Anda di halaman 1dari 16

BREEDING MANAJEMEN TERNAK SAPI DI DAERAH LAHAN

KERING

drh. Tarsisius Considus


Tophianong, M.Sc
MP3EI Pintu Gerbang Empat Tekad
Koridor Pariwisata Pembanguan Provinsi
Ekonomi dan di NTT Ternak
Bali Nusa Pendukung
Tenggara Pangan
Latar Belakang
Nasional
-NTT memiliki
lahan
pengembalaan
yang luas.
- Sapi Bali
memiliki
kemampuan
adaptasi yang
baik.
- Sapi Bali
memiliki tingkat
fertilitas yang
tinggi.
Manajemen pemeliharaan
bersifat tradisional, tidak
terencana dan tidak terukur
Manajemen pemeliharaan bersifat tradisional,
tidak terencana dan tidak terukur

Kurangnya pakan pada musim kemarau


Permasala
Manajemen pemeliharaan bersifat tradisional
han
tidak terencana dan tidak terukur Dampak:
Pemilihan bibit hanya
Tidak adanya rekording berdasarkan BSC dan
usia produktif.
Minimnya penerapan
teknologi reproduksi.
Penentuan usia
reproduktif hanya
berdasarkan usia.
Perlunya Penerapan Rendahnya angka
manajemen pemeliharaan
kelahiran pada
sapi Bali di daerah lahan
beberapa kelompok
kering yang terencana
gembalaan.
dan terukur
Breeding
Manajemen
Tahap Penerapan Breeding
Manajemen Ternak Sapi di Daerah
Lahan Kering

1 2 3
Analisa Membuat
masalah Mengumpulk
perencanaan
an data

6 5 4
Penerapan
Evaluasi Monitoring breeding
manajemen
Servis/
Conseption
Conseption
Rate Efisiens
Pregnancy
rate i
days open reprod
uksi
EPP
Calving
interval
Breeding

Kawin Alami

2
Inseminasi Buatan
Breeding Manajemen Sapi Pada
Sistem Pemeliharaan Semi Intensif Di
1
Daerah Lahan Kering
Kehadiran
Pejantan
2
Ketersedian
Pakan
3
Pencegahan
Inbreeding
4
Kesehatan Reproduksi
sapi betina
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan IB
Pendekatan Deteksi Estrus
Pada Sapi

Tail-painting
Heat-
Estrogen test mount
detectors
Chin-ball
Cow
activity Deteksi devices
changes estrus
Progesterone Use of
tests teaser
animals
Citologi Vagina
Insemination Timeline

IB 6-12 jam sebelum akhir estrus

Saacke, 2008
Gambar 5. Perhitungan angka kebuntingan dan Klasifikasi
kemampuan embrio untuk degenerasi menjadi sebuah kebuntingan.
IB memiliki sebuah konsekuensi, IB yg dilakukan terlalu awal tidak
optimal karena tingginya kadar ovum yg tidak fertil, dan
terlambatnya IB ditandai dg kualitas embrio yg buruk, kebanyakan
akibat penuaan ovum. Bagaimanapun, kualitas embrio yg baik
tampaknya berkaitan dg IB yg dilakukan lbh awal, dan angka
fertilisasi yg tinggi berkaitan dg IB yg dilakukan pada akhir periode
estrus. - R.G. Saacke, 2008 -

Anda mungkin juga menyukai