Berdamai dengan
•
Pintar dan Benar Memahami
Setiap Ketentuan Tuhan
Takdir
Pintar dan Benar Memahami
Setiap Ketentuan Tuhan
zaman
asyik disimak dan kaya!
Diterjemahkan dari al-Ridha bial-Qadr:
asa an tuhibbu
l
wa 'asa an takrahu,
Karya Muhammad Ali al-Far, Terbitan Dar al-Raruq
zaman
Jin. Kemang Timur Raya No. 16
Jakarta 12730
www.penerbitzaman.com
info@penerbitzaman.com
penerbitzaman@gmail.com
Cetakan I, 2011
ISBN: 978-979-024-297-5
Isi Buku
2. Ujian Kenikmatan 42
Penutup 201
5
1
Rida Terhadap Takdir
7
pencipta selain Dia. Tiada yang maha mengatur se-
lain Dia. 1
^ M u h a m m a d A l i al-Far
kepadaku." Mereka menanggapi, " K a m i memohon
keridaan-Mu." Keridaan yang mereka minta setelah
mereka melihat-Nya menunjukkan bahwa keridaan
merupakan keutamaan tertinggi. Tidak ada lagi ting-
katan yang paling tinggi setelah anugerah kemampu-
an menatap Allah. Namun, mereka memohon keri-
daan-Nya. Alasannya, keridaan adalah faktor yang
bisa membuat mereka dapat melihat Allah secara
terus-menerus. Mereka seolah-olah melihat-Nya seba-
gai tujuan akhir dan ketenangan paripurna. 2
2
Ihya'Ulum al-Dm (IV/344). H . R . Al-Bazzar d a n a l - T h a b r a n i
d a l a m al-Mu'jam al-Awsath, dari Anas, dengan redaksi yang
panjang.
M u h a m m a d A l i al-Far
\
M u h a m m a d A l i al-Far
ngetahui secara pasti apakah permohonannya akan
dikabulkan atau tidak. 6
R i d a Terhadap T a k d i r 13
juga dapat memberikan rasa tenang kala hati sedang
gelisah dan jiwa sedang resah oleh hawa nafsunya.
Allah berfirman, Manakah dari kedua golongan itu
yang lebih berhak mendapat rasa aman dan menda-
pat petunjuk. Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan syirik.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman
dan mereka mendapat petunjuk (Q.S. Al-An'am [6]:
81-82).
Orang yang dianugerahi keyakinan adalah orang
yang mendapat petunjuk Allah. Dia akan senantiasa
menggali pelajaran dari semua ayat-ayat-Nya, dibe-
rikan kemampuan untuk melihat hikmah-Nya saat
pandangan orang tertutupi gelapnya kebodohan.
Hati mereka menjadi buta dan dada mereka menjadi
sempit serta jiwa mereka menjadi gelisah. Akibatnya,
mereka meragukan keadilan Allah. Al-Quran menye-
butkan, Dia mengatur urusan (makhluk-Nya) dan
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kali-
an yakin akan pertemuan dengan tuhan kalian (Q.S.
Al-Ra d [13]: 2).
£
M u h a m m a d A l i al-Far
ada karunia yang lebih baik diberikan kepada seseo-
rang setelah keyakinan selain daripada kebaikan." 7
Sunan al-Tirmidzi
7
( n o . 3 5 5 8 ) . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i
hasan s a h i h .
16 fp??^ M u h a m m a d A l i al-Far
longan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam
surga-Ku (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30).
Ayat tersebut menunjukkan keutamaan yang sa-
ngat besar dalam jiwa yang tenang. Allah Swt. me-
nyebutkan bahwa keutamaan itu hanya didapatkan
oleh jiwa yang tenang di antara jiwa-jiwa yang ada.
Allah juga memanggil jiwa secara mulia sebagai ben-
tuk pujian atas ketundukan dan tawakalnya kepada-
Nya.
Setelah mendapat panggilan mulia, Allah Swt.
memerintahkan, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang rida dan diridai. Ayat tadi mengisyaratkan
bahwa nafsu amarah dan lawamah tidak diperkenan-
kan kembali kepada kemuliaan Allah. Yang diperke-
nankan hanyalah nafsu muthmainah karena ketenang-
an dan keridaannya kepada Allah. Ayat tadi juga
secara tersirat juga menganjurkan seseorang untuk
memperoleh kedudukan yang tenang. Namun, kedu-
dukan itu tidak mungkin diraihnya tanpa kepasrahan
dan ketundukannya kepada Allah Swt.
Maksud rida dalam ayat tersebut adalah rida
terhadap ketentuan-ketentuan Allah di dunia, dan
rida terhadap kemurahan dan kenikmatan-Nya di
akhirat. Ayat tadi juga menjadi peringatan bahwa
seseorang tidak dapat kembali kepada Allah kecuali
membawa jiwa yang tenang dan rida kepada-Nya.
%
Musnad Ahmad ( n o . 2 3 6 7 2 ) , Sunan Abu Dawud (no.
4 0 3 1 ) , d a n Sunan al-Tirmidzi (no. 2396). M e n u r u t a l - A l b a n i ,
hadis i n i hasan sahih.
9
Muttafaq alaih.
R i d a Terhadap T a k d i r
Sabar ketika awal-awal musibah memiliki derajat
yang sangat tinggi. Ia ujian yang sangat berat. Tidak
ada yang mampu melakukannya kecuali orang yang
senantiasa mengendalikan hawa nafsu. Tidak akan
ada yang dapat meraihnya kecuali orang yang ber-
untung.
Dalam Fath al-Bdri, Ibn Hajar menyebutkan,
"Kesabaran yang memberi manfaat (bagi pelakunya)
adalah kesabaran yang muncul ketika pertama kali
musibah mendatanginya. Kemudian, dia menerima
dan menyerahkan musibah itu kepada Allah. Jika dia
merasa resah dan gelisah ketika musibah itu datang,
apalagi sampai merasa putus asa, kemudian dia baru
bersabar, maka kesabaran yang demikian bukanlah
yang kesabaran yang h a k i k i . " 10
l0
Fathal-Bari(XJU6).
M u h a m m a d A l i al-Far
ibn Abu Thalib meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda, "Siapa saja yang rida terhadap keten-
tuan Allah maka ketentuan itu akan tetap berlaku
atasnya, dan dia berhak mendapatkan pahalanya. Se-
baliknya, orang yang tidak rida terhadap ketentuan
Allah maka ketentuan itu akan tetap berlaku atas-
nya, tapi amal kebaikannya akan terhapus." 11
n
H . R . A l - B a i h a q i d a l a m Syu'ab al-lman (no. 10168).
1 2
H.R. Al-Bukhari.
f8E>^ M u h a m m a d A l i al-Far
gi. Pernyataan Allah itu dapat disimak dalam ayat
ini, Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah senantia-
sa bersama orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Anfal
[8]: 47).
Dalam ayat yang lain, Allah Swt juga berfirman,
Karena kalianlah yang lebih unggul, dan Allah pun
bersama kalian, dan tidak ada yang akan mengurangi
amalmu (Q.S. Muhammad [47]: 35).
Namun, semua ini dengan ketentuan bahwa ke-
sabaran harus terus dibarengi dengan memohon per-
tolongan dan perlindungan Allah melalui para tentara¬
Nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah, Ya, cukup.
Jika kalian bersabar dan bertakwa ketika mereka
datang menyerang kalian dengan tiba-tiba, niscaya
Allah menolong kalian dengan lima ribu malaikat
yang memakai tanda (Q.S. Alu 'Imran [3]: 125).
Dalam kaitan i n i , Sahi pernah berkomentar,
"Orang-orang saleh di kalangan orang-orang ber-
iman jumlahnya sedikit. Orang-orang jujur di kalang-
an orang-orang saleh jumlahnya sedikit. Orang-orang
sabar di kalangan orang-orang jujur juga jumlahnya
sedikit. Sesungguhnya Allah telah menjadikan kesa-
baran sebagai ciri orang jujur. Kesabaran adalah keis-
timewaan orang-orang jujur." 13
M u h a m m a d A l i al-Far
ditunjukkan kepada manusia-manusia berikutnya.
Mereka seolah-olah ingin menunjukkan kuatnya jiwa
mereka dalam menghadapi berbagai macam cobaan
dan rintangan; bagaimana mereka menjadi orang
yang mulia di muka bumi; serta bagaimana caranya
menaklukkan segala godaan dan bujukan nafsu.
Mereka ikhlas kepada Allah. Lulus dalam melewati
segala ujian-Nya. Benar-benar menjadikan Allah se-
bagai Tuhan Yang menguasai segalanya. Terakhir,
mereka dapat mengatakan, "Inilah jalan sesungguh-
nya. Inilah jalan menuju derajat yang tinggi dan mu-
lia. Inilah jalan menuju A l l a h . " 14
Fi
l4
Zhilal al-Qur'an (VI/206).
l5
Ibya' Ultim al-Din (W/69).
l6
Al-Tashil H Ulum al-Tanztl (1/119).
M u h a m m a d A l i al-Far
Tidak selamanya bencana yang ditetapkan Allah
atas seorang hamba-Nya buruk bagi dirinya. Bahkan
sebaliknya, semua bencana di sisi-Nya adalah baik,
meski sekilas terlihat buruk. Terkait dengan hal ini,
Ummu Salamah pernah meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menimpakan
bencana kepada seorang hamba—yang mungkin ia
pandang sebagai keburukan—kecuali Dia ingin men-
jadikan bencana itu sebagai kafarah (penghapus)
atau penyuci bagi dirinya selama dia tidak meminta
pertolongan kepada selain Allah untuk melenyapkan
bencana tersebut atau tidak berdoa kepada selain
Allah agar menghilangkannya." 17
1 7
H . R . I b n A b u a l - D u n y a , al-Maradh al-Kaffarat (him. 43).
M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i hasan.
1 8
H.R. Al-Bukhari.
1 9
H . R . Al-Tirmidzi, A h m a d , dan Ibn H i b b a n . M e n u r u t al-
A l b a n i , hadis i n i hasan s a h i h .
M u h a m m a d A l i al-Far
KESABARAN, KEYAKINAN, DAN KERIDAAN
Bagaimana mewujudkan kesabaran bagi orang yang
tidak memiliki keyakinan yang dapat menguatkan
hatinya, agar tidak terbujuk godaan nafsu dan tidak
celaka oleh amarahnya sendiri? Salah satu doa
Rasulullah saw.: " A k u memohon keyakinan yang
dapat meringankan aku dalam menghadapi musibah-
musibah d u n i a . " 20
u
Muttafaq alaih.
M u h a m m a d A l i al-Far
Tuhanku, jika Engkau memberi sesuatu,
aku bersyukur. Jika Engkau tidak
memberikannya, aku tetap rida.
Jika Engkau memanggilku, aku penuhi
panggilan-Mu. Jika Engkau mengabaikanku,
aku tetap menyembah-Mu."
hun, dia terus berbaring, tidak dapat berdiri dan t i -
dak dapat duduk. Untuk keperluan buang hajat, dia
melubangi tempat tidurnya yang terbuat dari pelepah
kurma yang berada di bawahnya. Suatu ketika, sau-
daranya, al-'Ala' menjenguknya. Melihat kondisinya
yang demikian, dia pun menangis. 'Imran pun berta-
nya, "Mengapa engkau menangis?" Al-'Ala' menja-
wab, " A k u melihat kondisimu yang sangat menye-
dihkan begini." Namun, 'Imran menenangkannya,
"Jangan menangis, karena yang paling aku cintai
adalah yang paling dicintai Allah." 'Imran melanjut-
kan, " A k u akan menyampaikan sesuatu kepadamu.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagimu. Simpanlah
hal ini baik-baik, sampai aku meninggal dunia: 'Se-
sungguhnya, para malaikat terus-menerus mengun-
jungiku, dan aku sangat senang dibuatnya. Mereka
menyalamiku dan aku mendengar salam mereka.'"
Demikianlah 'Imran. Seandainya bukan karena
keyakinan yang mengikat hatinya, tentu dia akan
kesal dan berkeluh kesah. Namun, ia tetap bersabar,
bahkan sangat senang dengan yang dialaminya. Karena,
dirinya yakin bahwa i t u semua adalah kehendak
Allah. Ia yakin bahwa Allah tidak menginginkan ke-
burukan atas dirinya. Justru, kebaikan dan kemasla-
hatan yang Ia kehendaki. Bandingkan dengan orang-
orang zaman sekarang, sangat sedikit orang yang
keyakinannya sama dengan 'Imran.
M u h a m m a d A l i al-Far
Dikisahkan juga, ada seorang wanita yang kuku-
nya terpotong. Namun, dia malah tertawa. Seseorang
menanyainya, "Apakah engkau tidak merasa sakit?"
Dia menjawab, "Tidak, karena jika aku mengeluh-
kan rasa sakit ini, kenikmatan pahalanya akan hilang
dari hatiku."
Dengan demikian, tidak ada celah sedikit pun
bagi seseorang untuk berkeluh kesah jika keyakinan-
nya kuat. Orang yang berakal pasti tidak akan ma-
rah dengan sesuatu yang memberikan kebaikan bagi-
nya. Umpamanya, salah satu anggota tubuh Anda
terkena luka, kemudian diobati dokter, sampai akhir-
nya sembuh. Anda lantas memuji Allah karena telah
memperoleh kenikmatan yang nyata. Namun, tidak
demikian halnya dengan Allah yang memperlakukan
Anda. Sebab, Allah memilih Anda dengan tujuan un-
tuk menyucikan diri Anda.
Luqman berpesan kepada putranya, "Wahai anak-
ku, emas tidak menjadi emas jika belum melewati
proses pengapian. Dan, seorang hamba tidak disebut
saleh sebelum melewati bencana." 22
tpE5^ M u h a m m a d A l i al-Far
sakit. Ketika itu, laki-laki tersebut berkata, "Wahai
Syekh, semoga Allah segera menyembuhkan Anda."
Namun, Syekh Abu al-'Abbas diam saja. Laki-laki
itu pun mengulangi kata-katanya. Syekh Abu al-'Abbas
akhirnya berkomentar, " A k u tidak memohon kesem-
buhan kepada Allah karena aku sudah memohon-
kannya. Bahkan, kondisi yang sedang aku alami ini
juga merupakan kesembuhan. Rasulullah saw. sendiri
pernah memohon kesembuhan dengan mengatakan,
'Selama sesuap makanan Khaibar masih terus menya-
kitiku maka inilah saatnya kedua urat nadiku ter-
putus.'" 24
2 4
H a d i s i n i aslinya d i r i w a y a t k a n a l - B u k h a r i .
2 5
A l - M a l a A l i a l - Q a r i , Mirqdt al-Mafatih (VII/127).
R i d a T e r h a d a p T a k d i r ^C3S) 37
Apakah kita menginginkan keburukan bagi diri kita
ataukah kebaikan? Ketika menginginkan perubahan,
kita juga tidak tahu. Apakah yang kita usahakan itu
berbuah kebaikan atau kecelakaan bagi diri kita, kita
tidak tahu. Karena i t u , al-Hasan ibn A l i pernah ber-
komentar, "Orang yang bergantung pada kebaikan
yang telah dipilih Allah baginya berarti dia tidak
menginginkan dirinya berada bukan pada keadaan
yang dipitih Allah baginya i t u . " 2 6
26
I b n 'Asakir, Tarikh Dimasyq (XIII/253).
27
I b n A b u al-Dunya, al-Ridha 'an Allah (1/85).
M u h a m m a d A l i al-Far
musibah yang terjadi. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan 'Umar ibn Abd al-'Aziz, "Ketika me-
masuki waktu pagi, aku tidak merasa senang kecuali
jika berada pada ketentuan qadha dan qadar A l l a h . " 28
2 8
I b n Rajab, Ikhtiyar al-Vla (VIA).
29
Tasftr Haqi (V45).
M u h a m m a d A l i al-Far
bahwa apa pun yang telah ditetapkan-Nya mengan-
dung kemaslahatan, baik itu terlihat maupun tidak.
Terkadang seseorang menyangka bahwa dengan
cara mendapatkan harta, beban-beban hidupnya
akan berkurang. Sebab, beban hidup adalah biang
dari segala kesulitan dirinya. Padahal, tidaklah demi-
kian. Orang-orang yang kami sarankan untuk Anda
lihat secara cermat adalah mereka yang hatinya telah
dicap Allah dengan keridaan dalam segala keadaan.
Meski keadaannya berubah, hatinya tetap tidak ber-
ubah, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Berubahnya keadaan mereka tidak mengakibatkan
perubahan hati mereka. Mereka tetap rida sampai di
akhirat kelak. Mereka senantiasa mendapatkan kete-
nangan. D i akhirat, mereka tentu mendapatkan keri-
daan Allah. Merekalah yang menjadi orang yang
bahagia. Namun, kebanyakan orang tidak mengeta-
huinya.
42
ketika nikmat itu hilang, dia pun putus asa bahkan
sampai kufur kepada Allah.
Dalam kaitan i n i , Al-Quran menyebutkan, Jika
Kami memberikan kebahagiaan kepadanya setelah
ditimpa bencana, niscaya dia akan berkata, "Telah
hilang bencana dariku." Sesungguhnya, dia merasa
sangat gembira dan bahagia. Kecuali orang-orang
yang sabar, dan mengerjakan kebaikan, mereka mem-
peroleh ampunan dan pahala yang besar (Q.S. H u d
[11]: 10-11).
Demikianlah orang yang silau dan tidak mampu
mengendalikan harta dunia. Senang manakala nikmat
datang, kemudian bersyukur kepada Tuhannya.
Namun, resah manakala kesusahan datang menimpa-
nya, kemudian tidak rida kepada Allah. Tidak suka
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan Allah atas-
nya. Dia mencintai Allah ketika Dia mengurusi alam
semesta ini sejalan dengan kehendak dan hawa naf-
sunya. Ketika Allah melenyapkan kesulitan darinya
dan memberikan kemudahan setelah kesulitan, dia
pun senang dan bahkan lupa diri dibuatnya. Tidak
melihat siapa yang memberikan semua i t u . Tidak
bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya. Yang
terjadi malah ingkar dan takabur. Allah Swt. berfir-
man, Dia (Qarun) berkata "Sesungguhnya aku diberi
harta itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku"
(Q.S. Al-Qashash [28]: 78).
Ujian Kenikmatan 43
Akibatnya, dia harus menanggung kerugian, t i -
dak mendapat keuntungan apa-apa, karena tidak
bersabar dan tidak bersyukur kepada Allah, hingga
tidak dapat membedakan dan tidak menyadari mana
nikmat dan mana ujian. Allah Swt. menegaskan,
Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah
hanya di tepi. Maka ketika memperoleh kebajikan,
dia merasa puas. Jika ditimpa suatu cobaan, dia ber-
balik ke belakang. Dan dia rugi di dunia dan akhirat
(QS. Al-Hajj [22]: 11).
Demikianlah hidup orang yang keyakinannya le-
mah di antara kekayaan dunia yang fana, jiwa yang
lemah, dan harapan yang pendek. Dia tidak melihat
apa-apa dalam sebuah kenikmatan selain kesenang-
an. Tidak dapat melihat apa-apa dalam sebuah coba-
an selain kesengsaraan dan kesusahan. Padahal, jika
dilihat secara mendalam dan direnungkan secara baik,
dia pasti melihat bahwa kenikmatan itu tidak lain
adalah cobaan dan ujian. Allah Swt. berfirman,
Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu
memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka
dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Namun
apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya,
maka dia berkata, "Tuhanku telah merendahkan aku"
(Q.S. Al-Fajr [89]: 15-16).
Cobalah Anda ingat ketika Umar merasakan
lezatnya suatu kenikmatan, ia justru merasa takut,
fpE5^ M u h a m m a d A l i al-Far
seperti yang dikatakan dalam Al-Quran, Kamu meng-
habiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan dunia-
mu, dan kamu telah bersenang-senang (menikmatinya
(Q.S. Al-Ahqaf [46]: 20).
Umar justru merasa takut bahwa dirinya akan
tergantung kepada nikmat tersebut dan lalai dibuat-
nya, sehingga menjadi seperti orang yang disebutkan
dalam Al-Quran, Kelak akan Kami hukum mereka
secara berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka
ketahui (Q.S. Al-Qalam [68]: 44).
Oleh karena i t u , Umar tetap bersabar dalam
rambu-rambu dan petunjuk Allah Swt. Pada suatu
ketika, Rasulullah saw. datang menemuinya. Ketika
itu, Umar tengah rebahan sambil merenungkan ke-
adaan dirinya. Kepada Umar, Rasulullah saw. me-
nunjukkan orang-orang yang mendapatkan kenikmatan
dunia, seperti Kaisar dan Kisra. Beliau menunjukkan
kedudukan mereka yang tinggi di hadapan rakyat-
nya, yang telah Allah berikan kepada mereka. Kala
itu, Umar berkata kepada Nabi saw., "Berdoalah
kepada Allah agar memberi keluasan hidup kepada
umat Anda. Sebab, orang-orang Persia dan Romawi
telah Allah beri keluasan i t u . Mereka telah diberi
kenikmatan dunia. Sayangnya, mereka tidak mau
menyembah Allah." Sambil bersandar, Rasulullah saw.
berkomentar, "Apakah engkau ragu, wahai Ibnu al-
Ujian Kenikmatan
Khathab? Mereka adalah kaum yang kenikmatannya
di dunia disegerakan." 1
x
Muttafaq alaih.
2
Muttafaq alaib.
M u h a m m a d A l i al-Far
atas makanan itu; atau setelah minum suatu minum-
an, dia memuji-Nya atas minuman i t u . " 3
3
H.R. Muslim.
Ujian Kenikmatan
kanan lebih mudah daripada menahan lapar ketika
sedang banyak makanan lezat. Bahaya sebuah kese-
nangan lebih besar daripada bahaya dari sebuah
kesulitan. 4
4
Ihya' Ulum al-Din (W/70).
Ujian Kenikmatan 51
dalam kenikmatan tersebut. Tidak akan beralih dari-
nya. Akibatnya, mata batinnya tidak lagi dapat meli-
hat. Hal itu tampak dari pernyataannya, sebagaima-
na yang disebutkan dalam Al-Quran, Dan aku tidak
mengira Hari Kiamat itu akan datang (Q.S. Al-Kahf
[18]: 36).
Meski begitu, dia tetap berbaik sangka kepada
Tuhan. Ia tetap bangga dan yakin bahwa Allah akan
meringankan hisabnya. Dia berkata, "Bagaimana aku
tidak dimuliakan di akhirat, sebagaimana aku dimu-
liakan di dunia?" H a l ini disebutkan dalam A l -
Quran, Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada
Tubanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali
yang lebih baik daripada kebun-kebun itu (Q.S. A l -
Kahf [18]: 36).
Perlu disebutkan bahwa dia adalah orang yang
bodoh karena telah menganggap cobaan sebagai ke-
muliaan. Dia menyangka bahwa kenikmatan di akhi-
rat seperti kenikmatan yang diperolehnya di dunia.
Dia berharap di akhirat mendapat kemuliaan dan
menginginkan perlindungan dari Allah Swt. Hal ini
sejalan dengan sabda Rasulullah saw., "Orang lemah
adalah yang membiarkan dirinya menjadi pengikut
hawa nafsu, tetapi menginginkan perlindungan dari
Allah Swt." 5
5
H.R. Al-Tirmidzi ( A l - T i r m i d z i m e n i l a i hadis i n i hasan),
I b n u M a j a h , d a n A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i d a i f .
M u h a m m a d A l i al-Far
Kemudian, saudaranya yang saleh mengingatkan
dengan mengakui dirinya sebagai orang yang rendah
dan hina, hanya diciptakan dari tanah. Setelah i t u ,
dia berangsur-angsur tumbuh sampai menjadi seorang
laki-laki yang sempurna. Sepertinya, laki-laki saleh
itu ingin menurunkan kesombongan saudaranya de-
ngan cara menunjukkan kehinaan dirinya yang ter-
buat dari tanah. Selain i t u , laki-laki saleh tadi juga
ingin memperlihatkan kehinaan dirinya, sehingga ba-
gaimana mungkin dia bersikap tinggi dan ingkar di
hadapan Penciptanya. Kendati demikian, dia tetap
mempercayai kedudukan Allah dan kedudukan diri-
nya di hadapan-Nya. Hal itu terlihat dalam pernyata-
annya seperti dikutip Al-Quran, Tetapi aku (percaya
bahwa) Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak me-
nyekutukan Tuhanku dengan suatu pun (Q.S. A l -
Kahf [18]: 38).
Dia menempatkan sesuatu pada haknya, tidak
sombong dan menyekutukan Allah. Dia betul-betul
mengesakan-Nya dan mengembalikan karunia i t u
kepada pemiliknya. Laki-laki yang saleh itu tidak
pernah bosan menasihati saudaranya dan membim-
bingnya ke jalan Tuhannya. Simaklah petikan ayat
berikut, Dan mengapa ketika memasuki kebunmu,
kamu tidak mengatakan "Mdsya Allah, la quwwata
ilia billdh (sungguh atas kehendak Allah semua ini
Ujian Kenikmatan
terwujud, tiada kekuatan kecuali atas pertolongan
Allah)" (Q.S. Al-Kahf [18]: 39).
Melalui" ayat ini, laki-laki itu seakan-akan ingin
mengatakan, "Hanya Allah yang berkehendak mem-
berikan kenikmatan kepadamu. Dialah Tuhan Yang
Mahakuat dan menciptakan kenikmatan i t u . Dialah
Tuhan Yang Mahakuat dan melanggengkan kenik-
matan itu. Dialah Tuhan Yang Mahakuat dan mena-
rik kenikmatan itu darimu, sehingga kenikmatan itu
tidak lagi kamu m i l i k i . "
Namun, laki-laki yang sombong itu tidak meng-
gubris sedikit pun nasihat saudaranya. Dia malah
berpaling kepada dirinya dan meniupkan kesombong-
an kepadanya. Akibatnya, hukum Allah pun terjadi,
seperti yang dikemukakan dalam ayat berikut, Dan
harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-
balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap
apa yang ia telah belanjakan untuk itu. Pohon ang-
gur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata,
"Sekiranya dulu aku tidak menyekutukan Tuhanku
dengan seorang pun" (Q.S. Al-Kahf [18]: 42).
Ayat ini seakan-akan menjelaskan bahwa ketika
seseorang bersikap sombong, berarti dia telah me-
nempati posisi yang setara dengan menyekutukan
Allah dan menentang ketentuan-Nya. Tidak heran,
jika Allah kemudian membinasakannya. Bagaimana
mungkin dia dapat menemukan pelindung dan peno-
{5^5^ M u h a m m a d A l i al-Far
long selain Allah? Dialah Tuhan Yang Mahakuasa
memberi dan menolak sesuatu. Tuhan yang memulia-
kan orang yang dikehendaki-Nya dan menghinakan
orang yang dikehendaki-Nya. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.
Orang serupa dengan laki-laki kafir di atas ada-
lah Qarun, sepupu Nabi Musa a.s. Qarun adalah
salah seorang yang Allah karuniai harta dalam jum-
lah yang sangat banyak, yang tidak diberikan kepada
seorang pun sebelumnya. Hal ini seperti yang dise-
butkan dalam Al-Quran, Kami telah menganugerah-
kan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-
kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang
yang kuat-kuat (Q.S. Al-Qashash [28]: 76).
Harta kekayaannya melimpah, tidak terhitung
jumlahnya, yang kemudian dia jadikan untuk mem-
banggakan diri di hadapan kaumnya bahwa ia orang
yang mulia dan kaya. Tidak hanya itu, dia bahkan
bertindak sewenang-wenang kepada kaumnya. Ka-
renanya, sejumlah orang alim dari kaumnya meng-
ingatkan, Janganlah kamu terlalu bangga. Sesungguh-
nya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri (Q.S. Al-Qashash [28]: 76).
Ayat ini seolah-olah menjelaskan, "Janganlah
kamu teperdaya dengan kemegahan dunia. Janganlah
bangga diri di hadapan saudara-saudaramu. Jangan-
lah pula merampas hak mereka. Sebab, semua itu
Ujian Kenikmatan
pemberian Allah. Janganlah pernah sombong dengan
kemewahan dunia fana." Allah Swt. berfirman, Se-
sungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri (Q.S. Luqman
[31]: 18).
Ayat ini seakan-akan ingin menegaskan bahwa
harta adalah kenikmatan yang tidak lain merupakan
ujian dari Allah Swt. untuk mengetahui, apakah kamu
akan bersyukur dan memberikannya kepada yang
berhak; ataukah kamu akan kufur dan mengingkari
apa yang telah diberikan Allah. Sebaiknya, kamu
rida kepada Allah dan menikmati karunia-Nya yang
dilimpahkan kepadamu. Itu pun jika kamu mengha-
rapkan negeri akhirat yang lebih baik. Selain i t u ,
kamu juga harus senantiasa berbuat baik kepada
orang lain, seperti halnya Allah berbuat baik kepada-
mu. Berikanlah harta kepada orang yang berhak.
Dengan begitu, kamu akan meraih derajat takwa dan
selamat dari jilatan api neraka. Allah Swt berfirman,
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa
dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkannya (Q.S. Al-Lail [92]:
17-18).
Akan tetapi, Qarun justru berbangga diri dan
takabur. Dia mengira bahwa kebaikan yang ia terima
merupakan wujud keridaan Allah kepadanya dan
pengetahuan Allah atas keutamaan dirinya. Seandai-
M u h a m m a d A l i al-Far
nya bukan karena kehebatan dirinya, Allah tidak
akan memberikan kekayaan i t u . Begitulah yang di-
klaim Qarun, orang yang tidak mengenal Allah.
Tidak hanya itu, Qarun ingin membujuk kaum-
nya, melampaui sifat kemanusiaan mereka dengan
cara menyombongkan diri, dan melemahkan keya-
kinan mereka. Hal itu terekam dalam Al-Quran, Ke-
mudian, keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya (Q.S. Al-Qashash [28]: 79).
Dia menaiki kuda kretek abu-abu, dan mengena-
kan pakaian ungu, sehingga orang-orang yang keya-
kinannya lemah dan hatinya berpenyakit berkata,
Semoga kita mempunyai seperti apa yang telah dibe-
rikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar
memperoleh keberuntungan yang besar (Q.S. A l -
Qashash [28]: 79).
Sayangnya, di antara kita banyak orang yang
mengatakan seperti yang dikatakan kaumnya Qarun,
berpikir seperti cara pikir mereka, bahkan mungkin
hampir semua orang seperti itu. Mereka selalu meli-
hat kepada orang yang berharta banyak, dan berpa-
ling dari orang yang berharta sedikit. Penglihatan
mereka selamanya dipergunakan untuk menatap orang
kaya. Hati mereka tidak pernah tenang. Mereka t i -
dak sadar bahwa hakikat kebahagiaan adalah merasa
puas atas apa yang telah ditetapkan Allah kepada
mereka. Dalam masalah dunia, mereka melihat orang
Ujian Kenikmatan
yang ada di bawah mereka, di samping merasa puas
terhadap keadaan yang ada. Namun, dalam masalah
agama, mereka selalu melihat orang yang berada di
atas mereka. Mereka ingin sekali menjadi seperti itu.
Dengan demikian, ia akan meraih kebahagiaan. Allah
Swt. berfirman, Orang-orang yang dianugerahi ilmu
berkata, "Kecelakaan yang besarlah bagimu. Pahala
Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh" (Q.S. Al-Qashash [28]: 80).
Mereka orang-orang yang mendapat petunjuk
Allah Swt. Mereka senantiasa melihat secara cermat
apa yang terjadi pada diri mereka dan melihat semua
yang ada di balik semua kesenangan yang ada. Mereka
tidak terpaku dan tidak terlalu senang atas kesenang-
an yang diberikan. Allah Swt. berfirman, Katakanlah,
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan" (Q.S. Yunus [10]: 58).
Namun, tingkatan itu sangat tinggi. Hanya orang-
orang yang sabar yang bisa mencapainya, sebagaima-
na ditegaskan dalam Al-Quran, Tidak akan diperoleh
pahala itu kecuali oleh orang- orang yang sabar
(Q.S. Al-Qashash [28]: 80).
Sunatullah bagi makhluk-Nya pun terjadi tanpa
dapat dihindari. Karena kesombongan dan keang-
kuhan, Qarun dibinasakan Allah. Rumahnya ditelan
M u h a m m a d A l i al-Far
bumi. Ternyata, Qarun tidak memiliki daya apa pun
untuk menolak ketentuan itu. Ia tidak memiliki ke-
kuatan apa pun untuk menolak siksaan yang ditim-
pakan kepadanya. Al-Quran menuturkan, Orang-orang
yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu,
berkata, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-
Nya dan menyempitkannya, kalau Allah tidak me-
limpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia
telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah,
tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nik-
mat Allah)" (Q.S. Al-Qashash [28]: 82).
Dengan demikian, orang yang tadinya tidak me-
ngetahui menjadi tahu bahwa kenikmatan tidak ber-
arti menunjukkan keridaan Allah. Kenikmatan se-
sungguhnya adalah cobaan yang akan membuahkan
pahala bagi orang yang mensyukurinya dan melahir-
kan dosa bagi orang yang mengingkarinya.
Menurut al-Ghazali dalam al-Kasyf wa al-Tabyin,
kehidupan dunia adalah tipuan bagi orang-orang ka-
fir dan mukmin. Namun, mereka acap kali mengata-
kan, "Allah berbuat baik kepada kita dengan mem-
berikan kenikmatan dunia. Setiap yang berbuat baik,
pasti mencintai kita. Dan setiap yang mencintai kita
pasti berbuat baik." Bukan seperti itu. Terkadang,
ada yang berbuat baik, tetapi tidak mencintai. Bahkan,
terkadang berbuat baik malah menjadi sarana untuk
Ujian Kenikmatan
menyakitinya secara perlahan-lahan. Tipu daya itu
semata-mata datang dari Allah. Karena itu, Rasulullah
saw. bersabda, "Jika Allah mencintai seorang hamba,
Dia akan menahan dunia kepadanya. Hal itu tidak
berbeda dengan kalian yang melarang makanan atau
minuman kepada orang sakit karena takut membaha-
yakan dirinya." Demikian pula dengan orang yang
6
fpE?^ M u h a m m a d A l i al-Far
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
secara tiba-tiba. Ketika itu mereka terdiam berputus
asa (Q.S. Al-An'am [6]: 44).
Orang yang masih percaya kepada tipu daya ini
tidak akan beriman kepada Allah. Tipu daya itu se-
betulnya muncul dari kebodohannya terhadap Allah
dan sifat-sifat-Nya. Orang yang mengenal Allah tidak
akan merasa aman dari tipu daya-Nya. Mereka tidak
akan pernah melirik Firaun, Haman, dan Namrud.
Apa sebenarnya yang telah diberikan Allah kepada
mereka di balik harta kekayaan itu? Padahal, Allah
mengingatkan kita dari tipu daya-Nya, Orang-orang
kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas
tipu daya mereka itu. Sesungguhnya, Allah sebaik-
baiknya pembalas tipu daya (Q.S A l u 'Imran [3]:
54).
Dalam ayat yang lain, Allah menegaskan, Karena
itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri
tangguhlah mereka itu barang sebentar (Q.S. A l -
Thariq [86]: 17).
Orang yang diberi anugerah nikmat niscaya akan
waspada bahwa nikmat itu justru akan membawa
kesengsaraan bagi dirinya. 7
%
Muttafaq alaih.
M u h a m m a d A l i al-Far
Orang lemah adalah yang membiarkan dirinya
menjadi pengikut hawa nafsu,
tetapi menginginkan perlindungan
dari Allah Swt."
Allah harta dan ilmu. Dia orang yang bertakwa ke-
pada Tuhannya. Dan dia yang berhasil meraih rah-
mat-Nya. Dia mengetahui hak-hak Allah yang ada
pada hartanya. Itulah tingkatan yang paling tinggi.
Kedua, orang yang diberikan ilmu, tetapi tidak dibe-
rikan harta. Dia memiliki niat yang bagus. Dia berte-
kad, 'Seandainya dianugerahi harta kekayaan, tentu
aku akan beramal seperti si fulan.' Namun, itu ha-
nyalah niat. Adapun pahalanya dan pahala orang
pertama itu sama. Ketiga, seseorang yang diberikan
harta, tetapi tidak diberikan ilmu. Dia berharta, tapi
tidak berilmu. Akibatnya, dia tidak bertakwa kepada.
Allah. Tidak pula mendapatkan rahmat-Nya. Tidak
mengetahui hak-hak Allah yang ada pada hartanya.
Itulah kedudukan yang paling rendah. Keempat, orang
yang tidak diberikan kekayaan, tidak juga ilmu. Dia
mengatakan, 'Seandainya memiliki harta, aku akan
melakukan seperti yang dilakukan si fulan.' Namun,
itu hanyalah niat. Sementara dosa kedua orang ter-
akhir ini sama." 9
9
H . R . A l - T i r m i d z i d a n A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i
sahih.
fpE?^ M u h a m m a d A l i al-Far
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi (Q.S.
Shad [38]: 35).
Doa Nabi Sulaiman a.s. tentu saja tidak akan
membawa akibat buruk kepada dirinya. Jika tidak,
tentu meminta apa pun kepada Allah adalah baik
dan membawa kepada keselamatan. Dalam kaitan
ini, Abu Umamah meriwayatkan bahwa Tsa'labah
ibn Hathib al-Anshari datang menemui Rasulullah
saw. lantas berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah
agar Allah memberikan kekayaan kepadaku." Beliau
menanggapi, "Celakalah engkau, Tsa'labah! Harta
sedikit namun kausyukuri itu lebih baik daripada
harta banyak namun tidak mampu kausyukuri."
Suatu ketika, Tsa'labah kembali menemui
Rasulullah saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, ber-
doalah kepada Allah agar memberiku kekayaan."
Beliau menanggapi, "Celakalah engkau, Tsa'labah!
Apakah engkau tidak mau seperti Rasulullah? Se-
andainya aku meminta agar gunung-gunung meng-
alirkan emas dan perak kepadaku, tentu Allah akan
mengalirkannya." Pada kesempatan berikutnya,
Tsa'labah kembali datang menemui beliau, dan ber-
kata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah
agar memberiku kekayaan. Demi Allah, seandainya
Allah memberiku kekayaan, tentu aku akan membe-
rikan semua hartaku kepada orang-orang yang me-
mang berhak menerimanya." Akhirnya, beliau ber-
M u h a m m a d A l i al-Far
pulkan zakat: satu dari kalangan Anshar dan satunya
lagi dari Bani Sulaim. Beliau pun menulis surat kepa-
da mereka yang berisi ketentuan-ketentuan zakat.
Beliau memerintahkan mereka agar menarik zakat
dari semua orang yang telah wajib zakat, termasuk
zakat Tsa'labah. Mereka pun kemudian menjalankan
perintah Rasulullah saw. dan menemui Tsa'labah. D i
hadapan Tsa'labah, mereka membacakan surat
Rasulullah saw. yang berisi, "Tariklah zakat orang-
orang. Setelah selesai, kembalilah kalian kepadaku."
Namun, Tsa'labah justru menolak untuk mengeluar-
kan zakat, " D e m i Allah, zakat ini sesungguhnya
sama dengan jizyah (pajak)." Akhirnya, mereka pun
kembali menemui Rasulullah saw. Pada saat itulah
Allah menurunkan ayat, Dan di antara mereka ada
orang yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguh-
nya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya
kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.
Namun, setelah Allah memberikan sebagian dari ka-
runia-Nya kepada mereka, mereka malah kikir de-
ngan karunia itu, dan berpaling. Mereka memang
orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
Maka, Allah menimbulkan kemunafikan pada hati
mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah,
karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa
yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga
, 0
H . R . A l - T h a b r a n i d a l a m al-Mu'jam al-Kabir dan I b n A b u
H a t i m . M e n u r u t al-Haitsami, dalam r i w a y a t ini terdapat A l i ibn
Y a z i d a l - H a n i y a n g statusnya matruk. K i s a h i n i juga d i d a i f k a n
a l - D z a h a b i d a l a m Mizan al-Vtidal. Bahkan, menurut I b n Hajar
d a l a m Takhrij Ahadits al-Kasysydf, sanad hadis i n i sangat d a i f ,
d a n k i s a h n y a s u d a h d i b a t a l k a n s e j u m l a h u l a m a hadis t e r d a h u l u .
M u h a m m a d A l i al-Far
syat. Orang yang diberi jiwa yang kokoh dan kuat
tidak akan mengalami hal semacam i t u . Dia pasti
tahu cara menggiring dunia. Dia juga tahu ke mana
dunia ini akan berakhir. Dia tidak akan membiarkan
dunia menuntunnya kepada keburukan dan keseng-
saraan yang sebelumnya ia kira sebagai kebaikan
dan kebahagiaan.
Nabi Sulaiman a.s. termasuk ke dalam kategori
orang seperti itu. Orang yang memohon kenikmatan
kepada Allah, dan ia tahu akibat berat yang akan
ditimbulkannya. Seandainya beliau tahu bahwa ke-
nikmatan itu tidak layak baginya, tentu beliau tidak
akan menginginkannya dan pasti lebih memilih keba-
ikan selain kenikmatan itu. Akan tetapi, beliau me-
mohon kebaikan sesuai dengan pengetahuannya.
Selain i t u , beliau juga senantiasa menjaga dirinya
agar selalu bersyukur, membebaskan kenikmatan itu
dari cengkeraman cobaan, dan membersihkannya
dari segala cela yang berakibat buruk, baik di dunia
maupun di akhirat. Karena itu, Allah Swt. memberi-
nya kekayaan yang melimpah. Hal ini terekam dalam
salah satu ayat-Nya, Dan Kami (tundukkan) angin
bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi
sama dengan perjalanan sebulan; dan perjalanannya
di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula);
dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan seba-
gian jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah
Ujian Kenikmatan
kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Siapa saja
yang menyimpang di antara mereka dari perintah
Kami, maka Kami turunkan kepadanya azab neraka
yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat
untuk Sulaiman apa yang dikehendaki-Nya dari ge-
dung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan pi-
ring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk
yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, hai
keluarga Daud, untuk bersyukur (kepada Allah).
Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang ber-
syukur (Q.S. Saba' [34]: 12-13).
Demikianlah kenikmatan yang terkadang menu-
tupi akal seseorang dan membuatnya sombong. Akal
yang sempurna tidak akan teperdaya kenikmatannya.
Hanya jiwa yang dipenuhi karunia Allah saja yang
tidak akan terbujuk olehnya. Jiwa yang senantiasa
mendapat karunia dari Pemiliknya. Jiwa seperti itulah
yang senantiasa yakin bahwa kenikmatan itu hanya-
lah cobaan dan malapetaka yang harus diwaspadai.
Dengan kesadaran ini, dia akan mampu mengendali-
kan semua kenikmatan i t u . Jika tidak, dia justru
akan lalai dibuatnya. Terjebak oleh perangkapnya.
Tidak mengetahui hak-hak yang harus ditunaikan.
Akibatnya, hanya kesengsaraan yang akan diterima
orang bersangkutan. Oleh karena itu, jangan Anda
biarkan kenikmatan membinasakan Anda. Jangan
biarkan ia mengendalikan dan menggiring Anda ke
M u h a m m a d A l i al-Far
jalan yang tidak Anda sukai. N a b i Sulaiman a.s.
seorang nabi yang mengerti betul segala nikmat
Tuhannya dan semua yang ada di balik kenikmatan
itu. Al-Quran menyebutkan pernyataan beliau, Ini
adalah karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah
aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan
barang siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia ber-
syukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang
siapa yang ingkar, sesungguhnya Tuhanku Mahakaya
lagi Mahamulia (Q.S. Al-Naml [27]: 40).
Dalam Ft Zhildl al-Qur'dn, Syekh Sayid Quthub
menjelaskan, "Keyakinan kuat telah mengakar di
hati Nabi Sulaiman, sehingga mampu memenuhi hak
Allah dengan sebaik-baiknya. Beliau juga meyakini
bahwa kenikmatan merupakan cobaan yang sangat
besar dan berat. Oleh karena i t u , seseorang harus
mewaspadai kenikmatan agar tidak sampai membi-
nasakan dirinya. Selain i t u , ia juga harus memohon
pertolongan kepada Allah agar selalu berada di jalan
takwa ketika ia diberi kenikmatan tersebut. Juga me-
mohon agar ia bisa mengetahui hakikat nikmat itu
dan menyadari karunia yang dilimpahkan Allah, agar
Allah senantiasa melindungi dan menolongnya.
Pada hakikatnya, Allah tidak membutuhkan syu-
kur para hamba-Nya. Seorang hamba yang bersyukur
itu sesungguhnya untuk dirinya sendiri. Karena, de-
ngan bersyukur, dia akan memperoleh tambahan
l l
F i Zhilal al-Qur'an (V/384).
l 2
I b n A b u a l - D u n y a , al-Faraj Ba'd al-Syiddah ( h i m . 13).
f8E!>^ M u h a m m a d A l i al-Far
cara total atas kelemahannya di hadapan rencana
Allah yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun.
Selain i t u , pernyataan tadi sekaligus menunjukkan
lemahnya manusia di balik kepasrahannya atas apa
yang telah dipilihkan Allah. Serta menunjukkan ke-
yakinan bahwa Allah senantiasa memilihkan yang
terbaik bagi para hamba-Nya. Karena itu, seorang
hamba harus selalu tenang dan tunduk kepada Tuhan-
nya atas semua yang ia dapat, banyak ataupun sedikit.
Dia mesti bersandar kepada pertolongan dan perlin-
dungan Allah, sambil berdoa, "Ya Allah, atas penge-
tahuan-Mu, aku memohon yang terbaik kepada-Mu;
berkat kekuatan-Mu, aku memohon kekuatan; berkat
karunia-Mu yang besar, aku memohon kepada-Mu.
Engkau Mahakuasa, sementara aku hamba yang t i -
dak kuasa apa-apa. Engkau Maha Mengetahui, se-
dangkan aku hamba yang tidak mengetahui apa-apa.
Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib."
Selain itu, dia mesti selalu menghadapkan dirinya
kepada Allah atas berapa pun yang Allah berikan
kepadanya. Dia juga harus mengakui ketidaktahuan
dan kelemahan dirinya di hadapan Allah. Itulah jalan
menuju kebahagiaan dan membawa kepada kete-
nangan hatinya. Dengan begitu, dirinya tahu bahwa
hanya Allah yang mengatur semua urusannya. Peng-
aturan Allah lebih baik daripada pengaturannya. Hal
ini seperti yang ditegaskan Rasulullah saw., " D i anta-
Ujian Kenikmatan
ra kebahagiaan anak-cucu Adam (manusia) adalah
kemauannya untuk memohon yang terbaik kepada
Allah. D i antara kebaikan anak-cucu Adam adalah
keridaannya terhadap ketentuan Allah. D i antara ke-
sengsaraan anak-cucu Adam adalah keengganannya
untuk memohon yang terbaik kepada Allah dan keti-
dakridaannya terhadap ketetapan Allah Swt." 13
fp !^
5
M u h a m m a d A l i al-Far
yang terbaik untuk Anda Nya. Pasrahlah atas segala
ketentuan-Nya. Sesungguhnya Allah senantiasa me-
milihkan yang terbaik untuk kita.
Ujian Kenikmatan
3
Meyakini Kebenaran Allah
76
Sebuah pelajaran berharga dari Rasulullah saw.
yang tidak mungkin dapat dilupakan Ummu Salamah—
meskipun dia belum pernah mencoba melupakan-
nya—adalah ketika Allah mengizinkan suami dan
anaknya, Salamah, berperang hingga mati syahid.
Sementara Ummu Salamah harus melewati peristiwa
yang sangat berat. Karena itulah, mereka dianggap
sebagai pasangan suami istri yang paling baik. Mereka
menjalani perjuangan hidup secara bersama-sama.
Bahkan, sejak awal masuk Islam, mereka sudah me-
miliki tujuan dan harapan yang sama.
Salamah ibn Abdullah ibn Umar ibn Abu Salamah
meriwayatkan bahwa neneknya, Ummu Salamah, se-
kaligus istri Nabi Saw. (setelah suami Ummu Salamah
mati syahid dalam peperangan, Rasulullah menikahi-
nya), menuturkan, "Setelah sepakat untuk hijrah ke
Madinah, Abu Salamah menaikkan aku ke untanya.
Pada waktu itu, aku juga membawa putraku, Salamah
ibn Abu Salamah di pangkuan. Setelah siap, Abu
Salamah menuntun unta tersebut. Tetapi kemudian,
suamiku yang sedang menuntun unta terlihat oleh
beberapa orang dari Bani al-Mughirah ibn Abdullah
ibn 'Umar ibn Makhzum. Mereka kemudian meng-
hampiri kami lalu berkata, 'Engkau sudah berani
melangkahi kami dengan membawa pergi perempuan
itu. Apakah engkau mengira bahwa kami akan mem-
tjS!^ M u h a m m a d A l i al-Far
"Aku tidak peduli keadaan apa yang akan aku
alami, baik yang aku sukai atau tidak aku suka.
Karena, aku tidak tahu apakah kebaikan itu
ada di keadaan yang aku sukai atau justru
di keadaan yang tidak aku sukai."
al-Asad juga mengantarkan anakku kepadaku. Tanpa
menunggu lama, aku pun langsung menaiki untaku,
memangku anakku dan merengkuhnya di pangkuan-
ku. Kemudian, aku berangkat menyusul suamiku di
Madinah. Tidak ada seorang pun yang menyertai
perjalananku. Aku sempat berharap ada orang yang
menemaniku sampai aku bertemu dengan suamiku.
Benar saja, setibanya di Tan'im, aku bertemu dengan
Utsman ibn Thalhah ibn Abu Thalhah, saudara Bani
Abd al-Bar. Dia menanyaiku, 'Wahai putri Abu
Umayah, engkau mau ke mana?' A k u menjawab,
'Aku mau menemui suamiku di Madinah.' Dia kem-
bali bertanya, 'Adakah orang yang menemanimu?'
Aku menjawab, 'Demi Allah, tidak ada yang mene-
maniku selain Allah dan anakku ini.' Utsman kemba-
li berkata, 'Sebenarnya, engkau tidak pantas diting-
galkan.' Setelah itu, dia meraih kendali unta yang
aku tunggangi, lalu menuntunnya. Demi Allah, tidak
ada seorang pun laki-laki Arab yang lebih mulia da-
ripada Utsman ibn Thalhah. Ketika tiba di sebuah
tempat persinggahan, dia menderumkan untaku dan
memintaku untuk turun, beristirahat, memulihkan
kondisi yang capek. Setelah aku turun, dia menarik
lagi untaku dan menambatkannya di sebuah pohon.
Sementara dia menuju pohon lain dan berbaring di
bawahnya. Setelah kembali pulih, dia bangun meng-
hampiri untaku. Dia kemudian menuntunnya dan
M u h a m m a d A l i al-Far
mempersilakan aku untuk naik kembali. Setelah aku
naik dan mendapat posisi yang tepat, Utsman mena-
rik kendali unta, menuntunnya lagi hingga sampai di
persinggahan berikutnya. Begitulah seterusnya, sam-
pai aku tiba di Madinah. Begitu melihat kampung
Bani Amr ibn Auf di Baqa', Utsman berkata, ' D i
kampung inilah suamimu—tempat suaminya dulu
singgah. Masuklah, semoga Allah memberkahimu.'
Setelah i t u , Utsman pun kembali bertolak ke
Makkah."
Mengakhiri kisahnya, Ummu Salamah menutur-
kan, "Demi Allah, aku tidak tahu kalau ada Ahlul
Bait lain yang mendapat musibah seperti yang me-
nimpa keluarga Abu Salamah. A k u juga tidak pernah
melihat ada seorang sahabat yang lebih mulia daripa-
da Utsman ibn Thalhah." 2
2
Sirah Ibn Hisyam (11/315).
M u h a m m a d A l i al-Far
arga adalah milik Allah. Allah menjadikan harta dan
keluarga sekadar pinjaman hamba-Nya. Karena itu,
ketika pinjaman tadi diambil, hal itu sama dengan
orang yang meminjamkan sesuatu kemudian meng-
ambilnya kembali dari orang yang dipinjaminya.
Selain itu, barang pinjaman tidak terlepas dari dua
kemungkinan: awalnya tidak ada dan akan kembali
tidak ada. Kepemilikan seseorang terhadap harta ke-
kayaannya bagaikan kepemilikan barang pinjaman
yang hanya dimiliki dalam waktu yang sebentar. Dia
sendiri juga bukan yang membuat harta itu ada sete-
lah sebelumnya tidak ada, sehingga dengan demikian
hak miliknya tidak penuh. Dia juga tidak berkuasa
sedikit pun untuk menjaga harta itu dari segala ben-
cana yang menimpanya, sehingga keberadaan harta
itu pada dirinya tidak mungkin selamanya. Dia tidak
memiliki otoritas dan kepemilikan yang penuh terha-
dap hartanya. Tugasnya hanyalah mengelola harta
itu, bukan memilikinya. Karena itu, dia tidak boleh
menggunakan harta kekayaan itu kecuali harus sesuai
dengan apa yang diperintahkan pemilik aslinya.
Kedua, tempat kembali seorang hamba adalah
Allah, Penolongnya yang hak. Karena i t u , dia harus
meninggalkan dunia ini. Tidak hanya itu, dia datang
kepada Tuhannya dalam keadaan seorang diri, seperti
pertama kali dia diciptakan. Dia datang tanpa mem-
bawa istri, harta, dan keluarga. Hanya kebaikan atau
l
Zad al-Ma'ad (IV/173).
4
H . R . Al-Bukhari.
M u h a m m a d A l i al-Far
Ketika itu, Rasulullah saw. melewati mereka. Namun,
beliau tidak dapat berbuat apa-apa selain memberi-
kan kabar gembira, "Bersabarlah, wahai keluarga
Yasir. Sebab, tempat kalian adalah di surga." 5
5
H . R . A l - H a k i m d a l a m al-Mustadrak, al-Thabrani dalam
al-Mu'jam al-Kabir, d a n al-Baihaqi d a l a m Syiiab al-Iman. Menurut
a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .
6
H . R . A h m a d . M e n u r u t a l - H a i t s a m i , para r a w i n y a adalah
p a r a r a w i a l - B u k h a r i d a n M u s l i m , n a m u n sanadnya munqatbi'
(terputus).
88 fpS^ M u h a m m a d A l i al-Far
'Ammar benar-benar ingin membuktikan kebe-
naran janji Allah. Dia tidak tergoda sedikit pun bu-
jukan dunia, tidak senang sedikit pun dengan kenik-
matan dunia, tidak pula bersedih hati ketika dunia
itu dicabut darinya, meski keadaan telah berubah
dan w a k t u terus berputar di tengah manusia.
Rasulullah saw. menjanjikan pahala mati syahid ke-
padanya. Beliau menjamin bahwa dia bakal berumur
panjang, tidak berpaling sedikit pun darinya, sampai
mendapatkan apa yang telah dijanjikan. 'Ammar ter-
masuk salah seorang yang meyakini kebenaran janji
Allah.
90
membawa kebaikan kepada semua orang. Allah men-
datangkan kemaslahatan kepada mereka dengan cara
memberikan ujian kepada satu orang. Kebaikan yang
ditujukan untuk semua orang tentu saja lebih baik
daripada kebaikan yang ditujukan untuk satu orang.
Sayangnya, manusia sering kali tidak melihat sisi ini.
Contohnya, seseorang mengamputasi salah satu ang-
gota tubuhnya demi kemaslahatan seluruh tubuhnya.
Contoh lain, seorang panglima perang mengorbankan
beberapa tentaranya demi menjaga para tentara lain
yang lebih banyak. Lebih daripada itu, tujuan pang-
lima itu adalah kemenangan dan kejayaan. Hanya
Allah yang memiliki perumpamaan yang hebat.
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu.
Seandainya memiliki kekuatan, tentu kalian tidak
akan melakukannya. Maksudnya, seandainya kalian
mengetahui harapan yang paling tinggi.
Atas karunia dan hikmah Allah, ibu Musa berani
menghanyutkan putranya di sungai N i l . Seandainya
manusia dan jin berkumpul dan diminta untuk mela-
kukan hal tersebut, tentu mereka sepakat tidak akan
melakukannya. Karena, tidak ada jaminan keselamat-
an bagi anak yang dihanyutkan itu. Allah Swt. ber-
firman, Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susutlah
dia" (Q.S. Al-Qashash [28]: 7).
Begitulah ilham diberikan. Melalui ilham itu, ibu
Musa berkeinginan untuk menghidupi putranya de-
'H.R. Al-Bukhari.
M u h a m m a d A l i al-Far
"Camkan baik-baik, ketika Allah tidak
memberimu sesuatu, itu bukan berarti Dia
pelit, tapi justru menyayangimu.
Tidak memberinya Allah sesungguhnya
adalah 'pemberian'. Hanya orang yang benar
yang mengetahui pemberian itu."
Akal sehat manusia dapat membayangkan ke-
khawatiran seorang ibu terhadap bayinya, sementara
dia tetap menginginkan bayi itu bertahan hidup mes-
ki dihanyutkan ke sungai. Namun, rencana Allah t i -
dak mungkin dijangkau penglihatan hati sekalipun,
bahkan tidak dapat terpikirkan seorang ahli pun.
Allah Swt. kemudian berfirman, Dan janganlah kamu
khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepa-
damu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul (Q.S. Al-Qashash [28]: 7).
Demikianlah Allah menyatukan perpisahan dan
mengeluarkan kebaikan dari sarang keburukan. Allah
menjadikan ibu Musa begitu pasrah dengan keadaan
yang sebelumnya hampir saja putus asa. Hatinya
khawatir dan gelisah. Hanya bayinya yang terpikir di
benaknya.
Begitu mendengar putranya berada di rumah
musuh, Firaun, ibu Musa semakin khawatir. Seandai-
nya Allah tidak meneguhkan hatinya, dia ingin sekali
merebutnya. Namun, Allah berkehendak lain. Musa
tetap berada di pangkuan Firaun dan Firaun menja-
dikannya sebagai penyenang hati, bahkan hendak
menjadikannya sebagai putra. Padahal, seandainya
Firaun dapat melihat hal yang sebenarnya, dia pasti
akan tahu bahwa penyenang hatinya ini kelak akan
menjadi lawan. Kenyataannya, dia tetap melindungi
fSE!^ M u h a m m a d A l i al-Far
dan menganggap dirinya sebagai tempat bayi tersebut
berlindung. Allah telah membuat tipu daya kepada
Firaun. Amat berbeda antara rencana Allah dengan
rencana makhluk-Nya. Allah adalah pembuat tipu
daya yang terbaik.
Demikianlah tanda kebesaran Allah yang meng-
gambarkan dimensi yang sesungguhnya. Tidak lama
setelah itu, ibu Musa mengirimkan saudara perempu-
an Musa. Inilah salah satu bentuk ketawakalan ibu
Musa kepada Allah yang disertai dengan usaha un-
tuk melakukan sebab-sebab. Hukum Allah pun terja-
di terhadap makhluk-Nya. Dalam hukum Allah, kita
tidak pernah menemukan kekurangan sedikit pun.
Saudara perempuan Musa pun tahu bahwa Musa
rupanya menolak menyusu kepada para wanita yang
akan menyusuinya. Karena i t u , dia pun menunjuk-
kan mereka kepada ibu Musa. Akhirnya, Musa pun
kembali ke pangkuan ibunya. Kebenaran janji Allah
pun terbukti. Sang ibu begitu gembira. Namun, sia-
pakah yang mampu mengetahui hikmah dan rencana
Allah ini? Tidak banyak yang mengetahuinya.
BERANGKAT KE MADYAN
M u h a m m a d A l i al-Far
bertolak dari Mesir ke Madyan. Selama di perjalan-
an, tidak ada yang dimakannya selain sayur-sayuran
dan daun-daun pohon. Ia berjalan tanpa alas kaki
karena sandalnya lepas dari telapak kakinya. Hamba
pilihan Allah itu pun duduk di tempat teduh, semen-
tara perutnya rapat dengan punggungnya karena sa-
king laparnya. Hijaunya warna sayuran terlihat dari
dalam perutnya. Ia benar-benar membutuhkan se-
buah kurma. 2
2
Al-Bidayak wa al-Nihayah (1/243).
M u h a m m a d A l i al-Far
mengatakan, "Ya Tuhanku, aku tahu bahwa Engkau
tidak akan pernah mengabaikan masalahku, tidak
pula mengabaikan apa pun yang Engkau ciptakan.
Engkau sudah menurunkan rezekiku. Maka tunjuk-
kanlah aku kepada yang Engkau turunkan sesuai
dengan kehendak, kebaikan, dan kasih-sayang-Mu." 3
3
I b n ' A t h a i l l a h , al-Tanwir ( h i m . 83).
flE^ M u h a m m a d A l i "al-Far
tukang-tukang sihir andalannya tunduk dan bersujud
kepada Tuhan mereka. Mereka percaya kepada Tuhan
Musa dan Harun meski di bawah ancaman Firaun.
D i situlah mereka merasakan manisnya ketenangan
di sisi Allah.
Munculnya sekelompok kecil (Bani Israil) telah
membuat Firaun marah. Kemudian, dia pun meng-
atur rencana jahat terhadap Musa dan kaumnya.
Namun, Allah tetap menginginkan kebaikan kepada
mereka (Bani Israil) meski kebaikan itu tidak kasat
mata. Al-Quran merekam kejadiannya, Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah peng-
ikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar
akan tersusul" (Q.S. Al-Syu'ara' [26]: 61).
Ketika melihat para tukang sihir andalannya meng-
ikuti Musa, Firaun benar-benar marah. Kedudukannya
terguncang. Bersama bala tentaranya, dia pun meng-
atur rencana. Baginya, Musa dan kaumnya bukan
kekuatan besar. Mustahil ada yang bisa menyelamat-
kan mereka. Lautan di depan mereka, sedangkan
kematian di belakang mereka. D i manakah kebaikan
untuk Musa dan kaumnya?
Hati Musa yang sudah tenang dengan Tuhannya
melihat Firaun sebagai kesesatan yang nyata. Semen-
tara ia tetap berada di sisi Allah, berlindung di ba-
wah naungan kasih sayang-Nya, dan percaya dengan
rencana-Nya. Karena i t u , Musa berkata, Sekali-kali
106 M u h a m m a d A l i al-Far
tidak akan sabar bersamaku sedikit pun" (Q.S. A l -
Kahf [18]: 72).
Setelah Khidir berkata demikian, Musa pun me-
nyadari perjanjiannya. Meski begitu, hatinya terus
bertanya-tanya. Karena, sejauh pengetahuannya, jika
sebuah kapal dilubangi maka kapal itu akan rusak.
Akibatnya, Khidir akan diprotes keras para penum-
pangnya. Lantas, di manakah letak kebaikannya?
Setelah i t u , mereka pun keluar dari kapal tadi dan
melanjutkan perjalanan.
Meski masih diliputi rasa penasaran, Musa sudah
bertekad akan tetap belajar dan mendapatkan ilmu
dari Khidir. Ia memang telah mempersiapkan hati
dan mental yang kuat. Akhirnya, mereka kembali
berangkat. Masih di pesisir pantai, mereka bertemu
dengan seorang anak yang sangat lucu sedang ber-
main bersama teman-temannya. Belum juga rasa pe-
nasaran Musa hilang dengan kejadian di kapal tadi,
ia melihat Khidir sudah menarik kepala anak kecil
itu lalu mematahkannya dengan tangannya. Kali ini
Musa kembali terkejut. Ia benar-benar tidak tahan
melihatnya, lalu berkata keras-keras, Mengapa kamu
membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia mem-
bunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melaku-
kan suatu yang mungkar (Q.S. Al-Kahf [18]: 74).
Menurut akal sehat, orang yang membunuh ha-
rus mendapat hukuman. Pasalnya, secara kasat mata
4
Q . S . A l - K a h f i (18): 75.
5
H.R. Al-Bukhari.
112 M u h a m m a d A l i al-Far
Perlu saya katakan, seandainya para pemilik ka-
pal yang bagus mengetahui apa yang akan terjadi
terhadap kapal mereka, tentu mereka akan merasa
khawatir. Dan, seandainya mereka tahu hal sebenar-
nya, tentu mereka akan terus-menerus khawatir.
Akan tetapi, peristiwa itu sama sekali tidak terpikir-
kan akal sebelumnya. Allah Swt. berfirman, Karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak
(Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).
Kembali ke kisah Khidir, Allah Swt berfirman,
mengungkapkan penjelasan Khidir selanjutnya, Adapun
anak laki-laki itu, maka kedua orangtuanya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir dia akan
mendorong kedua orangtuanya itu kepada kesesatan
dan kekafiran (Q.S. Al-Kahf [18]: 80-81).
Ayat ini menegaskan pengetahuan Allah yang
luas berkenaan dengan anak laki-laki itu. Anak laki-
laki itu memang masih suci. Tetapi, setelah dewasa-
nya, anak itu akan beralih menjadi seorang kafir se-
hingga dikhawatirkan akan bertindak kasar kepada
orangtuanya. Dengan begitu, anak itu menjadi pe-
nyebab kedua orangtuanya menjadi kafir. Karena itu,
Allah menentukan kematiannya. Semua ketentuan
Allah adalah baik. Sementara i t u , kedua orangtua
anak tadi dikisahkan diberi pengganti seorang anak
perempuan yang menghasilkan dua belas anak laki-
116 M u h a m m a d A l i al-Far
kekuasaan yang Allah janjikan. Ia telah memilihkan
yang terbaik bagi mereka di dunia. Mereka pantas
berkorban, karena tidak ada kekuatan apa pun di
hadapan Tuhan mereka. Mereka sudah selayaknya
melakukan yang terbaik bagi urusan dunia dan akhi-
rat mereka dengan cara menjalankan kepemimpinan
dan mengokohkan diri mereka. Karena, Allah akan
meridai mereka jika mereka tunduk dan taat. Namun,
sayangnya mereka justru durhaka dan menarik diri.
Mereka mengingkari kenikmatan Tuhan mereka dan
menolak untuk memerangi musuh mereka karena
miris dan takut. Padahal, seandainya meyakini kebe-
naran Allah, tentu mereka tidak akan begitu. Mereka
tidak akan terus membela Firaun yang dikenal som-
bong dan keras kepala itu. Seandainya mereka rela
kepada Tuhan mereka, bertawakal sepenuhnya kepa-
da Allah dan membenarkan nabi mereka, tentu itu
akan lebih baik bagi diri mereka. Akan tetapi, mere-
ka melakukan kesalahan besar ketika menentang dan
mengatakan, Hai Musa, sampai kapan pun kami
tidak akan memasukinya, selama mereka berada di
dalamnya. Karena itu, pergilah engkau bersama Tuhan-
mu dan berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja (Q.S. A l -
Ma'idah [S]: 24).
Karena ketidaksopanan mereka kepada Allah dan
nabi mereka, sekaligus sebagai peringatan bagi diri
DUA KELOMPOK
7
H . R . A l - B a i h a q i d a l a m Dala'il al-Nubuwwah (no. 874).
M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .
8
H.R. Al-Bukhari.
Nihayah
9
al-Arb ft al-Funun al-Adab (III/408).
120 M u h a m m a d A l i al-Far
reaksi dalam menanggapi rasa aman tersebut, meng-
ingat jiwa dan karakter setiap orang berbeda-beda.
Dalam Tafsir-nya, Ibn Katsir menyebutkan, "Sete-
lah datangnya Nabi Musa, Bani Israil berada di jalan
istikamah selama beberapa waktu. Namun kemudian
terjadi beberapa peristiwa. D i antaranya, mereka me-
nyembah patung dan berhala. Karena tidak ada nabi
yang menyuruh mereka kepada kebaikan dan mela-
rang mereka dari keburukan, mereka akhirnya mela-
kukan apa saja yang mereka mau. Allah pun mem-
pertemukan mereka dengan musuh-musuh mereka.
Di antara mereka banyak yang membunuh musuh-
musuh mereka. Memenjarakan banyak orang dan
merampas banyak wilayah. Mereka selalu berhasil
melumpuhkan orang-orang yang mencoba memerangi
mereka. Salah satu faktor penyebabnya adalah keber-
adaan Taurat dan Tabut di tengah-tengah mereka
sejak zaman dahulu.
Menurut mereka, Taurat diwariskan secara turun-
temurun dari para pendahulunya untuk generasi ber-
ikutnya, termasuk Nabi Musa. Karena i t u , mereka
terus-menerus berada dalam kesesatan sampai akhir-
nya Taurat dan Tabut itu dirampas para raja musuh
dalam sejumlah peperangan. Para raja itu mengam-
bilnya dari tangan mereka. Tidak banyak orang yang
menyimpan Taurat. Kenabian dari anak-cucu mereka
pun terputus. Tidak ada satu pun keturunan Lawi
122 M u h a m m a d A l i al-Far
Apa yang akan Anda lakukan
ketika mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkan, sementara Anda mampu
menghindarinya? Bersabar dalam keadaan
seperti itu adalah sebuah kesalahan.
mereka memiliki karakter seperti itu dan hati mereka
sudah terpatri karakter tersebut.
Ibn Katsir kembali menyebutkan, "Syamuel ber-
anjak dewasa. Allah menjadikannya sebagai sosok
yang hebat. Ketika ia sampai pada usia kenabian,
Allah pun menurunkan wahyu kepadanya untuk me-
ngesakan Allah dan mengajak kepada jalan-Nya. Ia
pun menyeru Bani Israil dan meminta mereka agar
mengangkat seorang raja yang bersama-sama dengan-
nya memerangi musuh. Ketika itu, raja mereka sudah
tewas. Kemudian, N a b i berkata kepada mereka,
'Mungkin saja Allah sudah mengangkat seorang raja
untuk kalian, tetapi kalian tidak mau ikut berperang
bersamanya.' H a l ini seperti yang dinyatakan A l -
Quran, Mengapa Kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya Kami telah diusir dari
anak-anak kami? (Q.S. Al-Baqarah [2]: 246). 11
"Ibid.
124 f p ! 5 ^ M u h a m m a d A l i al-Far
tanduk yang di dalamnya terdapat minyak al-Quds,
kemudian berkata kepadanya, 'Kawanmu yang akan
menjadi seorang raja tingginya sepanjang tongkat
ini." 1 2
ll
Nihayah al-Arb fi al-Funun al-Adab (III/409).
13
Q . S . A l - A n b i y a ' (21): 23.
"Tafsir Ibn Katsir (1/404).
Nihayah
u
al-Arb fi al-Funun al-Adab (III/411).
u
Ibid.
orang-orang yang benar dan Dia mengetahui orang-
orang yang dusta (Q.S. Al-'Ankabut [29]: 2-3).
Tidak banyak orang yang mengakui keburukan
itu sebagai cobaan. Namun, saat mereka akan me-
nyeberangi lautan dan melihat jumlah musuh yang
banyak, hampir saja hati mereka dihinggapi rasa le-
mah dan mengatakan, Tak ada kesanggupan kami
pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 249).
Dalam kondisi seperti itu, mereka kembali men-
jadi diri mereka. Mereka bergantung kepada kekuat-
an diri mereka. Jika keyakinannya seperti itu, mereka
akan mundur ketika melihat musuh akibat ketergan-
tungan mereka kepada kelemahan diri mereka sendi-
ri. Namun, sering kali Allah menunjukkan hakikat
ketawakalan makhluk-Nya dan ketenangan akan per-
lindungan-Nya. Allah Swt. berfirman, Berapa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan go-
longan yang banyak dengan izin Allah. Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar (Q.S. A l -
Baqarah [2]: 249).
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang sedikit
ketika disertai kekuatan Allah. Sesuatu yang lemah
akan menjadi kuat berkat pertolongan-Nya. Demi-
kian halnya dengan sesuatu yang banyak. Ketika t i -
dak disertai kekuatan Allah maka yang banyak itu
selamanya akan sedikit, bahkan tidak ada artinya.
133
ayah mereka. Mereka sadar betapa sulitnya menya-
mai kedudukan Yusuf dan saudaranya (dari pihak
ibu), Bunyamin, di hati ayah mereka. Yang mereka
pikirkan kemudian adalah bagaimana cara mereka
menghapus kecintaan ayah mereka kepada Yusuf dan
saudaranya tadi. Akhirnya mereka membuat tipu daya
dan membuat rencana jahat. Salah seorang dari me-
reka berkata, Bunuhlah Yusuf atau buanglah ke sua-
tu daerah (yang tak dikenal) (Q.S. Yusuf [12]: 9).
Mereka bertekad mengenyahkan Yusuf agar per-
hatian sang ayah beralih kepada mereka. Rasa ke-
dengkian semakin membuncah dalam diri mereka.
Manakala keinginan itu semakin kuat, tatkala kehen-
dak Allah harus terlaksana, dan ketika tidak ada
jalan lain untuk menyempurnakan hukum-Nya, me-
reka pun melakukan yang disarankan salah seorang
dari mereka yang bernama Ruwaibil untuk mencem-
plungkan Yusuf ke salah satu sumur Baitul Maqdis.
Dengan begitu, mereka merasa sakit hati mereka te-
robati. Tujuan mereka hanyalah melenyapkan Yusuf,
kemudian bertobat, menjadi orang-orang saleh; tobat
yang ternyata tidak membuat mereka menyesal de-
ngan kejahatannya. Akhirnya, mereka setuju dengan
apa yang disarankan saudara mereka. Mereka meng-
anggap, akibatnya lebih ringan.
Ibn Katsir meriwayatkan bahwa Muhammad ibn
Yasar berkata, "Saudara-saudara Yusuf berkumpul
134 ^ L T ^ M u h a m m a d A l i al-Far
merencanakan sesuatu yang besar, di antaranya me-
mutuskan silaturahim, menyakiti orangtua, menyakiti
yang muda yang tidak bersalah dan yang tua yang
mestinya dihormati dan dihargai di sisi Allah, di
samping memutus hak orangtua terhadap anaknya.
Tujuan mereka adalah memisahkan Yusuf dengan
ayahnya yang telah tua renta dan rapuh tulangnya.
Siapa yang tidak menyayangi anaknya yang masih
kecil dan masih lemah serta masih membutuhkan
kasih sayang penuh orangtuanya? Semoga Allah
mengampuni kesalahan besar mereka. Allah Maha
Penyayang." 1
Hbid (11/618).
3
H . R . Al-Bukhari.
menetapkan apa yang akan mereka lakukan. Dia me-
mudahkan semua drama penyelamatan Yusuf. Allah
menghendaki sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Ketentuan-Nya seolah tersenyum melihatnya. Lihatlah
apa yang menyebabkan Yusuf selamat. D i situ, keten-
tuan Allah seakan-akan ingin menunjukkan kelemah-
an akal manusia yang terbatas kepada mukjizat yang
luar biasa dan kehebatan rencana-Nya.
Dalam Al-Quran dikisahkan, Kemudian mereka
datang kepada ayah mereka pada sore hari sambil
menangis (Q.S. Yusuf [12]: 16). Namun, di mata
sang ayah, mereka menyembunyikan kejahatan di
wajah mereka. Di mata sang ayah, mata mereka jelas
mengungkapkan kejahatan mereka. Mereka tidak lagi
menemukan alasan kuat tentang Yusuf yang menjadi
amanat sang ayah untuk mereka. Mereka meminta
maaf atas kelalaian mereka. Berusaha memberikan
bukti-bukti yang masuk akal agar tipu muslihat me-
reka tidak diketahui ayah mereka. Sesekali mereka
menunjukkan rasa belas kasihan mereka kepada
Yusuf dengan mengatakan, Dan engkau pasti tidak
akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-orang yang benar (Q.S. Yusuf [12]: 17).
Mereka ragu memberikan alasan yang sebelum-
nya dikhawatirkan sang ayah, Ya'qub, yaitu diter-
kam serigala. Selain i t u , mereka menunjukkan bukti
perbuatan mereka. Namun, bukti itu dibantah A l -
142 M u h a m m a d A l i al-Far
si dan menarik baju gamis Yusuf dari belakang sam-
pai robek. Kemudian, dia menemui suaminya dan
mengadukan Yusuf. Ia tidak pernah kehabisan jalan
dan alasan untuk membela dirinya.
Ibn Katsir menyebutkan, "Ketika itu, istri sang
raja keluar untuk menutupi tipu dayanya yang busuk,
mengadu kepada suaminya, dan menuduh Yusuf,
Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan
atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih? (Q.S.
Yusuf [12]: 25).
Namun hati istri sang raja masih tergantung dan
tertarik kepada Yusuf. Karena i t u , ia memilihkan
hukuman yang ringan baginya berupa penjara atau
siksaan ringan lainnya. Ia tidak menyarankan Yusuf
dihukum berat atau mati. Yusuf menolak semua tu-
duhan yang dialamatkan istri raja tadi. Namun, apa-
lah daya, ia tidak kuasa menolak pengkhianatan itu.
Setelah sang raja mengumpulkan para punggawa is-
tana, ia dihadapkan pada masalah yang serba sulit
atas apa yang dilakukan istrinya. Yang jelas, ketika
itu ia merasa aneh dengan celaan dan cemoohan is-
trinya kepada Yusuf. Karena itu, ia berkata kepada
istrinya, Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara
144 M u h a m m a d A l i al-Far
itu, ia pun berkata kepada mereka, Itulah orangnya
yang menyebabkan kamu mencela aku (karena terta-
rik) kepadanya. Dan sesungguhnya aku telah meng-
goda untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi
dia menolak. Jika dia tidak melakukan apa yang aku
perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjara-
kan dan dia akan termasuk golongan orang-orang
yang hina (Q.S. Yusuf [12]: 32).
Demikianlah sang istri raja menunjukkan apa
yang telah dia alami. Kali ini, justru merekalah yang
bermaksud keji kepada Yusuf. Merekalah yang se-
akan-akan ingin membujuk Yusuf. Namun, Yusuf
menolaknya, karena ia senantiasa memohon perlin-
dungan kepada Allah, dan merendahkan diri di ha-
dapan-Nya agar Dia menunjukkan keburukan dan
menghindarkan tipu daya yang menimpanya, Maka
Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan dia meng-
hindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguh-
nya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Menge-
tahui (Q.S. Yusuf [12]: 34).
Sang raja pun berusaha mengumpulkan sejumlah
bukti kuat untuk menjebloskan Yusuf ke penjara se-
bagai balasan atas apa yang telah dilakukannya.
Penjara tentu lebih berat kecuali bagi orang yang
percaya kepada ketentuan Tuhannya, tergantung ke-
pada kelembutan-Nya dan kebaikan rencana-Nya,
5
H . R . A l - T i r m i d z i . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i hasan.
148 M u h a m m a d A l i al-Far
menjadi menteri (pembantu raja), bahkan menjadi
raja sekalipun. Pada saat i t u , secara meyakinkan,
Yusuf menawarkan diri sebagai menteri (pembantu
raja), Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menja-
ga, lagi berpengetahuan (Q.S. Yusuf [12]: 55).
Hikmah Allah dalam hal ini semakin terlihat.
Dari hikmah itulah pilihan terbaik Allah bagi hamba-
Nya tampak. Keteraturan di antara sebab-sebab itu
juga tampak. Terkadang, dari sebab-sebab itu sesuatu
yang tidak mungkin terjadi pun tampak. Meski begi-
tu, seorang hamba tetap harus berprasangka baik
kepada Allah dan tetap percaya atas pahala yang ada
di sisi-Nya, serta senang terhadap qadha dan qadar-
Nya. Hamba seperti inilah yang berhak mendapat-
kan kebaikan Allah dan meraih martabat yang paling
tinggi, berkat keislaman dan keimanannya. Allah Swt.
berfirman, Kami melimpahkan rahmat Kami kepada
siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (Q.S.
Yusuf [12]: 56).
Jika balasan kebaikan itu disegerakan di dunia,
tentunya balasan itu masih ada di akhirat. Balasan di
dunia dan balasan di akhirat tidak sama. Kenikmatan
di dunia adalah keridaan Allah, sementara kenikmat-
an di akhirat adalah kenikmatan yang abadi. Kedua
tingkat ini jelas berbeda. Perlombaan untuk menda-
M u h a m m a d A l i al-Far
bawa sebuah barang sebagai alat tukar. Kala i t u ,
Ya'qub memberangkatkan sepuluh orang putranya,
sedangkan Bunyamin, saudara Yusuf, tidak diizinkan
ikut serta. Sebab, Bunyamin adalah anak yang paling
dicintainya setelah Yusuf. Setibanya mereka di istana
Mesir, Yusuf tengah berada di singgasana kerajaan.
Yusuf mengenali mereka semua, namun mereka tidak
mengenalinya. Sebab, mereka berpisah saat Yusuf
masih kecil. Dulu, mereka membiarkan Yusuf kecil
dibawa para musafir yang menemukannya di sumur.
Setelah i t u , mereka tidak tahu ke mana para musafir
itu pergi membawanya. Mereka sendiri tidak pernah
membayangkan bahwa Yusuf akan jadi seorang ben-
daharawan. Karenanya, mereka tidak mengenali Yusuf,
sedangkan Yusuf masih mengenali mereka. 6
Fi
7
Zhilal al-Quran (IV/331).
154 M u h a m m a d A l i al-Far
anya, Bunyamin. Ia ingin segera memperkenalkan
dirinya kepada saudaranya. Ia ingin secepatnya men-
ceritakan apa yang dilakukan saudara-saudaranya
dahulu, kepada Bunyamin. Ia juga akan meminta
saudara kesayangannya itu untuk tinggal bersama-
nya. Selain itu, ia juga senantiasa memohon pertolong-
an kepada Allah. Akhirnya, Allah pun memberikan
jalan yang terbaik untuk mempersatukan keduanya.
Sementara itu, saudara-saudara yang lainnya kembali
pulang tanpa Bunyamin. Padahal, mereka telah ber-
janji kepada sang ayah untuk pulang bersamanya.
Kesedihan pun melanda mereka. Tapi, mereka tidak
dapat berbuat apa-apa. Mereka akhirnya pulang ke-
pada ayah mereka, serta meminta maaf atas ketidak-
mampuan dan kelemahan mereka menghadapi masa-
lah yang sama sekali tidak mereka duga. Dalam hal
ini, mereka tidak tahu apa-apa. Ya'qub berkata,
"Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik per-
buatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik
itulah (kesabaranku)," (Q.S. Yusuf [12]: 83).
Ya'qub seakan-akan tidak mengenal kegelisahan
dan kekecewaan terhadap ketentuan Allah; seolah-
olah melihat kebaikan dalam setiap keburukan, se-
perti tahu bahwa di balik kesulitan akan ada kemu-
dahan. Kemudahan Allah itu sangat dekat, dan rida
terhadap ketentuan-Nya adalah sesuatu yang menga-
gumkan. Lihat Ya'qub a.s; ia sangat tenang atas ke-
158 M u h a m m a d A l i al-Far
memilihnya. Sama sekali tidak ada pilihan bagi mereka
(Q.S. Al-Qashash [28]: 68).
Manusia hanya bisa berusaha sekuat tenaga dan
merencanakan. Namun, semuanya tidak akan terjadi
kecuali atas rencana Allah. Dari situlah kemudian
sebagian orang ada yang rida dan sebagian lagi ada
yang kecewa. Meski satu hasil, tetapi berbeda-beda
keadaannya. Bagi orang yang merasa kecewa dan
gelisah, ketentuan Allah tetap berlaku, namun amal-
nya terhapus. Adapun bagi yang merasa rida dan
puas, ketentuan-Nya juga tetap berlaku padanya,
namun sekaligus akan mendapatkan pahala. Allah
tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang ber-
buat baik, sesuai dengan firman-Nya, Sesungguhnya
siapa saja yang bertakwa dan bersabar, maka Allah
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang ber-
buat baik (Q.S. Yusuf [12]: 90).
Saudara-saudara Yusuf pun sudah mengakui per-
buatan buruk mereka dahulu. Mereka menyadari apa
yang telah mereka lakukan. Mereka juga mengetahui
bahwa Yusuf sesungguhnya anak yang baik. Akan
tetapi, pada hakikatnya itu semua adalah cara Allah
untuk memberikan kemuliaan, kemudahan, dan kera¬
jaan kepada Yusuf. Yusuf adalah seorang hamba
yang mulia, putra dua orang mulia. Sehingga, ia sama
sekali tidak ingin membalas keburukan mereka. Se-
baliknya, ia berdoa agar Allah mengampuni kesalah-
160 M u h a m m a d A l i al-Far
Cobalah Anda ingat, ketika Allah menghendaki
suatu hal, Dia menciptakan beberapa perantaranya.
Kemudian, Dia menentukan dan memudahkan hal
itu. Allah Maha Mengetahui apa pun yang baik bagi
para hamba-Nya. Allah Mahabijaksana dalam per-
buatan, qadha, qadar, dan apa pun yang dipilih dan
dikehendaki-Nya. 9
162
Penyakit gelisah—musuh yang tidak pernah bisa
diajak kompromi—datang seperti tamu. Sejak kita
mencoba mengganti sesuatu yang buruk dengan yang
baik. Sejak kita mengganti ketamakan dengan pahala
di sisi Allah. Sejak kita meyakini ketentuan Allah
yang ditetapkan kepada kita, baik dan buruknya.
Sejak kita belajar menafsirkan secara benar apa yang
tidak kita ketahui. Sejak kita menggadaikan harapan-
harapan kita dengan kuda-kuda gadaian, dengan
meyakini bahwa Allah mengatur semua urusan kita
sebelumnya hingga kita pun mewujud. Ibn 'Atha'illah
menuturkan, "Ingatlah bahwa Allah Yang Mahabenar
sudah mengurusmu dengan mengatur semua yang
akan engkau lewati. Dia sudah melaksanakan semua-
nya dengan jalan mewujudkanmu. Dia sudah melak-
sanakan aturan terbaik-Nya untukmu pada hari
ketika Allah memperkenalkan diri-Nya kepadamu,
Bukankah aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab,
'Betul (Engkau Tuhan kami)
9
(Q.S. Al-A'raf [7]:
172).
Di antara pengaturan terbaik-Nya untukmu pada
saat itu adalah Dia memperkenalkan diri-Nya kepa-
damu, sehingga kamu pun mengenal-Nya. Dia mem-
perlihatkan kekuasaan-Nya kepadamu, sehingga kamu
pun dapat menyaksikannya. Dia memintamu berbicara
dan mengilhamimu untuk mengakui ketuhanan-Nya,
sehingga kamu pun mengesakan-Nya. Dia menjadi-
kanmu dari sperma yang ada di dalam tulang-tulang
sulbi. D i sanalah, Dia mengurusmu dengan pengatur-
an-Nya. Dialah yang memeliharamu. Dialah yang
memelihara tempatmu berada. Dialah yang menjadi-
kanmu melalui ayah dan ibumu. Kemudian, Dia me-
letakkanmu di dalam rahim ibumu. Ketika itu, Dia
mengurusmu dengan sangat baik. Dia jadikan rahim
sebagai lahan tumbuhnya tanamanmu, tanaman yang
menghidupimu. Setelah i t u , Dia menyatukan dua
sperma dan membentuk keduanya. Setelah itu, Dia
menjadikan segumpal darah yang dipersiapkan sesuai
yang dikehendaki-Nya dari sperma itu. Selanjutnya,
Dia menjadikannya segumpal daging. Dari segumpal
daging itu, Dia membentuk rupamu. Setelah itu, Dia
meniupkan ruhmu, lalu memberimu makan dengan
darah haid di dalam rahim ibumu. Kemudian, Dia
menetapkan rezekimu sebelum mengeluarkanmu ke
alam wujud (dunia). Selama beberapa waktu, Dia
menempatkanmu di dalam rahim sampai anggota-
anggota tubuhmu kuat dan tulang-tulangmu kokoh
untuk mempersiapkanmu menerima ketetapan Allah
atasmu serta mengeluarkanmu ke suatu negeri tempat
kamu akan mengenal karunia dan karunia-Nya yang
dilimpahkan kepadamu. Kemudian, Dia menurunkan-
mu ke bumi. Setelah i t u , Dia mengajarimu bahwa
kamu tidak kuat memamah makanan yang keras.
Kamu belum memiliki gigi dan geraham untuk meng-
unyah makanan. Kala itu, kamu bukanlah seorang
yang kuat makan makanan. Karena itu, diberikanlah
dua payudara ibumu. Melalui keduanya, kasih sa-
yang mengalir dari hati sang ibu. Setiap kali air susu
itu berhenti mengalir, kasih sayang yang diberikan
kepada sang ibu tidak berhenti mendorongnya. Setelah
itu, ayah dan ibumu bersama-sama sibuk memenuhi
kebutuhanmu dan menyayangimu. Mata mereka me-
mandangmu dengan penuh kasih sayang. Semua itu
hanyalah kasih sayang yang dilimpahkan kepadamu
dan kepada hamba-hamba yang lain di hadapan ayah
dan ibu mereka, yang bertujuan untuk memperkenal-
kan kasih sayang. Pada hakikatnya, segala yang telah
diberikan kepadamu adalah bukti ketuhanan Allah.
Tidak ada yang mengasuhmu selain ketuhanan-Nya.
Selanjutnya, Allah memerintahkan sang ayah untuk
senantiasa memenuhi kewajibannya terhadapmu sam-
pai kamu dewasa. Allah mewajibkannya untuk me-
nyayangimu. Dialah yang mengangkat catatan amal-
mu sebelum kamu balig dan dewasa. Catatan amal
itu diturunkan tatkala kamu dewasa dan tidak per-
nah diangkat lagi bahkan sampai kamu tua renta
nanti. Tatkala kamu dihadirkan kepada-Nya, ketika
kamu dikumpulkan di hadapan-Nya, manakala kamu
disuruh berdiri di depan-Nya, saat kamu diselamat-
kan dari siksa-Nya lalu dimasukkan ke dalam surga¬
Nya, ketika dibuka wujud hijabmu, didudukkan di
tempat para wali dan kekasih-Nya, Allah Swt. berfir-
man, Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu
di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat
yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa (Q.S. A l -
Qamar [54]: 54-55).
Jika demikian halnya, kebaikan Allah yang mana
yang akan kamu syukuri? Kenikmatan dan perto-
longan Allah yang mana yang kamu ingat? Pernah-
kah kamu mendengarkan firman-Nya, Dan apa saja
nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah (da-
tangnya) (Q.S. Al-Nahl [16]: 53).
Dengan demikian, kamu tidak dapat keluar dan
tidak akan dapat keluar dari kebaikan-Nya. Kamu
tidak akan dapat lari dari karunia dan kenikmatan¬
Nya. Jika kamu ingin lebih jelas mengetahui proses
penciptaanmu, simaklah ayat ini, Dan Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang ko-
koh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadi-
kan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadi-
kan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci
Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah
itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan
l
Al-Tanwir fi Isqdth al-Tadbir.
nuturkan, " A k u tidak mengira sebagai orang berakal
yang menjauhkan diri dari keceriaan, atau sebagai
orang yang beriman yang condong kepada sikap pe-
simis dan putus asa. Ketika seseorang takluk dengan
kemewahan dunia, saat itulah ketenangan dan keri-
daan hatinya terampas. D i situlah dia harus bergan-
tung kepada pertolongan Allah agar tidak terjebak
dalam kondisi yang sedang dirasakannya. Tunduk
kepada kesedihan sesungguhnya merupakan awal
dari lemahnya keinginan yang kemudian akan meng-
hasilkan semua perbuatan yang lemah p u l a . " 2
]addid
2
Hayatak (him. 43).
168 M u h a m m a d A l i al-Far
Ya Allah, berikanlah kesabaran
dan kekuatan kepadaku untuk meridai
segala yang tidak kuasa aku tolak
atas apa pun yang luput dari mereka. Mereka tidak
sibuk dengan bagian mereka sendiri. Bagi mereka,
ketika kekuasaan raja mereka sempurna, apa pun
yang dikehendakinya pasti terjadi. Dan, apa pun
yang terjadi pada mereka hanyalah perantara. Mereka
yakin bahwa apa pun yang terlewat dari mereka se-
sungguhnya adalah bagian dari rencana terbaik-Nya
untuk mereka."
Orang yang mencintai tidak akan melihat siapa-
siapa kecuali yang dicintainya. Dia juga tidak akan
melihat apa-apa dari yang dicintainya. Tidak akan
pernah kecewa. Tidak akan pernah meragukan. Dia
akan menerima semuanya dengan sukarela. Dia tahu
bahwa yang dicintainya pasti hanya akan memberi-
kan yang terbaik. Dia akan ingat firman-Nya, Mungkin
saja kamu membenci sesuatu, tetapi sesuatu itu sa-
ngat baik bagimu (Q.S. Al-Baqarah [2]: 216). 3
170 M u h a m m a d A l i al-Far
Syeikh A b u al-Hasan al-Syadzili menuturkan,
"Camkan baik-baik, ketika Allah tidak memberimu
sesuatu, itu bukan berarti Dia pelit, tapi justru me-
nyayangimu. Tidak memberinya Allah sesungguhnya
adalah 'pemberian'. Hanya orang yang benar yang
mengetahui pemberian i t u . " 4
4
Al-Tanwir ft Isqdth al-Tadbir.
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 171
"Pada suatu» hari tahun 1934, aku berjalan di Jl.
Dafruti Barat di kota Wab. Aku melihat sebuah pe-
mandangan yang membuatku sedih. Pemandangan
itu terjadi tidak lebih dari sepuluh menit. Namun,
dalam waktu sesingkat itu aku belajar hidup lebih
banyak daripada yang aku pelajari selama sepuluh
tahun. Ketika itu, aku akan menuju salah satu bank
guna mengajukan pinjaman modal untuk berangkat
ke kota Cansas dan mencari pekerjaan di sana. Ketika
aku berjalan dengan hati bingung, perasaan putus
asa muncul di hatiku. Hampir saja aku kehilangan
keyakinan. Tiba-tiba, aku melihat orang yang kedua
kakinya sudah diamputasi akan menyeberang jalan.
Dia terlihat duduk di atas papan kayu yang dileng-
kapi dengan roda-roda kecil. Untuk mendorong pa-
pan itu, dia gunakan kedua tangannya yang meme-
gang dua potong kayu yang menyentuh permukaan
jalan untuk mendorong papan yang didudukinya
agar maju. Setelah dia berhasil menyeberang jalan,
aku pun menemuinya. Dia mengangkat papan kayu
yang baru didudukinya untuk menyeberang jalan,
kemudian melirik ke arahku. Dia tersenyum lebar,
lantas berkata, 'Wahai tuan, betapa membahagiakan-
nya pagi ini. Hari yang sangat indah, bukan?' A k u
kemudian berdiri di belakangnya. Dari situ, aku ber-
pikir bahwa aku beruntung masih memiliki harta
yang cukup, masih memiliki dua kaki, dan masih
172 M u h a m m a d A l i al-Far
bisa berjalan. Tapi kenapa aku masih saja meratapi
diri sendiri? Dalam hati, aku bicara, 'Jika laki-laki
yang tidak memiliki kaki saja masih bisa bahagia
dan penuh percaya diri, apalagi aku yang diberikan
tubuh sempurna, masih memiliki dua kaki? Sejak itu,
setiap pagi, aku selalu melihat kata-kata yang aku
tempel di cermin:
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... *^!!S)
/
173
saat yang lain, kita bisa tertawa melihat sesuatu yang
sebelumnya kita anggap buruk. Kita akan tersenyum
saat melihat orang yang sedang ditimpa musibah se-
panjang kita bersandar kepada Tuhan Yang Maha-
lembut lagi Mahakuasa menentukan segalanya.
Menurut al-Ghazali, keyakinan seorang mukmin
bahwa tali dunia ini tidak akan terlepas dari tangan
Allah terpancar dari ketenangan yang lahir dari hati-
nya. Sebab, bagaimanapun juga, peristiwa yang terjadi
sesungguhnya adalah kehendak Yang Mahakuasa.
Allah berfirman, Dan Allah berkuasa terhadap urusan¬
Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui-
nya (Q.S. Yusuf [12]: 21).
Pernyataan di atas menjelaskan ketundukan se-
orang muslim kepada Tuhannya setelah sebelumnya
memenuhi kewajibannya. Ia senantiasa bertawakal
kepada-Nya atas apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang setelah mengerahkan kemampuan-
nya untuk beramal dan mempersiapkan diri, serta
mengerahkan kewaspadaan. Yang jelas, tidak ada
gunanya resah dan gelisah atas segala peristiwa yang
terjadi di luar kehendak kita.
Dengan kelalaiannya, seseorang kadang-kadang
menyesali apa yang dialaminya. Dengan kelengahan-
nya, seseorang mencela apa yang menimpanya. Jika
ia tidak melihat bahwa apa yang menimpanya itu
adalah takdir yang telah ditetapkan Allah maka nilai-
174 M u h a m m a d A l i al-Far
nilai kebaikan yang ada di dalam takdir itu tidak
berguna baginya, karena ia menyesal dan mencela-
nya. Nilai-nilai kebaikan takdir itu juga menjadi t i -
dak berguna baginya karena ia merasa gelisah dan
meragukannya. 6
6
Jaddid al-Haydh ( h i m . 75).
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 175
ngetahui semua yang ada di balik rahasia hikmah¬
Nya. Meskipun tidak mengetahui hikmah itu, kita
akan mendapat jaminan keselamatan karena kita
rida kepada-Nya. Terutama keselamatan jiwa, kete-
nangan pikiran, serta penuh keyakinan dan keperca-
yaan kepada-Nya.
Al-Ghazali mengatakan, "Ketika jiwa kosong
tanpa kehadiran Allah, melihat sejumlah kejadian
seperti gelombang-gelombang ombak; orang yang t i -
dak pandai berenang akan celaka, sedangkan orang
yang pandai berenang akan selamat, sebenarnya dia
telah hidup dengan hawa nafsunya serta dipermain-
kan kejadian dan prasangka. Bersandar terhadap
takdir—untuk tidak mengatakan dipaksa takdir—se-
penuhnya, tanpa daya dan upaya, sebetulnya akan
memberikan keberanian kepada seseorang untuk
menghadapi hari ini dan esok, memberikan warna
yang cerah dalam kehidupannya, dan membuatnya
menerima—sambil tersenyum—kerugian jiwa dan
hartanya." 7
Ibid
7
( h i m . 76).
176 M u h a m m a d A l i al-Far
dan bingung. Itu wajar, karena mereka tidak melihat
hikmah dan kelembutan Allah seperti yang Anda
lihat.
Masruq pernah bercerita bahwa seorang laki-laki
di sebuah desa memiliki seekor anjing, keledai, dan
ayam jago. Ayam jagonya biasa membangunkan war-
ga kampung untuk shalat subuh. Keledainya biasa
mengangkut air dan barang-barang mereka. Semen-
tara anjingnya biasa menjaga mereka. Pada suatu
ketika, seekor musang tiba-tiba datang dan mencuri
ayam jago kesayangan laki-laki itu. Warga kampung
itu pun sedih. Untungnya, laki-laki pemilik ayam jago
tersebut seorang yang saleh. Dia berkata, "Semoga
ada penggantinya yang lebih baik." Selang beberapa
waktu kemudian, seekor serigala datang menerkam
dan mengoyak perut keledai milik laki-laki saleh itu.
Laki-laki itu pun berkata, "Semoga ada penggantinya
yang lebih baik." Tidak lama setelah itu, anjingnya
pun hilang. Laki-laki itu berkata lagi, "Semoga ada
penggantinya yang lebih baik." Keesokan harinya,
warga kampung berdatangan ke tempat laki-laki itu.
Ketika salah seorang di antara mereka menyampai-
kan kesedihannya, laki-laki itu berkata, "Akibat mu-
sang dan serigala yang memangsa hewan-hewan
peliharaanku, tidak ada lagi suara anjing, keledai,
dan ayam jago di tengah para penduduk kampung.
Mungkin saja kebaikan untuk mereka adalah hilang-
fSSEJ^ M u h a m m a d A l i al-Far
nya akan mendorong kita untuk melaksanakan apa
memang seharusnya kita lakukan, sekaligus menolak
keraguan yang muncul di hati. Semua itu dilakukan
tentu saja setelah kita merasa tenang dengan apa
yang diperbuat Allah kepada kita. Sebab, Allah tidak
akan melakukan apa pun selain kebaikan. Dengan
mengambil jalan tengah, kita akan lebih memelihara
diri agar tetap berada dalam ketenangan, kesehatan
jiwa, dan keseimbangan emosional. Namun, tidak
berarti benar-benar kosong dari perasaan dan emo-
sional. Tujuannya hanyalah agar kita terhindar dari
kebingungan dan kesedihan dan larut di dalamnya.
Karena, kebahagiaan yang terlalu berlebihan juga akan
membuat kita keluar dari rel kebenaran. Kesedihan
yang terlalu mendalam juga akan menghapus kei-
nginan asa kita. Seorang mukmin yang bersabar da-
lam menghadapi segala perbuatan Allah tidak berada
pada posisi i n i . Dia justru mengangkat sikap seperti
itu ke tempat yang paling tinggi dan mengempaskan-
nya ke tempat yang paling rendah. Dia akan selalu
berada di tempat yang seimbang. Dia akan tetap me-
ngendalikan seluruh kekuatan. Itulah buah keimanan
terhadap takdir. Sebaliknya, seorang yang lemah se-
ring kali terkejut ketika ditimpa musibah, dan pikir-
annya gelisah. Alih-alih menghadapi dan menerima
kenyataan yang menimpa dirinya, dia terus-menerus
larut dalam kesedihannya, yang akibatnya akan me-
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 179
nambah kesedihan itu sendiri dan dia tidak berbuat
apa-apa. 9
180 M u h a m m a d A l i al-Far
yang lebih baik selain menerima semua kenyataan
dibandingkan harus mengubah kehendak Tuhan Yang
Mahatinggi lagi Maha Pemberi kebaikan yang me-
limpah? Musibah yang diberikan kepada seseorang
ada kalanya bertujuan untuk membangunkan keiman-
annya yang sedang lengah dan mengembalikannya
kepada Allah. Inilah suatu keadaan yang dapat meng-
ubah penyakit menjadi obat. Mengubah musibah
menjadi anugerah. Semua i t u , tidak diragukan lagi,
adalah buah dari keyakinan dan keridaan terhadap
apa yang diperbuat Allah. Inilah buah yang jauh le-
bih manis daripada yang disebutkan Del Karniji se-
bagai balasan atas keimanan terhadap qadha dan
qadar-Nya. Namun, ada orang yang meminta musi-
bah hanya karena dianggap kuat menahan musibah.
Orang seperti itu haruslah dimaklumi. Pasalnya, dia
tidak mengetahui penawar yang ada di depan kita.
Bahkan, kita mungkin mendengar kata-katanya, "Suatu
ketika, aku menolak hal yang sudah ditetapkan ke-
padaku. Namun, karena kebodohanku, aku menen-
tang, melawan, marah, dan gelisah. Setahun setelah
menyiksa diri, aku menerima hal yang dulu tidak
aku ketahui itu. Sebab, dari awal aku tidak menda-
pati jalan untuk mengubahnya."
Seorang penyair bersenandung:
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 181
Betapa indahnya aku menghadapi kezaliman, kese-
dihan, dan kelaparan
Musibah, keputusasaan, cercaan, dan teguran
Seperti hewan-hewan, pepohonan, dan tetumbuhan
menghadapinya
H)
Ibid.
182 M u h a m m a d A l i al-Far
diri kepada Allah lebih baik daripada pura-pura ber-
tahan seperti tadi. Lebih baik mana pernyataan pe-
nyair Hoetman dengan pernyataan Allah, Dan beri-
kanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun" Mereka itulah yang mendapat keberkahan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-157).
Kemampuan menghadapi ujian dan kesulitan
merupakan sebagian dari keimanan dan petunjuk.
Setelah berhasil melewati kesulitan, seseorang sebaik-
nya harus melupakan semua yang telah dialaminya
itu. Cara ini menunjukkan salah satu etika terhadap
Allah Swt. dan sikap tenang dalam menghadapi
ketentuan-Nya. 11
M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ...
kuasaan-Nya. Bagaimanapun berusaha, kita tidak
keluar dari dua hal berikut. Pertama, kita yakin ter-
hadap kelembutan dan hikmah Allah, kemudian kita
akan mendapat balasan-Nya. Kedua, kita marah, be-
rontak, dan menerima murka Allah. Setelah itu, kita
tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sebab, ketentuan
Allah sudah terjadi meskipun kita tidak menyukai-
nya. Ketidaksukaan inilah yang membuat jiwa kita
menderita.
Terkait pernyataan al-Ghazali, Karniji berkomen-
tar, "Seseorang tidak pernah diberikan kekuatan
yang membuatnya melakukan perlawanan di luar
kemampuannya. Sebab, mungkin saja, setelah mela-
kukan perlawanan itu, dia berhasil menciptakan ke-
hidupan yang baik dan bahagia. Karena itu, kita ha-
rus memilih dari kedua hal ini. Pertama, Anda dapat
menahan musibah dengan cara selamat. Kedua, Anda
menentang musibah itu dengan cara celaka."
Karniji melanjutkan, "Dalam hal ini, saya pernah
membuktikannya di kebun saya yang sedang tertiup
angin. Pepohonan yang ada di kebun itu tidak kuat
menahan terjangan angin meskipun sudah ditahan
dengan kayu-kayu yang lain. Bahkan, tidak lama se-
telah itu, pepohonan tadi roboh berserakan dan ter-
sapu angin besar. Ini berbeda dengan pepohonan
saya yang ada di Kanada. D i sana, pepohonan saya
1 2
H . R . A l - T i r m i d z i . M e n u r u t n y a , hadis i n i hasan sahih.
u
]addid Hayatak ( h i m . 85).
186 M u h a m m a d A l i al-Far
pai kebaikannya di dunia tampak. Kedua, senantiasa
rida yang mengantarkannya bertemu dengan Tuhan-
nya, sebagai pemberi petunjuk dan hujah untuk me-
raih keridaan-Nya dan berhasil memandang wajah¬
Nya. Dalam segala kondisi, dia tidak pernah merasa
tersiksa dengan penyakit dan rasa putus asa. Dia te-
tap bersabar dengan hikmah yang ada di baliknya.
Dia tetap menempatkan dirinya dalam posisi sabar.
Orang seperti inilah yang pantas berhasil melewati
kesulitan, berhasil meraih keberuntungan, dan sela-
mat dari segala keburukan.
Del Karniji menyebutkan, "Sikap menerima ke-
nyataan secara cepat merupakan sesuatu yang me-
ngagumkan. Begitu menerima suatu kenyataan, kita
langsung menggiring jiwa kita untuk meridainya. Kita
tidak melupakan kenyataan. Dalam hal ini, Wiliam
James mengatakan, 'Kami siap menghadapi segala
sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan. Karena,
sikap menerima merupakan sebuah langkah utama
menuju kemenangan dalam menghadapi kesulitan.'"
Namun, Karniji membantah pendapat James tadi,
"Delapan tahun silam, saya membaca semua buku,
majalah, dan artikel tentang mengatasi masalah geli-
sah. Maukah Anda mengetahui nasihat yang paling
bijak dari hasil bacaan saya? Saya sarankan Anda
menulisnya dalam kertas dan menempelkannya di
cermin agar Anda dapat melihatnya setiap hari.
lA
Da' al-Qaliq wa lbda y
al-Hayah (him. 121).
1 8 8 |3E5^ M u h a m m a d A l i al-Far
7
Mungkin Saja
189
makanan tertentu oleh keluarganya. Karena itu, al-
Hasan al-Bashri mengatakan, "Cegah hawa nafsu! Ia
hanya akan mencelakakan kita. Ingkarilah. Jika tunduk
kepadanya kalian akan jatuh kepada kejahatan."
Kita semua sejatinya adalah korban dunia. Kita
mengira bahwa kemenangan adalah puncak harapan,
sedangkan kegagalan adalah puncak siksaan. Padahal,
menurut al-Hasan al-Bashri, dunia hanyalah tempat
keberangkatan, bukan tempat tinggal. Nabi Adam
a.s. diturunkan ke dunia sebenarnya sebagai hukum-
an. Seseorang kadang-kadang menganggap bahwa
semua kebaikan yang diberikan Allah adalah balasan
atas kebaikannya, sedangkan keburukan yang diberi-
kan-Nya adalah hukuman atas keburukannya. Anda
harus ingat bahwa semuanya adalah korban dunia.
Padahal, dunia justru merendahkan orang yang me-
muliakannya, dan menghinakan orang yang meng-
agungkannya. Semuanya adalah korban. Dunia ba-
gaikan racun yang mematikan. Namun, ia terkadang
dimakan orang yang tidak mengetahui bahaya terse-
but. Dalam dunia, jadilah seperti orang yang sedang
mengobati luka. Bersabar menahan pahitnya obat
karena mengkhawatirkan bahaya yang lebih besar.
Bertahan sebentar karena takut terhadap keburukan
yang panjang. Sekarang, Anda berada di dalam ke-
adaan bahaya karena berada di tengah kenikmatan
yang sedikit i t u , atau karena bencana yang datang,
190 M u h a m m a d A l i al-Far
atau musibah yang mengadang. Bagi orang yang ber-
akal, kehidupan itu kotor, kenikmatannya dalam ba-
haya, ujiannya dalam peringatan, dan kehilangannya
merupakan sesuatu yang pasti.
Oleh sebab itu, sudah selayaknya kita bersabar
dari sesuatu yang mungkin kita cintai dan mening-
galkan sesuatu yang seharusnya dibenci. Jangan per-
nah mengikuti ajakan nafsu dan apa pun yang dicin-
tainya. Tidak semua yang nafsu inginkan baik. Dan,
tidak selamanya yang ia benci buruk. Bagaimana
mungkin kita menginginkan kesempurnaan, semen-
tara kesempurnaan adalah lawan hawa nafsu. Bagai-
mana kita dapat meninggalkan sifat-sifat hewani, se-
mentara sifat-sifat itu adalah sarangnya hawa nafsu.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Kalian tidak akan
memperoleh apa yang kalian cintai sebelum mening-
galkan setiap yang kalian inginkan. Kalian tidak
akan mengetahui apa yang kalian harapkan sebelum
kalian bersabar dalam menghadapi apa yang tidak
kalian sukai."
Ada yang berpendapat bahwa bersabar dalam
menghadapi sesuatu yang tidak disukai mengandung
kebaikan yang banyak. Karena, bagaimana kita da-
pat menggambarkan sebuah kehidupan tanpa mele-
wati hal-hal yang tidak disukai? Bagaimana kita da-
pat merasakan sakit tanpa diberi penyakit? Bahkan,
f8EX^ M u h a m m a d A l i al-Far
yang menderita penyakit yang belum pernah dialami-
nya—kita sendiri tentu pernah mengalaminya. Setelah
tidak menemukan sesuatu yang menyakiti hatinya
dan meresahkan jiwanya, dia lalu berserah diri kepa-
da Allah, melepaskan diri dari segala dosa, dan ber-
tobat. Kita juga dapat membayangkan bagaimana
keadaan orang itu seandainya bukan karena penyakit
yang dialaminya. Rasulullah saw. bersabda, "Ketika
kamu senang dengan kebaikanmu dan sedih dengan
keburukanmu, berarti kamu adalah seorang yang
beriman." 1
!
H . R . A l - H a k i m d a l a m al-Mustadrak. Menurut al-Albani,
hadis i n i s a h i h .
2
Jaddid Hayatak (him. 169).
3
H.R. Muslim.
M u h a m m a d A l i al-Far
putusan itulah dia naik ke atas, seperti menaiki se-
jumlah anak tangga, sampai berada di tempat yang
dituju. Tempat yang berhasil dicapainya merupakan
hasil dari keputusan yang diambilnya, terlebih jika
keputusan itu adalah keputusan satu-satunya yang
mesti dipilihnya dan tidak ada jalan lain untuk meng-
hindarinya. Sebagai contoh, keputusan untuk meni-
kah. Ini merupakan keputusan terpenting, menurut
saya, dan harus diambil seseorang yang berakal se-
hat. Sebab, bagi seseorang, pernikahan mencermin-
kan sebagian kehidupannya yang di dalamnya dia tidak
memiliki kehendak apa-apa. Karena itu, dipastikan
bahwa istri akan memberikan kebahagiaan kepada
suaminya selama mereka berada di dalam petunjuk
Allah. Sebaliknya, ketika waktu telah memperlihat-
kan taringnya dan menunjukkan kekuatannya, demi-
kian pula ketika seorang istri telah menunjukkan ke-
burukannya kepada suaminya, maka kesengsaraan
pun tidak terhindarkan. Sabda Rasulullah saw. sa-
ngat tepat, "Kebahagiaan anak cucu Adam ada tiga,
kesengsaraan mereka juga ada tiga. Tiga kebahagiaan
anak cucu Adam adalah wanita salihah, rumah yang
baik, dan kendaraan yang bagus. Sementara tiga ke-
sengsaraan mereka adalah istri yang tidak salihah,
4
H . R . A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i sahih H ghairih.
5
H . R . I b n M a j a h . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i d a i f .
196 M u h a m m a d A l i al-Far
"Berbahagialah dan berharaplah kalian
mendapat kesenangan. Demi Allah,
aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan
yang menimpa kalian. Yang aku khawatirkan
adalah manakala dunia dimudahkan
untuk kalian, sebagaimana dimudahkan
untuk orang-orang sebelum kalian.
Kalian lebih mementingkan kehidupan dunia
seperti orang-orang sebelum kalian.
Akibatnya, kalian celaka gara-gara dunia
seperti halnya orang-orang sebelum kalian."
Perbedaan pandangan ini memiliki pengaruh yang
besar dan mendasar. Sepanjang mereka tidak mampu
memahami perbedaan karakter, emosi, sensitivitas,
intelektualitas, dan kepribadian masing-masing, satu
sama lain akan menganggap masing-masing memiliki
satu karakter dan satu pola pikir yang sama. Akibat-
nya, mereka akan berinteraksi dengan caranya ma-
sing-masing. Tidak heran, masalah yang dihadapi
mereka berujung dengan perpecahan.
Banyak pasangan suami-istri yang dihadapkan
dengan sejumlah kesulitan. Pasalnya, masing-masing
tidak melihat masalahnya dengan cara pandang yang
sama. Biasanya, dengan sejumlah dalih dan alasan,
suami akan berusaha mengalahkan istrinya dengan
pandangan yang diyakininya paling benar. Namun,
sering kali alasan sang suami seperti ini gagal dan
tidak diterima meskipun dia telah berusaha sekuat
tenaga untuk membantah pendapat istrinya. Sikap
istri tidak kalah kerasnya dengan sikap suami. Bahkan,
dengan nalurinya, sang istri melihat suami selalu ber-
ada dalam posisi yang salah." 6
6
Al-Jawaz al-Najih (him. 42).
M u h a m m a d A l i al-Far
mereka dalam memandang suatu masalah. Sebetul-
nya, perselisihan muncul akibat kekurangpahaman
mereka terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi.
Padahal, baik suami maupun istri memiliki cara yang
khas dalam berpikir dan menyelesaikan masalah
masing-masing. Namun, banyak orang yang tidak
mengetahuinya.
Biasanya, pada awalnya masalah kecil, tapi ke-
mudian menjadi masalah besar. Misalnya, seorang
suami merasa bahwa sang istri membencinya. Sang
suami membayangkan istrinya sudah tidak lagi me-
nyukainya. Salah satunya menganggap pasangannya
sudah tidak layak lagi baginya. Akibatnya, ketidak-
sukaan pun semakin menguat. Kesalahan dan keku-
rangan sang istri di mata suami semakin terlihat.
Hari demi hari masalah semakin bertambah. Bahkan,
suami merasa dirinya tidak akan mampu lagi melan-
jutkan rumah tangga bersama istrinya.
Akan tetapi, agama membentangkan solusinya.
Ia membukakan pintu harapan kepada sang suami
sesuai dengan cara pandang Allah Yang Maha Melihat
lagi Maha Mengetahui. Ia menyerukan salah satu
firman-Nya, Karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak (Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).
Lambat laun, sebelum memutuskan, sang suami
akan merenungkan kandungan ayat suci ini di hati-
M u n g k i n Saja
nya. Allah kemudian memberikan ketenangan kepa-
danya. Sehingga, ia pun akhirnya kembali kepada
istrinya. Dia tidak lagi memandang istrinya seperti
dulu, tapi memandangnya secara manusiawi dan
adil. Sang istri pun kemudian tampil dengan perilaku
yang menyenangkan. Kebaikan-kebaikannya kembali
terlihat. Padahal, bukankah dulu istrinya sempat ber-
sikap keras kepada suaminya? Bukankah dia bersikap
ini dan itu? Jiwa suami secara perlahan-lahan kem-
bali tenang. Anugerah pun diraihnya. Dan kehidupan
pun kembali dilaluinya dengan baik. Sang istri kem-
bali dinafkahinya. Ketika sang suami menyadari bahwa
dirinya berpaling dari istrinya, melihat awan kegelap-
an mendorong istrinya, melihat bagaimana Allah me-
nyelamatkannya dari kegelapan, dia menyadari ba-
gaimana Allah melahirkan sejumlah keburukan dari
dalam kebaikan dan menyingkapkan keburukan yang
tebal secara lebih nyata.
201
Ya Allah, muliakanlah aku dengan segala kehinaan
di hadapan-Mu dan ketundukan yang Engkau jalan-
kan kepadaku. Jadikanlah kehinaan teringgiku seba-
gai puncak kemuliaanku agar aku tidak tunduk ke-
pada selain-Mu. A k u benar-benar sudah menzalimi
diriku sendiri. Ampunilah segala dosaku yang telah
lalu karena ketidaktahuanku dalam mencari kebaikan
atau menjauhi keburukan. Ampunilah ketergantung-
anku kepada sesuatu yang sebenarnya hanya peran-
tara mendekat kepada-Mu. Karena ketergantunganku
yang seperti itu merupakan kelemahan, ketidaktahu-
an, dan tanda lemahnya keyakinanku.
Ya Allah, aku memohon keyakinan yang mene-
rangi mata hatiku dan mengasah semangatku, se-
hingga aku mampu melihat kebaikan yang paling
lembut dan tertutup gelapnya kesulitan. Bukakanlah
dadaku terhadap ketentuan dan pemberian-Mu yang
sangat lembut. Jangan biarkan aku berada dalam
kelemahan dan jangan tumpulkan keteguhan hatiku
dengan kemalasan. Ya Allah, aku memohon keyakin-
an yang melemahkan nafsuku. Jangan biarkan aku
diperbudak bujukannya. Jangan biarkan aku terhina
kehendaknya. Ya Allah, aku memohon keimanan yang
dapat melindungiku dari segala malapetaka, baik yang
tampak maupun yang samar; keimanan yang dapat
memeliharaku dari ketergelinciran; keimanan yang
membawaku kepada keridaan-Mu. Ya Allah, berikan-
202 M u h a m m a d A l i al-Far
lah kesabaran kepadaku dalam menghadapi ketetap-
an-Mu. Bukakanlah dadaku terhadap ketentuan-Mu
hingga aku meridainya. Senangkanlah mataku untuk
melihat takdirmu untukku. Ya Allah, jadikanlah aku
sebagai hamba yang rida meridai-Mu. Penuhilah ha-
tiku dengan keridaan kepada-Mu. Masukkanlah aku
ke dalam kelompok para hamba-Mu yang saleh dan
meridai-Mu dan Engkau ridai. Amin.
Penutup 203
Judul : Ya Allah, Kenapa Aku Diuji
Ha Rliah,
Tuntunan Al-Quran Agar Lulus Ujian
dan Cobaan
Penulis : Ibnu Qayyim al-Jauziyah
Kenapa Rku
ISBN : 978-979-024-231-9
Dimensi : 13 x 19 cm
Halaman : 188/SC/Bookpaper
Diuji
Tuntunan Al Quran
Acar l ulus Ujian
Rahasia mahapenting
untuk menyikapi kenyataan
dan menjemput pertolongan Allah
Pernahkah Anda mendengar orang merintih, "Ya Allah, apa dosaku hingga Engkau
melakukan ini kepadaku?!"
Ada pula yang bertanya: "Kenapa orang baik-baik kadang hidupnya sengsara dan
orang bejat malah bergelimang nikmat?"
Hidup memang tidak selalu mudah untuk dilalui. Tetapi, para nabi dan orang-
orang arif telah memberi contoh bahwa mereka bisa menghadapi hidup dan melewati
kesulitannya dengan sebaik-baiknya. Apa rahasia kesuksesan mereka? Apa yang kita
perlukan agar lulus dalam setiap ujian dan cobaan hidup?
Menurut Al-Quran, cobaan berlaku kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana
saja (QS 29:1-3). Tak ada tempat di dunia ini yang bisa melindungi kita dari cobaan
hidup. Allah Maha Melihat dan Maha Memberikan pelajaran. Cobaan hidup juga
merupakan salah satu cara mempersiapkan kita menerima kenikmatan yang jauh
lebih besar. Kesadaran inilah yang mengubah peristiwa paling menyakitkan sekalipun
menjadi momen emas pembelajaran.
Bagian kedua buku ini menyuguhkan KAMUS BAHAGIA—30 rahasia hidup lebih
nyaman, tenteram, dan damai dari Dr. Al-Qarni. Penulis La Tahzan ini membantu kita
menyarikan dari puluhan buku tentang kebahagiaan. Buku ini laksana ranting pohon
kemangi—tutur beliau—ringan dibawa, harum semerbak, bisa diletakkan di laci meja
atau di samping bantal. Layaknya kamus, ia bisa dirujuk kapan saja dan di mana saja.
Berdamai dengan
Takdir
Tuhan tak memberi apa yang manusia inginkan; la memberi
apa yang mereka butuhkan ....
Memahami secara pintar dan benar nilai setiap hal yang ber-
laku atas diri kita. Itulah seruan yang ingin disuarakan karya
berharga ini. Sebab, dengan cara itulah kita dapat mengalir di
alur hidup—anugerah atau musibah, suka atau duka—dengan
tenang namun sadar; menjalani takdir dengan rida, tanpa
bangga berlebihan atau terlalu banyak meratap dan menya-
lahkan, namun justru membuat kita banyak belajar.
Basah oleh kisah-kisah reflektif dari Kitab Suci dan sabda Nabi,
menjadikan paparan-paparan mendalam buku ini tak mem-
bosankan, tapi justru mengasyikkan.
zaman
asyik disimak dan kaya!
www.penerbitzaman.com