Anda di halaman 1dari 105

TAFAKUR

Jalan Menuju
Pencerahan Batin

Oleh :
Yuniarso Adi Nugroho

1
Semarang, 2010

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha


Pemurah. Yang mengajar manusia dengan
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(Q.S. al ‘Alaq: 3-4)

2
Untuk Kita Renungkan…

Assalamu ‘alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta


alam yang telah menciptakan manusia dengan
sangat sempurna sebagai mahluk terkasih-Nya.
Segala kekurangan maupun kelebihan yang
terdapat pada manusia merupakan bukti
kesempurnaan itu, yang tidak dimiliki oleh
mahluk lainnya baik itu yang berwujud malaikat,
jin, binatang, dan sebagainya. Dengan
kesempurnaan yang dimilikinya, manusia
memiliki misi khusus menjadi wakil Allah di
muka bumi untuk mengatur alam dan
memanfaatkannya untuk kebutuhannya dengan
cara-cara yang telah diperintahkan-Nya melalui
agama yang dibawa oleh nabi-nabi-Nya. Dan

3
agama Islam yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW memberikan panduan kepada
manusia melalui kitab suci Al qur’an mengenai
cara-cara hidup yang baik dan membawa rahmat
bagi alam semesta.
Ibadah sholat yang diwajibkan bagi umat
Islam merupakan wujud komunikasi dialogis
antara manusia dengan Tuhannya. Dalam
sholatnya, seorang hamba diharapkan mampu
merasakan “kehadiran” Tuhan dan “menyatu”
dalam rangkaian gerak fisik dan batin yang
kontinyu dan berkesinambungan. Namun,
banyak diantara kita yang hanya menganggap
sholat sebagai ibadah wajib yang memiliki
konsekuensi syari’ah berupa dosa dan azab Allah
jika melalaikannya. Seakan-akan Allah sudah
sedemikian kejam kepada hamba-Nya. Dan
terkadang kita hanya melakukannya dengan
tujuan untuk mendapatkan surga Allah dalam

4
pemahaman yang sempit berupa kenikmatan
duniawi dan indrawi yang akan kita rasakan
nanti setelah kita mati. Akibatnya, komunikasi
yang kita lakukan hanya monologis atau satu
arah dari kita kepada Allah, dan kita tidak
merasakan kasih sayang Allah berupa “jawaban-
jawaban” dan “petunjuk-petunjuk”-Nya melalui
ibadah yang kita lakukan. Singkatnya, kita tidak
merasakan ni’matnya ibadah.
Amalan dzikir yang dijanjikan bisa
mendatangkan ketenangan dan ketentraman batin
pun sering di salah pahami oleh sebagian umat.
Karena terpukau oleh karomah-karomah para
waliullah, mereka mengamalkan dzikir-dzikir
tersebut dengan harapan bisa memiliki karomah-
karomah para waliullah tersebut. Hal ini
diperparah dengan janji-janji sebagian ulama
yang menjanjikan bahwa amalan ini bisa untuk

5
ini, amalan itu bisa untuk itu. Maka makin jauh
lah umat dari Allah.
Dewasa ini, masyarakat semakin getol
dengan meditasi dan yoga yang disebut-sebut
memberikan ketenangan dan kebahagiaan batin
bagi para pelakunya. Bahkan disebutkan bahwa
aktifitas tersebut bisa menyembuhkan beberapa
penyakit. Meskipun secara ilmiah memang
terbukti dan bisa dijelaskan bahwa meditasi dan
yoga akan membuat syaraf dan peredaran darah
bekerja lebih baik, namun sebagian umat Islam
yang menggemarinya mulai menganggap
aktifitas tersebut lebih baik daripada sholat dan
dzikir karena lebih kelihatan hasilnya. Dan lebih
parahnya lagi, ajaran-ajaran filsafat di balik
meditasi dan yoga telah membuat sebagian umat
Islam bahkan menjelek-jelekkan agama mereka
sendiri. Naudzubillaahi min dzalik….

6
Melihat fenomena sosial keagamaan di
atas, kami merasa terpanggil untuk sekedar
berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai
tafakur. Kami telah bertahun-tahun mengalami
kegelisahan batin dan aqidah, dan berkali-kali
pula mengalami jatuh bangun dalam keimanan.
Hanya berkat rahmat dan hidayah Allah pula lah
yang menuntun kami untuk terus bermujahadah
dan mengkaji serta mengamalkan tafakur sebagai
jalan pencarian kebenaran dan kedamaian batin
dengan cara-cara yang tidak menyimpang dari
aqidah dan syari’at.
Tafakur merupakan salah satu ibadah yang
disunnahkan oleh Allah sebagai sebuah aktifitas
perenungan dan pemahaman mendalam
mengenai hidup dan kehidupan baik di dunia
maupun nanti di akhirat. Dalam tafakur lah Nabi
Ibrahim menemukan Allah, Nabi Yunus keluar
dari perut ikan, Nabi Musa mendapatkan wahyu

7
Taurat, dan Nabi Muhammad mendapatkan
wahyu di Gua Hira’. Topik mengenai tafakur ini
kurang diulas secara mendalam oleh para ulama
maupun penulis buku karena tidak ada panduan
yang terperinci mengenai hal itu. Selama ini
umat “hanya” diajak untuk berdzikir, membaca
Al Qur’an, maupun ibadah-ibadah sunnat
lainnya selama mereka bertafakur. Memang
beberapa orang akan merasakan kedamaian dan
ketenangan dalam tafakur mereka dengan cara
itu, namun banyak yang lainnya yang tidak
merasakan apa pun karena mereka hanya
melakukannya sebagai ritual fisik semata.
Buku ini akan mencoba memberikan
“sedikit” panduan bertafakur sebagai rangkaian
persiapan fisik maupun batin untuk menuju
kepada kehidupan yang lebih berkualitas dalam
naungan perlindungan dan petunjuk Allah.
Penulis menyadari dan memahami batas

8
kemampuannya maupun keilmuannya, serta
merasa kurang berkompeten untuk memberikan
petunjuk cara bertafakur yang sempurna. Namun
melalui buku ini, penulis berharap bisa
memberikan kontribusi yang berarti untuk
membimbing umat secara bertahap agar dapat
menuju kepada kualitas tafakur yang lebih bisa
membawa manfaat baik secara lahiriah maupun
batiniyah.
Buku ini merupakan hasil dari penelusuran
kepustakaan, diskusi dengan beberapa ulama,
maupun pengalaman spiritual pribadi penulis
yang dialami untuk dibagikan kepada para
pembaca. Hasil yang dirasakan akan sangat
bervariasi tergantung pada tingkat kesadaran
batiniyah dan pengalaman spiritual yang dimiliki
masing-masing pembaca. Buku ini masih jauh
dari sempurna, sehingga penulis mohon kepada
para pembaca untuk sudilah memberikan

9
koreksi, berbagi pengalaman, sumbangan ide,
maupun pengembangan-pengembangan yang
sifatnya membangun dan memperkaya isi buku
ini.
Kepada semua pihak yang telah membantu
terselesainya buku ini, kami ucapkan banyak
terima kasih dan semoga amal ibadah anda
semua, yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu disini, diterima di sisi Allah SWT karena
apa yang anda berikan akan membawa manfaat
yang besar bagi kemaslahatan umat.

10
1
KEUTAMAAN TAFAKUR

A. Dalil-Dalil Mengenai Tafakur

Tafakur adalah suatu aktifitas berfikir, dan


Islam sangat menghormati dan menghargai
orang-orang yang mau berfikir. Allah SWT
menempatkan kaum yang suka berfikir pada
derajat yang sangat tinggi karena hanya dengan
berfikir lah manusia bisa melaksanakan tugasnya
menjadi khalifah Allah di muka bumi serta bisa
lebih meningkatkan taqwa kepada-Nya.
Penghargaan Allah terhadap kaum yang suka
berfikir sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an
surat Yunus ayat 24 :

11
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan
duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami
turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan
suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di
antaranya ada yang dimakan manusia dan
binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira
bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba
datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam
atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman
tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah
disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh
kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-
tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang
yang berpikir”.

Allah sangat menekankan aktifitas tafakur


karena aktifitas ini akan meningkatkan

12
pemahaman manusia tentang ajaran-ajaran-Nya
dan Ia akan semakin dekat dengan orang-orang
yang mau bertafakur. Allah berfirman:

“Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman


yang dalam tentang Alquran dan As-Sunnah)
kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang
siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-
benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan
tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.” (Al Baqarah:269).

Bahkan Allah sangat murka kepada orang-


orang yang enggan atau bahkan tidak mau
bertafakur. Firman Allah dalam Al Qur’an surat
Al A’raf ayat 179:

'Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk (isi


neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan

13
manusia. Mereka mempunyai hati tapi tidak
dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat
Allah), mempunyai mata tidak dipergunakan
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
mempunyai telinga tidak dipergunakan untuk
mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai''.

Sedemikian hebatnya pengaruh tafakur pada


kehidupan manusia sehingga memiliki posisi
yang sangat penting dan bahkan sejajar dengan
ibadah-ibadah fardhu lainnya. Sebagaimana yang
pernah disabdakan oleh Rosulullah SAW :

“Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari


kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang
lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak
ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub

14
(rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong
yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak ada
kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang
baik dan matang) dan tidak ada kedudukan yang
lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada
wara' yang lebih baik dari menjaga diri
(memelihara harga dan kehormatan diri), dan
tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari
tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang
lebih sempurna dari sifat malu dan sabar. (HR.
Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Walaupun keutamaan bertafakur sudah


demikian jelasnya, dan ancaman bagi yang tidak
mau melakukannya sudah amat tegasnya, tetapi
mengapa sedikit sekali orang yang mau
betafaqur? Hal ini penyebabnya antara lain
karena mereka membiarkan pikiran dan hatinya
dibelenggu oleh kentalnya masalah keduniawian.

15
Ketika hati seseorang dipenuhi oleh khayalan,
impian mustahil, maka hidayah akan menjauh
darinya. Dengan demikian, selama orang tidak
mau memangkas hal-hal yang dapat merusak
keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat di
hatinya, maka selama itu pula ia akan lalai untuk
bertafakur.
Dari apa yang disampaikan dalam Al Quran
serta Al hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa
tafakur atau berfikir disini lebih kepada
mengingat Allah SWT, mengingat akan
kebesaran-Nya, Keagungan-Nya, Ke Esaan-Nya,
dan lain-lain dzat-Nya yang dapat kita ketahui.
Dengan demikian kita akan lebih mengenal dan
mencintai Allah setelah melalui proses
perenungan dan menyaksikan tanda-tanda
kebesaran-Nya.
Saat bertafakur sebenarnya seorang muslim
sedang berusaha meningkatkan ketaatan,

16
menghentikan kemaksiatan, menghancurkan
sifat-sifat destruktif dan menumbuhkembangkan
sifat-sifat konstruktif yang ada dalam dirinya.
Berhasil tidaknya hal itu dicapai sangat
dipengaruhi banyak faktor, di antaranya:

1. Kedalaman ilmu
2. Konsentrasi pikiran
3. Kondiri emosional dan rasional
4. Faktor lingkungan
5. Tingkat pengetahuan tentang objek tafakur
6. Teladan dan pergaulan
7. Esensi sesuatu
8. Faktor kebiasaan
B. Hubungan Dzikir Dengan Tafakur
Antara suara hati dan nalar manusia selalu
terjadi dialog, tarik menarik, bahkan masing-
masing saling “berperang” untuk berebut
pengaruh dan otoritas. Jika kekuatan keduanya

17
berimbang gejalanya dapat kita rasakan pada saat
terjadi kebimbangan dan keragu-raguan, atau
sikap ambigu, dan dualisme. Sementara itu, jika
nalar memenangkan jadilah pribadi yang hanya
mengandalkan kemampuan rasio semata.
Sehingga bagi dirinya banyak sekali hal-hal di
luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai
sesuatu yang tidak ada, omong kosong. Hal-hal
gaib dianggap sebagai sesuatu yang mustahil dan
di luar logika. Dan jika hal ini dibiarkan, maka
kepercayaan dia kepada Al Ghaib yaitu Allah
SWT pun akan berangsur menghilang. Maka
disinilah terlihat pentingnya keseimbangan
antara aktifitas berpikir (tafakur) dan aktifitas
hati (zikir).
Tafakur juga merupakan salah satu amalan
dalam dunia tasawuf yang merupakan suatu
kegiatan yang terintegrasi dengan aktifitas dzikir.
Itulah sebabnya dalam memahami beberapa

18
istilah dalam ilmu tasawuf kita sering
dibingungkan dengan istilah dzikir dan tafakur.
Adakah perbedaan dari ke dua istilah tersebut?
Tafakkur merupakan bentuk kata benda
verbal yang berasal dari kata kerja “tafakkara”
yang artinya mempertimbangkan atau
memikirkan. Istilah ini biasanya digunakan
untuk menggambarkan sebuah perenungan
secara mendalam. Dari segi bahasa sudah jelas
bahwa arti tafakur berbeda dengan arti zikir yang
berarti mengingat. Zikr Allah berarti mengingat
kepada Allah, dengan cara menyebut Allah. Al
Quran sering menyebut dzikir sebagai amal
ibadah sebagaimana difirmankan Allah dalam
surat Al Baqarah ayat 152 :

"Ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat


kepadamu" (Q.S. 2: 152).

19
Syaikh Sa’ied al Kharraz berkata :
“ Apabila Allah akan menjadikan seorang hamba
sebagai kekasih-Nya, maka Allah akan
membukakan pintu dzikir kepada-Nya. Jika sang
hamba telah merasakan kelezatan dzikir, maka
Allah akan membuka pintu kedekatan. Lalu
Allah mengangkat hamba itu pada posisi senang
(majalis al-unsi). Setelah itu Allah mendudukkan
sang hamba di atas singgasana tauhid.
Berikutnya Allah menyingkapkan tirai (hijab)
bagi sang hamba dan menempatkan hamba itu di
dalam rumah kesendirian (Dar al-Fardaniah).
Kemudian barulah Allah membuka tirai
keagungan dan kebesaran-Nya pada sang hamba
itu. Ketika pandangan sang hamba terarah pada
keagungan (al Jalaal) dan kebesaran-Nya
(al-‘Adhamah), ia akan kekal dengan tanpa Dia.
Sejak itulah, sang hamba menjadi sebuah waktu
yang sirna, tanpa kesadaran diri (zaman fana’).

20
Maka akhirnya sang hamba akan senantiasa
berada dalam lindungan-Nya dan terbebas sama
sekali dari dorongan-dorongan yang muncul dari
dirinya sendiri.”
Uraian di atas menggambarkan suatu
tahapan proses pendekatan kepada Allah yang
diawali dengan aktifitas dzikir yang disusul
dengan aktifitas tafakur hingga terbukalah
pengetahuan seorang hamba mengenai
Tuhannya. Dan dalam proses tersebut sangat
dibutuhkan adanya pelepasan ego-ego pribadi
dari seorang hamba dan murni hanya
mengharapkan pertolongan dan petunjuk-Nya.
Sunan Bonang dalam Suluk Wujil
menguraikan hubungan zikir dengan tafakur
dalam kaitannya untuk membentuk akhlak yang
mulia dan lebih mengenal Allah untuk
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita
kepada-Nya;

21
“Kebajikan utama (seorang Muslim) ialah
mengetahui hakikat salat. Hakikat memuja dan
memuji Salat yang sebenarnya. Tidak hanya
pada waktu isya dan maghrib. Tetapi juga ketika
tafakur. Dan salat tahajud dalam keheningan.
Buahnya ialah mnyerahkan diri senantiasa. Dan
termasuk akhlaq mulia

Lalu apa pula zikir yang sebenarnya? Dengar:


Walau siang malam berzikir. Jika tidak
dibimbing petunjuk Tuhan, Zikirmu tidak
sempurna. Zikir sejati tahu bagaimana datang
dan perginya nafas. Di situlah Yang Ada,
memperlihatkan. Hayat melalui yang empat

Yang empat ialah tanah atau bumi. Lalu api,


udara dan air. Ketika Allah mencipta Adam, Ke
dalamnya dilengkapi Anasir ruhani yang empat.

22
Kahar, jalal, jamal dan kamal. Di dalamnya
delapan sifat-sifat-Nya. Begitulah kaitan ruh dan
badan. Dapat dikenal bagaimana Sifat-sifat ini
datang dan pergi, serta ke mana”.

Dari hubungan antara tafakur dengan zikir


dapatlah kita simpulkan bahwasanya
kesempurnaan akal tidak akan tercapai kecuali
dengan pertemuan dzikir dan pikir manusia.
Apabila kita telah mengetahui bahwa
kesempurnaan hati merupakan kesempurnaan
manusia, maka kita mengetahui pula mengenai
kedudukan pikir dan dzikir dalam penyucian
jiwa. Oleh karena itu para pengamal ajaran
tasawuf yang menuju Allah senantiasa berusaha
dengan keras agar dzikir dan pikir terhimpun
dalam diri penempuh jalan spiritual sejak awal
perjalanannya.

23
C. Batasan Bertafakur
Imam Al-Ghazali berkata, “Ketahuilah bahwa
semua yang ada di alam semesta, selain Allah,
adalah ciptaan dan karya Allah Ta’ala. Setiap
atom dan partikel, apapun memiliki keajaiban
dan keunikan yang menunjukkan kebijaksanaan,
kekuasaan, dan keagungan Allah Ta’ala.
Mendata semuanya adalah sesuatu yang
mustahil, karena seandainya lautan adalah tinta
untuk menuliskan semua itu niscaya akan habis
sebelum menuliskan sepersepuluhnya saja dari
semua ciptaan dan karya-Nya.
Jadi, tafakur adalah ibadah yang bebas dan
terlepas dari ikatan segala sesuatu kecuali satu
ikatan saja, yaitu tafakur mengenai Dzat Allah.
Rasulullah saw. pernah bersabda, “Berpikirlah
kamu tentang ciptaan Allah, dan janganlah kamu
berpikir tentang Dzat Allah.” Hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas

24
ini menurut Syaikh Nashiruddin Al-Bani dalam
kitab Shahihul Jami’ish Shaghir dan Silsilahtu
Ahadits Ash-Shahihah berderajat hasan. Hadits
itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia
yang membedakanya dari makhluk yang lain,
bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir.
Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih
berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak
sedikit manusia mengalami kesesatan dan
kebinasaan akibat berpikir.
Karena itu, Rasulullah saw. menghendaki
kita, kaum muslimin, untuk punya budaya
tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada
kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan,
keimanan, dan ketundukan kepada Allah Ta’ala.
Agar tujuan itu tercapai, Rasulullah saw.
memberi rambu-rambu agar kita tidak salah
dalam bertafakur. Rasulullah saw.

25
memerintahkan kita untuk bertafakur mengenai
makhluk ciptaan Allah swt. Beliau melarang kita
berpikir tentang Dzat Allah karena :

1. Kita tidak akan sanggup menjangkau kadar


keagunganNya.
Allah swt. tidak terikat ruang dan waktu.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi
Tuhanmu tidak ada malam, tidak pula siang.
Cahaya seluruh langit dan bumi berasal dari
cahaya wajah-Nya, dan Dia-lah cahaya langit
dan bumi. Pada hari kiamat, ketika Allah
datang untuk memberikan keputusan bumi
akan tenang oleh cahayaNya.
Dalam surat Asy Syura ayat 11, Allah
berfirman : (Dia) Pencipta langit dan bumi.
Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan- pasangan (pula),

26
dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha
mendengar dan melihat”.
Hal ini pun kembali dipertegas dalam Surat
Al An’am ayat 103 : “Dia tidak dapat dicapai
oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan; dan Dialah
yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”.
Ibnu Abbas berkata, “Dzat Allah terhalang
oleh tirai sifat-sifat-Nya, dan sifat-sifat-Nya
terhalang oleh tirai karya-karya-Nya.
Bagaimana kamu bisa membayangkan
keindahan Dzat yang ditutupi dengan sifat-
sifat kesempurnaan dan diselimuti oleh sifat-
sifat keagungan dan kebesaran.”

27
2. Kita akan terjerumus dalam kesesatan dan
kebinasan.
Memberlakukan hukum Sang Khalik terhadap
makhluk ini adalah sikap berlebihan. Itulah
yang terjadi di kalangan kaum Rafidhah
terhadap Ali r.a. Sebaliknya, memberlakukan
hukum makhluk terhadap Sang Khalik ini
sikap taqshir. Perbuatan ini dilakukan oleh
aliran sesat musyabihhah yang mengatakan
Allah memiliki wajah yang sama dengan
makhluk, kaki yang sama dengan kaki
makhluk, dan seterusnya. Semoga kita bisa
terselamatkan dari kesesatan yang seperti ini.
Amiin.

D. Manfaat-Manfaat Tafakur
1. Allah memuji orang-orang yang senantiasa

bertafakur dan berdzikir dalam setiap situasi


dan kondisi.

28
Kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali
dengan perpaduan antara dzikir dan pikir
pada diri manusia. Apabila kita mengetahui
bahwa kesempurnaan akal berarti
kesempurnaan seorang manusia, maka kita
bisa memahami peran penting dzikir dan pikir
dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena
itu, para ahli suluk yang berupaya
mendekatkan diri kepada Allah senantiasa
memadukan antara dzikir dan pikir di awal
perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh,
di saat bertafakur tentang berbagai hal,
mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid,
takbir, dan tahlil.

2. Tafakur termasuk amal yang terbaik dan bisa


mengungguli ibadah.
Karena, berpikir bisa memberi manfaat-
manfaat yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu

29
ibadah yang dilakukan selama setahun.
Dengan tafakur seseorang bisa memahami
sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat
dari yang membahayakan. Dengan tafakur,
kita bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu
yang tersembunyi di dalam diri kita,
mengetahui tipu daya setan, dan menyadari
bujuk rayu duniawi.

3. Tafakur bisa mengantarkan kita kepada


kemuliaan dunia dan akhirat.
Dengan bertafakur mengenai perumpamaan,
bertambahlah ilmu pengetahuan; dengan
mengingat-ingat nikmat Allah, bertambahlah
kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur,
bertambahlah ketakwaan kepadaNya.” Imam
Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian
berbicara dengan banyak berdiam, dan

30
milikilah kepandaian dalam mengambil
keputusan dengan berpikir.”

4. Tafakur adalah pangkal segala kebaikan.

Berpikir akan membuahkan pengetahuan,


pengetahuan akan melahirkan perubahan
keadaan yang terjadi pada hati, perubahan
keadaan hati akan melahirkan kehendak,
kehendak akan melahirkan amal perbuatan.
Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua
kebaikan. Hal ini bisa menunjukkan
kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur,
dan bahwasanya tafakur termasuk amalan hati
yang paling utama dan bermanfaat.

5. Tafakur bisa mengubah dari kelalaian menuju


kesadaran, dan dari hal-hal yang dibenci
Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari
ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan

31
qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan
akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju
bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit
syahwat dan cinta kepada dunia menuju
kesembuhan ruhani dan pendekatan diri
kepada Allah, dari bencana buta, tuli, dan bisu
menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan
pemahaman tentang Allah, dan dari berbagai
penyakit syubhat menuju keyakinan yang
menyejukkan hati dan keimanan yang
menentramkan.

6. Dengan bertafakur kita akan mengetahui

hikmah dan tujuan penciptaan semua


makhluk di langit dan bumi sehingga
menambah keimanan dan rasa syukur.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam
surat Ar Ruum ayat 8 :

32
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan
tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya melainkan dengan (tujuan)
yang benar dan waktu yang ditentukan. dan
Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia
benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan
Tuhannya.”

7. Dengan bertafakur kita bisa membedakan

mana yang bermanfaat sehingga bersemangat


untuk meraihnya, mana yang berbahaya
hingga berusaha mengindarinya.

8. Dengan bertafakur kita juga bisa memiliki

keyakinan yang kuat mengenai sesuatu, dan


menghindari diri dari sikap ikut-ikutan
terhadap opini yang berkembang.

33
Mengenai hal ini Allah berfirman dalam surat
Saba ayat 46 :
“Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak
memperingatkan kepadamu suatu hal saja,
yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan
ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri;
kemudian kamu pikirkan (tentang
Muhammad) tidak ada penyakit gila
sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain
hanyalah pemberi peringatan bagi kamu
sebelum (menghadapi) azab yang keras.”

9. Dengan tafakur kita bisa memperhatikan hak-

hak diri kita untuk mendapatkan kebaikan,


sehingga tidak hanya berusaha memperbaiki
orang lain dan lupa pada diri sendiri.
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,

34
padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)?
Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al-Baqarah:
44)

10. Dengan tafakur kita bisa memahami bahwa

akhirat itu lebih utama, dan dunia hanya


sarana untuk membangun kebahagiaan
akhirat.
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu,
maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi
dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi
Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka
Apakah kamu tidak memahaminya? (Al-
Qashash: 60).
11. Dengan tafakur kita bisa menghindari diri

dari kebinasaan yang pernah menimpa orang-


orang sebelum kita.

35
“Maka apakah mereka tidak mengadakan
perjalanan di muka bumi sehingga mereka
dapat memperhatikan bagaimana kesudahan
orang-orang sebelum mereka; Allah telah
menimpakan kebinasaan atas mereka dan
orang-orang kafir akan menerima (akibat-
akibat) seperti itu. (Muhammad: 10)

12. Tafakur bisa menghindari diri kita dari siksa

neraka karena bia memahami dan


mengamalkan ajaran agama dan
meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa,
terutama syirik.
“Dan mereka berkata, “Sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan
itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-
nyala”. (Al-Mulk: 10)

36
13. Tafakur Untuk Penemuan Kebenaran

Menerima kebenaran dan menemukan


kebenaran adalah sesuatu yang berbeda.
Menerima kebenaran cukuplah dengan
bertaqlid (mengikuti), sedangkan menemukan
kebenaran hanya akan diperoleh melalui
pemikiran yang mendalam. Sayidina Ali bin
Abi Thalib r.a. berkata:
''Janganlah kamu mengenal dan mengikuti
kebenaran karena tokohnya; tetapi kenalilah
kebenaran itu sendiri, niscaya kamu akan
mengetahui siapa tokohnya !''. Akan lebih
baik bila kita menemukan kebenaran dari
hasil pemikiran sendiri daripada menerima
suatu kebenaran dari hasil orang lain.
Mengerti atau mengenal kebenaran saja
tidaklah cukup. Karena Alquran mengatakan
orang yang terhindar dari kerugian adalah
mereka yang memenuhi empat kriteria:

37
1. Mengenal kebenaran.
2. Mengamalkan kebenaran.
3. Saling nasihat menasihati mengenai
kebenaran.
4. Sabar dan tabah dalam mengamalkan serta
mengajarkan kebenaran.

Kanjeng Syeh Maulana Ishak, ayah dari


Sunan Giri pernah berwasiat:

“Adapun ilmu manusia itu ada 2, anakku.


Yang pertama adalah ilmu kamanungsan yang
lahir dari jalan indrawi dan melalui laku
kamanungsan. Yang kedua adalah ilmu
kasampurnan, yaitu ilmu yang diperoleh
melalui pembelajaran langsung dari Sang
Khalik. Untuk yang kedua ini, ia terjadi
melalui dua cara, yaitu dari luar dan dari
dalam. Yang dari luar, dilalui dengan cara

38
belajar. Sedangkan yang dari dalam, dilalui
dengan cara menyibukan diri dengan jalan
bertafakur.”

Jadi menurut beliau, proses pembelajaran


untuk mencapai kebenaran dilakukan melalui
aktifitas otak dan hati. Dan penyatuan kedua
aktifitas tersebut hanya dimungkinkan
melalui jalan tafakur.

14. Tafakur Meningkatkan Motivasi Menuju

Ketaqwaan
Demikian besar keutamaaan bertafakur,
sehingga Rasulullah pun pernah bersabda:
'Bertafakur sejenak lebih baik daripada
ibadah satu tahun''.
Mengapa Rasulullah bersabda demikian ?
Sesungguhnya buah dari tafakur adalah
keyakinan-kayakinan Ilahiyyah yang akan

39
memudahkan kita dalam pengendalian diri
agar dapat selalu taat pada keinginan Allah
dan Rasul-Nya.

Bertafakur mengenai tanda-tanda yang


menunjukan kekuasaan Allah; akan melahirkan
rasa tawadhu (rendah hati) dan rasa takzim akan
keagungan Allah. Bertafakur mengenai
kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah
berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur
kepada Allah. Bertafakur tentang janji-janji
Allah; akan lahir darinya rasa cinta kepada
akhirat. Bertafakur tentang ancaman Allah; akan
lahir darinya rasa takut kepada Allah. Bertafakur
tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah
sementara Ia selalu mencurahkan karunianya
kepada kita, akan lahir darinya kegairahan dalam
beribadah.

40
Tafakur merupakan jalan untuk
mengenal/menuju Tuhan. Indikator keberhasilan
tafakur adalah timbulnya motivasi-motivasi yang
dapat memudahkan untuk taat melaksanakan
aturan main yang telah ditetapkan Allah SWT
dan Rasul-Nya. Pengalaman telah membuktikan,
pekerjaan sesulit apa pun akan terasa menjadi
ringan bila dilandasi dengan motivasi yang kuat.
Motivasi yang tercipta lewat tafakur ini sifatnya
sangat individual, artinya belum tentu dapat
cocok bila digunakan oleh orang lain. Rasulullah
bersabda:
''Sebaik-baiknya yang tertanam di dalam hati itu
adalah keyakinan; sedangkan keyakinan tidak
bisa tertanam hanya melalui mata dan telinga
saja, tetapi ia harus dibenamkan ke dalam bawah
sadar oleh akal''.

41
Dengan demikian dapatlah kiranya
dimengerti, mengapa ceramah agama atau
pengajian yang kita ikuti seringkali tidak dapat
menambah keyakinan kita. Hal ini tiada lain
karena kita hanya menggunakan mata dan telinga
saja, sementara akal dan hati yang kita perlukan
untuk mencerna, kita tinggalkan di rumah.

42
2
PERSIAPAN LAHIRIAH SEBELUM
BERTAFAKUR

Selama kita hidup di dunia, kita


memerlukan jasad untuk melakukan berbagai
aktifitas terutama aktifitas ibadah. Maka
persiapan lahiriah wajib kita lakukan agar
tafakur yang akan kita lakukan benar-benar
tafakur yang berkualitas dan membawa kepada
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Banyak yang bertanya, kenapa tidak kita mulai
dari persiapan batiniah? Bukankah persiapan
batiniah itu lebih penting? Bukankah semua amal
itu dinilai dari niatnya? Hal itu memang benar.
Namun tanyakanlah kepada diri kita sendiri.
Lebih mudah mana antara menyiapkan badan
dengan menyiapkan hati? Tentulah persiapan
lahiriah lebih mudah dilakukan karena

43
indikatornya jelas terlihat. Dan, kesiapan lahiriah
yang maksimal akan mengkondisikan batin kita
untuk lebih mantap dan khusyu’ dalam
melakukan kegiatan ibadah.

A. Mandi dan Berwudhu


Rosulullah SAW bersabda :
“Bersihlah kamu, karena Islam itu bersih”
(HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ibnu Majah
dari hadits Ali)

Suatu kegiatan dengan tujuan yang suci harus


dilakukan dengan badan yang suci. Bersuci akan
menetralisir energi-energi negatif yang melekat
di badan kita atau yang melingkupi kita. Secara
kasat mata, badan akan terasa lebih segar dan
nyaman jika dalam keadaan bersih sehingga akan
membuat kita dapat melaksanakan ibadah
dengan suasana hati yang lebih baik dan

44
berdampak pada kualitas ibadah yang akan kita
lakukan. Akan lebih baik lagi kalau bisa diawali
dengan mandi besar dan disusul dengan
berwudhu.
Dalam bersuci sebaiknya jangan hanya
menekankan pada aspek kebersihan fisik saja
melainkan perhatikan juga aspek batiniahnya.
Ketika kita bersuci kita kondisikan batin kita
bahwa kita akan menghadap Dzat yang Maha
Besar dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Setiap tetes air yang menyentuh kulit kita
rasakan sebagai langkah yang semakin dekat
kepada-Nya. Hayatilah setiap tahapan itu seakan-
akan kita begitu merindukan untuk berjumpa dan
“menatap” wajah-Nya yang Agung dan Penuh
Kasih. Dengan pengkondisian tersebut, akan
semakin menyiapkan hati kita untuk menghadap-
Nya.

45
B. Memakai Pakaian yang Halal dan Bersih

Ibadah apa pun seharusnya dilakukan dengan


penuh kesungguhan. Dan salah satu wujud
kesungguhan beribadah adalah dengan
mengenakan pakaian yang bersih dan rapi. Ada
yang mengatakan, “yang penting kan hatinya”.
Memang, kesungguhan merupakan aktifitas hati.
Namun aktifitas hati memerlukan aktifitas
lahiriah sebagai pemandunya. Sebagai contoh,
kita ingin menghadap seorang pejabat penting
yang sangat kita hormati. Anda berpakaian
seadanya dan berprinsip “yang penting saya tetap
menghormati dia”. Anda bisa rasakan ketika
menemui dia, rasa hormat di hati anda tidak lah
sebesar jika anda berpakaian resmi. Sedikit
banyak ada perasaan meremehkan atau tidak
memandang penting pejabat tersebut.
Memang Allah tidak memandang pakaian
yang anda kenakan, tapi lebih memandang kadar

46
keimanan dan ketakwaan anda. Namun,
bersungguh-sungguh dalam memperhatikan
pakaian yang kita kenakan menunjukkan
kesungguhan kita untuk menghadap Allah dan
bukti hormat dan cinta kepada-Nya.
Kesungguhan ini akan mengkondisikan batin dan
ruh kita untuk bisa “sampai” kepada-Nya dengan
“lebih cepat” dan “lebih terarah”.
Para ahli tasawuf menyarankan untuk
mengenakan pakaian yang berwarna putih
karena putih adalah lambang kesucian. Dengan
mengkondisikan diri dalam kesucian maka untuk
“menyatu” dengan Sang Maha Suci akan lebih
mudah dan lebih mantap. Selain itu warna putih
adalah salah satu warna netral yang sangat
mempengaruhi pembentukan aura dan energi
positif. Para ahli prana atau meditasi sering
menggunakan warna putih sebagai visualisasi

47
ketika mereka berada dalam proses pembersihan
atau pemurnian fisik dan jiwa.
Tafakur terkadang memakan waktu berjam-
jam dan timbul rasa gerah dan kurang nyaman.
Memang rasa gerah dan kurang nyaman tadi
tidak akan kita rasakan ketika kita telah
mencapai tahap “menikmati” tafakur yang kita
lakukan. Namun alangkah baiknya, agar tidak
mengurangi kadar kenikmatan tafakur kita, kita
kurangi ketidaknyamanan tersebut dengan
mengenakan pakaian yang longgar, mudah
menyerap keringat, dan yang berbahan sejuk.
Pemakaian wangi-wangian juga sangat
dianjurkan, tapi jangan yang terlalu menyengat
wanginya.

C. Mempergunakan Tempat yang Bersih


Tempat juga sangat menentukan kualitas
tafakur yang kita la kukan. Yang paling penting

48
adalah tempat tersebut bersih dan nyaman.
Bersih bisa diartikan bersih secara fisik yaitu
tidak adanya kotoran, najis, dan debu yang
mengganggu. Selain itu, kondisi bersih disini
juga diartikan tempat tersebut tidak
dipergunakan untuk melakukan perbuatan-
perbutan dosa atau pun perbuatan-perbuatan
yang kurang sopan.
Kenyamanan disini identik dengan sirkulasi
udara yang baik sehingga mengurangi hawa
panas atau gerah di dalam ruangan tersebut.
Digunakannya alas duduk yang empuk dan
nyaman, seperti karpet, sajadah, atau alas-alas
duduk lainnya akan sangat membantu
kekhusyukan tafakur kita. Penerangan yang tidak
terlalu terang (remang-remang) akan sangat
membantu proses “penenangan batin” dan
“penciptaan keheningan” sebagai landasan

49
proses penemuan kebenaran dan kesadaran
selama bertafakur.

D. Mengkondisikan Suasana dan Atmosfir


Suasana dan atmosfir disini sangat berkaitan
dengan tempat dimana kita melakukan tafakur.
Para praktisi tasawuf sangat menyarankan
suasana yang sunyi dan gelap. Kesunyian akan
membantu mengurangi gangguan-gangguan
yang mengganggu pengkonsentrasian pikiran
dan hati kita sehingga disarankan untuk
melakukan tafakur pada larut malam atau dini
hari (sepertiga malam). Beberapa praktisi tafakur
terkadang menemukan ilham berupa suara-suara
ghaib yang mereka dengar dalam tafakur
mereka. Maka kondisi yang sunyi akan semakin
menguatkan suara-suara tersebut sehingga ilham
tersebut akan lebih mudah diterima dan dihayati.

50
Beberapa orang takut akan kegelapan karena
mereka khawatir adanya gangguan setan atau
iblis yang biasanya muncul dalam kegelapan.
Jika itu yang dirasakan, maka jangan anda
paksakan. Mulailah dengan lampu yang terang
terlebih dahulu, kemudian lama-kelamaan bisa
mulai dikurangi dengan lampu yang redup
sampai kemudian gelap sama sekali seiring
dengan semakin meningkatnya kadar keyakinan
dan kepasrahan kita. Sebenarnya atmosfir gelap
tidaklah begitu penting karena kita bertafakur
dengan memejamkan mata. Meski demikian,
dalam kondisi gelap kita akan benar-benar
merasakan bahwa kita dalam keadaan tidak
berdaya dan benar-benar hanya mengharapkan
pertolongan dan bimbingan Allah SWT.

51
3
PERSIAPAN BATIN SEBELUM
BERTAFAKKUR

Telah disampaikan pada Bab mengenai


Pengertian Tafakur bahwa antara berdzikir dan
bertafakur merupakan dua hal yang berbeda tapi
saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu
aktifitas-aktifitas dzikir merupakan persiapan
batiniah yang sangat penting sebelum kita
bertafakur karena akan menentukan kualitas
tafakur itu sendiri. Tafakur tanpa dilandasi
dengan berdzikir hanya akan membawa alam
pikiran kita jauh dari bimbingan dan petunjuk
Allah.

A. Shalat Sunnah
Rosulullah SAW mensunatkan untuk
sholat sunnah dua raka’at setelah wudhu. Maka

52
setelah kita selesai dengan kegiatan pembersihan
badan, yaitu mandi dan berwudhu, maka
sebaiknya dilanjutkan dengan shalat sunnah dua
raka’at.
Selain berkaitan dengan syari’at, sholat
sunnah ini merupakan wujud kesungguhan badan
dan hati yang akan menghadap Allah. Dengan
shalat, hati mengkondisikan badan untuk tunduk
pada “perintah hati” sehingga tidak
“mengganggu” hati ketika hati tengah sibuk
“berjalan” untuk menuju kepada Allah.
Shalat adalah pembuka komunikasi kita
dengan Allah. Ibarat ingin menemui seorang
pejabat penting, shalat bisa diibaratkan kita
membuat janji ketemu dengan pejabat tersebut
sebelum benar-benar bertemu pada hari tertentu
dan jam tertentu. Kita bisa saja langsung
mendatangi si “pejabat”, tapi ada kemungkinan
dia sedang keluar sehingga kita gagal

53
menemuinya. Perumpamaan tersebut tidak serta
merta mempersamakan Allah dengan pejabat. Ini
sekedar mempermudah pemahaman kita
mengenai pentingnya shalat sebagai bentuk
komunikasi dialogis antara hamba dengan
Tuhannya.

B. Bertaubat
Bertaubat berarti memohon ampun
kepada Allah atas segala dosa yang pernah kita
lakukan. Rosulullah pun mengajarkan bahwa
dalam bertaubat, pertama-tama kita harus
menyadari bahwa apa yang telah kita lakukan
adalah sebuah dosa, kemudian dalam hati kita
merasa menyesal telah melakukannya,
selanjutnya kita “minta maaf” dan mohon kepada
Allah agar dimaafkan dan diampuni, dan
akhirnya kita berjanji untuk tidak mengulangi
perbuatan tersebut. Kalau kita kaji lebih lanjut,

54
aktifitas bertaubat tidak hanya merupakan
aktifitas lisan, tapi melibatkan aktifitas hati
(perasaan menyesal) dan aktifitas fisik (berusaha
untuk tidak mengulangi perbuatan dosa). Lalu
apa kaitan bertaubat dengan bertafakur ?
Dalam bertafakur kita berusaha
mengkondisikan diri kita “sebersih mungkin”
supaya ilham dan petunjuk maupun pencerahan
yang kita alami murni berasal dari Allah SWT
dan bukan semata-mata pencerminan akal
pikiran kita sendiri atau bahkan petunjuk
“setan”. Ketika kita melakukan dosa, tanpa kita
sadari alam bawah sadar kita mengalami
“keguncangan” yang membawa dampak kepada
aliran-aliran energi dalam tubuh kita dan
mengganggu peredaran darah dan aktifitas
syaraf di seluruh tubuh kita. Aktifitas bertaubat
berarti aktifitas pembersihan diri dari energi-
energi negatif yang akan mengganggu kita untuk

55
bisa mencapai kesadaran dan kebenaran yang
murni. Pertaubatan merupakan sarana pembuka
hati agar siap memasuki tahapan tafakur
selanjutnya.

Sebagaimana pernah disampaikan oleh Kanjeng


Sunan Giri :
“Anakku jika pintu suksma terbuka, ia akan tahu
bagaimana cara bertafakur dengan benar dan
selanjutnya ia bisa memahami bagaimana
merealisasikan apa yang diinginkan. Karena itu
hati pun menjadi lapang, pikiran jadi terbuka dan
daya potensial yang ada dalam diri akan lahir
menjadi aksi (perbuatan) yang berkelanjutan dan
tak mengenal lelah”

Dalam syariat telah diajarkan berbagai


cara bertaubat dengan mengucapkan istighfar.
Sebagaimana yang dicontohkan Rosulullah,

56
beliau biasa mengucapkan istighfar 100x setiap
selesai shalat. Dan beberapa ahli tasawuf
menganjurkan untuk ditambah dengan bacaan
sholawat nabi 100x. Namun kami menyerahkan
kepada pembaca untuk melakukan metode
bertaubat yang paling sesuai untuk pribadi
masing-masing. Yang terpenting adalah adanya
kesadaran untuk mengakui kesalahan dan
bertekad untuk tidak mengulanginya kembali.
Serta yakinlah sebesar apa pun dosa kita, Allah
yang Maha Pengampun pasti mengampuni kita.
Jadi jangan ada perasaan bersalah yang
berlebihan di hati kita karena hal itu akan sangat
mempengaruhi jalan penemuan kesadaran yang
akan kita tempuh.
Setelah beristighfar, kita merasa telah
bersih dan suci sehingga lebih “percaya diri”
untuk bertemu dengan Sang Maha Suci.
Pengkondisian batin dengan istighfar ini sangat

57
penting dalam kaitannya dengan pelepasan
pikiran dan hati dari rasa bersalah yang
membebani hati dan pikiran.

C. Bersyukur
Dalam syari’at diajarkan berbagai
macam do’a atau lafadz-lafadz syukur antara lain
dengan mengucap “alhamdulillah…” dan lain
sebagainya. Sebagai seorang muslim sangat
disarankan berdo’a sesuai dengan syari’at yang
telah diajarkan oleh Rosulullah Muhammad
SAW. Jadi silakan mengawali dengan lafadz
syukur apa pun yang anda sukai dan anda
rasakan paling “menyentuh” dan paling
“mantap”. Kemantapan dan keyakinan terhadap
suatu lafadz sangat menentukan pengkondisian
batin karena berkaitan dengan faktor sugesti.
Meski demikian, kami menyarankan
suatu “laku” syukur yang lebih aplikatif dan

58
lebih bisa mengkondisikan batin kita. Sejak
mulai bangun tidur nikmatilah setiap hela nafas
yang kita hirup dan hembuskan. Rasakanlah
kenikmatannya dan bayangkan seandainya kita
bangun tidur dan tidak bisa menikmatinya lagi.
Betapa ni’mat yang seolah terlihat “sepele” ini
begitu bermakna dan berarti dalam hidup kita.
Dan siapa yang berkuasa menganugerahkannya
kalau bukan Allah yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.
Kemudian minumlah minuman pertama
anda di pagi hari, entah itu kopi, air putih, atau
susu. Nikmatilah setiap teguk yang melewati
tenggorokan anda seolah sudah lama anda tidak
merasakannya. Bayangkan seandainya anda
bangun tidur dan tidak menjumai setitik air pun
untuk anda nikmati. Betapa nikmat yang anda
nikmati setiap pagi itu tidak bisa dirasakan oleh
setiap manusia di muka bumi ini. Mereka yang

59
didera dengan musibah kekeringan, sakit, atau
bencana alam tidak bisa menikmati nikmat itu.
Sebagai contoh pengkondisian jiwa dengan
syukur, anda bisa mengucapkan kalimat ini
secara lirih, “Terima kasih ya Allah, sungguh
besar kuasa-Mu dan kasih-Mu kepada hamba
pada pagi ini. Sungguh hamba adalah insan yang
tidak berarti apa-apa tanpa karunia dan
anugerah-Mu…”.

D. Membaca Lafadz Tahlil


Dzikir berarti mengigat, menyebut atau
mengagungkan Allah dengan mengulang–ulang
salah satu namanya atau kalmat keagungannya.
Zikir yang hakiki adalah sebuah keadaan
spiritual dimana seorang yang mengugat Allah,
memusatkan segenap kekuatan fisik dan
spiritualnya kepada Allah, sehinga seluruh

60
wujudnya bisa bersatu dengan Yang Maha
Mutlak.
Dzikir yang paling utama ialah dzikir
dengan mengucap kalimat “Laa ilaaha illallaah”.
Kalimat tahlil ini mengandung makna pengakuan
akan keesaan Allah dan penihilan hal-hal lain
selain Allah. Baca bacaan dzikir dengan ikhlas
karena hal ini merupakan kekuatan pembersihan
hati, dan baca dengan benar dengan penuh
kesungguhan. Memahami setiap kata-kata dzikir
dengan satu hati di setiap ketukan irama dzikir.
Para pelaku tasawuf mengamalkan lafadz tahlil
ini dengan berbagai metode sesuai dengan aliran
Thoriqot yang mereka anut. Disini kami hanya
memberikan suatu contoh amalan dzikir dengan
kalimat tahlil yang kami amalkan sebagai
alternatif untuk dicoba oleh pembaca.
Dzikir dengan penolakan (Laa ilaaha)
dan pembenaran (illa Allah), dalam tradisi

61
Masyaikh Naqsyabandi, mensyaratkan pelaku
dzikir untuk menutup matanya, menutup
mulutnya, menekan giginya, melekatkan
lidahnya ke langit-langit mulutnya, dan menahan
(mengatur) napasnya. Dia harus membaca dzikir
itu melalui hatinya, dengan penolakan dan
pembenaran, memulainya dengan kata LAA
("Tidak"). Dia mengangkat "Tidak" ini dari titik
(dua jari) di bawah pusar kepada otaknya. Ketika
mencapai otaknya kata "Tidak" mengeluarkan
kata ILAAHA ("sesembahan"), bergerak dari
otaknya ke bahu Kanan, dan kemudian ke bahu
Kiri di mana dia menabrak hatinya dengan
ILLALLAH ("kecuali Allah").
Ketika kata itu mengenai hatinya, energi
dan panasnya menjalar/memancar ke sekujur
tubuhnya. Sang pelaku dzikir yang telah
menyangkal semua yang berada di dunia ini
dengan kata-kata LAA ILAAHA, membenarkan

62
dengan kata-kata ILLALLAH bahwa semua
yang ada telah dilenyapkan di Hadirat Ilahi.
Cara berdzikir di atas hanyalah
merupakan salah satu alternatif dzikir yang bisa
anda coba. Selebihnya kami menyerahkan
sepenuhnya kepada pembaca, metode atau aliran
dzikir apa yang anda rasa lebih menyentuh di
hati dan dirasakan lebih mantap.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Iman yang paling baik adalah hendaknya kamu
yakin bahwa Allah menyaksikanmu dimana saja
kamu berada (HR. Al Thabrani).

Jadi, yang terpenting dalam berdzikir adalah


merenungi arti asma Allah yang dilafadzkan,
yaitu Dzat yang tidak memiliki sekutu dan
sesungguhnya Dia senantiasa hadir dan melihat
serta Maha Mengetahui segala sesuatu.

63
3
TAHAPAN PELAKSANAAN TAFAKUR

A. TAHAP RELAKSASI DAN PELEPASAN

PIKIRAN
Fungsi dari relaksasi dan pelepasan
pikiran bukanlah berarti pengosongan pikiran
sebagaimana pada praktek meditasi pada
umumnya. Hal ini kita lakukan sebagai bentuk
pemasrahan total kepada Allah (tawakal) dengan
mengesampingkan ego pribadi, kepandaian kita,
keberhasilan kita, bahkan dosa-dosa dan
kegagalan kita. Bukan berarti kita merasa bebas
dari dosa tapi kita berusaha untuk “menghadap”
Allah tanpa beban duniawi atau kita
“menghadap” Allah dalam keadaan suci hati dan
pikiran.
Relaksasi yaitu keheningan total,
kemampuan untuk melampaui pikiran, waktu,

64
ruang, dengan mencapai momen kedamaian dan
ketentraman jiwa dan pikiran supaya konsentrasi
penuh pada satu titik agar bisa bertafakur dengan
baik dan sesuai apa yang diharapkan. Adapun
fungsi relaksasi, adalah: membuat individu
mampu menghindari reaksi yang berlebihan
karena stress, mengurangi tingkat kecemasan,
dan mengurangi kelelahan aktivitas mental. Hal
ini diperlukan karena aktifitas tafakur adalah
aktifitas yang memakan waktu relatif lama
sehingga kita kondisikan pikiran kita tidak
terbebani dengan kelelahan dan stress. Banyak
pelaku dzikir yang berhenti karena mereka
merasa bosan dan lelah. Hal ini terjadi karena
mereka tidak “lepas” ketika melakukannya.
Kita berusaha untuk tidak menuruti
pikiran yang menumpuk dan melekat pada
kehidupan kita sehari-hari. Kita lepaskan segala
beban pikiran dan kegelisahan hati. Di

65
kehidupan kita sehari-hari kita harus membawa
beban berupa pekerjaan, keluarga, masalah
pribadi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sebagai bentuk persiapan pelepasan pikiran,
beban pikiran tersebut tidaklah diperlukan. Jadi,
dalam persiapan tafakur tinjaulah apakah anda
dapat membongkar muatan sebanyak mungkin.
Pikirkan segala hal ini sebagai beban, bobot
berat yang menghimpit anda. Kemudian anda
akan mempunyai sikap yang benar untuk
melepas segala hal ini, meninggalkan mereka
dengan bebas tanpa melihat ke belakang. Usaha,
sikap, gerakan pikiran yang condong pada
pelepasan, akan mengarahkan anda ke dalam
tafakur yang mendalam. Perkuatlah kemauan
untuk memasrahkan segala hal, dan sedikit demi
sedikit pelepasan akan terjadi. Ketika anda
memasrahkan segala hal dalam pikiran anda
maka anda akan merasa lebih ringan, tak

66
berbeban dan bebas. Lakukanlah semuanya itu
secara bertahap, langkah demi langkah.
Meninggalkan masa lalu berarti tidak
memikirkan pekerjaan, keluarga, komitmen-
komitmen, tanggung jawab-tanggung jawab,
sejarah hidup, masa-masa baik maupun buruk
yang anda alami. Anda meninggalkan semua
pengalaman masa lalu dengan tidak
memperlihatkan minat padanya sama sekali.
Anda menjadi seseorang yang tanpa sejarah
hidup selama anda bertafakur. Anda bahkan tidak
berpikir dari mana anda berasal, di mana anda
dilahirkan, siapa orang tua anda atau bagaimana
anda dulu diasuh. Semua sejarah hidup
ditinggalkan. Bila anda meninggalkan semua
sejarah hidup tersebut maka anda bebas. Kita
berusaha membebaskan diri kita dari berbagai
keprihatinan dan pemikiran yang membatasi dan
menghentikan kita dalam berusaha meraih

67
kedamaian yang timbul dari pelepasan. Jadi
setiap "bagian" dari sejarah hidup anda akhirnya
dilepas, bahkan ingatan mengenai apa yang
terjadi pada diri anda sesaat yang lalu. Dengan
begini, anda tidak membawa beban dari masa
lalu ke dalam masa kini. Apapun yang telah
terjadi, anda tidak lagi berminat padanya dan
anda melepaskannya. Anda tidak membiarkan
masa lalu berkumandang dalam pikiran anda.
Beberapa orang mempunyai pandangan
bahwa bila mereka mengambil masa lalu untuk
perenungan, mereka dapat belajar sesuatu dari
masalah-masalah masa lalu. Namun, anda harus
mengerti bahwa sewaktu anda menatap masa
lalu, anda bagaimanapun juga melihat melalui
lensa yang terdistorsi. Bagaimanapun itu anda
pikirkan, sebenarnya itu tidak sungguh-sungguh
demikian! Inilah mengapa orang-orang berdebat
mengenai apa yang sesungguhnya terjadi,

68
bahkan beberapa saat yang lalu. Sebagai contoh
seorang polisi yang menyelidiki kecelakaan lalu
lintas. Walaupun kecelakaan tersebut mungkin
baru terjadi setengah jam yang lalu, dari dua
saksi mata yang berbeda dan sama-sama jujur,
mereka mungkin akan memberikan informasi
yang berbeda. Ingatan kita tak dapat dipercaya.
Bila anda mempertimbangkan betapa tidak
terpercayanya ingatan, maka anda tak akan
terlalu mengandalkan pemikiran tentang masa
lalu dan anda akan melepaskannya. Anda dapat
menguburnya, sebagaimana anda mengubur
orang yang telah meninggal. Anda menaruhnya
dalam peti mati kemudian menguburnya, dan
berakhirlah sudah, selesai. Jangan lekat pada
masa lalu. Jangan anda menyusahkan diri sendiri
dengan beban berat yang bukan benar-benar
milik anda. Biarkan semua masa lalu lewat dan
anda punya kemampuan untuk bebas pada saat

69
kini. Lepaskan juga, antisipasi, kekhawatiran,
rencana-rencana, dan pengharapan untuk masa
depan. Apapun yang anda bayangkan, itu akan
selalu sesuatu yang berbeda. Masa depan ini
diakui oleh orang yang arif sebagai sesuatu yang
tak pasti, tak diketahui dan sangat tak terduga.
Merupakan kesia-siaan besar dari waktu anda
untuk memikirkan masa depan di dalam tafakur.
Bila anda telah berhasil melepaskan
pikiran-pikiran anda, maka kita bisa mulai tahap
berikutnya yang lebih tertuju pada nafas dan
mengikuti nafas tersebut dari saat ke saat tanpa
henti. Seringkali terjadi bahwa para pelaku
tafakur memulai olah pernafasan sewaktu pikiran
mereka masih berlompat-lompat antara masa lalu
dan masa depan, dan sewaktu kesadaran sedang
ditenggelamkan oleh komentar hati. Dengan
tiada persiapan mereka mendapati bahwa olah
pernafasan itu begitu sulit, bahkan mustahil dan

70
menyerah dalam keputusasaan. Mereka
menyerah oleh sebab mereka tidak memulai pada
tempat yang benar. Mereka tidak melakukan
pekerjaan awal sebelum mengambil nafas
sebagai pusat perhatian mereka. Namun, bila
pikiran telah dipersiapkan secara baik dengan
menyelesaikan dua tahap pertama ini maka anda
akan temukan sewaktu anda beralih ke nafas,
anda dapat menetapkan perhatian anda padanya
dengan mudah. Bila anda kesulitan untuk
menjaga perhatian pada nafas anda maka ini
adalah sebuah tanda bahwa anda tergesa-gesa
dalam dua tahap pertama. Kesabaran adalah
jalan tercepat.

B. TATA NAFAS
Sewaktu anda mulai menata nafas, anda
mengacu pada nafas yang tengah anda alami saat

71
sekarang. Anda sekedar mengikuti saja aliran
nafas masuk dan keluar di antaranya. Beberapa
guru menganjurkan agar memperhatikan dan
mengkonsentrasikan nafas di beberapa bagian
tubuh, misalnya di ujung hidung, di perut, dan ke
arah-arah tertentu dari tubuh. Kami temukan
lewat pengalaman bahwa tidak masalah di mana
anda memperhatikan nafas. Kenyataannya lebih
baik tidak melokasikan nafas di manapun! Bila
anda melokasikan nafas di ujung hidung maka
itu menjadi kesadaran hidung, bukan kesadaran
nafas, dan bila anda melokasikannya di perut
maka itu menjadi kesadaran perut. Coba ajukan
pada diri anda pertanyaan ini sekarang "Apakah
saya sedang menarik nafas ataukah
mengeluarkan nafas? Bagaimana anda tahu?
Pengalaman itu yang memberitahu anda apa
yang nafas sedang lakukan, itulah apa yang anda
pusatkan dalam pernafasan.

72
Syeh Naqsyabandi berkata, "Thariqat ini
dibangun di atas (dengan pondasi) napas. Jadi
adalah sebuah keharusan untuk semua orang
menjaga napasnya di kala menghirup dan
membuang napas, dan selanjutnya untuk
menjaga napasnya dalam jangka waktu antara
menghirup dan membuang napasnya. Dzikir
mengalir dalam tubuh setiap makhluk hidup oleh
keharusan (kebutuhan) napas mereka bahkan
tanpa kehendak sebagai sebuah tanda/peragaan
ketaatan, yang adalah bagian dari penciptaan
mereka.”
Penghalang yang umum pada tahap ini
adalah kecenderungan untuk mengendalikan
pernafasan, dan ini membuat pernafasan tidak
nyaman. Untuk mengatasi penghalang ini,
bayangkan bahwa anda hanyalah seorang
penumpang dalam sebuah mobil yang melihat
nafas melalui jendela mobil anda. Anda bukanlah

73
si pengemudi, jadi berhentilah mengendalikan
dan memberikan perintah-perintah, lepaskan dan
nikmati saja perjalanannya. Biarkan nafas
mengalir tanpa campur tangan anda dan anda
sekadar memperhatikannya tanpa ikut campur.
Perhatian terus-menerus pada nafas. Ini
lebih menenangkan daripada tahap sebelumnya.
Untuk melangkah lebih jauh, anda sekarang
lebih memberikan perhatian terus-menerus
sepenuhnya pada nafas. Perhatikan setiap aliran
keluar masuknya nafas satu per satu tanpa
terlewat satupun. Rasakanlah aliran itu. Anda
mengetahui nafas-masuk pada saat yang paling
awal, sewaktu sensasi pertama dari nafas-masuk
muncul. Kemudian anda mengamati sensasi-
sensasi tersebut berkembang secara bertahap di
sepanjang seluruh nafas-masuk, tak terlewat
bahkan satu saat pun dari nafas-masuk. Ketika
nafas-masuk tersebut selesai, anda mengetahui

74
saat tersebut, anda melihat dalam pikiran anda
pergerakan terakhir dari nafas-masuk. Anda
kemudian melihat saat berikutnya sebagai
sebuah jeda di antara nafas, dan kemudian
banyak jeda-jeda lainnya sampai nafas-keluar
dimulai. Anda melihat saat pertama dari nafas-
keluar dan tiap sensasi berikutnya ketika nafas-
keluar berjalan, sampai nafas-keluar lenyap
sewaktu fungsinya selesai. Semua ini dilakukan
dalam kesunyian.
Anda mengalami setiap bagian dari tiap
nafas-masuk dan nafas-keluar, secara terus-
menerus selama beratus-ratus nafas berturut-
turut. Anda hanya dapat mencapai tingkat
keheningan ini dengan melepas segalanya di
seluruh jagad raya, kecuali pengalaman sesaat
dari nafas ini yang terjadi secara sunyi sekarang.
Bukan "Anda" yang berhasil mencapai tahap ini;
pikiran anda lah yang mencapai tahap ini.

75
Pikiran melakukan pekerjaannya sendiri. Pikiran
mengenali tahap ini sebagai ketenangan yang
sangat damai dan menyenangkan, sendirian saja
bersama nafas. Inilah di mana si "pelaku", bagian
utama dari ego seseorang, mulai lenyap.

Menurut Maulana Abdul Khaliq al-


Ghujdawani : "Misi paling penting bagi pejalan
dalam thariqat ini adalah menjaga napasnya, dan
dia yang tidak dapat menjaga napasnya, akan
dikatakan tentang orang itu, 'dia telah
tersesat/kehilangan dirinya. Memelihara
napasmu dari kelalaian akan membawa mu
kepada Hadirat sempurna, dan Hadirat sempurna
akan membawamu kepada Penampakan (Visi)
sempurna, dan Penampakan sempurna akan
membawamu kepada Hadirat (Manifestasi)
Asma-ul husna Allah yang sempurna. Allah
membimbingmu kepada Hadirat Asma-ul husna-

76
Nya, karena dikatakan bahwa, "Asma Allah
adalah sebanyak napas makhluk. Pejalan yang
bijak harus menjaga napasnya dari kelalaian,
seiring dengan masuk dan keluarnya napas,
dengan demikian menjaga hatinya selalu dalam
Hadirat Ilahi; dan dia harus menghidupkan
napasnya dengan ibadah dan pengabdian dan
mempersembahkankan pengabdiannya itu
kepada Rabbnya dengan segenap hidupnya,
karena setiap napas yang dihisap dan
dihembuskan dengan Hadirat adalah hidup dan
tersambung dengan Hadirat Ilahi. Setiap napas
yang dihirup dan dihembuskan dengan kelalaian
adalah mati dan terputus dari Hadirat Ilahi."
Untuk mempermudah anda memahami
cara mengatur dan memperhatikan nafas, anda
bisa mencoba cara ini. Menghirup melalui
hidung dengan berdzikir "Laa ilaaha illallaah",
bayangkan cahaya putih memasuki tubuh

77
melalui perut. Menghembus melalui hidung
sambil berdzikir "Allahu Akbar", bayangkan
sebuah cahaya hitam keluar dari badan sebagai
perwujudan semua dosa kita dikuras / didorong
keluar dari diri kita. Selanjutnya mulai menata
irama nafas khusus. Nafas ditarik dalam-dalam,
jangan tergesa dan kasar, lakukan dengan cara
yang lembut, namun kuat dan sepanjang-
panjangnya nafas hingga habis. Rasakan nafas
mulai memenuhi puser kemudian semakin penuh
naik hingga ke dada terasa penuh sesak lalu
rasakan semakin naik hingga ke cethak atau
langit-langit mulut, terus naik lagi hingga ke
ubun-ubun kepala. Proses masuknya nafas
memenuhi puser hingga ke ubun-ubun dilakukan
dalam sekali tarikan nafas. Memakan waktu
antara 4-7 detik. Atau dalam hitungan normal
dari angka ke 1 hingga ke 7. Setelah nafas
mencapai ubun-ubun tahan sebentar dalam

78
hitungan 7 detik lalu keluarkan nafas melalui
mulut dalam hitungan 4 atau dalam waktu 4
detik. Prinsipnya jumlah tarikan nafas harus
selalu lebih besar dibanding keluarnya nafas.
Rasakan pula saat menahan nafas di ubun-ubun,
pada awalnya terasa ringan lalu semakin lama
semakin berat, jika sudah terasa berat sekali
kemudian lepaskan pelan-pelan seolah
menurunkan beban yang mudah pecah. Tahap
nafas berikutnya yaitu dengan mengatur keluar
masuk nafas yang panjang, rileks dan penuh
kesabaran, tidak terburu-buru. Keluar masuknya
nafas benar-benar dirasakan sebagai energi hidup
sembari melafadzkan asma Allah dalam hati.
Setelah nafas mulai tertata stabil, kita
mulai memasuki tahapan berikutnya yaitu
menata pikiran dengan Muraqabah dan
Mujahadah

79
C. MURAQABAH DAN MUJAHADAH

Muraqabah ialah konsentasi penuh


waspada dengan segenap kekuatan jiwa, pikiran
dan imajinasi serta pemeriksaan yang denaganya
sang hamba mengawasi dirinya sendiri secara
cermat. Selam muraqabah berlangsung sang
hamba mengamati bagaimana Allah wujud
dengan jelas dalam kosmos dan dalam dirinya
sendiri. Para penempuh jalan rohani merasakan
bahwa muraqabah dalam hati menyebabkan
dipeliharanya tingkah laku lahiriahnya.
Barangsiapa yang merasakan bermuraqabah
secara terus menerus niscaya Allah akan
memeliharanya pada waktu sendirian maupun
ditenggah orang banyak. Muraqabah juga
merupakan kontinuitas pengetahuan, kesadaran
dan kenyakinan seseorang bahwa Allah selalu
melihat dan mengawasi keadaannya baik
batiniah maupun ruhaniah.

80
Anda akan temukan bahwa kemajuan
terjadi tanpa usaha pada tahap tata nafas.. Anda
hanya harus menyingkir dari jalan, melepas, dan
memperhatikan itu semua terjadi. Pikiran akan
secara otomatis condong, hanya bila anda
membiarkannya, ke arah penyatuan yang sangat
sederhana, damai dan nikmat yaitu sendirian
bersama satu hal, sendirian saja bersama nafas
dalam masing-masing dan tiap-tiap saat. Inilah
penyatuan pikiran, penyatuan dalam saat kini,
penyatuan dalam keheningan.
Imam Al Ghazali berkata :
“Maka obat dalam menghadirkan hati adalah
menolak goresan-goresan hati itu, dan sesuatu itu
tidaklah tertolak selain dengan menolak
sebabnya. Maka hendaklah kami ketahui
sebabnya. Dan sebab datangnya goresan-goresan
hati itu ada kalanya urusan luar atau utusan di
dalam dzatnya secara batin”.

81
Ketika anda sekadar menjaga penyatuan
kesadaran ini, dengan tidak ikut campur, nafas
akan mulai melenyap. Nafas tampak berangsur
pudar ketika pikiran sebaliknya berpusat pada
apa yang berada di tengah pengalaman akan
nafas, yaitu kedamaian, kebebasan dan
kebahagiaan yang menakjubkan.
Pada tahap ini pikiran mengenali bahwa
nafas damai ini luar biasa indahnya. Anda sadar
akan nafas yang indah ini secara terus-menerus,
saat demi saat, tanpa ada jeda dalam rantai
pengalaman. Anda hanya sadar akan nafas yang
indah itu, tanpa usaha, dan selama waktu yang
sangat panjang.
Sekarang anda biarkan nafas lenyap dan
yang tertinggal hanyalah "yang indah".
Keindahan tak berwujud menjadi satu-satunya
objek pikiran. Pikiran sekarang mengambil
objeknya sendiri. Anda sekarang sama sekali

82
tidak sadar akan nafas, tubuh, pikiran, suara atau
dunia di luar. Apa yang anda sadari hanyalah
keindahan, kedamaian, kebahagiaan, cahaya atau
apapun anda nanti menyebutnya. Anda
mengalami hanya keindahan, dengan tiada
sesuatupun yang indah, secara terus-menerus,
tanpa usaha. Anda telah lama melepas ocehan
hati, melepas penggambaran hati dan penilaian.
Di sini, pikiran begitu heningnya hingga anda tak
dapat berkata apapun.
Anda baru saja mengalami berbunganya
kebahagiaan yang pertama dalam pikiran.
Kebahagiaan yang akan berkembang, tumbuh,
menjadi sangat kokoh dan kuat.
Dengan mata terpejam, konsentrasi
difokuskan pada satu titik yakni pangkal hidung,
letaknya di antara ke dua belah mata. Di situ bisa
langsung tampak ada cahaya atau sinar
mencorong/terang mencolok biasanya berwarna

83
putih kekuningan. Bila cahaya tersebut belum
muncul dan masih tampak gelap gulita, anda
harus bersabar, tunggu beberapa saat hingga
cahaya muncul sedikit demi sedikit lalu berubah
menjadi semakin terang bahkan bisa sangat
menyilaukan. Tetaplah jaga nafas anda tetap
lembut dan panjang. Lama-kelamaan cahaya
kuning terang semu keputihan semakin terang,
pusatkan konsentrasi pada cahaya tersebut.
Tunggu dengan sabar dan rilek hingga akan
muncul gambaran seperti lorong. Tugas anda
bergerak mengikuti lorong tersebut dengan
perasaan. Pergerakan dikomando oleh kehendak
rasa. Nantinya lorong akan seperti berkelok
melengkung-lengkung namun bukan menikung
tajam. Lorong itu akan berujung pada wahana
ruang yang sangat terang benderang. Ketika anda
sudah sampai disitu, proses penemuan kebenaran

84
sudah bisa dimulai. Pada tahapan inilah kita
masuk ke tahap mujahadah.
Mujahadah, yaitu perjuangan dan upaya
spiritual melawan hawa nafsu dan berbagai
kecenderungan jiwa rendah. Mujahadah adalah
perang terus menerus yang disebut dengan
perang besar (jihad al-akbar). Perang ini
menggunakan berbagai senjata samawi berupa
mengigat Allah. Mereka yang sudah matang
dalam menempuh jalan spiritual, yang sudah
dekat atau mengenal Allah mengatakan bahwa
mujahadah adalah permainan anak-anak.
Sedangkan pekerjakan orang dewasa adalah
pengetahuan ilahi. Dalam tahapan ini kita
berusaha untuk tetap mengendalikan keinginan-
keinginan. Dengan terkendalinya keinginan-
keinginan dan nafsu, maka kebenaran akan
mengalir memasuki hati kita dengan lancar dan
murni. Ini adalah perjuangan yang tidak mudah

85
karena kadangkala hati kita sesekali akan
dibelok-belokkan atau melintas pikiran-pikiran
duniawi di benak kita. Ketika pikiran buruk
menyelinap, maka ucapkan ta’awudz
(audzubillahiminasyaitonirrojim).
Ketika kita berhasil sampai pada
ruangan ini, inilah yang lazim disebut sebagai
sebuah ilham. Ini adalah objek nyata dalam alam
pikiran, dan sewaktu ia muncul untuk pertama
kalinya ia luar biasa aneh. Orang sama sekali
tidak pernah mengalami sesuatu seperti itu
sebelumnya. Ia adalah kesadaran pikiran yang
terbebas untuk pertama kalinya dari dunia lima
indera. Ia laksana bulan purnama, yang di sini
berarti pikiran yang cemerlang, keluar dari balik
awan, yang di sini berarti dunia lima indera. Ia
adalah pikiran yang mengejawantah, bukan
sebuah cahaya, namun bagi kebanyakan orang ia
muncul seperti sebuah cahaya, ia dicerap sebagai

86
sebuah cahaya, oleh sebab penggambaran yang
tak sempurna inilah yang terbaik yang
pencerapan dapat berikan. Beberapa orang
melihat cahaya putih, beberapa melihat bintang
emas, beberapa melihat mutiara biru. Faktanya
yang penting diketahui adalah bahwa mereka
semua menggambarkan fenomena yang sama.
Mereka semua mengalami objek mental murni
yang sama dan detail-detail yang berbeda.
Kadang kala sewaktu tanda batiniah
pertama kali muncul ia bisa nampak "pudar".
Dalam tahap ini, anda mesti segera kembali pada
tahap meditasi sebelumnya, kesadaran sunyi
terus-menerus atas nafas yang indah. Anda
beralih ke tanda batiniah terlalu cepat. Kadang
kala tanda batiniah itu cemerlang namun tidak
stabil, berpendar-pendar laksana lentera mercu
suar dan kemudian lenyap. Lagi-lagi ini
menunjukkan bahwa anda telah meninggalkan

87
nafas yang indah terlalu dini. Seseorang mesti
mampu menopang perhatiannya pada nafas yang
indah dengan mudah selama waktu yang sangat
panjang, sebelum pikiran mampu menjaga
perhatian yang jernih pada tanda batiniah yang
jauh lebih halus. Jadi latihlah pikiran pada nafas
yang indah, latihlah dengan sabar dan tekun,
kemudian ketika sudah waktunya untuk beralih
ke tanda batiniah, ia nampak cemerlang, stabil
dan mudah untuk ditopang.
Penyebab utama mengapa tanda batiniah
nampak pudar adalah karena dalamnya kepuasan
hati terlalu dangkal. Anda masih "menginginkan"
sesuatu. Biasanya, anda menginginkan tanda
batiniah yang cemerlang dan ini penting, adalah
keadaan melepas, keadaan kepuasan hati yang
luar biasa dalam. Jadi lepaskan pikiran yang
lapar tersebut, kembangkan kepuasan hati pada

88
nafas yang indah, maka tanda batiniah serta
tanda cemerlang akan terjadi dengan sendirinya.
Penyebab utama mengapa tanda batiniah
tidak stabil adalah karena si "pelaku" tidak bisa
berhenti ikut campur. Si "pelaku" merupakan
pengendali, pengemudi belakang, yang selalu
terlibat pada apa yang tidak semestinya dan
mengacaukan segalanya. Meditasi ini adalah
proses alami untuk sampai pada tetirah dan ia
mewajibkan "anda" untuk menyingkir
sepenuhnya dari jalan.
Anda tidak perlu melakukan apapun di
sini oleh sebab keindahan intens dari tanda
batiniah lebih daripada mampu untuk menahan
perhatian tanpa bantuan anda. Hati-hatilah di
sini, jangan melakukan penilaian. Pertanyaan-
pertanyaan seperti "Apakah ini?", "Apa yang
mesti saya lakukan selanjutnya?", dan seterusnya
merupakan pekerjaan dari "si pelaku" yang

89
mencoba untuk terlibat kembali. Ini mengganggu
proses tersebut. Anda boleh menilai segalanya
ketika perjalanan selesai. Ilmuwan yang baik
hanya menilai percobaannya ketika telah
berakhir, sewaktu seluruh data masuk. Jadi
sekarang, jangan menilai atau mencoba untuk
memikirkannya. Tidak perlu menaruh perhatian
pada sisi dari tanda batiniah tersebut "Apakah itu
bulat atau oval?", "Apakah sisinya jelas atau
kabur?". Ini semua tidak perlu dan hanya
mengarah lebih lanjut pada keberagaman,
kemenduaan atas "di dalam" dan "di luar", serta
gangguan.
Biarkan pikiran condong ke mana ia
inginkan, yang biasanya di pusat tanda batiniah.
Pusatnyalah di mana bagian terindah terletak, di
mana cahayanya paling cemerlang dan murni.
Lepaskan dan nikmati saja perjalanannya ketika
perhatian tertarik ke pusat dan jatuh ke

90
dalamnya, atau ketika cahaya tersebut meluas ke
sekeliling menyelubungi anda sepenuhnya. Ini,
kenyataannya, merupakan pengalaman yang
serupa dan sama namun dari sudut pandang yang
berbeda. Biarkan pikiran menyatu dalam
kebahagiaan. Biarkan tahap berikutnya dari jalan
tafakur ini, Pencerahan, muncul.
Terdapat dua rintangan umum di pintu
menuju Pencerahan: kegembiraan dan ketakutan.
Kegembiraan ialah menjadi bergairah. Apabila,
pada titik ini, pikiran berkata "Wah, ini dia!"
maka Pencerahan kemungkinan besar tidak
terjadi. Tanggapan "Wah" ini perlu dihilangkan
demi kepasifan mutlak. Anda dapat menunda
semua "Wah" sampai telah keluar dari
Pencerahan, tempat mereka selayaknya.
Rintangan yang lebih mungkin, adalah
ketakutan. Ketakutan muncul pada pengakuan
atas kekuatan dan kebahagiaan dahsyat dari

91
Allah, atau bisa pula pada pengakuan bahwa
untuk sepenuhnya masuk ke dalam Pencerahan,
sesuatu harus ditinggalkan -- Anda! Si "pelaku"
yang sunyi sebelum Pencerahan namun masih di
sana. Di dalam Pencerahan, si "pelaku" hilang
seluruhnya. Si "pemerhati" tetap berfungsi, anda
tetap terjaga, namun seluruh kendali sekarang
berada di luar jangkauan. Anda bahkan tak dapat
membentuk secercah pikiran pun, apalagi
membuat keputusan. Kehendak membeku, dan
ini dapat nampak mengerikan bagi pemula. Tak
pernah sebelumnya dalam hidup anda alami
begitu terlucuti dari semua kendali namun begitu
terjaga penuh. Ketakutannya merupakan
ketakutan atas penyerahan sesuatu yang begitu
pribadi berupa kehendak untuk bertindak.
Ketakutan ini bisa ditanggulangi lewat
keyakinan disertai daya tarik kebahagiaan yang
terletak di hadapan yang bisa dilihat sebagai

92
imbalannya. Kebahagiaan Pencerahan mesti
jangan ditakuti namun mesti dituruti,
dikembangkan dan dilatih sering-sering. Jadi
sebelum ketakutan muncul, tawarkan rasa
keyakinan penuh anda pada kebahagiaan tersebut
dan jagalah iman. Biarkan cahaya itu memeluk
anda dengan hangat demi pengalaman bahagia
tanpa-usaha, tanpa-tubuh dan tanpa-ego yang
akan paling mendalam dari hidup anda. Milikilah
keberanian untuk sepenuhnya melepas kendali
sementara waktu dan alami semua ini untuk diri
anda sendiri.
Anda akan keluar dari Pencerahan hanya
ketika pikiran telah siap untuk keluar, sewaktu
"bahan bakar" pelepasan yang dibangkitkan
sebelumnya terpakai habis. Ini merupakan
keadaan kesadaran yang hening dan memuaskan
yang sifat alaminya adalah untuk bertahan
selama waktu yang sangat panjang. Perlu anda

93
ketahui bahwa selagi berada di dalam
Pencerahan yang manapun adalah mustahil
untuk mengalami tubuh (contohnya rasa sakit
jasmaniah), mendengar suara dari luar atau
menghasilkan pikiran apapun, bahkan tidak pula
pikiran-pikiran yang "baik". Yang ada hanyalah
kemanunggalan yang jernih, sebuah pengalaman
kebahagiaan tak-mendua yang berlanjut tak
berubah selama waktu yang sangat panjang. Ini
bukanlah lupa daratan [trance], namun sebuah
keadaan kesadaran yang meninggi. Ini dikatakan
supaya anda sendiri dapat mengenali apa yang
anda anggap Pencerahan itu nyata atau khayalan.
Ketika anda sudah ingin mengakhiri,
jangan tergesa-gesa. Tetap duduk dan tutup
kedua mata anda. Biarkan kepala, leher, pungung
belakang, dan tubuh rileks. Bernafas perlahan –
lahan dan dalam – dalam melalui hidung dan
hembuskan nafas lebih perlahan lahan lagi

94
melalui mulut. Konsentrasikan seluruh perhatian
anda, seluruh kesadaran dan seluruh energi pada
pernafasan.secara sederhana pernapasan masuk
dan pernapasan keluar, ikuti napas anda dari
ujung lubang hidung, melalui hidung, trakhea
(batang tengorokan), bronchi dan masuk ke paru
– paru. Rasakan paru – paru anda berisi dan
berkembang dengan napas kehidupan.
Bayangkan mind (pikiran) dan tubuh menjadi
tenang, damai dan aman. Fokuskan seluruh
kesadaran pada pernapasan anda, lepaskan
seluruh pengharapan-pengharapan dan biarkan
pikiran – pikiran anda bagaikan melalui awan-
awan. Dimanapun merasa terganggu, kembali
fokuskan pada pernapasan anda dan diamlah
dengan masing – masing napas. Bernapas dalam-
dalam, perlahan-lahan dan rileks. Jagalah terus
lebih mendalam dan lebih mendalam lagi hingga
anda menyentuh keheningan. Istirahatkan

95
beberapa saat dalam keheningan,. Kemudian,
amati diri sendiri dan sadari bagaimana rasanya
ketika anda akan mengakhiri tafakur. Pernapasan
dengan kesadaran, menenangkan urat-urat saraf,
menentramkan pikiran dan memberi kesempatan
kepada anda mendengar dalam keheningan.
Kemudian buka mata anda dengan perlahan.
Kemudian anda merakan reaksi apa yang terjadi
pada tubuh dan pikiran anda.

96
BAB 4
MUHASABAH

Akhirnya sampailah kita di akhir tahapan


tafakur. Ini merupakan proses yang penting
karena di tahap inilah kita memulai proses
penemuan jawaban-jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang ingin kita ajukan kepada Allah.
Dalam tahapan inilah kita mulai menganalisis
pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam keadaan
jiwa yang lebih bersih, lebih jernih, dan telah
mendapatkan pencerahan-pencerahan dari Allah
SWT pada tahapan sebelumnya. Tahapan ini
sering disebut sebagai Muhasabah.
Istilah “muhasabah” merupakan kata Arab
yang berasal dari satu akar yang mencakup
konsep-konsep, agar bisa membimbing
seseorang untuk lebih bertanggung jawab.
Muhasabah juga merupakan analisis terus

97
menerus atas hati berikut keadaannya yang selalu
berubah. Selama muhasabah orang yang
merenung pun memeriksa gerakan hati yang
paling tersembunyi dan rahasia. Dia menghisab
dirinya sendiri sekarang tanpa menunggu hingga
hari kebangkitan di akhirat kelak. Dengan
muhasabah seorang muslim berpegang teguh
kepada kitab Allah dan menjaga diri dari
larangan – larangan, ia akan selalu menegakkan
hukum Allah dan selalu konsekuen berpegang
kepada ajaran Islam. Merupakan kunci bagi
penahanan diri, dimana orang yang beribadah
berusah menghindari semua yang mungkin
bertentangan dengan ajaran Allah dalam bentuk
perkataan ataupun perbuatan dengan hati
ataupun anggota – anggota badan dan menolak
segala hal yang mungkin mengakibatkanh
murka-Nya.

98
Dalam perenungan ini, pertama-tama
ajukanlah pertanyaan-pertanyaan ringan yang
sebenarnya telah kita ketahui jawabannya.
Misalnya, “Siapa Tuhanku?”, “Siapa nabiku?’,
“apa kitabku?” dan sebagainya. Kemudian
berlanjut kepada pertanyaan-pertanyaan yang
lebih kompleks, misalnya “kenapa aku harus
beribadah?”, “kenapa aku harus meneladani
Muhammad ?”, “Apa sih istimewanya Al
Qur’an?” dan lain sebagainya. Jawablah
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan “kalimat-
kalimat hati” yang terlintas di pikiran dan hati
kita. Jika tidak ada jawaban yang terlintas, maka
jangan dipaksa untuk menjawab. Karena kalau
dipaksa, jawabannya adalah bukan jawaban hati,
melainkan jawaban pikiran dan ego kita sendiri.
Biarkanlah tak terjawab, mungkin di lain hari
ketika anda bertafakur lagi, anda akan temukan
jawabannya.

99
5
PENINJAUAN KEMBALI

Tafakur sebagai bagian dari ibadah sunnah


sering disalah tafsirkan sebagai sama dengan
berdzikir meski keduanya mempunyai hubungan
yang sangat erat. Ketika melakukan tafakur,
banyak di antara kaum Muslimin yang “hanya”
mengisinya dengan melafadzkan dzikir-dzikir
tertentu dalam jumlah tertentu pula.
Tafakur merupakan proses berfikir dan
merenung untuk menemukan kebenaran ilahiah.
Dzikir merupakan landasan agar tafakur yang
dilakukan benar-benar merupakan aktifitas yang
berada dalam garis tuntunan Allah dan Rosul-
Nya. Dengan dzikir pula, hati dan pikiran
dibimbing untuk “keluar dari dunia” menuju ke
Hadirat Allah untuk “menyaksikan” tanda-tanda
kebesaran-Nya.

100
Kebenaran yang diperoleh sebagai hasil
dari tafakur bersifat individual. Pengalaman
spiritual tiap-tiap individu sangat beragam dan
hasil yang diperolehnya pun tidak layak
diperdebatkan. Bagi insan yang melakukan
tafakur dan berhasil meraih “cahaya ilahi” pun
tidak sepatutnya “mewartakannya” karena bisa
jadi apa yang dia alami akan dipandang sebagai
sesuatu yang “nyeleneh” dan bisa menimbulkan
fitnah. Biarlah apa yang kita peroleh nantinya
kita “nikmati” saja sebagai “hadiah” Allah atas
penyerahan total hati dan pikiran kita kepada
Allah.
Seseorang yang telah menemukan
kebenaran dari tafakur akan lebih termotivasi
untuk hidup dan berbuat sesuai dengan tuntunan
Allah dan rosul-Nya karena dia telah merasakan
“pencerahan” dan jiwanya telah terbersihkan.
Sehingga tidak usah diperdebatkan apa yang dia

101
alami, tapi lihatlah saja apakah ada pengaruh
positif dari tafakur yangn dia lakukan bagi
lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, penulis memohon maaf bila apa
yang telah kami uraikan disini ada yang kurang
pas atau bahkan salah. Kesalahan dan
ketidaksesuaian yang anda temukan disini, Insya
Allah, bukanlah hal yang disengaja, melainkan
hanya dikarenakan kebodohan dan kurangnya
ilmu penulis mengenai tafakur. Penulis sendiri
masih terus melakukan eksplorasi untuk
menemukan metode yang dirasa pas supaya bisa
lebih berdekatan dengan Sang Maha Pengasih.
Di akhir buku ini penulis berharap semoga
apa yang penulis alami dan ketahui, yang penulis
guratkan dalam buku ini, bisa bermanfaat bagi
kemaslahatan ummat.

Wassalamu ‘alaikum wr. Wb.

102
DAFTAR PUSTAKA

Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam, PT. Raja


Grafindo Persada : Jakarta, 2002
Hawwa, Said. Tazkiyatun nafs Intisari Ihya
Ulumuddin, Penerbit Darussalam, 2002.
Jumantoro, Totok. Amin, Samsul Munir. Kamus
Ilmu Tasawuf, Penerbit Amzah :
Wonosobo, 2005
Sunan Giri. Suluk Syeh Wali Lanang.
Suyadi Pratomo. Ajaran Rahasia Sunan Bonang.
Jakarta: Balai Pustaka, 1985
Syaikh Muh. Amin Al-Kurdi. Berjalan Menuju
Tuhan. Penerbit Harapan Utama :
Yogyakarta, 2001
Tebba, Sudirman, Meditasi Sufistik, Pustaka
IrVan : Jakarta, 2007

103
“Dan aku bersegera kepada-Mu ya
Tuhanku, agar supaya Engkau ridha
(kepadaku)”
(Q.S. Thaha: 84)

104
105

Anda mungkin juga menyukai