Anda di halaman 1dari 69

KISI-KISI

MATERI PERMUSEUMAN




















Oleh :

Tim Penyusun Materi















2017
SELAYANG PANDANG PERKEMBANGAN
MUSEUM DI INDONESIA

A. Pengantar Permuseuman
Dalam awal sejarahnya museum terbentuk karena adanya pengaruh yang luar biasa dari
perkembangan ilmu pengetahuan. KataMuseum berasal dari bahasa Yunani yaitu Mouseion
yang berarti kuil tempat pemujaan terhadap Dewi-dewi Muze, putera Dewa Zeus dengan
Mnemosyne. Dewi-dewi Muze tersebut merupakan dewi-dewi penguasa ilmu pengetahuan dan
kesenian, yang terdiri antara lain :
1. Calliope, dewa syair kepahlawanan
2. Euterpe, dewa seni musik dan syair lyrik
3. Erato, dewa syair percintaan
4. Polithemnia, dewa syair puji-pujian yang bersifat suci
5. Clio, dewa sejarah
6. Thalia, dewa seni komedi
7. Terpsichore, dewa seni tari
8. Melpomene, dewa seni tragedi
9. Urania, dewa ilmu pengetahuan perbintangan (ilmu falak).
Dalam mitosnya bahwa kesembilan dari Dewi Muze putri Dewa Zeus tersebut
menguasai cabang ilmu pengetahuan dan kesenian. Mereka dipuja dalam suatu ritual penting
untuk melengkapi pengabdian masyarakat kepada dewa Zeus. Secara etimologis, kata Zeus
berkaitan dengan arti kata deos, dewa dan Theo yang berarti Tuhan. Kuil tempat pemujaan dewi-
dewi Muze itu kemudian disebut Muzeum.
Dalam perkembangannya kataMuseum telah mengalami beberapa kali perubahan makna
sejalan dengan sejarah perkembangan museum. Embrio (cikal bakal) Museum yang kita kenal
saat ini sebenarnya telah ada pada masa prasejarah,dan kemudian berkembang sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan sehingga museum dapat dipahami tentang maknanya dan arti
pentingnya sampai saat ini.
Terjadinya proses itu tidak lepas dari adanya naluri alamiah manusia sebagai makhluk
pengumpul (Collecting Insting).Perkembangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Masa Prasejarah
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi telah ditemukan sekumpulan barang-barang berupa
kepingan-kepingan batu (oker), fosil kerang dari aneka bentuk, serta batu-batuan yang
sangat aneh bentuknya. Barang-barang tersebut diindikasikan sebagai barang-barang yang
didapatkan oleh hasil pengumpulan yang dilakukan oleh Manusia Neanderthal (manusia
yang berdiam di lembah Neander). Kumpulan koleksi-koleksi tersebut kemudian dikenal
dengan nama Curio Cabinet. Nama ini kemudian untuk menyebut museum pada awal
mulanya.
2. Masa Abad Pertengahan
Museum dipakai untuk menyebut koleksi-koleksi pribadi para bangsawan, para pelindung
dan pecinta seni budaya yang kaya raya dan makmur, maupun para pecinta pengetahuan.
Museum ini tidak dibuka untuk umum, atau dapat dikatakan bahwa barang-barang yang
berhasil dikumpulkan tersebut hanya untuk “klangengan”. Hanya orang-orang tertentu saja

2015 Kisi-kisi Materi LCC 1


yang diberi kesempatan untuk melihat museum ini, karena koleksi-koleksi yang tersaji
merupakan ajang prestise bagi pemiliknya.
3. Masa Renaisance
Memasuki masa Renaisance di Perancis, minat kaum bangsawan, hartawan akan ilmu
pengetahuan tumbuh berkembang luar biasa. Orang-orang pemberani mulai bermunculan.
Mereka rela mempertaruhkan nyawa untuk mengarungi lautan guna mencari hal-hal yang
baru termasuk mencari benua baru. Dari hasil penemuannya mereka berhasil membawa
oleh-oleh hal-hal yang baru dan menarik bagi mereka dan bangsanya. Oleh-oleh orang kulit
berwarna sebagai budak, barang-barang aneh dan menarik yang di daerah mereka tidak
ditemukan, cerita-cerita maupun hal-hal lain yang bagi mereka sungguh aneh dan menarik.
Semua itu mereka kumpulkan dan telah menambah perbendaharaan pengetahuan yang tak
ternilai harganya bagi Benua Eropa Barat. Benda-benda hasil seni dan kebudayaan,
maupun benda-benda hasil teknologi purba dari luar Eropa merupakan modal koleksi awal
yang kelak menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar di Eropa. Golong
pengumpul barang-barang kuna dan antik pada zaman ini sering dikenal dengan kaum
antiquarian.
4. Masa Ensiklopedi
Pada masa iniMuseum pernah dipakai untuk menyebut kumpulan ilmu pengetahuan dalam
bentuk karya tulis seorang sarjana. Pada masa ini (masa sesudah Renaisance) ditandai
dengan makin banyaknya orang melakukan kegiatan untuk memperdalam dan memperluas
pengetahuan baik tentang manusia, pelbagai makhluk, flora dan fauna, tentang bumi dan
jagad raya beserta isinya.
5. Masa Revolusi Perancis
Revolusi Perancis tahun 1789 sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Demokratisasi dalam bidang ilmu pengetahuan segera berkembang. Istana-
istana raja, gereja-gereja yang indah dengan berbagai pernik-perniknya “dijadikan milik
umum” yang dapat dinikmati oleh umum. Bahkan banyak koleksi-koleksi perseorangan yang
dihibahkan pada perkumpulan-perkumpulan yang bergerak dalam bidang ilmu dan kesenian
untuk dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Dari sinilah akhirnya pemahaman
mengenai museum berkembang sampai saat ini. Museum yang dulunya tertutup untuk
umum menjadi museum yang terbuka bagi siapa saja tanpa kecuali, seperti sekarang ini.
Di dorong oleh wawasan baru mengenai pendidikan dan kebudayaan, maka kalangan
profesional permuseuman dari seluruh dunia telah mendirikan suatu badan kerja sama
profesional yang disebut ICOM (International Council of Museums). Pembentukan badan ini
bertujuan antara lain untuk :
1. Membantu museum-museum yang ada di seluruh dunia;
2. Menyelenggarakan kerja sama antar museum dan antar anggota profesi permuseuman:
3. Mendorong pentingnya peranan museum dan profesi permuseuman dalam tiap paguyuban
hidup;
4. Memajukan pengetahuan dan saling pengertian antara bangsa yang semakin luas.
Menyadari akan pentingnya peranan museum bagi setiap paguyuban hidup nasional dan
internasional, maka ahli permuseuman tingkat internasional yang tergabung dalam ICOM
(International Council of Museums)kemudian merumuskan definisi museum dalam musyawarah
umum ke XI yang diselenggarakan di Copenhagen pada tanggal 14 Juni 1974, bahwa yang
dimaksud dengan museum adalah suatu lembaga yang permanen, yang melayani kepentingan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 2


masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari keuntungan, yang
mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan dan mengkomunikasikan benda-benda
pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan
rekreasi.

B. Selintas Sejarah Lembaga Purbakala


Perhatian terhadap peninggalan purbakala telah berlangsung sejak masa kolonial yaitu
pada abad ke-18. Pada awalnya, kegiatan tersebut hanya bersifat hobi atau kesenangan
individu, kemudian meningkat menjadi suatu kegiatan oleh kelompok, dan pada akhirnya
menjadi urgensi atau kepentingan dan keterlibatan lembaga karena peninggalan tersebut sangat
menarik perhatian berbagai kalangan.
Salah seorang naturalis Jerman bernama G.E. Rumphius (1628 – 1702 M), merupakan
salah satu perintis pemerhati budaya. Ia tidak hanya tertarik pada artefak budaya, namun juga
tertarik pada dunia flora dan fauna Nusantara. Karena ketertarikannya tersebut, ia berhasil
mengumpulkan berbagai benda tinggalan prasejarah. Tidak jarang, benda-benda prasejarah
miliknya dihadiahkan kepada para pejabat kolonial. Tidak sedikit pula benda-benda koleksinya
ditulis, dan kemudian terkumpula menjadi sebuah buku dengan judul “D’Amboinsche
Rariteitkamer” (1705).
Dalam perkembangannya, minat akan dunia purbakala mulai bergeser dari kegiatan yang
bersifat individu menjadi kelompok. Hal itu ditandai dengan berdirinya “Bataviaasch Genootschap
van Kunsten en Wetenschappen” tanggal 24 April 1778 M. Tujuan dari didirikannya lembaga ini
adalah untuk memajukan pengetahuan-pengetahuan kebudayaan sejauh hal-hal ini
berkepentingan bagi pengenalan kebudayaan di kepulauan Indonesia dan kepulauan sekitarnya.
Ketika Indonesia berada dibawah penjajahan Inggris (1811 – 1816 M), pancatatan,
penelitian dan ekspos tentang kebudayaan pada umumnya dan kepurbakalaan pada khususnya,
cukup mendapatkan perhatian. Gubernur Jenderal Sir Stamford Raffles menuliskan berbagai
pengalamannya di wilayah jajahan ke dalam buku yang berisi berbatai ragam budaya yang
berjudul “The History of Java” yang diterbitkan tahun 1817. Ketika Belanda kembali
menggantikan kekuasan Inggris di Indonesia, dalam bidang kepurbakalaan dilakukan kunjungan
dan penggambaran sistus-situs. Kegiatan ini dipimpin oleh C.G.C. Reinward. Kegiatan purbakala
berkembangan pesat terutama dalam hal penelitian, observasi, pemeliharaan, pengamanan,
pendokumentasian, inventarisasi penggambaran, penggalian, maupun pembinaan bangunan
kuno. Oleh karena itulah maka dibentuklah lembaga swasta dalam hal itu dengan nama
Archaelogische Vereeniging dibawah pimpinan Ir. J.W. Ijzerman. Dari kegiatan tersebut dapat
dicatat ahli foto yang sangat berjasa dalam bidang pelestarian purbakala yaitu Isodore van
Kinsbergen dari Belanda dan K. Chepas dari pribumi. Karya foto mereka berhasil mengabadikan
beberapa komplek percandian, artefak, pemandangan alam sekitar pantai selatan, pesanggrahan
Tamansari, Kotagede, lingkungan Keraton Yogyakarta, dan Sultan serta keluarganya.
Atas campur tangan pemerintah Hindia Belanda, maka berdasarkan Surat Keputusan
Pemerintah Belanda (Gouvernement Besluit van 18 Mei 1901, No. 4) dibentuk sebuah komisi
yaitu”Commissie in Nederlandsch-Indie voor oudheidkundige onderzoek op Java en Madoera”.
Komisi tersebut selanjutnya diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes. Sepeninggalnya, komisi ini sempat
terbengkalai dalam tugas-tugasnya. Selanjutnya tahun 1910 M, sebagai ketua komisi diangkatlah
Dr. N.J. Krom.Dia memiliki pandangan yang tajam dalam bidang tinggalan kepurbakalaan di
Hindia Belanda. Untuk pengembangan kelembagaan, dia belajar tata organisasi kepurbakalaan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 3


di India dan Birma. Atas hasil studinya, maka diusulkan adanya lembaga kepurbakalaan yang
lebih representatif. Usulnya mendapatkanpersetujuan pemerintah Hindia Belanda dan akhirnya
mengeluarkan Surat Keputusan No. 62, 14 Juni 1913 M.
Dengan keluarnya surat keputusan tersebut, maka hapuslah ”Commissie in
Nederlandsch-Indie voor oudheidkundige onderzoek op Java en Madoera” yang bersifat
sementara itu. Sebagai gantinya, berdasarkan keputusan tersebut berdirilah ”Oudheidkundige
Dienst in Nederlandsch-Indie” (Jawatan Purbakala di Hindia Belanda). Untuk memimpin Jawatan
Purbakala tersebut, diangkatlah Dr. N.J. Krom sebagai ketua yang pertama kali. Tugasnya tidak
hanya menyangkut Jawa dan Madura, tetapi seluruh Nusantara.
Setelah menjalankan tugas kurang lebih 3 tahun, pada pertengahan tahun 1916 M, Dr.
N.J. Krom yang pergi ke Negeri Belanda, poisisnya sebagai kepala OD (Oudheidkundige Dienst)
atau Dinas Purbakala digantikan oleh Dr. F.D.K. Bosch. Pada masa pelaksanaan tugasnya,
Bosch banyak melakukan upaya rekonstruksi terhadap candi-candi di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Dalam rangka menjaga kelestarian benda purbakala, pada masa ini dikeluarkan
peraturan yang mengikat upaya pelestarian benda purbakala, yang kemudian disebut dengan
MO (Monumentent Ordonantie) No. 19 tahun 1931 M Staatblad 238 yang kemudian diperbaiki
tahun 1934. Keberadaan MO menandai adanya kepastian hukum tentang upaya menjaga
kelestarian tinggalan purbakala.
Pada pertengahan tahun 1936 M, Dr. F.D.K. Bosch digantikan oleh Dr. W.F. Stutterhim.
Sttuterhim mendirikan sebuah seklah A.M.S gaya baru di Solo dengan jurusan Sastra Timur.
Dalam kurikulum sekolah tersebut, ia memasukkan Sejarah Kesenian dan Kebudayaan
Indonesia. Pada era ini (1938 – 1939) Dr. W.H. Stuttehim melanjutkan misi Dr. F.D.K. Bosch
yaitu melakukan pengawasan pemugaran dan dokumentasi bangunan-bangunan yang memiliki
koherensi dengan keraton, antara lain Gedung Panggung Krapyak, Masjid Sela Panembahan,
Situs Pesanggrahan Rejawinangun atau Warung Bata, Benteng Baluwarti, dan Plengkung
Tarunusura.
Tahun 1942 M, pemerintah Hindia Belanda digantikan oleh pasukan pendudukan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, usaha-usaha pengelolaan purbakala tidak mendapatkan
perhatian yang berarti. Kantor pusat di Jakarta tidak lagi aktif melakukuan upaya-upaya
perlindungan dalam bidang kepurbakalaan. Karena vakum akan kegiatan, maka kantor pusat
dipindahkan ke Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang, semua kegiatan difokuskan pada
propaganda pemerintahan Jepang. Tahun 1943, seksi kepurbakalaan turut membnatu dalam hal
itu dengan dibentuknya lembaga kebudayaan jaman Jepang yang disebut Keimin Bhunka
Shidoso. Pada masa penjajahan Jepang inilah, seorang pembesar Jepang di Magelang
melakukan pembongkaran dengan ceroboh timbunan batu di tenggara Candi Borobudur.
Memasuki masa kemerdekaan, pemerintah Belanda berusaha menghidupkan kembali
OD (Oudheidkundige Dienst). Dalam hal ini ditunjuk Ir. H.R. van Romondt sebagai pimpinan
sementara OD. Kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala terus dilakukan, baik verbal, visual,
audio visual, dan piktorial. Kegiatn-kegiatan dapat dilihat dalam pelaksanaan pemugara Candi
Siwa Prambanan. Pada tahun 1947, OD dipimpin oleh Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers. Setelah
terbentuknya NKRI, pada tahun 1951 beberapa jawatan purbakala melebur menjadi Dinas
Purbakala. Setelah 40 tahun dipimpin oleh bangsa asing, tahun 1953 Dinas Purbakala dan
Peninggalan Nasional dipimpin oleh orang pribumi yaitu R. Soekmono. Dalam
perkembangannya institusi tersebut berubah menjadi Lembaga Purbakala dan Peninggalan
Nasional (LPPN).

2015 Kisi-kisi Materi LCC 4


Pada tahun 1975, perubahan struktur organisasi terjadi dalam tubuh LPPN. Selanjutnya
institusi tersebut dibagi menjadi dua unit, yakni yang bersifat teknis administrasi operasional
atasu pelestarian dikelola oleh Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP), sementara yang bersifat
penelitian dipegang oleh Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (PPPPN). Dalam
perkembangannya kedua institusi ini pernah berganti nama, yakni Direktorat Perlindungan dan
Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (DP3SP) dan kemudian berubah menjadi
Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah).
Secara yuridis landasan hukum perlindungan peninggalan purbakala sejak Hindia
Belanda yaitu MO (Monumenten Ordonnantie), pada tahun 1992 telah diperbaharui yaitu dengan
diundangkannya UURI nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dua dekade
kemudian peraturan tersebut diganti kembali setelah diundangkannya UURI No 11 tahun 2010
tentang Cagar Budaya. Lembaganya juga mengalami perubahan nama yaitu dari Direktorat
Kepurbakalaan menjadi Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman (DPCBM) dan
dilengkapi dengan UPT di sejumlah daerah bernama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).

C. Sejarah Awal Museum Di Indonesia Abad XVII s.d. XIX


Kondisi alam Indonesia yang merupakan daerah tropis, menyebabkan alamnya kaya akan
tumbuh-tumbuhan aneh bagi bangsa Eropa. Bagi bangsa Eropa, tumbuh-tumbuhan di Indonesia
sangat menarik terutama rempah-rempah yang bernilai jual tinggi. Disamping itu, kedatangan
mereka ke Indonesia yang juga diikuti oleh para ilmuwan juga, mulai tertarik pada flora dan fauna
yang ada di Indonesia. Karena itulah ekspedisi dan penelitian ilmiah juga dilakukan oleh para
ilmuwan Belanda di Indonesia. Salah seorang peneliti tersebut adalah Geroge Eberhhard Rumpt
(1628-1702). Dia adalah seorang berkebangsaan Jerman yang bekerja untuk VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie). Ketika menjadi seorang suadagar, tahun 1660 dia mulai tertarik
dengan flora, fauna dan alam di pulau Ambon. Pada tahun 1662 dia mulai mengumpulkan
berbagai spesies tumbuhan dan kerang di rumahnya. Karena selaranya akan ilmu pengetahuan
di jaman Renaisance dan kegemarannya akan nama-nama Latin atau Yunani, namanya mulai
terkenal dengan Rumphius.
Gejala awal akan berdirinya museum di Indonesia sudah mulai tampak pada sekitar akhir
abad XVIII ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di Eropa. Saat itu
di Eropa terjadi semacam revolusi intelektual (the Age of Enlightenment), yaitu suatu keadaan
dimana orang mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmu dan ilmu pengetahuan. Hal
inilah kemudian menyebabkan munculnya beberapa perkumpulan ilmu pengetahuan di Eropa.
Oleh karena itulah, pada tahun 1752 di Kota Haarlem (Belanda), berdiri perkumpulan “De
Holandsche Maatschapij der Wetenschappen”(Perkumpulan Ilmiah Belanda). Perkumpulan ini
mempunyai beberapa cabang yang tersebar di berbagai kota di Belanda. Hal ini mendorong
orang-orang Belanda di Batavia (Indonesia) untk mendirikan organisasi sejenis.
Suatu saat perkumpulan itu bermaksud mendirikan cabang di Batavia (Jakarta) yang
pada masa itu masih menjadi daerah jajahan Belanda sama seperti daerah-daerah lain di
Indonesia. Tetapi para ilmuwan yang mendapat dukungan dari orang-orang penting pemerintah
kolonial lebih memilih mendirikan perkumpulan sendiri terpisah dengan perkumpulan-
perkumpulan yang ada di Belanda. Maka pada tanggal 24 April 1778 di Batavia (Jakarta)
berdirilah perkumpulan ilmu pengetahuan yang bernama “Bataviaasche Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen”. Perkumpulan ini mempunyai semboyan "Ten Nutte van het
Algemeen" (untuk kepentingan umum). Sedangkan tujuan dari berdirinya lembaga ini adalah

2015 Kisi-kisi Materi LCC 5


ingin memajukan penelitian di bidang biologi, ilmu alam, ilmu purbakala, ilmu sastra, ilmu
bangsa-bangsa, ilmu sejarah, kesenian dan juga menerbitkan hasil-hasil penelitian. Salah
seorang tokoh pendiri lembaga tersebut yang bernama J.C.M. Radermacher(1741-1783),
berkenan menyumbangkan sebuah rumah di Kalibesar daerah perdagangan besar di Kota
Jakarta lama untuk pengembangan lembaga ini. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi
benda budaya dan buku yang selanjunnya menjadi cikal bakal berdirinya museum dan
perpustakaan nasional di Indonesia.
Disamping J.C.M. Radermacher yang seorang kolektor numismatik, terkait dengan
aksinya yang memberikan sumbangan terhadap perbendaharaan koleksi di “Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”, adalah Egbert Willem van Orsoy de Flines
(1886-1964). Dia adalah seorang kolektor keramik. Koleksi keramik hasil pengumpulannya juga
diserahkan ke “Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”. Raden Saleh Sjarif
Bustaman (1814-1880), selain seorang pelukis juga merupakan seorang bangsawan dan
ilmuwan. Dalam perjalanan budayanya ke Jawa sering dipakai untuk mengumpulkan benda-
benda arkeologi dan manuskrip yang masih dimiliki oleh keluarga-keluarga pribumi. Ekskavasi
mencari fosil juga sering ia lakukan. Disamping lukisan, koleksi-koleksi pribadi hasil perjalanan
dan ekskavasinya memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan “Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”.Nama-nama lain yang memberikan sumbangan
cukup besar dalam pengembangan “Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen”, antara lain F.W. Junghuhn (1809 – 1864), Bupati Galuh, Kinsbergen, dan
Canter Visscher.
Memasuki awal abad XIX, sejalan dengan peristiwa sejarah yang terjadi di Eropa maka di
Indonesia, pemerintah kolonial Belanda digantikan oleh Inggris yang berlangsung dari tahun
1811-1816 di bawah pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamfort Raffles.
Lembaga tersebut kemudian diambil alih. Sebagai direksi kemudian Raffles membangun gedung
yang baru di Jalan Majapahit 3 Jakarta dan mengubah nama lembaga dari “Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”menjadi “Literary Society”. Dulu gedung tersebut
dikenal dengan nama gedung “Societeit de Harmonie”. Lokasi tempat bangunan tersebut berdiri,
sekarang dibangun gedung sekretaris negara yang berlokasi di dekat Istana Kepresidenan
Jakarta.
Dengan interval waktu masa kolonial Inggris di Indonesia yang relatif singkat tersebut
Raffles telah melakukan banyak kegiatan yang besar sumbangannya terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan. Antara lain menerbitkan buku yang berjudul “History of Java”. Kemudian
berhasil pula membangun Kebun Raya Bogor sebagai pusat penelitian botani tropis. Disamping
itu juga berhasil membangun Benteng Malborough di Bengkulu.
Setelah masa kolonial Inggris berlalu dan Indonesia kembali dikuasai oleh pemerintah
kolonial Belanda, pada pertengahan abad XIX timbul perkembangan spesialisasi ilmu
pengetahuan yaitu ilmu-ilmu di bidang kebudayaan dan ilmu-ilmu pengetahuan alam. Lembaga
yang dulu pernah dikelola oleh pemerintah kolonial Inggris kembali ke tangan pemerintah kolonial
Belanda dengan nama seperti semula yaitu “Bataaviasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen”. Namun perhatian lembaga ini lebih dipusatkan pada bidang ilmu kebudayaan.
Terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-bangsa, ilmu purbakala dan sejarah.
Di Batavia (Jakarta) anggota lembaga ini selalu bertambah. Perhatian di bidang
kebudayaan terus berkembang dan jumlah koleksi sebagai sarana penelitian meningkat luar
biasa sehingga gedung di jalan Majapait 3 Jakarta menjadi sempit. Tahun 1862 Pemerintah

2015 Kisi-kisi Materi LCC 6


Kolonial Belanda memutuskan membangun gedung baru di sebuah tempat yang berlokasi di
Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (lokasi Museum Nasional sekarang). Dulu tempat tersebut
dikenal dengan nama Koningsplein West. Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya
dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pada masa Jepang pernah
dipakai sebagai markas Kempetai). Sekarang dimanfaatkan sebagai kantor Departemen
Pertahanan dan Keamanan. Pada tahun 1868 gedung tersebut mulai dibuka untuk umum
sebagai museum. Pada tahun 1923, perkumpulan “Bataaviasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen” memperoleh gelar “Koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek
pemerintah, sehingga perkumpulan tersebut bernama lengkap “Koninklijk Bataaviasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”.
Bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta, museum tersebut sangat
dikenal. Mereka menyebutnya sebagai “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah”. Hal itu karena di
halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah berbahan perunggu. Patung gajah
tersebut merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah
berkunjung ke Indonesia, khususnya ke museum tersebut pada tahun 1871. Masyarakat Jakarta
kadangkala menyebut museum tersebut sebagai “Gedung Arca” karena di dalamnya banyak
tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.

D. Perkembangan Museum Sampai Menjelang Tahun 1945


Perubahan pola pikir manusia selalu terjadi dari waktu ke waktu untuk menyesuaikan diri
dengan jiwa jaman yang menggerakkan sejarah yang terjadi. Di Batavia, pada tahun 1926
anggaran dasar Museum KBG (“Koninklijk Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen”) telah mengalami perubahan. Lembaga museum telah terbagi dalam bagian-
bagian yang masing-masing mempunyai pimpinan sendiri. Bagian-bagian itu antara lain ilmu
bahasa, ilmu bumi, ilmu bangsa-bangsa, ilmu hukum adat, ilmu prasejarah, ilmu purbakala klasik,
seni rupa, keramik dan ilmu sejarah.
Di tanah Jawa beberapa bangsawan juga menaruh perhatian besar pada bidang
kebudayaan. Pada masa pemerintahan Paku Buwono IX, K.R.A Sosrodiningrat IV berperan
mendirikan Museum Radya Pustaka (1890) di Surakarta. Museum ini mendapat dukungan dari
kalangan keraton, seperti R.T.H. Joyodiningrat II dan G.P.H. Hadiwijaya. Tahun 1918
Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro.
Pada tahun 1919 para ilmuwan Belanda mendirikan sebuah instituut bernama Java
Instituut di Surakarta. Insituut ini bergerak dalam bidang penelitian kebudayaan di wilayah Jawa,
Madura, Bali dan Lombok. Untuk kelengkapan laboratorium penelitiannya, insituut ini mendirikan
sebuah Museum yang kemudian diberinama Museum Sonobudoyo yang berlokasi di Yogyakarta.
Peresmian museum ini dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada tanggal 6
November 1935.
R.A.A. Kromodjojo Adinegoro mempunyai andil dalam mengumpulkan koleksi di daerah
Trowulan, Jawa Timur. Pada 1912 dia mendirikan Museum Mojokerto, namun sisa-sisanya sukar
dilacak kembali. Pada 1924 arsitek Belanda Ir. Henry Maclaine Pont mendirikan Oudheidkundige
VerenigingMajapahit (OVM). Museum Mpu Tantular, juga di Jawa Timur, merupakan kelanjutan
dari Stedelijk Historisch Museum Surabaya, didirikan oleh Godfried Hariowald Von Faber pada
1933 dan diresmikan pada 25 Juni 1937. Selain di Jawa, museum sejarah dan kebudayaan
didirikan di Bali. Pemrakarsanya adalah Dr. W.F.J. Kroon didukung para raja dan bangsawan
Bali. Museum Bali dibuka secara resmi pada 1932.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 7


Tahun 1915 pemerintah militer Belanda mendirikan Museum Rumoh Aceh. Di Bukit Tinggi
didirikan pula sebuah museum bernama Museum Rumah Adat Baanjuang tahun 1933. Di
Bukittinggi pada 1935 diresmikan Museum Rumah Adat Baanjuang. Pendirinya adalah seorang
Belanda, Mondelar. Di Sumatra Utara atas prakarsa Raja Simalungun dibangun Museum
Simalungun pada tahun 1938. Museum-museum tersebut umumnya merupakan bagian dari
bidang sejarah dan kebudayaan.
Selanjutnya museum-museum yang bersifat ilmu pengetahuan sains didirikan di Bogor,
yakni Museum Zoologi (1894). Pendirinya adalah Dr. J.C. Koningsberger. Di Bandung,
pemerintah Hindia Belanda mendirikan Museum Geologi (1929). Tahun 1941 pemerintah
kolonial mendirikan Museum Herbarium di Bogor.
Jika diperhatikan dengan seksama dan mendalam, pendirian lembaga atau institut
maupun museum baik di bidang kebudayaan maupun sains tampak bahwa semua itu berkaitan
erat dengan pelaksanaan pemerintahan kolonial. Museum di bidang kebudayaan beserta
lembaga penelitiannya merupakan sumber pengenalan kebudayaan rakyat jajahan. Sedangkan
museum sains beserta lembaga penelitiannya berkatian erat dengan usaha eksploitasi sumber
kekayaan alam wilayah jajahan. Hal itu dilakukan oleh pemerintah kolonial sebagai usaha untuk
mempertahankan wilayah tersebut. Karena dengan memahami kebudayaan suatu bangsa akan
mengetahui pola pikir bangsa tersebut.

E. PerkembanganMuseum Pada Masa Awal Kemerdekaan


Setelah Indonesia merdeka, keberadaan museum diabdikan pada pembangunan bangsa.
Para ahli bangsa Belanda yang aktif dalam lembaga atau museum yang berdiri sebelum tahun
1945 masih diijinkan tinggal di Indonesia dan menjalankan tugasnya seperti biasa. Disamping
bangsa Belanda, bangsa Indonesiapun banyak pula yang aktif dalam lembaga-lembaga dan
museum yang berdiri sebelum tahun 1945 dan kemampuan merekapun tidak kalah dengan ahli
bangsa Belanda. Dan pada masa kemerdekaan dan seterusnya mereka aktif meningkatkan
kemampunannya dalam berbagai penelitian.
Lembaga-lembaga yang berdiri sebelum tahun 1945 kebanyakan kehilangan sumber
pembiayaan setelah masa kolonial berakhir. Pada tanggal 29 Pebruari 1950 KBG (“Koninklijk
Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen”) diganti namanya Lembaga
Kebudayaan Indonesia dan disingkat LKI. Kurang lebih 12 tahun kemudian, yaitu pada tanggal
17 September 1962 LKI dibubarkan dan museum kemudian diserahkan kepada PemerintahRI
dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Tanggal 28 Mei 1979 Museum Pusat
menjadi Museum Nasional, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0992/O/1979.
Pada tanggal 5 Januari 1966 YayasanBaliMuseum menyerahkan museumnya kepada
PemerintahRI dan langsung dibawah pengawasan Lembaga Museum-Museum Nasional (waktu
itu). Tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan oleh Pemda TK I Yogyakarta kepada
Pemerintah Pusat dan dibawah pengawasan DirektoratMuseum (waktu itu). Selain itu banyak
museum yang berdiri sebelum tahun 1945 diserahkan kepada pemerintah pusat. Seperti
Museum Zoologi, Museum Herbarium di Bogor dan masih banyak lagi baik di Jawa maupun di
luar Jawa.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 48
Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Museum Nasional, maka Museum Nasional
merupakan UPT (Unit Pelaksana Teknis) di Lingkungan Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 8


Museum Nasional dikepalai oleh seorang Kepala Museum yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. Menurut peraturan tersebut, Museum
Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan,
pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya
berskala nasional. Dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut, selanjutnya Museum Nasional
menyelenggarakan fungsi :
1. pengkajian benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pengumpulan benda bernilai budaya berskala nasional.
3. perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pengamanan benda bernilai budaya berskala nasional;
5. penyajian benda bernilai budaya berskala nasional;
6. pelaksanaan publikasi benda bernilai budaya berskala nasional;
7. fasilitasi di bidang pengkajian, pengumpulan, perawatan, pengamanan, pengawetan, dan
penyajian benda bernilai budaya berskala nasional;
8. pelaksanaan layanan edukasi benda bernilai budaya berskala nasional;
9. pelaksanaan kemitraan dan promosi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional;
10. pelaksanaan registrasi dan dokumentasi benda koleksi museum bernilai budaya berskala
nasional;
11. pengelolaan perpustakaan Museum Nasional; dan
12. pelaksanaan urusan administrasi Museum Nasional.

F. Sekilas PembinaanMuseum di Indonesia


Setelah Indonesia merdeka, selain museum yang ada, semakin tampak gejala akan
banyaknya pendirian museum yang dilakukan oleh departeman-departeman dalam pemerintahan
maupun oleh yayasan-yayasan swasta. Agar pemanfaatan museum bagi pembangunan bangsa
dapat maksimal, maka harus dibina oleh instansi pemerintah yang mengurus bidang
kebudayaan.
Pada tahun 1945 dalam masa kabinet pertama RI yang terbentuk tanggal 19 Agustus
1945 di dalamnya terdapat kementrian pengajaran yang waktu itu dipegang oleh Ki Hadjar
Dewantara. Dalam kabinet II (kabinet Perlementer I, Kabinet Sjahrir) yang dibentuk tanggal 14
Nopember 1945 kementrian pengajaran dirubah menjadi kementrian pengajaran, pendidikan dan
kebudayaan. Waktu itu dijabat oleh Mr. Dr. Todung Gelar Sutan Gunung Mulia. Pada tahun 1948
pada masa kabinet hatta yang dibentuk tanggal 29 Januari 1948 dalam kementerian pengajaran,
pendidikan dankebudayaan yang dijabat oleh Mr. Ali Sastroamidjojo mulai terdapat jawatan
kebudayaan. Pada tahun 1957 dalam Jawatan Kebudayaan dibentuk BagianUrusanMuseum.
Pada tahun 1964, Bagian UrusanMuseum ditingkatkan menjadi Lembaga Museum-museum
Nasional. Kemudian pada tahun 1966 pada masa kabinet Ampera, Lembaga Museum-museum
Nasional dirubah menjadi Direktorat Museum. Tahun 1975 DirektoratMuseum disempurnakan
menjadi Direktorat Permuseuman, yang waktu itu sebagi direktur adalah Drs. Mohammad
Sutaarga. Sekalipun demikian, masih ada multi administrasi di bidang permuseuman. Dalam arti
kata bahwa di luar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ada departemen atau lembaga
pemerintah yang menyelenggarakan dan mengelola museumnya masing-masing.
Pembangunan permuseuman di Indonesia diawali dengan adanya Proyek Rehabilitasi
dan Perluasan Museum Pusat (Museum Nasional) dan museum Bali pada Pelita I (1969/1970-
1973/1974). Proyek Permuseuman itu berkembang menjadi Proyek Pengembangan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 9


Permuseuman di Indonesia dan terakhir menjadi Proyek Pembinaan Permuseuman. Memasuki
Pelita II ditetapkan suatu kebijakan untuk memugar dan memperluas museum-museum daerah
warisan Kolonial diarahkan menjadi jenis museum, umum, dan bagi Propinsi yang belum memiliki
museum didirikan museum baru dengan jenis museum umum pula.
Pada Pelita II (1974/1975-1978/1979) pembangunan Permuseuman telah meliputi 11
Propinsi di Indonesia. Melalui Direktorat Permuseuman pemerintah tidak saja memperhatikan
dan mengembangkan museum dilingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saja,
tetapi juga membina dan mengembangkan museum yang berada di luar Lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, museum yang dikelola oleh swasta dan pemerintah daerah.
Pada Pelita III (1979/1980-1983/1984) dan Pelita IV (1984-1989) pembangunan
Permuseuman telah menjangkau 26 propinsi. Penyempurnaan pembangunan museum Negeri
Propinsi di Indonesia dapat diselesaikan pad akhir Pelita V (1989/1990-1993/1994). Kegiatan
Proyek masih berlanjut sampai dengan Pelita VI (1994/1995-1998/1999). Di samping
membangun museum Propinsi yang berjumlah 26 itu (DKI Jakarta diwakili oleh Museum
Nasional) Direktorat Permuseuman juga mendirikan 4 museum yang ada di DKI Jakarta dan 1
museum khusus yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan didirikan museum setelah Kemerdekaan adalah untuk kepentingan pelestarian
warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan bangsa, dan sebagai
sarana pendidikan nonformal. Di samping itu Museum Negeri Propinsi yang merupakan jenis
museum umum itu diharapkan dapat menyajikan suatu gambaran yang konprehensif mengenai,
baik warisan budaya, aspek-aspek kesejarahan yang utama pada suatu Propinsi, maupun
sejarah alamnya, juga penyajian wawasan Nusantara dalam suatu tata pameran khusus sebagai
pencerminan kesatuan bangsa.

G. Klasifikasi Museum
Sejak jaman kemerdekaan pertumbuhan museum di Indonesia tampak sengat luar biasa.
Museum-museum baru banyak bermunculan baik itu yang didirikan oleh departeman-
departeman maupun yayasan-yayasan swasta dengan macam-macam jenis koleksi yang
disajikan. Untuk memudahkan pendataan dibuat semacam klasifikasi untuk mengidentifikasikan
sebuah museum. Pengklasifikasian ini didasarkan atas tiga hal yaitu koleksi yang disajikan,
ruang lingkup wilayah tugas dan status hukumnya.
Berdasarkan koleksi yang disajikan museum dapat dibedakan menjadi dua yaitu museum
umum dan museum khusus. Museum umum adalahmuseum yang mempunyai koleksi yang tidak
hanya ditunjang oleh satu cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi,
ethnografi, dan lain-lain. Maka museum tersebut dilihat dari jenis koleksi nya termasuk museum
umum. Museum khusus adalah sebuah museum yang koleksi-koleksinya hanya ditunjang oleh
satu cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi, ethnografi, maupun
seni. Sebagai contoh museum khusus adalah Museum Sejarah Perjuangan (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Seni Lukis Affandi,
Musem Tektstil Jakarta, dan sebagainya).
Menurut status hukumnya museum dibedakan menjadi dua yaitu museum pemerintah
(negeri) dan museum swasta. Museum pemerintah (negeri) adalah museum yang segala hal
yang berhubungan dengan pengelolaan museum ditanggung oleh pemerintah. Demikian pula
museum swasta, adalah museum yang segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan
museum ditanggung oleh yayasan. Sebagai contoh Museum Nasional Jakarta, Museum Benteng

2015 Kisi-kisi Materi LCC 10


Vredeburg Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, karena didukung dengan dana dari pemerintah
maka disebut museum pamerintah. Lain dengan museum Monumen Yogya Kembali, Museum
Wayang Kakayon, Museum Batik Yogyakarta, dan sebagainya. Biaya pengelolaannya
ditanggung oleh yayasan.
Menurut ruang lingkup wilayah tugasnya klasifikasi museum dibedakan sebagai berikut
yaitu : Museum Nasional, Museum Lokal (Provinsi, Kabupaten, Kotamadia, Kecamatan dll).
Museum Nasional adalah museum yang menggambarkan harta warisan sejarah dan
kebudayaan nasional. Museum ini menjadi urusan dan tanggungan pemerintah. Demikian pula
museum lokal, adalah museum yang menggambarkan harta warisan dan kebudayaan lokal.
Museum lokal ini ruang lingkupnya dibagi menjadi tingkat provinsi, kabupaten dan
kotamadia.Museum Nasional hanya ada satu yaitu yang berada di Jakarta yang terkenal dengan
Museum Gajah. Pada awal mulanya Museum Provinsi ada 27 karena setiap provinsi sudah
mempunyai museum, setelah diresmikannya Museum Negeri Provinsi Timor Timur oleh Wakil
Presiden Tri Sutrisno pada tanggal 17 Juni 1996. Pada masa itu Direktur Direktorat
Permuseuman yang ketika yaitu Dra. Sri Soejatmi Satari.

H. Museum Nasional Berdasarkan Permendikbud RI Nomor 48 Tahun 2012


Permendikbud RI Nomor 48 tahun 2012 ditetapkan di Jakarta tanggal 20 Juli 2012 dan
diundangkan tanggal 15 Agustus 2012 merupakan peraturan yang mengatur tentang Organisasi
dan tata kerja Museum Nasional. Museum Nasional adalah unit pelaksana teknis di Lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. Museum Nasional
mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan,
pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala
nasional.
Museum Nasional terdiri atas:
1. Kepala;
2. Bagian Tata Usaha;
3. Bidang Pengkajian dan Pengumpulan;
4. Bidang Perawatan dan Pengawetan;
5. Bidang Penyajian dan Publikasi;
6. Bidang Kemitraan dan Promosi;
7. Bidang Registrasi dan Dokumentasi; dan
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan perencanaan, keuangan,
kepegawaian, persuratan dan kearsipan, ketatalaksanaan, barang milik negara, dan
kerumahtanggaan Museum.Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bagian Tata Usaha
menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan urusan perencanaan;
2. pelaksanaan urusan keuangan;
3. pelaksanaan urusan kepegawaian;
4. pelaksanaan urusan ketatalaksanaan;
5. pelaksanaan urusan persuratan dan kearsipan;
6. pengelolaan barang milik negara; dan
7. penyusunan laporan Museum.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 11


Bagian Tata Usaha terdiri atas:
1. Subbagian Perencanaan dan Tatalaksana;
Subbagian Perencanaan dan Tatalaksana mempunyai tugas melakukan urusan penyusunan
rencana, program, anggaran, dan laporan serta urusan ketatalaksanaan Museum.
2. Subbagian Keuangan dan Kepegawaian;
Subbagian Keuangan dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan keuangan dan
kepegawaian Museum
3. Subbagian Rumahtangga.
Subbagian Rumahtangga mempunyai tugas melakukan urusan persuratan, kearsipan,
barang milik negara, dan kerumahtanggaan Museum.

Bidang Pengkajian dan Pengumpulan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan


pengumpulan benda bernilai budaya berskala nasional.Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang
Pengkajian dan Pengumpulan menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan identifikasi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan klasifikasi benda bernilai budaya berskala nasional;
3. pencarian dan pengumpulan benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pelaksanaan katalogisasi benda bernilai budaya berskala nasional;
5. penyusunan konsep pemanfaatan benda bernilai budaya berskala nasional; dan
6. fasilitasi di bidang pengkajian dan pengumpulan benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Pengkajian dan Pengumpulan terdiri atas:
1. Seksi Identifikasi dan Klasifikasi;
Seksi Identifikasi dan Klasifikasi mempunyai tugas melakukan identifikasi dan klasifikasi
benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Pencarian dan Pengumpulan;
Seksi Pencarian dan Pengumpulan mempunyai tugas melakukan pencarian, pengumpulan,
dan fasilitasi pengkajian dan pengumpulan benda bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Katalogisasi.
Seksi Katalogisasi mempunyai tugas melakukan katalogisasi dan penyusunan konsep
pemanfaatan benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Perawatan dan Pengawetan mempunyai tugas melaksanakan perawatan dan


pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional.Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang
Perawatan dan Pengawetan menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;
3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan
5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan terdiri atas:
1. Seksi Observasi;
Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan
penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Perawatan;

2015 Kisi-kisi Materi LCC 12


Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan
restorasi benda bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Pengawetan.
Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan
lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Penyajian dan Publikasi mempunyai tugas melaksanakan perancangan, penyajian


dan publikasi benda bernilai budaya berskala nasional.Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang
Penyajian dan Publikasi menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan pembuatan rancangan pameran benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan pembuatan sarana pameran benda bernilai budaya berskala nasional;
3. pelaksanaan pembuatan replika benda bernilai budaya berskala nasional;
4. pelaksanaan penyajian benda bernilai budaya berskala nasional;
5. pelaksanaan pengamanan benda bernilai budaya berskala nasional; dan
6. pelaksanaan publikasi benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Penyajian dan Publikasi terdiri atas:
1. Seksi Perancangan;
Seksi Perancangan mempunyai tugas melakukan pembuatan rancangan dan sarana
pameran serta replika benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Penyajian;
Seksi Penyajian mempunyai tugas melakukan penataan, pemajangan, dan pengamanan
benda bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Publikasi.
Seksi Publikasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, dan
penyebarluasan data dan informasi benda bernilai budaya berskala nasional.

Bidang Kemitraan dan Promosi mempunyai tugas melaksanakan layanan edukasi,


kemitraan, dan promosi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional.Dalam melaksanakan
tugasnya, Bidang Kemitraan dan Promosi menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan layanan edukasi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. pelaksanaan kemitraan di bidang benda bernilai budaya berskala nasional; dan
3. pelaksanaan promosi benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Kemitraan dan Promosi terdiri atas:
1. Seksi Layanan Edukasi;
Seksi Layanan Edukasi mempunyai tugas melakukan pemberian layanan edukasi di bidang
benda bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Kemitraan;
Seksi Kemitraan mempunyai tugas melakukan kemitraan di bidang benda bernilai budaya
berskala nasional.
3. Seksi Promosi.
Seksi Promosi mempunyai tugas melakukan promosi benda bernilai budaya berskala
nasional.

Bidang Registrasi dan Dokumentasi mempunyai tugas melaksanakan pencatatan dan


pendokumentasian benda koleksi museum bernilai budaya serta pengelolaan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 13


perpustakaan.Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Registrasi dan Dokumentasi
menyelenggarakan fungsi:
1. pencatatan, inventarisasi, dan penghapusan benda koleksi museum bernilai budaya berskala
nasional;
2. pelaksanaan pendokumentasian benda koleksi museum bernilai budaya berskala nasional;
dan
3. pengelolaan perpustakaan Museum Nasional.
Bidang Registrasi dan Dokumentasi terdiri atas:
1. Seksi Registrasi;
Seksi Registrasi mempunyai tugas melakukan pencatatan, inventarisasi, dan penghapusan
benda koleksi museum bernilai budaya berskala nasional.
2. Seksi Dokumentasi;
Seksi Dokumentasi mempunyai tugas melakukan pendokumentasian benda koleksi museum
bernilai budaya berskala nasional.
3. Seksi Perpustakaan.
Seksi Perpustakaan mempunyai tugas melakukan pengelolaan perpustakaan Museum
Nasional.

Seluruh tugas yang diatur dalam struktur organisasi tersebut adalah untuk mencapai visi
Museum Nasional yaitu : Museum Kebudayaan Indonesai bertaraf Internasional. Sedangkan
misinya adalah :
1. Memberikan pelayanan prima di bidang pendidikan kebudayaan;
2. Menyelenggarakan pengkajian permuseuman yang berkualitas;
3. Menyajikan informasi koleksi untuk menumbuhkan apresiasi, imajinasi, dan inovasi.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 14


MUSEUM : TUGAS, MANFAAT DAN FUNGSINYA

Menurut musyawarah umum ke XI para ahli permuseuman tingkat internasional yang


tergabung dalam ICOM (International Council of Museums), definisi museum adalah suatu lembaga
yang permanen, yang melayani kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum,
tidak bertujuan mencari keuntungan, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan dan
mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-
tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa pengertian antara
lain bahwa :
a. Museum merupakan lembaga yang tetap dan tidak mencari keuntungan
b. Museum merupakan lembaga yang melayani masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu
sendiri, dalam hal ini museum merupakan sarana sosial budaya
c. Museum memperoleh atau menghimpun barang-barang pembuktian tentang manusia dan
lingkungannya.

A. TugasMuseum
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan museum
mempunyai tugas mengumpulkan, memelihara, meneliti, serta memamerkan dan
mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya untuk tujuan
studi, pendidikan dan rekreasi.
Benda-benda yang dikumpulkan oleh museum setelah mengalami penanganan khusus
dalam proses pengumpulannya kemudian menjadi koleksi museum. Yang dimaksud dengan
koleksi museum adalah semua jenis benda bukti material hasil budaya manusia, alam dan
lingkungannya yang disimpan dalam museum dan mempunyai nilai bagi pembinaan dan atau
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Ada beberapa cara
dalam pengumpulan benda-benda bukti material hasil budaya alam dan lingkungannya yang
dilakukan oleh museum dapat melalui proses antara lain penemuan, pembelian, hibah, titipan
dan sitaan.
Setelah benda-benda tersebut sudah masuk masuk ke museum dalam arti menjadi
koleksi museum tentunya harus dijaga keberadaannya dalam arti dirawat. Perawatan koleksi ini
dimaksudkan untuk menjaga koleksi agar tidak mengalami kerusakan seperti oleh suhu,
kelembaban, jamur, insek (serangga) serta akibat mikro-organisme lainnya. Oleh karena itu
dalam merawat koleksi harus selalu memperhatikan kelembaban, suhu dan pencahayaan
(kualitas ultra violet) koleksi yang bersangkutan.
Koleksi museum supaya dapat “berbicara” terhadap pengunjung museum tentunya harus
melalui proses penelitian untuk menguak “misteri” yang ada dari koleksi museum tersebut. Ada
“pesan” apa dibalik koleksi yang ada di museum. Hasil penelitian itu diharapkan dapat membuat
koleksi tersebut dapat “berbicara” tentang jati dirinya. Dalam proses inilah berlangsung adanya
penelitian koleksi museum.
Koleksi museum meski sudah diteliti dengan memakan biaya, waktu dan pikiran yang
tidak sedikit tidak akan bermanfaat apa-apa bila tidak dikomunikasikan kepada masyarakat.
Specifikasi museum yang terbuka untuk umum untuk studi, pendidikan dan rekreasi tidak akan
teraktualisasi sebelum koleksi museum dikomunikasikan. Oleh karenanya pengkomunikasian

2015 Kisi-kisi Materi LCC 15


koleksi museum ini memegang peranan yang sangat penting. Media paling efektif untuk
mengkomunikasikan koleksi museum adalah dengan penyelenggaraan pameran.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut museum didukung oleh berbagai
komponen penggerak kegiatan museum yang beroperasi secara koodinatif dalam satu sistem
yang menyatu dimana komponen penggerak kegiatanmuseum yang beroperasi secara
koodinatif dalam satu sistem yang menyatu dimana komponen yang satu dengan yang lain
saling berkaitan dan saling mendukung. Komponen-komponen tersebut antara lain :
a. BagianKetatausahaanMuseum (Administrasi)
Bagian ini menangani kegiatan-kegiatan antara lain surat menyurat, kearsipan, keuangan,
kepegawaian, perlengkapan protokol, kebersihan dan keamanan. Disamping itu ada tugas
dari bagian ini yang memerlukan penanganan khusus adalah perpustakaan museum,
pengamanan museum dan registrasi koleksi museum.
Seorang petugas registrasi koleksi (registrar) mempunyai tugas pokok antara lain :
1. Mencatat keluar masuknya benda-benda, baik yang dianggap calon koleksi museum
maupun yang sudah dijadikan milik museum untuk dijadikan koleksi.
2. Mencatat dalam buku induk registrasi semua benda yang telah menjadi koleksi
museum, sebagai bagian dari seluruh inventaris milik museum tersebut.
3. Turut melakukan pengawasan terhadap gudang studi koleksi dan tempat penyajian
koleksi.
b. Bagian/kelompok kerja teknis koleksi (Kurator)
Kurator adalah sebutan bagi petugas yang mengelola koleksi termasuk penyimpanannya di
ruang storage. Tugas pokok dari kelompok ini adalah melaksanakan pengkajian koleksi.
Pengkajian koleksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan bentuk. Diantaranya ialah
melakukan pencatatan/pendataan koleksi museum, identifikasi koleksi, klasifikasi koleksi
dan katalogisasi koleksi museum. Data-data yang terkumpul sebagai hasil identifikasi dan
klasifikasi koleksi menjadi bahan acuan untuk membuat diskripsi koleksi. Dalam proses
pembuatan diskripsi koleksi ini memerlukan orang yang memiliki keahlian khusus dalam
bidangnya. Misalnya untuk mendiskripsi arca diperlukan seorang ahli ikonografi. Untuk
koleksi etnografi diperlukan ahli antropologi atau etnografi, untuk naskah-naskah lama
diperluukan ahli filologi, untuk benda-benda logam diperlukan seorang hali metalurgi, untuk
benda keramik diperlukan ahli keramologi, dan sebagainya.
c. Bagian Perawatan Koleksi
Bagian ini dalam museum dikenal dengan sebutan kelompok kerja konservasi. Kesehatan
koleksi dan pengamanan koleksi dari kerusakan akibat gangguan iklim dan lingkungan,
cahaya, serangga, micro organisme, pencemaran atmosferik, penanganan koleksi dari
bahaya api menjadi tanggungjawab dari kelompok ini. Orang yang brertugas melakukan
pemeliharaan terhadap koleksi museum dari berbagai macam kerusakan dikenal sebagai
konservator.
d. Bagian Penyajian Koleksi
Bagian ini di museum disebut kelompok kerja teknis preparasi. Kelompok kerja teknis
preparasi menangani segala hal teknis penataan pameran yang memerlukan suatu
pengetahuan yang memerlukan fantasi, imajinasi dan ketrampilan teknis serta artistik
tertentu. Penyajian koleksi yang paling efektif di museum adalah dalam bentuk pameran.
Ada tiga bentuk pameran, antara lain pameran tetap (permanent exhibition), pemaran

2015 Kisi-kisi Materi LCC 16


temporer (temporary exhibition), dan pameran keliling (travelling exhibition). Orang yang
bertugas dalam menyiapkan tata pameran di museum dikenal dengan nama preparator.
e. BagianBimbinganMuseum
Informasi yang terkandung dalam koleksi-koleksi museum dalam satu penyajian tata
pameran akan lebih komunikatif dengan didukung oleh seorang tenaga bimbingan yang
bertugas menyampaikan informasi tentang koleksi museum pada khususnya dan museum
secara makro. Orang yang bertugas dalam melakukan bimbingan di museum, disebut
dengan edukator.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya komponen-komponen penggerak museum seperti
telah disebutkan di atas diatur dalam satu sistem koordinasi di bawah seorang kepala museum
sebagai seorang yang bertanggung jawab penuh atas terselenggaranya pengelolaan sebuah
museum. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya kelompok teknis tersebut (koleksi, preparasi,
konservasi dan bimbingan) secara administratif bertanggungjawab kepada Kepala Tata Usaha.
Tetapi secara teknis operasional bertanggungjawab langsung kepada KepalaMuseum.

B. FungsiMuseum
Dari definisi menurut ICOM tentang arti Museum, dapat ditarik pengertian bahwa dari
tugas-tugas yang terbebankan pada museum itu, maka dari itu museum akan berfungsi antara
lain sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan Preservasi
4. Penyebaran dan Pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan Penghayatan kesenian
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
9. Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Apabila semua jenis museum kita himpun secara multidisipliner, yakni yang ditunjang oleh
cabang-cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, terutama
bila metode dan visualisasi bahan-bahan pembuktian alam, manusia dan hasil karyanya, maka
pengunjung diharapkan akan mendapat kesan dan pengertian yang mendalam tentang asal-
usulnya dan ia dapat membanding-bandingkan dirinya yang serba terbatas dalam mengukur
kalam Tuhan yang tak terbatas. Sejarah adalah cermin yang hidup bergerak seperti cerita dan
menolong manusia bermawas diri.

C. ManfaatMuseum
Suatu lembaga akan tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat apabila ada
manfaatnya. Demikian pula museum sebagai lembaga yang bersifat permanen yang melayani
kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari
keuntungan, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan danmengkomunikasikan
benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi,
pendidikan dan rekreasi. Berdasar pada sebuah teorema bahwa museum merupakan sumber
informasi bagi para pengunjungnya maka manfaat museum dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Edukatif

2015 Kisi-kisi Materi LCC 17


Manfaat ini dirasa paling dominan oleh pengunjung museum. Dengan mengunjungi
museum seseorang bertambah pengetahuannya terutama berkenaan dengan benda-
benda yang dipamerkan di museum. Seseorang dapat mengetahui perkembangan
peradaban di suatu daerah, atau perkembangan peradaban yang mutakhir lewat koleksi-
koleksi museum yang berkaitan dengan berbagai cabang disiplin ilmu antara lain sejarah,
arkeologi, antropologi, sosiologi, politik, biologi, dll. Atau satu cabang ilmu khusus bagi
museum khusus.
2. Inovatif
Dengan berkunjung ke museum seseorang akan mampu menemukan ide baru sehingga
menghasilkan karya baru. Seorang peneliti tidak segan-segan pulang balik ke museum
karena koleksi museum menyita perhatiannya. Dengan mengkaji koleksi yang ada di
museum dapat menghasilkan interpretasi baru, teori baru, dan hal-hal yang baru yang
sebelumnya tidak terpikirkan.
3. Imajinatif
Manfaat ini sangat dirasakan oleh pengunjung yang berjiwa seni. Misalnya seorang pelukis
dapat menjadikan koleksi museum sebagai obyek karya seninya. Atau seorang sutradara
film akan selalu mengunjungi museum sejarah perjuangan guna menumbuhkan imajinasi
karyanya dalam membuat film sejarah agar lebih bermutu.
4. Rekreatif
Dengan mengunjungi museum orang dapat merasa rileks, santai dari kesibukan sehari-
harinya. Rekreasi ini dapat berarti reil (nyata) atau imajinatif. Secara imajinatif pengunjung
museum dapat berekreasi ke masa lampau dengan menyimak koleksi-koleksi yang berasal
dari jaman Jepang misalnya. Dengan keterangan secukupnya tentang koleksi itu, maka
dengan imajinasinya pengunjung akan terbawa ke masa lampau, yaitu jaman Jepang.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 18


MUSEUM SEBAGAI WADAH
PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA

Perhatian tehadap keberadaan benda-benda cagar budaya sudah dimulai pada masa kolonial.
Para tokoh pelestari cagar budaya masa kolonial sudah mulai menyusun lembaga yang bertugas
mengelola pelestarian benda-benda purbakala. Pada tahun 1901 dibentuklah seubah panitia, yang
merupakan badan sementara yang bertugas di bidang kepurbakalaan. Badan ini dikenal dengan
nama “Commissie in Nederlandsch – Indie voor oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera”.
Badan tersebut semula diketuai oleh Dr. J. L. A. Brandes. Badan ini sempat berkarya 5 tahun tanpa
ketua, karena wafatnya Dr. J.L.A. Brandes. Baru tahun 1910, Badan ini memiliki ketua lagi dengan
dianggaktnya Dr. N.J. Krom.
Mengingat tugas yang diemban oleh Badan ini cukup berat, maka tidaklah mungkin jika badan
ini hanya bersifat sementara. Maka dibawah kepemimpinan Dr. N.J. Krom, lahirlah jawatan purbakala
dengan nama “Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch – Indie.Jawatan purbakala itu secara resmi
berdiri pada tanggal 14 Juni 1913 berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 no.
62. Adapun tugas dari Jawatan itu adalah menyusun, mendaftar, dan mengawasi peninggalan-
peninggalan purbakala di seluruh kepulaua, membuat rencana serta mengambil tindakan-tindakan
dari bahaya runtuh lebih lanjut, melakukan pengukuran dan penggambaran dan selanjutnya
melakukan penelitian kepurbakalaan dalam arti luas, juga dalam bidang epigrafi.
Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi
pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.
Untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan,
pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan
pengawasan benda cagar budaya. Pada masa kolonial Belanda pengaturan tentang benda cagar
budaya telah tertuang dalam Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun
1931 Nomor 238) yang kemudian diubah dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934
(Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515). Namun karena perkembangan kebijakan yang terjadi maka
peraturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini. Untuk mengatur agar
pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya dapat berlangsung secara maksimal maka
pemerintah mengeluarkan UU RI nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mulai disahkan
dan diundangkan pada tanggal 24 November 2010.
Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari UU tentang cagar budaya sebelumnya,
yaitu UU RI nomor 5 tahun 1992. UU RI nomor 11 tahun 2010 terdiri dari XIII bab dan 120 pasal.
Terkait dengan cagar budaya, ada beberapa pengertian yang diatur dalam UU tersebut, antara lain
1. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifatkebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
BangunanCagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs CagarBudaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di daratdan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting
bagisejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/ataubenda buatan manusia, baik bergerak maupun
tidakbergerak, berupa kesatuan atau kelompok, ataubagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
memilikihubungan erat dengan kebudayaan dan sejarahperkembangan manusia.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 19


3. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaanyang terbuat dari benda alam atau benda
buatanmanusia untuk memenuhi kebutuhan ruangberdinding dan/atau tidak berdinding, dan
beratap.
4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yangterbuat dari benda alam dan/atau benda
buatanmanusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatanyang menyatu dengan alam, sarana,
dan prasaranauntuk menampung kebutuhan manusia.
5. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada didarat dan/atau di air yang mengandung Benda
CagarBudaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau StrukturCagar Budaya sebagai hasil kegiatan
manusia ataubukti kejadian pada masa lalu.
6. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruanggeografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya
ataulebih yang letaknya berdekatan dan/ataumemperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
7. Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahlipelestarian dari berbagai bidang ilmu yang
memilikisertifikat kompetensi untuk memberikanrekomendasi penetapan, pemeringkatan,
danpenghapusan Cagar Budaya.
8. Penetapan adalah pemberian status Cagar Budayaterhadap benda, bangunan, struktur, lokasi,
atausatuan ruang geografis yang dilakukan olehpemerintah kabupaten/kota
berdasarkanrekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
9. Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budayaperingkat nasional yang ditetapkan Menteri
sebagaiprioritas nasional.
10. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruanganSitus Cagar Budaya dan Kawasan Cagar
Budayasesuai dengan kebutuhan.
11. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisikBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, danStruktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengankeaslian bahan, bentuk, tata letak,
dan/atau teknikpengerjaan untuk memperpanjang usianya.
12. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai,informasi, dan promosi Cagar Budaya
sertapemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, danAdaptasi secara berkelanjutan serta
tidakbertentangan dengan tujuan Pelestarian.
13. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-
nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan
dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
14. Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budayauntuk kegiatan yang lebih sesuai dengan
kebutuhanmasa kini dengan melakukan perubahan terbatasyang tidak akan mengakibatkan
kemerosotan nilaipentingnya atau kerusakan pada bagian yangmempunyai nilai penting.

Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagaiBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, atau
Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan;
dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasaiBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya,Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs CagarBudaya dengan tetap memperhatikan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 20


fungsisosialnya sepanjang tidak bertentangan denganketentuan Undang-Undang ini.Kepemilikan
tersebut dapat diperoleh melalui pewarisan,hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian,dan/atau
putusan atau penetapan pengadilan,kecuali yang dikuasai oleh Negara.Warga negara asing dan/atau
badan hukum asingtidak dapat memiliki dan/atau menguasai CagarBudaya, kecuali warga negara
asing dan/ataubadan hukum asing yang tinggal dan menetap diwilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasaiCagar Budaya paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejakdiketahuinya Cagar Budaya yang dimiliki dan/ataudikuasainya rusak, hilang, atau musnah
wajibmelaporkannya kepada instansi yang berwenang dibidang Kebudayaan, Kepolisian Negara
RepublikIndonesia, dan/atau instansi terkait.
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,dan/atau Struktur Cagar Budaya bergerak
yangdimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,dan/atau setiap orang dapat disimpan
dan/ataudirawat di museum. Mengenai museum ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 66
tahun 2015 yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 19 Agustus 2015. Ada beberapa hal yang
menarik terkait dengan museum menurut peraturan pemerintah ini, antara lain :
1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi,
dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
2. Koleksi Museum yang selanjutnya disebut Koleksi adalah Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya dan/atau Bukan Cagar Budaya yang merupakan bukti
material hasil budaya dan/atau material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata.
3. Pemilik Museum adalah pemerintah, pemerintah daerah, setiap orang atau masyarakat hukum
adat yang mendirikan museum.
4. Registrasi adalah proses pencatatan dan pendokumentasian Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya atau Bukan Cagar Budaya yang telah ditetapkan
menjadi Koleksi.
5. Inventarisasi adalah kegiatan pencatatan Koleksi ke dalam buku inventaris.
6. Pengelolaan Museum adalah upaya terpadu melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan
Koleksi melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
7. Pemanfaatan Museum adalah pendayagunaan Koleksi untuk kepentingan sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
8. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah geografis
tertentu yang memiliki perasaan kelompok, pranata pemerintahan adat, harta kekayaan/benda
adat, dan perangkat norma hukum adat.

Pendirian museum dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan
Masyarakat Hukum Adat. Museum yang didirikan harus memenuhi persyarakatan antara lain :
1. memiliki visi dan misi;
2. memiliki Koleksi;
3. memiliki lokasi dan/atau bangunan;
4. memiliki sumber daya manusia;
5. memiliki sumber pendanaan tetap; dan
6. memiliki nama Museum.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 21


Kegiatan pencatatan Koleksi di museum meliputi:
a. Registrasi yang dilakukan oleh register; dan
b. Inventarisasi yang dilakukan oleh Kurator.
Registrasi dan Inventarisasi merupakan dokumen Koleksi yang menjadi satu kesatuan dengan
Koleksi.

Keberberadaan koleksi museum dapat dihapuskan apabila :


1. rusak;
2. hilang;
3. musnah; dan/atau
4. material atau bahannya membahayakan.

Koleksi yang hilang, baru dapat dihapus keberadaannya di museum setelah tidak dapat diketemukan
lagi lebih dari 6 tahun.

Museum dapat meminjam dan / atau meminjamkan koleksi yang dimilikinya, dengan alasan yang
dapat diptangungjawabkan, antara lain untuk :
a. kepentingan kebudayaan;
b. pengembangan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan;
c. penelitian; dan/atau
d. promosi dan informasi.

Benda cagar budaya yang telah disimpan di museum otomatis menjadi koleksi museum yang
akan mendapat penanganan khusus sebagai benda koleksi yang harus dikaji, dirawat, disajikan
untuk dapat dinikmati oleh pengunjung museum.Untuk menghindari kerusakan, kehilangan, dan atau
kemusnahan benda cagar budaya yang mempunyai risiko kerusakan dan keamanan, nilai bukti ilmiah
dan sejarah atau seni yang nilai ekonominya tingggi dan sangat langka, maka museum dapat
membuat tiruannya. Proses pembuatan tiruan harus dilaporkan kepada menteri dalam hal ini adalah
menteri yang berkaitan dengan bidang kebudayaan.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 22


SELAYANG PANDANG
KOLEKSI MUSEUM NASIONAL

Di Indonesia koleksi museum umum dikelompokkan menjadi 10 jenis koleksi. Pengelompokan


itu didasarkan atas konteks ilmu yang melatarbelakanginya. Adapun 10 jenis koleksi tersebut antara
lain :
1. Jenis koleksi Geologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi obyek ilmu geologi,
antara lain fosil dan benda-benda bentukan alam lainya (permata, granit, andesit). Contoh koleksi
geologika adalah batu barit.
2. Jenis koleksi Biologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitianilmu
biologi, atara lain tengkorak atau rangka manusia, tmbuh-tumbahan dan hewan, misalnya burung
di obset / dikeringkan.
3. Jenis koleksi Etnografika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitiian
ilmu entongrafi. Benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas
suatu etnis.Misalnya anyaman, noken dll.
4. Jenis koleksi Arkeologika, adalah koleksi museum berupa benda yang menjadi objek penelitian
arkeologi. Benda tersebut merupakan hasil peninggalan manusia dari zmaan prasejarah sampai
dengan masuknya pengaruh kebudayaan barat.Bangunan benteng, gua-gua jepang, candi dll.
5. Jenis koleksi Numismatika / Heraldika, benda-benda koleksi museum berupa mata uang / alat
tukar yang sah, terdiri dari mata uang logam dan mata uang kertas. Heraldika adalah setiap tanda
jasa, lambang dan pangkat resmi (termasuk cap / stempel).
6. Jenis koleksi Historika, adalah Koleksi museum yang berupa benda yang bernilai sejarah dan
menjadi obek penelitian sejarah benda bersebut dari sejarah masuknya budaya barat sampai
dengan sakarang. Misalnya senapan larass panjang, meriam, maupun pedang para pejuang.
7. Jenis koleksi Filologika, adalah Koleksi museum yang berupa benda yang menjadi obek penelitian
filologi, misalnya naskah kuno, tulisan tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa.
8. Jenis koleksi Keramologika, adalah koleksi museum yang berupa benda yang dibuat dari bahan
tanah liat bakar (baked clay) berupa pecah belah, misalnya : guci.
9. Jenis koleksi Senirupa, merupakan koleksi museum berupa benda seni yang mengekspresikan
pengalaman artistik melalui objek dua dimensi atau tiga dimensi. Misalnya lukisan, relief, patung,
dan sebagainya.
10. Jenis koleksi Teknologika, koleksi museum berupa benda / kumpulan benda
yangmenggambarkan perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan atau hasil produsi
yang dibuat secara massal oleh suatu industri / pabrik, contoh gramaphone, peralatan tenun,
peralatan pemutara film dll.
Pada tahun 1980, semua koleksi bku di Perpustakaan Nasional dipindahkan ke
Perpustakaan Nasional di Jl. Salemba Raya. Pada tahun 1989, koleksi naskah menyusul
dipindahkan ke Perpustakaan Nasional, dan kemudian pada tahun 1998, semua koleksi seni rupa
dipindahkan ke Galeri Nasional di Jalan Merdeka Timur.
Museum Nasional sebagai museum umum, tentunya memiliki otoritas untuk mengelola
koleksi-koleksi yang terkait dengan berbagai macam ilmu pengetahuan tersebut. Beberapa koleksi
yang dikelola oleh Museum Nasional, ada yang dimasukkan dalam kategori koleksi unggulan. Adapun
koleksi-koleksi unggulan tersebut antara lain :
1. Koleksi Prasejarah

2015 Kisi-kisi Materi LCC 23


Prasejarah merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan, sehingga sering
dikenal dengan nama jaman Nirleka (Nir = tanpa, Leka = tulisan). Di Indonesia, masa prasejarah
dimulai sejak keberadaan manusia sekitar 1,5 juta tahun yang lalu hingga dikenalnya tradisi
tulisan pada abad ke 5 masehi, yaitu ketika ditemukanya prasasti Yupa di Kutai Kalimantan Timur.
Peninggalan-peninggalan pada masa prasejarah ini berupa fosil, tulang belulang manusia dan
binatang serta artefak. Aratefak adalah benda-benda yang pernah dibuat manusia atau dipakai
sebagai alat oleh manusia.Secara umum, masa prasejarah dapat dibagi menjadi 2 jaman, yaitu
jaman batu dan jaman logam. Jaman batu menghasilkan artefak paleolitik dan mesolitik (untuk
berburu dan mengumpulkan makan), neolitik (untuk bercocok tanam). Jaman logam
menghasilkan artefak perunggu dan besi. Beberapa koleksi benda-benda masa prasejarah
Museum Nasional antara lain :
a. Replika Tengkorak Homo Wajakensis
Tengkorak aslinya ditemukan di daerah Wajak, Jawa Timur, tepatnya di ceruk lereng
pegunungan karst dekat Tulung Agung. Tengkorak tersebut ditemukan oleh B.D. van
Rietschoten pada tahun 1889. Volume otak tengkorak ini sekitar 1630 cc, jadi lebih besar dari
Pithecantropus Erectus. Wajak kedua ditemukan oleh EugeneDubois pada tahun 1890 di
tempat yang sama berupa fragmen tekorak, rahang atas dan bawah, tulang kering, serta
tulang paha. Karena ditemukan di Wajak, dan tergolong jenis Homo Sapiens, maka kemudian
dikenal dengan Homo Wajakensis atau “manusia dari Wajak”. Manusia purba jenis ini
diperkirakan hidup antara 40.000 – 25.000 tahun yang lalu, pada lapisan Pleistosen Atas.
Makanannya sudah dimasak walaupun masih sangat sederhana. Tengkorak Homo
Wajakensis memiliki banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli Australia, Aborigin.
Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga bahwa Homo WajakensIs termasuk dalam ras
Australoide, bernenek moyang Homo Soloensis dan menurunkan bangsa Aborigin. Fosil
Homo Wajakensis juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia,
manusia Tabon di Palawan, Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan, dan Australia
Selatan.
b. Kapak Genggam
Kapak genggam adalah sebuah batu yang merip dengan kapak namun tidak bertangkai, dan
cara menggunakannya adalah dengan digenggam. Kapak model seperti ini juga dikenal
dengan nama Kapak Perimbas, dan dalam ilmu prasejarah disebut chopper yang berarti alat
penetak. Kapak genggam ini pernah ditemukan oleh Gustav Heinrich Ralph von Konigswald
(GHR. Von Koenigswald) pada tahun 1935 di Pacitan Jawa Timur. Biasanya, sebuah kapak
genggam terbuat dari batu gamping. Batu dipahat memanjang atau diserpih sehingga
bentuknya lonjong. Kapak genggam biasanya digunakan untuk menumbuk biji-bijian, membuat
serat-serta dari pepohonan, membunuh binatang, dan sebagai senjata menyerang lawannya.
Dari hasil penelitian, kapak jenis ini berasal dari lapisan Trinil, yaitu masa Pleistosin
Tengah. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendukung dari kebudayaan kapak
genggam adalah manusia Pithecanthropus Erectus. Sebaran kapak genggam selain di Pacitan
Jawa Timur ada di Jampang Kulon, Parigi Jawat Timur, Tambah Sawat, Lahat, Kali Anda
Sumatra, Awangbangkal Kalimantan, Cabenge Sulawesi, Sembiran dan Terunyan Bali. Selain
di Indonesia, kapak genggam juga ditemukan di Peking Tiongkok pada goa-goa Choukoutien.
Di Peking juga ditemukan fosil yang mirip Pithecanthropus Erectus, yang kemudian disebut
Sinanthropus Pekinensis (Manusia Peking).
c. Belincung

2015 Kisi-kisi Materi LCC 24


Belincung merupakan variasi dari kapak persegi. Belincung merupakan kapak punggung
tinggi, karena bentuk punggung tersebut penamping lintang berbentuk segitiga, segi lima, atau
setengah lingkaran. Penamanaan kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern, atas
dasar penampang lintangya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang
kapak ini terdiri dari berbagai ukuran. Yang berukuran besar lazim dikenal dengan nama
beliung / belincung dan berfungsi sebagai cangkul alat bercocok tanam. Sedangkan yang
kecuil disebut tarah / tatah dan berfungsi sebagai alat pahat untuk mengerjakan kayu.
Belincung dan kapak pada umunya dibuat dari jenis batuan setengah permata dan
tergolong benda yang terindah dalam perbendaharaan kapak-kapak batu di dunia. Variasi ini
(belincung) banyak ditemukan di Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Bali. Di semenanjung
Malaya, belincung juga ditemukan dan dikenal dengan nama Kapak Paruh. Jenis kapak yang
berpenampang lintang setengah lingkaran dengan garis dasar leibh kurang cekung itu oleh
Heekeren digolongkan sebagai jenis “kapak perisai”, karena bentuknya menyerupai perisai
lonjong.
Belincung biasanya terbuat dari batu kalsedon (batu api), agathe, maupun yasper yang
atasnya (bidang distal) melengkung, sedang bidang bawanya (bidang proximal) sedikit
melengkung. Biasanya bagian pangkal lebil kecil dari pada bagian ujungnya. Selain dari
kalsedon, belincung juga dibuat dari batu biasa. Bagian ujungya disebut juga bagian tajaman,
digosok atau diasah pada bagian sisi bawah (bidang proximal saja). Nampaknya pada masa
itu sudah ada spesialisasi dalam masyarakat. Ada masyarakat yang hanya membuat
belincung / beliung tanpa digosok dan masih dalam bentuk kasaran. Kemudian dibawa di
tempat lain untuk dihaluskan. Tempat-tempat pembuatan kapak beliung / belincung yang
masih kasar tersebut dinamakan atelier. Beberapa atelier ditemukan di Punung, Jawa Timur,
dan Pasir Kuda (Jawa Barat). Melihat belincung ada yang dibuat dari batu api atau batu
kalsedon merupakan batu setengah permata, maka diduga belincung tersebut merupakan alat
yang dipakai pada upacara keagaman, azimat atau tanda kebesaran. Hal ini terlihat dari
beberapa temuan, belincung tidak ada tanda-tanda bekas penggunaan. Belincung
berkembang pada masa neolitikum, dimana peralatan batu sudah mulai dihaluskan.
d. Fosil Kerang
Kjokkenmodinger (bahasa Denmark) adalah sebutan bukit kerang yang disebabkan dari
penumpukkan kulit-kulit kerang sebagai limbah makanan komunitas prasejarah di masa
Mesolitik. Keberadaan Kjokkenmoddinger ini diteliti oleh Dr. P.V. van Stein Callenfels pada
tahun 1925 dan meurut penelitian bahwa kehidupan manusia pada waktu itu bergantung pada
hasil menangkap siput dan kerang. Pada masa mesolitik, berdasarkan rangka manusia yang
ditemukan di beberapa wilayah Sumatera diketahui bahwa mereka menetap di gua-gua dekat
sungai atau di pesisir pantai. Tempat tinggal mereka ini menjadikan komunitas masa itu
mengkonsumsi makanan laut (sea food) dan kerang menjadi makanan utamanya.
e. Kendi
Kendi berbahan tanah liat yang dibakar, ditemukan di Melolo, Sumba Timur, Nusat Tenggara
Timur, diperkirakan berasal dari masa perundagian. Kendi ini merupakan salah satu bekal
kubur yang ditemukan di komplek pekuburan tempayan di desa Melolo, sumba Timur Nusa
Tenggara Timur , yang dibawa oleh Rodenwaldt tahun 1923 ke museum. Benda-benda lain
yang ditemukan bersama dengan kendi antara lain jimat berbentuk kepala babi, gelang
kerang, manik-manik dan lain-lain yang ditemukan dalam sebuah tempayan besar bersma-

2015 Kisi-kisi Materi LCC 25


sama dengan rangka manusia. Penguburan dalam tempayan biasanya dilakukan hanya untuk
orang-orang penting saja dan umumnya merupakan penguburan kedua (secondary burial).
Pada umumnya kendi-kendi yang diketemukan dalam tempayan-tempayan di keomplek
pekuburan tersebut mempunyai lukisan muka (wajah) menuasia pada pegangan atau leher
kendi, ang diduga menggambarkan arwah nenek moyang. Hal ini memberikan gambaran
kepada kita bahwa pada masa itu sudah terdapat kepercdayaanyang berupa pemujaan
arawah nenek moyang. Mereka melakukannya agar mendapatkan keselamatan di dunia.
f. Arca Kerbau
Arca Kerbau berbahan perunggu koleksi Museum Nasional, di temukan di Limbangan,
Bandung, Jawa Barat. Dalam masa prasejarah kerbau merupakan binatang yang dihormati
dan pipuja dan bahkan sampai sekarang binatang ini dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contohnya dapat dilihat ketika dalam sebuah pembangunan gedung ada penanaman kepala
kerbau. Rupanya pemujaan terhadap binatang ini sudah berkembang pada masa bercocok
tanam dan mencapai puncaknya pada masa perundagian. Hal ini terbukti adanya
peninggalan-peninggalan, terutama megalitik, yang berupa lukisan, pahatan dari acra dari
binatang ini. Karena jasanya yang besar pada manusia masa itu, maka binatang ini menjai
binatang pujaan. Dalam perkembangan selanjutnya lukisan atau arca yang bertendensi
pemujaan pada binatang ini hidup terus, bahkan pada daerah-daerah yang masih
melanjutkan tradisi megalitik, bahyak dijumpai lukisan ataupun arca kerbau. Menurut van
Heekeren kemungkinan arca-arca ini dipergunakan sebagai ajimant, untuk melindungi
binatang ternak dan membuat benatang ternak menjadi subur.
g. Kapak Upacara
Salah satu kapak upacara koleksi Museum Nasional adalah kapak upacara yang ditemukan
dari Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Bahan perunggu dengan ukuran tinggi 70,5 cm, Lebar
45 cm, lebar lehar 28,8 cm. Kapak ini diperkirakan berasal dari masa perundagian. Kapak ini
digunakan sebagai kapak upacara tertentu guna menolak bahaya. Topeng yang digambarkan
pada benda-benda upacara diinterpretasikan sebagai pelindung dalam mengahadapi bahaya
dari luar.
Kapak upacara yang lain ditmukan di Pulau Rote, Nusa Teggaran Timur. Kapak ini ditemukan
di desa Landu, Pulau Rote Utara pada tahun 1875 dan kemudian disumbangkan ke Museum
Nasional. Dari bentuknya dapat diketahui bahwa kapak ini tidak digunakan untuk kegiatan
sehari-hari. Bentuk tangkainya panjang melengkung pada pangkalnya terdapat bulatan yang
menyerupai cakram yang bergerigi. Di cakram tadi melekat kapak bundar besar yang dihiasi
dengan lukisan topeng yang memaki hiasan kepala. Hiasan kepala topeng tadi mirip dengan
hiasan kepala boneka Cili dari Bali. Pada ujung tangkai kapak yang panjang terdapat hiasan
yag menyerupak sumping penari. Tipe Kapak Rote ini, hanya ditemukan 3 buah, satu
diantaranya terbakar pada pameran Paris, tahun 1931.

2. Koleksi Arkeologi
Koleksi arkeologi meliputi benda-benda budaya hasil kegiatan manusia dari masa Hindu-
Buddha dan lebih dikenal dengan sebutan masa Klasik Indonesia. Masa ini berlangsung dari awal
abad ke 5 – 15 Masehi, dimana berkembang kebudayaan lokal yang dipengaruhi oleh
kebudayaan India. Beberapa koleksi benda-benda arkeolgi Museum Nasional antara lain :
a. Genta Pendeta

2015 Kisi-kisi Materi LCC 26


Koleksi genta pendeta berbahan perunggu dan berukuran tinggi 28,8 cm, diameter 16 cm.
Diperkirakan berasal dari abad 9 -10 M dan ditemukan di Desa Bibul, Jampang Wetan,
Cianjur, Jawa Barat. Pada genta tersebut bagian atasnya dihias dengan wajra berujung lima.
Dasar wajra dihias dengan daun bunga teratai dan hiasan bungga dan daun-daunan. Wajra
adalah lambang petir yang merupakan senjata dari Dewa Indra, yang merupakan atribut
dewa-dewa Hindu maupun Budha. Wajra dianggap dapat mengusir pengaruh roh jahat. Genta
ini mempunya anak genta, dan dipergunakan oleh pendeta pada waktu upacara.
b. Buddha
Arcah Buddha koleksi Museum Nasional berbahan pernggu dengan ukuran lebar 42 cm, tebal
18 cm. ditemukan di Sikendong, Sulawesi. Arca ini digambarkan berdiri, bagian kaki sebatas
paha dan kedua tangannya patah dan hilang. Diperkirakan tangah kanan bersikap
abhayamudra, yaitu menolak bahaya. Tangan kiri memegang ujung jubah. Jubah menutupi
bahu kiri, tipis berlipit-lipit. Lipatan jubah yang demikian ini menunjukkan ciri kesenian
Amarawati yang berkembang di India Selatan pada abad ke 2 – 5 M. Menurut A.J. Bernet
Kempers mengatakan bahwa arca ini mungkin diimport dari India Selatan, yaitu Amarawati,
dan berasal dari abad 2-5 M. Sedangkan Ahli lain memperkirakan arca ini berasal dari seni
arca di Ceylon kira-kira abad 8 M. Buddha yang serupa ini juga diketemukan di Dongdoung
(Vietnam Selatan). Di duga arca ini adalah Buddha Dipankara yaitu dewa pelindung para
pelaut.
c. Bejana Zodiak
Bejana Zodiak merupaka koleksi Museum Nasional yang diteukan di Wonojoyo, Sukrejo,
Kediri, Jawa Timur. Bahan perunggu dengan ukuran tinggi 14, 3 cm, diameter 12,8 cm dan
berasal dari abad ke 14 M. Dipakai sebagai tempat air suci, dan dihiasi dengan gambar-
gambar tanda perbintangan (astronomi). Banyak ditemukan di daerah pegunungn Tengger,
Jawa Timur. Bejana tersebut dipergunakan dalam suatu upacara keagamaan tertentu.
Kecuali tanda-tanda perbintangan digambarkan juga beberapa figur dari para leluhur. Pada
waktu itu rupa-rupanya tata surya sudah diperhatikan oleh kaum tani guna keperluan
memperhitungkan musim untuk mengerjakan sawahnya. Di jaman Indonesia kuno gamar-
gambar binatang lambang perbintangan tersebut diberi nama dalam bahasa Sansekerta.
Dibali nama-nama Sansekerta ini masih dipakai. Pada periode yang lebih muda digunakan
nama-nama dalam bahasa Arab. Nama-nama binatang lambang perbintangan itu ialah :

No Inggris Sanskrit Latin No Inggris Sanskrit Latin


1 The Ram Mesa Aries 7 The Scales Tula Libra
2 The Bull Resabha Taurus 8 The Vrsika Scorpio
Scorpion
3 The Twins Mithuna Gemini 9 The Archer Dhanuh Sagitarius
4 The Crap Karkataka Cancer 10 The Goat Makara Capricorn
5 The Lion Singha Leo 11 The Sater Kumbha Aquarius
Cancer
6 The Virgin Kanya Virgo 12 The Fish Mina Pisces

d. Siwa Mahadewa
Arca Siwa Mahadewa koleksi Museum Nasional berbahan perunggu dengan ukuran tinggi 96
cm. Ditemukan di Sungai Wadas, Adiwarna, Tegal, Jawa Tengah dan diperkirakan berasal

2015 Kisi-kisi Materi LCC 27


dari abad 9-10 M. Dewa Siwa di Indonesia dipuja dala berbagai fungsi. Denan demikian Siwa
mempunyai bermacam-macam bentuk sesuai dengan fungsi waktu dipujanya. Sebagai
Mahadewa, Siwa merupakan dewa tertinggi, digambarkan berdiri, bertangan empat, tangan
belakang kiri memegang kebut lalat, tangan depatan kiri memegang sebuah kendi.
Bermahkota tinggi yang dihias dengan candra kapala. Memakai tali kasta (upavita) berbentuk
ular yang kepalanya telah rusak. Kainnya bergambar kulit dan kepala harimau. Kedua mata
dan mata ketiga pada dahi bertatahkan perak, sedangkan bibir bahwahnya berlapiskan emas.
Arca ini merupakan salah satu contah terindah dari hasil kary seni Indonesia kuno.
Diketemukan di dalam sebuah sunyga dalan boleh dikatakan cukup utuh.
e. Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti yang berupa tiang batu bersurat dengan tinggi
sekitar 176 cm. Prasasti ini ditulis dengan huruf palawa dan berbasa Melayu Kuna serta
berangka tahun 608 saka (28 April 686 M). Prasasti tersebut dikenal juga dengan nama
Prasasti Sriwijaya IV. Berisi tentang sumpah dan kutukan bagi mereka yang tidak patuh dan
setia kepada raja. Prasasti diketemukan di Sungai Menduk, Pulau Bangka, di sebuah dusun
kecil yang bernama Kota Kapur, dan merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa
Melayu. Prasasti itu ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan
merupakan prasasti pertama yang diketemukan mengenai Kerajaan Sriwijaya.
Setelah ditemukan, selanjutnya prasasti tersebut mulai diteliti dan dianalisis. Orang yang
pertama kali melakukan analisis terhadap prasasti ini adalah H. Kern seorang seorang ahli
epigrafi berbangsa Belanda yang bekerja di “Bataaviasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen” di Batavia. Analisa semula oleh H. Kern, bahwa Sriwijaya dikira nama
seorang raja. Namun atas jasa seorang arkeolog dan juga sejarawan Perancis yang
mengkhususkan diri diwilauah Asia Tenggara, bernama George Coedes, rahasia nama
Sriwijaya terungkap bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatra pada abad ke
7 Masehi.
f. Prajnaparamita
Prajnaparamita adalah sebuah arca batu yang berukuran tinggi 126 cm. Arca ini ditemukan di
reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singhasari, Malang Jawa Timur. Diperkirakan arca ini
ada pada pada abad ke 13 Masehi. Prajnaparamaita adalah Dewi Kebijaksanaan, kebajikan
dan juga merupakan lambang ilmu pengetahuan yang sempurna. Masyarakat lebih mengenal
arca ini sebagai perwujudan dari Ken Dedes. Akan tetapi ahli arkeologi sekarang menafsirkan
sebagai perwujudan dari Rajapatni Gayatri, yaitu salah satu Raden Wijaya yang merupakan
raja pertama (pendiri) kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Arca ini pertama kali diketahui
pertama kali oleh D. Monnereau seorang aparat Hindia Belanda kurang lebih tahun 1819.
Pada tahun 1820 dia memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt, yang kemudian
memboyongnya ke Belanda dan akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor
Volkenkunde di Kota Leiden. Pada bulan Januari 1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde
(Museum Nasional untuk Etnologi) memgembalikan arca ini kepada Indonesia, dan
ditemputkan di Museum Nasional Jakarta.
g. Temuan Wonoboyo
Temuan Wonoboyo merupakan temuan arkeologi penting, yang beruapa artefak emas
danperak yang diperkirakan berasal dari abad ke 9 masa Kerajaan Medang (Kerajaan
Mataram Kuno) di Jawa Tengah. Benda-benda tersebut diketemukan pada tanggal 7 Oktober
1990 di Dusun Plosokuning, Desa Wonoboyo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tidak jauh dari

2015 Kisi-kisi Materi LCC 28


komplek Candi Prambanan. Benda tersebut diketemukan oleh Witomoharjo dan 5 orang
temannya di tanah sawah milik Ny. Cipto Suwarno. Ketika ditemukan benda-benda tersebut
berada dalam sebuah guci besar keramik China.
Berdasarkan Prasasti Mantyasih tahun 907 yang dibuat oleh Dyah Balitung, disebutkan bahwa
raja pertama Kerajaan Medang (yang waktu itu itu beribukota di Poh Pitu / daerah Kedu),
adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Namun pada umumnya para sejarawah menyebut
ada 3 dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Dinasti / Wangsa Sanjaya dan
Wangsa Sailendra untuk periode Jawa Tengah, dan Wangsa Isyana untuk periode Jawa
Timur. Dinasti Sanjaya menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada
masa pemerintahan Rakai Panangkaran (Pengganti Sanjaya sekitar tahun 770), kekuasaan
Medang direbut oleh Wangsa Syailendra yang beragama Budha Mahayana. Menurut terori
Bosch, nama raja-rja Medang dalam Prasasti Mantyasih dinggap sebagai anggota Wangsa
Sanjaya secara keseluruhan. Sedangkan menurut Slamet Myuljana, raja-raja Medang versi
Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah
anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak
Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang
bermakna “penguasa di”. Jadi gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan penguasa di
Panangkaran, nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Slamet Muljana mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai dengan Rakai Garung dengan
nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun
Samaratunga.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada periode Jawa Timur. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun
istana baru di Tamwlang. Perpindahan kerajaan Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur ini,
menurut teori van Bammelen dikarenakan terjadinya bencana alam meletusny Gunung
Merapi. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah
barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan
lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai gempa bumi dan hujan material
vulkanik berupa abu dan batu.
h. Manjusri Sikhadara
Manjusri Sikhadara merupakan arca koleksi Museum Nasional yang berbahan perak yang
ditemukan di Ngemplak, Semongan, Semarang, Jawa Tengah berukurang 29 x 16 x 16 cm.
Diperkirakan arca tersebut berasal dari awal abad ke 10 Masehi. Koleksi ini ditemukan tahun
1927. Di dalam seni arca, bentuk Manjusri ada dua macam yaitu Majusri Sikhadhara dan
Khagarba. Manjusri Khagarbha digambarkan membawa pedang yang diacungkan ke atas siap
untuk memotong segala kegelapan dan kesalahan. Sedangkan Manjusri Sikhadara dilukiskan
duduk dalam sikap lalita-asana. Bertangan dua, tanagan kanan bersikap warada-mudra : yaitu
telapak tangannya menghadap ke atas. Sikap tangan seperti ini mempunyai arti memberikan
sesuatu. Telapak tersebut dihias dengan goresan silang. Tangan kiri memegang bunga teratai
ungu setengah terbuka (utpala), di atasnya terletak sebuah buku yang berarti pencerahan
yang benar. Leher berlekuk tiga merupakan lekuk kebahagiaan. Pada kaki terdapat pecahan
lempengan perak yang bersii inskripsi huruf Pre-Nagari. Dari bentuk hurufnya dapat
diperkirakan bahwa tulisan ini berasal dari abad 10 M. Hiasan mahkota dan gaya dari arca ini

2015 Kisi-kisi Materi LCC 29


sama dengan gaya arca dari kesenian India Timur Laut yaitu kesenian pada jaman Kerajaan
Pala.
i. Mukhalingga
Mukhalingga merupakan salah satu koleksi arkeologi Museum Nasional yang diketemukan di
Singasari, Jawa Timur. Lingga tersebut berbahan batu dan diperkirakan berasal dari tahun
1361 M. Lingga tersebut berhiaskan wajah Kala atau Bhoma. Kala sering dipahatkan pada
bagian atas pintu candi Hindu yang fungsinya sebagai penjaga atau penolak bahaya. Di atas
kepala kala terdapat angka tahun 1283 Saka atau 1361 Masehi.

3. Koleksi Numismatik, Heraldik dan Keramik


Koleksi numismatik terdiri dari benda-benda seperti koin, uang kerta dan token yang
pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat, di sampint itu juga terdapat alat cetak uang.
Koleksi numismatik Museum Nasional sebagian besar berasal dari masa kerajaan-kerajaan
Indonesia kuno, masa kolonial (Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang) hingga masa
Kemerdekaan. Selain koleksi numismati dari dalam negeri, juga terdapat koleksi numismatik yang
berasal dari negara-negara di benua Asia, Eropa, Afrika, Amerika dan Ausralia. Sedakan koleksi
heraldik yang dimiliki oleh museum nasional adalah lambang-lambang seperti medali / tanda jasa,
cap / stempel, dan amulet.
Keramik adalah benda yang terbuat dari tanah liat, bahan batuan dan porselin yang
dibakar dengan suhu tinggi maupun rendah. Koleksi keramik kuno di Museum Nasional yang
terbanyak berasal dari Cina, dari masa dinasti Han (206 SM – 220 M) sampai dengan masa
dinasti terakhir, yaitu dinasti Qing (1644-1912). Lainnya berasal dari Vietnam (abad 14 – 16 M),
Thailad (abad 14 – 16), Jepang (abad 17 – 19 M) Timur Tengah (18 – 19 M),dan Eropa (abad 17 –
19 M).
Ditemukannya keramik tersebut, menunjukkan bahwa pada masa iu bangsa Indonesia
telah mengadakan hubungan dengan bangsa lain. Ada kemungkinan keramik menjadi alat tukar
menukar barang (barter). Selain dalam dunia perdagangan, keramik diduga pula datang ke
Indonesia sebagai hadiah, upeti atau barang bawaan.
a. Uang Gobog
Koleksi uang gobog milik Museum Nasional berukuran diameter 94,20 m teal 3,60 mm dan
berat 152 gr. Uang ini berasl dari jaman Kerajaan Majapahit. Uang gobog adalah mata uang
tembaga. Dalam uang gobog ini terdapat relief yang menggambarkan cerita mengenai
Damarwulan. Uang gobog lebih dikenal sebagai jimat atau benda sajian upacara.
b. Uang Kepeng
Uang kepeng milik Museum Nasional ditemukan di Banten, Jawa Barat dengan diameter
52,45 mm tebal 0,85 mm dan berat 3,5 gr dan berbahan tembaga. Mata uang tembaga ini
disebut kepeng. Di bagian tengah berlobang segi lima. Sekitar lobang itu terdapat tulisan
berhuruf Arab : Pangeran Ratu Ing Banten (Putera Mahkota Ratu di Banten). Kemudian di sisi
belakang tidak bertuliskan. Jenis mata uang ini diedarkan pada masa pemerintahan Sultan
Maulana Muhammad sebagai Sultan Banten (1580-1596), yang bergelar Pangeran Ratu ing
Banten. Beliau meninggal dunia pada saat ekpedisi di Sumatra ntuk merebut pelabuhan di
Selat Malaka.
c. Uang Mass
Uang Mass koleksi Museum Nasional berasal dari Kasultanan Aceh, Daerah Istimewa Aceh.
Mata uang emas ini pertama menunjukkan sisi depan yang bertuliskan huruf Arab, yang

2015 Kisi-kisi Materi LCC 30


berbunyi Paduka Sri Sultanah Taj Alam Sah, sedangkan pada sisi belakang bertulisan Qafiat
Ad-Din Berdaulat Sah. Mata uang ini diedarkan pada masa pamerintahan Sultanah Taj Alam
yang memakai gelar Sri Sultan Tajul Alam Safiattudin Sah Berdaulat Sillulahi Fialam binti
Sultan Raja Iskandar Muda Johan Berdaulat. Beliau memerintah Aceh dari tahun 1641 –
1675. Beliau menggantikan suaminya di singgasana setelah suaminya meninggal. Suaminya
berama Sultan Iskandar Thani Allaudin Mughayat Sah. Sultanah Taj Alam Sah adalah putri
Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam yang terkenal, yang bertahta pada awal kegiatan VOC
di Indonesia. Belau sanggup mempersatukan rakyat dan memajukan perekonoma dan
kemakmuran Aceh. Beliau juga mengembangkanhubungan antara Aceh dan negara-negara
Islam di luar Indonesia. Ia berusha keras menentang orang Portugis yang memonopoli
perdagangan di sepanjang Selat Malaka. Sultanah Taj Alam adalah wanita pertama yang
menduduki tahta kerajaan Aceh. Mata uang emas beredar di Aceh dan sejak abad ke 13 telah
digunakan dalam perdagangan dengan orang-orang Arab dan Turki.
d. Uang Dinara (Jingara)
Mata uang Dinara koleksi Museum Nasional berasal dari Kerajaan Goa Sulawesi Selatan.
Mata uang ini terbuat dari perak. Di sisi depat bertulisaan huruf Arab yang berbunyi
“Khalidullah Malik Wa Sultan Amir”, sedangkan pada sisi belakang bertuliskan Assultan
Hasanuddin. Mata uang Dinara ini dicetak pada masa pemerintahan Sultan Amir Hamzah
pada tahun 1669. Sultan Amir Hamzah adalah keturunan Sultan Hasanuddin yang terkenal
karena keuletannya melawan VOC. Untuk penghormatannya, namana dicantumkan di setiap
mata uang yang dicetak oleh Sultan Goa. Goa menempati suatu peranan penting sebagau
suatu pusat perdagangan bagi pedagang-pedagang dari Maluku dan saudagar-saudaragar
asing.
e. Uang Tekstil (Kampua)
Koleksi Museum Nasional berupa Uang Tekstil (Kampua) berasal dari Kerajaan Buton
Sulawesi Tenggara. Jenis uang ini terbuat dari sehelai kecil tenunan kasar empat persegi
panjang. Tagam hias dan warna diubah setiap tahun. Tenunan dibuat oleh para putri istana,
coraknya setiap tahun diganti untuk mencegah pemalsuan. Pemesan tenunan diatur oleh
Mantri Besar. Kampua tidak hanya beredar di Buton dan pulau-pulau sekitarnya, tetapi juga
sampi ke Maluku. Kemungkinan uang ini masih digunakan hingga awal abad 20.
f. Uang Real Batu
Koleksi Museum Nasional berupa uang real batu diketemukan di Kerajaan Sumenep Jawa
Timur. Bentuk mata uang adalah persegi empat dan terbuat dari perak. Pada sisi depan
terlukis sebuah puri dan seekor singa diantara garis silang. Di sudut kanan atas ada cap
dengan huruf arab : Sumenep. Sisi belakang memperlihatkan lambang kerajaan Spanyol
diantara nomor 8 dan huruf OMP. Real batu beredar di daerah-daerah dibawah kasultanan
Sumenep pada sekitar abad 19. Mata uang tersebut adalah mata uang Spanyol yang dicap
dengan tanda pengenal baru.
g. Uang Dukaton
Koleksi Museum Nasional berupa uang dukaton berasal dari Belanda. Mata dukaton
merupakan mata uang bulat yang terbuat dari perak. Sisi muka dari mata uang tampak ksatria
menunggang kuda, menghadap ke kanan. Tangan kanannya memegang sebilan pedang dan
tangan kirinya memegang tali kekang kuda. Diabwah gambar itu tampak lambang
pemerintaan propinsi Frisia Barat melukiskan dua ekor singa berdiri menghadap ke sebelah
kiri. Disisi kanan dari atas ke bawawah terdapat huruf MO (neta), NO (va), ARG (entea),

2015 Kisi-kisi Materi LCC 31


GONFOE (deratarum), sedangkan pada sisi kiri terdapat huruf – huruf BELG (icarum), PRO
(vinciarum), WEST (risia). Terjemahan bebasnya : Mata uang perak bar dari kesatuan
Propinsi Belgia Frisia Barat.
Di atas pedang digambarkan sebuah kapal – herring, yaitu sejenis kapal untk menangkap
ikan heering, yang merupakan suatu tanda khusus dari pencetak PieterBuyseken dari kota
Medemlik. Sisi belakang di bagian tengah memperlihatkan lambang pemerintah Staten
General. Di bagian bawah terdapat angka tahun 1774. Di seblelah kanan terdapat kata
CONCORDIA, dibawah terdapat kata RES PARVAE, dan di sebelah kiri daerai kata
CRESCUNT. Terjemahannya berbunyi : Dengan kesepakatan hal-hal kecil tumbuh. Dukaton
digunakan oleh VOC di Indonesia sebagai alat pembayaran sah. Mereka memperkenalkan
mata uang yang dicetak indah yang terbuat dari emas dan perak untuk menarik perhatian
pimpinan-pimpinan suku bangsa.
h. Uang Gulden
Koleksi uang Gulden milik Museum Nasional berbahan kertas asal Belanda panjang 13,8 cm
leber 7,5 cm berasal dari tahun 1939. Uang ini mempunyai nilai nominal 5 gulden. Sisi muka
terdapat gambar penari wayang dan tulisan De Javasche Bank. Bank tersebut merupakan
bank milik Belanda yang diubah menjadi milik Indonesia pada tahun 1952 oleh Syafrudin
Prawiranegara, yang kemudian menjadi Gubernur BI yang pertama.
i. Medali “Bataviasche Genootschap”
Koleksi medali ini berbahan peran berlapis emas, asal dari Belanda. Berasal dari tahun 1878
denganukuran diameter 40,7 mm, tebal 2,5 mm denga berat 20 gr. Medal ini merupakan
peringatan 100 tahun berdirinya lembaga masyarakat Belanda Batavia Genootschap 24 April
1778 – 1878.
j. Uang Doit
Koleksi Museum Nasional berupa uang Doit berbahan emas dan dicetak di Hoorn, West
Frisia, Belanda. Diperkirakan berasal dari tahun 1731 N. Uang tersebut berukuran diameter
15,86 mm dan tebal 0,9 mm serta berat 3,7 gr. Uang ini berlaku pada masa pemeritahan
VOC (Vereenigde Oos Indische Compagnie) di Indonesia.
k. Uang Sen
Koleksi Uang Sen milik Museum Nasional berbahan aluminium. Uang ini berukuran diameter
26 mm, tebal 1,63 mm dan berat 2,32 gr. Uang ini ditemukan di Irian Jaya (Papua), Indonesia
pada tahun 1962. Uan ini khusus beredar di wilayah Papua yang dahulunya bernama Irian
Barat untuk menggantikan peredaran uang Gulden pada waktu Belana masih menduduki
wilauah itu (dulu bernama Nederlands Niew Guinea).
l. Piring
Koleksi Museum Nasional berupa piring dibuat di Cina (Dinasti Yuan, abad 14 M). Koleksi
berbahan porselin ini ditemukan di Halmahera, Maluku Utara. Hiasan warta biru putih dibawah
glasir, motif 8 benda berharga Tao, bunga peoni, burung Hong, dan ombak air. Di duga di
masa lalu termasuk salah satu barang dagangan yang dijual atau ditukar dengan rempah-
rempah. Burung Hong adalah burung Phoenix. Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti
burung pelikan, berleher seperti ular, berekor sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang
punggung mirip naga, berkulit sekeras kura-kura. Sementara bulunya memiliki lima warna
lambang lima kebajikan, ekornya dapat menghasilkan suara musik jika bergerak dan
bersinggunggan dengan angin, dan ia lebih banyak bersembunyi, hanya muncul pada saat

2015 Kisi-kisi Materi LCC 32


sebuah negara mengalami malapetaka. Satwa itu diyakini akan memperbaiki keadaan dan
mendamaikan suasana.
m. Guci
Koleksi Guci milik Museum Nasional berbahan porselin. Ditemukan di Sulawesi dan
diperkirakan dibuat di Vietnam dan berasal dari abad 15. Hiasan bunga peoni dan binatang
mitos kilin warna biru keunguan di bawah glasir, yang dilukis dengan ketelitian dan indah.

4. Koleksi Sejarah
Koleksi sejarah Museum Nasional adalah benda-benda yang mengandung nilai sejarah
dan merupakan benda peninggalan dari masa pendudukan bangsa Eropa di Indonesia (abad 16
– 19 M). Koleksi sejarahantara lain adalah furniture, keramik, lampu, gelas, bendera, prasasti,
genta, patung, meriam, dan lain-lain. Benda-benda tersebut ada yang berasal dari luar negeri ada
pula yang dibuat di Indonesia.
a. Meriam
Salah satu meriam koleksi Museum Nasional adalah meriam yang ditemukan di Solo, Jawa
Tengah. Meriam tersebut berbahan perunggu dengan panjang 54 cm dan diamter 8 cm.
Meriam tersebut berasal dari abad 18 M. Indonesia mulai mengenal meriam sejak abad 16 M,
ketika bangsa portugis datang ke Indonesia. Mereka melengkapi kapal mereka dengan
meriam untuk melindungi diri dari serangan musuh, bajak laut atau untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan di Indonesia. Kata meriam berasal dari bahasa Portugis untuk menyebut
“Santa Mariam”. Prajurit-prajurit Portugis dalam peperangan selalu meminta perlindungan dari
roh-roh suci seperti Santa Mariam. Kata Mariam kemudian dilafalkan oleh orang-orang
Indonesia menjadi Meriam yang dimaksud untuk menembak jarak jauh. Meriam jenis ini
disebut dengan meriam bumbung. Meriam ini tidak digunakan sebagai alat perang, namun
biasanya diguakan sebagai alat upacara atau biasa disebut sebagai meriam lela. Meriam ini
merupakan peninggalan istana Mangkunegara dan pernah dipakai saat penobatan raja
Mataram (Pakubuwono II) tahun 1727.
b. Padrao
Padrao merupakan koleksi Museum Nasional yang ditemukan di Jalan Cengkeh Jakarta.
Koleksi tesebut berbahan bagu andesit dengan ukuran tinggi 198 cm, dan lebar 67,58 cm.
Padrao merupakan prasasti perjanjian atara Portugis dan Kerajaan sunda. Pada tahun 1522,
Gubernur Portugis di Malaka George d’Albuquerque mengutus Henrique Leme untuk
mengadakan hubungan dagang dengan raja Sunda yang bergelar “Samiam”. Perjanjian atara
Kerajaan Portugis dan Kerajaan Sunda dibuat tanggal 21 Agustus 1522. Isi perjanjia tersebut
antara lain Portugis diizinkan untuk mendirikan kantor dagang berupa sebuah benteng di
wilaya Sunda Kelapa dan ditempat tersebut didirikan batu peringatan (padrao) dalam bahasa
Portugis. Kerajaan Sunda menyetujui perjanjian tersebut, selain karena hubungan
perdagangan, juga untuk mendapat bantuan Portugis dalam menghadapi kerajaan Islam
Demak. Namun perjanjian tersebut tidak terlaksana karena tahun 1527 Fatahuillah berhasil
menguasai Sunda Kelapa.
c. Patung Rafles
Koleksi Museum Nasional berupa Patung Rafles berasil dari abad 19. Patung ini adalah
patung tokoh Inggris Sir Thomas Stamford Raffles seorang letnan gubernur di Indonesia
selama masa pemerintah Inggris tahun 1811 – 1816. Beberapa kebijakan yang dicanangkan
oleh Raffles selama memimpin Indonesia, antara lain :

2015 Kisi-kisi Materi LCC 33


 Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan, hal ini sebagai usaha agara dapat mengontrol
wilayah-wilayah tersebut.
 Sistem baru di bidang peradilan.
 Meringankan kerja rodi.
 Melarang perbudakan.
 Mendirikan Kebun Raya Bogor.
d. Pelana Kuda Pangeran Diponegoro
Pelanda Kuda Pangeran Diponegoro merupakan koleksi sejarah Museum Nasional. Pelana
kuda tersebut menemani Pangeran Diponegoro dalam perjuangan melawan Belanda sejak 21
Juli 1825 sampai dengan ditangkap dalam meja perundingan. Sebagai pampasan perang,
pusaka-pusaka pangeran Diponegoro ikut dirampas termasuk Keris Nogosiluman, Pelana
Kuda, Tombak Kyai Rondhan, serta Tongkat Kyai Cokro. Kemudian pada tahun 1977, atase
pendidikan dan kebudayaan di Belanda, pada waktu itu Prof. Dr. Koesnadi Hardjosoemantri
melakukan pendekatan dengan pemerintah Belanda untuk memulangkan beberapa artefak
Indonesia yang berada di Belanda. Dan pada tahun 1978, bertepatan dengan 200 tahun hari
jadi Museum Pusat, pihak Belanda yang diwakili oleh Prof. Dr. F.H. Pott (direktur Rijkmuseum
voor Volkenkunde di Leiden) yang bertindak atas nama menteri kebudayaan, rekreasi, dan
pekerjaan masyarakat Belanda menyerahkan beberapa artefak dan benda-benda bersejarah
peninggalan budaya kepada pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Drs. Amir Sutaarga
direktur museum pusat dan atas nama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Bersamaan
dengan pelana kuda Pangeran Diponegoro, diserahkan pula benda-benda budaya lainnya
seperti perhiasan Cakranegara serta payung dari Lombok, dan artefak kitab Negara
Kertagama.

5. Koleksi Geografi
Benda budaya yang berkenaan denganvan sejarah alam dan lingkungan, baik berupa fosil,
batuan, flora dan fauna, peralatan geografi dan sebagainya dapat dimasukkan ke dalam kelompok
koleksi Geografi. Koleksi geografi Museum Nasional saat ini terdiri dari fosil, yaitu fosil toxaster
dan amonit yagn berumur 75-135 juta tahun, koleksi batuan antara lain batuan sediman, dan
metamorf. Berbagai jenis peta antar lain peta tengan aneka budaya bangsa Indonesia, peta dunia
pada sekitar abad ke 15 – 17, peta Indonesia abad ke 16, peta perkembangan kota Batavia abad
16 - 18, dan lain-lain. Selain itu ada pula koleksi berbagai kelengkapan navigasi seperti kompas,
chronometer, sextan, juga beberpa miniatur kapal, yaitu Phinisi, Lete, Nade, dan Bali.
a. Peta Selat Sunda
Peta Selat Sunda milik Museum Nasional diperoleh dari Leiden, Netherland. Peta tersebut
berbahan kerjas dengan panjang 45 cm dan lebar 35 cm dengan bahan kertas dan
diperkirakan berasal dari abad 17. Peta tersebut berupa peta warna kedalaman laut di Selat
Sunda pad atahun 1729. Peta tersebut dibuaty oleh Pierre van der Aa. Peta digambar dengan
belum mengikuti aturan kartografis secara tepat. Dalam peta tercantum kedalaman laut di
sekitar pantai pulau Jawa, Sumatra dan pulau-pulau kecil di sekitar Selat Sunda seperti
Princen Eylanden (Pulau Panaitan), Crakatau (Kratau) dan lain-lain. Pada saat pemetaan
daerah Selat Sunda, kepulauan Krakatau masih menunjukkan keadaan sebelum mengalami
letusan dahsyat tahun 1883.
b. Perahu Pinisi (model)

2015 Kisi-kisi Materi LCC 34


Koleksi Museum Nasional ini merupaan model perahu pinisi yang ditemukan Ujung Pandang
Sulawesi Selatan. Koleksi ini berbahan kayu dan kain dengan panjang 140 cm tinggi 95 cm.
Perahu Pinisi merupakan perahu Suku Bugis. Bentuk aslinya memiliki layar 7 dan bertiang 2.
Pinisi mengalami perubahan sebagai alat angkut niaga terbesar di Nusantara.

6. Koleksi Etnografi
Koleksi etnografi Museum Nasional menyajikan benda-benda atau hasil budaya dari
suku-suku bangsa di seluruh Indonesia. Benda-benda etnografis tersebut berupa peralatan hidup
yang digunakan oleh suatu suku bangsa baik yang dipakai untuk keperluan upacara maupun
sehari-hari. Koleksi etnografi menunjukkan pengaruh berbagai kebudayaan pada masa Hindu,
Islam, dan msa kolonial yang disesuikan dengan kebudayaan setempat.
Untuk menggambarkan keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke, ruang
etnografi dibagi menjadi tiga ruang. Yaitu kelompok wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau
Sumatra dan Jawa. Kelompok Indonesia bagian tengah yaitu Pulau Bali, Kalimantan dan
Sulawesi. Dan kelompok Indonesia bagian timur yaitu Kepulauan Nusata Tenggara, Maluku dan
Papua. Sebagian besar koleksi etnografi dikumpulkan pada masa pemerintahan kolonial
Belanda terutama pada pertengahan abad ke 19 dan awal abad ke 20 Masehi. Pengumpulan
koleksi antara lain dilakukan melalui kegiatan ekspedisi ilmiah, ekspedisi militer, atau oleh
perorangan seperti dari pejabat pemerintah dan para penyebar agama.
Selain ruang-ruang tersebut, koleksi etnografi juga mempunyai ruang pamer khusus.
Ruang miniatur rumah adat memamerkan berbagai model rumah adat dari berbagai suku bangsa
di Indonesia. Ruang tekstil menampilkan berbagai koleksi tekstil yang berasal dari seluruh wilayah
nusantara. Di Indonesia tekstil tadak hanya berfungsi sebagai pakaian tetapi juga mempunuyai
fungsi simbolis yang memiliki arti secara sosial dan religius yang dipakai pada upacara-upacara
tertentu. Ruang khasanah emas etnografi menyajikan koleksi yang dibuat dari logam mulia
khususnya emas. Sebagian dari koleksi emas etnografi merupakan benda-benda kebesaran di
Nusantara yang berkembang pada abad ke 17 sampai awal abad ke 20 Masehi.
a. Wadah Sirih
Koleksi Museum Nasional Wadah Sirih berasal dari Alas Aceh dan berbahan daun pandang
dan kain katun. Wadah sirih ini dibuat dari anyaman daun pandan bermotif krawangan, di
dalam dilapisi dengan kain katun berwarna merah dan hijau. Makan sirih merupakan adat
kebiasaan suku-suku bangsa di Indonesia yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Upacara makan sirih biasanya dilakukan pada upacara menyambut tamu atau upacara
perkawinan. Makan sirih merupakan simbul keramahan dan kebersamaan.
b. Hiasan Telinga
Koleksi Hiasan Telinga milik Museum Nasional berasal dari Dayak, Kalimantan dan berbahan
besi. Hiasan telinga tersebut berbentuk motif aso, yaitu perpaduan antara naga dan anjing
yang distillir. Motif Aso merupakan motif khas Dayak di Kalimantan. Motif naga adalah simbul
dunia bawah yang diasosiasikan dengan air. Air merupakan simbul perempuan yang dikaitkan
dengan kesuburan.
c. Mas Piring
Mas Piring koleksi Museum Nasional berbahan emas, perak, suasa dan berasal dari Leti
Maluku. Mas piring berfungsi sebagai pembayaran denda bila terjadi pelanggaran adat. Pada
masa pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku sekitar tahun 1887, bila terjadi pelanggaran
adat, masyarakat sering dihukup dengan membayar denda berupa piring emas sesuai dengan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 35


adat setempat. Motif binatang pada piring ini antara lain bebek, ikan dan bunga dibagian
tengah.
d. Tombak Ligan
Tombak Ligan koleksi Museum Nasional berbahan emas, permata, besi, nikel dan kayu.
Koleksi tersebut diperoleh dari Yogyakarta. Tombak ligan merupakan tombak kebesaran yang
berhias burung garuda bermahkota dengan ujung tombak keluar dari paruh garuda. Pola
pamor pada mata tombak disebut Pamor Miring. Motif garuda dalam mitologi Hindu merpakan
kendaraan dewa Wisna disamping juga merupakan burung matahari atau rajawali matahari.
Tombak ini dihadiahkan kepada Gubernur Jenderal Pahut oleh Sri Sultan HB VI sekitar tahun
1856 – 1860.
e. Topeng Hudo
Koleksi Museum Nasional Topeng Hudo berasal dari Dayak Kenyah, Apo Kayan, Kalimantan
Timur. Topeng ini dibuat dari bahan kayu, kulit binatang dan kaca. Topeng Hudo disebut juga
Budot dipakai dalam tarian ritual pada waktu upacara panen. Dipakai oleh penari laki-laki dan
pawangnya. Topeng ini digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan dan dimaksudkan
untuk menakut-nakuti hama penyakit agar tidak merusak tanaman.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 36


BENDA-BENDA BERSEJARAH DALAM GAMBAR

Replika Prasasti Ciaruetun di Museum Nasional

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi


sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor.
Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan
Tarumanagara. Pada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah
batu besar dengan ukiran aksara purba dilaporkan
ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari Buitenzorg (kini Bogor). Batu berukir itu
ditemukan di Kampung Muara, di aliran sungai Ciaruteun, salah satu anak sungai Cisadane.Segera
pada tahun yang sama, Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di Batavia. Akibat banjir besar pada tahun
1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi
terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula.
Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak
terulang terseret banjir bandang. Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk
melindungi prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil. Replika
berupa cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum Nasional Indonesia
dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung.Cap telapak kaki
melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut. Hal ini berarti
menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai
penguasa sekaligus pelindung rakyat. Penggunaan cetakan telapak kaki pada masa itu mungkin
dimaksudkan sebagai tanda keaslian, mirip dengan tanda tangan zaman sekarang. Hal ini mungkin
sebagai tanda kepemilikan atas tanah.

Prasasti Mulawarman

Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah


prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh
buah yupa yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan
diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan
dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya
berasal dari sekitar 400 Masehi. Isinya menceritakan Raja Mulawarman
yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi
yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan
anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang
beragama Hindu di Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini meskipun
tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur,
tepatnya di hulu Sungai Mahakam.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 37


Prasasti Tugu di Museum Nasional

Adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara.


Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga
oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut
merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir
yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan
kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk
seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima baris melingkari mengikuti
bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya,
Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis gaya
dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini
berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang
memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua
prasasti ini adalah orang yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan
prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada
masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian
(selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya
dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan
berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

Prasasti Cangal koleksi Museum Nasional

Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau


Prasasti Sanjaya) adalah prasasti dalam bentuk candra sengkala
berangka tahun 654Saka atau 732Masehi yang ditemukan di
halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan
Salam, Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara
Pallawa dan bahasa Sanskerta.[1] Prasasti dipandang sebagai
pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang
penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno.
Prasasti ini menceritakan tentang pendirian lingga (lambang
Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula
adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.

Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:


Bait 1 : Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung

2015 Kisi-kisi Materi LCC 38


Bait 2-6 : Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan
padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan
dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam
tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat
Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan
matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi
melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah
jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan
lainnya. Rakyat hidup serba senang.
Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai
tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan. Dalam
epikRamayana, diceritakan bahwa Rama, Sinta, dan Laksmana mengunjungi pertapaan Agastya di
gunung Kunjara.

Prasasti Kalasan Koleksi Museum Nasional

Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa


Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun
700 Saka atau 778 M. Prasasti yang ditemukan di
kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam
huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa
Sanskerta.Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang
Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura
Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra
Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara
dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat
Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.

Prasasti Amoghapasa

Prasasti Amoghapasa adalah prasasti yang tertulis pada bagian


belakang stela (sandaran) patung batu yang disebut pāduka
Amoghapāśa sebagaimana disebutkan dalam prasasti Padang Roco.
Pada tahun 1347, Adityawarman menambah pahatan aksara pada
bagian belakang patung tersebut untuk menyatakan bahwa patung ini
melambangkan dirinya. Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional
Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.198-6469 (bagian
arca). Patung ini merupakan hadiah dari Kertanagara raja Singhasari
kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya pada tahun

2015 Kisi-kisi Materi LCC 39


1208 Saka atau 1286 Masehi. Pada bagian lapik (alas) arca ini terdapat manuskrip yang disebut
prasasti Padang Roco yang menyebutkan penghadiahan arca ini.
Terdapat manuskrip yang dipahat kembali pada bagian belakang patung ini, yang dituliskan dalam
bahasa Sanskerta. Tata bahasa dari pahatan manuskrip ini tidak terstruktur, sehingga menyulitkan
dalam menerjemahkannya secara benar. Sebagian besar isinya merupakan puji-pujian kepada
Adityawarman. Dari beberapa teks yang sudah jelas, dapat membantu untuk memperkirakan maksud
dari manuskrip ini. Fokus utama adalah tentang pengukuhan atau pratista, dari patung Amoghapasa
oleh Ācārya (Pendeta Guru) Dharmaśekara atas perintah Adityawarman atau nama lainnya
Ādityawarmodaya. Disebutkan pula, Adityawarman menyatakan dirinya menjadi Maharajadiraja
dengan gelar Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa
dengan memulihkan keadaan sebelumnya (Kerajaan Melayu) dan kemudian menamakannya
Malayapura pada tahun 1347 Masehi.

Prasasti Manjusri Koleksi Museum Nasional

Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang


dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri,
bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi
Jago (sekarang tersimpan di Museum Nasional
dengan nomor inventaris D. 214). Candi Jago atau
Candi Tumpang atau Candi Jinalaya (pura)
merupakan tempat asalnya patung Manjusri ini. Candi
tersebut mula-mula didirikan atas perintah raja
Kertanagara untuk menghormati ayahandanya, raja Wisnuwardhana yang mangkat pada tahun
1268.Berdasarkan tafsiran Bosch dari tulisan pada prasasti tersebut, kemungkinan Adityawarman
mendirikan candi tambahan di lapangan Candi Jago tersebut, atau mungkin pula candi yang didirikan
tahun 1280 sudah runtuh dan digantikan dengan candi baru. Tidak adanya sisa-sisa bangunan besar
di samping Candi Jago yang sekarang, sehingga menunjukkan penjelasan yang kedua lebih masuk
akal. Hal ini didukung pula oleh gaya relief dan ukiran pada candi tersebut, menurut analisis
Stutterheim, membuktikan bahwa candi yang sekarang ini lebih baru daripada abad ke-13 . Karakter
Manjusri dianggap sebagai personifikasi dari kebijaksanaan transenden. Dia duduk di atas takhta
berhiasan teratai yang gemerlapan, pada tangan kirinya ia memegang sebuah buku (sebuah naskah
daun palem), tangan kanannya memegang pedang (yang bermakna untuk melawan kegelapan), dan
pada dadanya dilingkari tali. Ia juga dikelilingi oleh empat dewa, yang semuanya bermakna replika
dirinya sendiri.

Prasasti Padang Roco Koleksi Museum Nasional

Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun
1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari
Siguntur, kecamatan Sitiung, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Prasasti ini merupakan sebuah lapik (alas) arca Amoghapāśa yang pada
empat sisinya terdapat manuskrip (NBG 1911: 129, 20e). Prasasti ini

2015 Kisi-kisi Materi LCC 40


dipahatkan 4 baris tulisan dengan aksara Jawa Kuno, dan memakai dua bahasa (Melayu Kuno dan
Sanskerta) (Krom 1912, 1916; Moens 1924; dan Pitono 1966). Prasasti ini kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.198-6468 (bagian alas atau prasasti) dan
D.198-6469 (bagian arca). Prasasti ini berangka tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi, dituliskan pada
arca Amoghapāśa hadiah dari śrī mahārājādhirāja keṛtanagara wikrama dharmmottunggadewa raja
dari kerajaan Singhasari di Jawa untuk rakyat dan Raja Kerajaan MelayuDharmasraya di Sumatera.
Prasasti ini menceritakan bahwa pada tahun 1208 Saka, atas perintah raja Kertanegara dari
Singhasari, sebuah arca Amoghapasalokeswara dipindahkan dari Bhumijawa ke Swarnabhumi untuk
ditegakkan di Dharmasraya. Dengan hadiah ini diharapkan agar rakyat Swarnabhumi bergirang hati
dan bersuka cita, terutama rajanya śrī mahārāja śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmmadewa.

Prasasti Mula Malurung Koleksi Museum Nasional

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan


desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja.
Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan
Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas
perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.Kumpulan
lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang
berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di
dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001,
kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak
jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng
prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.Pranaraja yang mendapat hadiah
desa Mula dan desa Malurung disebutkan sebagai seorang pegawai kerajaan Kadiri yang setia dan
rajin. Ia mengabdi pada tiga raja sebelum Kertanagara, yaitu Bhatara Parameswara, Guningbhaya,
dan Tohjaya. Adapun Kertanagara saat itu (1255) baru menjadi raja bawahan di Kadiri, belum menjadi
raja Singhasari. Hadiah untuk Pranaraja telah dijanjikan oleh Seminingrat raja Tumapel. Seminingrat
lalu memerintahkan putranya, Kertanagara untuk melaksanakannya. Seminingrat merupakan nama
lain dari Raja Wisnuwardhana.Tokoh bernama Pranaraja juga ditemukan dalam Pararaton, yaitu
nama seorang pembantu Tohjaya yang mengusulkan supaya Ranggawuni dan Mahisa Campaka
dibunuh. Namun pengarang Pararaton mengisahkan Pranaraja sebagai seorang penghasut.

Prasasti Singhasari atau Prasasti Gadjah Mada koleksi Museum


Nasional

Prasasti Singhasari ini dikenal juga dengan sebutan Prasasti Gajah Mada,
ditemukan pada tahun 1904 di kolam Haji Napi’i di sebelah utara Candi
Singosari, Malang dan sekarang berada dan menjadi koleksi Museum
Nasional Jakarta, dengan nomor inventaris D 111. Prasasti tersebut
berangka tahun 1273 Saka (1351 M), beraksara Jawa Kuno dan bahasa
Jawa Kuno dengan pahatan yang dalam sehingga sangat jelas dibaca.
Hampir tidak ada kerusakan yang berarti dari fisik prasasti itu, kecuali ada
pahatan yang dalam dan berbentuk persegi yang menimpa beberapa huruf. Hingga sekarang belum

2015 Kisi-kisi Materi LCC 41


diketahui apa maksud dari pahatan persegi yang dalam tersebut. Prasasti ini terbuat dari bahan batu
andesit dengan bertuliskan 17 baris. Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah
caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada untuk menghormati
“Mahabrahmana Sewasogata”, yaitu para pendeta dari aliran “rsi”, Saiwa dan Bauda, yang ikut
meninggal bersama Raja Kertanagara dari kerajaan Singhasari ketika diserang musuh. Ketika
prasasti ini dikeluarkan, raja Majapahit yang memerintah ketika itu adalah Ratu
Tribhuwanotunggadewi. Diperkirakan Caitya yang dibangun tersebut adalah salah satu candi kecil
yang ada di sekitar Candi Singosari. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang
sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan
maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya. Menurut pembacaan
Trigangga prasasti ini dikeluarkan pada hari Selasa tanggal 26 April 1351.

Prasasti Telaga Batu Koleksi Museum Nasional

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel.
3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang
disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga
ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar
prasasti.Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-
sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional,
Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana
layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat
hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran)
tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar isinya tentang
kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuanSriwijaya dan tidak taat kepada
perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan
orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
Disebutkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja
(rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati),
panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka
(nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji
pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā
an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi
nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata),
pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha),
pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga
(vaniyāga), pelayan raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun
hāji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling
lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan
keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan pejabat-pejabat yang

2015 Kisi-kisi Materi LCC 42


disumpah itu tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.Soekmono berpendapat berdasarkan
prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya berada di Palembang karena adanya keterangan ancaman
kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan, dan mengajukan usulan Minanga seperti yang
disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di sekitar Candi Muara Takus sebagai
ibukota Sriwijaya.

Prasasti Sukabumi atau Prasasti Harinjing Koleksi Museum


Nasional

Prasasti Sukabumi adalah sebuah prasasti batu yang ditemukan di


perkebunan Sukabumi, tepatnya di Desa Siman, Kecamatan
Kepung, Kediri, Jawa Timur, yang berada di punggung Gunung
Kelud. Prasasti ini di kalangan ahli epigrafi lebih dikenal dengan
nama Prasasti Harinjing. Tulisan yang terdapat pada kedua belah
sisi prasasti ini ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno.
Prasasti ini terdiri dari tiga buah piagam yang mengenai hal yang
sama.Bagian depan disebut Prasasti Harinjing A. Isinya
menyebutkan bahwa pada 11 suklapaksa bulan Caitra tahun 726
Saka (25 Maret804Masehi) para pendeta di daerah Culanggi memperoleh hak sima (tanah yang
dilindungi dari pajak) atas daerah mereka karena telah berjasa membuat sebuah saluran sungai
bernama Harinjing.Bagian belakang, Prasasti Harinjing B, baris 1-23 menyebutkan bahwa Sri
Maharaja Rake Layang Dyah Tulodhong pada 15 Suklapaksa bulan Asuji tahun 843 Saka (19
September921 Masehi) mengakui hak-hak para pendeta di Culanggi karena mereka masih tetap
harus memelihara saluran Harinjing.
Mulai baris selanjutnya, disebut Prasasti Harinjing C, menyebutkan bahwa hak serupa diakui pula
pada 1 Suklapaksa bulan Caitra tahun 849 Saka (7 Maret927 Masehi).

Prasasti Kedukan Bukit Koleksi Museum Nasional

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg


pada tanggal 29 November1920 di Kampung Kedukan
Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera
Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke
Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil
berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa,
menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini
sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia
dengan nomor D.146. Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data sebagai berikut: Dapunta Hyang
berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi,
Sumatera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah
sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Ada juga
berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu ditaklukkan oleh Dapunta
Hyang, tempat penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan menganggap isi
prasasti ini menceritakan penaklukan Minanga. Sementara itu Soekmono berpendapat bahwa

2015 Kisi-kisi Materi LCC 43


Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (karena tamwan berarti 'temuan'), yakni Sungai
Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Kemudian
ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada
sehiliran Sungai Barumun (Provinsi Sumatera Utara sekarang). Pendapat lain menduga bahwa
armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatera, yakni dari Semenanjung Malaya.

Prasasti Talang Tuo koleksi Museum Nasional

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant


Westenenk (Residen Palembang) pada tanggal 17
November1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang
dan dikenal sebagai salah satu peninggalan Kerajaan
Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang
datar yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini
berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis
dalam Aksara Pallawa, Berbahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang
berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang
dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional
Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.p

Prasasti Wanua Tengah III Koleksi Museum Nasonal

Prasasti Wanua Tengah III adalah prasasti dari tahun 908 M pada
zaman Kerajaan Mataram Kuno, yang ditemukan November 1983.
Prasasti ini di sebuah ladang di Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan,
Kaloran, sekitar 4 km arah timur laut Kota Temanggung. Prasasti ini
disimpan di Balai Arkeologi Yogyakarta.Di dalam prasasti ini
dicantumkan daftar lengkap dari raja-raja yang memerintah bumi
Mataram pada masa sebelum pemerintahan raja Rake Watukara
Dyah Balitung. Prasasti ini dianggap penting karena menyebutkan
12 nama raja Mataram, sehingga melengkapi penyebutan dalam
Prasasti Mantyasih (atau nama lainnya Prasasti Tembaga Kedu) yang hanya menyebut 9 nama raja
saja.Prasasti Wanua Tengah III ini terdiri dari dua lempengan, pertama dengan ukuran 53,5 x 23,5 cm
dan ketebalan kira-kira 2,5 mm, kedua dengan ukuran 56 x 26 cm dan ketebalan sama. Keduanya
adalah lempengan tembaga. Lempeng pertama ditulisi satu sisi saja dengan tulisan 17 baris,
sedangkan lempeng kedua tulisi bolak-balik, masing-masing 26 dan 18 baris.

Arca Harihara koleksi Museum Nasional

Harihara merupakan perwujudan gabungan antara Dewa Wisnu (Hari) dan


Dewa Siwa (Hara). Juga dikenal dengan sebutan Shankaranarayana
("Shankara" adalah Dewa Siwa, dan "Narayana" adalah Dewa Wisnu), Harihara

2015 Kisi-kisi Materi LCC 44


sangat dihormati oleh kedua Vaishnavites dan Shaivites sebagai dewa yang maha kuasa. Indonesia
memiliki sebuah area Harihara yang terkenal karena mewujudkan Raja Wijaya, Raja Majapahit
pertama, dengan gelar Kertarajasa Jayawarddhana dan sekarang tersimpan di Museum Pusat,
Jakarta. Tangan kanan belakang memegang sangka, tangan kanan depan memegang askamala,
tangan kiri belakang dan tangan kiri depan memegang gada. Arca ini berasal dari Simping, Jawa
Timur, yang menurut Nagarakertagama pernah dikunjungi Hayam Wuruk karena candi Wijaya,
kakeknya, perlu dipugar kembali.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 45


Arca Bhairawa Koleksi Museum Nasional

Arca Bhairawa adalah patung batu raksasa dan kini menjadi


salah satu koleksi pameran utama di Museum Nasional
Indonesia. Arca ini menggambarkan "Bhairawa", suatu dewa-
raksasa dalam aliran sinkretisme Tantrayana, yaitu
pengejawantahan Siwa sekaligus Buddha sebagai raksasa yang
menakutkan. Arca ini dikaitkan sebagai perwujudan Raja
Adityawarman karena ia adalah penganut Buddha aliran
Tantrayana Kalachakra. Patung batu raksasa ini berukuran tinggi
4,41 meter dan berat 4 ton dan terbuat dari batu andesit.
Bhairawa digambarkan sebagai raksasa mengerikan sebagai
perwujudan hasrat negatif, serta merupakan perwujudan Siwa
sekaligus Buddha dalam aliran Tantrayana. Arca Bhairawa ini
memiliki dua tangan, tangan kiri memegang mangkuk dari
tengkorak manusia berisi darah manusia dan tangan kanan
membawa pisau belati. Penggambaran Bhairawa membawa
pisau konon untuk menunjukkan upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk
menampung darah dalam upacara meminum darah.
Bhairawa merupakan dewa Siwa dalam salah satu aspek perwujudannya. Bhairawa berkategori
ugra (ganas) dan digambarkan bersifat kejam, berwujud mengerikan, memiliki taring, dan bertubuh
sangat besar seperti raksasa. Rambutnya disanggul besar ke atas menyerupai bola, tetapi
ditengahnya terdapat arca Buddha Amitabha, laksana atau atribut seperti ini merupakan atribut
bodhisattwa Awalokiteswara, hal ini menggambarkan aspek sinkretisme Tantrayana yang
memadukan unsur Hindu dan Buddha. Bhairawa mengenakan perhiasan yang raya berupa mahkota
dan kalung, sementara kelat bahu, gelang tangan dan gelang kakinya berupa belitan ular, sedangkan
ikat pinggangnya berukir kepala kala. Bhairawa ini digambarkan tengah menginjak orang cebol yang
tengah terlentang dan berdiri di atas lapik delapan tengkorak berjajar yang menggambarkan lapangan
mayat.
Arca raksasa ini aslinya terletak di bukit di tengah persawahan di kompleks percandian Padang
Roco, Dharmasraya, Sumatera Barat, menghadap ke arah timur dan dibawahnya mengalir sungai
Batanghari. Dulu, di tempat strategis itu Bhairawa dengan gagah berdiri memandang ke arah Sungai
Batanghari, sehingga siapa pun yang melewati sungai tersebut akan mudah melihatnya. Dikatakan
strategis karena Padang Roco merupakan gerbang masuk melalui Batanghari menuju pusat
pemerintahan Kerajaan Malayu di Sumatera Barat, dan arca raksasa ini berfungsi sebagai markah
tanah.
Arca raksasa ini sempat roboh dan terkubur tanah, hanya satu sisi bagian lapik (alas) yang
menyembul ke permukaan tanah. Penduduk setempat yang tidak menyadari keberadaan arca itu
menjadikan batu itu sebagai batu pengasah parang dan membuat lubang lumpang batu sebagai
lesung untuk menumbuk padi. Hingga kini pun bekas lubang itu dapat ditemukan pada sisi landasan
arca ini. Patung yang dikaitkan dengan perwujudan Raja Adityawarman itu diangkut oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1935 ke Kebun Margasatwa Bukittinggi. Lalu pada tahun 1937 arca ini
diboyong ke Museum Nasional di Batavia dan menghuni Museum Nasional hingga kini.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 46


Arca Ganesha Koleksi Museum Nasional

Di dalam agama Hindu, Ganesa atau Ganesha termasuk salah


satu dewa yang paling populer, di samping Dewa-dewa Trimurti,
yakni Brahma (dewa pencipta alam semesta), Wisnu (dewa
pemelihara alam semesta), dan Siwa (dewa perusak alam
semesta). Ganesha adalah dewa berkepala gajah. Di kalangan
masyarakat Hindu, Ganesha dianggap setengah manusia dan
setengah dewa. Peranan Ganesha begitu penting karena dia
adalah anak Dewa Siwa.Ganesha merupakan dewa ilmu
pengetahuan. Ciri utama Ganesha adalah memiliki belalai yang
sedang mengisap isi mangkok dalam genggaman tangan depannya. Isi mangkok itu diibaratkan
pengetahuan yang tak pernah habis.

Arca dewa Wisnu di Museum Trowulan

Di Museum Trowulan, Mojokerto, terdapat arca yang paling terkenal


yaitu Arca Raja Airlangga, digambarkan sebagai Dewa Wishnu yang
mengendarai Garuda, dari Candi Belahan. Arca ini merupakan
penggambaran dari Raja Kahuripan yang bernama Airlangga, yang
dipercaya sebagai titisan Dewa Wisnu. Setelah membagi Kahuripan
menjad Kediri dan Jenggal tahun 1045, Airlangga menjadi pertapa
dengan gelar Resi Gentayu. Ketika ia meninggal tahun 1049, arca
bernomor 405 itu dibuat untuk memujanya sebagai jelmaan Wisnu,
dewa penelamat danpenjaga dunia. . garuda yang ditungganingya juga
merupakan simbol kerjaa Kediri (Garudamukha). Arca tersebut merupakan salah satu koleksi yang
ada di Museum Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawatimur.

Arca Prajnyaparamita, koleksi Museum nasional

Prajnyaparamita adalah dewi dalam pantheon agama Buda yang


mempunyai kedudukan tinggi di dalam aliran Mahayana. Ia dianggap
sebagai istri Buda dan merupakan lambang ilmu pengetahuan yang

2015 Kisi-kisi Materi LCC 47


sempurna. Arca berparas jelita yang oleh masyarakat dikenal juga dengan nama Ken Dedes ini dibuat
dari batu andesit berwarna abu-abu muda dengan ukuran tinggi 126 cm, lebar 55 cm, dan tebal55 cm.
Arca Prajnyaparamita yang dibuat pada sekitar abad XII-XIII tersebut ditemukan di desa Singosari
pada tahun 1818 oleh asisten Residen Malang, D. Monnereau. Pada tahun 1822 arca dibawa ke
Belanda oleh Prof. C.G.C Reinward dan tahun 1841 diserahkan ke Museum van Oudheden (sekarang
Museum of Antiquities) di Leiden dengan nomor inventaris 1403-1587. Pada tahun 1903 arca
kemudian dipindahkan ke Rijksmuseum voor Volkenkunde sebelum akhirnya diserahkan kepada
Pemerintah Indonesia pada bulan Januari 1978. Kini Arca Prajnyaparamita menjadi koleksi di
Museum Nasional dengan nomor inventaris 17774. Arca dalam keadaan relatif baik, hanya terdapat
cacat (gumpil) di bagian lapik sisi sebelah kanan. Selain itu, bagian puncak prabha di belakang kepala
arca juga telah aus permukaannya.

Arca perwujudan Bodhisattwadewi (bodhisattwa wanita) Prajnaparamita yang paling terkenal adalah
arca Prajnaparamita dari Jawa kuno. Arca ini diperkirakan berasal dari abad ke-13 Masehi pada era
kerajaan Singhasari. Arca ini ditemukan di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singhasari, Malang,
Jawa Timur. Menurut kepercayaan setempat, arca ini adalah perwujudan Ken Dedes ratu pertama
Singhasari, mungkin sebagai arca perwujudan anumerta dia. Akan tetapi terdapat pendapat lain yang
mengaitkan arca ini sebagai perwujudan Gayatri, istri Kertarajasa raja pertama Majapahit. Arca ini
pertama kali diketahui keberadaannya pada tahun 1818 atau 1819 oleh D. Monnereau, seorang
aparat Hindia Belanda. Pada tahun 1820 Monnereau memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt,
yang kemudian memboyongnya ke Belanda dan akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor
Volkenkunde di kota Leiden. Pada Januari 1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde (Museum Nasional
untuk Etnologi) mengembalikan arca ini kepada Indonesia, dan ditempatkan di Museum Nasional
Indonesia, Jakarta hingga kini. Kini arca yang luar biasa halus dan indah ini ditempatkan di lantai 2
Gedung Arca, Museum Nasional, Jakarta. Arca Prajnaparamita ini adalah salah satu mahakarya
terbaik seni klasik Hindu-Buddha Indonesia, khususnya seni patung Jawa kuno. Arca dewi
kebijaksanaan transendental dengan raut wajah yang tenang memancarkan keteduhan, kedamaian,
dan kebijaksanaan; dikontraskan dengan pakaiannya yang raya mengenakan Jatamakuta gelung
rambut dan perhiasan ukiran yang luar biasa halus. Dewi ini tengah dalam posisi teratai sempurna
duduk bersila diatas padmasana (tempat duduk teratai), dewi ini tengah bermeditasi dengan tangan
melakukan dharmachakra-mudra (mudra pemutaran roda dharma). Lengan kirinya mengempit
sebatang utpala (bunga teratai biru) yang diatasnya terdapat keropak naskah Prajnaparamita-sutra
dari daun lontar. Arca ini bersandar pada stella (sandaran arca) berukir, dan di belakang kepalanya
terdapat halo atau aura lingkar cahaya yang melambangkan dewa-dewi atau orang suci yang telah
mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi.

Arca Ratu Suhita, koleksi museum nasional

Arca ini menggambarkan Ratu Suhita yang memerintah tahun


1429-1447. Arca yang ditemukan di Tulungagung, Jawa Timur ini
sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia.
Suhita memerintah berdampingan dengan Ratnapangkaja bergelar
Bhatara Parameswara. Pada tahun 1433 Suhita membalas
kematian Bhre Wirabhumi dengan cara menghukum mati Raden

2015 Kisi-kisi Materi LCC 48


Gajah alias Bhra Narapati. Dari berita ini terasa masuk akal kalau hubungan Bhre Wirabhumi dan
Suhita adalah kakek dan cucu, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton.Nama Suhita
juga muncul dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang
mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Cina di Tuban dengan pangkat A-lu-ya.
Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.Pada tahun 1437 Bhatara
Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita
meninggal pula. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya.Karena tidak memiliki
putra mahkota, Suhita digantikan adiknya, yaitu Dyah Kertawijaya, sebagai raja selanjutnya.

Arca Dewi Parwati, koleksi museum nasional

Arca ini sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, yaitu


ratu Majapahit yang merupakan ibunda Hayam Wuruk.Tribhuwana
Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang
memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti Singasari (1351)
diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanottunggadewi
Maharajasa Jayawisnuwardhani. Nama asli Tribhuwana
Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja.
Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik
kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara.
Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat
sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.
Tribhuwana Wijayatunggadewi diperkirakan turun takhta tahun 1351
(sesudah mengeluarkan prasasti Singasari). Ia kemudian kembali
menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu
semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga
kerajaan. Adapun yang menjadi raja Majapahit selanjutnya adalah putranya, yaitu Hayam
Wuruk.Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton hanya
memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon
sebagai patih tahun 1371.Menurut Pararaton, Tribhuwanotunggadewi didharmakan dalam Candi
Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre
Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa
Japan.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 49


Mangkok Ramayana

Bahan emas, ditemukan di Dusun Plosokuning, Desa Wonoboyo,


Jogonalan, Klaten, Jawa Tengah. Pada bagian luar mangkuk yang
berlekuk enam, dihiasi relief cerita Ramayana yang menceritakan
penculikan dewi Sita oleh Rawana. Oleh karena itu mangkuk ini
dikenal dengan sebutan mangkuk Ramayana. Relief-relief tersebut
dibuat dengan teknik solder dan teknik tempa mengambil sistem
tempa dari sisi dalam (repousse technique). Pembuatannya sangat
halus dan indah sehingga mangkuk ini merupakan benda paling indah (bernilai estetika tinggi) di
antara temuan-temuan Wonoboyo lainnya.

Mahkota Kerajaan Siak

Bahan emas, Mirah, Berlihan. Ditemukan di Siak Sri Indrapura,


Riau. Mahkota ini berasal dari keluarga kesultanan Siak Sri
Indrapura di Riau. Dibuat dari emas dan dihiasi permata berlian dan
mirah, bermotif filigri dengan berbagai teknik. Setelah kemerdekaan
Indonesia tahun 1945, Sultan Syarif Kasim II menyatakan
kedaulatannya dan tunduk kepada pemerintah RI dan memberikan
mahkotanya kepada pemerintah RI untuk kemudian diserahkan dan
dipamerkan di Museum Nasional.

Wadah Tinta Tattoo

Bahan kayu, ditemukan di Kalimantan Tengah. Kayu berukir


dengan bentuk anjing berkepala naga disebut motif aso. Motif ini

2015 Kisi-kisi Materi LCC 50


merupakan perwujudan nenek moyang yang amat ditakuti orang Dayak. Motif ini juga merupakan
simbol kesuburan. Bagian punggung aso terdapat dua buah cekungan yang berfungsi sebagai wadah
cairan tinta untuk tattoo atau merajah. Bagi orang Dayak merajah bagian tubuh dengan motif-motif
tertentu dapat merupakan simbol bahwa ia orang Dayak, simbol kejantanan bagi laki-laki-laki dan juga
sebagai simbol kebangsawanan laki-laki maupun perempuan. Menurut kepercayaan orang Dayak
apabila ia meninggal kelak, bekas tattoo yang berwarna hitam ditubuh mereka akan berubah menjadi
emas dan tubuhnya akan bercahaya.

Arca Durga Mahesasuramardhini, Koleksi Museum


Nasional

Durgamahasisuramardhini yang merupakan gabungan dari kata


Durga, Mahisa, Asura, dan Mardhini. Arca Dewi Durga memiliki
banyak tangan, lebih dari 8, 12 atau pada beberapa arca
sampai dengan 16. Dewi Durga adalah nama sakti atau istri
Dewa Siwa, Mahisa adalah kerbau, Asura berarti raksasa,
sedang Mardhini berarti menghancurkan atau membunuh. Jadi,
Durgamahasisuramardhini berarti Dewi Durga yang sedang
membunuh raksasa yang ada di dalam tubuh seekor kerbau.
Durga merupakan tokoh dewi yang terkenal di India, dan juga
sangat di puja-puja dalam agama Hindu. Dia dipuja di musim
gugur pada pertengahan kedua bulan Asvina di propinsi India Timur Laut.Dewi Durga pembunuh
mahisa (kerbau) yang penjelmaan asura (raksasa musuh para dewa yang sering menyerang
khayangan). Dewi Durga ditugaskan untuk menghalau asura. Asura bisa menjelma jadi berbagai
macam bentuk, misalnya gajah, singa, kerbau. Sebelum muncul wujud aslinya, diwujudkan dengan
mahisa (kerbau). Setelah mahisa dibunuh ditombak dengan trisula, muncul wujud aslinya (asura).

2015 Kisi-kisi Materi LCC 51


Menjelma keluarnya dari ubun-ubun (kepala).Sebagai dewi yang digambarkan sedang berperang,
Durga membawa senjata. Tangan atasnya membawa cakra dan yang dibekali oleh dewa wisnu. Dia
juga bawa pedang yang panjang dan busur panah dengan mata panahnya. Tangan sebelah kanan
depan menarik ekor dari kerbau (mahisa yang sudah mati). Tangan kiri menjambak rambut asura.
Tangan lainnya bawa pitaka (perisai) dan Cangka, dibuat dari cangkang kerang pemberian Dewa
Wisnu. Durga digambarkan dalam adegan kemenangan setelah berhasil mengalahkan asura yang
berubah bentuk seperti kerbau yang sangat besar.

Arca Brahma, Koleksi Museum Nasional

Dewa Brahma digambarkan sebagai sosok dewa dengan empat


muka yang menghadap ke empat penjuru arah mata angin
(Caturmukha Brahma) yang melambangkan kekuasaan terhadap
Catur Weda, Catur Yuga (empat siklus waktu), Catur Warna
(empat pembagian masyarakat berdasarkan keterampilan). Dia
dilukiskan sebagai seorang pria tua dengan janggut putih yang
memiliki makna leluhur dari seluruh jagat raya, memiliki empat
tangan yang memegang alat-alat seperti:
1. Aksamala/tasbih : simbol tiada awal dan tiada akhir.
2. Sruk (sendok besar), dan Surva(sendok biasa) simbol dari
upacara yadnya.
3. Kamandalu/kendi simbol dari keabadian.
4. Pustaka yang merupakan simbol dari Ilmu Pengetahuan.
Dia berwahana Hamsa (Angsa) putih yang merupakan simbolisasi dari kebijaksanaan, dan
kemampuan memilah baik dan buruk. Terkadang dia juga digambarkan sedang duduk dalam keadaan
meditasi di atas bunga Padma (lotus) Merah yang merupakan lambang Kesucian lahir bathin.Dewa
Brahma disandingkan dengan Dewi Saraswati sebagai dewi Ilmu Pengetahuan. Hal ini merupakan
sebuah makna tersirat bahwa suatu penciptaan atau suatu karya tanpa landasan ilmu pengetahuan
adalah sia-sia.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 52


Arca Amoghapasa, koleksi museum nasional

Arca Amoghapasa adalah patung batu pāduka Amoghapāśa


sebagai salah satu perwujudan Lokeswara sebagaimana disebut
pada prasasti Padang Roco. Patung ini merupakan hadiah dari
Kertanagara raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di
Dharmasraya pada tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi. Pada
bagian lapik (alas) arca ini terdapat tulisan yang disebut prasasti
Padang Roco yang menjelaskan penghadiahan arca ini. Berita
pengiriman arca Amoghapasa ini tertulis pada alas arca bertanggal
22 Agustus 1286. Sedangkan pada bagian belakang arca terdapat
tulisan yang disebut dengan prasasti Amoghapasa bertarikh 1346 Masehi. Amoghapasa adalah salah
satu boddhisatwa perwujudan Lokeswara atau Awalokiteswara dalam kepercayaan Buddha
Mahayana yang melambangkan sifat welas asih.[2] Sebagaimana digambarkan dalam prasasti Padang
Roco, arca ini diiringi empat belas pengikut (murid) Amoghapasa. Empat orang berdiri di kedua sisi
dengan sikap tubuh menengadah sambil menghormat dan memuliakan Amoghapasa, sementara
sepuluh lainnya duduk di atas padma melayang di latar belakang. Pada bagian bawahnya terukir tujuh
ratna berupa lambang-lambang buddhisme yaitu stupa, cakra, tara, boddhisatwa, kijang, dan gajah.
Sayang sekali wajah dan lengan Amoghapasa ini telah rusak, demikian pula ukiran beberapa
pengikutnya telah rusak.

Arca Bhairawa Singasari Jawa Timur

Arca Bhairawa perwujudan Raja Kertanegara dari Candi Singosari


kini masih tersimpan di Tropen Museum Leiden Belanda. Menurut
catatan sejarah, Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari, saat
diserang oleh tentara Kerajaan Kediri (1292) sedang pesta makan
minum sampai mabuk. Kenyataannya adalah bahwa pada saat
serbuan tentara Kediri tersebut Kertanegara bersama dengan
para patihnya, para Mahãwrddhamantri dan para pendeta-
pendeta terkemukannya sedang melakukan upacara-upacara
Tantrayana. Kertanegara adalah seorang penganut setia aliran
Budha Tantra. Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok di
surabaya menyatakan bahwa Krtanegara telah dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yaitu
sebagai Aksobya, dan Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya. Sebagai Jina, Kertanegara
bergelar Jnanaciwabajra. Setelah wafat ia dinamakan Çiwabuddha yaitu dalam kitab Pararaton dan
dalam Nagarakartagama >Mokteng (yang wafat di) Çiwabuddhaloka sedangkan dalam prasasti lain
>Lina ring (yang wafat di) Çiwabuddhalaya. Kertanegara dimuliakan di Candi Jawi sebagai Bhatara
Çiwabuddha/ SiwaBuddha di Sagala bersama dengan permaisurinya Bajradewi, sebagai Jina
(Wairocana) dengan Locana dan di Candi Singosari sebagai Bhaiwara. Istilah Tantrayana ini berasal
dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada Dewa itu. Di India
penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Kitab kitab
yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra,
Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara. Tantrayana berkembang luas sampai ke Cina,

2015 Kisi-kisi Materi LCC 53


Tibet, dan Indonesia dari Tantrisme munculah suatu faham “Bhirawa” atau “Bhairawa” yang artinya
hebat.

Patung Hutan Baluran

Patung yang diketemukan di Hutan Baluran Situbondo, Jawa Timur, pada 10


Maret 2013 ini pada akhirnya di pastikan keasliannya juga sebagai benda
purbakala. Patung itu dinyatakan juga sebagai Patung Dewi Laksmi serta
peninggalan dari masa Kerajaan Majapahit. Arca ini Termasuk unik lantaran
diketemukan di Lokasi Kekuasaan Majapahit Timur yang belum tersentuh sama-
sekali peninggalan bersejarahnya.

Nekara, koleksi musum nasional

Istilah untuk menyebut nekara berbeda-beda tergantung


kepada bahasa dan wilayah tempat nekara itu diketemukan.
Nama lokal untuk nekara di Bali adalah bulan dan sasih, di
Maluku nekara disebut tifa guntur, di wilayah Sangeang (NTB)
nekara disebut makalamau. Di Pulau Alor nekara disebut
moko, di Pulau Pantar disebut kuang, dan di Kabupaten Flores Timur nekara disebut dengan wulu.
Meyer, Foy, dan De Groot menyebut nekara sebagai bronze pauke. Heger menyebutnya metall
trommen. Dalam bahasa Belanda disebut ketle trom, dalam bahasa Denmark kedel trommen,
Dalam bahasa Prancis tambour metallique, di Jerman nekara disebut dengan nama pauke, dan dalam
bahasa Inggris nekara sama dengan kettle drum. Semua istilah dan bahasa tersebut pada umumnya
memiliki arti yang sama, yaitu genderang.

Candrasa

Bahan dari perunggu. Ditemukan di Bandung, Jawa Barat.


Sejenis kapak upacara. Mempunyai mata kapak melebar ke
samping. Kedua ujungnya melengkung ke dalam. Pada gagang
terdapat motif geometris dikombinasikan dengan motif lengkung
kecil. Motif hias seperti ini umum dijumpai pada kapak-kapak perunggu dari masa prasejarah.
Candrasa digunakan sebagai perlengkapan upacara.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 54


Hiasan telingan, koleksi museum nasional

Berbahan besi, asal dari dayak kalimantan. erhiasan telinga


berbentuk motif aso, yaitu perpaduan antara naga dan anjing yang
distilir. Motif aso merupakan motif khas Dayak di Kalimantan, motif
naga adalah simbol dunia bawah yang diasosiasikan dengan air. Air
juga merupakan simbol perempuan yang dikaitkan dengan kesuburan.

Kjokenmodinger, Koleksi Museum Nasional

Bahan kerang, di pantai timur Sumatra, jaman Mesolitik.


Kjokkenmodinger (bahasa Denmark) adalah sebutan bukit kerang yang
disebabkan dari penumpukkan kulit-kulit kerang sebagai limbah makanan
komunitas prasejarah di masa Mesolitik. Pada masa mesolitik, berdasarkan
rangka manusia yang ditemukan di beberapa wlayah Sumatera, diketahui
bahwa mereka menetap di gua-gua dekat sungai atau di pesisir pantai.
Tempat tinggal mereka ini menjadikan komunitas masa itu mengonsumsi makanan laut (sea food).
Kerang menjadi makanan utama manusia prasejarah.

Beliung, Koleksi Museum Nasional

Berbahan Kalsedon, ditemukan di Sukabumi, Jawa barat, masa Mesolitikum.


eliung persegi atau kapak persegi merupakan alat batu yang paling dominan
dari masa neolitik (masa bercocok tanam). Penemuannya hampir di seluruh
kepulauan Indonesia, khususnya di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Oleh
karena itu, sering kali beliung persegi dijadikan acuan bagi masa neolitik di
Indonesia.Bahan batuan yang digunakan bermacam-macam, dari batuan semi
permata hingga batuan biasa seperti gamping. Penggunaan jenis batuan
kerap menentukan fungsi dari beliung tersebut, apakah sebagai alat kerja pertanian, benda upacara
atau benda pertukaran.Beliung temuan dari daerah Sukabumi, Jawa Barat ini, dibuat dari batuan
kalsedon (jenis batuan semi permata). Proses pembuatan yang sempurna hingga proses
pengupaman (pengasahan) menghasilkan kilau dan memperlihatkan tekstur batuannya yang indah.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 55


Ditinjau dari fungsinya, tampak beliung ini tidak digunakan sebagai alat kerja melainkan sebagai
benda upacara, bekal kubur, dan kemungkinan juga sebagai benda barter.

Hiasan Perahu Kora

Bahan kayu, kerang, berasalah dari Kepulauan


Tanimbar. Hiasan ujung perahu Kora dari kepulauan
Tanimbar ini berbentuk seperti kerucut yang menyerupai
layar perahu. Salah satu sisinya dihiasi dengan kulit kerang
putih. Pada bagian atau bidang yang kosong dihiasi dengan
ukiran bentuk spiral serta bentuk binatang berkaki empat di bagian bawah.

Alam pikiran masyarakat dari suku-suku bangsa di Indonesia mengenal adanya dunia atas dan dunia bawah.
Maka binatang berkaki empat dianggap sebagai binatang keramat. Sementara bentuk spiral sudah ada sejak
zaman perunggu atau kebudayaan Dongson melintas jauh sampai di bagian timur Indonesia.

Mamolo atau Mastaka

Mamolo atau Mastaka ini disebut Rama, nama salah seorang tokoh wayang
purwa, anak Raja Kosala yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu yang
beristrikan Dewi Sita.Dalam bahasa Sunda, mamolo atau mastaka berarti
kepala. Dalam adat-istiadat mereka, kepala merupakan bagian yang paling
tinggi dan dianggap suci. Itu sebabnya benda ini diletakkan di atas.Hiasan
atap ini berbentuk segi empat atau bulat yang meruncing ke atas. Mamolo
biasanya terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian bawah, bagian tengah,
dan bagian atas. Tiap-tiap bagian dibuat dengan cara bertahap. Pertama,
dibuat bagian bawah dengan bentuk lebar yang disebut indung (ibu).
Kedua, dibuat bagian tengah yang bentuknya menekuk ke dalam dan mempunyai pinggang yang
disebut anak. Ketiga, dibuat bagian atas yang berukuran hampir sama dengan bagian bawah, namun
bentuknya meruncing ke atas. Bagian puncaknya dapat dilepaskan, disebut incu (cucu), tempat
meletakkan mahkota.Mamolo tidak hanya sebagai penghias atap yang memberikan kesan bangunan
menjadi lebih tinggi dan anggun. Juga berguna untuk menguatkan puncak atap. Hiasan ini diletakkan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 56


di atas masjid atau kuburan para wali penyebar agama Islam di daerah Jawa Barat, khususnya di
daerah Cirebon dan Banten.

Uang Pitih Teboh

Uang ini berbentuk segi delapan dengan lubang bundar di bagian


tengah. Terbuat dari timah dengan berat 1,44 gram.Berasal dari
Palembang, Sumatera Selatan. Pada salah satu sisi tertera tulisan
Arab, “Haza fulus fi Balad Palembang-1219”. Dari angka tahun
Hijriyah yang tertera 1219 (=1804 Masehi), diketahui uang ini
beredar pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin.Koleksi ini memiliki No. Inv. 12991

Uang Kasha

Uang ini berbentuk bundar dengan lubang berbentuk segi enam di


bagian tengah. Terbuat dari kuningan dan mempunyai berat 3,57
gram. Berasal dari masa Kesultanan Banten, abad ke-16 M. Pada
salah satu sisinya tertera tulisan Arab berbahasa Jawa, “Pangeran
Ratu Ing Banten”, gelar Sultan Maulana Muhammad. Beliau memerintah Banten pada tahun 1580-
1596. Koleksi ini memiliki No. Inv. 13621

Medali JP Coen
Bahan perunggu, ditemukan di Belanda. Medali tanda penghargaan 350
tahun kelahiran Jan Pieter Zoon Coen (1587-1937), pendiri kota Batavia pada
masa Hindia Belanda (Indonesia). Coen pernah menjabat Gubernur Jenderal
dan meninggal dunia pada 1629. Nama Batavia berasal dari Batavieren, suku
bangsa nenek moyang bangsa Belanda yang berasal dari Jerman. Nama
Batavia kemudian diusulkan oleh Van Raai pada 12 Maret 1619.

Batu Duga

2015 Kisi-kisi Materi LCC 57


Bahan, timah, tali. Ditemukan di Indonesia. Biasanya digunakan oleh pelaut tradisional, sebagai
alat untuk mengetahui kedalaman laut demi keselamatan pelayaran. Kedalaman laut dapat diketahui
dengan cara mengulur batu duga ini sampai ke dasar laut dengan arah tegak lurus. Panjang tali yang
terulur ke dasar laut itulah yang dianggap kedalaman laut.Batu duga ini terbuat dari timah sehingga
meskipun berukuran kecil tetapi berat. Pada bagian atas dari batu duga ini terdapat lubang pengait,
berfungsi mengaitkan batu duga dengan tali yang akan diulur.

Sextan

Bahan Kuningan, ditemukan di Indonesia. Sextant merupakan alat


yang berfungsi untuk mengukur tinggi kulminasi benda-benda langit
(matahari, bulan, planet, bintang) di atas horizon kodrat. Pengukuran
ini sangat penting untuk menentukan tempat atau posisi kapal di
samudera ataupun pesawat terbang di udara.Dalam menentukan
posisi kapal biasanya dilakukan pada siang hari dengan menembak matahari dengan menggunakan
alat ini. Sextant terdiri atas (1) Cermin index, (2) setengah kaca bening (kaca horizon) dan setengah
cermin, serta (3) Teropong.

Meriam

Museum Nasional memiliki beberapa koleksi meriam kuno.


Pengunjung dapat menjumpainya di halaman depan. Selain itu
terdapat pula di ruang pameran gedung baru.Meriam-meriam
kuno tidak bisa dilepaskan dari sejarah Indonesia. Pada
zaman penjajahan, berbagai peperangan sering terjadi di
wilayah laut dan darat. Meriam dipakai karena mampu
menembak musuh dari jarak jauh. Lagi pula meriam sangat kokoh, karena bahannya dari besi dan
perunggu.Meriam mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16, dibawa oleh bangsa Portugis. Kata
meriam berasal dari Maria(m), nama yang sering diucapkan orang-orang Portugis ketika
menggunakan senjata tersebut dalam pertempuran. Maria dianggap pelindung dan pemberi
keselamatan bagi mereka.Dari bentuknya, meriam dibedakan menjadi tiga macam, yakni meriam
bumbung, meriam coak, dan meriam lela. Meriam bumbung berbentuk seperti bumbung, yakni pipa
yang terbuat dari bambu.Meriam coak, mendapat nama itu karena bagian pangkal meriam terbuka
atau terkuak. Dalam dialek Betawi terbuka atau terkuak disebut coak.Meriam lela berukuran lebih
kecil daripada meriam-meriam di atas, namun modelnya menarik. Meriam lela digunakan dan
dibunyikan pada saat upacara, misalnya dalam pengangkatan seorang raja, menerima tamu penting,
melamar calon pengantin, dan menghormati kematian orang terpandang.Menurut fungsinya, meriam

2015 Kisi-kisi Materi LCC 58


dibedakan menjadi tiga macam, yakni meriam kapal, meriam benteng, dan meriam artileri. Meriam
kapal biasanya berlaras pendek dan berukuran besar, namun dapat menembak lebih jauh. Meriam
benteng berukuran paling besar dan berat, biasanya ditempatkan di setiap sudut benteng atau di
sepanjang pantai. Sedangkan meriam artileri umumnya berukuran sedang dan kecil serta mudah
dibawa atau didorong saat perang.Beberapa meriam dilengkapi dengan ragam hias. Selain untuk
memperindah meriam, juga mempunyai makna dan arti tertentu, misalnya berupa lambang dan
tulisan. Lambang atau tulisan dimaksudkan sebagai jatidiri meriam tersebut, sehingga bermanfaat
untuk para peneliti. Biasanya yang tertera adalah tahun pembuatan, asal meriam, dan nama
penguasa waktu itu.
Zaman terus berubah. Muncul tingkah laku masyarakat yang bersifat religio-magis. Akibatnya banyak
peninggalan meriam kuno diberi nama dan dipuja-puja orang. Meriam Si Jagur adalah salah satu
contohnya. Dulu meriam ini banyak dikunjungi peziarah yang mencari berkah. Meriam tersebut selalu
diberi sesajian. Semula meriam ini terletak di Pasar Ikan, kemudian dipindahkan ke Museum
Nasional. Sekarang Si Jagur ditempatkan di halaman belakang Museum Sejarah Jakarta.

Cupeng

Tiga buah koleksi Museum Nasional yang belum banyak diketahui


orang adalah cupeng, badong, dan jempang. Ketiga koleksi itu
berkenaan dengan kaum wanita dan terbuat dari emas.Cupeng
adalah semacam celana bergembok atau berkunci. Istilah ini dikenal
di Aceh. Pada awalnya cupeng merupakan benda upacara yang
dipakai oleh anak wanita kecil. Fungsinya adalah sebagai penutup
kelamin. Bentuknya seperti hati dan pemasangannya diikat dengan
benang pada perut si anak. Salah satu artefak yang terkenal berbahan emas 22 karat, berukuran
tinggi 6,5 cm dan lebar 5,8 cm.Cupeng emas umum digunakan oleh orang terpandang. Artefak
tersebut penuh ukiran, pinggirannya berhiaskan motif tapak jalak, bagian tengah bermotif bunga
teratai dikelilingi deretan bunga bertajuk empat helai dalam bentuk belah ketupat. Bagian tengah
bunga tadi bermatakan jakut merah.Menurut tradisi lama, cupeng harus dipakai oleh anak wanita
yang berusia dua hingga lima tahun. Atau digunakan ketika anak mulai berjalan sampai anak mulai
pandai mengenakan sarung sendiri. Mereka percaya, cupeng merupakan penangkal roh jahat. Pada
pemakaian pertama, benang yang dikalungkan terlebih dulu diberikan mantera atau jampi-jampi oleh
seorang dukun.Selain di Indonesia, cupeng dikenal di Semenanjung Malaysia. Di sana disebut
caping. Diduga, caping diperkenalkan ke Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang India pada masa
kejayaan Kerajaan Sriwijaya, dari abad ke-7 hingga ke-12. Di Malaysia caping sangat populer di
daerah utara, selatan, dan pantai timur Malaysia. Sedangkan di Indonesia cupeng banyak dipakai
oleh penduduk Melayu sekitar pantai timur Sumatera, Dayak, Bugis, Makasar, dan Aceh.

Badong

Hampir serupa dengan cupeng adalah badong. Badong


merupakan perhiasan untuk wanita bangsawan atau tokoh yang
dihormati. Penggunaannya diletakkan di luar kain, tepat di depan

2015 Kisi-kisi Materi LCC 59


alat kelamin wanita. Badong adalah simbol bagi wanita yang telah menikah dan dipakai pada saat
suami mereka sedang berperang atau sedang berada di luar rumah. Badong juga digunakan oleh
para pertapa atau pendeta wanita. Maksudnya untuk melawan godaan agar selamanya tidak
melakukan hubungan intim dengan lawan jenis.Badong berbahan emas ini ditemukan di daerah
Madiun, kemungkinan berasal dari masa Majapahit sekitar abad ke-14/15. Yang unik, permukaan
badong dihiasi relief cerita Sri Tanjung, seorang wanita suci yang dituduh berselingkuh oleh
suaminya, Sidapaksa, dan kemudian dibunuh. Namun suatu saat Dewi Durga datang menolong Sri
Tanjung dengan memberikan seekor “gajamina” (ikan gajah) untuk menyeberangi sungai dunia
bawah menuju surga sebagai imbalan atas kesucian dirinya.

Jempang

Mirip dengan cupeng dan badong adalah jempang. Artefak ini


ditemukan di Gowa, Sulawesi Selatan. Jempang juga merupakan
penutup kemaluan wanita, merupakan pakaian sehari-hari untuk
gadis-gadis muda dari kalangan bangsawan. Ketiga artefak
adalah peninggalan masa lalu yang salah satu fungsinya untuk
penangkal perselingkuhan. Jadi selain sebagai benda budaya,
juga menunjukkan bahwa kaum wanita sudah mendapat perhatian
khusus sejak lama.

Uang Kampua

Bahan Kain Katun. Uang kampua disebut juga bida.


Uang ini sangat unik dan langka. Dibuat dengan
keterampilan tangan. Cara pembuatannya bukan
dicetak tapi ditenun oleh putri-putri istana atau kalangan
kerajaan. Mata uang ini beredar pada abad ke-19 di
Kerajaan Buton, Sulawesi Tenggara.Kemungkinan kampua merupakan uang tertua di Pulau
Sulawesi. Selain di Buton, kampua juga pernah diberlakukan di Bone, Sulawesi Selatan, dengan
bahan serat kayu. Menurut legenda, kampua diciptakan pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua,
Bulawambona. Dia memerintah sekitar abad ke-14.Keunikan lain uang kampua adalah agar terkendali
maka jumlah dan corak uang ini ditentukan oleh ‘panitia’ pimpinan Menteri Besar Kerajaan yang
disebut ‘Bonto Ogena’. Dialah yang melakukan pengawasan dan pencatatan atas setiap lembar kain
kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong.Pengawasan oleh

2015 Kisi-kisi Materi LCC 60


‘Bonto Ogena’ juga dimaksudkan agar tidak timbul pemalsuan. Karena itu, hampir setiap tahun motif
dan corak kampua selalu diubah-ubah. Hukum di sana memang sangat ketat dan berat. Barang siapa
yang ketahuan membuat atau memalsukan uang kampua akan dipancung.Standar pemotongan kain
kampua adalah dengan mengukur lebar dan panjangnya, yakni empat jari untuk lebarnya dan
sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan, untuk
panjangnya. Tangan yang dipakai sebagai alat ukur adalah tangan sang ‘Bonto Ogena’ itu sendiri.
Mata uang kampua banyak digunakan pada masa pemerintahan Sultan Dayan pada abad ke-14. Tapi
diyakini pembuatannya sudah dilakukan pada pemerintahan raja sebelumnya.Disayangkan, informasi
yang akurat belum ditemukan. Kampua menjadi populer karena Sultan Dayan memerintahkan agar
setiap transaksi menggunakan mata uang tersebut. Barang siapa yang ketahuan menggunakan mata
uang lain, akan dihukum mati. Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar
untuk satu ‘bida’ (lembar) kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam.Setelah Belanda
memasuki wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai
digantikan oleh uang-uang buatan “Kompeni”. Ditetapkan bahwa nilai tukar untuk 40 lembar kampua
sama dengan 10 sen duit tembaga atau setiap empat lembar kampua mempunyai nilai sebesar satu
sen. Walaupun demikian, kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton
sampai 1940.Selain di Museum Nasional, koleksi uang kampua juga dimiliki Museum Bank Indonesia
Jakarta Kota dan Museum Mpu Tantular Surabaya.

2015 Kisi-kisi Materi LCC 61


2015 Kisi-kisi Materi LCC 62
2015 Kisi-kisi Materi LCC 63
2015 Kisi-kisi Materi LCC 64
2015 Kisi-kisi Materi LCC 65
2015 Kisi-kisi Materi LCC 66
2015 Kisi-kisi Materi LCC 67
2015 Kisi-kisi Materi LCC 68

Anda mungkin juga menyukai