Anda di halaman 1dari 6

KECERDASAN INTELEKTUAL (Inteligency Question) Istilah inteligensi atau kecerdasan pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli psikologi

Inggris, Charles Spearman, 1904. Dia mengungkapkan bahwa istilah inteligensi untuk mempermudah dalam mempelajari kemampuan individu, dan inteligensi merupakan apa yang diukur oleh tes inteligensi. Intelegensi atau kecerdasan bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatu fiksi ilmiah untuk meneliti perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam hal ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam diantaranya sebagai berikut: Inteligensi adalah kemauan untuk mengetahui hubungan antara beberapa benda, kemampuan untuk menciptakan atau memperbaharui, kemampuan untuk belajar, berpikir, memahami, menguasai, berkhayal, mengingat dan merasa, kemampuan untuk memecahkan masalah, mengerjakan tugas dengan berbagai tingkat kesulitan(Mursi, 1997:209) Seiring dengan pendapat di atas Alfred Binet menyatakan bahwa sifat hakikat inteligensi ada tiga macam, yaitu : Kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Semakin cerdas seseorang, akan semakin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, mempunyai inisiatif sendiri tidak menunggu perintah saja. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah di buatnya.(Yusuf Ln,2007:106)

Sehubungan dengan pengertian inteligensi, di bahwa ini dikemukakan mengenai teori-teori inteligensi. 1. a. TEORI-TEORI INTELIGENSI Teori-teori Inteligensi Spekulatif 1) Inteligensi Sebagai Kemampuan Umum 2) Inteligensi Sebagai Kesatuan Daya yang Formal 3) Inteligensi Sebagai Taraf Umum dari Daya Khusus Teori-teori Inteligensi Pragmatis Berdasarkan pendapat Boring yang dinyatakan oleh Loevinger, inteligensi adalah apa yang diukur oleh tes inteligensi. Pengukuran inteligensi dapat dilakukan lebih praktis pada bidang-bidang lainnya. Misalnya mengukur pengetahuan tentang listrik disesuaikan dengan panasnya. (Depdikbud ,1984 : 29) 1

b.

c.

Teori-teori Faktor 1) Teori William Stern Sejak tahun 1911, William Stern memperkenalkan teori uni Faktornya tentang inteligensi.William Stern berpendapat bahwa inteligensi merupakan satu kapasitas umum yang dilambangkan dengan huruf g. Hal ini dapat dilukiskan pada gambar g

Inteligensi yang hanya berisi satu kapasitas umum (g).

(Sumber : Hendyat Soetopo,1983:27) William Stern mengemukakan bahwa jumlah g yang dimiliki oleh individu dapat diarahkan kepada banyak aktivitas. Faktor g hanya menyangkut diri sendiri yang berhubungan dengan berbagai situasi pemecahan masalah, baik yang melibatkan memory, ruang, matematik. Kapasitas umum (g) yang dimiliki oleh individu secara alami dapat memecahan multi problem. 2) Teori Spearman Charles Spearman berpendapat bahwa inteligensi itu meliputi kemampuan umum yang diberi kode g (general factors), dan kemampuan khusus yang diberi kode s (specific factors). Setiap individu memiliki kedua kemampuan ini yang keduanya menentukan penampilan atau perilaku mentalnya. Faktor umum merupakan faktor yang mendasari segala tingkah laku individu, sedangkan faktor khusus hanya berfungsi pada tingkah laku tertentu saja. (Mangkunegara, 1993:11) 3) TeoriThomson Pada tahun 1916, Godfrey Thomson (Hendyat Soetopo,1983:33) mengembangkan teori faktor menjadi teori sampling. Teorinya sangat kontras dengan teori William Strem dan Charles Spearman. Menurut Thomson apa yang disebut faktor g sebenarnya tidak ada, yang ada hanya faktor s. faktor s tidak tergantung pada keturunan, tetapi tergantung kepada pendidikan. (Mangkunegara, 1993:13) d. Teori Multiple Intelligence

Teori ini dikemukakan oleh J.P. Guilford dan Howard Gardner. Guilford berpendapat bahwa inteligensi itu dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau faces of intellect, yaitu sebagai berikut:

1)

2)

3)

Operasi Mental (Proses Berpikir) (a) Kognisi (menyimpan informasi yang lama dan menetukan informasi yang baru) (b) Memory retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari) (c) Memory recording (ingatan yang segera) (d) Divergent production (berpikir melebar = banyak kemungkinan jawaban) (e) Convergent production (berpikir memusat = hanya satu jawaban/alternatif) (f) Evaluasi (mengambil keputusan tentang apakah sesuatu itu baik, akurat, atau memadai). Content (Isi yang dipikirkan) (a) Visual (bentuk kongkrit atau gambaran) (b) Audiotory (c) Word meaning (semantic) (d) Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, angka, dan not musik) (e) Behavioral (interaksi non-verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara) Product (Hasil Berpikir) (a) Unit (item tunggal informasi) (b) Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama) (c) Relasi (keterkaitan antar informasi) (d) Sistem (kompleksitas bagian yang saling berhubugan) (e) Transformasi (perubahan, modifikasi atau redefinisi informasi) (f) Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain)

e.

Teori Triachic of Intelligence

Teori ini dikemukakan oleh Robert Stenberg. Teori ini merupakan pendekatan proses kognitif untuk memahami inteligensi. 1) Proses Mental (Berpikir) a) Meta Component: perencanaan aturan, seleksi strategis, dan monitoring (pemantauan).Contohnya mengidentifikasi masalah, alokasi perhatian dan pemantauan bagaimana strategi itu dilaksanakan. b) Performance Componen: melaksanakan strategi yang terseleksi. Melalui komponen ini memungkinkan kita untuk mempersepsi dan menyimpan informasi baru. c) Knowledge-Acquisition Components: memperoleh pengetahuan baru, seperti: memisahan informasi yang relevan dengan yang tidak relevan dalam rangka memahami konsep-konsep baru.

2)

Copying with new experience Tingkah laku inteligensi dibentuk melalui dua karakteristik, yaitu: a) Insight, atau kemampuan untuk menghadapi situasi baru secara efektif b) Automaticity, atau kemampuan untuk berpikir dan memecahkan masalah secara otomatis dan efisien.

3)

Adapting to environment Yaitu kemampuan untuk memilih dan beradaptasi dengan tuntunan atau norma lingkungan. Kemampuan ini sangat penting bagi individu dalam meraih kesuksesan hidupnya, seperti dalam memilih karier, keterampilan sosial dan bergaul dalam masyarakat secara baik. Dari teori teori yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa inteligensi atau kecerdasan adalah bakat yang di dapat dari keturunan, tapi lingkungan dan kondisi sekelilingnya juga mempengaruhi peningkatan presentasi kecerdasan seseorang melalui pengalaman, pengetahuan yang didapat serta pembelajaran. 2. TAHAPAN PERKEMBANGAN INTELEKTUAL Menurut Piaget ada empat tahap perkembangan yaitu(Sarwono, 2001:81): a. Tahap I : Masa sensori-motor (0-2.5 tahun). Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi memberikan reaksi atas rangsanganrangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks (misalnya refleks mengenyot puting susu ibu, refleks menangis, dan lain-lain). b. Tahap II: Masa praoperasional (2-7 tahun). Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbol, yaitu mewakili sesuatu yang tidak ada. Pisau plastik, kata pisau dan tulisan pisau mewakili benda yang sesungguhnya. Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang sudah lewat. Misalnya: setelah melihat dokter, ia bisa bermain dokter-dokteran. c. Tahap III: Masa konkrit-operasional (7-11 tahun). Pada tahap ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas yang kongkrit. Ia mulai mengembangkan 3 macam operasi berfikir, yaitu: Identitas : mengenali sesuatu Negasi : mengingkari sesuatu Resiprokasi : mencari hubungan timbal-balik antara beberapa hal d. Tahap IV: Masa formal-operasional (11-dewasa). Dalam usia remaja dan seterusnya seseorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotesis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi. Ia bisa mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan seperti ini: Kalau mobil A lebih mahal dari mobil B, sedangkan mobil C lebih murah dri mobil B, maka mobil mana yang paling mahal dan mana yang paling murah. Lapisan luar otak manusia adalah neo-cortex, dan lapisan ini hanya dimiliki oleh manusia, tidak dimilki oleh makhluk lain. Otak neo-cortex manusia mampu

berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan komputer, mempelajari bahasa Inggris, memahami rumus-rumus fisika, melakukan perhitungan yang rumit sekalipun. Dengan mempergunakan otak neo-cortex, manusia mampu pula menciptakan pesawat terbang hingga bim nuklir. Melalui penggunaan otak ini maka lahirlah IQ, kemampuan intelektual. IQ mampu bekerja mengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat kemabali informasi objektif serta berperan aktif dalam menghitung angka-angka. Cukup banyak orang yang memiliki IQ diatas rata-rata, tetapi banyak diantara mereka tidak berhasil dalam kehidupan pribadi maupun dalam pekerjaan. Menurut Prof. Daniel Goleman, bahwa keberhasilan seseorang dalam hidupnya, sekitar 80% ditentukan oleh aspek kecerdasan emosional atau EQ dan hanya 20% ditentukan IQ, bahkan hanya 6% menurut Steven J.Stein,Ph.D. dan Howard E. Book,M.D. Namun IQ dan EQ saja tidaklah cukup masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya, yaitu kecerdasan spiritual atau SQ.Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efisiensi dan efektivitas. Juga peranan EQ yang dapat membangun hubungan antar manusia, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanyalah akan menghasilkan firaun-firaun kecil di muka bumi. Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai, karena itulah ciri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya kemempuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi. Salah satu ciri muslim yang sempurna menurut DR. Ahmad Tafsir (2005:43) ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat ditilik melalui indikator-indikator sebagai berikut: a. Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi. Sains adalah pengetahuan manusia yang merupakan produk indera dan akal, dalam sains kelihatan tinggi atau rendahnya mutu akal. Orang Islam hendaknya tidak hanya menguasai teori-teori sains, tetapi berkemampuan pula menciptakan teori-teori baru dalam sains, termasuk teknologi. b. Mampu memahami dan menghasilkan filsafat. Berbeda dari sains, filsafat adalah jenis pengetahuan yang semata-mata akliah. Dengan ini orang Islam akan mampu memecahkan masalah filosofis. Perlunya ciri akliah dimiliki oleh seorang Muslim dan Muslimat dapat diketahuai dari ayat-ayat Al-Quran serta hadist Nabi Muhammad SAW yang biasanya diungkapkan dalam bentuk perintah agar belajar atau perintah menggunakan indera dan akal, atau pujian kepada mereka yang menggunakan indera dan akalnya. Sebagian kecil dari ayat Al-Quran dan hadist tersebut dituliskan sebagai berikut: Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Al-Zumar : 9)

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hambaNya adalah ulama. (QS. Al-Fatir : 28) Dan mereka berkata, seandainya kami mendengar dan memikirkannya tentulah kami tidak akan bersama-sama dengan penghuni neraka.(QS. Al-Mulk: 10) Dan perumpamaan ini Kami buat untuk manusia, tidk mungkin dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.(Al- Ankabut : 43) Ayat-ayat di atas jelas menunjukan pentingnya ilmu (pengetahuan) dimiliki orang Islam, pentingnya berpikir, dan pentingnya belajar. Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperolah dengan cara belajar (lihat Al-Bukhari, I, 1981 : 25). Jadi kalau begitu orang Islam diperintah agar belajar. Surat al-Alaq ayat 1 mengandung pengertian bahwa orang Islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga mengandung perintah agar orang Islam belajar karena pada umumnya kemampuan membaca itu diperoleh dari belajar.Imam Al-Ghazali lebih tegas dalam hal ini, ia berpendapat bahwa belajar itu wajib bagi setiap Muslim (Sulayman, 1964:6,20). Jadi jelaslah bahwa Islam menghendaki agar orang Islam berpengetahuan. Ini adalah salah satu akal yang berkembang baik. Akal yang berkembang baik itu berisibanyak pengetahuan sains, filsafat, serta mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah atau filosofis.

Anda mungkin juga menyukai