MATERI PERMUSEUMAN
Oleh :
2017
SELAYANG PANDANG PERKEMBANGAN
MUSEUM DI INDONESIA
A. Pengantar Permuseuman
Dalam awal sejarahnya museum terbentuk karena adanya pengaruh yang luar biasa dari
perkembangan ilmu pengetahuan. KataMuseum berasal dari bahasa Yunani yaitu Mouseion
yang berarti kuil tempat pemujaan terhadap Dewi-dewi Muze, putera Dewa Zeus dengan
Mnemosyne. Dewi-dewi Muze tersebut merupakan dewi-dewi penguasa ilmu pengetahuan dan
kesenian, yang terdiri antara lain :
1. Calliope, dewa syair kepahlawanan
2. Euterpe, dewa seni musik dan syair lyrik
3. Erato, dewa syair percintaan
4. Polithemnia, dewa syair puji-pujian yang bersifat suci
5. Clio, dewa sejarah
6. Thalia, dewa seni komedi
7. Terpsichore, dewa seni tari
8. Melpomene, dewa seni tragedi
9. Urania, dewa ilmu pengetahuan perbintangan (ilmu falak).
Dalam mitosnya bahwa kesembilan dari Dewi Muze putri Dewa Zeus tersebut
menguasai cabang ilmu pengetahuan dan kesenian. Mereka dipuja dalam suatu ritual penting
untuk melengkapi pengabdian masyarakat kepada dewa Zeus. Secara etimologis, kata Zeus
berkaitan dengan arti kata deos, dewa dan Theo yang berarti Tuhan. Kuil tempat pemujaan dewi-
dewi Muze itu kemudian disebut Muzeum.
Dalam perkembangannya kataMuseum telah mengalami beberapa kali perubahan makna
sejalan dengan sejarah perkembangan museum. Embrio (cikal bakal) Museum yang kita kenal
saat ini sebenarnya telah ada pada masa prasejarah,dan kemudian berkembang sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan sehingga museum dapat dipahami tentang maknanya dan arti
pentingnya sampai saat ini.
Terjadinya proses itu tidak lepas dari adanya naluri alamiah manusia sebagai makhluk
pengumpul (Collecting Insting).Perkembangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Masa Prasejarah
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi telah ditemukan sekumpulan barang-barang berupa
kepingan-kepingan batu (oker), fosil kerang dari aneka bentuk, serta batu-batuan yang
sangat aneh bentuknya. Barang-barang tersebut diindikasikan sebagai barang-barang yang
didapatkan oleh hasil pengumpulan yang dilakukan oleh Manusia Neanderthal (manusia
yang berdiam di lembah Neander). Kumpulan koleksi-koleksi tersebut kemudian dikenal
dengan nama Curio Cabinet. Nama ini kemudian untuk menyebut museum pada awal
mulanya.
2. Masa Abad Pertengahan
Museum dipakai untuk menyebut koleksi-koleksi pribadi para bangsawan, para pelindung
dan pecinta seni budaya yang kaya raya dan makmur, maupun para pecinta pengetahuan.
Museum ini tidak dibuka untuk umum, atau dapat dikatakan bahwa barang-barang yang
berhasil dikumpulkan tersebut hanya untuk “klangengan”. Hanya orang-orang tertentu saja
G. Klasifikasi Museum
Sejak jaman kemerdekaan pertumbuhan museum di Indonesia tampak sengat luar biasa.
Museum-museum baru banyak bermunculan baik itu yang didirikan oleh departeman-
departeman maupun yayasan-yayasan swasta dengan macam-macam jenis koleksi yang
disajikan. Untuk memudahkan pendataan dibuat semacam klasifikasi untuk mengidentifikasikan
sebuah museum. Pengklasifikasian ini didasarkan atas tiga hal yaitu koleksi yang disajikan,
ruang lingkup wilayah tugas dan status hukumnya.
Berdasarkan koleksi yang disajikan museum dapat dibedakan menjadi dua yaitu museum
umum dan museum khusus. Museum umum adalahmuseum yang mempunyai koleksi yang tidak
hanya ditunjang oleh satu cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi,
ethnografi, dan lain-lain. Maka museum tersebut dilihat dari jenis koleksi nya termasuk museum
umum. Museum khusus adalah sebuah museum yang koleksi-koleksinya hanya ditunjang oleh
satu cabang ilmu saja, misalnya ilmu hayat, ilmu dan teknolgi, antropoligi, ethnografi, maupun
seni. Sebagai contoh museum khusus adalah Museum Sejarah Perjuangan (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Museum Seni Lukis Affandi,
Musem Tektstil Jakarta, dan sebagainya).
Menurut status hukumnya museum dibedakan menjadi dua yaitu museum pemerintah
(negeri) dan museum swasta. Museum pemerintah (negeri) adalah museum yang segala hal
yang berhubungan dengan pengelolaan museum ditanggung oleh pemerintah. Demikian pula
museum swasta, adalah museum yang segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan
museum ditanggung oleh yayasan. Sebagai contoh Museum Nasional Jakarta, Museum Benteng
Seluruh tugas yang diatur dalam struktur organisasi tersebut adalah untuk mencapai visi
Museum Nasional yaitu : Museum Kebudayaan Indonesai bertaraf Internasional. Sedangkan
misinya adalah :
1. Memberikan pelayanan prima di bidang pendidikan kebudayaan;
2. Menyelenggarakan pengkajian permuseuman yang berkualitas;
3. Menyajikan informasi koleksi untuk menumbuhkan apresiasi, imajinasi, dan inovasi.
A. TugasMuseum
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan museum
mempunyai tugas mengumpulkan, memelihara, meneliti, serta memamerkan dan
mengkomunikasikan benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya untuk tujuan
studi, pendidikan dan rekreasi.
Benda-benda yang dikumpulkan oleh museum setelah mengalami penanganan khusus
dalam proses pengumpulannya kemudian menjadi koleksi museum. Yang dimaksud dengan
koleksi museum adalah semua jenis benda bukti material hasil budaya manusia, alam dan
lingkungannya yang disimpan dalam museum dan mempunyai nilai bagi pembinaan dan atau
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Ada beberapa cara
dalam pengumpulan benda-benda bukti material hasil budaya alam dan lingkungannya yang
dilakukan oleh museum dapat melalui proses antara lain penemuan, pembelian, hibah, titipan
dan sitaan.
Setelah benda-benda tersebut sudah masuk masuk ke museum dalam arti menjadi
koleksi museum tentunya harus dijaga keberadaannya dalam arti dirawat. Perawatan koleksi ini
dimaksudkan untuk menjaga koleksi agar tidak mengalami kerusakan seperti oleh suhu,
kelembaban, jamur, insek (serangga) serta akibat mikro-organisme lainnya. Oleh karena itu
dalam merawat koleksi harus selalu memperhatikan kelembaban, suhu dan pencahayaan
(kualitas ultra violet) koleksi yang bersangkutan.
Koleksi museum supaya dapat “berbicara” terhadap pengunjung museum tentunya harus
melalui proses penelitian untuk menguak “misteri” yang ada dari koleksi museum tersebut. Ada
“pesan” apa dibalik koleksi yang ada di museum. Hasil penelitian itu diharapkan dapat membuat
koleksi tersebut dapat “berbicara” tentang jati dirinya. Dalam proses inilah berlangsung adanya
penelitian koleksi museum.
Koleksi museum meski sudah diteliti dengan memakan biaya, waktu dan pikiran yang
tidak sedikit tidak akan bermanfaat apa-apa bila tidak dikomunikasikan kepada masyarakat.
Specifikasi museum yang terbuka untuk umum untuk studi, pendidikan dan rekreasi tidak akan
teraktualisasi sebelum koleksi museum dikomunikasikan. Oleh karenanya pengkomunikasian
B. FungsiMuseum
Dari definisi menurut ICOM tentang arti Museum, dapat ditarik pengertian bahwa dari
tugas-tugas yang terbebankan pada museum itu, maka dari itu museum akan berfungsi antara
lain sebagai berikut :
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan Preservasi
4. Penyebaran dan Pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan Penghayatan kesenian
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
9. Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Apabila semua jenis museum kita himpun secara multidisipliner, yakni yang ditunjang oleh
cabang-cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan alam, terutama
bila metode dan visualisasi bahan-bahan pembuktian alam, manusia dan hasil karyanya, maka
pengunjung diharapkan akan mendapat kesan dan pengertian yang mendalam tentang asal-
usulnya dan ia dapat membanding-bandingkan dirinya yang serba terbatas dalam mengukur
kalam Tuhan yang tak terbatas. Sejarah adalah cermin yang hidup bergerak seperti cerita dan
menolong manusia bermawas diri.
C. ManfaatMuseum
Suatu lembaga akan tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat apabila ada
manfaatnya. Demikian pula museum sebagai lembaga yang bersifat permanen yang melayani
kepentingan masyarakat dan kemajuannya, terbuka untuk umum, tidak bertujuan mencari
keuntungan, yang mengumpulkan, memelihara, meneliti, memamerkan danmengkomunikasikan
benda-benda pembuktian material manusia dan lingkungannya, untuk tujuan-tujuan studi,
pendidikan dan rekreasi. Berdasar pada sebuah teorema bahwa museum merupakan sumber
informasi bagi para pengunjungnya maka manfaat museum dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Edukatif
Perhatian tehadap keberadaan benda-benda cagar budaya sudah dimulai pada masa kolonial.
Para tokoh pelestari cagar budaya masa kolonial sudah mulai menyusun lembaga yang bertugas
mengelola pelestarian benda-benda purbakala. Pada tahun 1901 dibentuklah seubah panitia, yang
merupakan badan sementara yang bertugas di bidang kepurbakalaan. Badan ini dikenal dengan
nama “Commissie in Nederlandsch – Indie voor oudheidkundig onderzoek op Java en Madoera”.
Badan tersebut semula diketuai oleh Dr. J. L. A. Brandes. Badan ini sempat berkarya 5 tahun tanpa
ketua, karena wafatnya Dr. J.L.A. Brandes. Baru tahun 1910, Badan ini memiliki ketua lagi dengan
dianggaktnya Dr. N.J. Krom.
Mengingat tugas yang diemban oleh Badan ini cukup berat, maka tidaklah mungkin jika badan
ini hanya bersifat sementara. Maka dibawah kepemimpinan Dr. N.J. Krom, lahirlah jawatan purbakala
dengan nama “Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch – Indie.Jawatan purbakala itu secara resmi
berdiri pada tanggal 14 Juni 1913 berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 no.
62. Adapun tugas dari Jawatan itu adalah menyusun, mendaftar, dan mengawasi peninggalan-
peninggalan purbakala di seluruh kepulaua, membuat rencana serta mengambil tindakan-tindakan
dari bahaya runtuh lebih lanjut, melakukan pengukuran dan penggambaran dan selanjutnya
melakukan penelitian kepurbakalaan dalam arti luas, juga dalam bidang epigrafi.
Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi
pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.
Untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan,
pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan
pengawasan benda cagar budaya. Pada masa kolonial Belanda pengaturan tentang benda cagar
budaya telah tertuang dalam Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun
1931 Nomor 238) yang kemudian diubah dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934
(Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515). Namun karena perkembangan kebijakan yang terjadi maka
peraturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini. Untuk mengatur agar
pelestarian dan pemanfaatan benda cagar budaya dapat berlangsung secara maksimal maka
pemerintah mengeluarkan UU RI nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mulai disahkan
dan diundangkan pada tanggal 24 November 2010.
Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari UU tentang cagar budaya sebelumnya,
yaitu UU RI nomor 5 tahun 1992. UU RI nomor 11 tahun 2010 terdiri dari XIII bab dan 120 pasal.
Terkait dengan cagar budaya, ada beberapa pengertian yang diatur dalam UU tersebut, antara lain
1. Cagar budaya adalah warisan budaya bersifatkebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
BangunanCagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs CagarBudaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di daratdan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting
bagisejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
2. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/ataubenda buatan manusia, baik bergerak maupun
tidakbergerak, berupa kesatuan atau kelompok, ataubagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
memilikihubungan erat dengan kebudayaan dan sejarahperkembangan manusia.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagaiBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, atau
Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan;
dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasaiBenda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya,Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs CagarBudaya dengan tetap memperhatikan
Pendirian museum dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Setiap Orang, dan
Masyarakat Hukum Adat. Museum yang didirikan harus memenuhi persyarakatan antara lain :
1. memiliki visi dan misi;
2. memiliki Koleksi;
3. memiliki lokasi dan/atau bangunan;
4. memiliki sumber daya manusia;
5. memiliki sumber pendanaan tetap; dan
6. memiliki nama Museum.
Koleksi yang hilang, baru dapat dihapus keberadaannya di museum setelah tidak dapat diketemukan
lagi lebih dari 6 tahun.
Museum dapat meminjam dan / atau meminjamkan koleksi yang dimilikinya, dengan alasan yang
dapat diptangungjawabkan, antara lain untuk :
a. kepentingan kebudayaan;
b. pengembangan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan;
c. penelitian; dan/atau
d. promosi dan informasi.
Benda cagar budaya yang telah disimpan di museum otomatis menjadi koleksi museum yang
akan mendapat penanganan khusus sebagai benda koleksi yang harus dikaji, dirawat, disajikan
untuk dapat dinikmati oleh pengunjung museum.Untuk menghindari kerusakan, kehilangan, dan atau
kemusnahan benda cagar budaya yang mempunyai risiko kerusakan dan keamanan, nilai bukti ilmiah
dan sejarah atau seni yang nilai ekonominya tingggi dan sangat langka, maka museum dapat
membuat tiruannya. Proses pembuatan tiruan harus dilaporkan kepada menteri dalam hal ini adalah
menteri yang berkaitan dengan bidang kebudayaan.
2. Koleksi Arkeologi
Koleksi arkeologi meliputi benda-benda budaya hasil kegiatan manusia dari masa Hindu-
Buddha dan lebih dikenal dengan sebutan masa Klasik Indonesia. Masa ini berlangsung dari awal
abad ke 5 – 15 Masehi, dimana berkembang kebudayaan lokal yang dipengaruhi oleh
kebudayaan India. Beberapa koleksi benda-benda arkeolgi Museum Nasional antara lain :
a. Genta Pendeta
d. Siwa Mahadewa
Arca Siwa Mahadewa koleksi Museum Nasional berbahan perunggu dengan ukuran tinggi 96
cm. Ditemukan di Sungai Wadas, Adiwarna, Tegal, Jawa Tengah dan diperkirakan berasal
4. Koleksi Sejarah
Koleksi sejarah Museum Nasional adalah benda-benda yang mengandung nilai sejarah
dan merupakan benda peninggalan dari masa pendudukan bangsa Eropa di Indonesia (abad 16
– 19 M). Koleksi sejarahantara lain adalah furniture, keramik, lampu, gelas, bendera, prasasti,
genta, patung, meriam, dan lain-lain. Benda-benda tersebut ada yang berasal dari luar negeri ada
pula yang dibuat di Indonesia.
a. Meriam
Salah satu meriam koleksi Museum Nasional adalah meriam yang ditemukan di Solo, Jawa
Tengah. Meriam tersebut berbahan perunggu dengan panjang 54 cm dan diamter 8 cm.
Meriam tersebut berasal dari abad 18 M. Indonesia mulai mengenal meriam sejak abad 16 M,
ketika bangsa portugis datang ke Indonesia. Mereka melengkapi kapal mereka dengan
meriam untuk melindungi diri dari serangan musuh, bajak laut atau untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan di Indonesia. Kata meriam berasal dari bahasa Portugis untuk menyebut
“Santa Mariam”. Prajurit-prajurit Portugis dalam peperangan selalu meminta perlindungan dari
roh-roh suci seperti Santa Mariam. Kata Mariam kemudian dilafalkan oleh orang-orang
Indonesia menjadi Meriam yang dimaksud untuk menembak jarak jauh. Meriam jenis ini
disebut dengan meriam bumbung. Meriam ini tidak digunakan sebagai alat perang, namun
biasanya diguakan sebagai alat upacara atau biasa disebut sebagai meriam lela. Meriam ini
merupakan peninggalan istana Mangkunegara dan pernah dipakai saat penobatan raja
Mataram (Pakubuwono II) tahun 1727.
b. Padrao
Padrao merupakan koleksi Museum Nasional yang ditemukan di Jalan Cengkeh Jakarta.
Koleksi tesebut berbahan bagu andesit dengan ukuran tinggi 198 cm, dan lebar 67,58 cm.
Padrao merupakan prasasti perjanjian atara Portugis dan Kerajaan sunda. Pada tahun 1522,
Gubernur Portugis di Malaka George d’Albuquerque mengutus Henrique Leme untuk
mengadakan hubungan dagang dengan raja Sunda yang bergelar “Samiam”. Perjanjian atara
Kerajaan Portugis dan Kerajaan Sunda dibuat tanggal 21 Agustus 1522. Isi perjanjia tersebut
antara lain Portugis diizinkan untuk mendirikan kantor dagang berupa sebuah benteng di
wilaya Sunda Kelapa dan ditempat tersebut didirikan batu peringatan (padrao) dalam bahasa
Portugis. Kerajaan Sunda menyetujui perjanjian tersebut, selain karena hubungan
perdagangan, juga untuk mendapat bantuan Portugis dalam menghadapi kerajaan Islam
Demak. Namun perjanjian tersebut tidak terlaksana karena tahun 1527 Fatahuillah berhasil
menguasai Sunda Kelapa.
c. Patung Rafles
Koleksi Museum Nasional berupa Patung Rafles berasil dari abad 19. Patung ini adalah
patung tokoh Inggris Sir Thomas Stamford Raffles seorang letnan gubernur di Indonesia
selama masa pemerintah Inggris tahun 1811 – 1816. Beberapa kebijakan yang dicanangkan
oleh Raffles selama memimpin Indonesia, antara lain :
5. Koleksi Geografi
Benda budaya yang berkenaan denganvan sejarah alam dan lingkungan, baik berupa fosil,
batuan, flora dan fauna, peralatan geografi dan sebagainya dapat dimasukkan ke dalam kelompok
koleksi Geografi. Koleksi geografi Museum Nasional saat ini terdiri dari fosil, yaitu fosil toxaster
dan amonit yagn berumur 75-135 juta tahun, koleksi batuan antara lain batuan sediman, dan
metamorf. Berbagai jenis peta antar lain peta tengan aneka budaya bangsa Indonesia, peta dunia
pada sekitar abad ke 15 – 17, peta Indonesia abad ke 16, peta perkembangan kota Batavia abad
16 - 18, dan lain-lain. Selain itu ada pula koleksi berbagai kelengkapan navigasi seperti kompas,
chronometer, sextan, juga beberpa miniatur kapal, yaitu Phinisi, Lete, Nade, dan Bali.
a. Peta Selat Sunda
Peta Selat Sunda milik Museum Nasional diperoleh dari Leiden, Netherland. Peta tersebut
berbahan kerjas dengan panjang 45 cm dan lebar 35 cm dengan bahan kertas dan
diperkirakan berasal dari abad 17. Peta tersebut berupa peta warna kedalaman laut di Selat
Sunda pad atahun 1729. Peta tersebut dibuaty oleh Pierre van der Aa. Peta digambar dengan
belum mengikuti aturan kartografis secara tepat. Dalam peta tercantum kedalaman laut di
sekitar pantai pulau Jawa, Sumatra dan pulau-pulau kecil di sekitar Selat Sunda seperti
Princen Eylanden (Pulau Panaitan), Crakatau (Kratau) dan lain-lain. Pada saat pemetaan
daerah Selat Sunda, kepulauan Krakatau masih menunjukkan keadaan sebelum mengalami
letusan dahsyat tahun 1883.
b. Perahu Pinisi (model)
6. Koleksi Etnografi
Koleksi etnografi Museum Nasional menyajikan benda-benda atau hasil budaya dari
suku-suku bangsa di seluruh Indonesia. Benda-benda etnografis tersebut berupa peralatan hidup
yang digunakan oleh suatu suku bangsa baik yang dipakai untuk keperluan upacara maupun
sehari-hari. Koleksi etnografi menunjukkan pengaruh berbagai kebudayaan pada masa Hindu,
Islam, dan msa kolonial yang disesuikan dengan kebudayaan setempat.
Untuk menggambarkan keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke, ruang
etnografi dibagi menjadi tiga ruang. Yaitu kelompok wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau
Sumatra dan Jawa. Kelompok Indonesia bagian tengah yaitu Pulau Bali, Kalimantan dan
Sulawesi. Dan kelompok Indonesia bagian timur yaitu Kepulauan Nusata Tenggara, Maluku dan
Papua. Sebagian besar koleksi etnografi dikumpulkan pada masa pemerintahan kolonial
Belanda terutama pada pertengahan abad ke 19 dan awal abad ke 20 Masehi. Pengumpulan
koleksi antara lain dilakukan melalui kegiatan ekspedisi ilmiah, ekspedisi militer, atau oleh
perorangan seperti dari pejabat pemerintah dan para penyebar agama.
Selain ruang-ruang tersebut, koleksi etnografi juga mempunyai ruang pamer khusus.
Ruang miniatur rumah adat memamerkan berbagai model rumah adat dari berbagai suku bangsa
di Indonesia. Ruang tekstil menampilkan berbagai koleksi tekstil yang berasal dari seluruh wilayah
nusantara. Di Indonesia tekstil tadak hanya berfungsi sebagai pakaian tetapi juga mempunuyai
fungsi simbolis yang memiliki arti secara sosial dan religius yang dipakai pada upacara-upacara
tertentu. Ruang khasanah emas etnografi menyajikan koleksi yang dibuat dari logam mulia
khususnya emas. Sebagian dari koleksi emas etnografi merupakan benda-benda kebesaran di
Nusantara yang berkembang pada abad ke 17 sampai awal abad ke 20 Masehi.
a. Wadah Sirih
Koleksi Museum Nasional Wadah Sirih berasal dari Alas Aceh dan berbahan daun pandang
dan kain katun. Wadah sirih ini dibuat dari anyaman daun pandan bermotif krawangan, di
dalam dilapisi dengan kain katun berwarna merah dan hijau. Makan sirih merupakan adat
kebiasaan suku-suku bangsa di Indonesia yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Upacara makan sirih biasanya dilakukan pada upacara menyambut tamu atau upacara
perkawinan. Makan sirih merupakan simbul keramahan dan kebersamaan.
b. Hiasan Telinga
Koleksi Hiasan Telinga milik Museum Nasional berasal dari Dayak, Kalimantan dan berbahan
besi. Hiasan telinga tersebut berbentuk motif aso, yaitu perpaduan antara naga dan anjing
yang distillir. Motif Aso merupakan motif khas Dayak di Kalimantan. Motif naga adalah simbul
dunia bawah yang diasosiasikan dengan air. Air merupakan simbul perempuan yang dikaitkan
dengan kesuburan.
c. Mas Piring
Mas Piring koleksi Museum Nasional berbahan emas, perak, suasa dan berasal dari Leti
Maluku. Mas piring berfungsi sebagai pembayaran denda bila terjadi pelanggaran adat. Pada
masa pemerintahan Kolonial Belanda di Maluku sekitar tahun 1887, bila terjadi pelanggaran
adat, masyarakat sering dihukup dengan membayar denda berupa piring emas sesuai dengan
Prasasti Mulawarman
Prasasti Amoghapasa
Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun
1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari
Siguntur, kecamatan Sitiung, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat.
Prasasti ini merupakan sebuah lapik (alas) arca Amoghapāśa yang pada
empat sisinya terdapat manuskrip (NBG 1911: 129, 20e). Prasasti ini
Prasasti Singhasari ini dikenal juga dengan sebutan Prasasti Gajah Mada,
ditemukan pada tahun 1904 di kolam Haji Napi’i di sebelah utara Candi
Singosari, Malang dan sekarang berada dan menjadi koleksi Museum
Nasional Jakarta, dengan nomor inventaris D 111. Prasasti tersebut
berangka tahun 1273 Saka (1351 M), beraksara Jawa Kuno dan bahasa
Jawa Kuno dengan pahatan yang dalam sehingga sangat jelas dibaca.
Hampir tidak ada kerusakan yang berarti dari fisik prasasti itu, kecuali ada
pahatan yang dalam dan berbentuk persegi yang menimpa beberapa huruf. Hingga sekarang belum
Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel.
3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini sekarang
disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga
ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar
prasasti.Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-
sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional,
Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana
layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat
hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran)
tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar isinya tentang
kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuanSriwijaya dan tidak taat kepada
perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan
orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
Disebutkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja
(rājaputra), menteri (kumārāmātya), bupati (bhūpati),
panglima (senāpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka
(nāyaka), bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hāji
pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua pekerja/buruh (tuhā
an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyāksi
nījavarna), ahli senjata (vāsīkarana), tentara (cātabhata),
pejabat pengelola (adhikarana), karyawan toko (kāyastha),
pengrajin (sthāpaka), kapten kapal (puhāvam), peniaga
(vaniyāga), pelayan raja (marsī hāji), dan budak raja (hulun
hāji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling
lengkap memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan
keberadaan prasasti ini, diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan pejabat-pejabat yang
Prasasti Wanua Tengah III adalah prasasti dari tahun 908 M pada
zaman Kerajaan Mataram Kuno, yang ditemukan November 1983.
Prasasti ini di sebuah ladang di Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan,
Kaloran, sekitar 4 km arah timur laut Kota Temanggung. Prasasti ini
disimpan di Balai Arkeologi Yogyakarta.Di dalam prasasti ini
dicantumkan daftar lengkap dari raja-raja yang memerintah bumi
Mataram pada masa sebelum pemerintahan raja Rake Watukara
Dyah Balitung. Prasasti ini dianggap penting karena menyebutkan
12 nama raja Mataram, sehingga melengkapi penyebutan dalam
Prasasti Mantyasih (atau nama lainnya Prasasti Tembaga Kedu) yang hanya menyebut 9 nama raja
saja.Prasasti Wanua Tengah III ini terdiri dari dua lempengan, pertama dengan ukuran 53,5 x 23,5 cm
dan ketebalan kira-kira 2,5 mm, kedua dengan ukuran 56 x 26 cm dan ketebalan sama. Keduanya
adalah lempengan tembaga. Lempeng pertama ditulisi satu sisi saja dengan tulisan 17 baris,
sedangkan lempeng kedua tulisi bolak-balik, masing-masing 26 dan 18 baris.
Arca perwujudan Bodhisattwadewi (bodhisattwa wanita) Prajnaparamita yang paling terkenal adalah
arca Prajnaparamita dari Jawa kuno. Arca ini diperkirakan berasal dari abad ke-13 Masehi pada era
kerajaan Singhasari. Arca ini ditemukan di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singhasari, Malang,
Jawa Timur. Menurut kepercayaan setempat, arca ini adalah perwujudan Ken Dedes ratu pertama
Singhasari, mungkin sebagai arca perwujudan anumerta dia. Akan tetapi terdapat pendapat lain yang
mengaitkan arca ini sebagai perwujudan Gayatri, istri Kertarajasa raja pertama Majapahit. Arca ini
pertama kali diketahui keberadaannya pada tahun 1818 atau 1819 oleh D. Monnereau, seorang
aparat Hindia Belanda. Pada tahun 1820 Monnereau memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt,
yang kemudian memboyongnya ke Belanda dan akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor
Volkenkunde di kota Leiden. Pada Januari 1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde (Museum Nasional
untuk Etnologi) mengembalikan arca ini kepada Indonesia, dan ditempatkan di Museum Nasional
Indonesia, Jakarta hingga kini. Kini arca yang luar biasa halus dan indah ini ditempatkan di lantai 2
Gedung Arca, Museum Nasional, Jakarta. Arca Prajnaparamita ini adalah salah satu mahakarya
terbaik seni klasik Hindu-Buddha Indonesia, khususnya seni patung Jawa kuno. Arca dewi
kebijaksanaan transendental dengan raut wajah yang tenang memancarkan keteduhan, kedamaian,
dan kebijaksanaan; dikontraskan dengan pakaiannya yang raya mengenakan Jatamakuta gelung
rambut dan perhiasan ukiran yang luar biasa halus. Dewi ini tengah dalam posisi teratai sempurna
duduk bersila diatas padmasana (tempat duduk teratai), dewi ini tengah bermeditasi dengan tangan
melakukan dharmachakra-mudra (mudra pemutaran roda dharma). Lengan kirinya mengempit
sebatang utpala (bunga teratai biru) yang diatasnya terdapat keropak naskah Prajnaparamita-sutra
dari daun lontar. Arca ini bersandar pada stella (sandaran arca) berukir, dan di belakang kepalanya
terdapat halo atau aura lingkar cahaya yang melambangkan dewa-dewi atau orang suci yang telah
mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi.
Candrasa
Alam pikiran masyarakat dari suku-suku bangsa di Indonesia mengenal adanya dunia atas dan dunia bawah.
Maka binatang berkaki empat dianggap sebagai binatang keramat. Sementara bentuk spiral sudah ada sejak
zaman perunggu atau kebudayaan Dongson melintas jauh sampai di bagian timur Indonesia.
Mamolo atau Mastaka ini disebut Rama, nama salah seorang tokoh wayang
purwa, anak Raja Kosala yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu yang
beristrikan Dewi Sita.Dalam bahasa Sunda, mamolo atau mastaka berarti
kepala. Dalam adat-istiadat mereka, kepala merupakan bagian yang paling
tinggi dan dianggap suci. Itu sebabnya benda ini diletakkan di atas.Hiasan
atap ini berbentuk segi empat atau bulat yang meruncing ke atas. Mamolo
biasanya terbagi menjadi tiga bagian, yakni bagian bawah, bagian tengah,
dan bagian atas. Tiap-tiap bagian dibuat dengan cara bertahap. Pertama,
dibuat bagian bawah dengan bentuk lebar yang disebut indung (ibu).
Kedua, dibuat bagian tengah yang bentuknya menekuk ke dalam dan mempunyai pinggang yang
disebut anak. Ketiga, dibuat bagian atas yang berukuran hampir sama dengan bagian bawah, namun
bentuknya meruncing ke atas. Bagian puncaknya dapat dilepaskan, disebut incu (cucu), tempat
meletakkan mahkota.Mamolo tidak hanya sebagai penghias atap yang memberikan kesan bangunan
menjadi lebih tinggi dan anggun. Juga berguna untuk menguatkan puncak atap. Hiasan ini diletakkan
Uang Kasha
Medali JP Coen
Bahan perunggu, ditemukan di Belanda. Medali tanda penghargaan 350
tahun kelahiran Jan Pieter Zoon Coen (1587-1937), pendiri kota Batavia pada
masa Hindia Belanda (Indonesia). Coen pernah menjabat Gubernur Jenderal
dan meninggal dunia pada 1629. Nama Batavia berasal dari Batavieren, suku
bangsa nenek moyang bangsa Belanda yang berasal dari Jerman. Nama
Batavia kemudian diusulkan oleh Van Raai pada 12 Maret 1619.
Batu Duga
Sextan
Meriam
Cupeng
Badong
Jempang
Uang Kampua