“KURVA KALIBRASI”
Disusun oleh:
JAKARTA 2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 TUJUAN
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapakan :
1. Mengerti dan memahami tahap-tahap dari pembuatan kurva kalibrasi
2. Dapat melakukan tahap-tahap pembuatan kurva kalibrasi dengan baik
dan benar.
3. Dapat mengidentifkasi dan menentukan Panjang gelombang dari suatu
senyawa obat yang dianalisis
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.2. Spektofotometer
4
tombol dark-current. Pilih λ yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas
cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol
sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya
pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis.
Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2008: 228).
5
d. Monokromator
Monikromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan
radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang-
gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut
menjadi jalur-jalur yang sangat sempit (Modul, 2007: 18).Alatnya dapat berupa
prisma ataupun grating (Khopkar, 2008: 226).
e. Sel absorpsi
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex
dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus
menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih
besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk
silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup
untuk pelarut organik (Khopkar, 2008: 227). Sebelum sel dipakai harus
dibersihkan dengan air, atau jika dikehendaki dapat dicuci dengan larutan
detergen atau asam nitrat panas (Modul, 2007: 16)
f. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2008:227). Suatu molekul memiliki
panjang gelombang sendiri-sendiri. Panjang gelombang suatu molekul memiliki
panjang gelombang yang tetap agar tercapai absorbansi yang maksimum. Analisis
kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai untuk data
sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada 2 yaitu :
1. Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.
2. Penentuan panjang gelombang maximum.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum didasarkan atas
perhitungan pergeseran panjang gelombang maximum karena adanya penambahan
gugus pada sistem kromofor induk (Modul, 2007: 5-6). Spektrofotometer UV-
Visible, alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-
senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm) atau
daerah sinar tampak (400 – 800 nm) (Sastrohamidjojo, 1991). Analisis ini dapat
6
digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur.
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-
Beer, yaitu:Jika sinar monokromatic dilewatkan suatu larutan maka penurunan
insensitas sinar berbanding langsung dengan insensitas radiasi ( I ), konsentrasi
spesies (c), dan dengan ketebalan lapisan larutan (b).
A = - log T = - log It / Io = ε . b . C
T = Transmitansi
ε = Koefisien ekstingsi
7
Δ EM = hv / (per λ)
Dimana:
ΔE : Energi yang diabsorpsi
H : tetapan planck (6,6.10-27 erg.det)
v : Frekuensi (Hz)
c : tetapan cahaya (3.1010cm/s)
λ : panjang gelombang (cm) (Fessenden, 1984: 436).
Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis
dan larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah:
A = k. c
Dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding
lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan:
A = k.c.b
Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang
berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum
Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c
dalam gram perliter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol
per liter tetapan tersebut adalah absortivitas molar (Є). Jadi dalam sistem
dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk:
A= a.b.c g/l atau A = €.b.c mol/liter (Rohman, 2008: 125).
Pembatasan dalam Hukum Lambert-Beer :
8
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan
baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi.
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing –masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum LambertBeer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15 % sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2008: 126).
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Jakarta
Bahan
- Air suling
- Parasetamol
Alat
- Beker glass
- Pipet tetes
- Pipet Gondok
- Labu ukur
- Kaca arloji
- Spatel
- Spektrofotometer
10
5. Membaca intensitas serapan larutan parasetamol 10 ppm yang
terjadi pada spektrometer pada panjang gelombang 200-400 nm
B. Membuat Kurva Kalibrasi
1. Membuat satu seri larutan parasetamol dengan kadar 6 ppm, 8
ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm
2. Membaca intensitas serapannya yang terjadi masing-masing kadar
pada gelombang yang telah ditemukan pada butir A
3. Membuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan
persamaan kuadrat terkecil, dan menghitung koefisien korelasinya.
3.4. Perhitungan
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈
1000 ppm = 𝒎𝒍
= 𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎𝟎 𝝁𝒈
100 ppm =
𝒎𝒍
= 𝟏𝟎 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈 𝟏𝟎 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈
11
Selanjutnya di buat seri konsentrasi 6,8,10,12,dan 14 ppm
1. Pengenceran untuk 6 ppm
𝟔 𝝁𝒈
6 ppm =
𝒎𝒍
= 𝟔𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
= 𝟎, 𝟔 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟎, 𝟔 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟔𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟔 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈
= 𝟖𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
= 𝟎, 𝟖 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟎, 𝟖 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟖𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟖 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈
= 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
= 𝟏 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈
12
4. Pengenceran untuk 12 ppm
𝟏𝟐 𝝁𝒈
12 ppm =
𝒎𝒍
= 𝟏𝟐𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
= 𝟏, 𝟐 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏, 𝟐 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟐𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟐 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈
= 𝟏𝟒𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
= 𝟏, 𝟒 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏, 𝟒 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟒𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟒 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈
13
BAB IV
4.1. Hasil
Konsentrasi Absorbansi
6 0.303
8 0.435
10 0.558
12 0.684
14 0.824
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi Absorbansi
6 0.326
8 0.44
10 0.546
12 0.652
14 0.753
14
Kurva Kalibrasi B y = 0,0533x + 0,0104
0,8 R² = 0,9995
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi Absorbansi
6 0.308
8 0.436
10 0.61
12 0.692
14 0.82
15
Konsentrasi Absorbansi
6 0.38
8 0.562
10 0.638
12 0.83
14 0.943
16
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibahas mengenai pembuatan kurva kalibrasi dan
zat aktif yang digunakan adalah parasetamol. Parasetamol adalah para-amino-
fenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893
(Wilmana, 1995). Yang dianalisis menggunakan spektofotometer UV-vis karena
secara struktur parasetamol mempunyai gugus kromofor dan gugus auksokrom
yang menyebabkan senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet.
Adapun beberapa tahapan yang dilakukan yaitu mulai dari pembuatan larutan,
penentuan panjang gelombang maksimum, dan pembuatan kurva kalibrasi.
Pada spektrofotometer membutuhkan penentuan panjang gelombang
maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan pengukuran panjang
gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum terhadap kompleks warna
yang terbentuk dari analit. Penentuan panjang gelombang maksimum dapat
dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbsi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu sehingga diperoleh
kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi itu sendiri merupakan grafik yang membentuk
garis lurus (linier) yang menyatakan hubungan antara kadar larutan dan blanko.
Tujuan kurva kalibrasi adalah untuk memperoleh hubungan linier antara
absorbansi dengan konsentrasi larutan yang dibuat.
Pada percobaan didapat panjang gelombang maksimum parasetamol
adalah 242,2 nm. Panjang gelombang maksimal ini masih masuk dalam rentang
panjang gelombang untuk parasetamol. Dimana berdasarkan penelitian Vu Dang
Hong (2014) rentang panjang gelombang maksimal untuk parasetamol adalah
234,4 nm-274,8 nm. Sedangkan menurut Farmakope adalah 234 nm, namun data
farmakope merupakan data standar.
Mulanya dibuat larutan induk parasetamol 1000 ppm lalu diencerkan
hingga 100 ppm menggunakan aquadest. Pelarut aquades digunakan juga sebagai
blanko dengan tujuan untuk mengkalibrasi alat. Pembuatan larutan parasetamol
ini dilakukan menggunakan pipet ukur dan labu ukur agar memeperoleh data yang
lebih teliti dan tepat. Pengenceran dilakukan untuk mengetahui absorbansi dari
larutan parasetamol yang akan diuji. Kemudian dibuat 5 varian konsentrasi dari
larutan induk 100 ppm, yaitu 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm. Dan
17
masing-masing dianalisa menggunakan spektrofotometri Uv-vis untuk
memperoleh absorbansi dari 5 konsentrasi tersebut pada panjang gelombang
maksimal parasetamol yang didapat yaitu 242,2 nm. Hasil nilai absorbansi yang
didapatkan pada kelas kami pada konsentrasi 6 ppm yaitu 0.38, 8 ppm yaitu
0.562, 10 ppm yaitu 0.638, 12 ppm yaitu 0.83, dan 14 ppm sebesar 0.943. Dari
hasil didapat semakin besar konsentrasi larutan maka absorbansinya semakin
besar. Absorbansi merupakan besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut
untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang maksimum. Kemudian
dibuat kurva kalibrasi berdasarkan data konsentrasi dan absorbansi yang diperoleh
untuk mengetahui koefisien korelasi.
Pada hasil praktikum kelas D didapatkan nilai koefisien korelasi 0,9868.
Kelas A dan B didapatkan nilai koefisien korelasi 0.9995. Sementara kelas C
didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9898. Sedangkan nilai koefisien
korelasi atau nilai regresi yang baik adalah yang mendekati 1. Dan hasil itu
didapat pada kelas A dan B. Dimana semakin mendekati nilai 1 maka semakin
kuat hubungan antara konsentrasi analit dengan nilai absorbansinya, dimana
semakin tinggi konsentrasi analit maka semakin tinggi pula nilai absorbansi yang
didapat, sehingga memenuhi hukum lambert-beer.
18
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. Cara pembuatan kurva kalibrasi yaitu dengan membuat seri larutan obat
dalam pelarut dalam satuan ppm, kemudian intensitas serapan yang
terjadi dari masing-masing kadar pada gelombang yang telah ditemukan
dibaca, lalu dibuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan
kuadrat terkecil , kemudian dihitung koefisien korelasinya.
b. Tahap-tahap dari pembuatan kurva kalibrasi yaitu : dibuat terlebih dahulu
larutan obat dalam satuan ppm, kemudian ditentukan Panjang gelombang
maksimumnya, setelah dibuatlah kurva kalibrasi.
c. Kegunaan kurva kalibrasi untuk mengetahui linieritas hubungan antara
konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya, sehingga praktikan
tahu apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Pada
hasil praktikum kelas D didapatkan nilai koefisien korelasi 0,9868. Kelas
A dan B didapatkan nilai koefisien korelasi 0.9995. Sementara kelas C
didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9898. Sedangkan nilai
koefisien korelasi atau nilai regresi yang baik adalah yang mendekati 1.
Dan hasil itu didapat pada kelas A dan B. Dimana semakin mendekati
nilai 1 maka semakin kuat hubungan antara konsentrasi analit dengan
nilai absorbansinya, dimana semakin tinggi konsentrasi analit maka
semakin tinggi pula nilai absorbansi yang didapat, sehingga memenuhi
hukum lambert-beer.
19
DAFTAR PUSTAKA
Rohman A & Gandjar I.G. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
2008
20
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS A)
21
22
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS B)
23
24
25
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS C)
26
27
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS D)
28
29
30