Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM BFFK

“KURVA KALIBRASI”

Disusun oleh:

Kelompok I D Farmasi 2015

Nur Amelia Khodijah (11151020000055)

Laila Tsani (11151020000057)

Messy Hernila (11151020000072)

Nailul Muna (11151020000077)

Aziza Nurul Amanah (11151020000095)

Dosen Pengampuh: Tim Dosen Praktikum BFFK

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pengukuran analitik memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang
kimia, khususnya dalam farmasi. Tujuan dari pengukuran analitik ini adalah untuk
menentukan nilai sebenarnya dari suatu parameter kuantitas kimia, contohnya
seperti: konsentrasi, pH, dan lain-lain. Pengukuran analitik ini dapat
menggunakan metode konvensional maupun modern, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Nilai sebenarnya adalah nilai yang mengkarakterisasi suatu kuantitas
secara benar dan didefinisikan pada kondisi tertentu yang eksis pada saat kuantitas
tersebut diukur, beberapa contoh parameter yang dapat ditentukan secara analitik
adalah konsentrasi, pH, temperatur, titik didih, kecepatan reaksi, dan lain lain
Dalam pengamatan eksperimen secara umum, hasil yang diperoleh pasti
tidak dapat terlepas dari faktor kesalahan. Nilai parameter sebenarnya yang akan
ditentukan dari suatu perhitungan analitik tersebut adalah ukuran ideal. Nilai
tersebut hanya dapat diperoleh jika semua penyebab kesalahan pengukuran
dihilangkan dan jumlah populasi tidak terbatas. Faktor penyebab kesalahan ini
dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adalah faktor bahan kimia,
peralatan, analis, kondisi pengukuran, dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran analitik ini adalah
dengan proses kalibrasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapakan :
1. Bagaimana cara pembuatan kurva kalibrasi?
2. Apa saja kah tahap-tahap dari pembuatan kurva kalibrasi?
3. Apa saja kegunaan dari kurva kalibrasi?

2
1.3 TUJUAN
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapakan :
1. Mengerti dan memahami tahap-tahap dari pembuatan kurva kalibrasi
2. Dapat melakukan tahap-tahap pembuatan kurva kalibrasi dengan baik
dan benar.
3. Dapat mengidentifkasi dan menentukan Panjang gelombang dari suatu
senyawa obat yang dianalisis

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kurva Kalibrasi

Kalibrasi yaitu kurva antara absorbansi dengan panjang gelombang.


Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil
pengukuran dapat dikaitkan atau ditelusur sampai ke standar yang lebih teliti atau
tinggi (standar primer nasional atau internasional) melalui rangkaian
perbandingan yang tidak terputus, dalam artian standar ukur itu akan lebih baik
apabila berupa standar yang rantainya mendekati SI sehingga tingkat
ketidakpastian (error) makin kecil.

2.2. Spektofotometer

Spektrofotometer sesuai dengan namanya merupakan alat yang terdiri


dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang .Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar
tampak yang sinambung dan monokromatis.

Prinsip pengukuran pada alat spektofotometer adalah seberkas cahaya


monokromatis yang dijatuhkan pada suatu larutan berwarna dengan ketebalan
tertentu, maka sebagian dari sumber cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh larutan
berwarna tersebut. Banyaknya cahaya yang terabsorbsi tergantung dari
konsentrasizat dalam larutan tersebut.

Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut;


Tempatkan larutan pembanding, misalnya blangko dalam sel pertama, sedangkan
larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih foto sel yang cocok
200 nm-650 nm agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi dengan ruang foto
sel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer di dapat dengan menggunakan

4
tombol dark-current. Pilih λ yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas
cahaya pada blangko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol
sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya
pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis.
Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2008: 228).

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang


kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blangko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding (Khopkar, 2008: 226).

a. Sumber Tenaga Radiasi


Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi hingga ke
tingkat tenaga yang tinggi oleh sumber listrik bertegangan tinggi atau oleh
pemanasan listrik. Benda atau materi yang kembali ke tingkat tenaga yang lebih
rendah atau ke tingkat dasarnya, melepaskan froton dengan tenaga-tenaga yang
karakteristik yang sesuai dengan ΔE, yaitu perbedaan tenaga antara tingkat
tereksitasi dan tingkat dasar rendah.
b. Sumber Radiasi Ultraviolet
Sumber-sumber radiasi ultraviolet yang kebanyakan digunakan adalah
lampu hidrogen dan lampu deuterium. Mereka terdiri dari sepasang elektroda
yang terselubung dalam tabung gelas dan diisi dengan gas hidrogen atau
deuterium pada tekanan yang rendah. Bila tegangan yang tinggi dikenakan pada
elektroda-elektroda, maka akan dihasilkan elektron-elektron yang
mengeksitasikan elektron-elektron lain dalam molekul gas ke tingkatan tenaga
yang tinggi. Bila elektron-elektron kembali ke tingkat dasar mereka melepaskan
radiasi dalam daerah sekitar 180 dan 350 nm. Sumber radiasi UV yang lain adalah
lampu xenon, tetapi dia tidak sestabil lampu hidrogen.
c. Sumber Radiasi Terlihat
Sumber radiasi terlihat dan radiasi infra merah dekat yang biasa digunakan
adalah lampu filament tungsten. Filament dipanaskan oleh sumber arus searah
(DC), atau oleh baterai. Filament tungsten menghasilkan radiasi kontinu dalam
daerah antara 350 dan 2500 nm (Modul, 2007: 17).

5
d. Monokromator
Monikromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan
radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif/panjang gelombang-
gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut
menjadi jalur-jalur yang sangat sempit (Modul, 2007: 18).Alatnya dapat berupa
prisma ataupun grating (Khopkar, 2008: 226).
e. Sel absorpsi
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex
dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus
menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.
Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih
besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk
silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup
untuk pelarut organik (Khopkar, 2008: 227). Sebelum sel dipakai harus
dibersihkan dengan air, atau jika dikehendaki dapat dicuci dengan larutan
detergen atau asam nitrat panas (Modul, 2007: 16)
f. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2008:227). Suatu molekul memiliki
panjang gelombang sendiri-sendiri. Panjang gelombang suatu molekul memiliki
panjang gelombang yang tetap agar tercapai absorbansi yang maksimum. Analisis
kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai untuk data
sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada 2 yaitu :
1. Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.
2. Penentuan panjang gelombang maximum.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum didasarkan atas
perhitungan pergeseran panjang gelombang maximum karena adanya penambahan
gugus pada sistem kromofor induk (Modul, 2007: 5-6). Spektrofotometer UV-
Visible, alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-
senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200 – 400 nm) atau
daerah sinar tampak (400 – 800 nm) (Sastrohamidjojo, 1991). Analisis ini dapat

6
digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur.
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-
Beer, yaitu:Jika sinar monokromatic dilewatkan suatu larutan maka penurunan
insensitas sinar berbanding langsung dengan insensitas radiasi ( I ), konsentrasi
spesies (c), dan dengan ketebalan lapisan larutan (b).

A = - log T = - log It / Io = ε . b . C

Dimana : A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur

T = Transmitansi

I0 = Intensitas sinar masuk

It = Intensitas sinar yang diteruskan

ε = Koefisien ekstingsi

b = Tebal kuvet yang digunakan

C = Konsentrasi dari sampel

Penyerapan sinar UV & Visibel oleh Molekul. Penyerapan (absorbsi) sinar


UV dan Visibel pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan.
Yaitu:
• Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan
• Penyerapan oleh transsi elektron d dan f dari molekul kompleks
• Penyerapan oleh perpindahan muatan
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap
cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna) mempunyai elektron yang
lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang
gelombang UV yang lebih pendek. Kuantitasnya energi yang diserap oleh suatu
senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi :

7
Δ EM = hv / (per λ)
Dimana:
ΔE : Energi yang diabsorpsi
H : tetapan planck (6,6.10-27 erg.det)
v : Frekuensi (Hz)
c : tetapan cahaya (3.1010cm/s)
λ : panjang gelombang (cm) (Fessenden, 1984: 436).
Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis
dan larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah:
A = k. c
Dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding
lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan:
A = k.c.b
Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang
berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum
Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c
dalam gram perliter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol
per liter tetapan tersebut adalah absortivitas molar (Є). Jadi dalam sistem
dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk:
A= a.b.c g/l atau A = €.b.c mol/liter (Rohman, 2008: 125).
Pembatasan dalam Hukum Lambert-Beer :

1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis


2. Peyerapan terjadi daam volume yang memiliki penampang luas yang sama
3. Tidak ada senyawa lain yang menyerap dalam larutan senyawa
4. Tidak terjadi fluoresensi atau fosforesensi
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri


ultraviolet:

8
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan
baku pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan Kurva Kalibrasi.
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing –masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum LambertBeer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15 % sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2008: 126).

2.3. Satuan Konsentrasi Parts Per Million (PPM)


Tipe Konsentrasi yang telah umum digunakan dalam kimia adalah
molaritas dan molalitas, ahli kimia analitik lebih sering menggunakan satuan
“parts per….” Yang berarti bisa berupa parts per million (ppm) atau parts per
billion (ppb). Ketika kita bekerja menggunakan padatan dalam Liquid , ppm
menyatakan jumlah milligram zat terlarut dalam satu liter larutan (1000 ml) atau
dapat pula ringkasnya adalah ppm menyatakan milligram terlarut / 1000 ml.

9
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Hari/Tanggal : Senin, 10 September 2018

Pukul : 09.30 – 13.00 WIB

Tempat : Laboratorium PBB Lt. 3 FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3.2. Alat dan Bahan

Bahan

- Air suling
- Parasetamol

Alat

- Beker glass
- Pipet tetes
- Pipet Gondok
- Labu ukur
- Kaca arloji
- Spatel
- Spektrofotometer

3.3. Prosedur Kerja


A. Menentukan Panjang Gelombang Maksimum
1. Membuat larutan induk parasetamol 1000 ppm
2. Mengencerkan larutan induk menjadi larutan parasetamol 100 ppm
3. Membaca panjang gelombang maksimum larutan parasetamol ppm
dengan spectrometer
4. Membaca panjang gelombang maksimum larutan parasetamol 257
nm dengan spectrometer

10
5. Membaca intensitas serapan larutan parasetamol 10 ppm yang
terjadi pada spektrometer pada panjang gelombang 200-400 nm
B. Membuat Kurva Kalibrasi
1. Membuat satu seri larutan parasetamol dengan kadar 6 ppm, 8
ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm
2. Membaca intensitas serapannya yang terjadi masing-masing kadar
pada gelombang yang telah ditemukan pada butir A
3. Membuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan
persamaan kuadrat terkecil, dan menghitung koefisien korelasinya.
3.4. Perhitungan

a. Pada awalnya, dibuat larutan induk parasetamol dengan konsentrasi 1000


ppm :

𝟏𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈
1000 ppm = 𝒎𝒍

= 𝟏𝟎𝟎. 𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

Kemudian dari larutan induk dibuat konsentrasi 100 ppm

𝟏𝟎𝟎 𝝁𝒈
100 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟏𝟎. 𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟏𝟎 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈 𝟏𝟎 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙

𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈

11
Selanjutnya di buat seri konsentrasi 6,8,10,12,dan 14 ppm
1. Pengenceran untuk 6 ppm
𝟔 𝝁𝒈
6 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟔𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟎, 𝟔 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟎, 𝟔 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟔𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟔 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈

2. Pengenceran untuk 8 ppm


𝟖 𝝁𝒈
8 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟖𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟎, 𝟖 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟎, 𝟖 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟖𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟖 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈

3. Pengenceran untuk 10 ppm


𝟏𝟎 𝝁𝒈
10 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟏 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟎 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈

12
4. Pengenceran untuk 12 ppm
𝟏𝟐 𝝁𝒈
12 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟏𝟐𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟏, 𝟐 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏, 𝟐 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟐𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟐 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈

5. Pengenceran untuk 14 ppm


𝟏𝟒 𝝁𝒈
14 ppm =
𝒎𝒍

= 𝟏𝟒𝟎𝟎 𝝁𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

= 𝟏, 𝟒 𝒎𝒈⁄𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍

𝟏𝟎 𝒎𝒈 𝟏, 𝟒 𝒎𝒈
=
𝟏𝟎𝟎 𝒎𝒍 𝒙
𝟏𝟒𝟎 𝒎𝒈/𝒎𝒍
𝒙= = 𝟏𝟒 𝒎𝒍
𝟏𝟎 𝒎𝒈

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Konsentrasi Absorbansi
6 0.303
8 0.435
10 0.558
12 0.684
14 0.824

Kurva Kalibrasi A y = 0,0646x - 0,0847


1 R² = 0,9995

0,8

0,6

0,4

0,2

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Konsentrasi Absorbansi
6 0.326
8 0.44
10 0.546
12 0.652
14 0.753

14
Kurva Kalibrasi B y = 0,0533x + 0,0104
0,8 R² = 0,9995
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Konsentrasi Absorbansi
6 0.308
8 0.436
10 0.61
12 0.692
14 0.82

Kurva Kalibrasi C y = 0,064x - 0,0668


R² = 0,9898
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

15
Konsentrasi Absorbansi
6 0.38
8 0.562
10 0.638
12 0.83
14 0.943

Kurva Kalibrasi D y = 0,0697x - 0,0264


R² = 0,9868
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

16
4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibahas mengenai pembuatan kurva kalibrasi dan
zat aktif yang digunakan adalah parasetamol. Parasetamol adalah para-amino-
fenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893
(Wilmana, 1995). Yang dianalisis menggunakan spektofotometer UV-vis karena
secara struktur parasetamol mempunyai gugus kromofor dan gugus auksokrom
yang menyebabkan senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet.
Adapun beberapa tahapan yang dilakukan yaitu mulai dari pembuatan larutan,
penentuan panjang gelombang maksimum, dan pembuatan kurva kalibrasi.
Pada spektrofotometer membutuhkan penentuan panjang gelombang
maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan pengukuran panjang
gelombang yang menghasilkan absorbansi maksimum terhadap kompleks warna
yang terbentuk dari analit. Penentuan panjang gelombang maksimum dapat
dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbsi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu sehingga diperoleh
kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi itu sendiri merupakan grafik yang membentuk
garis lurus (linier) yang menyatakan hubungan antara kadar larutan dan blanko.
Tujuan kurva kalibrasi adalah untuk memperoleh hubungan linier antara
absorbansi dengan konsentrasi larutan yang dibuat.
Pada percobaan didapat panjang gelombang maksimum parasetamol
adalah 242,2 nm. Panjang gelombang maksimal ini masih masuk dalam rentang
panjang gelombang untuk parasetamol. Dimana berdasarkan penelitian Vu Dang
Hong (2014) rentang panjang gelombang maksimal untuk parasetamol adalah
234,4 nm-274,8 nm. Sedangkan menurut Farmakope adalah 234 nm, namun data
farmakope merupakan data standar.
Mulanya dibuat larutan induk parasetamol 1000 ppm lalu diencerkan
hingga 100 ppm menggunakan aquadest. Pelarut aquades digunakan juga sebagai
blanko dengan tujuan untuk mengkalibrasi alat. Pembuatan larutan parasetamol
ini dilakukan menggunakan pipet ukur dan labu ukur agar memeperoleh data yang
lebih teliti dan tepat. Pengenceran dilakukan untuk mengetahui absorbansi dari
larutan parasetamol yang akan diuji. Kemudian dibuat 5 varian konsentrasi dari
larutan induk 100 ppm, yaitu 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm. Dan

17
masing-masing dianalisa menggunakan spektrofotometri Uv-vis untuk
memperoleh absorbansi dari 5 konsentrasi tersebut pada panjang gelombang
maksimal parasetamol yang didapat yaitu 242,2 nm. Hasil nilai absorbansi yang
didapatkan pada kelas kami pada konsentrasi 6 ppm yaitu 0.38, 8 ppm yaitu
0.562, 10 ppm yaitu 0.638, 12 ppm yaitu 0.83, dan 14 ppm sebesar 0.943. Dari
hasil didapat semakin besar konsentrasi larutan maka absorbansinya semakin
besar. Absorbansi merupakan besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut
untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang maksimum. Kemudian
dibuat kurva kalibrasi berdasarkan data konsentrasi dan absorbansi yang diperoleh
untuk mengetahui koefisien korelasi.
Pada hasil praktikum kelas D didapatkan nilai koefisien korelasi 0,9868.
Kelas A dan B didapatkan nilai koefisien korelasi 0.9995. Sementara kelas C
didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9898. Sedangkan nilai koefisien
korelasi atau nilai regresi yang baik adalah yang mendekati 1. Dan hasil itu
didapat pada kelas A dan B. Dimana semakin mendekati nilai 1 maka semakin
kuat hubungan antara konsentrasi analit dengan nilai absorbansinya, dimana
semakin tinggi konsentrasi analit maka semakin tinggi pula nilai absorbansi yang
didapat, sehingga memenuhi hukum lambert-beer.

18
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan


bahwa:

a. Cara pembuatan kurva kalibrasi yaitu dengan membuat seri larutan obat
dalam pelarut dalam satuan ppm, kemudian intensitas serapan yang
terjadi dari masing-masing kadar pada gelombang yang telah ditemukan
dibaca, lalu dibuat persamaan dari kurva baku dengan menggunakan
kuadrat terkecil , kemudian dihitung koefisien korelasinya.
b. Tahap-tahap dari pembuatan kurva kalibrasi yaitu : dibuat terlebih dahulu
larutan obat dalam satuan ppm, kemudian ditentukan Panjang gelombang
maksimumnya, setelah dibuatlah kurva kalibrasi.
c. Kegunaan kurva kalibrasi untuk mengetahui linieritas hubungan antara
konsentrasi larutan standar dengan absorbansinya, sehingga praktikan
tahu apakah langkah kerja yang dilakukan telah sesuai atau tidak. Pada
hasil praktikum kelas D didapatkan nilai koefisien korelasi 0,9868. Kelas
A dan B didapatkan nilai koefisien korelasi 0.9995. Sementara kelas C
didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9898. Sedangkan nilai
koefisien korelasi atau nilai regresi yang baik adalah yang mendekati 1.
Dan hasil itu didapat pada kelas A dan B. Dimana semakin mendekati
nilai 1 maka semakin kuat hubungan antara konsentrasi analit dengan
nilai absorbansinya, dimana semakin tinggi konsentrasi analit maka
semakin tinggi pula nilai absorbansi yang didapat, sehingga memenuhi
hukum lambert-beer.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: DEPKES RI

Day, R dan Underwood A. 2002. Analisis kimia kuantitatif edisi keenam.


Penerjemah: sopyan iis. Jakarta: erlangga

Fessenden, R . J., Fessenden, J , S., Kimia Organik Jilid 2. Penerbit Erlangga,


Jakarta. 1984.

Hong, Vu Dang, dkk. 2014. The scientific World Journal: UV Spectrophotometric


Simultaneous Determination of Paracetamol and Ibuprofen in Combined
Tablet by Derrivative

Khopkar, S. 1990. Konsep dasar kimia analitik. Jakarta: universitas Indonesia

Modul kuliah Sperktroskopi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2007.

Rohman A & Gandjar I.G. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
2008

Sitorus, M.2009. spektroskopi elusidasi struktur molekul organik. Yogyakarta:


graha ilmu.

Wilmana P F. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: bagian


farmakologi UI

20
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS A)

21
22
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS B)

23
24
25
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS C)

26
27
LAMPIRAN (SPEKTRO KELAS D)

28
29
30

Anda mungkin juga menyukai