Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa demokrasi


liberal

Disusun Oleh
KELOMPOK 2:

1. Cindi Agustin
2. Yolanda altika
3. Feri Gunawan
4. Nurleli zannah

MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 KAMPAR


KECAMATAN KAMPAR KIRI
T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT bahwa dengan Rahmat dan Ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa demokrasi
liberal sebagai tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Semoga makalah ini
dapat menambah wawasan kita semua dan dapat memenuhi tugas yang diberikan serta
dapat menjadi nilai untuk penulis. Oleh sebab itu penulis menerima kritik dan saran dari
pembaca sebagai perbaikan bagi penulis untuk masa yang akan datang.Akhir kata penulis
mengucapkan “Terimakasih

Penulis

6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
BAB III PENUTUP................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................8

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari masa ke masa merupakan perjuangan yang
cukup panjang dan intens. Sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak serta merta
berada di kondisi politik yang stabil, bahkan ada cukup banyak perubahan sistem
pemerintahan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa demokrasi liberal

C. Tujuan Penulisan
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Persatuan dan kesatuan bangsa pada
masa demokrasi liberal

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa demokrasi liberal

Era 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung
dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran
menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara
bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur
dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat
UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru.
Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR
hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil.
Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
* 1950-1951 - Kabinet Natsir
* 1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953 - Kabinet Wilopo
* 1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
* 1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
* 1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
* 1957-1959 - Kabinet Djuanda
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan
kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin
Isinya ialah:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

6
B. Hubungan Pusat dan Daerah
Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan
pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan pergantian kabinet, daerah
kurang mendapat perhatian. Tuntutan-tuntutan dari daerah ke pusat sering tidak didengarkan.
Situasi ini menyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat kedaerahan. Gejala
provinsialisme akhirnya berkembang ke separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat.
Gejala tersebut terwujud dalam berbagai macam pemberontakan, APRA, pemberontakan Andi
Azis,RMS, PRRI, dan Permesta.

C. Pemilu I Tahun 1955


Pemilihan Umum (Pemilu) sudah direncanakan oleh pemerintah, tetapi program ini tidak segera
terwujud. Karena usia kabinet pada waktu itu relatif singkat, persiapan-persiapan secara intensif
untuk program tersebut tidak dapat dilaksanakan. Pemilu merupakan wujud nyata pelaksanaan
demokrasi. Pemilu I di Indonesia akhirnya dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin
Harahap. Pemilu I yang diselenggarakan pada tahun 1955 dilaksanakan dua kali, yaitu:
1. Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau
Parlemen.
2. Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan
Pembentuk Undang-Undang Dasar).
Secara serentak dan tertib seluruh warga negara yang mempunyai hak memilih mendatangi
tempat pemungutan suara untuk menentukan pilihannya. Pemilu berjalan lancar dan tertib dan
melahirkan Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu 1955 secara berurut:
Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis
Indonesia (PKI).

D. Kemacetan Konstituante
Pemilihan umum tahap II pada tanggal 15 Desember 1955 mengantar terbentuknya Dewan
Konstituante yang bertugas menyusun Undang Undang Dasar. Namun, antara kurun waktu
1956-1959, Dewan Konstituante belum berhasil merumuskan Undang-Undang Dasar tersebut.
Ketidak berhasilan Konstituante menyusun UUD baru dan kehidupan politik yang tidak stabil
menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat Indonesia.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di depan sidang Konstituante yang
menganjurkan agar Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia.
Konstituante kemudian mengadakan sidang untuk membahas usulan tersebut dan diadakan
6
pemungutan suara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemungutan suara tidak memenuhi
kuorum. Banyak anggota Dewan Konstituante yang tidak hadir. Kemudian diadakan
pemungutan suara yang kedua pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan suara kedua juga tidak
memenuhi kuorum. Dengan demikian, terjadi lagi kemacetan dalam Konstituante. Pada tanggal
3 Juni 1959 para anggota dewan mengadakan reses atau istirahat bersidang. Ternyata reses ini
tidak hanya sementara waktu tetapi untuk selamanya. Artinya, Dewan Konstituante
membubarkan diri.

E. Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Untuk menanggulangi hal-hal yang dapat membahayakan negara, Letjen A. H Nasution, selaku
Kepala Staf Angkatan Darat, mengeluarkan larangan bagi semua kegiatan politik terhitung
sejak tanggal 3 Juni 1959. Kehidupan politik semakin buruk dan mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa. Di daerah-daerah terjadi pemberontakan merebut kekuasaan. Partai-partai
yang mempunyai kekuasaan tidak mampu menyelesaikan persoalan. Soekarno dan TNI tampil
untuk mengatasi krisis yang sedang melanda Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden
untuk kembali ke UUD 1945. Pertimbangan dikeluarkannya dekrit Presiden adalah sebagai
berikut:
1. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.
2. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya
telah menolak menghadiri sidang.
3. Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negara,
dan merintangi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan (dekrit).
Keputusan itu dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi dekrit ini adalah sebagai
berikut:
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya UUD 1945.
3. Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi liberal berlangsung antara tahun 1950 sampai 1959. Indonesia saat itu baru
sepuluh tahun mendapatkan kemerdekaanya. Kondisi perpolitikan di Indonesia sangat
tidak stabil. Hal ini di tandai dengan pergantian kabinet sebanyak 7 kali. Pergantian
kabinet yang dirasa terlalu banyak karena bisanya 1 kabinet bekerja selama satu periode
atau 5 tahun.
Demokrasi liberal mengusung kebebasan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua rakyat
diperlakukan sama tanpa membedakan latar belakang yang dimiliki. Selain itu rakyat
mendapatkan kebebasan untuk berpikir dan berpendapat
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami berharap masukan dari pembaca

6
DAFTAR PUSTAKA

LKS SMA/MA PPKN

Anda mungkin juga menyukai