Anda di halaman 1dari 2

Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa (Sulawesi Selatan) yang memerintah pada 1639-
1653. Sebagai Raja Gowa, Sultan Hasanuddin memiliki nama lengkap I Mallombasi Dg
Mattawang Muhammad Basir Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri
Ballapangka.

Raja ke 16 Kerajaan Gowa ini lahir pada 12 Januari 1631.


Sultan Hasanuddin memiliki nama asli I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bontomangepe. Setelah naik tahta barulah dia bergelar Sultan
Hasanuddin. Sebelum Sultan Hasanuddin menduduki singgasana, masyarakat Gowa sudah
tidak suka dengan bangsa barat yang menguasai remah-rempah di perairan Sulawesi dan
Maluku. Perlawanan dengan bangsa barat baru terjadi setelah kerajaan Gowa dipimpin Sultan
Hasanuddin.

Perjuangan Sultan Hasanuddin vs VOC


Pada 1653 - 1670, kebebasan berdagang di laut lepas tetap menjadi garis kebijakan
Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Hal ini mendapat tantangan dari
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC merupakan persekutuan dagang asal
Belanda yang memiliki monopoli untuk akvitas perdagangan di Asia. Pada akhirnya kondisi
ini menimbulkan konflik dan perseteruan yang mencapai puncaknya saat Sultan Hasanuddin
menyerang posisi Balanda di Buton.

Sultan Hasanuddin mengawali perlawanan dengan VOC pada 1660.


Di bawah komando Sultan Hasanuddin, pasukan Kerajaan Gowa yang terkenal dengan
ketangguhan armada lautnya mulai mengumpulkan kekuatan bersama kerajaan-kerajaan kecil
lainnya untuk menentang dan melawan VOC. VOC tidak tinggal diam, VOC juga menjalin
kerja sama dengan Kerajaan Bone yang sebelumnya memiliki hubungan yang kurang baik
dengan Kerajaan Gowa. Kondisi ini dimanfaatkan VOC untuk menghimpun kekuatan guna
menghancurkan Kerajaan Gowa. Namun, armada militer Kerajaan Gowa Masih terlalu
tangguh untuk menghancurkan VOC dan para sekutunya. Pada 1663, pemimpin Kerajaan
Bone bernama Arung Palakka melarikan diri ke Batavia untuk menghindari kejaran tentara
Gowa.
Di pusat pemerintahan Hindia-Belanda, dia berlindung sekaligus meminta bantuan
VOC untuk menghancukan Kerajaan Gowa. Setelah 3 tahun berselang, tepatnya 24
November 1966, terjadi pergerakan besar-besaran yang dilakukan pasukan VOC di bawah
pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman. Armada laut VOC itu meninggalkan
pelabuhan Batavia menuju ke Sombaopu (ibukota Gowa).
Pada 19 Desember 1666, armada VOC sampai di Sombaopu, ibukota sekaligus
pelabuhan Kerajaan Gowa. Awalnya Speelman bermaksud menggertak Sultan Hasanuddin.
Namun karena, Sultan Hasanuddin tak gentar, Speelman segera menyerukan tuntutan agar
Kerajaan Gowa membayar segala kerugian. Kerugian yang dimaksud berhubungan dengan
pembunuhan orang-orang Belanda oleh Makassar. Baca juga: Makam Putri Sultan
Hasanuddin Terancam Digusur, Ini Penjelasan Pemkab Mempawah Karena peringatan VOC
tidak diindahkan, Speelman mulai mengadakan tembakan meriam terhadap kedudukan dan
pertahanan orang-orang Gowa. Tembakan-tembakan meriam kapal-kapal VOC dibalas juga
dengan dentuman-dentuman meriam yang gencar dilancarkan pihak Gowa. Maka, terjadilah
tembakan-tembakan duel meriam antara armada kapal-kapal VOC dengan benteng
pertahanan Kerajaan Gowa. Pertempuran hebat terus terjadi, armada VOC dibantu pasukan
Kerajaan Bone yang berada di bawah komando Arung Palakka.
Akhirnya tidak kuat menahan gempuran VOC dan pasukan Kerajaan Bone, Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Dengan
perjanjian itu, Sultan Hasanuddin harus mengakui monopoli VOC yang selama ini
ditentangnya. Selain itu, dia juga harus mengakui Arung Palakka menjadi Raja Bone.
Wilayah Kerajaan Gowa pun dipersempit. Baca juga: Ini Penyebab Atap Bandara Sultan
Hasanuddin Keluarkan Asap Tebal Sultan Hasanuddin Mendapat Julukan Ayam Jantan dari
Timur Akan tetapi, semua itu tidak memadamkan semangat juang Sultan Hasanuddin beserta
pasukannya. Perlawanan-perlawanan masih terjadi pasca perjanjian, namun sayangnya tidak
membuahkan hasil yang maksimal. Sehingga, VOC masih mendominasi di wilayah Sulawesi
Selatan. Walau tidak dapat mengusir bangsa barat, hingga akhir hayatnya Sultan Hasanuddin
masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Kegigihan tersebut dibawa
sampai wafat pada 12 Juni 1670 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Selama perlawanan, Sultan Hasanuddin diberi julukan De Haantjes van Het Oosten
yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Julukan itu diberikan karena semangat dan
keberaniannya dalam menentang monopoli yang dilakukan VOC. Baca juga: Libur Panjang,
Bandara Sultan Hasanuddin Catat Trafik Penumpang Tertinggi Sultan Hasanuddin Sebagai
Pahlawan Nasional Melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973 tanggal
16 November 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Namanya juga disematkan menjadi nama universitas negeri (Universitas Hasanuddin) dan
nama bandara, yaitu Sultan Hasanuddin Internasional Airport.

Anda mungkin juga menyukai