu’ (dalam shalatnya) dan

37
memusatkan pikirannya kepada Zat yang dia
sedang bermunajat kepada-Nya, yaitu Allah
Ta’ala. Kalau demikian khusyu’ adalah sifat
ruhani dalam diri manusia yang menimbulkan
ketenangan dalam hati dan anggota badan”27

Ciri inilah yang ada pada orang-orang yang


sempurna keimanannya, para Shahabat
Radhiallahu’anhum, sebagaimana dalam
firman Allah Ta’ala:

‫سي َما ُه ْم فِي وُ جُو ِه ِه ْم ِم ْن أَث َ ِر السجُو ِد‬


ِ
“Tanda-tanda meraka tampak pada wajah
mereka dari bekas sujud” (QS al-Fath: 29).

Imam Mujahid dan beberapa ulama ahli tafsir


lainnya berkata tentang makna ayat ini: “Yaitu
Khusyu’ (dalam shalat) dan tawadhu’ (sikap
merendahkan diri)”28

Lebih lanjut, imam Ibnu Katsir menjelaskan


manfaat dan faidah besar dari shalat yang
khusyu’ dalam membawa seorang mukmin
untuk merasakan kemanisan iman dan

27 “Fathu Dzil jalaali wal ikraam bisyarhi buluugil maraam”

(1/571)

28 Tafsir Ibnu Katsir (4/260)

38
menjadikan shalatnya sebagai qurratul ‘ain
(penyejuk/penghibur hati) baginya. Beliau
berkata29: “Khusyu’ dalam shalat hanyalah akan
diraih oleh orang yang hatinya tercurah
sepenuhnya kepada shalat (yang sedang
dikerjakannya), dia hanya menyibukkan diri dan
lebih mengutamakan shalat tersebut dari hal-
hal lainnya. Ketika itulah shalat akan menjadi
(sebab) kelapangan (jiwanya) dan kesejukan
(hatinya), sebagamana sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits
riwayat imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas
bin Malik Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Allah
menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur
hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan)
shalat”30

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda kepada Bilal

29 “Tafsir Ibnu Katsir” (3/319)

30 HR Ahmad (3/128) dan an-Nasa-i (7/61), dinyatakan shahih

oleh syaikh al-Albani.

39
Radhiallahu’anhu: “Wahai Bilal, senangkanlah
(hati) kami dengan (melaksanakan) shalat”31

Cara Menghadirkan Kekhusyu’an

Dikarenakan sifat khusyu’ sumbernya dari


dalam hati manusia, maka sifat ini hanya bisa
diraih dengan taufik dan anugerah dari Allah
Ta’ala. Oleh karena itu, cara utama untuk meraih
sifat mulia ini dan sifat-sifat agung lainnya
dalam agama adalah dengan banyak berdoa
dan memohon kepada Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, imam Mutharrif bin ‘Abdillah bin


asy-Syikhkhiir berkata: “Aku mengingat-ingat
apakah penghimpun segala kebaikan, karena
kebaikan itu banyak; puasa, shalat (dan lain-
lain). Semua kebaikan itu ada di tangan Allah
Ta’ala, maka jika kamu tidak mampu (memiliki)
apa yang ada di tangan Allah Ta’ala kecuali
dengan memohon kepada-Nya agar Dia
memberikan semua itu kepadamu, maka berarti

31 HR Abu Daud (2/715) dan Ahmad (5/364), dinyatakan

shahih oleh syaikh Al Albani.

40
penghimpun (semua) kebaikan adalah berdoa
(kepada Allah Ta’ala)”32

Kemudian sifat khusyu’ akan diraih insya Allah


dengan seorang hamba mengenal Allah Ta’ala
dengan cara yang benar,melalui pemahaman
terhadap nama-nama-Nya yang maha indah dan
sifat-sifat-Nya yang maha sempurna. Inilah ilmu
yang paling mulia dalam Islam dan merupakan
jalan utama untuk meraih semua sifat dan
kedudukan yang mulia di sisi Allah Ta’ala.

Imam Ibnul Qayyim berkata: “Orang yang paling


sempurna dalam penghambaan diri (kepada
Allah Ta’ala) adalah orang yang menghambakan
diri (kepada-Nya) dengan (memahami
kandungan) semua nama dan sifat-Nya yang
(bisa) diketahui oleh manusia”33

Imam Ibnu Rajab al-Hambali memaparkan hal


ini dalam ucapan beliau:

“Asal (sifat) khusyu’ yang terdapat dalam hati


tidak lain (bersumber) dari ma’rifatullah
(mengenal Allah Ta’ala dengan memahami

32 Diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam kitab “az-Zuhd” (no.

1346)

33 “Madaarijus saalikiin” (1/420)

41
nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-
sifat-Nya yang maha sempurna), mengenal
keagungan-Nya, kemuliaan-Nya dan
kesempurnaan-Nya. Sehingga barangsiapa
yang lebih mengenal Allah maka dia akan lebih
khusyu’ (kepada-Nya).

Sifat khusyu’ dalam hati manusia dalam hati


manusia bertingkat-tingkat (kesempurnaannya)
sesuai dengan bertingkat-tingkatnya
pengetahuan (dalam) hati manusia terhadap Zat
yang dia tunduk kepada-Nya (Allah Ta’ala) dan
sesuai dengan bertingkat-tingkatnya
penyaksian hati terhadap sifat-sifat yang
menumbuhkan kekhusyu’an (kepada Allah
Ta’ala).

Ada hamba yang (meraih) khusyu’ (kepada-Nya)


karena penyaksiannya yang kuat terhadap
kemahadekatan dan penglihatan-Nya (yang
sempurna) terhadap apa yang tersembunyi
dalam hati hamba-Nya, sehingga ini
menimbulkan rasa malu kepada Allah Ta’ala
dan selalu merasakan pengawasan-Nya dalam
semua gerakan dan diamnya hamba tersebut.

Ada juga yang (meraih) khusyu’ karena


penyaksiannya terhadap kemahasempurnaan
dan kemahaindahan-Nya, sehingga ini

42
menjadikannya tenggelam dalam kecintaan
kepada-Nya serta kerinduan untuk bertemu dan
memandang wajah-Nya.

(Demikian pula) ada yang meraih khusyu’ karena


penyaksiannya terhadap kerasnya siksaan,
pembalasan dan hukuman-Nya, sehingga ini
membangkitkan rasa takutnya kepada Allah.

Maka Allah Ta’ala Dia-lah yang memperbaiki


hati hamba-hamba-Nya yang tanduk dan remuk
hatinya kepada-Nya. Allah Ta’ala maha dekat
kepada hamba-Nya yang bermunajat kepada-
Nya dalam shalat dan menempelkan wajahnya
ke tanah ketika sujud, sebagaimana Dia maha
dekat kepada hamba-Nya yang berdoa,
memohon dan meminta ampun kepada-Nya
atas dosa-dosanya di waktu sahur. Dia maha
mengabulkan doa hamba-Nya serta memenuhi
permohonannya, dan tidak ada sebab untuk
memberbaiki kekurangan seorang hamba yang
lebih agung dari kedekatan dan pengabulan doa
dari-Nya”34

Pemaparan imam Ibnu Rajab di atas merupakan


makna firman Allah Ta’ala:

34 “al-Khusyu’ fish shalaah” (hal. 14)

43
‫اّللَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْالعُلَ َما ُء‬
َّ ‫ِإنَّ َما يَ ْخشَى‬
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-
orang yang berilmu (mengenal Allah Ta’ala)” (QS
Faathir : 28)

Imam Ibnu Katsir berkata: “Arti (ayat ini):


Hanyalah orang-orang yang berilmu dan
mengenal Allah yang memiliki rasa takut yang
sebenarnya kepada Allah, karena semakin
sempurna pemahaman dan penegetahuan
(seorang hamba) terhadap Allah, Zat Yang Maha
Mullia, Maha kuasa dan Maha Mengetahui,
yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna
dan nama-nama yang maha indah, maka
ketakutan (hamba tersebut) kepada-Nya
semakin besar pula”35

Sungguh beruntung dan bahagia seorang


mukmin ketika shalat yang dilakukan dengan
khusyuk dan jiwanya menjadi tenang karena ia
berkomunikasi dengan Rabbnya. Dzat yang
mampu menyingkirkan kesulitan dan Dzat yang
selalu memberi kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat.

35 Tafsir Ibnu Katsir (3/729)

44
Ibnu al-Qayyim menjelaskan faedah shalat.
Beliau mengatakan bahwa shalat termasuk
faktor dominan dalam mendatangkan maslahat
dunia dan akhirat, serta menyingkirkan
keburukan dunia dan akhirat. Ia menghalangi
dari dosa, menolak penyakit hati, mengusir
kelukaan fisik, menerangi kalbu, mencerahkan
wajah, menyegarkan anggota tubuh dan jiwa,
dan memelihara kenikmatan, menepis siksa,
menurunkan rahmat, dan menyibak tabir
permasalahan.”36

1. Rasakan bahwa shalat yang akan


anda kerjakan adalah sholat untuk
yang terakhir kalinya

Nabi menasehatkan kepada orang yang


melakukan shalat untuk merasa bahwa
shalatnya adalah sholat terakhir baginya.
Karena sudah lumrah bahwa perpisahan akan
membuat seseorang maksimal dalam berucap
dan bertindak, totalitas yang tidak didapati
pada keadaan lainnya. Seperti yang lumrah
terjadi di saat berpergian, seorang yang pergi
dari suatu daerah dengan rencana kembali ke

36 Zaad al-Ma’ad, 4/120

45
daerah tersebut, berbeda dengan orang yang
pergi tanpa ada rencana ingin kembali. Seorang
yang berpisah, akan melakukan totalitas
(meninggalkan jejak baik) yang tidak dilakukan
oleh yang lainnya.

Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad, Sunan


Ibnu Majah dan yang lainnya, dari hadis Abu
Ayub al Anshori- radhiyallahu’anhu– bahwa ada
seorang laki-laki menemui Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam lalu berkata, “Beri aku nasehat
singkat”. Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,

‫ص ََلةَ ُم َودِع َو َل تَكَلَّ ْم ِبك َََلم‬


َ ‫ص ِل‬ َ ‫ِإذَا قُمْ تَ فِي‬
َ َ‫ص ََلتِكَ ف‬
ِ َّ‫اس ِممَّا فِي يَد َْي الن‬
‫اس‬ َ َ‫اإلي‬ِ ْ ْ‫اج َمع‬
ْ ‫غدًا َو‬َ ُ‫ت َ ْعتَذ ُِر ِم ْنه‬
“Jika kamu hendak melaksanakan shalat,
shalatlah seperti shalat terakhir, jangan
mengatakan sesuatu yang membuatmu minta
maaf di kemudian hari dan kumpulkan keputus-
asaan terhadap apa yang ada pada manusia”

2. Thumaninah dalam Shalat

Diantara kesalahan fatal yang dilakukan oleh


sebagian kaum Muslimin dalam shalat mereka
adalah meninggalkan thuma’ninah, padahal

46
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganggapkan orang yang tidak
melakukannya sebagai pencuri terjelek.

Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad


rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

‫ َيا‬:‫ قَالُوا‬،‫صَلتِ ِه‬


َ ‫ق ِم ْن‬ ُ ‫س ِرقَةً الَّذِى يَس ِْر‬
َ ‫اس‬ ِ َّ‫أَس َْوأ ُ الن‬
‫ “لَ يُتِم‬:‫صَلَتِ ِه؟ قَا َل‬
َ ‫ق ِم ْن‬ ُ ‫ْف يَس ِْر‬ َّ ‫َرسُو َل‬
َ ‫ َو َكي‬،ِ‫اّلل‬
ُ َ‫ع َها َول‬
‫سجُودَ َها‬ َ ‫ُر ُكو‬
“Pencuri terjelek adalah orang yang mencuri
(sesuatu) dari shalatnya.’ Para Shahabat
Radhiyallahu anhum bertanya, ‘Wahai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !
Bagaimana seseorang mencuri sesuatu dari
shalatnya ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ‘Dia tidak menyempurnakan ruku’
dan sujudnya.’

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wa sallam menganggap orang yang mencuri
sesuatu dari shalatnya lebih buruk daripada
orang yang mencuri harta.

Thuma’ninah dalam shalat itu termasuk salah


satu rukun shalat. Shalat tidak dianggap sah
tanpa ada thuma’ninah. Rasulullah Shallallahu

47
‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kepada
salah seorang shahabat yang melakukan shalat
dengan buruk :

‫آن‬ ِ ْ‫ِإذَا قُمْ تَ ِإلَى الص َََّل ِة فَك َِبرْ ث ُ َّم ْاق َرأْ َما تَيَس ََّر َمعَكَ ِم ْن ْالقُر‬
‫ث ُ َّم ارْ كَعْ َحتَّى ت َ ْط َمئِ َّن َرا ِكعًا ث ُ َّم ارْ فَعْ َحتَّى ت َ ْعت َ ِد َل قَائِ ًما ث ُ َّم‬
‫اجدًا ث ُ َّم ارْ فَعْ َحتَّى ت َ ْط َمئِ َّن َجا ِلسًا ث ُ َّم‬ َ ‫س ُج ْد َحتَّى ت َ ْط َمئِ َّن‬
ِ ‫س‬ ْ ‫ا‬
‫ص ََلتِكَ ُك ِل َها‬ َ ‫ْافعَ ْل ذَ ِلكَ فِي‬
Jika engkau berdiri hendak melakukan shalat,
maka bertakbirlah, kemudian bacalah ayat al-
Qur’an yang mudah bagimu. Setelah itu,
ruku’lah sampai engkau benar-benar ruku’
dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah
sampai engkau tegak berdiri, setelah itu,
sujudlah sampai engkau benar-benar sujud
dengan thuma’ninah. Kemudian, bangunlah
sampai engkau benar-benar duduk dengan
thuma’ninah. Lakukanlah itu dalam shalatmu
seluruhnya !37

Dari hadits ini, para ahli ilmu mengambil


kesimpulan bahwa orang yang tidak meluruskan
tulang punggungnya dalam ruku’ dan sujudnya,
maka shalatnya tidak sah dan dia wajib

37 HR. al-Bukhari,no. 757 dan Muslim,no. 397 dari hadits Abu

Hurairah Radhiyallahu anhu

48
mengulanginya, sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada salah
shahabat yang melakukan shalatnya dengan
tidak benar di atas :

َ ُ ‫ص ِل فَ ِإنَّكَ لَ ْم ت‬
‫ص ِل‬ َ َ‫ارْ ِجعْ ف‬
“Kembalilah dan shalatlah ! karena
sesungguhnya engkau belum melakukan
shalat.”

Dalam banyak hadits, sering disebutkan


perintah agar kaum Muslimin mengerjakan dan
menyempurnakan shalat serta peringatan keras
dari perbuatan meninggalkan thuma’ninah atau
menghilangkan salah satu rukun ataupun hal-
hal yang diwajibkan dalam shalat. Diantara
adalah hadits yang disebutkan di atas , juga
hadits-hadits berikut :

1. Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari


Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

َ ْ‫أَتِموا الر ُكو‬


َ‫ع َوالسجُوْ د‬

49
“Sempurnakanlah ruku’ dan sujud kalian.”38

Kesempurnaan itu akan terealisasi jika


keduanya dilakukan dengan thuma’ninah

2. Diantara dalil juga adalah hadits yang


diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah
dengan sanad yang shahih dari Ali bin Syaiban,
beliau Radhiyallahu anhu mengatakan, “Kami
shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam lalu sepintas Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam melihat dengan mata beliau,
ada seorang lelaki yang tidak meluruskan tulang
punggungnya dalam ruku’ dan sujud. Setelah
selesai shalat, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.

‫صَلَةَ ِل َم ْن لَ يُ ِق ْي َم ص ُْل َبهُ فِي‬ ْ ‫َيا َم ْعش ََر ْال ُم‬


َ َ‫س ِل ِميْنَ ل‬
‫الر ُكوْ عِ َوالسجُوْ ِد‬
“Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi
orang yang tidak meluruskan tulang
punggungnya dalam ruku’ dan sujud”39

38 HR. al-Bukhari,no. 6644 dan Muslim,no. 425

39 HR. Ahmad, no. 16297; Ibnu Majah, no. 871. Hadits ini dinilai

shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul


Jami’, no. 7977
50
Maksudnya, dia tidak meluruskan punggungnya
setelah ruku dan sujud. Jadi, hadits ini
menunjukkan bahwa berdiri dan duduk serta
thuma’ninah pada keduanya termasuk rukun.

3. Abu Ya’la rahimahullah meriwayatkan dalam


Musnadnya40 dengan sanad yang hasan :

َّ ‫سجُو ِد ِه أَن َرسُو َل‬


ِ‫اّلل‬ ُ ‫عهُ يَ ْنقُ ُر فِي‬َ ‫َرأَى َرجَُل ل يُتِ َّم ُر ُكو‬
ْ‫ لَو‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل‬، ‫ص ِلي‬
َ ِ‫اّلل‬ َ ُ‫َو ُه َو ي‬
‫صلَّى‬ َ ‫غي ِْر ِملَّ ِة ُم َحمَّد‬َ ‫علَى‬ َ َ‫علَى َحا ِل ِه َه ِذ ِه َمات‬ َ ‫َماتَ َهذَا‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫هللا‬
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihat seorang laki-laki tidak
menyempurnakan ruku’nya, dan mematuk di
dalam sujudnya, ketika dia sedang shalat, maka
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika orang ini mati dalam keadaannya seperti
itu, dia benar-benar mati tidak di atas agama
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam “.

Ini adalah ancaman keras, dikhawatirkan


pelakunya mengalami su-ul khatimah, yaitu

40 no. 7184; dan diriwayatkan juga oleh Ath-Thabarani di dalam

al-Kabir, no. 3840; dihasankan oleh al-Albani dalam Shifat


Shalat, hlm. 131)

51
mati tidak di atas agama Islam, kita berlindung
kepada Allah dari keadaan demikian.

4. Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari


Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata :

َّ ‫بِث َ ََلث َونَ َهانِي ع َْن ث َ ََلث … َونَ َهانِي أ َ َم َرنِي َرسُو ُل‬
ِ‫اّلل‬
‫ب َو ْالتِفَات‬ ِ َ‫ِيك َوإِ ْقعَاء َك ِإ ْقع‬
ِ ‫اء ْالك َْل‬ ِ ‫ع َْن نَ ْق َرة َكنَ ْق َر ِة الد‬
ِ َ‫ت الث َّ ْعل‬
‫ب‬ ِ ‫ك َْالتِفَا‬
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahku dengan tiga perkara dan
melarangku dari tiga perkara… melarangku dari
mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk
iq’a seperti duduk iq’anya anjing, dan menoleh
seperti menolehnya musang”.41

5. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab


Shahihnya (no. 791) :

ُ‫سجُودَه‬ ُ ‫عهُ َو َل‬ َ ‫ان َرأَى َرج ًَُل َل يُ ِتم ُر ُكو‬ِ ‫أ َ َّن ُحذَ ْيفَةَ بْنَ ال َي َم‬
ُ‫سبُه‬ َ ‫ص ََلتَهُ قَا َل لَهُ ُحذَ ْيفَةُ “ َما‬
ِ ‫صلَّ ْيتَ قَا َل َوأ َ ْح‬ َ ‫فَلَمَّا قَضَى‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫سنَّ ِة ُم َحمَّد‬ َ ‫علَى‬
ُ ‫غي ِْر‬ َ ‫ت‬ َّ ‫قَا َل لَوْ ُم‬
َّ ‫ت ُم‬

41 HR. Ahmad, no. 8106; dihasankan oleh al-Albani di dalam

Shahih at-Targhib, no. 555

52
‫غي ِْر ْال ِف ْط َر ِة الَّتِي فَ َط َر‬
َ ‫علَى‬ َّ ‫ت ُم‬
َ ‫ت‬ َّ ‫ َو َلوْ ُم‬:-‫” –وفي رواية‬
َ ‫سلَّ َم‬
‫علَ ْي َها‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫اّللُ ُم َح َّمدًا‬
َّ
Bahwa Hudzaifah bin al-Yaman melihat seorang
laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan
sujudnya. Ketika dia sudah menyelesaikan
shalatnya, Hudzaifah berkata kepadanya:
“Engkau belum mengerjakan shalat”. Perawi
berkata, ‘Dan aku mengira Hudzaifah berkata
kepadanya, “Jika engkau mati (padahal
shalatmu seperti ini), engkau mati tidak di atas
sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ”. Di dalam satu riwayat, “Jika engkau
mati (padahal shalatmu seperti ini), engkau
mati tidak di atas fithrah yang Allah jadikan
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
atas fathrah tersebut”.

6. Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari


Thalq bin ‘Ali Radhiyallahu anhu, dia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

ُ‫عبْد َل يُ ِقي ُم فِي َها ص ُْلبَه‬ َ ‫اّللُ ع ََّز َو َج َّل إِلَى‬


َ ‫ص ََل ِة‬ ُ ‫َل يَ ْن‬
َّ ‫ظ ُر‬
ُ ‫بَيْنَ ُر ُكو ِع َها َو‬
‫سجُو ِد َها‬
“Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat shalat
seorang hamba yang tidak di dalam shalatnya

53
tidak menegakkan tulang punggungnya di
antara ruku’ dan sujudnya.”

Dalam shalat, kekhusyuan (yakni hadirnya hati) harus


ada meskipun hanya sebentar, kalau tidak ada sama
sekali, maka bisa batal shalatnya. Oleh karena itu, boleh
saja ketika shalat terlintas di pikirannya masalah lain
yang tidak terkait dengan shalat asalkan ketika ingat ia
segera kembali memperhatikan shalatnya. Hal ini
karena ketika seseorang shalat, setan akan datang
menggodanya dengan mengingatkan masalah-masalah
lain di luar shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫س َم َع‬ ْ َ‫ض َراط َحتَّى َل ي‬ ُ ُ‫ان َولَه‬ ُ ‫ش ْي َط‬َّ ‫ِي ِللص َََّل ِة أ َ ْدبَ َر ال‬
َ ‫ِإذَا نُود‬
َ ‫التَّأ ْ ِذينَ فَ ِإذَا قَضَى النِدَا َء أ َ ْقبَ َل َحتَّى إِذَا ث ُ ِو‬
‫ب بِالص َََّل ِة أ َ ْدبَ َر‬
‫س ِه‬ِ ‫يب أ َ ْق َب َل َحتَّى َي ْخ ِط َر َبيْنَ ْال َمرْ ِء َونَ ْف‬
َ ‫َحتَّى ِإذَا قَضَى التَّثْ ِو‬
‫اذ ُكرْ َكذَا ِل َما لَ ْم يَ ُك ْن يَ ْذ ُك ُر َحتَّى يَ َظ َّل الرَّ ُج ُل‬ ْ ‫اذ ُكرْ َكذَا‬ْ ‫يَقُو ُل‬
‫صلَّى‬ َ ‫َل يَ ْد ِري َك ْم‬
“Apabila azan shalat dikumandangkan, maka setan
akan lari menjauh sampai buang angin sehingga ia tidak
mendengar suara azan. Setelah azan selesai
dikumandangkan, ia pun datang lagi. Kemudian apabila
iqamat dikumandangkan setan pun lari menjauh.
setelah iqamat selesai, ia datang lagi lalu membisikkan
dalam diri seseorang, “Ingatlah masalah ini! Ingatlah
masalah itu!” Padahal sebelumnya ia tidak ingat.

54
Akibatnya seseorang shalat tidak ingat lagi berapa rak’at
yang sudah dikerjakannya.”42

3. Tenang dan Tidak Terburu-buru


Ketika Hendak Menuju Shalat

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َّ ‫علَ ْي ُك ْم بِال‬
‫س ِكينَ ِة‬ َّ ‫شوا إِلَى ال‬
َ ‫ َو‬، ‫صَلَ ِة‬ ُ ْ‫اإلقَا َمةَ فَام‬ َ ‫إِذَا‬
ِ ‫س ِم ْعت ُ ُم‬
‫صلوا َو َما فَات َ ُك ْم فَأ َ ِتموا‬ َ َ‫ فَ َما أ َ ْد َر ْكت ُ ْم ف‬، ‫عوا‬ُ ‫َو ْال َوقَ ِار َولَ تُس ِْر‬
“Jika kalian mendengar iqomah, maka
berjalanlah menuju shalat. Namun bersikap
tenang dan khusyu’lah. Gerakan imam yang
kalian dapati, ikutilah. Sedangkan yang luput
dari kalian, sempurnakanlah.”43

Suatu hari, saat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi


wassallam shalat, beliau mendengar suara
gaduh di belakang. Seusai shalat Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallam bertanya kepada
para sahabat, “apa gerangan yang telah terjadi,
sehingga terdengar suara gaduh pada saat
shalat?” Para sahabat menjawab: “Kami

42 HR Muslim

43 HR. Bukhari no. 636 dan Muslim no. 602

55
tergesa-gesa mendatangi shalat”. Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallam kemudian
bersabda: ”Jika kalian mendatangi shalat
hendaklah kalian (berjalan dengan) tenang.
Ikutilah raka’at yang dapat kalian ikuti dan
sempurnakanlah raka’at yang tertinggal.”44

Tergesa-gesa adalah kondisi psikogis seseorang


yang secara emosional ingin cepat-cepat
melakukan sesuatu, kosong dari pertimbangan
fikiran. Karena tanpa pertimbangan terlebih
dahulu, maka aktivitas yang dilakukannya juga
tidak produktif.

Apa yang terjadi dengan beberapa sahabat


Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam seperti
dalam kisah di atas juga menggambarkan,
bahwa bila shalat dilakukan dengan tidak
tenang dan terburu-buru akan merefleksikan
shalat yang tidak khusyu’. Shalat tidak khusyu’
tentunya bukanlah shalat yang produktif, karena
tidak menghasilkan pahala, kecuali hanya
capek semata.

Larangan tergesa-gesa ini merupakan aturan


Islam yang mengandung nilai-nilai luar biasa.

44 HR Bukhari Muslim

56
Orang tergesa-gesa biasanya tidak bisa
mengontrol emosi dan pikirannya. Bahkan
terkadang pikiran itu kosong dan emosinya
dibiarkan mengeplong. Jika pikiran dan hati
kosong, maka itu akan menjadi tempat
kesukaan syaitan. Sehingga benarlah sabda
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam :

‫األناة من هللا والعجلة من الشيطان‬

“Ketenangan itu dari Allah dan tergesa-gesa itu


dari syaitan”45

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin


Rohimahullah mengatakan “Terburu-burunya
seseorang ketika berjalan menuju sholat
merupakan sebuah hal yang dilarang. Karena
Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam
memerintahkan kita untuk mendatangi sholat
dengan tenang dan tidak terburu-buru dan
melarang kita tergesa-gesa. Namun sebagian
ulama berpendapat tidak mengapa terburu-
buru (berjalan untuk mendatangi sholat) serta
hal tersebut tidaklah tercela jika khawatir

45 HR. Turmudzi dalam Sunan Turmudzi Bab Maa Jaa fii al-

Ta’anni wa al-’Ajalah hadis no. 1935 juga terdapat dalam al-


Muntaqa syarh Muwattha’ Malik

57
terluput roka’at (bersama imam). Misalnya
ketika imam telah ruku’ sehingga sang makmum
tergesa-gesa mendatangi sholat, maka hal ini
sering dikerjakan sebagian orang dan pelakunya
tidak tercela. Bahkan Anda akan mendapati
sebagian orang berlari dengan terburu-buru
sekali. Namun (menerut beliau Rohimahullah)
hal tersebut tercela dan dilarang. Bahkan
mendatangi sholat dengan penuh ketenangan
dan tidak tergesa-gesa lebih utama walaupun
dikhawatirkan terluput roka’at bersama imam
berdasarkan keumuman hadits”.46

46 Fataawaa Arkaanil Islaam oleh Syaikh Muhammad bin

Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 307 Terbitan Dar


Tsuroya, Riyadh, KSA.

58
Makna Gerakan Dalam Sholat

1. Menghadap Kiblat dan Menyusun


Shaf Shalat

Setiap mushalli hendaknya datang ke masjid


lebih awal agar menernpati shaf pertama di
belakang imam. lngat akan hadits Nabi
Shalallahu alaihi wassallam, dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda,

‫َّف ْاألَوَّ ِل ث ُ َّم َل ْم‬


ِ ‫َاء َوالص‬ ِ ‫اس َما فِي النِد‬ ُ َّ‫لَوْ يَ ْعلَ ُم الن‬
‫ست َ َه ُموا‬ ْ ‫علَ ْي ِه َل‬
َ ‫ست َ ِه ُموا‬ْ َ‫يَ ِجدُوا إِ َّل أ َ ْن ي‬
“Seandainya manusia mengetahui apa yang ada
(yaitu keutamaan) di dalam seruan (adzan) dan
shaf pertama, lalu mereka tidak bisa
mendapatkan shaf tersebut kecuali dengan
undian, sungguh mereka akan melakukan
undian untuk mendapatkannya.”47

Diantara syarat shalat lainnya adalah


Menghadap kiblat, dijelaskan dalam firman-Nya
:

47 HR. Bukhari 580

59
ً‫س َم ۤا ۚ ِء فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَة‬ َ ‫قَ ْد نَ ٰرى تَقَل‬
َّ ‫ب َو ْج ِهكَ فِى ال‬
‫ضى َها ۖ فَ َو ِل َو ْج َهكَ ش َْط َر ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام‬ ٰ ْ‫تَر‬
“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering
menengadah ke langit, maka akan Kami
palingkan engkau ke kiblat yang engkau
senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram.” (QS Al Baqarah : 144)

Makna semua yang diinginkan tiada lain agar


hati setiap mushalli48 ltu hidup ketika
menghadapkan wajahnya ke kiblat. Menyadari
bahwa ia sedang menghadapkan hatinya pada
Allah melalui shalat tersebut. Karena Dialah
pokok dari segala yang pokok dan tempat kita
mengembalikan segala urusan dan persoalan
hidup. Hati merupakan tempat yang selalu
dilihat Allah di dalam shalatrya. Oleh karena itu,
hendaknya mushalli meluruskan niat benar-
benar karena Allah, tanpa mempersekutukan
Allah

Sadar bahwa dirinya akan menghadap Allah,


maka lepaskanlah semua pikiran yang
bercabang-cabang dari kesibukan duniawi.

48 Orang yang hendak sholat

60
Allah Ta’ala berfirman :

‫سلُوْ ا‬ َ ‫ۗ تَقُوْ لُوْ نَ َو َل ُجنُبًا ا َِّل عَابِ ِر ْي‬


ِ َ ‫سبِيْل َحتّٰى ت َ ْغت‬
"Hai orang-orang yang beriman Janganlah
kamu shalat sedang kamu dalam keadaan
mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan..." (QS An-Nisaa' : 43)

Betapa banyak orang sholat seakan-akan


mabuk49 padahal mereka tidak minum alkohol
(arak), sehingga mereka tidak mampu
memahami apa yang diucapkan di dalam
shalatnya.

Kemudian yang harus diciptakan adalah


suasana kerapian dalam menyusun shaf, agar
betul-betul lurus

49 karena disibukkan oleh pikirannya tentang perkara dunia

61
(sumber : google.com)

Sebab Allah dan Rasul-Nya yang


memerintahkan demikian, Dari Anas
radhiyallahuanhu menyatakan bahwa
Rasulullah shalallahu alaihi wassallam
bersabda :

ِ ‫س ِويَةَ الص‬
‫َّف ِم ْن ت َ َم ِام الص َََّل ِة‬ ْ َ ‫صفُوفَ ُك ْم فَ ِإ َّن ت‬
ُ ‫سووا‬
َ
Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena
sesungguhnya lurusnya shaf termasuk
kesempurnaan shalat.50

50 HR Muslim

62
Dan jika kita tidak meluruskan shalat maka kita
akan diganggu oleh setan dan membuat sholat
kita tidak khusyu’

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu,


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫اق؛‬ِ َ‫ َو َحاذُوا ِباأل ْعن‬، ‫ َوقَ ِاربُوا بَ ْينَ َها‬، ‫صفُوفَ ُك ْم‬ ُ ‫ُرصوا‬
َّ ‫فَ َوالَّذِي نَ ْفسِي بِيَ ِد ِه إنِي أل َ َرى ال‬
‫ش ْي َطانَ يَ ْد ُخ ُل ِم ْن َخلَ ِل‬
ُ‫ َكأَنَّ َها ال َحذَف‬، ‫َّف‬
ِ ‫الص‬
“Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di
antara shaf-shaf tersebut! Sejajarkan leher-
leher. Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-
Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat
setan masuk dari celah shaf, seakan-akan setan
itu anak-anak kambing”51

Didalam meluruskan shaf harus dipahami


bahwa islam mengajarkan ketertiban dan
kerapian, maknanya yaitu melahirkan sikap
kekerabatan (talhim) dan persaudaran
(ukhuwah) sesama muslim tanpa membeda-
bedakan yang kaya dan si miskin.

51 HR. Abu Daud no. 667, An Nasa-i no. 815, dishahihkan Al

Albani dalam Shahih Abu Daud

63
2. Niat dan Takbiratul Ihram

Niat itu bersemayam di dalam hati dan


bertujuan untuk merealisasikan perintah Allah
dengan mengabdikan diri kepada-Nya terhadap
semua yang diperintahkan kepada hamba-Nya.
Sepatutrya untuk menjadikan niat semata-mata
ikhlas karena Allah tanpa diliputi kepalsuan apa
pun, maka, setiap amalan haruslah dimulai
dengan niat. Bagi mushalli, wajib menghadirkan
seluruh motivasinya untuk meneguhkan niatnya
dalam shalat fardhu ataupun yang sunnah,
namun tidak perlu dilafalkan dalam bentuk
ucapan lisan, cukup niat berada di dalam hati.

Takbiratul ihram merupakan takbir yang


pertama kali dibaca ketika shalat, sebagai
pembuka shalat.

64
Disebut takbiratul ihram yang artinya takbir yang
mengharamkan, karena takbir ini menjadi batas
diharamkannya melakukan hal lain yang tidak
berkaitan dengan shalat. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َوت َ ْح ِليلُ َها‬،‫ير‬


ُ ِ‫ َوت َ ْح ِري ُم َها الت َّ ْكب‬،‫ُور‬ ُ ‫ِم ْفتَا‬
ُ ‫ح الص َََّل ِة الطه‬
ْ َّ ‫الت‬
‫س ِلي ُم‬
“Kunci halat adalah bersuci, memulainya
dengan takbir, dan mengakhirinya dengan
salam.”52

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫سلَّ َم إِذَا دَ َخ َل فِي الص َََّل ِة‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫كَانَ َرسُو ُل‬
َ ِ‫اّلل‬
‫َرفَ َع يَدَ ْي ِه َمدًّا‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
memulai shalat, beliau mengangkat kedua
tangannya dengan dibentangkan.”53

Takbir diperuntukkan agar bangkitnya aktivitas


hati hanya untuk Allah, bukan untuk selain-Nya.

52 HR. Abu Daud 61, Turmudzi 3, & disahihkan al-Albani

53 HR. Abu Daud 753, Turmudzi 240, dan dishahihkan al-Albani

65
Sebab, dalam kalimat takbir “Allahu Akbar”
artinya bahwa Allah Mahaagung dan Lebih
Agung dari segala yang agung didunia ini.

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin


rahimahullah mengungkap rahasia tersebut,
beliau berkata:

‫كل‬ َّ ‫وحُذف المف‬


ِ ‫ أكبر ِمن‬،‫ضل عليه ليتناول ك َّل شيء‬
َّ ‫شيء‬
‫عز وج َّل‬
“(Dalam ucapan Takbir ) Sesuatu yang lain -yang
kebesarannya berada di bawah kebesaran
Allah- tidaklah disebutkan, guna mencakup
segala sesuatu (selain Allah), (dengan
demikian, kesimpulannya) Allah ‘Azza wa Jalla
lebih besar dari segala sesuatu (baca: Allah
Maha Besar)”54

Adapun Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin


rahimahullah menjelaskan makna lafadz
“Allahu Akbar” ,

‫ أن هللا تعالى أكبر من كل شيء في ذاته و أسمائه‬:‫معناها‬


‫و صفاته و كل ما تحتمله هذه الكلمة من معنى‬

54 Syarhul Mumti‘ : 3/29

66
“Maknanya adalah bahwa Allah Ta’ala lebih
besar dari segala sesuatu, dalam Dzat, nama-
nama dan sifat-sifat-Nya serta seluruh makna
yang tercakup di dalam lafadz ini”55

Oleh karena itu, sepatutnya hati membenarkan


ucapan tersebut, sehingga tidak disibukkan
dengan selain (kepentingan) shalat.

Mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram


merupakan tanda penghormatan terhadap
kedudukan Allah, bagi si mushalli serasa
melepaskan diri dari kesibukan serta
problematika hidup di dunia, yang bersamaan
dengan itu ia menyerahkan segala urusan itu ke
pada Allah Yang Maha Agung dan menyakini
bahwa Allah Yang Maha Agung dan Maha
Perkasa akan memudahkan segala urusan
tersebut.

55 Syarhul Mumti‘ : 3/28

67
3. Membaca Doa Istiftah dan
Ta’awudz

Doa Istiftah adalah doa yang dibaca ketika


shalat, antara takbiratul ihram dan ta’awudz
sebelum membaca surat Al Fatihah.

Hukum membacanya adalah sunnah.


Diantaranya dalilnya adalah hadist dari Abu
Hurairah:

‫سلَّ َم إذا كبَّر في الصَلة؛‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ ‫كان رسول هللا‬
‫ يا رسول هللا! بأبي أنت‬:‫ فقلت‬.‫سكتَ ُهنَيَّة قبل أن يقرأ‬
:‫وأمي؛ أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال‬
‫ … ” فذكره‬:‫” أقول‬
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam setelah bertakbir ketika shalat, ia
diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka
aku pun bertanya kepada beliau, wahai
Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan
ibuku, aku melihatmu berdiam antara takbir dan
bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika itu
adalah:… (beliau menyebutkan doa istiftah)”
(Muttafaqun ‘alaih)

Diantara bacaan Doa istiftah yang paling banyak


diamalkan adalah :

68
َ‫س ُمكَ َوتَعَالَى َجدكَ َو َل ِإلَه‬ َ َ‫س ْب َحانَكَ اللَّ ُه َّم َو ِبحَمْ ِدكَ تَب‬
ْ ‫اركَ ا‬ ُ
َ
َ‫غي ُْرك‬
“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-
Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh
berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang
berhak disembah selain Engkau”56

Doa ini juga diriwayatkan dari sahabat lain


secara marfu’, yaitu dari ‘Aisyah, Anas bin Malik
dan Jabir Radhiallahu’anhum. Bahkan Imam
Muslim membawakan riwayat :

: ‫أن عمر بن الخطاب كان يجهر بهؤلء الكلمات يقول‬


‫ ول‬. ‫ تبارك اسمك وتعالى جدك‬. ‫سبحانك اللهم وبحمدك‬
‫إله غيرك‬
“Umar bin Khattab pernah menjahrkan doa ini
(ketika shalat) : (lalu menyebut doa di atas)”57

Demikianlah, doa ini banyak diamalkan oleh


para sahabat Nabi, sehingga para ulama pun
banyak yang lebih menyukai untuk

56 HR.Abu Daud 1/124, An Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10,

Ad Darimi 1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id


Al Khudri, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi
1/252

57
69
mengamalkan doa ini dalam shalat. Selain itu
doa ini cukup singkat dan sangat tepat bagi
imam yang mengimami banyak orang yang
kondisinya lemah, semisal anak-anak dan orang
tua.

Semua ucapan doa tersebut dimaksudkan


sebagai tanda penyerahan untuk berdiri tegak
bersimpuh di bawah kekuasaan Allah, bertasbih
dan bertahmid, memohon kebersihan dan
kesucian, serta jauh dari noda dosa dan
kesalahan, membasuhnya dengan berbagai
jenis air, menghadapkan muka pada Allah
semata. Si mushalli ketika itu menghidupkan
pengertian tersebut dengan seluruh upaya dan
menyucikan jiwanya, mengarungi perjalanan
hidup dalam shalat, dengan bekal ruh inilah
keluar dari kemelut dunia, dari kekejian dan
kemungkaran.

Ta’awudz

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum


membaca ta’awudz ketika shalat. Jumhur
(mayoritas) ulama menyatakan bahwa
hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Di
antara ulama kontemporer yang berpendapat

70
bahwa hukumnya sunnah adalah Syaikh
Masyhur Hasan Salman58

Sebagian ulama yang lain, di antaranya adalah


‘Atha’, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Auza’i, dan Ibnu
Hazm rahimahumullahu Ta’ala, menyatakan
bahwa hukum membacanya adalah wajib.59

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

‫يم‬ ِ ‫ش ْي َط‬
ِ ‫ان الرَّ ِج‬ َّ ‫اّللِ ِمنَ ال‬ ْ ‫فَ ِإذَا قَ َرأْتَ ْالقُرْ آنَ فَا‬
َّ ِ‫ست َ ِع ْذ ب‬
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, mintalah
perlindungan kepada Allah dari setan yang
terkutuk.” (QS. An-Nahl : 98)

Ayat di atas menunjukkan perintah untuk


meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala
ketika hendak membaca Al-Qur’an. Dan
sebagaimana kita ketahui dalam ilmu ushul fiqh
bahwa hukum asal perintah adalah wajib.

Dari dua pendapat di atas, pendapat yang lebih


tepat adalah pendapat jumhur ulama yang
menyatakan sunnah. Hal ini karena terdapat
dalil yang memalingkan perintah Allah Ta’ala

58 Al-Qaulul Mubiin, hal. 109

59 Shahih Fiqh Sunnah, 1: 331

71
dalam surat An-Nahl ayat 98 dari hukum asal
wajib menjadi sunnah (dianjurkan).

Bacaan Ta’awudz yang dianjurkan :

،ِ‫يم ِم ْن َهمْ ِزه‬ ِ ‫ش ْي َط‬


ِ ‫ان الرَّ ِج‬ ِ ‫يع ْالعَ ِل‬
َّ ‫يم ِمنَ ال‬ َّ ِ‫عوذُ ب‬
ِ ‫اّللِ الس َِّم‬ ُ َ‫أ‬
‫ َونَ ْفثِ ِه‬،‫َونَ ْف ِخ ِه‬
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha
mendengar dan Maha mengetahui dari setan
yang terkutuk, dari gangguannya, dari tiupannya
dan dari semburannya.”

Atau :

‫يم‬ ِ ‫ش ْي َط‬
ِ ‫ان الرَّ ِج‬ َّ ِ‫عوذُ ب‬
َّ ‫اّللِ ِمنَ ال‬ ُ َ‫أ‬
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk.”60

Tujuan membaca ta’wudz ini adalah memohon


perlindungan Allah dari godaan setan yang
terkutuk, Nabi shalallahu ‘alaihi wassallam
bersabda :

60 Shifat Shalat Nabi (hal. 89-90), karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath-

Tharifi dan Shahih Fiqh Sunnah (1: 332), karya Syaikh Abu Malik
Kamal bin As-Sayyid Salim.

72
Dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu’anhu ia
berkata:

َ‫ش ْي َطانَ ق ْد َحا َل َب ْينِي وبيْن‬ َّ ‫إن ال‬ َّ ،ِ‫يا َرسو َل هللا‬
ِ‫ فَقا َل َرسو ُل هللا‬،‫علَ َّي‬ َ ‫س َها‬ ُ ‫ص ََلتي َوقِ َرا َءتي يَ ْل ِب‬ َ
،‫ ذَاكَ شي َطان يُقَا ُل له َخ ْن َزب‬:‫اّللُ عليه وسلَّ َم‬ َّ ‫صلَّى‬ َ
َ َ‫ َواتْ ِف ْل علَى ي‬،‫باّللِ منه‬
َ‫س ِارك‬ ْ َ
َّ ‫ستَهُ فتَعَوَّ ذ‬ ْ ‫س‬ َ
َ ‫فَ ِإذا أ ْح‬
َ
‫اّللُ عَنِي‬ ْ َ‫ت ذلك‬
َّ ُ‫فأذ َهبَه‬ ُ ‫ فَفَعَ ْل‬:‫ث َ ََلثًا قا َل‬
Wahai Rasulullah, setan telah menghalangi
antara aku dan shalatku serta mengacaukan
bacaanku. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “itu adalah setan yang
disebut dengan Khanzab. Jika engkau
merasakan sesuatu (gangguan) maka bacalah
ta’awwudz dan meniuplah ke kiri 3x”. Utsman
mengatakan: “aku pun melakukan itu, dan Allah
pun menghilangkan was-was setan dariku”61

61 HR. Muslim no.2203

73
4. Membaca Al-Fatihah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


yang artinya, “Tidak ada shalat bagi orang yang
tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).”62

Makna bacaan Basmalah

‫يم‬ ِ ‫بِس ِْم هللاِ الرَّ ْح‬


ِ ‫من الرَّ ِح‬
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya


meminta barokah dengan menyebut seluruh
nama Allah.” Meminta barokah kepada Allah
artinya meminta tambahan dan peningkatan
amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah
milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah
bukanlah milik manusia, yang bisa mereka
berikan kepada siapa saja yang mereka
kehendaki”63

62 HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu

‘anhu)

63 Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz

Alus Syaikh hafizhahullah


74
Allah adalah satu-satunya sesembahan yang
berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta,
takut dan harap. Segala bentuk ibadah hanya
boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan
Ar-Rahiim adalah dua nama Allah di antara
sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya.
Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang
yang begitu luas dan agung. Rahmat Allah
meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya
melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna
kepada hamba-hamba yang bertakwa dan
mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka
inilah orang-orang yang akan mendapatkan
rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang akan
mengantarkan mereka menuju kebahagiaan
abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan
tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan
terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna
ini64

Penjelasan Kandungan Surat

Makna Ayat Pertama

ِ ‫ْالحَمْ دُ ّللِ َر‬


‫ب ْال َعالَ ِم‬

6464

75
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru
sekalian alam.”

Makna Alhamdu adalah pujian kepada Allah


karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga
karena perbuatan-perbuatanNya yang tidak
pernah lepas dari sifat memberikan karunia
atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah
senantiasa mengandung hikmah yang
sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang
hamba akan semakin bertambah sempurna
apabila diiringi dengan rasa cinta dan
ketundukkan dalam dirinya kepada Allah.
Karena pujian semata yang tidak disertai
dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah
pujian yang sempurna.

Makna dari kata Rabb adalah Murabbi (yang


mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara).
Allah lah Zat yang memelihara seluruh alam
dengan berbagai macam bentuk tarbiyah.
Allahlah yang menciptakan mereka,
memberikan rezeki kepada mereka,
memberikan nikmat kepada mereka, baik
nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk
tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk,
yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah
yang khusus hanya diberikan Allah kepada para
Nabi dan pengikut-pengikut mereka. Di samping

76
tarbiyah yang umum itu Allah juga memberikan
kepada mereka tarbiyah yang khusus yaitu
dengan membimbing keimanan mereka dan
menyempurnakannya. Selain itu, Allah juga
menolong mereka dengan menyingkirkan
segala macam penghalang dan rintangan yang
akan menjauhkan mereka dari kebaikan dan
kebahagiaan mereka yang abadi. Allah
memberikan kepada mereka berbagai
kemudahan dan menjaga mereka dari hal-hal
yang dibenci oleh syariat.

Dari sini kita mengetahui betapa besar


kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul
‘alamiin karena hanya Dialah yang menguasai
itu semua. Allah satu-satunya pengatur,
pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya.
Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di
langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya.
Mereka semua meminta kepada-Nya, baik
dengan ucapan lisannya maupun dengan
ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka
mengadu dan meminta tolong di saat-saat
genting yang mereka alami65

65 Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20

77
Makna Ayat Kedua

‫يم‬ ِ ‫الرَّ ْح‬


ِ ‫مـن الرَّ ِح‬
Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”

Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah nama Allah.


Sebagaimana diyakini oleh Ahlusunnah wal
Jama’ah bahwa Allah memiliki nama-nama yang
terindah. Allah ta’ala berfirman, “Milik Allah
nama-nama yang terindah, maka berdo’alah
kepada Allah dengan menyebutnya.” (QS. Al
A’raaf : 180)

Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh


sebab itu beriman kepada nama-nama dan
sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Dalam
mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ini
kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan
yaitu: (1) Musyabbihah, (2) Mu’aththilah dan (3)
Ahlusunnah wal Jama’ah.

Musyabbihah adalah orang-orang yang


menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat
makhluk. Mereka terlalu mengedepankan sisi
penetapan nama dan sifat dan mengabaikan
sisi penafian keserupaan sehingga terjerumus

78
dalam tasybih (peyerupaan). Adapun
Mu’aththilah adalah orang-orang yang menolak
nama atau sifat-sifat Allah. Mereka terlalu
mengedepankan sisi penafian sehingga
terjerumus dalam ta’thil (penolakan).
Ahlusunnah berada di tengah-tengah. Mereka
mengimani dalil-dalil yang menetapkan nama
dan sifat sekaligus mengimani dalil-dalil yang
menafikan keserupaan. Sehingga mereka
selamat dari tindakan tasybih maupun ta’thil.
Oleh sebab itu mereka menyucikan Allah tanpa
menolak nama maupun sifat. Mereka
menetapkan nama dan sifat tapi tanpa
menyerupakannya dengan makhluk. Inilah
akidah yang dipegang oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya serta para imam dan pengikut
mereka yang setia hingga hari ini. Inilah aqidah
yang tersimpan dalam ayat yang mulia yang
artinya, “Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (QS. Asy Syuura: 11)66

66Al ‘Aqidah Al Wasithiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


dan juga ‘Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahumallahu ta’ala

79
Allah Maha Mendengar dan juga Maha Melihat.
Akan tetapi pendengaran dan penglihatan Allah
tidak sama dengan pendengaran dan
penglihatan makhluk. Meskipun namanya sama
akan tetapi hakikatnya berbeda. Karena Allah
adalah Zat Yang Maha Sempurna sedangkan
makhluk adalah sosok yang penuh dengan
kekurangan. Sebagaimana sifat makhluk itu
terbatas dan penuh kekurangan karena
disandarkan kepada diri makhluk yang diliputi
sifat kekurangan. Maka demikian pula sifat
Allah itu sempurna karena disandarkan kepada
sosok yang sempurna. Sehingga orang yang
tidak mau mengimani kandungan hakiki nama-
nama dan sifat-sifat Allah sebenarnya telah
berani melecehkan dan berbuat lancang kepada
Allah. Mereka tidak mengagungkan Allah
dengan sebagaimana semestinya. Lalu adakah
tindakan jahat yang lebih tercela daripada
tindakan menolak kandungan nama dan sifat
Allah ataupun menyerupakannya dengan
makhluk? Di dalam ayat ini Allah menamai diri-
Nya dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahiim. Di
dalamnya terkandung sifat Rahmah (kasih
sayang). Akan tetapi kasih sayang Allah tidak
serupa persis dengan kasih sayang makhluk.

Makna Ayat Ketiga

80
ِ ‫َما ِل ِك يَوْ ِم الد‬
‫ِين‬
Artinya: “Yang Menguasai pada hari
pembalasan.”

Maalik adalah zat yang memiliki kekuasaan


atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk
memerintah dan melarang orang-orang yang
berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang
berhak untuk mengganjar pahala dan
menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah
yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu
yang berada di bawah kekuasaannya menurut
kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh
dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim)
atau Malik (dengan memendekkan mim).
Maalik maknanya penguasa atau pemilik.
Sedangkan Malik maknanya raja.

Yaumid diin adalah hari kiamat. Disebut sebagai


hari pembalasan karena pada saat itu seluruh
umat manusia akan menerima balasan amal
baik maupun buruk yang mereka kerjakan
sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak
dengan sangat jelas bagi manusia
kemahakuasaan Allah terhadap seluruh
makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali
kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang
dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan

81
penguasa yang dahulunya berkuasa di alam
dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya
tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat
itu semuanya setara, baik rakyat maupun
rajanya, budak maupun orang merdeka. Mereka
semua tunduk di bawah kemuliaan dan
kebesaran-Nya. Mereka semua menantikan
pembalasan yang akan diberikan oleh-Nya.
Mereka sangat mengharapkan pahala kebaikan
dari-Nya. Dan mereka sungguh sangat khawatir
terhadap siksa dan hukuman yang akan
dijatuhkan oleh-Nya. Oleh karena itu di dalam
ayat ini hari pembalasan itu disebutkan secara
khusus. Allah adalah penguasa hari
pembalasan. Meskipun sebenarnya Allah
jugalah penguasa atas seluruh hari yang ada.
Allah tidak hanya berkuasa atas hari kiamat
atau hari pembalasan saja.67

Makna Ayat Keempat

ْ َ‫ِإيَّاكَ نَ ْعبُدُ و ِإيَّاكَ ن‬


ُ ‫ست َ ِع‬
‫ين‬
Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah
dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta
pertolongan.”

67 Taisir Karimir Rahman, hal. 39

82
Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan
isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di
dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka
diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah
na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu.
Dengan mendahulukan objek kalimat yang
seharusnya di belakang menunjukkan adanya
pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah
hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh
menujukan ibadah kepada selain-Nya.
Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami
menyembah-Mu dan kami tidak menyembah
selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu
dan kami tidak meminta tolong kepada selain-
Mu.

Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan


diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa
perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada
yang tampak dan ada juga yang tersembunyi.
Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa
dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila
Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu
dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya,
apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti
Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya.
Dengan demikian ibadah itu luas cakupannya.
Di antara bentuk ibadah adalah do’a,

83
berkurban, bersedekah, meminta pertolongan
atau perlindungan, dan lain sebagainya. Dari
pengertian ini maka isti’anah atau meminta
pertolongan juga termasuk cakupan dari istilah
ibadah. Lalu apakah alasan atau hikmah di balik
penyebutan kata isti’anah sesudah
disebutkannya kata ibadah di dalam ayat ini?

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di


rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah
sebelum isti’anah ini termasuk metode
penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum
sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam
rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di
atas hak hamba-Nya….”

Beliau pun berkata, “Mewujudkan ibadah dan


isti’anah kepada Allah dengan benar itu
merupakan sarana yang akan mengantarkan
menuju kebahagiaan yang abadi. Dia adalah
sarana menuju keselamatan dari segala bentuk
kejelekan. Sehingga tidak ada jalan menuju
keselamatan kecuali dengan perantara kedua
hal ini. Dan ibadah hanya dianggap benar
apabila bersumber dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ditujukan hanya untuk
mengharapkan wajah Allah (ikhlas). Dengan dua
perkara inilah sesuatu bisa dinamakan ibadah.
Sedangkan penyebutan kata isti’anah setelah

84
kata ibadah padahal isti’anah itu juga bagian
dari ibadah maka sebabnya adalah karena
hamba begitu membutuhkan pertolongan dari
Allah ta’ala di dalam melaksanakan seluruh
ibadahnya. Seandainya dia tidak mendapatkan
pertolongan dari Allah maka keinginannya untuk
melakukan perkara-perkara yang diperintahkan
dan menjauhi hal-hal yang dilarang itu tentu
tidak akan bisa tercapai.”68

Makna Ayat Kelima

‫الص َرا َط ال ُمست َ ِقي َم‬


ِ ‫اه ِدنَــــا‬
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”

Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan


berikanlah taufik kepada kami untuk meniti
shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.”
Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas
serta mengantarkan orang yang berjalan di
atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil
menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus
(shirathal mustaqiim) adalah memahami
kebenaran dan mengamalkannya. Oleh karena
itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan
tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya.

68 Taisir Karimir Rahman, hal. 39

85
Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan
lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-
erat agama Islam dan meninggalkan seluruh
agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas
jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami
dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam.
Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu
do’a yang paling lengkap dan merangkum
berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi
diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap
insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam
setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak
lain dan tidak bukan karena memang hamba
begitu membutuhkan do’a ini.69

Makna Ayat Keenam

َ َ‫ِص َرا َط الَّ ِذينَ أَنعَمت‬


ِ َ‫عل‬
‫يه ْم‬
Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang
Engkau berikan nikmat atas mereka.”

Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh


Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan
bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-
orang yang shiddiq/jujur dan benar, para
pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang

69 Taisir Karimir Rahman, hal. 39

86
salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan
‘orang yang diberi nikmat’ ialah setiap orang
yang diberi anugerah keimanan kepada Allah
ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui
apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja
yang dimurkai-Nya, selain itu dia juga
mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal
yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal
yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang
akan mengantarkan hamba menggapai
keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam
yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu,
amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-
perbuatan syirik dan kemaksiatan. Sehingga
dengan ayat ini kita kembali tersadar bahwa
Islam yang kita peluk selama ini merupakan
anugerah nikmat dari Allah ta’ala. Dan untuk
bisa menjalani Islam dengan baik maka kita pun
sangat membutuhkan sosok teladan yang bisa
dijadikan panutan.70

Makna Ayat Ketujuh

َ‫ض ِالين‬ ِ َ‫عل‬


َّ ‫يه ْم َولَ ال‬ َ ‫ب‬ ُ ‫ير ال َمغ‬
ِ ‫ضو‬ ِ ‫غ‬َ

70 Aisarut Tafaasir, hal. 12

87
Artinya: “Bukan jalannya orang-orang yang
dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang
tersesat.”

Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah


mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau
mengamalkannya. Contohnya adalah kaum
Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang
yang tersesat adalah orang yang tidak
mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan
dan kesesatan mereka. Contohnya adalah
orang-orang Nasrani dan semacamnya.
Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi
dan dorongan kepada kita supaya menempuh
jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga
memperingatkan kepada kita untuk menjauhi
jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang
sesat dan menyimpang.71

Pada saat membaca al-Fatihah, misalnya,


terungkap sebuah dialog penuh makna. Dalam
hadist Qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman :

،َ‫سأَل‬ ْ ‫صفَي ِْن َو ِلعَ ْبد‬


َ ‫ِي َما‬ ْ ِ‫ِي ن‬ َ َ‫صَلَةَ بَ ْينِ ْي َوبَيْن‬
ْ ‫ع ْبد‬ َ َ‫ق‬
ُ ْ‫سم‬
َّ ‫ت ال‬

71 Aisarut Tafaasir, hal. 13 dan Taisir Karimir Rahman hal. 39

88
:‫ قَا َل هللاُ تَعَلَى‬، َ‫ب ْالعَالَ ِمين‬
ِ ‫ ا َ ْل َحمدُ ِ َّّللِ َر‬: ُ‫فَ ِإذَا قَا َل ْالعَ ْبد‬
،ِ‫ع ْبد‬
َ ‫َح َمدَنِ ْي‬
َ ‫ أَثْنَى‬:‫ قَا َل هللاُ تَعَالَى‬،‫اَلرَّ ْح ٰم ِن الرَّ ِحي ِْم‬: ‫َوإِذَاقَا َل‬
‫علَ َّي‬
،‫ِي‬ ْ ‫ع ْبد‬
َ

َ ‫ َم َجدَنِ ْي‬:‫ قَا َل‬،‫ َما ِل ِك َيوْ ِم ال ِدي ِْن‬:‫َو ِإذَاقَا َل‬
ْ ‫ع ْبد‬
،‫ِي‬
َ‫ ٰهذَا َب ْينِ ْي َوبَيْن‬:‫ قَا َل‬،‫ست َ ِعي ُْن‬
ْ َ‫ ِإيَّاكَ نَ ْعبُدُ َو ِإيَّاكَ ن‬:‫فَ ِإذَاقَا َل‬
،َ‫سأَل‬َ ‫ِي َما‬ ْ ‫ِي َو ِلعَ ْبد‬
ْ ‫ع ْبد‬
َ

َ‫ست َ ِقي َم ِص َرا َط الَّ ِذيْنَ أ َ ْنعَمْ ت‬ ْ ‫االص َرا َط ْال ُم‬ِ َ‫ اِ ْه ِدن‬:‫فَ ِإذَا قَا َل‬
:‫ قَا َل‬، َ‫ضآ ِليْن‬ َّ ‫علَي ِْه ْم َو َلال‬ َ ‫ب‬ ِ ْ‫ضو‬ ُ ‫غي ِْر ْال َم ْغ‬
َ ‫يه ْم‬
ِ َ‫عل‬َ
َ‫سأ َل‬
َ ‫ِي َما‬ ْ ‫ِي َو ِلعَ ْبد‬ ٰ
ْ ‫هذَا ِلعَ ْبد‬
“Aku telah membagi ash-shalat (surat al-
Fatihah) antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua
macam, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.

Apabila hamba membaca ‘Segala puji hanya


bagi Allah, Rabb semesta Alam,’ maka Allah
Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku telah
memuji-Ku.’

Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pemurah lagi


Maha Penyayang, ‘ maka Allah berfirman,
‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.

89
Jika ia mengucapkan, ‘Yang menguasai hari
pembalasan, ‘ maka Allah berfirman , ‘Hamba-
Ku telah memuliakan-Ku.

Jika ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami


beribadah dan hanya kepada-Nya kami
memohon, ‘ maka Allah berfirman , ‘Inilah
bagian bagi Diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi
hamba-Ku adalah apa yang diminta.

Dan jika ia mengucapkan, ‘Berilah petunjuk


kepada kami atas jalan yang lurus, yaitu jalan
yang telah Engkau beri kenikmatan bagi yang
mengikutinya, bukan jalan yang Engkau murkai
dan bukan pula Engkau sesatkan, ‘ maka Allah
berfirman , ‘Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-
Ku adalah apa yang dimintanya.”72

5. Membaca Ayat Al-Quran yang


dihafal dan mudah

Allah Ta’ala berfirman :

ْ َ‫ف‬
ِ ْ‫اق َرءُوا َما تَيَس ََّر ِمنَ ْالقُر‬
‫آن‬

72 HR Muslim

90
Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari al-Qur’an” (QS al-Muzammil : 20)

Jika sholat kita ingin khusyu’ maka caranya


adalah kita membaca ayat al-quran yang
menurut kita mudah dan paham apa yang
dibaca saat sholat. Kalo kita mengetahui makna
ayat al-quran yang kita baca, kita akan semakin
mudah meraih ke khusyu’an dan mendapat
pahala yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫سعُ َها‬ْ ُ ‫ص ََلتِ ِه ت‬


َ ‫ش ُر‬ ْ ‫ع‬ ُ ‫ب لَهُ إِ َّل‬
َ ِ‫ص ِرفُ َو َما ُكت‬ َ ‫ِإ َّن الرَّ ُج َل لَيَ ْن‬
ْ ِ‫س َها ُر ْبعُ َها ثُلُث ُ َها ن‬
‫صفُ َها‬ ُ ْ‫س َها ُخم‬ُ ‫س ْد‬ ُ ‫ثُمْ نُ َها‬
ُ ‫س ْبعُ َها‬
“Sesungguhnya seseorang jika selesai shalat,
maka (pahala) shalat yang dicatat untuknya
hanyalah sepersepuluh, sepersembilan,
seperdelapan, sepertujuh, seperenam,
seperlima, seperempat, sepertiga dan
setengahnya.”73

6. Takbiratul Intiqal

Selain takbiratul ihram, ada beberapa takbir


yang lain di dalam shalat, yang disebut dengan

73 HR. Abu Dawud

91
takbir intiqal. Intiqal artinya perpindahan,
dikatakan demikian karena takbir-takbir ini
dilakukan ketika perpindahan dari satu gerakan
wajib ke gerakan wajib yang lain. Syaikh Abdul
Aziz Ath Tharifi menjelaskan, “perpindahan
antara rukun dan antara gerakan wajib dalam
shalat tidak dilakukan kecuali dengan ucapan
takbir. Dikecualikan berdasarkan ijma, ketika
beranjak dari rukuk. Karena ketika itu
disyariatkan mengucapkan tahmid (bukan
takbir)”74

(Sumber : Google.com)

Mengagungkan Allah ketika berpindah dari


berdiri ke ruku, sujud, dan antara dua sujud,

74 Shifatu Shalatin Nabi, 113

92
kemudian berdiri lagi dan seterusnya
merupakan penyesuaian sempurna dalam
pengertian berdiri tegap di hadapan Allah. Hal
ini merupakan kewajiban bagi mushalli untuk
mengagungkan Allah. Sebab Allah Mahabesar
dari segalanya yang besar, maka tidaklah
dibenarkan bagi kita untuk sibuk memikirkan
urusan di luar shalat. Dengan dernikian, kita
mengharapkan di dalam setiap shalat itu dalam
merendahkan diri untuk mengagungkan Allah
dan membesarkan-Nya. Kemudian, setiap
pemyataan ataupun perulangan antara rukun-
rukun shalat itu menggambarkan keterkaitan
dengan kesadaran penuh bagi mushalli serta
mengingatkan untuk mengembalikan hati dan
menenangkannya bahwa dia itu harus
menyesuaikan dengan apa yang diucapkan
dengan lisan bahwa Allah itu Mahabenar.
Karenanya, tidak patut menyibukkan diri di luar
urusan dengan-Nya. Seorang muslim, ketika
bersaksi atas keagungan Allah dan ke Maha
Besaran-Nya, dan lisannya menyatakan "Allahu
Akbar" secara jujur, maka runtuhlah semua
yang ia agungkan, yang ia besar-besarkan, dan
yang ia bangga banggakan di dunia ini.
Semuanya menjadi kecil dan tidak berarti jika
dibandingkan dengan keagungan Allah.

93
7. Ruku’

(Sumber : Muslim.or.id)

Rukuk disyariatkan dalam shalat, yaitu setelah


berdiri membaca ayat Al Qur’an, kemudian
bertakbir intiqal, baru setelah itu rukuk.
Diantara dalilnya adalah hadits dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal dengan
hadits al musi’u shalatuhu, yaitu tentang
seorang shahabat yang belum paham cara
shalat, hingga Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar
dan sah. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda kepadanya:

‫إذا قمت إلى الصَلة فكبر واقرأ ما تيسر معك من‬


‫ ثم اركع حتى تطمئن راكعا‬،‫القرآن‬

94
“Jika engkau hendak shalat, bertakbirlah dan
bacalah apa yang engkau mampu dari Al Qur’an,
lalu rukuk dengan tuma’ninah…”75

Wajib thuma’ninah ketika rukuk, bahkan ini


adalah rukun dalam shalat. Tidak boleh terlalu
cepat dalam gerakan shalat sehingga tidak
thuma’ninah. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫ثم اركع حتى تطمئن راكعا‬


“lalu rukuk dengan tuma’ninah…”76

Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam


dalam banyak hadits menekankan umatnya
untuk thuma’ninah dalam rukuk. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ ِإني ألراكم‬،‫أتموا الركوع والسجود؛ فوالذي نفسي بيده‬


‫ وإِذا ما سجدتم‬،‫من بعد ظهري إِذا ما ركعتم‬
Sempurnakanlah rukuk dan sujud. Demi Dzat
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku

75 HR. Bukhari 757, Muslim 397

76 HR. Bukhari 757, Muslim 397

95
benar-benar memperhatikan kalian di balik
punggungku ketika kalian rukuk dan sujud”77

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga


bersabda:

‫ يا‬:‫ قالوا‬.“‫أسوأ الناس سرقة الذي يسرق من صَلته‬


‫ ل يُتم‬:‫رسول هللا! وكيف يسرق من صَلته؟ قال‬
‫ركوعها وسجودها‬
“Pencuri yang paling bejat adalah orang yang
mencuri dalam shalatnya”. Para sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana
mencuri dalam shalat itu?”. Beliau menjawab:
“Yaitu dengan tidak menyempurnakan rukuk
dan sujudnya”78

Bacaan doa dan dzikir ketika ruku’ diantaranya


:

Pertama, membaca:

)ً ‫ظيم (ثَلثا‬
ِ َ‫سُبحانَ ربِ َي الع‬

77 HR. Bukhari no. 742, Muslim no. 425

78 HR. Ibnu Hibban no. 1888, dihasankan Al Albani dalam Ashl

Sifat Shalat Nabi, 2/644

96
“Maha suci Allah yang Maha Agung (3x)”79

Kedua, membaca:

)ً ‫سبحان ربي العظيم وبحمده (ثَلثا‬


“Maha suci Allah yang Maha Agung dan segala
puji bagiMu”80

Syekh Utsaimin rahimahullah mengatakan,


“Diantara sebab fikiran tidak kemana-mana
adalah seseorang mengikuti apa yang
diucapkan atau dilakukannya dan mentadaburi
makna nan agung. Dimana karena hal ini
disyariatkan ucapan dan perbuatan ini. Sebagai
contoh dalam kondisi rukuk. Disyariatkan rukuk,
manusia agar mengagungkan Tuhannya dengan
perbuatan dan perkataannya. Oleh karena itu
Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sementara rukuk, maka agungkan Tuhan di
dalamnya. Dan menunduk di depan Allah Azza
Wajalla adalah mengagungkan-Nya dengan
perbuatan. Dan ucapan ‘Subhanaka Rabiyal
Adhim’ adalah mengagungkan kepada-Nya

79 HR. Abu Daud 874, An Nasa’i 1144, dishahihkan Al Albani

dalam Ashl Shifat Shalat Nabi, 1/268

80 HR. Abu Daud 870, Al Bazzar 7/322, dishahihkan Al Albani

dalam Shifat Shalat Nabi, 133


97
dengan ucapan. Tinggal seseorang
mengagungkan dengan hatinya, dan hal ini
tidak didapatkan kecuali dengan menghadirkan
hati. Sehingga dalam rukuk mengagungkan
ucapanku, perbuatanku dan hatiku.”81

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Kalau


seorang hamba merendah kepada Tuhannya
dengan rukuk dan sujud. Maka mensifati
Tuhannya dengan sifat kemulyaan,
kesombongan, keagungan dan ketinggian.
Seakaan dia mengatakan, ‘Rendah dan
tawadhul adalah sifatku. Sementara ketinggian,
keagungan dan kesombongan adalah sifat-Mu.
Oleh karena itu disyareatkan bagi seorang
hamba dalam rukuknya mengucapkan
‘Subhana Rabiyal Adhim’dan dalam sujudnya
‘Subhana rabiyal A’la’. Dahulu Rasulullah
sallallahu alaihi wa sallam terkadang membaca
dalam rukuk dan sujudnya:

" ‫ " سبحان ذي الجبروت والملكوت والكبرياء والعظمة‬.

81 ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, (8/2) dengan penomoran

Syamilah.

98
“Maha suci (Allah) Yang mempunyai
keperkasaan dan kerajaan (penuh) serta
kesombongan dan keagungan.”82

Sunnah-Sunnah Yang Dilakukan Ketika Ruku’

 Membungkukkan badan. Sebagaimana


dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi
radhiallahu’anhu, beliau berkata:

،‫كنت أحفظكم لصَلة رسول هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬


ُ ‫أنا‬
‫ وإذا ركع أمكن يديه‬،‫رأيته إذا كبر جعل يديه حذاء منكبيه‬
‫ ثم هصر ظهره‬،‫من ركبتيه‬
“Dahulu aku yang paling hafal diantara kalian
terhadap tata cara shalat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku melihat beliau
ketika bertakbir, beliau menjadikan kedua
tangannya sejajar dengan pundak, lalu
membungkukkan badannya”83

 Posisi punggung tegak lurus dengan


kaki, tidak miring dan tidak terlalu
bungkuk. Berdasarkan hadits dari Ali
bin Abi Thalib radhiallahu’anhu:

82 ‘Khusu’ Fis Shalat’ hal, 41-43.

83 HR. Bukhari no. 828

99
‫سلَّ َم إذا ركع؛ لو وضع‬
َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ ‫كان رسول هللا‬
‫قدح من ماء على ظهره؛ لم يهراق‬
“biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam jika rukuk, andaikan diletakkan
wadah air di atas punggungnya, tidak akan
tumpah”84

 Kepala sejajar dengan punggung, tidak


mendongak dan tidak terlalu
menunduk. Berdasarkan hadits Abu
Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu:

‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه ثم هصر‬


‫ظهره غير مقنع رأسه ول صافح بخده‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika
rukuk beliau meletakkan kedua telapak
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya sambil membungkukkan badannya

84 HR. Ahmad, Al Albani dalam Ashl Shifat Shalat Nabi [2/637]


mengatakan: “sanadnya lemah, namun kesimpulannya hadits
ini dengan keseluruhan jalannya menjadi shahih tsabit”

100
dengan kepala yang tidak mendongak dan tidak
mendekati pahanya”85

Dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha juga


dijelaskan,

َ ُ‫سه ولم ي‬
‫ص ِوبَه ولكن بين ذلك‬ َ ‫ص رأ‬ ْ ُ‫وكان إذا َركَع لم ي‬
ْ ‫ش ِخ‬
‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika
rukuk beliau tidak meninggikan
(mendongakkan) kepada dan tidak juga
merendahkannya (terlalu membungkukkan),
namun di antara keduanya (lurus)”86

 Tangan diletakkan di lutut, bukan di


paha atau di bawah lutut. Sebagaimana
hadits Abu Humaid di atas,

‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه‬


“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika
rukuk beliau meletakkan kedua telapak

85 HR. Abu Daud no. 731, Al Albani dalam Shahih Abi Daud

mengatakan: “hadits ini shahih kecuali lafadz ‘dan tidak


mendekati pahanya‘”

86 HR. Muslim no. 498

101
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya”87

Disebutkan juga dalam hadits Wa’il bin Hujr


radhiallahu’anhu,

َ‫فاستقب َل القبلةَ فَكب ََّر فرف َع يدي ِه حتَّى حاذَتا أذُني ِه ث َّم أخذ‬
‫شمالَهُ بيمينِ ِه فلمَّا أرادَ أن يرْ ك َع رفعَهما مث َل‬/ ‫ذ ِلكَ ث َّم‬
‫وض َع يدي ِه على ُركبتي ِه‬
“…lalu Nabi menghadap kiblat, lalu bertakbir
dan mengangkat kedua tangannya hingga
sejajar dengan telinga. Kemudian beliau
memegang tangan kiri dengan tangan
kanannya. Ketika beliau hendak rukuk beliau
mengangkat kedua tangannya sebagaimana
sebelumnya, kemudian meletakkan kedua
tangannya di lututnya...”88

 Jari-jari direnggangkan, tidak


dirapatkan. Sebagaimana hadits Abu
Humaid di atas,

87 HR. Muslim no. 498

88 HR. Abu Daud 726, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu

Daud

102
‫إذا ركع أمكن كفيه من ركبتيه وفرج بين أصابعه‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika
rukuk beliau meletakkan kedua telapak
tangannya pada lututnya dan membuka jari-
jarinya”89

 Pandangan mata ketika rukuk

Para ulama berbeda pendapat mengenai arah


pandangan mata dalam shalat. Sebagian ulama
menganjurkan untuk memandang tempat sujud
ketika shalat. Mereka berdalil dengan hadits
Anas bin Malik radhiallahu’anhu,

:‫صري في الصَل ِة ؟ قال‬ َ ‫ض ُع ب‬ ُ


َ ‫ يا رسو َل هللاِ !أينَ أ‬:‫قلت‬
ُ ‫وض ِع سُجو ِدكَ يا‬
‫أنس‬ ِ ‫ِعندَ َم‬
“Anas berkata: Wahai Rasulullah, kemana aku
arahkan pandanganku ketika shalat?
Rasulullah menjawab: ke arah tempat sujudmu
wahai Anas”90

89 HR. Abu Daud 731

90 HR. Al Baihaqi 2/283

103
Namun hadits ini dhaif karena terdapat perawi
Ar Rabi’ bin Badr yang statusnya matrukul
hadits. Juga dengan hadits lain:

ُ‫ص ُره‬ َ َ‫ف ب‬ َ َ‫سلَّ َم ْال َك ْعبَةَ َما َخل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َّ ‫دَ َخ َل َرسُو ُل‬
َ ِ‫اّلل‬
‫سجُو ِد ِه َحتَّى َخ َر َج ِم ْن َها‬ ُ ‫َموْ ِض َع‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam masuk
ke ka’bah, pandangan beliau tidak pernah lepas
dari arah tempat sujud sampai beliau keluar”91

hadits ini juga lemah karena periwayatan ‘Amr


bin Abi Salamah dari Zuhair itu ma’lul
(bermasalah).

Dan dalam masalah ini tidak ada satu hadits


pun yang shahih dan sharih yang
mengkhususkan suatu arah pandangan dalam
shalat. Oleh karena itu dalam hal ini perkaranya
luas. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
berkata: “dalam hal ini perkaranya luas,
seseorang boleh memandang ke arah yang
dapat membuatnya lebih khusyu’, kecuali ketika
duduk, ia memang ke arah jari telunjuknya yang

91 HR. Al Hakim 1/479, Ibnu Khuzaimah 3012

104
berisyarat karena terdapat riwayat tentang hal
ini”92

8. I’tidal

I’tidal setelah bangkit dari rukuk adalah salah


satu rukun shalat.

(Sumber : google.com)

Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah


radhiallahu’anhu yang dikenal dengan hadits al
musi’u shalatuhu, yaitu tentang seorang
shahabat yang belum paham cara shalat,
hingga Nabi shallallahu’ alaihi wasallam
mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar

92 Syarhul Mumthi’, 3/39

105
dan sah. Nabi shallallahu’ alaihi wasallam
bersabda kepadanya:

َ ‫ ثم ارفَعْ حتى تست ِو‬،‫ثم اركَعْ حتى تَط َم ِئ َّن را ِكعًا‬


‫ي قائِ ًما‬
“…lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian
angkat badanmu hingga lurus”93

Dalam riwayat lain:

‫ ثم ارْ فَعْ حتى ت َ ْعت َ ِد َل قائ ًما‬، ‫ثم اركَعْ حتى ت َ ْط َمئِ َّن راكعًا‬
“…kemudian rukuk sampai tuma’ninah dalam
rukuknya, kemudian mengangkat badannya
sampai berdiri lurus”94

Allah ‘Azza wa Jallla dan Rasul-Nya shallallahu’


alaihi wasallam mencela orang yang tidak
melakukan i’tidal sampai lurus punggungnya
padahal ia mampu. Baik karena terlalu cepat
shalatnya, terburu-buru atau karena kurang
perhatian dalam urusan shalatnya. Dalam
hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi
shallallahu’ alaihi wasallam bersabda:

93 HR. Bukhari 757, Muslim 397

94 HR. Bukhari no. 793, Muslim no. 397

106
‫ينظر يوم القيامة إلى َمن ل يقيم صُلبَه بين‬
ُ ‫إن هللا ل‬
‫ركوعه وسجودِه‬
“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan
memandang orang yang tidak meluruskan
tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud”95

Dalam rukuk ada bacaan tasmi’, yaitu


mengucapkan: sami’allahu liman hamidah
(artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-
Nya”). Dan ada bacaan tahmid, yaitu
mengucapkan: rabbana walakal hamdu (artinya:
“Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”).

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi


shallallahu’ alaihi wasallam bersabda:

ِ ‫إِنما ُجعل‬
‫ وإِذا سجد‬،‫ ف ِإذا كبر فكبِروا‬،‫اإلمام ليؤتم به‬
‫ سمع هللا لمن‬:‫ وإِذا قال‬،‫ وإِذا رفع فارفعوا‬،‫فاسجدوا‬
‫ وإِذا صلى قاعدا ً فصلوا‬،‫ ربنا ولك الحمد‬:‫ فقولوا‬،‫حمده‬
‫قعودا ً أجمعُون‬
“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.
Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud
maka sujudlah. Jika ia bangun (dari rukuk atau

95 HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624,

Ath Thabrani dalam Al Ausath no.5991. Dishahihkan Al Albani


dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536

107
sujud) maka bangunlah. Jika ia mengucapkan:
sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah:
rabbana walakal hamdu. Jika ia shalat duduk
maka shalatlah kalian sambil duduk
semuanya”96

Terdapat keutamaan khusus bagi orang yang


mengucapkan tahmid ketika i’tidal.
Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, beliau mengatakan:

:‫ إذا قال اإلما ُم‬:‫إن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم قال‬ َّ
َ‫ ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه َمن وافَق‬:‫ فقولوا‬،‫حمدَه‬ ِ ‫سم َع هللاُ ِل َمن‬
ِ
ُ ،‫قولُه قو َل المَلئك ِة‬
‫غ ِف َر له ما تقدَّ َم ِمن ذَنبِه‬
“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam
bersabda: ‘Jika imam mengucapkan:
sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah:
rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang
ucapannya tersebut bersesuaian dengan
ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya
telah lalu’.”97

Dianjurkan juga ketika i’tidal, untuk membaca


doa tambahan setelah membaca tahmid. Ada

96 HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411

97 HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409

108
beberapa doa tambahan setelah tahmid yang
shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

Pertama, dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu:

‫ فلمَّا رفَع‬،‫صلي ورا َء النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬ ِ ُ‫كنَّا يو ًما ن‬
‫ قال رجل‬،‫حمدَه‬ ِ ‫سم َع هللاُ ِل َمن‬
ِ :‫ قال‬،‫سه من الرَّ كع ِة‬ َ ‫رأ‬
‫ فلمَّا‬،‫مبار ًكا فيه‬ ً ‫ ربَّنا ولك الحمدُ حمدًا‬:‫ورا َءه‬
َ ‫كثيرا طيِبًا‬
ً‫رأيت ِبضعَة‬
ُ :‫ قال‬،‫ أنا‬:‫المتكل ُم؟ قال‬
ِ ‫ َم ِن‬:‫ قال‬،‫انصرف‬َ
َ
‫ أيهم يكتبُها أو ُل‬،‫وثَلثينَ َمل ًكا يبتَدِرونها‬
“Kami dahulu shalat bermakmum kepada Nabi
shallallahu’ alaihi wasallam. Ketika beliau
mengangkat kepada dari rukuk, beliau
mengucapkan: sami’allahu liman hamidah.
Kemudian orang yang ada di belakang beliau
mengucapkan: robbanaa walakal hamdu,
hamdan katsiiron mubaarokan fiihi (segala puji
hanya bagiMu yaa Rabb. Pujian yang banyak,
yang baik lagi penuh keberkahan). Ketika
selesai shalat, Nabi bertanya: ‘Siapa yang
mengucapkan doa tadi?’ Lelaki tadi menjawab:
‘Saya’. Nabi bersabda: ‘Aku tadi melihat tiga
puluh lebih malaikat berebut untuk saling

109
berusaha terlebih dahulu menulis amalan
tersebut’.”98

Al Khathabi rahimahullah menjelaskan:

‫هذا دللة على أن المَلئكة يقولون مع المصلي هذا القول‬


‫ويستغفرون ويحضرون بالدعاء والذكر‬
“Hadits ini adalah dalil bahwa Malaikat
mengucapkan ucapan tersebut bersamaan
dengan pengucapan orang yang shalat. Dan
mereka memintakan ampunan serta hadir di
sana untuk berdoa dan berdzikir.”99

9. Sujud

Sujud adalah salah satu rukun salat. Allah


Ta’ala berfirman:

‫س ُجدُوا َوا ْعبُدُوا َربَّ ُك ْم‬ ْ ‫َياأَي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ارْ َكعُوا َوا‬
َ‫َو ْافعَلُوا ْال َخي َْر لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan

98 HR. Bukhari no. 799

99 Ma’alimus Sunan, 1/209

110
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)

Ath Thabari dalam Tafsir-nya menyebutkan:

‫س ُجدُوا) له فيها‬
ْ ‫)ارْ َكعُوا) هلل في صَلتكم (وا‬
“(Rukuklah) kepada Allah dalam shalat kalian
dan (sujudlah) di dalam salat kalian”100

Dalam ayat ini rukuk dan sujud mewakili


penyebutan salat, menunjukkan rukuk dan
sujud adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan
dari salat.

Diwajibkan kita untuk bersujud artinya bahwa


bentuk “merendahkan diri" kita kepada Allah
Yang diatas dan Maha Besar. Sentuhkanlah
wajah atau muka yang merupakan bagian
anggota badan yang kita anggap termulia pada
suatu tempat yang biasanya dianggap rendah,
misalnya lantai atau tanah yang tak dialasi
sesuatu yarng sehari-harinya hanya pantas
untuk diinjak. Di sinilah seorang hamba untuk
memujinya dan memuliakannya dengan
kalimat-kalimat yang indah dan agung guna
mengagungkan dan meninggikan Allah

100 Tafsir Ath Thabari

111
Subhanallahu wa ta’ala maka bacalah,
"Subhana rabbiyal a'la." 'Mahasuci, wahai
Rabbku yang Maha tinggi'.

Demikianlah jika kita sholat secara bertahap


menyelesaikan tertib-tertib shalat dengan
penuh kepatuhan dan rendah diri. Maka, ia
mulai dengan berdiri, kemudian merunduk
dengan melakukan ruku, seraya berdoa memuji-
Nya. Kemudian diikuti dengan sujud. Namun
tidak langsung beralih dari ruku ke sujud, tetapi
bangkit

sejenak berdiri tegak dan baru menekuk lutut


dan bersungkur untuk sujud dengan
mempersentuhkan wajah ke tempat persujudan
guna mencapai tingkat khusyu yang sempurna
serta untuk menunjukkan rasa rendah seorang
hamba dihadapan Allah.

Kemudian dalam hadis yang dikenal dengan


hadis Al Musi’ Shalatuhu, dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, disebutkan di sana:

‫ ث ُ َّم ارْ فَعْ َحتَّى ت َ ْط َم ِئ َّن‬،‫اجدًا‬


ِ ‫س‬ َ ‫س ُج ْد حتَّى ت َ ْطمئِ َّن‬
ْ ‫ث ُ َّم ا‬
‫اجدًا‬ ِ ‫س‬ َ ‫س ُج ْد َحتَّى ت َ ْط َمئِ َّن‬ْ ‫ ث ُ َّم ا‬،‫َجا ِلسًا‬
“Kemudian sujudlah sampai tuma’ninah.
Kemudian bangun sampai duduk dengan

112
tuma’ninah. Kemudian sujud sampai
tumaninah101

Dan ijma’ para ulama bahwa sujud adalah rukun


salat, tidak sah salat jika sujud ditinggalkan.
Imam An-Nawawi mengatakan:

ِ ‫سنَّ ِن‬
‫واإل ْج َماع‬ ِ ‫ ِبنَص ال ِكتَا‬،‫سجُوْ دُ فَرْ ض‬
ُ ‫ب وال‬ ْ ‫ِِ َوال‬
“Sujud hukumnya wajib berdasarkan nash
Alquran, sunnahm dan ijma.”102

Dan dalam setiap rakaat wajib ada dua kali


sujud sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah di
atas.

Cara Turun Sujud

Para ulama berbeda pendapat mengenai cara


turun sujud dalam dua pendapat:

 Pendapat pertama: kedua lutut dahulu


baru kedua tangan. Ini adalah
pendapat jumhur ulama, diantaranya
Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah.

101 HR. Bukhari no. 6251, Muslim no. 397

102 Al Majmu’, 3/421

113
Dari Alqamah dan Al Aswad rahimahumallah:

‫علَى‬َ ‫ص ََلتِ ِه أَنَّهُ خرَّ بَ ْعدَ ُر ُكو ِع ِه‬ َ ‫ع َم َر فِي‬ ُ ‫ِِ َح ِف ْظنَا ع َْن‬
‫ض َع ُر ْكبَت َ ْي ِه قَ ْب َل يَدَيْه‬ َ ،‫ُر ْكبَت َ ْي ِه َك َما يَ ِخر البَ ِعي ُْر‬
َ ‫وو‬
“Aku mengingat cara shalat Umar (bin Khathab)
bahwa beliau turun sujud setelah rukuk dengan
bertumpu pada lututnya sebagaimana unta
yang meringkuk. Beliau meletakkan lututnya
lebih dahulu dari tangannya”103

Ini pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim


rahimahullah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahumullah.

 Pendapat kedua: kedua tangan dahulu


baru kedua lutut. Ini adalah pendapat
ulama Malikiyyah dan juga salah satu
pendapat Imam Ahmad.

103 HR. Ath Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar, 1419,

dishahihkan Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi, 2/717

114
(Sumber : google.com)

Dari Nafi’ rahimahullah, ia berkata:

‫ض ُع يَدَ ْي ِه قَ ْب َل ُر ْكبَت َ ْي ِه‬ ُ ‫كَانَ إِب ُْن‬


َ ُ‫ع َم َر ي‬
“Ibnu Umar dahulu meletakkan kedua
tangannya sebelum kedua lututnya”104

Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh


Muhammad Nashiruddin Al Albani. Wallahu
a’lam, pendapat kedua nampaknya yang lebih
kuat, karena terdapat hadis :

104 HR. Al Bukhari secara mu’allaq di hadits no. 803, Ibnu

Khuzaimah no. 627, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil,


2/77)

115
‫ير َو ْليَضَعْ يَدَ ْي ِه قَ ْب َل‬
ُ ‫س َجدَ أ َ َحدُ ُك ْم فََلَ يَب ُْر ْك َك َما يَب ُْر ُك ْالبَ ِع‬
َ ‫ِإذَا‬
‫ُر ْكبَت َ ْي ِه‬
“Jika kalian sujud maka jangan turun sujud
seperti meringkuknya unta. Hendaknya ia
letakkan tangannya sebelum lutunya.”105

Dan riwayat-riwayat yang menyatakan tangan


dahulu sebelum lutut lebih banyak dan lebih
bagus kualitasnya. Namun tentunya masalah ini
adalah masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang
longgar.

Tujuh Anggota Sujud

Anggota sujud adalah bagian-bagian tubuh


yang menjadi tumpuan ketika melakukan sujud,
dengan kata lain tujuh anggota tubuh ini
menempel ke lantai ketika sujud. Ini disebutkan
dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:

‫وأشار‬
َ – ‫علَى الجبه ِة‬ ُ ‫س ْبعَ ِة أ َ ْع‬
َ ‫ظم؛‬ َ ‫علَى‬
َ َ‫س ُجد‬ ُ ْ‫أ ُ ِمر‬
ْ َ ‫ت أ َ ْن أ‬
‫َمين‬
ِ ‫وأطراف القد‬
ِ ،‫كبتين‬
ِ ‫ والر‬،‫واليدين‬
ِ – ‫بي ِده إلى أن ِفه‬
“Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh
anggota badan: kening (lalu beliau menunjuk

105 HR. Abu Daud no. 840, Al Baihaqi no. 2739, dishahihkan Al

Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi 2/720

116
juga pada hidungnya), kedua tangan, kedua
lutut, dan kedua kaki.”106

Maka tujuh anggota sujud tersebut adalah:

 Kening dan hidung


 Tangan kanan
 Tangan kiri
 Lutut kanan
 Lutut kiri
 Kaki kanan
 Kaki kiri

Tata Cara Sujud

(Sumber : Konsultasisyariah.com)

106 HR. Bukhari no. 812, Muslim no. 490

117
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, tata cara sujud
dapat diringkas menjadi beberapa poin berikut:

 Kening dan hidung menempel ke lantai.


Sebagaimana hadis Ibnu Abbas
radhiallahu’anhu di atas.
 Kedua tangan menempel ke lantai dan
diletakkan sejajar dengan bahu.
Sebagaimana dalam hadis dari Abu
Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu:

… ‫ ونحَّى يدَ ْي ِه عن َجن َب ْي ِه‬،‫ثم س َجدَ فأمكَنَ أنفَه وجبهتَه‬


‫… ووضَع كفَّ ْي ِه َح ْذ َو َم ْن ِكبَ ْي ِه‬
“…kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
sujud dan meletakkan hidungnya serta
keningnya. Dan beliau melebarkan tangannya di
sisi tubuhnya dan meletakkan telapak
tangannya sejajar dengan bahunya…“107

 Punggung lurus, kedua lengan diangkat


dan tidak menempel ke lantai.

107 HR. Abu Daud no. 734, dishahihkan Al Albani dalam Shahih

Sunan Abi Daud

118
Berdasarkan hadis dari Anas bin Malik
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

َ ‫ ول يبس ُْط أحدُكم ذرا‬،ِ‫اعتدِلوا في السجود‬


‫ع ْي ِه انبسا َط‬
‫ب‬ ِ ‫الكل‬
“Hendaknya lurus ketika sujud. Dan jangan
kalian merebahkan lengan kalian sebagaimana
yang dilakukan anjing.”108

 Lengan atas dibuka sehingga jauh dari


badan.

Sebagaimana dalam hadis dari Al Barra bin Azib


radhiallahu’anhu,Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

َ‫إذا س َج ْدتَ فضَعْ كفَّيْكَ وارفَعْ ِمرْ فَقَيْك‬


“Jika engkau sujud maka letakkan kedua
tanganmu di lantai dan angkat sikumu.”109

Sebagaimana dalam juga hadis Abdullah bin


Buhainah radhiallahu’anhu, ia berkata:

108 HR. Bukhari nol 822, Muslim no. 493

109 HR. Muslim no. 494

119
‫النبي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم كان إذا صلَّى فرَّ ج بين‬
َّ ‫أن‬
‫يبدو بياضُ إ ْب َطيه‬
َ ‫ حتى‬،‫يدي ِه‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat
beliau melebarkan kedua tangannya hingga
terlihat putihnya ketiak beliau.”110

Lutut menempel ke lantai. Sebagaimana hadis


Ibnu Abbas radhiallahu’anhu di atas.

 Paha jauh dari perut. Ulama ber-ijma’


tentang disunnahkannya hal ini. Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan:

‫الفخذين في‬
ِ ‫الحديث يدل على مشروعية التفريج بين‬
‫خَلف في ذلك‬
َ ْ ،‫السجود‬
‫ ول‬،‫ورف ِع البطن عنهما‬
“Hadis menunjukkan tentang disyariatkannya
melebarkan paha ketika sujud dan menjauhkan
perut dari paha. Tidak ada khilaf dalam masalah
ini.”111

 Jari-jari kaki mengarah ke arah kiblat.


Berdasarkan hadis dari Muhammad bin
Amr bin ‘Atha rahimahullah,

110 HR. Bukhari no. 390, Muslim no. 495

111 Nailul Authar, 2/297

120
‫ب النبي ِ صلَّى هللاُ عليه‬ ِ ‫أنَّه كان جالسًا مع نفَر ِمن أصحا‬
‫ فقال أبو‬،‫ فذ َكرْ نا صَلةَ النبي ِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬،‫وسلَّم‬
‫كنت أحفَ َظكم لصَل ِة رسو ِل هللاِ صلَّى‬ ُ ‫ أنا‬:‫ُح َميد السَّاعدي‬
‫ وإذا‬،‫ رأ َ ْيتُه إذا كب ََّر جعَ َل يدَ ْي ِه ِحذا َء َم ْن ِكبَ ْي ِه‬:‫هللاُ عليه وسلَّم‬
‫ فإذا رفَع‬،‫ظهره‬ َ َ ‫ ثم ه‬،‫ر َك َع أمكَنَ يدَ ْي ِه ِمن ُركبت َ ْي ِه‬
‫ص َر‬
‫ فإذا س َجد وضَع‬،‫سه استوى حتَّى يعودَ كل فَقَار مكانَه‬ َ ‫رأ‬
‫أصابع‬
ِ ‫بأطراف‬
ِ ‫ واستق َب َل‬،‫قابضهما‬ ِ ‫غير مفترش ول‬ َ ‫يدَ ْي ِه‬
َ‫ِر ْجلَ ْي ِه ال ِقبلة‬

“Ia pernah duduk bersama beberapa orang


sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Maka mereka pun menyebutkan kepada kami
tentang tata salat Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Abu Humaid As Sa’idi berkata: “Aku
paling hafal tata cara salat Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku pernah
melihat Nabi jika bertakbir maka beliau jadikan
tangannya sejajar dengan pundaknya. Jika
beliau rukuk maka tangan beliau memegang
lututnya, kemudian beliau luruskan
punggungnya. Ketika beliau i’tidal maka sampai
semua tulang kembali pada tempatnya. Jika
beliau sujud, beliau meletakkan kedua
tangannya, tidak terlalu direnggangkan dan juga
tidak terlalu dirapatkan. Dan jari-jari kakinya
dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Bukhari no.
828)

121
 Kedua tumit dirapatkan. Berdasarkan
hadis dari Aisyah radhiallahu’anha:

‫سلَّ َم وكان معي على‬


َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اّلل‬ َ ‫فقدت رسول هللا‬
‫ مستقبَلً بأطراف‬، ‫ راصا ً عقبيه‬، ً ‫ فوجدته ساجدا‬، ‫فراشي‬
‫أصابعه القبلة‬
“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, padahal
sebelumnya beliau bersamaku di tempat tidur.
Kemudian aku mendapat beliau sedang sujud,
dengan menempelkan dua tumitnya,
menghadapkan jari-jari kakinya ke kiblat.”112

Inilah pendapat yang rajih karena dalilnya sahih.


Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin dan Syaikh Al Albani.

Bacaan Sujud

Ada beberapa bacaan yang sahih dari Nabi


Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sujud:

 Bacaan pertama: ”subhaana rabbiyal


a’la” (Maha Suci Allah Rabb-ku Yang
Maha Tinggi)

112 HR. Muslim no. 486

122
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau
berkata:

ِ َ‫سبحان‬
‫ ثم‬:‫ قال‬،‫رب َي األعلى‬ ُ :‫فكان يقو ُل في سُجودِه‬
َ ‫رفَ َع رأ‬
‫سه‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya
mengucapkan: subhaana rabbiyal a’la.
kemudian mengangkat kepalanya (untuk
duduk).”113

 Bacaan kedua: “subbuuhun quddus


rabbul malaaikati war ruuh” (Maha Suci
Allah Rabb para Malaikat dan ruh)

Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:

‫أن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم كان يقو ُل في ركو ِعه‬
َّ
ُ
ِ‫ رب المَلئك ِة والروح‬،‫ سُبوح قدوس‬،‫وسُجودِه‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
biasanya ketika rukuk dan sujud mengucapkan:
‘Subbuuhun quddus rabbul malaaikati war
ruuh.”114

113 HR. Ahmad no. 3514, dihasankan Al Albani dalam Ashl

Sifatu Shalatin Nabi, 3/809

114 HR. Muslim no. 487

123
 Bacaan ketiga: “Allahumma laka
sajadtu” (Ya Allah, kepada-Mu lah aku
sujud)

Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu ia


berkata:

ُ ْ‫ ولك أسلَم‬،‫ت‬
،‫ت‬ ُ ‫ وبك آ َم ْن‬،‫ت‬ُ ‫ الله َّم لك س َج ْد‬:‫إذا س َجد قال‬
،‫ص َره‬
َ ‫سمْ عَه وب‬
َ ‫ق‬ َّ ‫ وش‬،‫س َجد وجهي للذي َخلَقَه وصوَّ َره‬
‫س ُن الخالقي‬
َ ‫تباركَ هللاُ أح‬َ
“Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
sujud beliau mengucapkan: ‘Allahumma laka
sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu,
sajada wajhi lilladzi khalaqahu, wa shawwarahu,
wa syaqqa sam’ahu, wa basharahu.
Tabarakallahu ahsanul khaliqiin’ [Ya Allah,
kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu juga
aku beriman, kepada-Mu juga aku berserah diri.
Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang
Membentuknya, yang Membentuk pendengaran
dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-
baik Pencipta].”115

Dianjurkan Memperbanyak Doa ketika Sujud

115 HR. Muslim no. 771

124
Setelah membaca dzikir sujud yang disebutkan
diatas, dianjurkan untuk memperbanyak doa
ketika sujud. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫ فَأ َ ْكثِ ُروْ ا‬. ً‫اجد‬


ِ ‫س‬َ ‫أ َ ْقَِ ربُ َما يَ ُكوْ ُن ْالعَ ْب ِد ِم ْن َر ِب ِه َو ُه َو‬
‫الدُعَا‬
“Seorang hamba berada paling dekat dengan
Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka
perbanyaklah berdoa ketika itu.”116

Larangan Membaca Alquran ketika Sujud

Diantara larangan yang perlu diperhatikan


ketika sujud adalah larangan membaca ayat
Alquran ketika sedang sujud. Sebagaimana
hadis dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma,
beliau berkata:

ُ ‫اجدًا فَأَمَّا الر ُكو‬


‫ع‬ َ ْ‫يت أ َ ْن أ َ ْق َرأ َ ْالقُرْ آنَ َرا ِكعًا أَو‬
ِ ‫س‬ ُ ‫َوإِنِى نُ ِه‬
‫اجت َ ِهدُوا فِى‬ ْ َ‫فَ َع ِظ ُموا فِي ِه الرَّ بَّ ع ََّز َو َج َّل َوأَمَّا السجُودُ ف‬
‫اب لَ ُك ْم‬ ْ ُ‫َاء فَقَ ِمن أ َ ْن ي‬
َ ‫ست َ َج‬ ِ ‫الدع‬
“Aku dilarang untuk membaca Alquran ketika
rukuk dan sujud. Adapun rukuk maka itu
waktunya mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla.

116 HR. Muslim, no.482

125
Sedangkan sujud maka itu waktunya
bersungguh-sungguh untuk berdoa agar
diijabah oleh Allah”117

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu juga


mengatakan:

‫ أو‬، ‫ نَها ُكم – أن أقرأ َ راكعًا‬: ‫اّللِ – ول أقو ُل‬


َّ ‫نَهاني َرسو ُل‬
‫ساجدًا‬
ِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
melarang kamu – aku tidak mengatakan:
melarang kalian – untuk membaca Alquran
ketika rukuk atau sujud.”118

Adapun membaca doa saat rukuk tidak


mengapa. Bukhari membawakan doa:

ْ ‫س ْب َحانَكَ الل ُه َّم َربَّنَا َو ِبحَمْ ِدكَ الل ُه َّم‬


‫اغفِرْ ِلي‬ ُ
“Mahasuci Engkau ya Allah, wahai Rabb kami

117 HR. Muslim no. 479

118 HR. Ibnu Abdil Barr dalam Al Istidzkar, 1/475, beliau lalu

mengatakan: “Ini adalah lafaz yang mahfuzh dari hadis”

126
dan aku memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah dosa-
dosaku.”119

Maka bagi siapa yang menolak atau


mengabaikan sujud kepada Allah, maka
kepadanyalah hak untuk mendapat azab Allah.

Cara Bangkit dari Sujud Menuju Berdiri

(Sumber : google.com)

Ulama khilaf dalam hal ini menjadi dua


pendapat:

 Pendapat pertama: kedua tangan naik


lebih dahulu sebelum kedua lutut,
kecuali jika kesulitan maka baru

119 HR. Bukhari (I/99) [no. 794] dan Muslim (I/350) [no. 484]

Bukhari memasukkan hadis tersebut dalam ‘Babud Du’a’i fir


ruku’ (Bab Doa dalam Rukuk).

127
bertumpu pada kedua tangan. Ini
pendapat Hanafiyah dan Hanabilah.

Dari Jabir radhiallahu’anhu, ia berkata:

‫ ول‬،‫صدور قَدمي ِه‬


ِ ‫ت ابنَ َمسعود فرأيتُهُ يَن َهضُ علَى‬ ْ ‫َر‬
ُ ‫مق‬
َ‫س إذا صلَّى في أوَّ ِل َر ْكعة حينَ يَقضي السجود‬
ُ ‫يَج ِل‬
“Aku pernah mengikuti Ibnu Mas’ud dan aku
melihat beliau bangkit dari duduk dengan
bertopang pada kedua kakinya. Dan beliau tidak
duduk (istirahat) di rakaat pertama ketika
selesai sujud.”120

 Pendapat kedua: kedua lutut naik lebih


dahulu sebelum kedua tangan. Ini
pendapat Syafi’iyyah dan Malikiyyah.

10. Tasyahud Awal

Keadaan duduk tasyahud ini dimulai dengan


membaca "At tahiyyaatu lillaah was shalawaatu
wat thayyibaatu". Manusia menegaskan bahwa
segala sesuatu yang dia miliki sebenarnya
adalah milik Allah dengan mengucapkan
tahiyyat. Dia memperbarui imannya dengan

120 Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 1/394

128
mengucapkan dua kalimat syahadat (Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya). Dialah Zat yang harus kita yakini
eksistensi-Nya bahwa seorang muslim, dalam
hal ini tidak akan dapat memperoleh karunia
dari selain Dia. Oleh karena itu, si mushalli
mengharap kepada-Nya untuk memperoleh
karunia-Nya, dan nikmat-Nya yang banyak,
khususnya nikmat hidayah menuju jalan yang
lurus.

Diantara dalil akan wajibnya tasyahud awal,


dari Abdullah bin Buhainah ia mengatakan,

‫ فقام في‬،‫هر‬ َ ‫النبي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم صلَّى بهم الظ‬ َّ َّ
‫أن‬
‫ حتَّى إذا‬،‫اس معه‬ ُ َّ‫ فقام الن‬،‫س‬ْ ‫ لم يج ِل‬،‫كعتين األُوليَي ِْن‬
ِ َّ‫الر‬
،‫كب ََّر وهو جالس‬،‫اس تسلي َمه‬ ُ َّ‫ وانت َظ َر الن‬،َ‫قضى الصََّلة‬
‫ ثم سلَّ َم‬،‫ُسل َم‬ ْ ‫سجدتين ق ْب َل‬
ِ ‫أن ي‬ ِ ‫فس َجد‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengimami
para sahabat. Beliau salat di dua rakaat
pertama tanpa duduk (tasyahud awal). Maka
orang-orang pun ikut berdiri (tidak tasyahud
awal). Sampai ketika salat hampir selesai,
orang-orang menunggu beliau salam, namun
ternyata beliau bertakbir dalam keadaan duduk,

129
lalu sujud dua kali sujud sebelum salam.
Kemudian setelah itu baru salam“121

Hadis ini menceritakan tentang Nabi


Shallallahu’alaihi Wasallam lupa mengerjakan
tasyahud awal, sehingga beliau melakukan
sujud sahwi. Maka ini menunjukkan bahwa
tasyahud awal adalah kewajiban, yang jika
ditinggalkan maka ada kewajiban sujud sahwi.

Kemudian juga hadis dari Rifa’ah bin Rafi


radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

‫اقرأْ ما تيس ََّر‬


َ ‫ ثم‬،‫ فكبِ ِر هللاَ تعالى‬، َ‫إذا أنتَ قُمْ تَ في صَلتِك‬
،‫س ِط الصََّل ِة‬َ ‫ فإذا جلَسْتَ في و‬:‫ وقال فيه‬،‫رآن‬ ِ ُ‫عليك ِمن الق‬
َ‫ ثم إذا قُمْت‬،‫ ثم تش َّه ْد‬،‫فخذَك اليُسرى‬ ِ ‫ش‬ْ ‫فاطمئِ َّن وافت َ ِر‬
َ‫غ ِمن صَلتِك‬ ُ ‫فمثْ َل ذلك حتَّى‬
َ ‫تفر‬ ِ
“Jika engkau berdiri untuk salat, maka
bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran
yang engkau mampu”. Kemudian Nabi juga
bersabda di dalamnya: “jika engkau duduk di
tengah salat, maka duduklah dengan
tuma’ninah dan bentangkanlah pahamu yang
sebelah kiri, kemudian tasyahudlah. Kemudian

121 HR. Bukhari no. 829, Muslim no. 570

130
jika engkau berdiri lagi (untuk rakaat ke-3) maka
semisal itu juga sampai selesai salat.”122

Dalam hadis ini Nabi Shallallahu’alaihi


Wasallam memerintahkan untuk tasyahud awal.
Menunjukkan hukumnya wajib.

Cara Duduk Tasyahud Awal

Cara duduk tasyahud awal adalah dengan


duduk iftirasy, sama seperti duduk di antara dua
sujud, yaitu telapak kaki kiri dibentangkan dan
diduduki, kemudian telapak kaki kanan
ditegakkan.

122 HR. Abu Daud no. 860, dihasankan Al Albani dalam Shahih

Abu Daud

131
(sumber : google.com)

Dalam hadis al musi’ salatuhu’ di atas, Nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫ش فَ ِخذَك‬ ْ ‫ َو ْافت َ ِر‬،‫اط َمئِ َّن‬


ْ َ‫س ِط الص َََّل ِة ف‬
َ ‫فَ ِإذَا َجلَسْتَ فِي َو‬
َ َ ‫ْاليُس َْرى ث ُ َّم ت‬
‫ش َّه ْد‬
“Jika kamu duduk di tengah salat (tasyahud
awal), duduklah dengan tuma’ninah,
bentangkan pahamu yang kiri, kemudian
bertasyahud-lah.”123

Juga termasuk keumuman hadis Abu Humaid


As Sa’idi radhiallahu’anhu beliau berkata:

123 HR. Abu Daud no. 860, dihasankan Al Albani dalam Shahih

Abu Daud

132
‫ ونصب‬،‫فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى‬
،‫ قدم رجله اليسرى‬،‫ وإذا جلس في الركعة اآلخرة‬،‫اليمنى‬
‫ وقعد على مقعدته‬،‫ونصب األخرى‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika duduk
dalam salat di dua rakaat pertama beliau duduk
di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan.
Jika beliau duduk di rakaat terakhir, beliau
mengeluarkan kaki kirinya dan menegakkan
kaki kanannya dan duduk di atas lantai.”124

Dalam riwayat lain:

‫علَ ْي َها ث ُ َّم ا ْعتَدَ َل َحتَّى يَرْ ِج َع ُكل‬


َ َ‫ث ُ َّم ثَنَى ِر ْجلَهُ ْاليُس َْرى َوقَعَد‬
‫اجدًا‬
ِ ‫س‬ َ ‫ع َْظم فِى َموْ ِض ِع ِه ُم ْعت َ ِدلً ث ُ َّم أ َ ْه َوى‬
“Kemudian kaki kiri ditekuk dan diduduki.
Kemudian badan kembali diluruskan hingga
setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya.
Lalu turun sujud kembali.”125

 Ketika duduk tasyahud tangan kanan


berada di atas paha atau lutut kanan,
dan tangan kiri di atas paha atau lutut

124 HR. Bukhari no. 828 dan Muslim no. 226

125 HR. Tirmidzi no. 304. At Tirmidzi mengatakan: “hasan

shahih”

133
kiri dengan posisi telapak tangan
membentang, dan jari-jari menghadap
kiblat. Dari Abdullah bin Umar
radhiallahu’anhuma, ia berkata:

ِ ‫ وضَع كفَّه اليُمنى على‬، ‫كان إذا ج َلس في الصَل ِة‬


‫فخذِه‬
‫ وأشار بإصبَ ِعه التي تلي‬. ‫ وقبَض أصابعَه كلَّها‬. ‫اليُمنى‬
ِ ‫ ووضَع كفَّه اليُسرى على‬. ‫اإلبها َم‬
‫فخذِه اليُسرى‬
“Jika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam duduk
(tasyahud), beliau meletakkan telapak tangan
kanannya di atas pahanya yang kanan.
Kemudian menggenggam semua jari tangan
kanannya, kemudian berisyarat dengan jari
telunjuk yang ada di sebelah jempol. Dan beliau
meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri.”126

Kemudian dari Wail bin Hujr radhiallahu’anhu,


ia berkata:

‫كف ِه اليُسرى على‬ ِ ‫وافترش رجلَهُ اليسرى ووض َع‬ َ َ‫ث َّم قعد‬
‫األيمن على فخ ِذ ِه‬
ِ ‫وركبتِ ِه اليُسرى وجع َل حدَّ مرف ِق ِه‬ ُ ‫فخ ِذ ِه‬
‫اثنتين من أصاب ِع ِه وحلَّقَ حلقةً ث َّم رف َع‬
ِ ‫قبض‬
َ ‫اليُمنى ث َّم‬
ُ‫إصب َعه‬

126 HR. Muslim no. 580

134
“…kemudian beliau duduk dan
membentangkan kaki kirinya. Beliau
meletakkan tangan kiri di atas paha dan lutut
kirinya. Dan memposisikan siku kanannya di
atas paha kanannya. Kemudian beliau
menggenggam dua jarinya (kelingking dan jari
manis), dan membentuk lingkaran dengan dua
jarinya (jempol dan jari tengah) dan berisyarat
dengan jari telunjuknya.” (HR. An Nasai no. 888,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai)

 Kemudian posisi siku sejajar dengan


paha dan diletakkan di atas paha,
sebagaimana dalam hadis Wail bin Hujr
radhiallahu’anhu.
 Isyarat Telunjuk ke Arah Kiblat

Dari hadis Ibnu Umar dan Wail bin Hujr


radhiallahu’anhuma di atas, kita ketahui ada
dua cara berisyarat dengan tangan kanan ketika
tasyahud:

 Menggenggam semua jari kecuali jari


telunjuk yang mengarah ke kiblat,
sebagaimana dalam hadis Ibnu Umar
 Menggenggam jari kelingking dan jari
manis, membentuk lingkaran dengan
jari tengah dan jempol, dan jari telunjuk
berisyarat ke kiblat.

135
 Ketika tasyahud, jari telunjuk tangan
kanan berisyarat ke arah kiblat dan
pandangan mata ke arah jari telunjuk
tersebut.

Ini disebutkan oleh beberapa hadis di atas dan


juga dalam riwayat lain dari Ibnu Umar
radhiallahu’anhuma:

‫ببصره‬
ِ ‫وأشار بأُصبُ ِعه الَّتي تلي اإلبها َم إلى ال ِقبْل ِة ورمى‬
‫إليها‬
“…beliau berisyarat dengan jari telunjuknya
yang ada di sebelah jempol, ke arah kiblat, dan
memandang jari tersebut.”127

Para ulama khilaf mengenai kapan mulai


berisyarat dengan jari telunjuk dalam beberapa
pendapat:

 Hanafiyah berpendapat bahwa dimulai


sejak ucapan “laailaaha illallah”
 Malikiyyah berpendapat bahwa dimulai
sejak awal tasyahud hingga akhir
 Syafi’iyyah berpendapat bahwa dimulai
sejak “illallah”

127 HR. Ibnu Hibban no. 1947, dishahihkan Al Albani dalam

Ashl Sifati salatin Nabi [3/838]

136
 Hanabilah berpendapat bahwa dimulai
sejak ada kata “Allah”

Bila kita melihat riwayat dari Ibnu Umar


radhiallahu’anhuma berikut:

‫ كان إذا قعَد في‬، ‫أن رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬
َّ
‫ ووضَع‬. ‫التشَه ِد وضَع يدَه اليُسرى على ُركبتِه اليُسرى‬
. َ‫ وعقَد ثَلثةً وخمسين‬. ‫يدَه اليُمنى على ُركبتِه اليُمنى‬
‫وأشار بالسباب ِة‬
“Jika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam duduk
untuk tasyahud, beliau meletakkan telapak
tangan kirinya di atas lutut kirinya. Dan beliau
meletakkan tangan kanannya di lutut kanannya.
Dan jarinya membentuk lima puluh tiga,
sedangkan telunjuknya berisyarat ke kiblat.”128

Disebut di sini

… ‫… إذا قعَد في التشَه ِد‬


“jika beliau duduk untuk tasyahud”
menunjukkan bahwa isyarat jari telunjuk dimulai
ketika awal tasyahud. Syaikh Abdul Aziz bin Baz
mengatakan:

128 HR. Muslim no. 580

137
‫ يقيم السبابة من أول الجلوس‬،‫السنة أن تشير بالسبابة‬
‫ التشهد األول واألخير‬،‫في التحيات‬
Yang sesuai sunnah dalam berisyarat dengan
telunjuk itu, mengacungkan jari telunjuk sejak
mulai duduk tasyahud awal dan akhir”129

Bacaan Doa Tasyahud

Ada tiga macam bacaan tasyahud yang sahih


dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

Bacaan pertama

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu,

‫ضنا على‬ ُ ‫ويسلم بع‬ ِ ،‫ونسمي‬ ِ ،‫ التَّحية في الصَل ِة‬:‫كنا نقو ُل‬
:‫ فقال‬،‫ فسمعه رسول هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬،‫بعض‬
َ‫علَيْك‬َ ‫ الس َََّل ُم‬،‫ات‬ َّ ‫ات َو‬
ُ َ‫الط ِيب‬ ُ ‫صلَ َو‬ َّ ‫ات ِ َّّللِ َوال‬ ُ َ‫ الت َّ ِحي‬:‫قولوا‬
‫علَى ِعبَا ِد‬ َ ‫علَ ْينَا َو‬ َ ‫سَلَ ُم‬ َّ ‫ اَل‬،ُ‫أي َها النَّبِي َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه‬
‫ش َهدُ أ َ َّن ُم َح َّمدًا‬ ْ َ ‫ َوأ‬،ُ‫ش َهدُ أ َ ْن َل ِإلَهَ ِإ َّل هللا‬ ْ َ ‫ أ‬، َ‫هللاِ الصَّا ِل ِحيْن‬
ُ‫ع ْبدُهُ َو َرسُوْ لُه‬ َ
“Dahulu kami membaca tahiyyat dalam salat,
menyebut nama Allah kemudian mengucapkan
salam satu sama lain. Rasulullah

129 https://binbaz.org.sa/fatwas/13521

138
Shallallahu’alaihi Wasallam pun mendengar hal
tersebut lalu beliau mengatakan: Ucapkahlah
“At tahiyyaatu lillaah was shalawaatu wat
thayyibaatu. As salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullah wabarakaatuh. As salaamu
‘alainaa wa ‘ala ibaadillahis shaalihiin. Asyhadu
an laailaaha illallah, wa asy-hadu anna
muhammadan abduhu wara suuluh” (Segala
ucapan selamat, salawat, dan kebaikan hanya
milik Allah. Mudah-mudahan salawat serta
salam terlimpahkan kepadamu wahai engkau
wahai Nabi beserta rahmat Allah dan berkah-
Nya. Mudah-mudahan salawat dan salam
terlimpahkan pula kepada kami dan kepada
seluruh hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya).” (HR. Bukhari no. 1202, Muslim
no. 402)

Bacaan kedua

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau


berkata:

‫ان رسول هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم يعلمنا التشهد كما‬
ُ َ‫ ((اَلت َّ ِحي‬:‫يعلمنا السورة من القرآن فكان يقول‬
‫ات‬

139
‫علَيْكَ أي َها النَّ ِبي‬َ ‫ اَلس َََّل ُم‬،‫ات هلل‬ َّ ‫ات‬
ُ َ‫الط ِيب‬ ُ ‫صلَ َو‬َ ‫ ال‬،‫َات‬ُ ‫ارك‬َ َ‫ال ُمب‬
ِ‫علَى ِعبَا ِد هللا‬ َ ‫علَينَا َو‬ َ ‫ الس َََّل ُم‬،ُ‫َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه‬
‫أن ُم َح َّمدًا َرسُوْ ُل‬َّ ُ‫ش َهد‬ ْ َ ‫ َوأ‬،‫ش َهدُ أَن َّل ِإلَهَ ِإل هللا‬ْ َ ‫ أ‬،‫صا ِل ِحين‬
َ ‫ال‬
))‫هللا‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengajarkan kepada kami bacaan tasyahud
sebagaimana mengajarkan bacaan surat dalam
Alquran, beliau mengucapkan: “At tahiyaatu
mubaarokaatu sholawaatu thoyyibaatu lillah,
Assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa
rohmatullahi wabarokaatuh, Assalamu’alainaa
wa ‘alaa ‘ibaadillahi shoolihiin, Asyhadu allaa
ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan
rasuulullah.” (Segala ucapan selamat,
shalawat, dan kebaikan hanya milik Allah.
Mudah-mudahan shalawat dan salam
terlimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta
rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-
mudahan shalawat dan salam terlimpah pula
kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah
yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah melainkan

140
Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu
adalah hamba-Nya dan utusan-Nya)130

Bacaan ketiga

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu,


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:

ُ ‫ اَلت َّ ِح َي‬:‫فليكن ِمن أوَّ ل قو ِل أحدِكم‬


‫ات‬ ْ ‫وإذا كان عندَ القعد ِة‬
ُ
ِ‫علَيْكَ أي َهاالنَّ ِبي َو َر ْح َمة هللا‬ َ ‫ات هلل الس َََّل ُم‬ ُ ‫صلَ َو‬ َّ
ُ َ‫الط ِيب‬
َّ ‫ات ال‬
ُ‫ش َهد‬ْ َ ‫ أ‬، َ‫علَى ِعبَا ِد هللاِ الصَّا ِل ِحين‬ َ ‫علَ ْينَا َو‬ َّ ‫ ال‬،‫َوبَ َر َكاتُه‬
َ ‫سَلَ ُم‬
ُ‫ع ْبدُهُ وُ َرسُوْ لُه‬َ ‫ش َهدُ أَن ُم َح َّمدًا‬
ْ َ ‫ َوأ‬،‫أَن َّل ِإلَهَ ِإل هللا‬
“Jika kalian duduk (tasyahud) dalam salat,
hendaknya yang pertama kali kalian baca
adalah: “Attahiyyat at thayyibat ash shalawaatu
lillah, As salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa
rahmatullah wabarakatuh, As salaamu ‘alaina
wa ‘alaa ibaadillahish shalihin. Asy-hadu an laa
ilaaha illallah wa asy-hadu anna muhammadan
rasuulullah” (Segala penghormatan, kebaikan
dan shalawat hanya milik Allah. Mudah-
mudahan salam terlimpahkan kepadamu wahai
Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya.
Mudah-mudahan salam terlimpah pula kepada

130 HR. Muslim no. 403

141
kami dan kepada seluruh hamba Allah yang
shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah melainkan
Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu
adalah hamba-Nya dan utusan-Nya).”131

11. Tasyahud Akhir

Sama seperti tasyahud awal makna gerakannya


yaitu bahwa segala sesuatu yang dia miliki
(manusia) sebenarnya adalah milik Allah
dengan mengucapkan tahiyyat. Dia
memperbarui imannya dengan mengucapkan
dua kalimat syahadat (Tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan-Nya). Dialah Zat
yang harus kita yakini eksistensi-Nya bahwa
seorang muslim, dalam hal ini tidak akan dapat
memperoleh karunia dari selain Dia. Oleh
karena itu, si mushalli mengharap kepada-Nya
untuk memperoleh karunia-Nya, dan nikmat-
Nya yang banyak, khususnya nikmat hidayah
menuju jalan yang lurus.

Tasyahud akhir dilakukan setelah sujud kedua


pada rakaat paling terakhir dalam salat. Duduk
tasyahud akhir dan bacaannya adalah rukun

131 HR. Muslim no. 404

142
salat. Dalilnya adalah hadis Ibnu Mas’ud
radhiallahu’anhu tentang bacaan tasyahud
akhir, beliau berkata:

‫ السََّل ُم على هللاِ ق ْب َل‬:ُ‫ض علينا التشهد‬


َ ‫ُفر‬
َ ‫أن ي‬ْ ‫كنَّا نقو ُل ق ْب َل‬
‫ السََّل ُم‬،َ‫ السََّل ُم على ميكائيل‬،َ‫ السََّل ُم على ِجبْريل‬،‫عبا ِده‬
‫ السََّل ُم‬:‫ ل تقولوا‬:‫ فقال صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬،‫على فَُلن‬
ُ ‫ التَّحي‬:‫ ولكن قولوا‬،‫فإن هللاَ هو السََّل ُم‬
ِ‫َّات هلل‬ َّ ‫على هللاِ؛‬
“Dahulu sebelum tasyahud diwajibkan kepada
kami, kami mengucapkan: as salaam ‘alallah
qabla ibaadihi, as salaam ‘ala Jibril, as salaam
‘ala Mikail, as salaam ‘ala fulan (Salam kepada
Allah sebelum kepada hamba-Nya, salam
kepada Jibril, salam kepada Mikail, dan salam
kepada fulan). Maka Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam pun mengatakan: janganlah kalian
mengatakan “as salaam ‘alallah” karena Dialah
As Salam. Namun katakanlah: at tahiyyatu lillah
(segala penghormatan hanya milik Allah).”132

Dalam hadis ini jelas disebutkan “sebelum


tasyahud diwajibkan kepada kami“,
menunjukkan bahwa tasyahud akhir hukumnya
wajib dan merupakan rukun salat.

132 HR. Bukhari no. 1202, Muslim no. 402

143
Dan ulama ijma bahwa duduk tasyahud akhir
merupakan rukun salat. Imam An Nawawi
mengatakan:

‫ والقعودُ في التشهد األخير‬،‫ النيَّة‬:‫فمن المج َمع عليه‬


ِ
“Diantara kesepakatan ulama, niat dan duduk
tasyahud akhir (adalah rukun salat).”133

Cara Duduk Tasyahud Akhir

Cara duduk tasyahud akhir adalah dengan


duduk tawarruk, yaitu duduk di lantai, kedua
kaki diletakkan di sebelah kanan pinggang, kaki
kiri dibentangkan, sedangkan kaki kanan
ditegakkan.

133 Syarah Shahih Muslim, 4/107

144
(sumber : google.com)

Dalam hadis Abu Humaid As Sa’idi


radhiallahu’anhu beliau berkata:

‫ ونصب‬،‫فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى‬


،‫ قدم رجله اليسرى‬،‫ وإذا جلس في الركعة اآلخرة‬،‫اليمنى‬
‫ وقعد على مقعدته‬،‫ونصب األخرى‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika duduk
dalam salat di dua rakaat pertama beliau duduk
di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan.
Jika beliau duduk di rakaat terakhir, beliau

145
mengeluarkan kaki kirinya dan menegakkan
kaki kanannya dan duduk di atas lantai.”134

Dalam riwayat lain:

‫ أ َّخ َر ِر ْجلَه‬،ُ‫ت الرَّ كعةُ التي تنقضي فيها الصََّلة‬


ِ ‫حتَّى إذا كان‬
‫متور ًكا ثم سلَّ َم‬
ِ ‫ش ِقه‬
ِ ‫ وق َعد على‬،‫اليُسرى‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika sudah
sampai pada rakaat terakhir salat, beliau
menjulurkan kaki kirinya dan duduk langsung di
lantai dalam keadaan tawarruk, kemudian
salam.”135

Demikian juga jika dalam salat ada dua


tasyahud, maka tasyahud pertama dibaca
dengan keadaan duduk iftirasy dan tasyahud
yang kedua dibaca dalam keaadaan duduk
tawarruk sebagaimana zahir hadis-hadis di
atas.

Bagaimana Jika Shalat Sunnah 2 Rakaat, Apa


Yang dipakai? Tasyahud awal atau akhir?

134 HR. Bukhari no. 828 dan Muslim no. 226

135 HR. Abu Daud no. 730, dishahihkan Al Albani dalam Shahih

Abu Daud

146
Para ulama berbeda pendapat (khilaf)
mengenai cara duduk tasyahud akhir jika di
dalam salat hanya ada satu tasyahud. Karena
dalam hadis Abu Humaid di atas, terdapat
isyarat bahwa Nabi duduk iftirasy pada rakaat
kedua, sedangkan dalam riwayat Abu Daud
dipahami bahwa duduk tawarruk adalah duduk
tasyahud di rakaat terakhir. Padahal jika salat
hanya dua rakaat maka duduk tasyahud ketika
itu adalah tasyahud di rakaat kedua sekaligus di
rakaat terakhir.

Para ulama khilaf dalam dua pendapat:

 Pendapat pertama, duduk dengan cara


tawarruk. Ini adalah pendapat
Syafi’iyyah dan Malikiyyah. Dalil mereka
adalah riwayat Abu Humaid yang
terdapat lafadz:

‫ أ َّخ َر ِر ْجلَه‬،ُ‫ت الرَّ كعةُ التي تنقضي فيها الصََّلة‬


ِ ‫حتَّى إذا كان‬
‫متور ًكا ثم سلَّ َم‬
ِ ‫ش ِقه‬
ِ ‫ وقعَد على‬،‫اليُسرى‬

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika sudah


sampai pada rakaat terakhir salat, beliau
menjulurkan kaki kirinya dan duduk langsung di

147
lantai dalam keadaan tawarruk, kemudian
salam”

 Pendapat kedua: duduk dengan cara


iftirasy. Ini adalah pendapat Hanabilah
dan Hanafiyah, juga dikuatkan oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
Dalilnya hadis Abu Humaid riwayat
Bukhari – Muslim di atas:

‫ ونصب‬،‫فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى‬


‫اليمنى‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika duduk
dalam salat di dua rakaat pertama beliau duduk
di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanan”

Dikuatkan dengan riwayat dari Aisyah


radhiallahu’anha:

‫يفرش ِرجلَه‬
ُ َ
‫ وكان‬،‫التحية‬ ِ ‫وكان يقو ُل في‬
‫كل ركعتين‬
‫ وينصبُ ِرجلَه اليُمنَى‬،‫ُسرى‬
َ ‫الي‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di setiap dua
rakaat beliau mengucapkan tahiyyah

148
(tasyahud). Dan beliau membentangkan kaki
kirinya dan menegakkan kaki kanannya.”136

Maka pendapat kedua ini nampaknya yang lebih


rajih, wallahu a’lam.

Shalawat di Tasyahud Akhir

Para ulama khilaf mengenai hukumnya menjadi


dua pendapat:

 Pendapat pertama: hukumnya sunnah.


Ini adalah pendapat Hanafiyah,
Malikiyah, Ibnu Abdil Barr, Ibnul
Munzhir, Zhahiriyah, dan juga pendapat
yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin.

Dalil yang mereka gunakan adalah sebuah hadis


dari Alqamah:

ِ‫وأن رسو َل هللا‬َّ ،‫أن عبدَ هللاِ بنَ مسعود أخذَ بيدِه‬ َّ َ‫عَلقمة‬
‫صلَّى هللاُ عليه وسلَّم أ َخذ بي ِد عب ِد هللاِ فعلَّ َمه التشهدَ في‬
،‫بات‬ َّ
ُ ِ‫والطي‬ ُ ‫ والص‬،ِ‫َّات هلل‬
،‫َّلوات‬ ُ ‫ التَّحي‬:‫ قُ ِل‬:‫ قال‬،‫الصََّل ِة‬
‫ السََّل ُم علينا‬،‫السََّل ُم عليك أيها النبي ورحمةُ هللاِ وبركاتُه‬
‫ت عنه إن شا َء‬ ُ ‫ ح ِف ْظ‬:‫ قال ُز َهير‬، َ‫وعلى عبا ِد هللاِ الصَّالحين‬

136 HR. Muslim no. 498

149
‫أن مح َّمدًا عبدُه‬َّ ُ‫ وأش َهد‬،ُ‫أن ل إلهَ َّإل هللا‬ْ ُ‫ أش َهد‬:ُ‫هللا‬
‫ فقد‬،‫ فإذا فعَ ْلتَ هذا‬:‫ض ْيتَ هذا أو قال‬ َ ‫ فإذا ق‬:‫ قال‬،‫ورسولُه‬
َ‫أن تقعُد‬ ِ ‫ وإن‬،‫أن تقو َم فقُ ْم‬
ْ َ‫شئْت‬ ْ َ‫ إن شئت‬،‫ض ْيتَ صَلتَك‬ َ ‫ق‬
‫فاقعُ ْد‬
‘Abdullah bin Mas’ud menarik tangannya
Alqamah sedangkan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam menarik tangan
Ibnu Mas’ud untuk mengajarkannya tasyahud di
dalam salat. Nabi bersabda ucapkanlah, “at
tahiyyaatu lillaah was shalawaatu wat
thayyibaat as salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullah wabarakaatuh, as salaamu
‘alainaa wa ‘ala ibaadillahis shaalihiin”. Zuhair
berkata: yang aku hafal insya Allah ada
tambahan: “asy-hadu an laailaaha illallah, wa
asy-hadu anna muhammadan abduhu wara
suluh”. Nabi lalu bersabda: jika engkau sudah
selesai membaca ini, maka engkau telah
menyelesaikan salatmu. Jika engkau ingin
berdiri, silakan berdiri, atau jika engkau ingin
duduk silakan duduk.”137

Namun Syaikh Al Albani menegaskan:

137 HR. Abu Daud no. 970

150
‫ والصواب أنَّه من قول ابن‬،))..‫شاذ بزيادة ((إذا قلت‬
‫مسعود موقوفًا عليه‬
“Hadits ini syadz dengan tambahan: “jika
engkau sudah selesai membaca ini, dst.” yang
benar ini adalah hadis yang mauquf, merupakan
perkataan Ibnu Mas’ud.”138

 Pendapat kedua: hukumnya wajib. Ini


adalah pendapat Hanabilah,
Syafi’iyyah, Ibnu Arabi dan dikuatkan
oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Dalilnya hadis Ka’ab bin Ujrah radhiallahu’anhu,


ia berkata:

‫ يا رسو َل‬:‫ فقُ ْلنا‬،‫خرج علينا‬ َ ‫النبي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم‬
َّ َّ
‫إن‬
:‫صلي عليك؟ قال‬ ِ ُ‫ فكيف ن‬،‫سل ُم عليك‬ ِ ُ‫ قد علِمْ نا كيف ن‬،ِ‫هللا‬
َ‫ كما صلَّ ْيت‬،‫ وعلى آ ِل محمَّد‬،‫صل على محمَّد‬ ِ ‫ الله َّم‬:‫قولوا‬
،‫بار ْك على محمَّد‬ ِ ‫ الله َّم‬،‫ إنَّك حميد مجيد‬،‫على آ ِل إبراهي َم‬
‫ إنَّك حميد‬،‫بار ْكتَ على آ ِل إبراهي َم‬ َ ‫ كما‬،‫وعلى آ ِل محمَّد‬
‫مجيد‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar
bersama kami, lalu kami berkata: Wahai
Rasulullah kami sudah tahu cara salam

138 Shahih Sunan Abu Daud no. 970

151
kepadamu, lalu bagaimana cara bershalawat
kepadamu? Nabi menjawab: ucapkanlah:
“Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali
Muhammad kamaa shalayta ‘ala aali Ibrahim,
innaka hamiidum majiid. Allahumma baarik ‘ala
Muhammad wa ‘ala aali Muhamamd kamaa
baarakta ‘ala aali Ibrahim, innaka hamiidum
majid” (Ya Allah semoga shalawat terlimpah
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana shalawat terlimpah kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim,Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia.Ya Allah semoga
keberkahan terlimpah kepada Muhammad dan
keluarga Muhammad, sebagaimana engkau
berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha
Mulia)”139

Dalam hadis ini digunakan fi’il amr (perintah),


maka menunjukkan hukumnya wajib. Wallahu
a’lam, ini pendapat yang lebih rajih.

 Membaca Doa Perlindungan Dari


Empat Hal

139 HR. Bukhari no. 6357, Muslim no. 406

152
Setelah tasyahud akhir dan sebelum salam,
dianjurkan membaca doa perlindungan dari
empat hal. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

:‫فليتعوَّ ْذ باهللِ ِمن أربع‬


ْ ،‫اآلخ ِر‬ َ ‫فر‬
ِ ‫غ أ َحدُكم ِمن التشه ِد‬ َ ‫إذا‬
‫ب‬ ِ ‫ ومن عذا‬. ‫ب جهن َم‬ ِ ‫ اللهم ! إني أعوذُ بك من عذا‬: ‫يقو ُل‬
‫المسيح‬
ِ ِ ‫ ومن‬. ‫ت‬
‫شر فتن ِة‬ ِ ‫ ومن فتن ِة المحيا والمما‬. ‫القبر‬
ِ
‫الدجا ِل‬
“Jika salah seorang di antara kalian ber-
tasyahud akhir, maka setelah itu mintalah
perlindungan kepada Allah dari empat hal,
ucapkanlah: ”Allahumma inni a’udzubika min
‘adzabi jahannam, wamin ‘adzabil qabri, wamin
fitnatil mahyaa wal mamaat, wamin syarri fitnatil
masiihid dajjaal” (Ya Allah, aku memohon
perlindunganMu dari neraka Jahannam, dari
adzab kubur, dari fitnah orang yang hidup dan
juga orang yang sudah mati, dan dari keburukan
fitnah Al Masih Ad Dajjal).”140

140 HR. Muslim no. 588

153
12. Salam

(sumber : google.com)

Salam di akhir shalat adalah perbuatan yang


disyariatkan. Kita ketahui bersama bahwa
shalat diawali dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam. Dari Ali bin Abi Thalib
radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:

:‫ وتحليلُها‬،‫كبير‬
ُ َّ ‫ الت‬:‫ وتحري ُمها‬،‫هور‬ ُ ‫ِمفتا‬
ُ ‫ الط‬:‫ح الصََّل ِة‬
‫التَّسلي ُم‬
“Pembuka shalat adalah thaharah, yang
menandai diharamkannya (semua gerakan dan
perkataan selain gerakan dan perkataan shalat)

154
shalat adalah takbir, dan yang
menghalalkannya adalah salam”141

Dan salam yang diwajibkan dan merupakan


rukun shalat adalah salam yang pertama, yaitu
salam ke kanan. An Nawawi rahimahullah
mengatakan:

‫وأج َمع العلماء الذين يُعتد بهم على أنَّه ل يجب َّإل‬
‫تسليمة واحدة‬
“Para ulama yang diakui pendapatnya telah
ijma’ bahwa salam dalam shalat tidak wajib
kecuali satu saja”142

Hukum Salam Yang Kedua

Ulama khilaf mengenai hukum salam yang


kedua menjadi dua pendapat:

 Pendapat pertama: hukumnya sunnah.

Ini adalah pendapat jumhur ulama bahkan


dinukil ijma dari sebagian ulama, sebagaimana
nukilan dari An Nawawi di atas. Ijma juga dinukil

141 HR. Abu Daud no. 61, At Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275,

dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud

142 Syarah Shahih Muslim, 5/83

155
oleh Ibnu Abdil Barr, Al Qurthubi, Ath Thahawi
dan Ibnu Rajab.

Diantara dalilnya, hadis dari Aisyah


radhiallahu’anha, ia berkata:

‫بتسع ركعات‬ ِ ‫كان رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم إذا أوت َ َر‬
ُ‫ فيح َمدُ هللاَ ويذ ُك ُره ويدعو ثم ين َهض‬،‫لم يقعُ ْد َّإل في الثامن ِة‬
‫عز وج َّل‬َّ َ‫س فيذ ُك ُر هللا‬ ُ ‫ فيج ِل‬،َ‫ُصلي التاسعة‬ِ ‫ ثم ي‬،‫ُسل ُم‬ ِ ‫ول ي‬
‫ركعتين وهو‬ ِ ‫ُصلي‬
ِ ‫ ثم ي‬،‫ُسمعُنا‬ ً
ِ ‫ويسل ُم تسليمة ي‬
ِ ‫ويدعو‬
‫بسبع ركعات ل يقعُدُ َّإل في‬ ِ ‫ُف أوت َ َر‬
َ ‫ فلمَّا كبِ َر وضع‬،‫جالس‬
‫ُسل ُم‬ َ
ِ ‫ ثم ي‬،‫ُصلي السابعة‬ ِ ‫ُسل ُم ثم ي‬ ِ ‫ ثم ين َهضُ ول ي‬،‫السادس ِة‬
ً‫ُسل ُم تسليمة‬ ِ ‫ ثم ي‬،‫ركعتين وهو جالس‬ ِ ِ ‫ ثم ي‬،ً‫تسليمة‬
‫ُصلي‬
‫ يرفَ ُع بها صوتَه حتَّى يو ِق َظنا‬،‫ السََّل ُم عليكم‬:ً‫واحدة‬
“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
shalat witir sembilan rakaat, beliau tidak duduk
(tasyahud) kecuali pada rakaat ke delapan,
beliau memuji Allah dan berdzikir serta berdoa,
lalu bangun tanpa salam. Kemudian lanjut
rakaat ke sembilan, kemudian duduk (tasyahud)
dan berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla dan
berdoa kemudian salam dengan satu salam
yang diperdengarkan kepada kami. Ketika
beliau tua dan melemah, beliau shalat witir
tujuh rakaat, beliau tidak duduk (tasyahud)
kecuali pada rakaat ke enam, lalu bangun tanpa

156
salam. Kemudian lanjut rakaat ke tujuh,
kemudian salam dengan satu salam. Kemudian
beliau shalat lagi dua rakaat dalam keadaan
duduk, kemudian salam dengan satu salam,
mengucapkan: assalamu’alaikum. Beliau
mengeraskan suaranya hingga
membangunkanku.”143

Dalam hadis ini Rasulullah Shallallahu’alaihi


Wasallam disebutkan pernah salam hanya
sekali, menunjukkan bahwa salam yang kedua
tidak wajib.

Pendapat ini juga merupakan pendapat jumhur


sahabat Nabi dan generasi salaf. Dari Nafi’, ia
berkata tentang Ibnu Umar radhiallahu’anhu:

‫أنه كان يسلم عن يمينه واحدة‬


“Ibnu Umar pernah salam ke kanan hanya sekali
saja.”144

Juga terdapat riwayat dari Aisyah, Ali bin Abi


Thalib, Salamah bin Al Akwa’, Anas bin Malik

143 HR. An Nasai 3/240, dishahihkan Al Albani dalam Shahih

An Nasai

144 HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf, 2/222. Sanadnya

shahih
157
radhiallahu’anhum bahwa mereka juga pernah
salam hanya sekali.

 Pendapat kedua: hukumnya wajib.

Ini pendapat Hanabilah. Dalil mereka adalah


hadis dari Jabir bin Samurah radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ُسل َم على‬
ِ ‫ ثم ي‬،‫فخذِه‬
ِ ‫ض َع يدَه على‬ ْ ‫إنَّما يكفي أحدَكم‬
َ ‫أن ي‬
‫شما ِله‬
ِ ‫أخيه ِمن على يمينِه و‬
“Sesungguhnya cukup bagi kalian untuk
meletakkan tangannya di atas pahanya
kemudian salam kepada saudaranya ke kanan
dan kirinya”145

Dalam hadis ini digunakan kata-kata ‫يكفي‬


(cukup) yang mengisyaratkan bahwa salam baru
cukup jika ke kanan dan ke kiri.

Wallahu a’lam, pendapat jumhur ulama lebih


rajih dalam hal ini, mengingat banyaknya
nukilan ijma dan riwayat dari para salaf. Adapun
pendalilan dari hadis Jabir bin Samurah adalah
pendalilan yang tidak sharih.

145 HR. Muslim no. 431

158
Cara Melakukan Salam

Salam dilakukan dengan menoleh ke kanan


hingga pipi terlihat dari belakang kemudian
menoleh ke kiri hingga pipi terlihat dari
belakang, sambil mengucapkan salam.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud
radhiallahu’anhu:

‫سل ُم عن يمينِه وعن‬ ِ ُ‫النبي صلَّى هللاُ عليه وسلَّم كان ي‬


َّ َّ
‫أن‬
ُ‫ السََّل ُم عليكم ورحمة‬،ِ‫ السََّل ُم عليكم ورحمةُ هللا‬:‫يساره‬
ِ
‫هللاِ حتَّى ي َُرى بَياضُ َخدِه‬
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya
salam ke kanan dan ke kirinya dengan ucapan:
as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kanan),
as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kiri),
hingga terlihat putihnya pipi beliau.”146

Juga dalam hadis dari Amir bin Sa’ad


radhiallahu’anhu:

ِ ‫كنت أرى رسو َل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّم ي‬


،‫ُسل ُم عن يمينِه‬ ُ
َ َ‫ حتَّى أرى ب‬،‫يساره‬
‫ياض َخدِه‬ ِ ‫وعن‬

146 HR. Abu Daud no. 996, Ibnu Majah no. 914, dishahihkan Al

Albani dalam Shahih Ibnu Majah

159
“Aku pernah melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam salam ke kanan
dan ke kiri, hingga aku melihat putihnya pipi
beliau.”147

Bacaan Salam

Bacaan salam yang shahih dari Nabi


Shallallahu’alaihi Wasallam ada beberapa
macam:

 Pertama: assalamu’alaikum

Sebagaimana dalam hadis Aisyah


radhiallahu’anha di atas.

 Kedua: assalamu’alaikum
warahmatullah

Sebagaimana hadis Ibnu Mas’ud di atas. Juga


dalam riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu,
ia berkata:

‫ السَلم عليكم‬، ‫ السَلم عليكم ورحمة هللا عن يمينه‬: ‫يقول‬


‫ورحمة هللا عن يساره‬
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika
salam mengucapkan: assalamu’alaikum

147 HR. Muslim no. 582

160
warahmatullah ke kanan dan assalamu’alaikum
warahmatullah ke kiri”148

 Ketiga: assalamu’alaikum
warahmatullah ke kanan dan as
salamu’alaikum ke kiri

Sebagaimana riwayat lain dari Ibnu Umar


radhiallahu’anhu, dari Wasi’ bin Hibban ia
berkata:

َّ ‫اّللِ صلَّى‬
ُ‫اّلل‬ َّ ‫ أخ ِبرني عن صَل ِة رسو ِل‬: ‫عمر‬ َ ‫لبن‬
ِ ‫قلت‬ ُ
– : ‫كبير – قا َل‬ َ َ‫ فذ‬: ‫كيف كانت ؟ قا َل‬
َ َّ ‫كر الت‬ َ ‫عل ْي ِه وسلَّ َم‬
َّ ُ‫كر السََّل ُم علي ُكم ورحمة‬
‫اّللِ عن يمينِ ِه السََّل ُم‬ َ َ‫يعني – وذ‬
‫يساره‬ِ ‫عليكم عن‬
“Aku berkata kepada Ibnu Umar: kabarkan
kepadaku bagaimana cara shalat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka Ibnu Umar
menceritakan tentang takbir, lalu beliau
menceritakan tentang salam. Beliau
menyebutkan bahwa salam Nabi adalah

148 HR. An Nasai no. 1319, dishahihkan Al Albani dalam Shahih

An Nasai

161
assalamu’alaikum warahmatullah ke kanan dan
assalamu’alaikum ke kiri”149

Adapun ucapan salam dengan tambahan “wa


barakatuhu” adalah riwayat yang syadz. Syaikh
Abdul Aziz Ath Tharifi mengatakan:

‫ جاء في نسخة عند أبي‬.‫و أما زيادة وبركاته فَل أصل له‬
‫ وليست في الرواية‬,‫ و يظهر أنها من بعض النساخ‬,‫داود‬
‫ و إن كانت في الرواية فهي شاذة‬,‫أصَل‬
“Adapun tambahan wa barakatuhu maka tidak
ada asalnya. Ini ada dalam naskahnya Abu Daud
dan nampaknya tambahan ini terselipkan dari
naskah yang lain bukan dari riwayat tersebut.
Andaipun tambahan ini ada dalam riwayat
tersebut (di naskahnya Abu Daud) maka ini
tambahan yang syadz”150

13. Dzikir Setelah Salat

Setelah selesai menyempurnakan shalatnya, ia dapat


merasakan karunia Allah dan taufik-Nya dan hendaknya
senantiasa memuji-Nya dan mensyukuri-Nya dengan

149 HR. An Nasai no. 1320, dishahihkan Al Albani dalam Shahih

An Nasai

150 Sifatu Shalatin Nabi, 147

162
penuh rasa malu. Jika shalatnya itu dilakukan hanya
dalam waktu singkat ia melengkapinya dan merasa takut
jika tidak dapat datang menghadap Allah dengan penuh
harap untuk memperoleh kemuliaan dan keutamaan.

Hendaknya setelah selesai menunaikan shalat, seorang


mukmin dapat rnemberikan peralihan suasana shalat
dan kehidupan di tengah-tengah umat manusia. Maka,
diisinya dengan zikir yang mengharapkan pahala-Nya,
untuk menutupi sempitrrya waktu shalat yang ia rasakan.

Dzikir sesudah atau setelah shalat adalah di antara


dzikir yang mesti kita amalkan. Seusai shalat tidak
langsung bubar, namun hendaknya kita merutinkan
beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.

Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah,


hati akan terasa tenang dan mudah mendapatkan
pertolongan Allah.

ْ َ ‫( أ‬3x)
1. َ‫ست َ ْغ ِف ُر هللا‬

‫ار ْكتَ يَا ذَا ْال َجَلَ ِل‬ َّ ‫اَللَّ ُه َّم أ َ ْنتَ ال‬
َّ ‫ َو ِم ْنكَ ال‬،‫سَلَ ُم‬
َ َ‫ تَب‬،‫سَلَ ُم‬
‫َواْ ِإل ْك َر ِام‬
Astagh-firullah 3x

163
Allahumma antas salaam wa minkas salaam
tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.

Artinya: “Aku minta ampun kepada Allah,” (3x).

“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan


dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai
Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan
Kemuliaan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika


selesai dari shalatnya beliau beristighfar
sebanyak tiga kali dan membaca dzikir di atas.
Al Auza’i menyatakan bahwa bacaan istighfar
adalah astaghfirullah, astaghfirullah.151

2.

‫ لَهُ ْال ُم ْل ُك َولَهُ ْالحَمْ دُ َو ُه َو‬،ُ‫لَ إِلَـهَ إِلَّ هللاُ َو ْحدَهُ لَ ش َِريْكَ لَه‬
‫ َولَ ُمع ِْط َي‬، َ‫ اَللَّ ُه َّم لَ َمانِ َع ِل َما أ َ ْع َط ْيت‬،‫علَى ُك ِل ش َْيء قَ ِدي ُْر‬
َ
‫ َولَ يَ ْنفَ ُع ذَا ْال َج ِد ِم ْنكَ ْال َجد‬، َ‫ِل َما َمنَعْت‬
“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul
mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in
qodiir. Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta

151 HR. Muslim no. 591.

164
wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u
dzal jaddi minkal jaddu.

Artinya: “Tiada Rabb yang berhak disembah


selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan.
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah,
tidak ada yang mencegah apa yang Engkau
berikan dan tidak ada yang memberi apa yang
Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan
kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan
amal shalihnya yang menyelamatkan dari
siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan
kemuliaan.”152

3.

‫ لَهُ ْال ُم ْل ُك َولَهُ ْالحَمْ دُ َو ُه َو‬،ُ‫لَ ِإلَـهَ ِإلَّ هللاُ َو ْحدَهُ لَ ش َِريْكَ لَه‬
َّ‫ لَ إِلَـهَ إِل‬،ِ‫ لَ حَوْ َل َولَ قُوَّ ةَ إِلَّ ِباهلل‬.‫علَى ُك ِل ش َْيء قَ ِدي ُْر‬ َ
‫ض ُل َولَهُ الثَّنَا ُء‬ ْ َ‫ لَهُ النِ ْع َمةُ َولَهُ ْالف‬،ُ‫ َولَ نَ ْعبُدُ إِلَّ إِيَّاه‬،ُ‫هللا‬
َ‫ لَ ِإلَـهَ ِإلَّ هللاُ ُم ْخ ِل ِصيْنَ لَهُ ال ِديْنَ َولَوْ ك َِر َه ْالكَافِ ُروْ ن‬،‫س ُن‬
َ ‫ْال َح‬
“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah.
Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli
syai-in qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illa
billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa

152 HR. Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593.

165
iyyaah. Lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts
tsanaaul hasan. Laa ilaha illallah mukhlishiina
lahud diin wa law karihal kaafiruun.”

Artinya: “Tiada Rabb (yang berhak disembah)


kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya
dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan)
Allah. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali
Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-
Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan
yang baik. Tiada Rabb (yang hak disembah)
kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah
kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir sama
benci.”

Dikatakan oleh ‘Abdullah bin Zubair, Nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca
tahlil (laa ilaha illallah) di akhir shalat.153

4.

ِ‫س ْب َحانَ هللا‬


ُ (33 ×)

ِ‫( ا َ ْلحَمْ دُ ِ َّّلل‬33 ×)

153 HR Muslim 594

166
‫( اَهللُ أ َ ْكبَ ُر‬33 ×)
ُ‫ لَهُ ْال ُم ْل ُك َولَهُ ْالحَمْ د‬،ُ‫لَ إِلَـهَ إِلَّ هللاُ َو ْحدَهُ لَ ش َِريْكَ لَه‬
‫علَى ُك ِل ش َْيء قَ ِدي ُْر‬
َ ‫َو ُه َو‬
“Subhanallah (33x)”

“Alhamdulillah (33x)”

“Allahu akbar (33 x)”

“Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah.


Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli
syai-in qodiir.”

Artinya: “Maha Suci Allah (33 x), segala puji bagi


Allah (33 x), Allah Maha Besar (33 x). Tidak ada
Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah
Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Bagi-Nya kerajaan. Bagi-Nya pujaan. Dia-lah
Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Siapa yang membaca dzikir di atas, maka dosa-


dosanya diampuni walau sebanyak buih di
lautan.154 Kata Imam Nawawi rahimahullah,
tekstual hadits menunjukkan bahwa bacaan
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar,

154 HR Muslim 597

167
masing-masing dibaca 33 kali secara
terpisah.155

5.Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat


(fardhu).

Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat,


tidak ada yang menghalanginya masuk surga
selain kematian.156

6.Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-


Naas setiap selesai shalat (fardhu).

Tiga surat ini disebut mu’awwidzot.157

7.

َ ‫ َو‬،‫ َو ِر ْزقًا َط ِيبًا‬،‫سأَلُكَ ِع ْل ًما نَا ِفعًا‬


ً‫ع َمَلً ُمتَقَبََّل‬ ْ َ ‫اَللَّ ُه َّم ِإ ِن ْي أ‬
“Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa
rizqon thoyyiba, wa ‘amalan mutaqobbala”

155 Syarh Shahih Muslim, 5: 84.

156 HR. An-Nasai dalam Al Kubro 9: 44. Hadits ini dinyatakan

shahih oleh Ibnu Hibban, sebagaimana disebut oleh Ibnu Hajar


dalam Bulughul Maram.

157 HR. Abu Daud no. 1523 dan An-Nasai no. 1337. Al Hafizh

Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. 168


Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon
kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku
dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang
diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran
yang baik).” (Dibaca setelah salam dari shalat
Shubuh)158

158 HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al Hafizh

Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih.

169
Kesalahan-Kesalahan Ketika Shalat

Berikut ini beberapa kekeliruan yang sering


dilakukan seseorang dalam shalat, kami
ingatkan sebagai bentuk nasihat kami bagi
kaum muslimin. Mudah-mudahan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan risalah ini
bermanfaat, Allahumma aamiin.

1. Melafadzkan Niat Shalat (seperti


mengucapkan “Ushalliy…dst.”)

Imam Ibnul Qayyim berkata dalam Ighaatsatul


Lahfaan, “Niat adalah keinginan dan kemauan
terhadap sesuatu, tempatnya di hati, tidak ada
kaitannya sama sekali dengan lisan. Oleh
karena itu, tidak ada nukilan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Lafadz
yang diucapkan ketika hendak memulai bersuci
dan shalat ini dijadikan oleh setan sebagai (alat)
perlawanan terhadap orang yang was-was,
dimana hal ini membuat mereka (orang yang
was-was) tertahan (dari melakukan sesuatu)
dan merasa tersiksa, bahkan membuat mereka
ingin tetap terus membetulkan (niatnya karena
merasa tidak sah dan kurang puas). Oleh

170
karenanya kita lihat di antara orang-orang yang
melakukan ini ada yang mengulanginya, ada
juga yang bersusah payah mengucapkannya,
padahal hal itu tidak termasuk bagian shalat
sedikit pun.”

2. Menjaharkan/mengeraskan
dzikir-dzikir dalam shalat
(termasuk bacaan Alquran pada
shalat yang disirrkan/dipelankan
bacaannya).

Misalnya ketika seseorang shalat terdengar


bacaan dzikirnya oleh orang yang shalat di
kanan-kirinya sehingga mengganggu orang yang
berada di kanan-kirinya itu.

3. Tidak menggerakkan lisan dan


dua bibir ketika membaca dzikir-
dzikir shalat (termasuk bacaan
Alquran).

Dalam membaca dzikir (termasuk bacaan


Alquran pada shalat yang disirrkan bacaannya)
dalam shalat, yang benar adalah pertengahan
antara no. 2 dan no. 3 di atas (tidak

171
menjaharkan dzikirnya itu, tetapi ia baca
sehingga kalaupun terdengar hanya suara
lirih/dandanah saja namun tidak dapat
dipahami oleh yang berada di sebelahnya
karena pelan) –Wallahu a’lam-.

4. Bersandar ke tiang atau tembok


ketika shalat padahal tidak
dibutuhkan

Jika dibutuhkan maka tidak mengapa, seperti


ketika seseorang tidak kuat berdiri lama, ia
sudah tua atau sakit atau sedang lemah dsb.

5. Tidak mau merapatkan shaff


(barisan) dan meluruskannya,
tetapi malah membuat celah di
dalam shaff

6. Tidak menutup pundak dalam


shalatnya

7. Tidak thuma’ninah di dalam


shalat

Thuma’ninah adalah rukun shalat, kalau


seseorang meninggalkannya maka tidak sah

172
shalatnya. Thuma’ninah adalah diam sejenak
setelah benar-benar ruku’, sujud, i’tidal ataupun
duduk di antara dua sujud, minimal lamanya
seukuran sekali ucapan tasbih.

Kita dapat melihat banyak orang yang belum


sempurna ruku’ atau sujudnya, ia langsung
bangkit berdiri dan melakukan shalat seperti
burung yang sedang mematuk (cepat sekali).
Orang yang melakukan shalat dengan tidak
thuma’ninah seperti itu adalah tidak sah dan
wajib diulangi.

8. Tidak menyentuhkan ke lantai


salah satu dari tujuh anggota
sujud

Misalnya hidung tidak disentuhkan ke lantai,


tetapi hanya dahinya saja, kedua kaki tidak
disentuhkan, atau bahkan menaruh salah satu
kakinya di atas yang lain dsb.

9. Kaffuts tsaub wasy sya’r fish


shalaah (melipat/mengangkat
ujung pakaian dan rambut dalam
shalat).

173
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama
sepakat tentang terlarangnya shalat, sedangkan
bajunya, lengan bajunya dan sebagainya
diangkat (digulung).” Ada yang mengatakan
bahwa hikmahnya adalah karena menarik kain
dan rambut agar tidak tersentuh tanah (ketika
posisi rendah seperti sujud) adalah kebiasaan
orang-orang yang sombong, maka kita dilarang
berbuat begitu agar tidak mirip orang-orang
yang sombong. Jumhur (mayoritas) ulama
berpendapat makruh melakukan demikian bagi
orang yang shalat, baik dilakukan di dalam
shalat maupun sebelum memasuki shalat.

10. Tidak langsung mengikuti imam


ketika baru datang (masbuq)
bahkan malah menunggu imam
menyelesaikan gerakannya dsb.

Bagi masbuq wajib mengikuti imam


bagaimanapun keadaan imam setelah
didahului takbiiratul ihram. Jika ia (masbuq)
kurang beberapa rakaat, ia tambahkan
rakaatnya itu setelah imam salam.

174
11. Tidak mengikuti imam

Termasuk tidak mengikuti imam adalah


mendahului imam (musaabaqah), bersamaan
(muwaafaqah) dan berlama-lama (tidak segera)
mengikuti imam (takhalluf). Oleh karena itu,
hendaknya makmum langsung mengikuti imam
setelah imam selesai mengucapkan “Allahu
akbar”, dan bagi imam hendaknya tidak terlalu
panjang mengucapkan takbir.

12. Mendatangi masjid dengan


tergesa-gesa

13. Mendatangi masjid sehabis


makan bawang merah atau putih
atau makanan yang memiliki bau
tidak sedap

14. Melakukan shalat sunnah ketika


iqamat sudah dikumandangkan

Jika masih baru memulai shalat, maka ia


putuskan shalatnya itu, namun jika sudah
hampir selesai atau sudah rakaat terakhir, maka
ia lanjutkan dengan ringan.

175
15. Memanjangkan takbir hingga
kata terakhirnya “Akbaaaar.”

16. Makmum mengeraskan takbiratul


ihram dan takbir intiqalnya
(berpindah gerakan) seperti
halnya imam.

Yang mengeraskan takbir hanyalah imam,


makmum tidak perlu mengeraskan takbirnya,
kecuali jika dibutuhkan. Misalnya takbir imam
tidak terdengar oleh shaf bagian belakang, Hal
ini pun tidak perlu banyak orang.

17. Meludah ke arah kiblat atau ke


kanannya.

18. Melakukan shalat di pemakaman,


dan shalat di masjid yang
dibangun di sekitar pemakaman;
baik kubur tersebut di depannya

176
(ini lebih parah), di kanannya
maupun di kirinya.

Dalam Al Qaulul Mubiin disebutkan, “Yang


shahih adalah dilarang shalat di masjid yang
terletak di antara kubur-kubur sampai antara
masjid dengan pekuburan ada penghalang lagi,
dan bahwa dinding masjid tidak cukup
menghalangi antara dia dengan kuburan.”

19. Diharamkan juga shalat di dekat


kuburan, juga haram shalat
menghadap ke kuburan dan di
atas kuburan.

20. Banyak bergerak ketika shalat


meskipun tidak berturut-turut.

Misalnya melihat jam tangan, memandang ke


kanan dan ke kiri ketika shalat, memandang ke
langit, menengok dsb.

21. Shalatnya sebagian orang yang


sakit dalam keadaan duduk
padahal mampu berdiri.

177
22. Tidak mau berhias kepada Allah
ketika hendak shalat.

Misalnya memakai baju yang jelek atau kurang


layak ketika shalat, padahal masih ada baju
yang bagus atau lebih layak dsb.

23. Menentukan tempat khusus


untuk shalat ketika di masjid –
selain imam-.

Dalam hadits hasan dari Abdurrahman bin Syibl


ia berkata:

ِ‫ نَ َهى َرسُوْ ُل هللا‬r ، ‫سب ُِع‬ َّ ‫اش ال‬ِ ‫ َو ْافتِ َر‬، ‫ب‬ ِ ‫ع َْن نُ ْق َر ِة ْالغُ َرا‬
‫َوأ َ ْن ي َُوطنَ الرَّ ُج ُل ْال َمكَانَ فِي ْال َمس ِْج ِد َك َما ي َُو ِط ُن ْالبَ ِعي ُْر‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang (shalat dengan cepat) seperti
mematuknya burung gagak, (sujud dengan
menidurkan siku) seperti binatang buas dan
melarang seseorang menetapi tempat khusus
(untuk shalat) di masjid seperti halnya unta.”159

159 HR. Ahmad, Darimi, Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan

hakim, dan dihasankan oleh Syaikh Masyhur bin Hasan dalam


Al Qaulul Mubin

178
24. Shalat memakai baju yang
bergambar makhluk bernyawa.

Jika gambarnya bukan gambar makhluk


bernyawa, tetapi hanya corak-corak saja atau
ukiran yang bisa mengganggu kekhusyuan maka
hukumnya makruh. Akan tetapi, jika gambarnya
adalah gambar makhluk bernyawa maka
hukumnya haram, karena sesuatu yang di luar
shalat haram maka lebih haram lagi jika dibawa
ke dalam shalat. Kita bisa melihat di zaman
sekarang ada yang shalat dengan memakai baju
bergambar binatang, bergambar manusia, ada
pula yang berupa foto dsb.

25. Mengucapkan “Rabbigh firliy”


ketika hendak mengucapkan
amin setelah membaca surat Al
Fatihah. Ini termasuk diada-
adakan.

26. Mengucapkan “alaihimas salam”


setelah mendengar imam
membaca “Shuhufi Ibraahiima wa

179
muusaa.” Ini pun sama termasuk
diada-adakan.

27. Wanita mendatangi masjid tanpa


mengenakan hijab (jilbab) syar’i.

Di zaman sekarang, zaman dimana umat Islam


sudah jauh dari agamanya, hal ini sudah
menjadi hal yang biasa, sungguh sangat
disayangkan banyak para imam masjid malah
diam saja tidak mau mengingatkan, padahal
wanita yang keluar mengenakan hijab syar’i
hanya memakai minyak wangi saja dilarang oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut
shalat bersama Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam apalagi hal ini (mendatangi masjid tanpa
memakai jilbab).

28. Shalat dengan kepala miring.

29. Shalat dengan aurat terbuka.

Misalnya ketika shalat memakai baju yang


pendek, sehingga ketika ruku’ atau sujud
bajunya tersingkap, lalu kelihatan bagian bawah
punggungnya. Memakai baju seperti ini berarti

180
telah membuka auratnya, dan terbuka auratnya
dapat menyebabkan batalnya shalat.

30. Mengucapkan “Subhaan mal laa


yanaamu wa laa yas-huu” ketika
sujud sahwi.

Disebutkan dalam kitab As Sunan Wal


Mubtada’aat, “Dan tidak ada riwayat yang
dihapal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang dzikir khusus untuk sujud sahwi, bahkan
dzikirnya adalah sama seperti dzikir sujud yang
lain dalam shalat, adapaun ucapan ““
Subhaan mal laa yanaamu wa laa yas-huu”
maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
pernah mengerjakannya, tidak pula sahabat dan
tidak ada dalil dari As Sunnah sama sekali.

31. Tambahan “Sayyiidinaa” dalam


bacaan shalawat.

Hal ini, karena masalah ta’abbudiy (ibadah) baik


berupa dzikir maupun perbuatan tidak boleh
ditambah-tambah.

181
32. Shalat dengan celana atau sarung
yang isbal (kainnya menjulur
melewati mata kaki).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ِ ْ َ‫سفَ َل ِمنَ ْال َك ْعبَي ِْن ِمن‬


‫اإل َز ِار فَ ِفي النَّ ِار‬ ْ َ ‫* َما أ‬
“Yang melewati mata kaki berupa sarung (atau
lainnya) adalah di neraka.”160

Jika ditambah dengan kesombongan, maka


lebih besar lagi dosanya.

33. Mengganggu orang yang sedang


shalat dengan bacaannya.

Jika seseorang melakukan shalat secara sendiri


(misalnya shalat malam) sedangkan di situ ada
orang lain yang sedang shalat malam juga maka
hendaknya masing-masing tidak mengganggu
yang lain dengan mengeraskan bacaan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:

160 HR. Bukhari

182
‫اجي َربَّهُ فَ ْليَ ْعلَ ْم‬
ِ َ‫أ َ َما ِإ َّن أ َ َحدَ ُك ْم ِإذَا قَا َم فِي الص َََّل ِة َف ِإنَّهُ يُن‬
‫علَى بَعْض بِ ْال ِق َرا َء ِة‬ َ ‫ض ُك ْم‬ ِ َ‫أ َ َحدُ ُك ْم َما يُن‬
ُ ‫اجي َربَّهُ َو َل يَ ْجهَرْ بَ ْع‬
)‫فِي الص َََّل ِة * (احمد‬
“Sesungguhnya salah seorang diantara kamu
jika berdiri dalam shalat itu sedang bermunajat
(berbisik-bisik) dengan Tuhannya. Oleh karena
itu, hendaknya ia mengetahui munajatnya itu
kepada Tuhannya, dan janganlah sebagian
kamu mengeraskan bacaan dalam shalat
kepada sebagian yang lain.” (HR. Ahmad, hadits
ini setelah kami periksa sanadnya adalah
shahih). Di hadits tersebut kita dilarang
mengganggu orang yang shalat dengan suara
keras kita, namun di zaman sekarang kita
melihat ketika ada yang sedang shalat, orang-
orang bersuara keras dengan pengeras suara
melantunkan sya’ir di antara azan dan iqamat.
Sudah tentu, hal ini lebih dilarang lagi, apalagi
yang mereka lantunkan itu terkadang
mengandung kata-kata ghuluw (memuji
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlebihan) atau bahkan sampai mengandung
kesyirkkan, seperti dalam shalawat nariyah –
Wallahul musta’aan-.

183
DAFTAR PUSTAKA

 https://muslim.or.id/25200-hakekat-
shalat.html
 https://almanhaj.or.id/9578-
keutamaan-shalat.html
 https://rumaysho.com/5911-shalat-
adalah-tiang-agama.html
 https://almanhaj.or.id/5609-arti-
shalat-bagi-seorang-muslim.html
 https://muslimah.or.id/10157-
shalat-dan-kebahagiaan-hati.html
 https://muslim.or.id/5403-jagalah-
shalatmu-wahai-saudaraku.html
 https://almanhaj.or.id/3782-nabi-
shallallahu-alaihi-wa-sallam-
menjadikan-shalat-untuk-mengadu-
kepada-allah.html
 https://muslim.or.id/13989-meraih-
khusyu-dalam-ibadah-1.html
 https://muslim.or.id/25208-ada-apa-
dengan-khusyuk.html
 https://almanhaj.or.id/4093-
thumaninah.html
 https://konsultasisyariah.com/21122
-cara-takbiratul-ihram-yang-benar-
dalam-shalat.html

184
 https://muslim.or.id/12299-tata-
cara-takbiratul-ihram-dalam-
shalat.html
 https://muslim.or.id/45151-kiat-kiat-
meraih-shalat-khusyuk-bag-1.html
 https://muslim.or.id/45157-kiat-kiat-
meraih-shalat-khusyuk-bag-2.html
 https://muslim.or.id/7934-macam-
%E2%80%93-macam-doa-
istiftah.html
 https://muslim.or.id/25230-
mengungkap-keindahan-bertakbir-
dalam-shalat-1.html
 https://muslim.or.id/45496-hukum-
membaca-doa-taawudz-ketika-
shalat.html
 https://konsultasisyariah.com/5948-
shalat-khusyuk.html
 https://yufidia.com/3488-
menggapai-khusyu-dalam-shalat.html
 https://almanhaj.or.id/10800-
khusyu-dalam-shalat-dan-
pengaruhnya-bagi-seorang-
mukmin.html
 https://muslim.or.id/67-tafsir-surat-
al-fatihah.html
 https://muslim.or.id/26470-sifat-
takbir-intiqal-dalam-shalat.html

185
 https://muslim.or.id/43284-fikih-
itidal-dalam-shalat.html
 https://muslim.or.id/28927-tata-
cara-rukuk-dalam-shalat-1.html
 https://muslim.or.id/28953-tata-
cara-rukuk-dalam-shalat-2.html
 https://muslim.or.id/44588-tata-
cara-sujud-dalam-shalat.html
 https://muslim.or.id/44930-tata-
cara-tasyahud-akhir-dalam-shalat.html
 https://muslim.or.id/44928-tata-
cara-tasyahud-awal-dalam-shalat.html
 https://rumaysho.com/1768-tidak-
perlu-terburu-buru-menuju-shalat.html
 https://muslim.or.id/44785-cara-
salam-di-akhir-shalat.html
 https://rumaysho.com/1997-dzikir-
setelah-shalat.html
 https://yufidia.com/3074-beberapa-
kesalahan-dalam-shalat.html

186
D S

Shalat memiliki keutamaan yang sangat besar di dalam Alquran


maupun As-Sunnah. Oleh karena itu, shalat adalah sebuah kebutuhan yang
sangat mendasar bagi seorang hamba dan sama sekali bukan sebagai beban
yang memberatkannya, bahkan shalat hakikatnya sebuah aktivitas yang
sangat menyenangkan hati seorang hamba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memperumpamakan shalat dengan perumpamaan yang sangat
indah, yang menunjukkan bahwa ia adalah sebuah kebutuhan dan
kegembiraan hati orang-orang yang beriman, karena dengannya Allah
menghapuskan dosa hamba-Nya.

Barangsiapa yang mampu memahami dan menghayati dengan baik


lautan mutiara hakikat ibadah shalat, maka shalat dipandangannya menjadi
suatu aktifitas yang sangat menyenangkan dan ini terjadi pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Insya Allah, setelah Anda memahami secara tuntas kandungan isi


buku ini, Anda Akan mendapatkan tuntunan “Bagaimana Kelezatan
Melaksanakan Shalat dan Khusyu di Dalam Shalat”

187

Anda mungkin juga menyukai