Anda di halaman 1dari 4

TETANGGA PERKASA

Lidause

ASTY...

________
Tubuh mungilku sudah tidak terlapis apa apa lagi.. Rasa dingin yang sejenak menerpa langsung berganti hangat ketika
sesosok tubuh yang aku tau itu jarot mulai meneduhi ku..
Dalam keadaan sejajar dikasur ini, kepalaku hanya sebatas lehernya. Tubuh besarnya yang berbulu terasa berat menindih
ku. Tapi rasa berat ini benar benar melenakan. Menenggelamkanku semakin dalam. Pengaruh minuman beralkohol yang
kuminum tadi berlahan mulai berkurang.hanya sedikit berkurang. Berganti gairah liarku yang telah dengan total
terbangkitkan.
Tanganku yang tak seberapa besar di gengam jarot dengan kuat, kemudian diarahkan nya kebawah, aku menggigit bibir
ketika tanganku menyentuh batangnya yang sangat keras, panjang dan besar. Ini sangat besar, dalam sadarku yang hanya
seujung kuku, aku menggigil membayangkan batang itu akan segera meluluh lantakkan bagian bawah tubuhku.
Sementara jarot mulai kembali mencumbu ku, aku merasakan alek duduk bersimpuh disamping ku.. Mereka semua sudah
telanjang bulat.
Jarot memposisikan tubuhnya diantara kedua kakiku yang direnggangkan, sementara alek meraih kepalaku dan
memangkunya di paha. Paha alek besar dan juga berbulu lebat. Kedua pria ini memang luar biasa besar seperti king Kong..
Bibirku menyentuh sesuatu yang hangat dan berkedut. Aku sadar itu apa, tapi dalam pengaruh alkohol yang baru pertama
kali seumur hidup aku rasakan, aku sama sekali tak ada keinginan untuk menghindar. Gairah terbalut sensasi mabuk alkohol
telah menjadikan aku seorang istri yang tadinya baik baik menjadi liar.
Lupa diri, lupa segalanya....
Hampir bersamaan menyeruaknya batang alek menjajah bibirku, bagian bawah ku juga mulai membuka terdorong batang
kontol jarot yang memaksa masuk berlahan. Tangan alek meremas buah dadaku, memberikan sensasi yang luar biasa.
Nikmatnya sampai ke ubun ubun.. Bulu romaku berdiri semua. Hujan semakin deras sederas keringat yang mengucur dari
tubuhku dan tubuh kedua lelaki yang sedang menggali kenikmatan dari kedua bibir atas dan bibir bawahku.
Dan...

"Ahhh... Sakit jarot. Pelan pelan.. Batangmu besar sekali".aku merintih tapi kemudian terdiam ketika batang alek pun masuk
sepenuhnya kedalam mulutku.
Jarot mulai memompa berlahan.. Ini luar biasa. Rasanya sangat penuh. Sekecil apapun gerakan kontol jarot mampu
menghadirkan kenikmatan yang membuat aku semakin melayang layang. Alek terus meremas payudaraku dengan cukup
kasar, sementara kontolnya keluar masuk mulutku dengan lancar. Entah aku sendiri tak tau kenapa aku bisa melayani
dengan baik kontol alek di mulutku. Padahal sebelumnya aku belum pernah mengulum kontol. Mungkin ini naluri wanita.
Semua terjadi tanpa kusengaja dan tanpa ku rancang sebelumnya.
Jarot mempercepat genjotannya dilobang memekku yang katanya sempit sekali. Padahal aku sudah dua kali melahirkan.
Mungkin karena kontol jarot sangat besar sehingga tetap saja terasa sempit dilobangku.
Dua pria ini terus berpacu, sementara aku hanya bisa terpejam merasakan kenikmatan tak terhingga.
"Asty, kau luar biasa".jarot menggeram pelan menahan nikmat.
" Kalau tau begini, dari dulu kau sudah kuperkosa. Hahaha".laki laki kasar ini tertawa.
Aku hanya diam tergugu. Ini nikmat sekali, tapi aku masih bisa untuk sedikit menyadari bahwa ini tak pantas. Ini dosa. Dosa
yang sangat besar.
Tapi aku bisa apa, tanpa dicekoki alkohol pun aku tak mungkin mampu melawan mereka, apalagi kesadaran ku saat ini jauh
berkurang karena pengaruh minuman setan itu.
Yang kurasakan hanyalah nikmat disetubuhi yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Sensasi luar biasa yang mampu
menghilangkan kesadaran ku tentang apa itu salah, apa itu norma norma.
Aku menggelinjang kuat ketika jarot semakin keras menghantamkan kontolnya, semakin cepat, semakin dalam menyentuh
bagian paling tersembunyi di tubuhku. Aku menggeletar.. Pinggul kecilku bergerak liar menyambut hujaman kontol jarot,
sementara mulutku terkempot kempot menghisap dan mengulum kontol alek yang tak kalah keras, panjang dan besar.
"Ahhhh... ". Alek mengerang. Kepalanya terdongak keatas meresapi hisapanku dikepala kontol besarnya. Payudaraku lecek
sepertinya, tangan kasar alek menggila, meremas dan memilin puting ku dengan liar.
Aku tak kalah histeris,ku lepas kontol alek dari mulutku, kuraih lehernya dengan kedua tanganku, kutarik kebawah dan
kurangkul dengan kuat. Alek tanggap. Bibirnya yang tebal cepat cepat melumat bibir mungilku.
Aku kembali mengerang dan menggelinjang...
Jarot kesetanan dibawah. Hentakan dan hujamannya semakin kuat dan dalam. Kedua tangannya mencekal pinggang ku
dengan bertenaga. Sedikit sakit tapi aku suka.

Kemudian.....

BRAAAKKK...!!!
Pintu papan kayu sengon itu terbuka lebar setelah seseorang mendobraknya.
"Jahanam kalian... "..

Itu...?
Itu suara mas Deni...?

Jarot seperti sedikit tersentak, kurasakan tubuhnya merenggang menjauh dari selangkanganku. Seperti ditarik paksa.
Sedangkan Alek cepat cepat berdiri dan turun dari ranjang kayu yang kami pakai berpacu.
Tak sempat Alek dan Jarot mencari pakaian mereka dalam kegelapan kamar,.
Aku terduduk dalam kejutku. Kepalaku tiba tiba berdenyut sakit.
Semetara laki laki yang barusan mendobrak pintu sampai jebol samar samar dalam gelap ku lihat sedang mencekal rambut
kepala jarot, menariknya kasar dan kemudian terjadi pergumulan dilantai. Aku yakin itu mas Deni. Tapi aku khawatir, alek
dan jarot bukan lawan sebanding. Dan kekhawatiran ku terbukti ketika terdengar suara mas Deni berteriak kesakitan ketika
tendangan Alek tepat mengenai dadanya. Disusul bgem jarot yang telah berhasil melepaskan diri dari cekalan tangan mas
Deni. Terdengar suara gedebuk yang cukup keras ketika tubuh mas Deni terjatuh tumbang ke lantai.

"Laki laki sial.. ". Jarot mengupat. Tendangannya kembali telak menghantam kepala mas Deni.
" Mengganggu saja.. ". Alek pun menginjak dada mas Deni dan kemudian menghentak kan kakinya berulang ulang.
Aku panik..
" Hentikan.. Jangan bunuh suamiku.. " Aku berteriak dan melompat turun dari ranjang. Ku rangkul tubuh mas Deni yang
tergeletak. Kurasakan ada cairan kental di wajahnya.
Ini darah.....!!
Kepala mas Deni tergeletak. Di bawahnya kulihat samar ada jaket Alek yang mengganjal. Aku raih ujung jaket itu . Mungkin
bisa kupakai mengelap darah diwajah mas Deni.
Tapi tubuhku menegang ketika kuperhatikan dalam samar tangan mas Deni berada didalam kantong jaket. Mencoba
mengeluarkan sesuatu didalam jaket itu. Aku tersentak.
Pistol Alek...!!
Mas Deni menggenggam pistol itu erat, kemudian tangan satunya mendorong ku pelan menjauh. Aku mundur ternganga..
Apa yang akan....?

DORR...!!
DORR...!!

Dua Letusan keras terdengar. Ada suara jeritan. Dan semua bertambah gelap.
Aku pingsan.......

_________

PAK MUKHLIS....

Hujan sudah benar benar berhenti. Kulihat jam di dinding pukul 01.45.
Tengah malam. Aku tak bisa tidur malam ini. Sementara istri dan anak anakku sepertinya sudah pulas.

Suara hape mengagetkan ku.. Kuraih hape hitam dimeja. Ada chat masuk di WA.
Apa....?
Aku terkejut membaca chat dari pak Dori sahabat ku yang menggelar tanggapan wayang kulit di desa tetangga.
"Pak, anak buah sampeyan si Deni nembak orang. Sekarang ada di Polsek".
Begitu bunyi chat yang sontak membuat aku bangkit dan meraih jaket kulit yang tergantung didinding. Tanpa pamit kepada
istriku yang telah terlelap aku segera mengeluarkan motorku dari garasi, membuka gerbang dan meluncur cepat menuju
Polsek.
Tak lama kemudian aku sampai. Pak Dori menyambutku tergopoh.
"Mana Deni..? ".aku berjalan cepat masuk kekantor polsek.
Kulihat ada 5 orang polisi yang masih bertugas dimalam hari ini. Melihat kedatangan ku mereka semua berdiri.
Mempersilahkan ku masuk dan kemudian menunjuk ke sebuah kursi memintaku duduk.
Aku duduk. Menghela nafas.
"Bagaimana ceritanya pak".aku membuka tanya ketika kulihat kelima polisi dan juga pak Dori hanya diam menatapku.

Tak lama berselang ketika salah satu polisi selesai menjelaskan kronologi nya, aku melangkah kebagian belakang polsek.
Menuju ruangan sel tempat Deni ditahan.
Melihat kedatangan ku Deni bangun dari duduknya. Aku meminta polisi membuka pintu sel tahanan yang hanya ada Deni
sendiri didalamnya..
Setelah masuk, aku mengajak Deni kembali duduk bersandar di dinding sel. Akupun duduk disampingnya. Sementara pak
Dori hanya berdiri diluar sel bersama 3 polisi yang mengikuti tadi.
"Aku sudah tau cerita nya". Deni sedikit menoleh ketika aku berkata.
" Aku khilaf pak, tapi mereka memang layak dibantai.. ".
tampak Deni masih sangat emosi. Matanya berkilat, tonjolan rahangnya terlihat menggembung menahan amarah. Lelaki 34
tahun ini terlihat mengerikan dalam kondisi seperti itu.
" Ya.. Aku tau. Aku paham bagaimana perasaanmu".
Aku melirik Deni yang masih diam.
"Aku kesini cuma ingin memastikan kamu dalam keadaan baik baik saja".
" Terimakasih pak". Deni meyahut pelan.
Kukeluarkan 3 bungkus rokok yang tadi sempat kubeli di sebuah warung yang masih buka. Melihat itu Deni spontan meraih
dan mengeluarkan sebatang. Seorang polisi mendekati kami, mengulurkan korek kearah Deni.
Hempasan nafas Deni terdengar kasar bersama hembusan asap rokok yang mengepul.
"Lantas, apa rencana mu selanjutnya".aku bertanya.
" Tidak ada pak. Aku akan mengikuti semua proses hukum yang menjeratku".
"Baguslah kalau begitu. Sebagai lelaki kau harus siap menanggung apa saja resikonya".
Deni tersenyum getir. Tapi aku tau pria ini bukan sosok yang mudah rapuh. Dia tegas dan bertanggung jawab. Aku yakin
sekali Deni tidak akan berusaha kabur dari hukum.
Setelah hampir setengah jam aku didalam sel berbicara panjang lebar dengan Deni, akhirnya aku memutuskan pulang.
Sebelum pergi kutepuk pundak sang bapak muda ini, berusaha sedikit menambah kekuatan hatinya. Saat aku keluar dari
pintu sel, tiba tiba Deni memanggil pelan.
"Sebentar pak.. ".
Aku menoleh.
" Saya minta tolong pak ".deni berucap lirih.
" Tolong pak Mukhlis sesekali lihat lihat keadaan anak dan istri saya selama saya ditahanan. Saya takut mereka kekurangan
diluar".
Aku tersenyum lembut.
"Kamu tenang saja. Anak istrimu dalam pengawasan ku. Kujamin semua keperluan mereka terpenuhi".
" Terimakasih pak".
Aku melangkah keluar setelah tak lupa menyelipkan 3 lembar uang seratus ribuan dikantong Deni.

________

ASTY...

4 bulan berlalu setelah kejadian itu. Mas Deni telah menjadi narapidana setelah hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara.
Beruntung tembakan mas Deni cuma mengenai paha jarot, dan itu tidak menyebabkan jarot meninggal. Seandainya saat itu
jarot mati, mungkin hukuman mas Deni akan jauh lebih berat.
Jarot hanya setengah bulan dirawat dirumah sakit. Keadaan nya pun sudah pulih seperti sedia kala. Luka tembak di pahanya
tidak berpengaruh pada tubuhnya karena peluru tidak mengenai tulang. Alek sendiri meski sempat kabur keluar desa tapi
sekarang sudah kembali lagi. Luka tembak yang juga sempat bersarang di lengan kanannya tidak terlalu parah. Sepertinya
hanya sedikit Menyerempet sehingga alek tidak perlu masuk rumah sakit. Antara keluarga besarku dan keluarga besar alek
dan jarot sudah didamaikan oleh pak Kades. Pak kades sendiri masih terhitung kerabat dekat alek dan jarot, sehingga karena
pengaruh pak kades itu pulalah alek dan jarot bisa lolos dari tuntutan hukum atas perbuatannya tempo hari.
Pak kades dengan licik mampu memutar balikan fakta seolah olah apa yang terjadi adalah karena suka sama suka.
Sedangkan bapak dan ibuku yang memang sudah cukup tua, tentunya tak punya lagi keberanian untuk mengusik alek dan
jarot serta pak kades yang memang pengaruhnya sangat besar di desa ini. Mereka sudah cukup senang mendapati mas Deni
hanya dihukum 2 tahun penjara. Kedua orang tuaku benar benar termakan omongan orang orangnya pak kades yang
menakutkan nakuti dengan mengatakan bahwa seharusnya mas Deni itu bisa saja dihukum sampai sepuluh tahun. Hanya
karena kebaikan keluarga alek dak jarot lah mas Deni cuma dihukum 2 tahun. Kata kata mereka benar benar meyakinkan
bagi bapak dan ibuku yang hanya orang desa biasa dan sama sekali tak mengerti hukum.
Jadilah sekarang aku yang harus berusaha sendiri menghidupi kedua anakku selama 2 tahun kedepan. Sementara sedikit
uang hasil panen udang kemarin sudah semakin sedikit, terpakai keperluan ongkos mondar mandir menghadiri sidang mas
Deni di kantor pengadilan yang jauh di kabupaten sebelah. Sekali berangkat saja untuk ongkos pulang pergi sudah
menghabiskan satu juta lebih. 5 kali sidang, ditambah biaya makan minum selama dua hari setiap sekali sidang tentu
menghabiskan uang yang tidak sedikit. Jadilah uang simpananku semakin menipis. Untuk menggarap tambak pun tak
mungkin. Karena tenaga wanita tak mungkin bisa mengerjakan pekerjaan berat ditambak.

Ini malam jumat. Tetangga sebelah rumah menggelar yasinan memperingati salah satu keluarganya yang telah meninggal
dunia 40 hari yang lalu.
Sebagai tetangga aku pun dimintai tolong untuk mengerjakan pekerjaan dapur, mulai dari memasak, bikin kue, sampai
kemudian menghidangkan ke para tamu yang hadir.
Selepas isya yasinan pun dimulai. Ada beberapa ibu ibu yang juga hadir membantu didapur tuan rumah. Sahabatku wulan
dan Ratmi juga datang. Mereka berdua tadinya sempat merasa sangat bersalah padaku karena meninggalkan ku di parkiran
tempo hari. Mereka berdua menangis meminta maaf yang tentu saja dengan senang hati kumaafkan, dan seiring waktu
berjalan, sikap mereka pun sudah seperti semula. Apalagi melihat aku sendiri yang sudah cukup bisa menerima takdir yang
digariskan Tuhan padaku.
Oh ya.. Ada pak Amin disini. Kemarin pak Amin sengaja datang dari tambak. Membawa oleh oleh dan sedikit uang untuk
keperluan jajan anakku. Tentu saja aku menerimanya karena sebelum datang kerumah, pak Amin sengaja ke kota kabupaten
sebelah untuk membesuk mas Deni. Waktu pak Amin di lapas membesuk mas Deni, suamiku itu sempat meminjam hape
pak Amin dan menelponku.
Dia juga mengatakan kalau dia meminjam sedikit uang pada pak Amin untuk diberikan padaku. Jadi karena itulah uang dari
pak Amin kuterima tanpa sungkan sungkan.
Meski pak Amin sendiri sempat bilang bahwa uang itu nanti tak perlu dikembalikan, aku tak terlalu memikirkan hal itu
karena sikap sopan yang ditunjukkan pak Amin membuat aku yakin dia tak akan macam macam seperti dulu.

Setengah jam kemudian acara yasinan pun berakhir. Setelah mencuci bersih semua gelas dan piring2 yang kotor, aku pun
melangkah pulang. Berjalan beriringan dengan pak Amin yang memutuskan menginap dirumah orang tuaku setelah tadi
siang meminta izin kepada pak erte untuk bertamu.

Sudah jam sepuluh malam. Kedua anakku sudah tidur. Aku memutuskan kedapur setelah yakin kedua anakku Sudah benar
benar terlelap.
Ku hidup kan kompor gas, memasak air. Aku ingin minum kopi malam ini.
Kedua orang tuaku juga sudah terlelap sepertinya. Pak Amin yang menempati bekas kamar kakak tertuaku pun sudah tak
terdengar suaranya.
Kakak tertuaku laki laki. Sekarang tinggal dikampung istrinya di lampung. Sedangkan kakak nomor dua perempuan, juga
diboyong suaminya ke jambi sana. Jadilah rumah yang cukup besar ini cuma ditempati kedua orang tuaku yang sudah tua.
Makanya anak pertamaku diminta kakek dan neneknya untuk tinggal saja menemani mereka. Gak usah ikut ketambak
katanya.

Terasa hangat kopi yang mengaliri perutku sedikit mengusir dingin malam ini. Aku terkejut ketika terdengar deheman kecil
dibelakangku. Aku yang tadinya duduk dimeja makan menghadap kearah dinding langsung menoleh.
"Eh, pak Amin belum tidur...? ".
Aku bertanya mengusir sedikit rasa grogi yang muncul tiba tiba. Bagaimanapun laki laki 40 tahunan ini pernah menikmati
tubuhku. Meski sekarang nampaknya dia sudah melupakan itu, tapi berdua didapur malam malam begini benar benar
membuat rasa gugup mendera.
"Bisa bikinin aku kopi Asty..? ".pak Amin meminta. Dan tentu saja tak mungkin aku tak mau membuatkannya secangkir
kopi. Dia tamu disini. Dan tamu harus dilayani sebaik baiknya. Aku sedikit merinding saat mengeja kata dilayani dalam hati.
Hmmmmm.. Kubuang pikiran nakalku jauh jauh. Belum tentu juga pak Amin masih bernafsu padaku. Dulu dia cuma khilaf.
Bukan benar benar tertarik padaku.
Kopi ku hidangkan..
"Diminum pak, tapi pelan pelan. Masih panas".aku tersenyum melihat pak Amin tergelak mendengar ucapanku..
" Asty, kayaknya gak usah panggil aku pak deh, beras tau banget dipanggil pak ".
" Trus dipanggil apa,.?.. Mbah?".
Aku menimpali..
Pak Amin terkekeh dihirup nya kopi panas itu berlahan.
.. Sluruuuuuup... Ah...
"Nikmat sekali kopi buatanmu Asty".ucap pak Amin pelan.
" Biasa aja lah pak. Sama aja cuman campuran kopi sama gula".
"Panggil aku mas Amin bisa...? ".tiba tiba pak Amin berucap lagi.
Mas Amin....?
Aku bertanya dalam hati. Seperti nya duda ini ingin sekali berakrab-akrab dengan ku. Aku jadi curiga ada keinginan yang
masih mengganjal di hatinya padaku. Sedikit kutatap wajahnya. Ada desir dihatiku setelah menatap wajahnya sedekat ini
dan dalam momen sesantai ini.
Wajah itu terlihat matang. Kumis yang selalu tercukur tipis dan brewok yang juga tak pernah sampai tumbuh panjang
menambah kesan jantan. Kulit wajahnya masih cukup kencang. Awet muda untuk ukuran pria 40 tahun lebih.
"Bagaimana...?".dia bertanya lagi.
Setelah sedikit menimbang aku memutuskan untuk mengabulkankan permintaan nya.
" Baiklah mas.. ".aku berkata pelan. Masih canggung dan pak, eh.. Mas Amin tersenyum lembut. Matanya menatap hangat.
" Terimakasih Asty ".
Mas Amin meraih tanganku. Aku terkejut tapi membiarkan nya. Mengelus dengan tangan satunya, kemudian mas Amin
mengangkat tangan ku sedikit. Agak membungkukan badan, tiba tiba dia mengecup lembut tanganku.
tentu saja aku kaget. Ini diluar perkiraan ku. Ternyata mas Amin sama saja. Masih seperti dulu.
mulutku membuka ingin mencegah tubuhnya yang didekatkan padaku, tapi entah kenapa sulit bagiku bersuara.
tangan mas Amin bergerak berlahan menyentuh pahaku yang hanya dilapisi daster tipis. Aku merinding. Apakah akan
terjadi lagi....?

bersambung...

Anda mungkin juga menyukai