Anda di halaman 1dari 5

Belajar Menikmati Sepakbola dari Kacamata Taktik

“Menjadi penggila tontonan sepakbola itu alami, tetapi menjadi penonton sepakbola yang
cerdas itu pilihan!”

Makin banyak Anda belajar soal taktik sepakbola, menonton sepakbola menjadi kegiatan
yang memberi sensasi berbeda.Sebelumnya tontonan sepakbola sajikan drama mengobok
emosi lewat aksi-aksi brilian dan momentum krusial.Seperti aksi Messi melewati beberapa
bek lawan atau gol spektakuler James Rodrigues ke gawang Uruguay di Brasil 2014.

Kini dengan wawasan taktik sepakbola, bukan “APA” aksi yang terjadi yang penting, tetapi
“BAGAIMANA” dan “MENGAPA” suatu aksi bisa terjadi yang lebih penting. Awalnya sensasi
menonton sepakbola baru ini amat mengganggu.Tidak ada pekik dan umpatan.Semua
terganti dengan “dansa otak” yang terus bertanya “BAGAIMANA” dan “MENGAPA”.Bahkan
makin mengganggu saat menonton klub favorit yang secara “taktikal” di bulan-bulani
rivalnya.

Meski demikian, ketidaknyamanan dalam menonton bola dengan kacamata “taktik”


hanyalah awalan saja.Sekali klik, pertandingan sepakbola menjadi lebih menarik 2000 kali
lipat. Perang adu taktik antar kedua tim dengan berusaha menonjolkan kelebihan
pemainnya, serta sembunyikan kekurangannya amat spektakuler. Belum lagi taktik tersebut
dapat terus berubah sepanjang 90 menit. Yes, sepakbola adalah permainan super dinamis!

Untuk mulai merasakan sensasi tersebut, mari belajar nonton sepakbola dengan kacamata
“taktik”. Bagi para pemula, disarankan untuk menonton pertandingan yang tidak melibatkan
klub favorit secara LIVE. Ikatan emosional akan mengacaukan ketepatan analisa saat
menonton. Ada baiknya tonton pertandingan tersebut secara tunda, sehingga skor sudah
diketahui dan luapan emosi telah menguap.

Natural Overload
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memperhatikan formasi bermain kedua tim. Satu
hal yang pasti hanyalah 1 penjaga gawang. Sedangkan lini belakang, tengah dan depan tentu
bervariasi. Infografis yang disajikan televisi bisa dijadikan patokan awal untuk mencatat
nomor punggung.Hanya sebaiknya info TV tersebut dicek ulang saat pertandingan telah
berlangsung.Tidak selalu infografis yang tersaji akurat.

Peluit berbunyi, aktivitas mencocokkan formasi dan no punggung adalah keasyikan


perdana.Katakanlah diambil contoh pertandingan Semifinal Piala Dunia 2014 antara Brasil vs
Jerman yang berakhir dramatis 1-7.Formasi Brasil yang statis mudah dicocokkan.Scolari
memakai formasi 1-4-2-3-1.Sedang Jerman lebih dinamis.1 kiper dan 4 bek adalah kepastian,
tetapi jumlah gelandang dan striker perlu ditelaah lebih teliti.Beberapa saat berlangsung,
diyakini Joachim Loew gunakan formasi 1-4-3-3.

Untuk memudahkan analisa, penulisan formasi di buku catatan juga harus gambarkan adu
head to head pemain pada posisinya. Ilustrasi gambar di bawah kiri adalah cara penulisan
formasi yang keliru. Sedang, gambar di bawah kanan adalah model penulisan yang benar,
karena mencerminkan adu posisi antar tiap pemain Brasil (Biru) dengan Jerman (Merah).
Sebaiknya hindari penulisan nama pemain. Selain memakan waktu saat mencatat, nama
punggung pemain biasa terlalu kecil untuk bisa dilihat di layar kaca.

Cara penulisan ini menjadi krusial terkait langkah kedua dalam analisa. Yaitu melihat apa
yang disebut “Natural Overload”. Istilah natural overload ini mengacu pada menang jumlah
orang di suatu sector secara alami sebagai konsekuensi formasi yang dimainkan. Pada kasus
Brasil dengan 1-4-2-3-1 vs Jerman 1-4-3-3, natural overload terjadi di lini belakang. Dimana
kedua tim memiliki 4 bek kontra 3 penyerang lawan. Situasi 4v3 di pertahanan Brasil dan
Jerman tentu memudahkan kedua tim untuk lakukan build up from the back.

Adu jumlah pemain di sector lain lebih sengit. Praktis di sector lain, kedua tim tidak menang
jumlah. Di sector tengah terjadi 3v3, karena kedua tim sama-sama gunakan 3 gelandang.
Bahkan jika gelandang dibagi jadi lini gelandang bertahan dan gelandang serang, tetap di
kedua lini tersebut terjadi jumlah sama. Terjadi peperangan 1v1, antara 7 Jerman v 11
Brasil.Lalu 2v2 18 dan 6 Jerman kontra 5 dan 17 Brasil.Hal sama di pinggir karena kedua tim
miliki 2 orang yang beroperasi di sana ciptakan situasi 2v2.

Pada analisa natural overload juga akan tergambar titik lemah alami akibat konsekuensi
formasi tersebut. Yakni di suatu sector terjadi kalah jumlah. Misal baik Jerman dan Brasil
harus bekerja ekstra dalam lakukan pressing di depan. Sebab mereka hanya punya 3
penyerang alias kalah jumlah saat ingin mempressing 4 bek lawan yang coba bangun
serangan. Pada momen attack, kedua tim juga alami kalah jumlah di depan. Striker 9 Brasil
dan 11 Jerman harus jibaku dengan dua centerback lawan alias 1v2.

4 Momen Sepakbola
Tentu saja natural overload hanya menjadi informasi awal.Sebab formasi tidaklah statis,
melainkan dinamis dengan pemain terus bergerak. Jika kedua tim terpaku pada formasi
dasar, jelas kedua tim akan kesulitan cetak gol. Pada pertandingan level tinggi yang
melibatkan pemain papan atas, sulit pemain bisa memenangkan duel 1v1. Sehingga semua
pelatih berusaha menciptakan jumlah orang lebih di suatu sector yang terdapat bola.Ini
berlaku saat menyerang, maupun bertahan.

Nah sepakbola terdiri dari 4 momen utama.Yaitu bertahan, transisi (positif-negatif) dan
menyerang.Langkah ketiga adalah melihat style kedua tim bertahan, transisi dan menyerang.
Kenali dulu style umum dalam bertahan, transisi dan menyerang. Di bawah ini beberapa
style umum saat tim bertahan, transisi dan menyerang.

BERTAHAN Low Defensive Line High Defensive Line


TRANSISI POSITIF Quick Counter Attack Rebuild up
MENYERANG Constructive Play Direct Play
TRANSISI NEGATIF Immediate Pressing Fallback

Low defensive line berarti menunggu agak di bawah dengan garis pertahanan rendah.Sering
dilakukan Mourinho saat kontra klub besar. High defensive line adalah sebaliknya, bertahan
mulai jauh di depan. Untuk transisi positif, quick counter attack adalah langsung serang balik
cepat setelah rebut bola. Sebaliknya, rebuild up adalah berusaha membangun kembali
serangan dengan passing-passing untuk menjaga tempo.

Saat menyerang, constructive play berarti membangun serangan secara perlahan,


merangkak pelan ke depan lewat passing pendek dari kaki ke kaki. FC Barcelona adalah
contoh terbaik untuk style ini.Sebaliknya Direct Play adalah permainan langsung ke depan
lewat passing panjang. Ini gaya Stoke City jaman Tony Pulis. Bisa dari GK ataupun dari
pemain bawah.Pada momen transisi negative, immediate pressing adalah langsung press
seketika setelah hilang bola.Sedang fallback, adalah turun kembali reorganisasi pertahanan
di wilayah sendiri.

Overload Konsekuensi Taktik


Setelah dapatkan referensi tentang apa style bermain kedua tim, langkah keempat adalah
mengupas bagaimana kedua tim memainkan style tersebut. Kupasan ini bisa dipecah secara
terstruktur dengan membagi momen bertahan dan menyerang jadi 3 fase.Pada momen
menyerang (1) fase membangun serangan dari bawah (build up from the back), (2) fase
membangun serangan di tengah (midfield play) dan (3) fase mencetak gol (final entry for
goalscoring). Momen bertahan merupakan kebalikannya: (1) fase pressing build up lawan,
(2) fase pressing midfield lawan dan (3) cegah lawan cetak gol (prevent goalscoring).

Dalam menganalisa momen dan fase di atas, ada baiknya untuk kembali menggunakan
formasi dan natural overload tadi sebagai referensi awal. Contoh Jerman melakukan build
up from the back amat baik. Mereka sukses memanfaatkan natural overload 4v3, bahkan
5v3 karena kiper Jerman aktif bergabung dalam membangun serangan. Praktis, Brasil gagal
atasi masalah natural overload kalah jumlah saat pressing di depan.

Sebaliknya Brasil gagal total memanfaatkan natural overload di bawah. Situasi natural 4v3
tidak membuat Brasil sukses lakukan build up from the back. Keunggulan 2v1 antara
centerback no 13 dan 4 Brasil vs 11 Jerman membuat salah satu centerback leluasa untuk
bisa drive ke depan dengan dribbling. Hanya saja keberadaan dua pivot No 17 dan 5 justru
memblok jalur dribble dan passing kedua centerback Brasil. No 18 dan 6 Jerman begitu
nyaman, karena mereka bisa memarking dua lawan sekaligus. Bahkan berkali-kali Jerman
bisa gagalkan build up Brasil dan cetak gol.

Pemain 18 & 6 Jerman dapat sekaligus jaga 2 orang!


Alih-alih mendorong salah satu dari dua pivot Brasil naik untuk buka ruang bagi centerback
drive dengan passing atau dribbling, Brasil memilih solusi permainan direct ke 7 dan 9. Tentu
bukan pilihan solusi yang akurat, mengingat secara natural Brasil kalah jumlah di depan, plus
kedua pivotnya terlalu jauh di belakang. Artinya Brasil begitu terpaku dengan formasi dasar
sehingga situasi kalah jumlah secara natural benar-benar terjadi.Tidak ada usaha pergerakan
yang dibuat untuk samakan atau lebihi jumlah.

Bagaimana dengan midfield play? Secara natural terjadi situasi 3v3 yang diperkirakan akan
terjadi pertarungan sengit. Sayangnya hal tersebut tak terjadi.Solusi Joachim Loew dengan
cerdik meminta sayap no. 13 dan 8 Jerman masuk ke tengah untuk ciptakan 5v3.Terkadang
centerback no.20 Jerman juga naik untuk menjadi extra midfield.Inilah yang disebut
overload akibat konsekuensi taktik. Dimana tim mencari solusi atas kekurangan jumlah atau
jumlah sama di suatu sector dengan meminta pemain dari sector lain untuk bergabung
ciptakan jumlah orang lebih.

Menonton sepakbola dengan kacamata taktik memang memusingkan pada awalnya.Namun,


4 langkah untuk mencatat formasi, melihat natural overload, mengenali playing style dan
menangkap tactical consequence overload akan membuat aktivitas nonton bola makin
mengasyikkan. Sensasi yang ditimbulkan jauh lebih asyik ketimbang menjadi penonton
dengan kacamata fans. Selamat mencoba dan rasakan sensasinya!

@ganeshaputera
Founder www.kickoffindonesia.com
Tulisan dimuat di www.dribble9.com

Anda mungkin juga menyukai