Anda di halaman 1dari 115

PENERAPAN PERATURAN KAPOLRI MENGENAI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM


PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH POLRESTA
SURAKARTA

(Studi Kasus di Polresta Surakarta)

SKRIPSI

DiajukanKepada
Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri (UIN) Surakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

ZULKIFLI ANAS IDRIS


NIM.182.131.088
HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)


JURUSAN HUKUM ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2023
PENERAPAN PERATURAN KAPOLRI MENGENAI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM
PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH POLRESTA
SURAKARTA

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana Islam

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disusun Oleh :
ZULKIFLI ANAS IDRIS
NIM.182.131.088

Surakarta, 20 November 2023

Disetujui dan Disahkan Oleh :

Dosen Pembimbing

LISMA, S.H., M.H.


NIP.19610310 198901 1 001

ii
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


NAMA : ZULKIFLI ANAS IDRIS
NIM : 182.131.088
JURUSAN : HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “PENERAPAN
PERATURAN KAPOLRI MENGENAI STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR DALAM PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH
POLRESTA SURAKARTA
Benar-benar bukan merupakan Plagiasi dan belum diteliti sebelumnya. Apabila
dikemudian hari diketahui bahwa Skripsi ini merupakan Plagiasi, saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Demikian surat ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Surakarta, 20 November 2023


Penulis

ZULKIFLI ANAS IDRIS


NIM. 182.131.088

iii
NOTA DINAS

LISMA S.H., M.H.


Dosen Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta

NOTA DINAS
Hal : Skripsi Kepada Yang Terhormat
Sdr : ZULKIFLI ANAS IDRIS Dekan Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri (UIN)
Raden Mas Said Surakarta
Di Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan hormat, bersama ini


Kami sampaikan bahwa setelah menelaah dan mengadakan perbaikan seperlunya,
kami memutuskan bahwa Skripsi saudara Zulkifli Anas Idris NIM: 182.131.088
yang berjudul :
“PENERAPAN PERATURAN KAPOLRI MENGENAI STANDAR
OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENERTIBAN AKSI
DEMONSTRASI OLEH POLRESTA SURAKARTA”
Sudah dapat di munaqosyahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Hukum (S.H.) dalam bidang Hukum Pidana Islam (Jinayah). Oleh karena itu kami
mohon agar Skripsi tersebut segera di munaqosyahkan dalam waktu dekat.
Demikian, atas dikabulkanya permohonan ini disampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 20 November 2023


Dosen Pembimbing

LISMA S.H., M.H.


NIP: 19910922201801200

iv
LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN PERATURAN KAPOLRI MENGENAI STANDAR


OPERASIONAL PROSEDUR DALAM PENERTIBAN AKSI
DEMONSTRASI OLEH POLRESTA SURAKARTA

Disusun Oleh :
ZULKIFLI ANAS IDRIS
NIM. 182.131.088

Telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosyah


Pada hari
Dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Penguji I Penguji II Penguji III

. . .
NIP. NIP. NIP.

Dekan Fakultas Syari’ah

Dr. Muh. Nashirudin, S.Ag., M.A., M.Ag.


NIP.

v
MOTTO

ِ ‫س ِب َكثْ َر ِة‬
‫الر َوايَ ِة‬ َ ‫ث يَشَا ُء لَ ْي‬ ٌ ُ‫ا ْل ِع ْل ُم ن‬
ُ ‫ور يَجْ عَلُهُ هللاُ َح ْي‬
“Ilmu itu cahaya yang Allah anugerahkan kepada siapa yang Dia kehendaki, bukan
dengan banyaknya riwayat”.
(H.R. Al Muwatha No 36)

“Barang siapa keluar untuk mencari sebuah ilmu, maka ia akan berada di jalan Allah
hingga ia Kembali.”
(HR. Tirmidzi)

vi
PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi di Fakultas


Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta didasarkan pada
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor 158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman
transliterasi tersebut adalah :
1. Konsonan
Fonemkonsonan Bahasa Arab yang dalam system tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian
dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf serta
tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin adalah
sebagai berkut:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Tidak
‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan
dilambangkan

‫ب‬ Ba b Be

‫ت‬ Ta t Te

‫ث‬ s\a s\ Es (dengantitik di atas)

‫ج‬ Jim j Je

‫ح‬ H}a h} Ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha Kh Ka dan ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Zal z\ Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra r Er

‫ز‬ Zai z Zet

‫س‬ Sin S Es

vii
‫ش‬ Syin Sy Es dan ye

‫ص‬ s}ad s} Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ d}ad d} De (dengan titik di bawah)

‫ط‬ t}a t} Te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ z}a z} Zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ ‘ain …’… Koma terbalik di atas

‫غ‬ Gain g Ge

‫ف‬ Fa f Ef

‫ق‬ Qaf q Ki

‫ك‬ Kaf k Ka

‫ل‬ Lam l El

‫م‬ Mim m Em

‫ن‬ Nun n En

‫و‬ Wau w We

‫ه‬ Ha h Ha

‫ء‬ Hamzah ...ꞌ… Apostrop

‫ي‬ Ya y Ye

2. Vokal
Vokal bahasa Arab seperti vocal bahasa Indonesia terdiri dari vocal tunggal
atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:

viii
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fath}ah A A
Kasrah I I
Dammah U U

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transiterasi

1. ‫كتب‬ Kataba

2. ‫ذكر‬ Zukira

3. ‫يذهب‬ Yazhabu

b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf maka transliterasinya gabungan huruf, yaitu :

ix
TandadanHuruf Nama GabunganHuruf Nama
‫ى‬...‫أ‬ Fathah dan ya Ai a dan i
‫و‬...‫أ‬ Fathah dan wau Au a dan u

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫كيف‬ Kaifa

2. ‫حو ل‬ Haula

3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut :
HarakatdanHuruf Nama HurufdanTanda Nama
Fathah dan alif a dan garis di
‫ي‬...‫أ‬ a>
atau ya atas

‫ي‬...‫أ‬ Kasrah dan ya i>


I dan garis di
atas

‫و‬...‫أ‬ Dammah dan


u>
u dan garis di
wau atas

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫قال‬ Qa>la

2. ‫قيل‬ Qi>la

3. ‫يقول‬ Yaqu>lu

4. ‫رمي‬ Rama>

x
4. Ta Marbutah
Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua (2), yaitu :
a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah, kasrah atau
dammah transliterasinya adalah /t/.
b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.
c. Apabila pada suatu kata yang di akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh
katayang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu
terpisahmaka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫روضة األطفال‬ Raud}ah al-atfa>l / raud}atulatfa>l

2. ‫طلحة‬ T{alhah

5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini
tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama
dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫ربّنا‬ Rabbana

2. ‫ّنزل‬ Nazzala

6. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf yaitu ‫ال‬.
Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang
yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf
Qamariyyah.
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai

xi
dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf
yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang yang diikuti
leh huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesua dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti dengan huruf Syamsiyyah atau
Qamariyyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti dan dihubungkan
dengan kata sambung.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫الرجل‬
ّ Ar-rajulu

2. ‫اجلالل‬ Al-Jala>lu

7. Hamzah
Sebagaimana yang telah disebutkan di depan bahwa Hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di
akhir kata. Apabila terletak diawal kata maka tidak dilambangkan karena dalam
tulisan Arab berupa huruf alif. Perhatikan contoh berikut ini :
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫أكل‬ Akala

2. ‫أتخذون‬ Taꞌkhuduna

3. ‫النؤ‬ An-Nauꞌu

8. Huruf Kapital
Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi
dalam transliterasinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku dalam
EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan
kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandangan maka yang ditulis
dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya.
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan

xii
Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut disatukan
dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf
kapital tidak digunakan.
Contoh:
No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. ‫و ما ممحد إالرسول‬ Wa ma>Muhaamdunilla>rasu>l

2. ‫احلمدهلل رب العاملني‬ Al-hamdulillahirabbilꞌa>lami>na

9. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata baik fi’il, isim, maupun huruf ditulis terpisah.
Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah
lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya bisa
dilakukan dengan dua cara yaitu bisa dipisahkan pada setiap kata atau bisa
dirangkai.

No Kata Bahasa Arab Transliterasi


Wainnalla>ha lahuwakhairar-
1. ‫وإن هللا هلو خريالرازقني‬ ra>ziqin / Wainnalla>ha
lahuwakhairur-ra>ziqi>n
Fa aufu> al-Kaila wa al-mi>za>na /
2. ‫فأوفوا الكيل وامليزان‬
Fa auful-kailawal mi>za>na

xiii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayat serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul, “TINDAK PIDANA PENGEDARAN NARKOBA YANG
DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM (Studi Kasus di Polresta Surakarta)”. Skripsi ini disusun untuk
menyelesaikan Studi Jenjang Sarjana 1 (S1) Jurusan Hukum Pidana Islam
(Jinayah), Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Dalam penyusunan
tugas akhir ini, penyusunan telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penyusun banyak mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Toto Suharto, S.Ag., M.Ag, selaku Rektor Universitas Negeri
Islam (UIN) Raden Mas Said Surakarta.
2. Bapak Dr. Muh. Nashirudin, S.Ag., M.A., M.Ag, selaku Dekan Fakultas
Syariah Universitas Negeri Islam (UIN) Raden Mas Said Surakarta.
3. Bapak Dr. H. AH. Kholis Hayatuddin, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Hukum
Islam.
4. Bapak Junaidi, S. H., M. H. Selaku Koordinator Program Studi Hukum Pidana
Islam (Jinayah).
5. Ibu Lisma S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
meluangkan waktu, pikiran serta memberikan pengarahan hingga terselesainya
skripsi ini.
6. Bapak Fery Dona, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberi pengarahan, nasehatnya dan motivasi kepada penulis selama
menempuh studi di Universitas Negeri Islam (UIN) Raden Mas Said Surakarta.
7. Dewan Penguji, yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menguji
skripsi ini guna membawa kualitas penulis ke arah yang lebih baik.

xiv
8. Seluruh Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmu-ilmunya, semoga
segala ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat di kehidupan yang akan
datang.
9. Seluruh Staff karyawan Fakultas Syariah dan seluruh Staff karyawan
perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta yang
telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
10. Untuk kedua orang tua Bapak dan Ibu yang telah memberikan dukungan baik
moriil maupun materiil dari awal masuk di kampus tercinta UIN Raden Mas
Said Surakarta.
11. Seluruh Keluarga besar penulis yang telah memberi dukungan serta do’a.
12. Seluruh Kepolisian Polresta Surakara dan Dinas Sosial yang telah membantu
penulis dalam penelitian Skripsi.
13. Semua teman satu angkatan 2018 terkhususnya HPI C yang tidak dapat
sebutkan oleh penulis satu persatu, yang telah membersamai di bangku
perkuliahan dan telah memberikan dukungan serta do’a.

Penulis menyadari dalam menyusun skripsi ini, masih banyak kekurangan


dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang
membangun untuk tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penyusun
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 20 November 2023


Penulis

Zulkifli Anas Idris


NIM. 182.131.088

xv
ABSTRACT

Zulkifli Anas Idris, NIM 18.21.3.1.088, “PENERAPAN PERATURAN


KAPOLRI MENGENAI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM
PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH POLRESTA SURAKARTA”.
Penelitian yang tulis di dasarkan pada kasus-kasus tindakan represif yang kerap
terjadi dan di alami oleh para Demonstran di Indonesia, sekaligus menyinggung
tetntang sistem demokrasi yang berlaku saat ini dan di mana pada umumnya hal
yang sangat erat berkaitan dengan sistem demonstrasi yaitu kebebasan
menyampaikan pendapat di muka umum. Dari sistem demonstrasi di indonesi yang
kususnya pada aspek turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi di muka umum
yang sering di sebut dengan aksi demo kerap menimbulkan kekecewaan dari
masyarakat indonesia contohnya seperti kurangnya respon atas tuntutan
demonstran, tindakan represif pihak pengamanan pada saat mengamankan para
demonstran serta minimnya respon pembelaan hukum terhadap korban yang
terdampak tindakan represif oleh pihak pengamanan. Oleh seab itu peneliti
mengfokuskan penelitian ini pada pelaksanaan sistem demokrasi di indonesia dan
pelanggaran-pelanggaran yang berupa tindakan represif oleh Kepolisian pada saat
melaksanaka pengamanan.
Metode penelitian yang di pakai adalah metode penelitian lapangan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang di lakukan
dengan menggunakan proses interview terhadap beberapa narasumber di antaranya
yaitu pihak pengamanan oleh kepolisian dalam satuan Sabara serta dari mahsiswa
yang merupakan pelaksana aksi demonstrasi. Pada analisa data menggunakan
metode interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan
kesimpulan.
Dari hasil penelitian yang di lakukan bahwasanya dari kedua bela pihak
yang di wawancarai memberikan keterangan yang berbeda mengenai kejadian di
lapangan akan tetapi benar telah terjadinya kericuhan pada saat pelaksanaan aksi
demonstrasi yang berlangsung di depan gedung DPRD kota surakarta. Adapun
yang terlibat dalam kericuhan tersebut yaitu pihak mahsiswa selaku demonstran
dengan pihak kepolisian selaku pengamanan yang bertugas. Keterangan lanjutnya
bahwasanya kericuhan yang terjadi memberikan bukti fisik atas tindakan represif
yang di lakukan oleh pihak pengamanan selaku penengah antara pihak demonstran
dan pihak pemerintah DPRD kota surakarta. Bukti fisik atas tindakan represif
tersebut yaitu adanya luka pada bagian kepala akibat benturan pada salah satu
demonstran yang di saksikan langsung oleh narasumber selaku peserta demonstran
yang menyaksikan kejadian terebut serta memperlihatkan bukti rekam digital
berupa narasi yang di muat oleh media bahwa telah terjadinya tindak represif oleh
pihak pengamanan atau kepolisian terhadap pihak demonstran yang berlangsung di
depan gedung DPRD Surakarta.

Kata kunci: Penegakan hukum, demonstrasi, dan tindakan represif

xvi
ABSTRACT

Zulkifli Anas Idris, NIM 18.21.3.1.088, "APPLICATION OF KAPOLRI


REGULATIONS REGARDING STANDARD OPERATIONAL PROCEDURES
IN CONTROLLING DEMONSTRATION ACTIONS BY SURAKARTA
POLRESTA".The research written is based on cases of repressive actions that
often occur and are experienced by demonstrators in Indonesia, as well as touching
on the current democratic system and in general something that is very closely
related to the demonstration system, namely freedom of expression in public face.
From the demonstration system in Indonesia, specifically the aspect of taking to the
streets and conveying aspirations in public, which is often called a demonstration,
often causes disappointment from the Indonesian people, for example, the lack of
response to the demonstrators' demands, the repressive actions of the security
forces when securing the demonstrators and the lack of legal defense response to
victims affected by repressive actions by security forces. For this reason, the
researcher focuses this research on the implementation of the democratic system in
Indonesia and violations in the form of repressive actions by the Police when
carrying out security measures.
The research method used is a field research method using a qualitative
approach. The data collection technique was carried out using an interview process
with several sources, including security personnel from the police in the Sabara
unit and students who were carrying out demonstrations. Data analysis uses
interactive methods which include data reduction, data presentation, and drawing
conclusions.
From the results of the research carried out, it was clear that the two
parties interviewed gave different accounts regarding events in the field, but it was
true that there had been chaos during the demonstration which took place in front
of the Surakarta City DPRD building. Those involved in the riot were students as
demonstrators and the police as security on duty. His further statement was that the
riots that occurred provided physical evidence of the repressive actions carried out
by the security forces as mediators between the demonstrators and the Surakarta
City DPRD government. Physical evidence of this repressive action was an injury
to the head due to a blow to one of the demonstrators which was witnessed directly
by the resource person as a demonstrator participant who witnessed the incident
and showed digital recorded evidence in the form of a narrative published by the
media that a repressive act had occurred by the party. security or police for
demonstrators taking place in front of the Surakarta DPRD building.

Keywords: Law enforcement, demonstrations and repressive actions

xvii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI .................................................. iii
NOTA DINAS ..................................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... xiv
ABSTRACT ...................................................................................................... xvi
ABSTRACT ..................................................................................................... xvii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Kerangka Teori ......................................................................................... 6
F. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 9
G. Metode Penelitian ................................................................................... 14
H. Sistematika Penelitian ............................................................................. 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENERAPAN UNDANG-UNDANG
MENGENAI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM
PENERTIBAN AKSI DEMOSTRASI OLEH POLRESTA SURAKARTA .... 21
A. Teori Standar Operasional Prosedur ....................................................... 21
1. Pengertian Standar Operasional Prosedur........................................ 21
2. Unsur-unsur Standar Operasional Prosedur ..................................... 22
3. Tujuan Standar Operasional Proedur ............................................... 25
B. Teori Demonstrasi ................................................................................... 26
1. Pengertian Demonstrasi ................................................................... 26
2. Teori Demonstrasi............................................................................ 28

xviii
C. Teori Aparat Kepolisisan ........................................................................ 29
1. Pengertian Polisi .............................................................................. 29
2. Peran dan Fungsi Polisi Dalam Penegakan Hukum......................... 31
3. Profesionalisme Polisi...................................................................... 34
D. Teori Anarkisme ..................................................................................... 35
1. Pengertian Anarkisme ...................................................................... 35
2. Faktor-faktor terjadinya Anarkisme Pada Aksi Demonstrasi .......... 36
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PENERAPAN PERKAPOLRI
MENGENAI SOP DALAM PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH
POLRESTA SURAKARTA ............................................................................... 40
A. Gambaran Umum Polresta Surakarta...................................................... 40
1. Sejarah Polresta Surakarta ............................................................... 40
2. Visi dan Misi Polresta Surakarta ..................................................... 41
3. Struktur Organisasi Polresta Surakarta ............................................ 42
4. Kondisi Letak dan Geografis Polresta Surakarta ............................. 44
B. Gambaran Umum satuan SAMAPTA .................................................... 45
1. Pengertian SAMAPTA (Sabhara) .................................................... 45
2. Tugas Dan Wewenang Samapta Bayangkara .................................. 46
C. Penerapan PERKAPOLRI Mengenai SOP Dalam Penertiban
Aksi Demonstrasi Oleh POLRESTA Surakarta. ....................................... 48
D. Teknis penanganan aksi Demonstrasi di lapangan oleh tim
Samapta Polresta Surakarta ....................................................................... 56
E. Pelaksanaan Aksi Demonstrasi Oleh Mahasiswa Yang
di Sertai Tindakan Represif....................................................................... 61
BAB IV ANALISIS TENTANG PENERAPAN PERKAPOLRI MENGENAI
SOP DALAM PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH POLRESTA
SURAKARTA .................................................................................................... 63
A. Penerapan Peraturan Kapolri Mengenai Standar Operasional Prosedur
dalam Penertiban Aksi Demonstrasi di Wilayah Surakarta Oleh Polresta
Surakarta ................................................................................................... 63
B. Ketentuan Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) Aksi Demonstrasi
di Wilayah Surakarta ................................................................................. 69
C. Ketentuan Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) Aksi Demonstrasi
di Wilayah Surakarta ................................................................................. 77
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................81
A. Kesimpulan ............................................................................................... 81

xix
B. Saran .......................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................84
LAMPIRAN ........................................................................................................87

xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkip Wawancara ........................................................................87
Lampiran 2 Dokumentasi ....................................................................................92
Lampiran 3 Riwayat Hidup .................................................................................94

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengenai demonstrasi kerap terjadi kericuhan akibat aksi tersebut tidak

berjalan dengan sesuai apa yang telah ditetapkan sebelum dilaksanakanya suatu

aksi demostrasi. Oleh sebab itu aparat keamanan negara memberikan hak kepada

masyarakat untuk menyuarakan pendapat yang di sampaikan di depan umum

dengan standar penertiban aksi yang dilakukan oleh aparat keamanan negara

yakni Kepolisian Republik Indonesia. Namun dalam pelaksanaan penertiban

aksi tersebut tetap mendahulukan standar operasionalnya baik dari pihak aparat

kepolisian maupun dari pihak demonstran untuk guna menjaga kestabilan dan

keamanan sehingga dalam pelaksanaan aksi demonstrasi berjalan sesuai

prosedur.

Standar Operasional Prosedur penertiban demostrasi adalah suatu peraturan

yang dibuat secara tertulis dalam undang-undang, yang berisi peraturan dan

pedoman kerja bagi setiap aparat keamanan negara di dalam pelaksanaan

penertiban, dan dijadikan sebagai standar pada kegiatan operasionalnya.1

Hukum mempunyai tujuan dalam rangka pencapaian suatu keadaan yang

damai dalam lingkungan masyarakat. Menurut Wirjono Projodikoro yang

mendefinisikan yaitu adanya tingkat keserasian tertentu antara ketertiban dan

ketentuan (peraturan), dengan demikian tujuan pokok penerapan hukum adalah

1
Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2014,
hlm. 50.

1
2

untuk mencapai tatanan masyarakat yang tertib sesuai dengan kaidah-kaidah

hukum itu sendiri serta untuk memberikan perlindungan atas hak-hak individu

dalam kehidupan masyarakat suatu negara.2

Dalam pengamanan unjuk rasa aparat kepolisian berpedoman kepada

PERKAP KAPOLRI No 16 Tahun 2006 tentang pengamanan unjuk rasa.

Pentingnya di taati Standar Operasional Prosedur (SOP) ini menurut penulis,

agar tidak terjadi pelanggaran terhadap masa aksi demonstrasi oleh aparat

keamanan yang telah menertipkan pelaksanaan demonstrasi. Dengan adanya

Standar Operasinal Tersebut, aparat keamanan mempunyai batas ruang gerak

terhadap pelaksanaan penertiban sehingga tidak terjadi korban terhadap para

demonstran yang melakukan aksi.

Tentang penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab

dalam menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan

ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akan tetapi dalam

pelaksanaannya masih banyak terjadi aparat kepolisian yang berlaku Represif

terhadap para demonstrasi yang tidak sesuai Standar Operasional Prosedur

(SOP) yang telah ditetapkan. Korban kekerasan terhadap demonstran menjadi

sebuah kasus yang banyak terjadi karena tindak pelaksanaan tidak sesuai dengan

apa yang telah ditetapkan.3

Polri diberi kewenangan dalam menata keamanan dan ketertiban agar

kepentingan umum yang lebih besar tidak terkorbankan. Tentu ada cara yang

2
Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2014,
hlm. 50.
3
Ibid
3

juga harus dipenuhi aparat kepolisian untuk mengembalikan keamanan dan

ketertiban. Pada era demokrasi seperti sekarang ini, di mana aturan pelibatan

penanganan demonstrasi sudah dirumuskan secara jelas, maka tindakan

penegakan hukum tidak boleh sampai melanggar hukum apalagi melanggar hak

asasi manusia. Hal ini yang perlu di perhatikan oleh Aparatur Negara maupun

semua pihak untuk dapat melihat setiap penanganan aksi demonstrasi dari

berbagai aspek. Untuk dapat melihat setiap penanganan aksi demonstrasi dari

berbagai aspek.4

Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan

pendapat di muka umum pasal (1) angka 3 menjelaskan bahwa “unjuk rasa atau

disebut juga demonstrasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau

beberapa atau banyak orang untuk mengeluarkan isi pikiran secara lisan, atau

tulisan dan sebagainya melalui demonstrasi di depan umum”. Kegiatan unjuk

rasa atau demonstrasi disebut juga sebuah gerakan protes oleh sekumpulan orang

didepan umum. Kegiatan unjuk rasa umumnya dilakukan demi menyatakan

pendapat atau hasil pikiran kelompok tersebut atau juga untuk menentang

kebijakan yang dibuat suatu pihak atau dapat juga dilakukan sebagai sebuah cara

untuk menekan secara politik oleh setiap kepentingan kelompok.5

Berdasarkan observasi dan kejadian yang dilakukan oleh penulis pada aksi

demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa menolak disahkannya Omnibus

4
Huriodo, Penegakan Hukum dalam rangka penanggulangan kekerasan, FISIP UI,
Jakarta, 2000, hlm. 9.
5
Widarma, Lubis Ansori Mhd, Zulkarnain Rosani J.N, “Aspek Yuridis Dalam
Pencegahan Demonstrasi yang Dilakukan Secara Anarki Di Wilayah Hukum POLRESTABES
Medan” Jurnal RETENTUM, Vol. 3 Nomor 2, 2022, hlm 224.
4

Law tanggal 24 september 2019 di depan gedung DPRD Surakarta, terdapat

berbagai pendapat dari berbagai elemen masyarakat, aparat yang dimaksud

adalah polisi, dan mahasiswa. Mengenai penanganan terhadap aksi demonstrasi

yang dirasa terlalu represif dan keluar dari pedoman Standar Operasional

Prosedur penertiban aksi demonstrasi. Dalam aksi tersebut terdapat beberapa

mahasiswa yang menjadi korban dari tindakan yang dilakukan oleh polisi. Hal

tersebutlah yang membuat penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian

menegenai Standar Operasional Prosedur polisi dalam menangani aksi

demonstrasi di wilayah Surakarta. Penelitian yang digunakan oleh penulis

menggunakan penelitian kualitatif lapangan dengan menggunakan sumber data

primer melalui wawancara dan data sekunder yang dibutuhkan dari beberapa

sumber jurnal dan skripsi, dan melakukan wawancara secara langsung untuk

mendukung penelitian. Dari penjelasan tersebut maka penulis mengambil judul

skripsi “Penerapan Peraturan KAPOLRI Mengenai Standar Operasional

Posedur Dalam Penertiban Aksi Demonstrasi di Wilayah Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan Peraturan KAPOLRI mengenai Standar Operasional

Prosedur dalam penertiban aksi demonstrasi di wilayah Surakarta oleh

polresta Surakarta.?

2. Bagaimana ketentuan aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) aksi

demonstrasi di wilayah Surakarta.?


5

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penyusunan yang dilakukan pastinya memiliki tujuan

yang akan dicapai. Tujuan tersebut diperlukan agar penilitian yang akan dan

telah dilakukan dapat memberikan jalan dan arahan guna menyelesaikan

rumusan-rumusan masalah yang telah dirumuskan. Dilihat dari rumusan yang

telah diuraikan oleh penulis, dapat disajikan tujuan penelitian ini untuk

mendapatkan penelitian yang diinginkan.

1. Untuk menjelaskan penerapan Peraturan KAPOLRI mengenai Standar

Operasional Prosedur dalam penertiban aksi demonstrasi di wilayah

SURAKARTA oleh POLRESTA Surakarta.

2. Untuk menjelaskan ketentuan aturan Standar Operasional Prosedur (SOP)

aksi demonstrasi di wilayah Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharpkan dapat memberikan manfaat baik dalam bidang

teorititas maupun dalam bidang praktis sebgai berikut:

1. Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sumber pengetahuan dan referensi sebagai

tinjauan hukum untuk meneliti dan mengembangkan permasalahan yang ada

dalam masyarakat, sehingga dapat mendalami berbagai aspek hukum yang

ada di Indonesia secara mendalam dalam perspektif dan pandangan kacamata

mahasiswa ataupun pelajar.

2. Praktis

Bahwasanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat kepada


6

masyarakat pada umumnya dan kepada masa aksi demonstrasi serta aktivis

lingkungan maupun pemerintah sehingga dapat berguna untuk

menyelenggarakan aksi demonstrasi dimuka umum sesuai dengan hukum

yang berlaku dan undang-undang yang telah ditetapkan.

E. Kerangka Teori

1. Standar opersional prosedur

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk memacu terciptanya

transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik adalah dengan

penggunaan Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP adalah pedoman atau

acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat

penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,

administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan

sistemkerja pada unit kerja yang bersangkutan.6

Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang

dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintah untuk mewujudkan

good governance. Dengan adanya Standar Operasional Prosedur pemerintah

lebih transparan mengenai prosedur pelayanan, persyaratan administrasi,

rincian biaya dan waktu penyelesaian sehingga tidak menyebabkan proses

pelayanan menjadi rumit dan mengindikasikan adanya praktik-praktik

korupsi. Dan sebagai pedoman mengenai tugas dan kewenangan yang akan

6
Sulistiani Siami Ayu. “Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Kependudukan dalam Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Publik di Kecamatan Sambutan”.
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, 2016, hlm. 54
7

diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses

pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat

dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangung jawab yang jelas.7

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah salah satu aspek penting

yang perlu dibuat dalam rangka mewujudkan birokrasi yang memiliki kriteria

efektif, efisien dan ekonomis pada seluruh proses penyelenggaraan

administrasi pemerintahan. Dalam persepsi umum reformasi birokrasi

bertujuan tidak lain adalah untuk melakukan perbaikan atas kualitas

pelayanan publik. Secara operasional untuk mewujudkan birokrasi yang

efektif, efisien dan ekonomis tidak lain adalah memperbaiki proses

penyelenggaraan administrasi pemerintahan, sehingga akan lebih

mencerminkan birokrasi yang mampu menjalankan fungsi pemerintahan

sesuai dengan kriteria dan uraian tugas yang dimiliki oleh masing- masing

unit kerja8

2. Demonstrasi

Demonstrasi merupakan sebuah kata yang tidak asing kita dengar

dikehidupan sehari-hari, atau biasanya dikenal dengan sebutan demo atau

unjuk rasa. Demonstrasi biasanya dikatakan adalah sebuah aksi yang

dilakukan oleh sekolompok orang atau masyarakat dengan dalih atau

menuntut dan menginginkan perubahan kebijakan pemerintah agar sesuai

dengan harapan dan keinginan kepentingan bersama dan nantinya dapat

7
Ibid
8
Sulistiani Siami Ayu. “Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Kependudukan dalam Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Publik di Kecamatan Sambutan”.
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, 2016, hlm. 54
8

berguna bagi semua orang. Demonstrasi dapat dikatakan sebagai aksi damai

jika dalam pelaksanaanya berjalan lancar dan mendapat kan hasil yang

diinginkan. Akan tetapi juga bias dikatakan aksi Anarkisme apabila dilakukan

dengan kekerasan dan juga tindakan-tindakan yang dapat membuat ricuh dan

membuat kondisi tidak kondusif.9

Demonstrasi dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja asalkan

sesuai dengan undang-undang dan juga ketetapan yang telah berlaku.

Biasanya aksi demonstrasi dilakukan oleh sekolompok mahasiswa dan juga

buruh yang merasa pemerintahan mengubah kebijakan yang mana menurut

mereka tidak sesuai apa yang diinginkan dan malah merugikan pihak-pihak

yang terkait.10

3. Aparat Keamanan (POLISI)

Dalam buku: “Polizeirecht” yang di terjemahkan Momo Kelana bahwa

istilah polisi mempunyai dua arti, yaitu: polisi dalam arti formal adalah

mencangkup penjelasan tentang organisasi dan kedudukan suatu instansi

kepolisian dan polisi dalam arti material adalah membeikan jawaban terhadap

pesoalan-persoalan tugas dan wewenang dalam rangka dalam menghadapi

bahaya atau gangguan keamanan dan ketertiban baik dalam rangka

kewenangan kepolisian umum melalui ketentuan-ketentuan yang diatur

9
Tur Santoso, “Karakteristik Aksi Demostrasi Yang di Lakukan Oleh Aktivis Organisasi
Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang”, Skripsi di terbitkan,
Prodi Ilmu Sosial UNES Semarang, Semarang, 2009, hlm. 28.
10
Tur Santoso, “Karakteristik Aksi Demostrasi Yang di Lakukan Oleh Aktivis Organisasi
Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang”, Skripsi di terbitkan,
Prodi Ilmu Sosial UNES Semarang, Semarang, 2009, hlm. 28.
9

dalam peraturan dan undang-undang.11 Dalam undang-undang Republik

Indonesia Noor 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah

segala hal ihwal yang berkitan dengan fungsi dan Lembaga polisi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.12

4. Anarkisme

Anarkis merupakan kekacuan fisik yang menimpa masyarakat sipil

berupa bentrokan antar manusia, perkelahian masal, pembunuhan,

penjarahan, dan perusakan sarana, maupun fasilitas pribadi ataupun tindak

pidana lainnya. Karena itu, Anarki tidak menghasilkan suatu perubahan

positif dalam tatanan masyarakat dan hanya menimbulkan perusakan fisik

dan trauma sosial. Anarki berkaitan keras dengan istilah kekerasan.

Bagaimana menurut kamus hukum bahwa anarki di sebut sebagai Anarchie

yang mengartikan bahwa dan kacau balau di sebabkan tidak adanya

pemerintahan atau peraturan13

F. Tinjauan Pustaka

Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan pada masa

sekarang ini. Namun dengan maraknya aksi demonstrasi yang hampir setiap hari

dapat di jumpai membuat masyarakat seakan mulai jenuh karena tidak melihat

hasil riil dari aksi tersebut. Hingga terkadang bermunculan stigma negatif dari

masyarakat yang menilai aksi demonstrasi percuma dilakukan, bahkan dinilai

11
Yoyok Icok Suyono, Hukum Kepolisian, Laksbank jastitia, Surabaya 2014, hlm.1
12
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Republik Indonesia Pasal 1.
13
J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan T.J. Prasetyo. 2000. Kamus Hukum. Jakarta:
Sinar Grafika, hlm8
10

aksi demonstrasi hanya untuk kepentingan politik praktis hingga aksi

demonstrasi bayaran pun kerap dilontarkan masyarakat. Berdasarkan hasil

penelitian oleh Martien Herna Susanti dan AT Sugeng Priyanto menyimpulkan

bahwa para mahasiswa yang terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-

ciri antara lain;

1. aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan.

2. mempunyai keberanian menyampaikan pendapat.

3. cukup mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan

kepribadian untuk berpendapat.

4. mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang. Mahasiswa yang

aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan baik organisasi

kemahasiswaan intra kampus maupun organisasi kemahasiswaan ekstra

kampus cenderung memiliki keberanian yang lebih dalam menyampaikan

pendapat, begitu pula lebih mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai,

pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat, disamping itu lebih

memiliki empati terhadap persoalan yang muncul di masyarakat serta

tergerak untuk bertindak dibanding mahasiswa pada umumnya.14

Skripsi yang dibuat agung tri putra yang berjudul Peran Kepolisian Dalam

Penegakan Hukum Terhadap Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa Yang Anarkis Di

Kota Makassar (Studi Kasus Tahun 2012-2015).Untuk mengetahui peran

Kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pelaku aksi unjuk rasa anarki di

14
Tur Santoso, “Karakteristik Aksi Demostrasi Yang di Lakukan Oleh Aktivis Organisasi
Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang”, Skripsi di terbitkan, Prodi
Ilmu Sosial UNES Semarang, Semarang, 2009, hlm. 43..
11

Kota Makassar, untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang

menghambat pelaksanaan penanganan unjuk rasa yang dilakukan Mahasiswa

yang berujung anarki oleh Kepolisian.Penelitian ini menggunakan metode

deskriftif kualitatif, Selain itu penelitian ini secara umum menggunakan Teori-

Teori Kejahatan Anarkis. Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah

mengenai bagaimana peran kepolisian dalam menangani demontrasi massa yang

melakukan tindakan anarkis. Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah

penulis membahas mengenai bagaimana strategi kepolisian dalam penanganan

demontrasi dan Bagaimana upaya Kepolisian dalam penanggulangan aksi

demonstran yang bertindak anarkis, perbedaa waktu dan tempat penelitian.15

Skripsi yang dibuat Wisnu Fragusty yang berjudul Proses Penanganan Aksi

Unjuk Rasa Anarkis Yang Berdampak Pada Kerusakan Fasilitas Umum (Studi

Di Polrestabes Medan tahun 2019). untuk mengetahui Faktor Penyebab

Terjadinya Aksi Unjuk Rasa Anarkis Yang Berdampak Pada Kerusakan Fasilitas

Umum, Proses Penanganan Yang Dilakukan Pihak Kepolisian Dalam Aksi

Unjuk Rasa Anarkis Yang Berdampak Pada Kerusakan Fasilitas Umum dan

Kendala dan Upaya Pihak Kepolisian dalam Proses Penanganan Aksi Unjuk

Rasa Anarkis Yang Berdampak Pada Kerusakan Fasilitas Umum. Penelitian ini

menggunakan metode hukum sosiologis (yuridis empiris).16 Persamaan

penelitian ini dengan penulis adalah mengenai bagaimana peran kepolisian

15
Agus Tri Putra, Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Aksi Unjuk Rasa
Mahasiswa Yang Anarkis Di Kota Makassar (Studi Kasus Tahun 2012-2015). Tahun 2017

16
Wisnu Fragusty, Proses Penanganan Aksi Unjuk Rasa Anarkis Yang Berdampak Pada
Kerusakan Fasilitas Umum (Studi Di Polrestabes Medan). Tahun 2019
12

dalam menangani demontrasi massa yang melakukan tindakan anarkis.

Perbedaan penelitian ini dengan penulis yaitu terkait pembahasannya,

sebagaimana penulis lebih mengkaji ke strategi penanganannya, perbedaan

waktu dan tempat terjadinya demonstrasi.

Skripsi Herawati, mahasiswa fakultas syariah Universitas Alauddin

Makassar, tahun 2016 dengan judul: “Peranan Kepolisian Dalam Pengamanan

Demonstrasi. Skripsi ini merupakan penelitian yuridis empiris. Persamaan

penelitian ini dengan penulis adalah mengenai bagaimana peran kepolisian

dalam menangani demontrasi massa yang melakukan tindakan anarkis.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu terkait lingkup

pembahasannya, sebagaimana penulis lebih mengkaji ke strategi penanganannya

ketika unjuk rasa tersebut mengarah keperbuatan anarkis sedangkan penelitian

yang ia lakukan lebih kepada lingkup antar demonstrasi secara umum saja,

sehingga dapat dikatakan lebih luas pembahasannya, perbedaan waktu tempat

terjadinya demontrasi.17

Artikel jurnal Fithriana (2016) yang berjudul Dinamika Sosial Sikap

Narcisstic Aksi Demonstrasi Mahasiswa Dalam Prospek Demokrasi Indonesia.

Indonesia masuk dalam kajian Global Democracy Ranking. Hal ini telah

membuka mata dunia luar bahwa Indonesia mempunyai potensi yang besar

untuk memimpin datangnya negara demokratis. Setidaknya Indonesia telah

melalui empat fase demokrasi, yakni demokrasi liberal, demokrasi terpimpin,

17
Herawati, Peranan Kepolisian Dalam Menangani Unjuk Rasa Di Kota Makassar;
Perspektif HAM dan Hukum Islam, Skripsi diterbitkan, Prodi Syariah UIN Alauddin Makassar,
Makassar, 2012.
13

demokrasi Pancasila dan demokrasi yang berkembang saat ini. Keempat fase

demokrasi ini membuat Indonesia semakin mengokohkan dirinya sebagai negara

demokrasi.

Namun yang perlu digarisbawahi dalam praktik demokrasi di Indonesia

adalah semakin sedikitnya peran rakyat dalam penentuan kebijakan negara

maupun dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Irawan mengatakan bahwa dalam pelaksanaan demokrasi saat ini yang

menempatkan rakyat dalam penentuan kebijakan negara, seringkali bergeser saat

pemerintahan melakukan pembatasan terhadap kehendak rakyat dalam praktik

bernegara Pernyataan tersebut dibuktikan dengan kasus yang terjadi beberapa

waktu lalu tentang rancangan undang undang KPK yang dianggap tidak

melibatlan rakyat dalam perumusannya.18

Artikel jurnal Agung Tri Putra “Peran Kepolisian dalam Penegakan

Hukum Terhadap Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa yang Anarkis Di Kota

Makassar” (STUDI KASUS TAHUN 2012-2015) Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa peran kepolisian memiliki tiga tahapan yaitu persuasif,

prefentif, dan represif. Ketiga hal tersebut yang paling dominan dilakukan

oleh kepolisian yaitu persuasif dan prefentif dengan kata lain pendekatan

dalam bentuk negoisasi namun demikian tindakan represif dapat dilakukan

bilamana eskalasi pengunjuk rasa sudah mengarah adanya perbuatan

melawan hukum. Kemudian hal – hal yang menghambat ada dua yaitu, faktor

Jiwandono Ilham Salim. “Dinamika Sosial Sikap Narcisstic aksi demonstrasi


18

mahasiswa dalam prospek demokrasi Indonesia”. Jurnal Pendidikan, Vol. 8, 2020, hlm. 35
14

internal petugas kepolisian yang dilapangan belum memahami tugas pokok

polri dan tindakan arogansi dan overacting kemudian faktor eksternal para

pengunjuk rasa tidak terkendali, rasio petugas kepolisian tidak seimbang

dengan pengunjuk rasa lalu berbaurnya masyarakat dengan para pengunjuk

rasa.19

Perbandingan penelitian akan dimulai sejak proposal ini disusun sehingga

data yang didapat akan lebih banyak. Tidak hanya dengan hasil penelitian orang

lain, pengumpulan data juga bias dengan membandingan dengan buku-buku

jurnal atau pun skripsi yang berkaitan dengan demonstrasi sehingga informasi

data yang tersaji menjadi lebih lengkap.

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu

penelitian yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya, untuk

menemukan secara spesifik dan realita tentang apa yang terjadi di tengah-

tengah masyarakat pada saat itu.

Penelitian kualitatif juga bisa di katakana sebagai data penelitian yang

dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (Natural

Setting) dengan tidak diubah kedalam bentuk angka atau bilangan. Hasil

analisis data disajikan dalam bentuk narasi yang menjelaskan tentang apa

Aprilia adinda rahma. “Tindakan represif dari Polri dalam menghadapi unjuk rasa
19

masyarakar”. Kebumen, tahun 2020, hlm. 8


15

yang diteliti.20

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan

proses penelitian lapangan secara langsung di tempat yang sudah ditentukan

yaitu di Polresta Surakarta. Selanjutnya, penulis memilih menggunakan

metode penelitian kualitatif karena kemantapan penelitian berdasarkan

pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan

pengalaman yang lebih komplek mengenai fenomena yang sulit diungkapkan.

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder guna

memenuhi data untuk penyelesaian dan hasil yang ingin dicapai.

a. Data Primer

Data primer adalah sebuah data yang didapatkan dengan cara

mengamati dilapangan dan dengan survei seperti wawancara dengan

narasumber terkait atau dengan mencarai sumber informasi dalam

masyarakat. Data primer yang penulis akan cari adalah berdasarkan para

keterangan oleh para aktivis yang sering menyelenggarakan aksi

demonstrasi hingga para mahasiswa yang kerap turut serta dalam

pelaksanaan aksi demostrasi. Adapun perolehan data yang perlu di

dapatkan mengenai SOP kinerja kepolisian serta penanganan apabila

terjadi suatu pelanggaran terhadap penerapan oleh polisi dalam aksi

demostrasi yaitu lebih mengarah pada satuan PROPAM.

20
Salim dan Haidir, Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan da Jenis, (Jakarta:
Kencana, 2019), hlm. 29.
16

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan cara

membandingkan penlitian yang sudah ada dengan jurnal artikel ataupun

skripsi dan penelitian yang lain tetapi masih dalam satu tema atau ruang

lingkup penelitian penulis. Sehingga nantinya data yang didapatkan dapat

melengkapi kekurangan-kekurangan data yang belum ada pada hasil

penelitian yang menyangkut tentang aturan dan standar operasional

prosedur (SOP) terhadap kinerja kepolisian.21

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan otentik maka pengumpulan

data dalam penelitian ini penulis menggunakan cara wawancara,

dokumentasi sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara terstruktur yaitu sebuah wawancara dengan pertanyaan

yang diajukan yang bertujuan menemukan jawaban terhadap

hipotesis.22 Di sini penulis akan melakukan wawancara terhadap pihak

PROPAM khususnya serta pihak-pihak terkait lainnya di lingkungan

POLRESTA SURAKARTA Adapun pihak lain yang nantinya akan di

jadikan sumber data wawancara yaitu dari kalangan mahasiswa atau

masarakat sebagai pelaku aksi demostrasi.

21
Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, cetaka 1. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada , 2006), hlm. 114.

22
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: CV
Jejak, 2018), hlm. 84-85.
17

b. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Bugin adalah suatu bahan dokumen yang secara

global berbeda dengan literature, dimana literature merupakan bahan-

bahan yang diterbitkan sedangkan dokumenter merupakan informasi

yang disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumentasi

untuk penelitian. Maka menurut penulis, dokumentasi yaitu

pengumpulan data kualitatif seperti gambar, tulisan, ataupun dari

sumber bahan referensi lainya sebagai sumber acuan pada penulisan

skripsi yang akan ditulis.23

4. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah suatu proses pemilahan data atau

menyederhanakan data yang telah dikumpulkan ke dalam data yang lebih

mudah dimengerti yang mana tadinya bersifat abstrak menjadi data yang

yang lebih terarah tujuan guna menyelesaikan masalah yang ada sehingga

dapat diinterpretasikan. Analisis penelitian kualitatif menggunakan

analisis Miles Hiberman yang mana terdapat 3 fase Analisa data yakni:24

a. Reduksi Data adalah meringkas atau merangkum data yang telah

dikumpulkan dengan cara memilah dan memfokuskan data kepada

pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data yang

23
Ibid

24
Hardani,dkk, Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu,
cet. 1, 2020), hlm. 163.
18

ada di lapangan, setelah melakukan observasi di pada satuan yang

bersangkutan di Polresta Surakarta.

b. Penyajian Data adalah kegiatan melakukan penetapan data yang telah

dirangkum dan dikumpulkan kedalam sebuah catatan kemudian itu

menyajikan data yang dirangkum untuk memfokuskan hal-hal penting

yang diperoleh seperti data tertulis maupun data lisan dari hasil

wawancara yang selanjutnya disusun secara sistematis.

c. Penarikan Kesimpulan adalah peneliti mengambil sebuah data yang

mana data tersebut telah dianalisis dan juga dirangkum, sehingga data

tersebut memberikan gambaran terhadap seluruh penelitian yang telah

dilakukan sehingga nantinya akan mudah dipahami.

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di POLRESTA SURAKARTA agar dalam

melakukan penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penulis

akan membatasi ruang lingkup dalam penelitian penerapan Undang-

undang mengenai standar oprasional prosedur dalam penertiban aksi

demonstrasi di wilayah hukum polresta Surakarta. Penelitian ini akan di

lakukan dalam estimasi waktu penelitian selama 4 bulan yang terhiting

dari Februari 2023 samapai dengan Mei 2023.

H. Sistematika Penelitian

Untuk memperoleh penelitian yang fokus pada permasalahan yang

ditentukan maka penulis akan membagi beberapa bab untuk mempermudah

dalam mengetahui hal-hal yang nantinya akan dibahas di dalam skripsi dalam
19

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, bab ini menjelaskan terkait latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini, manfaat dari penelitian ini, beberapa

kerangka teori dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini tinjauan pustaka,

metode penelitian yang akan digunakan, dan sistematika penulisan skripsi. Isi

didalam bab pertama atau pendahuluan ini yaitu pengembangan yang

dikemukakan dalam bentu proposal skripsi.

BAB II : Dalam bab ini berisi tentang Landasan teori yang di dalamnya

tertuang tentang pengertian mengenai definisi aparat kepolisian, demostrasi serta

pengertian Tindakan anarkis dan juga pengertian tentang standar operasional

prosedur yang di singkat dengan (SOP) .

BAB III : Dalam bab ini menjelaskan mengenai deskripsi data penelitian

berupa gambaran umum letak lokasi penelitian dan penerapan peraturan

KAPOLRI mengenai standar operasional prosedur dalam penertiban aksi

demostrasi oleh POLRESTA SURAKARTA yang mana nantinya tempat

penelitian ini berlangsung di POLRESTA SURAKARTA yang bertempat di Jl.

Slamet Riyadi No. 328, Purwosari, Kec. Lawean, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

BAB IV : Dalam bab ini menjelaskan tentang analisis data yang telah

didapat dan dikumpulkan beserta undang-undang dan ketetapan kebijakan

pemerintahan terkait dengan pelaksanaan dan penertiban aksi demonstrasi oleh

POLRESTA SURAKARTA hinnga ke tindakan represif yang kemungkinan

dapat terjadi ketika pelaksanaan demonstrasi.

BAB V : Kemudian dalam bab ini merupakan penutup yang berisi


20

kesimpulan ataas data yang telah dianalisis berdasarkan data-data yang telah

dikumpulkan dan juga dirangkum, dan juga berisi saran-saran untuk penelitian

yang akan datang.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENERAPAN UNDANG-UNDANG

MENGENAI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM

PENERTIBAN AKSI DEMOSTRASI OLEH POLRESTA SURAKARTA

A. Teori Standar Operasional Prosedur

1. Pengertian Standar Operasional Prosedur

pada dasarnya SOP (standar operasional prosedur) adalah suatu

perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau

prosedur kerja tertentu. Oleh karena prosedur kerja yang di maksud bersifat

tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut di bakukan

menjadi dokumen tertulis yang di sebut sebagai standart operating procedure

atau di singkat SOP. Dokumen tertulis ini selanjutnya di jadikan standar bagi

pelaksana prosedur kerja tertentu tersebut. Bagi Sebagian orang SOP adalah

singkatan dari Standar Operasional Prosedur. Walaupun pada dasarnya sama

pengertiannya, Sebagian orang lagi ada yang menggunakan istilah Standard

Operational Procedure.1

Adapun tata cara penyelenggaraan pelayanan, pengamanan dan

penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum, kepolisian sudah

memiliki landasan khusus yang di atur dalam PERKAP KAPOLRI No. 9

Tahun 2008 yang menyebutka beberapa poin dalam strategi penanganannya

yaitu terdapat pada pasal 3, 13, dan 14 PERKAP KAPOLRI NO. 9 Tahun

1
Ir. M. Budihardjo, “Panduan Praktis Menyusun SOP Standard Operating Procedure,”
Raih Asa Sukses (Jakarta: penebar swadaya grup, 2006), hlm. 7.

21
22

2008

Prosedur penyusunan SOP merupakan sebuah siklus, yang dimulai dari

penilaian kebutuhan SOP (SOP Need Assessment), pengembangan SOP (SOP

Development), penerapan SOP (SOP Implementation), hingga monitoring

dan evaluasi SOP (SOP Monitoring and Evaluation) dan jika dari hasil

evaluasi perlu dilakukan penyempurnaan ataupun pembuatan SOP yang baru,

maka proses dimulai kembali dari tahapan penilaian kebutuhan SOP.

Penilaian kebutuhan adalah proses awal penyusunan SOP yang dilakukan

untuk mengidentifikasi kebutuhan SOP yang akan disusun. Bagi instansi

yang sudah memiliki SOP, maka tahapan ini merupakan tahapan untuk

melihat kembali SOP yang sudah dimilikinya dan mengidentifikasi

perubahan-perubahan yang diperlukan. Bagi instansi yang sama sekali belum

memiliki SOP, maka proses ini merupakan proses identifikasi SOP yang

dibutuhkan.

2. Unsur-unsur Standar Operasional Prosedur

Unsur-unsur dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) sangat

menentukan dalam efektifitas penyusunan dan penerapan SOP itu sendiri.

Ketika unsur-unsur SOP diabaikan dalam suatu instansi, maka pelaksanaan

SOP itu sendiri tidak bermanfaat bagi organisasi. Menurut Tambunan

menyatakan bahwa Unsur-unsur SOP tidak hanya bermanfaat untuk menjadi

rujukan penyusunan, akan tetapi juga berguna sebagai senjata kontrol

pelaksanaan penyusunan SOP, yaitu untuk melihat apakah SOP yang disusun

telah lengkap atau tidak. Dalam SOP itu sendiri, unsur-unsur tersebut tidak
23

selalu merupakan urutan-urutan yang harus dipenuhi secara lengkap, karena

setiap penyusunan SOP mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam setiap

instansi”.1

Adapun unsur-unsur SOP yang bisa digunakan sebagai acuan dalam

mengimplementasikan SOP antara lain sebagai berikut:2

a. Kebijakan Pedoman SOP harus dilengkapi dengan pernyataan kebijakan

yang terkait, yang bertujuan mendukung pelaksanaan prosedur secara

efektif dan efisien. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan standar

operasional prosedur.

b. Petunjuk Operasional Yang dimaksud petunjuk operasional dari prosedur

adalah bagaimana pengguna akan membaca panduan prosedur operasional

tersebut dengan cara benar. Bagian ini sangat penting untuk mengarahkan

pengguna dalam memahami berbagai bentuk tampilan serta simbol-simbol

yang digunakan didalam prosedur yang bersangkutan. Petunjuk

operasional hanya disajikan pada awal pedoman, dan tidak disajikan

berulang-ulang pada setiap prosedur. Petunjuk operasional harus

dinyatakan secara lengkap, konsisten, dan bahasa yang jelas. Sehingga

petunjuk operasional menjadi lebih bermanfaat.

c. Pihak yang terlibat Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan

suatu prosedur adalah pihak atau fungsi yang terlibat didalam prosedur

1
Kariaman Sinaga,“PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DALAM
MEWUJUDKAN PEKERJAAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN PADA BIDANG KEPEMUDAAN DI DINAS
PEMUDA DAN OLAHRAGA PROVINSI SUMATERA UTARA”, Vol. 11, No.2, 2017, hlm 19.
2
Ibid. hlm. 20-21
24

yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan prosedur, lebih baik menggunakan

fungsi sebagai representasi dari pihak yang terlibat, daripada

menggunakan nama bagian atau unit, departemen atau juga nama jabatan

dan orang yang rentan terhadap perubahan atau penggantian.

d. Formulir Yang dimaksud formulir adalah bentuk standar dan dokumen-

dokumen kosong atau lazim juga disebut blanko atau dokumen, yang lazim

digunakan dalam menjalankan prosedur tertentu sebagai media yang

menghubungkan tiap keputusan dan kegiatan yang dilakukan oleh setiap

pihak yang terlibat di dalam prosedur tersebut. Di dalam SOP, formulir

atau blanko atau dokumen, merupakan media validasi dan kontrol

prosedur. Karena keberadaan formulir atau blanko atau dokumen di dalam

suatu prosedur memiliki fungsi sebagai sumber terpenting untuk kontrol

dan pelaksanaan audit, tidak hanya berfungsi sebagai media agar

terlaksana relasi keputusan dan kegiatan antar pihak-pihak yang terlibat

dalam prosedur. Oleh karena itu, di dalam pedoman SOP, dalam setiap

prosedur, harus pula dijelaskan dengan tepat bagaimana cara pengisian

setiap formulir yang digunakan dalam prosedur yang bersangkutan.

e. Masukan Setelah formulir sebagai media masukan disiapkan, maka

kegiatan di dalam sistem dapat dilakukan, dengan asumsi bahwa kualitas

data sudah memenuhi persyaratan sesuai yang dinyatakan dalam kebijakan

ataupun syarat prosedur.

f. Proses Proses adalah tahapan lanjutan setelah tahapan masukan dalam

prosedur. Proses dapat terdiri dari satu atau lebih sub proses. Hal ini juga
25

dapat terjadi pada prosedur suatu organisasi. Proses dan sub proses adalah

kegiatan yang bertujuan mengubah masukan menjadi keluaran. Data dan

informasi di dalam masukan diubah menjadi informasi yang dibutuhkan

oleh organisasi untuk pengambilan keputusan dan melaksanakan kegiatan

dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, baik jangka pendek

maupun jangka panjang.

g. Laporan yang dimaksud dalam SOP harus dibedakan dengan formulir,

blanko, atau dokumen. Laporan dalam suatu prosedur, biasanya sangat

spesifik dan tidak akan sama dengan laporan yang diproduksi di dalam

prosedur lainnya.

h. Validasi Validasi adalah bagian yang penting dalam pengambilan

keputusan dan pelaksanaan kegiatan di dalam organisasi. Tujuan dari

melakukan validasi adalah untuk memastikan bahwa semua keputusan

yang diambil dan kegiatan yang dilakukan telah sah (valid).

i. Kontrol Kontrol dapat dibagi dengan berbagai cara. Ada yang menurut

spesifikasinya, prosedur, kepatuhannya, dan sebagainya. Untuk dapat

menerapkan SOP dan prosedur-prosedur, maka kontrol yang diterapkan

harus mencakup semua bentuk kontrol tersebut.

3. Tujuan Standar Operasional Proedur

Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang

dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintah untuk mewujudkan

good governance. Dengan adanya Standar Operasional Prosedur pemerintah

lebih transparan mengenai prosedur pelayanan, persyaratan administrasi,


26

rincian biaya dan waktu penyelesaian sehingga tidak menyebabkan proses

pelayanan menjadi rumit dan mengindikasikan adanya praktik-praktik

korupsi. Dan sebagai pedoman mengenai tugas dan kewenangan yang akan

diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses

pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat

dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangung jawab yang jelas.3

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah salah satu aspek penting

yang perlu dibuat dalam rangka mewujudkan birokrasi yang memiliki kriteria

efektif, efisien dan ekonomis pada seluruh proses penyelenggaraan

administrasi pemerintahan. Dalam persepsi umum reformasi birokrasi

bertujuan tidak lain adalah untuk melakukan perbaikan atas kualitas

pelayanan publik.4

B. Teori Demonstrasi

1. Pengertian Demonstrasi

Unjuk rasa atau demonstrasi(“demo”) adalah sebuah gerakan protes yang

dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya

dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok atau individu untuk

menentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula

dilakukan sebagai sebuah usaha upaya penekanan secara politik oleh

kepentingan kelompok. Unjuk rasa pada umumnya dilakukan oleh kelompok

masyarakat atau kelompok mahasiswa yang tidak setuju dengan pemerintah

3
Sulistiani Siami Ayu. “Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Kependudukan
dalam Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Publik di Kecamatan Sambutan”. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, 2016, hlm. 54
4
Ibid. hlm. 55
27

dan yang menentang kebijakan pemerintah. Namun bisa juga unjuk rasa atau

demonstrasi dilakukannya oleh kelompok-kelompok lainnya dengan tujuan

lainnya misalnya unjuk rasa terhadap perusahaan di tempat mereka bekerja.

Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan

pendapat di muka umum dalam pasal 1 ayat 35 menjelaskan unjuk rasa atau

demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih, untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara

demonstratif di muka umum, dengan asas keseimbangan antara hak dan

kewajiban, musyawarah mufakat, kepastian hukum dan keadilan,

proporsional, serta asas manfaat.

Unjuk rasa merupakan bentuk ekspresi berpendapat setiap warga negara

yang diatur dalam Undang-Undang. Demonstrasi adalah salah satu di antara

sekian banyak cara menyampaikan pikiran atau pendapat. Ketika demonstrasi

menjunjung tinggi demokrasi, maka dipandang sebagai hal positif dan

mempunyai nilai baik di mata masyarakat, namun ketika demonstrasi

mengabaikan demokrasi maka dipandang masyarakat sebagai hal yang

tercela atau negatif. Kebebasan menyampaikan pendapat melalui unjuk rasa

atau demonstrasi merupakan bagian dari implementasi prinsip dasar

demokrasi Pancasila yang dianut oleh semua warga negara Indonesia yang

berkedaulatan rakyat.

Di lain pihak, unjuk rasa merupakan elemen komunikasi yang sangat

5
Undang-Undang No.9 Tahun 1998, Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka
Umum
28

penting dalam advokasi dan umumnya digunakan untuk mengangkat suatu

isu agar menjadi perhatian publik. Biasanya unjuk rasa bertujuan untuk

menekan membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, menunda ataupun

menolak kebijakan yang akan dilakukan pembuat keputusan meskipun tidak

semua pendapat yang disampaikan tidak didengar ataupun tidak sesuai

dengan harapan.6

2. Teori Demonstrasi

Demonstrasi merupakan hak asasi dan ekspresi politik masyarakat yang

memiliki tujuan untuk menyampaikan protes dan ketidaksepakatan terhadap

pemerintah. Dari sisi politik, dan unjuk rasa adalah salah satu partisipasi

politik alternatif, saat saluran konstitusional di anggap kurang efektif 7

Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya unjuk rasa atau

demonstrasi, yaitu adanya ketidakadilan sosial, ketidaksesuaian pendapat,

adanya aspirasi dan masukan masyarakat yang belum di dengar dan di

tanggapi. Adapun beberapa komponen dalam demonstrasi, yaitu penanggung

jawab, materi, massa, sasaran yang di tuju, permasalahan, strategi,

kepercayaan publik, media, dan logistik8

Sebagai agen perubahan, mahasiswa seringkali melakukan aksi

demonstrasi. Mahasiswa tidak bertindak sebagai pahlawan, dalam arti mereka

tidak hanya menjadi penggagas perubahan, melainkan menjadi objek atau

6
H. Abu Yasid, Fiqih Realitas; Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam
Kontemporer( Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 3-4.
7
Risman Iye, Karim dan Aswan, “Tuturan Mahasiswa Dalam Berdemonstrasi,”
(Pasuruan: Qiara Media, 2020) hlm. 55
8
Ibid. hlm. 56
29

pelaku dari perubahan tersebut. Perubahan yang di maksud tentu perubahan

yang positif dan tidak menghilangkan jati diri mereka sebagai mahasiswa dan

bangsa Indonesia. Sikap kritis dan proaktif harus di miliki oleh mahasiswa,

jadi mahasiswa bukan hanya sebagai pengamat dan penilaian atas suatu

aktivitas yang kemudian di sampaikan dengan pedas melalui orasi (demo),

tetapi partisipasi aktif kepada masyarakat dengan menyampaikan ide-ide

dengan santun dan logis.

Sejak beberapa tahun yang lalu, sikap kritis mahasiswa salah satunya

dapat di implementasikan dalam aksi demonstras. Beberapa mahasiswa

mengikuti aksi demonstrsi karna hanya ingin meramaikan tampa mengetahui

substansi yang sedang di sampaikan. Sikap narsis yang di miliki oleh

mahasiswa menunjukkan bahwa mereka memiliki kecintaan terhadap diri

sendiri dan ingin dan ingin mendapatkan perhatian dari orang lain. Sikap

narsis yang di miliki oleh mahhasiswa dalam aksi demonstrasi menunjukkan

bahwa manusia selalu ingin terlibat dalam peristiwa penting9

C. Teori Aparat Kepolisisan

1. Pengertian Polisi

Istilah “Polisi” pada dasarnya berasal dari Yunani yaitu “Politea” yang

berarti seluruh pemerintah negara kota, di Indonesia sendiri istilah “Polisi”

berasal dari Indonesianisasi dari Belanda “Politie”. Menurut tata bahasa

istilah polisi adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan

9
Habib Cahyono, “Peran Mahasiswa di Masyaraka.” Jurnsl Pengabdian Masyarakat
Setiabudi, Vol. 1, Nomor. 1, Hal. 35-39
30

dengan polisi, jadi dapat diartikan hukum polisi adalah hukum yang mengatur

tugas, status, organisasi dan wewenang badan kepolisian serta cara-cara

bagaimana kepolisian tersebut melaksanakan tugasnya. Sebagaimana

disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang

Polri, “Kepolisian adalah segala yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Istilah kepolisian

dalam undang-undang Polri tersebut mengandung dua pengertian, yakni

fungsi polisi dan lembaga polisi. Sedangkan menurut tata bahasa istilah polisi

adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan polisi,

jadi dapat diartikan hukum polisi adalah hukum yang mengatur tugas, status,

organisasi dan wewenang badan kepolisian serta cara-cara bagaimana

kepolisian tersebut melaksanakan tugasnya.10

Hukum kepolisian mengatur dan menentukan lapangan-lapangan

pekerjaan tertentu dengan batas-batas tertentu pula sebagai tugas polisi dalam

pengaturan tugas tersebut terdapat perbedaan arti tugas polisi, dalam arti luas

tugas polisi ialah menjamin tata tertib dan keamanan sedangkan tugas polisi

dalam arti sempit ialah menjamin hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa bagian hukum kepolisian mengatur tentang tugas

tersebut merupakan bagian yang mengenai kompetensi kepolisian dan

mengatur kepolisian dalam keadaan diam, karena mengatur kepolisian tidak

dalam keadaan melaksanakan tugasnya maka dalam arti demikian dapat

10
Sadjijono, 2008. “Mengenal Hukum Kepolisian,”Surabaya: Laksbang Mediatama.
Hlm. 7
31

dikatakan sebagai “Hukum Kepolisian Diam” sedangkan bila kepolisian

sedang melaksanakan tugasnya maka berarti kepolisian sudah bergerak,

sehingga timbullah hubungan yang berupa “pelaksanaan” hukum kepolisian

yang mengatur hubungan tersebut, dalam arti bahwa hukum kepolisian

mengatur bagaimana polisi melaksanakan tugas atau wewenangnya dalam

arti yang demikian dapat dikatakan sebagai hukum Kepolisian Bergerak.

Sumber hukum kepolisian terdapat perbedaan antara sumber hukum

kepolisian dalam arti formil dan sumber hukum kepolisian dalam arti materiil.

Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dilihat dari segi bentuk dan

pembentukannya sebagai pernyataan berlakunya hukum. Di dalam sumber

hukum formil tersebut diperhitungkan bentuk dan tempat hukum dibuat

menjadi hukum positif oleh instansi pemerintah yang berwenang. Sedangkan

sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan kekuatan

dan berlakunya suatu ketentuan hukum. Adapun yang termasuk sumber

hukum formil adalah11

2. Peran dan Fungsi Polisi Dalam Penegakan Hukum

a. Peran

Polisi merupakan bagaian dari Criminal Jastice system bertugas

sebagai penyidik dalam penegakan hukum (Represife), dalam

menciptakan kesadaran Hukum peran polisi diaktualisasikan dalam

bentuk:12

11
Sadjijono, 2008. “Mengenal Hukum Kepolisian,”Surabaya: Laksbang Mediatama.
Hlm. 34
12
Riadi Asra Rahmad, Hukum Acara Pidana, (Depok: Rajawali Pers, April 2019), hlm.
154
32

1) Harus professional dalam bidang hukum acara pidana dan perdata.

2) Mampu meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat.

3) Mampu memberikan keteladanan dalam penegakan hukum.

4) Mampu menolak suap dalam bentuk apapun

b. Fungsi

Fungsi kepolisian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Polri yaitu:

“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.

Menjalankan fungsi sebagai penegak hukum, polisi wajib memahani

asas-asas yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan

tugas dan kerja yaitu sebagai berikut:13

1) Asas Legalitas, dalam melaksankan tugasnya sebagai penegak hukum

wajib tunduk pada hukum.

2) Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani

permasalahan masyarakat.

3) Asas Partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat

polisi mengkoordinasikan pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan

ketaatan hukum di kalangan masyarakat.

4) Asas Preventif, selalu menedepankan tindakan pencegahan dari pada

penindakan (represif) kepada masyarakat.

13
Bisri Ilham, Sisten Hukum Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 32
33

5) Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak

menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh

instansi yang membelakangi.

Secara jelas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

Pasal 2, mencantumkan tugas kepolisian yaitu :

Dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 maka

kepolisian negara mempunyai tugas :

a. Memelihara ketertiban memberantas menjamin keamanan umum

b. Mencegah dan memberantas menjalarnya penyakitpenyakit masyarakat

c. memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam

d. Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk

memberi perlindungan dan pertolongan

e. Mengusahakan ketaatan kewarganegaraan dan masyarakat terhadap

peraturan-peraturan Negara, sebagai pendukung tugas pokok tersebut

di atas, Kepolisian juga memiliki tugas-tugas lain sebagaimana

tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) huruf (a) sebagai berikut:

1) Pengaturan.

2) Penjagaan.

3) Pengawalan.

4) Patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai

kebutuhan.
34

3. Profesionalisme Polisi

Profesi polri adalah profesi mulia (nobile officium) sebagaimana profesi-

profesi terhormat lainnya yang memberikan perlindungan dan pengayoman

kepada masyarakat dan jasanya sangat di butuhkan oleh masyarakat. Sebagai

suatu profesi maka di perlukan upaya pemolisian profesi, karena polisi

merupakan suatu pekerjaan yang memiliki status sosial yang tinggi dan

bergensi.

Di samping itu juga, polisi sebagai profesi merupakan suatu

pengkhususan (spesialisasi) yang mempersyaratkan Pendidikan formal yang

dapat dipertanggungjawabkan. Profesi Polri memiliki standar persyaratan

yang ketat untuk masuk, dan merupakan suatu organisasi yang

mengembangkan sendiri suatu pengetahuan teoritis. Kepolisian juga

merupakan suatu badan yang mempunyai dan melaksanakan kode etik dan

memiliki otonomi politik untuk mengontrol nasibnya sendiri.14

Adapun ukuran profesionalisme POLRI memiliki kriteria dan ciri-ciri

yang hampir sama dengan profesi yang lain, profesionalisme kepolisian

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:15

a. Jujur, taat terhadap kewajiban dan senantiasa menghormati hak-hak orang

lain.

b. Tekad di dalam jiwanya, setiap amal perbuatan di landasi oleh niat untuk

beribadah dan merupakan pengabdian dirinya kepada dan bagi

14
Bibit Samad Irianto, Pemikiran Menuju Polri yang Profesional, Mandiri, Berwibawa
dan Dicintai Rakyat, (Jakarta: Restu Agung, 2006), hlm. 174.
15
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), (Surabaya:
Laksbang Mediatama, 2007) hlm. 204-205.
35

kepentingan orang lain sebagai bukti adanya kepedulian terhadap

lingkungan sekitarnya.

c. Memiliki sifat, watak dan akhlak serta keperibadian yang baik dengan

berlandaskan pada taqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

d. Amal perbuatannya senantiasa di awali dengan niat dan itikad baik dan

untuk mencapai tujuan di lakukan dengan cara yang baik dan benar

e. Tidak akan pernah berniat jelek terhadap tugas yang di percayakan

kepadanya, oleh masyarakat dan negara maupun bangsa berdasarkan

hukum yang berlaku.

f. Memiliki kebanggaan pada profesinya dengan mendahulukan kepentingan

umum daripada kepentingan pribadinya.

D. Teori Anarkisme

1. Pengertian Anarkisme

Kata anarki merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) atau

anarchie (Belanda/ Jerman/ Perancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani,

anarchos/anarchein. anarchos/anarchein berarti "tanpa pemerintahan" atau

"pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah,

menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan

dikendalikan, dan lain sebagainya".Bentuk kata "anarkis" berarti orang yang

mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti

paham/ajaran/ideologi16

16
Hasmita Janah “Tinjauan Psikologis Tentang Anarkisme dan Bughat,” Vol. 2, Nomor.
1, Tahun. 2019, hlm. 14.
36

Adapun definisi lain yang menjelaskan mengenai anarkisme antara lain

anarkisme merupakan sebuah ideologi yang percaya bahwa sebuah negara

atau pemerintahan yang memiliki kekuasaan untuk melakukan penindasan

terhadap masyarakatnya. Oleh karna itu negara maupun perangkat-

perangkatnya harus dimusnahkan. Anarkisme dalam teori politik memiliki

tujuan untuk menjadikan masyarakat yang baik dalam politik, ekonomi, sosial

dan lain-lain, tanpa hirarkis. Sedangkan para pengikut anarkis selalu

mempertahankan bahwa anarkis merupakan ideologi yang dapat diterapkan

dalam mewujudkan individu yang bebas dan bersosial.17

2. Faktor-faktor terjadinya Anarkisme Pada Aksi Demonstrasi

Di dalam aksi demonstrasi kerap adanya kekerasan yang terjadi, bahkan

sampai memakan korban jiwa. Sudah banyak contoh massa demonstrasi yang

meninggal dunia saat melakukan aksi demonstrasi. Faktor-Faktor penyebab

tindak pidana kekerasan dalam aksi demonstrasi diantaranya:

a. Rendahnya kemampuan pengendalian massa oleh aparat keamanan.

Bahwa ada kalanya tindakan anarkisme tercipta dari rendahnya

kemampuan aparat keamanan untuk mengendalikan massa. Terdapat

banyak sekali kemungkinan dan situasi dan kondisi yang menimbulkan

keributan. Proses terjadinya keributan yang tergolong cepat, maka

sebenarnya terdapat fase (yang juga amat singkat) dimana Polisi masih

bisa melakukan tindakan awal dalam rengkah pencegahan dengan

mengoptimalkan data-data tentang pelaksanaan aksi demonstrasi yang

17
Ibid. hlm 15
37

berkaitan dengan karakteristik massa dan masalah yang diangkat. Selain

itu juga petugas Kepolisian atau aparat keamanan memiliki emosi tertentu

sehingga dapat terpancing situasi pada saat pelaksanaan demonstrasi

sehingga cenderung terjadi bentrokan dengan para massa demonstrasi.

b. Keinginan massa pengunjuk rasa atau para demonstran yang tidak

terpenuhi. Hal ini sering sekali terjadi pada saat berlangsungnya unjuk

rasa, para demonstran yang umumnya memiliki satu tujuan, menginginkan

agar tujuan tersebut dipenuhi setidak-tidaknya didengar oleh pemegang

kekuasaan dengan berada di lokasi demonstran atau menerima setidaknya

beberapa perwakilan untuk melakukan dialog dengan pemegang

kekuasaan untuk menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan, namun

apabila hal tersebut tidak didapatkan massa aksi pengunjuk rasa atau para

demonstran cenderung melakukan aksi-aksi yang keluar dari koridor asas

demonstrasi dan berujung pada tindakan anarkis.

c. Kurangnya koordinasi antara aparat Kepolisian dengan massa demonstrasi

menjadi faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusuhan. Tidak

adanya pemberitahuan secara lebih terperinci kepada pihak Kepolisian

tentang kegiatan-kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi. Hal ini merupakan

faktor teknis, yaitu koordinator lapangan demonstrasi sudah harus

memberitahu pihak Kepolisian 3 kali 24 Jam sebelum pelaksanaan, seperti

diatur dalam pasal 9 dan 10 Undang-Undang tentang Menyampaikan

Pendapat di Muka Umum, hal ini dapat menjadi penyebab kerusuhan

karena di dalam tata cara penyampaian pendapat di muka umum harus


38

diberitahukan perkiraan jumlah massa yang akan ikut dalam kegiatan

unjuk rasa tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 11 Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1998. Karena bisa saja ada kelompok orang yang

tidak bertanggung jawab yang masuk kedalam barisan unjuk rasa,

kemudian berusaha memprovokasi para pengunjuk rasa maupun

Kepolisian.

d. Faktor pengamanan yang kurang, jumlah pengamanan yang sangat jauh

berbanding terbalik dengan para massa aksi demonstrasi sering menjadi

faktor demonstrasi yang berujung anarkis, psikologi massa yang

cenderung berbuat sesuka hati jika tidak diawasi aparat keamanan

menjadikan aksi demonstrasi cenderung menjurus pada perbuatan

pelanggaran. Sedikitnya jumlah personil Kepolisian yang berbanding

terbalik dengan banyaknya jumlah massa unjuk rasa dapat disebabkan

telah terjadinya pelanggaran administrasi UndangUndang Nomor 9 Tahun

1998, tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang wajib

memberitahukan secara tertulis kepada pihak POLRI oleh penanggung

jawab demonstrasi selambat lambatnya 3 kali 24 jam sebelum aksi unjuk

rasa dilakukan. Surat pemberitahuan tersebut setidaknya memuat maksud

dan tujuan, tempat, lokasi dan rute, waktu dan lama, bentuk nama

kelompok demonstran. Dalam surat pemberitahuan yang disampaikan oleh

penanggung jawab demonstrasi pihak POLRI dapat menganalisis dan

memprediksi jumlah kekuatan massa yang berimplikasi dengan


39

banyaknya jumlah personil pengamanan yang akan diturunkan pada aksi

demonstrasi.

e. Faktor Psikologis, para ahli psikologi sosial telah mengeksplorasi

pendapat bahwa keanggotaan dalam bentuk kelompok anonim yang besar

menyebabkan individu-individu di dalamnya berperilaku lebih agresif dan

lebih anti-sosial dibandingkan ketika ia seorang diri.18

18
Barbara Krahe, Prilaku Agresif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), hlm. 221.
BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG PENERAPAN PERKAPOLRI

MENGENAI SOP DALAM PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH

POLRESTA SURAKARTA

A. Gambaran Umum Polresta Surakarta

1. Sejarah Polresta Surakarta

Sejarah Polresta Surakarta, Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya

dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah

dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri

sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju

perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang

demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Kemandirian Polri dimaksud

bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja

sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketatanegaraan dan pemerintahan

negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam

mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun

1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang

Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pengembangan kemampuan

dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar

dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai

pengemban fungsi keamanan dalam negeri.

Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman

kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan

40
41

bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan

perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:

a. Aspek Struktural : Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam

Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

b. Aspek Instrumental : Mencakup filosofi (Visi, Misi, dan tujuan), Doktrin,

kewenangan, kompetensi, kemampuan fungsi, dan Iptek.

c. Aspek kultural : Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan

instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas

pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan

manajerial, sistem rekruitmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas,

dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.

2. Visi dan Misi Polresta Surakarta

Visi Polresta Surakarta :1

Pemantapan soliditas dan profesionalisme Polri guna mendukung

terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian.

Misi Polresta Surakarta :

a. Memantapkan soliditas dengan melakukan reformasi internal Polri bidang

SDM, sarana prasarana, dan anggaran.

b. Melaksanakan revolusi mental SDM Polri melalui perbaikan sistem

rekruitmen, peningkatan kesejahteraan, pendidikan, dan latihan serta

pengawasan.

1
Kepolisian Resor Kota Surakarta, “VISI DAN MISI POLRESTA SURAKARTA”,
dikutip dari http://www.polrestasurakarta.com, diakses 6 April 2023, pukul 19:45, hlm. 1
42

c. Memperkuat kemampuan pencegahan kejahatan dengan landasan prinsip

pemolisian proaktif (Proaktif Policing) dan pemolisian yang berorientasi

pada penyelesaian akar masalah (Problem Oriented Policing).

d. Memacu terbentuknya postur Polri yang lebih dominan sebagai pelayan,

pengayom, dan pelindung masyarakat.

e. Meningkatkan pelayananan yang lebih prima kepada publik.

f. Meningkatkan kemampuan deteksi untuk memahami potensi akar masalah

gangguan kamtibmas.

g. Meningkatkan kemampuan mediasai dan solusi nonrepresif lainnya dalam

menyelesaikan masalah sosial yang berpotensi mengganggu kamtibmas.

h. Meningkatkan kemampuan penegakan hukum yang profesional, terutama

penyidikan ilmiah, guna menekan angka empat jenis kejahatan.

3. Struktur Organisasi Polresta Surakarta

Berdasarkan dengan peraturan yang tertera dalam peraturan Kepala


43

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan

Kepolisian Sektor menjelaskan bahwa :

1. Susunan Organisasi Polresta Surakarta:

a. Unsur Pimpinan

1) Kepala Kepolisian Resort Kota (Kapolresta)

2) Wakil Kepala Kepolisian Resort Kota (Wakapolresta)

b. Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan

1) Bagian Operasi (BAGOPR)

2) Bagian Perencanaan (BAGREN)

3) Bagian Sumber Daya Manusia (BAGSUMDA)

4) Seksi Pengawasan (SIWAS)

5) Seksi Provos dan Paminal (SIPROPAM)

6) Seksi Keuangan (SIKEU)

7) Seksi Umum (SIUM)

c. Unsur Pelaksanaan Tugas Pokok

1) Sentra Pelayanan Kepolisia Terpadu (SPKT)

2) Satuan Intelijen dan Keamanan (SATINTELKAM)

3) Satuan Reserse Kriminal (SATRESKRIM)

4) Satuan Reserse Narkoba (SATRESNARKOBA)

5) Satuan Pembinaan Masyarakat (SATBINMAS)

6) Satuan Samapta Bhayangkara (SATSABHARA)

7) Satuan Lalu Lintas (SATLANTAS)


44

8) Satuan Pengamatan Objek Vital (SATPAMOBVIT)

9) Satuan Tahanan dan Barang Bukti (SATTAHTI)

d. Unsur Pendukung

Seksi teknologi informasi kepolisian (SITIPOL)

e. Unsur Pelaksana Tugas Kewilayahan Polresta adalah Kepolisian

Negara Republik Indonesia Sektor Disingkat Polsek.

2. Struktur Organisasi Polsek Tipe Urban

a. Polsek Jebres

b. Polsek Pasar Kliwon

c. Polsek Serengan

d. Polsek Banjarsari

e. Polsek Laweyan

4. Kondisi Letak dan Geografis Polresta Surakarta

Polresta Surakarta berkedudukan di Kota Surakarta dengan letak

geografis wilayah Kota Surakarta yaitu berada di Provinsi Jawa Tengah

bagian tengah dengan konstruksi wilayah berupa dataran rendah. Batas

wilayah Kota Surakarta terletak pada :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Sragen.

b. Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo.

c. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali.

d. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten

Wilayah Kota Surakarta merupakan kota terbesar ketiga di pulau Jawa

bagian Selatan setelah Bandung dan Malang menurut jumlah penduduk. Sisi
45

timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu

lagu keroncong, Bengawan Solo. Kota ini termasuk dalam kawasan Solo

Raya, sebagai kota utama. Luas wilayah Surakarta 44,04 km2 dengan jumlah

penduduk sebanyak 522.364 jiwa, dan dengan kepadatan 11.861,00/km2 .

B. Gambaran Umum satuan SAMAPTA

1. Pengertian SAMAPTA (Sabhara)

Satuan Samapta Bhayangkara disingkat Sat Sabhara adalah unsur

pembantu pimpinan dan pelaksana staf Polresta yang berada di bawah

Kapolres. Sabhara bertugas menyelenggarakan atau membina fungsi

kesamaptaan kepolisian tugas umum dan Pasukan Pengamanan Masyarakat

(PAM) obyek khusus, termasuk pengambilan tindakan pertama di TKP dan

penanganan tindak pidana ringan (Tipiring), pengendalian massa, dan

pemberdayaan bentuk-bentuk PAM Swakarsa masyarakat dalam rangka


46

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sat Sabhara di pimpin oleh Kepala Satuan Samapta Bhayangkara yang

di singkat Kasat Sabhara yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung

jawab kepada Kapolresta. Sat Sabhara dalam bertugas dan tanggungjawabnya

sehari-hari di bantu oleh Kepala Urusan Pembinaan Kriminal (Kaur bin Ops),

Panit Patroli, Danton Patroli, Kompi Dalmas, Danton Dalmas, Bamin

Sabhara, Banum Sabhara dan Driver Sabhara2

2. Tugas Dan Wewenang Samapta Bayangkara

Jika dipahami sistem penegakan hukum di Indonesia, bahwa dalam

tugas-tugas Polisi sangatlah mulia dan berguna bagi tatanan penegakan

hukum, akan tetapi tugas tersebut akan menjadi sebaliknya manakala

pelaksanaannya tidak mengindahkan norma-norma yang ada dalam

masyarakat, baik norma-norma hukum, kesopanan, sosial, dan agama.

Salah satu fungsi dalam Kepolisian yang berfungsi untuk menanggulangi

kejahatan dan untuk mengurungkan niat seseorang dalam melakukan

kejahatan adalah fungsi Samapta Bhayangkara (Sabhara). Adapun ruang

lingkup sabhara adalah:

a. Tugas Pokok Sabhara Polri

Tugas pokok Sabhara Polri pengemban fungsi Polisi tugas umum

yang meliputi:

1) Pengaturan kegiatan masyarakat dan Pemerintah

2
Kepolisian Resor Teluk Bintuni, “SATUAN SAMAPTA BAYANGKARA,” https://
SATUAN SAMAPTA BHAYANGKARA – POLRES TELUK BINTUNI (polri.go.id) di akses pada tanggal 13
april 2023, pukul 22:38
47

2) Penjagaan

3) Pengawalan

4) Patroli

5) TPTKP

6) Bansar/Bantuan SAR (Long mat)

7) Dalmas

8) Negosiasi

9) Tipiring

10) PAM dan WAL TKI/Bermasalah

b. Peranan Sabhara Polri Tingkat Mabes polri

1) Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi Sabhara di satuan

kewilayahan.

2) Melaksanakan pengendalian dan supervise.

3) Merumuskan peraturan-peraturan fungsi teknis Sabhara.

4) Memberikan back up operasional kewilayahan bila diperlukan.

5) Ikut serta dalam kegiatan pada event Nasional dan Internasional.

c. Peranan Sabhara Polri Tingkat Polda

1) Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi Sabhara di satuan

kewilayahan/Polres.

2) Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi Sabhara antar

Polres.

3) Memberikan back up operasional kewilayahan/Polres.

4) Melaksankan pengendalian dan supervisi.


48

5) Tingkat Polres

6) Memberikan pembinaan teknis kepada fungsi Sabhara di satuan

Kewilayahan/Polsek.

7) Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi Sabhara

tingkat Polres dan antar Polsek.

8) Memberikan back up operasional kewilayahan Polsek.

d. Peranan Shabara Polri Tingkat Polsek

Menyelenggarakan dan melaksanakan operasional fungsi Sabhara di

tingkat Polsek sampai Pol sub sektor dengan mengedepankan fungsi

Patroli.3

C. Penerapan PERKAPOLRI Mengenai SOP Dalam Penertiban Aksi

Demonstrasi Oleh POLRESTA Surakarta.

Dalam hal ini aturan soal aksi demonstrasi diatur dalam Peraturan Kapolri

(PERKAPOLRI) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan,

Pengamanan, Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum dan

PERKAPOLRI Nomor 16 Tahun 2006. Dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor

9 Tahun 2008 disebutkan bahwa penyelenggaraan penyampaian pendapat di

muka umum, diwajibkan untuk memberitahukan secara tertulis. Surat ditujukan

kepada pejabat kepolisian secara detail seperti dimana kegiatan tersebut

dilaksanakan, berapa orang yang ikut dalam aksi tersebut, keperluannya apa, dan

3
Fuad Laksmi Dan Budiantoro, Manajemen Perkantoran Modern, Penerbit Pernaka,
Jakarta, 2008, hal. 52.
49

juga waktu pelaksanaanya kapan. Sehingga dari pihak kepolisian bisa tau

seberapa kekuatan yang harus diturunkan untuk menertibkan aksi demonstrasi

tersebut.

Selain itu, aksi demonstrasi dilakukan dengan mempertimbangkan hak

asasi orang lain, mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tidak

melanggar norma, agama, adat, kesopanan, dan kesusilaan. Serta

memperhatikan ketertiban dan kepentingan umum. Demonstran juga wajib

melakukan koordinasi dengan aparat dan lembaga terkait demi kelancaran dan

pengamanan kegiatan tersebut. Yang dimana hal tersebut tertuang pada pasal 28

UUD 1945 dan ketentuan Undang-Undang No 9 Tahun 1998.

Sedangkan tugas wewenang Polri dalam mengimplementasikan Peraturan

Kapolri tersebut tertuang pada pasal 14 yaitu :

1. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertugas

untuk:

a. Memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta

penyampaian pendapat di muka umum.

b. Menjamin kebebasan penyampaian pendapat dari intervensi pihak lain.

c. Menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan

ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2. Terhadap kegiatan penyampaian pendapat di muka umum, yang dilakukan

dengan cara sesuai dengan ketentuan hukum, Polri berkewajiban:


50

a. Menerima pemberitahuan tentang penyelenggaraan penyampaian

pendapat di muka umum dan membuat Surat Tanda Terima Pemberitahuan

(STTP).

b. Melakukan koordinasi dengan penyelenggara kegiatan dan unsur-unsur

terkait dalam rangka pengawasan dari berbagai kegiatan.

c. Melakukan pengamanan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum

agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan tertib.

d. Melakukan pengamanan di lingkungan agar tidak terjadi intervensi dari

pihak lain.

3. Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan dengan cara

melanggar hukum dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:

a. Upaya persuasif, agar kegiatan dilaksanakan dengan tertib dan sesuai

aturan hukum.

b. Pemberian peringatan oleh aparat terhadap peserta yang melanggar

hukum.

c. Pemberian peringatan kepada penanggung jawab pelaksanaan

penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana,

dapat dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.

d. Penghentian kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang

melanggar hukum.

e. Pembubaran massa.

f. Penangkapan pelaku pelanggar hukum dan penahanan, bila diperlukan.


51

g. Penggeledahan dan penyitaan barang bukti.

h. Tindakan kepolisian lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.


52

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterapkan atas

perintah penanggung jawab tugas pengamanan di lapangan dengan

memperhatikan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yaitu :

1) Legalitas:

Kegiatan atau penindakan senantiasa mendasari peraturan perundang-

undangan.

2) Perlindungan HAM:

Kegiatan atau penindakan memperhatikan dan menghargai hak-hak

dasar manusia (tidak sewenang-wenang).

3) Kemanfaatan:

Kegiatan atau penindakan yang dilakukan memang benar-benar

bermanfaat untuk menghindari timbulnya kerugian atau bahaya yang

lebih besar yang mungkin dapat terjadi, apabila tidak dilakukan

tindakan.

4) Kepastian hukum:

Kegiatan atau penindakan dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum

dan keadilan.

5) Keadilan:

Kegiatan atau penindakan dilakukan secara objektif, tidak membeda-

bedakan dan tidak memihak kepentingan salah satu pihak.

6) Kepentingan umum:

Kegiatan atau penindakan wajib mendahulukan kepentingan umum.


53

7) Efisiensi dan Ffektivitas:

Kegiatan atau penindakan memperhatikan penggunaan biaya yang

minimal, namun tepat guna dan tepat sasaran.

8) Keterpaduan:

Kegiatan atau penindakan dilakukan melalui kerja sama, koordinasi

dan sinergi antara unsur-unsur yang dilibatkan dalam setiap kegiatan.

9) Akuntabilitas:

Kegiatan atau penindakan dapat dipertanggungjawabkan secara

rasional dan terukur dengan jelas.

10) Transparansi:

Kegiatan atau penindakan dilakukan dengan memperhatikan asas

keterbukaan dan bersifat informatif bagi pihak yang berkepentingan.

11) Proporsionalitas:

Kegiatan atau penindakan sesuai dengan porsinya (tidak terlalu lemah

tetapi tidak berlebihan) dengan memperhatikan keseimbangan antara

bobot ancaman dengan cara penindakan.

12) Keseimbangan:

Kegiatan atau penindakan diterapkan dengan memperhatikan

keseimbangan antara penerapan perlindungan terhadap hak dan

pelaksanaan kewajiban warga negara maupun petugas.

13) Asas Musyawarah dan Mufakat:

kegiatan atau penindakan dilaksanakan dengan memperhatikan

kesepakatan antara pihak-pihak yang terkait.


54

Berdasarkan ketentuan pasal 28 UUD 1945 dan ketentuan Undang-

Undang No 9 Tahun 1998, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

ketentuan yang diatur dalam pasal 28 UUD 1945 itu merupakan suatu fundamen

utama yang dapat menjamin kebebasan warga masyarakat untuk bebas

mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tertulis. Namun demikian

ketentuan tersebut bersifat universal dan abstrak, yakni tidak ditentukan koridor-

koridor tertentu dan format-format serta cara-cara dalam mengekspresikan

pendapat atau pikiran, dan ketentuan-ketentuan sanksinya tidak ditentukan

secara jelas. Oleh karena itu menurut penulis ketentuan pasal 28 UUD 1945 itu

bersifat abstrak dan universal. Sedangkan ketentuan yang diatur di dalam UU

Nomor 9 tahun 1998 adalah merupakan perwujudan dari aturan yang ditentukan

dalampasal 28 UUD 1945 yang berbunyi bahwa kemerdekaan berserikat,

berpendapat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan

ditetapkan dengan undang-undang. Dengan demikian, maka ketentuan dalam

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 itu merupakan ketentuan yang bersifat

kongkrit karena didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 ini sudah

ditentukan secara jelas mengenai definisi, waktu, bentuk, cara-cara, syarat-

syarat, hak dan kewajiban, dan ketentuan sanksi mengenai unjuk rasa atau

demonstrasi sudah jelas ditentukannya.

Misalnya yang terdapat pada Pasal 9 ayat (1) ketentuan menyampaikan

pendapat:

1. Unjuk rasa atau Demonstrasi.

2. Pawai.
55

3. Rapat Umum.

4. Mimbar Bebas.

Menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yaitu:

1. dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum kecuali :

a. Di lingkungan Istana kepresidenan.

b. Tempat Ibadah

c. Instalasi Militer

d. Rumah Sakit

e. Pelabuhan Udara atau Laut

f. Stasiun kereta Api

g. Terminal-terminal Angkutan Darat

h. Objek-objek Vital nasional

i. Pada hari besar nasional

2. Menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana yang dimaksud dalam

ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan

keselamatan umum. Dalam hal penanganan terhadap aksi Unjuk Rasa, Polri

juga sudah mengeluarkan prosedur tetap didalam penanganan unjuk rasa yang

bersifat anarki yaitu Prosedur tetap direktur samapta babinkam Polri No.Pol

:PROTAP/01/V/2004 tanggal 2 Mei 2004 tentang tindakan tegas terukur

terhadap perbuatan anarki yang berisi tentang bagaimana melakukan tindakan

terhadap para pengunjuk rasa yang telah anarki dan ditambah peraturan

Kapolri No.Pol :16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Atas
56

dasar itulah maka setiap anggota Polri harus memiliki pemahaman serta

menghargai keterbatasan kewenangannnya terutama yang berhubungan

dengan mengatasi perlawanan dari orang-orang yang mereka jumpai dalam

pekerjaan. Nilai dan rasa hormat pada kehidupan dan martabat manusia

adalah dasar tugas polisi dalam masyarakat sehingga penerapan tindakan

yang dilakukan harus sesuai dengan penerapan secara etis penggunaan

kekuatan Kepolisian yang terdiri dari tiga prinsip, yaitu:4

1. Legalitas Semua kegiatan kepolisian harus legal dan menurut hukum yang

berlaku.

2. Keharusan Anggota kepolisian akan bertindak hanya jika ada kebutuhan

untuk bertindak.

3. Proporsionalitas ini berarti bahwa semua pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia harus proporsional dengan sifat dan keseriusan yang ditimbulkan.

Oleh karena itu, harus ada keseimbangan antara Hak Asasi Manusia

perorangan dan seberapa beratnya pelanggaran.

D. Teknis penanganan aksi Demonstrasi di lapangan oleh tim Samapta

Polresta Surakarta

Polresta Surakarta mempunyai Tugas utama sebagai pemelihara keamanan

dan ketertiban, menegakkan Hukum, memberikan perlindungan, serta

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka penjabaran polisi

yang profesional, modern terpercaya di seluruh wilayah hukumnya. Polresta

4
Muchammad Zulfikar Aziz, “Peran POLRESTABES Makassar dalam penanganan aksi
unjuk rasa mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar”, Skripsi di Terbitkan Prodi Ilmu
Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Makassar, makassar, 2017, hlm. 45-47.
57

Surakarta mempunyai sektor yang memiliki tugas serta menjalankan tugas

pokok kepolisian sesuai bidangnya masing-masing seperti Reserse Kriminal,

Satlantas, Satuan Sabhara, Satuan Intelkam, Binmas, dan bagian Humas. Oleh

sebab itu terlebih mengenai penanganan aksi demonstrasi yang sering di gelar

oleh kalangan demonstran, mengenai proses pengamanan dan penanganannya di

lapangan merupakan wewenang satuan SAMAPTA (shabara) yang tentunya

secara teknis dan undang-undang sangan menguasai.

Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti secara langsung

terhadap Kasad satuan dalam penanganan aksi demonstrasi oleh Polresta

Surakarta yang di beri nama satuan SAMAPTA (shabara) di peroleh data yang

mana menjelaskan mengenai strategi dan undang-undang dalam penanganan

aksi demonstrasi di wilayah hukum Polresta Surakarta yang mana dalam

keterangannya mengatakan bahwasanya yang menjadi landasan utama dalam

pengamanan dan penanganan aksi demonstrasi yaitiu mengacu pada PERKAP

No. 16 Tahun 2006, bahwasanya ketentuan yang di tuangkan dalam perkap

tersebut cukup jelas dan komplit di jadikan landasan bagi petugas pengamanan

aksi demonstrasi.5 Dalam penjelasan lanjutnya mengenai strategi yang di

lakukan pihak kepolisian sejak awal surat izin pemberitahuan pelaksanaan aksi

demo oleh demonstran yang tentunya di lakukan sesuai prosedur tetap di layani

dengan ketentuan yang berlaku, adapun menjelang pelaksanaan aksi demonstrasi

ada beberapa hal yang perlu di perhatikan yaitu terkait lokasi pelaksanaan aksi

5
Arfian, SAT SHABARA Polres Surakarta, Wawancara Pribadi, 17 April 2023, Pukul
11.00 – 12.47
58

demonstrasi utamanya pelayanan dan pengamanan pada masyarakat seputaran

lokasi pelaksanaan kegiatan, dan selain itu perlunya juga memberikan

pengamanan terhadap masyarakat yang sekedar hanya melintas di lokasi

pelaksanaan kegiatan. Adapun pelayanannya sudah tertuang pada PERKAP No

16 Tahun 2006, bahwasanya dalam persiapan penanganan aksi unjuk rasa sudah

mempersiapkan personil sesuai dengan bidangnya masing-masing. Adapun

persiapan secara rinci di jelaskan bahwasanya perlunya di persiapkan personil

yang di namakan DALMAS awal dan DALMAS inti sesuai keperluan yang di

butuhkan di lapangan, pada Perkap yang berlaku terdapat pembagian kondisi

situasi lapangan yang sebagaimana di jelaskan adanya situasi hijau, situasi

kuning dan situasi merah. Adapun situasi hijau di isaratkan sebagai situasi di

mana masa aksi yang menjalankan demonstrasi masih berjalan aman dan tertib,

kemudian situasi kuning yang di isaratkan sebagai kondisi di mana masa aksi

demonstrasi sudah menganggu ketertiban umum dan perlu di tangani oleh satuan

Dalmas lanjut, kemudian pada situasi merah yang di isaratkan apabila

demonstran sudah terjadi kekacauan maka akan di tangani langsung oleh

pasukan BRIMOB. 6

1. Hambatan dalam pelaksanaan pengamanan aksi demonstrasi oleh Sabhara

Dalam keterangan yang di berikan oleh Kasad Shabara pada saat

wawancara berlangsung, dalam penanganan aksi demonstrasi yang

berlangsung juga sering di temukan kendala yang mana dari pihak yang

6
Arfian, SAT SHABARA Polres Surakarta, Wawancara Pribadi, 17 April 2023, Pukul
11.00 – 12.47
59

melaksakan aksi demonstrasi banyak pemicu timbulnya suasana baru dalam

kegiatan aksi yang berlangsung seperti contohnya adanya beberapa aksi

provokasi yang dilakukan dan menyebabkan sebagian pengunjuk rasa

terpengaruh. Dalam keterangan ini pihak kepolisian pun mengatakan bahwa

dari ihak kepolisian sudah berupaya menahan diri agar tetap terjaganya

ketertiban antara pihak pengunjuk rasa dan pihak kepolisian selama

berlangsungnya aksi demonstrasi.

2. Konsekuensi secara hukum yang di terima oleh aparat kepolisian apabila

bertindak di luar SOP

Dalam penjelasannya mengatakan bahwasanya apabila terjadinya

pelanggaran yang di lakukan oleh aparat kepolisian dalam proses penanganan

masa aksi demonstrasi maka akan ada konsekuensi yang bisa di terima oleh

aparat kepolisian tersebut yang di mana sebuah pelanggaran tersebut di

nyatakan dalam unsur pelanggaran internal Polri dan bisa di laporkan

terhadap pihak yang berwewenang dalam hal tersebut yang di namakan

satuan PROPAM. Satuan ini bertugas mengawasi segala bentuk kinerja

aparatur kepolisian dalam bertugas yang mana nantinya meninjau dari segi

pelanggaran yang di lakukan oleh aparatur kepolisian dan pihak PROPAM

tersebut mempunyai hak penanggung jawab penuh apabila terjadinya

pelanggaran oleh aparatur kepolisian pada saat menjalankan tugas di

lapangan.7

7
Arfian, SAT SHABARA Polres Surakarta, Wawancara Pribadi, 17 April 2023, Pukul
11.00 – 12.47
60
61

E. Pelaksanaan Aksi Demonstrasi Oleh Mahasiswa Yang di Sertai Tindakan

Represif

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tindakan represif adalah tindakan

yang bersifat (Menekan, Mengekang, Menahan, atau Menindas). Tindakan

Represif Kepolisian dalam menghadapi unjuk rasa contoh nya ialah:

1. Menyemprotkan tembakan water cannon serta gas air mata ke massa yang

sedang melakukan demonstrasi

2. Memukul menggunakan senjata yang tumpul atau menggunakan tongkat

3. Menembak menggunakan senjata peluru yang tajam

Berdasarkan hasil wawancara yang di lakukan oleh peneliti secara

langsung kepada salah seorang mahasiswa berinisial R yang terlibat dalam aksi

demonstrasi RUU di depan gedung DPRD SOLO pada Jum’at, 27 September

2019 mengatakan bahwasanya benar adanya saat berlangsung kegiatan yang di

gelar oleh pihak demonstran telah terjadi kekacauan yang melibatkan pihak

demonstran dan pihak kepolisian di dalamnya. Adapun lanjutnya, R mengatakan

bahwasanya tindakan yang memicu terjadinya kekacauan tersebut di sebabkan

oleh keadaan yang memanas di antara pihak demonstran dan pihak kepolisan

yang di picu dari tidak adanya jawaban atau respon yang di keluarkan oleh pihak

berwenang yaitu pimpinan DPRD Surakarta, maka dari itu pihak demonstran

memaksakan diri untuk menerobos masuk dengan tujuan dapat memposisikan

dan menempatkan diri di halaman gedung DPRD Surakarta agar mendapatkan

respon balasan dari pihak terkait. Akan tetapi tindakan tersebut mendapat respon

keras dari pihak kepolisian yang bertugas sehingga keributan pun terjadi. Hal
62

yang di sayangkan pada kejadian ini adalah langkah ataupun tindakan pihak

kepolisian dalam mengatasi kericuhan tersebut yang mana telah melanggar SOP

dalam penanganan aksi demonstrasi. Adapun yang di maksut dalam pelanggaran

SOP oleh kepolisian yaitu tindakan yang di nilai Represif terhadap para

demonstran.

Dalam keterangannya, R mengatakan bahwasanya secara langsung dirinya

melihat salah seorang temannya mengalami pendarahan di bagian kepala akibat

terkena pukulan benda tumpul saat berlangsung aksi saling dorong antara pihak

kepolisian dan pihak demonstran. Selain itu, pihak kepolisian juga secara

langsung mengeluarkan tembakan Gas air mata yang di arahkan ke tengah-

tengah kerumunan para demonstran secara berulangkali yang mengakibatkan

berjatuhannya korban akibat efek dari gas air mata tersebut utamanya mahasiswi

yang mengikuti aksi demonstrasi. Hal ini sangat di sayangkan terhadap pihak

kepolisian dalam mengambil langkah untuk menertibkan aksi demonstrasi.

Adapun keterangan yang di sampaikan di atas dapat di percaya karna pada

saat berlangsungnya aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Surakarta pada

saat itu, saya pribadi selaku penulis turut serta menyaksikan keadaan yang

terjadi, dan memang benar adanya bahwa telah terjadi tindakan kepolisian yang

di nilai represif dalam penanganan aksi demonstrasi.8

8
R, Mahasiswa, Wawancara Pribadi, 24 April 2023, Pukul 13.00 WIB
BAB IV

ANALISIS TENTANG PENERAPAN PERKAPOLRI MENGENAI SOP

DALAM PENERTIBAN AKSI DEMONSTRASI OLEH POLRESTA

SURAKARTA

A. Penerapan Peraturan Kapolri Mengenai Standar Operasional Prosedur

dalam Penertiban Aksi Demonstrasi di Wilayah Surakarta Oleh Polresta

Surakarta

Penerapan aksi demonstrasi yang ada dan di terapkan di wilayah hukum

Polresta Surakarta berdasarkan hasil penelitian dan wawancara secara langsung

yang di lakukan oleh penulis kepada pimpinan satuan penanganan aksi

demonstrasi Polresta surakarta maka penulis memperoleh keterangan yang

cukup jelas mengenai penerapan aksi demonstrasi yang berlandaskan dengan

peraturan Kapolri. Berdasarkan keterangan yang di berikan bahwasanya

penerapan aksi demonstrasi di wilayah hukum polresta surakarta sudah di

jalankan sesuai dengan apa yang tertuang dalam PERKAP KAPOLRI yang

berlaku saat ini dan pastinya pihak kepolisian yang terlibat dan bertanggung

jawab atas pelaksanaan penertiban aksi demonstrasi sudah memperhatikan

secara seksama atas poin-poin yang tertuang dalam peraturan penanganan yang

berlaku. Oleh sebab itu kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran prosedur

penertiban oleh aparat kepolisian pada saat penertiban aksi demonstrasi di

lapangan.

Adapun demikian, walaupun telah di keluarkannya peraturan kapolri

mengenai penanganan aksi demonstrasi di indonesia namun tidak jarang pula

63
64

sering terjadinya pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar oleh pihak

keamanan dalam pelaksanaan penertiban aksi demonstrsi di indonesia

khususnya seperti yang terjadi pada saat pelaksanaan aksi demonstrai di depan

gedung DPRD Surakarta. Adapun yang di katakan sebuah pelanggaran yaitu

apabila tindakan yang di lakukan oleh pihak satuan keamanan pada saat

pengamanan berlangsung tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

Dari hasil wawancara salah seorang mahasiswa yang terlibat aksi

dmonstrasi di gedung DPRD surakarta mengenai RUU yang di dapatkan oleh

penulis bahwa telah terjadinya tindak represif oleh pihak kepolisian terhadap

beberapa anggota demonstrasi yang merupakan mahasiswa, dari kasus ini dapat

kita lihat bahwasanya sistem penanganan dan penertiban aksi demonstrasi di

indonesia saat ini belum dapat di katakan sebagai strategi penertiban masa yang

cukup mempuni dalam segala kondisi, hal demikian bisa jadi di sebabkan oleh

pihak kepolisian yang tidak sepenuhnya mengikuti alur pada poin-poin yang

tertuang dalam Perkapolri atau bisa jadi juga di sebabkan oleh poin-poin yang di

rumuskan dalam Perkap tersebut masih kurang efektif dalam hal penanganan ini

karna sistem penanganan aksi demonstrasi dan pengendalian masa yang berlaku

saat ini masih belum bisa meredam sepenuhnya faktor-faktor terjadinya konflik

dalam penanganan aksi demonstrasi contohnya penggunaan alat-alat

perlengkapan oleh pihak kepolisian yang dapat memicu keadaan memanas saat

berlangsungnya aksi demonstrasi seperti penggu gas air mata dan benda keras

lainnya.
65

Secara tidak langsung hal ini dapat memicu suasana yang memanas di

antara kedua belah pihak, karna kita ketahui bahwasanya pihak demonstran pada

umumnya adalah sekelompok orang yang datang dan berkumpul untuk

menyampaikan suatu pendapat terhadap instansi yang di tuju tampa melibatkan

alat-alat tertentu sebagai persiapan pembelaan pada saat terjadinya tindakan

kericuhan saat berlangsugnya penyampaian aspirasi. Sedangan di posisi lain

yang mana polisi sebagai pihak yang menengahi antara pihak demonstran dan

suatu instansi tertentu terkadang lebih mudah menerapkan sistem pengamanan

secara fisik tampa mendahulukan sistem pendekatan persuasif guna menjaga

kestabilan pada saat berlangsungnya kegiatan. Dalam pandangan lain mengenai

Hal tersebut

Dalam penanganan perkara saat terjadi aksi unjuk rasa, aparat Kepolisian

harus mengikuti peraturan yang ada, berdasarkan Peraturan Kepolisian no.7

Tahun 2012 BAB V pasal 22 tentang Penanganan Perkara;

Ayat (1) “Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang melanggar

ketentuan Undang-Undang, wajib dilakukan oleh pejabat POLRI dengan

menerapkan tindakan yang profesional, proporsional dan dapat

dipertanggungjawabkan”.

Ayat (2) “penindakan terhadap pelanggaran penyampaian pendapat di muka

umum dilakukan secara dini dengan menerapkan urutan tindakan dari metode

yang paling lunak sampai yang paling tegas disesuaikan dengan perkembangan

situasi dan kondisi”.


66

Terdapat juga pada pasal 27 Ayat (1) “Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap

harus diperlakukan secara manusiawi, tidak dilakukan tindakan kekerasan dan

pelecehan seksual”.

oleh sebab itu menjadi pertanyaan bagi kita mengenai kericuhan-kericuhan

yang sering terjadi di dalam pelaksanaan penertiban aksi demonstrasi di

indonesia dari segi kericuhan yang mengakibatkan luka-luka terhadap pihak

demonstran bahkan hingga bisa merenggut nyawa dari para demonstran yang

sedang malangsungkan aksi. Sedangkan telah jelas tertulis dan di keluarkan

melalui PERKAPOLRI mengenai struktur penanganan dan pengamanan masa

aksi demonstrasi di Indonesia akan tetapi kita tidak bisa menutup mata akan

kejadian yang yang biasanya menimbulkan korban pada saat pelaksanaan

demonstrasi. Oleh sebab itu perlu kita lihat mengenai instruksi yang tertuang

pada undang-undang serta PERKAPOLRI yang di keluarkan sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam

Undang-Undang Nmor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan

Pendapat Di muka umum. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyeleggaraan, Pelayanan,

Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di muka umum

sebagai pedoman dalam rangka pelaksanaan penyampaan pendapat di muka

umum dan pedomana dalam rangka pemberian standar pelayanan

pengamanan kegiatan dan penanganan perkara (dalam penyampaian pendapat

di muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat

berjalan dengan baik dan tertib yang di atur di dalam pasal 2 Perauran Kepala
67

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2008. Maka dengan

adanya pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga

negara sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi polri yang tertuang

dalam Pasal 13 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 9 tahun 2008

a. melindungi hak asasi manusia

b. menghargai asas legalitas

c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah

d. menyelenggarakan pengamanan.

Dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum Polri

harus memperhatikan tindakannya untuk membedakan antara pelaku yang

anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak

terlibat pelanggaran hukum Pasal 23 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008.1

a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan

hukum

b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan

proporsional

c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan

menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis

dimaksud

Adinda rahma “Tindakan Represif Dari Polri Dalam Menghadapi Unjuk Rasa
1

Masyarakat, skripsi diterbitkan, fakultas hukum, Universitas Pancasakti Tegal 2020, hlm 65. 66
68

hukum memiliki suatu tujuan pokok yang mana sebagai sosial control di

tengah-tengah masyarakat guna mencapai suatu tatanan masyarakat yang tertib

serta keseimbangan. Oleh sebab itu dengan tercapainya suatu keseimbangan

dalam lingkungan masyarakat maka di harapkan kepentingan manusia akan

terlindungi dalam mencapai suatu tujuan tersebut kedudukan hukum bertugas

membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi

wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum dan memelihara

kepastian hukum.

Dari penjelaan di atas maka dapat kita katakan bahwasanya sangat sulit

terwujud dalam masyarakat apabila penegak hukum tidak menjalankan perannya

dengan maksimal dan sebagai mana mestinya. Berdasarkan pandangan secara

Sosiologis, penegak hukum memiliki status yang pasti sebagai pelaksana dalam

penerapan hukum. Oleh karena itu seseorang yang mempunyai kedudukan

tertentu lazimnya di namakan pemegang peranan. Masalah peranan di anggap

sangatlah penting oleh karena itu mengenai pembahasan penegakan hukum

sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi (pertimbangan). Adapun dengan

deskresi atau pengambilan keputusan yang tidak terikat oleh hukum, di mana

penilaian pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum diskresi

sangat penting karena2

a. tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya,

sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia

2
Leurensius Arliman, “Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,” (Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2015) hlm. 65
69

b. keterlambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan

perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat sehingga akan

menimbulkan ketidakpastian

c. kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang

di kehendaki oleh pembentuk undang-undang dan

d. adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus

B. Ketentuan Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) Aksi

Demonstrasi di Wilayah Surakarta

Mengenai sistem pelaksanaan aksi demonstrasi di wilayah hukum

POLRESTA Surakarta pastinya kemballi pada pedoman yang telah tertulis

dalam undang-undang No 9 tahun 1998 yang mana sesuai dengan regulasi dari

tahap awal perencanaan aksi demonstrasi hingga puncak pelaksanaan aksi

demonstrasi di lapangan. Begitupun dengan keterangan yang di berikan

langsung oleh kasat SABARA selaku pimpinan satuan di jajaran kepolisian yang

menangani bagian ini, melalui wawancara yang di lakukan secara langsung oleh

penulis mendepatkan penjelasan mengenai tahap-tahap yang harus di penuhi

oleh pihak demonstran sebelum melakukan aksinya yang mana terlebih dahulu

harus adanya pemberitahuan oleh pihak mahasiswa yang akan melakukan

demonstrasi kemudian di tujuakan kepada POLRESTA Surakarta sebagai

penanggung jawab keamanan di wilayah tersebut se lambat-lambatnya 3 x 24

jam sebelum pelaksanaan kegiatan adapun yang yang di muat dalam

pemberitauan tersebut sebagai berikut

1. mengenai maksut dan tujuan


70

2. tempat

3. lokasi dan rute

4. waktu pelaksanaan dan lama kegiatan berlangsun

5. penanggung jawab

6. nama dan alamat organisasi

7. kelompok atau peroragan

8. alat peraga yang di pergunakan

adapun jumlah yang di laporkan, dalam setiap 100 orang peserta unjuk rasa harus

memiliki satu samapai dengan lima orang penanggung jawab atau kordinator

lapangananya yang berfungsi mengontrol peserta aksi pada saat berlangsugnya

kegiatan

Langkah selanjutnya yang di persiapkan oleh pihak mahasiswa setelah

mendapatkan izin untuk melangsungkan aksi demonstrasi yaitu mengumpulkan

masa guna mendukung berlangsungnya aksi demonstrasi dan adapun terjadinya

pembatalan terhadap aksi demonstrasi tersebut maka di lakukan pelaporan

secara tertulis oleh penanggung jawab yang di tujukan kepada POLRI se lambat-

lambatnya 24 jam sebelum waktu pelaksanaan. Selain itu persiapan yang perlu

di lakukan oleh polri adalah sebagai mana tertuang dalam PERKAPOLRI No 16

tahun 2006 yaitu tentang persiapan pasukan pengamanan serta persiapan atribut

dalam menjalan pengamanan aksi demosntrasi. Sebagaimana yang di jelaskan

oleh Kasad SABARA kepada penulis pada saat wawancara, hal yang perlu di

persiapkan adalah secara rinci di jelaskan bahwasanya perlunya di persiapkan

personil yang di namakan DALMAS awal dan DALMAS inti sesuai keperluan
71

yang di butuhkan di lapangan, pada Perkap yang berlaku terdapat pembagian

kondisi situasi lapangan yang sebagaimana di jelaskan adanya situasi hijau,

situasi kuning dan situasi merah. Adapun situasi hijau di isaratkan sebagai situasi

di mana masa aksi yang menjalankan demonstrasi masih berjalan aman dan

tertib, kemudian situasi kuning yang di isaratkan sebagai kondisi di mana masa

aksi demonstrasi sudah menganggu ketertiban umum dan perlu di tangani oleh

satuan Dalmas lanjut, kemudian pada situasi merah yang di isaratkan apabila

demonstran sudah terjadi kekacauan maka akan di tangani langsung oleh

pasukan BRIMOB.

Adapun tindakan penerapan atau penanganan aksi demonstrasi oleh

kepolisian yang di katakan tidak sesuai prosedur, yang mana di kenal dengnan

tindakan represif maka perlu adanya sansi yang berjalan karna kita tsu bahwa

negara Indonesa memberikan perlindungan hak asasi manusia terhadap

rakyatnya. Oleh sebab itu bagi pihak pengamanan yang melakukan tindakan

represif dalam penanganan aksi demonstrasi dan menimbulkan korban maka

perlunya ada tindakan sanksi pidana yang di terapkan dan bukan hanya berupa

sansi yang di keluarkan oleh internal POLRI, sebagaimana yang di sebutkan

dalam undang-undang hukum pidana pasal 351 KUHP

1. penganiayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

2. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah di ancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun


72

3. jika mengakibatkan mati, di ancam dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun

4. dengan penganiayaan di samakan sengaja merusak kesehatan

5. percobaan untuk melakukan kejahatan ini tindak pidana

Penerapan aksi demonstrasi yang ada dan di terapkan di wilayah hukum

Polresta Surakarta berdasarkan hasil penelitian dan wawancara secara langsung

yang di lakukan oleh penulis kepada pimpinan satuan penanganan aksi

demonstrasi Polresta surakarta maka penulis memperoleh keterangan yang

cukup jelas mengenai penerapan aksi demonstrasi yang berlandaskan dengan

peraturan Kapolri. Berdasarkan keterangan yang di berikan bahwasanya

penerapan aksi demonstrasi di wilayah hukum polresta surakarta sudah di

jalankan sesuai dengan apa yang tertuang dalam PERKAP KAPOLRI yang

berlaku saat ini dan pastinya pihak kepolisian yang terlibat dan bertanggung

jawab atas pelaksanaan penertiban aksi demonstrasi sudah memperhatikan

secara seksama atas poin-poin yang tertuang dalam peraturan penanganan yang

berlaku. Oleh sebab itu kecil kemungkinan terjadinya pelanggaran prosedur

penertiban oleh aparat kepolisian pada saat penertiban aksi demonstrasi di

lapangan.

Adapun demikian, walaupun telah di keluarkannya peraturan kapolri

mengenai penanganan aksi demonstrasi di indonesia namun tidak jarang pula

sering terjadinya pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar oleh pihak

keamanan dalam pelaksanaan penertiban aksi demonstrsi di indonesia

khususnya seperti yang terjadi pada saat pelaksanaan aksi demonstrai di depan
73

gedung DPRD Surakarta. Adapun yang di katakan sebuah pelanggaran yaitu

apabila tindakan yang di lakukan oleh pihak satuan keamanan pada saat

pengamanan berlangsung tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

Dari hasil wawancara salah seorang mahasiswa yang terlibat aksi

dmonstrasi di gedung DPRD surakarta mengenai RUU yang di dapatkan oleh

penulis bahwa telah terjadinya tindak represif oleh pihak kepolisian terhadap

beberapa anggota demonstrasi yang merupakan mahasiswa, dari kasus ini dapat

kita lihat bahwasanya sistem penanganan dan penertiban aksi demonstrasi di

indonesia saat ini belum dapat di katakan sebagai strategi penertiban masa yang

cukup mempuni dalam segala kondisi, hal demikian bisa jadi di sebabkan oleh

pihak kepolisian yang tidak sepenuhnya mengikuti alur pada poin-poin yang

tertuang dalam Perkapolri atau bisa jadi juga di sebabkan oleh poin-poin yang di

rumuskan dalam Perkap tersebut masih kurang efektif dalam hal penanganan ini

karna sistem penanganan aksi demonstrasi dan pengendalian masa yang berlaku

saat ini masih belum bisa meredam sepenuhnya faktor-faktor terjadinya konflik

dalam penanganan aksi demonstrasi contohnya penggunaan alat-alat

perlengkapan oleh pihak kepolisian yang dapat memicu keadaan memanas saat

berlangsungnya aksi demonstrasi seperti penggu gas air mata dan benda keras

lainnya.

Secara tidak langsung hal ini dapat memicu suasana yang memanas di

antara kedua belah pihak, karna kita ketahui bahwasanya pihak demonstran pada

umumnya adalah sekelompok orang yang datang dan berkumpul untuk

menyampaikan suatu pendapat terhadap instansi yang di tuju tampa melibatkan


74

alat-alat tertentu sebagai persiapan pembelaan pada saat terjadinya tindakan

kericuhan saat berlangsugnya penyampaian aspirasi. Sedangan di posisi lain

yang mana polisi sebagai pihak yang menengahi antara pihak demonstran dan

suatu instansi tertentu terkadang lebih mudah menerapkan sistem pengamanan

secara fisik tampa mendahulukan sistem pendekatan persuasif guna menjaga

kestabilan pada saat berlangsungnya kegiatan. Dalam pandangan lain mengenai

Hal tersebut

Dalam penanganan perkara saat terjadi aksi unjuk rasa, aparat Kepolisian

harus mengikuti peraturan yang ada, berdasarkan Peraturan Kepolisian no.7

Tahun 2012 BAB V pasal 22 tentang Penanganan Perkara;

Ayat (1) “Terhadap penyampaian pendapat di muka umum yang melanggar

ketentuan Undang-Undang, wajib dilakukan oleh pejabat POLRI dengan

menerapkan tindakan yang profesional, proporsional dan dapat

dipertanggungjawabkan”.

Ayat (2) “penindakan terhadap pelanggaran penyampaian pendapat di muka

umum dilakukan secara dini dengan menerapkan urutan tindakan dari metode

yang paling lunak sampai yang paling tegas disesuaikan dengan perkembangan

situasi dan kondisi”.

Terdapat juga pada pasal 27 Ayat (1) “Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap

harus diperlakukan secara manusiawi, tidak dilakukan tindakan kekerasan dan

pelecehan seksual”.

oleh sebab itu menjadi pertanyaan bagi kita mengenai kericuhan-kericuhan

yang sering terjadi di dalam pelaksanaan penertiban aksi demonstrasi di


75

indonesia dari segi kericuhan yang mengakibatkan luka-luka terhadap pihak

demonstran bahkan hingga bisa merenggut nyawa dari para demonstran yang

sedang malangsungkan aksi. Sedangkan telah jelas tertulis dan di keluarkan

melalui PERKAPOLRI mengenai struktur penanganan dan pengamanan masa

aksi demonstrasi di Indonesia akan tetapi kita tidak bisa menutup mata akan

kejadian yang yang biasanya menimbulkan korban pada saat pelaksanaan

demonstrasi. Oleh sebab itu perlu kita lihat mengenai instruksi yang tertuang

pada undang-undang serta PERKAPOLRI yang di keluarkan sebagai berikut:

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam

Undang-Undang Nmor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan

Pendapat Di muka umum. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyeleggaraan, Pelayanan,

Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di muka umum

sebagai pedoman dalam rangka pelaksanaan penyampaan pendapat di muka

umum dan pedomana dalam rangka pemberian standar pelayanan pengamanan

kegiatan dan penanganan perkara (dalam penyampaian pendapat di muka umum,

agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat berjalan dengan baik dan

tertib yang di atur di dalam pasal 2 Perauran Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 9 tahun 2008. Maka dengan adanya pelaksanaan penyampaian

pendapat di muka umum oleh warga negara sudah menjadi kewajiban dan

tanggung jawab bagi polri yang tertuang dalam Pasal 13 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2008

a. melindungi hak asasi manusia


76

b. menghargai asas legalitas

c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah

d. menyelenggarakan pengamanan.

Dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum

Polri harus memperhatikan tindakannya untuk membedakan antara pelaku yang

anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak

terlibat pelanggaran hukum Pasal 23 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008.3

a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum

b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan

proporsional

c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan

menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud

hukum memiliki suatu tujuan pokok yang mana sebagai sosial control di

tengah-tengah masyarakat guna mencapai suatu tatanan masyarakat yang tertib

serta keseimbangan. Oleh sebab itu dengan tercapainya suatu keseimbangan

dalam lingkungan masyarakat maka di harapkan kepentingan manusia akan

terlindungi dalam mencapai suatu tujuan tersebut kedudukan hukum bertugas

membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi

wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum dan memelihara

kepastian hukum.

Adinda rahma “Tindakan Represif Dari Polri Dalam Menghadapi Unjuk Rasa
3

Masyarakat, skripsi diterbitkan, fakultas hukum, Universitas Pancasakti Tegal 2020, hlm 65. 66
77

Dari penjelaan di atas maka dapat kita katakan bahwasanya sangat sulit

terwujud dalam masyarakat apabila penegak hukum tidak menjalankan perannya

dengan maksimal dan sebagai mana mestinya. Berdasarkan pandangan secara

Sosiologis, penegak hukum memiliki status yang pasti sebagai pelaksana dalam

penerapan hukum. Oleh karena itu seseorang yang mempunyai kedudukan

tertentu lazimnya di namakan pemegang peranan. Masalah peranan di anggap

sangatlah penting oleh karena itu mengenai pembahasan penegakan hukum

sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi (pertimbangan). Adapun dengan

deskresi atau pengambilan keputusan yang tidak terikat oleh hukum, di mana

penilaian pribadi juga memegang peranan. Di dalam penegakan hukum diskresi

sangat penting karena4

a. tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya,

sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia

b. keterlambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan

perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat sehingga akan

menimbulkan ketidakpastian

c. kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan sebagaimana yang

di kehendaki oleh pembentuk undang-undang dan

d. adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus

C. Ketentuan Aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) Aksi

4
Leurensius Arliman, “Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,” (Yogyakarta:
CV Budi Utama, 2015) hlm. 65
78

Demonstrasi di Wilayah Surakarta

Mengenai sistem pelaksanaan aksi demonstrasi di wilayah hukum

POLRESTA Surakarta pastinya kemballi pada pedoman yang telah tertulis

dalam undang-undang No 9 tahun 1998 yang mana sesuai dengan regulasi dari

tahap awal perencanaan aksi demonstrasi hingga puncak pelaksanaan aksi

demonstrasi di lapangan. Begitupun dengan keterangan yang di berikan

langsung oleh kasat SABARA selaku pimpinan satuan di jajaran kepolisian yang

menangani bagian ini, melalui wawancara yang di lakukan secara langsung oleh

penulis mendepatkan penjelasan mengenai tahap-tahap yang harus di penuhi

oleh pihak demonstran sebelum melakukan aksinya yang mana terlebih dahulu

harus adanya pemberitahuan oleh pihak mahasiswa yang akan melakukan

demonstrasi kemudian di tujuakan kepada POLRESTA Surakarta sebagai

penanggung jawab keamanan di wilayah tersebut se lambat-lambatnya 3 x 24

jam sebelum pelaksanaan kegiatan adapun yang yang di muat dalam

pemberitauan tersebut sebagai berikut

1. mengenai maksut dan tujuan

2. tempat

3. lokasi dan rute

4. waktu pelaksanaan dan lama kegiatan berlangsun

5. penanggung jawab

6. nama dan alamat organisasi

7. kelompok atau peroragan

8. alat peraga yang di pergunakan


79

adapun jumlah yang di laporkan, dalam setiap 100 orang peserta unjuk rasa

harus memiliki satu samapai dengan lima orang penanggung jawab atau

kordinator lapangananya yang berfungsi mengontrol peserta aksi pada saat

berlangsugnya kegiatan. Adapu langkah selanjutnya yang di persiapkan oleh

pihak mahasiswa setelah mendapatkan izin untuk melangsungkan aksi

demonstrasi yaitu mengumpulkan masa guna mendukung berlangsungnya aksi

demonstrasi dan adapun terjadinya pembatalan terhadap aksi demonstrasi

tersebut maka di lakukan pelaporan secara tertulis oleh penanggung jawab yang

di tujukan kepada POLRI se lambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu

pelaksanaan. Selain itu persiapan yang perlu di lakukan oleh polri adalah sebagai

mana tertuang dalam PERKAPOLRI No 16 tahun 2006 yaitu tentang persiapan

pasukan pengamanan serta persiapan atribut dalam menjalan pengamanan aksi

demosntrasi. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Kasad SABARA kepada

penulis pada saat wawancara, hal yang perlu di persiapkan adalah secara rinci di

jelaskan bahwasanya perlunya di persiapkan personil yang di namakan

DALMAS awal dan DALMAS inti sesuai keperluan yang di butuhkan di

lapangan, pada Perkap yang berlaku terdapat pembagian kondisi situasi lapangan

yang sebagaimana di jelaskan adanya situasi hijau, situasi kuning dan situasi

merah. Adapun situasi hijau di isaratkan sebagai situasi di mana masa aksi yang

menjalankan demonstrasi masih berjalan aman dan tertib, kemudian situasi

kuning yang di isaratkan sebagai kondisi di mana masa aksi demonstrasi sudah

menganggu ketertiban umum dan perlu di tangani oleh satuan Dalmas lanjut,
80

kemudian pada situasi merah yang di isaratkan apabila demonstran sudah terjadi

kekacauan maka akan di tangani langsung oleh pasukan BRIMOB.

Adapun tindakan penerapan atau penanganan aksi demonstrasi oleh

kepolisian yang di katakan tidak sesuai prosedur, yang mana di kenal dengnan

tindakan represif maka perlu adanya sansi yang berjalan karna kita tsu bahwa

negara Indonesa memberikan perlindungan hak asasi manusia terhadap

rakyatnya. Oleh sebab itu bagi pihak pengamanan yang melakukan tindakan

represif dalam penanganan aksi demonstrasi dan menimbulkan korban maka

perlunya ada tindakan sanksi pidana yang di terapkan dan bukan hanya berupa

sansi yang di keluarkan oleh internal POLRI, sebagaimana yang di sebutkan

dalam undang-undang hukum pidana pasal 351 KUHP

1. penganiayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

2. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah di ancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun

3. jika mengakibatkan mati, di ancam dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun

4. dengan penganiayaan di samakan sengaja merusak kesehatan

5. percobaan untuk melakukan kejahatan ini tindak pidana


BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Bagian terakhir dari pembahasan skrikspi ini adalah kesimpulan, berdasarkan

pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis dari bagian BAB Isampai BAB IV yaitu

mengenai penerapan peraturan KAPOLRI mengenai standar operasional prosedur

dalam penertiban aksi demonstrasi oleh Polresta Surakarta.

1. Dalam kegiatan penyampaian aspirasi di muka umum merupakan salah satu

stragi yang di terapkan oleh khalayak masyarakat maupun mahasiswa di

indonesi bahkan di beberapa negara lainnya yang mana juga kegiatan tersebut

merupakan salah satu bagian dari sistem demokrasi yang berjalan saat ini

guna menyuarakan keluh kesah dan protes atas suatu kebijakan yang di

keluarkan oleh pemerintah, dan adapun tujuan yang di harapkan dalam

kegiatan tersebut adalah agar pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dalam

suatu negara dapat mendengarkan dan alangkah baiknya pula dapat

mengabulkan apa yang di suarakan oleh pihak yang menyampaikan aspirasi.

Maka perlunya dalam mengantisipasi terjadinya suatu keributn dalam proses

penyelenggaraan penyampain pendapat di muka umum maka perlu adanya

kesadaran diri dari pihak-pihak yang terlibat di di dalamnya hingga tujuan

dari semua pihak dapat berjalan sebagai mana mestinya dengan tujuan yang

di harapkan

2. Mengeni proses pelaksanaan sejak awal hingga berlangsungnya kegiatan

demonstrasi sejauh ini sudah dapat di katakan sangat terstruktur dan dapat

kita ketahui terhadap pelaksanaan kegiatan penyampaian pendapat di muka

81
82

umum sudah sangat jelas sangat bertolak belakang dengan tindak kekerasan

yang terlibat di dalamnya, utamanya pada saat pelaksaan pengamanan atau

pengawasan saat kegiatan berlangsung. Karna pada dasarrnya kegiatan

penyampaian aspirasi merupakan bagian dari kegiatan demokrasi di

Indonesia yang mana juga medapat perlindungan dari Undang-Undang dan

sudah pastinya dapat di katakan kegitan ini memiliki legalitas yang kuat.

Kedudukan pihak pengamanan dalam hal ini Kepolisian Republik

Indonesia, sangat di perlukan dan memiliki peran penting dalam menjalan

tugas dan tanggung jawab yang telah di amanahkan oleh undang-undang

selaku pengayom bagi masyarakat Indonesia. Adapun mengenai peraturan

yang di keluarkan melalui kebijakan Kapolri menjadi penunjang bagi aparat

kepolisian mengenai setematik dalam penanganan masa aksi.

B. Saran

Mengingat kegiatan penyampaian pendapat dimuka umum merupakan hak

semua warga negara yang telah disebutkan dalam undang-undang secara tertulis,

maka pihak kepolisian sudah seharusnya menghentikan cara-cara lama yang

arogan dan kekerasan terhadap para demonstran. Penanganan aksi diatur dalam

Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara

Penyampaian Pendapat di Muka Umum, untuk itu dalam hal penanganan massa

aksi harus sesuai prosedur, tidak menghalangi akses bantuan hukum kepada

mereka yang ditangkap oleh apparat serta menghindari terjadinya hak-hal kontra
83

produktif saat melakukan tindakan upaya paksa. Pemerintah juga diharapkan

transparan dalam menangani kasus yang melibatkan oknum apparat sehingga

apa yang termaktub dalam alinea ke IV UUD Republik Indonesia Tahun 1945

yaitu; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial tidak hanya menjadi angan-angan saja.

Satu-satunya cara yaitu pemerintah harus terlebih dahulu memperbaiki sistem

yang ada. Aturan dan hukum yang ada harus ditegakkan secara benar dan adil,

tidak lagi ada keberpihakan, serta diharapkan melakukan transparansi hukum.

Ketika pemerintah sebagai institusi formil kehilangan kepercayaan dari

rakyatnya maka tidak salah kemudian jika rakyat selalu bertindak sendiri dalam

melakukan kebijakan.
84

DAFTAR PUSTAKA

Agus Tri Putra, Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Aksi Unjuk
Rasa Mahasiswa Yang Anarkis Di Kota Makassar (Studi Kasus Tahun
2012-2015). Tahun 2017

Adinda Rahma Aprilia. “Tindakan represif dari Polri dalam menghadapi unjuk
rasa masyarakar”. Kebumen, tahun 2020.

Ayu Siami Sulistiani. “Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi


Kependudukan dalam Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Publik di
Kecamatan Sambutan”. Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, 2016.

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, cetaka 1. (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada , 2006), hlm. 114.

H.ishaq,Dasar-Dasar ilmu Hukum,Jakarta:Penerbit Sinar Grafika:2018.

Hardani,dkk, Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka


Ilmu, cet. 1, 2020), hlm. 163.

Herawati, Peranan Kepolisian Dalam Menangani Unjuk Rasa Di Kota Makassar;


Perspektif HAM dan Hukum Islam, Skripsi diterbitkan, Prodi Syariah UIN
Alauddin Makassar, Makassar, 2012.

Huriodo, Penegakan Hukum dalam rangka penanggulangan kekerasan, FISIP UI,


Jakarta, 2000.

J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan T.J. Prasetyo. 2000. Kamus Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.

Saut P. Panjaitan, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Asas, Pengertian, dan Sistematika),


(Palembang: Universitas Sriwijaya, 1998).

Salim Ilham Jiwandono. “Dinamika Sosial Sikap Narcisstic aksi demonstrasi


mahasiswa dalam prospek demokrasi Indonesia”. Jurnal Pendidikan, Vol.
8, 2020.

Salim dan Haidir, Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan da Jenis,


(Jakarta: Kencana, 2019), hlm. 29.

Tur Santoso, “Karakteristik Aksi Demostrasi Yang di Lakukan Oleh Aktivis


Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri
Semarang”, Skripsi di terbitkan, Prodi Ilmu Sosial UNES Semarang,
Semarang, 2009, hlm. 28.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian


Republik Indonesia Pasal 1
85

Wisnu Fragusty, Proses Penanganan Aksi Unjuk Rasa Anarkis Yang Berdampak
Pada Kerusakan Fasilitas Umum (Studi Di Polrestabes Medan). Tahun 2019

Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2014,


hlm. 50.

Widarma, Mhd Ansori Lubis, Novi Juli Rosani Zulkarnain, “Aspek Yuridis Dalam
Pencegahan Demonstrasi yang Dilakukan Secara Anarki Di Wilayah
Hukum POLRESTABES Medan” Jurnal RETENTUM, Vol. 3 Nomor 2,

Ir. M. Budihardjo, “Panduan Praktis Menyusun SOP Standard Operating


Procedure,” Raih Asa Sukses (Jakarta: penebar swadaya grup, 2006),

Kariaman Sinaga,“PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


DALAM MEWUJUDKAN PEKERJAAN YANG EFEKTIF DAN
EFISIEN PADA BIDANG KEPEMUDAAN DI DINAS PEMUDA DAN
OLAHRAGA PROVINSI SUMATERA UTARA”, Vol. 11, No.2, 2017,

Sulistiani Siami Ayu. “Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi


Kependudukan dalam Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Publik di
Kecamatan Sambutan”. Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, 2016,

Undang-Undang No.9 Tahun 1998, Tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat di


Muka Umum

H. Abu Yasid, Fiqih Realitas; Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam
Kontemporer( Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)

Risman Iye, Karim dan Aswan, “Tuturan Mahasiswa Dalam Berdemonstrasi,”


(Pasuruan: Qiara Media, 2020)

Habib Cahyono, “Peran Mahasiswa di Masyaraka.” Jurnsl Pengabdian


Masyarakat Setiabudi, Vol. 1, Nomor. 1,

Sadjijono, 2008. “Mengenal Hukum Kepolisian,”Surabaya: Laksbang Mediatama.

Riadi Asra Rahmad, Hukum Acara Pidana, (Depok: Rajawali Pers, April 2019),

Bisri Ilham, Sisten Hukum Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, 1998,

Bibit Samad Irianto, Pemikiran Menuju Polri yang Profesional, Mandiri,


Berwibawa dan Dicintai Rakyat, (Jakarta: Restu Agung, 2006),

Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri),


(Surabaya: Laksbang Mediatama, 2007)

Hasmita Janah “Tinjauan Psikologis Tentang Anarkisme dan Bughat,” Vol. 2,


Nomor. 1, Tahun. 2019,
86

Barbara Krahe, Perilaku Agresif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005),

Leurensius Arliman, “Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,”


(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2015) hlm. 65
87

LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkip Wawancara


Informan 1 : Kompol Arfian Riski Dwi Wibowo, SIK
Tempat : POLRESTA Surakata
Tanggal dan waktu : 17 april Pukul 11.00

Penelitit: Bagaimana strategi Polresta Surakarta dalam menjalankan


PERKAPOLRI mengenai SOP dalam penertiban aksi demonstrasi
di wilayah Surakarta.?

Informan: berdasarkan dengan perkap yang di keluarkan terdapat beberapa


tahapan yang di jalankan sesuai SOP yang ada yaitu dari awal
pemberitahuan oleh masyarakat atau mahasiswa kepada pihak
kepolisian bahwa akan di gelarnya aksi demonstrasi di titik yang
telah di tentukan, adapun yang perlu di persiapkan oleh pihak
pengamanan yaitu terhadap pengaman lokasi aksi, pengamanan
aksi pada saat berlangsung dan juga pengamanan terhadap
masyarakat yang sekedar melintas di lokasi pelaksanaan aksi
demonstrasi serta menyiapkan personil sesuai bidang masing-
masing

Peneliti: Bagaimana mekanisme/prosedur yang biasa dilakukan oleh


Polresta Surakarta dalam penertiban aksi demonstrasi.? (secara
terperinci)

Informan: mengenai mekanisme yang di jalankan sudah pastinya sesuai


dengan perkap No 16 tahun 2006 kita mempersipkan personil
sesuai bidang masing-masing yaitu mempersipan personil
DALMAS awal, DALMAS inti pada saat situasi hijau hingga
situasi kuning, kemudian apabila terjadi situasi merah di lapangan
maka kita akan mendapatkan beck up dari pihak BRMOB untuk
penanganan aksi tersebut. Aksi hijau di di tandai dengan kegiatan
yang masih kondusif, situasi kuning sudah menganggu ketertiban
umum, dan situasi merah mengisaratkan bahwa keadaan di lokasi
sudah rusuh atau tidak kondusif

Peneliti: Apakah menurut Bapak/Ibu upaya yang dilakukan oleh Polresta


Surakarta sampai saat ini sudah sesuai dengan PERKAPOLRI
tersebut.?
88

Informan: kalau sampe saat ini saya rasa sudah sesuai karna terkait sejak awal
masyarakat ingin melaksanakan aksi demonstrasi, kita sudah
melayani mengenai pemberitahuan aksi kita sudah layani dari
rekan SAT INTEL kemudian pada saat pelaksanaan juga kita sudah
layani dengan penempatan personil di lokasi sesuai SOP yang ada

Peneliti: Apa saja hambatan yang dialami oleh Polresta Surakarta di


lapangan dalam melaksanakan penertiban aksi demonstrasi.?

Informan: hingga saat ini menurut pandangan saya, hambatan pada masa
pengunjuk rasa karna dari kami pihak kepolisian kita sudah sangat
berupaya memberikan pelayanan terbaik namun ada kalanya
terdapat beberapa mahasiswa yang mudah terprovokasi atau ingin
memprovokasi kepolisiannya, adapun itu kita selaku pengamanan
berusaha menahan diri

Peneliti: Apakah ada konsekuensi secara hukum jika pihak kepolisian tidak
menerapkan SOP dari PERKAPOLRI tersebut.?

Informan: sudah jelas ada, di situ kita dapat di laporkan dalam aduan
melanggar internal Polri kepada yang bertugas mengawasi kita
yang di namakan PROPAM

Peneliti: (Meskipun sebagai aparat penegak hukum, polisi juga manusia


yang mempunyai rasa emosional dan tak luput dari kesalahan).
Pernah atau tidak salah satu dari pihak Kepolisian Polresta
Surakarta dalam menangani aksi demonstrasi melakukan tindakan
prosedur yang sudah ditetapkan, sehinggan mengakibatkan luka
atau cedera yang berlebihan.?

Informan: sepengetahuan saya, dan saya yang baru bertugas selama dua bulan
di satuan ini dan baru menangani satu kali aksi demonstrasi
alhamdulillah belum menemukan adanya kejadian seperti itu,
adapun itu sudah mengangu ketertiban umum

Peneliti: Apa upaya penal yang dilakukan oleh Polresta Surakarta dalam
menindak lanjut demonstran yang melanggar hukum pada saat aksi
demonstrasi.?
Informan: adapun yang kita lakukan awal itu dengan tindakan persuasif,
kemudian tegas dan kita lakukan himbauan- himbauan kepada
yang melanggar dan yang paling terakhir kita lakukan tindakan
tegas di lapangan dengan menggunakan kekuatan dalmas kita
89

Informan/mahasiswa 2 : R (nama di samarkan)

Tempat : Rumah informan

Tanggal dan Waktu : 25 Juni 2023 Pukul 14.04

Peneliti: Apakah anda termaksud salah satu mahasiswa yang mengikuti aksi

unjuk rasa di depan gedung DPRD Surakarta?

Informan: iya saya termaksut salah satu mahasiswa aktif (pada saat itu) yang

mengikuti aksi demonstrasi di depan gedung DPRD dalam rangka

menyuarakan aspirasi terkait Omnibus Law

Peneliti: Apakah pada saat itu anda mengikuti aksi demonstrasi sesuai

prosedur dan ketentuan yang berlaku?

Informan: menurut saya dengan ketentuan undang-undang dan peraturan yang

berlaku saya mengikuti aksi demonstrasi sudah seperti semestinya

Peneliti: bagaimana awal mula anda bisa terpanggil hingga ikut serta dalam

aksi demonstrasi tersebut?

Informan: selaku mahasiswa yang masih menduduki bangku perkuliahan

sudah jelas saya mersa bahwasanya saya memiliki andil dalam ikut

serta menyuarakan apa yang harus di sampaikan kepada

pemerintah mengenai keluh kesah masyarakat, disisi lain kita

harus memahami dampak yang akan terjadi kepada masyarakat

apabila kebijakan tersebut di keluarkan

Peneliti: apa saja yang anda lihat dan anda rasakan pada saat aksi

demonstrasi berlangsung?
90

Informan: saya melihat kegiatan aksi tersebut pada awalnya berjalan dengan

lancar dan tertib, akan tetapi pada saat kurang lebih 15:00

terjadilah keributan yang melibatkan pihak demonstran dan pihak

keamanan

Peneliti: apakah anda melihat secara langsung kegaduhan yang sempat

terjadi pada saat masa demonstrasi sedang menyampaikan

aspirasinya?

Informan: saya melihat secara langsung di lokasi di karenakan posisi saya

pada saat itu berada tepat di depan gedung DPRD Surakarta

Peneliti: bagaimana tanggapan anda mengenai strategi penanganan aksi

demonstrasi oleh pihak Kepolisian di lapangan?

Informan: saya melihat masih perlunya ada koreksi terhadap regulasi

penanganan aksi demonstrasi di indonesia agar kedepannya tidak

adanya korban yang berjatuhan pada saat pelaksanaan

penyampaian aspirasi di muka umum

Peneliti: apa pendapat anda mengenai sistem Demokrasi di indonesia?

Informan: mengenai sistem demokrasi di indonesia sudah termaksut cukup

baik di mana masyarakat di berikan hak dan kebebasan dalam

menyampaikan pendapat di muka umum

Peneliti: bagaimana pendapat anda apabila melihat Demonstran yang

mendapat tindakan represif oleh pihak pengamanan/kepolisian?

Informan: sudah pastinya tindakan represif atau tindak kekerasan yang terjadi

merupakan suatu pelanggaran yang perlu di hilangkan dari sistem


91

demokrasi di indonesia, selain menyalahi peraturan undang-undang

juga menimbulkan trauma yang berat bagi masyarakat indonesia


92

Lampiran 2 Dokumentasi
93
94

Lampiran 3 Riwayat Hidup


RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Zulkifli Anas Idris


2. NIM : 182131088
3. Tempat Tanggal Lahir : Bahomakmur 13 Januari 2000
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Alamat : Desa Bahomakmur, RT. 01/ RW. 02
Kec.Bahodopi, Kab. Morowali, Sulawesi
Tengah
6. Nama Ayah : Anas Idris
7. Nama Ibu : Wahida Ali DG
8. Riwayat Pendidikan
a. SD Negeri 1 Bahomakmur
b. SMP Negeri 1 Bahodopi
c. SMA Negeri 1 Bahodopi
d. Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta angkatan
2018
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Surakarta 5 Januari 2024

Zulkifli Anas Idris

Anda mungkin juga menyukai