Anda di halaman 1dari 23

Kedokteran Forensik

Visum et Repertum
Visum et Repertum (VR) adalah suatu
surat keterangan seorang dokter yang
memuat kesimpulan suatu pemeriksaan
yang telah dilakukannya, misalnya atas
mayat seorang untuk menentukan sebab
kematian dan lain sebagainya, keterangan
mana diperlukan oleh Hakim dalam suatu
perkara (Prof. Subekti, SH; tjitrosubidio,
dalam kamus Hukum tahun 1972)
Dasar Hukum Visum et Repertum
Lembaran Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal
2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah
suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda
yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam
perkara perkara pidana.
Alat bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184 ayat 1,
yaitu:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
Hal-Hal yang Berkaitan dengan
Visum et Repertum
Surat VR hanya boleh dibuat oleh pihak yang
diberi wewenang sesuai dengan KUHAP,
dalam hal ini pihak Penyidik (PP No. 27 Tahun
1983: tentang Pelaksanaan KUHAP)
VR harus dibuat oleh dokter yang telah
disumpah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, agar memenuhi persyaratan secara
yuridis. Hal mana sesuai dengan Lembaran
Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1 dan pasal
2; serta KUHAP 186 dan pasal 187 butir c.
Orientasi Konsumen dalam
Pembuatan Visum et Repertum
VR dibuat bukan untuk kepentingan dokter bukan
pula hanya untuk sekedar pemuas keinginan tahu
dari dokter, misalnya di dalam mengetahui
penyebab kematian, penyebab perlukaan, adanya
persetubuhan dengan kekerasan atau adanya
gangguan jiwa pada barang bukti yang
diperiksanya.
Bila didalam RIB pasal 69 ayat 1 penekanan
bantuan dokter terletak pada penentuan sebab
kematian saja, maka dalam KUHAP yang diminta
adalah keterangan ahli; dengan demikian tidak
terbatas hanya dalam penentuan sebab kematian
saja.
Saat Kematian
Kematian somatis atau kematian klinis adalah
suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu
sebab terjadi gangguan pada ketiga sistim
utama tersebut yang bersifat menetap.
Mati suri adalah suatu keadaan yang mirip
dengan mati somatis, akan tetapi gangguan
yang terdapat pada ketiga sistim bersifat
sementara. Mati suri atau mati semu (apparent
death, suspended animation), dapat terjadi
pada beberapa keadaan; pada keracunan
barbiturat, terkena arus listrik dan pada kasus
tenggelam.
Waktu terjadinya kematian seluler bagi
masing-masing organ atau jaringan berbeda,
bergantung pada daya tahan masing-masing.
Otak dan jaringan saraf lainnya kehilangan
fungsinya kira-kira 5 menit setelah kematian
somatis, sedangkan jaringan otot mengalami
kematian seluler setelah 4 jam dan kornea
masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
transplantasi dalam jangka waktu 6 jam
setelah seseorang dinyatakan mati somatis,
Memperkirakaan Saat Kematian
Terjadinya penurunan suhu mayat
Terbentuknya lebam mayat
Kaku mayat
Terjadinya pembusukan
Terjadinya adipocere dan mummifikasi
Terjadinya perubahan biokimia
Penurunan suhu mayat
Rata rata penurunan suhu pada jam-jam
pertama adalah sebesar 2 C dan 1C
setelahnya sampai tercapai keseimbangan
Lebam mayat
Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit
setelah kematian somatis dan intensitas maksimal
akan dicapai dalam waktu 8-12 jam post mortal.
Dengan demikian penekanan pada daerah lebam
mayat yang dilakukan setelah 8-12 jam tersebut
akan menghilang.
Warna lebam mayat umumnya merah-ungu, pada
keracunan gas karbonmonoksida berwarna merah
bata atau cherry red, keracunan sianida berwarna
merah terang.
Pada keracunan zat seperti kalium-khlorat, kinine,
anilin asetanilid dan nitrobensen akan berwarna
coklat-kebiruan (slaty)
Kaku mayat
Kaku mayat (rigor mortis) mulai terjadi 2
jam post mortal dan mencapai puncaknya
setelah 10-12 jam post mortal dan keadaan
ini menteap selama 24 jam dan setelah 24
jam kaku mayat menghilang
Euthanasia
Menurut pengertian kodekteran forensik, euthanasia
adalah salah satu bentuk dari pembunuhan, di mana
seseorang dimatikan dengan maksud untuk
mengakhiri penderitaan orang tadi.
Dalam KUHP Bab XIX pasal 338 merupakan pasal
penghalang bagi dokter untuk melakukan euthanasia
aktif.
Dalam 344KUHP, pasal ini menghalangi dokter untuk
melakukan voluntary euthanasia
Dalam KUHP Bab XV dalam pasal 304 dan pasal 306
ayat 2, akan menghadapkan dokter pada kedudukan
yang sulit, oleh karena pasal tersebut dapat
dikaitkan dengan euthanasia pasif.
Kejahatan seksual
Persetubuhan yang merupakan kejahatan
pasal-pasal yang tertera pada Bab XIV
KUHP, yaitu Bab tentang Kejahatan
Terhadap kesusilaan; meliputi baik
persetubuhan di dalam perkawinan
maupun persetubuhan di luar perkawinan.
Persetubuhan di dalam perkawinan yang
merupakan kejahatan seperti yang
dimaksud oleh pasal 288 KUHP ialah bila
seorang suami melakukan persetubuhan
dengan istrinya yang belum mampu kawin
dengan mengakibatkan luka-luka, luka
berat mengakibatkan kematian.
Dalam kasus-kasus persetubuhan di luar
perkawinan yang merupakan kejahatan, di
mana persetubuhan tersebut memang
disetujui oleh si perempuan; maka dalam
hal ini pasal-pasal dalam KUHP yang
dimaksud adalah pasal 248 dan 287.
Pembuktian adanya
persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa di
mana terjadi penetrasi penis ke dalam
vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap
atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa
disertai ejakulasi.
Upaya pembuktian adanya persetubuhan:
1. Besarnya penis dan derajat penetrasinya
2. Bentuk dan elastisitas selaput dara
(hymen)
3. Ada tidaknya ejakulasi dan keadaan
ejakulat itu sendiri
4. Posisi persetubuhan
Pembuktian adanya
kekerasan
Luka-luka akibat kekerasan pada kejahatan
seksual biasanya berbentuk luka-luka lecet
bekas kuku, gigitan (bite marks) serta luka-
luka memar.
Tidak selamanya kekerasan menimbulkan
jejak atau bekas yang berbentuk luka. Oleh
karena itu, dokter harus menggunakan
kalimat tanda-tanda kekerasan dalam
setiap VR yang dibuat.
Pemeriksaan toksikologik merupakan
prosedur yang rutin dikerjakan pada
kejahatan seksual
Pemeriksaan pada korban
kejahatan seksual
Pemeriksaan kodekteran forensik:
menemukan adanya sel epitel vagina yang
melekat pada penis
Pemeriksaan golongan darah dari sperma
yang didapatkan
Pemeriksaan lab korban kejahatan
seksual
1. Menentukan adanya sperma pada cairan vagina
2. Menentukan adanya sperma pada pakaian korban
3. Menentukan adanya air mani (asam fosfatase)
dengan pemeriksaan cairan vagina serta pada
pakaian
4. Menentukan adanya air mani dengan
menggunakan kristal kholin atau kristal spermin
5. Menentukan adanya kuman N. gonorrhea (GO)
6. Menentukan adanya kehamilan
7. Menentukan adanya racun
8. Penentuan golongan darah
Pemeriksaan lab untuk pelaku
kejahatan seksual
Menentukan adanya sel epitel vagina pada
penis
Menentukan adanya kuman N. gonorrhea
Homoseksual salah satu kejahatan
seksual
Di dalam pasal 292 KUHP terdapat
ancaman bagi seorang yang cukup umur
yang melakukan perbuatan cabul dengan
orang lain yang sama kelaminnya yang
belum cukup umur.
Pemeriksaan pada kasus homoseksual:
menentukan adanya sperma pada dubur
pasangannya dan mendapatkan adanya
unsur-unsur yang terdapat dalam anus
Penyimpangan di dalam praktek
kedokteran
Malpractice may consist of lack of skill and
care in diagnosis as in treatment. A patient
is entitled to a thorough an careful
examination such as his condition and
attending circumstances permit with such
diligence and methods as aer usually
approved and practice by physicians of
same school of medicine, judgment skill
and under similar circumstances.
Contoh kasus
Seorang anak meninggal di atas meja
operasi, sewaktu dilakukan tonsilektomi.
Penyebab kematian karena dosis yang
berlebihan dari ether, dengan demikian
pertanggungjawaban dapat diminta pada
ahli anastesinya. Operator dapat pula
menjadi tersangkut pada masalah kematian
ini, yaitu dalam hal: apakah indikasi untuk
operasi tersebut tepat.
Pasal-pasal dalam KUHP yang berkaitan
dengan penyimpangan dalam praktek
kedokteran:
1. Dalam Bab XIV: kejahatan terhadap
kesusilaan
2. Dalam Bab XV : meninggalkan orang yang
perlu ditolong
3. Dalam Bab XIX : kejahatan terhadap
nyawa
4. Dalam Bab XXI : menyebabkan mati atau
luka-luka karena kealpaan

Anda mungkin juga menyukai