Keraf 8 Hukum Dan Teori Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

Bab VIII

Hukum dan Teori Ilmiah

Dalam bab sebelumnya, kita sudah membahas cara kerja atau metode ilmiah
dengan memusatkan perhatian kita pada metode yang dipakai ilmu-ilmu empiris,
yaitu metode induksi. Pertanyaan penting yang perlu dijawab adalah:
Apa tujuan dari kegiatan ilmiah dengan menggunakan metode induktif
tersebut?
1. Hukum: Hubungan Sebab Akibat
Jawaban atas pertanyaan ini pada dasarnya mengacu pada tujuan dari ilmu
pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan sesungguhnya bertujuan untuk
mengkaji hubungan khusus antara peristiwa tertentu dengan peristiwa lainnya.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan, dan itu juga berarti kegiatan ilmiah dengan
menggunakan metode ilmiah yang telah dibahas sebelumnya, bertujuan untuk
menjelaskan berbagai peristiwa atau fenomena alam. Pertama, yang mau
dijelaskan adalah apakah ada kaitan antara peristiwa atau fenomena yang satu
dengan peristiwa atau fenomena yang lain. Mungkin saja peristiwa-peristiwa itu
tampak seakan berdiri sendiri tanpa ada kaitannya. 118 Tetapi, ilmu pengetahuan
justru mau menyingkapkan kaitan tersebut secara masuk akal dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Kedua, yang juga mau dijelaskan adalah: apa hubungan atau kaitan tersebut.
Misalnya, jatuhnya sebuah buku ke lantai, dan bunyi hentakan yang mengagetkan.
Besi berkarat dan udara lembab. Air mendidih dan lilin yang mencair, dan
sebagainya.
Setelah peristiwa-peristiwa ini diteliti, ternyata ditemukan bahwa ada
hubungan khusus yang erat sekali dan untuk peristiwa tertentu hubungan tersebut
pasti terjadi dengan sendirinya antara kedua peristiwa tersebut. Artinya, kalau satu
peristiwa terjadi, peristiwa yang lain pasti terjadi atau menyusul. Atau, kalau
peristiwa yang satu terjadi, peristiwa yang lain pasti telah terjadi mendahuluinya.
Hubungan di antara kedua peristiwa ini kemudian ditemukan sebagai hubungan
sebab akibat, yaitu bahwa ternyata peristiwa yang satu menjadi sebab dari
peristiwa yang lain, atau bahwa yang satu menjadi akibat dan yang lain menjadi
sebabnya.
Dengan kata lain, ilmu pengetahuan sesungguhnya mengkaji atau meneliti
hubungan sebab akibat antara berbagai peristiwa dalam alam dan dalam hidup
manusia. Hubungan ini dianggap sebagai suatu hubungan yang bersifat pasti
karena kalau satu peristiwa terjadi yang lain dengan sendirinya akan menyusul
atau pasti telah terjadi sebelumnya. Inilah hubungan yang dalam ilmu
pengetahuan disebut sebagai hukum.
Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa ilmu pengetahuan mengkaji
hubungan di antara berbagai peristiwa, atau bahwa ilmu pengetahuan mengkaji
hubungan sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, itu
tidak lain berarti ilmu pengetahuan mengkaji hukum ilmiah. Singkatnya, hukum
ilmiah atau hubungan sebab-akibat itulah yang menjadi objek material utama dari
ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa sesungguhnya tujuan utama dari ilmu
pengetahuan adalah untuk menemukan hukum ilmiah yang bisa menjelaskan suatu
peristiwa yang menjadi sebuah masalah. Dengan kata lain, hukum ilmiah
merupakan hasil akhir yang bersifat sementara dari suatu proses kegiatan ilmiah.
Tetapi, dengan ini, hukum ilmiah mempunyai kedudukan yang unik. Di satu pihak
hukum ilmiah—atau hubungan sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan
peristiwa yang lain—merupakan bahan atau objek material yang hendak dikaji
oleh ilmu. Jadi, hukum atau hubungan sebab akibat itulah yang menjadi sorotan
dan kajian dalam ilmu. Tetapi, di pihak lain, hukum juga merupakan tujuan atau
hasil akhir dari ilmu. Dengan kedua posisi ini, bisa dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan sesungguhnya mau menyingkapkan, membuat jelas atau eksplisit
hukum yang 119 memang sudah terjadi sebagaimana adanya. Hukum atau
hubungan sebab akibat itu sudah ada dan terjadi sebagaimana adanya dalam alam
ini. Ilmu pengetahuan hanya menyingkapkan hukum yang sudah terjadi dalam
kenyataan tadi.
Yang menarik adalah, dengan ditemukan atau disingkapkannya hukum yang
ada dalam alam ini, hukum tersebut kemudian dapat dipakai sebagai agenda
perubahan atau rekayasa tertentu. Hukum lalu berguna sebagai problem solving.
Ada masalah dalam hidup manusia atau dalam alam ini. Masalah tersebut
ditemukan sebabnya. Dengan ditemukan sebab tadi, lalu bisa dicari pemecahan
atau jalan keluar, justru dengan memanfaatkan hubungan sebab akibat atau hukum
tadi. Demikian pula, untuk melahirkan keadaan tertentu yang diinginkan, cukup
diciptakan kondisi tertentu yang menjadi sebab agar keadaan yang diinginkan tadi
bisa muncul dengan sendirinya. Misalnya untuk menaikkan harga sebuah produk,
dengan memanfaatkan hukum penawaran dan permintaan, maka penawaran
produk tersebut dihentikan atau dikurangi. Mau tidak mau harga produk tersebut
akan melonjak dengan sendirinya.
Apa sesungguhnya hubungan sebab akibat atau hukum ilmiah itu? Hubungan
sebab akibat sering dipahami sebagai hubungan susul-menyusul di antara dua
peristiwa atau lebih yang terjadi dalam alam ini. Tetapi, tidak semua peristiwa
yang terjadi secara susul-menyusul dianggap sebagai mempunyai hubungan sebab
akibat. Dua peristiwa atau lebih hanya bisa dianggap mempunyai hubungan sebab
akibat, yang menjadi sebuah hukum ilmiah, kalau keduanya terjadi secara susul-
menyusul dan punya kaitan langsung tanpa kecuali. Jadi, hubungan dan susul-
menyusulnya dua peristiwa itu bersifat niscaya. Dengan demikian, peristiwa A
dan B mempunyai hubungan sebab akibat kalau peristiwa B terjadi, hanya karena
telah didahului oleh peristiwa A. Demikian pula, jika A terjadi maka peristiwa B
pasti akan terjadi dengan sendirinya tanpa terkecuali. Ini menunjukkan bahwa A
adalah sebab dari B.
Dari keterangan di atas, kita ambil contoh besi memuai (peristiwa B) dan besi
dipanaskan (peristiwa A). Hubungan antara peristiwa A dan B adalah hubungan
sebab akibat dan dengan demikian adalah sebuah hukum ilmiah. Karena,
keduanya terjadi secara susul-menyusul tanpa terkecuali. Artinya, setiap kali
peristiwa A terjadi, peristiwa B pasti akan terjadi dengan sendirinya. Susul-
menyusul kedua peristiwa ini terjadi secara pasti.
Hanya saja, tidak semua peristiwa yang terjadi secara susul-menyusul
tanpa terkecuali mempunyai hubungan sebab akibat. Tidak semua peristiwa yang
terjadi secara susul-menyusul adalah peristiwa sebab-akibat atau 120
mengungkapkan suatu hukum ilmiah, contohnya kelahiran dan kematian.
Keduanya terjadi susul-menyusul, tetapi kematian bukan disebabkan oleh
kelahiran. Si A menegur si B agar jangan masuk ke halaman rumahnya. Sore
harinya si A ditemukan tewas di sebuah rumah kosong tak jauh dari rumah A dan
rumah B. Kedua peristiwa ini susul-menyusul. Tetapi, tidak berarti bahwa teguran
si A terhadap B, telah menjadi sebab dari kematian si A (seakan si B-lah yang
menjadi pembunuh si A karena tersinggung oleh teguran si A). Demikian pula,
siang dan malam terjadi susul-menyusul. Tetapi, tidak berarti bahwa siang adalah
sebab dari malam.
Peristiwa-peristiwa di atas bukan merupakan peristiwa sebab dan akibat
karena tidak punya kaitan langsung di antaranya. Dengan demikian, tidak semua
peristiwa yang susul-menyusul merupakan peristiwa yang mempunyai hubungan
sebab akibat. Untuk itu, perlu ada pengujian untuk melihat apakah peristiwa-
peristiwa itu mempunyai kaitan langsung.
2. Sifat-sifat Hukum Ilmiah
Dibandingkan dengan hipotesis, hukum ilmiah mempunyai sifat-sifat lebih
pasti, lebih berlaku umum atau universal, dan punya daya terang yang lebih kuat.1
a. Lebih pasti
Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa hukum ilmiah sesungguhnya adalah
perkembangan lebih lanjut dari hipotesis. Hukum ilmiah, yang mengungkapkan
hubungan sebab akibat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain,
sesungguhnya tidak lain adalah lanjutan dari hipotesis yang telah mendapat status
yang lebih pasti sifatnya, yaitu karena telah terbukti benar dengan didukung oleh
fakta dan data yang tidak terbantahkan.
Maka dapat dikatakan bahwa semakin pasti sebuah hipotesis, hipotesis itu
akan berubah menjadi sebuah hukum ilmiah. Ini terutama terjadi kalau apa yang
dinyatakan dalam hipotesis ternyata terbukti benar, dan bahwa ada hubungan
langsung tanpa kecuali antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
Dengan kata lain, kalau dalam bentuk hipotesis, masih merupakan sebuah dugaan
bahwa ada hubungan sebab akibat antara A dan 121 B, dalam bentuknya sebagai
hukum, hubungan sebab akibat itu sudah terbukti benar. Maka, kalau A terjadi, B
juga pasti terjadi. Ternyata terbukti benar bahwa ada hubungan sebab akibat
antara keduanya. Sebaliknya, kalau terjadi A dan hanya kadang-kadang saja
terjadi B, maka tidak terbukti benar bahwa A dan B punya hubungan sebab dan
akibat. Itu berarti hubungan A dan B bukan merupakan sebuah hukum ilmiah.
Dengan demikian, status hukum ilmiah jauh lebih pasti karena telah terbukti
benar dengan didukung oleh fakta dan data yang tak terbantahkan. Hanya saja,
perlu selalu diingat bahwa setiap hukum ilmiah bagaimana pun juga tetap
mengandung unsur hipotesis. Dengan demikian, walaupun bersifat lebih pasti,
selalu saja kebenarannya bersifat sementara atau tidak definitif. Selalu saja ada
kemungkinan, kendati sangat kecil sekali, bahwa hukum tersebut kelak akan
dibantah atau gugur oleh penemuan ilmiah yang baru. Karena sifatnya yang pasti
tadi, hukum—setelah ditemukan—dapat dipakai untuk menjelaskan berbagai
fenomena alam. Oleh karena itu, sebagaimana telah dikatakan di atas, dapat
dipakai untuk merancang kebijaksanaan tertentu yang bermaksud untuk
1
Lihat juga C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat I1mu Pengetahuan. Telaah alas Cara Kerja Ilmu-ilmu
(Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 44-45.
memecahkan persoalan-persoalan tertentu. Demikian pula, hukum tersebut dapat
dipakai untuk tujuan jahat tertentu, yaitu bahwa hukum tersebut dapat dipakai
untuk melancarkan aksi jahat tertentu. Caranya, dengan mengkondisikan hal
tertentu sebagai sebab, dan dengan demikian akan terjadi akibat tertentu
sebagaimana diinginkan, seakan terjadi secara alamiah. Contoh yang merupakan
praktek yang sering digunakan adalah praktek oligopoli dengan cara
memanipulasi pasar. Caranya, sejumlah produsen dari barang sejenis tertentu
sepakat untuk menghentikan penawaran produk mereka ke dalam pasar selama
kurun waktu tertentu. Maka, sesuai dengan hukum pasar berupa penawaran dan
permintaan, akan segera terjadi kelangkaan dalam pasar. Dengan adanya
kelangkaan dalam pasar, segera saja sesuai dengan hukum pasar, akan terjadi
lonjakan harga produk tadi. Jadi, rekayasa kenaikan harga ini dilakukan dengan
memanipulasi hukum penawaran dan permintaan dan naik-turunnya harga di
pihak lain.
b. Berlaku umum atau universal
Sifat umum atau universal dari hukum ilmiah ini berkaitan dengan sifat hukum
yang lebih pasti di atas. Karena hukum lebih pasti sifatnya, dengan sendirinya
akan lebih umum atau universal pula keberlakuannya.
Hukum bersifat umum karena, pertama, hukum mengungkapkan hubungan
yang bersifat universal antara dua peristiwa. Hubungan ini - sejauh merupakan
sebuah hukum ilmiah - tidak hanya terjadi pada kasus partikular 122 tertentu,
yaitu antara dua peristiwa khusus dalam kurun waktu dan tempat tertentu saja.
Melainkan, berlaku untuk semua peristiwa sejenis lainnya kapan saja dan di mana
saja. Maka, di mana saja dan kapan saja hubungan sebab akibat diungkapkan,
hukum ilmiah tadi akan dengan sendirinya terjadi. Hukum ilmiah tidak hanya
terikat oleh waktu dan tempat tertentu saja.
Kedua, dengan demikian, sejauh merupakan hukum ilmiah, siapa pun akan
sepakat dan menyetujui bahwa memang benar ada hubungan sebab akibat antara
peristiwa sejenis yang satu dengan peristiwa sejenis lainnya. Hubungan tersebut
akan diakui sebab diakui benar oleh siapa saja.
c. Punya daya terang yang lebih luas
Kedua sifat atau syarat di atas, belum cukup untuk menentukan dengan jelas
di mana letak batas antara hipotesis dan hukum. Hal yang paling membedakan
hukum dari hipotesis adalah bahwa hukum mempunyai daya terang yang jauh
lebih jelas. Dengan hukum ilmiah, ilmuwan ingin mendapatkan penjelasan ilmiah
(scientific explanation) yang memperlihatkan secara gamblang hubungan antara
satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, antara satu unsur dengan unsur lainnya.
Dengan hukum yang memberi penjelasan mengenai hubungan antara peristiwa
yang dikaji, peristiwa-peristiwa tersebut menjadi bisa dimengerti dan masuk akal.
Dengan hukum ilmiah tersebut, peristiwa-peristiwa dalam alam ini, yang
sebelumnya terlihat seakan berdiri sendiri-sendiri, menjadi jelas bahwa ternyata
punya hubungan satu dengan yang lainnya. Dengan hukum tersebut, menjadi jelas
bahwa alam semesta dan segala peristiwa yang ada di dalam alam ini, bukannya
merupakan peristiwa yang acak, yang kacau balau, melainkan adalah peristiwa
yang sangat teratur karena di balik peristiwa-peristiwa yang kelihatan berdiri
sendiri dan acak ini, ada hukum yang menyatukan dan mengaitkannya satu sama
lain. Dengan kata lain, hukum memperlihatkan
dan menjelaskan keteraturan dalam alam semesta ini. Berkat hukum yang
menunjukkan keteraturan tadi, manusia dapat meramalkan berbagai peristiwa
tertentu yang belum terjadi dan dengan demikian dapat merencanakan hidupnya
secara lebih pasti dan teratur.
Dengan demikian, hukum sebab akibat yang bersifat pasti dan deterministik
ini bukannya meniadakan kebebasan manusia. Bukannya mengesampingkan
kebebasan manusia. Melainkan justru sebaliknya memungkinkan kebebasan
manusia dapat terwujud secara maksimal. Dengan adanya hukum ilmiah itu,
manusia secara bebas dapat merencanakan hidupnya secara lebih pasti dalam
semangat kebebasannya, justru karena adanya keteraturan atau adanya hukum
ilmiah tadi. 123
Dengan kata lain, penjelasan yang diberikan hukum ilmiah jauh lebih
memuaskan karena dengan penjelasan itu manusia tahu bahwa ada hubungan
terkait yang erat sekali antara peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain.
Bahkan, hubungan yang erat ini sedemikian tidak terduganya sehingga
menyebabkan manusia terkejut dan sekaligus kagum dengan itu.
Misalnya saja, mengapa cat tembok jauh lebih kotor dalam ruangan dengan
lampu gas dibandingkan dengan ruangan dengan lampu listrik. Persoalan ini dapat
dijelaskan dengan hukum ilmiah bahwa menghitamnya tembok itu terjadi karena
cat tembok itu tercampur dengan gas belerang yang dikeluarkan oleh lampu gas.
Ini merupakan sebuah hukum yang selalu akan terjadi dengan pasti secara
universal.
Dalam hal ini, hukum mampu menjelaskan pengalaman hidup manusia sehari-
hari secara masuk akal karena hukum menata pengalaman dan peristiwa sehari-
hari itu dengan mengaitkan peristiwa khusus itu dengan asas umum bahwa
karbonat (yang terkandung dalam gas) selalu bereaksi terhadap belerang.
Penjelasan ini akan semakin memuaskan kalau hukumnya semakin berlaku
umum. Dengan demikian akan semakin banyak contoh kasus yang terkait dengan
itu dan mampu dijelaskan dengan hukum ilmiah tersebut.

3. Hukum, Kebetulan, dan Kontinuitas Alam


Apa yang coba dicapai oleh ilmuwan dengan hukum ilmiah, secara
substansial bertolak dari kepercayaan filosofis bahwa alam sebagai objek ilmu
pengetahuan itu selalu berkembang kepada regularitas dan hukum. Pertanyaan
yang harus dijawab sekarang adalah bagaimana ilmuwan dan filsuf melihat
hukum dan regularitas itu dan bagaimana regularitas atau hukum berkembang dari
chance atau kebetulan?
Ilmuwan alam tunduk pada hukum (regularitas dan uniformitas), dan karena
itu alam dapat dimengerti karena hanya hukum yang terbuka bagi pikiran
manusia. Ketika seorang peneliti menghadapi suatu sampel tertentu, ia selalu
menghadapi itu sebagai sampel dari suatu kelas tertentu yang memiliki regularitas
tertentu. Ilmuwan hanya mampu menjelaskan fenomena eksperimental yang
mengungkapkan uniformitas suatu kelas. la tidak berbicara tentang chaos.
Hukum berkembang dari kebetulan, dalam pengertian bahwa variasi
kebetulan secara bertahap tunduk pada hukum dan pada gilirannya akan menjadi
mantap dalam pola-pola yang regular dan karena itu dapat dipahami. Hal ini
terjadi secara kontinu. Kontinuitas membuat peristiwa dan benda semakin lama
semakin mencapai status hukum. Maka penjelasan tentang 124 hukum juga dapat
diperlihatkan dengan menunjukkan bagaimana ia berkembang dari irregularitas
atau kebetulan. Alam semesta berkembang dari kebetulan-kebetulan dan akan
terus berkembang sehingga terbentuklah regularitas dan hukum. Dari kebetulan-
kebetulan di masa lampau, dunia berkembang dan bertumbuh ke arah hukum,
ketetapan, dan regularitas.
Pertanyaan filsafat yang rumit lalu muncul, bagaimana hukum-hukum alam
terjadi? Bagaimana kita bisa menjelaskan perkembangan hukum-hukum itu dari
kebetulan? Jawaban atas pertanyaan filosofis ini tidak dapat dicari penjelasannya
secara univok pada kenyataan perkembangan atau pemunculan regularitas itu dari
chaos. Kita hanya bisa menjelaskannya secara figuratif dengan memperhatikan
langkah-langkah dari metode ilmiah. Pada tahap penemuan dan perumusan
hipotesis, kita mulai dengan mereka-reka tendensi benda-benda untuk
membiasakan diri menurut pola-pola yang sesuai dengan suatu regularitas.
Dengan perkataan lain, pada tahap ini kita berusaha untuk memahami kebiasaan
benda-benda atau peristiwa untuk mengulang pola-pola yang sama sehingga
menjadi suatu hukum yang tetap. Habit gradually strengthens itself into a law.
Maka pada tahap penemuan dan perumusan hipotesis, kita sebenarnya tidak
dapat berbicara tentang hukum yang tetap, melainkan tentang tendensi benda-
benda atau kebetulan-kebetulan. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, karena alam
selalu berkembang. Perkembangan bertahap dari kosmos kepada regularitas
merupakan suatu pertumbuhan kepada reasonableness in nature. Tetapi, ini berarti
hukum alam tidak pernah bersifat mutlak. Ilmu-ilmu alam hanya bisa menjelaskan
bahwa dalam alam ada suatu elemen regularitas, bukan regularitas universal.
Alam sendiri, dengan perkataan lain, sebagian ditentukan oleh kenyataan tidak
berhukum.
Kedua, alam sendiri mengalami diversitas. Sementara diversitas dan
spesialisasi dalam alam berhubungan dengan kebetulan. Variasi selalu
menunjukkan kenyataan bahwa benda-benda tidak sama atau serupa. Ini juga
berarti alam mengandung kebetulan atau irregularitas.
Dengan dua argumentasi ini, kita boleh mengatakan bahwa kebetulan
merupakan kenyataan yang absolut. Tetapi, kita tidak dapat menjelaskan
kebetulan absolut lepas dari gagasan regularitas dan evolusi. Kita hanya bisa
memahami kebetulan dalam konteks evolusi. Baik hukum maupun kebetulan
tunduk pada perkembangan, evolusi. Gagasan evolusi membuat kita memahami
pertumbuhan inteligibilitas melalui hukum dan diversitas melalui kebetulan. Ini
juga berarti hukum dan variasi merupakan dua ciri utama dari universum kita. Jika
sebelumnya kita mengatakan bahwa segala sesuatu berkembang menuju
regularitas, maka perkembangan itu berarti juga 125 memunculkan varietas baru.
Dengan demikian, di satu sisi evolusi merupakan suatu proses diversifikasi tetapi
di pihak lain merupakan proses pertumbuhan kepada hukum dan regularitas.
Maka pertumbuhan kepada uniformitas tidak berarti terarah kepada
homogenitas. Bahkan homogenitas juga bukan merupakan awal dari semua benda.
Apa yang disebut filsuf-filsuf dari Yunani dengan arkhe, prinsip dasar dari segala
sesuatu, tidaklah homogen. Varietas sudah tampak dari permulaan, baik secara
potensial maupun secara tidak terbatas. Jadi dalam evolusi kosmos, terdapat dua
tendensi sekaligus. Tendensi pertama adalah tendensi terbentuknya kebiasaan atau
pola yang mendorong terjadinya hukum dan regularitas. Tetapi, tendensi kedua, di
bawahnya terdapat suatu nisus, suatu dorongan atau usaha yang memunculkan
sesuatu yang baru, suatu varietas baru. Maka suatu tendensi kepada regularitas
muncul karena dorongan atau nisus yang memunculkan varietas baru itu.
Universum kita memiliki tendensi yang sama kuat bagi meningkatnya
uniformitas dan meningkatnya varietas. Kita juga tidak bisa secara penuh
mengontrol alam berdasarkan pengetahuan kita tentang hukum-hukum alam.
Hukum-hukum yang dirumuskan oleh ahli-ahli fisika harus dipahami sebagai
hukum dalam proses. Hukum-hukum yang berhasil dirumuskan itu belum bisa
dikatakan sebagai bukti bahwa pengetahuan kita tentang alam sudah lengkap
sempurna. Uniformitas yang dibayangkan ahli-ahli fisika itu belumlah lengkap.
Kebetulan selalu menjadi ciri tetap universum kita. Gagasan kebetulan selain
menegaskan bahwa kita tidak mungkin memiliki kemampuan untuk mengontrol
alam secara absolut berdasarkan hukum juga menegaskan bahwa kosmos kita ini
senantiasa memunculkan varietas-varietas baru. Maka selain hukum, kebetulan
merupakan elemen penting dari universum kita.
Selain kebetulan, pemunculan regularitas atau hukum alam dapat pula
dipahami dalam konteks kontinuitas. Kontinuitas merupakan kenyataan dasar dari
setiap benda. Ilmu fisika menjelaskan bahwa pada permulaan benda-benda secara
kontinu membentuk diri dengan segala kemungkinan. Baru dengan unsur
kebetulan, potensialitas itu menampakkan diri dalam bentuk-bentuk yang lebih
spesifik. Maka kontinuitas sudah ada sejak permulaan, atau ketika benda-benda
belum terbentuk tetapi masih sebagai permulaan yang mengandung segala
kemungkinan (arkhe).
Benda-benda pun semakin lama semakin membentuk diri dengan kebiasaan
tertentu. Maka ada kontinuitas dari situasi baru, spontanitas, dan orisinalitas arkhe
kepada kebiasaan. Tahap ini disebut dengan apa yang disebut oleh Peirce dengan
the formation of habits pada benda-benda. Maka 126 kontinuitas merupakan unsur
yang penting dalam perkembangan alam atau benda-benda tertentu, yakni
kontinuitas dari chaos kepada formation of habits, dari kebetulan kepada hukum.
Selain fisika, ilmu biologi juga menyadari dimensi kontinuitas ketika
berbicara tentang evolusi spesies organik. Ada suatu kontinuitas tipe suatu spesies
dari satu generasi ke generasi lain. Teori itu sendiri berbicara tentang
perkembangan spesies atau kelas bukan individu. Frase terkenal dari Darwin the
survival of the fittest bukanlah the survival of the fittest individuals tetapi the
survival of the fittest types. Maka, yang dimaksud dengan evolusi biologis selalu
berarti evolusi spesies. Ada kontinuitas antara spesies yang satu dengan spesies
yang lain. (Catatan: seluruh keberatan teologis tentang teori evolusi justru karena
teologi menggunakan paradigm a individual, personal. Padahal paradigma ilmu
pengetahuan adalah paradigma kelas, spesies.)
Pembicaraan tentang kontinuitas memiliki nilai tertentu bagi ilmuwan justru
ketika perhatiannya dialamatkan pada masalah hukum dan generalitas.
Kontinuitas selalu terjadi. lni membawa implikasi yang serius bagi pengetahuan
ilmiah kita. Apa yang sudah dicapai ilmuwan di masa lampau akan dilampaui oleh
perkembangan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh ilmuwan di masa depan, jika
memang mereka memiliki eros atau keinginan untuk terus mempelajari
kebenaran. Alam akan lebih dimengerti; dan dengan alasan ini metode ilmiah
akan memperoleh hasil-hasil yang lebih di masa depan.
4. Evolusi dan Kontinuitas Pengetahuan
Suatu persoalan serius berkaitan dengan masalah evolusi alam adalah apakah
pengetahuan ilmiah kita juga mengalami evolusi. Banyak filsuf seperti Peirce
yang memandang adanya kecocokan antara akal budi manusia dan alam, tidak
meragukan sedikitpun tentang hal ini. Evolusi dan kontinuitas tidak hanya
merupakan kenyataan alam, melainkan juga kenyataan pengetahuan itu sendiri.
Ini disebabkan karena pemikiran manusia selalu mengalami perkembangan.
Perkembangan itu terjadi baik dalam pikiran seorang ilmuwan maupun dalam
pikiran komunitas ilmuwan. Setiap ilmuwan selalu bertumbuh dan berkembang
selama penelitiannya berkembang. Ia juga akan mewariskan pengetahuannya
kepada generasi-generasi berikut. Begitu juga hasil penelitian dari generasi
terdahulu didiskusikan dan diteruskan kepada generasi berikutnya. 127
Selain pemikiran, metode ilmu pengetahuan juga mengalami perkembangan
dari zaman ke zaman. Metode ilmu pengetahuan yang kita temukan dewasa ini
juga merupakan hasil dari usaha yang panjang dari ilmu pengetahuan. Pendahulu-
pendahulu kita dalam bidang ilmu pengetahuan membentuk sejarah yang panjang
dari metode ilmu pengetahuan yang selalu diperbaiki, dikritik, dan dipertahankan.
Maka berbeda dari pandangan awam, ilmuwan melihat ilmu pengetahuan
sebagai proses, suatu penelitian yang hidup tanpa henti. Proposisi-proposisi ilmiah
yang diterima pada suatu waktu tertentu tidak lebih dari suatu demi-cadence
dalam simfoni kebenaran. Temuan-temuan ilmiah yang dicapai ilmuwan hanya
merupakan satu prestasi. Di balik itu semua terdapat begitu banyak hal yang
belum diketahui yang mengundang perhatiannya.
Namun demikian, ilmuwan tidak akan berhenti. Dengan keyakinan yang
teguh akan keunggulan metodenya, ia terus berusaha meneliti alam. Penelitian
terus dijalankan dengan dua sikap, yaitu kepercayaan bahwa alam dapat dipahami
dan kerendahan hati bahwa prestasi ilmiahnya bukanlah apa-apa dibandingkan
dengan problematika alam yang belum dijawabnya secara tuntas. Maka, ilmuwan
yang benar adalah ilmuwan yang selalu berjanji kepada dirinya untuk tidak
“merintangi upaya penyelidikan”.
5. Aktivitas Pikiran dan Alam
Cukup jelas dari uraian di atas bahwa pikiran dan alam berhubungan satu
sama lain. Realitas alam terbuka untuk dimengerti dan secara mendasar kita dapat
katakan bahwa tidak ada yang tidak dapat diketahui akal budi manusia. Sementara
itu, pikiran manusia selalu berusaha mengerti realitas. Metode ilmu pengetahuan
dapat dilihat sebagai cara paling efektif untuk mengerti realitas itu.
Dasar dari kesuksesan ilmu pengetahuan itu adalah afinitas antara budi
manusia dan alam. Every single truth of science is due to the affinity of the human
soul and the soul of the universe. Keberhasilan ilmu pengetahuan dalam memilih
hipotesis juga merupakan akibat dari fakta bahwa pikiran manusia berjalan
bersamaan dengan alam. Atau dalam rumusan Kant, pengetahuan manusia terjadi
karena ada kategori-kategori tertentu dalam akal budi manusia yang
memungkinkannya untuk menangkap alam sebagai objek pengetahuan.
Keberhasilan ilmu pengetahuan berangkat dari kepercayaan dasar bahwa budi
manusia memiliki kemampuan natural untuk mengenal realitas alam. 128
Galileo menyebutnya dengan kepercayaan pada il lume naturale, a natural
light, or light of nature. Jadi ilmu pengetahuan berkembang berkat insting budi
atau intuisi budi yang langsung menyentuh kebesaran dan keindahan alam. Mind,
as one with nature, and also as a knowing faculty, must have an instinctive feel
for the ways of nature. Di atas kepercayaan ini, ilmu pengetahuan menugaskan
diri untuk memilih atau menentukan hipotesis untuk diuji. Namun tugas ilmu
pengetahuan mengandung kemungkinan untuk gagal. Oleh karena itu, seorang
ilmuwan yang baik adalah ia yang selalu menyadari bahaya terjadinya kekeliruan
dalam memilih hipotesis. Ia juga harus selalu mengecek hipotesisnya dengan
melakukan observasi yang sungguh-sungguh pada fakta, serta berani
mengungkapkan secara jujur kekeliruan-kekeliruannya.
6. Dari Hukum Menuju Teori
Dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu alam, ada kecenderungan
umum yang cukup kuat untuk mengembangkan dan menyempurnakan hipotesis
yang ada menjadi semakin pasti dan akhirnya dapat diterima sebagai hukum
ilmiah. Tetapi, proses ini tidak hanya berhenti di sini saja. Ilmuwan juga ingin
menemukan teori untuk bisa memahami hukum ilmiah atau hubungan sebab
akibat antara berbagai peristiwa dalam alam semesta ini.
Fungsi dari teori adalah untuk menjelaskan hukum ilmiah. Oleh karena itu,
antara hukum dan teori ada kaitan yang sangat erat. Namun demikian ada
perbedaan yang besar di antara keduanya. Hukum lebih bersifat empiris dan harus
diperiksa dan ditolak berdasarkan fakta empiris. Sebaliknya, teori lebih
merupakan pandangan umum yang sulit diperiksa langsung secara empiris. Teori
terutama dimaksudkan sebagai himpunan pengetahuan yang meliputi banyak
kenyataan dan hukum yang sudah diketahui dan diperiksa berdasarkan kenyataan
empiris. Jadi, teori mencakup pula hukum.
Untuk lebih melihat hubungan antara hukum dan teori ini, ada baiknya kita
lihat apa sesungguhnya fungsi teori. Pertama, teori merupakan upaya tentatif
untuk membangun hubungan yang cukup luas antara sejumlah hukum ilmiah.
Kedua, teori berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang mempunyai hubungan
satu sama lain itu sehingga hukum-hukum tersebut dapat dipahami sebagai masuk
akal,
Sebagai contoh misalnya, (1) Hukum Boyle: “Tekanan berbanding terbalik
dengan volume.” Jika volume dikurangi menjadi setengah, maka tekanan
meningkat dua kali lipat. (2) Hukum Gay-Lussac: “Dengan volume yang tetap,
tekanan meningkat sesuai dengan meningkatnya suhu.” Demikian 129 pula
berbagai hukum lainnya yang menyangkut sifat fisik gas seperti hukum yang
menyatakan hubungan di antara tekanan gas dan kemampuannya untuk
mengantarkan panas. Semua hukum ini dihubungkan dan dijelaskan secara masuk
akal oleh apa yang dikenal sebagai “Teori Dinamika Panas”.
Menurut Teori Dinamika Panas, sebuah gas terdiri dari sejumlah besar
partikel yang sangat kecil, yang disebut molekul, yang beterbangan ke segala
arah, bertabrakan satu sama lain dan bertabrakan dengan dinding bejana.
Kecepatan terbang dari molekul ini meningkat bersamaan dengan meningkatnya
suhu. Dampaknya pada dinding bejana cenderung memaksa dinding bejana itu
terdesak keluar dan menimbulkan tekanan pada dinding tersebut. Dengan gerak
molekul-molekul tersebut, panas dialirkan dari satu bagian gas ke bagian gas yang
lain dengan cara yang disebut konduksi. Dengan demikian, Teori Dinamika Panas
berhasil menjelaskan mengapa hukum Boyle dan Gay-Lussac terjadi. Dengan
demikian kedua hukum tersebut, dan hukum gas lainnya, bisa dipahami.
Apa artinya teori menjelaskan hukum? Pertama, maksudnya, jika kita
menerima teori tersebut sebagai benar, maka kita dapat membuktikan bahwa
hukum yang harus dijelaskannya juga benar dengan sendirinya. Dalam hal ini,
hukum dideduksikan dari teori yang bersangkutan. Kedua, teori menjelaskan
hukum dengan memberi pernyataan yang jauh lebih dikenal umum atau diterima.
Dalam contoh kita di atas, hal yang paling penting adalah bahwa teori menyatakan
bahwa ada hal seperti molekul, dan bahwa gas terdiri dari molekul yang
beterbangan. 130

Anda mungkin juga menyukai