Anda di halaman 1dari 9

AAU Journal of Defense Science and Technology Volume 2, Number 1, 1 July 2011, 125 133

Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV)


Letnan Satu Tek Kurniawan Ardhianto
Pama Dp Komandan Lanud Husein Sastranegara Bandung kurniawan3187@yahoo.com

AbstrakSeiring dengan kebutuhan TNI AU akan alutsista yang semakin maju, perkembangan dunia UAV juga mengalami perkembangan yang signifikan. Kebutuhan yang terus meningkat tersebut akan mengakibatkan ketergantungan terhadap pihak asing jika tidak berusaha untuk mengembangkan teknologi di bidang kedirgantaraan tersebut. Sebenarnya di dalam negeri ini sudah banyak pihak-pihak penghobi aeromodelling yang bisa mendesain struktur rangka dan badan pesawat sendiri, sedangkan untuk mesin dan propeller biasanya masih impor. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai perancangan propeller dengan menggunakan momentum theory yang disempurnakan dengan vortex-blade element theory, sehingga dihasilkan propeller yang sesuai dengan kebutuhan. Kata Kuncipropeller, momentum theory, vortex-blade element theory

I. PENDAHULUAN

enggunaan wahana terbang tanpa awak atau yang biasa disebut dengan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) sudah semakin meluas dalam dunia militer khususnya Tenatra Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU). Pada prakteknya di dunia ini, fungsi UAV pada umumnya adalah untuk pesawat intai, target drone, bahkan ada pula yang dibekali dengan persenjataan yang dapat digunakan untuk menyerang musuh. UAV seperti ini lebih dikenal dengan Unmanned Combat Aerial Vehicle (UCAV). Di TNI AU, penggunaan UAV terbatas untuk target drone dan intai. Pada kedua jenis UAV tersebut umumnya menggunakan mesin propeller baik itu piston maupun turboprop untuk UAV dalam ukuran besar. Salah satu bagian terpenting dari penghasil daya dorong pada mesin turboprop dan piston adalah propeller. Maka dari itu dibutuhkan perhitungan dan analisis untuk mendesain propeller yang tepat dan sesuai untuk kebutuhan dan fungsi UAV tersebut.

II. LANDASAN TEORI


A. Sejarah Perkembangan teori propeller
Teori propeller telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh W. J. M. Rankine pertama kali pada tahun
Manuscript received 6 January 2011, revised 2 June 2011, accepted for publication 11 June 2011

126

Letnan Satu Tek Kurniawan Ardianto

1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory oleh Joukowsky (1912) dan Betz (1919).

B. General Momentum Theory


Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.

Gambar 1.

Typical streamtube of flow passing through propeller disk.

Asumsi-asumsi yang digunakan yaitu: 1. 2. 3. 4. Propeler dianggap sebagai piringan. Aliran udara yang melewati piringan berbentuk tabung. Kecepatan dan tekanan terdistribusi secara seragam pada setiap seksi tabung. Gerakan rotasional diabaikan.

Persamaan gaya dorong diperlihatkan pada Persamaan (1). (1)

C. Vortex-Blade Element Theory


Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah: 1. Sifat-sifat dari sebuah elemen tidak terpengaruh oleh unsur-unsur yang berdekatan pada bilah yang sama. 2. Yang akan diadopsi pada tiap-tiap elemen adalah karakteristik airfoil.

Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

127

3. Kecepatan efektif elemen melewati udara merupakan resultan dari kecepatan aksial, kecepatan putar bilah dan kecepatan induksi.

Gambar 2.

Bagian-bagian bilah baling-baling dalam dua dimensi.

Gambar 3.

Bilah baling-baling dalam tiga dimensi

Gambar 4.

Kecepatan efektif elemen melewati udara.

128

Letnan Satu Tek Kurniawan Ardianto

Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing.

Gambar 5.

Konsep finite wing.

Pada teori elemen bilah klasik, vortex induced velocity diabaikan, maka pada teori modern ini diperhitungkan pula koreksi vortisitas. Koreksi tersebut biasa disebut Prandtl loss factor.

F=
dimana

cos 1 ( e f

(2)

r B 1 R f = 2 sin T

(3)

sehingga diperoleh Persamaan (4) untuk thrust equation dan Persamaan (5) untuk power equation.
2 2 2 x2 (1 + ) dTc 1 1+ D 1 2 ( 1 + ) + x + x 1 1 = 4 F d L x 2 ( 1 + ) 2 + x 2 ( 1 + ) ( 1 + ) 2 + x 2 2 ( 1 + ) 2 + x 2
2 2 ( 1 + ) + x 2 ( 1 + ) x2 (1 + ) dPc x2 1 + 1 1+ D x = 4 F d L ( 1 + ) 2 + x 2 2 ( 1 + ) 2 + x 2 ( 1 + )2 + x 2 + x 2 2

(4)

(5)

Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

129

Kedua teori di atas memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing yang tentunya sampai saat ini pun kedua teori tersebut masih relevan dan sudah diaplikasikan pada beberapa bidang kehidupan di dunia ini. Khusus pada laporan ini akan dipelajari mengenai pengaplikasiannya pada dunia penerbangan yaitu untuk propeller engine. Dengan mengaplikasikan kedua teori diatas, dapat didesain propeller sesuai dengan persyaratan yang telah diberikan. Setelah desain propeller tersebut jadi, langkah berikutnya adalah dengan menganalisis gaya yang dihasilkan serta kebutuhan power untuk menghasilkan gaya tersebut, sehingga didapatkan grafik untuk menunjukkan dimana pada titik-titik tertentu dihasilkan gaya yang paling efisien.

III. DESAIN PROPELER DAN ANALISA HASIL DESAIN


A. Desain Propeller
Rancangan desain propeller ini dengan karakteristik sebagai berikut: Power Diameter Kecepatan Jumlah Blade Airfoil Asumsi sea level : : : : : : 500 Watt 0,33 m 20 m/s 2 bilah 4412 (=1,225 kg/m3)

Dengan data-data di atas dilakukan rancangan propeller sesuai dengan vortex-blade element theory dengan menggunakan iterasi sampai didapat output seperti Design and Requirement Objective (DRO) di atas. Proses perancangan diperlihatkan pada Gambar 6. Untuk memudahkan iterasi, program yang digunakan adalah Microsoft Excel dan didapat data bentuk propeller pada Tabel I. Distribusi chord dan advance angle diperlihatkan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
TABLE I BENTUK PROPELLER MELALUI ITERASI teta 65,3286746 46,3585544 35,6495485 29,1705377 24,925646 21,9590991 19,7799674 18,116073 16,8061404 15,7491634

C/R 0,4209 0,3224 0,3235 0,2895 0,2513 0,2161 0,1837 0,151 0,1105 0

r (cm) 1,65 3,3 4,95 6,6 8,25 9,9 11,55 13,2 14,85 16,5

130

Letnan Satu Tek Kurniawan Ardianto

Gambar 6.

Proses perancangan propeller.

Gambar 7.

Distribusi chord.

Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

131

Gambar 8.

Distribusi advanced angle.

B. Analisis Propeller
Setelah desain propeller telah ditentukan, perlu dilakukan analisis terhadap propeller hasil rancangan ini untuk menentukan kondisi terbang yang paling efisien dan mengecek ulang apakah rancangan tersebut sesuai dengan DRO yang diinginkan. Maka dari hasil desain tersebut dilakukan analisis dengan memvariasikan beberapa nilai J dan sudut pitch propeller. Variasi nilai J dilakukan dengan cara memvariasikan nilai Rotation Per Minute (RPM) yaitu 4.000, 5.000, 6.000, 7.000, 8.000, 9.000, 10.000, 11.000, 12.000, dan 13.000 sedangkan sudut pitch yang digunakan adalah 0o, 5o, 10o, 15o, dan 20o. Maka dari hasil analisis tersebut didapatkan grafik Cp, Ct, dan efisiensi seperti diperlihatkan pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 yang menunjukkan performa propeller.

Gambar 9.

Grafik Cp.

132

Letnan Satu Tek Kurniawan Ardianto

Gambar 10. Grafik Ct.

Gambar 11. Grafik efisiensi.

IV. KESIMPULAN
Dari persyaratan yang diberikan di atas, dapat diperoleh desain propulsi seperti yang telah diberikan pada Bagian III.A. Perhitungan dilakukan dengan iterasi perubahan nilai zeta sampai menghasilkan perhitungan nilai power seperti yang diminta. Airfoil yang digunakan adalah 4412. Setelah itu dilakukan analisis desain propulsi rancangan dengan pemvariasian beberapa variabel sehingga didapatkan hasil seperti pada Bagian III.B. Tetapi karena keterbatasan data airfoil, maka diasumsikan sudut serang lebih besar dari 14o akan menggunakan data-data pada airfoil 14o juga sehingga akan berpengaruh pada bentuk grafik yang tidak terlalu sama dengan grafik Cp,

Desain dan Analisis Propeller pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV)

133

Ct, dan efisiensi seperti pada buku referensi. Selain itu, bentuk grafik yang kurang sempurna karena pemvariasian nilai J hanya terbatas 0,3 sampai dengan 1 saja, sedangkan pada buku referensi menggunakan nilai 0,1 sampai dengan 3. Bila dilihat pada grafik Cp, nilai J semakin besar akan menghasilkan nilai Cp yang semakin menurun. Pada perhitungan kali ini, nilai J yang semakin besar didapat dengan memperkecil nilai RPM. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai RPM, akan semakin kecil pula power yang dibutuhkan untuk memutar propeler tersebut. Untuk pemvariasian sudut pitch memiliki efek yaitu semakin besar sudut pitch maka akan semakin besar pula Cp yang dihasilkan. Sedangkan pada grafik Ct, nilai J yang semakin besar juga menyebabkan menurunnya nilai Ct, artinya semakin besar RPM propeler, semakin besar pula thrust yang dihasilkan. Pada suatu nilai RPM tertentu, yaitu yang lebih kecil daripada percobaan pada Microsoft Excel, terdapat nilai thrust adalah 0, ini artinya bahwa pada kecepatan tersebut, dengan RPM tersebut tidak menghasilkan thrust sama sekali atau idle. Bahkan pada suatu nilai RPM tertentu yang lebih kecil dari yang dihitung pada excel ini, terdapat nilai thrust negatif, artinya putaran propeller yang tidak mencukupi sehingga pada kecepatan tersebut justru menghasilkan drag. Penambahan sudut pitch yang dilakukan dalam percobaan kali ini adalah setiap 5o sampai dengan 20o. Efeknya adalah semakin besar sudut pitch maka akan semakin besar pula nilai Ct, tetapi akan kembali turun setelah mencapai titik tertentu, karena terjadinya stall pada airfoil blade. Pada grafik efisiensi terdapat nilai efisiensi maksimum, sehingga pada penerapan di lapangan nanti bisa dipilih mana yang paling efektif dan efisien. Misal untuk sudut serang tertentu, memiliki nilai kecepatan tertentu dan kecepatan tertentu supaya menghasilkan efisiensi terbesar. Bila pada grafik diatas terdapat kekurangan yaitu grafik selalu naik yaitu karena kekurangan data airfoil pada sudut serang diatas 14o. Namun dari ketiga grafik di atas, bentuk grafik dan nilai di tiap-tiap titik hampir sama seperti yang ada pada buku referensi.

DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] [3] J.D. Anderson, Fundamental of Aerodynamics 4th Edition, McGraw-Hill Inc., 2005. W.F. Durand, Aerodynamic Theory Vol. IV, Stanford University Press, 1934. J.D. Mattingly, Elements of Gas Turbine Propulsion, McGraw-Hill Inc., 1996. Lettu Tek Kurniawan Ardhianto adalah perwira TNI AU lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 2007 korps Teknik Senjata. Saat ini adalah perwira siswa yang sedang menyelesaikan studi Strata-1 di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung. Saat ini ia berdinas Lanud Husein Satranegara, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai