Anda di halaman 1dari 208

zaman

Berdamai dengan

Pintar dan Benar Memahami
Setiap Ketentuan Tuhan

MUHAMMAD ALI AL-FAR


Bersyukurlah Anda dikaruniai kesempatan
menikmati buku ini, bacalah dengan

Pahamilah dan praktikkanlah


Insya Allahj Anda akan siap mengarungi
Zaman
dengan kemantapan iman
4
Penerbit zaman menemani Anda belajar Islam
dengan ulasan yang mencerahkan dan menggerakkan
Berdamai dengan

Takdir
Pintar dan Benar Memahami
Setiap Ketentuan Tuhan

MUHAMMAD ALI AL-FAR

zaman
asyik disimak dan kaya!
Diterjemahkan dari al-Ridha bial-Qadr:
asa an tuhibbu
l
wa 'asa an takrahu,
Karya Muhammad Ali al-Far, Terbitan Dar al-Raruq

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mereproduksi atau memperbanyak
seluruh maupun sebagian dari buku ini dalam bentuk
atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penerjemah : Ahmad Anis


Penyunting ; Fajar Kurnianto
Pewajah Isi : Siti Qomariyah
Desain Sampul: AM. Wantoro

zaman
Jin. Kemang Timur Raya No. 16
Jakarta 12730
www.penerbitzaman.com
info@penerbitzaman.com
penerbitzaman@gmail.com

Cetakan I, 2011

ISBN: 978-979-024-297-5
Isi Buku

1. Rida Terhadap Takdir 7


Sabar M e n g h a d a p i K e t e n t u a n A l l a h 20
Kesabaran, K e y a k i n a n , d a n K e r i d a a n 31

2. Ujian Kenikmatan 42

3. Meyakini Kebenaran Allah 76

4. Sejumlah Pelajaran Berharga 90


Berangkat ke M a d y a n 95
M u s a dan Firaun 100
Musa dan Khidir 103
Musa dan Kaumnya 116
Dua Kelompok 119

5. Yusuf dan Saudara-saudaranya 133

6. Meridai Qadha adalah Penawar Hati 162

7. Mungkin Saja 189

Penutup 201

5
1
Rida Terhadap Takdir

Memercayai takdir Allah merupakan salah satu r u -


kun iman. Seorang mukmin harus mengetahui dan
menyadari hakikat takdir hingga ia mampu menjalani
dan melaluinya dengan tenang. Tidak panik ketika
bencana datang, pun tidak gelisah ketika musibah
mengadang. Juga tidak bergembira secara berlebihan
saat nikmat bergelimang.
Memercayai takdir berarti beriman kepada ilmu-
Allah yang qadim, yang meliputi segala sesuatu, baik
yang telah maupun yang akan terjadi. Dialah yang
menuliskan segala hal di Lauh Mahfuzh. Semua yang
terjadi adalah karena kehendak dan keinginan-Nya.
Allah Mahakuasa melakukan apa pun. Allah Yang
menciptakan semuanya. Tiada tuhan selain Dia. Tiada

7
pencipta selain Dia. Tiada yang maha mengatur se-
lain Dia. 1

Beriman kepada qadha dan qadar (takdir) Allah


adalah perjalanan menuju keridaan kepada-Nya. Ter-
lebih, jika keridaan itu membuahkan kedamaian dan
ketenangan yang mengantarkan kepada kebahagiaan.
Namun, beriman kepada takdir tidak mungkin ter-
wujud tanpa keridaan kepada Allah. Di sini, kami
sampaikan bahwa timbal balik dari meridai takdir
adalah keridaan Allah kepada hamba-Nya. Lantas,
apa yang membuat Allah meridai hamba-Nya? Kita
rus tahu bahwa keridaan Allah merupakan kebaik-
an tertinggi terhadap hamba-Nya. Seperti yang dite-
gaskan al-Ghazali bahwa kebaikan tertinggi Allah
adalah keridaan terhadap hamba-Nya. Kebaikan se-
sungguhnya adalah timbal balik atas keridaan se-
orang hamba kepada-Nya. Allah Swt. berfirman,
(Dan mereka mendapat) tempat yang baik di surga
Adn.
c
Dan keridaan Allah lebih besar. Itulah keme-
nangan yang agung (Q.S. Al-Tawbah [9]: 72).
Melalui ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia
akan mengangkat keridaan-Nya ke atas surga 'Adn.
Dalam sebuah hadis juga dinyatakan bahwa Allah
nantinya akan berhadapan langsung dengan orang-
orang mukmin. Kala i t u , Dia berkata, " M i n t a l a h
1
Al-Barahin al-Wadbihah ft al-'Aqa'id al-lslamiyyah (him.
93).

^ M u h a m m a d A l i al-Far
kepadaku." Mereka menanggapi, " K a m i memohon
keridaan-Mu." Keridaan yang mereka minta setelah
mereka melihat-Nya menunjukkan bahwa keridaan
merupakan keutamaan tertinggi. Tidak ada lagi ting-
katan yang paling tinggi setelah anugerah kemampu-
an menatap Allah. Namun, mereka memohon keri-
daan-Nya. Alasannya, keridaan adalah faktor yang
bisa membuat mereka dapat melihat Allah secara
terus-menerus. Mereka seolah-olah melihat-Nya seba-
gai tujuan akhir dan ketenangan paripurna. 2

Keutamaan rida kepada Allah juga dikemukakan


dalam sejumlah hadis. D i antaranya, hadis yang diri-
wayatkan 'Atha' dari Ibn 'Abbas, yang menuturkan
bahwa ketika datang menemui para sahabat Anshar,
Rasulullah saw. bertanya, "Apakah kalian beriman?"
Mereka tidak menjawab. Tidak lama kemudian,
'Umar menjawab, "Tentu, Rasulullah." Beliau kemu-
dian balik bertanya, "Apa tanda keimanan kalian?"
Mereka menjawab, "Bersyukur saat memperoleh ke-
senangan. Bersabar ketika ditimpa bencana. Dan rida
terhadap ketentuan A l l a h . " Beliau berkata, "Demi

2
Ihya'Ulum al-Dm (IV/344). H . R . Al-Bazzar d a n a l - T h a b r a n i
d a l a m al-Mu'jam al-Awsath, dari Anas, dengan redaksi yang
panjang.

Rida Terhadap Takdir 9


Allah, Tuhan pemilik Ka'bah, kalian benar-benar
orang-orang beriman." 3

Mengimani ketentuan Allah atas hamba-Nya


mengharuskan sebuah pembenaran yang pasti, tanpa
keraguan sedikit p u n , serta kepercayaan kepada
Allah dan ketawakalan kepada-Nya, sampai hal itu
mendorong seseorang untuk mengorbankan seluruh
kesenangan hidup, bahkan harta dan anak-anaknya.
Hal ini sejalan dengan firman Allah Swt., Sesungguh-
nya, orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-
orang yang benar (Q.S. Al-Hujurat [49]: 15).
Hanya kepercayaan dan ketawakalan kepada
Allah yang mendorong seseorang secara kuat untuk
menginfakkan hartanya di jalan Allah. Dalam sebuah
hadis disebutkan, "Berinfaklah, niscaya Allah akan
berinfak kepadamu." Sampai dia memiliki keyakin-
4

an yang kuat. Kita harus ingat sabda Rasulullah saw.,

Hbid ( h i m . 385). H a d i s i n i bersumber d a r i al-Mu'jam al-


Awsath k a r y a a l - T h a b r a n i , n a m u n ia t i d a k m e n y e b u t k a n para
sahabat Anshar.
Shabtb
4
Ibn Hibban ( n o . 653) d a n al-Mu'jam al-Kabir (no.
9 8 7 ) . Syu'aib b e r k o m e n t a r b a h w a sanad hadis i n i sahih.

M u h a m m a d A l i al-Far
\

"Harta seseorang tidak akan berkurang karena se-


dekah." 5

Hanya kepercayaan kepada Allah dan ketawa-


kalan kepada-Nya yang mendorong Nabi Ibrahim
rela mengorbankan seorang putra buah kesabaran
setelah hampir putus harapan, Isma'il, untuk disem-
belih demi menuruti perintah Allah. Dapat dibayang-
kan bagaimana jika tidak ada rahmat Allah. Peristiwa
ini terekam jelas dalam ayat berikut i n i , Maka ketika
keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) mem-
baringkan anaknya atas pelipisnya (untuk melaksana-
kan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, "Wahai
Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi-
mu. Sungguh demikianlah Kami memberikan balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. A l -
Shaffat [37]: 103-105).
Nabi Ibrahim a.s. benar-benar menerima sepe-
nuhnya ketentuan Allah, dan meyakini keadilan dan
kebijaksanaan-Nya. Beliau selalu menutup pintu untuk
setan, membuatnya putus asa, tidak mampu mem-
bujuk.
Bahkan, sebelum i t u , Nabi Ibrahim a.s. sudah
menunjukkan dirinya sebagai hamba yang senantiasa
rida dan pasrah kepada Allah. Tepatnya, ketika beli-
au membawa istri dan anaknya yang masih menyusu
s
Sunait al-Tirmidzi ( n o . 2 3 2 5 ) d a n Musnad Ahmad (no.
1 8 0 6 0 ) . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .

Rida Terhadap Takdir 11


ke tempat yang tidak dikenal dan menakutkan. Dia
berada di tengah tanah yang tandus dan tidak ber-
penghuni. Tidak ada tumbuhan, tidak ada air, dan
tidak ada daya tarik apa pun. D i tengah kondisi se-
perti itu, beliau justru meninggalkan istri dan putra-
nya. Ketika itu, istrinya berkata, "Apakah ini kete-
tapan Allah? Jika demikian, Dia pasti tidak akan
mengabaikan k a m i . "
Setelah Nabi Ibrahim a.s. memasrahkan diri ke-
pada Allah dan memercayai-Nya sepenuh hati akhir-
nya muncullah sumur Zamzam. Tanah yang semula
tandus dan kering berubah menjadi subur.
Nabi Ibrahim a.s. memiliki dorongan yang kuat,
yaitu keridaan dan kepasrahan kepada Allah, yang
merupakan bentuk keimanan tertinggi kepada-Nyk
Dalam kaitan ini, Al-Quran menyebutkan, Allah ber-
firman, "Belum percayakah engkau?" Dia (Ibrahim)
menjawab, "Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang
(mantap)" (Q.S. Al-Baqarah [2]: 160).
Abu Hatim mengatakan, maksud sabda Rasulullah
saw. "Kami adalah yang paling ragu terhadap Nabi
Ibrahim . . . " bukan berarti Nabi Ibrahim a.s. meng-
inginkan Allah agar menghidupkan orang mati, me-
lainkan hanya menginginkan permohonannya terka-
bul. Ketika i t u , Nabi Ibrahim a.s. berkata kepada
Allah, "Tunjukkanlah kepadaku, bagaimana Engkau
menghidupkan orang m a t i " . Beliau sendiri tidak me-

M u h a m m a d A l i al-Far
ngetahui secara pasti apakah permohonannya akan
dikabulkan atau tidak. 6

Untuk melahirkan keyakinan diperlukan pengli-


hatan batin terhadap sesuatu yang kasat mata. Peng-
lihatan batin ini seperti halnya penyingkapan Allah
kepada hamba-Nya. Penyingkapan itulah yang mem-
bantu seseorang melihat hakikat segala sesuatu. Se-
lain itu, penglihatan batinnya mampu melihat sesuatu
yang samar yang sulit dilihat orang lain. Dalam kait-
an ini, Allah Swt. berfirman, Demikianlah Kami mem-
perlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang
terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia terma-
suk orang-orang yang yakin (Q.S. Al-An am [6]: 75).
£

Setelah keyakinan kaum mulai mengakar di hati,


dan penglihatan batin mereka telah jernih, Nabi
Ibrahim a.s. membawa penglihatan batin mereka ke-
pada sesuatu yang lebih tinggi. Al-Quran menyebut-
kan, Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang
menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepas-
rahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bu-
kanlah termasuk orang-orang yang musyrik (Q.S. A l -
An'am [6]: 79).
Demikianlah yang keyakinan berikan kepada
orang yang memilikinya, di samping ketenangan dan
keamanan yang dirasakannya. Selain itu, keyakinan

"SbahtblbnHibbdn (no. 6208).

R i d a Terhadap T a k d i r 13
juga dapat memberikan rasa tenang kala hati sedang
gelisah dan jiwa sedang resah oleh hawa nafsunya.
Allah berfirman, Manakah dari kedua golongan itu
yang lebih berhak mendapat rasa aman dan menda-
pat petunjuk. Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan syirik.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman
dan mereka mendapat petunjuk (Q.S. Al-An'am [6]:
81-82).
Orang yang dianugerahi keyakinan adalah orang
yang mendapat petunjuk Allah. Dia akan senantiasa
menggali pelajaran dari semua ayat-ayat-Nya, dibe-
rikan kemampuan untuk melihat hikmah-Nya saat
pandangan orang tertutupi gelapnya kebodohan.
Hati mereka menjadi buta dan dada mereka menjadi
sempit serta jiwa mereka menjadi gelisah. Akibatnya,
mereka meragukan keadilan Allah. Al-Quran menye-
butkan, Dia mengatur urusan (makhluk-Nya) dan
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kali-
an yakin akan pertemuan dengan tuhan kalian (Q.S.
Al-Ra d [13]: 2).
£

Mampu meyakini Allah adalah nikmat terbesar


seorang hamba. Karena, keyakinan merupakan pene-
nang jiwa dan penyejuk hati. Keyakinan yang mela-
hirkan kesehatan, sebagai puncak dari harapan sese-
orang. Rasulullah saw. pernah bersabda, "Mohonlah
ampunan dan kebaikan kepada Allah. Karena, tidak

M u h a m m a d A l i al-Far
ada karunia yang lebih baik diberikan kepada seseo-
rang setelah keyakinan selain daripada kebaikan." 7

Kalau begitu, bagaimana kesehatan itu diperoleh tan-


pa keyakinan? Keyakinan dapat dipastikan membawa
kepada kebaikan. Keyakinan juga dapat dipastikan
membawa kepada keutamaan-keutamaan lain yang
bisa menyucikan hati seseorang.
Allah Swt. berfirman, Dan kami jadikan di anta-
ra mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petun-
juk dengan perintah kami selama mereka bersabar.
Dan mereka meyakini ayat-ayat kami (Q.S. Al-Sajdah
[32]: 24).
Dari ayat ini, kita mengetahui bahwa Allah men-
jadikan para pemimpin itu secara berurutan sesuai
dengan adanya keyakinan dan hasil dari keyakinan
itu sendiri.
Namun, orang yang tidak memiliki keyakinan
tidak akan bisa melihat keutamaan apa pun. Hanya
dengan penglihatan mata batin, seseorang akan meli-
hat seluruh ketetapan takdir. Jika itu yang terjadi,
orang itu akan mampu melihat hikmah Allah dalam
mengatur semua perkara-Nya. Dia juga akan senan-
tiasa rida dalam kondisi apa pun. Tidak akan gelisah
kala malapetaka menimpa. Tidak pula akan terlalu
gembira di kala nikmat diperolehnya. Dia akan se-

Sunan al-Tirmidzi
7
( n o . 3 5 5 8 ) . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i
hasan s a h i h .

Rida Terhadap Takdir ^ < 3 § ^ 15


nantiasa melihat tujuan. Tidak akan pernah tertipu
dengan hal-hal duniawi. Hatinya akan selalu tenang
dan menerima semua yang terjadi karena Allah.
Dengan begitu, dia akan senantiasa mendapat petun-
juk. Setelah itu, dia berhak meraih rahmat Allah Swt.
Simaklah ayat i n i , (Al-Quran) ini adalah pedoman
bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
yakin (Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 20).
Penulis al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir menyebut-
kan bahwa orang yang memakai akal sehat untuk
memperoleh cahaya Allah niscaya akan meraih kete-
nangan dari-Nya. Jiwanya tenang, lepas dari segala
kegundahan. Hatinya yakin kepada Tuhan pembuat
sebab. Di situlah dia merasakan jiwa yang benar-benar
tenang. Orang yang tunduk kepada hukum-hukum
Allah pasti yakin terhadap segala ketentuan-Nya, se-
nantiasa ditolong dan disinari cahaya-cahaya-Nya,
keluar dari segala gejolak di hatinya, serta tunduk
kepada Tuhan yang selalu menolongnya. Dia yakin
bahwa Allah senantiasa melihatnya. Allah Swt. ber-
firman, Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhan-
mu menjadi saksi atas segala sesuatu (Q.S. Fushshilat
[41]: 53).
Jiwa tenang itulah yang berhak diseru, Hai jiwa
yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang rida dan diridai. Masuklah ke dalam go-

16 fp??^ M u h a m m a d A l i al-Far
longan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam
surga-Ku (Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30).
Ayat tersebut menunjukkan keutamaan yang sa-
ngat besar dalam jiwa yang tenang. Allah Swt. me-
nyebutkan bahwa keutamaan itu hanya didapatkan
oleh jiwa yang tenang di antara jiwa-jiwa yang ada.
Allah juga memanggil jiwa secara mulia sebagai ben-
tuk pujian atas ketundukan dan tawakalnya kepada-
Nya.
Setelah mendapat panggilan mulia, Allah Swt.
memerintahkan, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang rida dan diridai. Ayat tadi mengisyaratkan
bahwa nafsu amarah dan lawamah tidak diperkenan-
kan kembali kepada kemuliaan Allah. Yang diperke-
nankan hanyalah nafsu muthmainah karena ketenang-
an dan keridaannya kepada Allah. Ayat tadi juga
secara tersirat juga menganjurkan seseorang untuk
memperoleh kedudukan yang tenang. Namun, kedu-
dukan itu tidak mungkin diraihnya tanpa kepasrahan
dan ketundukannya kepada Allah Swt.
Maksud rida dalam ayat tersebut adalah rida
terhadap ketentuan-ketentuan Allah di dunia, dan
rida terhadap kemurahan dan kenikmatan-Nya di
akhirat. Ayat tadi juga menjadi peringatan bahwa
seseorang tidak dapat kembali kepada Allah kecuali
membawa jiwa yang tenang dan rida kepada-Nya.

Rida Terhadap Takdir 17


Jika tidak demikian, dia tidak akan bisa kembali
pada-Nya.
Selain i t u , orang yang selama hidupnya di dunia
tidak rida kepada Allah, di akhirat nanti Allah juga
tidak akan rida kepadanya.
Dalam ayat berikutnya disebutkan, Masuklah ke
dalam golongan hamba-hamba-Ku. Panggilan untuk
bergabung dengan para hamba Allah merupakan se-
buah kabar yang sangat menggembirakan. Namun,
siapa mereka? Mereka adalah para hamba yang ber-
asal dari kalangan khusus dan tertentu, bukan para
hamba yang dikuasai dan dikendalikan bujukan se-
tan. Mereka adalah para hamba yang disebutkan
Allah Swt, Sesungguhnya, kamu (Iblis) tidak kuasa
atas hamba-hamba-Ku (Q.S. Al-Hijr [15]: 42).
Bukan pula para hamba yang disebutkan dalam
ayat i n i , Tidak ada seorang pun di langit dan bumi,
melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha
Pengasih sebagai seorang hamba (Q.S. Maryam [19]:
93).
Manakala seseorang merasa bahagia mendengar
seruan, Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-
Ku^ kebahagiaannya akan semakin bertambah besar
ketika mendengar seruan, Dan masuklah ke surga¬
Ku. Karena, setelah dimasukkan ke dalam golongan
para hamba-Nya, dia dimasukkan ke surga-Nya.

18 {SSL^ Muhammad Ali al-Far


Seorang mukmin harus mengetahui dan
menyadari hakikat takdir hingga ia mampu
menjalani dan melaluinya dengan tenang.
Tidak panik ketika bencana datang, pun tidak
gelisah ketika musibah mengadang. Juga
tidak bergembira secara berlebihan saat
nikmat bergelimang.
SABAR MENGHADAPI KETENTUAN ALLAH
Allah Swt. berfirman, Sampaikanlah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang
yang apabila ditimpa musibah mengucapkan, "Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kami mi-
lik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali)."
Merekalah yang memperoleh ampunan dan rahmat
dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk (Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-157).
Tidak ada amal yang balasannya berupa hisab
ringan di akhirat selain kesabaran. Tidak ada amal
yang paling besar balasannya melebihi kesabaran.
Tidak ada yang menandingi keutamaan sabar. Kabar
gembira di atas diberikan kepada orang yang berhasil
menghadapi ketentuan Allah. Tujuan sesungguhnya
adalah agar dia tidak sedih atas musibah yang me-
nimpanya dan tidak putus asa atas apa saja telah
luput darinya. Namun, dengan catatan, kesabaran itu
tepat ketika musibah datang menimpanya. Jika kesa-
barannya setelah terjadi musibah maka itulah kesabar-
an yang lemah. Anas meriwayatkan, Rasulullah saw.
bersabda, "Pahala yang besar diberikan saat musibah
besar menimpa. Ketika mencintai suatu kaum, Allah
selalu menguji mereka dengan musibah. Siapa saja
yang rida kepada Allah maka dia akan meraih keri-
daan-Nya. Siapa saja yang murka kepada Allah, dia
akan memperoleh murka-Nya p u l a . " 8

Berbeda jauh antara kesabaran karena ikhlas dan


kesabaran karena lemah. Sebab, seorang hamba tidak
memiliki kuasa apa pun selain harus tunduk terha-
dap ketentuan-Nya dan kembali kepada hukum-Nya,
seperti kembalinya orang yang tidak memiliki keku-
atan apa-apa selain tunduk kepada Allah.
Dalam riwayat Anas diceritakan bahwa Rasulullah
saw. menemui seorang wanita yang sedang meratapi
kepergian putranya. Ketika itu, beliau bersabda, "Ber-
takwalah kepada Allah dan bersabarlah." Wanita itu
menjawab dengan sedikit kesal, "Apa yang membu-
atmu peduli terhadap musibahku?!" Setelah berse-
lang beberapa waktu, seseorang memberi tahu wanita
itu bahwa orang yang menganjurkan takwa adalah
Rasulullah saw. Wanita itu langsung menyesal telah
berbuat seperti itu kepada beliau. Ia pun mendatangi
Rasulullah saw. dengan sangat tawaduk, lantas ber-
kata, "Wahai Rasulullah, aku belum mengetahui mak-
sud perkataan Anda tempo hari." Beliau menjawab,
"Sabar itu saat awal-awal musibah datang." 9

%
Musnad Ahmad ( n o . 2 3 6 7 2 ) , Sunan Abu Dawud (no.
4 0 3 1 ) , d a n Sunan al-Tirmidzi (no. 2396). M e n u r u t a l - A l b a n i ,
hadis i n i hasan sahih.
9
Muttafaq alaih.

R i d a Terhadap T a k d i r
Sabar ketika awal-awal musibah memiliki derajat
yang sangat tinggi. Ia ujian yang sangat berat. Tidak
ada yang mampu melakukannya kecuali orang yang
senantiasa mengendalikan hawa nafsu. Tidak akan
ada yang dapat meraihnya kecuali orang yang ber-
untung.
Dalam Fath al-Bdri, Ibn Hajar menyebutkan,
"Kesabaran yang memberi manfaat (bagi pelakunya)
adalah kesabaran yang muncul ketika pertama kali
musibah mendatanginya. Kemudian, dia menerima
dan menyerahkan musibah itu kepada Allah. Jika dia
merasa resah dan gelisah ketika musibah itu datang,
apalagi sampai merasa putus asa, kemudian dia baru
bersabar, maka kesabaran yang demikian bukanlah
yang kesabaran yang h a k i k i . " 10

Orang yang pandai adalah yang mampu mema-


hami dua bentuk kesabaran ini. Ia tahu bahwa dua
bentuk kesabaran ini tidaklah sama. Sebaliknya, orang
yang bodoh adalah orang yang tidak dapat membe-
dakan keduanya. Orang yang bersabar manakala
ketentuan Allah terjadi niscaya akan berhasil meraih
pahala yang tiada taranya. Sementara, orang yang
murka manakala ketentuan-Nya datang, berarti dia
adalah orang yang lemah, dan dia tidak memperoleh
kebaikan apa-apa, selamanya. Terkait dengan ini, A l i

l0
Fathal-Bari(XJU6).

M u h a m m a d A l i al-Far
ibn Abu Thalib meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda, "Siapa saja yang rida terhadap keten-
tuan Allah maka ketentuan itu akan tetap berlaku
atasnya, dan dia berhak mendapatkan pahalanya. Se-
baliknya, orang yang tidak rida terhadap ketentuan
Allah maka ketentuan itu akan tetap berlaku atas-
nya, tapi amal kebaikannya akan terhapus." 11

Engkau mulia berkat kesabaran atas segala


yang membinasakan
Kesabaran mampu menghapus segala kegeli-
sahan yang dialami
Jika kamu tidak bersabar dan tidak ikhlas
maka kamu melewatkan hari-harimu seperti
binatang ternak

Karena itulah, kabar gembira diberikan Allah


kepada orang-orang yang bersabar—tatkala musibah
itu datang—dan berserah diri kepada-Nya. Mereka
selalu rida atas segala ketentuan-Nya dengan menga-
takan, "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun"
Ketika itulah Allah memberikan anugerah terbe-
sarnya berupa ampunan dan rahmat-Nya kepada me-
reka. Ketika itu pula Allah menyatukan mereka ber-
sama orang-orang yang mendapat petunjuk.

n
H . R . A l - B a i h a q i d a l a m Syu'ab al-lman (no. 10168).

Rida Terhadap Takdir <^3Sfy


Pahala amal orang yang bersabar akan dilipat-
gandakan. Besaran pahalanya berada di atas besaran
pahala amal-amal yang lain. Allah menjadikan kebaik-
annya tidak pernah berakhir dan tidak ada batasnya.
Ini menunjukkan bahwa di dalam sabar terkandung
ketundukan yang paling utama. Setelah memberikan
kabar gembira, di akhirat nanti Allah akan menghim-
pun semua orang sabar ke dalam tiga kelompok ahli
ibadah, yaitu ahli shalat, orang yang lemah lembut,
dan orang yang mendapat petunjuk.
Berkaitan dengan i n i , 'Umar r.a. menuturkan,
"Orang yang paling adil dan paling baik adalah se-
perti digambarkan Allah dalam Al-Quran, Orang-
orang yang apabila ditimpa musibah mengucapkan,
'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya
kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami
kembali)/ Mereka itulah yang memperoleh ampunan
dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-
orang yang mendapat petunjuk (Q.S. Al-Baqarah [2]:
155-157)." 12

Bahkan, Allah Swt. sendiri menyatakan bahwa


Dia senantiasa bersama orang-orang yang bersabar.
Orang yang senantiasa bersama Allah pasti akan me-
raih kemenangan. Dan, orang yang senantiasa bersa-
ma-Nya niscaya akan memperoleh derajat yang ting-

1 2
H.R. Al-Bukhari.

f8E>^ M u h a m m a d A l i al-Far
gi. Pernyataan Allah itu dapat disimak dalam ayat
ini, Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah senantia-
sa bersama orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Anfal
[8]: 47).
Dalam ayat yang lain, Allah Swt juga berfirman,
Karena kalianlah yang lebih unggul, dan Allah pun
bersama kalian, dan tidak ada yang akan mengurangi
amalmu (Q.S. Muhammad [47]: 35).
Namun, semua ini dengan ketentuan bahwa ke-
sabaran harus terus dibarengi dengan memohon per-
tolongan dan perlindungan Allah melalui para tentara¬
Nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah, Ya, cukup.
Jika kalian bersabar dan bertakwa ketika mereka
datang menyerang kalian dengan tiba-tiba, niscaya
Allah menolong kalian dengan lima ribu malaikat
yang memakai tanda (Q.S. Alu 'Imran [3]: 125).
Dalam kaitan i n i , Sahi pernah berkomentar,
"Orang-orang saleh di kalangan orang-orang ber-
iman jumlahnya sedikit. Orang-orang jujur di kalang-
an orang-orang saleh jumlahnya sedikit. Orang-orang
sabar di kalangan orang-orang jujur juga jumlahnya
sedikit. Sesungguhnya Allah telah menjadikan kesa-
baran sebagai ciri orang jujur. Kesabaran adalah keis-
timewaan orang-orang jujur." 13

Qut al-Qulub ( h i m . 395).

Rida Terhadap Takdir 25


Dalam Ft Zhildl al-Qur'dn, Sayid Quthub me-
nyebutkan bahwa ayat yang menyuruh kita bersabar
merupakan isyarat kepada jalan kesabaran yang di-
tempuh para rasul, sekaligus sebagai jalan yang
mampu mempersatukan mereka. Mereka menderita.
Mereka diuji. Namun, mereka bersabar. Kesabaran
adalah bekal sekaligus karakter utama mereka. Mereka
membawa derajatnya ke derajat para nabi. Selama
hidupnya, mereka selalu diuji dengan berbagai ma-
cam musibah atau penyakit. Bahkan, kebahagiaan
sekalipun merupakan ujian bagi mereka. Kebahagiaan
itu sendiri sesungguhnya menjadi ukuran kesabaran
mereka dalam menerima segala kenikmatan setelah
sebelumnya mereka bersabar dalam menghadapi se-
gala kesulitan. Baik dalam kesenangan maupun kesu-
litan, kesabaran dalam menghadapinya sangat diper-
lukan.
Kita dapat menggali kehidupan para rasul seba-
gaimana yang dikisahkan Al-Quran. Dari situ kita
dapat mengetahui bahwa kesabaran senantiasa ada
dalam kehidupan mereka. Kesabaran seakan menjadi
unsur yang harus dominan dalam kehidupan mereka.
Kita dapat melihat musibah dan ujian menjadi bagi-
an dari hidup mereka.
Kehidupan mereka seakan-akan kehidupan pilih-
an. Lembaran demi lembaran kehidupan mereka pe-
nuh dengan catatan ujian dan kesabaran yang ingin

M u h a m m a d A l i al-Far
ditunjukkan kepada manusia-manusia berikutnya.
Mereka seolah-olah ingin menunjukkan kuatnya jiwa
mereka dalam menghadapi berbagai macam cobaan
dan rintangan; bagaimana mereka menjadi orang
yang mulia di muka bumi; serta bagaimana caranya
menaklukkan segala godaan dan bujukan nafsu.
Mereka ikhlas kepada Allah. Lulus dalam melewati
segala ujian-Nya. Benar-benar menjadikan Allah se-
bagai Tuhan Yang menguasai segalanya. Terakhir,
mereka dapat mengatakan, "Inilah jalan sesungguh-
nya. Inilah jalan menuju derajat yang tinggi dan mu-
lia. Inilah jalan menuju A l l a h . " 14

Meski kesabaran memiliki kedudukan yang tinggi


di antara ibadah-ibadah hati lainnya, tidak selamanya
ia menjadi sifat terpuji. Tergantung keadaan. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan al-Ghazali dalam
Ihyd' 'Ulum al-Din, "Kalian harus ingat bahwa dili-
hat dari sisi hukum, sabar terbagi menjadi wajib,
sunnah, makruh, dan haram. Sabar menjauhi minum-
an memabukkan, hukumnya wajib. Sabar meninggal-
kan segala yang tidak baik, hukumnya sunnah. Sabar
melihat tindak penganiayaan, hukumnya dilarang.
Dengan demikian, seseorang hendaknya menjadikan
agama sebagai pedoman kesabarannya. Kalian harus
ingat bahwa kesabaran adalah setengah dari keiman-

Fi
l4
Zhilal al-Qur'an (VI/206).

Rida Terhadap Takdir


an. Namun, jangan pula kita bayangkan bahwa se-
mua sifat sabar adalah baik. Tentu, sabar yang dike-
hendaki adalah sabar yang sesuai dengan ketentuan
agama." 15

Ibn al-Jauzi mengungkapkan dalam al-Tasbil,


"Sabar terbagi menjadi empat macam. Pertama^ sa-
bar menghadapi musibah, yaitu dengan menjauhkan
diri dari rasa marah, resah, dan gelisah dalam meng-
hadapinya. Kedua- sabar mendapat kenikmatan, yaitu
dengan memperkuat diri supaya lebih bersyukur, t i -
dak melampaui batas, dan tidak sombong atas kenik-
matan itu. Ketiga^ sabar menjalankan ketaatan, yaitu
dengan konsisten menjalankannya. Keempat- sabar
meninggalkan kemaksiatan, menahan diri dari segala
kemaksiatan.
Di atas sifat sabar ada sifat berserah diri kepada
Allah atas apa yang terjadi. Artinya, secara lahiriah
tidak menolak dan tidak marah, dan secara batiniah
tidak membenci. D i atas sifat berserah diri ada sifat
rida atas ketentuan Allah. Inilah perasaan senang
atas apa yang diperbuat Allah kepadanya. Sifat ini
terlahir dari perasaan cinta kepada Allah. Sebab, apa
pun yang dilakukan kekasih, pasti kita c i n t a i . " 16

l5
Ibya' Ultim al-Din (W/69).
l6
Al-Tashil H Ulum al-Tanztl (1/119).

M u h a m m a d A l i al-Far
Tidak selamanya bencana yang ditetapkan Allah
atas seorang hamba-Nya buruk bagi dirinya. Bahkan
sebaliknya, semua bencana di sisi-Nya adalah baik,
meski sekilas terlihat buruk. Terkait dengan hal ini,
Ummu Salamah pernah meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menimpakan
bencana kepada seorang hamba—yang mungkin ia
pandang sebagai keburukan—kecuali Dia ingin men-
jadikan bencana itu sebagai kafarah (penghapus)
atau penyuci bagi dirinya selama dia tidak meminta
pertolongan kepada selain Allah untuk melenyapkan
bencana tersebut atau tidak berdoa kepada selain
Allah agar menghilangkannya." 17

Pada saat ditimpa bencana, seorang hamba justru


menyerahkan urusannya kepada Allah Swt., senantia-
sa ikhlas atas apa yang menimpa dirinya, meyakini
bahwa semua itu baik baginya. Abu Sa'id dan Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda,
"Orang yang mengalami sakit ringan atau sakit be-
rat, kegelisahan atau kesedihan, serta kepedihan atau
kebingungan, hingga sebuah duri yang mengenainya
sekalipun, niscaya dengan semua itu Allah akan me-
nebus kesalahan-kesalahannya." 18

1 7
H . R . I b n A b u a l - D u n y a , al-Maradh al-Kaffarat (him. 43).
M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i hasan.
1 8
H.R. Al-Bukhari.

Rida Terhadap Takdir


Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani menuturkan, "Fungsi
penyakit itu ada tiga macam: siksaan, penebus kesa-
lahan, dan sarana mengangkat derajat. Penyakit se-
bagai siksaan adalah yang membuat si penderita
marah. Sementara penyakit sebagai penebus kesalahan
adalah yang membuat si penderita bersabar. Sedang-
kan penyakit sebagai sarana mengangkat derajat ada-
lah yang membuat si penderita rida dan berlapang
dada.
Dengan demikian, hatinya akan merasa tenang
dan tidak merasa sedih sedikit pun. Dia tetap meya-
kini bahwa semua urusan telah ditetapkan Allah. D i
sisi Allah semuanya baik. Jika dalam pandangan ma-
nusia bencana itu buruk, dalam pandangan Allah te-
taplah baik. Bisa saja melalui bencana itu Allah ingin
menyucikan hamba-Nya. Setelah itu, dia berhak men-
dapat keridaan dan rahmat-Nya. Berkaitan dengan
ini, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
saw. bersabda, "Bencana akan senantiasa datang ke-
pada setiap mukmin dan mukminah, baik berkaitan
dengan jiwa, anak, maupun hartanya, sampai dia
berjumpa dengan Allah dan tidak membawa satu
dosa p u n . " 19

1 9
H . R . Al-Tirmidzi, A h m a d , dan Ibn H i b b a n . M e n u r u t al-
A l b a n i , hadis i n i hasan s a h i h .

M u h a m m a d A l i al-Far
KESABARAN, KEYAKINAN, DAN KERIDAAN
Bagaimana mewujudkan kesabaran bagi orang yang
tidak memiliki keyakinan yang dapat menguatkan
hatinya, agar tidak terbujuk godaan nafsu dan tidak
celaka oleh amarahnya sendiri? Salah satu doa
Rasulullah saw.: " A k u memohon keyakinan yang
dapat meringankan aku dalam menghadapi musibah-
musibah d u n i a . " 20

Orang yang kesabarannya paling baik adalah


yang keyakinannya paling kuat. Sementara orang
yang merasa kesal dan marah ketika dilanda musibah,
itulah orang yang keyakinannya tidak kuat. Karena,
ketidaksabaran menunjukkan keyakinan yang lemah
terhadap pahala dari Allah, Tuhan yang menjadi tu-
juan kesabarannya. Seandainya seseorang memiliki
keyakinan yang kuat, tentu ketika di dunia dia akan
meyakini janji akhirat. Dan jika janji akhirat itu be-
nar, tentunya dia akan selalu bersabar berkat keya-
kinannya kepada Allah.
Dalam masing-masing kitab Shahih-nya, Imam
al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari 'Atha' ibn
Rabah yang menyebutkan bahwa Ibn 'Abbas berkata
kepadanya, "Maukah aku tunjukkan seorang wanita
penghuni surga?" 'Atha ibn Rabah menjawab, "Tentu."
Ibn 'Abbas mengatakan, "Wanita berkulit hitam ini
2 0
H . R . Al-Tirmidzi, al-Nasa'i, dan a l - H a k i m . M e n u r u t al-
T i r m i d z i , hadis i n i hasan.

Rida Terhadap Takdir 31


pernah menemui Rasulullah saw. dan berkata, ' A k u
menderita penyakit, dan aku ingin menyembuhkan-
nya. Doakanlah aku.' Beliau menjawab, 'Jika engkau
mau, bersabarlah. Surga akan menjadi balasannya.
Jika engkau mau juga, aku akan berdoa kepada
Allah agar menyembuhkanmu.' Wanita itu menja-
wab, 'Baiklah, aku memilih bersabar.' Tidak lama
kemudian, wanita itu berkata lagi, 'Tetapi sebelum-
nya, aku telah memohon agar disembuhkan. Ber-
doalah kepada Allah agar aku tidak sembuh.' Kemu-
dian, Nabi saw. pun mendoakannya." 21

Hadis ini menggambarkan bahwa di atas kesa-


baran yang kuat terbangun keyakinan yang kuat.
Padahal, wanita itu tahu seandainya Rasulullah saw.
berdoa dan pasti dikabulkan Allah, tentu ia akan
kembali sehat seperti sedia kala, bahkan lebih baik
daripada sebelumnya. N a m u n , wanita itu melihat
bahwa kehidupan akhirat di sisi Allah lebih dekat
dan lebih baik daripada kehidupan dunia yang fana.
Dengan keyakinannya, dia lebih memilih kehidupan
akhirat daripada kehidupan dunia. Karenanya, wanita
itu pun sudah menjadi penghuni surga sejak di
dunia.
Dikisahkan, 'Imran ibn Hushain menderita pe-
nyakit busung air di perutnya. Selama tiga puluh ta-

u
Muttafaq alaih.

M u h a m m a d A l i al-Far
Tuhanku, jika Engkau memberi sesuatu,
aku bersyukur. Jika Engkau tidak
memberikannya, aku tetap rida.
Jika Engkau memanggilku, aku penuhi
panggilan-Mu. Jika Engkau mengabaikanku,
aku tetap menyembah-Mu."
hun, dia terus berbaring, tidak dapat berdiri dan t i -
dak dapat duduk. Untuk keperluan buang hajat, dia
melubangi tempat tidurnya yang terbuat dari pelepah
kurma yang berada di bawahnya. Suatu ketika, sau-
daranya, al-'Ala' menjenguknya. Melihat kondisinya
yang demikian, dia pun menangis. 'Imran pun berta-
nya, "Mengapa engkau menangis?" Al-'Ala' menja-
wab, " A k u melihat kondisimu yang sangat menye-
dihkan begini." Namun, 'Imran menenangkannya,
"Jangan menangis, karena yang paling aku cintai
adalah yang paling dicintai Allah." 'Imran melanjut-
kan, " A k u akan menyampaikan sesuatu kepadamu.
Mudah-mudahan ada manfaatnya bagimu. Simpanlah
hal ini baik-baik, sampai aku meninggal dunia: 'Se-
sungguhnya, para malaikat terus-menerus mengun-
jungiku, dan aku sangat senang dibuatnya. Mereka
menyalamiku dan aku mendengar salam mereka.'"
Demikianlah 'Imran. Seandainya bukan karena
keyakinan yang mengikat hatinya, tentu dia akan
kesal dan berkeluh kesah. Namun, ia tetap bersabar,
bahkan sangat senang dengan yang dialaminya. Karena,
dirinya yakin bahwa i t u semua adalah kehendak
Allah. Ia yakin bahwa Allah tidak menginginkan ke-
burukan atas dirinya. Justru, kebaikan dan kemasla-
hatan yang Ia kehendaki. Bandingkan dengan orang-
orang zaman sekarang, sangat sedikit orang yang
keyakinannya sama dengan 'Imran.

M u h a m m a d A l i al-Far
Dikisahkan juga, ada seorang wanita yang kuku-
nya terpotong. Namun, dia malah tertawa. Seseorang
menanyainya, "Apakah engkau tidak merasa sakit?"
Dia menjawab, "Tidak, karena jika aku mengeluh-
kan rasa sakit ini, kenikmatan pahalanya akan hilang
dari hatiku."
Dengan demikian, tidak ada celah sedikit pun
bagi seseorang untuk berkeluh kesah jika keyakinan-
nya kuat. Orang yang berakal pasti tidak akan ma-
rah dengan sesuatu yang memberikan kebaikan bagi-
nya. Umpamanya, salah satu anggota tubuh Anda
terkena luka, kemudian diobati dokter, sampai akhir-
nya sembuh. Anda lantas memuji Allah karena telah
memperoleh kenikmatan yang nyata. Namun, tidak
demikian halnya dengan Allah yang memperlakukan
Anda. Sebab, Allah memilih Anda dengan tujuan un-
tuk menyucikan diri Anda.
Luqman berpesan kepada putranya, "Wahai anak-
ku, emas tidak menjadi emas jika belum melewati
proses pengapian. Dan, seorang hamba tidak disebut
saleh sebelum melewati bencana." 22

Pada suatu ketika, Abu Sa'id al-Khudri datang


menemui Rasulullah saw. yang sedang demam dan
diselimuti kain beludru. Sementara tangannya berada
di atasnya. Abu Sa'id sendiri merasakan begitu pa-
22
Ihyd' JJlum al-Din (IV/133). Menurut al-Albani, hadis ini
sahih.

Rida Terhadap Takdir 35


nasnya tubuh Rasulullah saw. di atas selimut be-
ludrunya. Lantas, dia berkata, "Wahai Rasulullah,
tubuh Anda sangat panas."
Rasulullah saw. menanggapi, " M a k i n berat ujian
yang ditimpakan kepada kita, makin dilipatgandakan
J3ula pahalanya."
Abu Sa'id bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah
orang yang paling berat ujiannya?"
"Para N a b i , " jawab beliau.
"Kemudian siapa?" tanya Abu Sa'id.
"Para ulama," jawab beliau.
"Kemudian siapa lagi?" tanya Abu Sa'id.
"Orang-orang saleh. Salah seorang dari mereka
diuji dengan kemiskinan sampai-sampai dia tidak
mendapati apa-apa selain pakaian yang dikenakan-
nya. Ada juga yang diuji dengan kutu, sampai kutu
itu membunuhnya. Bahkan, di antara mereka ada
yang lebih senang mendapat ujian daripada kalian
menerima pemberian," jawab beliau. 23

Cobalah Anda renungkan hadis i n i . Ingatlah


bahwa orang saleh senantiasa menikmati setiap ben-
cana yang dialaminya. Tidak berbeda dengan para
pencinta dunia yang menikmati dunia.
Dikisahkan juga, ada seorang laki-laki datang
menemui Syekh Abu al-'Abbas al-Mursi yang sedang
2 3
A 1 - H a k i m , al-Mustadrak (no. 119). M e n u r u t al-Albani,
hadis i n i s a h i h .

tpE5^ M u h a m m a d A l i al-Far
sakit. Ketika itu, laki-laki tersebut berkata, "Wahai
Syekh, semoga Allah segera menyembuhkan Anda."
Namun, Syekh Abu al-'Abbas diam saja. Laki-laki
itu pun mengulangi kata-katanya. Syekh Abu al-'Abbas
akhirnya berkomentar, " A k u tidak memohon kesem-
buhan kepada Allah karena aku sudah memohon-
kannya. Bahkan, kondisi yang sedang aku alami ini
juga merupakan kesembuhan. Rasulullah saw. sendiri
pernah memohon kesembuhan dengan mengatakan,
'Selama sesuap makanan Khaibar masih terus menya-
kitiku maka inilah saatnya kedua urat nadiku ter-
putus.'" 24

Al-Mala A l i al-Qari mengatakan, " A b u Bakar


memohon kebaikan, tetapi meninggal karena racun.
'Umar ibn al-Khathab juga memohon kebaikan, teta-
pi meninggal karena ada yang menikamnya. 'Utsman
juga memohon kebaikan, tetapi meninggal dibunuh
para pemberontak. A l i ibn Abu Thalib juga memo-
hon kebaikan, tetapi juga meninggal dibunuh para
pemberontak. Artinya, ketika engkau memohon ke-
baikan kepada Allah maka mohonlah kebaikan yang
Dia ketahui sebagai kebaikan bagimu." 25

Oleh sebab itu, ketika memohon kepada Allah,


kita sendiri tidak tahu apa yang kita dapatkan.

2 4
H a d i s i n i aslinya d i r i w a y a t k a n a l - B u k h a r i .
2 5
A l - M a l a A l i a l - Q a r i , Mirqdt al-Mafatih (VII/127).

R i d a T e r h a d a p T a k d i r ^C3S) 37
Apakah kita menginginkan keburukan bagi diri kita
ataukah kebaikan? Ketika menginginkan perubahan,
kita juga tidak tahu. Apakah yang kita usahakan itu
berbuah kebaikan atau kecelakaan bagi diri kita, kita
tidak tahu. Karena i t u , al-Hasan ibn A l i pernah ber-
komentar, "Orang yang bergantung pada kebaikan
yang telah dipilih Allah baginya berarti dia tidak
menginginkan dirinya berada bukan pada keadaan
yang dipitih Allah baginya i t u . " 2 6

Pertanyaannya, di manakah keyakinan yang meng-


ikat hati kita sehingga kita merasa senang dengan
hukum Allah dan rida terhadap ketentuan-Nya? Se-
lanjutnya, di manakah kesabaran kita kepada-Nya,
sehingga kita dapat mengatakan seperti yang dikata-
kan Ibn Mas'ud, " A k u tidak peduli kondisi apa pun
yang menimpa keluargaku, baik senang maupun su-
sah. Apa pun keadaannya, di mataku sama saja." 27

Akan tetapi, seseorang tidak mungkin bisa seper-


ti itu tanpa keyakinan yang kuat kepada Allah. Dia
tidak akan mampu menguasai dirinya sebelum hati-
nya rida kepada Allah, bersabar terhadap hukum¬
Nya, dan sepakat dengan ketentuan-Nya. Karena itu,
tidaklah berlebihan ketika kita mengatakan bahwa
orang seperti itu akan senantiasa menikmati setiap

26
I b n 'Asakir, Tarikh Dimasyq (XIII/253).
27
I b n A b u al-Dunya, al-Ridha 'an Allah (1/85).

M u h a m m a d A l i al-Far
musibah yang terjadi. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan 'Umar ibn Abd al-'Aziz, "Ketika me-
masuki waktu pagi, aku tidak merasa senang kecuali
jika berada pada ketentuan qadha dan qadar A l l a h . " 28

Ia mengatakan demikian karena tahu bahwa dalam


qadha dan qadar itu terdapat kebaikan selama diri-
nya bersabar dan menerima keduanya secara baik.
Rida atas ketentuan Allah akan melahirkan ke-
yakinan yang sebenarnya. Keyakinan itulah yang da-
pat menajamkan mata batin seseorang. Dengan mata
batinnya, seseorang mampu melihat hikmah di balik
hukum-hukum Allah. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan Dzu al-Nun a l - M i s h r i , "Keyakinan
membawa kepada pendeknya harapan. Pendeknya
harapan membawa kepada kezuhudan. Kezuhudan
mewariskan hikmah. Hikmah mewariskan kemampu-
an dalam melihat berbagai akibat." 29

Kemampuan melihat hikmah dan keteraturan


Allah membawa Anda kepada keridaan dan kepas-
rahan diri kepada-Nya. Allah benar-benar meridai
para hamba-Nya yang senantiasa rida kepada-Nya.
Sementara, orang yang meridai-Nya tidak mengingin-
kan apa pun selain kedudukan dari Allah, sebagai-
mana yang disebutkan Sufyan ibn 'Uyainah.

2 8
I b n Rajab, Ikhtiyar al-Vla (VIA).
29
Tasftr Haqi (V45).

Rida Terhadap Takdir 39


Keridaan Allah merupakan kedudukan yang sa-
ngat tinggi, yang tidak mungkin dapat diraih kecuali
oleh orang-orang yang keyakinannya kuat. Karena
itu, orang mukmin berhak mendapat kebahagiaan
setelah menjadikan keridaan itu sebagai jalan terba-
iknya.
Yahya ibn Mu'adz pernah ditanya seseorang,
"Kapan kehidupan seorang mukmin dapat dikatakan
baik?" Dia menjawab, "Ketika dia meridai ketentuan
Allah." Dia kembali ditanya, "Kapan seseorang dise-
but meridai Allah?" Dia menjawab, "Ketika dia ber-
kata kepada-Nya, Tuhanku, jika Engkau memberiku
anugerah, aku bersyukur. Jika Engkau tidak membe-
rikannya, aku tetap rida. Jika Engkau memanggilku,
aku penuhi panggilan-Mu. Jika Engkau mengabai-
kanku, aku tetap menyembah-Mu."
Cobalah Anda lihat dengan cermat orang-orang
di sekitar Anda. Dari situ Anda akan mengetahui,
apakah Anda termasuk orang yang bahagia atau ce-
laka? Apakah Anda melihat kesengsaraan karena
ketidakpasrahan atas ketentuan Allah? Bencana yang
ditimpakan kepada seseorang adalah cara untuk
mengukur kebahagiaan yang dibangun di atas dasar
keridaan kepada Allah. Sebab, keridaan dapat mem-
berikan kebahagiaan kepada pelakunya. Selain i t u ,
orang yang rida kepada Allah mengharuskan dirinya
rida atas apa yang telah ditetapkan-Nya. Ia yakin

M u h a m m a d A l i al-Far
bahwa apa pun yang telah ditetapkan-Nya mengan-
dung kemaslahatan, baik itu terlihat maupun tidak.
Terkadang seseorang menyangka bahwa dengan
cara mendapatkan harta, beban-beban hidupnya
akan berkurang. Sebab, beban hidup adalah biang
dari segala kesulitan dirinya. Padahal, tidaklah demi-
kian. Orang-orang yang kami sarankan untuk Anda
lihat secara cermat adalah mereka yang hatinya telah
dicap Allah dengan keridaan dalam segala keadaan.
Meski keadaannya berubah, hatinya tetap tidak ber-
ubah, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Berubahnya keadaan mereka tidak mengakibatkan
perubahan hati mereka. Mereka tetap rida sampai di
akhirat kelak. Mereka senantiasa mendapatkan kete-
nangan. D i akhirat, mereka tentu mendapatkan keri-
daan Allah. Merekalah yang menjadi orang yang
bahagia. Namun, kebanyakan orang tidak mengeta-
huinya.

Rida Terhadap Takdir 41


Ujian Kenikmatan

D i antara tanda lemahnya keyakinan seseorang kepa-


da Allah adalah ketergantungannya kepada sejumlah
perantara dan ketidakmampuannya untuk melepas-
kan diri dari pengaruh perantara tersebut. Dia melihat
bahwa sesuatu yang buruk akan melahirkan kebu-
rukan pula. D a n sesuatu yang baik akan melahirkan
kebahagiaan. D i a melihat sesuatu hanya dari sisi la-
hiriah saja. Karenanya, tidak heran jika mendapat
suatu nikmat, dia bahagia dan hatinya tergantung
pada nikmat tersebut. Selama nikmat itu ada, dia
rida kepada A l l a h . Ia tidak menyadari datangnya
ujian setelah itu. D i a hanya terpaku kepada nikmat
dan perantara datangnya nikmat tersebut. Akibatnya,

42
ketika nikmat itu hilang, dia pun putus asa bahkan
sampai kufur kepada Allah.
Dalam kaitan i n i , Al-Quran menyebutkan, Jika
Kami memberikan kebahagiaan kepadanya setelah
ditimpa bencana, niscaya dia akan berkata, "Telah
hilang bencana dariku." Sesungguhnya, dia merasa
sangat gembira dan bahagia. Kecuali orang-orang
yang sabar, dan mengerjakan kebaikan, mereka mem-
peroleh ampunan dan pahala yang besar (Q.S. H u d
[11]: 10-11).
Demikianlah orang yang silau dan tidak mampu
mengendalikan harta dunia. Senang manakala nikmat
datang, kemudian bersyukur kepada Tuhannya.
Namun, resah manakala kesusahan datang menimpa-
nya, kemudian tidak rida kepada Allah. Tidak suka
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan Allah atas-
nya. Dia mencintai Allah ketika Dia mengurusi alam
semesta ini sejalan dengan kehendak dan hawa naf-
sunya. Ketika Allah melenyapkan kesulitan darinya
dan memberikan kemudahan setelah kesulitan, dia
pun senang dan bahkan lupa diri dibuatnya. Tidak
melihat siapa yang memberikan semua i t u . Tidak
bersyukur dan berterima kasih kepada-Nya. Yang
terjadi malah ingkar dan takabur. Allah Swt. berfir-
man, Dia (Qarun) berkata "Sesungguhnya aku diberi
harta itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku"
(Q.S. Al-Qashash [28]: 78).

Ujian Kenikmatan 43
Akibatnya, dia harus menanggung kerugian, t i -
dak mendapat keuntungan apa-apa, karena tidak
bersabar dan tidak bersyukur kepada Allah, hingga
tidak dapat membedakan dan tidak menyadari mana
nikmat dan mana ujian. Allah Swt. menegaskan,
Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah
hanya di tepi. Maka ketika memperoleh kebajikan,
dia merasa puas. Jika ditimpa suatu cobaan, dia ber-
balik ke belakang. Dan dia rugi di dunia dan akhirat
(QS. Al-Hajj [22]: 11).
Demikianlah hidup orang yang keyakinannya le-
mah di antara kekayaan dunia yang fana, jiwa yang
lemah, dan harapan yang pendek. Dia tidak melihat
apa-apa dalam sebuah kenikmatan selain kesenang-
an. Tidak dapat melihat apa-apa dalam sebuah coba-
an selain kesengsaraan dan kesusahan. Padahal, jika
dilihat secara mendalam dan direnungkan secara baik,
dia pasti melihat bahwa kenikmatan itu tidak lain
adalah cobaan dan ujian. Allah Swt. berfirman,
Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu
memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka
dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Namun
apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya,
maka dia berkata, "Tuhanku telah merendahkan aku"
(Q.S. Al-Fajr [89]: 15-16).
Cobalah Anda ingat ketika Umar merasakan
lezatnya suatu kenikmatan, ia justru merasa takut,

fpE5^ M u h a m m a d A l i al-Far
seperti yang dikatakan dalam Al-Quran, Kamu meng-
habiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan dunia-
mu, dan kamu telah bersenang-senang (menikmatinya
(Q.S. Al-Ahqaf [46]: 20).
Umar justru merasa takut bahwa dirinya akan
tergantung kepada nikmat tersebut dan lalai dibuat-
nya, sehingga menjadi seperti orang yang disebutkan
dalam Al-Quran, Kelak akan Kami hukum mereka
secara berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka
ketahui (Q.S. Al-Qalam [68]: 44).
Oleh karena i t u , Umar tetap bersabar dalam
rambu-rambu dan petunjuk Allah Swt. Pada suatu
ketika, Rasulullah saw. datang menemuinya. Ketika
itu, Umar tengah rebahan sambil merenungkan ke-
adaan dirinya. Kepada Umar, Rasulullah saw. me-
nunjukkan orang-orang yang mendapatkan kenikmatan
dunia, seperti Kaisar dan Kisra. Beliau menunjukkan
kedudukan mereka yang tinggi di hadapan rakyat-
nya, yang telah Allah berikan kepada mereka. Kala
itu, Umar berkata kepada Nabi saw., "Berdoalah
kepada Allah agar memberi keluasan hidup kepada
umat Anda. Sebab, orang-orang Persia dan Romawi
telah Allah beri keluasan i t u . Mereka telah diberi
kenikmatan dunia. Sayangnya, mereka tidak mau
menyembah Allah." Sambil bersandar, Rasulullah saw.
berkomentar, "Apakah engkau ragu, wahai Ibnu al-

Ujian Kenikmatan
Khathab? Mereka adalah kaum yang kenikmatannya
di dunia disegerakan." 1

Kenikmatan hidup sesungguhnya merupakan uji-


an dari Allah kepada para hamba-Nya yang senan-
tiasa bersyukur. Dengan demikian, dilihat dari sisi
sebagai ujian, kenikmatan hidup sama halnya dengan
kesulitan hidup. Semua ini sudah jelas. Namun, ter-
lalu silau dengan kenikmatan dapat menghilangkan
akal sehat, dapat membuat lupa diri, kecuali orang
yang dirahmati Allah. Dia akan bergantung kepada
perantara nikmat, dan lupa kepada sumber nikmat.
Dia terkadang mengharapkan kenikmatan dari orang
lain yang tidak memiliki apa-apa, dan mengkhawatir-
kan bahaya dari orang lain yang dianggapnya dapat
menghentikan sebab bahaya. Akibatnya, dia akan
celaka karena dunia, dan menjadikan dunia sebagai
tujuan.
Padahal, kemudahan dan kenyamanan hidup su-
dah diperingatkan Rasulullah saw. dalam sabdanya,
"Berbahagialah dan berharaplah kalian mendapat ke-
senangan. Demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan
kemiskinan yang menimpa kalian. Yang aku khawa-
tirkan adalah manakala dunia dimudahkan untuk
kalian, sebagaimana dimudahkan untuk orang-orang
sebelum kalian. Kalian lebih mementingkan kehidup-

x
Muttafaq alaih.

f8E^ Muhammad Ali al-Far


Menahan lapar ketika sedang tidak ada
makanan lebih mudah daripada menahan
lapar ketika sedang banyak makanan lezat.
Bahaya sebuah kesenangan lebih besar
daripada bahaya dari sebuah kesulitan.
an dunia seperti orang-orang sebelum kalian. Akibat-
nya, kalian celaka gara-gara dunia seperti halnya
orang-orang sebelum kalian." 2

Semua itu kembali kepada lemahnya keyakinan


dan kebodohan seseorang terhadap Allah. Jika demi-
kian halnya, orang tersebut sesuai dengan yang dise-
butkan Allah dalam Al-Quran, Dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang se-
mestinya (Q.S. Al-An'am [6]: 91].
Seandainya mereka menghargai Allah, mereka
tentu akan bersyukur atas kenikmatan dan kemulia-
an yang diberikan-Nya. Bahkan, jika mereka bersyu-
kur, Allah akan menyempurnakan nikmat-Nya untuk
mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam firman¬
Nya, Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepada kalian (Q.S. Ibrahim
[14]: 7).
Jika mengikuti seruan Allah, mereka pasti akan
mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan meraih
keridaan yang merupakan puncak kebaikan Allah
kepada hamba-Nya, sekaligus puncak dari segala pun-
cak kenikmatan. Rasulullah saw. bersabda, "Sesung-
guhnya Allah senantiasa meridai hamba-Nya yang
setelah menikmati suatu makanan, dia memuji-Nya

2
Muttafaq alaib.

M u h a m m a d A l i al-Far
atas makanan itu; atau setelah minum suatu minum-
an, dia memuji-Nya atas minuman i t u . " 3

Dalam Ihyd 'Ulum al-Din, al-Ghazali menutur-


kan, "Orang hebat adalah yang mampu bersabar
menerima kenikmatan. Maksud bersabar menerima
kenikmatan adalah tidak bergantung kepada kenik-
matan itu sendiri. Dia menyadari bahwa semua ke-
nikmatan itu adalah titipan baginya. Namun, dirinya
tetap berharap agar kenikmatan itu tidak lekas dita-
rik darinya. Pada saat yang sama, dia juga tidak me-
relakan dirinya terjerumus ke dalam kenikmatan itu.
Dirinya tidak terbuai dalam kenikmatan, kelezatan,
dan permainannya. Dia tetap teguh menjaga hak-hak
Allah, seperti menginfakkan sebagian hartanya, mem-
berikan pertolongan kepada sesama, dan menyampai-
kan kejujuran melalui lisannya. Demikian halnya de-
ngan kenikmatan-kenikmatan lain yang dilimpahkan
Allah kepada dirinya. Bersabar dalam menghadapi
kesenangan sebenarnya lebih sulit daripada bersabar
dalam menghadapi kesulitan. Pasalnya, bersabar da-
lam menghadapi kesenangan harus disertai dengan
sebuah kekuatan. Contohnya, bersabar ketika dibe-
kam (dikeluarkan darahnya) oleh orang lain lebih
mudah daripada bersabar ketika membekam dirinya
sendiri. Menahan lapar ketika sedang tidak ada ma-

3
H.R. Muslim.

Ujian Kenikmatan
kanan lebih mudah daripada menahan lapar ketika
sedang banyak makanan lezat. Bahaya sebuah kese-
nangan lebih besar daripada bahaya dari sebuah
kesulitan. 4

Berkaitan dengan ini, Allah memberikan perum-


pamaan dengan dua orang laki-laki. Salah satu dari
mereka (laki-laki yang kafir) diberi dua kebun ang-
gur, kurma, dan tumbuh-tumbuhan lainnya. D i sela-
sela kebun itu sendiri terdapat sebuah sungai yang
airnya mengalir. Mestinya, dia bersyukur dan memuji
Tuhannya. Seandainya dia bersyukur, Allah pasti akan
menambah karunia-Nya, dan di akhirat Dia akan
memberikan pahala yang melimpah. N a m u n , dia
justru bersikap sombong kepada saudaranya atas apa
yang diberikan Allah kepadanya. Sewaktu berbincang-
bincang, dia berkata kepada saudaranya, Hartaku
lebih banyak daripada hartamu. Demikian pula peng-
ikut-pengikutku lebih kuat (Q.S. Al-Kahf [18]: 34).
Sikap itu adalah sebuah bentuk kesombongan,
perasaan lebih tinggi daripada orang lain, dan peng-
hinaan kepada yang lain. Dalam ayat berikutnya,
Allah Swt. berfirman, Dan dia memasuki kebunnya.
Padahal, dia telah menzalimi dirinya sendiri (Q.S. A l -
Kahf [18]: 35).

4
Ihya' Ulum al-Din (W/70).

fpT^ Muhammad Ali al-Far


Andaikata dia berpikir secara jernih, dia pasti
sadar dan menyadari bahwa kesombongan adalah
sebuah kezaliman, bahkan kemaksiatan yang pertama
kali dilakukan kepada Allah, sekaligus sebuah penen-
tangan kepada Allah yang justru akan menjauhkan
dirinya dari rahmat-Nya. Bagaimana bisa dia menda-
pat rahmat Allah, sementara dalam hatinya terdapat
kesombongan? Kesombongan adalah perbuatan yang
hendak menyamai hak Allah, pengakuan terhadap
sesuatu yang bukan haknya. Karena i t u , tidak berle-
bihan jika kami mengatakan, "Sombong adalah sikap
yang pelakunya menganggap diri berada di posisi
yang sama dengan Allah. Ia menyangka bahwa diri-
nya adalah pembuat nikmat. Dialah yang telah mem-
buat nikmat itu kekal selama-lamanya. Selalu berada
bersamanya. Tidak hanya i t u , kesombongan dapat
menghalangi penglihatan dan menggelapkan hati, yang
akibatnya dapat membuat pelakunya tidak mampu
melihat hakikat kebenaran. Hakikat bahwa dirinya
sedang dicoba dengan kenikmatan i t u . Terhadap uji-
an nikmat yang diberikan Allah ini, dia berkata, Aku
kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya
(Q.S. Al-Kahf [18]: 35).
Dari situlah muncul kesombongan di hatinya.
Dia tidak melihat siapa pun selain dirinya. Bahkan,
dia merasa seolah-olah kenikmatan hanya diberikan
kepada dirinya. Dia akan selama-lamanya berada

Ujian Kenikmatan 51
dalam kenikmatan tersebut. Tidak akan beralih dari-
nya. Akibatnya, mata batinnya tidak lagi dapat meli-
hat. Hal itu tampak dari pernyataannya, sebagaima-
na yang disebutkan dalam Al-Quran, Dan aku tidak
mengira Hari Kiamat itu akan datang (Q.S. Al-Kahf
[18]: 36).
Meski begitu, dia tetap berbaik sangka kepada
Tuhan. Ia tetap bangga dan yakin bahwa Allah akan
meringankan hisabnya. Dia berkata, "Bagaimana aku
tidak dimuliakan di akhirat, sebagaimana aku dimu-
liakan di dunia?" H a l ini disebutkan dalam A l -
Quran, Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada
Tubanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali
yang lebih baik daripada kebun-kebun itu (Q.S. A l -
Kahf [18]: 36).
Perlu disebutkan bahwa dia adalah orang yang
bodoh karena telah menganggap cobaan sebagai ke-
muliaan. Dia menyangka bahwa kenikmatan di akhi-
rat seperti kenikmatan yang diperolehnya di dunia.
Dia berharap di akhirat mendapat kemuliaan dan
menginginkan perlindungan dari Allah Swt. Hal ini
sejalan dengan sabda Rasulullah saw., "Orang lemah
adalah yang membiarkan dirinya menjadi pengikut
hawa nafsu, tetapi menginginkan perlindungan dari
Allah Swt." 5

5
H.R. Al-Tirmidzi ( A l - T i r m i d z i m e n i l a i hadis i n i hasan),
I b n u M a j a h , d a n A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i d a i f .

M u h a m m a d A l i al-Far
Kemudian, saudaranya yang saleh mengingatkan
dengan mengakui dirinya sebagai orang yang rendah
dan hina, hanya diciptakan dari tanah. Setelah i t u ,
dia berangsur-angsur tumbuh sampai menjadi seorang
laki-laki yang sempurna. Sepertinya, laki-laki saleh
itu ingin menurunkan kesombongan saudaranya de-
ngan cara menunjukkan kehinaan dirinya yang ter-
buat dari tanah. Selain i t u , laki-laki saleh tadi juga
ingin memperlihatkan kehinaan dirinya, sehingga ba-
gaimana mungkin dia bersikap tinggi dan ingkar di
hadapan Penciptanya. Kendati demikian, dia tetap
mempercayai kedudukan Allah dan kedudukan diri-
nya di hadapan-Nya. Hal itu terlihat dalam pernyata-
annya seperti dikutip Al-Quran, Tetapi aku (percaya
bahwa) Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak me-
nyekutukan Tuhanku dengan suatu pun (Q.S. A l -
Kahf [18]: 38).
Dia menempatkan sesuatu pada haknya, tidak
sombong dan menyekutukan Allah. Dia betul-betul
mengesakan-Nya dan mengembalikan karunia i t u
kepada pemiliknya. Laki-laki yang saleh itu tidak
pernah bosan menasihati saudaranya dan membim-
bingnya ke jalan Tuhannya. Simaklah petikan ayat
berikut, Dan mengapa ketika memasuki kebunmu,
kamu tidak mengatakan "Mdsya Allah, la quwwata
ilia billdh (sungguh atas kehendak Allah semua ini

Ujian Kenikmatan
terwujud, tiada kekuatan kecuali atas pertolongan
Allah)" (Q.S. Al-Kahf [18]: 39).
Melalui" ayat ini, laki-laki itu seakan-akan ingin
mengatakan, "Hanya Allah yang berkehendak mem-
berikan kenikmatan kepadamu. Dialah Tuhan Yang
Mahakuat dan menciptakan kenikmatan i t u . Dialah
Tuhan Yang Mahakuat dan melanggengkan kenik-
matan itu. Dialah Tuhan Yang Mahakuat dan mena-
rik kenikmatan itu darimu, sehingga kenikmatan itu
tidak lagi kamu m i l i k i . "
Namun, laki-laki yang sombong itu tidak meng-
gubris sedikit pun nasihat saudaranya. Dia malah
berpaling kepada dirinya dan meniupkan kesombong-
an kepadanya. Akibatnya, hukum Allah pun terjadi,
seperti yang dikemukakan dalam ayat berikut, Dan
harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-
balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap
apa yang ia telah belanjakan untuk itu. Pohon ang-
gur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata,
"Sekiranya dulu aku tidak menyekutukan Tuhanku
dengan seorang pun" (Q.S. Al-Kahf [18]: 42).
Ayat ini seakan-akan menjelaskan bahwa ketika
seseorang bersikap sombong, berarti dia telah me-
nempati posisi yang setara dengan menyekutukan
Allah dan menentang ketentuan-Nya. Tidak heran,
jika Allah kemudian membinasakannya. Bagaimana
mungkin dia dapat menemukan pelindung dan peno-

{5^5^ M u h a m m a d A l i al-Far
long selain Allah? Dialah Tuhan Yang Mahakuasa
memberi dan menolak sesuatu. Tuhan yang memulia-
kan orang yang dikehendaki-Nya dan menghinakan
orang yang dikehendaki-Nya. Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu.
Orang serupa dengan laki-laki kafir di atas ada-
lah Qarun, sepupu Nabi Musa a.s. Qarun adalah
salah seorang yang Allah karuniai harta dalam jum-
lah yang sangat banyak, yang tidak diberikan kepada
seorang pun sebelumnya. Hal ini seperti yang dise-
butkan dalam Al-Quran, Kami telah menganugerah-
kan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-
kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang
yang kuat-kuat (Q.S. Al-Qashash [28]: 76).
Harta kekayaannya melimpah, tidak terhitung
jumlahnya, yang kemudian dia jadikan untuk mem-
banggakan diri di hadapan kaumnya bahwa ia orang
yang mulia dan kaya. Tidak hanya itu, dia bahkan
bertindak sewenang-wenang kepada kaumnya. Ka-
renanya, sejumlah orang alim dari kaumnya meng-
ingatkan, Janganlah kamu terlalu bangga. Sesungguh-
nya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri (Q.S. Al-Qashash [28]: 76).
Ayat ini seolah-olah menjelaskan, "Janganlah
kamu teperdaya dengan kemegahan dunia. Janganlah
bangga diri di hadapan saudara-saudaramu. Jangan-
lah pula merampas hak mereka. Sebab, semua itu

Ujian Kenikmatan
pemberian Allah. Janganlah pernah sombong dengan
kemewahan dunia fana." Allah Swt. berfirman, Se-
sungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri (Q.S. Luqman
[31]: 18).
Ayat ini seakan-akan ingin menegaskan bahwa
harta adalah kenikmatan yang tidak lain merupakan
ujian dari Allah Swt. untuk mengetahui, apakah kamu
akan bersyukur dan memberikannya kepada yang
berhak; ataukah kamu akan kufur dan mengingkari
apa yang telah diberikan Allah. Sebaiknya, kamu
rida kepada Allah dan menikmati karunia-Nya yang
dilimpahkan kepadamu. Itu pun jika kamu mengha-
rapkan negeri akhirat yang lebih baik. Selain i t u ,
kamu juga harus senantiasa berbuat baik kepada
orang lain, seperti halnya Allah berbuat baik kepada-
mu. Berikanlah harta kepada orang yang berhak.
Dengan begitu, kamu akan meraih derajat takwa dan
selamat dari jilatan api neraka. Allah Swt berfirman,
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa
dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkannya (Q.S. Al-Lail [92]:
17-18).
Akan tetapi, Qarun justru berbangga diri dan
takabur. Dia mengira bahwa kebaikan yang ia terima
merupakan wujud keridaan Allah kepadanya dan
pengetahuan Allah atas keutamaan dirinya. Seandai-

M u h a m m a d A l i al-Far
nya bukan karena kehebatan dirinya, Allah tidak
akan memberikan kekayaan i t u . Begitulah yang di-
klaim Qarun, orang yang tidak mengenal Allah.
Tidak hanya itu, Qarun ingin membujuk kaum-
nya, melampaui sifat kemanusiaan mereka dengan
cara menyombongkan diri, dan melemahkan keya-
kinan mereka. Hal itu terekam dalam Al-Quran, Ke-
mudian, keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya (Q.S. Al-Qashash [28]: 79).
Dia menaiki kuda kretek abu-abu, dan mengena-
kan pakaian ungu, sehingga orang-orang yang keya-
kinannya lemah dan hatinya berpenyakit berkata,
Semoga kita mempunyai seperti apa yang telah dibe-
rikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar
memperoleh keberuntungan yang besar (Q.S. A l -
Qashash [28]: 79).
Sayangnya, di antara kita banyak orang yang
mengatakan seperti yang dikatakan kaumnya Qarun,
berpikir seperti cara pikir mereka, bahkan mungkin
hampir semua orang seperti itu. Mereka selalu meli-
hat kepada orang yang berharta banyak, dan berpa-
ling dari orang yang berharta sedikit. Penglihatan
mereka selamanya dipergunakan untuk menatap orang
kaya. Hati mereka tidak pernah tenang. Mereka t i -
dak sadar bahwa hakikat kebahagiaan adalah merasa
puas atas apa yang telah ditetapkan Allah kepada
mereka. Dalam masalah dunia, mereka melihat orang

Ujian Kenikmatan
yang ada di bawah mereka, di samping merasa puas
terhadap keadaan yang ada. Namun, dalam masalah
agama, mereka selalu melihat orang yang berada di
atas mereka. Mereka ingin sekali menjadi seperti itu.
Dengan demikian, ia akan meraih kebahagiaan. Allah
Swt. berfirman, Orang-orang yang dianugerahi ilmu
berkata, "Kecelakaan yang besarlah bagimu. Pahala
Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh" (Q.S. Al-Qashash [28]: 80).
Mereka orang-orang yang mendapat petunjuk
Allah Swt. Mereka senantiasa melihat secara cermat
apa yang terjadi pada diri mereka dan melihat semua
yang ada di balik semua kesenangan yang ada. Mereka
tidak terpaku dan tidak terlalu senang atas kesenang-
an yang diberikan. Allah Swt. berfirman, Katakanlah,
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan" (Q.S. Yunus [10]: 58).
Namun, tingkatan itu sangat tinggi. Hanya orang-
orang yang sabar yang bisa mencapainya, sebagaima-
na ditegaskan dalam Al-Quran, Tidak akan diperoleh
pahala itu kecuali oleh orang- orang yang sabar
(Q.S. Al-Qashash [28]: 80).
Sunatullah bagi makhluk-Nya pun terjadi tanpa
dapat dihindari. Karena kesombongan dan keang-
kuhan, Qarun dibinasakan Allah. Rumahnya ditelan

M u h a m m a d A l i al-Far
bumi. Ternyata, Qarun tidak memiliki daya apa pun
untuk menolak ketentuan itu. Ia tidak memiliki ke-
kuatan apa pun untuk menolak siksaan yang ditim-
pakan kepadanya. Al-Quran menuturkan, Orang-orang
yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu,
berkata, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-
Nya dan menyempitkannya, kalau Allah tidak me-
limpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia
telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah,
tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nik-
mat Allah)" (Q.S. Al-Qashash [28]: 82).
Dengan demikian, orang yang tadinya tidak me-
ngetahui menjadi tahu bahwa kenikmatan tidak ber-
arti menunjukkan keridaan Allah. Kenikmatan se-
sungguhnya adalah cobaan yang akan membuahkan
pahala bagi orang yang mensyukurinya dan melahir-
kan dosa bagi orang yang mengingkarinya.
Menurut al-Ghazali dalam al-Kasyf wa al-Tabyin,
kehidupan dunia adalah tipuan bagi orang-orang ka-
fir dan mukmin. Namun, mereka acap kali mengata-
kan, "Allah berbuat baik kepada kita dengan mem-
berikan kenikmatan dunia. Setiap yang berbuat baik,
pasti mencintai kita. Dan setiap yang mencintai kita
pasti berbuat baik." Bukan seperti itu. Terkadang,
ada yang berbuat baik, tetapi tidak mencintai. Bahkan,
terkadang berbuat baik malah menjadi sarana untuk

Ujian Kenikmatan
menyakitinya secara perlahan-lahan. Tipu daya itu
semata-mata datang dari Allah. Karena itu, Rasulullah
saw. bersabda, "Jika Allah mencintai seorang hamba,
Dia akan menahan dunia kepadanya. Hal itu tidak
berbeda dengan kalian yang melarang makanan atau
minuman kepada orang sakit karena takut membaha-
yakan dirinya." Demikian pula dengan orang yang
6

memiliki mata hati yang jernih. Ketika diberikan ke-


nikmatan dunia, mereka justru sedih. Namun, ketika
diberi kefakiran, mereka mungkin akan senang. Mereka
berkata, "Kami bahagia karena telah memiliki tanda-
tanda orang saleh."
Allah Swt. berfirman, Apabila Tuhan menguji ma-
nusia dengan memuliakannya dan memberinya kese-
nangan maka dia akan berkata, "Tuhanku telah me-
muliakanku," (Q.S. Al-Fajr [89]: 15).
Nanti Kami akan menarik mereka dengan ber-
angsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang
tidak mereka ketahui, dan aku memberi penangguh-
an kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat
tangguh (Q.S. Al-Qalam [68]: 44-45).
Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan
semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga
apabila mereka bergembira dengan apa yang telah
6
H . R . A h m a d d a l a m Musnad-nya dan al-Hakim dalam al-
Mustadrak. M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .

fpE?^ M u h a m m a d A l i al-Far
diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
secara tiba-tiba. Ketika itu mereka terdiam berputus
asa (Q.S. Al-An'am [6]: 44).
Orang yang masih percaya kepada tipu daya ini
tidak akan beriman kepada Allah. Tipu daya itu se-
betulnya muncul dari kebodohannya terhadap Allah
dan sifat-sifat-Nya. Orang yang mengenal Allah tidak
akan merasa aman dari tipu daya-Nya. Mereka tidak
akan pernah melirik Firaun, Haman, dan Namrud.
Apa sebenarnya yang telah diberikan Allah kepada
mereka di balik harta kekayaan itu? Padahal, Allah
mengingatkan kita dari tipu daya-Nya, Orang-orang
kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas
tipu daya mereka itu. Sesungguhnya, Allah sebaik-
baiknya pembalas tipu daya (Q.S A l u 'Imran [3]:
54).
Dalam ayat yang lain, Allah menegaskan, Karena
itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri
tangguhlah mereka itu barang sebentar (Q.S. A l -
Thariq [86]: 17).
Orang yang diberi anugerah nikmat niscaya akan
waspada bahwa nikmat itu justru akan membawa
kesengsaraan bagi dirinya. 7

Kendati demikian, kita bisa mendapati kenikmat-


an Allah itu ada pada diri Nabi Sulaiman a.s. Allah
7
A 1 - G h a z a l i , al-Kasyf wa al-Tabyin d a n Minbaj al-'Abidin
(him. 260-261).
mengaruniainya dengan kekayaan. Dia juga mengisti-
mewakannya dengan sesuatu yang tidak diberikan
kepada nabi setelahnya, terlebih kepada manusia bia-
sa. Tetapi semua itu hendaknya tidak membuat kita
menjadi i r i kecuali kepada orang yang senantiasa
menempatkan nikmat itu sebagai cobaan. Dia senan-
tiasa memenuhi hak Allah dengan cara mensyukuri-
nya dan memberikannya kepada yang berhak. Jika
itu yang dilakukan, meski sesungguhnya bukan per-
kara mudah, dia berhak mendapatkan kebahagiaan
yang selalu ditolak orang-orang yang pikirannya se-
lalu waspada. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah
saw., "Tidak boleh i r i kecuali kepada dua orang.
Pertama, orang yang memahami dan mengamalkan
Al-Quran. Kedua, orang yang memiliki kekayaan
dan bersedekah." 8

Bahkan, tingkatan di atas merupakan tingkatan


paling tinggi dari keempat tingkatan yang dapat di-
raih seseorang di dunia. Manusia sebetulnya tidak
akan keluar dari salah satu keempat tingkatan terse-
but. Namun, tingkatan yang paling tinggi itu hanya-
lah keistimewaan khusus yang diberikan kepada orang
khusus pula. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah
saw., "Dunia itu tidak akan terlepas dari keempat
orang berikut ini. Pertama, orang yang dianugerahi

%
Muttafaq alaih.

M u h a m m a d A l i al-Far
Orang lemah adalah yang membiarkan dirinya
menjadi pengikut hawa nafsu,
tetapi menginginkan perlindungan
dari Allah Swt."
Allah harta dan ilmu. Dia orang yang bertakwa ke-
pada Tuhannya. Dan dia yang berhasil meraih rah-
mat-Nya. Dia mengetahui hak-hak Allah yang ada
pada hartanya. Itulah tingkatan yang paling tinggi.
Kedua, orang yang diberikan ilmu, tetapi tidak dibe-
rikan harta. Dia memiliki niat yang bagus. Dia berte-
kad, 'Seandainya dianugerahi harta kekayaan, tentu
aku akan beramal seperti si fulan.' Namun, itu ha-
nyalah niat. Adapun pahalanya dan pahala orang
pertama itu sama. Ketiga, seseorang yang diberikan
harta, tetapi tidak diberikan ilmu. Dia berharta, tapi
tidak berilmu. Akibatnya, dia tidak bertakwa kepada.
Allah. Tidak pula mendapatkan rahmat-Nya. Tidak
mengetahui hak-hak Allah yang ada pada hartanya.
Itulah kedudukan yang paling rendah. Keempat, orang
yang tidak diberikan kekayaan, tidak juga ilmu. Dia
mengatakan, 'Seandainya memiliki harta, aku akan
melakukan seperti yang dilakukan si fulan.' Namun,
itu hanyalah niat. Sementara dosa kedua orang ter-
akhir ini sama." 9

Demikian halnya dengan Nabi Sulaiman a.s. tat-


kala bermunajat kepada Tuhannya, Wahai Tuhanku,
ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kera-
taan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku.

9
H . R . A l - T i r m i d z i d a n A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i
sahih.

fpE?^ M u h a m m a d A l i al-Far
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi (Q.S.
Shad [38]: 35).
Doa Nabi Sulaiman a.s. tentu saja tidak akan
membawa akibat buruk kepada dirinya. Jika tidak,
tentu meminta apa pun kepada Allah adalah baik
dan membawa kepada keselamatan. Dalam kaitan
ini, Abu Umamah meriwayatkan bahwa Tsa'labah
ibn Hathib al-Anshari datang menemui Rasulullah
saw. lantas berkata, "Wahai Rasulullah, berdoalah
agar Allah memberikan kekayaan kepadaku." Beliau
menanggapi, "Celakalah engkau, Tsa'labah! Harta
sedikit namun kausyukuri itu lebih baik daripada
harta banyak namun tidak mampu kausyukuri."
Suatu ketika, Tsa'labah kembali menemui
Rasulullah saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, ber-
doalah kepada Allah agar memberiku kekayaan."
Beliau menanggapi, "Celakalah engkau, Tsa'labah!
Apakah engkau tidak mau seperti Rasulullah? Se-
andainya aku meminta agar gunung-gunung meng-
alirkan emas dan perak kepadaku, tentu Allah akan
mengalirkannya." Pada kesempatan berikutnya,
Tsa'labah kembali datang menemui beliau, dan ber-
kata, "Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah
agar memberiku kekayaan. Demi Allah, seandainya
Allah memberiku kekayaan, tentu aku akan membe-
rikan semua hartaku kepada orang-orang yang me-
mang berhak menerimanya." Akhirnya, beliau ber-

Ujian Kenikmatan ^T^S)


doa, "Ya Allah, berikanlah kekayaan kepada
Tsa'labah."
Setelah i t u , Tsa'labah mengambil seekor kam-
bing. Beberapa waktu kemudian, kambing itu ber-
kembang biak menjadi banyak tidak ubahnya seperti
larva. Pada akhirnya, Madinah menjadi penuh sesak
oleh kambing-kambing Tsa'labah. Perhatian Tsa'labah
pun mulai tersita oleh kekayaannya. Buktinya, sete-
lah mengerjakan shalat bersama Rasulullah saw., dia
langsung ke tempat kambing-kambingnya. Semakin
hari kekayaan Tsa'labah semakin bertambah banyak.
Bahkan, lahan-lahan penggembalaan Madinah pun
sesak dibuatnya. Perhatiannya kepada kambing-kam-
bingnya semakin besar. Setelah menunaikan shalat
Jumat bersama Rasulullah saw., Tsa'labah langsung
ke tempat kambing-kambingnya. Semakin lama, se-
iring semakin besar perhatiannya kepada kambing-
kambingnya, ia malah meninggalkan shalat Jumat
dan shalat berjamaah. Suatu ketika, Tsa'labah berte-
mu dengan sejumlah orang yang sedang berkendara.
Dia pun menanyai mereka, "Kalian punya kabar apa?
Apakah ada masalah?" Ketika itulah Allah menurun-
kan firman-Nya, Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, karena zakat itu dapat membersihkan dan
menyucikan mereka (Q.S. Al-Tawbah [9]: 103).
Tidak lama kemudian, Rasulullah saw. mengang-
kat dua orang sahabatnya untuk bertugas mengum-

M u h a m m a d A l i al-Far
pulkan zakat: satu dari kalangan Anshar dan satunya
lagi dari Bani Sulaim. Beliau pun menulis surat kepa-
da mereka yang berisi ketentuan-ketentuan zakat.
Beliau memerintahkan mereka agar menarik zakat
dari semua orang yang telah wajib zakat, termasuk
zakat Tsa'labah. Mereka pun kemudian menjalankan
perintah Rasulullah saw. dan menemui Tsa'labah. D i
hadapan Tsa'labah, mereka membacakan surat
Rasulullah saw. yang berisi, "Tariklah zakat orang-
orang. Setelah selesai, kembalilah kalian kepadaku."
Namun, Tsa'labah justru menolak untuk mengeluar-
kan zakat, " D e m i Allah, zakat ini sesungguhnya
sama dengan jizyah (pajak)." Akhirnya, mereka pun
kembali menemui Rasulullah saw. Pada saat itulah
Allah menurunkan ayat, Dan di antara mereka ada
orang yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguh-
nya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya
kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan
pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.
Namun, setelah Allah memberikan sebagian dari ka-
runia-Nya kepada mereka, mereka malah kikir de-
ngan karunia itu, dan berpaling. Mereka memang
orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
Maka, Allah menimbulkan kemunafikan pada hati
mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah,
karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa
yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga

Ujian Kenikmatan '^CSK)


karena mereka selalu berdusta" (Q.S. Al-Tawbah [9]:
75-77).
Seorang laki-laki Anshar yang dekat dengan
Tsa'labah kemudian menemuinya, lantas berkata,
"Celakalah engkau, Tsa'labah! Allah telah menurun-
kan ayat tentang d i r i m u ! " Saat itu pula, Tsa'labah
langsung menghadap Rasulullah dan menghambur-
kan tanah ke kepalanya sambil menangis dan me-
manggil-manggil beliau, "Wahai Rasulullah! Wahai
Rasulullah!" Namun, beliau tidak berkenan meneri-
ma zakat Tsa'labah, bahkan sampai beliau wafat.
Pada masa Abu Bakar, Tsa'labah pergi menemui
sang khalifah sambil berkata, "Wahai Abu Bakar,
engkau tahu betul aku di tengah kaumku. Engkau
juga tahu betul tentangku di mata Rasulullah saw.
Karena itu, terimalah zakatku." Namun, Abu Bakar
tidak mau menerimanya, begitu juga ketika kekhali-
fahan Umar dan Utsman. Mereka tidak mau meneri-
ma zakat Tsa'labah. Pada masa kekhalifahan Utsman
itulah Tsa'labah meninggal. 10

Pada titik i n i , cobaan yang dialami Tsa'labah


benar-benar sangat berat. Akibatnya pun sangat dah-

, 0
H . R . A l - T h a b r a n i d a l a m al-Mu'jam al-Kabir dan I b n A b u
H a t i m . M e n u r u t al-Haitsami, dalam r i w a y a t ini terdapat A l i ibn
Y a z i d a l - H a n i y a n g statusnya matruk. K i s a h i n i juga d i d a i f k a n
a l - D z a h a b i d a l a m Mizan al-Vtidal. Bahkan, menurut I b n Hajar
d a l a m Takhrij Ahadits al-Kasysydf, sanad hadis i n i sangat d a i f ,
d a n k i s a h n y a s u d a h d i b a t a l k a n s e j u m l a h u l a m a hadis t e r d a h u l u .

M u h a m m a d A l i al-Far
syat. Orang yang diberi jiwa yang kokoh dan kuat
tidak akan mengalami hal semacam i t u . Dia pasti
tahu cara menggiring dunia. Dia juga tahu ke mana
dunia ini akan berakhir. Dia tidak akan membiarkan
dunia menuntunnya kepada keburukan dan keseng-
saraan yang sebelumnya ia kira sebagai kebaikan
dan kebahagiaan.
Nabi Sulaiman a.s. termasuk ke dalam kategori
orang seperti itu. Orang yang memohon kenikmatan
kepada Allah, dan ia tahu akibat berat yang akan
ditimbulkannya. Seandainya beliau tahu bahwa ke-
nikmatan itu tidak layak baginya, tentu beliau tidak
akan menginginkannya dan pasti lebih memilih keba-
ikan selain kenikmatan itu. Akan tetapi, beliau me-
mohon kebaikan sesuai dengan pengetahuannya.
Selain i t u , beliau juga senantiasa menjaga dirinya
agar selalu bersyukur, membebaskan kenikmatan itu
dari cengkeraman cobaan, dan membersihkannya
dari segala cela yang berakibat buruk, baik di dunia
maupun di akhirat. Karena itu, Allah Swt. memberi-
nya kekayaan yang melimpah. Hal ini terekam dalam
salah satu ayat-Nya, Dan Kami (tundukkan) angin
bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi
sama dengan perjalanan sebulan; dan perjalanannya
di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula);
dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan seba-
gian jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah

Ujian Kenikmatan
kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Siapa saja
yang menyimpang di antara mereka dari perintah
Kami, maka Kami turunkan kepadanya azab neraka
yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat
untuk Sulaiman apa yang dikehendaki-Nya dari ge-
dung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan pi-
ring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk
yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, hai
keluarga Daud, untuk bersyukur (kepada Allah).
Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang ber-
syukur (Q.S. Saba' [34]: 12-13).
Demikianlah kenikmatan yang terkadang menu-
tupi akal seseorang dan membuatnya sombong. Akal
yang sempurna tidak akan teperdaya kenikmatannya.
Hanya jiwa yang dipenuhi karunia Allah saja yang
tidak akan terbujuk olehnya. Jiwa yang senantiasa
mendapat karunia dari Pemiliknya. Jiwa seperti itulah
yang senantiasa yakin bahwa kenikmatan itu hanya-
lah cobaan dan malapetaka yang harus diwaspadai.
Dengan kesadaran ini, dia akan mampu mengendali-
kan semua kenikmatan i t u . Jika tidak, dia justru
akan lalai dibuatnya. Terjebak oleh perangkapnya.
Tidak mengetahui hak-hak yang harus ditunaikan.
Akibatnya, hanya kesengsaraan yang akan diterima
orang bersangkutan. Oleh karena itu, jangan Anda
biarkan kenikmatan membinasakan Anda. Jangan
biarkan ia mengendalikan dan menggiring Anda ke

M u h a m m a d A l i al-Far
jalan yang tidak Anda sukai. N a b i Sulaiman a.s.
seorang nabi yang mengerti betul segala nikmat
Tuhannya dan semua yang ada di balik kenikmatan
itu. Al-Quran menyebutkan pernyataan beliau, Ini
adalah karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah
aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Dan
barang siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia ber-
syukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang
siapa yang ingkar, sesungguhnya Tuhanku Mahakaya
lagi Mahamulia (Q.S. Al-Naml [27]: 40).
Dalam Ft Zhildl al-Qur'dn, Syekh Sayid Quthub
menjelaskan, "Keyakinan kuat telah mengakar di
hati Nabi Sulaiman, sehingga mampu memenuhi hak
Allah dengan sebaik-baiknya. Beliau juga meyakini
bahwa kenikmatan merupakan cobaan yang sangat
besar dan berat. Oleh karena i t u , seseorang harus
mewaspadai kenikmatan agar tidak sampai membi-
nasakan dirinya. Selain i t u , ia juga harus memohon
pertolongan kepada Allah agar selalu berada di jalan
takwa ketika ia diberi kenikmatan tersebut. Juga me-
mohon agar ia bisa mengetahui hakikat nikmat itu
dan menyadari karunia yang dilimpahkan Allah, agar
Allah senantiasa melindungi dan menolongnya.
Pada hakikatnya, Allah tidak membutuhkan syu-
kur para hamba-Nya. Seorang hamba yang bersyukur
itu sesungguhnya untuk dirinya sendiri. Karena, de-
ngan bersyukur, dia akan memperoleh tambahan

Ujian Kenikmatan ^(3K> 71


nikmat dari Allah Swt. serta pertolongan-Nya dalam
menghadapi cobaan kenikmatan itu. Bagi orang yang
ingkar, ia harus tahu bahwa Allah tidak membutuh-
kan syukur para hamba-Nya. Allah Mahamulia dan
selalu memberikan kemuliaan tanpa menunggu syukur
dari hamba-hamba-Nya yang telah ia beri kenikmat-
an." 11

Demikianlah kesabaran orang-orang yang ber-


akal dan memiliki mata batin yang tajam. Mereka
tidak tertipu dengan kenikmatan dunia. Mereka juga
tidak terbuai dengan kesenangan hidup. Karena itu,
kiranya tidak berlebihan jika kami mengatakan,
"Orang yang menginginkan (keridaan) Allah tidak
menginginkan keadaan apa pun selain yang telah di-
tetapkan atasnya." Berkenaan dengan hal ini, Umar
ibn al-Khathab mengatakan, " A k u tidak peduli ke-
adaan apa yang akan aku alami, baik yang aku sukai
atau tidak aku suka. Karena, aku tidak tahu apakah
kebaikan itu ada pada keadaan yang aku sukai atau
justru pada keadaan yang tidak aku sukai." 12

Andaikata kita mengetahui hakikatnya, pernyata-


an Umar ibn al-Khathab tadi benar-benar luar biasa
dan sangat mendalam. Pernyataan "Karena, aku t i -
dak tahu . . . " merupakan wujud penyerahan diri se-

l l
F i Zhilal al-Qur'an (V/384).
l 2
I b n A b u a l - D u n y a , al-Faraj Ba'd al-Syiddah ( h i m . 13).

f8E!>^ M u h a m m a d A l i al-Far
cara total atas kelemahannya di hadapan rencana
Allah yang tidak dapat diketahui oleh siapa pun.
Selain i t u , pernyataan tadi sekaligus menunjukkan
lemahnya manusia di balik kepasrahannya atas apa
yang telah dipilihkan Allah. Serta menunjukkan ke-
yakinan bahwa Allah senantiasa memilihkan yang
terbaik bagi para hamba-Nya. Karena itu, seorang
hamba harus selalu tenang dan tunduk kepada Tuhan-
nya atas semua yang ia dapat, banyak ataupun sedikit.
Dia mesti bersandar kepada pertolongan dan perlin-
dungan Allah, sambil berdoa, "Ya Allah, atas penge-
tahuan-Mu, aku memohon yang terbaik kepada-Mu;
berkat kekuatan-Mu, aku memohon kekuatan; berkat
karunia-Mu yang besar, aku memohon kepada-Mu.
Engkau Mahakuasa, sementara aku hamba yang t i -
dak kuasa apa-apa. Engkau Maha Mengetahui, se-
dangkan aku hamba yang tidak mengetahui apa-apa.
Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib."
Selain itu, dia mesti selalu menghadapkan dirinya
kepada Allah atas berapa pun yang Allah berikan
kepadanya. Dia juga harus mengakui ketidaktahuan
dan kelemahan dirinya di hadapan Allah. Itulah jalan
menuju kebahagiaan dan membawa kepada kete-
nangan hatinya. Dengan begitu, dirinya tahu bahwa
hanya Allah yang mengatur semua urusannya. Peng-
aturan Allah lebih baik daripada pengaturannya. Hal
ini seperti yang ditegaskan Rasulullah saw., " D i anta-

Ujian Kenikmatan
ra kebahagiaan anak-cucu Adam (manusia) adalah
kemauannya untuk memohon yang terbaik kepada
Allah. D i antara kebaikan anak-cucu Adam adalah
keridaannya terhadap ketentuan Allah. D i antara ke-
sengsaraan anak-cucu Adam adalah keengganannya
untuk memohon yang terbaik kepada Allah dan keti-
dakridaannya terhadap ketetapan Allah Swt." 13

Adapun pernyataan Umar yang mengatakan "ke-


baikan itu ada pada keadaan yang aku sukai atau
justru pada keadaan yang tidak aku sukai" menun-
jukkan bahwa dia tidak mengetahui hakikat di balik
semua peristiwa dan ketentuan Allah. Namun, ada
hal-hal yang telah dipastikan kebaikannya, seperti
Islam, memohon balasan surga, dan memohon kete-
guhan dalam menjalankan sunnah. Semua itu sudah
barang tentu baik dan maslahat. Karena itu, mohon-
lah semua hal tadi. Ada pula hal-hal yang juga telah
dipastikan keburukan dan kerusakannya, seperti ne-
raka, siksaan, kekufuran, bidah, dan kemaksiatan. Ia
tidak boleh menginginkan semua itu.
Di luar itu, Anda tidak tahu pasti apakah di da-
lamnya baik atau buruk. Bertawakallah kepada Allah.
Serahkanlah urusan Anda kepada-Nya. Mohonlah
1 3
H . R . A h m a d i b n H a n b a l d a l a m Musnad-nya. M e n u r u t al-
Haitsami, dalam riwayat ini terdapat M u h a m m a d ibn Abu
H u m a i d . I b n ' A d i m e n y e b u t k a n , k e l e m a h a n hadis i n i t e r l i h a t je-
las d a l a m r i w a y a t M u q a r i b . K e n d a t i l e m a h , ia tetap m e n u l i s n y a .
I m a m A h m a d d a n a l - B u k h a r i sendiri m e n g a n g g a p hadis i n i daif.

fp !^
5
M u h a m m a d A l i al-Far
yang terbaik untuk Anda Nya. Pasrahlah atas segala
ketentuan-Nya. Sesungguhnya Allah senantiasa me-
milihkan yang terbaik untuk kita.

Ujian Kenikmatan
3
Meyakini Kebenaran Allah

Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah


bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seorang
muslim ditimpa suatu musibah, kemudian dia meng-
ucapkan, Tnnd lillabi wa inna ilaihi raji'un, allahum-
ma ajirni fi mushibati, wa akhlif li khairan minhcC
(Sesungguhnya kami milik Allah, dan hanya kepada-
Nya kami akan kembali. Ya Allah, berilah pahala
terhadap musibah yang menimpaku, dan berilah peng-
ganti yang lebih baik daripadanya), kecuali Allah
akan memberikan pengganti yang lebih baik untuk-
nya." 1

' H . R . M u s l i m (no. 918).

76
Sebuah pelajaran berharga dari Rasulullah saw.
yang tidak mungkin dapat dilupakan Ummu Salamah—
meskipun dia belum pernah mencoba melupakan-
nya—adalah ketika Allah mengizinkan suami dan
anaknya, Salamah, berperang hingga mati syahid.
Sementara Ummu Salamah harus melewati peristiwa
yang sangat berat. Karena itulah, mereka dianggap
sebagai pasangan suami istri yang paling baik. Mereka
menjalani perjuangan hidup secara bersama-sama.
Bahkan, sejak awal masuk Islam, mereka sudah me-
miliki tujuan dan harapan yang sama.
Salamah ibn Abdullah ibn Umar ibn Abu Salamah
meriwayatkan bahwa neneknya, Ummu Salamah, se-
kaligus istri Nabi Saw. (setelah suami Ummu Salamah
mati syahid dalam peperangan, Rasulullah menikahi-
nya), menuturkan, "Setelah sepakat untuk hijrah ke
Madinah, Abu Salamah menaikkan aku ke untanya.
Pada waktu itu, aku juga membawa putraku, Salamah
ibn Abu Salamah di pangkuan. Setelah siap, Abu
Salamah menuntun unta tersebut. Tetapi kemudian,
suamiku yang sedang menuntun unta terlihat oleh
beberapa orang dari Bani al-Mughirah ibn Abdullah
ibn 'Umar ibn Makhzum. Mereka kemudian meng-
hampiri kami lalu berkata, 'Engkau sudah berani
melangkahi kami dengan membawa pergi perempuan
itu. Apakah engkau mengira bahwa kami akan mem-

Meyakini Kebenaran Allah ^3B^


biarkanmu membawa pergi wanita itu dari negeri
ini?'"
Ummu Salamah melanjutkan, "Mereka akhirnya
merebut kendali unta dari tangan suamiku. Kemudian
mereka membawaku. Melihat apa yang mereka laku-
kan, Bani al-Asad, yang merupakan kerabat Abu
Salamah, marah besar. Mereka berkata, 'Demi Allah,
kami tidak akan membiarkan anak kami bersama
ibunya ketika kalian merebut ibunya itu dari kawan
kami.' Akhirnya, mereka saling berebut menarik put-
raku, Salamah, hingga mereka berhasil melepaskan
tangannya. Bani al-Asad membawa anakku, sementara
Bani al-Mughirah menyandraku. Adapun suamiku,
Abu Salamah, melanjutkan perjalanannya ke Madinah.
Aku, suamiku, dan anakku pun terpisah. Selama di-
sandera, aku hanya bisa keluar setiap pagi dan du-
duk di Abthah. A k u terus menangis dan menangis
sampai sore hari selama setahun, atau kurang lebih
setahun. Pada suatu hari, seorang laki-laki dari bani
pamanku—salah seorang Bani al-Mughirah—lewat.
Dia melihat apa yang tengah aku alami, sampai
akhirnya dia merasa kasihan kepadaku. Orang-orang
dari Bani al-Mughirah berkata, 'Tidakkah kalian ka-
sihan kepada wanita miskin ini? Kalian telah memi-
sahkannya dari suami dan anaknya.' Mereka kemu-
dian berkata kepadaku, 'Jika mau, silakan susul
suamimu!' Pada saat yang sama, orang-orang Bani

tjS!^ M u h a m m a d A l i al-Far
"Aku tidak peduli keadaan apa yang akan aku
alami, baik yang aku sukai atau tidak aku suka.
Karena, aku tidak tahu apakah kebaikan itu
ada di keadaan yang aku sukai atau justru
di keadaan yang tidak aku sukai."
al-Asad juga mengantarkan anakku kepadaku. Tanpa
menunggu lama, aku pun langsung menaiki untaku,
memangku anakku dan merengkuhnya di pangkuan-
ku. Kemudian, aku berangkat menyusul suamiku di
Madinah. Tidak ada seorang pun yang menyertai
perjalananku. Aku sempat berharap ada orang yang
menemaniku sampai aku bertemu dengan suamiku.
Benar saja, setibanya di Tan'im, aku bertemu dengan
Utsman ibn Thalhah ibn Abu Thalhah, saudara Bani
Abd al-Bar. Dia menanyaiku, 'Wahai putri Abu
Umayah, engkau mau ke mana?' A k u menjawab,
'Aku mau menemui suamiku di Madinah.' Dia kem-
bali bertanya, 'Adakah orang yang menemanimu?'
Aku menjawab, 'Demi Allah, tidak ada yang mene-
maniku selain Allah dan anakku ini.' Utsman kemba-
li berkata, 'Sebenarnya, engkau tidak pantas diting-
galkan.' Setelah itu, dia meraih kendali unta yang
aku tunggangi, lalu menuntunnya. Demi Allah, tidak
ada seorang pun laki-laki Arab yang lebih mulia da-
ripada Utsman ibn Thalhah. Ketika tiba di sebuah
tempat persinggahan, dia menderumkan untaku dan
memintaku untuk turun, beristirahat, memulihkan
kondisi yang capek. Setelah aku turun, dia menarik
lagi untaku dan menambatkannya di sebuah pohon.
Sementara dia menuju pohon lain dan berbaring di
bawahnya. Setelah kembali pulih, dia bangun meng-
hampiri untaku. Dia kemudian menuntunnya dan

M u h a m m a d A l i al-Far
mempersilakan aku untuk naik kembali. Setelah aku
naik dan mendapat posisi yang tepat, Utsman mena-
rik kendali unta, menuntunnya lagi hingga sampai di
persinggahan berikutnya. Begitulah seterusnya, sam-
pai aku tiba di Madinah. Begitu melihat kampung
Bani Amr ibn Auf di Baqa', Utsman berkata, ' D i
kampung inilah suamimu—tempat suaminya dulu
singgah. Masuklah, semoga Allah memberkahimu.'
Setelah i t u , Utsman pun kembali bertolak ke
Makkah."
Mengakhiri kisahnya, Ummu Salamah menutur-
kan, "Demi Allah, aku tidak tahu kalau ada Ahlul
Bait lain yang mendapat musibah seperti yang me-
nimpa keluarga Abu Salamah. A k u juga tidak pernah
melihat ada seorang sahabat yang lebih mulia daripa-
da Utsman ibn Thalhah." 2

Demikianlah, berbagai peristiwa dan ujian me-


nyatukan mereka. Penderitaan berhasil mengikat dan
melembutkan hati mereka. Mereka seakan-akan satu
ruh yang menghidupi dua tubuh, sampai Allah mene-
tapkan ketentuan atas A b u Salamah dan U m m u
Salamah. Ketentuan itu betul-betul sesuai dengan apa
yang disebutkan Rasulullah saw. ketika mengajarkan
doa ini kepada Ummu Salamah setelah suaminya
mati syahid, "Ya Allah, berilah pahala terhadap mu-

2
Sirah Ibn Hisyam (11/315).

Meyakini Kebenaran Allah 81


sibah yang menimpaku, dan berilah pengganti yang
lebih baik."
Boleh saja Ummu Salamah mempertanyakan,
"Bagaimanakah pengganti yang lebih baik daripada
Abu Salamah? Adakah yang mampu menandinginya?"
Sah-sah saja ia bertanya seperti itu sekadar untuk
membanding-bandingkan, tetapi tidak terlalu beram-
bisi atas semua yang ada di balik semua itu. Tentang
keyakinan Ummu Salamah terhadap kebenaran Tuhan-
nya, ketenangan hatinya terhadap hikmah yang ada
di balik ketentuan-Nya, dan pilihan terbaik-Nya ke-
pada para hambanya, serta kabar gembira bahwa
ada pengganti yang lebih baik dalam musibahnya,
semua itu sudah disampaikan Rasulullah saw. Selain
itu, beliau juga memperlihatkan pernikahannya kepa-
da Abu Salamah untuk menunjukkan kebenaran janji
Allah kepada para hamba-Nya yang bersabar. Dari
situ, Ummu Salamah mengetahui bagaimana Allah
mengganti musibah itu dengan sesuatu yang lebih
baik.
Menurut Ibnu al-Qayyim dalam Zdd al-Ma'dd,
doa di atas adalah solusi terbaik bagi orang yang
sedang ditimpa musibah sekaligus penawar yang
paling ampuh di dunia dan akhirat. Karena, doa di
atas mengandung dua hal utama yang bisa menjadi
penghibur bagi orang yang tertimpa musibah, yaitu,
pertama^ pada hakikatnya, manusia, harta, dan kelu-

M u h a m m a d A l i al-Far
arga adalah milik Allah. Allah menjadikan harta dan
keluarga sekadar pinjaman hamba-Nya. Karena itu,
ketika pinjaman tadi diambil, hal itu sama dengan
orang yang meminjamkan sesuatu kemudian meng-
ambilnya kembali dari orang yang dipinjaminya.
Selain itu, barang pinjaman tidak terlepas dari dua
kemungkinan: awalnya tidak ada dan akan kembali
tidak ada. Kepemilikan seseorang terhadap harta ke-
kayaannya bagaikan kepemilikan barang pinjaman
yang hanya dimiliki dalam waktu yang sebentar. Dia
sendiri juga bukan yang membuat harta itu ada sete-
lah sebelumnya tidak ada, sehingga dengan demikian
hak miliknya tidak penuh. Dia juga tidak berkuasa
sedikit pun untuk menjaga harta itu dari segala ben-
cana yang menimpanya, sehingga keberadaan harta
itu pada dirinya tidak mungkin selamanya. Dia tidak
memiliki otoritas dan kepemilikan yang penuh terha-
dap hartanya. Tugasnya hanyalah mengelola harta
itu, bukan memilikinya. Karena itu, dia tidak boleh
menggunakan harta kekayaan itu kecuali harus sesuai
dengan apa yang diperintahkan pemilik aslinya.
Kedua, tempat kembali seorang hamba adalah
Allah, Penolongnya yang hak. Karena i t u , dia harus
meninggalkan dunia ini. Tidak hanya itu, dia datang
kepada Tuhannya dalam keadaan seorang diri, seperti
pertama kali dia diciptakan. Dia datang tanpa mem-
bawa istri, harta, dan keluarga. Hanya kebaikan atau

Meyakini Kebenaran Allah


keburukanlah yang harus dia bawa. Jika itu awal
dan akhir keberadaan seorang hamba, lantas kenapa
dia harus merasa senang dengan keberadaan harta
atau sedih dengan ketiadaannya? Persepsi seseorang
tentang awal dan akhir kehidupannya yang seperti
ini merupakan penawar yang paling ampuh untuk
mengobati penyakit i n i .
Penawar lainnya adalah dengan cara mengetahui
secara yakin bahwa musibah yang menimpa sese-
orang bukanlah suatu kesalahan, dan kesalahan yang
dilakukannya bukanlah suatu musibah, sebagaimana
ditegaskan Allah dalam firman-Nya, Tidak satu ben-
cana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri kecuali telah tertulis dalam kitab
(Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka terhadap apa yang luput dari kamu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membang-
gakan diri (Q.S. Al-Hadid [57]: 22-23).
Penawar berikutnya adalah melihat setiap musi-
bah yang terjadi. Dengan begitu dia akan mengetahui
Tuhannya memberikan sesuatu yang setimpal kepa-
danya atau yang lebih baik. Jika rida dan bersabar,
dia akan diberikan sesuatu yang lebih baik dari mu-

Muhammad Ali al-Far


sibah tersebut dengan berlipat ganda. Bahkan, jika
berkehendak, Allah akan menjadikan setiap musibah
itu sebagai sesuatu yang lebih baik.
Penawar lainnya adalah mematikan api musibah
dengan air kesabaran orang-orang yang selalu men-
dapat musibah. Tujuannya agar dia mengetahui bah-
wa di setiap lembah ada orang-orang yang ditimpa
musibah. Melihat ke kanan, yang terlihat hanya ke-
sengsaraan. Melihat ke kiri, yang terlihat hanyalah
kesedihan. Seandainya dia melihat lebih jauh, tidak
ada siapa pun selain orang yang sedang mendapat
cobaan, baik karena tidak berhasil memperoleh se-
suatu yang diinginkan atau memperoleh sesuatu yang
tidak menyenangkan. Dia melihat keburukan dunia
bagaikan bunga tidur atau bayangan yang sekejap.
Jika banyak tertawa, nanti dia akan banyak mena-
ngis. Jika senang sehari, nanti dia harus menyesal
selama setahun. 3

Selain i t u , keyakinan seseorang terhadap kebe-


naran janji Allah juga akan semakin memperkuat
ikatan dirinya dengan Allah, meskipun dia berada
dalam satu keadaan yang sulit bagi dirinya untuk
membenarkannya atau sulit bagi akal sehat untuk
menghubungkan antara kejadian dengan akibat keja-

l
Zad al-Ma'ad (IV/173).

Meyakini Kebenaran Allah '^t^S) 85


dian itu, karena keadaan yang bertentangan di antara
keduanya.
Khabbab ibn al-Aratt menuturkan, "Pada suatu
ketika, kami mengeluh kepada Rasulullah saw. yang
saat itu sedang berbaring di sisi Ka'bah sambil berse-
limut, Tidakkah engkau ingin memohonkan perto-
longan untuk kami? Tidakkah engkau ingin mendoa-
kan kami?' Beliau menjawab, 'Sebelum kalian, pernah
ada orang yang dimasukkan ke lubang galian. Ada
juga orang yang kepalanya dibelah dengan gergaji.
Ada juga orang yang daging dan tulang tubuhnya
dikerok dengan sisir besi. Namun, kekejaman itu t i -
dak sedikit pun memalingkan mereka dari agamanya.
Demi Allah, Islam ini tidak akan sempurna hingga
seorang penunggang hewan yang berjalan dari Shana'a
ke Hadhramaut tanpa ada perasaan takut kecuali
kepada Allah, walaupun serigala ada di antara hewan
gembalaannya. Lalu, kenapa kalian terburu-buru." 4

Allah menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-


orang yang benci tidak menyukainya. Hal ini seperti
yang terjadi pada 'Ammar ibn Yasir r.a. Ketika hari
sedang sangat panas, orang-orang Bani Makhzum
menyeret Yasir, ayah, dan ibunya—mereka adalah
keluarga muslim. Semuanya disiksa orang-orang Bani
Makhzum di bawah panasnya matahari M a k k a h .

4
H . R . Al-Bukhari.

M u h a m m a d A l i al-Far
Ketika itu, Rasulullah saw. melewati mereka. Namun,
beliau tidak dapat berbuat apa-apa selain memberi-
kan kabar gembira, "Bersabarlah, wahai keluarga
Yasir. Sebab, tempat kalian adalah di surga." 5

Mereka bukanlah budak yang harus dimerdeka-


kan, melainkan orang-orang yang tertindas di muka
bumi. Mereka tidak memiliki kekuatan apa pun bagi
dirinya. Mereka tidak memiliki apa-apa kecuali Allah
sebagai tempat berlindung dan bersandar yang ko-
koh. Mereka meyakini Allah dan Rasul-Nya. Percaya
terhadap janji-Nya. Rida terhadap ketentuan-Nya.
Tidak ada keraguan sedikit pun di hati mereka. Ke-
teguhan hati mereka selamanya tidak tergoyahkan.
Suatu ketika, ayah 'Ammar bertanya-tanya, "Wahai
Rasulullah, apakah memang harus seperti ini?" Beliau
menanggapi, "Bersabarlah." Selanjutnya, beliau ber-
kata, "Ya Allah, ampunilah keluarga Yasir. Engkau
sudah bersabar." 6

Mereka semua senantiasa bersabar hingga Allah


memutuskan masalahnya-Nya. Pada waktu ibu Yasir
mereka bunuh, dia tidak mau memilih apa-apa selain
Islam. Dia tetap mempertahankan keislamannya. Dia

5
H . R . A l - H a k i m d a l a m al-Mustadrak, al-Thabrani dalam
al-Mu'jam al-Kabir, d a n al-Baihaqi d a l a m Syiiab al-Iman. Menurut
a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .
6
H . R . A h m a d . M e n u r u t a l - H a i t s a m i , para r a w i n y a adalah
p a r a r a w i a l - B u k h a r i d a n M u s l i m , n a m u n sanadnya munqatbi'
(terputus).

Meyakini Kebenaran Allah


tidak peduli meski darahnya ditumpahkan. Dia tidak
bisa ditundukkan dengan kemusyrikan dan para pe-
lakunya. Dia tetap teguh memilih kemuliaan, dan te-
nang terhadap kebenaran janji Allah dan Rasul-Nya.
Tidak goyah sedikit pun. Sampai akhirnya dia mati
syahid. Bahkan, ia dicatat sebagai wanita syahid per-
tama dalam Islam. Tidak lama kemudian, ayah 'Ammar
menyusulnya. Dia mampu menahan sakitnya pende-
ritaan dengan hati yang tenang karena yakin dengan
pahala di sisi Allah. Dia tetap hidup di sisi-Nya, se-
mentara pembunuhnya tewas. Itulah kenyataannya.
Allah pun kemudian menyempurnakan ketentu-
annya. Terbangunlah sebuah pemerintahan Islam.
Maka janji Allah dan Rasul-Nya pun terbukti, sam-
pai seorang pengendara berangkat dari Shana'a ke
Hadhramaut tidak ada yang ditakutinya selain Allah.
Tidak ada yang ditakutinya, meskipun serigala ber-
ada ada di tengah-tengah binatang ternak. Umar ibn
al-Khathab pun menjanjikan wilayah Kufah kepada
Yasir, sampai dia menetap dan tenang di sana, kemu-
dian dibacakanlah salah satu firman Allah, Kami
akan memberi karunia kepada orang-orang yang ter-
tindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan
mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-
orang yang mewarisi (bumi) (Q.S. Al-Qashash [28]:
5).

88 fpS^ M u h a m m a d A l i al-Far
'Ammar benar-benar ingin membuktikan kebe-
naran janji Allah. Dia tidak tergoda sedikit pun bu-
jukan dunia, tidak senang sedikit pun dengan kenik-
matan dunia, tidak pula bersedih hati ketika dunia
itu dicabut darinya, meski keadaan telah berubah
dan w a k t u terus berputar di tengah manusia.
Rasulullah saw. menjanjikan pahala mati syahid ke-
padanya. Beliau menjamin bahwa dia bakal berumur
panjang, tidak berpaling sedikit pun darinya, sampai
mendapatkan apa yang telah dijanjikan. 'Ammar ter-
masuk salah seorang yang meyakini kebenaran janji
Allah.

Meyakini Kebenaran Allah ^(31^


4
Sejumlah Pelajaran Berharga

Allah Swt. berfirman, Karena mungkin kamu tidak


menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaik-
an yang banyak padanya (Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).
Maksud ayat ini adalah agar manusia tidak ber-
sandar pada pandangannya yang terbatas, dan agar
tahu bahwa kehendak Allah bagi manusia lebih baik
daripada kehendaknya bagi diri sendiri. Kendati me-
nurut penglihatannya dalam kehendak itu ada sesua-
tu yang buruk, tetapi dia harus memperkokoh hati-
nya untuk tetap rida atas ketentuan-Nya serta
mengimani bahwa dalam ketentuan-Nya terdapat
kebaikan bagi dirinya, baik di dunia maupun di
akhirat. Dan hikmah di balik itu tidak mungkin ter-
lihat pandangan mata lahir. Terkadang, hikmah Allah

90
membawa kebaikan kepada semua orang. Allah men-
datangkan kemaslahatan kepada mereka dengan cara
memberikan ujian kepada satu orang. Kebaikan yang
ditujukan untuk semua orang tentu saja lebih baik
daripada kebaikan yang ditujukan untuk satu orang.
Sayangnya, manusia sering kali tidak melihat sisi ini.
Contohnya, seseorang mengamputasi salah satu ang-
gota tubuhnya demi kemaslahatan seluruh tubuhnya.
Contoh lain, seorang panglima perang mengorbankan
beberapa tentaranya demi menjaga para tentara lain
yang lebih banyak. Lebih daripada itu, tujuan pang-
lima itu adalah kemenangan dan kejayaan. Hanya
Allah yang memiliki perumpamaan yang hebat.
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu.
Seandainya memiliki kekuatan, tentu kalian tidak
akan melakukannya. Maksudnya, seandainya kalian
mengetahui harapan yang paling tinggi.
Atas karunia dan hikmah Allah, ibu Musa berani
menghanyutkan putranya di sungai N i l . Seandainya
manusia dan jin berkumpul dan diminta untuk mela-
kukan hal tersebut, tentu mereka sepakat tidak akan
melakukannya. Karena, tidak ada jaminan keselamat-
an bagi anak yang dihanyutkan itu. Allah Swt. ber-
firman, Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susutlah
dia" (Q.S. Al-Qashash [28]: 7).
Begitulah ilham diberikan. Melalui ilham itu, ibu
Musa berkeinginan untuk menghidupi putranya de-

Sejumlah Pelajaran Berharga


ngan cara melakukan sebab-sebab kehidupan itu sen-
diri, yaitu menyusui. Sementara menyusui adalah
suatu keadaan saat ibu dan anak berada begitu de-
kat. Kita tidak dapat membayangkan besarnya kasih
sayang dan perhatian sang ibu terhadap putranya
pada saat menyusui. Diriwayatkan bahwa pada suatu
ketika Nabi saw. kedatangan para tawanan. D i anta-
ra mereka ada seorang wanita yang masih mengelu-
arkan air susu. Begitu melihat ada anak bayi di te-
ngah mereka, wanita itu langsung memangkunya.
Setelah itu, dia menempelkan bayi tersebut pada pe-
rutnya dan menyusuinya. Melihat hal itu, Nabi saw.
berkata kepada para sahabatnya, "Pernahkah kalian
melihat wanita ini melemparkan bayinya ke dalam
api?" Para sahabat menjawab, "Belum. Dia tidak
akan pernah berani melemparkannya." Beliau me-
nanggapi, "Allah menyayangi para hamba-Nya lebih
dari sayangnya wanita ini kepada bayinya." 1
Bahkan,
naluri pertama yang mendorong seorang ibu adalah
memberikan air susunya kepada bayinya. Demikian
halnya anak bayi, ia akan selalu membutuhkan ibu-
nya ketika masa-masa ia menyusu.
Allah Swt. berfirman, Dan apabila kamu khawa-
tir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)
(Q.S. Al-Qashash [28]: 7).

'H.R. Al-Bukhari.

M u h a m m a d A l i al-Far
"Camkan baik-baik, ketika Allah tidak
memberimu sesuatu, itu bukan berarti Dia
pelit, tapi justru menyayangimu.
Tidak memberinya Allah sesungguhnya
adalah 'pemberian'. Hanya orang yang benar
yang mengetahui pemberian itu."
Akal sehat manusia dapat membayangkan ke-
khawatiran seorang ibu terhadap bayinya, sementara
dia tetap menginginkan bayi itu bertahan hidup mes-
ki dihanyutkan ke sungai. Namun, rencana Allah t i -
dak mungkin dijangkau penglihatan hati sekalipun,
bahkan tidak dapat terpikirkan seorang ahli pun.
Allah Swt. kemudian berfirman, Dan janganlah kamu
khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepa-
damu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul (Q.S. Al-Qashash [28]: 7).
Demikianlah Allah menyatukan perpisahan dan
mengeluarkan kebaikan dari sarang keburukan. Allah
menjadikan ibu Musa begitu pasrah dengan keadaan
yang sebelumnya hampir saja putus asa. Hatinya
khawatir dan gelisah. Hanya bayinya yang terpikir di
benaknya.
Begitu mendengar putranya berada di rumah
musuh, Firaun, ibu Musa semakin khawatir. Seandai-
nya Allah tidak meneguhkan hatinya, dia ingin sekali
merebutnya. Namun, Allah berkehendak lain. Musa
tetap berada di pangkuan Firaun dan Firaun menja-
dikannya sebagai penyenang hati, bahkan hendak
menjadikannya sebagai putra. Padahal, seandainya
Firaun dapat melihat hal yang sebenarnya, dia pasti
akan tahu bahwa penyenang hatinya ini kelak akan
menjadi lawan. Kenyataannya, dia tetap melindungi

fSE!^ M u h a m m a d A l i al-Far
dan menganggap dirinya sebagai tempat bayi tersebut
berlindung. Allah telah membuat tipu daya kepada
Firaun. Amat berbeda antara rencana Allah dengan
rencana makhluk-Nya. Allah adalah pembuat tipu
daya yang terbaik.
Demikianlah tanda kebesaran Allah yang meng-
gambarkan dimensi yang sesungguhnya. Tidak lama
setelah itu, ibu Musa mengirimkan saudara perempu-
an Musa. Inilah salah satu bentuk ketawakalan ibu
Musa kepada Allah yang disertai dengan usaha un-
tuk melakukan sebab-sebab. Hukum Allah pun terja-
di terhadap makhluk-Nya. Dalam hukum Allah, kita
tidak pernah menemukan kekurangan sedikit pun.
Saudara perempuan Musa pun tahu bahwa Musa
rupanya menolak menyusu kepada para wanita yang
akan menyusuinya. Karena i t u , dia pun menunjuk-
kan mereka kepada ibu Musa. Akhirnya, Musa pun
kembali ke pangkuan ibunya. Kebenaran janji Allah
pun terbukti. Sang ibu begitu gembira. Namun, sia-
pakah yang mampu mengetahui hikmah dan rencana
Allah ini? Tidak banyak yang mengetahuinya.

BERANGKAT KE MADYAN

Allah memberikan ilmu dan hikmah kepada Musa


setelah Musa beranjak dewasa. Allah pun menghen-
daki Musa berangkat ke Madyan, negeri Nabi Syu'aib.

Sejumlah Pelajaran Berharga '^tSK) 95


Al-Quran menyebutkan, Dan tatkala menghadap ke
arah Madyan, ia berdoa (lagi), "Mudah-mudahan
Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar" (Q.S.
Al-Qashash [28]: 22).
Demikianlah yang dilakukan orang yang keya-
kinannya sudah melekat saat menghadapi kesulitan
dan kesengsaraan. Seperti itulah juga ketika keyakin-
an bahwa Allah akan senantiasa menunjukkan jalan
yang lurus telah bersemayam di hati, meskipun jalan
itu bercabang-cabang. Dia tidak akan pernah tersesat
dan terjebak. Kami tidak mengatakan apa-apa selain
yang diridai Tuhan-Nya. Tidak sedikit pun Musa
berpaling dari sesuatu yang diridai-Nya. Dia senan-
tiasa berada bersama Allah. Berharap agar Allah
memberinya petunjuk dan kebaikan. Benar saja, t i -
dak lama kemudian, kebaikan yang diharapkan pun
datang. Tepatnya, ketika dia sampai di sebuah sum-
ber air Madyan. Jiwa kesatria dan akhlaknya yang
mulia muncul ketika melihat dua orang perempuan,
seperti yang Al-Quran sebutkan, Maka Musa mem-
beri minum (ternak) kedua perempuan itu, kemudian
dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan se-
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku"
(Q.S. Al-Qashash [28]: 24).
Dalam al-Biddyah wa al-Nihdyah, Ibn Katsir me-
nyebutkan dari Ibn Abbas bahwa ketika itu Musa

M u h a m m a d A l i al-Far
bertolak dari Mesir ke Madyan. Selama di perjalan-
an, tidak ada yang dimakannya selain sayur-sayuran
dan daun-daun pohon. Ia berjalan tanpa alas kaki
karena sandalnya lepas dari telapak kakinya. Hamba
pilihan Allah itu pun duduk di tempat teduh, semen-
tara perutnya rapat dengan punggungnya karena sa-
king laparnya. Hijaunya warna sayuran terlihat dari
dalam perutnya. Ia benar-benar membutuhkan se-
buah kurma. 2

Ibn 'Atha'illah al-Sakandari mengatakan, "Lihat-


lah bagaimana Musa memohon kepada Tuhan. Ia
tahu bahwa tidak ada yang kuasa melakukan sesuatu
selain Allah. Demikianlah yang seharusnya dilakukan
seorang mukmin. Baik dalam urusan besar maupun
kecil, dia tetap harus memohon kepada-Nya. Seba-
gian orang mengatakan, 'Bahkan, sampai urusan
asinnya adonan, aku memohon kepada Allah dalam
shalatku.' Wahai orang mukmin, dalam hal apa pun,
engkau harus meminta kepada Allah, meski yang
engkau minta itu sedikit. Karena, jika engkau tidak
memintanya meski untuk sesuatu yang sedikit, nisca-
ya engkau tidak menemukan tuhan selain Dia yang
dapat memberimu sesuatu."
Meskipun hal yang diminta itu hal kecil, tetapi ia
akan menjadi kunci pembuka untuk memohon hal

2
Al-Bidayak wa al-Nihayah (1/243).

Sejumlah Pelajaran Berharga


yang besar. Karena itu, setidaknya ada tiga pelajaran
penting dalam ayat di atas.
Pertama, seorang mukmin harusnya tetap memo-
hon kepada Allah, baik dalam hal-hal kecil maupun
besar.
Kedua, dalam munajat, Musa menyebut nama
Tuhannya. Ia memang layak menyebut-Nya di tempat
itu. Karena, hanya Tuhan yang mendidiknya dengan
kebaikan-Nya. Hanya Tuhan yang senantiasa mem-
berinya makanan setiap pagi. Karena i t u , seorang
hamba sudah sepantasnya terlebih dahulu memohon
kasih sayang-Nya. Pada saat berdoa, dia mesti me-
nyebut nama Tuhan yang rahmat dan kasih sayang-
Nya tidak pernah terputus.
Ketiga, dalam Al-Quran disebutkan, Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan
yang Engkau turunkan kepadaku. Dalam ayat ini,
Musa tidak hanya mengatakan, " A k u sangat mem-
butuhkan kebaikan." Seandainya yang Musa katakan
hanya itu, niscaya tidak terkandung pengertian bah-
wa hanya Allah yang menurunkan rezekinya. Allah
dianggap tidak memperhatikan hamba-Nya. Karena
itu, firman Allah "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku" menunjukkan bahwa Musa per-
caya dan mengetahui Allah. Musa tidak akan pernah
melupakan-Nya. Dalam ayat itu, Musa seakan-akan

M u h a m m a d A l i al-Far
mengatakan, "Ya Tuhanku, aku tahu bahwa Engkau
tidak akan pernah mengabaikan masalahku, tidak
pula mengabaikan apa pun yang Engkau ciptakan.
Engkau sudah menurunkan rezekiku. Maka tunjuk-
kanlah aku kepada yang Engkau turunkan sesuai
dengan kehendak, kebaikan, dan kasih-sayang-Mu." 3

Inilah sisi lain yang menunjukkan keyakinan


Musa kepada Allah. Jika seorang hamba mensyukuri
segala pertolongan Tuhannya, mengakui segala karu-
nia dan kasih-sayang-Nya, hamba itu berhak menda-
patkan seperti yang disebutkan Al-Quran, Sesungguh-
nya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu (Q.S. Ibrahim [14]: 7).
Kebenaran Allah terbukti nyata. Ayah kedua pe-
rempuan itu kemudian mengirimkan seseorang untuk
mencari Musa. Allah memberikan kasih sayang-Nya
kepada ayah kedua perempuan itu ketika mendengar
kabar tentang Musa. Setelah itu, ia pun menikahkan
salah satu putrinya itu dengan Musa. Itulah karunia
Allah yang diberikan kepada orang yang dikehen-
daki-Nya. Allah Mahaluas karunia-Nya dan Maha
Mengetahui.

3
I b n ' A t h a i l l a h , al-Tanwir ( h i m . 83).

Sejumlah Pelajaran Berharga ^C^IK]


MUSA DAN FIRAUN
Musa kemudian membawa pergi istrinya. D i tengah
perjalanan, Allah berbicara langsung kepadanya dan
mengangkatnya sebagai Rasul untuk menyampaikan
risalah Allah kepada Firaun dan kaumnya. Akan te-
tapi, Firaun bersikeras menolaknya. Firaun memang
sosok yang sombong dan termasuk salah satu peru-
sak di muka bumi. Bahkan, jika melihat Musa, Firaun
ingin segera membunuhnya. Ini sudah cukup mem-
buktikan keburukannya. Namun, ketentuan Allah
tetaplah baik, meskipun kebaikannya tidak terlihat.
Bisa saja karena mereka membenci sesuatu. Namun,
Allah tetap menjadikan kebaikan yang melimpah di
dalamnya. Demikianlah kehendak Allah.
Suatu ketika, Musa dan Harun menemui Firaun.
Mereka bermaksud beradu argumen dengannya.
N a m u n , ketika kalah, Firaun justru mendustakan
dan mendurhakai mereka. Dia mengklaim sesuatu
yang sangat buruk. D i situ, Allah hendak memperli-
hatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada Musa.
Firaun berpaling dan menolak seruan mereka. Dia
bangkit dan berseru, " A k u adalah Tuhan kalian."
Tidak hanya i t u , dia mengumpulkan para tukang si-
hir dan memerintahkan mereka untuk mengalahkan
Musa. Namun, kalimat Allah tetap tidak ada yang
mengalahkan. Firaun pada akhirnya kalah, dan tipu
dayanya kembali kepada dirinya sendiri. Saat itulah

flE^ M u h a m m a d A l i "al-Far
tukang-tukang sihir andalannya tunduk dan bersujud
kepada Tuhan mereka. Mereka percaya kepada Tuhan
Musa dan Harun meski di bawah ancaman Firaun.
D i situlah mereka merasakan manisnya ketenangan
di sisi Allah.
Munculnya sekelompok kecil (Bani Israil) telah
membuat Firaun marah. Kemudian, dia pun meng-
atur rencana jahat terhadap Musa dan kaumnya.
Namun, Allah tetap menginginkan kebaikan kepada
mereka (Bani Israil) meski kebaikan itu tidak kasat
mata. Al-Quran merekam kejadiannya, Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah peng-
ikut-pengikut Musa, "Sesungguhnya kita benar-benar
akan tersusul" (Q.S. Al-Syu'ara' [26]: 61).
Ketika melihat para tukang sihir andalannya meng-
ikuti Musa, Firaun benar-benar marah. Kedudukannya
terguncang. Bersama bala tentaranya, dia pun meng-
atur rencana. Baginya, Musa dan kaumnya bukan
kekuatan besar. Mustahil ada yang bisa menyelamat-
kan mereka. Lautan di depan mereka, sedangkan
kematian di belakang mereka. D i manakah kebaikan
untuk Musa dan kaumnya?
Hati Musa yang sudah tenang dengan Tuhannya
melihat Firaun sebagai kesesatan yang nyata. Semen-
tara ia tetap berada di sisi Allah, berlindung di ba-
wah naungan kasih sayang-Nya, dan percaya dengan
rencana-Nya. Karena i t u , Musa berkata, Sekali-kali

Sejumlah Pelajaran Berharga ^C31^ 101


tidak akan tersusul. Sesungguhnya Tuhanku beserta-
ku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku
(Q.S. Al-Syu'ara' [26]: 62).
Balasan dan kekuatan bagi orang yang berhati
tenang ada di sisi Allah. Musa sendiri adalah nabi
yang berbicara dengan Allah secara langsung. Nabi
yang memiliki kedudukan terhormat di sisi-Nya. Allah
pun menolongnya, juga Nabi Muhammad saw.
Dalam situasi terjepit; di depan laut, sementara
di belakangnya Firaun dan tentaranya mengejar,
Musa diperintahkan Allah untuk memukulkan tong-
katnya ke lautan. Al-Quran menyebutkan, Lalu Kami
wahyukan kepada Musa, "Pukullah lautan itu de-
ngan tongkatmu. 99
Maka, lautan itu pun terbelah dan
tiap-tiap belahan menjadi seperti gunung yang besar.
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain.
Dan Kami selamatkan Musa dan semua orang bersa-
manya (Q.S. Al-Syu'ara' [26]: 62).
Demikianlah kehendak Allah. Dia mewujudkan
kehendak-Nya itu. Tidak ada yang dapat menolak
ketentuan-Nya. Tidak ada yang dapat membangkang
semua perintah-Nya. Dia menghendaki kaum Musa
menjadi pemimpin setelah sebelumnya mereka menja-
di orang-orang yang tertindas di muka bumi. Dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang
yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak men-
jadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka

Muhammad Ali al-Far


orang-orang yang mewarisi (bumi) (Q.S. Al-Qashash
[28]: 5).
Allah juga berkehendak menjadikan Firaun dan
kaumnya sebagai pemimpin, tetapi pemimpin orang-
orang yang ditelantarkan.

MUSA DAN KHIDIR

Dikisahkan, Musa ditanya seseorang tentang pendu-


duk bumi yang paling alim. Ia menjawab, "Akulah
penduduk bumi yang paling alim i t u . " Musa tidak
menyatakan bahwa yang lebih mengetahui adalah
Allah. Allah pun berkehendak memberikan ilmu ke-
pada Musa. Musa melanjutkan, "Kami tahu bahwa
ilmu kami untuk mengetahui hikmah di balik semua
peristiwa yang terjadi sangat terbatas. Ketika seseo-
rang sudah sampai kepada akal lembutnya, dan me-
ngira dirinya sudah pantas memiliki pengetahuan,
maka dia akan terus mengetahui pengaturan Allah
atas kerajaan-Nya. Dia juga akan senantiasa membu-
tuhkan ilmu dan petunjuk Allah. Dialah Allah Tuhan
Yang Mahaluas dan Maha Mengetahui segala se-
suatu."
Sebelumnya, Allah memberi tahu Musa bahwa
di tempat pertemuan dua arus air laut ada seorang
hamba yang saleh bernama Khidir. Allah telah mem-
berikan pengetahuan kepada hamba saleh itu yang

Sejumlah Pelajaran Berharga


tidak diberikan kepada Musa. Hamba itu mendapat-
kan ilmu yang tidak boleh disampaikan kepada Musa.
Ilmu itu didapatkannya langsung dari Tuhannya Yang
Maha Mengetahui. Musa sangat mencintai ilmu. Ia
sangat ingin menuntut ilmu i t u . Maka, Musa pun
bermaksud menemui hamba saleh itu di tempat per-
temuan dua arus laut tadi untuk mempelajari ilmu
yang belum diketahuinya. Dia akan mempelajarinya
sekuat tenaga meski harus membutuhkan w a k t u
yang lama dalam menjalaninya. Hal itu ia lakukan
karena ia sangat mencintai ilmu.
Musa dan pelayannya, Yusya' ibn Nun, pun meng-
arungi lautan untuk menemui Khidir di tempat perte-
muan dua arus laut tersebut. Ketika itu, Allah mem-
beri Musa tanda atas keberadaan Khidir dengan
hilangnya ikan yang dibawa Musa dan pelayannya
sebagai bekal perjalanan. Ketika ingin makan, Musa
meminta pelayannya menyiapkan ikan yang ia bawa
sebagai bekal mereka. Yusya' bin N u n pun merasa
kehilangan ikan tersebut. Setelah mencari-carinya,
akhirnya dia pun menemukan ikan tersebut masih
hidup berkat perintah Tuhannya. Ikan itu berenang
mundur di laut. Yusya' sangat kaget dibuatnya.
Begitu menceritakannya kepada Musa, Musa berkata,
"Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kem-
bali, mengikuti jejak mereka semula (Q.S. Al-Kahf
[18]: 64).

104 Muhammad Ali al-Far


Akhirnya, mereka pun kembali ke tempat ikan
mereka hilang. D i sanalah tempat seorang hamba
saleh bernama Khidir tadi. Ketika i t u , Khidir mene-
mui Musa dan mengucapkan salam kepadanya, lantas
bertanya, "Bagaimana salam di negerimu?" Selanjut-
nya, Musa dan Khidir pun berkenalan. Sebagai se-
orang penuntun ilmu yang beradab, Musa berkata
kepada Khidir, " A k u datang kepadamu untuk belajar,
semoga engkau berkenan mengajariku i l m u . " Ketika
itu, Musa menunjukkan semangatnya yang besar un-
tuk menuntut ilmu, kesabarannya dalam menuntut
ilmu, serta ketaatannya sekuat tenaga untuk meng-
ikuti ketentuannya. Dalam hal ini, Musa menunjuk-
kan sikap lemah lembut. Musa sendiri adalah nabi
yang paling mengetahui Khidir, sang Wali—sebagian
pendapat bahkan menyebut Khidir adalah seorang
nabi—sekaligus ilmu yang khusus Allah berikan ke-
padanya. Akan tetapi, Musa yang Allah buat rendah
diri dalam menuntut ilmu, ternyata tidak berhasil
memperoleh ilmu meskipun sebenarnya lebih tahu
daripada orang yang ditemuinya i t u . Demikianlah
memang etika dan akhlak para nabi. Kala itu, Khidir
menjawab, "Wahai Musa, aku memiliki ilmu yang
Allah ajarkan kepadaku, namun tidak engkau keta-
hui. Engkau juga memiliki ilmu yang Allah ajarkan
kepadamu, namun tidak aku ketahui. Sewaktu meng-
ikutiku nanti, engkau jangan sekali-kali menanyakan

Sejumlah Pelajaran Berharga /


^ ^ ^ 105
apa pun sampai aku menjelaskannya kepadamu.
Engkau harus sabar bersamaku." Demikianlah per-
syaratan yang diberikan Khidir kepada Musa. Setelah
sepakat, mereka pun berangkat.
Musa memang sudah mempersiapkan diri untuk
belajar kepada Khidir, baik fisik maupun mental.
Dialah penuntut ilmu sejati. Tidak ingin ada perma-
salahan yang terlewatkan. Tidak ingin ada satu pela-
jaran dan petuah yang sia-sia. Semua itu ia lakukan
berkat kesungguhan demi mencapai tujuan yang
diinginkannya.
Mereka kemudian naik kapal, menuju ke sebuah
pulau. Tidak lama perjalanan, kapal itu pun merapat
di bibir pantai. Para penumpang tahu bahwa yang
baru naik kapal itu adalah Khidir, sehingga mereka
tidak memungut upah sedikit pun darinya sebagai
bentuk penghormatan. Khidir lantas berpindah ke
bagian belakang kapal. Setelah itu, ia melepas salah
satu papan kapal tadi, sehingga kapal itu pun rusak
berlubang. Melihat hal itu, Musa pun terkejut dan
lupa terhadap janjinya. Ia bertanya, "Seperti inikah
balasan terhadap kebaikan kaum yang telah mem-
bawa kita tanpa memungut upah sedikit pun? Engkau
malah melubangi dan merusak kapal mereka." Khidir
menjawab pertanyaannya tanpa melirik sedikit pun,
Bukankah aku telah berkata, "Sesungguhnya kamu

106 M u h a m m a d A l i al-Far
tidak akan sabar bersamaku sedikit pun" (Q.S. A l -
Kahf [18]: 72).
Setelah Khidir berkata demikian, Musa pun me-
nyadari perjanjiannya. Meski begitu, hatinya terus
bertanya-tanya. Karena, sejauh pengetahuannya, jika
sebuah kapal dilubangi maka kapal itu akan rusak.
Akibatnya, Khidir akan diprotes keras para penum-
pangnya. Lantas, di manakah letak kebaikannya?
Setelah i t u , mereka pun keluar dari kapal tadi dan
melanjutkan perjalanan.
Meski masih diliputi rasa penasaran, Musa sudah
bertekad akan tetap belajar dan mendapatkan ilmu
dari Khidir. Ia memang telah mempersiapkan hati
dan mental yang kuat. Akhirnya, mereka kembali
berangkat. Masih di pesisir pantai, mereka bertemu
dengan seorang anak yang sangat lucu sedang ber-
main bersama teman-temannya. Belum juga rasa pe-
nasaran Musa hilang dengan kejadian di kapal tadi,
ia melihat Khidir sudah menarik kepala anak kecil
itu lalu mematahkannya dengan tangannya. Kali ini
Musa kembali terkejut. Ia benar-benar tidak tahan
melihatnya, lalu berkata keras-keras, Mengapa kamu
membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia mem-
bunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melaku-
kan suatu yang mungkar (Q.S. Al-Kahf [18]: 74).
Menurut akal sehat, orang yang membunuh ha-
rus mendapat hukuman. Pasalnya, secara kasat mata

Sejumlah Pelajaran Berharga


/
^t38) 107
membunuh adalah perbuatan keji. Akal sehat sama
sekali tidak dapat menerima bahwa di balik pembu-
nuhan ada kebaikan. Bagaimana mungkin anak yang
belum ternodai kesalahan apa-apa kepalanya harus
dipatahkan begitu saja? Selain i t u , tidak mungkin
seseorang berani membunuh jika di hatinya masih
ada perasaan belas kasihan. Bagaimana bisa orang
yang tidak bersalah apa-apa harus dibunuh? Orang
yang melakukan hal itu harus mendapat hukuman
dan sanksi yang berat. Apalagi yang dibunuh adalah
anak kecil yang belum pernah melakukan kesalahan
apa-apa. Bagaimana mungkin seorang anak kecil me-
lakukan kesalahan, kesalahannya pun tidak tahu?
Kemudian, bagaimana reaksi kedua orangtua ketika
mengetahui anaknya yang tidak berdosa dibunuh
orang? Kesalahan apa yang membuat anak mereka
harus dibunuh? Aneh, memang aneh, jika ada keba-
ikan di balik kejahatan yang nyata seperti itu. Tetapi,
sesungguhnya ada.
Khidir kembali menatap Musa, kemudian ber-
kata, Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan kuat bersabar bersa-
maku? 4
Musa pun merasa dirinya telah melanggar
janji. Ia kemudian berjanji untuk kedua kalinya bah-
wa jika setelah itu ia bertanya lagi, ia tidak berhak

4
Q . S . A l - K a h f i (18): 75.

108 Muhammad Ali al-Far


Kegelisahan hampir saja menghancurkanku
hanya karena aku kehilangan sepatu
sampai suatu ketika aku bertemu dengan orang
yang kehilangan kedua kaki
menemani Khidir. Tidak lupa, Musa juga meminta
maaf kepadanya. Namun, bagi Musa, untuk melak-
sanakan janji itu terasa sangat sulit, meski Khidir te-
tap berteguh hati untuk mengajak bersamanya dan
Musa tetap berusaha memperoleh ilmu yang diberi-
kan Allah kepadanya. Masalah pun selesai, dan
Musa meminta maaf atas pelanggaran terhadap janji
yang telah ia ucapkan. Berkaitan dengan hal i n i ,
Rasulullah saw. bersabda, "Kita ingin Musa kuat
bersabar sampai Allah menceritakan kisah keduanya
kepada k i t a . " 5

Selanjutnya, Musa dan Khidir memasuki sebuah


kampung. Sebagai tamu, mereka pun meminta hak-
nya, seperti hak mendapat jamuan dan penyambutan.
Namun, para penduduk kampung itu enggan meme-
nuhi hak-hak i t u . Mereka malah mencaci dan me-
rendahkan keduanya. Mereka tidak mau menjamu,
apalagi menghormati keduanya. Musa pun sempat
kecewa atas perlakuan para penduduk kampung itu.
Dalam keadaan demikian, mereka menemukan
sebuah dinding rumah yang nyaris runtuh. Tiba-tiba,
Khidir menahan dinding itu dan menegakkannya
kembali. Melihat hal i t u , Musa heran dengan yang
dilakukan gurunya. Menurutnya, tidak sepantasnya
hal itu dilakukan, karena para penduduk kampung

5
H.R. Al-Bukhari.

110 f3E>^ M u h a m m a d A l i al-Far


telah mencaci dan merendahkan mereka berdua sebe-
lumnya. Musa pun berkata kepada Khidir, Jikalau
mau, kamu dapat mengambil upah untuk itu (Q.S.
Al-Kahf [18]: 77).
Untuk kali ketiga, Musa melanggar janjinya. Dan,
ia berhak dikatakan sebagai murid yang tidak bersa-
bar. Benaknya bertanya-tanya, bagaimana bisa para
penduduk kampung yang tidak memenuhi hak justru
malah ditolong Khidhir. Bagi Musa, ini aneh. Karena
itu, Musa pun merasa berhak mempertanyakan. Demi-
kianlah memang yang dapat diterima dan dibayang-
kan akal sehat.
Apa pun itu, Musa telah melanggar janjinya ke-
pada Khidir. Karena itu, Khidhir berhak mengatakan,
Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Kelak
akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-
perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar terhadap-
nya (Q.S. Al-Kahf [18]: 78).
D i sinilah rencana Allah mulai terungkap. Allah
hendak memperlihatkan hikmah-Nya secara jelas dan
mengagumkan yang sebelumnya dipertanyakan akal,
" D i manakah hikmah dari semua itu?"
Sekarang, gambaran itu mulai terlihat jelas. Hal-
hal yang terasa bertentangan mulai terlihat benang
merahnya. Hal-hal yang terasa berbeda mulai tampak
titik temunya. Peristiwa-peristiwa yang terserak mulai
tersusun. M a k i n sempurnalah gambaran yang diper-

Sejumlah Pelajaran Berharga ^(38^111


lihatkan Allah. Keadilan, hikmah, dan keluasan ilmu¬
Nya semakin mengakar. Akhirnya, hati pun semakin
tenang dan rida terhadap segala ketentuan-Nya.
Allah Swt. berfirman, mengungkapkan penjelasan
Khidir, Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-
orang miskin yang bekerja di laut. Tujuanku meru-
sakkan bahtera itu karena di hadapan mereka ada
seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera (Q.S.
Al-Kahf [18]: 79).
Dalam ayat i n i , latar belakang dan penyebabnya
memang tidak disebutkan, yaitu bahwa raja yang
berada di belakang bahtera-bahtera itu kejam dan
tiran. Sang raja disebutkan hanya merampas bahtera-
bahtera yang bagus dari para pemilik dan para pe-
gawai yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, agar
tidak dirampas raja tadi, bahtera yang bagus sebaik-
nya dirusak. Dengan demikian, apa yang dilakukan
Khidir dengan melubangi bahtera itu adalah sesuatu
yang baik. Terkadang, sesuatu yang membahayakan
itu ada manfaatnya. Kita dapat membayangkan ke-
jamnya raja itu. Membayangkan kapal yang bagus
dihancurkan supaya terlihat tidak berharga. Dengan
itu, sang raja pun akan beralih merampas kapal lain
yang bagus. Siapakah pemilik kapal yang tidak mera-
sa senang kapalnya diselamatkan dengan cara seperti
itu?

112 M u h a m m a d A l i al-Far
Perlu saya katakan, seandainya para pemilik ka-
pal yang bagus mengetahui apa yang akan terjadi
terhadap kapal mereka, tentu mereka akan merasa
khawatir. Dan, seandainya mereka tahu hal sebenar-
nya, tentu mereka akan terus-menerus khawatir.
Akan tetapi, peristiwa itu sama sekali tidak terpikir-
kan akal sebelumnya. Allah Swt. berfirman, Karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak
(Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).
Kembali ke kisah Khidir, Allah Swt berfirman,
mengungkapkan penjelasan Khidir selanjutnya, Adapun
anak laki-laki itu, maka kedua orangtuanya adalah
orang-orang mukmin, dan kami khawatir dia akan
mendorong kedua orangtuanya itu kepada kesesatan
dan kekafiran (Q.S. Al-Kahf [18]: 80-81).
Ayat ini menegaskan pengetahuan Allah yang
luas berkenaan dengan anak laki-laki itu. Anak laki-
laki itu memang masih suci. Tetapi, setelah dewasa-
nya, anak itu akan beralih menjadi seorang kafir se-
hingga dikhawatirkan akan bertindak kasar kepada
orangtuanya. Dengan begitu, anak itu menjadi pe-
nyebab kedua orangtuanya menjadi kafir. Karena itu,
Allah menentukan kematiannya. Semua ketentuan
Allah adalah baik. Sementara i t u , kedua orangtua
anak tadi dikisahkan diberi pengganti seorang anak
perempuan yang menghasilkan dua belas anak laki-

Sejumlah Pelajaran Berharga


laki dan seluruhnya menjadi nabi. Akhirnya terbukti
bahwa kematian anak laki-laki tadi itu baik bagi ke-
dua orangtuanya.
Lantas, bagaimanakah dengan anak yang dibu-
nuh itu? Di manakah letak kebaikan bagi dirinya?
Allah sebenarnya sudah menolongnya dengan menen-
tukan kematiannya yang seperti itu. Dia mati tanpa
memiliki kesalahan apa pun. Dia juga mati sebelum
melakukan dosa apa pun setelah i t u . Karena, dia
mati semasa anak-anak dan belum menjadi seorang
mukalaf (sudah dewasa dan terbebani hukum). Dengan
d. dan, dia berhak masuk ke surga. Padahal, an-
daikata tumbuh dewasa, dia akan menjadi seorang
kafir yang dengan demikian bakal kekal disiksa di
neraka. Mana yang lebih baik dan lebih aman di
antara dua hal itu? Ketentuan Allah memang tidak
ada yang tahu. Seandainya anak itu dibiarkan tum-
buh besar dan dirawat kedua orangtuanya, berarti
mereka memilih kesengsaraan. Mereka mengira telah
melakukan hal yang baik, padahal tidak. Simaklah
baik-baik ayat i n i , Mungkin saja kamu menyukai se-
suatu. Padahal sesuatu itu amat buruk bagimu (Q.S.
Al-Baqarah [2]: 216).
Allah Swt. berfirman, melanjutkan kisah Khidir,
Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua anak
yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan mereka berdua, sedang ayahnya adalah

114 Muhammad Ali al-Far


seorang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki
supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari
Tuhanmu. Dan bukanlah aku melakukannya itu me-
nurut kemauanku sendiri (Q.S. Al-Kahf [18]: 82).
Dinding rumah yang diperbaiki Khidir adalah
penjaga harta simpanan kedua anak yatim yang se-
harusnya tetap berdiri. Meski para penduduk kam-
pung itu merendahkan Khidir, tetapi kedua anak ya-
tim itu tidak sama dengan mereka. Apalagi, ayah
mereka adalah orang saleh. Dengan demikian, sang
ayah sebenarnya telah menolong kedua anak yatim
itu agar mereka bahagia. Demikianlah seorang muk-
min, memberikan kebaikan kepada seorang ayah dan
anak-anaknya berkat rahmat Tuhannya dan kasih
sayang yang Dia berikan kepada para hamba-Nya.
Jika para penduduk kampung itu rakus, tentu
mereka akan merampas harta simpanan anak yatim
tadi, bahkan mungkin tidak menyisakannya sedikit
pun bagi keduanya. Padahal, mereka tidak berhak
mendapatkan harta i t u . Dengan demikian, menegak-
kan kembali dinding rumah itu mengandung hikmah
yang sangat besar, yakni menjaga kelangsungan hi-
dup keduanya sebelum mampu melindungi diri mere-
ka sendiri.
Diriwayatkan, simpanan harta yang disebutkan
Allah dalam Al-Quran itu adalah sebuah batangan

Sejumlah Pelajaran Berharga ^CSII^ 115


emas yang padat. Kita kagum kepada orang yang
meyakini takdir Allah, tapi kenapa dia tetap keras
kepala? Betapa anehnya orang yang menyebutkan
neraka, tapi ia tetap saja tertawa. Betapa anehnya
orang yang menyebutkan kematian, tapi dia melupa-
kannya. Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad
adalah utusan Allah. 6

MUSA DAN KAUMNYA

Ketika Musa bersama kaumnya bertolak dari Mesir


menuju tanah suci Palestina, ia berhadapan dengan
sebuah kaum yang berperangai keras. Musa pun me-
merintahkan kaumnya untuk menyerang dan meng-
usir mereka dari tempat yang telah ditentukan Allah
untuk dirinya. Perintah Musa disebutkan secara jelas
dalam Al-Quran, Hai kaumku, masuklah ke tanah
suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.
Dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut
kepada musuh). Maka kamu menjadi orang-orang
yang merugi (Q.S. Al-Ma'idah [5]: 21).
Mereka mestinya memenuhi seruan nabi mereka.
Karena, ia telah menyelamatkan mereka dari ke-
musyrikan, dari kehinaan dan penolakan mereka. Ia
telah mengembalikan mereka kepada kemuliaan dan

^Musnad al-Bazzar (no. 4065).

116 M u h a m m a d A l i al-Far
kekuasaan yang Allah janjikan. Ia telah memilihkan
yang terbaik bagi mereka di dunia. Mereka pantas
berkorban, karena tidak ada kekuatan apa pun di
hadapan Tuhan mereka. Mereka sudah selayaknya
melakukan yang terbaik bagi urusan dunia dan akhi-
rat mereka dengan cara menjalankan kepemimpinan
dan mengokohkan diri mereka. Karena, Allah akan
meridai mereka jika mereka tunduk dan taat. Namun,
sayangnya mereka justru durhaka dan menarik diri.
Mereka mengingkari kenikmatan Tuhan mereka dan
menolak untuk memerangi musuh mereka karena
miris dan takut. Padahal, seandainya meyakini kebe-
naran Allah, tentu mereka tidak akan begitu. Mereka
tidak akan terus membela Firaun yang dikenal som-
bong dan keras kepala itu. Seandainya mereka rela
kepada Tuhan mereka, bertawakal sepenuhnya kepa-
da Allah dan membenarkan nabi mereka, tentu itu
akan lebih baik bagi diri mereka. Akan tetapi, mere-
ka melakukan kesalahan besar ketika menentang dan
mengatakan, Hai Musa, sampai kapan pun kami
tidak akan memasukinya, selama mereka berada di
dalamnya. Karena itu, pergilah engkau bersama Tuhan-
mu dan berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja (Q.S. A l -
Ma'idah [S]: 24).
Karena ketidaksopanan mereka kepada Allah dan
nabi mereka, sekaligus sebagai peringatan bagi diri

Sejumlah Pelajaran Berharga ^C3B^


/
117
Musa sendiri, akhirnya Musa dan saudaranya ber-
sujud memohon ampun kepada-Nya dan memohon
semoga Dia segera menetapkan urusan dirinya bersa-
ma saudaranya dengan orang-orang fasik. Sampai
kemudian, Musa memanggil mereka dengan panggil-
an kaum fasik. Allah berfirman, (Jika demikian), se-
sungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka sela-
ma empat puluh tahun. (Selama itu) mereka akan
berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tih)
itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan
nasib) orang-orang yang fasik itu (Q.S. Al-Ma'idah
[5]: 26).
Mereka pun dilanda kebingungan. Siang, malam,
pagi, dan sore, mereka terus berjalan selama empat
puluh tahun tanpa arah dan tujuan yang jelas. Itulah
akibat mereka tidak taat, tidak rida, tidak beriman,
dan tidak berserah diri kepada Tuhan mereka. Padahal,
ketetapan Allah lebih baik seandainya mereka tidak
bersikap seperti i t u , seperti baiknya ketentuan Allah
kepada para sahabat Nabi Muhammad saw. pada
perang Badar ketika beliau memberi isyarat kepada
mereka dengan tanda peringatan. Kala i t u , beliau
bersabda, "Tunjukkanlah kepadaku." Sampai akhir-
nya, Sa'ad berkata, "Demi Allah yang mengutusmu
dengan hak, seandainya engkau menghadapkan kami
dengan lautan, tentu kami akan mematuhimu. Tidak
ada satu pun di antara kami yang mundur. Kami t i -

118 Muhammad Ali al-Far


dak akan segan menghadapi musuh kami esok hari.
Kami akan tetap bersabar menghadapi peperangan
ini dan sungguh-sungguh menghadapi mereka. Mudah-
mudahan Allah memperlihatkan kepadamu senang-
nya hati kami dan menggiring kami kepada keberkah-
an-Nya." 7

A l - M i q d a d ibn Umar pernah berkata kepada


Rasulullah saw., " K a m i tidak akan mengatakan se-
perti yang dikatakan kaum Nabi Musa a.s., 'Karena
itu, pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berpe-
ranglah. Sesungguhnya kami hanya duduk menanti
di sini saja'. Kami akan selalu berperang dari sisi ka-
nan, kiri, depan, dan belakangmu." 8

Demikianlah keyakinan dan kepasrahan kepada


Allah. Orang-orang seperti itu tidak akan direndah-
kan Allah Swt. Sebaliknya, mereka berhak mendapat
kemudahan dan pertolongan-Nya.

DUA KELOMPOK

A l - N u w a i r i menyebutkan dalam Nihdyah al-Arb,


"Musa pemimpin yang menyuruh Bani Israil untuk
taat kepada raja sekaligus kepada nabi mereka. Raja
yang mengerahkan para tentaranya untuk menyerang

7
H . R . A l - B a i h a q i d a l a m Dala'il al-Nubuwwah (no. 874).
M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i s a h i h .
8
H.R. Al-Bukhari.

Sejumlah Pelajaran Berharga ^31^119


musuh, sedangkan nabi yang meluruskan urusan
raja, memberi petunjuk dan bimbingan, serta me-
nyampaikan kabar Allah kepadanya." 9

Semua itu bertujuan untuk memberikan keme-


nangan dan kejayaan tatkala kesengsaraan dan keka-
lahan itu datang. Karena i t u , manusia senantiasa
membutuhkan seorang pemimpin yang mampu meng-
atur urusan mereka. Pada saat yang sama, mereka
juga harus taat dan tidak mendustakan pemimpin
mereka selama pemimpin mereka berpedoman kepada
syariat Allah. Kemudian, ia menghimpun dan meng-
ikat mereka ke dalam syariat-Nya. Ketika manusia
sudah mengetahui dan menyadari perlunya mereka
terhadap perpaduan antara kekuatan yang ditimbul-
kan hikmah dan hikmah yang ditimbulkan kekuatan,
mereka tidak akan kesulitan mencari hikmah dan
kekuatan itu secara bersamaan. Ketika salah satu
kekuatan itu lemah, meskipun terkadang rasa aman
menjadi cobaan yang menguji orang yang bersang-
kutan dan mengevaluasi unsurnya, perasaan aman
tersebut tidak akan menjadi kebaikan bagi sekelom-
pok orang ataupun perorangan. Hal itu sejalan de-
ngan perbedaan masing-masing orang yang menerima
rasa aman itu sendiri, di samping akibat perbedaan

Nihayah
9
al-Arb ft al-Funun al-Adab (III/408).

120 M u h a m m a d A l i al-Far
reaksi dalam menanggapi rasa aman tersebut, meng-
ingat jiwa dan karakter setiap orang berbeda-beda.
Dalam Tafsir-nya, Ibn Katsir menyebutkan, "Sete-
lah datangnya Nabi Musa, Bani Israil berada di jalan
istikamah selama beberapa waktu. Namun kemudian
terjadi beberapa peristiwa. D i antaranya, mereka me-
nyembah patung dan berhala. Karena tidak ada nabi
yang menyuruh mereka kepada kebaikan dan mela-
rang mereka dari keburukan, mereka akhirnya mela-
kukan apa saja yang mereka mau. Allah pun mem-
pertemukan mereka dengan musuh-musuh mereka.
Di antara mereka banyak yang membunuh musuh-
musuh mereka. Memenjarakan banyak orang dan
merampas banyak wilayah. Mereka selalu berhasil
melumpuhkan orang-orang yang mencoba memerangi
mereka. Salah satu faktor penyebabnya adalah keber-
adaan Taurat dan Tabut di tengah-tengah mereka
sejak zaman dahulu.
Menurut mereka, Taurat diwariskan secara turun-
temurun dari para pendahulunya untuk generasi ber-
ikutnya, termasuk Nabi Musa. Karena i t u , mereka
terus-menerus berada dalam kesesatan sampai akhir-
nya Taurat dan Tabut itu dirampas para raja musuh
dalam sejumlah peperangan. Para raja itu mengam-
bilnya dari tangan mereka. Tidak banyak orang yang
menyimpan Taurat. Kenabian dari anak-cucu mereka
pun terputus. Tidak ada satu pun keturunan Lawi

Sejumlah Pelajaran Berharga


yang tersisa—keturunan para nabi—kecuali seorang
wanita hamil yang diperoleh dari suaminya yang ter-
bunuh. Mereka mengambil wanita i t u , lalu menahan
dan menjaganya di sebuah rumah dengan harapan
semoga mereka mengaruniai anak yang menjadi nabi
mereka. Selama itu pula, wanita tersebut memohon
kepada Allah agar dikaruniai seorang anak. Allah
pun mengabulkan doanya kemudian memberikannya
seorang anak. Wanita itu lalu menamainya dengan
Syamuel, yang artinya Allah mendengar d o a k u . " 10

Inilah salah satu unsur kemenangan mereka.


Padahal, tidak ada artinya mereka memiliki seorang
raja yang tidak menunjukkan kepada syariat Allah,
tidak mengikuti hukum yang dibawa nabi, dan tidak
mengambil hikmah yang ada di balik syariat i t u .
Akibatnya, hal itu tidak menjadi contoh bagaimana
caranya rela kepada hukum Allah meskipun hasilnya
jauh dan berbeda dengan hal semula.
Dengan segala daya dan upaya, mereka sudah
mencoba untuk kembali kepada syariat Allah. Namun,
setelah mereka merasakan susahnya hidup tanpa
adanya orang yang memperbaiki perpecahan mereka
dengan syariat Allah, mereka membersihkan nabi
mereka tanpa kekerasan dan permusuhan meskipun

'"Tafsir Ibn Katstr (1/403).

122 M u h a m m a d A l i al-Far
Apa yang akan Anda lakukan
ketika mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkan, sementara Anda mampu
menghindarinya? Bersabar dalam keadaan
seperti itu adalah sebuah kesalahan.
mereka memiliki karakter seperti itu dan hati mereka
sudah terpatri karakter tersebut.
Ibn Katsir kembali menyebutkan, "Syamuel ber-
anjak dewasa. Allah menjadikannya sebagai sosok
yang hebat. Ketika ia sampai pada usia kenabian,
Allah pun menurunkan wahyu kepadanya untuk me-
ngesakan Allah dan mengajak kepada jalan-Nya. Ia
pun menyeru Bani Israil dan meminta mereka agar
mengangkat seorang raja yang bersama-sama dengan-
nya memerangi musuh. Ketika itu, raja mereka sudah
tewas. Kemudian, N a b i berkata kepada mereka,
'Mungkin saja Allah sudah mengangkat seorang raja
untuk kalian, tetapi kalian tidak mau ikut berperang
bersamanya.' H a l ini seperti yang dinyatakan A l -
Quran, Mengapa Kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya Kami telah diusir dari
anak-anak kami? (Q.S. Al-Baqarah [2]: 246). 11

Inilah bentuk pengakuan terhadap perlunya pe-


tunjuk. Namun, itu hanyalah sebatas ujian dari Allah
untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk;
mana yang mukmin dan yang kafir.
A l - N u w a i r i mengatakan, "Ketika orang-orang
Bani Israil bertanya tentang diutusnya seorang raja
untuk mereka, Syamuel memohon kepada Allah.
Ketika itulah Allah memberikan sebuah tongkat dan

"Ibid.

124 f p ! 5 ^ M u h a m m a d A l i al-Far
tanduk yang di dalamnya terdapat minyak al-Quds,
kemudian berkata kepadanya, 'Kawanmu yang akan
menjadi seorang raja tingginya sepanjang tongkat
ini." 1 2

Thalut, yang sebenarnya adalah tukang juru si-


ram—ada yang berpendapat penyelup pakaian—dite-
tapkan Allah sebagai raja yang dijanjikan, meskipun
ia bukan dari keturunan nabi atau raja. Karena,
yang menjadi keturunan nabi adalah keturunan Lawi
ibn Ya'qub, di antaranya Musa dan Harun, sedang-
kan keturunan raja adalah keturunan Yahudza. Thalut
bukan termasuk keturunan Lawi maupun keturunan
Yahudza. Karena itu, orang-orang pun berkata seba-
gaimana dilansir Al-Quran, Bagaimana Thalut me-
merintah kami, padahal kami lebih berhak mengen-
dalikan pemerintahan darinya, dan dia juga tidak
diberi kekayaan yang cukup banyak? (Q.S. Al-Baqarah
[2]: 247).
Syamuel menjawab, Sesungguhnya Allah telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
luas dan tubuh yang perkasa (Q.S. Al-Baqarah [2]:
247).
Menurut Ibn Katsir, maksud dari ayat di atas
adalah Thalut lebih pintar dan lebih cerdas daripada
kalian. Ia lebih kuat, lebih sabar, dan lebih mengeta-

ll
Nihayah al-Arb fi al-Funun al-Adab (III/409).

Sejumlah Pelajaran Berharga ^(38^ 125


hui dalam hal peperangan daripada kalian. Artinya,
lebih ilmu dan kekuatannya lebih sempurna diban-
dingkan dengan kalian. Karena itu, yang pantas men-
jadi raja adalah orang yang memiliki pengetahuan
yang memadai, berwajah tampan, kuat fisik dan
mental. Allah berfirman, Allah memberikan pemerin-
tahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya (Q.S. A l -
Baqarah [2]: 247).
Maksudnya, Allah tidak akan ditanya tentang
perbuatan yang dikehendaki-Nya. Simaklah yang di-
kemukakan ayat-Nya, Dia tidak ditanya tentang apa
yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan dita-
nyai^ berkat pengetahuan, hikmah, dan kasih sa-
yang-Nya kepada makhluk-Nya. 14

Setelah Allah menunjukkan tanda-tanda kekuasa-


an-Nya kepada mereka dan mereka pun mengakui
Thalut sebagai raja, mereka pun mengajak sang raja
untuk berperang bersama mereka. Mereka semua di-
harapkan pergi berjihad, sehingga tidak ada yang
tertinggal seorang pun kecuali yang tengah meng-
alami kesulitan. Thalut berkata kepada mereka, " M e -
nurutku, orang yang sedang membangun rumahnya
dan belum selesai tidak perlu ikut berangkat berpe-
rang. Orang yang masih memiliki urusan jual beli

13
Q . S . A l - A n b i y a ' (21): 23.
"Tafsir Ibn Katsir (1/404).

126 iWE^ M u h a m m a d A l i al-Far


juga tidak perlu ikut. Demikian pula dengan orang
yang masih memiliki tanggungan utang. Juga laki-
laki yang menikah dan belum sempat berhubungan
intim dengan istrinya. Hanya para pemuda yang gesit
dan tidak memiliki urusan saja yang pantas ikut
bersamaku." 15

Bisa jadi, raja memberikan ketentuan itu supaya


mereka tidak pernah lengah dengan urusan jihad.
Mereka tidak disibukkan urusan selain jihad. Tujuan-
nya agar mereka senantiasa meraih pertolongan dan
kemenangan. Mungkin juga hal itu bertujuan untuk
mendorong mereka agar lebih cepat melakukan pe-
kerjaan apa pun. Urusan perang jangan dijadikan
penghambat kelangsungan hidup. Urusan akhirat dan
urusan dunia adalah dua jalan untuk menempuh satu
tujuan. Yaitu, tujuan penciptaan manusia itu sendiri.
Tidak lama kemudian, terkumpul delapan ribu
pemuda yang kuat di hadapan sang raja. Namun,
sewaktu menghadapi kondisi cuaca yang sangat panas,
mereka mengeluhkan persediaan air mereka yang se-
dikit ketika menghadapi musuh mereka. Mereka ber-
kata, "Kita tidak memiliki persediaan air yang cu-
kup. Berdoalah agar Allah mengalirkan air sungai."
Thalut menanggapi, Sesungguhnya Allah akan meng-
uji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara

Nihayah
u
al-Arb fi al-Funun al-Adab (III/411).

Sejumlah Pelajaran Berharga ^CS^ 127


kamu meminum airnya, ia bukanlah pengikutku.
Dan siapa saja yang tidak meminumnya, kecuali
mengambil segenggam tangan, maka dia adalah peng-
ikutku (Q.S. Al-Baqarah [2]: 249).
Maksud "pengikut" dalam ayat di atas adalah
pengikut agamaku dan orang yang menaati aku. Ke-
mudian, Thalut memberi pengecualian, kecuali meng-
ambil segenggam tangan} 6

Pada awalnya, mereka mengakui niat mereka


yang benar untuk menghadapi musuh. Menurut me-
reka, musuh adalah ujian terhadap pengakuan mere-
ka. Mereka tidak lain seperti orang yang mengaku
puas terhadap segala ketentuan Allah. Namun, ketika
diuji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, me-
reka mengundurkan diri dan berprasangka macam-
macam kepada Allah. Mereka tidak bedanya dengan
orang yang mengaku beriman, namun tidak mau me-
nerima sesuatu yang tidak menyenangkan itu sebagai
ujian terhadap kebenaran dan kekuatan imannya.
Dalam hal ini, Allah berfirman, Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan,
"Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji
lagi? Padahal, Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui

u
Ibid.
orang-orang yang benar dan Dia mengetahui orang-
orang yang dusta (Q.S. Al-'Ankabut [29]: 2-3).
Tidak banyak orang yang mengakui keburukan
itu sebagai cobaan. Namun, saat mereka akan me-
nyeberangi lautan dan melihat jumlah musuh yang
banyak, hampir saja hati mereka dihinggapi rasa le-
mah dan mengatakan, Tak ada kesanggupan kami
pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 249).
Dalam kondisi seperti itu, mereka kembali men-
jadi diri mereka. Mereka bergantung kepada kekuat-
an diri mereka. Jika keyakinannya seperti itu, mereka
akan mundur ketika melihat musuh akibat ketergan-
tungan mereka kepada kelemahan diri mereka sendi-
ri. Namun, sering kali Allah menunjukkan hakikat
ketawakalan makhluk-Nya dan ketenangan akan per-
lindungan-Nya. Allah Swt. berfirman, Berapa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan go-
longan yang banyak dengan izin Allah. Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar (Q.S. A l -
Baqarah [2]: 249).
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang sedikit
ketika disertai kekuatan Allah. Sesuatu yang lemah
akan menjadi kuat berkat pertolongan-Nya. Demi-
kian halnya dengan sesuatu yang banyak. Ketika t i -
dak disertai kekuatan Allah maka yang banyak itu
selamanya akan sedikit, bahkan tidak ada artinya.

Sejumlah Pelajaran Berharga 129


Ketika keyakinan telah melekat di hati seseorang,
orang itu tidak akan gelisah, lemah, dan bersedih
hati. Allah Swt. berfirman, Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati. Sebab ka-
mulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya)
jika kamu orang-orang yang beriman (Q.S. Alu 'Imran
[3]: 139).
Perasaan lemah justru akan meruntuhkan sema-
ngat dan kekuatan seseorang. Racun itu akan selalu
dialirkan ke dalam urat nadi orang-orang yang ber-
iman supaya mereka seolah-olah merasa tenang, pa-
dahal sesungguhnya mereka bersandar pada bisikan
setan. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya mereka
tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu)
dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik
Quraisy). Karena itu, janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-
benar orang yang beriman (Q.S. Alu 'Imran [3]: 175).
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman, Tatkala
Jalut dan tentaranya telah tampak, mereka (Thalut
dan tentaranya) berdoa, "Ya Tuhan Kami, limpah-
kanlah kesabaran kepada diri kami, dan kuatkan
pendirian kami dan tolonglah kami atas orang-orang
kafir" (Q.S. Al-Baqarah [2]: 250).
Mereka tidak salah melihat kedudukan para
musuh mereka. Mereka meyakini adanya pertolong-
an bagi mereka. Karena itu, mereka memohon kesa-
baran dan keteguhan hati di saat bertemu musuh.
Kesabaran tidak lain adalah senjata yang tiada tara-
nya. Sebab, tanpa kesabaran, mereka akan merasa
gelisah. Perasaan inilah awal dari kekalahan perang
atau menjadi penyebabnya. Kesabaran ketika sudah
berhadapan dengan lawan merupakan awal keme-
nangan kaum muslimin meski mereka terlihat sedikit
dan lemah. Karena itu, jika saat ini umat Islam meng-
alami kemunduran, bisa jadi itu disebabkan oleh ke-
tidaksabaran mereka.
Mereka kemudian memohon keteguhan hati ke-
pada Allah. Memohon agar kaki-kaki mereka tidak
tergelincir. Memohon kekuatan-Nya. Mereka tidak
takut dan tidak lari saat menghadapi musuh. Semua
itulah yang menyebabkan mereka meraih kemenang-
an atas orang-orang kafir.
Kemenangan itu memang pantas mereka raih.
Karena, mereka bersandar kepada Allah dan memi-
liki kesabaran serta mempersenjatai diri dengan doa.
Sesuai janji Allah, kemenangan pun diberikan kepada
mereka. Sebuah hasil yang sejalan dengan perjuangan
meski awalnya tampak jauh dan tidak mungkin
diraih.
Dapat dipastikan bahwa peperangan antara ke-
dua belah pihak—dengan perbedaan yang amat jauh
di antara mereka—tidak mereka sukai. Mereka me-
ngira bahwa peperangan itu buruk, sehingga menga-

Sejumlah Pelajaran Berharga '^OB^ 1


takan, "Kami tidak sanggup". Namun, ternyata di
dalamnya terdapat kebaikan berkat keyakinan kepa-
da Allah Swt. Karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu. Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak (Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).

f p L T ^ Muhammad Ali al-Far


5
Yusuf dan Saudara-saudaranya

Kisah N a b i Yusuf menjawab secara jelas kegelisahan


dan pertanyaan orang terhadap kekuasaan Allah da-
lam mengatur urusan makhluk-Nya. Kisah tersebut
mengungkapkan hakikat tersembunyi di balik realitas
yang tidak menyenangkan. Kisah itu memiliki hik-
mah yang sangat besar di balik kehendak Allah, mes-
ki kehendak itu tak dikehendaki manusia. D i dalam-
nya terdapat tipu daya yang lebih berat dan lebih
cepat daripada tipu daya manusia. Allah M a h a Pem-
buat tipu daya yang paling baik.
Pada awalnya, Yusuf dan saudara-saudaranya
hidup secara rukun dan saling membantu memenuhi
kebutuhan. N a m u n , mereka kemudian merasa dengki
ketika melihat kedudukan Yusuf lebih tinggi di mata

133
ayah mereka. Mereka sadar betapa sulitnya menya-
mai kedudukan Yusuf dan saudaranya (dari pihak
ibu), Bunyamin, di hati ayah mereka. Yang mereka
pikirkan kemudian adalah bagaimana cara mereka
menghapus kecintaan ayah mereka kepada Yusuf dan
saudaranya tadi. Akhirnya mereka membuat tipu daya
dan membuat rencana jahat. Salah seorang dari me-
reka berkata, Bunuhlah Yusuf atau buanglah ke sua-
tu daerah (yang tak dikenal) (Q.S. Yusuf [12]: 9).
Mereka bertekad mengenyahkan Yusuf agar per-
hatian sang ayah beralih kepada mereka. Rasa ke-
dengkian semakin membuncah dalam diri mereka.
Manakala keinginan itu semakin kuat, tatkala kehen-
dak Allah harus terlaksana, dan ketika tidak ada
jalan lain untuk menyempurnakan hukum-Nya, me-
reka pun melakukan yang disarankan salah seorang
dari mereka yang bernama Ruwaibil untuk mencem-
plungkan Yusuf ke salah satu sumur Baitul Maqdis.
Dengan begitu, mereka merasa sakit hati mereka te-
robati. Tujuan mereka hanyalah melenyapkan Yusuf,
kemudian bertobat, menjadi orang-orang saleh; tobat
yang ternyata tidak membuat mereka menyesal de-
ngan kejahatannya. Akhirnya, mereka setuju dengan
apa yang disarankan saudara mereka. Mereka meng-
anggap, akibatnya lebih ringan.
Ibn Katsir meriwayatkan bahwa Muhammad ibn
Yasar berkata, "Saudara-saudara Yusuf berkumpul

134 ^ L T ^ M u h a m m a d A l i al-Far
merencanakan sesuatu yang besar, di antaranya me-
mutuskan silaturahim, menyakiti orangtua, menyakiti
yang muda yang tidak bersalah dan yang tua yang
mestinya dihormati dan dihargai di sisi Allah, di
samping memutus hak orangtua terhadap anaknya.
Tujuan mereka adalah memisahkan Yusuf dengan
ayahnya yang telah tua renta dan rapuh tulangnya.
Siapa yang tidak menyayangi anaknya yang masih
kecil dan masih lemah serta masih membutuhkan
kasih sayang penuh orangtuanya? Semoga Allah
mengampuni kesalahan besar mereka. Allah Maha
Penyayang." 1

Demikianlah tekad kuat mereka untuk melaku-


kan tipu daya. Pada suatu malam, mereka mengatur
rencana. Mereka berkumpul untuk menemui sang
ayah. Tujuannya agar alasan mereka lebih kuat.
Mereka adalah saudara Yusuf (dari pihak ayah).
Mereka benar-benar orang-orang yang rugi. D i ha-
dapan sang ayah, mereka berbicara dan berusaha
menyampaikan berbagai alasan mereka, sehingga
membuat sang ayah tidak meragukannya. Kendati
begitu, sang ayah masih sedikit merasa khawatir,
Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat
menyedihkanku dan aku khawatir kalau dia dimangsa

'Tafsir Ibn Katsir (11/617).

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


serigala sementara kamu lengah darinya (Q.S. Yusuf
[12]: 13).
Sang ayah seakan-akan terpaksa harus menerima
alasan mereka. Ia seolah melepaskan mereka untuk
melaksanakan rencana Allah dengan alasan-alasan
yang sulit diterima. Begitulah tali-tali tipu daya ter-
sambung. Mereka seolah-olah menjadi sebab atas
tipu daya tersebut. Mereka sebenarnya sebab dari
rencana Allah yang telah ditetapkan dalam pengeta-
huan-Nya. Allah seperti telah memberi peran kepada
masing-masing orang yang harus dilaksanakan. Tidak
yang dapat membuat rencana di atas rencana
Allah meski mengira dirinya memiliki kekuatan dan
merasa dirinya mampu melaksanakan rencananya.
Ibn Katsir menyebutkan, "Mereka mulai menya-
kiti Yusuf dengan mencaci dan memukulinya. Se-
lanjutnya, mereka membawa Yusuf ke sebuah sumur
yang telah mereka sepakati. Tidak hanya itu, mereka
juga mengikat tangan Yusuf dengan tali sebelum me-
masukkannya ke sumur. Tatkala Yusuf meminta per-
lindungan kepada salah seorang saudaranya, saudar-
anya i t u malah menampar dan mencaci-makinya.
Ketika Yusuf telah bergantung di bibir sumur, mereka
memukul tangannya. Setelah berada di tengah sumur,
mereka memutuskan tali yang mengikat Yusuf. Ia
pun akhirnya jatuh dan tercebur ke dalam air. Ia ber-

136 Muhammad Ali al-Far


Ketika mengetahui bahwa apa yang telah
ditetapkan kepada kita adalah ketetapan
Tuhan semesta alam, apa artinya gelisah,
resah, dan untuk apa menentang hukum-Nya?
usaha naik ke atas batu yang ada di tengah sumur,
namun gagal." 2

Apa yang disampaikan Rasulullah saw. memang


benar, "Orang mulia, putra dari orang mulia, dan
cucu dari orang mulia adalah Yusuf bin Ishaq bin
Ya'qub bin Ibrahim." 3

Demikianlah, mereka meninggalkan Yusuf di te-


ngah sumur yang gelap. Ketika Yusuf dilanda kesedih-
an, cahaya ketenangan masuk ke hatinya. Pertolongan
Allah datang. Ketakutan tidak lagi dirasakannya. Ke-
senangan datang meliputi jiwanya. Keadaan di luar
sumur tetap seperti semula sampai akhirnya sejumlah
musafir lewat di dekatnya dan bermaksud mengambil
air. Begitu akan mengambil air, mereka melihat Yusuf
berada di dalam sumur. Mereka sangat senang meli-
hatnya. Sementara i t u , saudara-saudara Yusuf masih
tetap mengawasinya dari tempat yang tidak terlalu
jauh. Dikisahkan bahwa setelah berhasil mengangkat
Yusuf dari dalam sumur, para musafir itu kemudian
menjualnya dengan harga murah. Mereka menjual-
nya karena tidak begitu tertarik kepadanya. Selain
itu, jika Yusuf tidak dijual, mereka khawatir tindak-
an mereka akan terbongkar. Angin seakan bertiup ke
arah yang mereka inginkan. Allah seolah-olah sudah

Hbid (11/618).
3
H . R . Al-Bukhari.
menetapkan apa yang akan mereka lakukan. Dia me-
mudahkan semua drama penyelamatan Yusuf. Allah
menghendaki sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Ketentuan-Nya seolah tersenyum melihatnya. Lihatlah
apa yang menyebabkan Yusuf selamat. D i situ, keten-
tuan Allah seakan-akan ingin menunjukkan kelemah-
an akal manusia yang terbatas kepada mukjizat yang
luar biasa dan kehebatan rencana-Nya.
Dalam Al-Quran dikisahkan, Kemudian mereka
datang kepada ayah mereka pada sore hari sambil
menangis (Q.S. Yusuf [12]: 16). Namun, di mata
sang ayah, mereka menyembunyikan kejahatan di
wajah mereka. Di mata sang ayah, mata mereka jelas
mengungkapkan kejahatan mereka. Mereka tidak lagi
menemukan alasan kuat tentang Yusuf yang menjadi
amanat sang ayah untuk mereka. Mereka meminta
maaf atas kelalaian mereka. Berusaha memberikan
bukti-bukti yang masuk akal agar tipu muslihat me-
reka tidak diketahui ayah mereka. Sesekali mereka
menunjukkan rasa belas kasihan mereka kepada
Yusuf dengan mengatakan, Dan engkau pasti tidak
akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-orang yang benar (Q.S. Yusuf [12]: 17).
Mereka ragu memberikan alasan yang sebelum-
nya dikhawatirkan sang ayah, Ya'qub, yaitu diter-
kam serigala. Selain i t u , mereka menunjukkan bukti
perbuatan mereka. Namun, bukti itu dibantah A l -

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


Quran, Mereka datang membawa baju gamisnya
(yang berlumuran) dengan darah palsu (Q.S. Yusuf
[12]: 18).
Mereka menyebutkan alasan bahwa serigala itu
tidak menyisakan apa pun dari diri Yusuf selain baju
gamisnya yang berlumuran darah. Namun, sang ayah
bukanlah orang yang mudah percaya. Sebelumnya,
sang ayah sudah mengetahui bagaimana kedengkian
dan kecemburuan mereka terhadap Yusuf ketika ia
menceritakan mimpinya kepada sang ayah, Wahai
anakku, janganlah kamu menceritakan mimpimu itu
kepada saudara-saudaramu. Maka mereka membuat
tipu daya untuk membinasakan dirimu. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (Q.
S. Yusuf [12]: 5).
Sang ayah tahu bahwa setan senantiasa membu-
juk saudara-saudara Yusuf. Ia hanya diam dan tidak
dapat berbuat banyak. Karena, ketentuan Allah harus
terlaksana. Rencana-Nya telah ditetapkan. Ketetapan¬
Nya juga tidak ada yang dapat menolak.
Sebagai orang yang percaya kepada Tuhannya,
Ya'qub tidak merasa cemas dan khawatir sedikit
pun. Bahkan, di situlah tanda-tanda keimanan yang
kuat dalam dirinya tampak jelas. Ia sangat yakin ter-
hadap kasih sayang Allah. Ia memilih cara sabar dan
sabar atas musibah yang menimpanya. Tidak menge-
luh sedikit pun. Tidak menolak dan tidak pernah

140 Muhammad Ali al-Far


putus asa terhadap rahmat Allah. Ya'qub bersabar
layaknya seorang nabi yang mulia.
Para musafir yang menemukan Yusuf di sumur
lantas membawanya ke Mesir yang sudah lama ber-
ada di bawah kekuasaan Hexes. Mereka kemudian
menjual Yusuf kepada seorang pembesar sekaligus
raja Mesir. Ketika i t u , pembesar Mesir memerintah-
kan istrinya, Berikanlah kepadanya tempat (dan pe-
layanan) yang baik (Q.S. Yusuf [2]: 21).
D i sanalah Allah menyempurnakan dan meme-
nangkan masalah-Nya. Allah melakukan apa saja
yang dikehendaki-Nya. Ketika menghendaki sesuatu,
tidak ada satu pun yang dapat menolaknya. Tidak
ada yang dapat menentang ketentuan-Nya. Namun,
kebanyakan manusia tidak mengetahui hikmah di
balik semua rencana-Nya dan kasih sayang dalam
semua ketentuan-Nya.
D i istana raja Mesir i n i , Yusuf tumbuh besar.
Jiwanya semakin matang. Tampil sebagai seorang
laki-laki dewasa. Seperti halnya rumah-rumah berke-
las atas pada umumnya, rumah sang pembesar Mesir
itu pun penuh permainan yang sia-sia, kemewahan
hidup, serta jauh dari kemuliaan dan pelajaran. Yang
ada hanya pesta-pesta yang mengumbar gosip dan
fitnah, pesta yang menghambur-hamburkan harta
dan kekayaan, pesta sebagai sarana perputaran raha-
sia, penuh dengan aib dan cela, jauh dari kehidupan

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


yang mulia, dan sangat berlebihan dalam menjalani
hidup. Namun, Allah senantiasa memilih para rasul¬
Nya. Memberi mereka pendidikan yang terbaik.
Demikian halnya Yusuf. Allah menganugerahinya
dengan sikap bijak, ilmu, dan kemampuan menafsir-
kan mimpi. Allah telah memilihnya dengan kasih sa-
yang yang terbaik. Seiring berjalannya waktu, Yusuf
tumbuh menjadi pemuda tampan yang menarik di
hadapan istri sang raja. Dari situ keinginan wanita
itu untuk menggoda Yusuf mulai muncul. Dia tidak
kuasa lagi memadamkan gejolak nafsu yang meledak
di jiwanya. Dia mengira akan mampu membujuk
Yusuf. Pasalnya, dia istri raja, wanita paling hebat,
paling terhormat, dan kuasa untuk melakukan apa
pun. Dia mencari cara untuk menundukkan pemuda
yang dikehendakinya. Namun, akhlak Yusuf yang
luhur mencampakkan semua yang dikehendaki wanita
itu. Begitu mendapat bisikan jahat darinya, dengan
hati yang tenang, Yusuf menolak, "Aku berlindung
kepada Allah. Sungguh Tuhanku telah memperlaku-
kanku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang
yang zalim itu tidak akan beruntung (Q.S. Yusuf
[12]: 23).
Demikianlah Allah memalingkan perbuatan buruk
dan keji dari para hamba-Nya yang saleh. Namun,
wanita itu telah kehilangan jati dirinya sebagai wani-
ta, dan wibawanya jatuh. Akibatnya, ia tersulut emo-

142 M u h a m m a d A l i al-Far
si dan menarik baju gamis Yusuf dari belakang sam-
pai robek. Kemudian, dia menemui suaminya dan
mengadukan Yusuf. Ia tidak pernah kehabisan jalan
dan alasan untuk membela dirinya.
Ibn Katsir menyebutkan, "Ketika itu, istri sang
raja keluar untuk menutupi tipu dayanya yang busuk,
mengadu kepada suaminya, dan menuduh Yusuf,
Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan
atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih? (Q.S.
Yusuf [12]: 25).
Namun hati istri sang raja masih tergantung dan
tertarik kepada Yusuf. Karena i t u , ia memilihkan
hukuman yang ringan baginya berupa penjara atau
siksaan ringan lainnya. Ia tidak menyarankan Yusuf
dihukum berat atau mati. Yusuf menolak semua tu-
duhan yang dialamatkan istri raja tadi. Namun, apa-
lah daya, ia tidak kuasa menolak pengkhianatan itu.
Setelah sang raja mengumpulkan para punggawa is-
tana, ia dihadapkan pada masalah yang serba sulit
atas apa yang dilakukan istrinya. Yang jelas, ketika
itu ia merasa aneh dengan celaan dan cemoohan is-
trinya kepada Yusuf. Karena itu, ia berkata kepada
istrinya, Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara

"Tafsir Ibn Katsir (11/624).

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


tipu daya kamu. Sesungguhnya tipu daya kamu ada-
lah besar (Q.S. Yusuf [12]: 28).
Setelah itu, raja tadi berpaling ke arah Yusuf,
lantas berkata, Yusuf, berpalinglah dari ini (Q.S.
Yusuf [12]: 29).
Maksudnya, yang ingin disampaikan sang raja
adalah: "Jangan ceritakan hal ini kepada siapa p u n . "
Artinya, selama masih berada di lingkungan rumah
raja, kejadian itu akan mudah diselesaikan. Selama
air muka raja masih terjaga di hadapan orang ba-
nyak, harga dirinya masih terpelihara dan tidak di-
bocorkan siapa pun, masalah itu tidak akan berakibat
buruk. Namun, para wanita di sekitar istana selalu
mencari tahu keburukan itu. Tidak terlalu sulit bagi
mereka untuk mengetahui semua kabar yang beredar
di sekitar istana. Ketika mendengar bahwa para wa-
nita sudah mengetahui kabar tentang dirinya, istri
raja pun sempat terkejut. Untuk itu, ia ingin menun-
jukkan langsung kepada para wanita itu atas apa
yang ia alami. Ia pun mengadakan sebuah pesta dan
mengundang para wanita tadi ke pestanya. Pada saat
itulah ia menyuruh Yusuf keluar. Begitu melihat Yusuf,
mereka benar-benar terpesona, Mahasempurna Allah!
Ini bukan manusia, melainkan malaikat yang mulia
(Q.S. Yusuf [12]: 31).
Istri raja seolah-olah merasa puas ketika melihat
mata para wanita itu tertuju ke arah Yusuf. Setelah

144 M u h a m m a d A l i al-Far
itu, ia pun berkata kepada mereka, Itulah orangnya
yang menyebabkan kamu mencela aku (karena terta-
rik) kepadanya. Dan sesungguhnya aku telah meng-
goda untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi
dia menolak. Jika dia tidak melakukan apa yang aku
perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjara-
kan dan dia akan termasuk golongan orang-orang
yang hina (Q.S. Yusuf [12]: 32).
Demikianlah sang istri raja menunjukkan apa
yang telah dia alami. Kali ini, justru merekalah yang
bermaksud keji kepada Yusuf. Merekalah yang se-
akan-akan ingin membujuk Yusuf. Namun, Yusuf
menolaknya, karena ia senantiasa memohon perlin-
dungan kepada Allah, dan merendahkan diri di ha-
dapan-Nya agar Dia menunjukkan keburukan dan
menghindarkan tipu daya yang menimpanya, Maka
Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan dia meng-
hindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguh-
nya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Menge-
tahui (Q.S. Yusuf [12]: 34).
Sang raja pun berusaha mengumpulkan sejumlah
bukti kuat untuk menjebloskan Yusuf ke penjara se-
bagai balasan atas apa yang telah dilakukannya.
Penjara tentu lebih berat kecuali bagi orang yang
percaya kepada ketentuan Tuhannya, tergantung ke-
pada kelembutan-Nya dan kebaikan rencana-Nya,

Yusuf dan Saudara-Saudaranya ^(31^ 145


Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam pen-
jara dua orang pemuda (Q.S. Yusuf [12]: 36).
Kedua pemuda itu adalah pelayan raja. Mereka
didakwa atas tindak persekongkolan dan upaya pem-
bunuhan terhadap raja. Setelah bermimpi melihat se-
suatu yang baik, mereka menyimpulkan bahwa da-
lam diri Yusuf terdapat kesalehan. Pada suatu ketika,
masing-masing pemuda itu menyampaikan mimpi
yang dialaminya. Mereka menganggap Yusuf dapat
menafsirkannya secara baik. Yusuf pun menenangkan
mereka dan memperkuat apa yang sudah dikemuka-
kannya. Ia kemudian meminta waktu kepada mereka
untuk memaparkan akidah tauhid, sebagai lawan
dari penyembahan berhala yang selama ini meresah-
kan mereka. Selain itu, ia juga memberikan perum-
pamaan tentang akidah luhur yang disampaikannya
serta kebaikan yang dibangun di atasnya. Selanjutnya,
ia mengembalikan nikmat tadi kepada Pemiliknya,
serta memuji dan bersyukur kepada-Nya. Karena,
menurutnya, di antara nikmat-Nya adalah petunjuk
yang dilimpahkan ke hatinya dan membebaskannya
dari perbuatan musyrik, Semua itu adalah karunia
Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya),
tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri (Q.S.
Yusuf [12]: 38).
Demikianlah, Yusuf melaksanakan apa pun yang
mengandung hikmah dan ilmu dari Allah. Hikmah

146 fWE^ M u h a m m a d A l i al-Far


yang diberikan-Nya semakin terlihat ketika kemam-
puan Yusuf menafsirkan mimpi kedua pemuda tadi
semakin meyakinkan. Semua itu sebenarnya adalah
kehendak dan ketentuan Allah. Setelah hati kedua
pemuda tadi setuju dengan Yusuf dan mereka sudah
menyesali perbuatannya, ia membawa mereka kepada
tingkatan yang lebih tinggi. Mereka pun menyadari
dan menerima apa yang disampaikannya. Ia juga me-
nunjukkan hikmah Allah dalam penjelasannya de-
ngan logika yang jelas dan bukti yang mendalam. Ia
juga menjelaskan kepada mereka melalui mimpi ma-
sing-masing. Itulah ilmu Allah yang diberikan kepada
Yusuf. Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketa-
huinya akan selamat di antara mereka berdua,
"Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." Namun
setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan
Yusuf) kepada tuannya. Karena itu, tetaplah dia
(Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya,"
(Q.S. Yusuf [12]: 42).
D i dalam penjara, Yusuf senantiasa berdoa kepa-
da Allah dengan logika-Nya yang bijak. Dirinya ya-
kin bahwa Allah adalah Tuhan Yang Mahalembut
dan kuasa mengubah kesulitan menjadi kemudahan.
Pada suatu ketika, sang raja bermimpi. M i m p i
itu kemudian ditanyakan kepada Yusuf yang ada di
penjara. Dengan kepandaian dan ilmu dari Tuhannya,
Yusuf pun menafsirkannya. Raja terkejut dan lang-

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


sung mengirim utusan kepada Yusuf, memintanya
untuk menghadap raja. Akan tetapi, ia menolaknya
sebelum dibebaskan dari segala tuduhan. Karena i t u ,
Rasulullah saw. bersabda, "Orang mulia, putra dari
orang mulia, dan cucu dari orang mulia adalah Yusuf
ibn Ya'qub ibn Ishaq ibn Ibrahim." Beliau melanjut-
kan, "Seandainya aku dipenjara seperti yang dialami
Yusuf, kemudian utusan datang menemuiku (menyu-
ruh keluar), aku pasti akan segera memenuhinya."
Setelah itu, beliau membaca ayat, Maka tatkala utus-
an itu datang kepada Yusuf, Yusuf berkata, "Kembali-
lah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya ba-
gaimana keadaan wanita-wanita yang telah melukai
tangannya itu. Sesungguhnya Tuhanku Maha Menge-
tahui tipu daya mereka" (Q.S. Yusuf [12]: 50). 5

Para wanita pun mengakui keluhuran dan kemu-


liaan akhlak Yusuf, termasuk istri raja. Dari situ,
kedudukan Yusuf di hadapan sang raja pun naik.
Kemudian, raja memerintahkan para bawahannya
agar membawa Yusuf ke hadapannya untuk dijadi-
kan sebagai pejabat. Orang seperti Yusuf memang
banyak jumlahnya, tetapi tidak banyak orang yang
ketika diberikan kebaikan dan ketampanan, kemudi-
an dicoba dengan kehinaan serta bujukan syahwat
dan kemewahan dunia. Orang seperti Yusuf berhak

5
H . R . A l - T i r m i d z i . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i hasan.

148 M u h a m m a d A l i al-Far
menjadi menteri (pembantu raja), bahkan menjadi
raja sekalipun. Pada saat i t u , secara meyakinkan,
Yusuf menawarkan diri sebagai menteri (pembantu
raja), Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menja-
ga, lagi berpengetahuan (Q.S. Yusuf [12]: 55).
Hikmah Allah dalam hal ini semakin terlihat.
Dari hikmah itulah pilihan terbaik Allah bagi hamba-
Nya tampak. Keteraturan di antara sebab-sebab itu
juga tampak. Terkadang, dari sebab-sebab itu sesuatu
yang tidak mungkin terjadi pun tampak. Meski begi-
tu, seorang hamba tetap harus berprasangka baik
kepada Allah dan tetap percaya atas pahala yang ada
di sisi-Nya, serta senang terhadap qadha dan qadar-
Nya. Hamba seperti inilah yang berhak mendapat-
kan kebaikan Allah dan meraih martabat yang paling
tinggi, berkat keislaman dan keimanannya. Allah Swt.
berfirman, Kami melimpahkan rahmat Kami kepada
siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-
nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (Q.S.
Yusuf [12]: 56).
Jika balasan kebaikan itu disegerakan di dunia,
tentunya balasan itu masih ada di akhirat. Balasan di
dunia dan balasan di akhirat tidak sama. Kenikmatan
di dunia adalah keridaan Allah, sementara kenikmat-
an di akhirat adalah kenikmatan yang abadi. Kedua
tingkat ini jelas berbeda. Perlombaan untuk menda-

Yusuf dan Saudara-Saudaranya ^CSS^ 149


patkannya sangat jauh dan persaingannya sangat be-
rat. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang
berlomba-lomba (Q.S. Al-Muthaffifin [83]: 26).
Perlombaan itu sesungguhnya untuk meraih per-
bedaan tingkatan di antara para hamba-Nya. Sebab,
setiap jiwa akan berjalan sesuai dengan apa yang di-
ketahuinya, Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan
sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan
pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatannya dan
lebih besar keutamaannya (Q.S. Al-Isra' [17]: 21).
Beberapa tahun lamanya setelah Yusuf menjadi
pembantu raja, tahun-tahun paceklik pun tiba, diikuti
dengan kelaparan yang melanda wilayah Kan'an,
tempat tinggal Ya'qub dan anak-anaknya. Yusuf se-
benarnya sudah jauh-jauh hari mengetahui bakal
terjadinya tahun-tahun ini. Karena itu ia sudah mem-
persiapkannya segala sesuatunya pada tahun-tahun
subur. Banyak orang berdatangan dari berbagai pen-
juru negeri dengan ragu-ragu akan mendapat bantu-
an dari Yusuf.
Menurut Ibnu Katsir, di antara sejumlah orang
yang datang meminta bahan makanan adalah saudara-
saudara Yusuf sendiri atas perintah ayah mereka.
Sebelumnya, mereka mendapat kabar bahwa raja
Mesir membagi-bagikan bahan makanan kepada
masyarakat seharga barang yang ditukarkan. Karena
itu, pada saat akan meminta makanan, mereka mem-

M u h a m m a d A l i al-Far
bawa sebuah barang sebagai alat tukar. Kala i t u ,
Ya'qub memberangkatkan sepuluh orang putranya,
sedangkan Bunyamin, saudara Yusuf, tidak diizinkan
ikut serta. Sebab, Bunyamin adalah anak yang paling
dicintainya setelah Yusuf. Setibanya mereka di istana
Mesir, Yusuf tengah berada di singgasana kerajaan.
Yusuf mengenali mereka semua, namun mereka tidak
mengenalinya. Sebab, mereka berpisah saat Yusuf
masih kecil. Dulu, mereka membiarkan Yusuf kecil
dibawa para musafir yang menemukannya di sumur.
Setelah i t u , mereka tidak tahu ke mana para musafir
itu pergi membawanya. Mereka sendiri tidak pernah
membayangkan bahwa Yusuf akan jadi seorang ben-
daharawan. Karenanya, mereka tidak mengenali Yusuf,
sedangkan Yusuf masih mengenali mereka. 6

Ketika ditemui, Yusuf sempat mengajak berbin-


cang-bincang untuk mengetahui kabar mereka. Hati-
nya merasa tenang setelah pergi dari mereka. Lalu,
Yusuf menimbang bahan makanan untuk mereka.
Tidak hanya itu, Yusuf juga berjanji akan memberi
bahan makanan itu lagi jika mereka kembali datang
membawa saudaranya, yang bernama Bunyamin. Ia
bahkan mengancam tidak akan memberikan jatah
makanan lagi kepada mereka jika tidak membawa
saudaranya. Akhirnya, mereka berjanji kepada Yusuf

"Tafsir Ibn Katsir (11/634).

Yusuf dan Saudara-Saudaranya 151


bahwa mereka akan berusaha keras membujuk ayah-
nya supaya mengizinkan Bunyamin ikut. Yusuf pun
mengatur rencana. Caranya, ia mengembalikan ba-
rang-barang penukar yang dibawa mereka, namun
mereka tidak mengetahuinya. Tujuannya agar mereka
kembali lagi. Sesampainya di rumah, mereka berusaha
membujuk ayah mereka. Namun, sang ayah tidak
terbujuk. Ia belum bisa melupakan peristiwa yang
menimpa Yusuf dahulu. Meski begitu, keyakinannya
kepada Allah tidak pernah terputus. Pada akhirnya,
ia menyerahkan Bunyamin kepada mereka setelah
berjanji akan benar-benar menjaganya. Tidak akan
lalai. Ia pun menyerahkan urusan mereka dan
Bunyamin. Ia yakin, Sesungguhnya Allah adalah se-
baik-baiknya penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang
di antara para penyayang (Q.S. Yusuf [12]: 64).
Menjelang keberangkatan mereka, sang ayah
berpesan dan menitipkan Bunyamin kepada mereka.
Selebihnya, ia menyerahkan urusan kepada Allah,
seraya berkata, Namun demikian, aku tidak dapat
melepaskan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah.
Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah
(Q.S. Yusuf [12]: 67).
Dalam Ft Zhildl al-Qur'dn, Sayid Quthub me-
nyebutkan, " M a r i sejenak kita cermati pernyataan
Ya'qub, Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah
hak Allah (Q.S. Yusuf [12]: 67). Dalam ayat i n i , se-

152 ^E>^ M u h a m m a d A l i al-Far


"Orang mukmin seperti setangkai tumbuhan
yang terkadang condong tertiup angin
dan terkadang tegak karena tiupan lainnya
sampai tumbuhan itu menjadi kuat
dan matang. Sementara orang kafir
seperti tanaman padi yang berdiri tegak
dalam pangkalnya. Tidak pernah condong
meski diterpa angin keras sehingga
ketika roboh, terjadilah sekaligus."
cara jelas kita tahu bahwa yang dimaksud Ya'qub
adalah keputusan Allah yang sifatnya pasti, memak-
sa, dan tidak ada jalan untuk lari dari keputusan itu;
ketentuan Allah yang menjadi takdir-Nya; manusia
tidak memiliki kekuatan sedikit pun untuk lari dari-
nya. Inilah yang dimaksud dengan beriman kepada
qadha dan qadar Allah, baik dan buruknya. Karena,
terkadang takdir Allah berjalan di luar kehendak
manusia. 7

Meskipun Ya'qub seorang nabi dan memiliki ke-


dudukan khusus di sisi Tuhannya, ia tetap tidak kuasa
menolak ketentuan-Nya. Tidak ada yang dapat me-
nolak kehendak-Nya. Karena itu, ia pun menerima
sepenuhnya ketentuan itu dan bertawakal kepada-
Nya. Ia tetap memperhitungkan sebab ketika meme-
rintahkan anak-anaknya agar masuk Mesir dari pintu
yang berbeda-beda. Ia seakan-akan khawatir ada orang
yang i r i terhadap mereka. Padahal, ketentuan Allah
tidak bergantung kepada sebab. Karenanya, di akhir
pesannya, ia menyerahkan semua urusannya kepada
Allah. Demikianlah ilmu Allah yang diajarkan kepa-
danya. Tetapi, kebanyakan manusia tidak mengeta-
huinya.
Selanjutnya, mereka berangkat menemui Yusuf
yang sudah tidak sabar ingin bertemu dengan saudar-j

Fi
7
Zhilal al-Quran (IV/331).

154 M u h a m m a d A l i al-Far
anya, Bunyamin. Ia ingin segera memperkenalkan
dirinya kepada saudaranya. Ia ingin secepatnya men-
ceritakan apa yang dilakukan saudara-saudaranya
dahulu, kepada Bunyamin. Ia juga akan meminta
saudara kesayangannya itu untuk tinggal bersama-
nya. Selain itu, ia juga senantiasa memohon pertolong-
an kepada Allah. Akhirnya, Allah pun memberikan
jalan yang terbaik untuk mempersatukan keduanya.
Sementara itu, saudara-saudara yang lainnya kembali
pulang tanpa Bunyamin. Padahal, mereka telah ber-
janji kepada sang ayah untuk pulang bersamanya.
Kesedihan pun melanda mereka. Tapi, mereka tidak
dapat berbuat apa-apa. Mereka akhirnya pulang ke-
pada ayah mereka, serta meminta maaf atas ketidak-
mampuan dan kelemahan mereka menghadapi masa-
lah yang sama sekali tidak mereka duga. Dalam hal
ini, mereka tidak tahu apa-apa. Ya'qub berkata,
"Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik per-
buatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik
itulah (kesabaranku)," (Q.S. Yusuf [12]: 83).
Ya'qub seakan-akan tidak mengenal kegelisahan
dan kekecewaan terhadap ketentuan Allah; seolah-
olah melihat kebaikan dalam setiap keburukan, se-
perti tahu bahwa di balik kesulitan akan ada kemu-
dahan. Kemudahan Allah itu sangat dekat, dan rida
terhadap ketentuan-Nya adalah sesuatu yang menga-
gumkan. Lihat Ya'qub a.s; ia sangat tenang atas ke-

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


tentuan dan hukum Allah dengan tetap berharap ke-
pada-Nya, Mudah-mudahan Allah mendatangkan
mereka semuanya kepadaku. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (Q.S.
Yusuf [12]: 83).
Hanya Allah Yang Maha Mengetahui keadaan
para hamba-Nya. Dialah yang mengatur semua yang
terbaik bagi mereka. Seandainya tidak terburu-buru,
mereka tentu dapat melihat semua hikmah di balik
perbuatan, qadha, dan qadar-Nya, meski kondisinya
tampak rumit dan sulit dimengerti. Adakah kondisi
yang lebih rumit daripada apa yang telah dialami
Ya'qub? Kesedihan Ya'qub tiada duanya. Ia ingin se-
kali menghapus kesedihannya. Kendati demikian, ia
tetap tidak resah dan gelisah hingga kedua matanya
memutih (tidak melihat) karena kesedihannya. Sejak
anak-anaknya melihat sang ayah sangat sedih kehi-
langan Yusuf, mereka berubah menjadi lembut dan
simpati. Mereka bahkan mengkhawatirkan bahwa
kesedihan itu membahayakan sang ayah. Mereka me-
ngira bahwa sang ayah mengeluhkan apa yang d i -
alaminya kepada mereka. Padahal, ia mengeluhkan
kesedihannya kepada Allah semata, Sesungguhnya
hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan
dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa
yang kamu tidak mengetahuinya (Q.S. Yusuf [12]:
86).

156 ^WET^ M u h a m m a d A l i al-Far


Demikianlah kesabaran yang terbaik. Kesabaran
yang tidak kenal mengeluh. Bagaimana mungkin
orang yang hatinya lembut mengeluh? Kepada siapa
ia akan mengadu? Kepada orang yang lemah seperti
dirinya? Ya'qub sudah sangat mengenal Allah. Karena,
sepanjang hidupnya senantiasa bersama-Nya. Ia tidak
pernah melalaikan-Nya dalam kondisi apa pun. Se-
orang ulama bijak mengatakan, "Keuntungan seorang
hamba karena keyakinannya sesuai dengan keuntung-
an yang ia dapatkan karena keridaannya. Dan, keun-
tungan seorang hamba karena keridaannya sesuai
dengan kebersamaannya dengan A l l a h . " 8

Ya'qub sudah sangat mengenal Allah. Ia menge-


tahui apa yang tidak diketahui orang lain. Ia senan-
tiasa mengharapkan semua kebaikan dari-Nya. ha-
rapannya tidak pernah terputus. Mimpi-mimpinya
tidak pernah rusak. Tidak pernah putus asa terhadap
rahmat-Nya. Itulah yang selalu ia ajarkan kepada
anak-anaknya. Karena i t u , ketika meminta anak-
anaknya untuk mencari kabar saudara mereka, ia
berkata, Sesungguhnya tiada berputus asa dari rah-
mat Allah, melainkan kaum yang kafir (Q.S. Yusuf
[12]: 87).
Menurut Ibn Katsir, Allah Swt. sudah mencerita-
kan kisah Yusuf secara utuh dalam Al-Quran. Ketika

Hhya' Ulum al-Din (IV/347).

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


saudara-saudara Yusuf menceritakan kehidupan me-
reka yang sulit, makanan mereka yang kurang, dan
tahun-tahun paceklik yang sedang mereka alami, Yusuf
teringat kepada ayahnya dan kesedihannya karena
kehilangan kedua anaknya. Sementara dirinya hidup
di tengah kerajaan, kemudahan, dan kelapangan. Dari
situlah timbul perasaan sayang dan belas kasihan
kepada ayah dan saudara-saudaranya. Yusuf tidak
kuasa menahan air matanya, karena tahu bahwa me-
reka adalah saudaranya. Allah berfirman, Apakah
kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu
lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu
tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu? (Q.S.
Yusuf [12]: 89).
Akan tetapi, Yusuf adalah seorang nabi yang
mulia. Ia sudah memaafkan semua kesalahan sauda-
ra-saudaranya. Ia sama sekali tidak punya keinginan
untuk membalas keburukan mereka. Padahal, dahulu
mereka telah berbuat jahat kepadanya. Mereka ham-
pir saja mencelakakannya. Namun, Allah menentu-
kan lain. Upaya mereka untuk menghabisi Yusuf yang
saat itu masih kecil, lemah, dan tidak memiliki kesa-
lahan apa pun, ternyata hanyalah sebab bagi kenik-
matan yang diterima Yusuf di kemudian hari, meski-
pun tidak selamanya kesengsaraan berakhir dengan
kesenangan. Semuanya kembali kepada Allah, Dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan

158 M u h a m m a d A l i al-Far
memilihnya. Sama sekali tidak ada pilihan bagi mereka
(Q.S. Al-Qashash [28]: 68).
Manusia hanya bisa berusaha sekuat tenaga dan
merencanakan. Namun, semuanya tidak akan terjadi
kecuali atas rencana Allah. Dari situlah kemudian
sebagian orang ada yang rida dan sebagian lagi ada
yang kecewa. Meski satu hasil, tetapi berbeda-beda
keadaannya. Bagi orang yang merasa kecewa dan
gelisah, ketentuan Allah tetap berlaku, namun amal-
nya terhapus. Adapun bagi yang merasa rida dan
puas, ketentuan-Nya juga tetap berlaku padanya,
namun sekaligus akan mendapatkan pahala. Allah
tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang ber-
buat baik, sesuai dengan firman-Nya, Sesungguhnya
siapa saja yang bertakwa dan bersabar, maka Allah
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang ber-
buat baik (Q.S. Yusuf [12]: 90).
Saudara-saudara Yusuf pun sudah mengakui per-
buatan buruk mereka dahulu. Mereka menyadari apa
yang telah mereka lakukan. Mereka juga mengetahui
bahwa Yusuf sesungguhnya anak yang baik. Akan
tetapi, pada hakikatnya itu semua adalah cara Allah
untuk memberikan kemuliaan, kemudahan, dan kera¬
jaan kepada Yusuf. Yusuf adalah seorang hamba
yang mulia, putra dua orang mulia. Sehingga, ia sama
sekali tidak ingin membalas keburukan mereka. Se-
baliknya, ia berdoa agar Allah mengampuni kesalah-

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


an mereka. Allah Maha Penyayang di antara para
penyayang.
Tidak lama kemudian, seseorang datang mene-
mui Ya'qub, menyampaikan kabar gembira kepada-
nya yang sebelumnya terus-menerus dilanda kesedihan.
Orang itu kemudian memberinya baju Yusuf untuk
diusapkan ke mukanya. Atas pertolongan A l l a h ,
mata Ya'qub yang semula tidak melihat karena kese-
dihannya kembali normal seperti biasanya. Dia sa-
ngat yakin terhadap Allah. Tatkala diuji, Ya'qub ber-
sabar. Tidak resah dan gelisah sedikit pun. Tatkala
Allah memberikan kenikmatan, ia bersyukur. Tidak
ingkar, tidak pula melampaui batas. Dengan hati
yang senang dan berprasangka baik kepada Allah,
Ya'qub berkata, Tidakkah aku katakan kepadamu
bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu
tidak mengetahuinya (Q.S. Yusuf [12]: 103).
Kemuliaan Yusuf pun lengkap. Mimpinya telah
terbukti. Ia pun memanjatkan puji dan syukur kepada
Allah. Ia senantiasa berbuat baik kepada saudara-
saudaranya dan memaafkan mereka yang telah ter-
goda bujukan setan. Setelah melihat semua tanda
kebesaran-Nya, Yusuf mengatakan, Sesungguhnya
Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehen-
daki. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana (Q.S. Yusuf [12]: 100).

160 M u h a m m a d A l i al-Far
Cobalah Anda ingat, ketika Allah menghendaki
suatu hal, Dia menciptakan beberapa perantaranya.
Kemudian, Dia menentukan dan memudahkan hal
itu. Allah Maha Mengetahui apa pun yang baik bagi
para hamba-Nya. Allah Mahabijaksana dalam per-
buatan, qadha, qadar, dan apa pun yang dipilih dan
dikehendaki-Nya. 9

'Tafsir Ibn Katsir (11/644).

Yusuf dan Saudara-Saudaranya


Meridai Qadha adalah Penawar Hati

"Mukmin sejati tidak akan menderita penyakit hati."


Orang yang senantiasa menyerahkan segala urus-
annya kepada Allah tidak akan menderita penyakit
hati. Karena, Allah Maha Mengetahui segala penya-
kitnya. Allah juga Maha Mengetahui penawarnya.
Setidaknya, penyakit yang paling banyak diderita se-
karang ini ada dua: gelisah dan sedih. Kedua penya-
kit i n i muncul akibat keyakinan yang lemah. Jika
dibiarkan, keduanya akan mengotori ruhani. Karena,
ruhani adalah sisi lain dari jasmani. Rohani akan
selalu menerima apa saja yang dimasukkan ke da-
lamnya. Jika yang dimasukkannya buruk, akan mem-
perparah penyakit yang memang sudah berat dan
efeknya tambah menyebar.

162
Penyakit gelisah—musuh yang tidak pernah bisa
diajak kompromi—datang seperti tamu. Sejak kita
mencoba mengganti sesuatu yang buruk dengan yang
baik. Sejak kita mengganti ketamakan dengan pahala
di sisi Allah. Sejak kita meyakini ketentuan Allah
yang ditetapkan kepada kita, baik dan buruknya.
Sejak kita belajar menafsirkan secara benar apa yang
tidak kita ketahui. Sejak kita menggadaikan harapan-
harapan kita dengan kuda-kuda gadaian, dengan
meyakini bahwa Allah mengatur semua urusan kita
sebelumnya hingga kita pun mewujud. Ibn 'Atha'illah
menuturkan, "Ingatlah bahwa Allah Yang Mahabenar
sudah mengurusmu dengan mengatur semua yang
akan engkau lewati. Dia sudah melaksanakan semua-
nya dengan jalan mewujudkanmu. Dia sudah melak-
sanakan aturan terbaik-Nya untukmu pada hari
ketika Allah memperkenalkan diri-Nya kepadamu,
Bukankah aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab,
'Betul (Engkau Tuhan kami)
9
(Q.S. Al-A'raf [7]:
172).
Di antara pengaturan terbaik-Nya untukmu pada
saat itu adalah Dia memperkenalkan diri-Nya kepa-
damu, sehingga kamu pun mengenal-Nya. Dia mem-
perlihatkan kekuasaan-Nya kepadamu, sehingga kamu
pun dapat menyaksikannya. Dia memintamu berbicara
dan mengilhamimu untuk mengakui ketuhanan-Nya,
sehingga kamu pun mengesakan-Nya. Dia menjadi-
kanmu dari sperma yang ada di dalam tulang-tulang
sulbi. D i sanalah, Dia mengurusmu dengan pengatur-
an-Nya. Dialah yang memeliharamu. Dialah yang
memelihara tempatmu berada. Dialah yang menjadi-
kanmu melalui ayah dan ibumu. Kemudian, Dia me-
letakkanmu di dalam rahim ibumu. Ketika itu, Dia
mengurusmu dengan sangat baik. Dia jadikan rahim
sebagai lahan tumbuhnya tanamanmu, tanaman yang
menghidupimu. Setelah i t u , Dia menyatukan dua
sperma dan membentuk keduanya. Setelah itu, Dia
menjadikan segumpal darah yang dipersiapkan sesuai
yang dikehendaki-Nya dari sperma itu. Selanjutnya,
Dia menjadikannya segumpal daging. Dari segumpal
daging itu, Dia membentuk rupamu. Setelah itu, Dia
meniupkan ruhmu, lalu memberimu makan dengan
darah haid di dalam rahim ibumu. Kemudian, Dia
menetapkan rezekimu sebelum mengeluarkanmu ke
alam wujud (dunia). Selama beberapa waktu, Dia
menempatkanmu di dalam rahim sampai anggota-
anggota tubuhmu kuat dan tulang-tulangmu kokoh
untuk mempersiapkanmu menerima ketetapan Allah
atasmu serta mengeluarkanmu ke suatu negeri tempat
kamu akan mengenal karunia dan karunia-Nya yang
dilimpahkan kepadamu. Kemudian, Dia menurunkan-
mu ke bumi. Setelah i t u , Dia mengajarimu bahwa
kamu tidak kuat memamah makanan yang keras.
Kamu belum memiliki gigi dan geraham untuk meng-
unyah makanan. Kala itu, kamu bukanlah seorang
yang kuat makan makanan. Karena itu, diberikanlah
dua payudara ibumu. Melalui keduanya, kasih sa-
yang mengalir dari hati sang ibu. Setiap kali air susu
itu berhenti mengalir, kasih sayang yang diberikan
kepada sang ibu tidak berhenti mendorongnya. Setelah
itu, ayah dan ibumu bersama-sama sibuk memenuhi
kebutuhanmu dan menyayangimu. Mata mereka me-
mandangmu dengan penuh kasih sayang. Semua itu
hanyalah kasih sayang yang dilimpahkan kepadamu
dan kepada hamba-hamba yang lain di hadapan ayah
dan ibu mereka, yang bertujuan untuk memperkenal-
kan kasih sayang. Pada hakikatnya, segala yang telah
diberikan kepadamu adalah bukti ketuhanan Allah.
Tidak ada yang mengasuhmu selain ketuhanan-Nya.
Selanjutnya, Allah memerintahkan sang ayah untuk
senantiasa memenuhi kewajibannya terhadapmu sam-
pai kamu dewasa. Allah mewajibkannya untuk me-
nyayangimu. Dialah yang mengangkat catatan amal-
mu sebelum kamu balig dan dewasa. Catatan amal
itu diturunkan tatkala kamu dewasa dan tidak per-
nah diangkat lagi bahkan sampai kamu tua renta
nanti. Tatkala kamu dihadirkan kepada-Nya, ketika
kamu dikumpulkan di hadapan-Nya, manakala kamu
disuruh berdiri di depan-Nya, saat kamu diselamat-
kan dari siksa-Nya lalu dimasukkan ke dalam surga¬
Nya, ketika dibuka wujud hijabmu, didudukkan di
tempat para wali dan kekasih-Nya, Allah Swt. berfir-
man, Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu
di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat
yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa (Q.S. A l -
Qamar [54]: 54-55).
Jika demikian halnya, kebaikan Allah yang mana
yang akan kamu syukuri? Kenikmatan dan perto-
longan Allah yang mana yang kamu ingat? Pernah-
kah kamu mendengarkan firman-Nya, Dan apa saja
nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah (da-
tangnya) (Q.S. Al-Nahl [16]: 53).
Dengan demikian, kamu tidak dapat keluar dan
tidak akan dapat keluar dari kebaikan-Nya. Kamu
tidak akan dapat lari dari karunia dan kenikmatan¬
Nya. Jika kamu ingin lebih jelas mengetahui proses
penciptaanmu, simaklah ayat ini, Dan Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang ko-
koh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadi-
kan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadi-
kan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci
Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah
itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan

166 {SSET^ M u h a m m a d A l i al-Far


mati. Kemudian kamu sekalian akan dibangkitkan
(dari kuburmu) di Hari Kiamat (Q.S. Al-Mukminun
[23]: 12-16).
Secercah harapan di hadapanmu pun tampak.
Seberkas cahaya di depanmu pun terhampar. Wahai
hamba, dalam keadaan demikianlah kamu harus ber-
serah diri dan bertawakal kepada-Nya. Karena, kamu
tidak dapat lepas dari pengurusan-Nya. Kamu juga
jangan pernah menentang ketentuan-ketentuan-Nya. 1

Oleh karena i t u , seorang mukmin seharusnya


menenangkan hatinya. Karena, hakikatnya Islam ada-
lah menyerahkan urusan kepada Allah sepenuhnya.
Simaklah firman-Nya, Tak ada sedikit pun campur
tanganmu dalam urusan mereka itu (Q.S. Alu 'Imran
[3]: 128).
Menyerahkan segala urusan kepada Allah tentu
saja selama kamu beriman kepada-Nya sebagai Tuhan
Yang Mahabijaksana, selama kamu mengakui peng-
urusan-Nya, selama urusan itu berada di luar ke-
mampuan dan kekuasaanmu. Jika kamu sudah seper-
ti i t u , kamu tidak akan pernah sedih tatkala tidak
berhasil meraih sesuatu yang semula kamu anggap
baik. Tidak pula terlalu senang dan bahagia ketika
berhasil meraih sesuatu yang diinginkan sampai mun-
cul sikap sombong. Dalam kaitan ini, al-Ghazali me-

l
Al-Tanwir fi Isqdth al-Tadbir.
nuturkan, " A k u tidak mengira sebagai orang berakal
yang menjauhkan diri dari keceriaan, atau sebagai
orang yang beriman yang condong kepada sikap pe-
simis dan putus asa. Ketika seseorang takluk dengan
kemewahan dunia, saat itulah ketenangan dan keri-
daan hatinya terampas. D i situlah dia harus bergan-
tung kepada pertolongan Allah agar tidak terjebak
dalam kondisi yang sedang dirasakannya. Tunduk
kepada kesedihan sesungguhnya merupakan awal
dari lemahnya keinginan yang kemudian akan meng-
hasilkan semua perbuatan yang lemah p u l a . " 2

Masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Sese-


orang terkadang harus menderita sejumlah penyakit
berat dalam dirinya. Bahkan, tidak jarang penyakit
itu memengaruhi kondisi jiwanya, seperti penyakit
otak dan penyakit saraf. Penyakit fisik lainnya yang
dialami seseorang adalah penyakit jantung, pembuluh
darah, maag, patah tulang, sakit gigi, dan sebagai-
nya. Dengan demikian, bergantung dan berserah diri
kepada Allah merupakan benteng dari penyakit hati,
selama hatinya rida dan senang atas pilihan terbaik
yang diberikan Allah kepadanya.
Ulama bijak mengatakan, "Allah memiliki ham-
ba-hamba yang mencintai-Nya dan berhati tenang.
Dia pun senantiasa menghilangkan kesedihan mereka

]addid
2
Hayatak (him. 43).

168 M u h a m m a d A l i al-Far
Ya Allah, berikanlah kesabaran
dan kekuatan kepadaku untuk meridai
segala yang tidak kuasa aku tolak
atas apa pun yang luput dari mereka. Mereka tidak
sibuk dengan bagian mereka sendiri. Bagi mereka,
ketika kekuasaan raja mereka sempurna, apa pun
yang dikehendakinya pasti terjadi. Dan, apa pun
yang terjadi pada mereka hanyalah perantara. Mereka
yakin bahwa apa pun yang terlewat dari mereka se-
sungguhnya adalah bagian dari rencana terbaik-Nya
untuk mereka."
Orang yang mencintai tidak akan melihat siapa-
siapa kecuali yang dicintainya. Dia juga tidak akan
melihat apa-apa dari yang dicintainya. Tidak akan
pernah kecewa. Tidak akan pernah meragukan. Dia
akan menerima semuanya dengan sukarela. Dia tahu
bahwa yang dicintainya pasti hanya akan memberi-
kan yang terbaik. Dia akan ingat firman-Nya, Mungkin
saja kamu membenci sesuatu, tetapi sesuatu itu sa-
ngat baik bagimu (Q.S. Al-Baqarah [2]: 216). 3

Setiap kali teringat ayat i t u , hati seseorang akan


merasa tenang. Perasaannya lega. Itulah awal dari
kesembuhan hati yang didera penyakit. Ayat di atas
juga membuat seseorang menerima apa pun yang
telah ditentukan untuknya dengan senang hati. Jika
yang ia terima berupa anugerah, ia anggap sebagai
kebaikan. Namun, jika yang diterima berupa kebu-
rukan, hanya Allah yang mengetahui kebaikannya.

Hhya' Ulum al-Din (IV/333).

170 M u h a m m a d A l i al-Far
Syeikh A b u al-Hasan al-Syadzili menuturkan,
"Camkan baik-baik, ketika Allah tidak memberimu
sesuatu, itu bukan berarti Dia pelit, tapi justru me-
nyayangimu. Tidak memberinya Allah sesungguhnya
adalah 'pemberian'. Hanya orang yang benar yang
mengetahui pemberian i t u . " 4

Betapa banyak tragedi mengenaskan yang mem-


buat sejumlah orang sangat terpukul. Bukan karena
apa-apa, melainkan karena mereka kehilangan hak-
nya dari benak mereka. Dalam bukunya, Da' al-
Qaliq wa Ibda' al-Haydh, Del Karniji menuturkan,
"Sejumlah dokter menyatakan bahwa satu dari dua
puluh orang Amerika diperkirakan akan masuk ru-
mah sakit jiwa. Yang lebih memilukan lagi, satu dari
enam orang pemuda yang ingin mengabdikan diri
dalam peperangan dunia ditolak karena menderita
penyakit fisik atau gangguan j i w a . "
Dokter al-Fariz menyebutkan, "Empat dari lima
penyakit yang diderita seorang pasien tidak disebab-
kan penyakit fisik semata, tetapi juga disebabkan
perasaan takut, gelisah, marah, emosi, dan kelemah-
annya dalam menjaga jiwa dan kehidupan."
Karniji juga pernah menuturkan satu kisah me-
ngesankan dalam sebuah ceramahnya. Dalam kisah
yang juga diakui Harold Abot, Karniji mengatakan,

4
Al-Tanwir ft Isqdth al-Tadbir.

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 171
"Pada suatu» hari tahun 1934, aku berjalan di Jl.
Dafruti Barat di kota Wab. Aku melihat sebuah pe-
mandangan yang membuatku sedih. Pemandangan
itu terjadi tidak lebih dari sepuluh menit. Namun,
dalam waktu sesingkat itu aku belajar hidup lebih
banyak daripada yang aku pelajari selama sepuluh
tahun. Ketika itu, aku akan menuju salah satu bank
guna mengajukan pinjaman modal untuk berangkat
ke kota Cansas dan mencari pekerjaan di sana. Ketika
aku berjalan dengan hati bingung, perasaan putus
asa muncul di hatiku. Hampir saja aku kehilangan
keyakinan. Tiba-tiba, aku melihat orang yang kedua
kakinya sudah diamputasi akan menyeberang jalan.
Dia terlihat duduk di atas papan kayu yang dileng-
kapi dengan roda-roda kecil. Untuk mendorong pa-
pan itu, dia gunakan kedua tangannya yang meme-
gang dua potong kayu yang menyentuh permukaan
jalan untuk mendorong papan yang didudukinya
agar maju. Setelah dia berhasil menyeberang jalan,
aku pun menemuinya. Dia mengangkat papan kayu
yang baru didudukinya untuk menyeberang jalan,
kemudian melirik ke arahku. Dia tersenyum lebar,
lantas berkata, 'Wahai tuan, betapa membahagiakan-
nya pagi ini. Hari yang sangat indah, bukan?' A k u
kemudian berdiri di belakangnya. Dari situ, aku ber-
pikir bahwa aku beruntung masih memiliki harta
yang cukup, masih memiliki dua kaki, dan masih

172 M u h a m m a d A l i al-Far
bisa berjalan. Tapi kenapa aku masih saja meratapi
diri sendiri? Dalam hati, aku bicara, 'Jika laki-laki
yang tidak memiliki kaki saja masih bisa bahagia
dan penuh percaya diri, apalagi aku yang diberikan
tubuh sempurna, masih memiliki dua kaki? Sejak itu,
setiap pagi, aku selalu melihat kata-kata yang aku
tempel di cermin:

Kegelisahan hampir saja menghancurkanku


hanya karena aku kehilangan sepatu
sampai suatu ketika aku bertemu dengan orang yang
kehilangan kedua kaki

Karniji juga menyebukan, "Kamu akan temukan


kata-kata 'Berpikir dan Bersyukurlah' tersebar di se-
jumlah penjuru gereja Inggris yang sezaman dengan
Cromwell. Alangkah baiknya jika kita menempelkan
kata-kata itu di dinding hati kita. 'Berpikir dan Ber-
syukurlah'. Renungkanlah apa yang telah diberikan
Allah dan syukurilah apa yang sudah Allah berikan
kepadamu." 5

Ada banyak peristiwa yang mengejutkan kita.


Banyak juga peristiwa yang membuat hati resah dan
gelisah. D i antaranya, saat mimpi kita tidak menjadi
kenyataan. Kita mesti menyadari bahwa memang ada
banyak hal yang membuat hati kita resah. Tapi, pada

*Da' al-Qaliq wa Ibda' al-Haydh ( h i m . 176).

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... *^!!S)
/
173
saat yang lain, kita bisa tertawa melihat sesuatu yang
sebelumnya kita anggap buruk. Kita akan tersenyum
saat melihat orang yang sedang ditimpa musibah se-
panjang kita bersandar kepada Tuhan Yang Maha-
lembut lagi Mahakuasa menentukan segalanya.
Menurut al-Ghazali, keyakinan seorang mukmin
bahwa tali dunia ini tidak akan terlepas dari tangan
Allah terpancar dari ketenangan yang lahir dari hati-
nya. Sebab, bagaimanapun juga, peristiwa yang terjadi
sesungguhnya adalah kehendak Yang Mahakuasa.
Allah berfirman, Dan Allah berkuasa terhadap urusan¬
Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui-
nya (Q.S. Yusuf [12]: 21).
Pernyataan di atas menjelaskan ketundukan se-
orang muslim kepada Tuhannya setelah sebelumnya
memenuhi kewajibannya. Ia senantiasa bertawakal
kepada-Nya atas apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang setelah mengerahkan kemampuan-
nya untuk beramal dan mempersiapkan diri, serta
mengerahkan kewaspadaan. Yang jelas, tidak ada
gunanya resah dan gelisah atas segala peristiwa yang
terjadi di luar kehendak kita.
Dengan kelalaiannya, seseorang kadang-kadang
menyesali apa yang dialaminya. Dengan kelengahan-
nya, seseorang mencela apa yang menimpanya. Jika
ia tidak melihat bahwa apa yang menimpanya itu
adalah takdir yang telah ditetapkan Allah maka nilai-

174 M u h a m m a d A l i al-Far
nilai kebaikan yang ada di dalam takdir itu tidak
berguna baginya, karena ia menyesal dan mencela-
nya. Nilai-nilai kebaikan takdir itu juga menjadi t i -
dak berguna baginya karena ia merasa gelisah dan
meragukannya. 6

Begitulah cara melihat yang baik dan dua peker-


jaan yang ada dalam jiwa. D i satu sisi, keduanya
mendorong jiwa untuk sukses dan memenangkan
persaingan. D i sisi lain, keduanya mendorong tercip-
tanya jiwa yang tenang dan nyaman, terbebas dari
berbagai macam penyakit hati. Kita tahu bahwa me-
raih kesuksesan dan kemajuan tergantung kesungguh-
an dan usaha kita. Demikianlah dorongan yang kuat
untuk tetap bekerja secara sungguh-sungguh. Karena-
nya, tidak mungkin orang yang ingin meraih keme-
nangan sementara ia hanya tidur dan tidak bertawakal.
Padahal, meraih kemenangan itu sendiri tergantung
dengan sebab dan usaha.
D i sisi lain, kita tahu bahwa apa pun yang terja-
di tidak ada hubungannya dengan kita dan bukan
karena usaha kita. Semuanya telah ditetapkan Allah,
baik yang kita kehendaki maupun yang tidak. Karena-
nya, kita tidak perlu resah dan gelisah. Sebab, segala
keputusan Allah selalu didasari kebijaksanaan-Nya
dan kelembutann-Nya. Alangkah cepatnya kita me-

6
Jaddid al-Haydh ( h i m . 75).

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 175
ngetahui semua yang ada di balik rahasia hikmah¬
Nya. Meskipun tidak mengetahui hikmah itu, kita
akan mendapat jaminan keselamatan karena kita
rida kepada-Nya. Terutama keselamatan jiwa, kete-
nangan pikiran, serta penuh keyakinan dan keperca-
yaan kepada-Nya.
Al-Ghazali mengatakan, "Ketika jiwa kosong
tanpa kehadiran Allah, melihat sejumlah kejadian
seperti gelombang-gelombang ombak; orang yang t i -
dak pandai berenang akan celaka, sedangkan orang
yang pandai berenang akan selamat, sebenarnya dia
telah hidup dengan hawa nafsunya serta dipermain-
kan kejadian dan prasangka. Bersandar terhadap
takdir—untuk tidak mengatakan dipaksa takdir—se-
penuhnya, tanpa daya dan upaya, sebetulnya akan
memberikan keberanian kepada seseorang untuk
menghadapi hari ini dan esok, memberikan warna
yang cerah dalam kehidupannya, dan membuatnya
menerima—sambil tersenyum—kerugian jiwa dan
hartanya." 7

Anda benar-benar akan merasakan ketenangan


jika bersandar kepada takdir. Anda akan merasa rida
dengan kebaikan meskipun kebaikan itu tampak se-
perti keburukan. Dari situ, Anda akan tersenyum
meskipun orang-orang di sekitar Anda merasa sedih

Ibid
7
( h i m . 76).

176 M u h a m m a d A l i al-Far
dan bingung. Itu wajar, karena mereka tidak melihat
hikmah dan kelembutan Allah seperti yang Anda
lihat.
Masruq pernah bercerita bahwa seorang laki-laki
di sebuah desa memiliki seekor anjing, keledai, dan
ayam jago. Ayam jagonya biasa membangunkan war-
ga kampung untuk shalat subuh. Keledainya biasa
mengangkut air dan barang-barang mereka. Semen-
tara anjingnya biasa menjaga mereka. Pada suatu
ketika, seekor musang tiba-tiba datang dan mencuri
ayam jago kesayangan laki-laki itu. Warga kampung
itu pun sedih. Untungnya, laki-laki pemilik ayam jago
tersebut seorang yang saleh. Dia berkata, "Semoga
ada penggantinya yang lebih baik." Selang beberapa
waktu kemudian, seekor serigala datang menerkam
dan mengoyak perut keledai milik laki-laki saleh itu.
Laki-laki itu pun berkata, "Semoga ada penggantinya
yang lebih baik." Tidak lama setelah itu, anjingnya
pun hilang. Laki-laki itu berkata lagi, "Semoga ada
penggantinya yang lebih baik." Keesokan harinya,
warga kampung berdatangan ke tempat laki-laki itu.
Ketika salah seorang di antara mereka menyampai-
kan kesedihannya, laki-laki itu berkata, "Akibat mu-
sang dan serigala yang memangsa hewan-hewan
peliharaanku, tidak ada lagi suara anjing, keledai,
dan ayam jago di tengah para penduduk kampung.
Mungkin saja kebaikan untuk mereka adalah hilang-

Meridai Qadha adalah ... 177


nya hewan-hewan peliharaanku itu, sebagaimana yang
telah ditetapkan Allah." Dengan demikian, siapa saja
yang mengetahui rahasia kelembutan Allah, dalam
keadaan apa pun dia akan selalu rida terhadap
ketentuan-Nya. 8

Akan tetapi, kita tentunya harus membedakan


antara rida terhadap ketentuan Allah yang tidak
mampu kita hindari sedikit pun dengan rida kepada
ketentuan-Nya yang masih mampu dan mungkin kita
hindari dan ubah. Karena, ketika kita malas atau t i -
dak mau menghindari ketentuan Allah yang sebetul-
nya mampu kita hindari, Allah justru tidak meridai
kita. Itulah sebabnya Allah akan meminta pertang-
gungjawaban kita nanti di hadapan-Nya. Dan kita
tidak memiliki alasan apa pun selain kelemahan atau
kemalasan kita sendiri. Allah Swt. berfirman, Dalam
keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab,
"Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri
(Makkah). 99
Para Malaikat berkata, "Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu? 99
(Q.S. Al-Nisa' [4]: 97).
Dengan demikian, kita harus mencermati dan
memahami betul kedua hal di atas.
Menurut al-Ghazali, mengambil jalan tengah di
antara kedua hal yang berseberangan di atas sebetul-

Hhya' Ulum al-Din (IV/349).

fSSEJ^ M u h a m m a d A l i al-Far
nya akan mendorong kita untuk melaksanakan apa
memang seharusnya kita lakukan, sekaligus menolak
keraguan yang muncul di hati. Semua itu dilakukan
tentu saja setelah kita merasa tenang dengan apa
yang diperbuat Allah kepada kita. Sebab, Allah tidak
akan melakukan apa pun selain kebaikan. Dengan
mengambil jalan tengah, kita akan lebih memelihara
diri agar tetap berada dalam ketenangan, kesehatan
jiwa, dan keseimbangan emosional. Namun, tidak
berarti benar-benar kosong dari perasaan dan emo-
sional. Tujuannya hanyalah agar kita terhindar dari
kebingungan dan kesedihan dan larut di dalamnya.
Karena, kebahagiaan yang terlalu berlebihan juga akan
membuat kita keluar dari rel kebenaran. Kesedihan
yang terlalu mendalam juga akan menghapus kei-
nginan asa kita. Seorang mukmin yang bersabar da-
lam menghadapi segala perbuatan Allah tidak berada
pada posisi i n i . Dia justru mengangkat sikap seperti
itu ke tempat yang paling tinggi dan mengempaskan-
nya ke tempat yang paling rendah. Dia akan selalu
berada di tempat yang seimbang. Dia akan tetap me-
ngendalikan seluruh kekuatan. Itulah buah keimanan
terhadap takdir. Sebaliknya, seorang yang lemah se-
ring kali terkejut ketika ditimpa musibah, dan pikir-
annya gelisah. Alih-alih menghadapi dan menerima
kenyataan yang menimpa dirinya, dia terus-menerus
larut dalam kesedihannya, yang akibatnya akan me-

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 179
nambah kesedihan itu sendiri dan dia tidak berbuat
apa-apa. 9

Demikian halnya ketika kita mengatakan, jika


kita menganggap buruk terhadap sesuatu, maka se-
suatu itu pasti buruk. Berbeda ketika kita tidak akan
mengetahui hakikat sesuatu itu sebelum terlihat aki-
batnya. Dalam hal ini, tidak ada tempat yang mem-
buat jiwa gelisah dan merasa rugi. Ketika hakikat
musibah itu kita lihat sebagai sebuah kenyataan yang
pasti maka tidak ada alasan bagi kita untuk memper-
tanyakannya. A k a l yang terbatas i n i tidak akan
mampu dan tidak memiliki jalan untuk mengetahui
keputusan takdir. Jika ada yang mengatakan mampu,
sebetulnya itu omong kosong dan mimpi di siang
bolong. Akal sehat tidak akan menerima semua itu,
dan Allah pun menolaknya.
Menurut al-Ghazali, apa yang akan Anda laku-
kan ketika mengalami sesuatu yang tidak menye-
nangkan, sementara Anda mampu menghindarinya?
Bersabar dalam keadaan seperti itu adalah sebuah
kesalahan. Rida dalam kondisi semacam itu adalah
juga sebuah kebodohan. Hal itu berbeda ketika Anda
ditimpa sesuatu yang berada di luar kemampuan
Anda. Adakah upaya yang lebih baik selain berusaha
tegar dan menahan gejolak yang ada? Adakah jalan

'Jaddid Hayatak ( h i m . 82).

180 M u h a m m a d A l i al-Far
yang lebih baik selain menerima semua kenyataan
dibandingkan harus mengubah kehendak Tuhan Yang
Mahatinggi lagi Maha Pemberi kebaikan yang me-
limpah? Musibah yang diberikan kepada seseorang
ada kalanya bertujuan untuk membangunkan keiman-
annya yang sedang lengah dan mengembalikannya
kepada Allah. Inilah suatu keadaan yang dapat meng-
ubah penyakit menjadi obat. Mengubah musibah
menjadi anugerah. Semua i t u , tidak diragukan lagi,
adalah buah dari keyakinan dan keridaan terhadap
apa yang diperbuat Allah. Inilah buah yang jauh le-
bih manis daripada yang disebutkan Del Karniji se-
bagai balasan atas keimanan terhadap qadha dan
qadar-Nya. Namun, ada orang yang meminta musi-
bah hanya karena dianggap kuat menahan musibah.
Orang seperti itu haruslah dimaklumi. Pasalnya, dia
tidak mengetahui penawar yang ada di depan kita.
Bahkan, kita mungkin mendengar kata-katanya, "Suatu
ketika, aku menolak hal yang sudah ditetapkan ke-
padaku. Namun, karena kebodohanku, aku menen-
tang, melawan, marah, dan gelisah. Setahun setelah
menyiksa diri, aku menerima hal yang dulu tidak
aku ketahui itu. Sebab, dari awal aku tidak menda-
pati jalan untuk mengubahnya."
Seorang penyair bersenandung:

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... 181
Betapa indahnya aku menghadapi kezaliman, kese-
dihan, dan kelaparan
Musibah, keputusasaan, cercaan, dan teguran
Seperti hewan-hewan, pepohonan, dan tetumbuhan
menghadapinya

Selama dua belas tahun saya menjalani hidup,


belum pernah melihat seekor sapi betina pun sedih
karena padang rumputnya terbakar, atau kekeringan
karena jarang hujan, atau karena pasangannya sapi
jantan beralih kepada sapi betina yang lain. Jika di-
perhatikan, hewan menghadapi kezaliman, badai be-
sar, dan kelaparan dengan tenang meskipun ia sebe-
tulnya cemas atau perutnya sangat lapar.
Dalam hal i n i , Karniji berpendapat, " I n i cara
terbaik untuk memecahkan permasalahan dan pantas
untuk dijadikan sebagai penawar penyakit jiwa, baik
yang ditimbulkan kesedihan maupun kegelisahan." 10

Akan tetapi, cara di atas dikritik al-Ghazali.


Karena, itu cara Barat dalam menyelesaikan masalah
manusia secara umum. Menurutnya, itu adalah cara
hewan menghadapi permasalahan. Cara itu berorien-
tasi kepada kepentingan materi yang hendak dipero-
lehnya. Kita adalah kaum muslim. Kita jangan meng-
gunakan cara seperti ini untuk mengatasi kesedihan
yang dialami manusia karena ditimpa sesuatu. Berserah

H)
Ibid.

182 M u h a m m a d A l i al-Far
diri kepada Allah lebih baik daripada pura-pura ber-
tahan seperti tadi. Lebih baik mana pernyataan pe-
nyair Hoetman dengan pernyataan Allah, Dan beri-
kanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, "Inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun" Mereka itulah yang mendapat keberkahan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-157).
Kemampuan menghadapi ujian dan kesulitan
merupakan sebagian dari keimanan dan petunjuk.
Setelah berhasil melewati kesulitan, seseorang sebaik-
nya harus melupakan semua yang telah dialaminya
itu. Cara ini menunjukkan salah satu etika terhadap
Allah Swt. dan sikap tenang dalam menghadapi
ketentuan-Nya. 11

Al-Ghazali dengan sangat baik mengarahkan kita


kepada etika interaksi dengan Allah. Ketika mengeta-
hui bahwa apa yang telah ditetapkan kepada kita
adalah ketetapan Tuhan semesta alam, apa artinya
gelisah, resah, dan untuk apa menentang hukum¬
Nya? Apa artinya marah kepada Allah atau tidak
menerima kehendak-Nya? Sebab, semua itu justru
akan menjauhkan kita dari-Nya dan meragukan ke-

"Jadid Hayatak ( h i m . 84).

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ...
kuasaan-Nya. Bagaimanapun berusaha, kita tidak
keluar dari dua hal berikut. Pertama, kita yakin ter-
hadap kelembutan dan hikmah Allah, kemudian kita
akan mendapat balasan-Nya. Kedua, kita marah, be-
rontak, dan menerima murka Allah. Setelah itu, kita
tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Sebab, ketentuan
Allah sudah terjadi meskipun kita tidak menyukai-
nya. Ketidaksukaan inilah yang membuat jiwa kita
menderita.
Terkait pernyataan al-Ghazali, Karniji berkomen-
tar, "Seseorang tidak pernah diberikan kekuatan
yang membuatnya melakukan perlawanan di luar
kemampuannya. Sebab, mungkin saja, setelah mela-
kukan perlawanan itu, dia berhasil menciptakan ke-
hidupan yang baik dan bahagia. Karena itu, kita ha-
rus memilih dari kedua hal ini. Pertama, Anda dapat
menahan musibah dengan cara selamat. Kedua, Anda
menentang musibah itu dengan cara celaka."
Karniji melanjutkan, "Dalam hal ini, saya pernah
membuktikannya di kebun saya yang sedang tertiup
angin. Pepohonan yang ada di kebun itu tidak kuat
menahan terjangan angin meskipun sudah ditahan
dengan kayu-kayu yang lain. Bahkan, tidak lama se-
telah itu, pepohonan tadi roboh berserakan dan ter-
sapu angin besar. Ini berbeda dengan pepohonan
saya yang ada di Kanada. D i sana, pepohonan saya

184 Muhammad Ali al-Far


Kita mengira bahwa kemenangan
adalah puncak harapan, sedangkan kegagalan
adalah puncak siksaan. Padahal,
menurut al-Hasan al-Bashri,
dunia hanyalah tempat keberangkatan,
bukan tempat tinggal.
masih tetap terlihat hijau. Tahan terhadap badai dan
masih berdiri kokoh."
Menurut saya, penjelasan di atas merupakan pe-
nafsiran terbaik terhadap sabda Rasulullah saw.,
"Seorang mukmin bagaikan setangkai tanaman yang
terus tertiup angin. Orang mukmin tidak henti-henti-
nya ditimpa bencana. Sementara orang kafir seperti
tumbuhan padi yang tidak bergoyang." 12
Dalam r i -
wayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan, "Orang
mukmin seperti setangkai tumbuhan yang terkadang
condong tertiup angin dan terkadang tegak karena
tiupan lainnya sampai tumbuhan itu menjadi kuat
dan matang. Sementara orang kafir seperti tanaman
padi yang berdiri tegak dalam pangkalnya. Tidak
pernah condong meski diterpa angin keras sehingga
ketika roboh, terjadilah sekaligus." 13

Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah saw.


Dulu aku seorang dokter penyakit jiwa. Rasulullah
sendiri berpendapat seperti itu tentang jiwa. Beliau
mengobatinya sesuai dengan petunjuk Allah. Meng-
obatinya tanpa efek samping. Salah seorang psikolog
pernah menuturkan, "Seorang mukmin yang sejati
tidak akan ditimpa penyakit jiwa. Karena, dia tidak
terlepas dari dua hal berikut. Pertama, bersabar sam-

1 2
H . R . A l - T i r m i d z i . M e n u r u t n y a , hadis i n i hasan sahih.
u
]addid Hayatak ( h i m . 85).

186 M u h a m m a d A l i al-Far
pai kebaikannya di dunia tampak. Kedua, senantiasa
rida yang mengantarkannya bertemu dengan Tuhan-
nya, sebagai pemberi petunjuk dan hujah untuk me-
raih keridaan-Nya dan berhasil memandang wajah¬
Nya. Dalam segala kondisi, dia tidak pernah merasa
tersiksa dengan penyakit dan rasa putus asa. Dia te-
tap bersabar dengan hikmah yang ada di baliknya.
Dia tetap menempatkan dirinya dalam posisi sabar.
Orang seperti inilah yang pantas berhasil melewati
kesulitan, berhasil meraih keberuntungan, dan sela-
mat dari segala keburukan.
Del Karniji menyebutkan, "Sikap menerima ke-
nyataan secara cepat merupakan sesuatu yang me-
ngagumkan. Begitu menerima suatu kenyataan, kita
langsung menggiring jiwa kita untuk meridainya. Kita
tidak melupakan kenyataan. Dalam hal ini, Wiliam
James mengatakan, 'Kami siap menghadapi segala
sesuatu yang tidak dapat kita hindarkan. Karena,
sikap menerima merupakan sebuah langkah utama
menuju kemenangan dalam menghadapi kesulitan.'"
Namun, Karniji membantah pendapat James tadi,
"Delapan tahun silam, saya membaca semua buku,
majalah, dan artikel tentang mengatasi masalah geli-
sah. Maukah Anda mengetahui nasihat yang paling
bijak dari hasil bacaan saya? Saya sarankan Anda
menulisnya dalam kertas dan menempelkannya di
cermin agar Anda dapat melihatnya setiap hari.

M e r i d a i Q a d h a a d a l a h ... '^tjS^ 187


Pesan ini telah dicatat, termasuk doanya, oleh Dr.
Ronald Tanyir, seorang guru besar di Ma'had al-
Ittihad al-Dini, New York.

Ya Allah, berikanlah kesabaran dan kekuatan


kepadaku
untuk meridai segala yang tidak kuasa aku
tolak
Ya Allah, berikanlah keberanian dan kekuatan
untuk mengubah segala yang masih mampu
aku ubah
Ya Allah, berikanlah kebenaran dan hikmah
kepadaku
untuk membedakan antara yang hak dan yang
batil 14

lA
Da' al-Qaliq wa lbda y
al-Hayah (him. 121).

1 8 8 |3E5^ M u h a m m a d A l i al-Far
7
Mungkin Saja

Hawa nafsu senantiasa menggiring kita ke jalan se-


sat. Pada awalnya, nafsu menawarkan kenikmatan.
Akan tetapi, dalam waktu sekejap, kenikmatan itu
lenyap begitu saja. Contohnya, makanan menghilang
dari mulut dalam waktu singkat. Yang tersisa, penya-
kit yang ada dalam perut. Alangkah singkatnya kele-
zatan dan kenikmatan. Selepas itu, penderitaan yang
ditimbulkan pun datang. Seandainya kita dibiarkan
memakan apa pun yang diinginkan dan disukai, ten-
tu kita akan memakan apa pun yang ada di dunia
ini. Namun, tidak lama berselang, kita harus meng-
obati penyakit yang diakibatkannya. Allah sudah
menahan dunia kepada para hamba-Nya, tidak ada
bedanya dengan orang sakit yang dilarang makan

189
makanan tertentu oleh keluarganya. Karena itu, al-
Hasan al-Bashri mengatakan, "Cegah hawa nafsu! Ia
hanya akan mencelakakan kita. Ingkarilah. Jika tunduk
kepadanya kalian akan jatuh kepada kejahatan."
Kita semua sejatinya adalah korban dunia. Kita
mengira bahwa kemenangan adalah puncak harapan,
sedangkan kegagalan adalah puncak siksaan. Padahal,
menurut al-Hasan al-Bashri, dunia hanyalah tempat
keberangkatan, bukan tempat tinggal. Nabi Adam
a.s. diturunkan ke dunia sebenarnya sebagai hukum-
an. Seseorang kadang-kadang menganggap bahwa
semua kebaikan yang diberikan Allah adalah balasan
atas kebaikannya, sedangkan keburukan yang diberi-
kan-Nya adalah hukuman atas keburukannya. Anda
harus ingat bahwa semuanya adalah korban dunia.
Padahal, dunia justru merendahkan orang yang me-
muliakannya, dan menghinakan orang yang meng-
agungkannya. Semuanya adalah korban. Dunia ba-
gaikan racun yang mematikan. Namun, ia terkadang
dimakan orang yang tidak mengetahui bahaya terse-
but. Dalam dunia, jadilah seperti orang yang sedang
mengobati luka. Bersabar menahan pahitnya obat
karena mengkhawatirkan bahaya yang lebih besar.
Bertahan sebentar karena takut terhadap keburukan
yang panjang. Sekarang, Anda berada di dalam ke-
adaan bahaya karena berada di tengah kenikmatan
yang sedikit i t u , atau karena bencana yang datang,

190 M u h a m m a d A l i al-Far
atau musibah yang mengadang. Bagi orang yang ber-
akal, kehidupan itu kotor, kenikmatannya dalam ba-
haya, ujiannya dalam peringatan, dan kehilangannya
merupakan sesuatu yang pasti.
Oleh sebab itu, sudah selayaknya kita bersabar
dari sesuatu yang mungkin kita cintai dan mening-
galkan sesuatu yang seharusnya dibenci. Jangan per-
nah mengikuti ajakan nafsu dan apa pun yang dicin-
tainya. Tidak semua yang nafsu inginkan baik. Dan,
tidak selamanya yang ia benci buruk. Bagaimana
mungkin kita menginginkan kesempurnaan, semen-
tara kesempurnaan adalah lawan hawa nafsu. Bagai-
mana kita dapat meninggalkan sifat-sifat hewani, se-
mentara sifat-sifat itu adalah sarangnya hawa nafsu.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Kalian tidak akan
memperoleh apa yang kalian cintai sebelum mening-
galkan setiap yang kalian inginkan. Kalian tidak
akan mengetahui apa yang kalian harapkan sebelum
kalian bersabar dalam menghadapi apa yang tidak
kalian sukai."
Ada yang berpendapat bahwa bersabar dalam
menghadapi sesuatu yang tidak disukai mengandung
kebaikan yang banyak. Karena, bagaimana kita da-
pat menggambarkan sebuah kehidupan tanpa mele-
wati hal-hal yang tidak disukai? Bagaimana kita da-
pat merasakan sakit tanpa diberi penyakit? Bahkan,

M u n g k i n Saja ^t!3S) 191


Syauqi mengatakan, "Sesuatu yang paling tampak
dalam hidup adalah penyakit."
Setidaknya, jika kita menganggap bahwa penya-
kit adalah perusak kebahagiaan, tentu kita tidak me-
rasakan nikmatnya makanan sebagai sebuah kebaha-
giaan. Padahal, kita tidak merasakan kebahagiaan
sebelum merasakan sakit. Karena, dengan penyakit
itulah kita dapat membedakan mana yang nikmat
dan mana yang tidak.
Namun, tidak selamanya penyakit itu menghapus
kebahagiaan. Penyakit hanyalah salah satu penyebab
di antara sekian banyak penyebab hilangnya kebaha-
giaan. Banyak orang yang acap kali keliru memahami
penyakit ini. Dia hanya melihat penyakit ketika ada
rasa sakit yang ditimbulkannya. Contohnya, seorang
anak kecil yang tidak kuat menahan rasa sakit yang
dialaminya sehingga dia terus mengaduh kesakitan.
Uniknya, dia kadang menolak orang-orang yang akan
mengobatinya. Yang lebih keliru lagi, jika seseorang
memahami bahwa seandainya bukan karena penya-
kit, tentu dia tidak akan meninggal. Padahal tidak
ada seorang pun yang mengetahui hakikat ini.
Biasanya, ketika seseorang menderita penyakit
jasmani, penyakitnya itu berubah menjadi penyakit
ruhani dan penyakit hati. Akibatnya, dia berusaha
mengobati keduanya. Dari situlah dia akan meraih
kebahagiaan. Kita dapat membayangkan seseorang

f8EX^ M u h a m m a d A l i al-Far
yang menderita penyakit yang belum pernah dialami-
nya—kita sendiri tentu pernah mengalaminya. Setelah
tidak menemukan sesuatu yang menyakiti hatinya
dan meresahkan jiwanya, dia lalu berserah diri kepa-
da Allah, melepaskan diri dari segala dosa, dan ber-
tobat. Kita juga dapat membayangkan bagaimana
keadaan orang itu seandainya bukan karena penyakit
yang dialaminya. Rasulullah saw. bersabda, "Ketika
kamu senang dengan kebaikanmu dan sedih dengan
keburukanmu, berarti kamu adalah seorang yang
beriman." 1

Sebaliknya, orang yang tidak merasakan apa-apa


dari penyakit yang dideritanya, berarti hatinya mati.
Dan, orang yang hatinya mati tidak bedanya dengan
orang yang tubuhnya mati, hati dan tubuhnya tidak
tergerak meskipun disentuh yang lainnya. 2

Setelah mengetahui hal ini, kita akan yakin bah-


wa tidak selamanya yang tidak kita sukai itu buruk.
Tetapi, boleh jadi, di dalam sesuatu yang kita tidak
sukai itu terdapat kebaikan yang banyak.
Al-Ghazali menyatakan, "Yang pertama kali Islam
minta darimu adalah selalu berpikir positif atas se-
gala sesuatu yang menimpamu. Siapa yang tahu bah-
wa tidak sedikit dalam mudarat itu terdapat manfa-

!
H . R . A l - H a k i m d a l a m al-Mustadrak. Menurut al-Albani,
hadis i n i s a h i h .
2
Jaddid Hayatak (him. 169).

Mungkin Saja ^^^193


at? Siapa yang tahu bahwa dengan penyakit, badan
menjadi sehat? Tidak sedikit pula dalam anugerah itu
terdapat musibah. Siapa yang tahu bahwa mungkin
saja di dalam kesulitan yang kita alami terdapat pin-
tu kebaikan yang tidak kita ketahui. Seandainya di
dalam pikiran kita sudah terpatri seperti i t u , kita
pantas meraih masa depan yang lebih baik. Allah
Swt. berfirman, Mungkin saja kamu membenci se-
suatu, padahal sesuatu itu amat baik bagimu. Dan
mungkin saja kamu menyukai sesuatu, padahal se-
suatu itu amat buruk bagimu. Sesungguhnya, Allah
Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 216)."
Namun, tidak sedikit di antara kita merasa bo-
san dengan situasi yang ada di sekitar kita. Akibat-
nya, kita malah menambah kekurangan, kegagalan,
dan kesulitan yang ada. Padahal, kesulitan dan pe-
nyakit itu justru membuat kita semakin dewasa.
Barangkali gambaran hidup paling jelas yang
harus kita jalani adalah seperti yang dikemukakan
Rasulullah saw., "Seorang mukmin tidak pernah mem-
benci mukmin yang lain. Jika membenci salah satu
perangainya, dia akan menyukai perangainya yang
l a i n . " Kehidupan pada hakikatnya adalah rangkaian
3

keputusan yang harus dipilih seseorang. Melalui ke-

3
H.R. Muslim.

M u h a m m a d A l i al-Far
putusan itulah dia naik ke atas, seperti menaiki se-
jumlah anak tangga, sampai berada di tempat yang
dituju. Tempat yang berhasil dicapainya merupakan
hasil dari keputusan yang diambilnya, terlebih jika
keputusan itu adalah keputusan satu-satunya yang
mesti dipilihnya dan tidak ada jalan lain untuk meng-
hindarinya. Sebagai contoh, keputusan untuk meni-
kah. Ini merupakan keputusan terpenting, menurut
saya, dan harus diambil seseorang yang berakal se-
hat. Sebab, bagi seseorang, pernikahan mencermin-
kan sebagian kehidupannya yang di dalamnya dia tidak
memiliki kehendak apa-apa. Karena itu, dipastikan
bahwa istri akan memberikan kebahagiaan kepada
suaminya selama mereka berada di dalam petunjuk
Allah. Sebaliknya, ketika waktu telah memperlihat-
kan taringnya dan menunjukkan kekuatannya, demi-
kian pula ketika seorang istri telah menunjukkan ke-
burukannya kepada suaminya, maka kesengsaraan
pun tidak terhindarkan. Sabda Rasulullah saw. sa-
ngat tepat, "Kebahagiaan anak cucu Adam ada tiga,
kesengsaraan mereka juga ada tiga. Tiga kebahagiaan
anak cucu Adam adalah wanita salihah, rumah yang
baik, dan kendaraan yang bagus. Sementara tiga ke-
sengsaraan mereka adalah istri yang tidak salihah,

Mungkin Saja 1 195


rumah yang tidak baik, dan kendaraan yang tidak
bagus." 4

Istri salihah adalah kekayaan dunia yang paling


baik. Ketika didampingi seorang suami yang saleh,
sifat-sifat wanita itu akan mudah dimengerti. Sifat-
sifat suaminya juga akan mudah dimengerti istrinya.
Ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., "Tidak ada
yang lebih bermanfaat bagi seorang mukmin—setelah
bertakwa kepada Allah—selain istri salihah. Ketika
suami menyuruh, sang istri akan menaatinya. Ketika
suami memandang, dia akan membahagiakannya.
Ketika suami memberi sesuatu, dia akan menerima-
nya. Tatkala suami sedang tidak di rumah, dia akan
menjaga harga dirinya dan harta suaminya." 5

Namun, meski begitu, pernikahan tidak akan lu-


put dari masalah. Masalah kecil sering kali menjadi
prahara rumah tangga yang besar. Adakalanya, ma-
salah itu muncul dari sesuatu yang tidak terduga.
Terkadang, masalah muncul dari aktivitas hidup ke-
seharian. Bahkan, tidak jarang masalah itu harus
berujung pada buruknya prasangka kedua belah pi-
hak. Dalam hal ini, Dr. Ostas Tisyasir berpendapat,
"Pandangan suami dengan pandangan istri pasti ber-
beda, sejalan dengan perbedaan karakter mereka.

4
H . R . A h m a d . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i sahih H ghairih.
5
H . R . I b n M a j a h . M e n u r u t a l - A l b a n i , hadis i n i d a i f .

196 M u h a m m a d A l i al-Far
"Berbahagialah dan berharaplah kalian
mendapat kesenangan. Demi Allah,
aku tidak mengkhawatirkan kemiskinan
yang menimpa kalian. Yang aku khawatirkan
adalah manakala dunia dimudahkan
untuk kalian, sebagaimana dimudahkan
untuk orang-orang sebelum kalian.
Kalian lebih mementingkan kehidupan dunia
seperti orang-orang sebelum kalian.
Akibatnya, kalian celaka gara-gara dunia
seperti halnya orang-orang sebelum kalian."
Perbedaan pandangan ini memiliki pengaruh yang
besar dan mendasar. Sepanjang mereka tidak mampu
memahami perbedaan karakter, emosi, sensitivitas,
intelektualitas, dan kepribadian masing-masing, satu
sama lain akan menganggap masing-masing memiliki
satu karakter dan satu pola pikir yang sama. Akibat-
nya, mereka akan berinteraksi dengan caranya ma-
sing-masing. Tidak heran, masalah yang dihadapi
mereka berujung dengan perpecahan.
Banyak pasangan suami-istri yang dihadapkan
dengan sejumlah kesulitan. Pasalnya, masing-masing
tidak melihat masalahnya dengan cara pandang yang
sama. Biasanya, dengan sejumlah dalih dan alasan,
suami akan berusaha mengalahkan istrinya dengan
pandangan yang diyakininya paling benar. Namun,
sering kali alasan sang suami seperti ini gagal dan
tidak diterima meskipun dia telah berusaha sekuat
tenaga untuk membantah pendapat istrinya. Sikap
istri tidak kalah kerasnya dengan sikap suami. Bahkan,
dengan nalurinya, sang istri melihat suami selalu ber-
ada dalam posisi yang salah." 6

Demikianlah analisis mendalam yang mengung-


kap pangkal perselisihan di antara suami-istri. Biasa-
nya, perselisihan itu muncul dari perbedaan-perbeda-
an yang ada di antara mereka, termasuk perbedaan

6
Al-Jawaz al-Najih (him. 42).

M u h a m m a d A l i al-Far
mereka dalam memandang suatu masalah. Sebetul-
nya, perselisihan muncul akibat kekurangpahaman
mereka terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi.
Padahal, baik suami maupun istri memiliki cara yang
khas dalam berpikir dan menyelesaikan masalah
masing-masing. Namun, banyak orang yang tidak
mengetahuinya.
Biasanya, pada awalnya masalah kecil, tapi ke-
mudian menjadi masalah besar. Misalnya, seorang
suami merasa bahwa sang istri membencinya. Sang
suami membayangkan istrinya sudah tidak lagi me-
nyukainya. Salah satunya menganggap pasangannya
sudah tidak layak lagi baginya. Akibatnya, ketidak-
sukaan pun semakin menguat. Kesalahan dan keku-
rangan sang istri di mata suami semakin terlihat.
Hari demi hari masalah semakin bertambah. Bahkan,
suami merasa dirinya tidak akan mampu lagi melan-
jutkan rumah tangga bersama istrinya.
Akan tetapi, agama membentangkan solusinya.
Ia membukakan pintu harapan kepada sang suami
sesuai dengan cara pandang Allah Yang Maha Melihat
lagi Maha Mengetahui. Ia menyerukan salah satu
firman-Nya, Karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak (Q.S. Al-Nisa' [4]: 19).
Lambat laun, sebelum memutuskan, sang suami
akan merenungkan kandungan ayat suci ini di hati-

M u n g k i n Saja
nya. Allah kemudian memberikan ketenangan kepa-
danya. Sehingga, ia pun akhirnya kembali kepada
istrinya. Dia tidak lagi memandang istrinya seperti
dulu, tapi memandangnya secara manusiawi dan
adil. Sang istri pun kemudian tampil dengan perilaku
yang menyenangkan. Kebaikan-kebaikannya kembali
terlihat. Padahal, bukankah dulu istrinya sempat ber-
sikap keras kepada suaminya? Bukankah dia bersikap
ini dan itu? Jiwa suami secara perlahan-lahan kem-
bali tenang. Anugerah pun diraihnya. Dan kehidupan
pun kembali dilaluinya dengan baik. Sang istri kem-
bali dinafkahinya. Ketika sang suami menyadari bahwa
dirinya berpaling dari istrinya, melihat awan kegelap-
an mendorong istrinya, melihat bagaimana Allah me-
nyelamatkannya dari kegelapan, dia menyadari ba-
gaimana Allah melahirkan sejumlah keburukan dari
dalam kebaikan dan menyingkapkan keburukan yang
tebal secara lebih nyata.

200 fSI!)^ M u h a m m a d A l i al-Far


Penutup

Ya Allah, aku sangat membutuhkan apa pun yang


Engkau turunkan kepadaku. A k u membutuhkan ka-
runia-Mu sampai hatiku terbebas dari segala peng-
hambaan kepada selain-Mu. Kemuliaanku berada di
sisi-Mu. Seandainya aku berpaling dari-Mu, aku pasti
menjadi makhluk yang paling hina. Ya Allah, berikan-
lah hati yang senantiasa mengingat dan menghadap¬
M u . Ya Allah, penuhilah hatiku dengan kecintaan-
M u agar aku tidak membutuhkan kecintaan dari
selain-Mu. Jangan berikan aku kesempatan terbudak
dunia. Jangan arahkan hatiku untuk menyenanginya
secara berlebihan. Gerak dan diamku sesuai dengan
keridaan-Mu. Jadikanlah keridaan-Mu sebagai harap-
an, permintaan, dan kesibukanku yang paling tinggi.

201
Ya Allah, muliakanlah aku dengan segala kehinaan
di hadapan-Mu dan ketundukan yang Engkau jalan-
kan kepadaku. Jadikanlah kehinaan teringgiku seba-
gai puncak kemuliaanku agar aku tidak tunduk ke-
pada selain-Mu. A k u benar-benar sudah menzalimi
diriku sendiri. Ampunilah segala dosaku yang telah
lalu karena ketidaktahuanku dalam mencari kebaikan
atau menjauhi keburukan. Ampunilah ketergantung-
anku kepada sesuatu yang sebenarnya hanya peran-
tara mendekat kepada-Mu. Karena ketergantunganku
yang seperti itu merupakan kelemahan, ketidaktahu-
an, dan tanda lemahnya keyakinanku.
Ya Allah, aku memohon keyakinan yang mene-
rangi mata hatiku dan mengasah semangatku, se-
hingga aku mampu melihat kebaikan yang paling
lembut dan tertutup gelapnya kesulitan. Bukakanlah
dadaku terhadap ketentuan dan pemberian-Mu yang
sangat lembut. Jangan biarkan aku berada dalam
kelemahan dan jangan tumpulkan keteguhan hatiku
dengan kemalasan. Ya Allah, aku memohon keyakin-
an yang melemahkan nafsuku. Jangan biarkan aku
diperbudak bujukannya. Jangan biarkan aku terhina
kehendaknya. Ya Allah, aku memohon keimanan yang
dapat melindungiku dari segala malapetaka, baik yang
tampak maupun yang samar; keimanan yang dapat
memeliharaku dari ketergelinciran; keimanan yang
membawaku kepada keridaan-Mu. Ya Allah, berikan-

202 M u h a m m a d A l i al-Far
lah kesabaran kepadaku dalam menghadapi ketetap-
an-Mu. Bukakanlah dadaku terhadap ketentuan-Mu
hingga aku meridainya. Senangkanlah mataku untuk
melihat takdirmu untukku. Ya Allah, jadikanlah aku
sebagai hamba yang rida meridai-Mu. Penuhilah ha-
tiku dengan keridaan kepada-Mu. Masukkanlah aku
ke dalam kelompok para hamba-Mu yang saleh dan
meridai-Mu dan Engkau ridai. Amin.

Penutup 203
Judul : Ya Allah, Kenapa Aku Diuji

Ha Rliah,
Tuntunan Al-Quran Agar Lulus Ujian
dan Cobaan
Penulis : Ibnu Qayyim al-Jauziyah

Kenapa Rku
ISBN : 978-979-024-231-9
Dimensi : 13 x 19 cm
Halaman : 188/SC/Bookpaper

Diuji
Tuntunan Al Quran
Acar l ulus Ujian

Rahasia mahapenting
untuk menyikapi kenyataan
dan menjemput pertolongan Allah

Pernahkah Anda mendengar orang merintih, "Ya Allah, apa dosaku hingga Engkau
melakukan ini kepadaku?!"
Ada pula yang bertanya: "Kenapa orang baik-baik kadang hidupnya sengsara dan
orang bejat malah bergelimang nikmat?"
Hidup memang tidak selalu mudah untuk dilalui. Tetapi, para nabi dan orang-
orang arif telah memberi contoh bahwa mereka bisa menghadapi hidup dan melewati
kesulitannya dengan sebaik-baiknya. Apa rahasia kesuksesan mereka? Apa yang kita
perlukan agar lulus dalam setiap ujian dan cobaan hidup?
Menurut Al-Quran, cobaan berlaku kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana
saja (QS 29:1-3). Tak ada tempat di dunia ini yang bisa melindungi kita dari cobaan
hidup. Allah Maha Melihat dan Maha Memberikan pelajaran. Cobaan hidup juga
merupakan salah satu cara mempersiapkan kita menerima kenikmatan yang jauh
lebih besar. Kesadaran inilah yang mengubah peristiwa paling menyakitkan sekalipun
menjadi momen emas pembelajaran.

Bagian kedua buku ini menyuguhkan KAMUS BAHAGIA—30 rahasia hidup lebih
nyaman, tenteram, dan damai dari Dr. Al-Qarni. Penulis La Tahzan ini membantu kita
menyarikan dari puluhan buku tentang kebahagiaan. Buku ini laksana ranting pohon
kemangi—tutur beliau—ringan dibawa, harum semerbak, bisa diletakkan di laci meja
atau di samping bantal. Layaknya kamus, ia bisa dirujuk kapan saja dan di mana saja.
Berdamai dengan

Takdir
Tuhan tak memberi apa yang manusia inginkan; la memberi
apa yang mereka butuhkan ....

Barangkali kita pernah mendengar ujaran demikian. Ada makna


tersirat di sana: Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk
manusia, sementara manusia selalu tak mampu sepenuhnya
memahami bahwa apa yang mereka anggap baik tak selalu
baik menurut Tuhan; apa yang mereka anggap buruk, bisa
jadi baik menurut-Nya.

Memahami secara pintar dan benar nilai setiap hal yang ber-
laku atas diri kita. Itulah seruan yang ingin disuarakan karya
berharga ini. Sebab, dengan cara itulah kita dapat mengalir di
alur hidup—anugerah atau musibah, suka atau duka—dengan
tenang namun sadar; menjalani takdir dengan rida, tanpa
bangga berlebihan atau terlalu banyak meratap dan menya-
lahkan, namun justru membuat kita banyak belajar.

Basah oleh kisah-kisah reflektif dari Kitab Suci dan sabda Nabi,
menjadikan paparan-paparan mendalam buku ini tak mem-
bosankan, tapi justru mengasyikkan.

zaman
asyik disimak dan kaya!

www.penerbitzaman.com

Anda mungkin juga menyukai