Anda di halaman 1dari 203

DASAR-DASAR REKAYASA

TRANSPORTASI

PENULIS:
RAYNALDO WAHYU PRATAMA
EDITOR:
ADHI SURYA ST, MT

PROGRAM STUDI (S-1) TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
2020
DASAR-DASAR REKAYASA TRANSPORTASI
(TKS-3301/2SKS)

DISUSUN:
RAYNALDO WAHYU PRATAMA
NPM :19640293

DOSEN PENGAJAR:
ADHI SURYA, S.T., M.T.
NIDN: 1126058001

KELAS 5A REGULER PAGI BANJARMASIN

PROGRAM STUDI (S-1) TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD
ARSYAR AL-BANJARI
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR
Atas Berkat Rahmat Allah SWT dan karunia-Nya. Tugas membuat E-Book telah selesai
dikerjakan dan dipublikasikan oleh peserta didik di web-blogger dan masing-masing kelas
matakuliah yang saya ampuh antara lain:
1. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi
2. Metodologi Penelitian

Ada misi dalam kegiatan ini yaitu membentuk kemampuan mahasiswa untuk menguasai
teknologi digital dan untuk kemampuan literasi matakuliah yang mahasiswa ambil semester
Ganjil TA. 2020/2021 di Program Studi (S-1) Teknik Sipil Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

Di era pandemi Covid-19 model pembelajaran full Zoom (daring) adalah model perkuliahan
yang tepat, terjadinya revolusi industri 4.0 yang benar-benra terjadi di tahun 2020 ini. Sehingga
masih perlu perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan untuk kedepannya. Sampai saat ini
kegiatan belajar mengajar belum bisa dilakukan di kelas kampus UNISKA MAB pilihannya
tetap online yang sudah dimulai dari bulan September sampai Januari (Semester Ganjil TA
2020/2021). Maka tolak ukur dari hasil perkuliahan online adalah E-Book dan Video Youtube
karya mahasiswa yang dibimbing. Harapannya denga selesai menghasilkan karya, mereka
mampu bersaing di era digital 4.0 dan menghasilkan karya E-Book dan Video Youtube lainnya.
Sudah sejak dini diperkenalkan tata cara penulilsan ilmiah E-Book sehingga kelak ketika
Skripsi sudah memiliki modal untuk menulis ilmiah dan kemampuan membikin Video
Youtube.

Demikian kata pengantar ini saya buat, saya sebagai Dosen Pengampuh matakuliah
memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada mahasiswa mampu menyelesaikan tugasnya
dengan baik, percayalaj usaha tidak akan pernah menghianati hasil, tanamkan dan camkan,
kedepan tantangan dan hambatan selalu ada, semangat dan pantang menyerah. Alhamdulillah
wa syukurillah, Hasbunallah wa nikmal wakil, nikman maula wa nnikman nasir.

Banjarmasin, 20 Januari 2021


Dosen Pengampuh MK,

Adhi Surya, ST, MT


NIDN.1126058001
PRAKATA
Puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, dan
hidayahnyalah, penulios dapat menyelesaikan buku ini yang berjudul “Dasar-Dasar Rekayasa
Transportasi”. Buku ini penulis susun untuk memenuhi tugas matakuliah Dasar-Dasar
Rekayasa Transportasi.

Penulis tidak dapat menyelesaikan buku ini tanpa adanya bantuan serta kemurahan hati
berbagai pihak. Oleh karena itu, disampaikan rasa syukur yang tak terhingga atas nikmat yang
telah diberikan oleh Allah SWT, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-
dalamnya kepada Bapak Prof. Abd. Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al banjari Banjarmasin, Bapak Dr. Ir. M. Marsudi, M.Sc.,
selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari
Banjarmasin, Ibu Eka Purnamasari, ST, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultass
Teknik Universitas Islam kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Bapak
Hendra Cahyadi, ST, MT, selaku sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultass Teknik Universitas
Islam kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin, Bapak Adhi Surya, ST, MT,
selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah berkenan memberikan ilmu dan solusi pada
setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan buku ini, Bapak Adhi Surya, ST, MT,
selaku Dosen Pengampuh matakuliah Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun buku ini, Kedua orang tua,
Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis, dan juga seluruh teman-teman
seangkatan, terutama Kelas Reguler Pagi A Banjarmasin Ankatan 2019 yang selalu mengisi
hari-hari menjadi sangat menyenangkan.

Penulis menyadari bahwasanya buku ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
akan bermanfaat bagi pennulis, semoga buku ini bermanfaat bagi penulis dan semua pembaca
umumnya.

Banjarmasin,20 Januari 2021


Penulis

Raynaldo Wahyu Pratama


NPM.19640293
SANCAWACANA
Assalamualaikum wr wb,
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayan, yang telah melimpahkakn nikmat, anugerah serta kekuatan lahir dan bathin kepada
penulis.
Dengan berbekal keyakinan, ketabahan kemauan yang keras, bimbingan dan ridho dari
Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak jualan, maka penulis dapat menyelesaikan buku
ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan buku ini karena
keterbatasan dan pengetahuan yang penulis miliki. Melalui kesempatan ini, penulis hendak
mengucapkan terimakasih yang tek terhingga kepada semua pihak yang selalu memberikan
dukungan moril, maupun spritual.
Penulis sampaikan ucapan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. kepada Bapak Prof. Abd. Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al banjari Banjarmasin.
2. Bapak Dr. Ir. M. Marsudi, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.
3. Ibu Eka Purnamasari, ST, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultass Teknik
Universitas Islam kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.
4. Bapak Hendra Cahyadi, ST, MT, selaku sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultass Teknik
Universitas Islam kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.
5. Bapak Adhi Surya, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah berkenan
memberikan ilmu dan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan buku
ini.
6. Bapak Adhi Surya, ST, MT, selaku Dosen Pengampuh matakuliah Dasar-Dasar Rekayasa
Transportasi yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun
buku ini.
7. Kedua orang tua, Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang yang telah memberikan dukungan
baik moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
8. Seluruh teman-teman seangkatan, terutama Kelas Reguler Pagi A Banjarmasin Angkatan
2019 yang selalu mengisi hari-hari menjadi sangat menyenangkan.
Akhir kata, jika terdapat kekeliruan pada kalimat maupun kata, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum wr wb.
Banjarmasin, 20 januari 2021
Penulis

Raynaldo Wahyu Pratama


NPM.19640293
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 3
PRAKATA......................................................................................................................... 4
SANCAWACANA ............................................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................ 15
SEJARAH TRANSPORTASI ................................................................................................. 15
2.1. PEMBAHASAN SEJARAH TRANSPORTASI .................................................................................... 15
A. Perkembangan Transportasi Sebelum Industrialisasi .............................................................. 15
B. Perkembangan Transportasi Setelah Jaman Industrialisasi .................................................... 16
C. Jenis Trasnportasi Jaman Sekarang ........................................................................................... 17
1. Darat ........................................................................................................................................... 18
2. Laut ............................................................................................................................................. 18
3. Udara........................................................................................................................................... 19
BAB III ............................................................................................................................... 20
PERKEMBANGAN TRANSPORTASI DI INDONESIA ........................................................... 20
3.1. Proses Perkembangan Transportasi di Indonesia ....................................................................... 20
3.1.1. Masa penjajahan .............................................................................................................. 20
3.1.2. Masa kemerdekaan .......................................................................................................... 20
3.1.3. Masa orde baru................................................................................................................. 21
3.1.4. Masa reformasi ................................................................................................................. 21
Permasalahan Perkembangan Transportasi Indonesia ..................................................................... 21
3.2.1. Polusi ................................................................................................................................. 22
3.2.2. Konsumsi Energi ............................................................................................................... 22
3.2.3. Kemacetan ........................................................................................................................ 22
3.2.4. Kecelakaan Lalu Lintas ...................................................................................................... 23
3.2.5. Masalah Politik ................................................................................................................. 24
3.2.6. Kurangnya Fasilitas Transportasi ..................................................................................... 24
2.3. Penanganan Permasalahan Transportasi ................................................................................. 25
3.3.1. Transportasi Berkelanjutan .............................................................................................. 25
3.3.2. Penerapan ERP (Electronic Roadpricing) ......................................................................... 26
3.3.3. Green transportation........................................................................................................ 27
3.4. Manfaat Perkembangan transportasi ......................................................................................... 29
3.4.1. Mempermudah serta mempercepat perjalanan ............................................................. 29
3.4.2. Membantu dalam pendistribusian berbagai jenis barang .............................................. 29
3.4.3. Pariwisata ......................................................................................................................... 29
3.4.4. Memberi peluang usaha................................................................................................... 30
BAB 4................................................................................................................................. 31
KONSEP DASAR-DASAR REKAYASA TRANSPORTASI ....................................................... 31
4.1 Bus Rapid Transit (BRT) / Bus priority (Busway) .............................................................. 31
4.2 Light Rail Transit (LRT) / Monorel ...................................................................................... 32
4.3 Mass Rapid Transit (MRT) / KRL ........................................................................................ 33
4.4 Waterway / Angkutan Sungai ................................................................................................ 33
BAB 5................................................................................................................................. 35
POLA PERENCANAAN ....................................................................................................... 35
5.1 Tahap-Tahap Model Perencanaan Transportasi .......................................................................... 35
A. Trip Generation (Bangkitan - Tarikan) ........................................................................................... 36
B. Trip Distribution (Distribusi Perjalanan) ........................................................................................ 37
C. Moda Split (Jenis Angkutan) ........................................................................................................... 37
D. Trip Assigment (Pembebanan Ruas Jalan) ..................................................................................... 38
5.2 TRIP GENERATION ......................................................................................................................... 38
5.2.1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 38
5.2.2 KLASIFIKASI PERJALANAN ...................................................................................................... 38
5.2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRIP GENERATION ............................................. 38
5.2.4 MODEL FAKTOR PERTUMBUHAN (GROWTH FACTOR) ......................................................... 39
5.2.5 MODEL ANALISIS REGRESI ..................................................................................................... 40
5.2.6 MODEL ANALISIS KATEGORI .................................................................................................. 43
5.3 DISTRIBUSI PERJALANAN .............................................................................................................. 44
5.3.1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 44
5.3.2 METODA TRIP DISTRIBUTION ................................................................................................ 45
5.3.3 METODA FAKTOR PERTUMBUHAN ....................................................................................... 45
5.3.4 MODEL UNIFORM................................................................................................................... 46
5.3.5 MODEL AVERAGE / RATA-RATA ............................................................................................ 46
5.3.6 MODEL FRATAR ...................................................................................................................... 47
5.3.7 MODEL DETROIT ..................................................................................................................... 47
5.3.8 MODEL FURNESS .................................................................................................................... 47
5.3.9 METODE SINTETIS .................................................................................................................. 48
5.3.10 MODEL GRAVITY .................................................................................................................. 48
5.4 PEMILIHAN MODA ........................................................................................................................ 50
5.4.1 UMUM ................................................................................................................................... 50
5.4.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA ........................................................... 51
5.4.3 MODEL PEMILIHAN MODA DAN KAITANNY DENGAN MODEL LAIN .................................... 51
5.4.4 TINGKAT PENYEDERHANAAN ................................................................................................ 54
5.4.5 MODEL SINTESIS ..................................................................................................................... 54
5.4.6 MODEL SINTESIS ..................................................................................................................... 55
5.4.7 MODEL TRIP INTERCHANGE BERPERILAKU ........................................................................... 55
5.5.1 UMUM ................................................................................................................................... 57
5.5.2 KURVA KECEPATAN – ARUS DAN BIAYA - ARUS ................................................... 58
5.5.3. METODE PEMILIHAN RUTE ......................................................................................... 60
5.5.4 ALL-OR-NOTHING ............................................................................................................ 60
5.5.5 PEMBEBANAN EQUILIBRIUM ....................................................................................... 60
BAB 6................................................................................................................................ 29
Analisa Kinerja Jalan Dengan Metode MKJI 1997 ........................................................... 29
6.1 Definisi Dan Jenis Prasarana ......................................................................................................... 29
6.2 Batasan Ruas ................................................................................................................................. 30
6.3 Karakteristik jalan ......................................................................................................................... 30
6.4 Hambatan Samping ....................................................................................................................... 30
Tingkat analisis .................................................................................................................................. 31
Periode Analisa .................................................................................................................................. 31
Karakteristik geometrik .................................................................................................................... 36
BAB 7................................................................................................................................. 39
PARKIR .............................................................................................................................. 39
7.1. Pengertian Parkir.......................................................................................................................... 39
7.2. Cara dan Jenis Parkir .................................................................................................................... 39
7.2.1. Menurut Penempatan........................................................................................................... 39
7.2.2 Menurut Pengelolaan............................................................................................................ 39
7.2.3. Menurut Jenis Kendaraan .................................................................................................. 40
7.2.4. Menurut Tujuan................................................................................................................... 40
7.2.5. Penyelenggara Parkir .......................................................................................................... 40
7.2.6. Sarana Penyelenggara Parkir ............................................................................................. 40
7.2.7. Kewenangan Penyelenggara Parkir ................................................................................... 40
7.2.8. Penetapan Lokasi Parkir dan Penyelenggaraan Parkir ................................................... 41
7.3. Layout Parkir ................................................................................................................................ 41
7.3.1. satuan Ruang Parkir .............................................................................................................. 41
2.3.2. Lebar Jalan Akses Parkir ....................................................................................................... 42
7.4. Perhitungan Parkir ....................................................................................................................... 42
BAB 8 ............................................................................................................................... 44
BOK (Biaya Operasi Kendaraan) ................................................................................. 44
8.1 LANDASAN TEORI .......................................................................................................................... 44
8.2 METODE OBSERVASI ..................................................................................................................... 44
8.2.1 Survey kecepatan lalu lintas .................................................................................................. 44
8.3 BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) ............................................................................................. 45
8.3.1 Nilai BOK untuk kecepatan rata-rata kendaraan .................................................................... 45
8.3.2 Nilai BOK untuk kecepatan tertinggi kendaraan .................................................................... 48
8.3.3 Nilai BOK untuk kecepatan terendah kendaraan .................................................................... 51
8.3.4 Penghematan Waktu Perjalanan......................................................................................... 54
BAB 9 MATRIKS ASAL TUJUAN ......................................................................................... 58
9.1 Pengertian Matriks (MAT) ............................................................................................................ 58
9.1.1 A. Model Sebaran Pergerakan ................................................................................................... 58
9.1.2 B. Survey Asal-Tujuan ................................................................................................................ 58
9.1.3 C. License Plate Surveys ............................................................................................................. 60
9.1.4 D. TAHAPAN PENGOLAHAN DATA............................................................................................. 61
BAB 10............................................................................................................................... 68
SURVEI DAN ANALISIS LALU-LINTAS ................................................................................ 68
SIMPANG TAK BERSINYA/BERSINYAL (KINERJA) ............................................................ 68
10.1 MKJI 1997 .................................................................................................................................... 68
10.2 UU No. 22 TAHUN 2009 .............................................................................................................. 78
10.3 PP Jalan ........................................................................................................................................ 79
10.4 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia .................................. 80
10.5 Klasifikasi Jalan ........................................................................................................................... 80
10.6 Tingkat Pelayanan Jalan ............................................................................................................. 82
10.7 Karakteristik Lalu-Lintas.............................................................................................................. 83
10.8 Manajemen Sarana Transportasi ............................................................................................... 84
10.9 Persimpangan jalan ..................................................................................................................... 84
10.9.1 Jenis simpang ....................................................................................................................... 85
19.9.2 Volume Lalu lintas ................................................................................................................ 87
10.9.3 Derajat Kejenuhan ............................................................................................................... 87
10.9.4 Panjang Antrian .................................................................................................................... 87
10.9.5 Kecepatan ............................................................................................................................. 87
10.9.6Tundaan ................................................................................................................................. 87
10.10.METODE PENELITIAN ................................................................................................................ 89
10.10.1 Karakteristik Geometri Jalan ............................................................................................. 89
10.10.2 Metode Pelaksanaan Perhitungan LHR (Traffic Counting) ............................................... 89
10.10.3 Diagram Alir Penulisan Tugas Akhir ...................................................................................... 91
10.11 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................................ 93
10.11.1 Pengolahan Data ................................................................................................................ 93
10.11.2 Data Geometrik Jalan......................................................................................................... 93
10.11.3 Volume Lain Lintas ............................................................................................................. 94
10.11.4 Kapasitas Jalan (c) ............................................................................................................ 103
10.11.5 Kapasitas Dasar (CO) ........................................................................................................ 103
10.11.6 Faktor Penyesuain Lehar Jalur Lalu Lintas (FCW) ............................................................ 103
10.11.7 Faktor Penyesuaian Pemisah Arab (FCSP) ....................................................................... 103
10.11.8 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCSF) ............................................................. 104
10.11.9 Derajat Kejenuhan (Ds) .................................................................................................... 104
10.11.10 DATA HARI SELASA ......................................................................................................... 104
10.11.11DATA HARI RABU ............................................................................................................ 104
10.11.12 DATA HARI SABTU .......................................................................................................... 105
BAB 11............................................................................................................................. 107
SURVEI DAN ANALISIS LALU-LINTAS .............................................................................. 107
RUAS JALAN DAN U-TURN ............................................................................................. 107
11.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................................................... 107
11.2 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................................ 107
11.3 Analisis Pengaruh U-Turn Pada Ruas JL. Let. Jend. S. Parman ................................................ 107
BAB 12............................................................................................................................. 111
ANALISA KINERJA KARAKTERISTIK RUNGANG PARKIR ................................................. 111
PALM............................................................................................................................... 111
12.1 Pengertian Parkir ...................................................................................................................... 111
12.2 Cara dan Jenis Parkir ................................................................................................................. 111
12.2.1. Menurut Penempatan....................................................................................................... 111
12.2.2 Menurut Pengelolaan ........................................................................................................ 112
12.2.3. Menurut Jenis Kendaraan ................................................................................................. 112
12.2.4. Menurut Tujuan ................................................................................................................ 112
12.2.5. Penyelenggara Parkir ........................................................................................................ 112
12.2.6. Sarana Penyelenggara Parkir ............................................................................................ 112
12.2.7. Kewenangan Penyelenggara Parkir .................................................................................. 113
12.2.8. Penetapan Lokasi Parkir dan Penyelenggaraan Parkir .................................................... 113
12.3 Layout Parkir......................................................................................................................... 113
12.3.1. satuan Ruang Parkir .......................................................................................................... 113
12.3.2 Lebar Jalan Akses Parkir ..................................................................................................... 114
12.4 Perhitungan Parkir ................................................................................................................ 115
METODE PENELITIAN ........................................................................................................................ 116
12.5 Umum .................................................................................................................................... 116
12.6 Studi Litelatur ........................................................................................................................ 116
12.7 Pengumpulan Data Lapangan ............................................................................................... 117
12.8 Survei Jumlah Kendaraan...................................................................................................... 118
12.9 Analisis Data Lapangan ......................................................................................................... 118
6.1. Grafik Pola Parkir .................................................................................................................. 119
BAB 13............................................................................................................................. 121
BOK (SURVEI BOK DAN PERHITUNGAN BOK) ................................................................ 121
13.1 GAMBARAN PROFIL KENDARAAN PRIBADI.............................................................................. 121
13.1.1 Rute..................................................................................................................................... 121
12.2 BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN .......................................................................................... 123
BAB 14............................................................................................................................. 133
UU JALAN DAN LALU LINTAS ......................................................................................... 133
14.1 Pemahaman Terhadap Peraturan dan Perundang – Undangan.............................................. 133
14.2 Komponen Terjadinya Lalu Lintas......................................................................................... 133
2. Tata Tertib Lalu Lintas .............................................................................................................. 134
2. Keterampilan Mengendalikan Kendaraan .................................................................................. 135
KESIMPULAN .................................................................................................................. 137
SARAN ............................................................................................................................. 142
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 143
BIODATA ......................................................................................................................... 150
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari
ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau
yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna
menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya akan
kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran
pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan
pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor
ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan
pendidikan.

Secara umum, masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda-beda
membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun
angkutan umum (paratransit dan masstransit). Angkutan umum paratransit merupakan
angkutan yang tidak memiliki rute dan jadwal yang tetap dalam beroperasi disepanjang
rutenya, sedangkan angkutan umum masstransit merupakan angkutan yang memiliki rute dan
jadwal yang tetap serta tempat pemberhentian yang jelas.

Hal tersebut menunjukkan arti pentingnya tranportasi di Indonesia, sehingga pembangunan


dan peningkatan kualitas pelayanan transportasi atau pengangkutan mutlak diperlukan.
Pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya mengenai peningkatan mutu sarananya
saja, tetapi juga harus menyangkut pembangunan aspek hokum transportasi sendiri.

Dunia transportasi dapat diibaratkan seperti sebuah rumah besar dengan beberapa tingkat,
banyak kamar, dan sejumlah jalur penghubung. Kami akan mengajak pembaca untuk
melakukan tur singkat ke dalam rumah ini untuk sekedar memberikan gambaran tentang
karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Salah satu prasyarat agar anda dapat ikut dengan
kami dalam tur ini adalah anda harus memilki pikiran yang terbuka. Hampir setiap orang pasti
pernah mempunyai pengalaman pribadi sebagai pengguna sistem transportasi. Baik itu sebagai
pengemudi mobil, penumpang bis, pengguna lift, penumpang pesawat terbang, atau semata-
mata sebagai seorang pengguna trotoar. Secara alamiah, hampir setiap orang memiliki sudut
pandangnya sendiri. Tidak ada dua orang yang mempunyai kesimpulan yang sama tentang
suatu masalah transportasi, beberapa objektif dan rasionalnya kedua orang tersebut. Cobalah
semaksimal mungkin untuk memahami dunia transportasi dan permasalahan nya yang begitu
banyak ini dengan pikiran yang terbuka, bebas dari asumsi dan prasangka yang negatif. Seperti
halnya makanan, rumah, pakaian, dan keamanan, transportasi juga merupakan bagian tak
terpisahkan dari kehidupan manusia. Pergerakan dalm arti yang luas menawarkan kegembiraan
dan kenikmatan di satu sisi, tetapi juga rasa sakit, penderitaan, dan frustasi di sisi yang lain.
Faktor-faktor ini akan memainkan peran yang lebih penting lagi di masa mendatang.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Sejarah Transportasi?
2. Apa Pengertian Perkembangan Transportasi Di Indonesia?
3. Apa Pengertian Konsep Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi?
4. Apa Pengertian Pola Perencanaan?
5. Apa Pengertian MKJI 1997?
6. Apa Pengertian Parkir?
7. Apa Pengertian Biaya Oprasi Kendaraan (BOK)?
8. Apa Pengertian Blackspot?
9. Apa Pengertian Matriks Asal Tujuan (MAT)?
10. Apa Pengertian Survei dan Analisis Lalu Lintass Simpang Tak Bersinyal/Bersinyal?
11. Apa Pengertian Survei dan Analisi Lalu Lintas Ruas Jalan dan U-Trun?
12. Apa Pengertian Survei Parkir dan Perhitungan Kinerja?
13. Apa Perhitungan Survei BOK dan Perhitungan BOK?
14. Apa Pengertian Undang-Undang Tentang Jalan dan Lalu Lintas?
15. Apa Pengertian Mengenal Kelembagaan Negara yang Mengatur Jalan dan Lalu Lintas
Transportasi?

1.3.Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Sejarah Transportasi
2. Untuk Mengetahui Perkembangan Transportasi Di Indonesia
3. Untuk Mengetahui Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi
4. Untuk Mengetahui Pola Perencanaan
5. Untuk Mengetahui MKJI 1997
6. Untuk Mengetahui Parkir
7. Untuk Mengetahui Biaya Oprasi Kendaraan
8. Untuk Mengetahui Blackspot
9. Untuk Mengetahui Survei Matriks Asal Tujuan
10. Untuk Mengetahui Survei dan Analisis Lalu Lintas Simpang Tak Bersinyal/Bersinyal
11. Untuk Mengetahui Survei dan Analisi Lalu Lintas Ruas Jalan dan U-Trun
12. Untuk Mengetahui Survei Parkir dan Perhitungan Kinerja
13. Untuk Mengetahui Survei BOK dan Perhitungan BOK
14. Untuk Mengetahui Undang-Undang Tentang Jalan dan Lalu Lintas
15. Untuk Mengetahui Kengenal Kelembagaan Negaya yang Mengatur Jalan dan Lalu
Lintas Transportasi
BAB II

SEJARAH TRANSPORTASI
2.1. PEMBAHASAN SEJARAH TRANSPORTASI
Sistem transportasi berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia pada masa lalu, ketika
mobilitas penduduk masih sangat rendah dan luas mobilitasnya masih terbatas didalam
lingkungan hidupnya manusia belum begitu membutuhkan sarana transportasi. Akan tetapi
ketika tingkat mobilitas semakin tinggi dan jangkauannya semakin luas maka dibutuhkan
sarana transportasi yang memadai dan menunjang mobilitasnya.

transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan, berevolusi dengan terjadi
perubahan sedikit-demi sedikit, yang sebenarnya diawali dengan perjalan jarak jauh berjalan
kaki pada jaman paleolithic. Sejarah manusia menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga
dibantu dengan pemanfaatan hewan yang menyeret suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh
manusia dan penggunaan rakit di sungai. Beberapa rekaman mengenai transportasi terekam
dalam relief yang dipahat dibatu pada daerah Mesir Kuno dan daerah sekitarnya.

Transportasi yang terekam dalam Relief yang ditemukan di Ibukota Assyrian Dur Sharrukin, 8
abad SM.

A. Perkembangan Transportasi Sebelum Industrialisasi


Transportasi diawali dengan penemuan roda pada sekitar 3500 tahun sebelum masehi yang
digunakan untuk mempermudah memindahkan suatu barang. Tetapi sebelumnya, tentu ada
pergerakan manusia ke Benua Australia yang diperkirakan terjadi 40.000 sampai 45.000 tahun
yang lalu menggunakan suatu bentuk transportasi maritim. Pada tabel berikut ditunjukkan
perkembangan didalam transportasi dari jaman ke jaman.

Tahun Temuan
3500 Penemuan roda, sebagai cikal bakal transportasi modern
SM
3500 Kapal pertama sekali dikembangkan
SM
2000 Kuda digunakan oleh manusia untuk transportasi
SM
770 Sepatu kuda digunakan untuk pertama sekali
1492 Leonardo Davinsi membuat lebih dari 100 gambar
rancangan pesawat terbang
1620 Cornelis Drebbel membuat kapal selam pertama
1662 Blaise Pascal menciptakan bus angkutan umum pertama
yang ditarik kuda melayani trayek tetap, berjadwal dan
bertarif
1769 Mobil pertama yang digerakkan dengan mesin uap
1783 Kapal uap praktis pertama dikembangkan oleh Marquis
Claude Francois de Jouffroy d'Abbans menggunakan
roda kayuh
1790 Sepeda pertama sekali ditemukan dan digunakan

B. Perkembangan Transportasi Setelah Jaman Industrialisasi

Perkembangan transportasi setelah jaman industrialisasi berjalan dengan sangat cepat,


inovasi berkembang sangat cepat demikian juga penggunaan transportasi berjalan dengan
sangat cepat. Kuda atau binatang lainnya mulai digunakan untuk sarana transportasi, kemudian
berkembanglah kendaraan beroda dengan tenaga penggeraknya hewan dan akhirnya ditemukan
mesin penggerak. Pada tahun 1769 James watt menemukan mesin uap untuk angkutan kereta
api dan kapal laut, hal ini kemudian diikuti dengan terjadinya revolusi dalam bidang
transportasi dimana kendaraan yang tadinya ditarik oleh tenaga hewan kemudian dibuatlah
kendaraan dengan mesin penggerak. Lokomotif uap ditemukan oleh Ricarhd Trevithick tahun
1804, kapal uap ditemukan oleh Robert Fulton tahun 1807.

Penemuan mobil yang menggunakan bahan bakar bensin merupakan tindak lanjut dari
perkembangan berbagai penemuan dibidang transportasi. Era mesin uap kemudian diganti
dengan mesin bensin atau diesel. . Penemuan selanjutnya yang sangat mempengaruhi sistem
transportasi adalah dengan dikembangkannya mesin turbin gas, yang kemudian menjadi turbo
jet yang digunakan pada pesawat terbang. Di transportasi laut penemuan yang spectakuler
adalah dengan pengembangan bahan bakar nuklir, banyak digunakan untuk kapal selam. Hal
ini terus berkembang sampai sekarang dengan penyempurnaan-penyempurnaan.
Perkembangan sarana transportasi di Indonesia juga tidak terlepas dari perkembangan
transportasi dunia. Pengaruh teknologi transportasi ke Indonesia dibawa oleh pemerintah
kolonial Belanda dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses pengawasan
terhadap daerah-daerah yang jauh dari pusat kegiatan pemerintahan. Penggunaan sarana
transportasi di Indonesia berkembang sejak jaman kolonial hingga sekarang. Pada Tabel
berikut ditunjukkan perkembangan sistem transportasi.

Tahun Temuan
1801 Lokomotif uap pertama yang ditemukan oleh Richard Trevithick yang
kemudian disempurnakan oleh George Stephensen
1858 Jean Lenoir mengembangkan mobil pertama yang digerakkan dengan mesin
dengan pembakaran dalam
1867 Sepedamotor pertama yang digerakkan dengan bahan bakar
1879 Werner von Siemens merancang dan mengembangkan kereta api listrik yang
pertama
1885 Bens membuat kendaraan produksi pertama
1899 Ferdinan von Zeppelin menerbangkan pesawat balon udara pertama
1903 Orville and Wilbur Wright. pada tanggal 17 Desember 1903, Wright
bersaudara membuat penerbangan pertama
1908 Henry Ford menerapkan sistem produksi ban berjalan untuk pembuatan mobil
secara massal
1926 Roket berbahan bakar cair pertama diluncurkan
1932 Pemerintah Jerman membangun Autobahn/Jalan Bebas Hambatan pertama
1939 Pesawat terbang jet pertama Jerman diterbangkan atas dasar desain turbin yang
dibuat Hans von Ohain ditahun 1936
1942 Helicopter yang didisain dan di produksi oleh Igor Sikorsky
1947 Pesawat supersonik pertama dterbangkan
1953 Kapal yang digerakkan dengan nuklir pertama diluncurkan

C. Jenis Trasnportasi Jaman Sekarang


Dewasa ini manusia mengenal beberapa jenis alat transportasi yaitu angkatan darat, laut dan
udara.
1. Darat
Sarana Prasarana
· Angkutan Umum · Jalan dan jembatan
· Kereta Api · Rel
· Mobil · Terminal
· Bus · Stasiun kereta api
· Sepeda Motor · Halte
· Sepeda · ATCS
· Becak
· Bajaj
· Bemo
· Helicak
· Delman
Dalam bidang perhubungan darat, peranan jalan raya sebagai media lalulintas semakin penting.
Oleh karena itu pemerintah mengarahkan pembangunan transportasi pada upaya rehabilitasi
dan pemeliharaan jalan raya yang sudah ada, pembangunan jalan raya baru banyak dilakukan
untuk membuka daerah pedalaman supaya tidak terisolir dalam proses pembangunan.
Pembangunan jalan di daerah-daerah memacu geliat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Dibeberapa daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, bisnis dan industri
memberi lahan untuk pemerintah dapat membangun jalan bebas hambatan atau yang lebih
dikenal dengan istilah jalan tol.

Selain sarana transportasi jalan raya, pembangunan transportasi darat juga memperhatikan
pembangunan sarana transportasi darat lainnya yaitu kereta api. Perkembangan kereta api di
Indonesia sudah dimulai sejak jaman kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa dan Sumatra.

2. Laut
Sarana Prasarana
· Kapal Laut · Pelabuhan
· Kapal Feri · Galangan kapal
· Sampan

Pembangunan dibidang transportasi laut dilaksanakan di Indonesia karena Indonesia


merupakan Negara kepulauan dan sebagian besar dari wilayah Indonesia adalah lautan, makan
transportasi laut san selat harus dibangun dengan pengelolaan yang baik. Sejak jaman dulu
hubunan antar pulau di Nusantara ini sudah terjalin. Dan nenek moyang kita telah dikenal
sebagai pelaut-pelaut yang tangguh.

3. Udara
Sarana Prasarana
· Pesawat · Bandar Udara (Bandara)

Pembangunan sarana transportasi udara juga perlu mendapat perhatian yang baik dari
pemerintah. Mengingat wilayah Indonesia yang beragam dan memiliki karakter yang berbeda
satu sama lainnya, masih banyak daerah yang terisolir dari dunia luar. Terutama daerah yang
ada di pedalaman Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Pelayanan transportasi udara
sangat dibutuhkan, terutama penerbangan-penerbangan perintis yang akan mampu membuka
daerah pedalaman yang masih terisolir. Pemerintah pun membangunan bandara-bandara
perintis di pedalaman, dan juga mendirikan perusahaan-perusahaan penerbangan perintis baik
yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola swasta.
BAB III

PERKEMBANGAN TRANSPORTASI DI INDONESIA


3.1. Proses Perkembangan Transportasi di Indonesia
3.1.1. Masa penjajahan
Perkembangan transportasi di Indonseia tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan
besar dalam teknologi transportasi dunia. Pengaruuh teknologi dalam bidang transportasi di
Indonesia di bawa oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tujuan untuk mempermudah dan
mempercepat proses pengawasan terhadap daerah-daerah yang jauh dari pusat kegiatan
pemerintahan. Penemuan-penemuan sarana transportasi dikembangkan di Barat, dalam
perkembangannya mulai diperkenalkan dan di bawa ke wilayah koloni oleh kaum penjajah.
Seperti pembangunan jalan raya yang telah dirintis sejak zaman Gubernur Jenderal
Daendels ketika berkuasa di Indonesia. Daendels membangun jalan raya pos sepanjang 1.000
km dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur). Pembangunan jalan raya dilakukan
untuk membuka daerah-daerah yang terisolasi untuk menghubungkan pusat-pusat industri yang
ada di seluruh wilayah Indonesia.
Penemuan mobil oleh Gottlieb Daimeier pada tahun 1887 merupakan temuan teknologi
transportasi darat yang telah merubah sejarah transportasi dunia. Di Indonesia, mobil pada
awalnya dibawa masuk oleh orang-orang Eropa pada awal abad ke-20. Kepemilikan pun lebih
banyak dikuasai oleh orang-orang kaya Eropa dan terbatas di kalangan pribumi.
3.1.2. Masa kemerdekaan
Tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada angkutan massal
yang disebut Zidosha Sakyoku (ZS), yaitu sebuah gerobak yang ditarik seekor sapi. Pada waktu
perang dunia dan perang kemerdekaan, sapi tersebut banyak disembelih untuk makan.
Pada awal kemerdekaan, pembangunan rel kereta api dan jalan darat dan perbaikan
prasarana jaringan transportasi berjalan sangat lambat, upaya untuk meningkatkan sektor
transportasi dilakukan dengan menyita perusahaan-perusahaan angkutan Belanda pada tahun
1957, namun hal itu mengalami kendala akibat berbagai pemberontakan pada akhir tahun
1950-an.
Memasuki tahun 1960-an, sistem angkutan di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, hal
tersebut di dukung pila oleh repelita I yang memusatkan perhatian dan perbaikan prasarana
transportasi yang ada. Pembangunan jalan baru dilakukan untuk membuka daerah yang
terisolasi agar dapat terhubung dengan pusa-pusat kegiatan.
Upaya untuk pembangunan jalan raya terus dilakukan oleh pemerintah, bahkan tahun 1988
jalan raya yang sudah di bangun oleh pemerintah mencapai 42.982 km. Memasuki tahun 1990,
pembangunan jalan difokuskan di daerah-daerah industri dan pusat-pusat pemasarannya. Pada
periode ini, pemerintahan telah membangun jalan di Maluku sepanjang 23 km, Kalimantan
sepanjang 248 km, Sulawesi sepanjang 46 km, dan Papua sepanjang 152 km.
3.1.3. Masa orde baru
Pada masa pemerintahan orde baru teknologi transportasi dijadikan sebagai program
pembangunan. Hal ini dilaksanakan agar pemerintahan Indonesia dapat memberikan
kemudahan bagi rakyat Indonesia untuk mengakses potensi-potensi daerah lain.
Kebijakan transportasi pertama kali yang dilakukan pemerintah orde baru adalah
melakukan ekspor alat transportasi umum berupa bus secara besar-besaran, pembangunan
terminal-terminal, serta jalan-jalan raya penghubung antar daerah. Pelaksanaan program ini
dilakukan oleh Departemen Perhubungan. Kemudian pemerintahan orde baru membentuk
lembaga transportasi darat yaitu Perusahaan Jawatan Kereta Api dan Perusahaan Umum
angkutan bus yang disebut Perum Damri.
Seiring dengan munculnya era kebebasan perusahaan-perusahaan transportasi mulai
berkembang. Banyak bermunculan perusahaan-perusahaan transportasi di Indonesia.
Disamping itu pemerintah juga mendirikan pabrik karoseri atau pabrik perakitan alat-alat
transportasi. Pendirian pabrik ini membawa kemajuan tranportasi yang sangat pesat di
Indonesia.
3.1.4. Masa reformasi
Seiring dengan munculnya era kebebasan atau era reformasi perusahaan-perusahaan
transportasi mulai berkembang. Banyak bermunculan perusahaan-perusahaan transportasi di
Indonesia. Disamping itu pemerintah juga mendirikan pabrik karoseri atau pabrik perakitan
alat-alat transportasi.
Pendirian pabrik ini membawa kemajuan tranportasi yang sangat pesat di Indonesia. bahkan
sampai era sekarang transportasi di Indonesia mengalami puncaknya hingga memunculkan
masalah kepadatan arus lalu lintas di jalan. Jaan-jalan menjadi padat dengan bertambahnya
alat-alat transportasi.

Permasalahan Perkembangan Transportasi Indonesia


Permasalahan memang selalu muncul dalam setiap bidang, namun permasalahan
perkembangan transportasi khususnya di Indonesia cukuplah kompleks, karena transportasi
merupakan suatu sistem yang saling berkaitan, maka jika satu masalah yang timbul di satu unit
ataupun jaringan akan mempengaruhi sistem tersebut. Dan berikut merupakan permasalahan
dari perkembangan transportasi di Indonesia.
3.2.1. Polusi
Salah satu hasil dari sistem transportasi yang tidak diinginkan adalah polusi yang
ditimbulkan. Semakin berkembang transportasi, semakin banyak alat transportasi di Indonesia,
maka akan semakin banyak pula polusi yang akan ditimbulkan. Menurut data jasa raharja pada
tahun 2007, transportasi penyumbang polusi sebanyak 23,6 %, dan jika dibandingkan dengan
tahun sekarang (2015) tentunya persentase transportasi sebagai penyumbang polusi akan
semakin meningkat apalagi dengan bertambah banyaknya kendaraan-kendaraan yang
memenuhi jalan.
Tingginya angka polusi yang ditimbulkan oleh transportasi dikarenakan beberapafaktor
seperti:
a. Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor yang seharusnya wajib dilakukan secara
berkala tidak berjalan dengan efektif
b. Kualitas BBM yang rendah
c. Tingginya pengguna kendaraan bermotor
d. Tingginya mobilitas manusia di darat
Efek yang paling buruk dari polusi transportasi ini adalah meningkatkan resiko pemanasan
global dan kerusakan ozon.

3.2.2. Konsumsi Energi


Permasalahan energi di Indonesia sama seperti yang dihadapi dunia. Jika tidak ada
penemuan ladang minyak dan kegiatan eksploitasi baru, menurut Kementrian Energi dan
Sumber Daya bahwa cadangan minyak di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 59 tahun, berari
jika sekarang tahun 2015 maka cadangan minyak di Indonesia tinggal mencapai 52 tahun.
Apalagi jika transportasi di Indonesia terus dikembangkan maka, penggunaan minyak di
Indonesia setiap tahunnya pasti akan bertambah banyak, sehingga cadangan minyak di
Indonesia bisa dipastikan kurang dari 52 tahun.
Ketika krisis energi terjadi, maka hal ini akan menimbulkan kelangkaan BBM yang
kemungkinan mempengaruhi harga BBM di pasaran, tentu hal ini akan semakin menyusahkan
masyarakat Indonesia yang didominasi oleh kalangan menengah ke bawah, dan kenaikan harga
BBM juga akan mempengaruhi harga kebutuhan rumah tangga lainnya.
3.2.3. Kemacetan
Kemacetan merupakan salah satu masalah yang dinilai paling mengganggu kenyamanan
pengguna transportasi darat, kemacetan dapat mengurangi efektifitas kerja maupun kegiatan
masyarakat, memperlambat manusia untuk melakukan aktifitas, meningkatkan polusi udara,
serta merupakan pemborosan bahan bakar yang semakin hari semakin menipis. Kemacetan lalu
lintas di jalan raya disebabkan ruas-ruas jalan sudah tidak mampu menampung luapan arus
kendaraan yang datang serta luasan dari jalan tersebut tidak seimbang dengan jumlah
kendaraan yang melintas, itu juga disebabkan karena jumlah kendaraan yang terus meningkat
setiap tahunnya.
Hal ini terjadi, juga karena pengaruh hambatan samping yang tinggi, sehingga
mengakibatkan penyempitan jalan ruas jalan, seperti: parkir di badan jalan, berjualan di trotoae
dan badan jalan, pangkalan becak dan angkitan umum, kegiatan sosial yang menggunakan
badan jalan, serta adanya masyarakat yang berjalan di badan jalan, ditambah lagi tingginya
aksebilitas kegunaan lahan di sekitar sisi jalan tersebut.

3.2.4. Kecelakaan Lalu Lintas


Perkembangan transportasi yang terus meningkat juga mengakibatkan kecelakaan lalu terus,
menurut data kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa sepanjang tahun lalu jumlah
korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 31.234 jiwa. Kerugian
ekonomi yang diderita akibat kecelakaan yang menelan korban jiwa mencapai Rp.35,8 triliun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan lalu lintas diantaranya:
a. Faktor manusia
Faktor manusia sebagai pengemudi merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.
Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang
berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.
b. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana
seharusnya, kelelehan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang
sudah aus tidak di ganti dan berbagai penyebab lainnya.

c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga menjadi salah satu penyebab kecelakaan. Faktor lingkungan yang
sering terjadi karena jalanan basah disebabkan hujan, banyak jalan yang berlubang
3.2.5. Masalah Politik
Permasalahan politik yang menyebabkan permasalahan transportasi adalah rendahnya
pengawasan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan atau pejabat yang memiliki
kewenangan. Contoh dari rendahnya pengawasan ini adalah kurang diawasinya tentang
kelayakan transportasi, seperti bus yang umumnya lebih dari 20 tahun tapi masih terus
diperbolehkan ubtuk beroperasi, kemudian banyaknya kendaraan tanpa STNK atau Surat
Tanda Nomor Kendaraan.
3.2.6. Kurangnya Fasilitas Transportasi
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang pesat tanpa diikuti dengan pengadaan
sistem transportasi yang memadai untuk ukuran kota itu merupakan bentuk besarnya
permintaan daripada penawarannya, sebaliknya, cepatnya pertumbuhan sistem transportasi
yang tidak sesuai dengan ukuran perkembangan suatu kota, merupakan wujud penawaran lebh
besar dari pada permintaan untuk transportasi.
Kondisi-kondisi yang telah disebutkan itu akan berakibat pada timbulnya permasalahan-
permasalahn baru dalam sistem transportasi maupun permasalahan perkotaan pada umumya.
Tarsito (1997:92)
3.2.7. Ledakan Penduduk
Ledakan penduduk selalu menjadi isu yang dikaitkan dengan berbagai permaslahan yang
ada pada suatu wilayah. Hal ini dikarenakan ledakan penduduk akan meningkatkan tingkat
kebutuhan masyarakat, termasuk kebutuhan transportasi. Penduduk akan melakukan mobilitas
setiap waktunya, mobilitas yang dimaksud tidak hanya sekedar perpindahan dari suatu tempat
ke tempat lain, namun mobilitas ini lebih ditekankan pada mobilitas yang dimaksudkan adalah
pergerakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan hidup. Jadi pada intinya, ledakan penduduk
akan memicu peningkatan kebutuhan akan alat transportasi atau fasilitas transportasi.
3.2.8. Berkurangnya Sumber Daya Alam
Perkembangan trasnportasi yang terjadi terus menerus tentunya memerlukan lahan dan juga
bahan yang sering kali di ambil dari alam. Contoh, ketika ada pembuatan jalan raya baru, maka
pesawahan ataupun juga hutan yang biasanya dijadikan tempat atau lahan pembuatan jalan raya
tersebut yang mengakibatkan penggundulan hutan dan semacamnya. Juga pembuatan sarana
lain seperti terminal tentunya membutuhkan lahan yang cukup luas, dan biasanya juga
pesawahan ataupun hutan yang seringkali menjadi lahan pembuatannya.
Hal ini juga tentunya akan berdampak negatif kepada hal yang lainnya juga seperti menjadi
kurangnya resapan air ketika hujan yang menyebabkan lingkungan menjadi terendam air atau
banjir, tanah longsor dan terjadinya bencana alam yang lain. Semakin terus-menerusnya
transportasi dikembangkan dan alam yang menjadi korban, maka tidak menutup kemungkinan
kalau sumber daya alam di Indonesia semakin berkurang.

2.3. Penanganan Permasalahan Transportasi


3.3.1. Transportasi Berkelanjutan
Perencanaan trasnportasi yang berkelanjutan adalah dimana sebuah perencanaan tersebut
tidak hanya memikirkan keuntungan dan kepentingan jangka pendek namun juga
mempertimbangkan keberlanjutan perncanaan tersebut pada jangka menengah hingga jangka
panjang.
Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak
yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memnuhi kebutuhan
mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan:
a. Penggunanan sumber daya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah ari tingkat
regenerasinya;
b. Penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat
pengembangan sumber daya alternatif yang terbarukan.
Sistem transportasi yang berkelanjutan mengakomodasikan akssebilitas semaksimal mungkin
dengan dampak negatif seminimal mungkin. Sistem transportasi yang berkelanjutan harus
memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan, dan dampak
lingkungan (wikipedia.org)
Berdasarkan definisi sustainable transportation dari The Centre of Sustainable Transportastion
Canada (2002). Sistem transportasi yang berkelanjutan adalah transportasi yang:
a. Menjadi akses utama yang dibutuhkan oleh individu dan masyarakat agar keamanannya
lebih terjaga, manusiawi, tidak mencemari lingkungan, dan memberikan keadilan baik di dalam
maupun antar generasi;
b. Dapat dioperasikan secara efisien; memberikan pilihan moda transportasi dalam
mendukung pergerakan aspek ekonomi;
c. Membatasi emisi pemborosan dalam kemampuan bumi menyerapnya, meminimalkan
penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, membatasi penggunaan sumber
daya alam yang dapat diperbarui agar kualitasnya tetap terjaga.
Sistem transportasi berkelanjutan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis
pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan
kendaraan pribadi. Sistem transportasi berkelanjutan merupakan tatanan baru sistem di era
globalisasi saat ini.
Perencanaan transportasi yang berkelanjutan tidak hanya mempertimbangkan aspek
transportasi saja dalam perencanaannya namun aspek-aspek lain seperti ekonomi dan
lingkungan. Dengan konsep seperti itu, maka planner dituntut untuk mengerti dan peka
terhadap aspek-aspek yang sekiranya menyangkut transportasi yang baik. Dalam hal ini,
transportasi yang berkelanjutan memikirkan bagaimana trasnportasi bisa berjalan baik tanpa
harus mengobarkan aspek lingkungan tetapi tetap meningkatkan pendapatan ekonomi.
Memang tidak mudah merencanakan transportasi berkelanjutan apalagi melihat kondisi
transportasi di Indonesia yang sudah cukup kompleks, khususnya transportasi darat dimana
tingkat mobilitasnya jauh lebih tinggi daripada transportasi laut ataupun udara. Beberapa efek
yang bisa timbul akibat penerapan perencanaan transportasi berkelanjutan in adalah :
a. Mengurangi penggunaan BBM dan mengurangi polusi
Hal ini bisa di dapat karena berkurangnya orang melakukanoerjalanan dengan menggunaan
kerndaraan bermotor, dengan meningkatkan penggunaan sepeda atau berjalan kaki, hak ini
tentu akan berdampak positif pada penurunan tingkat pembuangan polusi ke udara,
meningkatkan angka kesehatan pernafasan masyarakat serta mengurangi beban negara dalam
pendanaan BBM.
b. Mengurangi kemacetan
Dengan mengurangi pemakaian kendaraan bermotor, jumlah kendaraan yang melintasi jalan
raya akan berkurang, hal ini bisa mengurangi resiko kemacetan di jam-jam sibuk atau di jalan-
jalan tertentu. Diharapkan dampak positif yang akan ditimbulkan dari langkah-langkahnya bisa
saling berkaitan, seperti halnya pengurangan kendaraan bermotor yang akan mengurangi
kemacetan sehingga mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
c. Menjaga kualitas lingkungan untuk masa depan
Generasi mendatang pastinya masih membutuhkan lengkungan alam yang sehat, udara yang
bersih dan ketersediaan kebutuhan alam yang cukup. Hal ini tidak akan bisa diwujudkan
apabila manusia yang hidup saat ini tidak menjaga lingkungan serta kualitas alam. Perencanaan
yang diharapkan tentu merupakan perencanaan yang cerdas, yang tidak hanya mementingkan
aspek transportasi, menempatkan transporrtasi sebagai satu sistem yang harus dilaksanakan
dengan baik dan bisa mengesampingkan aspek-aspek yang lain.
3.3.2. Penerapan ERP (Electronic Roadpricing)
Dengan electronic roadpricing, pengguna kendaraan pribadi akan dikenakan biaya jika
mereka melewati satu area yang macet pada periode waktu tertentu. Pengguna kendaraan
pribadi akhirnya harus menentukan apakah akan meneruskan perjalanannya melalui area
tersebut dengan membayar sejumlah uang atau mencari rute yang lain.
Biaya yang dikenakan juga bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada pengguna
kendaraan pribadi bahwa perjalanan mereka dengan kendaraan pribadi mempunyai konstribusi
terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian kepada masyarakat yang tidak menggunakan
kendaraan pribadi. ERP diharapkan mampu mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi
dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu, terutama pada jam-jam sibuk.
3.3.3. Green transportation
Green transportation merupakan perangkat transportasi yang berwawasan
lingkungan. Green transportation ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk
menciptakan transportasi yang sedikit atau tidak menghasilkan rumah kaca. Transportasi hijau
dapat diterapkan melalui banyak cara, seperti mengganti bahan bakar minyak yang digunakan
kendaraan bermotor pribadi, ataupun peningkatan kualitas fasilitas trasnportasi. Cara yang
mungkin bisa ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam waktu dekat ini adalah perbaikan
fasilitas yang sudah ada, peremajaan ataupun pengadaan fasilitas transportasi yang memang
dibutuhkan tetapi jumlahnya masih sangat minim.
Dalam konteks perencanaan kota, konsep ini bertujuan sebagai upaya peningkatan fasilitas
bagi komunitas bersepeda, pejalan kaki, fasilitas komunikasi maupun penyediaan transportasi
umum massal yang murah dan ramah lingkungan. Contoh penerapan green transportation
adalah penerapan bahan bakar untuk kendaraan bermotor yang ramah lingkungan:

a. Ethanol
Ethanol merupakan alkohol cair dengan bilangan oktana yang tinggi dan mampu menggantikan
bensin. Ethanol diproduksi dari sumber daya alam yang dapat dipebaharui seperti jagung di
Amerika Serikat dan tebu di Brazil. Menurut studi yang ada, ethanol lebih menguntungkan
terhadap lingkungan yang bersih dibandingan dengan bensin premium. Bila produksi etanol
sebagai bahan bakar alternatif pengganti bensin semakin digenjor, maka impor bensin akan
menurun. Di satu sisi, pemerintah bisa melakukan penghematan, tentu saja harus disertai riset
soal pengembangan produk otomotif berbahan bakar etanol.
b. Bioetanol
Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang tak pernah habis selama matahari masih
memancarkan sinarnya, air tersedia, oksigen berlimpah, dan kita mau melakukan budidaya
pertanian. Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi jalar, tebu, jagung, sagu, aren, nipah,
kelapa dan padi. Sumber bioetanol yang cukup banyak dikembangkan di Indonesia adalah
singkong, karena singkong merupakan tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia, selain itu
harganya juga relatif terjangkau. Langkah ini selain akan menguntungkan pemerintah yang
dapat mengurangi pengeluaran dana negara untuk mengimpor BBM atau memberi subsidi
untuk BBM, juga akan menguntungkan petani singkong yang pendapatannya tidak terlalu
tinggi.
c. BBG (Bahan Bakar Gas)
BBG merupakan energi alternatif pengganti BBM yang paling prospektif untuk dikembangkan
segera, karena :
- BBG memiliki beberapa keunggulan terhadap BBM, antara lain kaena cadangan gas
bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaan lebih murah dari BBM.
- Kendaraan yang menggunakan BBG akan memperpanjang usia pemakaian minyak
pelumas, mesin dan busi, ramah lingkungan dan aman bagi pemakai.
d. Elpiji
Selain BBG, kini telah dikembangkan pula Elpiji untuk bahan bakar kendaraan bermotor, ini
merpukan bahwa trend bahan bakar tranportasi dimasa mendatang mengarah semakin jelas,
yakni bahan bakar yang tidak mencemari lingkungan. Negara yang paling mencolok di bidang
pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor di dunia selain negeri Kincir Angin adalah
Selandia Barum Italia, Jepang, Belgia, Kanada, Australia, dan Spanyol. Negara – negara ini
telah cukup lama berkecimpung di bidang pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor.
e. Biogas
Kotoran ternak dapat dipergunakan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
Lewat proses fermentasi, limbah yang baunya merangsang itu dapat dirubah menjadi biogas.
Energi biogas mempunyai kelebihan dibanding nuklir atau batu bara, yakni tak beresiko tinggi
bagi lingkungan. Selain itu, biogas tak memiliki polusi tinggi sehingga lingkungan pun makin
terjaga.
Namun sayangya, pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas ini masih kalah populer jika
dibandingkan pupuk tannaman dari kotoran tersebut. Padahal dengan teknologi biogas,
kandungan zat-zat alami yang terdapat pada kotoran ternak dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhan energi yang kian meningkat. Hal ini dikarenakan biogas bisa dipakai untuk apa saja.
Mulai dari memasak, lampu penerangan, transportasi hingga keperluan lain yang perlu energi.
Apabila biogas telah diaplikasikan secara luas masalah mengenai kekurangan pasokan energi
bisa dihindari. Dan urusan lingkungan bisa teratasi
f. Biodiesel Sawit
Beberapa jenis minyak tumbuhan seperti minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak sawit
juga telah diteliti untuk digunakan langsung sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Beberapa negara Eropa dan merika Seerikat telah mengembangkan dan menggunakan bahan
bakar dari minyak tumbuhan yang telah dikonversi menjadi bentuk metil ester asam lemak
yang disebut dengan biodiesel.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah berhasil mengembangkan palm biodiesel dari
minyak sawit mentah (CPO), Refined Bleached Deodorised Palm Oil (RBDPO) dan fraksi –
fraksi seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit. Palm Fatty Acid Destillate (PFAD) yang
merupakan hasil samping dari pabrik minyak goreng maupun minyak goreng bekas dari
industri rumahan juga telah dikembangkan oleh PPKS sebagai bahan baku pembuatan palm
biodiesel.

3.4. Manfaat Perkembangan transportasi


Dibalik permasalahan yang ada dari perkembangan transportasi di Indonesia, tentunya ada
beberapa manfaat atau dampak positif dari berkembangnya transportasi di Indonesia ini,
berikut adalah manfaat dari perkembangan transportasi:
3.4.1. Mempermudah serta mempercepat perjalanan
Dengan menggunakan alat transportasi modern. Jarak antara tempat A dan tempat B dapat
ditempuh dengan cepat dan mudah. Contohnya dengan mobil ataupun motor. Dengan adanya
alat transportasi modern, jarak antara rumah dan sekolah bisa ditempuh dengan waktu beberapa
menit saja. Dahulu jarak rumah dan sekolah bisa ditempuh selama berjam-jam dengan berjalan
kaki, kini dengan adanya alat transportasi modern, jarak kedua tempat bisa ditempuh dengan
waktu yang singkat dan sangat mudah
3.4.2. Membantu dalam pendistribusian berbagai jenis barang
Dengan menggunakan alat transportasi modern, pengiriman barang menjadi lebih mudah
dan cepat sampai di tempat tujuan. Contohnya pengiriman barang dari satu negara ke negara
lain. Dahulu butuh waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk mengirimkan
sebuah atau beberapa barang dari satu negara ke negara lain menggunakan kapal laut
sederhana. Kini dengan adanya pesawat terbang, pengiriman barang tersebut akan sangat cepat
hanya beberapa hari saja
3.4.3. Pariwisata
Dahulu tempat – tempat menarik hanya menjadi impian semata untuk menuju atau pergi
kesana karena kendala jarak yang jauh dan juga butuh waktu yang lama untuk sampai kesana
dan juga faktor-faktor lain yang dapat menghambatnya menuju kesana. Dengan menggunakan
alat transportasi modern, misalnya dengan menggunakan pesawat terbang ataupun kereta api,
perjalanan menuju tempat-tempat yang menarikpun akan jauh lebih cepat, terasa dekat dan jauh
lebih menyenangkan dan juga efisien waktu dan tenaga.
Contoh ketika kita ingin pergi dari Tasikmalaya menuju ke Aceh. Dengan menggunakan
pesawat terbang, perjalanan akan menjadi singkat dan tak menguras tenaga yang berlebihan.
Dan karena alat transportasi modernpun, tempat-tempat menarik akan banyak dikunjungi para
pelancong-pelancong, baik lokal maupun internasional hingga tempat tersebut menjadi tempat
pariwisata karena mudahnya akses menuju kesana
3.4.4. Memberi peluang usaha
Dengan adanya transportasi modern, dapat membuka berbagai peluang usaha misalnya
membuat produk alat transportasi, menyewakan alat transportasi dan peluang usaha lainnya,
sehingga dapat memperkecil angka pengangguran.
Contohnya seperti di daerah Cianjur, banyak masyarakat yang menyewakan mobil untuk
keperluan jalan-jalan dan yang lainnya. Contoh lain juga di Indonesia kini sudah banyak
industri – industri pembuatan alat transportasi modern. Salah satu industri sparepart di
Indonesia adalah PT. Astra Honda Motor (AHM), PT. AHM sampai saat ini sudah
memproduksi banyak alat-alat transportasi yang dibutuhkan masyarakat
Selain itu menurut Rustian Kamaludin (1986), manfaat transportasi dapat di bagi ke dalam
dua bagian yaitu:
a. Nilai guna tempat (Place Utility)
Yaitu kenaikan atau tambahan nilai ekonomi atau nilai guna dari suatu barang atau komoditi
yangdiciptakan dan mengangkutnya dari suatu tempat ke tempat lainnya yang mempunyai nilai
kegunaan yang lebih kecil, ke tempat atau daerah dimana barang tersebut mempunyai nilai
kegunaan yang lebih besar yang biasanya diukur dengan uang (interens of money)
b. Nilai guna waktu (Time Utility)
Yaitu kesanggupan dari barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan menyediakan
barang – barang, tidak hanya dimana mereka membutuhkan, tetapi dimana mereka perlukan.
BAB 4

KONSEP DASAR-DASAR REKAYASA TRANSPORTASI

4.1 Bus Rapid Transit (BRT) / Bus priority (Busway)


Transjakarta atau umum disebut sebagai Busway adalah sebuah sistem transportasi Bus
Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Selatan, yang beroperasi sejak tahun 2004
di Jakarta, Indonesia. Sistem ini didesain berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di
Bogota, Kolombia. Transjakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung
aktivitas ibukota yang sangat padat. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan
terpanjang di dunia (208 km), serta memiliki 228 halte yang tersebar dalam 12 koridor (jalur),
yang beroperasi dari 05.00 – 22.00 WIB.

Transjakarta dioperasikan oleh Unit Pengelola Transjakarta Busway (UPTB) dibawah


Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, yang bertanggungjawab penuh kepada Gubernur
Provinsi DKI Jakarta. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam operasional Transjakarta
(Pramudi, Onboard/petugas bus, Barrier/petugas halte, dan petugas kebersihan) sekitar 6.000
orang. Jumlah rata-rata harian pengguna Transjakarta diprediksikan sekitar 350.000 orang.
Sedangkan pada tahun 2012, Jumlah pengguna Transjakarta mencapai 109.983.609 orang.

Semua bus Transjakarta berbahan bakar gas, dan diisi di SPBG tertentu. Bus-bus ini
dibangun dengan menggunakan material tertentu. Untuk interior langit-langit bus,
menggunakan bahan yang tahan api sehingga jika terjadi percikan api tidak akan menjalar.
Untuk kerangkanya, menggunakan galvanil, suatu jenis logam campuran seng dan besi yang
kokoh dan tahan karat.

Bus Transjakarta memiliki pintu yang terletak lebih tinggi dibanding bus lain sehingga
hanya dapat dinaiki dari halte Transjakarta (juga dikenal dengan sebutan shelter). Pintu tersebut
terletak di bagian tengah kanan dan kiri. Untuk bus gandeng memiliki tiga pasang pintu yaitu
bagian depan, tengah, belakang kanan dan kiri. Sedangkan bus single di koridor 4 – 9 memiliki
dua pasang pintu, yaitu bagian depan dan belakang kanan dan kiri.

Pintu bus menggunakan sistem lipat otomatis yang dapat dikendalikan dari konsol yang
ada di panel pengemudi. Mekanisme pembukaan pintu pada bus tertentu telah diubah menjadi
sistem geser untuk lebih mengakomodasi padatnya penumpang pada jam-jam tertentu, di dekat
kursi-kursi penumpang yang bagian belakangnya merupakan jalur pergeseran pintu, dipasang
pengaman yang terbuat dari gelas akrilik untuk menghindari terbenturnya bagian tubuh
penumpang oleh pintu yang bergeser.

Setiap bus dilengkapi dengan papan pengumuman elektronik dan pengeras suara yang
memberitahukan halte yang akan segera dilalui kepada para penumpang dalam 2 bahasa, yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setiap bus juga dilengkapi dengan sarana komunikasi
radio panggil yang memungkinkan pengemudi untuk memberikan dan mendapatkan informasi
terkini mengenai kemacetan, kecelakaan, barang penumpang yang tertinggal, dan lain-lain.
Setiap bus menampilkan informasi mengenai bus yang sedang beroperasi (Kode bus, himbauan
kepada pengguna, dan call center operator bus).

Untuk antisipasi hal-hal darurat dan dalam rangka mendukung kenyamanan dan keamanan,
pada tiap bus telah dilengkapi dengan alat pemecah kaca yang tersedia di beberapa bagian pada
tiap bus, tombol darurat diatas pintu bus, pintu darurat (bus tertentu), serta CCTV yang
terhubung dengan layar yang berada di dashboard supir bus (koridor tertentu).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bus_Rapid_Transit, diakses pada 19NOV 2013)

4.2 Light Rail Transit (LRT) / Monorel


Monorel adalah sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel tunggal, berlainan dengan
rel tradisional yang memiliki dua rel paralel dan dengan sendirinya, kereta lebih lebar daripada relnya.
Biasanya rel terbuat dari beton dan roda keretanya terbuat dari karet, sehingga tidak sebising kereta
konvensional.

Wacana akan pembangunan monorail di kota Jakarta telah berlangsung sejak lama dan
pembangunannya pun sudah ‘pernah’ dilaksanakan namun tersendat karena beberapa hal. Dan kini
wacana tersebut kembali terangkat. Sebelum kita menyimak wacana-wacana tersebut akankah
terealisasi atau tidak ada baiknya kita mengetahui apakah itu monorel.

Monorail (Indonesia: Monorel) dibentuk dari 2 kata dalam bahasa Inggris yaitu Mono (satu) dan
Rail (rel) sehingga dalam bahasa Indonesia berarti Berel Satu.

Istilah monorel ini juga bisa digunakan untuk sebuah sistem kendaraan yang menggunakan hanya
sebuah balok (rel) sebagai lintasannya.

Pertama kali Monorel ini dibuat di Rusia oleh Ivan Elmanov di Tahun 1820.

Dimasa sekarang, terkadang monorel ini disalah tafsirkan sebagai kendaraan dengan rel yang
ditinggikan. Sebenarnya tidak semua rel yang ditinggikan adalah monorel dan monorel sendiri tidak
harus memiliki rel yang ditinggikan. Berikut pengertian monorail menurut Monorails.org. (Wahyu,
4.3 Mass Rapid Transit (MRT) / KRL
MRT adalah singkatan dari Mass Rapid Transit yang secara harafiah berarti angkutan yang
dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat. Beberapa bentuk dari MRT
antara lain:

• Berdasarkan jenis fisik: BRT (Bus Rapid Transit), Light Rail Transit (LRT) yaitu kereta
api rel listrik, yang dioperasikan menggunakan kereta (gerbong) pendek seperti monorel dan
Heavy Rail Transit yang memiliki kapasitas besar seperti kereta Jabodetabek yang ada saat ini.

• Berdasarkan Area Pelayanan: Metro yaitu heavy rail transit dalam kota dan Commuter
Rail yang merupakan jenis MRT untuk mengangkut penumpang dari daerah pinggir kota ke
dalam kota dan mengantarkannya kembali ke daerah penyangga (sub-urban).

Jenis yang akan dibangun oleh PT MRT Jakarta adalah MRT berbasis rel jenis Heavy Rail
Transit. Manfaat langsung dioperasikannya sistem MRT ini adalah mampu mengurangi
kepadatan kendaraan di jalan karena dengan adanya MRT diharapkan dapat mengalihkan
masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal. Selain itu, MRT juga
memberikan kontribusi dalam meningkatan kapasitas transportasi publik. Kapasitas angkut
MRT (Lebak Bulus ke Bundaran HI) diharapkan mencapai sekitar 412 ribu penumpang per
hari (tahun ketiga operasi dengan TOD dan TDM).

4.4 Waterway / Angkutan Sungai


Sebagai suatu jenis moda angkutan dalam suatu sistem transportasi, Angkutan Perairan
Daratan memiliki karakater yang khas yang berbeda dengan moda angkutan lainnya. Bahkan
karena angkutan ini terdiri dari angkutan sungai (dan juga kanal) dan angkutan danau
(termasuk juga rawa, waduk dan situ), karakter yang dimilikinya pun relatif cukup unik.

Angkutan sungai memilki karakter yang hampir mirip dengan angkutan jalan (highways)
atau angkutan kereta api (railways) karena hanya dapat melayani pengguna jasa pada daerah
cakupan (catchment area) di sepanjang aliran sungai itu saja. Pada angkutan sungai terkadang
terdapat adanya lintas penyeberangan di sungai yang rutin dimana hal ini tidak terdapat pada
angkutan jalan. Sementara itu, angkutan danau cenderung memiliki daerah pelayanan yang
lebih terbatas karena hanya dapat melayani pengguna jasa di sekitar danau saja dan lebih
bersifat sebagai angkutan penyeberangan di kawasan danau tersebut.

Angkutan perairan daratan umumnya memiliki rute yang tidak tetap dan jadwal yang tidak
teratur meskipun juga pada tingkatan yang lebih berkembang juga terdapat angkutan dengan
rute yang tetap dan dengan jadwal yang teratur maupun tidak teratur. Angkutan perairan
daratan umumnya menggunakan kapal perairan daratan berkonstruksi kayu dengan berbagai
variasinya. Secara teknis, karakteristik angkutan perairan daratan memberikan keunggulan
kepada moda tersebut untuk bersaing dengan moda lain. Keungggulan-keunggulan tersebut
antara lain:

A. Pada daerah yang mempunyai sungai yang bisa digunakan untuk transportasi, maka
tidak perlu dibangun infrastruktur baru selain dermaga bongkar muat karena telah tersedia
secara alami. Di India, dengan panjang jalur transportasi yang sama, biaya untuk
mengembangkan angkutan perairan daratan hanya sekitar 5% hingga 10% dari biaya
mengembangkan jalan tol 4 lajur ataupun membangun jaringan kereta api (Akanda, 1993).

B. Infrastruktur sungai hanya perlu dipelihara dengan biaya yang murah sehingga kapasitas
infrastruktur umumnya akan mencukupi. Di India, dengan panjang jalur transportasi yang
sama, biaya pemeliharaan angkutan perairan daratan hanya sekitar 20% dari biaya
pemeliharaan jalan (Akanda, 1993);

C. Berperan sebagai angkutan utama untuk daerah terpencil (remote area) dimana
konstruksi jalan belum atau mahal untuk dibangun;

D. Mempunyai tingkat keselamatan yang lebih tinggi dibandingkan angkutan jalan dari
aspek kecepatannya yang rendah, terutama bila dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang
memadai;

E. Bahan bakar lebih efisien


BAB 5

POLA PERENCANAAN
5.1 Tahap-Tahap Model Perencanaan Transportasi
Transportasi adalah perpindahan suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lain dengan
menggunakan sebuah medium yang dapat berupa kendaraan. Dalam kehidupan sehari-hari
tentunya seringkali kita menggunakan transportasi untuk memudahkan pekerjaan kita.

Transportasi itu sendiri dapat terjadi karena adanya perbedaan sumber daya dari wilayah satu
dan wilayah yang lainnya. Akibat perbedaan itulah maka terjadi kebutuhan dan ketersediaan.
Dengan demikian terjadi interaksi antar kawasan yang digambarkan dengan adanya
transportasi.

Sampai saat ini, baik di Indonesia maupun negara-negara maju masih terus mengembangkan
sistem transportasi yang aman, cepat, murah, nyaman serta ramah lingkungan.

Namun, ekspektasi tersebut masih menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan
terutama ketika menghadapi masalah seperti kemacetan, jalan yang rusak, polusi udara, suara
dan getaran.

www.aimsun.com

Metoda analisa yang telah dikembangkan membutuhkan biaya yang mahal serta waktu
proses yang lama. Hal ini tidak sesuai untuk negara berkembang, karena ada keterbatasan
waktu dan biaya, yang tentunya selalu memerlukan pemecahan dan penanganan masalah
transportasi yang bersifat quick-response.

Salah satu metode analisa yang paling sering digunakan adalah 4 tahap model transportasi.

Model ini disebut 4 tahap karena dalam pemodelan tersebut terdapat 4 sub-model yang
pemodelannya dilakukan secara terpisah. Hasil yang didapat dari suatu sub-model dapat
menjadi masukan untuk sub-model selanjutnya.

Berikut ini adalah penjelasan empat tahap model perencanaan transportasi:

A. Trip Generation (Bangkitan - Tarikan)

Trip generation adalah adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan
yang berasal dari suatu zona atau tata guna dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau
tata guna.

Suatu zona atau tata guna yang dimaksud disini dapat berupa unit permukiman atau bagian
wilayah kota (kawasan).

Jenis-jenis perjalanannya (Trip Purpose) biasanya berupa:

• Home-based work trip (rumah-kantor)

• Home-based other (rumah-tempat lain)

• Non-home-based trip (tempat lain-tempat lain)

Perkiraan jumlah bangkitan/tarikan perjalanan dilakukan terhadap suatu zona, sesuai dengan
variabel zonanya.

Besar kecilnya Trip Generation dipengaruhi oleh:

• Intensitas tata guna lahan dan perkembangan pada daerah studi

• Kondisi sosio-ekonomi dari pelaku perjalanan

• Kapabilitas dan keadaan sistem transportasi yang ada di daerah studi


B. Trip Distribution (Distribusi Perjalanan)

Trip distribution adalah pemodelan untuk melihat bagaimana lalu lintas dapat ditimbulkan oleh
suatu wilayah itu didistribusikan. Apakah arah pejalanan itu semua menuju satu tempat atau
tersebar merata.

Faktor yang menentukan Trip Distribution adalah jumlah perjalanan itu sendiri yang berupa
orang, kendaraan, maupun barang yang terjadi di antar zona.

Pada tahap pemodelan distribusi perjalanan ini, tujuan utamanya adalah membentuk Matriks
Asal Tujuan untuk Nilai Bangkitan/Tarikan yang telah diperoleh dari Trip Generation.

Distribusi perjalanan juga dapat direpresentasikan dalam bentuk Desire Lines, yang merupakan
garis-garis yang menghubungkan antar pusat zona pada suatu peta, dengan ketebalan garis
menunjukkan besaran pergerakannya. Dari sini dapat terlihat secara visual lokasi mana saja yang
ramai dikunjungi.

C. Moda Split (Jenis Angkutan)

Interaksi antara dua tata guna lahan dapat dilakukan dalam dua pilihan, pertama adalah dengan
menggunakan telepon (atau pos) untuk menghindari terjadinya pergerakan, dan kedua, interaksi
yang mengharuskan terjadinya pergerakan.

Pada pilihan kedua, keputusan harus ditetapkan dalam hal pemilihan moda yang berkaitan
dengan jenis transportasi yang digunakan.

Moda split adalah pembagian perjalanan ke dalam moda angkutan baik pribadi maupun
angkutan umum. Dengan kata lain moda split adalah pemisahan perjalanan berdasarkan jenis
angkutan.

Secara garis besar moda angkutan terbagi menjadi 3 yakni :

• Angkutan Darat (Mobil, Motor, Bus, Kereta Api)

• Angkutan Air (Kapal Laut, Boat)

• Ankutan Udara (Pesawat Terbang, Helikopter)

Faktor yang menentukan Moda Split adalah jenis moda yang tersedia pada daerah studi serta
pemilihan moda yang berdasarkan biaya, kemudahan, serta waktu tempuh.
D. Trip Assigment (Pembebanan Ruas Jalan)

Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk angkutan umum,
rute ditentukan berdasarkan moda transportasi. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang
akan memilih moda transportasinya dulu baru rutenya.

Seperti pemilihan moda, pemilihan rute juga tergantung pada alternatif terpendek, tercepat,
dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup
(misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute terbaik.

Juga untuk pengaturan volume lalu lintas sehingga lalu lintas tidak menumpuk pada satu ruas
jalan. Volume lalu lintas pada suatu ruas jalan dapat dialihkan ke ruas jalan lain. Ini untuk
menghindari untuk menghindari kemacetan lalulintas dan menghindari terjadinya kemacetan lalu
lintas.

5.2 TRIP GENERATION


5.2.1 PENDAHULUAN
Trip Generation td :
1. Trip Production
2. Trip Attraction

- Setiap tempat mempunyai fktor untuk membangkitkan dan menarik


pergerakan
- Bangkitan, Tarikan ≈ f(luas, jenis, intensitas lahan)
- Home-base (HB) Trip
- Non Home-base (NHB) Trip

5.2.2 KLASIFIKASI PERJALANAN


1. Berdasarkan tujuan
- Bekerja
- Sekolah
- Belanja
- Rekreasi

2. Berdasarkan waktu perjalanan


- Pada saat jam puncak (peak hours)
Pagi hari 06.00 – 09.00
Sore hari 16.00 – 18.00
- Pada saat bukan jam puncak (off peak hours)

5.2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TRIP GENERATION


1. Trip Production/Bangkitan perjalanan
- Pendapatan
- Kepemilikan kendaraan
- Ukuran rumahtangga
- Kepadatan perumahan
- Aksesibilitas

2. Trip Attraction/Tarikan perjalanan


- Industri
- Perdagangan/commercial
- Kawasan pendidikan
- Rumah sakit

3. Bangkitan/Tarikan perjalanan angkutan barang


- Jumlah pekerja
- Jumlah penjualan
- Luas bangunan/atap
- Luas total area perusahaan

5.2.4 MODEL FAKTOR PERTUMBUHAN (GROWTH FACTOR)


Model ini merupakan model yg digunakan untuk memperkirakan
jumlah perjalanan pada masa yg akan datang
Ti = Fi . ti
Dimana :
Ti : Jumlah perjalanan pada masa yg akan datang di zona i
ti : Jumlah perjalanan pada saat ini di zona i
Fi : Faktor pertumbuhan

𝑓{𝑝𝑖𝑑 , 𝐼𝑖𝑑 , 𝐶𝑖𝑑 }


𝐹𝑖 =
𝑓{𝑝𝑖𝑑 , 𝐼𝑖𝑑 , 𝐶𝑖𝑑 }
Dimana :
p : Populasi
I : Income
C : Kepemilikan kendaraan
d : design / future / mendatang
c : current / saat ini

Contoh
Apabila dalam suatu zona terdapat 100 rumah tangga yg memiliki
kendaraan dan 200 rumah tangga yang tidak memiliki kendaraan,
dengan asumsi bahwa rata-rata tingkat perjalanan masing-masing
adalah : 6 trip/hari dan 2,25 trip/hari maka total perjalanan dari zona
tsb adalah:
Ti = 100 x 6 + 200 x 2,25 = 1050 trip/hari

Jika di kemudian hari diasumsikan semua rumahtangga memiliki


kendaraan, maka faktor pertumbuhannya adalah :

Berdasarkan pada persamaan sebelumnya :


Ti = Fi . ti Î Ti = 1.5 x 1050 = 1575 trip/hari
Dari hasil Ti tsb terlihat bahwa pendekatan metode Growth Factor ini
sangat kasar, karena dari asumsi rata-rata tingkat perjalanan dapat
diketahui :
Ti = 300 x 6 = 1800 trip/hari

Atau dgn kata lain bahwa hasil perhitungan dgn metode/model


Growth Factor terjadi underestimate sebesar :
(1800 – 1575) x 100% = 12.5 %
1800
Berdasarkan kenyataan diatas, maka model Growth Factor hanya
tepat digunakan untuk memperkirakan perjalanan di masa datang pada
zona eksternal, karena pada zona ini sulit mendapatkan data secara
akurat.
Saat ini, model yg sering digunakan adalah :
- Model Analisis Regresi
- Model Analisis Kategori

5.2.5 MODEL ANALISIS REGRESI


Analisis regresi adalah sutu metode statistika untuk mempelajari bagaimana suatu variabel
tidak bebas dihubungkan dengan satu atau lebih variabel bebas. Dalam analisis regresi, untuk
kasus trip generation, diasumsikan bahwa besarnya bangkitan/tarikan mempunyai korelasi
dengan beberapa faktor (sosio ekonomi, demografi, dll) sehingga dengan memperhitungkan
besarnya sosio-ekonomi, demografi, dll, dapat dihitung besarnya bangkitan/tarikan.Demografi
≥ populasi ≥ Populasi naik maka pergerakan bertambah Sosio ekonomi ≥ pendapatan ≥
pendapatan naik maka pergerakan bertambah

Y = a + bx
Dimana : y : Variabel tidak bebas (dependent variable)
x : Variabel bebas (Independent variable)
a : Konstanta/intercept
b : Koefisien/parameter
Jika Variabel bebas lebih dari satu, diperlukan analisis Regresi Multilinier, yg pers
umumnya adalah sbb :
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + ... + bnxn

Beberapa asumsi statistik diperlukan dalam analisis regresi multilinier :


1. Variabel tidak bebas adalah fungsi linier dari variabel bebas, Jika hubungan
tsb tidak linier maka harus ditransformasikan menjadi linier
2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau telah diukur tanpa
kesalahan
3. Sesama variabel bebas tidak boleh ada korelasi dan jika terdapat korelasi
antara 2 buah variabel bebas maka salah satu variabel harus dibuang (yg
dibuang adalah variabel yg pengaruhnya kecil terhadap variabel tidak bebas.
4. Variansi dari variabel tidak bebas tentang garis regresi adalah sama untuk
seluruh nilai variabel bebas
5. Nilai variabel tidak bebas harus berdistribusi normal atau mendekati
Metode Least-Square digunakan dlm proses regresi dimana garis linier didapat sehingga
jml kuadrat terkecil dihasilkan atau (data survey – data model) adalah minimal

Dengan n : Jml Pengamatan/sampel


x : variabel bebas
y : Variabel tidak bebas
Contoh :
Dari hasil survey di 8 zona, diketahui data sbb :

Tentukan Model bangkitan Perjalanan !


Jawab :
Dari rumus a dan b diatas diperoleh :
b = 2,48 ; a = 89,9
Sehingga model bangkitan perjalanan adalah :
Y = 89,9 + 2,48x

Proses Kalibrasi dan Pengabsahan Model Analisis-Regresi


Langkah utama proses :

1. Penentuan kandidat variabel


Kandidat var bebas issal :
- data populasi
- data sosio-ekonomi mis PDRB
- data sektoral : pertanian, perkebunan, industri

2. Analisis korelasi
Melakukan penyusunan matriks korelasi untuk menganalisis :
- var bebas yg memiliki hubungan statistik dgn var tak bebas
- hub statistik antar var bebas

Pada langkah ini akan diperoleh beberapa alternatif persamaan regresi.


Beberapa kriteria yg harus dipenuhi oleh var terpilih untuk persamaan
regresi adalah :
- Harus mempunyai korelasi linier dg var tak bebas
- Harus memiliki nilai statistik yg tinggi dg var tak bebas
- Harus memiliki korelasi yg rendah dgn var bebas lainnya
- Harus merupakan besaran yg relatif mudah utk diproyeksikan

3. Penentuan parameter & Validasi

5.2.6 MODEL ANALISIS KATEGORI


Pada analisis kategori diasumsikan bahwa setiap orang mempunyai
perilaku yg berbeda terhadap bangkitan/tarikan.
Dalam usaha menyederhanakan maka populasi yg terdiri dari berbagai
macam individu dikelompokkan menjadi beberapa sub populasi
berdasarkan kategori tertentu, kemudian dianggap bahwa kelompok
individu dalam sub populasi tertentu tsb, akan mempunyai perilaku yg
sama.
Variabel yg biasa dipakai :
- household
- car ownership
- income

Household : 1 -3 org Î [A]


>4 Î [B]
Car ownership : 0 Î [C]
1 Î [D]
>2 Î [E]
Income : Rendah (< rp 150 rb ) Î [F]
Sedang (150rb–500rb) Î [G]
Tinggi (> rp500 rb ) Î [H]
Jml Kategori : 2x3x3 = 18 kategori
Dengan menggunakan tabel diatas, perkiraan total bangkitan lalulintas
adalah :
= (50x3,4) + (20x3,7) + (10x3,9) + (50x5,2) + (50x6,9) + (100x8,3) +
(40x10,0) + 100x11,8) + (150x12,9)
= 5243 pergerakan per zona

5.3 DISTRIBUSI PERJALANAN


5.3.1 PENDAHULUAN
Trip distribution adalah suatu tahapan yang mendistribusikan berapa
jumlah pergerakan yang menuju dan berasal dari suatu zona.
Pada tahapan ini yang diperhitungkan adalah :
1. Sistem kegiatan (Land use)
2. Sistem jaringan (Aksesibilitas)

Trip distribution merepresentasikan jumlah perjalanan dari zona asal i


ke zona tujuan j, biasanya ditulis dalam bentuk Matriks Asal Tujuan
(MAT), dengan array 2 dimensi.
Baris : menunjukkan jumlah perjalanan yang berasal dari zona i
Kolom : menunjukkan jumlah perjalanan yang menuju ke zona j

Tij : Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j


Oi : Jumlah perjalanan yang berasal dari zona i
Dj : Jumlah perjalanan yang menuju zona j
Selain ditulis dalam bentuk matriks, trip distribution dapat pula ditulis
dalam bentuk Garis Keinginan / Desire Line.

5.3.2 METODA TRIP DISTRIBUTION


1. Metoda Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)
Pergerakan di masa mendatang adalah pertumbuhan dari
pergerakan pada masa sekarang.
2. Metoda Sintetis (Synthetic Method)
Pada metoda ini sudah mulai mempertimbangkan bukan saja
faktor pertumbuhan tetapi juga mempertimbangkan faktor
aksesibilitas.

5.3.3 METODA FAKTOR PERTUMBUHAN


Bentuk umum : Tij = tij . E
Dimana : Tij = perjalanan mendatang (future) dari i ke j
tij = perjalanan saat ini (base year) dari i ke j
E = faktor pertumbuhan (Growth Factor)

Jenis model faktor pertumbuhan


1. Model Uniform / Seragam
2. Model Average
3. Model Fratar
4. Model Detroit
5. Model Furness
5.3.4 MODEL UNIFORM
Bentuk umum : Tij = tij . E
dimana : Tij = total pergerakan pada masa mendatang dalam daerah
studi dari zona asal i ke zona tujuan j

tij = total pergerakan pada masa sekarang di daerah studi


dari zona asal i ke zona tujuan j

Asumsi dasar model uniform


1. Semua daerah dianggap mempunyai tingkat bangkitan atau tarikan
yang seragam
2. Total bangkitan = total tarikan
Kelemahan model uniform
1. Tidak dapat dipakai pada daerah yang tingkat pertumbuhannya
tidak merata
2. Tidak cocok dipakai di Indonesia karena tingkat pertumbuhan
daerah-daerah di Indonesia tidak merata
3. Tidak mempertimbangkan aksesibilitas tapi hanya dipengaruhi
oleh faktor pertumbuhan yang disebabkan oleh perubahan land
use
4. Model ini tidak cocok digunakan untuk perencanaan jangka
panjang karena dalam jangka panjang tidak dapat dijamin bahwa
tidak ada perubahan aksesibilitas

5.3.5 MODEL AVERAGE / RATA-RATA

dari bentuk model dapat dilihat bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan


pada setiap daerah dinetralisir dengan cara dibuat nilai rata-rata.
Dengan data eksisting trip di atas, jika dikerjakan dengan model ini
akan diperoleh:
Kemudian dicari / dilakukan iterasi ke-2 dst. hingga diperoleh Ein ~ 1
dan Ejn ~ 1

5.3.6 MODEL FRATAR


Model ini mencoba mengatasi masalah sebelumnya dengan cara:
1. Trip distribusi dari suatu zona pada masa mendatang proporsional

dengan trip distribusi pada masa sekarang


2. Trip distribusi tersebut dimodifikasi dengan growth factor dari

zona ke mana pergerakan tersebut berakhir


3. pengaruh lokasi zona diperhitungkan

Model ini jarang digunakan karena iterasinya rumit

5.3.7 MODEL DETROIT


Bentuk model : Tij = tij . Ei . Ej/E
dimana, E = faktor pertumbuhan total

5.3.8 MODEL FURNESS


Bentuk model : Tij = tij . Ei
Pada metode ini : 1. Iterasi lebih sedikit
2. satu set 1 perkalian
Iterasi dilakukan pada :
1. Baris dulu, kemudian diperiksa Ei ~ 1 ; Ej ~ 1
2. Kolom, kemudian periksa Ei ~ 1 ; Ej ~ 1
Iterasi diteruskan berganti-ganti antara Ei dan Ej sampai diperoleh Ei
~ 1 dan Ej ~ 1
Keuntungan model Furness:
1. Hanya memerlukan data eksisting trip ditambah dengan perkiraan
pertumbuhan zona di masa mendatang
2. Hanya diperlukan iterasi sederhana untuk menghasilkan produk
yang balance
Kerugian model Furness:
1. Relatif mahal untuk mendapatkan data eksisting
2. Batas zona harus konstan, sehingga tidak ada zona baru pada masa
mendatang
3. Tidak dapat digunakan untuk daerah dengan tingkat pertumbuhan
pesat
4. Tidak memperhitungkan tingkat aksesibilitas
5. Tidak memperhitungkan transport impedance (time distance, cost
antarzona)
5.3.9 METODE SINTETIS
Model sintetis yang biasa dipakai adalah:
1. Model Gravity
2. Model Intervening- opportunity
3. Model Gravity-Oppurtunity

5.3.10 MODEL GRAVITY


Model ini dikembangkan analog dengan Hukum Gravitasi Newton

Gaya tarik menarik antara 2 benda dipengaruhi oleh massa 2 benda


tersebut serta jarak keduanya.

Dalam konteks transport:


Perjalanan antara 2 zona dipengaruhi oleh karakteristik trip
generation (Oi dan Dd) dan aksesibilitas ke zona tersebut (jarak,
biaya,waktu)
Oi dan Dd, diidentikkan dengan massa benda 1 dan 2
Aksesibilitas, diidentikkan dengan jarak dua benda tersebut.

Aksesibilitas dinyatakan (dalam konteks ini) sebagai f(cid). Sedang cid


adalah detterance function yaitu fungsi dari (jarak, biaya,waktu)
Tid ~ Oi . Dd . f(cid)

Sehingga bentuk umum model Gravity adalah:


Tid = Ai . Oi . Bd . Dd . f(cid)

Oi,Dd = trip generation


Ai,Bd = faktor penyeimbang/balancing factor
f(cid) = fungsi faktor penghambat/transport impedance /detterance
factor
3 jenis Detterance Factor:
1. Model negatif eksponential : f(cid) = e –ß Cid
2. Fungsi Power : f(cid) = cid-α
3. Fungsi Tanner : f(cid) = cid α . e –ß Cid

Jenis Model Gravity:


1. Model Unconstrained atau Model Gravity Tanpa Batasan (UCGR)
dipakai jika data Oi dad Dd tidak akurat.

2. Model Production Constrained atau Model Gravity dengan Batasan Bangkitan (PCGR)
dipakai jika data Oi tidak akurat

3. Model Attraction Constrain atau Model Gravity dengan Batasan Tarikan (ACGR)
dipakai jika data Dd tidak akurat

4. Model Doubly Constrain/Production Attraction Constrain atau Model Gravity dengan Dua
Batasan
dipakai jika diyakini data Oi dan Dd semua akurat
Perhatikan contoh Matrik Distribusi pergerakan dan Matriks Biaya berikut:

Jika dianggap fungsi hambatan mengikuti fungsi eksponensial negatif dan β = 0,095 maka
dapat dicari nilai Exp(-β.cid) pada masing-masing sel

5.4 PEMILIHAN MODA

5.4.1 UMUM
Tujuan: Mengetahui proporsi pengalokasian perjalanan ke berbagai moda transportasi. Ada
dua kemungkinan situasi yang dihadapi dalam meramal pemilihan moda:

a. Moda yang ditinjau telah beroperasi (revealed preference method, RP).


Dalam kasus ini survei dilakukan berdasarkan prilaku pangsa pasar, misalnya atas dasar zona-
zona asal/tujuan yang ada, dan menghubungkannya dengan besaran-besaran yang menerangkan
tentang atribut masing-masing moda.

b. Moda yang ditinjau tidak harus ada (Stated preference method, SP).
Dalam kasus ini survei dilakukan berdasarkan pertanyaan andaian (hipotesis) yang
dihubungkan dengan atribut-atribut moda yang baru. Metoda ini banyak digunakan dalam riset pasar.

5.4.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA


Faktor yang dapat mempengaruhu pemilihan moda dapat dikelompokkan
menjadi tiga:

a. Ciri pengguna jalan:


- Pemilikan kendaraan, semakin tinggi pemilikan kendaraan pribadi
semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum.
- Pemilikan SIM
- Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak,
pensiun, bujangan, dan lain-lain.
- Pendapatan; semakin tinggi pendpatan semakin besar peluang
menggunakan kendaraan pribadi.
- Faktor lain: keharusan menggunakan kendaraan pribadi ke tempat
bekerja, keperluan mengantar anak sekolah.

b. Ciri pergerakan:
- Tujuan pergerakan: di negara maju, pergerakan ke tempat bekerja
biasaya lebih mudah menggunakan angkutan umum (karena murah
dan tepat waktu, nyaman, aman). Tetapi di negara berkembang,
orang lebih cenderung menggunakan kendaraan pribadi karena
angkutan umum tidak tepat waktu dan tidak nyaman.
- Waktu terjadinya pergerakan.
- Jarak perjalanan: semakin jauh perjalanan semakin cenderung
menggunakan angkutan umum.

c. Ciri fasilitas moda transportasi:


- Kuantitatif: Waktu tempuh, ongkos, ketersediaan ruang dan tarif
parkir.
- Kualitatif: Kenyamanan, keamanan, keandalan.

d. Ciri kota atau zona: jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.

5.4.3 MODEL PEMILIHAN MODA DAN KAITANNY DENGAN MODEL LAIN


G : bangkitan pergerakan MS : Pemilihan moda
A : Pemilihan rute D : Sebaran pergerakan
Masa lalu banyak digunakan model jenis 1 dan 2 yaitu menempatkan pemilihan moda
bersama keputusan sama dan setelah bangkitan pergerakan. Model ini menunjukkan variabel
pemilihan moda dapat dijelaskan oleh karakteristik unit bangkitan, misal ukuran rumah tangga
atau karakteristik perorangan.

Namun, model jenis 1 dan 2 diatas mengakibatkan sukarnya penyertaan atribut


perjalanan dan moda di dalam model karena asumsi perilakunya dalam hal ini menganggap
bahwa tarikan zona tujuan tidak memiliki

pengaruh apapun terhadap pemilihan moda. Sehingga meningkatkan pelayanan


angkutan umum, membatasi parkir di pusat kota tidak akan berpengaruh terhadap pemilihan
moda. Model jenis 2 disebut juga sebagai Trip-end Modal Split.
Karaketristik umum Trip-end Modal Split adalah:
- Banyak menggunakan variabel zona atau rumah tangga, misal: pemilikan
kendaraan, kerapatan pemukiman
- Ukuran karakteristik sistem transportasi dinyatakan dengan indeks daya
hubung
- Pre-distribusi.

Model jenis 3, pemilihan moda dilakukan bersamaan dengan distribusi perjalanan dan
merupakan cara yang sering digunakan dalam praktek peramalan angkutan perkotaan. Model
ini termasuk dalam kategori model sintesis karena tidak langsung kepada data eksisting yang
diperoleh dari unit yang dikaji. Black (1981) menjelaskan sebagai berikut:

Model jenis 4 disebut juga Trip Interchange Modal Split (post distribution).Pemilihan
moda dilakukan setelah distribusi, hal ini menguntungkan karena dapat menyertakan
karakteristik perjalanan dan modanya kedalam model. Salah satu kelemahan yang terdapat
dalam model ini adalah modelnya hanya dapat digunakan bagi mereka yang memiliki pilihan,
dalam hal ini hanya choice rider (bagi mereka yang memiliki mobil). Pada kenyataannya
pemilihan moda bisa merupakan pemilihan beberapa moda angkutan umum yang tersedia.
Umumnya model ini dinyatakan dalam kurva pembagian (diversion curve) yang berbentuk
kurva S
5.4.4 TINGKAT PENYEDERHANAAN
Dalam pemilihan moda, informasi yang dimodelkan dapat didasarkan atas:

- Zona (model agregat)


Data agregat zona tidak dapat menggambarkan karakteristik rumah
tangga secara teliti. Dalam Trip Interchange model split (jenis 4),
pemilihan moda dipaksa harus dalam bentuk agregat karena karakteristik
rumah tangga telah terlanjur dimasukkan dalam pre-dsitribusi.

- Data rumah tangga dan atau individu (model disagregat)


Model disagregat lebih mendekati ke sumber pengambil keputusan
(individu), namum lebih rumit dan sukar untuk dikalibrasi.

5.4.5 MODEL SINTESIS


Kedua model yang diuraikan sebelumnya (trip-end dan trip-interchange), penurunan
modelnya langsung didasarkan dari unit yang dikaji (model empiris). Saat ini dikembangkan
model buatan, yaitu:
- Model kombinasi sebaran pergerakan dan pemilihan moda
- Model trip-interchange berperilaku
- Model multimoda
5.4.6 MODEL SINTESIS
Pendekatan entropi-maksimum dapat digunakan untuk mendapatkan model kombinasi
sebaran pergerakan dan pemilihan moda secara simultan.

dimana:
Pij1 = proporsi yang menggunakan moda 1 dari ke i ke j
Tij = total perjalanan dari i ke j
Tij1 = jumlah perjalanan dari i ke j dengan menggunakan moda 1
Cij1 = ongkos dari i ke j menggunakan moda 1
β = parameter kalibrasi, penentu penyebaran pemilihan

Persamaan diatas dikenal dengan fungsi logit. Beberapa sifat persamaan ini adalah:
- Kurvanya berbentuk huruf – S, seperti kurva pembagian empiris.
- Bila C1 = C2 ; maka P1 = P2 = 0,5
- Bila C2 >> C1 ; P1 mendekati 1.
Model persamaan diatas dapat dikembangkan untuk beberapa moda:

5.4.7 MODEL TRIP INTERCHANGE BERPERILAKU


Kalau dalam model trip interchange sebelumnya penurunan persamaan maupun kurva
pembagian didasarkan langsung semata-mata kepada data survei zona, dalam model
berperilaku dilakukan modifikasi dengan menggunakan fungsi logit sebagai bentuk dasar
dalam pembagian proporsi pemakai moda.
Fungsi logit > distribusi gumbel
Bila menggunakan distribusi normal > fungsi probit.
Contoh:
Ada dua moda, mobil dan angkutan umum, ongkos perjalanan:
- mobil = C1
- angkutan umum = C2 + δ
δ = model penalty (ketidaknyamanan, kurang aman, dll).
Dengan menggunakan fungsi logit, dapat diturunkan sbb:

CONTOH: Dari hasil survey agregasi pemilihan moda diantara 5 pasang zona diperoleh data
sbb:

P1 : proporsi pengguna kendaraan pribadi


P2 : proporsi pengguna kendaraan angkutan umum
C1 : biaya menggunakan kendaraan pribadi
C2 : biaya menggunakan kendaraan angkutan umum
Bila model pemilihan moda yang digunakan adalah model logit, dimana:

Hari hasil survey agregasi pemilihan moda diantara 6 pasang zona diperoleh data sbb:

P1 : proporsi pengguna kendaraan pribadi


P2 : proporsi pengguna kendaraan angkutan umum
C1 : biaya menggunakan kendaraan pribadi
C2 : biaya menggunakan kendaraan angkutan umum
Bila model pemilihan moda yang digunakan adalah model logit, dimana:

Tentukan nilai parameter β dan δ

5.5 PEMBEBANAN LALU LINTAS


5.5.1 UMUM
Pembebanan lalulintas (trip assignment) adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan
(yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke jaringan jalan. Tujuan trip assignment
adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/atau total perjalanan di dalam jaringan yang
ditinjau.

Matriks asal tujuan Jaringan


(Permintaan) (Sediaan)

Kriteria Trip assignment


memutuskan

Arus & Total


Biaya perjalanan

5.5.2 KURVA KECEPATAN – ARUS DAN BIAYA - ARUS


Hubungan kecepatan-arus sangat sering digunakan dalam rekayasa lalulintas. Konsep ini pada
awalnya dikembangkan untuk ruas jalan yang panjang pada jalan bebas hambatan.

Arus lalulintas meningkat→kecepatan cenderung menurun secara perlahan.


Arus mendekati kapasitas → penurunan kecepatan semakin besar.
Model pembebanan rute yang mempertimbangkan kemacetan memerlukan beberapa persamaan
(fungsi) yang cocok untuk mengubungkan atribut suatu ruas jalan seperti kapasitas dan
kecepatan arus bebas serta arus lalulintas dengan kecepatan dan biaya yang dihasilkan. Hal
dinyatakan dalam rumus berikut:
𝐶𝑙 = 𝐶𝑙 ( {𝑉})
Biaya pada suatu ruas jalan l merupakan fungsi dari semua pergerakan V pada jaringan jalan
tersebut. Rumus cocok untuk daerah perkotaan yang memiliki interaksi yang erat antara arus di
ruas jalan dengan tundaan di ruas jalan yang lain. Namun bila kita mempertimbangkan ruas
jalan yang panjang, rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi:
𝐶𝑙 = 𝐶𝑙 (𝑉𝑙 )
Biaya pada suatu ruas jalan hanya tergantung dari arus dan ciri ruas itu saja. Rumus ini tidak
cocok untuk daerah perkotaan yang macet.
Beberapa kurva hubungan biaya-arus:
a. Smock (1976) → Kajian di Detroit
𝑡 = 𝑡0 exp ( 𝑄𝑉 )
𝑠

𝑡 = waktu tempuh per satuan jarak


𝑡0 = waktu tempuh per satuan jarak pada kondisi arus bebas
𝑄𝑠 = kapasitas ruas

b. Overgraad (1967)

𝑄𝑠 = Kapasitas ruas;
c. Departemen Transportasi Inggris

𝑆0 = kecepatan arus beban


𝑆1 = kecepatan pada arus kapasitas 𝐹2
𝐹2 = arus maksimum pada kondisi arus beban masih bertahan

d. IHCM (Indonesia Highway Capacity Manual)

𝐹𝑉 = kecepatan arus beban; D = kepadatan; L,M = konstanta


𝐷0 = kecepatan pada saat kapasitas tercapai
𝐷𝐽 = kecepatan pada kondisi macet total
5.5.3. METODE PEMILIHAN RUTE
Faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan rute adalah:
• Waktu tempuh faktor utama
• Jarak
• Jumlah persimpangan yang dilalui
• Kemacetan
• Rambu lalulintas
• Kondisi permukaan jalan
• Keselamatan
• Dll.
Model pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor:
• Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya perjalanan karena
adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak jelas dan tidak tepat mengenai
kondisi lalu lintas.
• Apakah pengaruh kemacetan di ruas jalan diperhitungkan dalam pemodelan.

Selain itu Robillard (1975) mengklasifikasikan dua metode:


• Metode proporsional;
- Total arus pada suatu ruas jalan (hasil pembebanan) adalah penjumlahan dari semua arus
jika setiap pasangan zona dibebankan secara terpisah.
- Proporsi hasil pembebanan di rute sebanding dengan naiknya tingkat permintaan.
- Metode A-o-N dan stokastik termasuk dalam kategori ini.
• Metode tidak proporsional
- Kebalikan dari metode proporsional
- Metode dengan batasan kapasitas masuk dalam kategori ini
5.5.4 ALL-OR-NOTHING
Teknik pembebanan ini mengasumsikan bahwa seseorang akan memilih rute berdasarkan pada
rute terpendek (shortest path). Pada teknik pembebanan ini, pengaruh kemacetan tidak
diperhitungkan, sehingga seberapapun jumlah arus kendaraan tidak mempengaruhi pemilihan
rute. Karena itu, metode ini tidak tepat jika digunakan pada jaringan jalan yang macet.
Teknik yang lazim digunakan untuk penentuan rute terpendek adalah Moore, D’Esopo, dan
Dijkstra.
5.5.5 PEMBEBANAN EQUILIBRIUM
Asumsi dasar dari pemodelan equilibrium adalah masing-masing pengemudi mencoba untuk
meminimumkan ongkos perjalanannya. Bagi pengemudi, ongkos dari semua pilihan yang ada
diasumsikan diketahui secara implisit dalam pemodelan. Ongkos disini menunjukkan ongkos
untuk penggunaan
perjalanan, terkadang ongkos ini untuk menunjukkan generalised cost, yakni kombinasi dari
waktu tempuh, jarak dan ongkos perjalanan lainnya seperti ongkos parkir, terminal, transit,
ongkos operasi, kenyamanan, kemudahan dan lain-lain.
Dalam konteks dengan pemilihan rute, pernyataan yang sama dengan asumsi dasar diatas
secara singkat telah dibahas oleh Wardrop (1952). Pada tulisan tersebut diuraikan bahwa
terdapat dua perilaku intuitif yang menjelaskan bagaimana lalu-lintas dapat didistribusikan
kedalam rute yang dikenal dengan Prinsip Wardrop Equilibrium. Dua prinsip tersebut
dinyatakan sebagai berikut:
(1) ”Under equilibrium condition traffic arranges itself in congested networks in such a way
that no individual trip maker can reduce his path cost by switching routes.”
(2) “Under social equlibrium condition traffic should be arranged in congested networks in
such a way that average (or total) travel is minimised.”
Dari prinsip Wardrop yang pertama dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi equilibrium tidak
ada pengguna jalan yang dapat mengubah rutenya untuk mendapatkan biaya perjalanan yang
lebih murah, karena semua rute yang tidak digunakan mempunyai biaya perjalanan yang sama
atau lebih besar dari pada rute yang dilaluinya sekarang. Sehingga dapat dikatakan sistem
tersebut mencapai kondisi seimbang menurut pandangan pengguna. Oleh karena itu prinsip ini
disebut user’s equilibrium. Sedangkan pada prinsip Wardrop yang kedua menyatakan bahwa
dalam kondisi optimum, total biaya
sistem yang terjadi adalah minimum. Prinsip ini kemudian dikenal dengan system optimal.
Keduanya saat ini telah menjadi standar praktis dalam setiap evaluasi perencanaan transportasi
yang didasarkan pada metode equilibrium.
Pada umumnya arus yang dihasilkan dari dua prinsip tersebut tidak sama, tetapi dalam
prakteknya, lalu lintas mengatur dirinya sendiri mengikuti pendekatan prinsip wardrop yang
pertama (user’s equilibrium).
A. Formulasi Pembebanan Equilibrium
Pembebanan dikatakan memenuhi prinsip Wardrop pertama jika semua rute yang digunakan
(untuk setiap pasang O – D) harus mempunyai biaya perjalanan yang lebih kecil (minimum)
atau sama dibandingkan dengan rute yang tidak digunakan. Secara matematis prinsip tersebut
dapat dinyatakan sebagai:

dimana . 𝐶𝑖𝑗 * adalah biaya minimum dari i ke j. 𝑇𝑝𝑖𝑗 * adalah arus pada lintasan yang
memenuhi prinsip Wardrop pertama dan semua biaya dihitung setelah 𝑇𝑝𝑖𝑗 * dibebani. Dalam
hal ini arus pada lintasan a dihasilkan dari rumusan berikut:
Dan biaya sepanjang lintasan dapat dihitung sebagai berikut:

Dimana 𝑉𝑎 * dihitung berdasarkan persamaan (1)

Beckmann (1956) mengajukan rumusan matematis user equilibrium, beliau telah merumuskan
kondisi equilibrium sebagai equivalent convex programming problem dan telah terbukti bahwa
terdapat solusi yang unique, dalam program matematis, rumusannya dinyatakan sebagai
berikut:

dimana:
𝑇𝑖𝑗 = permintaan perjalanan dari asal i ke tujuan j
𝑇𝑝𝑖𝑗 = arus dari asal I ke tujuan j yang menggunakan lintasan pij
𝐶𝑎 (𝑉) = kurva biaya – arus pada ruas a

Turunan fungsi objektif z terhadap 𝑇𝑝𝑖𝑗 diuraikan sebagai:

Tetapi dari persamaan (1)

Karena 𝑉𝑎 hanya tergantung pada 𝑇𝑝𝑖𝑗 bila lintasan (pij) melalui ruas a,

Oleh karena itu,


Turunan kedua dari fungsi objektif z terhadap 𝑇𝑝𝑖𝑗 adalah:

Persamaan (2) ini mempunyai nilai lebih besar atau sama dengan nol hanya jika fungsi turunan
hubungan antara biaya–arus bernilai positif atau nol (non-decreasing functions).
Turunan kedua, persamaan (2), menunjukkan bahwa fungsi objektif z adalah fungsi konvex
terhadap Tpij . Sedangkan turunan pertama, menunjukkan bahwa kelandaian (slope) di setiap
titik pada suatu permukaan yang berkenaan dengan Tpij sama dengan biaya sepanjang lintasan
tertentu pij.

Perilaku Wardropian yang kedua atau system optimal, dimana total biaya perjalanan
adalah minimum, dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
Min
Z{T pij } ≡ ∑ v a ca (v) (3)
a
Fungsi ini dapat juga dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut :

va
{Tpi } = ∑ ∫ (v)dv (4)
j 0 C ma
Min Z a
dimana Cma is ongkos marginal perjalanan sepanjang ruas a yang diperoleh

dari rumusan berikut :

(5)

Pada bagian yang kanan, terdapat dua terminologi, yang pertama berkaitan dengan biaya
rata-rata pada ruas dan yang kedua berkaitan dengan kontribusi tundaan yang
ditimbulkan dari kendaraan lain.

Harus dicatat, formulasi user equilibrium dan system optimal yang dikemukakan oleh
Beckmann (1956) diatas memberikan batasan bahwa ca adalah fungsi dari Va saja atau
“separable”. Asumsi tersebut mungkin tidak merepresentasikan situasi sebenarnya pada
jaringan jalan dalam kota dimana biaya pada ruas a merupakan interaksi antara fungsi
arus di arus a dengan ruas lainnya (Non-separable). Dafermos (1971) mengusulkan
perlunya fungsi biaya non-separable untuk memodelkan fenomena ini.
Dengan merepresentasikan fungsi objektif z sebagai integral garis, beliau
mengusulkan formulasi masalah minimisasi fungsi tersebut sebagai berikut:

Tp c pij (u)d u = ∑ v
Min Z = ∑ ∑ ∫ c a (u)d u (6)
∫0
ij
ij pij a

dimana ∫ menunjukkan integral garis dan V adalah vektor dari arus pada seluruh
ruas, dengan batasan :
∑ T pij = Tij (7)
pij

T pij ≥ (8)
0

a
Va = ∑ δ pij T pij (9)
pij

Model Dafermos tersebut mengasumsikan bahwa ca = ca adalah fungsi dari


(V )
vektor arus pada seluruh ruas dan matriks Jacobian (J) dari fungsi biaya
(∂ca/∂Vb) adalah simetris dan bernilai positif.

Tetapi pendekatan di atas tidak dapat digunakan jika matriks Jacobian (J) dari fungsi
biaya (∂ca/∂Vb) tidak simetris (asymmetric cost function). Pendekatan yang lazim
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah metode diagonalisasi
(diagonalisation method).

B. Mendekati Solusi Equilibrium : Metode Heuristic


Pendekatan dengan metode heuristic ini telah banyak digunakan sebelum
pengembangan algoritma penyelesaian program user equilibrium. Teknik heuristic
dapat digunakan pada jaringan yang kompleks dimana fungsi ongkosnya sangat
tergantung pada interaksi arus di ruas tetapi hasil pembebanan tidak dijamin
konvergen. Inti prosedur pendekatan ini terletak pada mekanisme pembebanan jaringan
jalan. Pada bagian berikut akan dijelaskan tiga metode heuristic yaitu pembebanan
dengan penambahan (incremental assignment), pembebanan berulang (iterative
assignmnet) dan pembebanan quantal.

B.1. Pembebanan dengan Penambahan (Incremental Assignment) Pendekatan ini


berusaha membagi total matriks perjalanan T menjadi sejumlah bagian matriks
dengan menggunakan sekumpulan faktor proporsional pn sedemikian rupa
sehingga Σn pn = 1. Bagian matriks tersebut kemudian dibebani dengan cara
penambahan pada pohon (trees) yang berturutan. Algoritma penyelesaian prosedur
ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pilih ongkos awal di ruas, biasanya waktu perjalanan pada free flow.
Inisialisasi seluruh arus Va = 0; pilih kumpulan fraksi pn dari matriks
perjalanan sedemikian rupa sehingga Σn pn = 1; buat n = 0.
2. Buat kumpulan ongkos minimum trees dengan menggunakan ongkos
yang terakhir; buat n = n + 1.
3. Bebani Tn = pn T dengan prosedur all-or-nothing; proses ini akan

menghasilkan arus Fa ; jumlahkan arus pada setia ruas :

Van = V an-1 + Fa
n
4. Hitung ongkos akhir di ruas berdasarkan arus Va ; jika seluruh fraksi matriks
telah terbebani, stop; jika tidak lakukan langkah 2.

Hasil algoritma diatas tidak perlu konvergen terhadap solusi Wardrop’s equilibrium.
Prosedur pembebanan dengan penambahan ini memiliki
keterbatasan dalam hal, jika arus telah dibebani pada suatu ruas, arus tersebut tidak
dapat dipindahkan ke ruas yang lainnya; akibatnya jika arus pada permulaan
pembenanan terlalu besar, maka hasil algoritma menjadi tidak konvergen.

B.2 Pembebanan Berulang (Iterative Assignmnet)


Algoritma pembebanan berulang (iterative assignmnet) dikembangkan untuk
menyelesaikan masalah penempatan arus yang berlebihan pada kapasitas ruas yang
rendah. Algoritma pembebanan ini berusaha menghitung jumlah arus pada suatu
ruas dari hasil kombinasi antara arus terakhir pada iterasi sebelumnya dan arus yang
dihasilkan dari pembebanan all-or-nothing. Tahapan algoritma ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Pilih nilai awal ongkos pada ruas, biasanya waktu perjalanan pada saat
free flow, inisialisasi seluruh arus Va = 0 ; buat n = 0.
2. Buat pohon (trees) ongkos minimum dengan ongkos terakhir, buat n =
n + 1.
3. Lakukan pembebanan all-or-nothing seluruh matriks T pada trees
diatas untuk mendapatkan arus Fa.

4. Hitung arus terakhir sebagaimana rumusan berikut :

Va n = (1 - φ) Van- + φ Fa
1
n
5. Hitung ongkos arus terakhir berdasarkan arus Va . Jika arus terakhir tidak
mengalami perubahan berarti pada dua iterasi yang berturutan, stop; jika tidak
ulangi tahapan 2. Alternative lain dapat digunakan indikator untuk menghentikan
proses iterasi.
Perbedaan algoritma pembebanan berulang terletak pada pemilihan nilai . Pendekatan
yang terbaik untuk memilih nilai ini pernah dilakukan oleh Smock (1962) yaitu
dengan menggunakan φ = 1/n ; karena itu pendekatan ini dikenal juga sebagai method of
succesive averages (MSA). Pada metode ini hasil yang dicapai dapat konvergen
terhadap Wardrop’s equilibrium tetapi diperlukan iterasi yang panjang sehingga
dirasakan tidak effisien.
B.3. Pembebanan Quantal
Pada metode konvensional pembebanan matriks O-D pada jaringan jalan adalah dengan
menetapkan biaya ruas, menghitung biaya minimum pada lintasan untuk seluruh
perjalanan dari asal ke tujuan dan pembebanan perjalananan pada lintasan tersebut. Setiap
perubahan biaya di ruas hanya dilakukan pada saat akhir proses ini.

Sebaliknya pada pembebanan quantal dapat mengakomodir perubahan biaya selama


prosedur pembebanan. Algoritma pembebanan ini diuraikan sebagai berikut:
1. Buat biaya di ruas pada saat free flow dan inisialisasi seluruh Va = 0.
2. Hitung biaya minimum lintasan untuk ‘n’ asal perjalanan (origin) dan bebani
perjalanan Tij pada lintasan ini, perbaharui volume terakhir Va .
3. Apabila seluruh asal perjalanan telah dibebani, stop; jika tidak buat
biaya di ruas berdasarkan ca(Va) dan kembali ke langkah (2).

Keuntungan metode pembebanan ini adalah bila suatu ruas tertentu dibebani terlalu
berlebih pada saat awal pembebanan, biayanya akan bertambah sehingga pada iterasi
kedua ruas tersebut menerima lalu lintas lebih sedikit Pendekatan ini memungkinkan
metode ini menghasilkan penyebaran distribusi perjalanan lebih baik. Oleh Karena
itu pada prosedur pembebanan equilibrium, metode pembebanan quantal cenderung
menghasilkan nilai awal yang lebih baik dibandingkan dengan pembebanan All-or-
nothing. Keuntungan lain dengan pendekatan diatas adalah metode ini cenderung
mencegah terjadinya rute yang ‘aneh’ yang dihasilkan dari pembebanan all- or-nothing.
Rute yang ‘aneh’ ini terjadi bila suatu ruas-ruas tertentu dibebani sangat besar pada saat
awal pembebanan sehingga menghasilkan biaya sangat tinggi. Kondisi ini
mengakibatkan rute tersebut dikeluarkan dari jaringan.
C. Mencari Solusi Equilibrium: Algoritma Frank - Wolfe
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, metoda heuristic mungkin menghasilkan
penyelesaian equilibrium yang tidak konvergen. Kenyataan ini yang memotivasi
untuk mencari suatu pendekatan yang memformulasikan masalah equilibrium sebagai
program matematik. Pada perkembangan selanjutnya Frank dan Wolfe (1956)
mengusulkan suatu algoritma menyelesaikan permasalahan eqilibrium ini, yang lazim
disebut Algoritma Frank - Wolfe (1956) yang merupakan aplikasi metode kombinasi
convex. Algoritma ini merupakan perbaikan dari metode heuristic yang telah dijelaskan
sebelumnya. Langkah-langkah algoritma FW dapat diuraikan sebagai berikut:

Step 0:Inisialisasi. Set n = 0, dan lakukan pembebanan all-or-nothing(a-o-n)


berdasarkan pada kondisi free flow, ca(va=0), untuk menghasilkan
o
{Fa }, yakni arus dibebani terhadap ruas a. Set va =Fa o. o
Step 1: Update. Set n = n + 1, dan ca = ca (va ) a.
n
Step 2: Pencarian arah. Lakukan a-o-n berdasarkan ca menghasilkan arus sementara
n
{Fa }.
Step 3: Mencari garis. Cari αn sedemikian rupa sehingga menimumkan

fungsi objektif berikut :

v n -1a +α n( F na−v n −1 )
min ∑ ∫ a c a (v)dv
0
0 ≤ αn ≤ 1

n n-1 n
Step 4: Pindah. set v a = v a + αn (Fa - v an-1) a
Step 5: Test konvergensi. Jika dipenuhi, stop, jika tidak ulangi langkah 1

Untuk mengecek konvergensi, Sheffi (1985) mengusulkan suatu kriteria konvergensi


yang didasarkan pada perubahan arus pada iterasi yang
berturutan. Formulasinya dinyatakan sebagai berikut :

(10)
Perbaikan utama algoritma Frank-Wolfe dibandingkan dengan metode heuristic adalah
nilai αn (dalam metode heuristic dilambangkan dengan φ) dihitung dengan menggunakan
formulasi program matematis sebagai pengganti dari nilai yang tetap. Karena itu algoritma
ini menjamin dapat mencapai tingkat konvergensi dengan lebih effisien.
D. Kriteria Konvergensi
Terdapat tiga tipe dasar kriteria konvergensi pada prosedur pembebanan dengan batasan
kapasitas, yaitu :
a. Dengan melihat perbedaan antara arus atau biaya di ruas pada iterasi yang
berturutan. Dengan perbedaan ini dilihat apakah proses iterasi selanjutnya akan
menghasilkan perubahan yang berarti terhadap arus atau biaya tersebut.
b. Dengan mengukur perbedaan antara asumsi hubungan biaya-arus pada saat awal
pembebanan dengan hubungan biaya-arus pada saat akhir pembebanan.
c. Menimbang potensi perbaikan yang dihasilkan apabila dilakukan proses
iterasi berikutnya.
Berdasarkan tiga tipe dasar tersebut, beberapa penulis mengusulkan kriteria konvergensi
pada pembebanan equilibrium seperti yang diuraikan berikut ini.
(a). Van Vliet (1976) mengusulkan suatu fungsi delta (δ) yang
dinyatakan dengan rumusan berikut :

(11)

*
dimana Cpij – C ij adalah biaya berlebih dari perjalanan pada suatu
rute tertentu relatif terhadap biaya minimum dari perjalanan i ke j. Biaya ini
dihitung setelah iterasi terakhir.
(b). Evan (1976) menunjukkan bahwa pada iterasi ke – n batas lebih rendah
*
(lower bound) fungsi objektif, Z , dapat dihitung dengan rumusan berikut

(12)
*(n)
Z tidak perlu bertambah pada setiap iterasi, oleh karena itu estimasi
* *(n)
terbaik dari nilai ini adalah Z max ,yaitu nilai maksimum Z sampai
iterasi yang terakhir. Ukuran ketidakpastian pada fungsi
objektif ini adalah:
ε ( n) = Z ( n) − Z max
*
(13)
Van Vliet (1985) mengusulkan suatu ukuran efektifitas dari iterasi ke –n
yaitu seberapa besar pengurangan Z relatif terhadap ∈,
dengan rumusan berikut:
Z ( n) − Z ( n−1)
F ( n) = (14)
ε ( n)
c). Kriteria konvergensi yang paling praktis didasarkan pada perubahan arus pada
iterasi yang berturutan. Kriteria konvergensi ini telah dibahas sebelumnya pada
algoritma Frank-Wolfe.

CONTOH PERHITUNGAN PEMBEBANAN PERJALANAN


A. Metode pembebanan dengan penambahan/pembebanan bertahap
(incremental assignment).

Terdapat pergerakan sebesar 2000 kendaraan yang akan bergerak dari zona asal A

ke zona tujuan B, seperti gambar berikut:


Rute 2
Rute 1 C= 10 + 0,02 V

Rute 1
A B Rute 2 C= 15 + 0,005 V
Rute 3
Rute 3 C= 12,5 + 0,015 V
Kasus 1:
Bila pergerakan dibagi menjadi empat bagian fraksi dengan persentase seragam

25% (500 kendaraan).

Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3


F
Ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
0 0 0 10 0 15 0 12.5
1 500 500 20 0 15 0 12.5
2 500 500 20 0 15 500 20
3 500 500 20 500 17.5 500 20
4 500 500 20 1000 20 500 20
Total 2000

Terlihat bahwa hasil pembebanan mencapai kondisi konvergen dengan solusi


keseimbangan wardrop. Nilai indikator konvergensi δ adalah:

Jika dibandingkan dengan metode pembebanan all-or-nothing yang seluruh pergerakannya


(2000 kendaraan) akan menggunakan rute 1, metode pembebanan ini lebih baik.

Kasus 2:
Bila pergerakan dibagi menjadi sepuluh bagian fraksi dengan persentase seragam
10% (200 kendaraan).
Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3
F
Ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
0 0 0 10 0 15 0 12.5
1 200 200 14 0 15 0 12.5
2 200 200 14 0 15 200 15.5
3 200 400 18 0 15 200 15.5
4 200 400 18 200 16 200 15.5
5 200 400 18 200 16 400 18.5
6 200 400 18 400 17 400 18.5
7 200 400 18 600 18 400 18.5
8 200 500 20 700 18.5 400 18.5
9 200 500 20 800 19 500 20
10 200 500 20 1000 20 500 20
Total 2000

Terlihat bahwa hasil pembebanan mencapai kondisi konvergen dengan solusi


keseimbangan wardrop. Nilai indikator konvergensi δ adalah:
Kasus 3:
Bila pergerakan dibagi menjadi duapuluh bagian fraksi dengan persentase seragam 5%

(100 kendaraan).

Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3


F
ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
0 0 0 10 0 15 0 12.5
1 100 100 12 0 15 0 12.5
2 100 200 14 0 15 0 12.5
3 100 200 14 0 15 100 14
4 100 250 15 0 15 150 14.75
5 100 300 16 50 15.25 150 14.75
6 100 300 16 50 15.25 250 16.25
7 100 300 16 150 15.75 250 16.25
8 100 300 16 250 16.25 250 16.25
9 100 400 18 250 16.25 250 16.25
10 100 400 18 300 16.5 300 17
11 100 400 18 400 17 300 17
12 100 400 18 450 17.25 350 17.75
13 100 400 18 550 17.75 350 17.75
14 100 400 18 600 18 400 18.5
15 100 450 19 650 18.25 400 18.5
16 100 450 19 750 18.75 400 18.5
17 100 450 19 750 18.75 500 20
18 100 450 19 850 19.25 500 20
19 100 550 21 850 19.25 500 20
20 100 550 21 950 19.75 500 20
Total 2000

Terlihat bahwa hasil pembebanan tidak mencapai kondisi konvergen dengan solusi
keseimbangan wardrop. Nilai indikator konvergensi δ adalah:
Kasus 4:
Bila pergerakan dibagi menjadi empat bagian fraksi dengan persentase tidak seragam

(0,4; 0,3; 0,2; 0,1).

Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3


F
ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
0 0 0 10 0 15 0 12.5
1 800 800 26 0 15 0 12.5
2 600 800 26 0 15 600 21.5
3 400 800 26 400 17 600 21.5
4 200 800 26 600 18 600 21.5
Total 2000

Terlihat bahwa hasil pembebanan tidak mencapai kondisi konvergen dengan solusi keseimbangan
wardrop. Nilai indikator konvergensi δ adalah:

Kasus 5:
Bila pergerakan dibagi menjadi empat bagian fraksi dengan persentase tidak seragam
(0,1; 0,2; 0,3; 0,4).
Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3
F
ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
0 0 0 10 0 15 0 12.5
1 200 200 14 0 15 0 12.5
2 400 200 14 0 15 400 18.5
3 600 800 26 0 15 400 18.5
4 800 800 26 800 19 400 18.5
Total 2000

Terlihat bahwa hasil pembebanan tidak mencapai kondisi konvergen dengan solusi
keseimbangan wardrop. Nilai indikator konvergensi δ adalah:

Kesimpulan metode pembebanan bertahap:


 Penggunaan fraksi pentahapan yang semakin kecil secara umum
menghasilkan solusi yang mendekati solusi kondisi keseimbangan wardrop. Akan
tetapi hal ini tidak selalu benar (seperti kasus 3).
 Jika salah satu ruas terlanjur mendapat beban yang terlalu besar akibat
pembebanan all-or-nothing, maka metode ini akan sangat sulit mengurangi besarnya
arus tersebut (seperti pada kasus 4).
B. Pembebanan Berulang (Iterative Assignment)
Kasus 1:
Soal sama dengan contoh sebelumnya, gunakan nilai φ = 0,5.

Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3


φ
ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
Vo 0 10 0 15 0 12.5
1
F 0.5 2000 0 0
Vo 1000 30 0 15 0 12.5
2
F 0.5 0 0 2000
Vo 500 20 0 15 1000 27.5
3
F 0.5 0 2000 0
Vo 250 15 1000 20 500 20
4
F 0.5 2000 0 0
Vo 1125 32.5 500 17.5 250 16.25
5
F 0.5 0 0 2000
Vo 562.5 21.25 250 16.25 1125 29.38
6
F 0.5 0 2000 0
Vo 281.3 15.63 1125 20.63 562.5 20.94
7
F 0.5 2000 0 0
Vo 1141 32.81 562.5 17.81 281.3 16.72
8
F 0.5 0 0 2000
Vo 570.3 21.41 281.3 16.41 1141 29.61
9
F 0.5 0 2000 0
Vo 285.2 15.7 1141 20.7 570.3 21.05
10
F 0.5 2000 0 0
Vo 1143 32.85 570.3 17.85 285.2 16.78
Terlihat bahwa hasil pembebanan setelah iterasi ke 10 belum mencapai kondisi solusi
keseimbangan wardrop. Hal ini karena kakunya penentuan φ.
Kasus 2:
Soal sama dengan contoh sebelumnya, gunakan nilai φ = 1/n.

Pembebanan Rute 1 Rute 2 Rute 3


φ
ke Arus Biaya Arus Biaya Arus Biaya
Vo 0 10 0 15 0 12.5
1
F 1 2000 0 0
Vo 2000 50 0 15 0 12.5
2
F 0.5 0 0 2000
Vo 1000 30 0 15 1000 27.5
3
F 0.33 0 2000 0
Vo 670 23.4 660 18.3 670 22.55
4
F 0.25 0 2000 0
Vo 502.5 20.05 995 19.98 502.5 20.04
5
F 0.2 0 2000 0
6 Vo 402 18.04 1196 20.98 402 18.53
F 0.167 2000 0 0
Vo 668.9 23.38 996.3 19.98 334.9 17.52
7
F 0.143 0 0 2000
Vo 573.2 21.46 853.8 19.27 573 21.09
8
F 0.125 0 2000 0
Vo 501.6 20.03 997.1 19.99 501.4 20.02

Terlihat bahwa hasil pembebanan setelah iterasi ke 8 hampir mencapai kondisi


solusi keseimbangan wardrop.
CONTOH PERHITUNGAN USER EQUILIBRIUM (UE) DAN SYSTEM
OPTIMUM (SO)
Rute 1
Rute 1  C1= 1 + 3 V1

Rute 2
O D Rute 2  C2= 2 + V2
Rute 3
Rute 3  C3= 3 + 2 V3

TOD = 20
Hitung arus dan waktu tempuh (biaya) setiap ruas dengan cara UE dan SO.

SOLUSI:
Cara UE
Syarat C1 = C2= C3 dan V1 + V2 + V3 = TOD = 20
C1 = C2  1 + 3 V1 = 2 + V2  V1 = 1/3(1 + V2)
C2= C3  2 + V2 = 3 + 2 V3  V3 = 1/2(-1 + V2)
V1 + V2 + V3 = 20
1/3(1 + V2) + V2 + 1/2(-1 + V2) = 20  V2 = 11
V1 = 1/3(1 + V2) = 1/3(1 + 11)  V1 = 4
V3 = 1/2(-1 + V2) = V3 = 1/2(-1 + 11)  V3 = 5

C1= 1 + 3 V1 = 1 + 3 x 4 = 13
C2= 2 + V2 = 2 + 11 = 13 C1 = C2= C3  OK
C3= 3 + 2 V3 = 3 + 2 x 5 = 13

Cara SO
Syarat:
3
C = ∑ Ci (Vi )Vi dan V1 + V2 + V3 = TOD = 20
min i=1

C = (1 + 3 V1) V1 + (2 + V2) V2 + (3 + 2 V3) V3


V1 + V2 + V3 = TOD = 20  V1 = 20 - V2 - V3

C = {1 + 3(20 − V2 − V3 )}(20 − V2 − V3 ) + (2 + V2 )V2 + (3 + 2V3 )V3


C = 1180 − 119V 2 − 118V3 + 6V 2V3 + 4V 22 + 5V32

Untuk SO, minimumkan C dengan cara ∂C / ∂V = 0

∂C
=0  − 119 + 6V3 + 8V2 = 0 -------- pers (1)
∂V2
∂C
=0  − 118 + 6V2 + 10V3 = 0 ----------- pers (2)
∂V 3

kalikan pers (1) dengan 3 dan pers (2) dengan 4, menghasilkan:

24V2 + 18V3 = 357  pers (3)


24V2 + 40V3 = 472  pers (4)
Kurangi pers (3) dengan (4), menghasilkan

V3 = 5,23 ; dan Subsitusi ke pers (3), maka V2 = 10,95


V1 = 20 - V2 - V3
= 20 – 10,95 – 5,23 = 3,82
Masukkan nilai V tersebut ke C
C1= 1 + 3 V1 = 1 + 3 x 3,82 = 12,46
C2= 2 + V2 = 2 + 10,95 = 12,95
C3= 3 + 2 V3 = 3 + 2 x 5,23 = 13,46
Maka total biaya (waktu) adalah
3
C = ∑ Ci (Vi )Vi = 12,46x3,82 + 12,95x10,95 + 13,46x5,23 = 259,796
i=1

Bandingkan dengan hasil UE:


3
C = ∑ Ci (Vi )Vi = 13x4 + 13x11 + 13x5 = 260,000
i=1

Total biaya pada cara SO lebih kecil dari cara UE  hal ini sesuai dengan harapan
BAB 6

Analisa Kinerja Jalan Dengan Metode MKJI 1997

6.1 Definisi Dan Jenis Prasarana


MKJI (MKJI, Bina Marga, 1997) mendefinisikan ruas jalan perkotaan/semi
perkotaan atau luar kota sebagai berikut :

Ruas jalan perkotaan/semi perkotaan : ruas jalan yang memiliki pengembangan permanen
dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan.
Jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 (atau kurang dari
100.000 jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus) juga
digolongkan sebagai jalan perkotaan. Adanya jam puncak lalu lintas pagi dan sore serta
tingginya persentase kendaraan pribadi. Selain itu keberadaan kerb merupakan ciri prasarana
jalan perkotaan.

Ruas jalan luar kota : Tidak ada perkembangan yang menerus pada setiap sisi jalan,
walaupun mungkin terdapat beberapa perkembangan permanen seperti rumah makan, pabrik
atau perkampungan (cat : kios kecil dan kedai di sisi jalan bukan merupakan perkembangan
permanen)

Jenis jalan dapat dibedakan berdasarkan jumlah jalur (carriage way), jumlah lajur
(lane) dan jumlah arah.
Suatu jalan dikatakan memiliki 1 jalur bila tidak bermedian (tak terbagi/undivided/UD) dan
dikatakan memiliki 2 jalur bila bermedian tunggal (terbagi/divided/D).
MKJI 1997 membagi jenis jalan perkotaan menjadi :
• Jalan dua-lajur dua-arah tak terbagi (2/2 UD)
• Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (4/2 UD)
• Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D)
• Jalan enam-lajur dua arah terbagi (6/2 D)
• Jalan satu hingga 3-lajur satu arah (1-3/1)

Penggunaan :
Untuk setiap tipe jalan yang ditentukan, prosedur perhitungan dapat digunakan hanya pada
kondisi berikut :
• Alinyemen datar atau hampir datar
• Alinyemen horisontal lurus atau hampir lurus
• Pada segmen jalan yang tidak dipengaruhi antrian akibat persimpangan atau arus
iringan kendaraan yang tinggi dari simpang bersinyal

6.2 Batasan Ruas


2MKJI 1997, mendefinisikan suatu ruas jalan sebagai berikut :

• Di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal
utama
• Mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan

Titik dimana karakteristik jalan berubah berubah secara berarti menjadi batas segmen
walaupun tidak ada simpang di dekatnya. Perubahan kecil dalam geometrik tidak perlu
dipersoalkan (misalnya perbedaan lebar jalur lalu lintas kurang 0,5 m) terutama jika
perubahan tersebut hanya sebagian.

6.3 Karakteristik jalan


Karakteristik jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika dibebani
lalu lintas adalah sebagai berikut :
• Geometri
• Tipe Jalan, lebar jalur lalu lintas, kerb, bahu, median, alinyemen jalan
• Komposisi arus dan pemisahan arah
• Pengaturan lalu lintas
• Aktivitas samping jalan (hambatan samping) Perilaku pengemudi dan populasi
kendaraan

6.4 Hambatan Samping


Menurut Oglesby salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kapasitas
adalah adanya lajur lalu lintas dan bahu jalan yang sempit atau halangan lainnya pada
kebebasan samping.
Hambatan samping yang terutama berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan
perkotaan adalah :
• Pejalan kaki, (bobot = 0.5)
• Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti, (bobot = 1.0)
• Kendaraan lambat (misal becak, kereta kuda) dan (bobot = 0.4)
• Kendaraan keluar masuk dari lahan di samping jalan (bobot = 0.7)
• Kelas hambatan samping
Frekuensi kejadian hambatan samping di cacah dalam rentang 200 m ke kiri dan
kanan potongan melintang yang diamati kapasitasnya lalu dikalikan dengan bobotnya
masing-masing. Frekuensi kejadian terbobot menentukan kelas hambatan samping

Tabel 1. Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan

Tingkat analisis

Analisis kapasitas dapat dilakukan pada dua tingkat yang berbeda :


1. Analisa operasional dan perencanaan : penentuan kinerja segmen jalan akibat arus
lalu lintas yang ada atau diramalkan. Kapasitas juga dapat dihitung, yaitu volume
maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan tingkat kinerja tertentu.
Pengaruh kapasitas dan kinerja dari segi perencanaan lain misal pembuatan median
atau perbaikan lebar bahu
2. Analisis perancangan : memperkirakan jumlah lajur yang diperlukan untuk jalan
rencana

Periode Analisa

Analisa kapasitas jalan dilakukan untuk periode satu jam puncak demikian juga untuk arus
dan kecepatan rata-rata
Jalan Terbagi dan Tak Terbagi
Untuk jalan tak terbagi anallisa dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan terbagi,
analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing
arus merupakan jalan satu arah yang terpisah
VARIABEL
❖ Arus dan komposisi lalu lintas
Dalam manual, nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas dengan
menyatakan arus dalam smp. Semua nilai arus lalu lintas (per arah datn total) diubah
menjadi smp dengan menggunakan emp untuk tipe kendaraan berikut :
• Kendaraan ringan (LV),(termasuk mobil penumpang, minibus, pick up, truk kecil dan
jeep)
• Kendaraan berat (HV), (termasuk truk dan bus)
• Sepeda motor (MC)

Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor
penyesuaian hambatan samping. Emp untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada
tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalan kend/jam.

6.5 Karakteristik Lalu Lintas

Arus Lalu Lintas

UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari
lalu lintas.

kend KENDARAAN Unsur lalu lintas diatas roda.

LV KENDARAAN RINGAN Kendaraan bermotor ber as dua dengan 4


roda dan

dengan jarak as 2,0-3,0 m (meliputi: mobil

penumpang, oplet, mikrobis, pick-up dan truk


kecil

sesuai sistim klasifikasi Bina Marga).

HV KENDARAAN BERAT Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda


(meliputi bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk
kombinasi sesuai sistim klasifikasi Bina Marga).
Catatan: Lihat Bab 2-5 dan 6-7 untuk definisi
khusus dari tipe kendaraan lainnya yang
digunakan pada metode perhitungan jalan
perkotaan dan luar kota.

MC SEPEDA MOTOR Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda


(meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3
sesuai sistim klasifikasi Bina Marga).

UM KENDARAAN TAK BERMOTOR Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh


orang atau hewan ( meliputi : sepeda, becak,
kereta kuda, dan kereta dorong sesuai sistim
klasitikasi Bina Marga). Catatan: Dalam manual
ini kendaraan tak bermotor tidak dianggap
sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai
unsur hambatan samping.

Emp EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG Faktor konversi berbagai jenis kendaraan


dibandingkandengan mobil penumpang atau
kend. ringan lainnya sehubungan dengan
dampaknya pada perilaku lalu-lintas (untuk mobil
penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp =
1.0).

smp SATUAN MOBIL PENUMPANG Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari
berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi
kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang)
dengan menggunakan emp.

Q ARUS LALU-LINTAS Jumlah kendaraan bermotor yang melewati


suatu titik pada jalan per satuan waktu,
dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam
(Qsmp) atau LHRT ( Lalu-lintas Harian Rata-
Rata Tahunan).

FSMP FAKTOR SMP Faktor untuk mengubah arus kendaraan


campuran menjadi arus yang setara dalam srnp
untuk keperluan analisa kapasitas.
k FAKTOR LHRT Faktor untuk mengubah arus yang dinyatakan
dalarn LHRT (Lalu-lintas Harian Rata-rata
Tahunan) menjadi arus lalu-lintas jam sibuk.
QDH = LHRT × k

QDH ARUS JAM RENCANA Arus lalu-lintas yang digunakan untuk


perancangan (planning). Catatan: sering sama
dengan arus jam puncak tahun rencana.

SP PEMISAHAN ARAH Pembagian arah lalu-lintas dalarn kedua arah


jalan. (Biasanya dinyatakan sebagai persentase
arus total pada setiap arah, contoh 60/40). SP arah
1 = 100 × Q1/(Q1+Q2)

PHF FAKTOR JAM PUNCAK Perbandingan antara arus lalu-lintas jam


puncak dengan 4 kali 15-menitan tertinggi arus
lalu-lintas pada jam yang sama. PHF =
QPH/(4×Qmax 15min)

Ukuran perilaku lalu-lintas

TP PERILAKU LALU-LINTAS Ukuran kwantitatif yang menerangkan


kondisi operasional fasilitas lalu-lintas seperti
yang dinilai oleh pembina jalan. (Pada umumnya
di nyatakan dalam kapasitas, derajat, kejenuhan,
kecepatan rata-rata, waktu tempuh, tundaan,
peluang antrian, panjang antrian atau rasio
kendaraan terhenti).

LoS TINGKAT PELAYANAN Ukuran kwalitatif yang digunakan di HCM 85


Amerika Serikat dan menerangkan kondisi
operasional dalam arus lalu-lintas dan
penilaiannya oleh pemakai jalan (pada umumnya
dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh,
kebebasan bergerak, interupsi lalu-lintas,
keenakan, kenyamanan, dan keselamatan).
C KAPASITAS Arus lalu-lintas maximum yang dapat dipertahankan (tetap)
pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu
(misalnya: rencana geometrik, lingkungan,
komposisi lalu-lintas dan sebagainya. Catatan:
Biasanya dinyatakan dalarn kend/jam atau
smp/jam). Kapasitas harian sebaiknya tidak
digunakan sebagai ukuran karena akan bervariasi
sesuai dengan faktor-k

DS DERAJAT KEJENUHAN Rasio arus lalu-lintas terhadap kapasitas.


Catatan: Biasanya dihitung per jam.

V KECEPATAN PERJALANAN Kecepatan kendaraan (biasanya km/jam atau


m/det) FV KECEPATAN ARUS BEBAS
Kecepatan kendaraan yang tidak dihalangi oleh
kendaraan lain.

TT WAKTU TEMPUH Waktu total yang diperlukan untuk melewati


suatu panjang jalan tertentu, termasuk waktu-
berhenti dan tundaan pada simpang. Catatan:
Waktu tempuh tidak termasuk berhenti untuk
istirahat, perbaikan kendaraan.

B IRINGAN (PELETON) Kondisi lalu-lintas bila kendaraan bergerak


dalam antrian (peleton) dengan kecepatan yang
sama karena tertahan oleh kendaraan yang
didepan (pemimpin peleton) (Catatan: waktu
antara ke depan < 5 det.) DB DERAJAT
IRINGAN Rasio arus kendaraan dalam peleton
terhadap arus total.

D TUNDAAN Waktu tempuh tambahan yang diperlukan


untuk melewati suatu simpang dibandingkan
terhadap situasi tanpa simpang. Catatan: Tundaan
terdiri dari TUNDAAN LALU-LINTAS (DT)
yang disebabkan pengaruh kendaraan lain; dan
TUNDAAN GEOMETRIK (DG) yang
disebabkan perlambatan dan percepatan untuk
melewati fasilitas (misalnya akibat lengkung
horisontal pada persimpangan)

PSV RASIO KENDARAAN TERHENTI Rasio dari arus lalu-lintas yang terpaksa
berhenti sebelum melewati garis henti dari sinyal.
QP% PELUANG ANTRIAN Peluang antrian
dengan lebih dari dua kendaraandidaerah
pendekat yang mana saja, pada simpang tak
bersinyal.

QP% PELUANG ANTRIAN Peluang antrian dengan lebih dari dua


kendaraan didaerah pendekat yang mana saja,
pada simpang tak bersinyal.

Karakteristik geometrik

TIPE JALAN Tipe potongan melintang jalan ditentukan oleh


jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan,
sebagai contoh; - 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2
UD)

WC LEBAR JALUR Lebar dari jalur jalan yang dilewati, tidak


termasuk bahu. Lalu-lintas

WS LEBAR BAHU Lebar bahu (in) di samping jalur lalu-lintas,


direncanakan sebagai ruang untuk kendaraan
yang sekali-sekali berhenti, pejalan kaki dan
kendaraan lambat.

M MEDIAN Daerah yang memisahkan arah lalu-lintas


pada suatu segmen jalan.

TIPE ALINYEMEN Uraian tentang karakter alinyemen horisontal


dan vertical jalan yang disebabkan sifat daerah
yang dilalui dan ditentukan oleh jumlah naik dan
turun (m/km) dan jumlah lengkung horizontal
(rad/km) sepanjang segmen jalan. Catatan: Tipe
alinyemen biasanya disebut sebagai DATAR,
BUKIT dan GUNUNG.

PENDEKAT Daerah dari lengan persimpangan jalan untuk


kendaraan mengantri sebelum keluar melewati
garis-henti.(Jika gerakan belok kiri atau belok
kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas, sebuah
lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua
pendekat atau lebih).

WA LEBAR PENDEKAT Lebar bagian pendekat yang diperkeras,


diukur dibagian tersempit disebelah hulu (m).

WMASUK LEBAR MASUK Lebar bagian pendekat yang diperkeras,


diukur pada garis henti (m).

WKELUAR LEBAR KELUAR Lebar bagian pendekat yang diperkeras, yang


digunakan oleh lalu lintas berangkat setelah
melewati persimpangan jalan (m).

Kondisi lingkungan

LU GUNA LAHAN pengembangan lahan di samping jalan. Untuk


tujuan perhitungan, guna lahan dinyatakan dalam
persentase dari segmen jalan dengan
pengembangan tetap dalam bentuk bangunan
(terhadap panjang total).

COM KOMERSIAL Lahan niaga (sbg. contoh : toko, restoran,


kantor,) dengan jalan masuk langsung bagi
pejalan kaki dan kendaraan.

RES PERMUKIMAN Lahan tempat tinggal dengan jalan masuk


langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
RA AKSES TERBATAS Jalan masuk langsung tidak ada atau terbatas
(sbg. contoh, karena adanya penghalang, jalan
samping dsb.).

CS UKURAN KOTA Jumlah penduduk dalam suatu daerah


perkotaan

SF HAMBATAN SAMPING Dampak terhadap perilaku lalu-lintas akibat


kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki,
penghentian angkot dan kendaraan lainnya,
kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan
kendaraan lambat
BAB 7

PARKIR
7.1. Pengertian Parkir
Parkir adalah kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara (UU. RI. No 43. Th 1993). Sedangkan menurut Warpani (1990:157), parkir juga
dapat didefenisikan sebagai suatu kendaraan yang berhenti untuk sementara (menurunkan
muatan) atau berhenti cukup lama. Selanjunya “parkir adalah tempat khusus bagi
kendaraan untuk berhenti demi keselamatan” (Ofyar, 2003).

7.2. Cara dan Jenis Parkir


Sedangkan cara dan jenis parkir dapat diklasifikasikan menurut berbagai macam hal,
diantaranya adalah sebagai berikut:
7.2.1. Menurut Penempatan
Menurut penempatannya, parkir dapat dibagi menjadi tiga yaitu; 1) parkir
diluar jalan (off-street parking); 2) jenis-jenis parkir di luar jalan. Lebar tempat
parkir yang direkomendasikan untuk parkir jangka lama adalah 2,30 m, dengan
ukuran ini sudah tersedia jarak 0,55 m antara lebar dua mobil yang parkir
berdekatan. Lebar yang direkomendasikan ini perlu ditambah hingga menjadi
2,5 m untuk menambah kemudahan berbelanja dan ini berlaku juga untuk
tempat parkir yang memadai dengan ukuran 4,75 m, dengan jarak gang yang
berdekatan 6 m bila sudut parkir 900. Dengan demikian lebar minimum dari
dua deretan parkir adalah 15,5 m. Ukuran ini diperoleh dari (6 m). Lebar
deretan parkir ini biasa disebut bay width; a) pelataran parkir di permukaan
tanah; b) garasi bertingkat; c) garasi bawah tanah; d) garasi gabungan
bertingkat dan bawah tanah, dan; e) garasi mekanis. 3) parkir badan jalan (on-
street parking).

7.2.2 Menurut Pengelolaan


Menurut pengelolaannya, fasilitas parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) parkir umum; b) parkir khusus; c) parkir darurat; d) parkir taman; e) parkir
gedung.
7.2.3. Menurut Jenis Kendaraan
Berdasarkan jumlah kendaraan yang mengisinya, fasilitas parkir terdiri dari: a)
parkir kendaraan roda dua tidak bermotor; b) parkir kendaraan roda dua
bermotor; c) parkir kendaraan roda empat atau lebih bermotor.

7.2.4. Menurut Tujuan


Berdasarkan tujuan parkirnya, suatu fasilitas parkir dapat dibagi sebagai
berikut: a) parkir penumpang, dan; b) parkir barang.

7.2.5. Penyelenggara Parkir


Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pemiliki kendaraan
menambah permintaan akan ruas jalan untuk kegiatan lalu lintas. Fasilitas
parkir untuk umum juga dapat befungsi sebagai salah satu alat pengendali lalu
lintas, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka pada kawasan-kawasan
tertentu dapat di sediakan kawasan parkir umum, yang diusahakan sebagai
suatu kegiatan usaha yang berdiri sendiri dengan memungut bayaran.

7.2.6. Sarana Penyelenggara Parkir


Sasaran penyelenggaraan parkir adalah; a) Untuk mengendalikan jumlah
kendaraan yang masuk kesuatu kawasan; b) meningkatkan pendapatan asli
daerah yang dikumpul melalui retibusi parkir; c) meningkatkan fungsi jalan
sehingga sesuai dengan perannya; d) meningkatkan kelancaran dan
keselamatan lalu lintas, dan; e) mendukung tindakan pembatasan lalu lintas
lainnya.

7.2.7. Kewenangan Penyelenggara Parkir


Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 14 tahun 1992 menyebutkan bahwa
fasilitas parkir untuk umum kadapat diselenggarakan oleh pemerintah, badah
hukum Indonesia, atau negara Indonesia. Dalam Keputusan Menteri
Perhubungan No. 66 Tahun 1993 pasal 7 ayat 2 dijelaskan bahwa izin
penyelengaraan fasilitas parkir untuk umum dapat diselenggarakan untuk
umum diberi oleh Bupati atau Walikota kepada daerah tingkat I. Berbeda
dengan ketentuan yang berlaku sebelum ini didalam perturan pemerintahan No.
20 Tahun 1997 tentang Retribusi, retribusi parkir hanya dapat dilakukan di
pinggir jalan dan pada tempat khusus parkir yang dimiliki atau dikelola oleh
pemerintah daerah, sedangkan bagi pelataran atau gedung parkir tidak dapat
dipungut oleh Pemerintah Daerah.

7.2.8. Penetapan Lokasi Parkir dan Penyelenggaraan Parkir


Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum dilakukan
dengan memperhatikan: a) rencana umum tata ruang daerah; b) keselamatan
dan kelancaran lalu lintas; c) kelestarian lingkungan; d) kemudahan bagi
pengguna jasa. Penyelenggaraan fasilitas parkir untuk umum menurut
peraturan perundangan yang berlaku dilakukan oleh: a) pemerintah; b) badan
hukum Indonesia, dan; c) warga negara Indonesia

7.3. Layout Parkir


Layout parkir adalah suatu laham yang digunakan untuk parkir yang diperhitungkan
dengan ketentuan luas masing-masing kendaraan berbeda. Loyout perkir meliputi:
7.3.1. satuan Ruang Parkir
Ukuran panjang dan lebar ruang parkir biasanya disesuaikan dengan ukuran
kendaraan yang parkir. Sedangkan ukuran kendaraan itu berbeda-beda. Penentuan
satuan ruang parkir (SRP) tersebut dapat dilihat pada tabel 1. di bawah ini:

Tabel II 1 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)

Sementara untuk penentuan satuan ruang parkir (SRP) berdasarkan jenis kendaraan
dapat dilihat pada tabel 2. di bawah ini:
Tabel 0-1 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP) Berdasarkan Jenis Kendaraan

2.3.2. Lebar Jalan Akses Parkir


Lebar jalan akses parkir adalah jalan atau ruang pada tempat parkir yang
diperuntukkan bagi kendaraan bergerak sebelum dan sesudah parkir. Jalan
akses ini sangat erat hubungannya dengan kemudahan pengemudi yang akan
memarkirkan mobil atau untuk mencapai pintu keluar.

7.4. Perhitungan Parkir


Dalam analisis sebuah tempat parkir ada beberapa parameter-parameter penting pada
analisis tempat parkir, yaitu: a) akumulasi parkir; b) volume parkir; c) durasi.

1. Indeks Parkir

Jumlah kendaraan/ jam


IP =
Kapasitas Parkir

Dimana; IP: Indeks Parkir

2. Faktor Kebutuhan Ruang Parkir

Jumlah kendaraan/ jam


FKP =
Luas Lahan Parkir

Dimana: FKP: Faktor Kebutuhan Parkir

3. Kebutuhan Ruang Parkir

a. Rata-rata Durasi Parkir

Kendaraan Parkir
D=
Tempat yang ada

Dimana: D: Rata-rata Durasi Parkir

b. Jumlah Ruang Parkir Yang Dibutuhkan


Jumlah kendaraan x Rata - rata durasi parkir
Z=
Periode waktu parkir

YXD
Dimana: Z =
P

Z: Kebutuhan ruang parkir

Y: jumlah kendaraan yang pakir

D: Rata-rata durasi parkir

P: Periode waktu parkir


BAB 8

BOK (Biaya Operasi Kendaraan)

8.1 LANDASAN TEORI


Biaya Operasi Kendaraan (BOK) adalah total biaya yang dikeluarkan oleh pemakai
jalan dengan menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan. Biaya operasi
kendaraan terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap
(fixed cost) adalah biaya yang tidak berubah (tetap walaupun terjadi perubahan pada volume
produksi jasa sampai ke tingkat tertentu) sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah
biaya yang berubah apabila terjadi perubahan pada volume produksi jasa.

Dalam penetapan nilai operasi kendaraan, Button (1993) menyatakan bahwa


penetapan harga layanan transportasi (pricing) bertujuan untuk memaksimasi kepentingan
penyedia jasa transportasi dengan tetap mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat
(maximizing welfare). Kondisi ini akan stabil untuk jangka panjang atau Long Run Marginal
Cost (LRMC). LRMC merupakan komponen biaya yang mempengaruhi penetapan harga
dengan memperhatikan biaya-biaya kapital atau biaya-biaya tetap lainnya yang
mempengaruhi kelangsungan kendaraan pada kondisi yang akan datang.

8.2 METODE OBSERVASI


8.2.1 Survey kecepatan lalu lintas
Dalam observasi ini kami memilih objek observasi di Jl.TP.Nyak Makam. Observasi
dalam hal ini yaitu survey kecepatan lalu lintas. Metode observasinya dengan mengambil
tinjauan dititik awal dan titik akhir. Titik awal dimulai dari depan mesjid lampineung dan di
akhiri di simpang BPKP. Model kendaraan yang kami tinjau yaitu golongan I dan golongan
II B. Jalan tersebut tidak dilewati oleh bus. Jadi tinjauannya hanya terdiri dari dua model
kendaraan.

Tabel 2.1 Data Observasi Kecepatan Kendaraan

No Jenis Plat Jarak (m) T.awal T.akhir Waktu waktu Kecepatan


kendaraan kendaraan (m) (s) (m/s)
(a) (b) (c)
1 CRV 557 J 1500 16,2 16,24 4 240,00 6
2 SEDAN 709 NA 1500 16,22 16,24 2 120,00 13
3 TRUCK 8596 LR 1500 16,24 16,27 3 180,00 8
4 JAZZ 583 VA 1500 16,32 16,34 2 120,00 13
5 KAPSUL 471 PE 1500 16,34 16,37 3 180,00 8
6 SEDAN 916 AL 1500 16,38 16,41 3 180,00 8
7 KIJANG 557 LH 1500 16,39 16,42 3 180,00 8
8 PICK UP 8157 AS 1500 16,41 16,43 2 120,00 13
9 AVANZA 654 AG 1500 16,42 16,45 3 180,00 8
10 KAPSUL 306 NZ 1500 16,46 16,49 3 180,00 8
11 PICK UP 8229 KV 1500 16,47 16,49 2 120,00 13
12 TRUCK 8186 AO 1500 16,49 16,51 2 120,00 13
13 TRUCK 8422 KC 1500 16,5 16,52 2 120,00 13
14 CARRY 8233 AA 1500 16,52 16,54 2 120,00 13
15 TRUCK 9114 AA 1500 16,53 16,56 3 180,00 8
16 TRUCK 8786 AO 1500 16,53 16,59 6 360,00 4
17 TRUCK 8621 PZ 1500 16,56 16,59 3 180,00 8

8.3 BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK)


Model kendaraan terdiri dari :

· Golongan I : Jenis sedan/minibus

· Golongan II A : Bus

· Golongan II B : Truck

Dari objek observasi terdiri dari dua model yaitu Golongan I dan Golongan III
dikarenakan jalan yang menjadi tempat observasi kami tidak dilewati oleh Model Golongan
II A (bus). Berikut adalah hitungan biaya operasi kendaraan untuk panjang ruas jalan yaitu
1,5 km.

8.3.1 Nilai BOK untuk kecepatan rata-rata kendaraan


Tabel 2.2 Pengambilan model

No Jenis kendaraan Jarak Waktu waktu Kecepatan Kecepatan


(m) (m) (s) (m/s) (km/jam)
(a)
1 TRUK 1500 3,17 190,00 8 2,19
2 SEDAN 1500 2,64 158,18 9 2,63

Persamaan Konsumsi Bahan Bakar

Sedan : Y = 0,05693.S2 - 6,42593.S + 269,18576 = 252.6542


= 252.6542 x Rp. 7300/liter (bensin) = 1.844.375,66/1000 km = Rp. 1.850/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 1.850 = Rp. 2775
Truk : Y = 0,21557.S2 - 24,17699.S + 947,80882 = 895.8258

= 895.8258 x Rp. 6.900/liter (solar) = 6.181.198,02/1000 km = Rp. 6.180/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 6.180 = Rp. 9270
Y = konsumsi bahan bakar (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Konsumsi Oli Mesin

Sedan : Y = 0,00037S2 - 0,04070.S + 2,20403 = 2,099389

= 2,099389 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 73.478,615/1000 km = Rp. 100/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 100 = Rp. 150,00
Truk : Y = 0,00188S2 - 0,22035.S + 12,06488 = 11.5907

= 11.5907 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 405.674,5/1000km = Rp. 400/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 400 = Rp. 600,00
Y = konsumsi oli mesin (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemakaian Ban

Sedan : Y = 0,0008848.S - 0,0045333 = 0.002202649

= 0.002202649 x Rp. 800.000/ban (asumsi) = Rp. 1.762,1192/1000km


= Rp. 2,00/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 2 = Rp. 3,00
Truk : Y = 0,0015553.S - 0,0059333 = 0.002522554

= 0.002522554 x Rp. 2.000.000/ban (asumsi) = Rp. 5.045,108/1000km


= Rp. 5,00/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 5 = Rp. 8,00
Y = pemakaian satu ban (per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemeliharaan

Sedan : Y = 0,0000064S - 0,0005567 = 0.000573558

= 0.000573558 x 2.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 1.147,116/1000km


= Rp. 1,15/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1,15 = Rp. 2
Truk : Y = 0,0000191S - 0,00115400 = 0.000195886

= 0.000195886 x 5.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 979,43/1000km


= Rp. 1,00
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1 = Rp. 2
Y = biaya suku cadang berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresikan (per 1000 km)

Persamaan Biaya Mekanik (Montir)

Sedan : Y = 0,00362S + 0,36267 = 0,372

= 0,372 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = Rp. 11.160/1000km = Rp. 11,16/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 11,16 = Rp. 17
Truk : Y = 0,01511S + 1,21200 = 1,245

= 1,245 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = 37.350/1000km = Rp. 37,35/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 37,35 = Rp. 56,00
Y = jam kerja mekanik (per 1000 km)

Persamaan Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Sedan : Y = 1/(2,5 S+100) = 0.009382

= 0.009382 x Rp 500.000 (asumsi) = Rp.4.691/1000km = Rp. 5,00/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 5,00 = Rp. 8,00
Truk : Y = 1/(6,5 S+210) = 0.004481

= 0.004481 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 4.481/1000km = Rp. 4,50/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 4,50 = Rp. 7,00
Y = depresiasi per 1000 km berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresiasikan.

Persamaan Biaya Suku Bunga

Sedan : Y = 150/(500 S) = 0.113891

= 0.113891 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 113.891/1000km = Rp. 114,00/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 114,00 = Rp. 140,00
Truk : Y = 150/(1714,28571 S) = 0.0399

= 0.0399 x Rp. 2.000.000 (asumsi) = Rp. 79.800/100km = Rp. 80,00/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 80,00 = Rp. 120,00
Y = biaya akibat suku bunga per 1000 km berdasarkan setengah harga kendaraan yang dapat
didepresiasikan.

Persamaan Biaya Waktu Perjalanan Awak (Crew) Kendaraan

Truk : Y = 1000/S = 456,621

= 456,621 x Rp. 2000 (asumsi) = Rp. 913.242/1000km = Rp. 913.24/km

Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 913.24 = Rp. 1.370


Y = waktu perjalanan crew kendaraan (per 1000 km) kendaraan baru

Overhead (Biaya Tak Terduga)

Truk = 10 % dari sub total

= 10 % x (11.433) = Rp. 1.143,00

*Variabel S adalah kecepatan dari kendaraan dalam km/jam.

Tabel 2.3 Rekaputasi biaya operasi kendaraan pada kecepatan rata-rata

No Kebutuhan Biaya
Sedan (Rp/kend) Truk (Rp/ kend)
1 Konsumsi bahan bakar 2775 9270
2 Konsumsi oli mesin 150 600
3 Pemakaian ban 3 8
4 Biaya pemeliharaan 2 2
5 Biaya mekanik ( montir) 17 56
6 Penyusutan 8 7
7 Suku Bunga 140 120
8 Perjalanan awak kendaraan 1370
Total 11.433
Overhead 1.143

8.3.2 Nilai BOK untuk kecepatan tertinggi kendaraan


Tabel 2.4 Pengambilan model

No Jenis kendaraan Jarak Waktu Waktu Kecepatan Kecepatan


(m) (m) (dtk) (m/s) (km/jam)
(a)
1 TRUK 1500 6 360 4 1,16
2 SEDAN 1500 4 240 6 1,74

Persamaan Konsumsi Bahan Bakar

Sedan : Y = 0,05693.S2 - 6,42593.S + 269,18576 = 258,2012

= 258,2012 x Rp. 7300/liter (bensin) = 1.884.868,76/1000 km = Rp. 1.885/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 1.885 = Rp. 2827
Truk : Y = 0,21557.S2 - 24,17699.S + 947,80882 = 920,115
= 920,115 x Rp. 6.900/liter (solar) = 6.348.793,5/1000 km = Rp. 6.350/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 6350 = Rp. 9525
Y = konsumsi bahan bakar (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Konsumsi Oli Mesin

Sedan : Y = 0,00037S2 - 0,04070.S + 2,20403 = 2,1345

= 2,1345 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 74.707,5/1000 km = Rp. 75/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 75 = Rp. 113
Truk : Y = 0,00188S2 - 0,22035.S + 12,06488 = 11,812

= 11,812 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 413.420/1000km = Rp. 414/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 414 = Rp. 621
Y = konsumsi oli mesin (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemakaian Ban

Sedan : Y = 0,0008848.S - 0,0045333 = 0,0030

= 0,0030 x Rp. 800.000/ban (asumsi) = Rp. 2400/1000km


= Rp. 2,4/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 2,4 = Rp. 4,00
Truk : Y = 0,0015553.S - 0,0059333 = 0.0041

= 0.0041 x Rp. 2.000.000/ban (asumsi) = Rp. 8.200/1000km


= Rp. 8,2/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 8,2 = Rp. 13
Y = pemakaian satu ban (per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemeliharaan

Sedan : Y = 0,0000064S - 0,0005567 = 0,000568

= 0,000568 x 2.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 1.136/1000km


= Rp. 1,14/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1,14 = Rp. 2

Truk : Y = 0,0000191S - 0,00115400 = 0,000176

= 0,000176 x 5.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 880/1000km


= Rp. 1,00
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1 = Rp. 2
Y = biaya suku cadang berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresikan (per 1000 km)

Persamaan Biaya Mekanik (Montir)

Sedan : Y = 0,00362S + 0,36267 = 0,369

= 0,369 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = Rp. 11.070/1000km = Rp. 11,07/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 11,07 = Rp. 17
Truk : Y = 0,01511S + 1,21200 = 1,229

= 1,229 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = 36.870/1000km = Rp. 36,87/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 36,87 = Rp. 56,00
Y = jam kerja mekanik (per 1000 km)

Persamaan Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Sedan : Y = 1/(2,5 S+100) = 0,00958

= 0,00958 x Rp 500.000 (asumsi) = Rp. 4.790/1000km = Rp. 4,79/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 4,79 = Rp. 8,00
Truk : Y = 1/(6,5 S+210) = 0,00461

= 0,00461 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 4.610/1000km = Rp. 4,61/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 4,61 = Rp. 7,00
Y = depresiasi per 1000 km berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresiasikan.

Persamaan Biaya Suku Bunga

Sedan : Y = 150/(500S) = 0,173

= 0,173 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 173.000/1000km = Rp. 173,00/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 173,00 = Rp. 260,00
Truk : Y = 150/(1714,28571S) = 0.0756

= 0.0756 x Rp. 2.000.000 (asumsi) = Rp. 151.200/100km = Rp. 151,2/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 151,2 = Rp. 227,00
Y = biaya akibat suku bunga per 1000 km berdasarkan setengah harga kendaraan yang dapat
didepresiasikan.

Persamaan Biaya Waktu Perjalanan Awak (Crew) Kendaraan

Truk : Y = 1000/S = 864

= 864 x Rp. 2000 (asumsi) = Rp. 1.728.000/1000km = Rp. 1.728/km

Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1.728 = Rp. 2600,00


Y = waktu perjalanan crew kendaraan (per 1000 km) kendaraan baru

Overhead (Biaya Tak Terduga)

Truk = 10 % dari sub total

= 10 % x (13.051) = Rp. 1.305

*Variabel S adalah kecepatan dari kendaraan dalam km/jam

Tabel 2.5 Rekaputasi biaya operasi kendaraan tertinggi

Kebutuhan Biaya
No Sedan (Rp/kend) Truk (Rp/ kend)
1 Konsumsi bahan bakar 2827 9525
2 Konsumsi oli mesin 113 621
3 Pemakaian ban 4 13
4 Biaya pemeliharaan 2 2
5 Biaya mekanik ( montir) 17 56
6 Penyusutan 8 7
7 Suku Bunga 260 227
8 Perjalanan awak kendaraan 2600
Total 3.231 13.051
Overhead 1.305

8.3.3 Nilai BOK untuk kecepatan terendah kendaraan


Tabel 2.6 Pengambilan model

No Jenis kendaraan Jarak Waktu Waktu Kecepatan Kecepatan


(m) (m) (dtk) (m/s) (km/jam)
(a)
1 TRUK 1500 13 780 2 0,53
2 SEDAN 1500 13 780 2 0,53

Persamaan Konsumsi Bahan Bakar

Sedan : Y = 0,05693.S2 - 6,42593.S + 269,18576 = 265,769

= 265,769 x Rp. 7300/liter (bensin) = 1.940.113,7/1000 km = Rp. 1940,11/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 1940,11 = Rp. 2910
Truk : Y = 0,21557.S2 - 24,17699.S + 947,80882 = 934,955

= 934,955 x Rp. 6.900/liter (solar) = 6.513.289,5/1000 km = Rp. 6513,2/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x 6513,2= Rp. 9800
Y = konsumsi bahan bakar (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Konsumsi Oli Mesin

Sedan : Y = 0,00037S2 - 0,04070.S + 2,20403 = 2,182

= 2,182 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 76.370/1000 km = Rp. 76,37/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 76,37 = Rp. 115
Truk : Y = 0,00188S2 - 0,22035.S + 12,06488 = 11,948

= 11,948 x Rp. 35.000/liter (asumsi) = Rp. 418.180/1000km = Rp. 418,18/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 418,18 Rp. 630,00
Y = konsumsi oli mesin (liter per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemakaian Ban

Sedan : Y = 0,0008848.S - 0,0045333 = 0,00406

= 0,0030 x Rp. 800.000/ban (asumsi) = Rp. 2400/1000km


= Rp. 2,4 /km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 2,4 = Rp. 4,00
Truk : Y = 0,0015553.S - 0,0059333 = 0.0051

= 0.0041 x Rp. 2.000.000/ban (asumsi) = Rp. 8200/1000km


= Rp. 8,2/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 8,2 = Rp. 13,00
Y = pemakaian satu ban (per 1000 km)

Persamaan Biaya Pemeliharaan

Sedan : Y = 0,0000064S - 0,0005567 = 0,00056

= 0,00056 x 2.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 1.120/1000km


= Rp. 1,12/km
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 1,12 = Rp. 2
Truk : Y = 0,0000191S - 0,00115400 = 0,000164

= 0,000164 x 5.000.000/suku cadang (asumsi) = Rp. 820/1000km


= Rp. 0,82
Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 0,82 = Rp. 2
Y = biaya suku cadang berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresikan (per 1000 km)

Persamaan Biaya Mekanik (Montir)

Sedan : Y = 0,00362S + 0,36267 = 0,365

= 0,365 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = Rp. 10.950/1000km = Rp. 10,95/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 10,95 = Rp. 17
Truk : Y = 0,01511S + 1,21200 = 1,221

= 1,221 x Rp. 30.000/jam (asumsi) = 36.630/1000km = Rp. 36,63/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 36,63 = Rp. 55,00
Y = jam kerja mekanik (per 1000 km)

Persamaan Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Sedan : Y = 1/(2,5 S+100) = 0,00987

= 0,00987 x Rp 500.000 (asumsi) = Rp.4.935/1000km = Rp. 4,93/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 4,93 = Rp. 8,00
Truk : Y = 1/(6,5 S+210) = 0,00469

= 0,00469 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 4.690/1000km = Rp. 4,69/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 4,69 = Rp. 8,00
Y = depresiasi per 1000 km berdasarkan harga kendaraan yang dapat didepresiasikan.

Persamaan Biaya Suku Bunga

Sedan : Y = 150/(500S) = 0,562

= 0,562 x Rp. 1.000.000 (asumsi) = Rp. 562.000/1000km = Rp. 562/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 562 = Rp. 850
Truk : Y = 150/(1714,28571S) = 0.164

= 0.164 x Rp. 2.000.000 (asumsi) = Rp. 328.000/100km = Rp. 328/km


Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 328 = Rp. 500
Y = biaya akibat suku bunga per 1000 km berdasarkan setengah harga kendaraan yang dapat
didepresiasikan.

Persamaan Biaya Waktu Perjalanan Awak (Crew) Kendaraan

Truk : Y = 1000/S = 1872

= 1872 x Rp. 2000 (asumsi) = Rp. 3.744.000/1000km = Rp. 3744/km

Jadi, untuk jarak 1,5 km = 1,5 x Rp. 3744 = Rp. 5700

Y = waktu perjalanan crew kendaraan (per 1000 km) kendaraan baru


Overhead (Biaya Tak Terduga)

Truk = 10 % dari sub total

= 10 % x (16.608) = Rp. 1661,00

*Variabel S adalah kecepatan dari kendaraan dalam km/jam

Biaya
No Kebutuhan
Sedan (Rp/kend) Truk (Rp/ kend)
1 Konsumsi bahan bakar 2910 9800
2 Konsumsi oli mesin 115 530
3 Pemakaian ban 4 13
4 Biaya pemeliharaan 2 2
5 Biaya mekanik ( montir) 17 55
6 Penyusutan 8 8
7 Suku Bunga 850 500
8 Perjalanan awak kendaraan 5700
Total 3.906 16.608
Overhead 1.661

8.3.4 Penghematan Waktu Perjalanan

Pada survei ini nilai waktu yang dihitung adalah nilai waktu kendaraan dan nilai
waktu orang.
Tabel 2.7 formulir volume lalu lintas
Jenis Kendaraan
NO Waktu
Sepeda motor Kendaraan Ringan Kendaraan Berat
1 15.40 - 15.55 335 117 5
2 15.55 - 16.10 345 81 4
3 16.10 - 16.25 351 93 2
4 16.25 - 16.40 327 76
5 16.40 - 16.55 348 102 7
6 16.55 - 17.10 350 128 1
Total 2056 597 19
Perhitungan nilai waktu kendaraan diperoleh dari rumus berikut :

Nilai waktu (Rp/tahun) = Nilai waktu (Rp/kend/jam) x waktu tempuh (jam) x LHR
(kend/hari) x 365 hari

Pedoman penetapan nilai waktu kendaraan berdasarkan IHCM 1995 dengan nilai waktu
sebagai berikut :
1. BOK untuk kecepatan rata-rata ( T : 0,1 )
· Truk : 11.433 ken /jam
· Sedan : 3.095 kend/jam
2. BOK untuk kecepatan tertinggi ( T : 0,17 )
· Truk : 13.051 kend/jam
· Sedan : 3.231 kend/ jam
3. BOK untuk kecepatan terendah ( T : 0,43 )
· Truk : 16.608 kend/jam
· Sedan : 3.906 kend/jam
Adapun untuk lebih jelasnya hasil perhitungan nilai waktu kendaraan dapat dilihat
pada Tabel berikut
Tabel 2.8 Nilai waktu kendaraan kecepatan rata-rata
No Nama Jalan Waktu Nilai Waktu Total
Tempuh Sedan Truk Nilai Waktu
Jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1 Jl. TP. Nyak Makam 0.1 4.288.938,45 504.229,95 88.774.982,59

Tabel 2.9 Nilai waktu kendaraan kecepatan tertinggi


No Nama Jalan Waktu Nilai Waktu Total
Tempuh Sedan Truk Nilai Waktu
Jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1 Jl. TP. Nyak Makam 0.17 7.727.568,00 772.236,00 88.774.982,59

Tabel 2.10 Nilai waktu kendaraan kecepatan terendah


Waktu Nilai Waktu Total
No Nama Jalan
Tempuh Sedan Truk Nilai Waktu
No Nama Jalan Nilai waktu Nilai Waktu Total
orang

Jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun


1 Jl. TP. Nyak Makam 0.43 24.251.572,80 3.281.740,80 88.774.982,59

Sedangkan nilai waktu orang dihitung dengan metode produktifitas berdasarkan PDRB
(Pendapatan Domestik Regional Bruto).

Nilaiwaktu = PDRB (tanpamigas)


(40% x 2100 x jumlahpenduduk)
Dimana :
PDRB = Product Domestic Regional Bruto (Rp);
40% = Proporsipenduduk yang bekerja;
2100 = diasumsikan sebagai jumlah jam kerja dalam setahun.

PDRB Banda Aceh = 2.857.645.709.000 Rupiah


Jumlah pendudukkota Banda Aceh = 224.209 jiwa
Maka,
Nilai waktu orang = PDRB (tanpamigas)
(40% x 2100 x jumlahpenduduk)

=2.857.645.709.000
(40% x 2100 x 224.209)
= 15.173 Rp/jam

Nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk dibagi dengan jumlah hari kerja efektif selama
setahun sehingga diperoleh nilai waktu orang per jamnya yaitu sebesar Rp. 15.173.

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai waktu orang dari masing-masing kendaraan adalah
sebagai berikut :
Dengan mengasumsi jumlah orang yaitu MP : 3 orang, Bus : 20 orang dan Truk : 2 orang
Tabel 2.11 Nilai waktu orang untuk kecepatan rata-rata
Sedan Truk Nilai Waktu
org/jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1 Jl. TP. Nyak Makam 15173 109.245,60 72.830,40 182.076,00

Nilai waktu Nilai Waktu Total


No Nama Jalan orang Sedan Truk Nilai Waktu
org/jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1 Jl. TP. Nyak Makam 15173 185.717,52 123.811,68 309.529,20
Tabel 2.12 Nilai waktu orang untuk kecepatan tertinggi

Nilai waktu Nilai Waktu Total


No Nama Jalan orang Sedan Truk Nilai Waktu
org/jam Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun
1 Jl. TP. Nyak Makam 15173 469.756,08 313.170,72 782.926,80
Tabel 2.13 Nilai waktu orang untuk kecepatan tertinggi
BAB 9
MATRIKS ASAL TUJUAN

9.1 Pengertian Matriks (MAT)


Untuk dapat mengambarkan pola pergerakan pelaku perjalanan dalam suatu daerah studi
perlu dilakukan Survey Asal-Tujuan (Origin-Destination Survey) yang bermanfaat untuk
membuat Matriks Asal-Tujuan (MAT). Metode pencatatan license plate termasuk dalam
salah satu dari beberapa metode survey asal-tujuan yang sangat sederhana namun
membutuhkan waktu dalam pengolahan data hasil survey berupa pencocokkan data
pencatatan antar pos pengamatan.

Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan metode alternatif untuk mengolah data
hasil survey asal-tujuan license plate untuk menghasilkan Matriks Asal-Tujuan (MAT)
dengan mempergunakan beberapa fungsi dalam software Microsoft Excel.

9.1.1 A. Model Sebaran Pergerakan


Model Sebaran Pergerakan merupakan salah satu tahapan dalam model perencanaan
transportasi empat tahap (MPTEP) yang merupakan pemodelan pergerakan antarzona.
Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering digambarkan dalam bentuk arus
pergerakan (kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari suatu zona asal
menuju ke suatu zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu
(Tamin, 2000).

MAT sering digunakan oleh perencana transportasi untuk menggambarkan pola


pergerakan tersebut. MAT adalah matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai
besarnya pergerakan antarlokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan
zona

asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriks-nya menyatakan
besaran arus dari zona asal ke zona tujuan (Tamin, 2000).

9.1.2 B. Survey Asal-Tujuan

Menurut Austroads (1988) dan Robertson (1994) terdapat beberapa metode survey
untuk mendapatkan data asal-tujuan untuk membuat MAT yaitu:

Roadside interviews, metode ini umumnya dipergunakan untuk mengetahui


informasi mengenai pola perjalanan eksternal (external travel). Metode ini
mempunyai keunggulan karena surveyor dimungkinkan untuk menanyakan kepada
responden tujuan dari perjalanan, termasuk zona asal dan zona tujuan. Kelemahan
dari metode ini adalah dalam penerapannya membutuhkan bantuan dari petugas
kepolisian untuk menghentikan sejumlah kendaraan tertentu, sehingga berdampak
mengganggu kelancaran lalulintas terutama jika surveyor kurang trampil dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga berpotensi menyebabkan pelaku perjalanan
memilih rute lain untuk menghindari kemacetan.
License plate surveys, metode ini sangat sederhana yaitu surveyor
mencatat/merekam sebagian/seluruh plat nomor dan waktu kendaraan tersebut
melintasi pos pengamatan. Salah satu kelemahan dari metode ini selain akurasi
pencatatan (jika dilakukan secara manual) adalah pengolahan data hasil survey
berupa pencocokkan data pencatatan antar pos pengamatan. Umumnya tidak lebih
dari 60% data plat nomor kendaraan yang dapat ditelusuri asal-tujuannya dengan
metode ini.

Postcard/mail-back surveys, metode ini sesuai kondisi lalulintas yang padat


sehingga tidak memungkinkan untuk menghentikan kendaraan terlalu lama untuk
menanyakan beberapa pertanyaan kepada pelaku perjalanan. Sehingga pelaku
perjalanan hanya diberikan postcard untuk diisi terkait dengan tujuan perjalanan,
zona asal, zona tujuan, dan lain sebagainya (umumnya sekitar 5 s/d 7 pertanyaan
sederhana) dan selanjutnya postcard tersebut dikirim via pos atau
dimasukkan dalam drop-box. Keuntungan metode ini adalah relatif hemat biaya
dan tidak mengganggu kelancaran lalulintas namun kerugiannya adalah adanya
potensi jawaban responden tidak konsisten/bias dan rendahnya tingkat
pengembalian postcard.

Vehicle intercept method, metode ini sesuai daerah study yang tidak terlalu
luas/terbatas. Setiap kendaraan yang melewati pos pengamatan akan diberikan
sebuah kartu dengan kode/warna tertentu yang akan diminta kembali pada saat
pelaku perjalanan meninggalkan daerah studi dengan melewati pos
pengamatan yang lain. Variasi dari metode ini adalah dengan menempelkan
cellotape dengan warna tertentu pada bemper atau kaca depan kendaraan yang
melewati pos pengamatan.

Tag-on-vehicle method, adalah variasi metode yang dapat dipergunakan jika


lalulintas padat sehingga tidak memungkinkan menghentikan kendaraan terlalu
lama dan terbatasnya jumlah surveyor untuk mencatat plat nomor kendaraan.
Pelaku perjalanan hanya diberikan kartu khusus (RFID tags) pada saat
melewati pos pengamatan dan mengembalikannya pada saat meninggalkan daerah
studi dengan melewati pos pengamatan yang lain .

Headlight study or Lights-On study, adalah suatu metode yang dapat


digunakan untuk mengetahui pelaku perjalanan berasal dari satu atau dua
zona asal dan hendak menuju ke maksimum dua atau tiga zona tujuan yang
terpisah sejarak sekitar 0,8 s/d 1,6 km. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1,
kendaraan yang melewati salah satu pos pengamatan (jalan A) diminta untuk
menyalakan lampu dan baru boleh memadamkan lampu setelah melewati pos
pengamatan di jalan C dan D; sehingga surveyor pada pso pengamatan jalan C dan
D dapat mencatat jumlah kendaraan yang berasal dari jalan A dan B.
Gambar 1 Contoh Penerapan Lights-On Study

9.1.3 C. License Plate Surveys

Gambar 2 memperlihatkan teknik pencocokan license plate antara dua pos pengamatan
dan perhitungan waktu tempuh yang merupakan selisih antara dua waktu pengamatan.

Gambar 2 Ilustrasi Teknik Pencocokan License Plate (Turner, 1998)

Sedangkan Tabel 1 memperlihatkan perbandingan berbagai teknik pencocokan


License
Plate dengan empat metode dasar (Turner, 1998),
yaitu:

Pencatatan manual, menggunakan alat tulis maupun alat perekam/digital


voice recorder kemudian memasukkan data tersebut secara manual kedalam
komputer.
Pencatatan dengan mempergunakan portable computer yang secara otomatis
akan mencantumkan waktu pengamatan.
Pencatatan dengan mempergunakan kamera video pada saat survey, kemudian
hasil rekaman diputar ulang dan dilakukan pengamatan secara manual oleh
surveyor.

Pencatatan dengan mempergunakan kamera video pada saat survey, kemudian


hasil rekaman diolah dengan bantuan perangkat lunak dengan kemampuan
untuk mengenali karakter yang tertera pada license plate dan secara otomatis
informasi tersebut dirubah menjadi data untuk diolah dengan komputer.

Tabel 1 Perbandingan Berbagai Teknik Pencocokan License Plate (Turner,


1998)

9.1.4 D. TAHAPAN PENGOLAHAN DATA

Dalam makalah ini data yang dipergunakan untuk proses pencocokkan license plate
adalah data hasil survey asal-tujuan dengan metode pencatatan license plate selama 15
jam (pk.06:00 s/d 21:00) tahun 2003 dengan area studi di sekitar kampus Universitas
Kristen Petra dengan rincian jumlah masing-masing jenis kendaraan sebagaimana
terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan Jumlah Kendaraaan Hasil Survey Asal-


Tujuan

Jenis Kendaraan Jumlah


Sepeda Motor/Motorcycle (MC) 60.389
Kendaraan Bermotor /Light Vehicle (LV) 48.820
Kendaraan Bermotor dengan / Heavy Vehicle (HV) 1.525

TAHAP-1 TAHAP 2 TAHAP 3

Data Hasil Survey


Asal-Tujuan Format
License
seragam
Plate/ kolom
Merubah
Time
format
dari Mengurutkan
kolom License
data

Time/Zone time menjadi text plat/Time/Zone

TAHAP 4
TAHAP 7 TAHAP 6 TAHAP 5 Batasan waktu
Matriks Asal- Matriks Asal- Matriks Asal- pengamatan dan
Tujuan Gabungan Tujuan (D→O) Tujuan (O→D) penentuan
OD Pair

Gambar 3 Tahapan Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahapan pengolahan data license plate hasil survey asal-tujuan adalah sebagai berikut:

Tahap Pertama: Menggabungkan hasil pencatatan license plate dari semua pos
pengamatan dalam satu folder worksheet (semisal folder DATA) dengan penentuan
urutan kolom sebagai berikut: kolom pertama (A) license plate, kolom kedua (B)
time/waktu pengamatan, dan kolom ketiga (C) zone/pos pengamatan. Format
data harus sudah seragam untuk ketiga kolom tersebut. Lihat Gambar 4

Gambar 4 Tahap Pertama Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahap Kedua: Merubah format data kolom (B) dari time menjadi text. Lihat
Gambar 5.
Gambar 5 Tahap Kedua Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahap Ketiga: Mengurutkan data pada semua kolom dengan hirarki sebagai
berikut kolom (A) berdasarkan abjad A s/d Z, kolom (B) berdasarkan nilai terkecil
s/d terbesar, dan kolom (C) berdasarkan abjad A s/d Z. Lihat Gambar 6.

Gambar 6 Tahap Ketiga Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahap Keempat (Lihat Gambar 7):


o Membuat batasan waktu pengamatan (START & END) dan membuat rumus
untuk menampilkan pasangan data asal-tujuan (OD Pair) menggunakan
fungsi “=if ... then ...”, “=concatenate()”, dan “=and()”.
o Sebagai contoh pada cell D4395 dibuat rumus
“=if(A4394=A4395,concatenate (C4394,C4395),C4395)” artinya jika
terdapat dua baris data license plate yang identik (yaitu DR3520MC) maka
akan dilakukan penggabungan zone keduanya (yaitu zone J1 dan zone J2)
artinya pada jam 10:20 (0,4305556) sepeda motor dengan license plate
DR3520MC melewati pos pengamatan (zone) J1 dan selanjutnya pada jam
10:25 (0,4340278) sepeda motor tersebut melewati pos pengamatan (zone)
J2; sebaliknya jika tidak terdapat dua baris data license plate yang identik
maka yang ditampilkan pada cell D4395 adalah nilai cell C4395. Rumus
tersebut dicopy untuk seluruh kolom D.
o Selanjutnya dibuat link ke folder tahap kelima, agar nilai cell E2 dan F2
secara otomatis berubah jika nilai cell W22 dan cell X22 pada tahap
kelima berubah.
o Terakhir dibuat rumus pada cell E4400 yaitu “=if(and(B4400>=E$2,
B4400<=F$2),D4400,””) artinya jika nilai time pada suatu baris data -
semisal baris ke 4400 - memenuhi batasan waktu ≥ 0,67 dan ≤ 0,71 maka
data OD Pair pada cell D4400 akan disalin ke cell E4400; jika tidak
memenuhi batasan waktu maka cell E4400 akan dibiarkan kosong. Rumus
tersebut dicopy untuk seluruh kolom E.

Gambar 7 Tahap Ketiga dan Keempat Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahap Kelima (Lihat Gambar 8):


o Pada folder worksheet baru (semisal MAT-1) dibuat matriks pasangan data
asal-tujuan (OD Pair) yang akan dipergunakan sebagai “criteria” dalam
fungsi “=countif()”.
o Sebagai contoh pada cell B2 dibuat rumus “=concatenate($A2,B$1)”
artinya cell B2 akan menampilkan hasil penggabungan cell A2 & cell B1;
selanjutnya rumus tersebut dicopy untuk semua cell (B1 s/d T20).
o Kemudian disediakan tempat untuk memasukkan input batasan waktu
pengamatan yaitu pada cell C22 & E22 (dalam format time) dan dibuat
rumus pada cell W22 yaitu “=timevalue(C22)” dan pada cell X22 yaitu
“=timevalue(E22)” yang akan merubah nilai 16:00 dan 17:00 menjadi 0,667
dan 0,708. Perubahan nilai pada cell W22 dan cell X22 akan mempengaruhi
nilai cell E2 dan cell F2 pada tahap keempat (dalam folder DATA).
o Terakhir dibuat rumus pada cell B25 yaitu “=countif(range,criteria)”
dimana range merupakan semua baris data di kolom E pada tahap keempat
(dalam folder DATA) semisal „DATA‟!$E$3:$E$60391 sedangkan criteria
diisi dengan B2; artinya cell B25 akan menampilkan jumlah data pada
kolom E tahap keempat (dalam folder DATA) yang identik dengan nilai
B2 (yaitu A1A2) dan memenuhi batasan waktu tertentu sesuai nilai cell C22
& E22 (yaitu 16:00 dan 17:00 atau 0,667 dan 0,708); selanjutnya rumus
tersebut dicopy untuk semua cell (B25 s/d T43).
o Pada cell U25 s/d U43 (kolom U) dibuat rumus “=sum()” untuk
menjumlahkan total baris (origin) dan pada cell B44 s/d U44 (baris 44)
dibuat rumus “=sum()” untuk menjumlahkan total kolom (destination).
Gambar 8 Tahap Kelima Pengolahan Data Asal-Tujuan

Tahap Keenam (Lihat Gambar 9):


o Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya perbedaan waktu pencatatan
antara beberapa pos pengamatan, sehingga berpotensi menimbulkan
kehilangan data yaitu data yang diabaikan dalam tahap kelima karena
dianggap tidak memenuhi logika asal dan tujuan pergerakan kendaraan;
semisal urutan data menjadi dari zone tujuan A2 menuju zone asal A1
karena waktu pencatatan di zone A2 nilainya lebih kecil dari waktu
pencatatan di zone A1.
o Maka jika dipandang perlu dapat dilakukan tahap keenam yang secara
prinsip serupa dengan tahap kelima hanya berbeda pada pembuatan
matriks pasangan data asal-tujuan (OD Pair) yang akan dipergunakan
sebagai “criteria” dalam fungsi “=countif()” pada folder worksheet baru
(semisal MAT-2).
o Sebagai contoh pada cell B2 dibuat rumus “=concatenate($A2,B$1)”
artinya cell B2 akan menampilkan hasil penggabungan cell A2 & cell B1;
selanjutnya rumus tersebut dicopy untuk semua cell (B1 s/d T20)
o Untuk batasan waktu pengamatan dapat dibuat link dengan cell
C22 dan cell E22 dalam folder MAT-1 (tahap kelima). Sehingga
perubahan nilai pada cell C22 dan cell E22 (folder MAT-1) akan
secara otomatis merubah nilai pada cell C22 dan cell E22 (folder
MAT-2).
o Kemudian dibuat rumus pada cell B25 yaitu
“=countif(range,criteria)” dimana range merupakan semua baris
data di kolom E pada tahap keempat (dalam folder DATA)
semisal „DATA‟!$E$3:$E$60391 sedangkan criteria diisi dengan
B2; artinya cell B25 akan menampilkan jumlah data pada
kolom E tahap keempat (dalam folder DATA) yang identik
dengan nilai B2 (yaitu A2A1) dan memenuhi batasan waktu
tertentu sesuai nilai cell C22
& E22 (yaitu 16:00 dan 17:00 atau 0,667 dan 0,708);
selanjutnya rumus
tersebut dicopy untuk semua cell (B25 s/d T43).
Gambar 9 Tahap Keenam Pengolahan Data Asal-Tujuan

o Pada cell U25 s/d U43 (kolom U) dibuat rumus


“=sum()” untuk menjumlahkan total baris (origin) dan pada cell
B44 s/d U44 (baris 44) dibuat rumus “=sum()” untuk
menjumlahkan total kolom (destination)

Tahap Ketujuh (Lihat Gambar 10):


o Merupakan tahap penjumlahan antara MAT pada tahap
kelima (dalam folder MAT-1) dengan MAT pada tahap
keenam (dalam folder MAT-2). Sehingga hanya diperlukan
rumus untuk menjumlahkan nilai pada setiap
cell dalam kedua MAT tersebut.

Gambar 10 Tahap Ketujuh Pengolahan Data Asal-Tujuan


BAB 10
SURVEI DAN ANALISIS LALU-LINTAS

SIMPANG TAK BERSINYA/BERSINYAL (KINERJA)

10.1 MKJI 1997


Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya
atau daerah milik Jalan (right of way). Pengertian Jalan meliputi badan Jalan,
trotoar, drainase dan seluruh perlengkapan Jalan yang terkait, seperti rambu lalu
lintas, lampu penerangan, marka Jalan, median, dan lain lain.
Jalan mempunyai empat fungsi:
1) melayani kendaraan yang bergerak,
2) melayani kendaraan yang parkir,
3) melayani peJalan kaki dan kendaraan tak bermotor,
4) pengembangan wilayah dan akses ke daerah pemilikan.
Hampir semua Jalan melayani dua atau tiga fungsi dari empat fungsi Jalan
diatas akan tetapi ada juga Jalan yang mungkin hanya melayani satu fungsi
(misalnya Jalan bebas hambatan hanya melayani kendaraan bergerak).
1. Berikut data geometrik Jalan.
1) Tipe Jalan
Berbagai tipe Jalan akan menunjukkan kinerja berbeda beda baik dilihat
secara pembebanan lalu lintas tertentu. Misalnya Jalan terbagi dan Jalan
tak terbagi, Jalan satu arah.Tipe jalan menentukan jumlah lajurdan arah
pada segmen jalan:
o 2-lajur 1-arah(2/1)
o 2-lajur 2-arah tak-terbagi (2/2 UD)
o 4-lajur 2-arah tak-terbagi (4/2 UD)
o 4-lajur 2-arah terbagi (4/2 D)
o 6-lajur 2-arah terbagi (6/2 D)
2) Lebar Jalur Lalu Lintas
Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur
lalu lintas.
3) Kereb
Kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh
terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan.
Kapasitas Jalan dengan kereb lebih kecil dari Jalan dengan bahu.
Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat
tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah Jalan mempunya kereb atau
bahu.
4) Bahu
Jalan perkotaan tanpa kereb pada umumnya mempunyai bahu pada
kedua sisi jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaanya
mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, dan
kecepatan pada arus tertentu, akibat penambahan lebar bahu, terutama
karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian di sisi
Jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan
sebagainya.
5) Median
Median yang direncanakan dengan baik akan meningkatkan kapasitas.
6) Aligmen Jalan
Alinemen Jalan adalah faktor utama untuk menentukan tingkat aman dan
efisiensi di dalam memenuhi kebutuhan lalu lintas. Alinemen Jalan
dipengaruhi oleh tofografi, karakteristik Lalu lintas dan fungsi Jalan.
Lengkung horisontal dengan jari jari kecil mengurangi kecepatan arus
bebas. Tanjakan yang curam juga mengurangi kecepatan arus bebas.
Karena secara umum kepadatan arus bebas di daerah perkotaan adalah
rendah maka pengaruh ini diabaikan.

2. Komposisi Arus dan Pemisah Arah


1) Pemisah arus lalu lintas
Kapasitas Jalan dua arah paling tinggi pada pemisah arah 50-50 yaitu
jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang
dianalisa (umumnya satu jam).
2) Komposisi lalu lintas
Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan-arus jika arus
dan kapasitas dinyatakan dalam kendaraan/jam, yaitu tergantung pada
rasio sepeda motor atau kendaraan beratdalam arus lalu lintas. Jika arus
dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka
kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak dipengaruhi
oleh komposisi lalu lintas.

3. Pengaturan Lalu Lintas


Batas kecepatan jarang diberlakukan di daerah perkotaan di Indonesia, dan
karenanya hanya sedikit berpengaruh pada kecepatan arus bebas. Aturan lalu
lintas lainya yang berpengaruh pada kinerja lalu lintas adalah pembatasan
parkir dan berhenti sepanjang sisi Jalan. Pembahasan akses tipe kendaraan
tertentu pembatasan akses dari lahan samping Jalan dan sebagainya.

4. Akivitas Samping Jalan (Hambatan Samping)


Banyak aktivitas samping Jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik
kadang kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu lintas. Hambatan
samping yang terutama berpengaruh pada kapasitas dan kinerja Jalan.
perkotaan adalah:
1) Pejalan kaki,
2) Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti,
3) Kendaraan lambat (misalnya becak dan kereta kuda),
4) Kendaraan masuk dan keluar dari lahan samping Jalan

Tabel 2.1 Faktor bobot Hambatan Samping


Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor Bobot
Pejalan kaki PED 0.5
Parkir kendaraan berhenti PSV 1.0
Kendaraan masuk dan keluar EEV 0.7
Kendaraan lambat SMV 0.4
Sumber :MJKI 1997
Keterangan:
PED : Pejalan Kaki
PSV : Parkir Kendaraan Berhenti
EEV : Kendaraan masuk dan keluar
SMV: Kendaraan lambat

Tabel 2.2 Kelas Hanbatan Samping untuk jalan perkotaan (untuk penentuan SFC)
Kelas Kode Jumlah Bobot Kondisi Khusus
Hanbatan Kejadian/ Jam
Samping (Dua Sisi)
Sangat VL < 100 Daerah permukiman;jalan samping
Rendah tersedia
Rendah L 100-299 Daerah permukiman;beberapa angkutan
umum dsb.
Sedang M 300-499 Daerah industri;beberapa tokoh sisi jalan.
Tinggi H 500-899 Daerah komersial;aktivitas sisi jalan
tinggi.
Sangat VH >900 Daerah komersial;aktivitas pasar sisi
Tinggi jalan

5. Volume Lalu Lintas


Perhitungan untuk menentukan volume lalu lintas dalam satuan mobil
penumpang(smp/ jam) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang
(emp) untuk jenis (emp) menggunakan table 3.1 dari (MKJI) kemudian juga
harus diketahui data yang mengenai arus lalu lintas dalam satuan kendaraan
per-jam barulah dapat menentukan ekivalensi mobil penumpang untuk
masing-masing jenis atau tipe kendaraan.

Tabel 2.3
Tipe jalan : Arus lalu Emp
Jalan tak lintas MC
terbagi (Ken/jam) Lebar jalur lalu-lintas Wc (m)
HV ≤6 ˃6
Dua lajur - 0 1,3 0,5 0,40
tak terbagi ≥1800 1,2 0,35 0,25
(4/2 UD)
Empat-lajur 0 1,2 0,40
tak terbagi ≥3700 1,3 0,25
(4/2 UD)

6. Faktor Yang Memengaruhi Kapasitas Jalan


1) Kapasitas Jalan
Untuk jalan tak-terbagi analisa dilakukan pada kedua arah lalu lintas.
Untuk jalan terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah
lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah
yang terpisahkan.

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/ jam)


Dimana
C = Kapasitas
Co = Kapasitas dasar (smp/ jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu-lintas
FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian ujuran kota

2) Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar (Co) dinyatakan dalam satuan smp/ jam. Co ditentukan
berdasarkan tipe jalan yang ada kapasitas dasar tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Kapasitas Dasar (C0)
Tipe jalan Kapasitas dasar Keterangan
(smp/ jam)
Empat-lajur terbagi atau jalan satu 1650 Per lajur
arah
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah

3) Faktor Penyesuaian Lebar Jalan


Faktor penyesuaian untuk lebar jalan lalu lintas efektif (Wc) dan tipe
jalan untuk menentukan besar (FCw) digunakan tabel 5.1 dimana jika
lebar efektif jalan berada diantara nilai tabel yang ada di cari
berdasarkan interpolasi linear.

Tabel 2.5 penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur lalu-lintas


untuk jalan perkotaan (FCw)
Tipe jalan Lebar jalur lalu-lintas FCw
efektif (wc)
(m)
Empat lajur terbagi Per lajur
atau jalan satu arah 3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Emoat lajur tak- Per lajur
terbagi 3,00 0.91
3,25 0.95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua lajur tak-terbagi Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34

4) Faktor Penyesuaian Pemisah Arah


Faktor penyesuaian pemisah Arah (FCsp) untuk jalan tak terbagi,
peluang terjadina kecelakaan depan lawan depan lebih tinggi sehingga
menambah kehati-hatian pengemudi sehingga dapat mengurangi
kapasitas seperti ditunjukkan dalam tabel 2.6 berikut:
Tabel 2.6 Faktor penyesuian Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisahan Arah
(FCsp)

Pemisah arah SP % - 50 - 55 -55 60 - 60 65 - 35 70 – 30


% 50
FC Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat lajur 1,00 0, 985 0,97 9,955 0,94
4/2

5) Faktor Penesuaian Hambatan Samping


Faktor penyesuaian (FCsf) untuk hambatan samping berdasarkan bahu
jalan efektif dan kelas hambatan samping yang mana terbagi dua bagian
yaitu jalan dengan bahu jalan dan jalan dengan kereb. Untuk jalan
dengan bahu jalan efektif nilai faktornya seperti pada table 2.7.

Tabe 2.7Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf)

Tipe Kelas Faktor penyesuaian untuk hambatan samping


jalan hambatan dan lebar bahu FCsf
samping Lebar bahu efektif Ws
≤0,5 1,0 1,5 ≥2,0
4/2 D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 D VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 100 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01


atau jalan L 0,92 0,94 0,97 1,00
satu arah M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91

6) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota


Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Swee Road dalam MKJI,
semakin besar ukuran kota semakin besar kapasitas jalanna seperti
ditunjukkan dalam table berikut.
Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran kota (FCcs)
Ukuran kota (Juta pendududk) Faktor penyesuaian untuk
ukuran kota
˂0,1 0,86
0,1- 0,5 0,90
0,5-10 0,94
1,0-3,0 1,00
˃3,0 1,04

7. Tingkat Pelayanan
1) Derajat kejenuhan
Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas
digunakan sebagai factor kucni dalam penentuan tingkat kerja suatu
segmen jalan yang akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak . Nilai
DS daspat dihitung dengaan persamaan 3 berikut:
o DS = Derajat Kejenuhan (DS=Q/C)
o Q = Arus Lalu Lintas (smp/jam)
o C = Kapasitas (smp/ jam)

2) Level Of Service (LOS)


MKJI membagi tingkat kenyamanan/pelayanan jalan atas 6 keadaan
sebagai berikut:

Tabel 2.9 Tingkat Pelayanan Jalan


Level Of Kondisi
Rasio
Servise
Arus bebas, volume rendah dan
A < 0,60 kecepatan tinggi, pengemudi dapat
memilih kecepatan yang dikehendaki
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas
B 0,60 < V/C < 0,70 oleh lalu lintas, pengemudi masih
dapat bebas dalam memilih
kecepatannya

Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol


C 0,70 < V/C < 0,8 oleh lalu lintas

Arus mulai tidak stabil, kecepatan

D 0,80 < V/C < 0,90 rendah dan berbeda-beda, volume


mendekati kapasitas

Arus tidak stabil, kecepatan rendah


E 0.90 < V/C < 1 dan berbeda-beda, volume mendekati
kapasitas

: Arus yang terhambat, kecepatan


rendah, volume diatas kapasitas,
F >1 sering terjadi kemacetan pada waktu
yang cukup lama.

8. Perilaku Pengemudi dan Populasi Kendaraan


Ukuran Indonesia serta keanekaragaman dan tingkat perkembangan daerah
perkotaan menunjukkan bahwa perilaku pengemudi dan perilaku kendaraan
(umur, tenaga, kondisi kendaran dan komposisi kendaraan) adalah beraneka
ragam. Karakteristik ini dimasukkan ke dalam prosedur perhitungan secara
tidak langsung melalui ukuran kota. Kota yang lebih kecil menunjukkan
perilaku pengemudi yang kurang gesit dan kendaran yang kurang modern,
menyebabkan kapasitas dan kecepatan lebih rendah pada arus tertentu jika
dibandingkan dengan kota yang lebih besar dari Kota Yogyakarta atau Jalan
yang lebih besar dari ruas Jalan Malioboro (MKJI 1997 halaman 5-7).

9. Elemen Lalu Lintas


Menurut Devianto (Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas Gadjah
MadaYogyakarta, 2006) Elemen lalu lintas terdiri dari tiga komponen
sebagai berikut:
1) Karakteristik pemakai Jalan, pemakai jalan adalah siapa saja yang
memakai fasilitas Jalan, terdiri dari pengemudi motor dan non-motor,
pemakai sepeda dan pejalan kaki. Mengetahui perilaku para pemakai
Jalan khususnya para pengemudi kendaraan bermotor merupakan hal
yang sangat penting.
2) Karakteristik kendaraan seperti ukuran, kekuatan, serta kemampuan
berjalan suatu kendaraan merupakan faktor-faktor utama karakteristik
suatu kendaraan, karena pengaruhnya sangat besar dalam perancangan,
pengawasan dan peraturan lalu lintas. Peraturan dapat membatasi
karakteristik keseluruhan, berat, dimensi, termasuk persyaratan
minimum untuk instrument seperti rem, perlampuan dan indikator-
indikator lainnya. Dalam perancangan penggolongan kendaraan terdiri
dari tiga jenis utama yaitu: Kendaraan ringan (LV), Kendaraan berat
(HV), Sepeda motor (MC). Untuk memudahkan perhitungan dalam
kesamaan satuan, jenis jenis kendaraan tersebut diekivalensikan
nilainya terhadap mobil penumpang dan diberi satuan emp (ekivalen
mobil penumpang) atau smp (satuan mobil penumpang).
3) Karakteristik aliran lalu lintas. Aliran lalu lintas tersusun dari para
individu pengemudi dan kendaraan yang saling berinteraksi satu sama
lain dengan cara yang unik dalam elemen Jalan dan lingkungan hidup.
Terdapat dua tipe fasilitas aliran yang umumnya membatasi
karakteristik aliran di sepanjang fasilitas.
a. Fasilitas aliran tak terganggu.
b. Fasilitas aliran tak terganggu adalah fasilitas tanpa faktor eksternal
yang dapat menyebabkan gangguan periodik atas arus Lalu lintas,
seperti freeways dan fasilitas dengan akses terbatas.
c. Fasilitas aliran terganggu.
d. fasilitas aliran terganggu adalah fasilitas yang mempunyai
perlengkapan penyebab gangguan periodik aliran Lalu lintas,
seperti sinyal Lalu lintas, rambu STOP dan simpang yang tidak
diatur.
10.2 UU No. 22 TAHUN 2009
Menurut Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Pasal 19, jalan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Jalan Kelas I, dengan kriteria sebagai berikut :
• Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran panjang
tidak melebihi 18 meter, ukuran paling tinggi 4,20 meter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan adalah 10 ton.
• LHR diatas 20.000 smp.
• Jumlah jalur banyak
• Melayani lalu lintas berat dan cepat.
• Dalam komposisi lalu lintas tidak terdapat kendaraan lambat dan
kendaraan tidak bermotor.
• Tingkat pelayanan tinggi dan Jenis perkerasan aspal beton.

2. Jalan Kelas II, dengan kriteria sebagai berikut :


• Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5
meter, ukuran panjang tidak melebihi 12.0 meter, ukuran paling tinggi
4,2 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 (delapan) ton.
• LHR antara 6.000 smp s.d 20.000 smp.
• Jalan 2 jalur atau lebih.
• Dalam komposisi lalu lintas terdapat kendaraan lambat tetapi tidak
terdapat kendaraan tanpa bermotor.
• Untuk lalu lintas lambat disediakan jalur tersendiri.
• Jenis perkerasan aspal beton.

3. Jalan Kelas III, dengan kriteria sebagai berikut :


• Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.10
meter, ukuran panjang tidak melebihi 9.0 meter, ukuran palng tinggi
3,50 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 (delapan) ton.
• LHR relatif kecil.
• Jalan dengan jalur tunggal namun ada juga yang dua jalur.
• Merupakan jalur penghubung.
• Jenis perkerasan aspal beton/penetrasi macadam/burda/burtu.

4. Jalan Kelas Khusus


Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang melebihi 18,0
meter, ukuran paling tinggi 4,2 meter, dan muatan sumbu terberat lebih dari
10(sepuluh) ton.

10.3 PP Jalan
1. Menurut Undang Undang Jalan Raya No. 13/1980 : Jalan adalah suatu
prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian
jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas.
Jalan umum : Jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan Khusus : Jalan-khusus yang tidak boleh dipergunakan umum.
Jalan Tol : Jalan umum yang pemakaiannya diwajibkan membayar
tol.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang
Tipikal Ruang Jalan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang
Angkutan Jalan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang
Ruang Jalan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang
Kelas jalan berdasarkan fungsi dan spesifikasinya.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994 Tentang
kendaraan dan Pengemudi.
10.4 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dam Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 41/ PRT / M / 2015.
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
05/PRT/M/2018 Tentang Penetapan kelas jalan berdasarkan fungsi dan
intensitas lalu lintas serta daya dukung menerima muatan sumbu terberat
dan dimensi kendaraan bermotor.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri pekerjaab Umum.

10.5 Klasifikasi Jalan


Menurut Undang-undang Republik Indonesia NO. 38 Tahun 2004
tentang jalan,

Pengelompokan jalan umum adalah sebagai berikut, berdasarkan :

1. Fungsinya , yaitu :

a) Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani


angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rerata
tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

b) Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rerata
sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.

c) Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rerata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d) Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutanlingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rerata rendah.

2. Statusnya, yaitu :

a) Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b) Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan


primer yangmenghubungkan ibu kota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.

c) Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan .. ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar
pusat kegiatan local, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten.

d) Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem janngan jalan sekunder
yang menghubungkan antar pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar persil. serta menghubungkan antar pusat
pemukiman yang berada dalam kota.

e) Jalan desa . merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan


dan/atau antar pcmukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

2. Statusnya, yaitu :
a) Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan
jalan strat gis nasional, serta jalan tol.

b) Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan


primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.

c) Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal antar
pusat kegiatan local, serta jalan umum dalam istem jaringan jalan sekunder
dalam wilayaah kabupaten, dan jalan trategis kabupaten.

d) Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yangmenghubungkan antar pusat pelayanan dengan persil menghubungkan
antar persil, serta menghubungkan antar pusat pemukiman yang berada
dalam kota.

e) Jalan desa merupakan jalan umum ang menghubungkan kawasan


dan/atau antar pemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.

10.6 Tingkat Pelayanan Jalan


Highway Capacity Manual mernbagi tingkat pelayanan jalan atas 6 keadaan yaitu:
Tingkat pelayanan A dengan ciri-ciri :
• Arus lalulintas bebas tanpa hambatan
• VoIum kepadatan lalu lintas rendah
• Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi

Tingkat pelayanan B, dengan ciri-ciri :


• Arus lalu lintas stabil
• Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi tetap dapat
dipilih sesuai kehendak pengemudi

Tingkat pelayanan C, dengan ciri-ciri :


• Arus lalu lintas masih stabil
• Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh
besamya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi memilih
kecepatan yang diinginkannya.

Tingkat pelayanan D, dengan ciri-ciri :


• Arus lalu Iintas sudah mulai tidak stabil
• Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besamya kecepatan
perjalanan .

Tingkat pelayanan E, dengan ciri-ciri :


• Arus Jalu lintas sudah tidak stabil
• Volume kira-kira sama dengan kapasitas
• Sering terjadi kemacetan

Tingkat pelayanan F dengan ciri-ciri :


• Arus lalu Iintas tertahan pada kecepatan rendah
• Sering kali terjadi kemacetan
• Arus lalu Iintas rendah
(Silvia, S. 1994)

10.7 Karakteristik Lalu-Lintas


Data Lalu Lintas : data utama yag diperlukan untuk perencanaan teknik jalan,
karena
kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi lalu-lintas yang
akan
menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.
Besamya volume atau arus lalu-lintas diperlukan untuk menentukan
jumlah dan lebar pada satu jalur jalan dalam penentuan karakteristik geometric,
sedangkan jenis kendaraan akan menetukan kelas beban atau MST (Muatan
Sumbu Terberat) yang berpengaruh langsung pada perencanaan konstruksi
perkerasan.
Analisis data lalu-lintas pada intinya dilakukan untuk menentukan
kapasitas jalan, akan tetapi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan
geometrik dan lainnya, karena saling berkaitan satu sama lain. (Hendarsin, S.L.,
2000).
10.8 Manajemen Sarana Transportasi
Menurut Morlok Edward K. ( 1984) salah satu masalah yang paling sering
dijumpai dalam menajemen lalu-lintas ialah tingkat kongesti yang tinggi dalam
daerah perdagangan (Central Business District-CBD) di kotakota. Salah satu cara
yang paling efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan lalu-lintas jalan ialah
dengan melalui koordinasi waktu dari fasefase sinyal dan offset diantara sinyal -
smyal lalu-lintas pada pertemuanpertemuan jalan.

10.9 Persimpangan jalan


Menurut Sulaksono (2001 ), persimpangan adalah lokasi/daerah dua atau
lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Jenis simpang dapat
dibedakan menjadi :
1. simpang sebidang,

2. simpang tidak sebidang/simpang susun, dengan jenis:


a. simpang susun dengan ramp,
b. simpang susun tanpa ramp

Menurut Hendarto dkk (2001), persimpangan adalah daerah dimana dua atau
lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor-faktor yang
digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah lokasi/topography,
keadaan lalu lintasnya (volume, komposisi, jenis kendaraan, arus belok,
kecepatan), keselamatan (jarak pandangan, effek kejutan, jejak natural kendaraan)
dan ekonomi (pembebasan tanah, biaya pemasangan alat-alat pengontrol). Yang
menjadi masalah pada persimpangan adalah adanya titik-titik konflik lalu lintas
yang bertermu, sehingga menjadi penyebab terjadinya kemacetan yang di
akibatkan karena adanya perubahan kapasitas, tempat sering terjadinya kecelakaan
dan konsentrasi para penyeberan jalan/pedestrian .Persimpangan merupakan suatu
tempat yang rawan terhadap kecelakaan karena karena terjadi konflik antara
kendaraan dengan kendaraan yang lainnya ataupun antara kendaraan dengan
pejalan kaki, oleh karena itu merupakan aspek yang pen ting dalam pengendal ian
lalu lintas (Direktorat BSLLAK, 1999).

Gambar 2.1 Titik konflik simpang

10.9.1 Jenis simpang


Menurut Jotin dan Kent (2000),jenis simpangan dapat dikelompokan
menjadi 3 jenis simpang berikut:

1. persimpangan sebidang,
2. pembagianjalur jalan tanpa ramp,
3. persirnpangan susun.
Menurut Hendarto dkk (2001 ), jenis persimpangan meliputi sebidang dan
tidak sebidang ataupun simpang susun ( dengan ramp atau tanpa ramp/fly over),
dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Persimpangan Sebidang
Tipe persimpangan umumnya berbentuk T atau Y (3 kaki), 4 kaki atau lengan,
banyak kaki atau Iengan bundaran.

2. Persimpangan tak sebidang


Fungsi:
a. mempersebar kapasitas, keamanan dan kenyamanan,
b. tuntutan topography atau lokasi lalu lintas serta sudut-sudut pertemuan,
c. pengontrolan jalan-jalan masuk.
Hambatan:
a. biaya yang sangat mahal (struktur-struktur banyak dan cukup rumit),
b. pola operasi bias membingungkan pengendara baru,
c. standar-standar tinggi (tapi bias dikurangi karena keadaan topography).

Faktor-faktoj- perencanaan hampir sama dengan persimpangan sebidang, yaitu


lalu intas lokasi/topography, keselamatn dan ekonomi. Adapun jenis-jenis ataupun
tipe
persimpangan antara lain adalah sebagai berikut.
1. T atau Y : untuk 3 kaki atau biasa disebut trumpet,
2. Diamond : untuk 4 kaki (untuk jalan mayor dan minor serta sederhana),
3. Clover leaf : untuk 4 kaki (untuk jalan mayor-mayor, sederhana dan lengkap),
4. Directional : untuk volume lalu-lintas besar, tetapi tidak berputar,
5. Kombinasi : misalnya double trumpet cocok untuk jalan tol.
Menurut Manual Kapasitas jalan Indonesia (1997), pemilihan jenis
simpang untuk suatu daerah sebaiknya berdasarkan pertimbangan ekonomi,
pertimbangan keselamatan lalu lintas dan pertimbangan lingkungan. Tipe
persimpangan ditentukan dari jumlah jalur pada jalan minor dan jalan mayor. Lalu
lintas pada suatu persimpangan diatur dengan alat pemberi isyarat lalu lintas harus
melalui aturan yang disampaikan oleh isyarat lampu tersebut.
19.9.2 Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas menurut MKJI 1997 adalah jumlah kendaraan yang lewat pada
suatu jalan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi
membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih besar. Satuan volume lalu lintas
yang digunakan sehubungan dengan analisis panjang antrian adalah volume jam
perencanaan (VJP) dan kapasitas.
10.9.3 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan menunjukkan rasio arus lalu lintas pada pendekat
tersebut terhadap kapasitas. Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat
menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi Ialu Iintas puncak (MKJI 1997).
10.9.4 Panjang Antrian
Antrian kendaraan sering kali dijumpai dalam suatu simpang pada jalan
dengan kondisitertentu misalnya pada jam-jam sibuk, hari libur atau pada akhir
pekan. Panjang antrian merupakan jumlah kendaraan yang antri dalam suatu
lengan/pendekat. Panjang antrian diperoleh dari perkalian jumlah rata-rata antrian
(smp) pada awal sinyal dengan luas rata-rata yang digunakan per smp (20 m2)
dan pembagian dengan lebar masuk simpang (MKJI 1997).
10.9.5 Kecepatan
Kecepatan merupakan indikator dari kualitas gerakan yang digambarkan
sebagai suatu jarak yang dapat ditempuh dalam waktu tertentu dan biasanya
dinyatakan dalam km/jam (Hobbs, 1995).
10.9.6Tundaan
Menurut Munawar (2004), tundaan (D) didefinisikan sebagai waktu
tempuh tambahan untuk melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa
simpang.
Tundaan ini terdiri dari berikut.
1. Tundaan lalu lintas (DT), yakni waktu menunggu akibat interaksi Jalu Jintas
yang berkonflik.
2. Tundaan geometrik (DG), yakni akibat perlambatan dan percepatan kendaraan
yang terganggu dan tak terganggu.

Tundaan lalu lintas terdiri atas.


1. Tundaan seluruh simpang {DT 1 ), yakni tundaan lalu Jintas rata-rata untuk
semua kendaraan bennotor yang masuk simpang.
2. Tundaan pada jalan minor {DTMI), yakni tundaan lalu lintas rata-rata untuk
semua kendaraan bennotor yang masuk simpang dari jalan minor.
3. Tundaan pada jalan mayor (DTMA) yakni tundaan Jalu lintas rata-rata untuk
semua kendaraan bennotor yang masuk simpang dari jalan mayor.

Menurut Hobbs (1995), yang menjadi salah satu karateristik Jalu lintas adalah
tundaan rata-rata, dimana tundaan rerata memiliki pengertian bahwa waktu
tempuh yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan
tanpa melalui suatu simpang. Pendapat sejenis dikemukakan oleh Ivo Alexander
Lopez Da Cruz, UAJY (20 l I) dan Feronika,Yappo, UAJY (2015).
10.10.METODE PENELITIAN

10.10.1 Karakteristik Geometri Jalan


Pengumpulan data geometrik jalan dengan metode manual dilakukan
langsung di lokasi survei dengan mengukur lebar jalan dan lebar bahu jalan
dengan menggunakan odometer dan meteran. Tipe alinyemen jalan ini adalah
alinyemen datar dan tipe jalannya dua lajur satu arah 2/1 UD.

10.10.2 Metode Pelaksanaan Perhitungan LHR (Traffic Counting)


Dalam penelitian tugas akhir ini, metode pelaksanaan yang digunakan untuk
mendapatkan data primer yaitu perhitungan jumlah pengguna jalan pada Jalan
Jalan Kemerdekaan, Pasar Lama. Survei dilaksanakan pada siang hari.
Survey ditentukan berdasarkan oleh waktu-waktu menjelang puncak dari
kegiatan lalu lintas yang berlaku pada jalan tersebut. Untuk menentukan arus lalu
lintas puncak pada hari survei, dari data hasil perhitungan jumlah pengguna jalan
dijumlahkan dengan periode penjumlahan setiap 60 menit sesuai dengan tipe
kendaraan.
Proses pengambilan data di lapangan dilakukan oleh 4 orang. Sebelum
memulai penelitian, siapkan terlebih dahulu peralatan yang diperlukan dalam
pengambilan data di lapangan. Beberapa peralatan yang digunakan yaitu:
1. Alat tulis
2. Formulir data survei
3. Aplikasi traffic counter di HP android
4. Hand counter
5. Jam tangan
6. Meteran

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian Tugas ini, yaitu:


1. Data Primer
a) Data Volume Lalu Lintas
Perhitungan terhadap jumlah pengguna jalan dikategorikan dalam 4 jenis
kendaraan, yaitu:
1) Light Vehicle (Kendaraan Ringan)
Kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 roda dan jarak as 2,0 – 3,0
m. Seperti mobil penumpang, taksi, truk kecil, pick-up dan lain-lain.
2) Heavy Vehicle (Kendaraan Berat)
Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda seperti bus, truk 2 as
atau lebih dan lain-lain.
3) Motor Cycle (Sepeda Motor)
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda seperti sepeda motor,
bajaj, dan lain-lain.
4) Unmotorized (Kendaraan Tak Bermotor)
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan,
seperti sepeda, becak, gerobak, kereta dorong dan lain-lain.
b) Data Geometrik Jalan
Data geometrik jalan yang diambil adalah lebar lajur, jalur, bahu
jalan,panjang segmen dan layout jalan.
c) Data hambatan samping
Survei hambatan samping dilakukan dengan cara menghitung langsung
setiap tipe kejadian per jam per 200 meter pada lajur jalan yang diamati.

2. Data Sekunder
a) Peta Lokasi
Peta lokasi penelitian ini di dapat dari pengambilan gambar GPS
padasmartphone yang bersumber dari google maps.
b) MKJI 1997
Data yang ersumber dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Setelah diperoleh data primer dan sekunder, langkah selanjutnya adalah


melakukan analisa data sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam Tugas
ini yaitu ‘’ANALISIS KINERJA DAN TRAFFIC COUNTING JALAN
CEMARA UJUNG’’

Adapun yang dibahas adalah:


1. Volume
2. Kapasitas
3. Derajat Kejenuhan

Setelah proses analisa data selesai, langkah selanjutnya masukan hasil dari
data primer
dan sekunder (Hasil dan Pembahasan) untuk selanjutnya data diproses dan diolah
lalu diambil kesimpulan dari keseluruhan pembahasan pada BAB IV untuk
dimasukkan pada BAB V (Kesimpulan dan Saran).

10.10.3 Diagram Alir Penulisan Tugas Akhir


Adapun diagram alir penulisan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada gambar
3.1
berikut.
10.11 HASIL DAN PEMBAHASAN
10.11.1 Pengolahan Data
10.11.2 Data Geometrik Jalan

Hasil dari Pengukuran data geometrik jalan dengan metode manual


dilakukanlangsung di lokasi survei dengan mengukur lebar jalan dan lebar bahu jalan
dengan menggunakanodometer dan meteran. Data geometrik jalan tersebut dapat dilihat
pada berikut ini.

Tampak atas lokasi penelitian

Data Geometri Jalan

Titik Titik Titik Titik Rata -rata


1 2 3 4

Lebar lajur lalu-lintas rata-rata 7 7 7 7 7


(Wc,m)

Lebar bahu efektif (Ws,cm) 0 70 65 150 71,2


10.11.3 Volume Lain Lintas
Perhitungan untuk menentukan volume lalu lintas dalam satuan mobil
penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang ( emp) sebagai
berikut:

Pada Jalan Perintis Kemerdekaan, Pasar Lama yang telah diamati selama waktu
yang dilakukan survei jumlah kendaraan dimulai dari jam 08:00-16:00 WITA
dimana jalan tersebut terdiri dari empat lajur dua arah (4/2 UD) maka didapat
angka ekivalen mobil penumpang yaitu: HV = 1,2 dan sepeda motor MC= 0,25
dengan tipe alinyemen datar, arus total ≥ 1900, lebar jalur < 6 m sebagaimana
yang terdapat pada tabel 2.3 berdasarkan tipe alinyemen datar, arus total dan lebar
jalur, sedangkan untuk nilai LV (kendaraan ringan) nilai smp selalu 1 ,0. Untuk
UM (kendaraan tak bemotor) sebagai komponen hambatan (kendaraan lambat).
Perhitungan Volume Lalu lintas dapat dilihat.

pada tabel 4.3 dibawah ini.Tabel Data Lalu Lintas Hari Selasa

TITIK 1 TITIK 3
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 908 171 8 13 1346 173 12 33
09.00-10.00 811 141 4 10 1430 190 13 45
10.00-11.00 950 130 6 6 1493 203 12 26
11.00-12.00 850 110 5 2 1440 220 11 32
12.00-13.00 632 112 2 0 1456 235 10 21
13.00-14.00 788 120 3 0 1347 211 12 23
14.00-15.00 889 151 3 3 1332 225 7 32
15.00-16.00 1089 192 14 15 1284 261 14 28
16.00-17.00 1272 293 10 7 1218 284 13 27

TITIK 4 TITIK 2
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 700 119 0 10 1120 380 5 20
09.00-10.00 550 99 12 11 910 323 3 8
10.00-11.00 764 124 15 5 1103 210 7 6
11.00-12.00 550 140 20 4 822 410 1 0
12.00-13.00 667 179 21 6 650 510 0 1
13.00-14.00 757 181 11 10 691 502 2 0
14.00-15.00 859 201 7 11 522 320 0 2
15.00-16.00 1058 257 14 10 517 500 1 4
16.00-17.00 1067 278 15 15 989 592 3 5
pada tabel 4.4 dibawah ini.Tabel Data Lalu Lintas Hari Rabu

TITIK 1 TITIK 3
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 1079 211 2 15 1323 177 11 29
09.00-10.00 908 143 6 9 1354 168 8 37
10.00-11.00 911 131 4 7 1451 174 14 28
11.00-12.00 831 100 3 2 1433 202 11 28
12.00-13.00 672 134 1 0 1387 213 13 18
13.00-14.00 658 120 0 2 1226 194 11 17
14.00-15.00 899 140 7 5 1303 212 9 25
15.00-16.00 1089 176 9 10 1272 249 15 32
16.00-17.00 1133 220 8 12 1279 268 14 37

TITIK 4 TITIK 2
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 685 98 11 6 1410 449 10 13
09.00-10.00 714 113 13 12 1275 510 2 17
10.00-11.00 758 154 8 17 938 325 1 9
11.00-12.00 732 136 10 25 921 298 6 4
12.00-13.00 655 157 9 12 811 210 1 7
13.00-14.00 689 127 7 21 832 310 0 3
14.00-15.00 841 160 12 19 693 453 8 3
15.00-16.00 919 145 10 11 987 542 1 8
16.00-17.00 1054 238 13 8 1010 491 2 12

pada tabel 4.5 dibawah ini.Tabel Data Lalu Lintas Hari Sabtu

TITIK 1 TITIK 3
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 1065 203 3 12 1365 143 8 50
09.00-10.00 1032 196 0 13 1912 210 15 48
10.00-11.00 984 172 0 10 1732 167 12 33
11.00-12.00 771 159 4 7 1665 172 14 45
12.00-13.00 711 143 2 4 1346 203 7 24
13.00-14.00 891 152 5 9 1382 157 11 37
14.00-15.00 946 173 3 13 1284 189 13 44
15.00-16.00 1053 194 7 10 1458 133 10 23
16.00-17.00 1168 233 8 12 1588 197 7 38
TITIK 4 TITIK 2
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-09.00 740 82 4 13 1310 458 4 13
09.00-10.00 700 84 9 9 1511 421 9 18
10.00-11.00 689 75 7 1 1539 510 2 23
11.00-12.00 699 70 9 0 890 230 1 10
12.00-13.00 675 79 8 0 988 411 3 8
13.00-14.00 678 80 5 0 967 338 0 2
14.00-15.00 701 77 5 0 1112 301 1 9
15.00-16.00 753 66 7 4 977 425 2 3
16.00-17.00 777 87 5 5 1231 523 3 2

Contoh perhitungan Hari Selasa Titik 1 dan Titik 3


Nilai smp: LV = 1,0
HV = 1,2 (dapat dilihat pada table 2.3)
MC = 0,25 (dapat dilihat pada table 2.3)
UM =0

Titik 1 : Q1 = (LV x smp) + (HV x smp)+(MC x smp) + (UM x smp)


Q1 =(171 x 1,0) + (8 x 1,2) + (908 x 0,25) + (13 x 0,01)
Q1 =171+9,6+227+0,13
Q1 =407,73 (smp/ jam)

Titik 3: Q2 =(LV x emp) + (HV x emp) + (MC x emp) + (UM x smp)


Q2 =(173 x 1,0) + (12 x 1,2) + (1346 x 0,25) + (33 x 0.01)
Q2 =173 + 14.4 + 336.5 + 0.33
Q2 = 524.23 (smp/jam)
Arus Total Qtotal = Q1 + Q2
Qtotal= 407,73 + 524.23 = 931,96 (smp/jam)

DATA TABEL LALULINTAS HARI SELASA


TITIK 1 TITIK 3 FAKTOR PENGALI SMP
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 1 TITIK 3 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q1 Q3
08.00-09.00 908 171 8 13 1346 173 12 33 0.25 1 1.2 0.01 407.73 524.23 931.96
09.00-10.00 811 141 4 10 1430 190 13 45 0.25 1 1.2 0.01 348.65 563.55 912.2
10.00-11.00 950 130 6 6 1493 203 12 26 0.25 1 1.2 0.01 374.76 590.91 965.67
11.00-12.00 850 110 5 2 1440 220 11 32 0.25 1 1.2 0.01 328.52 593.52 922.04
12.00-13.00 632 112 2 0 1456 235 10 21 0.25 1 1.2 0.01 272.4 611.21 883.61
13.00-14.00 788 120 3 0 1347 211 12 23 0.25 1 1.2 0.01 320.6 562.38 882.98
14.00-15.00 889 151 3 3 1332 225 7 32 0.25 1 1.2 0.01 376.88 566.72 943.6
15.00-16.00 1089 192 14 15 1284 261 14 28 0.25 1 1.2 0.01 481.2 599.08 1080.28
16.00-17.00 1272 293 10 7 1218 284 13 27 0.25 1 1.2 0.01 623.07 604.37 1227.44

TITIK 4 TITIK 2 FAKTOR PENGALI SMP


WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 4 TITIK 2 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q4 Q2
08.00-09.00 700 119 0 10 1120 380 5 20 0.25 1 1.2 0.01 294.1 666.2 960.3
09.00-10.00 550 99 12 11 910 323 3 8 0.25 1 1.2 0.01 251.01 554.18 805.19
10.00-11.00 764 124 15 5 1103 210 7 6 0.25 1 1.2 0.01 333.05 494.21 827.26
11.00-12.00 550 140 20 4 822 410 1 0 0.25 1 1.2 0.01 301.54 616.7 918.24
12.00-13.00 667 179 21 6 650 510 0 1 0.25 1 1.2 0.01 371.01 672.51 1043.52
13.00-14.00 757 181 11 10 691 502 2 0 0.25 1 1.2 0.01 383.55 677.15 1060.7
14.00-15.00 859 201 7 11 522 320 0 2 0.25 1 1.2 0.01 424.26 450.52 874.78
15.00-16.00 1058 257 14 10 517 500 1 4 0.25 1 1.2 0.01 538.4 630.49 1168.89
16.00-17.00 1067 278 15 15 989 592 3 5 0.25 1 1.2 0.01 562.9 842.9 1405.8

Grafik Volume Lalu Lintas

Grafik Volume Lalu Lintas Titik 1 dan 3


700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 1 Titik 3
Grafik Volume Lalu Lintas Titik 4 dan 2
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 4 Titik 2

Keterangan :
a. Titik 1 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai volume
lalu lintas (Q) adalah 623.07 smp.
b. Titik 2 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 842.9 smp.
c. Titik 3 jam puncak terjadi pada rentang jam 12.00 – 13.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 611.21 smp.
d. Titik 4 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 562,9 smp.

DATA TABEL LALULINTAS HARI RABU


TITIK 1 TITIK 3 FAKTOR PENGALI SMP
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 1 TITIK 3 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q1 Q3
08.00-09.00 1079 211 2 15 1323 177 11 29 0.25 1 1.2 0.01 483.3 521.24 1004.54
09.00-10.00 908 143 6 9 1354 168 8 37 0.25 1 1.2 0.01 377.29 516.47 893.76
10.00-11.00 911 131 4 7 1451 174 14 28 0.25 1 1.2 0.01 363.62 553.83 917.45
11.00-12.00 831 100 3 2 1433 202 11 28 0.25 1 1.2 0.01 311.37 573.73 885.1
12.00-13.00 672 134 1 0 1387 213 13 18 0.25 1 1.2 0.01 303.2 575.53 878.73
13.00-14.00 658 120 0 2 1226 194 11 17 0.25 1 1.2 0.01 284.52 513.87 798.39
14.00-15.00 899 140 7 5 1303 212 9 25 0.25 1 1.2 0.01 373.2 548.8 922
15.00-16.00 1089 176 9 10 1272 249 15 32 0.25 1 1.2 0.01 459.15 585.32 1044.47
16.00-17.00 1133 220 8 12 1279 268 14 37 0.25 1 1.2 0.01 512.97 604.92 1117.89
TITIK 4 TITIK 2 FAKTOR PENGALI SMP
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 4 TITIK 2 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q4 Q2
08.00-09.00 685 98 11 6 1410 449 10 13 0.25 1 1.2 0.01 282.51 813.63 1096.14
09.00-10.00 714 113 13 12 1275 510 2 17 0.25 1 1.2 0.01 307.22 831.32 1138.54
10.00-11.00 758 154 8 17 938 325 1 9 0.25 1 1.2 0.01 353.27 560.79 914.06
11.00-12.00 732 136 10 25 921 298 6 4 0.25 1 1.2 0.01 331.25 535.49 866.74
12.00-13.00 655 157 9 12 811 210 1 7 0.25 1 1.2 0.01 331.67 414.02 745.69
13.00-14.00 689 127 7 21 832 310 0 3 0.25 1 1.2 0.01 307.86 518.03 825.89
14.00-15.00 841 160 12 19 693 453 8 3 0.25 1 1.2 0.01 384.84 635.88 1020.72
15.00-16.00 919 145 10 11 987 542 1 8 0.25 1 1.2 0.01 386.86 790.03 1176.89
16.00-17.00 1054 238 13 8 1010 491 2 12 0.25 1 1.2 0.01 517.18 746.02 1263.2

Grafik Volume Lalu Lintas Titik 1 dan 3


700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 1 Titik 3
Grafik Volume Lalu Lintas Titik 4 dan 2
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 4 Titik 2
Keterangan :
a. Titik 1 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai volume
lalu lintas (Q) adalah 512.97 smp.
b. Titik 2 jam puncak terjadi pada rentang jam 09.00 – 10.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 831,32 smp.
c. Titik 3 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 604.92 smp.
d. Titik 4 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 517.18 smp.

DATA TABEL LALULINTAS HARI SABTU

TITIK 1 TITIK 3 FAKTOR PENGALI SMP


WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 1 TITIK 3 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q1 Q3
08.00-09.00 1065 203 3 12 1365 143 8 50 0.25 1 1.2 0.01 472.97 494.35 967.32
09.00-10.00 1032 196 0 13 1912 210 15 48 0.25 1 1.2 0.01 454.13 706.48 1160.61
10.00-11.00 984 172 0 10 1732 167 12 33 0.25 1 1.2 0.01 418.1 614.73 1032.83
11.00-12.00 771 159 4 7 1665 172 14 45 0.25 1 1.2 0.01 356.62 605.5 962.12
12.00-13.00 711 143 2 4 1346 203 7 24 0.25 1 1.2 0.01 323.19 548.14 871.33
13.00-14.00 891 152 5 9 1382 157 11 37 0.25 1 1.2 0.01 380.84 516.07 896.91
14.00-15.00 946 173 3 13 1284 189 13 44 0.25 1 1.2 0.01 413.23 526.04 939.27
15.00-16.00 1053 194 7 10 1458 133 10 23 0.25 1 1.2 0.01 465.75 509.73 975.48
16.00-17.00 1168 233 8 12 1588 197 7 38 0.25 1 1.2 0.01 534.72 602.78 1137.5

TITIK 4 TITIK 2 FAKTOR PENGALI SMP


WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA TITIK 4 TITIK 2 Q TOTAL
MC LV HV UM MC LV HV UM MC LV HV UM Q4 Q2
08.00-09.00 740 82 4 13 1310 458 4 13 0.25 1 1.2 0.01 271.93 790.43 1062.36
09.00-10.00 700 84 9 9 1511 421 9 18 0.25 1 1.2 0.01 269.89 809.73 1079.62
10.00-11.00 689 75 7 1 1539 510 2 23 0.25 1 1.2 0.01 255.66 897.38 1153.04
11.00-12.00 699 70 9 0 890 230 1 10 0.25 1 1.2 0.01 255.55 453.8 709.35
12.00-13.00 675 79 8 0 988 411 3 8 0.25 1 1.2 0.01 257.35 661.68 919.03
13.00-14.00 678 80 5 0 967 338 0 2 0.25 1 1.2 0.01 255.5 579.77 835.27
14.00-15.00 701 77 5 0 1112 301 1 9 0.25 1 1.2 0.01 258.25 580.29 838.54
15.00-16.00 753 66 7 4 977 425 2 3 0.25 1 1.2 0.01 262.69 671.68 934.37
16.00-17.00 777 87 5 5 1231 523 3 2 0.25 1 1.2 0.01 287.3 834.37 1121.67
Grafik Volume Lalu Lintas Titik 1 dan 3
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 1 Titik 3

Grafik Volume Lalu Lintas Titik 4 dan 2


1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

Titik 4 Titik 2

Keterangan :
a. Titik 1 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai volume
lalu lintas (Q) adalah 534,72 smp.
b. Titik 2 jam puncak terjadi pada rentang jam 10.00 – 11.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 897,38 smp.
c. Titik 3 jam puncak terjadi pada rentang jam 09.00 – 10.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 706.48 smp.
d. Titik 4 jam puncak terjadi pada rentang jam 16.00 – 17.00 Wita nilai Volume
lalu lintas (Q) adalah 287.3 smp.
10.11.4 Kapasitas Jalan (c)
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat
dipertahankanpersatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dnlmn kondisi yang ada.
Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua arah (kedua arah
kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, ams dipisahkan per arah perjalanan
dan kapasitas didefinisikan per lajur.
C = C0 x Fcw x Fcsp x Fccs
Co = kapasitas dasar (smp/jam)
Fcw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah
Fcsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
Fccs = Faktor penyesuaian ukuran kota

Analisa kapasitas ( c )
C = CO x Fcw x FCSP x Fcsf x Fccs
=2900 x 1,2 x 0,97 x 0,94 x 0,90
= 2855,758

10.11.5 Kapasitas Dasar (CO)


Kapasitas dasar (CO) dinyatakan dalam smp/ jam CO ditentukan beberapa
tipejalan yang ada untuk mendapat angka kapasitas dasar digunakan tabel 2.4 dari
MKJI. Berdasarkan datajalan yang didapat dari hasil survei lebar jalan 8,5 m, total
untuk searah, tipe jalan dua lajur searah, maka berdasarkan tabel 2.4 dari MKJI
1997 dapat ditentukan.

10.11.6 Faktor Penyesuain Lehar Jalur Lalu Lintas (FCW)


Faktor untuk penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas efektif (WC) dan
tipejalan, Untuk menentukan besar FCw digunakan Tabet 2.5. Berdasarkan data
yang diperoleh yaitu lebar jalan 8,5 m tipe jalan 2 lajur tak terbagi maka dari tabel
2.5 diperoleh angka faktor penyesuaian lebar jaiur Jalu Jintas (FCw) adalah 1,2.

10.11.7 Faktor Penyesuaian Pemisah Arab (FCSP)


Faktor penyesuaian untuk pemisah arah berdasarkan data kondisi lalu
lintas untuk jalan tak terbagi, faktor penyesuaian pemisah arah dapat ditentukan
berdasarkan tabel 2.6. Terlebih dulu dicari persentasi masing - masing arah yaitu
arah Adan arah B, jika persentasi masing - masing pemisah arah berada di antara
nilai tabel yang ada maka di cari berdasarkan interpolasi linier, untuk basil
perhitungan.
10.11.8 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCSF)
Faktor penyesuaian FCSF untuk hambatan samping berdasarkan lebar
bahuefektif dan kelas hambatan samping untuk jalan ini nilai faktornya seperti pada table
2.7. Data yang diperoleh di lapangan yaitu lebar balm jalan efektif adalah 7 t ,25 cm
tipejalan dua lajur dua arah

10.11.9 Derajat Kejenuhan (Ds)


Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio lalu lintas terhadap
kapasitas,biasanya dihitung perjam. Jika Ds> 1,85 makajalan itu dikatakan macet
ataujenuh; Jika Ds< 1,85 maka jalan itu dikatakan ideal atau lancar.

10.11.10 DATA HARI SELASA


Titik 1 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 623.07
DS = = = 0,22
𝐶 2855,758

Titik 2 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 842,9
DS = = = 0,29
𝐶 2855,758
Titik 3 pada jam puncak 12.00 – 13.00

𝑄 611,21
DS = = = 0,21
𝐶 2855,758

Titik 4 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 562,9
DS = = = 0,19
𝐶 2855,758

Titik 1 dan Titik 3 pada jam puncak 16.00 – 17.00 dan 12.00 – 13.00
𝑄 1234,28
DS = = = 0,42
𝐶 2855,758

Titik 2 dan Titik 4 pada jam puncak 16.00 – 17.00


𝑄 1405,8
DS = = = 0,49
𝐶 2855,758

10.11.11DATA HARI RABU


Titik 1 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 512.97
DS = = = 0,18
𝐶 2855,758
Titik 2 pada jam puncak 09.00 – 10.00

𝑄 897,38
DS = = = 0,31
𝐶 2855,758

Titik 3 pada jam puncak 12.00 – 13.00

𝑄 604.92
DS = = = 0,21
𝐶 2855,758

Titik 4 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 517.18
DS = = = 0,18
𝐶 2855,758

Titik 1 dan Titik 3 pada jam puncak 16.00 – 17.00 dan 12.00 – 13.00
𝑄 1117,89
DS = = = 0,04
𝐶 2855,758

Titik 2 dan Titik 4 pada jam puncak 10.00 – 11.00 DAN 16.00 – 17.00
𝑄 1263,2
DS = = = 0,44
𝐶 2855,758

10.11.12 DATA HARI SABTU

Titik 1 pada jam puncak 16.00 – 17.00

𝑄 534,72
DS = = = 0.19
𝐶 2855,758

Titik 2 pada jam puncak 10.00 – 11.00

𝑄 897,38
DS = = = 3.14
𝐶 2855,758

Titik 3 pada jam puncak 09.00 – 10.00

𝑄 706.48
DS = = = 0.24
𝐶 2855,758

Titik 4 pada jam puncak 16.00 – 17.00


𝑄 287.3
DS = = = 0.10
𝐶 2855,758

Titik 1 dan Titik 3 pada jam puncak 16.00 – 17.00 dan 09.00 – 10.00
𝑄 1241.2
DS = = = 0.43
𝐶 2855,758

Titik 2 dan Titik 4 pada jam puncak 10.00 – 11.00 DAN 16.00 – 17.00
𝑄 1184.68
DS = = = 0.41
𝐶 2855,758

Pembahasan
Berdasarkan hasil dari pengolahan data perhitungan volume, kapasitas, derajat
kejenuhan, frekuensi berbobot kejadian, kelas hambatan samping, maka dapat di tentukan
nilai Level of service (LOS) pada Jalan Perintis Kemerdekaan Pasar Lama. Untuk
Titik l dan 3 ada pada level E dimana Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-
beda, volume mendekati kapasitas. Untuk Titik 2 dan 4 ada pada level F dimana Arus
yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada
waktu yang cukup lama.

Alternatif Solusi
Selusi untuk mengatasi kemacetan di Jalan Perintis Kemerdekaan Pasar Lama
salah satunya adalah dengan meningkatkan kapasitas jalan dengan menambah lebar Jalan
Perintis Kemerdekaan Pasar Lama, untuk meningkatkan kapasitas jalan tidak hanya
sebatas menambah lebar jalan, setidaknya ada dua upaya yang dapat dilakukan, yang
pertama dengan mengatasi gangguan samping yang terjadi di jalan seperti adanya
kendaraan yang parkir, salah satu penyebab terjadinya kemacetan karena adanya
kendaraan yang parkir di pinggir jalan sehingga kapasitas jalan di Jalan Perintis
Kemerdekaan menjadi berkurang dan menghambat kendaraan yang lewat. Kedua
supaya yang dapat dilakukan adalah memperlebar bahu jalan sehingga dapat
meningkatkan kapasitas jalan tersebut.
BAB 11
SURVEI DAN ANALISIS LALU-LINTAS

RUAS JALAN DAN U-TURN

11.1 Lokasi Penelitian


Penelitian dilakukan pada ruas jalan raya Mulawarman yang merupakan
ruas jalan yang cukup padat. Survei awal atau survei pendahuluan
diperlukan untuk penentuan lokasi yang kemudian dilanjutkan dengan
pengamatan data awal. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi
permasalahan yang timbul pada ruas jalan Mulawarman. Metode survei
perhitungan lalu lintas dilakukan dengan cara menghitung jumlah lalu lintas
kendaran yang lewat pada suatu ruas jalan yang sudah ditetapkan menjadi
lokasi penelitian. Sedangkan hari pengambilan data selama satu minggu
adalah Selasa, Kamis, Minggu yang mewakili hari kerja dan hari libur.
Pengumpulan data primer terbagi menjadi lima kategori, yaitu pencatatan
volume lalu lintas, pencatatan volume pergerakan kendaraan putar balik
arah (u-turn), pengukuran kecepatan kendaraan, pengukuran hambatan
samping, serta pengukuran geometrik jalan.

11.2 HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam melakukan perhitungan kinerja suatu ruas jalan terdapat
beberapa unsur yang mempengaruhi dan mendasari penentuannya. Unsur-
unsur tersebut berupa kapasitas ruas jalan, kecepatan arus bebas, kecepatan
waktu tempuh, dan derajat kejenuhan . Masing-masing unsurnya dibedakan
berdasarkan survei yang dilakukan sebagai berikut:
Untuk arah JL. Let. Jend. S. Parman, diperoleh rata-rata nilai DS sebesar
0,39 sehingga LoS nya adalah A yang berarti pada kondisi ini arus stabil.
sehingga pada kondisi ini kecepatan kendaraan sedang dan mendekati arus
stabil.

11.3 Analisis Pengaruh U-Turn Pada Ruas JL. Let. Jend. S. Parman
Untuk menghitung tingkat pelayanan dan rasio pelayanan fasilitas,
digunakan persamaan 2 dan 3. Hasil perhitungannya disajikan pada tabel dan
grafik di bawah ini:
SENIN (KERJA)
ARAH PUTAR BALIK FAKTOR PENGALI
VOLUME
WAKTU MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA
SMP
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-
537 43 0 1 0.25 1 1.2 0.01 177.26
09.00
09.00-
590 55 1 2 0.25 1 1.2 0.01 203.72
10.00
10.00-
569 81 3 1 0.25 1 1.2 0.01 226.86
11.00
11.00-
568 75 1 3 0.25 1 1.2 0.01 218.23
12.00
12.00-
572 89 2 1 0.25 1 1.2 0.01 234.41
13.00
13.00-
613 77 3 1 0.25 1 1.2 0.01 233.86
14.00
14.00-
638 79 3 2 0.25 1 1.2 0.01 242.12
15.00
15.00-
685 81 1 1 0.25 1 1.2 0.01 253.46
16.00
16.00-
720 85 0 3 0.25 1 1.2 0.01 265.03
17.00

VOLUME ARAH PUTAR BALIK


SENIN (KERJA)

253.46 265.03
234.41 233.86 242.12
226.86 218.23
203.72
177.26

KAMIS
(KERJA)
WAKTU ARAH PUTAR BALIK FAKTOR PENGALI VOLUME
MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA MOTOR MOBIL TRUK SEPEDA SMP
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-
582 33 0 0 0.25 1 1.2 0.01 178.5
09.00
09.00-
541 42 1 2 0.25 1 1.2 0.01 178.47
10.00
10.00-
586 46 3 2 0.25 1 1.2 0.01 196.12
11.00
11.00-
602 57 2 3 0.25 1 1.2 0.01 209.93
12.00
12.00-
553 78 3 1 0.25 1 1.2 0.01 219.86
13.00
13.00-
585 68 1 2 0.25 1 1.2 0.01 215.47
14.00
14.00-
611 73 2 2 0.25 1 1.2 0.01 228.17
15.00
15.00-
659 77 3 1 0.25 1 1.2 0.01 245.36
16.00
16.00-
685 88 3 3 0.25 1 1.2 0.01 262.88
17.00

VOLUME ARAH PUTAR BALIK


KAMIS (KERJA)

245.36 262.88
209.93 219.86 215.47 228.17
178.5 178.47 196.12

MINGG
U
(LIBUR)
ARAH PUTAR BALIK FAKTOR PENGALI
MOTO MOBI TRU SEPED MOTO MOBI TRU SEPED VOLUME
WAKTU
R L K A R L K A SMP
MC LV HV UM MC LV HV UM
08.00-
571 40 1 1 0.25 1 1.2 0.01 183.96
09.00
09.00-
601 47 1 0 0.25 1 1.2 0.01 198.45
10.00
10.00-
614 58 2 1 0.25 1 1.2 0.01 213.91
11.00
11.00-
582 61 3 3 0.25 1 1.2 0.01 210.13
12.00
12.00-
596 68 2 2 0.25 1 1.2 0.01 219.42
13.00
13.00-
621 63 3 1 0.25 1 1.2 0.01 221.86
14.00
14.00-
684 72 4 2 0.25 1 1.2 0.01 247.82
15.00
15.00-
677 77 3 1 0.25 1 1.2 0.01 249.86
16.00
16.00-
747 79 1 0 0.25 1 1.2 0.01 266.95
17.00

VOLUME ARAH PUTAR BALIK


MINGGU (LIBUR)

266.95
247.82 249.86
213.91 210.13 219.42 221.86
183.96 198.45

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pelayanan u-turn untuk
jenis kendaraan sepeda motor (MC) nilai tertingginya adalah 747 yang terjadi
pada hari minggu pukul 16.00-17.00. Sedangkan nilai terendahnya sebesar 537
yaitu pada Senin pukul 08.00-09.00. Nilai rata- ratanya adalah 610 pada hari
Senin, 600 hari Kamis, dan Minggu sebesar 632.
Untuk jenis kendaraan ringan (LV), diketahui bahwa tingkat pelayanan u-turn
untuk jenis kendaraan kendaraan ringan (LV) nilai tertingginya adalah 89 yang
terjadi pada hari Senin pukul 12.00-13.00. Sedangkan nilai terendahnya sebesar
33 yaitu pada Kamis pukul 08.00-09.00. Nilai rata- ratanya adalah 73 pada hari
Senin, 62 hari Kamis, dan Minggu sebesar 62.
BAB 12
ANALISA KINERJA KARAKTERISTIK RUNGANG PARKIR

PALM

12.1 Pengertian Parkir


Parkir adalah kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara (UU. RI. No 43. Th 1993). Sedangkan menurut Warpani (1990:157),
parkir juga dapat didefenisikan sebagai suatu kendaraan yang berhenti untuk
sementara (menurunkan muatan) atau berhenti cukup lama. Selanjunya “parkir
adalah tempat khusus bagi kendaraan untuk berhenti demi keselamatan” (Ofyar,
2003).

12.2 Cara dan Jenis Parkir


Sedangkan cara dan jenis parkir dapat diklasifikasikan menurut berbagai
macam hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
12.2.1. Menurut Penempatan
Menurut penempatannya, parkir dapat dibagi menjadi tiga yaitu; 1)
parkir diluar jalan (off-street parking); 2) jenis-jenis parkir di luar
jalan. Lebar tempat parkir yang direkomendasikan untuk parkir jangka
lama adalah 2,30 m, dengan ukuran ini sudah tersedia jarak 0,55 m
antara lebar dua mobil yang parkir berdekatan. Lebar yang
direkomendasikan ini perlu ditambah hingga menjadi 2,5 m untuk
menambah kemudahan berbelanja dan ini berlaku juga untuk tempat
parkir yang memadai dengan ukuran 4,75 m, dengan jarak gang yang
berdekatan 6 m bila sudut parkir 900. Dengan demikian lebar
minimum dari dua deretan parkir adalah 15,5 m. Ukuran ini diperoleh
dari (6 m). Lebar deretan parkir ini biasa disebut bay width; a)
pelataran parkir di permukaan tanah; b) garasi bertingkat; c) garasi
bawah tanah; d) garasi gabungan bertingkat dan bawah tanah, dan; e)
garasi mekanis. 3) parkir badan jalan (on-street parking).
12.2.2 Menurut Pengelolaan
Menurut pengelolaannya, fasilitas parkir dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: a) parkir umum; b) parkir khusus; c) parkir darurat; d) parkir
taman; e) parkir gedung.

12.2.3. Menurut Jenis Kendaraan


Berdasarkan jumlah kendaraan yang mengisinya, fasilitas parkir terdiri
dari: a) parkir kendaraan roda dua tidak bermotor; b) parkir kendaraan
roda dua bermotor; c) parkir kendaraan roda empat atau lebih
bermotor.

12.2.4. Menurut Tujuan


Berdasarkan tujuan parkirnya, suatu fasilitas parkir dapat dibagi
sebagai berikut: a) parkir penumpang, dan; b) parkir barang.

12.2.5. Penyelenggara Parkir


Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pemiliki
kendaraan menambah permintaan akan ruas jalan untuk kegiatan lalu
lintas. Fasilitas parkir untuk umum juga dapat befungsi sebagai salah
satu alat pengendali lalu lintas, untuk memenuhi kebutuhan tersebut
maka pada kawasan-kawasan tertentu dapat di sediakan kawasan
parkir umum, yang diusahakan sebagai suatu kegiatan usaha yang
berdiri sendiri dengan memungut bayaran.

12.2.6. Sarana Penyelenggara Parkir


Sasaran penyelenggaraan parkir adalah; a) Untuk mengendalikan
jumlah kendaraan yang masuk kesuatu kawasan; b) meningkatkan
pendapatan asli daerah yang dikumpul melalui retibusi parkir; c)
meningkatkan fungsi jalan sehingga sesuai dengan perannya; d)
meningkatkan kelancaran dan keselamatan lalu lintas, dan; e)
mendukung tindakan pembatasan lalu lintas lainnya.
12.2.7. Kewenangan Penyelenggara Parkir
Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 14 tahun 1992 menyebutkan
bahwa fasilitas parkir untuk umum kadapat diselenggarakan oleh
pemerintah, badah hukum Indonesia, atau negara Indonesia. Dalam
Keputusan Menteri Perhubungan No. 66 Tahun 1993 pasal 7 ayat 2
dijelaskan bahwa izin penyelengaraan fasilitas parkir untuk umum
dapat diselenggarakan untuk umum diberi oleh Bupati atau Walikota
kepada daerah tingkat I. Berbeda dengan ketentuan yang berlaku
sebelum ini didalam perturan pemerintahan No. 20 Tahun 1997
tentang Retribusi, retribusi parkir hanya dapat dilakukan di pinggir
jalan dan pada tempat khusus parkir yang dimiliki atau dikelola oleh
pemerintah daerah, sedangkan bagi pelataran atau gedung parkir tidak
dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah.

12.2.8. Penetapan Lokasi Parkir dan Penyelenggaraan Parkir


Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas parkir untuk umum
dilakukan dengan memperhatikan: a) rencana umum tata ruang daerah;
b) keselamatan dan kelancaran lalu lintas; c) kelestarian lingkungan; d)
kemudahan bagi pengguna jasa. Penyelenggaraan fasilitas parkir
untuk umum menurut peraturan perundangan yang berlaku dilakukan
oleh: a) pemerintah; b) badan hukum Indonesia, dan; c) warga negara
Indonesia

12.3 Layout Parkir


Layout parkir adalah suatu laham yang digunakan untuk parkir yang
diperhitungkan dengan ketentuan luas masing-masing kendaraan berbeda. Loyout
perkir meliputi:

12.3.1. satuan Ruang Parkir


Ukuran panjang dan lebar ruang parkir biasanya disesuaikan dengan ukuran
kendaraan yang parkir. Sedangkan ukuran kendaraan itu berbeda-beda.
Penentuan satuan ruang parkir (SRP) tersebut dapat dilihat pada tabel 1. di
bawah ini:
Tabel II 1 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP)

Sementara untuk penentuan satuan ruang parkir (SRP) berdasarkan jenis


kendaraan dapat dilihat pada tabel 2. di bawah ini:

Tabel 0-1 Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP) Berdasarkan Jenis


Kendaraan

12.3.2 Lebar Jalan Akses Parkir


Lebar jalan akses parkir adalah jalan atau ruang pada tempat parkir
yang diperuntukkan bagi kendaraan bergerak sebelum dan sesudah
parkir. Jalan akses ini sangat erat hubungannya dengan kemudahan
pengemudi yang akan memarkirkan mobil atau untuk mencapai pintu
keluar.
12.4 Perhitungan Parkir
Dalam analisis sebuah tempat parkir ada beberapa parameter-parameter penting
pada analisis tempat parkir, yaitu: a) akumulasi parkir; b) volume parkir; c) durasi.

4. Indeks Parkir

Jumlah kendaraan/ jam


IP =
Kapasitas Parkir

Dimana; IP: Indeks Parkir

5. Faktor Kebutuhan Ruang Parkir

Jumlah kendaraan/ jam


FKP =
Luas Lahan Parkir

Dimana: FKP: Faktor Kebutuhan Parkir

6. Kebutuhan Ruang Parkir

c. Rata-rata Durasi Parkir

Kendaraan Parkir
D=
Tempat yang ada

Dimana: D: Rata-rata Durasi Parkir

d. Jumlah Ruang Parkir Yang Dibutuhkan

Jumlah kendaraan x Rata - rata durasi parkir


Z=
Periode waktu parkir

YXD
Dimana: Z =
P

Z: Kebutuhan ruang parkir

Y: jumlah kendaraan yang pakir

D: Rata-rata durasi parkir

P: Periode waktu parkir


METODE PENELITIAN
12.5 Umum
Pada bab berikut ini akan dibahas metode penelitian yang dilakukan untuk
mendapatkan kapasitas ruang parkir di bahu jalan Universitas Komputer
Indonesia.

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan data
lapangan

− Survei jumlah kendaran


− Menghitung Jumlah Kendaraan

Analisis Data

Grafik Pola Parkir

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 0-1 Diagram Alir

12.6 Studi Litelatur


Pada tahap ini penulis mengumpulkan teori-teori mengenai metode yang
digunakan untuk menganalisis penggunaan lahan parkir.
12.7 Pengumpulan Data Lapangan
Pengumpulan data ini berupa survei lokasi yang diakukan untuk mengetahui
kondisi yang sebenarnya dilapangan diantaranya jumlah kendaraan yang parkir
keluar dan masuk perjam dan luas lahan parkir.

Data Survei Kebutuhan Parkir Hotel Palm


Lokasi Data
Area Waktu (Durasi)
A Masuk Keluar
1 08.00 - 09.00 0 0
2 09.00 - 10.00 2 0
3 10.00 - 11.00 15 15
4 11.00 - 12.00 45 32
5 12.00 - 13.00 47 16
6 13.00 - 14.00 37 26
7 14.00 - 15.00 20 38
8 15.00 - 16.00 26 29
8 15.00 - 16.00 31 32
Frekuensi Parkir 223 188

Data Survei Kebutuhan Parkir Hotel Palm


Lokasi Data
Area Waktu (Durasi)
B Masuk Keluar
1 08.00 - 09.00 12 0
2 09.00 - 10.00 20 2
3 10.00 - 11.00 28 24
4 11.00 - 12.00 27 26
5 12.00 - 13.00 31 7
6 13.00 - 14.00 30 27
7 14.00 - 15.00 25 10
8 15.00 - 16.00 35 15
8 15.00 - 16.00 42 16
Frekuensi Parkir 250 127
12.8 Survei Jumlah Kendaraan
Survei lokasi dilakukan di area hotel Palm. Survei ini dilakukan pada hari Minggu
dihitung tiap jam mulai dari pukul 08.00 - 16.00 Wita.

12.9 Analisis Data Lapangan


Analisis data yang dilakukan untuk mengetahui indeks parkir, faktor kebutuhan
ruang parkir,
dan kebutuhan ruang parkir.
Kapasitas Ruang Parkir adalah daya tamping suatu kendadaraan pada lokasi
parkir. Kapasitas Ruang Parkir dihitung dengan menggunakan penentuan satuan
ruang parkir (SRP) yang ada pada tabel di bab 2.
Luas Area Parkir
Kapasitas Ruang Parkir =
SRP
Panjang area A 20m dan lebar 15 m
Panjang Area B 25m dan lebar 6 m
300
1. Kapasitas Ruang Parkir di area A = 1.5 = 200 kendaraan

150
2. Kapasitas Ruang Parkir di area B = = 100 kendaraan
1.5

Untuk hari Pertama


188
1. Kendaraan bermotor di area APTO = 300 = 0,62

127
2. Kendaraan bermotor di area BPTO = 150 = 0,84

Dari hasil diatas dapat diketahui rata-rata Parking Turn Over Hari Pertama
adalah 0,73

Untuk hari Kedua


150
1. Kendaraan bermotor di area APTO = 300 = 0,5

110
2. Kendaraan bermotor di area BPTO = 150 = 0,73

Dari hasil diatas dapat diketahui rata-rata Parking Turn Over Hari Kedua
adalah 0,61
Untuk hari Ketiga
158
1. Kendaraan bermotor di area APTO = 300 = 0,52

127
2. Kendaraan bermotor di area BPTO = 150 = 0,83

Dari hasil diatas dapat diketahui rata-rata Parking Turn Over Hari Ketiga
adalah 0,67

6.1. Grafik Pola Parkir


Grafik pola parkir untuk mengetahui kondisi dimana siklus parkir pada satu hari
mengalami
peningkatan atau menurunan.

250

200

150

100 Data Survei Kebutuhan


Parkir Hotel Palm Data
50 Masuk

0 Data Survei Kebutuhan


Parkir Hotel Palm Data
11.00 - 12.00
08.00 - 09.00

09.00 - 10.00

10.00 - 11.00

12.00 - 13.00

13.00 - 14.00

14.00 - 15.00

15.00 - 16.00

15.00 - 16.00

Frekuensi Parkir

Keluar

1 2 3 4 5 6 7 8 8
50
0
100
150
200
250
300
350
400

1
08.00 - 09.00

2
09.00 - 10.00

3
10.00 - 11.00

4
11.00 - 12.00

5
12.00 - 13.00

6
13.00 - 14.00

7
14.00 - 15.00

8 15.00 - 16.00
15.00 - 16.00
8

Frekuensi Parkir
Masuk
Data Survei
Data Survei

Hotel Palm Data


Kebutuhan Parkir
Kebutuhan Parkir
Hotel Palm Data Keluar
BAB 13
BOK (SURVEI BOK DAN PERHITUNGAN BOK)

13.1 GAMBARAN PROFIL KENDARAAN PRIBADI


13.1.1 Rute
• Rute Perjalanan
Jalan Simpang Gusti Raya – Jalan Kayutangi 1 jalur 2 no 2,Sungai miai, Kota
Banjarmasin ( Kampus Uniska MAB).
Panjang Perjalanan : 2,0 Km

Sumber : Hasil Survey Google Map 2019


Gambar VI.12 : Peta Rute Perjalanan
Gambar. Alat Transportasi

a) Tipe Kendaraan : Roda Dua


b) Kapasitas Kendaraan : 2 Orang
c) Kepemilikan : Pribadi
d) Panjang Rute Perjalanan : 2,0 KM
12.2 BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN
PERHITUNGAN TARIF

Rute Perjalanan

A
KARAKTERISTIK KENDARAAN
.
KENDARAAN RODA
1. TYPE =
DUA
PRIBADI DA 6280 AEL
2. JENIS PELAYANAN =
(ERNI YUSNITA)
3. KAPASITAS / DAYA
= 2 ORANG
ANGKUT
4. LOAD FAKTOR (100%) = 2 ORANG
Rp
5. HARGA KENDARAAN TH 2014
. 18,000,000

B
PRODUKSI PER KENDARAAN MPU
.
KM
(Simpang
1. KM TEMPUH/RIT = 2.00 Gusti-
UNISKA
BJM)
2. FREKWENSI/HARI = 3.60 RIT (PP)
3. KM -TEMPUH/HARI
= 7.28 KM
(KMH)
4. HARI OPERASI / BULAN = 16.00 HARI
5. KM TEMPUH / BULAN (4
= 115.20 KM
X 4 MINGGU) (KMB)
6. FREKWENSI/BULAN = 57.60 RIT (PP)
7. KM-TEMPUH/TAHUN
= 1,382.40 KM
(4x12 BLN) (KMT)
8. PENUMPANG PER RIT = 1.00 PNP
9. PENUMPANG PER HARI
= 2.00 PNP
(PH)
10.PENUMPANG PER
= 60.00 PNP
BULAN (PB)
11.PENUMPANG PER
= 720.00 PNP
TAHUN (PT)

C
BIAYA PER KEND MPU – KM
.
1. BIAYA LANGSUNG
a. BIAYA PENYUSUTAN
1) HARGA = TH 2014
KENDARAAN (HK) R 18.000.000
P
2) MASA PENYUSUTAN
= 1 TH (n)
(MS)
=
3) NILAI RESIDU (20%
R 3.600.000
DARI HK) (NR)
P
4) PENYUSUTAN PER
PNP
14400000,0
HK - NR
0
KMT X MS 1382,4
=
10416,6666 / KEND-
R
7 KM
P
b.BUNGA MODAL
1).BUNGA
MODAL/TAHUN (I)
=
(n+1)/2 X HK X I R 907.200,00 /TH
P
KMT X MS
=
BUNGA / KEND-
R 656,25
MODAL/TAHUN/PNP KM
P
c. GAJI /PENDAPATAN
AWAK MPU
1). JUMLAH AWAK
- SOPIR = 0 ORANG
- KONDEKTUR = 0 ORANG
JUMLAH 0 ORANG
2). BIAYA AWAK MPU
PER HARI RATA - RATA
PERHARI
=
- GAJI /
R 0
PENDAPATAN
P
- TUNJANGAN =
KERJA OPERASI R 0
(MAKAN,ROKOK,DLL) P
=
JUMLAH R 0
P
3). BIAYA AWAK MPU
PER BULAN
- GAJI / =
0
PENDAPATAN R
P
- TUNJANGAN =
KERJA OPERASI R 0
(MAKAN,ROKOK,DLL) P
=
JUMLAH R 0
P

4). BIAYA AWAK MPU


PER TAHUN
=
- GAJI /
R 0
PENDAPATAN
P
- TUNJANGAN =
KERJA OPERASI R 0
(MAKAN,ROKOK,DLL) P
=
- TUNJANGAN
R 0
SOSIAL (THR)
P
=
JUMLAH R 0
P
5). BIAYA GAJI /
PENDAPATAN PER PNP
=
BIAYA AWAK / KEND-
R 0.00
MPU PER TAHUN KM
P
KMT
d. BIAYA BBM
1). PEMAKAIAN / KM /
= 10
KONSUMSI BBM LITER
=
PERTAM
2). HARGA BBM R 10,500
AX
P
3). PEMAKAIAN BBM /
= 0,20 L
RIT
4). PEMAKAIAN BBM /
= 0,72 L
HARI
=
5). BIAYA BBM PER
R 7236,00
MPU PER HARI
P
6). BIAYA BBM PER
KM
=
/ KEND-
HARGA BBM R 1005,00
KM
P
KMH
e. BAN
1). JUMLAH BAN 2 BUAH
2). DAYA TAHAN BAN 20,000 KM
=
3). HARGA BAN R 250,000 1 BAN
P
=
4). BIAYA BAN PER
R 500,000 2 Ban
MPU
P
5). BIAYA BAN / KM
=
/ KEND-
BIAYA BAN R 25.00
KM
P
DAYA TAHAN BAN
f. SERVICE KECIL
1). SERVICE KECIL
= 1,500 KM
DILAKUKAN SETIAP
2). BIAYA BAHAN :
=
- OLIE MESIN : 3,8 1LXRp.
R 45,000
LT X RP 12,000 /LT 45000
P
=
- GEMUK : 1 KG
0 R 0
X RP 26.000 / KG
P
- MINYAK =
TRANSMISI : 0 LT X RP R 0
9.500 / LT P
1LtX =
- BENSIN : 0 LT
Rp.7,65 R 10,050
X RP 1.450 /LT
0 P
=
3). ONGKOS SERVICE R 50,000
P
=
R 105,050
JUMLAH
P
4). BIAYA SERVICE
KECIL PER PNP
=
JML BIAYA / KEND-
R 70.03
SERVICE KECIL KM
P
JARAK SETIAP
SERVICE
g. SERVICE BESAR
1). SERVICE BESAR
= 10,000 KM
DILAKUKAN SETIAP
2). BIAYA BAHAN :
1LtX =
- OLIE MESIN : 5 LT
Rp.450 R 45,000
X RP 12.000 /LT
00 P
1LtX =
- OLIE GARDAN :
Rp. R 20,000
1LT X RP 26.000 /LT
19000 P
- OLIE TRANSMISI / =
PERSNELING : 0 LT X RP 0 R 0
/LT P
=
- GEMUK : 0KG
R 0
X RP / KG
P
=
- MINYAK REM :
R 14,000
0.5LtXRP 28.000 /BH
P
- FILTER / =
SARINGAN BENSIN : 0 BH X R 0
RP 0 / BH P
- FILTER / =
SARINGAN UDARA : 1 BH X R 25,000
RP 25.000 / BH P
- FILTER / =
SARINGAN OLIE : 1 BH X RP R 22,500
22.500 /BH P
=
3). ONGKOS SERVICE R 35,000
P
=
R 161,500
JUMLAH
P
4). BIAYA SERVICE
BESAR PER KM
=
JML BIAYA / KEND-
R 16.15
SERVICE BESAR KM
P
JARAK SETIAP
SERVICE

h. BIAYA GENERAL
OVERHAUL
1). GENERAL
OVERHAUL DILAKUKAN = 100,000 KM
SETIAP
2). BIAYA OVERHAUL :
=
- SUKU CADANG (5%
R 400,000
DARI HARGA KEND)
P
=
- PERBAIKAN BODY R 0
P
=
- ONGKOS SERVICE R 150,000
P
=
JUMLAH R 550,000
P
3). BIAYA OVERHAUL
PER KM
=
/ KEND-
BIAYA OVERHAUL R 5.50
KM
P
JARAK SETIAP
OVERHAUL
I. PENAMBAHAN OLIE
MESIN
1). PENAMBAHAN OLIE
= 0 L
MESIN / HARI
2). KM TEMPUH / HARI = 0.00 KM
=
3). HARGA OLIE / LITER R 0
P
4). BIAYA
PENAMBAHAN OLIE
MESIN/PNP
=
PENAMBAHAN OLIE X / KEND-
R 0.00
HARGA OLIE KM
P
KMH
j. CUCI MPU
=
1). BIAYA CUCI
R 0
MPU/HARI/MPU
P
=
2). BIAYA CUCI
R 0
MPU/BULAN/MPU
P
2). BIAYA CUCI MPU /
KM
=
BIAYA CUCI / KEND-
R 0.00
MPU/BULAN/MPU KM
P
KMB
k. RETRIBUSI TERMINAL
1). RETRIBUSI =
0
TERMINAL/HARI R
P
2). BIAYA RETRIBUSI
TERMINAL / PNP
=
RETRIBUSI / KEND-
R 0.00
TERMINAL/HARI KM
P
KMH
l. STNK
=
1). BIAYA
R 231,500
STNK/MPU/TAHUN
P
2). BIAYA STNK/ KM
=
BIAYA / KEND-
R 167.46
STNK/MPU/TAHUN KM
P
KMT
m. KIR
1). FREKWENSI
0 KALI
KIR/TAHUN
=
2). BIAYA SETIAP KALI
R 0
KIR
P
=
3). BIAYA KIR / TAHUN R 0
P
4). BIAYA KIR / PNP
MPU
=
BIAYA KIR / / KEND-
R 0.00
TAHUN KM
P
KMT
n. ASURANSI
=
1). ASURANSI
R 0
KENDARAAN / TAHUN
P
=
2). ASURANSI AWAK
R 0
MPU / TAHUN
P
=
JUMLAH R 0
P
3). BIAYA ASURANSI /
PNP MPU
=
ASURANSI / KEND-
R 0.00
KENDARAAN KM
P
KMT
2. BIAYA TIDAK
LANGSUNG
a. BIAYA PEGAWAI
SELAIN AWAK KEND MPU
=
1). GAJI R 0
P
=
2). LEMBUR
R 0
(TERMASUK INSENTIP)
P
=
3). TUNJANGAN
R 0
SOSIAL
P
=
SUB PER
R 0
TOTAL (a) TAHUN
P

b. BIAYA
PENGELOLAAN PER
TAHUN
=
1) PENYUSUTAN
R 0
KANTOR
P
=
2) PENYUSUTAN
R 0
POOL DAN BENGKEL
P
3) PENYUSUTAN =
INVENTARIS/ALAT R 0
KANTOR P
=
4) PENYUSUTAN
R 0
SARANA BENGKEL
P
=
5) BIAYA
R 0
ADMINISTRASI KANTOR
P
=
6) BIAYA
R 0
PEMELIHARAAN KANTOR
P
7) BIAYA =
PEMELIHARAAN BENGKEL R 0
DAN POOL P
=
8) BIAYA LISTRIK
R 0
DAN AIR
P
9) BIAYA TELEPON + =
0
POS + TELEGRAM R
P
10) BIAYA =
PERJALANAN DINAS R 0
SELAIN AWAK MPU P
=
11) BIAYA PAJAK
R 0
PERUSAHAAN
P
=
12) BIAYA IJIN
R 0
TRAYEK
P
=
13) BIAYA IZIN USAHA R 0
P
=
14) BIAYA LAIN-LAIN
R 0
(DILUAR UNSUR DI ATAS)
P
=
SUB
R 0
TOTAL (b)
P
=
c. TOTAL BIAYA TIDAK PER
R 0
LANGSUNG /TH TAHUN
P
(a) + (b)
d. TOTAL BIAYA TIDAK
LANGSUNG PER MPU /
TAHUN
=
TOTAL BIAYA TIDAK
R 0
LANGSUNG
P
JUMLAH MPU
e. BIAYA TIDAK
LANGSUNG PER PNP MPU
TOTAL BIAYA =
/ KEND-
TIDAK LANGSUNG PER R 0.00
KM
MPU / TAHUN P
KMT

D
REKAPITULASI BIAYA PER PENUMPANG
.
/ KEND-
A. BIAYA LANGSUNG (%)
KM
=
14400000,0
1. PENYUSUTAN R 99.99
0
P
=
2. BUNGA MODAL R 656,25 0.00
P
=
3. GAJI DAN
R 0.00 0.00
TUNJANGAN
P
=
4. BBM R 1005,00 0.01
P
=
5. BAN R 25.00 0.00
P
=
6. SERVICE KECIL R 70.03 0.00
P
=
7. SERVICE BESAR R 16.15 0.00
P
=
8. GENERAL OVER
R 5.50 0.00
HAUL
P
=
9. PENAMBAHAN OLIE
R 0.00 0.00
MESIN
P
=
10. CUCI KEND R 0.00 0.00
P
=
11. RETRIBUSI
R 0.00 0.00
TERMINAL
P
=
12. STNK R 167.46 0.00
P
=
13. KIR R 0.00 0.00
P
=
14. ASURANSI R 0.00 0.00
P
=
B. BIAYA TIDAK
R 0.00 0.00
LANGSUNG TOTAL
P
=
JUMLAH BIAYA LANGSUNG + 14.401.945,
R 100.00
BIAYA TIDAK LANGSUNG (A+B) 40
P
BAB 14
UU JALAN DAN LALU LINTAS

14.1 Pemahaman Terhadap Peraturan dan Perundang – Undangan


Peraturan lalu lintas di Indonesia di atur dalam undang undang lalu lintas
pertama UU Nomor 14 Tahun 1992 yang kemudian disempurnakan pada UU Nomor 22
Tahun 2009 yang lebih rinci terhadap setiap pelanggaran-pelanggaran yang mungkin
terjadi. UU lalu lintas dibuat untuk mengatur tingkah laku para pengguna lalu lintas, demi
terwujudnya ketertiban dan keselamatan berlalu lintas.

Di dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 di definisikan sebagai gerak kendaraan dan


orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan
adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau
barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.
Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan
yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melalui
management lalu lintas dan fasilitas pendukung. Tata cara berlalu lintas di jalan diatur
dengan peraturan perundangan menyangkut arah lalu lintas perioritas menggunakan jalan,
lajur lalu lintas, jalur lalu lintas dan pengendalian arus di persimpangan

14.2 Komponen Terjadinya Lalu Lintas


Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai
pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan
yang memenuhi persyaratan kelayakan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan
lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu
lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.
· Manusia sebagai pengguna
Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki yang
dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang berbeda-beda (waktu
reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan
phisik dan psykologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca,
penerangan/lampu jalan dantata ruang.
· Kendaraan
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan
kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan muatan yang membutuhkan ruang lalu
lintas yang secukupnya untuk bisa bermanuver dalam lalu lintas.
· Jalan
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui kendaraan bermotor maupun
kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk
mampu mengalirkan aliran lalu lintas dengan lancar dan mampu mendukung
beban muatan sumbu kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan
lalu-lintas.

2. Tata Tertib Lalu Lintas


· STNK
Pengendara kendaraan bermotor harus membawa STNK dan untuk kendaraan baru,
diharuskan membawa surat tanda coba kendaraan bermotor, misalnya saat belajar
mengendarai mobilyang ditetapkan Polri. Sanksi terhadap pelanggaran ini di atur
pada Pasal 288 Ayat (1) dengan hukuman, sanksi kurungan paling lama dua bulan
atau denda paling banyak Rp 500.000.
· SIM
Pada UU Lalu Lintas tertulis jelas bagi pengendara tanpa SIM lebih berat dapat
dikenakana pelanggaran Pasal 281, dengan pidana kurungan empat bulan atau denda
paling banyak Rp 1 juta. Jika diketahui menggunakan SIM yang tidak sah pelanggaran
terhadap pasal 288 Ayat (2) yang mengaturnya, akan dikenai pidana dengan pidana
kurungan paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.
Peraturan ini berlaku untuk pengguna dengan ketentuan berdasarkan jenis
kendaraan. Beberapa peraturan lalu lintas berikut berlaku bagi pengendara kendaraan
roda dua, ini diatur pada uu lalu lintas seperti berikut :
· Penggunaan HELM dengan lisensi SNI
Pada pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8) mengatur tentang penggunaan akan Helm
SNI bukan jenis helm lain, bagi pengendara dan juga yang penumpang yang di bonceng
diwajibkan. Sanksi bagi pelanggar ini, pidana kurungan paling lama satu bulan
atau Denda paling banyak Rp 250.000 (Pasal 291).
· Kelengkapan kendaraan
Hal ini termasuk dalam persyaratan teknis, untuk kendaraan layak jalan meliputi kaca
spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pengukur kecepatan,
knalpot, dan kedalaman alur ban atau modifikasi motor yang tidak sesuai ketentuan. Hal
ini diatur dalam Pasal 106 Ayat (3) dengan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, pada
Pasal 285 Ayat (1). Ancaman hukuman pidana kurungan paling lama satu bulan
atau denda paling banyak Rp 250.000.
Sedangkan beberapa undang undang lalu lintas terhadap kendaraan roda empat dan lebih
yaitu :
· Penggunaan sabuk pengaman
Sabuk pengaman adalah hal yang harus jadi perhatian bagi pengemudi mobil dan
penumpangnya karena merupakan hal penting untukp keselamatan berkendara.
Pelanggaran terhadap penggunaan sabuk pengaman ini telah di atur dalam Pasal 289,
dengan hukuman sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling
banyak Rp 250.000.
· Kelengkapan teknis
Para pengendara roda empat harus memenuhi persyaratan teknis dalam berkendara yaitu,
kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan
kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya,
alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penempelan,
dan penghapus kaca atau modifikasi mobil yang melanggar ketentuan.
Pasal 285 Ayat (2) mengatur, bagi pengendara yang tidak memenuhinya dengan sanksi
pidana paling lama dua bulan kurungan atau denda paling banyak Rp 500.00

2. Keterampilan Mengendalikan Kendaraan


· Selalu gunakan Safety Gear
Safety gear adalah perlengkapan keselamatan seperti helm, kacamata (eye protection),
sarung tangan, jaket, celana panjang, dan segalanya yang bisa sedikit banyak melindungi
Anda dari cidera parah saat terjadi kecelakaan.
Asuransikan motor dan diri Anda
Pastikan bahwa motor memiliki kelengkapan lisensi dan juga sudah diansuransikan
dengan cara-cara yang benar. Selain motor, Anda juga perlu mendapatkan asuransi yang
sama untuk diri Anda sehingga keduanya dilindungi secara memadai.
· Berkendara dengan cara yang pintar
Gunakan lampu depan Anda ketika mengendarai motor di malam hari, hindari
pengendara lain dari potensi “blind spot”, jangan memotong jalur pengguna jalan lain
sembarangan, dan selalu siap gunakan klakson motor Anda agar orang lain mengetahui
keberadaan Anda.
· Selalu utamakan keselamatan
Tiga perempat pengguna roda dua mengalami kecelakaan dengan mobil. Hal itu terjadi
karena pengendara mobil tidak melihatmenyadari keberadaan motor tersebut. Oleh sebab
itu, penting buat Anda memahami situasi jalanan atau memperkirakan pergerakan yang
akan diambil oleh kendaraan lain di depan maupun di belakang Anda.
· Jaga jarak dengan kendaraan lain
Mengendarai motor memang sering bikin kita lupa diri, apalagi ketika kita sedang berada
di atas motor yang punya kecepatan tinggi. Hal ini juga kerap kali membuat kita tidak
sadar bahwa kita terlalu dekat dengan kendaraan lain baik di depan maupun di samping
kita. Hal itu sangatlah berbahaya, terutama ketika pengendara lain tersebut melakukan
manuver tiba-tiba atau mengerem tiba-tiba. Kalau sudah begitu, potensi tabrakan pun
semakin besar. Untuk itu, selalu upayakan jarak dengan kendaraan lain di depan Anda
sekitar 3-5 meter. Perkirakan jarak yang ideal buat Anda sendiri, yang dapat memberikan
waktu buat Anda menghindar ketika pengendara lain tersebut melakukan gerakan
mendadak.

· Jauhi minuman beralkohol ketika mengendarai motor


Ini sangatlah jelas bagaimana alkohol sangat mempengaruhi ketajaman konsentrasi Anda
ketika mengendari motor. Bukan tidak mungkin, masih banyak pengendara motor di
Tanah Air yang masih belum menyadari bagaimana pengaruh alkohol terhadap
keselamatan berkendara. Ingat, mengendarai sebuah kendaraan, baik motor maupun
mobil, membutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
· Selalu cek kondisi motor
Coba Anda ingat kembali kapan terakhir kali kondisi motor Anda di cek secara
menyeluruh? Upayakan untuk selalu mematuhi jadwal servis yang sudah
direkomendasikan oleh dealer. Cek segala hal mendasar seperti tekanan aingin pada ban,
performa sistem pengereman, dan sebagainya sebelum Anda berpergian.
· Belajar untuk berbagi
Membonceng seseorang di atas motor merupakan tanggung jawab yang cukup besar.
Selain itu, pengaruh berat badan juga merupakan hal yang signifikan terhadap
handling/penanganan motor. Untuk itu, jika Anda hendak memberikan tumpangan kepada
rekan/keluarga, ada baiknya Anda juga memberikan sedikit pengetahuan kepada mereka
soal teknik berkendara yang baik. Pastikan juga mereka memiliki alat pelindung (safety
gear) yang sesuai
KESIMPULAN

BAB 2
Perkembangan transportasi memang memberikan dampak positif yang sangat bisa
dirasakan oleh masyarakat, Oleh karena itu, perkembangan transportasi memang sangat
diperlukan untuk memajukan teknologi.

Namun,dibalik transportasi yang hampir setiap saat mengalami perkembangan ini


tentunya tersimpan sebuah permasalahan yang sampai saat ini juga belum sepenuhnya
teratasi, dan berbagai penanganan pun terus diupayakan agar permasalahan dari
berkembangnya transportasi ini tidak menimbulkan dampak negatif namun diharapkan
bisa memberikan manfaat bagi masyarakat juga lingkungan.

BAB 3
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke
tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh
manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi
darat, laut, dan udara. Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara
memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi
antara daerah satu dengan daerah yang lain. Secara umum, masyarakat yang
melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda-beda membutuhkan sarana
penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan
umum (paratransit dan masstransit).
Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat
aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Kebanyakan dari negara maju
menganggap pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral dari
pembangunan perekonomian. Ada baiknya pemerintah memperhatikan hal
tersebut.
BAB 4
1. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat
aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya.

2. Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan
vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu
dengan daerah yang lain.

3. Kebanyakan dari negara maju menganggap pembangunan transportasi


merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Ada
baiknya pemerintah memperhatikan hal tersebut.

BAB 5
Transportasi adalah perpindahan suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan menggunakan sebuah medium yang dapat berupa kendaraan. Transportasi itu
sendiri dapat terjadi karena adanya perbedaan sumber daya dari wilayah satu dan
wilayah yang lainnya. Akibat perbedaan itulah maka terjadi kebutuhan dan
ketersediaan. Dengan demikian terjadi interaksi antar kawasan yang digambarkan
dengan adanya transportasi. Ada beberapa tahap model perencanaan transportasi:

• Trip generation adalah adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah


pergerakan yang berasal dari suatu zona.

• Trip distribution adalah pemodelan untuk melihat bagaimana lalu lintas

• Moda Split (Jenis Angkutan), Interaksi antara dua tata guna lahan dapat dilakukan
dalam dua pilihan, pertama adalah dengan menggunakan telepon (atau pos) untuk
menghindari terjadinya pergerakan, dan kedua, interaksi yang mengharuskan
terjadinya pergerakan.

• Trip Assigment (Pembebanan Ruas Jalan), Dalam kasus ini, pemilihan moda dan
rute dilakukan bersama-sama. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan
moda transportasi. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang akan
memilih moda transportasinya dulu baru rutenya.

BAB 6
1. Untuk menganalisa kapasitas jalan perkotaan suatu segmen ruas jalan bisa dengan
menggunakan metode tersebut yaitu MKJI1997
2. Untuk penelitian lebih lanjut peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya
meneliti tentang kapasitas persimpangan, jalan luar kota dan karakteristik jalan
lainnya dengan menggunakan metode MKJI 1997

BAB 7
Parkir adalah kendaraan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara
(UU. RI. No 43. Th 1993). Sedangkan menurut Warpani (1990:157), parkir juga dapat
didefenisikan sebagai suatu kendaraan yang berhenti untuk sementara (menurunkan
muatan) atau berhenti cukup lama.

BAB 8
Biaya Operasi Kendaraan (BOK) adalah total biaya yang dikeluarkan oleh
pemakai jalan dengan menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan.
Dalam observasi ini tujuan utamanya adalah untuk mencari biaya operasi
kendaraan, karena perhitungan biaya operasi kendaraan perlu dilakukan untuk
perencanaan dan penyusunan program transportasi darat.

Adapun biaya operasi dari kendaraan tersebut yaitu, dengan menempuh jarak 1,8
Km per hari dengan total biaya 14.402.036,92per Tahun.

BAB 9
Penggunaan software Microsoft Excel dapat mempermudah dan mempercepat
pengolahan data hasil survey asal-tujuan untuk menghasilkan Matriks Asal-
Tujuan (MAT). Microsoft Excel juga menyediakan banyak fungsi lain yang dapat
dikombinasikan untuk mengolah data hasil survey asal-tujuan untuk mendapatkan
trip chain.

BAB 10
Kita dapat mengetahui, MKJI (MKJI, Bina Marga, 1997) mendefinisikan ruas
jalan perkotaan/semi perkotaan atau luar kota. Dan juga menganalisis bataasan
ruas, karakteristik jalan, karakteristik lalulintas, dan kondisi lingkungan
BAB 11
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis mengenai u-turn dan tingkat
pelayanan ruas pada JL. Let. Jend. S. Parman, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pelayanan u-turn untuk
jenis kendaraan sepeda motor (MC) nilai tertingginya adalah 747 yang terjadi
pada hari minggu pukul 16.00-17.00. Sedangkan nilai terendahnya sebesar 537
yaitu pada Senin pukul 08.00-09.00. Nilai rata- ratanya adalah 610 pada hari
Senin, 600 hari Kamis, dan Minggu sebesar 632.
2. Untuk jenis kendaraan ringan (LV), diketahui bahwa tingkat pelayanan u-
turn untuk jenis kendaraan kendaraan ringan (LV) nilai tertingginya adalah 89
yang terjadi pada hari Senin pukul 12.00-13.00. Sedangkan nilai terendahnya
sebesar 33 yaitu pada Kamis pukul 08.00-09.00. Nilai rata- ratanya adalah 73
pada hari Senin, 62 hari Kamis, dan Minggu sebesar 62.

BAB 12
Pada tahap ini dilakukan evaluasi mengenai analisis yang sudah dilakukan pada
bab sebelumnya, evaluasi tersebut berupa kesimpulan untuk mengetahui hasil
yang telah didapatkan. Saran dimaksudkan untuk mengetahui kendala apa saja
yang di alami dalam penyusunan karya tulis ini, dan mendapatkan masukan untuk
studi selanjutnya yang akan dilakukan.

BAB 13
Biaya Operasi Kendaraan (BOK) adalah total biaya yang dikeluarkan oleh
pemakai jalan dengan menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan.
Dalam observasi ini tujuan utamanya adalah untuk mencari biaya operasi
kendaraan, karena perhitungan biaya operasi kendaraan perlu dilakukan untuk
perencanaan dan penyusunan program transportasi darat.

Adapun biaya operasi dari kendaraan tersebut yaitu, dengan menempuh jarak 1,8
Km per hari dengan total biaya 14.402.036,92per Tahun.
BAB 14
Dalam upaya mengatasi masalah lalu lintas dengan melakukan tindakan dalam usaha
untuk menambah kapasitas ruang jalan ataupun memaksimalkan lebar efektif yang
sesuai dengan kapasitas arus lalu lintas dengan melakukan pelebaran jalan serta
pengaturan simpang agar tingkat kecelakaan dan tundaan bisa di minimumkan secara
maksimal dan efektif. Terkadang hal itu tidak bisa dilakukan melihat keadaan lingkungan
yang tidak memungkinkan ataupun bila dipaksakan akan sangat mahal biaya dan
tingginya dampak social yang akan timbul. Selain itu, kesadaran sesama pengguna jalan
juga harus di perhatikan karena dalam masalah ini bukan hanya karena faktor jalan saja
melainkan manusia sebagai pelaku pengguna jalan.
SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika buku yang di buat masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
Sodikin, Ali, Drs., R.Djajadibrata, Yetty , Dra, dkk. 2011. Buku Kerja Siswa GERAK (
Gemar Rajin & kreatif ). Bandung: Creative.
Andy Pearce, (Online)
https://www.academia.edu/27710039/TUGAS_MAKALAH_TRANSPORTASI_UDA
RA_NAMA_ANDI_ZULFIKAR_M_JURUSAN_D_III_MTU
16 Oktober 2020
Anonym, (Online) https://sellyroselinasejarah.blogspot.com/2012/12/makalah-
sejarah-transportasi.html,
16 Oktober 2020
Samhi Setiawan, (Online)
https://www.gurupendidikan.co.id/transportasi-adalah/,
16 Oktober 2020

BAB 3
Buku Dasar –dasar Rekayasa Transportasi Edisi ke 3 Jilid 1, C. Jotin Khisty, B.
Kent Lall, Penerbit Erlangga
https://azissyahban2005.blogspot.com/2012/12/perencanaan-transportasi.html
[Diakses 26 Oktober 2020 Pukul 20:15 Wita]
http://usedetroit.blogspot.com/2009/11/proses-perencanaan-transportasi.html
[Diakses 26 Oktober 2020 Pukul 20:30 Wita]
http://redhatamabayu.blogspot.com/2013/07/moda-transportasi.html
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 20:40 Wita]
http://danangputra25.blogspot.com/2017/04/pengertian-moda-transportasi-
kelebihan.html
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 21:00 Wita]
http://wirdahwiwik.blogspot.com/
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 21:15 Wita]
https://media.neliti.com/media/publications/211702-analisis-biaya-operasional-
kendaraan-bok.pdf
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 19:22 Wita]
https://www.academia.edu/17444645/Pedoman_Teknis_Penyelenggaraan_Parki
r_di_Indonesia_Dinas_Perhubungan
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 19:46 Wita]
Pedoman_Teknis_Penyelenggaraan Fasilitas Palkir, Departemen Perhubungan
Direktur Jenderal perhubungan darat
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 20:00 Wita]
http://wenyra.blogspot.com/2012/10/permasalahan-transportasi.html
[Diakses 28 Oktober 2020 Pukul 20:20 Wita]

BAB 4
Nasution, MN. 1996. Manajemen transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Hobbs, FD. 1995. Perencanaan dan teknik lalu lintas. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Meyer dan Miller. 2001. Urban transportation planning. McGraw-Hill
International. Singapore.
Iswanto, Hadi. 2002. Faktor-faktor pendorong terjadinya kemacetan lalul lintas di
jalan arteri primer kawasan pasar ungaran Kabupaten Semarang. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Wibawa, Arie Bayu. 1996. Tata guna lahan dan transportasi dalam pembangunan
berkelanjuta. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nugroho, Adi Lanugranto. 2008. Konsumen dan jasa transportasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Machsus dan Rahmat Basuki. 2008. Penggunaan BBG pada kendaraan bermotor
di Kota Surabaya. Jurnal aplikasi Volume 4 nomor 1 ISSN 1907-753X. Surabaya.
Aminah, Siti. 2006. Transportasi public dan aksesibilitas masyarakat perkotaan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Haryadi, Bambang. dan Riyanto, Bambang. 2007. Kepadatan kota dalam
perspektif pembangunan transportasi berkelanjutan. Jurnal teknik sipil dan
perencanaan Nomor 2 volume 9 juli 2007. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Sinulingga, Rina. 2004. Evolusi sistem transportasi dipusat Kota Pematang
Siantar. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sutikno, Rizal Fauzul. 2010. Materi perkuliahan I sampai V. Universitas Brawijaya.
Malang.
Arifin, samsul. http://berita.liputan6.com. Diakses pada tanggal 19 oktober 2010
pukul 16.00 Wib.
Anonymous. 2010. http://wikipedia.com. Diakses pada tanggal 21 november
2010 pukul 16.05 Wib.
Anonymous. 2004. http://www.pelangi.or.id/news.php?hid=46. Diakses pada
tanggal 4 november 2010 pukul 15.20 Wib.
Anonymous.2010.http://www.tnol.co.id/en/groups/viewdiscussion/97Bahas+ma
salah+transportasi+neh+.html?groupid=7. Diakses pada tanggal 4 november
2010 pukul 15.30 Wib.
Anonymous. 2010.
http://international.okezone.com/read/2010/05/28/18/337177/18/wina-kota-
terbaik-di-dunia. diakses pada tanggal 21 november 2010 pukul 20.10 Wib.
Supriyanto. 2008. http://www.aipse.org/de/artikel/4-transportasi-umum-
idaman.html. Diakses pada tanggal 15 november 2010 pukul 20.38 Wib.
Anonymous. 2010. http://bataviase.co.id/node/400375. Diakses pada tanggal 17
november 2010 pukul 17.45 Wib.

BAB 5
Nasution, MN. 1996. Manajemen transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Hobbs, FD. 1995. Perencanaan dan teknik lalu lintas. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Meyer dan Miller. 2001. Urban transportation planning. McGraw-Hill
International. Singapore.
Iswanto, Hadi. 2002. Faktor-faktor pendorong terjadinya kemacetan lalul lintas di
jalan arteri primer kawasan pasar ungaran Kabupaten Semarang. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Wibawa, Arie Bayu. 1996. Tata guna lahan dan transportasi dalam pembangunan
berkelanjuta. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nugroho, Adi Lanugranto. 2008. Konsumen dan jasa transportasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Machsus dan Rahmat Basuki. 2008. Penggunaan BBG pada kendaraan bermotor
di Kota Surabaya. Jurnal aplikasi Volume 4 nomor 1 ISSN 1907-753X. Surabaya.
Aminah, Siti. 2006. Transportasi public dan aksesibilitas masyarakat perkotaan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Haryadi, Bambang. dan Riyanto, Bambang. 2007. Kepadatan kota dalam
perspektif pembangunan transportasi berkelanjutan. Jurnal teknik sipil dan
perencanaan Nomor 2 volume 9 juli 2007. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
Sinulingga, Rina. 2004. Evolusi sistem transportasi dipusat Kota Pematang
Siantar. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sutikno, Rizal Fauzul. 2010. Materi perkuliahan I sampai V. Universitas Brawijaya.
Malang.
Arifin, samsul. http://berita.liputan6.com. Diakses pada tanggal 19 oktober 2010
pukul 16.00 Wib.
Anonymous. 2010. http://wikipedia.com. Diakses pada tanggal 21 november
2010 pukul 16.05 Wib.
Anonymous. 2004. http://www.pelangi.or.id/news.php?hid=46. Diakses pada
tanggal 4 november 2010 pukul 15.20 Wib.
Anonymous.2010.http://www.tnol.co.id/en/groups/viewdiscussion/97Bahas+ma
salah+transportasi+neh+.html?groupid=7. Diakses pada tanggal 4 november
2010 pukul 15.30 Wib.
Anonymous. 2010.
http://international.okezone.com/read/2010/05/28/18/337177/18/wina-kota-
terbaik-di-dunia. diakses pada tanggal 21 november 2010 pukul 20.10 Wib.
Supriyanto. 2008. http://www.aipse.org/de/artikel/4-transportasi-umum-
idaman.html. Diakses pada tanggal 15 november 2010 pukul 20.38 Wib.
Anonymous. 2010. http://bataviase.co.id/node/400375. Diakses pada tanggal 17
november 2010 pukul 17.45 Wib

BAB 6
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/3067
[Diakses 03 November 2020 Pukul 20:40 Wita]
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jss/article/viewFile/10665/10253
[Diakses 03 November 2020 Pukul 20:40 Wita]
https://media.neliti.com/media/publications/132679-ID-analisa-kapasitas-ruas-
jalan-sam-ratulan.pdf
[Diakses 03 November 2020 Pukul 20:40 Wita]
https://www.scribd.com/doc/280778965/MKJI-1997
[Diakses 03 November 2020 Pukul 20:40 Wita]

BAB 7
BAB 8
Unknown,
(Online) http://transporstation12.blogspot.com/2017/02/makalah-tentang-
biaya-operasional.html,
16 Oktober 2020

BAB 9
Austroads. 1988. Guide to Traffic Engineering Practice, Part 3 – Traffic Studies.
AUSTROADS, Sydney.
Robertson, H.D, et.al., 1994. Manual of Transportation Engineering Studies.
Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Tamin, O.Z.. 2000. Perencanaan & Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB,
Bandung. Turner, S.M., et.al.. 1998. Travel Time Data Collection Handbook,
Chapter 4 License
Plate Matching Techniques. Federal Highway Administration, Office of Highway
Information Management, Washington, DC.
https://jurnal.uns.ac.id/matriks/article/viewFile/37459/24689#:~:text=MAT%20(
Matrik%20Asal%20Tujuan)%20merupakan,zona)%20di%20dalam%20daerah%20
tertentu.
http://repository.petra.ac.id/16920/1/Publikasi1_01065_1879.pdf
BAB 10
Anonim, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum RI, Jakarta.
Anonim, 2012. “Rekayasa Lalu Lintas/Kapasitas Jalan”,
https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Kapasitas_jalan, diakses
pada 10 november 2020 pukul 22.26.
Hobbs, FD, 1979. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas. Edisi Kedua. Terjemahan
Ir. Suprapto TM, Msc, dan Ir. Waldijono, 1995. Jogjakarta: Gadjah Mada
University Press.
Menteri Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Penetapan Fungsi Jalan dan Status
Jalan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Morlok, Edward K, 1978. Perencanaan Teknik dan Perencanaan Transportasi.
Terjemahan Ir. Johan Kelanaputra Hainim, 1984. Jakarta: Erlangga.
Aggreini, Putri Adhelia, 2017. Perhitungan Kapasitas Simpang Tiga Tak Bersinyal
jalan Mayjend Sutoyo S dan Jalan Pandan Sari Banjarmasin. Tugas Akhir.
Program Studi Teknik Sipil. Politeknik Negri Banjarmasin. Banjarmasin
Daud, Jeluddin. Dkk. 2012. Analisis pengaruh pasar Traditional Terhadap Kinerja
Ruas Jalan Medan – Binjai Km. 9 pasar KP. Lalang. Departemen Teknik Sipil,
Universitas Sumatra Utara. ( http://jurnal.usu.ac.id, diakses 10 November 2020
pukul 22:35)
Jendral Bina Marga. 1997. Manual kapasitas jalan (MKJI). Departemen pekerjaan
umum. Jakarta
Syahputra, Randy. Dkk. 2015.Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Lalu
Lintas Jalan Nasional. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Lampung. Vol 3 Nomor 3, Hal: 441-454 Tahun 2015.
(http://id.portasgaruda.org, diakses tanggal 10 November 2020 Pukul 23:40)
Peraturan Daerah. 2013. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjar Tahun
2013- 2032. Peraturan Daerah Kabupaten Banjar. Kabupaten Banjar

BAB 11
Irawati, Tunggal Dian, “Analisis Kinerja Ruas Jalan Akibat U-Turn dan
Pengaruhnya Terhadap Polusi Udara di Ruas Jalan Raya Waru Sidoarjo”, Skripsi
tidak diterbitkan. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. 2018.
Direktorat Bina Jalan Kota., “Manual Kapasitas Jalan Indonesia”. 1997
Triyandani, Yani., Sardjito., “Pengaruh Keberadaan Apartemen Terhadap Kinerja
Jalan Arief Rahman Hakim Surabaya” Jurnal Teknik Pomits. Vol.3 No.2. 2014
Widari, Lis Ayu et al., “Analisis Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus: Jalan
Medan-Banda Aceh KM 254+800 s.d KM 256+700)”. Banda Aceh, Teras Jurnal.
Vol.5 No.2, September 2015.
Ariwinata, Made Dwi., “Kajian Pengaruh Fasilitas Putar Balik (U-Turn) Terhadap
Kinerja Ruas Jalan (Studi Kasus: U-Turn Patung Dewa Ruci Jalan By Pass Ngurah
Rai Bali). Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana. 2015.
Mardinata, Lalu Aditiya, “Pengaruh U-Turn (Putar Balik Arah) Terhadap Kinerja
Arus Lalu Lintas Ruas Jalan Raden Eddy Martadinata”, Samarinda. Universitas 17
Agustus 1945.
Direktorat Jenderal Bina Marga, “Pedoman Perencanaan Putar Balik (U-Turn)”,
No.06/BM/2005
` Utami, Yuwita Tri et al., “Kajian Putar Balik (U-Turn) Terhadap Arus Lalu Lintas
(Studi Kasus: Jalan Gajah Mada Pontianak). Program Studi Teknik Sipil.
Universitas Pontianak.

Pabannu, Yitro Tirsa et al., “Pengaruh Tarikan Manado Town Square Terhadap
Lalu Lintas Di Ruas Jalan Boulevard Manado”, Jurnal Sipil Statik. Vol.4 No.5. 2016
Permata, Debby Yulinar., Rhaptyalyani., “Analisa Perencanaan Bukaan Median
Pada Ruas Jalan Mayjend Yusuf Singadekane Palembang”, Jurusan Teknik Sipil
Universitas Sriwijaya. 2017.

BAB 12
BAB 13
BAB 14
https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Pendahuluan#Pelanggaran_
ketentuan_lalu_lintas
http://artikel.okeschool.com/artikel/lainnya/462/penjelasan-tata-tertib-lalu-
lintas.html
BIODATA

BIODATA DIRI PRIBADI

Nama Lengkap : Raynaldo Wahyu Pratama


Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Duamas Putra 2. Kel. Angsau. Kec.Pelaihari.
Email : raynaldowp@gmail.com
Program Studi : Teknik Sipil
NPM : 19640293

RIWAYAT PENDIDIKAN
TK : TK ISLAM AL UMAR
SD : SDS SANTO MARKUS II
SMP : SMPN 128 JAKARTA
SMA : SMAN 67 JAKARTA
UNIVERSITAS : (Universitas Krisnadwipayana 2017-2020)
(UNISKA 2020– Sekarang)

Anda mungkin juga menyukai