Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian.(1)

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu: Nemathelminthes (cacing gilik) dan Plathyhelminthes (cacing pipih).Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda. Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar. (4) Penyebab dari penyakit infeksi parasit usus dari golongan nematoda. Oxyuris vermicularis (O.vermicularis) atau yang lebih dikenal sebagai cacing kremi dan infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. (4)

Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderita sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Kelompok ekonomi lemah ini mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan karena kurang adanya kemampuandalam menjaga higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggalnya.(1)

Infeksi oxyuriasis dapat berpindah dari satu individu ke individu lain tanpa perlu transmisi lewat tanah atau spesifik arthropoda sebagai vektornya. Cara penularan cacing ini berkaitan dengan kebiasaan seseorang dalam hidup sehari-hari ( higiene pribadi ).(8)
1

Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma sp). Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia. Spesies cacing tambang yang banyak ditemukan di Indonesia ialah N. americanus. Terdapat penularan melalui hewan vektor (zoonosis) dengan gejala klinis berupa ground itch dan creeping eruption. Pneumonitis, abdominal discomfort, hipoproteinemia dan anemia defisiensi besi merupakan manifestasi infeksi antropofilik. Komponen sistim imun yang berperan utama ialah eosinofil, IgE, IgG4 dan sel Th2. Tidak terdapat kekebalan yang permanen dan adekuat terhadap infeksi cacing tambang. Diagnosis data epidemiologi berupa pengamatan manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang termasuk pemeriksaan imunologis. Pengobatan dilakukan dengan mebendazole, albendazole, pirantel pamoat dan berbagai terapi suportif. Belum ada vaksin yang efektif terhadap cacing tambang sehingga perbaikan higiene dan sanitasi adalah hal yang utama.(3)

Umumnya di negara berkembang termasuk Indonesia pelaku utama pengasuhan anak adalah ibu. Cara pemeliharaan kebersihan dan kesehatan pada balita dan anak-anak sekolah dasar masih sangat bergantung pada bagaimana cara ibu (pola asuhan ibu) mengajarkan dan menerapkan cara-cara tersebut dalam kehidupan anaknya.10 Pola asuhan ibu ini dapat dilihat dari tingkat perawatan fisik anak, tingkat penyediaan sarana yang mendukung kesehatan, tingkat keteladanan ibu dan tingkat komunikasi ibu dan anak.(9,12)

Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan tempat tinggal.(7)

Prevalensi oxyuriasis yang cukup tinggi pada anak dikaitkan dengan higiene pribadi yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh pola asuhan ibu tentang kebersihan dan kesehatan yang merupakan salah satu cara merintangi penularan oxyuriasis. Penelitian ini ingin mengetahui adakah hubungan pola asuhan ibu dengan kejadian infeksi cacing O. vermicularis pada anakanak Sekolah Dasar Negeri (SDN). (8)
2

Di Indonesia, angka nasional prevalensi kecacingan pada tahun 1987 sebesar 78,6 % masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan penyakit kecacingan pada anak yang dicanangkan tahun 1995 efektif menurunkan prevalensi kecacingan menjadi 33,0 % pada tahun 2003. Sejak tahun 2002 hingga 2006, prevalensi penyakit kecacingan secara berurutan adalah sebesar 33,3 %, 33,0 %, 46,8 % 28,4 % dan 32,6 %. Kejadian infeksi cacing tambang Prevalensinya jauh lebih rendah, yaitu secara berurutan untuk tahun yang sama adalah sebesar 2,4 %, 0,6 %, 5,1 %, 1,6 % dan 1,0 %. Sedangkan frekuensi oxyuriasis di beberapa daerah di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan laporan Yulianti L, Menteri Kesehatan (Menkes) mengatakan bahwa sekitar 60% hingga 80% anak usia sekolah di Indonesia mengalami cacingan.. Hendratno S juga melaporkan bahwa beberapa daerah di Jawa Tengah masih memiliki angka prevalensi oxyuriasis yang cukup tinggi yaitu sekitar 58,93% hingga 74,31%.Kejadian infeksi kecacingan pada anak menurut Aria Gusti (2004), berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat. (5,6,11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Cacingan merupakan parasit manusia dan hewan yang sifatnya merugikan, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar daripada nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut Soil Transmitted Helmints yang terpenting adalah Ascaris lumbricoides,Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura.(13) 2.2. Epidemiologi Infeksi Cacingan
2.2.1. Distribusi Frekuensi Infeksi Kecacingan

a. Menurut Orang Penyakit kecacingan dapat terjadi pada semua golongan umur dan jenis kelamin. Menurut Depkes RI (2004) disebutkan bahwa prevalensi kecacingan oleh cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar adalah 60%-80%.(14)

Prevalensi infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di Indonesia mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2002, prevalensi infeksi kecacingan adalah 33,3 % menurun menjadi 33,0% pada tahun 2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi pada tahun 2005 yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat lagi menjadi 32,6%.(14)

b. Menurut Tempat Cacing merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar ke seluruh dunia, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5-10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. (8)

Prevalensinya di Indonesia terutama di daerah pedesaan adalah 30-90% sedangkan prevalensi dengan higiene perorangan yang tidak baik seperti buang air besar sembarangan, tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dan setelah buang air besar, tidak memakai alas kaki ketika berada di luar rumah adalah 92%. (14)

Faktor terpenting dalam penyebaran infeksi kecacingan adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang biak pada tanah liat, lembab dan teduh.(8)

Dalam lingkungan tanah liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Sedangkan lingkungan yang mengandung pasir, tanah yang gembur dan berhumus sangat menguntungkan bagi cacing tambang dan Srongyloides stercoralis. (13)

c. Menurut Waktu Infeksi kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban tanah meningkat. Tanah yang lembab sangat baik sebagai tempat telur cacing untuk berkembang biak. (14)

2.2.2. Determinan Faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi kecacingan sangat banyak. Beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan dan faktor perilaku hygiene perorangan. (13)

a. Faktor Lingkungan Keadaan lingkungan yang berpengaruh pada infeksi kecacingan adalah ada tidaknya sumber air bersih dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan. (13)

b. Faktor Higiene Perorangan Higiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan hidup yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula upaya melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia (perorangan ataupun masyarakat), sedemikian rupa sehingga pelbagai faktor lingkungan yang
5

tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. (8)

Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa perkembangan, dengan higiene perorangan yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia. Higiene perorangan yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan.
(8)

Higiene perorangan tersebut meliputi kebersihan kulit, biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit dengan sebaik baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari hari. (8) Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan kebiasaan yang sehat harus selalu memperhatikan hal hal sebagai berikut, seperti : menggunakan barang barang keperluan sehari hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi sayur dan buah. Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari hari. Selain indah dipandang mata, tangan, kaki dan kuku yang bersih juga dapat menghindarkankita dari berbagai penyakit. (8) Untuk menghindari hal hal tersebut perlu diperhatikan sebagai berikut : (8) 1. membersihkan tangan sebelum makan 2. memotong kuku secara teratur 3. membersihkan lingkungan 4. mencuci kaki sebelum tidur

Higiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik. Kaitan keduanya dapat dilihat dalam kondisi misalnya saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang tentu harus berasal dari sumber air yang memenuhi syarat kesehatan.(8)

2.3. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) 2.3.1. Siklus Hidup Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10 - 30 cm, sedangkan betina 22 35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.(14)

Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides

Keterangan :
1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina mampumenghasilkan telur sampai 240,000 per hari, yang akan keluar bersama feses. 2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah, 3. tergantung pada kondisi lingkungan ( kondisi optimum: lembab, hangat, tempat teduh). 4. Telur infective tertelan, 5. masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mucosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru. 6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14 hari), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai dari tertelan telur infektif sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun di dalam tubuh.(17)

2.3.2. Gejala Klinis Menurut Brown (1983) Ascaris lumbricoides menimbulkan gejala penyakit yang disebabkan oleh:
(15)

a. Larva : menimbulkan kerusakan kecil pada paru-paru dan menyebabkan loeffler syndome dengan gejala demam, batuk, infiltrasi paru-paru, oedema, asthma, leucocytosis, eosinofilia b. Cacing dewasa : penderitanya disebut Ascariasis. Penderita dengan infeksi ringan biasanya mengalami gejala gangguan usus ringan seperti : mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Dalam sehari setiap ekor cacing menghisap 0,14 karbohidrat dalam usus halus penderita.

2.3.3. Diagnosa Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada pemeriksaan feses secara langsung. Selain itu, diagnosa dapat juga dilakukan bila cacing dewasa keluar melalui mulut, hidung maupun anus.(16)

2.3.4 Pengobatan Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat. Pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya Preparat piperasin, Pyrantel pamoate, Albendazole atau Mebendazole. Pemilihan obat cacing untuk pengobatan massal harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: mudah diterima di masyarakat, mempunyai

efek samping yang minimum, bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing, harganya murah (terjangkau) . (9) 2.4. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) 2.4.1. Siklus hidup Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah langsung, tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. (15) Gambaran umum siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Siklus hidup Trichuris trichiura 2.4.2 Patofisiologi Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh
9

kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia. (9) 2.4.3. Gejala Klinis Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun. (15)

2.4.4. Diagnosa Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses penderita. (17)

2.4.5. Pengobatan Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh cacing cambuk adalah Albendazole/ Mebendazole dan Oksantel pamoate.

2.5. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) 2.5.1. Siklus Hidup Hospes parasit ini adalah manusia, cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 78 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan dkk,. (13)

10

Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 3. Siklus hidup Ancylostoma duodenale dan Necator americanus 2.5.2 Patofisiologi Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab
(9)

2.5.3. Gejala Klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh cacing tambang disebabkan oleh adanya larva dan cacing dewasa. (13) a. Larva filariform : Stadium larva bila menembus kulit maka terjadi perubahan kulit yng disebut ground itch, perubahan pada paru-paru biasanya ringan b. Stadium dewasa, tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta gizi penderita. Sifat cacing dewasa yang menghisap darah, berpindah-pindah dan luka bekas isapannya terus mengeluarkan darah karena cacing ini mengeluarkan sejenis antikoagulan pada mukosa usus
11

tempat mulutnya melekat sehingga dapat menimbulkan anemia.

2.5.4. Diagnosa Gambaran klinis, walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemi karena defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa terakhir ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses penderita. Secara praktis telur cacing A. duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur N. americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva.(15)

2.6. Penyakit Cacing Kremi ( Oxyuris Vermicularis ) 2.6.1 Siklus hidup Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 8 - 13 cm dan yang jantan sekitar 2 - 5 cm. Cacing dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus manusia. Perkawinan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing betina mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000 15.000 butir telur akan bermigrasi ke daerah sekitar anal untuk bertelur. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.(9) Gambaran umum siklus hidup cacing Oxyuris Vermicularis dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 4. Siklus hidup Oxyuris Vermicularis


12

2.6.2 Patofisiologi Cacing Enterobius vermicularis infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah. (9) 2.6.3 Gejala Klinis Gejalanya berupa: (14) a. rasa gatal hebat di sekitar anus. b. rewel ( karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu ) c. kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya disana ). d. nafsu makan berkurang, berat badan menurun ( jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat ) e. rasa gatal atau iritasi vagina ( pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina ) e. kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi ( akibat penggarukan ).

13

2.6.4 Komplikasi (14) - Salpingitis (peradangan saluran indung telur) - Vaginitis (peradangan vagina) - Infeksi ulang. 2.6.5. Diagnosa Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop. (14) 2.6.6 Pengobatan Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat antiparasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya. Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa. Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah: (13) 1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar 2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku 3. Mencuci seprei minimal 2 kali/ming 4. Mencuci jamban setiap hari 5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
14

6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut. 2.6.7 Pencegahan Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan. Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin. (14) 2.6.8. Pemgobatan Umumnya semua obat cacing dapat digunakan terhadap cacing ini. Hal yang paling penting dalam pengobatan adalah pengobatan harus dilaksanakan pada seluruh anggota keluarga. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik, pengobatan secara periodik harus dilakukan. Disamping itu, penerangan mengenai perbaikan kebersihan pribadi sangat berarti dalam menunjang keberhasilan pengobatan. (9)

2.7 Hymenolepiasis Nana 2.7.1 Siklus Hidup Hymenolepis Nana adalah caicing pita dewasa yang kecil, dengan ukuran 25-30 mm x 0,8-1 mm. Bentuk bulat sampai oval dengan diamerter 35-52 m. Telur Hymenolepis nana sudah infentif ketika dikeluarkan melalui tinja. Infeksi didapat karena menelan telur cacing yang terdapat dalam makanan atau air yang tercemar; penularan secara langsung dapat terjadi melalui jari yang tercemar (auto infeksi secara langsung atau penularan dari orang ke orang); atau karena menelan serangga yang mengandung larva yang berkembang dari telur yang ditelan oleh serangga. Pada saat telur H. nana ditelan, telur tersebut menetas dalam usus, melepascan oncosphere yang masuk ke villi mukosa usus dan berkembang menjadi cysticercoid; cysticercoid ini akan pecah kedalam lumen dan tumbuh menjadi cacing pita dewasa. Banyak telur H. nana yang langsung infeksius ketika lepas dari proglottid pada usus manusia; sehingga terjadi autoinfeksi atau dapat terjadi penularan dari orang ke orang. Jika telur H. nana tertelan oleh mealworm (cacing gelang), kutu pemakan larva, kumbang atau serangga lainnya, mereka dapat berkembang menjadi cysticercoid yang infektif terhadap manusia dan binatang pengerat ketika tertelan.(13)

15

Gambaran umum siklus hidup cacing Hymenolepis Nana dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 5. Siklus hidup Hymenolepis Nana 2.7.2. Epidemiologi Manusia merupakan sumber alamiah parasit ini dan transmisi umumnya secara langsung dari orang ke orang dengan cara memakan telur dari tinja orang yang terinfeksi. Meskipun transmisinya bisa memaluli muntah, air dan makanan, tetapi sangat jarang, karena telur cacing ini dengan mudah akan rusak. (13) 2.7.3 Gambaran Klinik Terjadi deskuamasi dan nekrosis sel epitel usus dimanan cacing ini melekat. Infeksi ringan, umumnya tidak menyababkan kerusakan mukosa secara signifikan dan tanpa gejala atau menyebabkan gangguan gastrointestinal. Pada anak kecil terutama bila jumlah cacingnya cukup banyak, terlihat gejala peristaltik usus menghilang atau kadang ditemui frank diare dengan lendir. Mencret darah jarang terjadi. Keluhan yang paling sering ditemukan pada anak adalah nyeri perut yang terus menerus, gatal pada anus dan hidung, serta utikaria kadang ditemukan. Banyak anak datang dengan keluhan nyeri kepala, gangguan tidur dan gangguan tingkah laku yang hilang setelah di obati. Gangguan neurologik yang serius seperti kejang juga ada dilaporan. Beberapa pasien Hymenolepiasis disertai dengan eosinofilia 5-10%.(9)

16

2.7.4 Diagnosis Dengan menemukan telur dalam tinja, akan lebih mudah terlihat pada tinja segar atau tinja yang diawetkan dengan formalin. Proglotid biasanya tidak di jumpai dalam tinja karena mengalami degenerasi sebelum dikeluarkan melalui tinja. (13) 2.7.5. Pengobatan Pilihan utama adalah prazyquentel dosis tunggal 25 mg/KgBB, secara oral. Sedangkan obat alternative lain yang dapat dipakai adalah niclosamid (Yomesan). Pengobatan dikatakan berhasil bila setelah pemberian obat ditemukan skoleks pada tinja. (9) 2.7.6. Pencegahan Dengan memperbaiki kebersihan pribadi dan lingkungan. Meskipun binatang pengerat tidak penting sebagai sumber infeksi bagi manusia, kemungkinan infeksi murni dapat terjadi pada orang yang berhubungan erat dengan binatang pengerat, binatang peliharaan atau binatang di laboraturium. (9) 2.8. Hubungan Infeksi Cacing dengan Status Gizi Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Antara gizi buruk dan penyakit infeksi sesungguhnya mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat, sehingga sering sukar untuk mengidentifikasi mana dari kedua keadaan itu yang datang lebih dulu. Dalam banyak kejadian terjadi synergisitas antara gizi buruk dan penyakit infeksi dan akibat yang terjadi tentu saja sangat fatal. (18) Gizi buruk akan menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh. Perubahan morfologis yang terjadi pada jaringan limphoid yang berperan dalam sistem kekebalan akibat gizi buruk, menyebabkan pertahanan tubuh menjadi lemah, kekebalan seluler yang dimungkinkan oleh berfungsinya kelenjar thymus berkurang karena kelenjar thymus mengecil akbat kekurangan gizi. Produksi berbagai antibodi juga berkurang disamping terjadi atropi pada dinding usus menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit. kedalam tubuh. Keseluruhan gangguan pada sistem pertahanan tubuh itu berlangsung serentak pada penderita gizi buruk sehingga menjadi penderita gizi buruk sanat mudah terserang penyakit lebih-lebih jika lingkungan anak tidak mendukung. (18)
17

Sebaliknya penyakit infeksi seperti kecacingan yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi adalah akibat beberapa hal antara lain : (18) 1. Turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang di alami, sehingga masukan zat gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi yang lebih banyak terutama untuk mengganti jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit penyakit itu. 2. Penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sepuluh zat gizi seperti berbagai mineral dan sebagainya, dan danya diare menyebabkan penyerapan zat gizi dari makanan juga terganggu , sehingga secara keseluruhan mendorong terjadinya gizi buruk. 3 .Naiknya metabolisme basal akibat demam menyebabkan termobilisasinya cadangan energi dalam tubuh . Penghancuran jaringan tubuh oleh bibit penyakit juga akan semakin banyak dan untuk menggantinya diperlukan masukan protein yang lebih banyak. Status gizi kurang atau buruk dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi dan memperberat infeksi tersebut juga penyakit infeksi akan memperburuk status gizinya. (18) Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. Parasit dalam usus seperti cacing gelang dan sebagainya bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah, keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi . (18) Akibat penghisapan zat zat makanan dan darah oleh cacing , semakin lama tubuh akan kekurngan zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh sehingga menyebabkan tubuh penderita menjadi kurus dan status gizinya menurun. (18) 2.9. Pencegahan Infeksi Kecacingan 2.9.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan kesehatan oleh petugas kesehatan tentang kecacingan dan sanitasi lingkungan atau menggalakkan program UKS, meningkatkan perilaku higiene perorangan dan pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang sehat dan teratur.(14)
18

2.9.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit dan memakan obat cacing tiap 6 bulan sekali. (14)

2.9.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan medis berupa operasi. (14)

2.10. Dampak Infeksi Kecacingan 2.10.1. Dampak Infeksi Cacingan terhadap Anak Usia Sekolah Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digesif), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Infeksi cacingan jarang sekali menyebabkan kematian langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi

manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascharis yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A. (13)

Pada infeksi Trichuris berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan, dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml perhari/cacing.(13)

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml perhari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat. Infeksi ketiga jenis cacing ini dapat terjadi
19

sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama (2 atau 3 jenis cacing sekaligus). Semakin banyak jenis cacing ataupun jumlahnya yang ada di dalam tubuh semakin berat gangguan kesehatan yang ditimbulkan.(14)

Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter.(14)

Semua Nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin terpisah, yang jantan biasanya lebih kecil daripada yang betina. Nematoda dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Nematoda jaringan dan Nematoda usus. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths), diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, dan Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis.(14)

Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi. Penyebaran invasif larva cacing menyebabkan infeksi bakteri sekunder.(15)

2.10.2. Dampak terhadap Gizi Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) tidak jarang menyebabkan kematian karena penyumbatan usus dan saluran empedu. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah karena kehilangan darah. Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan (absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi. Anak yang menderita kecacingan, nafsu makannya menurun sehingga makanan yang masuk akan berkurang dan jumlah cacing yang banyak dalam usus akan mengganggu pencernaan serta penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi.(18)
20

2.10.3. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas Secara umum berpengaruh pada tingkat kecerdasan, mental, dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992 menunjukkan bahwa anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Jamaika terinfeksi cacing Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil studi di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan kesehatan jasmani, pertumbuhan dan selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Di Malaysia ditemukan dampak infeksi kecacingan terhadap penurunan kecerdasan di lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga menurunkan prestasi kerja. (9)

2.10.4. Dampak terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, sehingga pada pembangunan jangka panjang pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia. Infeksi kecacingan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kecacingan adalah kesadaran higiene perorangan (personal hygiene) yang kurang. (9)

21

BAB III KESIMPULAN


1. Infeksi kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan

dan

produktivitas

penderita

sehingga

secara

ekonomi

banyak

menyebabkan kerugian, karena adanya kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.
2. Faktor terpenting dalam penyebaran infeksi kecacingan adalah kontaminasi tanah

dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang biak pada tanah liat, lembab dan teduh.
3. Antara gizi buruk dan penyakit infeksi sesungguhnya mempunyai hubungan timbal

balik yang sangat erat, sehingga sering sukar untuk mengidentifikasi mana dari kedua keadaan itu yang datang lebih dulu 4. Higiene perorangan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa perkembangan, dengan higiene perorangan yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia. 5. Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan (absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi

22

Anda mungkin juga menyukai