Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.. Alhamdulillahirrabilalamin. Segala puji bagi Allah


SWT Robb semesta alam. Shalawat serta salam mudah-mudahan tercurahkan atas
junjungan kita nabi Besar Muhammad SAW yang telah dijadikan Allah sebagai
pembawa rahmat bagi seluruh alam, dan sekaligus dijadikan sebagai suri tauladan
bagi umat manusia. Atas kehendak-Nyalah alam semesta ini ada, dan atas
kehendaknya pulalah kita menjadi ada dari ‘ketiadaan-Nya’, sehingga kita menjadi
bagian dari kehidupan di alam semesta ciptaan-Nya (Allah) yang sangat-sangat
sempurna ini.

Berkat karunia-Nya, penulis mengawali tulisan ini dengan bacaan


"Bismillahirohmanirohim robbisrohli sodri wayassirli Amri wahlul uqdatanmillisani
yafqohu qouli " Semoga Allah SWT melapangkan Dadaku, memudahkan urusanku dan
melancarkan lidahku agar mereka memahami perkataanku lewat tulisan ini. Penulis
dalam menyusun buku yang kami beri judul “MUTIARA AMALAN PRIORITAS (HASIL
NGAJI)”. Teruntuk para pembaca (saudara, anak cucu - cicitku semua) yang mudah-
mudahan di rahmati Allah.

Ada yang berkata bahwa risalah agama itu kalau diringkas dalam suatu
kalimat, rishalatul Islam (Ihsanul Islam). Islam itu hadir sesungguhnya hanya untuk
membahagiakan umat manusia di dunia maupun di akhirat. Semua makhasirul
syariah termasuk sumber utama kita dalam berislam yaitu Al-Quran dan Al-Hadist itu
dihadirkan oleh Allah dalam kehidupan ini. Al Quran itu adalah Kalamullah yang qadim
dan melekat pada Zat Allah tapi Allah bermurah untuk menghadirkannya dalam wujud
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat yang menjadi sekumpulan ayat, lalu menjadi
surah, dan menjadi satu mushaf, selama lebih dari 22 tahun disampaikan kepada
Rasulullah SAW dan itu untuk membahagiakan manusia.

Perlu kita ingatkan terkadang bahkan bukan hanya kepada orang yang tidak
suka pada agama, yang mengatakan agama itu menyulitkan atau memberatkan.
Bahkan kita sebagai umat Islam, tanpa sadarpun juga menghadirkan agama dalam
bentuk yang menyulitkan. Dalam surat Thaha ayat 2 yang berbunyi:
‫َم ٓا َأنَز ْلَن ا َع َلْي َك ٱْلُقْر َء اَن ِلَت ْش َقٰٓى‬

Artinya: “kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu (Muhammad) agar


engkau menjadi susah” (QS Thaha ayat 2)

Meskipun syariat Islam selalu dituduh sebagai syariat yang menyulitkan, namun
sejatinya ia adalah syariat yang paling membahagiakan. Banyak manusia yang enggan
memeluk Islam karena menurut mereka Islam dipenuhi berbagai syariat yang
memberatkan, diantaranya adalah membayar zakat, puasa, menunaikan shalat lima
waktu, dll. Sejatinya dibalik semua syariat tersebut terdapat kebahagiaan. Semakin
seseorang mengenal agama dan ayat – ayat Allah, pasti dia akan merasakan
kebahagiaan dalam ibadahnya. Seorang yang melaksanakan ibadah haji, walaupun ia
telah mengeluarkan dananya sangat besar, namun mereka pasti menyimpan sebuah
harapan besar untuk kembali melakukakan ibadah haji lagi. Berbeda dengan yang
menghabiskan malamnya untuk bermaksiat, mengisi kekosongan hatinya dengan
music atau semacamnya, mungkin mereka terkesan merasakan kelezatan, akan
tetapi sejatinya hati dan jiwanya amatlah tandus.

Justru Al-Quran diturunkan oleh Allah itu supaya kita bahagia. Kalaupun kita
sebagai orang Islam merasa berat sebagai seorang muslim, sama sekali bukan
salahnya Al-Quran. Tetapi itu adalah kekeliruan kita dalam beragama. Ada banyak
orang beragama tapi terbolak-balik dalam menjalankan agamanya. Yang dipentingkan
oleh agama itu ditinggalkannya. Yang tidak terlalu penting justru dibahas habis-
habisan. Bahkan yang memudaratkan yang sama sekali tidak disinggung oleh Al-Quran
justru dijadikan topik pembahasan, bahkan memenuhi ruang publik.

Ngapain ngurusin Bid'ah, khurafat, bahkan jenggotpun diurus, kalau orang


sudah masuk didalam kendaraan besar yang namanya (Agama Islam) sudahlah,
biarkan saja mereka didalam, mau ngapain terserah mereka dong, mau sholat, mau
wiridan, mau gibah, bahkan mau berantempun suka - suka mereka. Nah silakan yang
diluar sana ajak masuk ke dalam kendaraan besar yang namanya agama Islam ini
(mengajak untuk berislam) itu baru namanya dakwah yang benar. Islam adalah
hidayah dari Allah, tidak ada satu buku pun yang paling banyak dibaca dan dihafal di
seluruh dunia, serta dikaji dari berbagai perspektif keilmuan melebihi Al-Quran. Al-
Quran menyuruh manusia belajar dari sejarah dan mengambil perbandingan dari
kejayaan dan kejatuhan umat terdahulu dalam rangka menghadapi masa depan.
Pesan-pesan samawi dalam Al Quran sejalan dengan semua tingkatan perkembangan
keilmuan. Umat Islam di masa lalu mencapai jaman kejayaannya menjadi trendsetter
kemajuan peradaban dunia pada abad ke 7 sampai 13 M adalah karena umat Islam
mengamalkan api Islam dengan sebenar-benarnya.

Al-Quran menginspirasi perkembangan ilmu pengetahuan dan mengajarkan


peran dan tanggung jawab manusia yang diberi amanah ilmu. Berikut ini Firman Allah
dalam surat Ar Rahman ayat 2:

Artinya: “Yang telah mengajarkan Al Quran” (QS. Ar Rahman ayat 2)

Pada ayat ini Allah Yang Maha Pemurah menyatakan bahwa Dia telah
mengajarkan al-Quran kepada Nabi Muhammad yang selanjutnya diajarkan kepada
umatnya. Ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Mekkah yang mengatakan:
“sesungguhnya Al-Quran itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepada
(Muhammad).” (QS. An-Nahl ayat 6)

Oleh karena isi ayat ini mengungkapkan beberapa nikmat Allah atas Hamba-
Nya, maka surat ini dimulai dengan menyebut nikmat yang paling besar faedahnya dan
paling banyak manfaatnya bagi hamba-Nya, yaitu nikmat mengajarkan Al-Quran
kepada manusia. Hal itu karena manusia dengan mengikuti ajaran al-Quran akan
berbahagia di dunia dan akhirat. dengan berpegang teguh pada petunjuk – petunjuk-
Nya. Al-Quran adalah induk – induk kitab samawi (kitab yang bersumber dari firman
Tuhan) yang diturunkan melalui manusia terbaik sepanjang sejarah umat manusia
yaitu nabi kita Muhammad SAW.

Sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan misalnya fenomena alam,


psikologi manusia, filsafat, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda)
untuk meggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi dalam ayat –
ayat berikut ini, yaitu:

Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar


kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq ayat 4-5)

Pada ayat keempat Allah mengajarkan ilmu manusia dengan perantara pena.
Sebagian ahli tafsir menyatakan, Allah menyebutkan pena karena di jaman Bangsa
Arab dahulu mereka lebih mengutamakan hafalan. Mereka bisa menulis tetapi mereka
jarang menulis, karena hafalan mereka kuat. Kemudian Allah menyebutkan
bahwasanya diantara ajaran Allah kepada manusia adalah menulis.

Manfaat tulisan itu luar biasa. Tidaklah ilmu – ilmu para ulama terdahulu bisa
dinikmati oleh manusia jaman sekarang kecuali dengan tulisan. Seandainya tidak ada
tulisan, niscaya ilmu – ilmu ulama akan hilang. Begitu pula dengan al-Quran Dan hadist
– hadist Nabi. Bisa terjaga sampai sekarang karena tulisan selain dihafalkan. Oleh
karena itu Nabi bersabda yang artinya: “ikatlah ilmu dengan menulisnya”

Jika dibandingkan antara seorang yang menulis dan yang tidak menulis saat
mendengarkan materi disampaikan, maka ilmu seseorang yang menulis tadi pada
umumnya akan lebih melekat didalam dadanya dan pikirannya. Demikianlah
kenyataannya, walaupun orang yang menulis tadi membuang tulisannya setelah itu,
tetapi paling tidak ketika menulis dia menggunakan indra yang lebih banyak daripada
orang yang sekedar mendengarkan tanpa menulis. Karena orang yang menulis, dia
akan lebih berusaha untuk mendengarkannya secara seksama, berusaha menangkap
poin pentingnya, lalu menuliskannya kembali didalam kertasnya.

Sedangkan dalam ayat yang kelima dijelaskan bahwa Allah-lah yang


memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati kepada manusia, setelah sebelumnya
terlahir dalam keadaan tidak berilmu. Dari sini para ulama juga mengatakan, bahwa
pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan pintu masuknya ilmu. Seorang
penuntut ilmu harus mempunyai tiga hal ini agar dia bisa berkonsentrasi dalam
belajar. Oleh karena itu, ilmu merupakan karunia terbesar yang diberikan oleh Allah.
Sekaligus menjadi pembeda antara manusia dan hewan selain perbedaan secara fisik.
Selain itu, ilmu pulalah yang membedakan antara orang berilmu dan orang bodoh.
Firman Allah Yusuf ayat 111:

Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu,
dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf ayat 111)

Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa semua kisah nabi – nabi, terutama
nabi Yusuf, bersama ayah dan saudaranya, adalah pelajaran bagi orang yang
memepunyai akal sehat. Kitab suci al-Quran yang membawa kisah – kisah tersebut,
bukanlah suatu cerita yang dibuat – buat dan diada – adakan, tetapi adalah wahyu
yang diturunkan Allah dan mukjizat yang melemahkan tokoh – tokoh sastra ulung
ketika ditantang untuk menyusun yang seperti itu. Kisah – kisah itu diberitakan dari
nabi yang tidak pernah mempelajari buku – buku dan tidak pernah bergaul dengan
ulama – ulama cerdik. Bahkan kitab suci al-Quran itu membenarkan isi kitab – kitab
samawi yang diturunkan pada nabi – nabi sebelumnya, seperti kitab Taurat, Injil, dan
Zabur yang asli tentunya, bukan yang sudah ditambah dengan khurafat (cerita
khayalan) dan lain hal yang tidak terjaga kemurniannya. Kitab suci Al-Quran diuraikan
dengan jelas perintah – perintah Allah, larangan – larangan-Nya, janji – janji-Nya, dan
ancaman-Nya, sifat kesempurnaan yang wajib bagi-Nya dan suci dari sifat – sifat
kekurangan dan hal – hal lainnya.

Al-Quran adalah petunjuk bagi orang – orang yang mau membacanya dengan
penuh kesadaran dan yang mau meneliti dan mendalami isinya. Al-Quran juga
membimbing mereka ke jalan yang benar dan membawa kepada kebahagiaan dunia
akhirat. Al-Quran adalah rahmat bagi orang – orang yang beriman yaitu mereka yang
membenarkan dan mempercayai serta mengamalkan isinya. Karena iman itu ialah
(ucapan yang dibenarkan oleh hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan)

Di samping Al Quran kita juga dibekali dengan Al-Hadist, sunah Rasulullah SAW
sebagai bekal untuk kehidupan bermasyarakat, beragama, dan beribadah yang benar
menurut syariat agama Islam. Dan keduanya dijadikan sebagai sumber hukum di
dalam beragama. Setelah wafatnya Rasulullah SAW dan seiring berjalannya waktu,
kedua sumber hukum utama dalam Islam ini kemudian terasa belum mencukupi.
Sebab permasalahan semakin kompleks, dan ditunjang pula oleh perbedaan pendapat
yang semakin sengit dan meruncing di masanya.

Islam memberikan cara atau petunjuk kepada para mujtahid untuk


menginterprestasikan hukum-hukum yang bersifat global sehingga dapat diterapkan
pada permasalahan-permasalahan di masanya. Khusus bagi kita yang hidup di zaman
teknologi yang semakin canggih ini, sehingga jarak diantara kita nyaris semakin dekat
saja, sekalipun itu ribuan mil jauhnya dari keberadaan kita saat ini. Jika ayat Alquran,
meskipun keasliannya terjaga 100% tapi begitu ayatnya di istinbat (mengungkap suatu
dalil menjadi hukum) hasilnya sering kali berbeda. Perbedaan di kalangan para ulama,
begitu juga Hadits. Okelah riwayatnya Shahih. Tapi begitu ditarik kesimpulan
hukumnya, ternyata tetap khilafiyah perbedaan pandangan di kalangan para ulama.
Berkaitan dengan persoalan ini akhirnya seluruh mujtahid dan fuqaha kompak
menjatuhkan satu kesimpulan hukum yang sama, dan tak satupun ulama ahli ijtihad
berselisih itulah yang disebut dengan ijma. Dan ijma adalah sumber hukum ketiga
setelah Alquran dan hadis Rasulullah SAW Ijma ulama sebagai dalil hukum
mengatakan: Ijma adalah salah satu dalil syara' yang memiliki tingkat kekuatan
argumentasi di bawah dalil-dalil (Alquran dan Al Hadits) yang merupakan dalil pertama
setelah Alquran dan hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-
hukum syara'.

Namun ada komunitas umat Islam tidak mengakui adanya ijma' itu sendiri yang
mana mereka hanya berpedoman pada Alquran dan Al Hadits, mereka berijtihad
dengan sendirinya itu pun tidak lepas dari dua teks (Alquran dan Hadist) "Khalifah
Umar Ibnu Khattab Ra misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi
dan bertukar pikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka tak sepakat pada satu
hukum maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah
disepakati.

Setelah ijma sahabat, sumber hukum yang keempat telah disepakati yaitu
qiyas. Secara etimologis kata "Qiyas" berarti mengukur, membandingkan sesuatu
dengan yang semisalnya. Tentu saja dalam menjadikan qiyas sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas memiliki kehujahan berdasarkan Nash maupun Aqli. Para ulama
Ushul fiqih menggunakan metode qiyas ini hanya dalam hal urusan Mu'amalah seperti
bagaimana hukumnya bunga bank, menyakiti orang, tampil sebagai Satgas bencana
alam. Dan lain-lain. Dan qiyas tidak digunakan dalam ruang lingkup ibadah seperti
dijelaskan dalam kaidah berikut ini: “tidak ada kias dalam ibadah”

Maksudnya bahwa dalam hal ibadah yang satu tidak bisa dikiaskan dalam
bentuk ibadah yang lain, seperti ibadah shalat yang telah ditentukan baik waktu lafal-
lafalnya maupun gerakannya begitu juga untuk ibadah yang lain seperti shaum haji
atau ibadah lainnya. Dari uraian di atas, Kalau kita mau berpikir sedikit saja dan mau
belajar lewat seorang guru maka 4 sumber hukum yang sudah penulis Jelaskan di atas
sudah cukup bagi kita sebagai pegangan untuk terus menjalani kehidupan di dunia ini.
Yang kalau menurut Imam Ghazali di dalam kitabnya Minhajul Abidin, bahwa untuk
menuju ridho Allah itu adalah sangat ‘rumpil’ jalannya mendaki, terjal, licin dan penuh
duri maupun rintangan-rintangan lainnya.
Betapa Allah telah melimpahkan segalanya kepada yang namanya manusia,
termasuk Allah menjamin akan memberikan ilmunya kepada setiap manusia yang
mau belajar. Selagi masih ada kesempatan maka manfaatkanlah itu semua,
belajarlah kalian semaksimal mungkin agar kalian bisa mengarungi samudera
kehidupan di dunia dan akhirat. Wahai keluarga dan anak cucu – cicitku semua,
berbelas kasihanlah kalian padaku. Aku ingin kalian kenang selalu dan berharap kelak
senantiasa mendapat kucuran doa-doa dari kalian semua, sebagai nutrisi di alam
barzah. Karna makanan kami bukan lagi rawon, gulai, dan jus buah lagi, tapi doa-doa
kalianlah sebagai asupan gizi kami dalam alam penantian (alam barzah) untuk menuju
alam berikutnya.

Yakinlah bahwa doa kalian insyaallah sampai pada penulis sebagaimana yang
kami yakini selama ini. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam Al-Quran:

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdo’a, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami.” (QS AlHasyr: 10).

Dari Ma’qil bin Yasar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bacakanlah
surat Yaasiin atas orang yang meninggal di antara kalian.” (HR Abu Daud, An-Nasaa’i
dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban). Jantungnya Al-Quran adalah surat Yaasiin. Tidaklah
seorang yang mencintai Allah dan negeri akhirat membacanya kecuali dosa-dosanya
diampuni. Bacakanlah (Yaasiin) atas orang-orang mati di antara kalian.” (Ibnu Majah,
Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Ibnu Umar ra. Suka sekali membacakan bagian awal dan akhir surat Al-Baqarah
di atas kubur sesudah mayat dikuburkan. (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).
“Sebab al-Quran adalah dzikir yang paling mulia, dan dzikir mengandung berkah di
tempat dibacakannya dzikir tersebut, yang kemudian berkahnya merata kepada para
penghuninya (kuburan). Dasar utamanya adalah penanaman dua tangkai pohon oleh
Rasulullah Saw di atas kubur, dimana kedua pelepah pohon itu akan bertasbih selama
masih basah dan tasbihnya terdapat berkah bagi penghuni kubur. Jika benda mati saja
ada berkahnya, maka dengan al-Quran yang menjadi dzikir paling utama yang dibaca
oleh makhluk yang paling mulia sudah pasti lebih utama, apalagi jika yang membaca
adalah orang shaleh”
Pada tulisan ini telah kami kutipkan keterangan dari Ibnu Umar mengenai
menghadiahkan bacaan Alquran. Hal ini tentunya telah cukup untuk menjadi sandaran
bahwa para sahabat pun menganjurkan membacakan Alquran atas orang yang telah
wafat. Membaca Alquran di Kubur Kaitannya dengan hal ini ada beberapa atsar dan
fatwa yang dapat kita jadikan sandaran. Yakni antara lain, Al-Khallal dari As-Syabi
berkata: Jika ada sahabat di kalangan Anshor meninggal dunia, mereka berkumpul di
depan kuburnya sambil membaca Alquran (Ibnul Qayyim al-Jauziyah). Senada dengan
keterangan di atas Imam Ahmad bin Hanbal berkata; apabila kalian berziarah ke
pemakaman, maka bacalah Surat Al-Fatihah, Al-Muawidzatain (Al-Falaq dan An-Nas)
dan surat Al-Ikhlash. Kemudian hadiahkanlah pahalanya kepada ahli kubur. Maka
sesungguhnya pahala tersebut sampai kepada mereka. Imam Asy-Syafi'i juga
berfatwa: "Disunnahkan membaca sebagian ayat Alquran disisinya (di dekat kubur/di
dekat mayit), dan lebih baik lagi jika mereka (para pelayat) mengkhatamkan Alquran
tersebut". Fatwa Imam Syafi'i ini dikutip oleh Imam Nawawi dalam kitab Riyâdh al-
Shâlihîn yakni pada bab yang membahas tentang mendo'akan mayyit setelah
dikuburkan. Imam Nawawi mengutip fatwa ini untuk menjelaskan dan menegaskan
maksud hadits atsar berikut ini: dari Amr bin Ash ra., ia berkata: APABILA KALIAN
MENGUBURKAN SAYA, MAKA TINGGALAH DI KUBUR SELAMA KIRA - KIRA TUKANG
JAGAL MENYEMBELIH DAN MEMBAGI - BAGIKAN DAGINGNYA, SAMPAI SAYA AGAK
TENANG DAN DAPAT MENJAWAB APA YANG DITANYAKAN OLEH UTUSAN TUHAN - KU.

Berkumpul Membaca Alquran Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah mengutip
dari kitab Al-Mughni bahwa Ibnu Qudamah berkata: "Telah berkata Imam Ahmad bin
Hanbal (Imam Hambali) bahwa: Beberapa macam kebaikan (yang dihadiahkan
pahalanya) akan sampai kepada mayit, berdasarkan keterangan-keterangan yang
diterima mengenai hal itu. Dan tidaklah salah menghadiahkan pahala membaca
Alquran atau yang lainnya kepada orang yang telah meninggal dunia. Bahkan ada
beberapa jenis bacaan, salah satunya membaca Yasin yang didasarkan pada hadits
shahih seperti "Iqra'û YâSîn 'alâ Mautâkum" (Bacakanlah surat Yasin kepada orang
mati diantara kalian). Tidak ada bedanya apakah pembacaan surat Yasin tersebut
dilakukan bersama-sama di dekat mayit atau di atas kuburnya, dan membaca Alquran
secara keseluruhan atau sebagiannya, baik dilakukan di masjid atau di rumah”.

Syarat Menghadiahkan Bacaan Alquran. Ada tiga syarat pokok diterimanya


hadiah membacakan Alquran yakni (INI SANGAT PENTING):
1. Harus dengan kerelaan dan tidak memungut bayaran.

Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa bagi orang-orang yang meyakini sampainya


pahala membaca Alquran kepada mayit, mensyaratkan agar pembaca tidak menerima
upah. Jika ia mengambil upah dari itu, maka haramlah hukumnya. Jadi membacanya
harus dengan penuh kerelaan tanpa mengharapkan bayaran. Sebagaimana fatwa Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah: "Adapun pahala membaca Alquran secara suka rela, yang
dihadiahkan kepada si mayit tanpa mengambil upah, akan sampai kepadanya,
sebagaimana sampainya pahala puasa dan haji”.

2. Harus dengan niat

Mengenai "Niat Menghadiahkan" telah berkata Ibnu 'Uqail, seperti yang dikutip
Sayyid Sabiq, bahwa beliau berkata: "Jika seseorang melakukan amal kebaikan berupa
shalat, puasa dan membaca Alquran dan dihadiahkannya. Artinya pahalanya
diperuntukkan bagi mayit muslim, maka menghadiahkan pahala itu harus didahului
dengan niat dan disertai amal perbuatan langsung". Pendapat ini kemudian dikuatkan
oleh Ibnul Qoyyim. Atau menurut Sayyid Sabiq setelah selesai membaca (atau
sebelumnya) sebaiknya ia mengucapkan: "YA ALLAH SAMPAIKANLAH PAHALA
SEBAGAIMANA PAHALAH BACAAN ALQURAN YANG SAYA BACA INI KEPADA SI
FULAN...“

3. Harus disertakan dengan doa

Selain disyaratkan dengan niat, jumhur ulama juga mengharuskan agar setelah
membaca Alquran didoakan atas mayit tersebut. Karena selain pahalanya yang
dihadiahkan, amalan membacakan Alquran tersebut juga merupakan "wasilah" dalam
berdoa. Sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Minhâjul Muslim, karya Syaikh Abû
Bakar Jâbir Al-Jazâ'irî penasehat Masjid Nabawi Madinah Al-Munawwarah abad ini,
bahwa beliau telah berfatwa: "Boleh jika kaum muslim hendak duduk di Masjid atau di
rumahnya kemudian membacakan Alquran. Apabila ia telah selesai dari membaca
Alquran tersebut kemudian berdo'a kepada Allah untuk si mayit agar diberi ampunan
dan rahmat, (hal ini termasuk) bertawassul kepada Allah 'Azza wa Jalla dengan bacaan
yang dibacanya dari Kitab Allah Ta'ala" (Mihâjul Muslim, hlm. 218).

4. Sedekah
‘Aisyah ra. menceriterakan ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw. lalu
berkata:

‫ َأَفَلَها َأْج ٌر ِإْن‬. ‫َيا َر ُسْو َل ِهللا ِإَّن ُأِّم ي ُأْفُتِتَلْت َنْفُس َها َو َلْم ُتْو ِص َو َاُظُّنَها َلْو َتَك َّلَم ْت َتَص َّدَقْت‬
‫ متفق عليه‬. ‫ َنَعْم‬: ‫َتَص َّدْقُت َع ْنَها؟ َقاَل‬.

“Wahai Rasulallah: “Sesungguhnya ibuku telah meninggal secara mendadak sehingga


tidak berwasiat. Aku menduga bila ia bisa berbicara tentu akan bersedekah. Apakah ia
mendapat pahala manakala aku bersedekah untuknya.” Jawab Nabi saw.: “ Ya”. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).

Abu Hurairah ra. berkata ada seorang laki-laki datang menghadap Nabi saw. dan
berkata:

‫ رواه أحمد ومسلم والنسائ‬. ‫ َنَعْم‬: ‫ِإَّن َأِبي َم اَت َو َلْم ُيْو ِص َأَفَيْنَفُعُه ِإْن َأَتَص َّدُق َع ْنُه؟ َقاَل‬
‫وابن ماجه‬.

“Sesungguhnya ayahku telah meninggal dunia dan tidak berwasiat. Apakah


bermanfaat baginya bila aku sedekah untuknya? ”Jawab Nabi saw. : “Ya”. (HR. Ah}mad,
Muslim, al-Nasa’i dan Ibnu Majah).

5. Puasa

Dari’Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

‫ رواه البخارّي ومسلم‬.‫َم ْن َم اَت َو َع َلْيِه ِص َياٌم َص اَم َع ْنُه َو ِلُّيُه‬.

“Barangsiapa meninggal dunia masih hutang puasa maka walinya supaya berpuasa
untuknya.” (HR. Al-Bukhari> dan Muslim).

Ibnu ‘Abbas ra. berkata: “Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw. lalu
berkata”:

‫ َلْو َك اَن َع َلي ُأُّمِك‬: ‫ َأَفَأْقِض ْيِه َع ْنَها؟ َفَقاَل‬. ‫َيا َر ُسْو َل ِهللا ِإَن ُأِّم ي َم اَتْت َو َع َلْيَها َص ْو ُم َشْهٍر‬
‫ متفق عليه‬.‫ َفَد ْيُن ِهللا َأَح ُّق َأْن ُيْقَض ي‬: ‫ َقاَل‬. ‫ َنَعْم‬: ‫َد ْيٌن َأُكْنَت َقاِض َيُه َع ْنَها؟ َقاَل‬.

“Wahai Rasulallah. Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, sedangkan dia hutang
puasa sebulan. Apakah aku mengqada puasa untuknya?” Jawab Nabi saw. :
“Seandainya ibumu mempunyai hutang (kepada manusia), bukankah engkau yang
akan membayarnya?” Orang itu menjawab : “Ya.” Nabi bersabda : “Hutang kepada
Allah SWT lebih berhak untuk dilunasi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Abu Hanifah berkata: “Dengan memberi makan (fidyah) untuk si mayit bukan dengan
berpuasa untuknya.” Pendapat ini didasarkan hadis riwayat Abu Dawud dari Ibnu
‘Abbas ra. bahwa Nabi saw. bersabda:

‫ َو ِإْن َك اَن‬, ‫ِإَذ ا َم ِر َض الَّرُجُل ِفي َر َم َض اَن ُثَّم َم ا َت َو َلْم ُيْو ِص ُأْطِع َم َع ْنُه َو َلْم َيُك ْن َقَض اٌء‬
‫َع َلْيِه َنْذ ٌر َقَض ي َع ْنُه َو ِلُّيُه‬.

“Apabila seseorang sakit di bulan Ramadhan kemudian meninggal dunia dan tidak
berwasiat, maka diberikan makan untuknya bukan qadha. Akan tetapi apabila si sakit
itu bernazar (untuk mengqadha), walinya supaya mengqadha untuknya.”

6. Haji

Ibnu ‘Abbas ra. menceriterakan bahwa ada seorang perempuan dari qabilah
Juhainah datang menghadap Nabi saw. dan berkata:

,‫ َنَعْم ُحِّج ي َع ْنَها‬: ‫ َأَفَأُحُّج َع ْنَها؟ َقاَل‬, ‫ِإَّن ُأِّم ي َنَذ َر ْت َأْن َتُحَّج َو َلْم َتُحَّج َح َّتي َم ا َتْت‬
‫ رواه البخارّي‬. ‫َأَر َأْيِت َلْو َك اَن َع َلي ُأُّمِك َد ْيٌن َأُكْنِت َقاِض ِيَتُه؟ ُأْقُضواَهللا َفاُهلل َأَح ُّق ِباْلَو َفاِء‬.

“Sesungguhnya ibuku pernah bernazar haji dan belum haji sehingga meninggal dunia.
Apakah aku bisa menghajikannya?” Jawab Nabi saw: “Ya, hajilah kamu untuknya.
Bukankah seandainya ibumu mempunyai hutang, engkau yang wajib melunasinya?
Bayarlah hutangnya kepada Allah, sesungguhnya Allah paling berhak untuk
dipenuhinya.” (HR. Al-Bukhari).

Al-Nasa’I meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas ra. bahwa ada seorang perempuan
bertanya kepada Nabi saw. tentang ayahnya yang telah meninggal dunia tetapi belum
sempat berhaji. Nabi saw. bersabda:

‫ُحِّج ي َع ْن َأِبْيَك‬.

“Berhajilah atas nama bapakmu.”

Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas ra. bahwa
Fadal bin ‘Abbas menunggang unta di belakang Rasulullah saw. Tiba-tiba datang
seorang perempuan dari qabilah Khus’um. Fadal menoleh kepada perempuan tersebut
dan perempuan itu pun menoleh kepadanya. Akhirnya Nabi saw. memalingkan muka
Fadal ke arah lain. Lalu perempuan itu berkata:

‫ َال َيْثُبُت‬,‫ َأْد َر ْك ُت َأِبي َشْيًخ ا َك ِبْيًرا‬, ‫ِإَّن َفِر ْيَض َة ِهللا َع َلي ِع َباِدِه ِفي الَح ِّج‬ ,‫َيا َر ُسْو َل ِهللا‬

‫ َو َذ ِلَك ِفي َح َّج ِة اْلَو َداِع‬. ‫ َنَعْم‬: ‫َأَفَأُحُّج َع ْنُه؟ َقاَل‬ ,‫َع َلي الَّراِح َلِة‬.

“Wahai Rasulallah, sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan ibadah haji kepada
hamba-Nya. Sedangkan saya melihat bahwa ayah saya itu sudah tua sekali, dan tidak
dapat duduk dengan sempurna di kendaraan. Apakah saya boleh berhaji atas
namanya?” Rasulullah saw. menjawab: “Ya” Peristiwa itu terjadi saat haji wada’.

Ulama telah sepakat (ijma’) bahwa melunasi hutang akan menggugurkan


tanggungan mayit walaupun dari orang lain (bukan ahli warisnya) dan bukan dari harta
peninggalannya. Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Qatadah ra. ketika menanggung
dua Dinar dari seorang mayit. Setelah beliau melunasinya, Nabi saw. bersabda:

‫ رواه أحمد والحاكم والبّز ا‬.‫َأَأْلَن َبِر َد ْت َع َلْيِه ِج ْلُد ُه‬.

“Sekarang kulitnya telah dingin.” (HR. Ahmad, al-Hakim dan al-Bazzar)

Perdebatan (khilafiah) di antara para ulama mengenai sampai dan tidak


sampainya pahala amal ibadah orang yang masih hidup, yang dihadiahkan kepada
orang yang sudah meninggal. Andaikan ijtihad mereka salah maka satu pahala untuk
mereka dan jika benar maka dua pahalanya buat ijtihad mereka. Karena ini urusan
goib, maka penulis lebih memilih melakukan ibadah-ibadah tersebut, siapa tahu, itu
yang benar dan kelak akan diterima oleh Allah SWT. Bukankah itu sebuah nilai
tambah... ? bagi orang - orang yang sudah sering kita kirimi hadiah doa dan amalan
lainnya.

Ahlussunnah waljamaah tak mau ilmu tanpa sanadnya, kita bicara syariah kita
punya sanad, kita bicara tauhid kita punya sanad, kita bicara hadits kita punya sanad
kepada para ahli hadits, kita punya sanad kepada Imam Bukhari, kita punya sanad
kepada Kutubussittah ( kumpulan enam kitab-kitab hadits yang disusun oleh ulama
pada masa Dinasti Abbasiyah. Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud,
Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa'i, dan Sunan Ibnu Majah). Kita bicara fiqih madzhab
kita punya sanad kepada Imam Imam Madzhab.
NU adalah merupakan representasi dari itu semua. Penerus dari apapun ilmu
yang telah diajarkan oleh para wali songo. Tolong deh, janganlah manusia sekalber
para Wali songo, kalian anggap para pelaku bid'ah. (Wahai para Wahabi, kalian
tidaklah lebih baik dari orang - orang mulia tersebut. kalian para pelaku gerakan
kembali pada Quran dan hadits (menurut versi kalian sendiri To ?...) Bukan kembali
pada Qur' an dan hadits versi Rasulullah SAW, sebagai pembawa syariat agama yang
sebenarnya, yang penuh dengan rahmatan lil alamin . Misalnya tentang ( Doa qunut,
sholat ba'dah wudhu ( Bilal ), 10 doanya (abuzar Al Ghifari), Sahabat Nabi yang selalu
membaca surat ikhlas disetiap ngimami sholat )

Ketahuilah bahwa tidak ada aliran agaman yang sefleksibel “NU”. Mereka tidak
pernah membid’ahkan apalagi mengkafirkan orang lain. Justru kami kaum nadliyin
(NU) dianjurkan untuk saling membantu dalam urusan dunia (Amar ma’ruf nahi
mungkar) sekalipun pada orang non muslim, termasuk urusan akhirat mengajak
mereka untuk menjadi mualaf.

Kami adalah pengikut organisasi NU berfirkah ahli sunnah wal jama ah, yang
mengambil jalan tengah antara dalil Naqli dan dalil Aqli, merujuk pada Abu hasan al
Asy’ari. Berfikih pada Imam Safi i. Bertasawuf pada Imam al Gazali. Bertasamuh
[ menghargai ] pada mujtahid lainnya. Untuk itu masuklah kalian kedalam atau jangan
jauh dari NU.

(Naudzublillahi minzalik) Andaikan ada diantara kalian yang membid’ahkan,


mengkafirkan orang tua dan saudara kalian sendiri dimana kalian telah masuk pada
aliran mereka (apalagi dulinan bom sekecil apapun itu) maka penulis menyarankan
agar kalian keluar dari rumah orang tua kalian dan mengembalikan air susu ibu kalian
yang telah kalian minum semasa kalian kecil dulu.

Aku tinggalkan beberapa toko pada kalian atas usaha yang kubangun bersama
istri untuk kau jaga dan kembangkan dengan baik, demi kelangsungan hidup kalian
kelak. Serta kutinggalkan sedikit catatan yang berjudul ‘MUTIARA AMALAN PRIORITAS
(HASIL NGAJI)’ yang kelak barangkali ada manfaatnya untuk kita. Berkat karunia dan
pertolongan dari Allah SWT penulis mempersembahkan sedikit catatan yang penulis
dapatkan dari menyimak dawuhipun para guru. Bukan hanya itu, penulis juga melihat
dari berbagai macam sumber lain yang mendukung pembahasan dalam catatan kecil
ini.
Barangkali kedepannya ada yang sudi untuk memutala’ah (menelaah) dan yang
jelas buku ini masih jauh dari kata sempurna. Dan tidak menutup kemungkinan
catatan ini untuk dibaca bagi semua kalangan. Sekali lagi penulis mohon maaf kalau
buku ini masih banyak kekurangannya. Tapi niatan baik dari penulis untuk
menghadirkan catatan ini semoga dimaklumi dan kalian sebagai penerusku
berkewajiban untuk menyempurnakan tulisan ini, semoga dimudahkan oleh Allah SWT
Amin. Semangat dan teruslah berjuang bahwa sesuatu yang sangat berat tidak akan
menjadi berat jika Allah SWT menghendaki-Nya. Sesuatu yang berat itu akan menjadi
ringan jika kita kerjakan dengan perasaan senang dan penuh percaya diri. Berikut ini
doa yang patut untuk kita mohonkan pada Allah SWT

‫ َﺃﻟَّﻠُﻬَّﻢ َﺫ ِّﻛ ْﺮَﻧ ﺎ ِﻣْﻨُﻪ َﻣ ﺎ َﻧ ِﺴْﻴﻨﺎ َو َع ِّلْم َن ا ِﻣْﻨُﻪ َﻣ ﺎ َﺟ ِﻬ ْﻠَﻨﺎ‬، ‫ َﻭ ﺍْﺟ َﻌ ْﻠ ُﻪ َﻟَﻨﺎ ِِﺇَﻣ ﺎًﻣﺎ َﻭ ُﻧْﻮًﺭ ﺍ َﻭ ُﻫًﺪﺍ َﻭ َﺭ ْﺣ َﻤْﺔ‬، ‫َﺍﻟَّﻠُﻬَّﻢ ﺍْﺭ َح ْم َن ا ِﺑْﺎﻟُﻘْﺮﺁْﻥ‬
‫َﻭ ﺍْﺭ ُﺯْق َن ا ِﺗَﻼَﻭ َﺗ ُﻪ ﺁَﻧ ﺎَﺀ ﺍْﻟَﻠْﻴِﻞ َﻭ َﺃْﻃَﺮﺍَﻑ ﺍﻟَّﻨَﻬ ﺎْﺭ َﻭ ﺍْﺟ َﻌ ْﻠ ُﻪ َﻟَﻨﺎ ُﺣَّﺠًﺔ َﻳ ﺎ َﺭ َّﺏ ْﺍﻟَﻌ ﺎَﻟْﻤِﻴﻦ‬

"Ya Allah, rahmatilah kami dengan al-Qur'an. Jadikan ia pimpinan, cahaya,


petunjuk, dan rahmat. Ya Allah, ingatkanlah kami apa yang terlupa darinya dan
ajarkanlah apa yang tidak kami ketahui darinya. Dan berikanlah kami rejeki
membacanya sepanjang siang dan malam. Serta jadikanlah ia hujjah penolong kami.
Wahai Allah Tuhan semesta alam."

Anda mungkin juga menyukai