Dosen pengampu:
Yardi Phd., Apt
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
Marvel, M.Farm., Apt.
Suci Ahda Novitri, M.Si., S.Far
Disusun oleh:
Kelompok 4 C
Najah Duha Afifah 11141020000038
Maulia Muhtaromah 11151020000043
Hikmatussaudah . 11141020000033
Kinanti Dwi Nurbaiti 11141020000030
Yoga Sutrisno 11151020000053
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalibrasi adalah suatu proses yang menghubungkan signal analitik yang diukur
(respon alat) dengan konsentrasi analit. Ada 3 metode yaitu kurva kalibrasi (kurva
baku), metode adisi standar dan metode standar internal. Kurva kalibrasi adalah
sejumlah larutan baku dengan variasi konsentrasi disiapkan dan di ukur menggunakan
instrumen dan respon instrumen di catat. Larutan baku merupakan larutan analit yang
telah diketahui konsentrasinya. Kurva kalibrasinya merupakan plot konsentrasi baku
(X) versus respon instrumen (Y) dan hubungan keduanya adalah linier.
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube. Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik
memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang
gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput
pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan
(vision).
Kini spektrofotometer yang digunakan hanya menggunakan satu lampu sebagai
sumber cahaya. Lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya yaitu photodiode yang
telah dilengkapi monokromator. Monokromator disini berfungsi untuk mengubah
cahaya yang berasal dari sumber cahaya sehingga diperoleh cahaya hanya dengan satu
jenis panjang gelombang. Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini
didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan
(diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari
komponen penyerap. Berdasarkan hal ini maka untuk dapat mengetahui konsentrasi
sampel berdasarkan data serapan (A) sampel, perlu dibuat suatu kurva kalibrasi yang
menyatakan hubungan antara berkas radiasi yang diabsorpsi (A) dengan konsentrasi
(C) dari serangkaian zat standar yang telah diketahui.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dan kurva absorpsi
parasetamol. Kurva absorpsi ini digunakan untuk menentukan panjang gelombang
maksimum dari parasetamol, sedangkan kurva kalibrasi ini digunakan untuk
menentukan kadar parasetamol.
Lompatan yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih besar dan
menyerap sinar dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Lompatan
yang ditunjukan dengan tanda panah abu-abu menyerap sinar UV dengan
panjang gelombang yang lebih rendah dari 200 nm (Clark, 2007).
Lompatan yang penting diantaranya adalah lompatan dari orbital pi
ikatan ke orbital pi anti-ikatan; dari orbital non-ikatan ke orbital pi anti-
ikatan; dan dari orbital non-ikatan ke orbital sigma anti-ikatan. Artinya
untuk menyerap sinar pada daerah antara 200 – 800 nm (pada daerah
dimana spektra diukur), molekul harus mengandung ikatan pi atau terdapat
atom dengan orbital non-ikatan. Perlu diingat bahwa orbital non-ikatan
adalah pasangan elektron bebas, misalnya pada oksigen, nitrogen, atau
halogen (Clark, 2007).
Analisis kuantitatif zat tunggal atau SCA (Single Component
Analysis) dilakukan dengan pengukuran harga A pada panjang gelombang
maksimum atau dilakukan pengukuran %T pada panjang gelombang
minimum. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang tersebut karena
perubahan absorban tiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada
panjang gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis
yang maksimal. Di samping itu, pita serapan di sekitar panjang gelombang
maksimum datar dan pengukuran ulang akan menghasilkan kesalahan
terkecil.
Jika absorbsi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang
gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan absorbansi masing-
masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya, maka suatu garis lurus
akan teramati sesuai dengan persamaan A = ɛbc. Grafik ini disebut dengan
plot hukum Lambert-Beer dan jika garis yang dihasilkan merupakan suatu
garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi
pada kisaran konsentrasi yang teramati. Cara lain untuk menetapkan kadar
sampel adalah dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel
dengan absorbansi baku atau dengan menggunakan persamaan regresi linier
yang menyatakan hubungan konsentrasi baku dengan absorbansinya
(Gandjar dan Rohman, 2008).
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan pada aspek
kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel)
dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang
diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar
yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu-satuan luas penampang per detik. Besarnya
intensitas energi REM yang diabsorbsi proporsional dengan jumlah
kromofornya (konsentrasinya), dan hubungan proporsional ini dirumuskan
dalam bentuk persamaan Hukum Lambert Beer :
A=ɛbc
Keterangan :
A = Absorbansi
ɛ = Absorptivitas molar (cm mg/mL)
b = Tebal kuvet (cm)
c = Konsentrasi (mg/mL)
(Gandjar dan Rohman, 2008).
Dalam Hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu :
Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai luas penampang
yang sama.
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut.
Tidak terjadi peristiwa fluororesensi atau fosforesensi.
Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Dengan mengetahui nilai absorbansi dari larutan sampel, melalui
kurva kalibrasi dapat ditentukan konsentrasinya. Penetapan kadar
parasetamol juga dapat ditentukan melalui persamaan regresi linier :
y = bx + a
I0 It Ir Ia
I0 It Ia
Bouguer, Lambert, dan Beer secara matematis menghubungkan antara
transmitan dan absorban dengan intensitas radiasi sehingga didapatkan :
It
T 10 .b.c
I0
1
A log .b . c
T
Keterangan :
T = persen transmitan
Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi
ε = absorbansi molar (L.mol-1.cm-1)
c = konsentrasi (mol. L-1)
b = tebal larutan (cm)
A = absorbansi
SR→M→SK→D→A→VD
Keterangan :
SR : Sumber radiasi
M : Monokromator
SK : Sampel Kompartemen
D : Detektor
A : Amplifier atau penguat
VD : Visual display atau meter
Setiap bagian peralatan optik spektrofotometer uv-vis memegang fungsi
dan peranan masing-masing dan saling terkait. Fungsi dan peranan
tersebut dituntut ketelitian dan ketepatan optimal, sehingga akan
diperoleh hasil pengukuran dan tingkat ketelitian dan ketepatan yang
tinggi (Tim Penyusun, 2008).
B. Instrumentasi
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang umum digunakan adalah lampu deuterium,
lampu tungstein dan lampu merkuri. Lampu deuterium digunakan
pada daerah panjang gelombang 190-380 nm (UV dekat) karena
pada daerah tersebut lampu deuterium memberikan spectrum
energy radiasi yang lurus. Lampu tungstein digunakan sebagai
sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak dengan
panjang gelombang 389-900 nm. Sumber radiasi merkuri
merupakan suber radiasi yang mengadung uap merkuri bertekanan
rendah yang biasa digunakan untuk kalibrasi panjang gelombang
spektrofotometer UV-Vis pada daerah 365 nm dan sekaligus
mengecek resolusi dari monokromator.
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menghasilkan radiasi
monokromatis dari sumber radiasi yang memencarkan radiasi
polikromatis. Monokromator spektrofotometer UV-Vis umumnya
terdiri dari : celah (slit) masuk, filter optik, prisma dan kisi (grating),
serta celah keluar.
4. Detektor
Detektor merupakan bagian spektrofotometer yang penting
karena berfungsi untuk merubah sinyal radiasi yang diterima
menjadi sinyal elektonik. Syarat detektor yang baik diantaranya:
Kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diteriama, dengan
derau yang minimal.
Mampu memberikan respon terhadap radiasi pada rentang
panjang gelombang yang lebar (UV-Vis).
Respon terhadap radiasi harus serempak.
Respon harus kuantitatif dan sinyal elektronik yang keluar
berbanding lurus dengan radiasi elektromagnetik yang diterima.
Sinyal elektronik yang dihasilkan harus dapat diamplifikasikan
oleh penguat (amplifier) ke rekorder (pencatat) (Tim Penyusun,
2008).
2.1.3 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan
respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang
metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan
linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah
garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang
diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi
analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui
persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis
terhadap konsentrasi analit. Sebagai parameter adanya hubungan linier
digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX.
Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau –1
bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan
analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan
kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik
tersebut dapat diukur :
(Harmita, 2004)
2.2 Paracetamol
Struktur Kimia :
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
- Perhitungan
50 𝑚𝑔 50.000 µ𝑔 1000 µ𝑔
= = =1000 ppm
50 𝑚𝑙 50 𝑚𝑙 𝑚𝑙
3.3.2. Pembuatan Seri Konsentrasi 10 ppm untuk Menentukan Seri
Konsentrasi yang akan Dibuat pada Pembuatan Kurva Kalibrasi Serta
Penentuan Panjang Gelombang Maximum
-Perhitungan :
Terlebih dahulu dibuat konsentrasi 100 ppm dari larutan induk PCT
1000 ppm
- Perhitungan
- Digunakan labu ukur 50 ml
V1 x M1 = V2 x M2
50 ml x 100 ppm = x ml x 1000 ppm
5000
V2 = 1000
V2 = 5 ml
Pembuatan konsentrasi 10 ppm dari larutan 100 ppm
- Perhitungan
- Digunakan labu ukur 50 ml
V1 x M1 = V2 x M2
50 ml x 10 ppm = x ml x 100 ppm
500
V2 = 100
V2 = 5 ml
V2 = 3 ml
Pembuatan konsentrasi 8 ppm dari larutan 100 ppm
- Digunakan labu ukur 50 ml
V1 x M1 = V2 x M2
50 ml x 8 ppm = x ml x 100 ppm
400
V2 = 100
V2 = 4 ml
Pembuatan konsentrasi 10 ppm dari larutan 100 ppm
- Digunakan labu ukur 50 ml
V1 x M1 = V2 x M2
50 ml x 10 ppm = x ml x 100 ppm
500
V2 = 100
V2 = 5 ml
V2 = 6 ml
V2 = 7 ml
2. Timbang 50 mg paracetamol
BAB IV
HASIL
Kurva Kalibrasi
0.8
0.7 y = 0.0534x + 0.0095
0.6 R² = 0.9995
0.5
0.4 Kurva Kalibrasi
0.3 Linear (Kurva Kalibrasi)
0.2
0.1
0
0 5 10 15
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum BFFK kali ini dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari
parasetamol. Kurva kalibrasi adalah sebuah metode utama yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu zat dalam suatu sampel yang tidak diketahui, dengan
membandingkan zat yang tidak diketahui kedalam seperangkat sampel standar dari
konsentrasi zat yang telah diketahui. Selain itu dilakukannya pembuatan kurva
kalibrasi bertujuan untuk mengetahui linieritas hubungan antara konsentrasi larutan
standar dengan absorbansinya.
Langkah kerja yang dilakukan mula-mula dibuat larutan induk parasetamol
dengan kosentrasi 1000 ppm dengan cara menimbang 50 mg parasetamol lalu
dimasukan kedalam labu takar 50 ml dan ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit
sambil dilarutkan, lalu add hingga tanda batas kemudaian dikocok hingga bercampur
sempurna. Setelah itu dilakukan pengenceran dari larutan induk 1000 ppm ke 10 ppm,
kemudian dicek absorbansinya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 242 nm dan didapat absorbansi 0,6.
Dari data tersebut dibuat seri konsentrasi larutan 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm,
dan 14 ppm. Konsentasi tersebut dipilih supaya didapatkan absorbansi diantara rentang
0,2-0,8. Absorbansi yang didapat harus diantara 0,2-0,8 untuk memenuhi hukum
Lambert Beer, karena pada rentang serapan tersebut persentase kesalahan analisis
masih dalam batas yang dapat diterima, yaitu 0,5-1%. Diluar rentang tersebut, dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan fotometrik yang dapat mempengaruhi keakuratan
metode fotometrik.
Dalam pembuatan larutan uji kami menggunakan aquadest sebagai pelarut,
dimana seharusnya jika sesuai dengan modul praktikum pelarut yang digunakan adalah
NaOH. Penggunaan larutan NaOH bertujuan untuk meningkatkaan kelarutaan dari
parasetamol, selain itu juga untuk menciptakan suasana basa sehingga dapat
memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang maksimum parasetamol.
Gugus OH dari NaOH juga bertindak sebagai auksokrom yang membantu menciptakan
delokalisasi dalam struktur benzene paracetamol dan mengoptimalkan penyerapan
radiasi elektromagnetik oleh molekul parasetamol (Gandjar dan Rohman, 2008)
Panjang gelombang maksimum parasetamol dengan pelarut aquadest didapat
yaitu 242 nm hal ini tidak sesuai dengan literaatur, dimana secara teoritis serapan
maksimum untuk parasetamol adalah pada panjang gelombang 244 nm (Tulandi, dkk,
2015). Namun apabila pelarut yang digunakan adalah NaOH panjang gelombang
maksimum parasetamol dapat meningkat yaitu 257 nm. Karena berdasarkan literatur
menyatakan bahwa panjang gelombang maksimum parasetamol dalam keadaan
suasana basa adalah 257 nm (Moffat, dkk. 2005). Kesalahan dalam menggunakan
pelarut aquadest cukup mempengaruhi pada panjang gelombang maksimum yang
didapat dan tentunya juga mempengaruhi nilai absorbansi yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA