Anda di halaman 1dari 59

UU DAN ETIKA PELAYANAN

KEFARMASIAN RUMAH SAKIT


KELOMPOK 3

AN G GITA C AHYA UTAMI 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 6 3


RIFKA ANNISA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 6 4
NADIAH KHOIRUNNISA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 6 5
AFIFAH AMATULLAH 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 6 6
NAILUL MUNA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 7 7
TI ARA M AHKO TAWATI 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 7 6
G I YAN R AMDAN 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 7 0
DELLA MEILIA AYU C 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 9 2
AFIN A R AHMATIKA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 9 3
HABIBAH SABRINA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 91
AZIZA NURUL AMANAH 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 9 5
ELFHIRA ROSALIA 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 8 3
RINALDI NUR IBRAHIM 1 1 1 51 0 2 0 0 0 0 0 9 6
Definisi
(permenkes no.72 tahun 2016 pasal 1)

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

11/9/2017
Definisi
(permenkes no.72 tahun 2016 pasal 1)

Instalasi Farmasi
unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Tujuan disusun Standar Kefarmasian di Rumah
Sakit (permenkes no.72 tahun 2016 pasal 2)

11/9/2017
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
meliputi (permenkes no.72 tahun 2016 pasal 3)

Pelayanan farmasi klinik


merupakan pelayanan
langsung yang diberikan Pengelolaan sediaan
Apoteker kepada pasien farmasi, alat kesehatan dan
dalam rangka meningkatkan bahan medis habis pakai;
outcome terapi dan dan Pelayanan farmasi
meminimalkan risiko klinik
terjadinya efek samping
karena obat

11/9/2017
Pelayanan Farmasi Klinik sebagaimana dimaksud
(permenkes no.72 tahun 2016 pasal 3 ayat 3)

No. Pelayanan Farmasi Klinik Tujuan Pelayanan

Untuk menganalisa adanya masalah terkait obat. Bila


Pengkajian dan pelayanan
1. terdapat masalah harus dikonsultasikan dengan
resep
dokter penulis resep.

untuk melakukan penilaian terhadap pengaturan


Penelusuran riwayat
2. penggunaan obat pasien terkait dosis, bentuk sediaan,
penggunaan obat
frekuensi penggunaan dan indikasi penggunaan obat.

untuk mencegah terjadinya kesalahan obat seperti


3. Rekonsiliasi obat obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi obat.

untuk menyediakan dan memberikan informasi obat


Pelayanan Informasi Obat
4. kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
(PIO)
rumah sakit.
11/9/2017
untuk mengoptimalkan hasil terapi dan
meminimalkan resiko reaksi obat yang
5. Konseling
tidak dikehendaki serta meningkatkan
keamanan penggunaan obat bagi pasien.

kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan


apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
6. Visite
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung.

Pemantauan terapi obat untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif
7.
(PTO) dan rasional bagi pasien.

untuk menemukan efek samping obat sedini


Monitoring efek samping
8. mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
obat (MESO)
frekuensinya jarang.

11/9/2017
Untuk mendapatkan gambaran keadaan pasien
Evaluasi penggunaan obat atas pola penggunaan obat dan membandingkan
9.
(EPO) pola penggunaan obat pada periode waktu
tertentu.

Untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan


10. Dispending sediaan steril melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta
menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Untuk mengatahui kadar obat dalam darah terutama


Pemantauan Kadar Obat dalam
11. dalam penggunaan obat yang memiliki indeks terapi yang
darah ( PKOD )
sempit.

11/9/2017
Permenkes no.72 tahun 2016 pasal 4

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah


Sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional.

Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud meliputi:


a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan peralatan.

11/9/2017
Permenkes no.72 tahun 2016 pasal 5

Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di


Rumah Sakit, harus dilakukan Pengendalian Mutu
Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi

11/9/2017
Permenkes no.72 tahun 2016 pasal 6

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah


Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

11/9/2017
Etika adalah refleksi dari Perkataan etika itu identik dengan
apa yang disebut dengan
self control, karena perkataan moral, karena moral menyangkut
segala sesuatunya dibuat akhlak manusia. Misalnya, perbuatan
dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan seseorang dikatakan melanggar nilai-nilai
kelompok sosial (profesi) moral dapat diartikan pula bahwa perbuatan
itu sendiri.
tersebut melanggar nilai-nilai dan norma-
norma etis yang berlaku di masyarakat.
ETIKA FARMASIS DI RUMAH SAKIT SESUAI KETENTUAN UMUM
DALAM KODE ETIK YANG DIATUR IAI

1. Apoteker harus memiliki sebuah niat luhur, memiliki komitmen yang


berlandaskan moral serta mengikuti petunjuk dan standar prilaku dalam
bertindak dan mengambil keputusan.
2. Memperhatikan dan menaati sumpah apoteker, contohnya: melaksanakan
asuhan kefarmasian, merahasikan kondisi resep dan medication record
untuk pasien.
3. Di rumah sakit, menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya
4. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan farmasi dan perkembangan
peraturan-perundang-undangan

11/9/2017
Kasus-kasus
Pelanggaran Etika
Farmasi di Rumah Sakit

11/9/2017
1. Keengganan farmasis untuk
memberikan informasi 2.Sering menyerahkan tugas
mengenai obat kepada yang seharusnya dilakukannya
praktisi kesehatan lain dan kepada perawat
pasien
Kasus ini merupakan
Kasus ini merupakan pelanggaran kode etik :
pelanggaran kode etik
- pasal 7 : seorang apoteker -Pasal 3 : Apoteker harus
merupakan sumber menjalankan profesi sesuai
informasi kompetensi dan memiliki jiwa
- pasal 9 : Apoteker harus kemanusiaan dalam
mengutamakan pasien menjalankan kewajiban
- pasal 13 : Apoteker harus
membangun hubungan -Pasal 6 : Apoteker harus
profesi antar praktisi berbudi luhur dan menjadi
kesehatan lainnya contoh yang baik bagi orang lain
3. Tidak rutin mengunjungi pasien rawat
inap

Kasus ini merupakan pelanggaran


kode etik :
-pasal 9 : Apoteker harus
mengutamakan pasien
-Pasal 3 : Apoteker harus menjalankan
profesi sesuai kompetensi dan
memiliki jiwa kemanusiaan dalam
menjalankan kewajiban
KASUS PELANGGARAN UU
KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
KASUS I

Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah meninggal Selasa (25/03/13) kemarin, di Rumah Sakit
Mitra Siaga Tegal. Salah satu keluarga korban berteriak-teriak histeris sambil menunjukkan sisa
infus kadaluarsa yang diberikan ke korban saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal Sabtu pekan lalu tempat sebelumnya korban dirawat.
Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2013. Keluarga korban menuding
pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan korban meninggal. Pihak Rumah Sakit Mitra
Siaga dinilai teledor karena memberikan infus yang sudah kadaluarsa.
Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono mengatakan, tidak ada unsur
kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa yang di berikan kepada pasien Solihul, namun pihaknya
mengakui insiden ini menunjukkan adanya kelemahan monitoring logistik farmasi. Meski belum
dapat dipastikan meninggalnya korban akibat infus kadaluarsa, pihaknya akan menjadikan kasus ini
sebagai evaluasi untuk memperbaiki monitoring logistik farmasi. Sementara itu keluarga korban
mengaku tetap akan menuntut pertanggungjawaban pihak Rumah Sakit Mitra Siaga atas terjadinya
kasus ini. Pasalnya, tidak saja telah kehilangan nyawa, namun keluarga korban tetap harus
membayar biaya perawatan sebesar 7 juta rupiah. (Kuncoro Wijayanto/Sup/26-Mar-2013
PATROLI INDOSIAR)
Tanggung jawab seorang farmasis klinis rumah sakit dalam hal
pengawasan obat di Rumah Sakit. Kelalaian dalam
penyelenggaraan pemantauan atau pemantauan yang tidak
mengikuti standar (kurang tepat) oleh farmasis klinik dapat
dikatagorikan dalam kegiatan malpraktek kefarmasian. Hal
inilah yang telah terjadi pada kasus di atas.
Berdasarkan kasus diatas, farmasis telah melanggar UU No. 72
tahun 2016 tentang kefarmasian rumah sakit dan melanggar
peraturan pemerintah SK Menkes Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit.
Penjelasan pelanggaran

Berdasarkan UU No. 72 ahun 2016,


menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian tidak hanya pembuatan dan
pengendalian mutu sediaan farmasi, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, tetapi juga
pengamanan pengadaan, penyimpanan, pengelolaan dan distribusi obat.
Kelalaian seorang farmasis dalam memantau tanggal kadaluarsa dari suatu
sediaan obat mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
Hal ini sebenarnya dapat dihindarkan apabila seorang Farmasis
berpatisipasi aktif dalam program monitoring keamanan obat dan
menciptakan sistem untuk mendeteksi secara dini suatu penyimpangan
distribusi atau pengalihan obat.
Interaksi Sesama Apoteker, Dengan
Pasien dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Interaksi Sesama Apoteker

Apoteker memiliki kode etik profesi yang disahkan pada tanggal 8 desember 2009
yang merupakan hasil keputusan kongres nasional XVIII ikatan sarjana farmasi
indonesia (ISFI) tahun 2009.

Berikut adalah kewajiban apoteker terhadap teman sejawat :


A. Pasal 10 : seorang apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Implementasi :
Hubungan antar apoteker harus sedemikian rupa eratnya sehingga setiap
masalah antar apoteker dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan mengingat
janji/sumpah dan kode etik yang ada. Apoteker yang senior dihormati dan yang muda
disayangi dan diayomi. Dengan memperlakukan seniornya seperti orang tua, teman
sejawat dan juniornya sebagaimana dia sendiri ingin diperlakukan maka akan
terhindar dari tindakan yang buruk dan mendiskreditkan teman sejawatnya karena dia
sendiri tidak ingin menerima perlakuan buruk yang serupa. Hal ini akan membuat
terjalinnya rasa kebersamaan, kekeluargaan dan keakraban sehingga dalam
menjalankan profesinya akan saling membantu, saling mendukung dan saling belajar
dengan penuh pengertian.
Pedoman Pelaksaan Kode Etik :
1. Setiap Apoteker harus menghargai teman sejawatnya,
termasuk rekan kerjanya
2. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu
situasi yang problematik, baik secara moral atau
peraturan-perundangan yang berlaku, tentang
hubungannya dengan sejawatnya, maka komunikasi
antar sejawat harus dilakukan dengan baik dan
santun
3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI ataupun
Majelis Pembina Etik Apoteker dalam menyelesaikan
permasalahan dengan teman sejawat
B. Pasal 11 : Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan
dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan kode
etik.

Implementasi :
Penting bagi sesama Apoteker untuk saling menjaga
martabat luhur jabatan kefarmasian lewat penerapan kode etik.
Karena tercakup dalam suatu keluarga besar, maka kesalahan
seorang apoteker akan berdampak pada image dan kredibilitas
apoteker lainnya. Hal ini juga dilakukan untuk menghindari
adanya penyimpangan dalam melakukan tugas dan wewenang
apoteker.
Pedoman Pelaksaan Kode Etik :

1. Bilamana seorang Apoteker mengetahui sejawatnya


melanggar kode etik, dengan cara yang santun dia harus
melakukan komunikasi dengan sejawatnya tersebut
untuk mengingatkan kekeliruan yang ada.
2. Bilamana ternyata yang bersangkutan sulit menerima
maka dia dapat menyampaikan kepada pengurus
cabang dan atau MPEAD secara berjenjang.

Ket :
MPEAD = Majelis Pertimbangan Etik Apoteker Daerah
C. Pasal 12 : Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan
untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di
dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian,
serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

Implementasi :
Para Apoteker harus menegaskan eksistensinya dengan memiliki ikatan
yang solid antar sesama Apoteker. Untuk menjawab segala tantangan yang
ada di masa sekarang ini, Apoteker harus saling bahu membahu. Tanpa
adanya rasa saling percaya, hal itu tidaklah mungkin. Kepercayaan merupakan
modal dalam menjalin suatu hubungan yang baik dan lama. Dapat dimulai
dengan bekerjasama dengan rekan sejawat yang meminta pertolongan, karena
akan memberikan modal kepercayaan yang berkelanjutan. Kerja sama yang
dilakukan hendaknya tidak merugikan pihak-pihak lain, dapat
dipertanggungjawabkan serta memiliki komitmen dalam mengupayakan
peningkatan kualitas kesehatan pasien/penderita.
Pedoman Pelaksanaan Kode Etik : Hubungan Sesama Apoteker :

1. Seorang Apoteker harus Apoteker harus mampu


menjalin dan memelihara menghargai area kompetensi
kerjasama dengan sejawat antarteman sejawat dalam
Apoteker lainnya hubungan profesional.
2. Seorang Apoteker harus Apoteker harus mampu bekerja
membantu teman sejawatnya sama dengan teman sejawatnya
dalam menjalankan serta mampu menjaga martabat
pengabdian profesinya profesi Apoteker.
Seorang Apoteker wajib
3. Seorang Apoteker harus saling menanamkan sikap saling
mempercayai teman percaya dengan teman sejawat
sejawatnya dalam dan organisasi profesi dalam
menjalin/memelihara rangka meningkatkan mutu
kerjasama praktek profesi dan demi
kepentingan bersama
Interaksi apoteker dengan pasien

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian (Permenkes 35/2014). Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Standar Pelayanan Kefarmasian Terkait Pemberian Obat oleh Apoteker


Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah:
1. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien yang membutuhkan.
2. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial
(sociopharmacoeconomy)
Pedoman Pelaksanan Kode Etik

Pasal 7 : Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan


profesinya
Pasal 9 : Seorang apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat menghormati hak asasi pasien dan
melindungi makhluk hidup insani
Implementasi :
Seorang apoteker memberikan informasi kepada pasien harus dengan cara
yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi tersebut harus sesuai,
relevan dan up to date
Sebelum memberikan informasi apoteker harus menggali informasi yang
dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui apoteker
mengenai pasien serta penyakitnya
Seorang apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan
kepada pasien dengan tenaga kesehatan lainnya
Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara
jelas, monitoring penggunaan obat dan sebagainya
Pelaksanaan Kode Etik Dengan Pasien

1. Dalam penyerahan obat kepada pasien harus sopan, disertai


dengan pemberian informasi tambahan mengenai hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam saat menggunakan obat
2. Dalam memberikan informasi obat, beberapa informasi
diuraikan dengan kata-kata yang mudah dipahami oleh pasien
3. Apoteker harus memastikan bahwa pasien benar-benar paham
apa yang telah disampaikan dengan cara pasien mengulangi
kembali informasi yang telah diberikan
4. Pasien harus diberikan informasi mengenai efek samping dan
interaksi yang terjadi dengan makanan atau obat lain
Interaksi apoteker dengan tenaga kesehatan lainnya

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT


PETUGAS KESEHATAN LAIN :

Pasal 13 : Seorang Apoteker harus mempergunakan


setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain
Implementasi - Jabaran Kode Etik : Apoteker harus
mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
tenaga profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan
bermartabat.
Pasal 14 : Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri
dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
Implementasi - Jabaran Kode Etik : Bilamana seorang
apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari
pelayanan profesi kesehatan lainnya, maka apoteker
tersebut harus mampu mengkomunikasikannya dengan
baik kepada profesi tersebut, tanpa yang bersangkutan
harus merasa dipermalukan.
Interaksi apoteker dengan dokter

Untuk menjalin suatu hubungan antar profesional


apoteker dengan dokter supaya terjalin komunikasi yang
baik, seorang apoteker harus mengetahui lebih dahulu apa
yang menjadi tanggungjawab seorang apoteker dalam
pelayanan kefarmasian
Adanya pemahaman yang baik antar kedua profesi ini,
akan sangat memudahkan apoteker dan dokter
berkomunikasi
Interaksi Apoteker dengan perawat

Hubungan antar apoteker dengan perawat tidak jauh


berbeda dengan hubungan apoteker dengan dokter. Hanya
bedanya seorang perawat akan lebih banyak
bertanggungjawab terhadap pasien yang dirawatnya
dalam memberikan obat
Selain itu perawat juga harus banyak berkomunikasi
dengan apoteker bila terjadi kesalahan dalam pemberian
obat dan memastikan terlebih dahulu dosis yang akan
diberikan ke pasien
Hubungan kolaborasi

Sebuah hubungan kolaboratif yang memerlukan tenaga medis,


menggunakan keterampilan yang lengkap untuk bekerja sama
dalam memberikan perawatan kepada pasien berdasarkan prinsip
saling percaya, menghormati dan memahami masing-masing
keterampilan dan pengetahuan
Contoh kolaborasi tim kesehatan yang dapat
dilakukan di pelayanan kesehatan

1 3
Dibantu
2
Pasien Diberi resep
datang
Ditangani
dokter
oleh
perawat 4 yang dicarik
apoteker

Seorang dokter berkolaborasi dengan perawat dengan baik


dalam menangani pasien seorang dokter berkolaborasi
dengan apoteker mengenai resep obat agar tidak terjadi
interaksi antar obat yang diberikan perawat berkolaborasi
dengan apoteker mengenai dosis dan cara pemberian obat yang
benar
Cara membangun dan mempertahankan kolaborasi tim
kesehatan yang efektif

Adanya hubungan personal antara masing-masing individu, saling mengenal agar dapat
1 berkontribusi

Komunikasi yang rutin, dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman


2

Memahami kompetensi masing-masing


3

Saling percaya, saling mendukung dan menghormati


4

Harus sering dilakukan evaluasi secara berkala untuk perbaikan kedepannya


5

Menghargai setiap pendapat dan kontribusi semua anggota tim kesehatan


6

Memiliki pandangan yang sama


7
Konsultasi Obat

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek
Pasal 2
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Apotek
bertujuan untuk : meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian; menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian dan ; melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).
Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
RUMAH SAKIT meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f. visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. dispensing sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD);
Konseling berasal dari kata cunsel yang artinya memberikan
saran, melakukan diskusi dan pertukaran pendapat.
Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya
seseorang yng membutuhkan (klien) dan seseorang yang
memberikan (konselor) dukungan dan dorongan ikian rupa
sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya
dalam pemecahan masalah.
pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi
yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal
untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan obat.
Tujuan Tujuan dan manfaat
konseling
umum khusus

1. Meningkatkan 1. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap


keberhasilan terapi pasien
2. memaksimalkan efek 2. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker
terapi dengan pasien
3. meminimalkan resiko 3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan
efek samping obatnya
4. Meningkatkan cost 4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan
effectiveness dengan penyakitnya
5. Menghormati pilihan 5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani
pasien dalam pengobatan.
menjalankan terapi
6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem
7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan
masalahnya sendiri dalam hal terapi
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan
obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan
meningkatkan mutu pengobatan pasien
manfaat

Untuk Untuk
pasien apoteker

1. Menjamin keamanan dan efektifitas


pengobatan 1. Menjaga citra profesi sebagai bagian
2. Mendapatkan penjelasan tambahan dari tim pelayanan kesehatan.
mengenai penyakitnya 2. Mewujudkan bentuk pelayanan
3. Membantu dalam merawat atau asuhan kefarmasian sebagai tanggung
perawatan kesehatan sendiri jawab profesi apoteker.
4. Membantu pemecahan masalah 3. Menghindarkan apoteker dari
terapi dalam situasi tertentu tuntutan karena kesalahan
5. Menurunkan kesalahan penggunaan penggunaan obat ( Medication error )
obat 4. Suatu pelayanan tambahan untuk
6. Meningkatkan kepatuhan dalam menarik pelanggan sehingga menjadi
menjalankan terapi upaya dalam memasarkan jasa
7. Menghindari reaksi obat yang tidak pelayanan
diinginkan
8. Meningkatkan efektivitas & efisiensi
biaya kesehatan
Prinsip Dasar Konseling

Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau


korelasi antara pasien dengan apoteker sehingga terjadi
perubahan perilaku pasien secar sukarela.
Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling
mengalami perubahan model pendekatan dari pendekatan
Medical Model menjadi Pendekatan Helping model
Hal- Hal yang harus diperhatikan apoteker :

Medical Model Helping Model


1.Pasien passive 1. Pasien terlibat secara aktif
2. Dasar dari kepercayaan 2. Kepercayaan didasarkan dari
ditunjukkan Berdasarkan citra hubungan Pribadi yang
profesi berkembang setiap saat

3. Mengidentifikasi masalah dan 3. Menggali semua masalah dan


menetapkan solusi. memilih cara pemecahan
masalah
4. Pasien bergantung pada 4. Pasien mengembangkan rasa
petugas kesehatan percaya dirinya untuk
memecahkan masalah
5. Hubungan seperti ayah-anak 5. Hubungan setara (seperti
teman)
(1) Menentukan Kebutuhan
Konseling tidak terjadi bila pasien datang tanpa ia sadari apa yang
dibutuhkannya. Seringkali pasien datang tanpa dapat
mengungkapkan kebutuhannya, walaupun sebetulnya ada sesuatu
yang dibutuhkan. Olehkarena itu dilakukan pendekatan awal
dengan mengemukakan pertanyaan terbuka dan mendengar
dengan baik dan hati-hati.
(2) Perasaan
Apoteker harus dapat mengerti dan menerima perasaan pasien
(berempati). Apoteker harus mengetahui dan mengerti perasaan
pasien (bagaimana perasaan menjadi orang sakit) sehingga dapat
berinteraksi dan menolong dengan lebih efektif.
Pasien
Sasaran Rawat Inap
Konseling Pasien
Rawat Jalan
Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat
diberikan pada saat pasien mengambil obat di
apotik, puskesmas dan di sarana kesehatan lain.
Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat
penyerahan obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di
ruang khusus yang disediakan untuk konseling.
Konseling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang:

1. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka


panjang. (Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll )
2. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan
cara pemakaian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler,
injeksi insulin dll.
3. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal
: insulin dll
4. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit,
misalnya : pemakaian kortikosteroid dengan tapering down.
5. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya
: geriatrik, pediatri.
6. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit ( digoxin,
phenytoin, dll )
7. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi )
Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada saat pasien akan
melanjutkan terapi dirumah. Selain pemberian konseling pada
saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga
diberikan pada kondisi sebagai berikut :
Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat rendah.
Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi,
perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian.
Kegiatan Konseling
1. Penentuan Prioritas Pasien
Prioritas pasien yang perlu mendapat konseling :
Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, dll)
Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, dll)
Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (Penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down atau tappering off )
Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit ( digoxin, dll)
Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah.

2. Persiapan Dalam Melakukan Konseling

3.Pertanyaan Dalam Konseling

4.Tahapan Konseling
a. Pembukaan
Apoteker memperkenalkan diri
Apoteker mengetahui identitas pasien (terutama nama)
Menjelaskan Tujuan konseling
Memberitahukan berapa lama sesi konseling itu akan berlangsung

Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan pembicaraan
yang menyenangkan dan tidak kaku.
B. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah.
Diskusi dengan pasien baru
Apoteker harus mengumpulkan informasi dasar tentang pasien dan tentang
sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.

Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan


Apoteker hanya bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi
maupun pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik yang diresepkan maupun yang
tidak diresepkan.

Mendiskusikan Resep yang baru diterima


Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan
sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari mana. Jika
pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat di tanyakan tentang isi topik
konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut. Apoteker sebaiknya bertanya terlebih
dahulu tentang penjelasan apa yang telah diterima oleh pasien . Ini penting untuk
mempersingkat waktu konseling dan untuk menghindari pasien mendapatkan informasi
yang sama yang bisa membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi yang berlawanan
yang membuat pasien bingung. Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna
obat dan berapa lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus
melihat kecocokan dosis yang diterima .
Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan

Kegunaan pengobatan dan bertanya tentang kesulitan-kesulitan apa


yang dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan.

Efektifitas pengobatan,apoteker bertanya apakah pengobatan yang


diterima telah membantu keadaan pasien menjadi lebih baik.

Efek samping pengobatan. Pasien sebaiknya diberitahukan


kemungkinan tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat
melakukan tindakan preventif terhadap keadaan tersebut
C.Diskusi untuk mencegah atau
D.Memastikan pasien telah memahami
memecahkan masalah dan
informasi yang diperoleh.
mempelajarinya.

Setiap alternatif cara Apoteker harus memastikan


pemecahan masalah harus didiskusikan apakah informasi yang
dengan pasien. Apoteker juga harus diberikan selama konseling
mencatat terapi dan rencana untuk
monitoring terapi yang diterima oleh dapat dipahami dengan baik
pasien. Baik pasien yang menerima oleh pasien dengan cara
resep yang sama maupun pasien yang meminta kembali pasien untuk
menerima resep baru, keduanya harus mengulang informasi yang
diajak terlibat untuk mempelajari sudah diterima. Dengan cara ini
keadaan yang memungkinkan tercipta pula dapat diidentifikasi adanya
masalah. Sehingga masalah terhadap
pengobatan dapat diminimalisasi. penerimaan informasi yang
salah sehingga dapat dilakukan
tindakan pembetulan.
E.Menutup diskusi F. Follow-up

bertanya kepada pasien apakah diskusi Fase ini agak sulit


ada hal-hal yang masih ingin dilakukan sebab terkadang
ditanyakan maupun yang tidak pasien mendapatkan Apoteker
dimengerti oleh pasien. yang berbeda pada sesi
Mengulang pernyataan dan konseling selanjutnya. Oleh
mempertegasnya merupakan sebab itu dokumentasi kegiatan
hal yang sangat penting
konseling perlu dilakukan agar
sebelum penutupkan sesi
diskusi
perkembangan pasien dapat
terus dipantau.
Aspek Konseling Yang Harus Disampaikan Kepada Pasien

1. Dekripsi dan kekuatan obat


2. Jadwal dan cara penggunaan
3. Mekanisme kerja obat
4. Dampak gaya hidup
5. Penyimpanan
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Evaluasi dalam konseling obat terdiri dari dua kegiatan, yaitu

a. EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN


Bertujuan untuk melihat kapasitas pelayanan dan meningkatkan kinerja
petugas yang memberikan konseling (konselor). Evaluasi kegiatan ini dapat dilakukan
dengan menganalisis data yang ada dari kegiatan konseling yang sudah dilakukan
maupun dengan melakukan wawancara kepada pasien. Hal-hal yang didapatkan dalam
evaluasi adalah :
a. Kapasitas kegiatan ( jumlah pasien, jumlah kasus, dll )
b. Macam kegiatan konseling ( rujukan dokter, pasien aktif bertanya, kelompok
pasien tertentu, dll )
c. Untuk pengobatan penyakit kronis, perlu dihitung jumlah pasien yang rutin
berobat dan jumlah pasien drop out pengobatan
d. Proses perubahan perilaku pasien sebagai hasil dari konseling
e. Pendapat pasien tentang kegiatan konseling (dlm bentuk kuisioner)
f. Pendapat pasien tentang petugas konseling ( konselor ) / kuisioner
g. Waktu tunggu / lamanya pelayanan konseling
h. Infrastruktur dalam kegiatan konseling (kebijakan, protap, SDM dll)
B. EVALUASI KEPATUHAN PASIEN DALAM PENGOBATAN.
Dengan mempunyai dokumen yang berisi riwayat pengobatan pasien,
apoteker yang memberikan konseling dapat melakukan pengamatan apakah
pasien patuh dalam menjalani pengobatan. Apoteker dapat mengambil tindakan
untuk memperbaiki kepatuhan pasien dalam melaksanakan pengobatan.
Kegiatan ini Sangat bermanfaat pada pengobatan penyakit kronis. Beberapa
pengamatan yang dapat dilakukan adalah :

a. Menghitung waktu pengulangan pemberian / perolehan obat (refill)


b. Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pengulangan pemberian /
perolehan obat ( refill )
c. Mewawancarai pemahaman pasien tentang cara penggunaan obat (dosis,
cara minum obat, waktu minum obat, dll )
d. d. Menanyakan kepada pasien apakah gejala penyakit yang timbul
berkurang atau hilang, atau ada perbaikan dari kondisi sebelumnya.

Hasil evaluasi pada masing-masing pasien dapat digunakan sebagai


data keberhasilan kegiatan konseling obat.

Anda mungkin juga menyukai