Anda di halaman 1dari 60

Analisis Kuantitatif & Kualitatif

secara Spektrofotometri Serapan


Atom & Emisi Nyala

Jamaluddin, S.Farm., M.Si

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
POKOK
BAHASAN:
1. PENDAHULUAN
2. INSTRUMENTASI
3. INTERFERENCE
4. APLIKASI
5. DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Spektrometri atomik adalah metode pengukuran
spektrum yang berkaitan dengan serapan dan emisi
atom.
Bila suatu molekul mempunyai bentuk spektra pita,
maka suatu atom mempunyai spektra garis.
Atom-atom yang terlibat dalam metode pengukuran
spektrometri atomik haruslah atom-atom bebas yang
garis spektranya dapat diamati.
Pengamatan garis spektra yang spesifik ini dapat
digunakan untuk analisis unsur baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
SEJARAH
Tahun 1859 dan 1860, SSA dan SEN digunakan pertama kali
oleh Guystav Kirchoff dan Robert Bunsen untuk identifikasi
kualitatif atom
Atomic Absorption Spectroscopy / SSA
 AAS modern dikenalkan pada 1955 sebagai hasil kerja independen
Alan Walsh dan C. T. J. Alkemade.
 Awal 1960 dikenalkan instrumen komersial
Atomic Emission Spectroscopy / SEN
 Tahun 1550, aplikasi kualitatif berdasarkan warna nyala
 Tahun 1830, pengamatan spektrum atom yang dihasilkan oleh
emisi nyala dan emisi plasma
 Awal 1870, aplikasi kuantitatif berdasarkan pada emisi atom dari
plasma elektrik dikembangkan oleh Norman Lockyer (1836 – 1920)
 Tahun 1964, aplikasi kuantitatif berdasarkan pada emisi nyala
yang dipelopori oleh H. G. Lundegardh
Prinsip Kerja Instrumen:
Melibatkan penguapan sampel, seringkali dengan menyemprotkan
suatu larutan sampel ke dalam suatu lampu listrik yang
menghasilkan spektrum dari unsur yang akan ditetapkan.
Atom logam bentuk gas normalnya tetap berada dalam keadaan
terkesitasi, atau dengan perkataan lain dalam keadaan dasar,
mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang
resonansi yang khas untuknya, yang pada umumnya adalah
panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu
bila terkesitasi dari keadaan dasar.
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan
nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka
sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan
berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang
berada dalam nyala.
PRINSIP PENGUJIAN
Atomic Absorption Atomic Emission Spectroscopy
Spectroscopy / SSA / SEN
 Atom logam diuapkan pada Atom dieksitasi secara termal
suatu nyala api, lalu atom sehingga mengemisikan
dapat mengabsorpsi radiasi cahaya yang kemudian radiasi
dari lampu katoda cahaya tersebut diukur
KLASIFIKASI
Atomic Absorption Atomic Emission
Spectroscopy / SSA Spectroscopy / SEN
• Nyala (Flame) • Nyala (Flame)
• Non Nyala (Non Flame) • Non Nyala (Non Flame)

AAS Nyala
AES Nyala
KELEBIHAN & KEKURANGAN
Atomic Absorption Atomic Emission Spectroscopy
Spectroscopy / SSA / SEN
 KELEBIHAN: KELEBIHAN:
 Lebih sensitif Murah
 Dapat menghitung konsentrasi Selektif
unsur mencapai tingkat ppb
Instrumentasi relatif sederhana
 Spesifik

 KEKURANGAN:
KEKURANGAN:
 Hanya untuk analisa logam
 Hanya untuk menganalisa
 Masing-masing logam
membutuhkan jenis lampu
logam alkali dan alkali tanah
hollow katoda yang berbeda-
beda
2. INSTRUMENTASI
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM
Instrumentasi dalam Metoda Spetrometri Nyala
Skema alat instrumen atomic-absorption
Sumber Cahaya
Flame / Nyala
Monokromator
Detektor

Skema alat instrument Atomic Emission


Flame / Nyala
Monokromator
Detektor
SUMBER RADIASI… untuk SSA
Hollow Cathode Lamps Electrodeless Discharge Lamps
 Sumber radiasi yang umum Tidak ada elektroda, energi
untuk AAS dihasilkan dari frekwensi radio
 Anoda tungsten atau radiasi gelombang mikro
 Silinder logam katoda yang diisi (microwave radiation)
gas neon atau gas argon pada Contoh EDL dengan sumber
tekanan 1 – 5 torr
frekwensi radio 27 MHz
KELEBIHAN & KEKURANGAN
HCL EDL
 KELEBIHAN: KELEBIHAN:
 Umum digunakan  Limit deteksi rendah
 Multi Elemen  Life time panjang
 Intensitas tinggi

 KEKURANGAN: KEKURANGAN:
 Pengujian logam yang
 Life time singkat
terbatas
 Intensitas rendah
Reaksi yang terjadi pada
Lampu Hollow Katoda
Ionisasi gas:
Ar + e-  Ar+ + 2 e-
Sputtering / penghamburan atom katoda:
M(s) + Ar+  M(g) + Ar
Eksitasi atom logam:
M(g) + Ar+  M*(g) + Ar
Emisi cahaya:
M*(g)  M(g) + hν
ATOMISASI
1 Atomisasi  atom netral pada fasa gas

Atomisasi  tahap paling kritis pada SSA dan SEN


2
Karena dapat menentukan presisi dari SSA & SEN
1 2
3
3
4 4 (gas)

5
Sistem burner yang digunakan pada
peralatan serapan atom, akan
mengatomisasikan larutan dalam lima
tahap berturut-turut :
 Pengkabutan (nebulization)
 Pengendapan tetesan (droplet
precipitation)
 Pencampuran (mixing)
 Desolvasi
 Dekomposisi (penguraian)
senyawa.
ATOMISASI ELEKTROTERMAL
 Semua sampel yang digunakan diatomisasi
pada tungku pengatoman (electrothermal).
 Batas deteksinya »100-1000x lebih rendah
dari metode aspirasi/penga
 kabutan.
 Hanya beberapa mL larutan sampel yang
digunakan.
 Prinsip Dasar:
 Wadah sampel dipanaskan untuk
menguapkan atom logam.
 Sampel dikeringkan (pelarut diuapkan)
pada 110°C;
 diAbukan sampel "burn off" ( pada 200-
300°C);
 diatomisasi.(2000-3000°C)
 Jika dibandingkan dengan atomisasi
nyala:
 Ada interaksi dengan sampel matriks dan
elektroda
 Reprodusibilitasnya rendah Instrumental Methods of Analysis, Willard,Merritt, Dean and Settle, p.
147
 Batas deteksinya 1010-1012g (atau 1ppb)
dimungkinkan.
BAHAN BAKAR/OKSIDAN
 Nyala bersuhu rendah : unsur-unsur
mudah tereduksi (Cu, Pb, Zn, Cd)
 Nyala bersuhu tinggi: unsur yang sulit
direduksi (e.g. logam-logam alkali).
 Bahan bakar: natural gas, propana,
butana, H2, and asetien;
 Pengoksidasi - Udara and O (nyala suhu
2
rendah). N2O (nyala suhu tinggi).
 Karakteristik nyala:
 Sampel yang memasuki nyala diuapkan,
direduksi dan akhirnya dioksidasi.
 Daerah-daerah di dalam nyala bergantung
pada:
 Laju aliran,
 Ukuran tetesan/kabut
 Kemudahan dioksidasi dari sampel.
 Posisi optimum nyala.
Atomisasi Nyala Api
Dibutuhkan campuran bahan bakar dan gas untuk menentukan
temperatur yang dihasilkan
MONOKROMATOR
Monokromator berfungsi memilih garis pancaran
tertentu & memisahkannya dari semua garis yang
tidak terserap yang memancarkan sumber radiasi.
DETEKTOR
Fungsi Detektor :
Mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus
listrik
Umum digunakan :
Tabung penggandaan foton (PMT = Photo Multiplier
Tube Detector) yang terdiri dari:
katoda yang dapat menerima radiasi dari
monokromator dan memancarkan foton
dinoda yang dapat menerima dan memantulkan
sejumlah besar elektron untuk setiap foton
anoda yang dapat merubah elektron menjadi sinyal
listrik yang dapat dibaca oleh alat baca (read out)
Dr. Thomas G. Chasteen; Department of Chemistry, Sam Houston, State University, Huntsville, Texas 77341. Copyright 2000.
AMPLIFIER & REKORDER
Amplifier
Fungsi Amplifier :
Penguat arus yang dihasilkan dalam detektor.

Rekorder
Merupakan peralatan untuk mengubah dan mencatat
sinyal-sinyal listrik yang berasal dari detektor sehingga
dapat dibaca.
SSA Single – Beam & Double - Beam
3. INTERFERENCE /
PENGGANGGU
GANGGUAN DALAM ANALISIS DENGAN
SSA & SEN
Gangguan utama dalam SSA dan SEN:
1. Gangguan Spektra (Spectral interferences)
2. Gangguan Kimia (Chemical interferences )
3. Ganguan Ionisasi
4. Gangguan Emisi
5. Gangguan Matriks
6. Gangguan Serapan Latar Belakang
Gangguan secara Kimia

Terjadi bila sampel mengandung senyawa yang stabil secara thermal sehingga tidak
terdekomposisi secara sempurna dalam nyala.

Hasilnya adalah jumlah atom yang diperoleh dalam nyala berkurang.

Gangguan kimia dapat diatasi dengan dua cara, yaitu :
- Menggunakan temperatur nyala yang lebih tinggi.
- Menambahkan zat tertentu yang dapat bereaksi dengan senyawa
pengganggu.


Contoh gangguan secara kimia adalah gangguan oleh fosfat pada kalsium. Dengan
menggunakan nyala udara – asetilen, kalsium fosfat tidak terdisosiasi secara sempurna.
Bila konsentrasi fosfat meningkat, maka absorbansi dari kalsium menurun. Untuk
menghilangkan ganguan dapat ditambahkan lantanium, maka lantanium akan bereaksi
dengan fosfat sehingga kalsium akan bebas yang berarti absorbansi kalsium tidak
bergantung lagi pada jumlah fosfat.
Bila digunakan nyala asetilen-N2O, maka tidak diperlukan penambahan lantanium.
GANGGUAN FOSFAT PADA KALSIUM
Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi timbul bila nyala mempunyai
energi yang cukup untuk melepaskan elektron dari
atom sehingga dihasilkan ion. Pembentukan ion
menyebabkan jumlah atom dalam nyala berkurang.
Untuk menghilangkan gangguan dapat ditambahkan
unsur yang mudah terionisasi separti K, Na, Rb, Cs;
karena unsur-unsur tersebut mempunyai potensial
ionisasi rendah.
Temperatur nyala yang lebih rendah dapat pula
mengurangi gangguan yang disebabkan oleh ionisasi,
tetapi dapat menimbulkan gangguan lain, yaitu
gangguan secara kimia.
EFEK PENAMBAHAN KALSIUM
Gangguan Matriks
Gangguan matriks timbul bila sifat-sifat fisik
(Viscositas, tegangan permukaan, Sifat-sifat
pembakaran) sampel berbeda dengan sifat-sifat fisik
larutan standar.
Untuk menghilangkan pengaruh matriks, maka
sedapat mungkin komponen-komponen yang ada
dalam sampel sama dengan komponen yang ada
dalam larutan standar atau dengan metode
penambahan standar.
Gangguan Emisi
Pada konsentrasi tinggi dari zat yang diteliti yang
mempunyai unsur-unsur dengan emisi tinggi, sering
diperoleh hasil analisa yang kurang tepat, bila signal
emisi berada dalam pita spektrum dari sinar yang
digunakan.
Untuk menghilangkan gangguan ini, dapat dilakukan
beberapa cara yaitu mempersempit lebar celah,
menaikkan arus lampu, mengencerkan larutan, atau
menggunakan nyala yang lebih dingin.
Gangguan Spektral
Gangguan spectral timbul bila panjang gelombang serapan unsur
yang ada dalam larutan, tetapi bukan unsure yang dianalisa, berada
dalam pita serapan unsur yang dianalisa. Gangguan ini dapat diatasi
dengan memperkecil celah atau memilih panjang gelombang lain.

Gangguan Serapan Latar Belakang.


Serapan latar belakang merupakan gangguan bila metode
penambahan standar tidak dapat mengatasinya. Ada dua kasus
serapan latar belakang yaitu :
a. Hamburan sinar oleh partikel-partikel dalam nyala.
b. Absorpsi sinar dari lampu katoda berongga oleh molekul-molekul
dalam nyala.
 Cara umum untuk mengatasi serapan latar belakang adalah dengan
menggunakan koreksi latar belakang yaitu sumber sinar yang
kontinu (lampu deuteurium arc untuk ultraviolet atau lampu
tungsten iodin untuk sinar tampak).
4. APLIKASI
ANALISA KUALITATIF
& KUANTITATIF
Aplikasi SSA & SEN
SSA & SEN : Alat yang canggih dalam analisis
kualitatif dan kuantitatif.
Sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan
pemisahan unsur yang ditentukan karena
kemungkinan penentuan satu unsur dengan
kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan
lampu katoda yang diperlukan tersedia.
AAS dapat digunakan untuk mengukur logam
sebanyak sekitar 70 jenis logam.
Aplikasi AAS
Analisa pada Air (Kandungan Ca, Mg, Fe, Si, Al, Ba)

Analisa pada Makanan

Analisa Kandungan Bahan Makanan pada Hewan (Mn, Fe,


Cu, Cr, Se, Zn)

Analisa zat tambahan yang berfungsi sebagai Lubrikan


(minyak & Lemak) seperti : Ba, Ca, Na, Li, Zn, Mg

Analisa Kandungan Tanah

Analisa Klinik (Kandungan Ca, Mg, Li, Na, K, Fe pada


Darah lengkap, Plasma & Serum)
Batas Deteksi untuk Beberapa Atom (ppb)
Atom AAS Flame AES Flame
Al 30 5
As 100 0,0005
Ca 1 0,1
Cd 1 800
Cr 3 4
Cu 2 10
Fe 5 30
Hg 500 0,0004
Mg 0,1 5
Mn 2 5
Ni 5 20
Pb 10 100
Metode Preparasi
Sampel

Sampel harus dalam bentuk larutan


Dilarutkan dengan cara :
- langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
- sampel dilarutkan dalam asam (HNO3, HCl, atau
campuran asam)
- Sampel dilarutkan atau dileburkan dengan basa, hasil
leburan  dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
Larutan  jernih, stabil, dan tdk mengganggu zat yg
akan dianalisis
Sampel harus sangat encer
METODE ANALISIS
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis
secara spektrometri:
(1) Metode Standar Tunggal

(2) Metode Kurva Kalibrasi

(3) Metode Adisi Standar


1. Metode Standar Tunggal
Hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya
(Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel
(Asmp) diukur dengan Spektrofotometri. Dari hk. Lambert- Beer diperoleh :

Astd = ε.b.Cstd     Asmp =ε.b.Csmp

               ε.b = Astd/ Cstd                     ε.b = Asmp/Csmp

sehingga,

Astd/Cstd = Asmp /Csmp  →    Csmp = (Asmp/Astd) X Cstd

Dengan mengukur Absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan


sampel dapat dihitung.
 
Metode Standar Tunggal
Absorban sampel ataupun standar dalam metode ini
yang baik adalah 0.4 – 0.5
Metode ini diasumsikan tidak ada determine error A
dengan C  A = mC, tanpa intersep
2. Metode Kurva Kalibrasi
C1 C2 C3 C4 C5 C6

y = Bx + A
SSA

A1 A2 A3 A4 A5 A6
Contoh

Analisa kandungan Cu pada Sampel Jaringan (Harvey,


2000)

Metode : Cu diisolasi dari jaringan lemak pada saluran


cerna yang dianalisis dengan SAA dengan nyala udara-
asetilen.
Preparasi Sampel
Biopsi jaringan
Suhu : 105oC selama 24-30 jam

Kondisi AAS :
Ekstraksi
Udara-Asetilen
Eter anhidrat
Cu= 324.8 nm; slit 0.5 nm
FFDT Zn = 213.9 nm, slit 1.0 nm
Digesti 68oC; 20-24 jam Hasil = mikrogram Cu/Zn
3 mL HNO3 0,75 M per gram dalam FFDT
Sentrifugasi
2500 rpm; 10 menit
Supernatan Analisa AAS
Digesti 2-4 jam
0,9 mL HNO3 0,75 M

5 mL volumetric flask
Sumber : Analytical Absorption Method by Perkin Elmer
Hasil Analisa
Standar Cu

Ppm Cu Absorban

0.000 0.000

0.100 0.006
0.200 0.013
0.300 0.020
0.400 0.026
0.500 0.033
0.600 0.039
0.700 0.046

1.000 0.066
0.070

Kurva Kalibrasi Standar Cu


f(x) = 0.07 x − 0
R² = 1
0.060

0.050

0.040

0.030

0.020

0.010

0.000
0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200
Perhitungan kadar Cu dalam sampel
Diketahui:
Diperoleh FFDT sebanyak 11.23 mg
Absorbansi sampel 0.023
Pertanyaan : Berapa kandungan Cu dalam sampel tersebut?
Y= 0.066x – 0.0002
Y= 0.023 0.023= 0.066x – 0.0002
X= 0.351 ppm/(µg /mL)/(mg/L)
Dalam sampel FFDT
(0.351 µg / mL) (5 mL) = 156 µg Cu / g FFDT
0.01123 g
3. Metoda Adisi Standar
Metoda mampu meminimalkan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan
(matriks) sampel dan standar.
C1 C2 C3 C4 C5

Absorban
x
C + + + + + x
S S S S S x
x
x

y = Bx + A
SSA

Konsentrasi Sampel = didapat


dengan memasukkan nilai y=0

A A1 A2 A3 A4 A5
Analisa Kandungan Sodium dalam sediaan pengganti Garam
Metode : sediaan pengganti garam → bagi yang diet rendah garam
Terdiri dari KCl,asam fumarat,Kalsium Hidrogen Pospat dan Kalium
tartrat.

Secara teoritik kandungan ion Na 100 ppm dalam sediaan ini.


Matriks sampel → sulit analisa adanya sodium

ADISI STANDAR
Prosedur Kerja
10 g sampel
+ 10mL HCl 3 M dan 100mL aquades
tambahkan aquades higga tepat tanda

Labu ukur 250 mL


25mL
ditambahkan seri standar adisi
rentang 0- 10 ppm, tambahkan aquades hingga
tepat tanda.
labu ukur 50 mL
Instrumentasi → wavelength Na: 589 nm
Hasil Analisa
Adisi standar (ppm) Emisi
0.000 1.79
0.420 2.63
1.051 3.54
2.101 4.94
3.153 6.18
Kurva Kalibrasi adisi standar Na vs Emisi
7.000

6.180
6.000 f(x) = 1.37 x + 1.97
R² = 0.99

4.940
5.000

4.000
E 3.540
m
i
s
i 3.000
2.630

2.0001.790

1.000

0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500

Konsentrasi adisi standar (ppm)


Perhitungan kadar Na dalam sampel
Diketahui sampel yang ditimbang 10.0077 g
Berapa kadarnya dalam ppm?
Jawab :
Dari pers.regresi linier y= 1.369x + 1.974
Adisi standar → x-intersep maka y= 0
Maka didapatkan x = 1.44 ppm
Konsentrasi di dalam sampel

(1.44 µg Na/mL )x (50.00mL/ 25.00mL) x 250.0mL = 71.9 µg/g


10.0077 g
5. DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Hrvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, Mc.
Graw Hill.
Skoog, D. A., Holler, F. J., Nieman, T. A., Principles of
Instrumental Analysis, Ed.5., Sauners College
Publishing.
Watson, D. G., 2005, Pharmaceutical Analysis: A
Textbook for Pharmacy Students and Pahrmaceutical
Chemistis, Elsevier, Edinburgh.
Analytical Absorption Method by Perkin Elmer
Dr. Thomas G. Chasteen; Department of Chemistry, Sam Houston
State University, Huntsville, Texas 77341. Copyright 2000.
6. JAWABAN PERTANYAAN
ATOMISASI
Mengapa proses atomisasi dari campuran logam
(M+X-) pada fase aerosol tidak langsung terdisosiasi
desolvasi
menjadi ion logam pada fase gas?
? volatilisasi
(gas)

JAWABAN:
Ion logam pada fase gas (M(gas)) tidak dapat terbentuk tanpa proses
desolvasi dan volatilisasi
Proses desolvasi dan volatilisasi merupakan tahapan penting dalam
pembentukan ion logam pada fase gas (proses atomisasi)
Bila tanpa desolvatisasi dan volatilisasi maka masih ada komponen
pelarut, sehingga pembakaran tidak efektif
Pembakaran lebih efektif pada kondisi spray, dimana fase
terdispersinya lebih luas permukaannya, sehingga atom logam yang
akan dideteksi akan terbakar dengan optimal
MONOKROMATOR
Mengapa pada AAS monokromator
diletakkan setelah sampel?

JAWABAN:
Untuk memilih panjang gelombang yang sama dengan HCL
(Hollow Cathode Lamps) untuk menghindari adanya
“noise”/gangguan yang diakibatkan oleh flame
Sehingga yang diteruskan ke detektor adalah berkas sinar yang
spesifik yang dipancarkan oleh HCL
Bila tidak ada monokromator, maka detektor akan mendeteksi
semua sinar yang dihasilkan, baik dari flame ataupun dari HCL.
SEKIAN & TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai