Anda di halaman 1dari 40

Outcome Jangka-panjang Setelah

Terapi Reperfusi pada Stroke


Oleh:
Mirna Savitri
Ruben Timothy Abednego
Alfin Arifullah
Hyang iman Akbar Saputra
Nila Kandhi Sitta Devi Asia
Dhisa Ari Dwiyanto
Febilya Kusumaningtyas

Pembimbing:
dr. Eko Nugroho, Sp.KFR
PENDAHULUAN dan TUJUAN
Pendahuluan

Terdapat penurunan mortalitas akibat stroke dalam 20 tahun terakhir pada


negara dengan pendapatan tinggi, salah satunya adalah Swedia.
Stroke masih merupakan penyebab utama disabilitas jangka panjang di
dunia, dengan setidaknya 10 juta orang mengalami stroke tiap tahunnya.
Penyebaran tipe stroke berbeda untuk masing-masing negara.
Di Swedia, 85% stroke adalah akibat infark cerebral dan 15% adalah
hemoragik.
Kerusakan setelah stroke adalah hal yang umum dan sekuelnya sangat
bervariasi.
Pendahuluan (lanj.)

Terdapat berbagai tipe terapi reperfusi untuk stroke iskemik dalam kondisi
akut. Terapi trombolitik intravena merupakan terapi yang paling sering dan
trombektomi intra-arterial merupakan terapi yang mulai sering digunakan.
Lima studi besar pada tahun 2015 menunjukkan hasil yang baik dalam hal
kesembuhan fungsional 3 bulan setelah kombinasi trombektomi dan
trombolisis jika dibandingkan dengan terapi trombolitik saja.
Studi lain menyimpulkan bahwa, berdasarkan hasil dari 5 studi besar ini,
menambahkan trombektomi kedalam protokol terapi standar merupakan
hal yang efisien karena memiliki manfaat yang besar.
Pendahuluan (lanj.)

Trombektomi maupun trombolisis intravena merupakan metode yang relatif


baru, belum ada studi jangka panjang tentang outcome dari terapi-terapi
ini.
Sedikit laporan tentang dampak terapi reperfusi terhadap health-related
quality of life (HRQoL) dan activities of daily living (ADL).
Trombolisis intravena dikaitkan dengan skor HRQoL yang lebih baik.
Data dari pasien stroke dan dampak akibat defisit kognitif pada berbagai
domain outcome kesehatan dalam jangka panjang adalah hal langka.
Tujuan

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak


jangka-panjang (5-6 tahun) setelah terapi reperfusi pada pasien stroke,
dengan cara menyelidiki fungsi motorik, HRQoL, dan dampak pada ADL,
METODE
Desain Studi

Studi kohort eksploratif ini terdiri dari 2 bagian.


Pertama, 2 set kuesioner yang dikirimkan ke rumah partisipan (5 dan 6
tahun post-stroke) digabungkan dengan studi retrospektif tentang
karakteristik dasar partisipan.
Kedua, pemeriksaan klinis di rumah pasien atau pemeriksaan di
departemen rehab medik rumah sakit Sahlgrenska yang dilakukan 6 tahun
post-stroke.
Guideline yang digunakan adalah Strenghtening the Reporting of
Observational Studies in Epidemiology (STROBE).
Partisipan

Partisipannya adalah partisipan pada SALGOT-extended, sebuah studi


cross-sectional terhadap pasien-pasien stroke di Rumah Sakit Universitas
Sahlgrenska, Swedia, 2009-2010.
Kriteria inklusi adalah: usia 18 tahun atau lebih tua; tinggal dalam jarak
35km dari rumah sakit; stroke klinis yang pertama kali berdasarkan World
Health Organization (WHO).
Partisipan yang dipilih dalam studi ini: partisipan dengan stroke iskemik
serta menerima terapi trombektomi dan/atau trombolisis. Total, 75 orang
memenuhi kriteria inklusi.
Pasien yang diterapi dengan kombinasi trombolisis dan trombektomi
diikutsertakan dalam kelompok terapi trombektomi pada studi ini.
Partisipan (lanj.)

Partisipan penelitian dicocokkan dengan partisipan dari SALGOT-extended


yang tidak mendapatkan terapi reperfusi (kelompok kontrol).
Pada proses pencocokan dengan kelompok kontrol, variabel yang
diutamakan adalah derajat keparahan stroke saat masuk rumah sakit
berdasarkan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), usia, jenis
kelamin, dan outcome fungsional saat keluar dari rumah sakit berdasarkan
modified Rankin Scale (mRS).
Perbedaan antara kelompok terapi reperfusi dan kelompok kontrol
dianalisis dengan Wilcoxon signed-rank test.
Prosedur

Karakteristik dasar diambil dari rekam medis. Keparahan stroke dinilai


menggunakan NIHSS pada saat pertama kali masuk rumah sakit dan
menggunakan skor mRS saat keluar dari rumah sakit.
NIHSS (0-46, lebih rendah berarti lebih baik) menilai keparahan stroke
berdasarkan gejala pasien.
Modified Rankin Scale (0-6, lebih rendah berarti lebih baik) merupakan
suatu instrumen sah untuk menilai derajat gangguan pada aktivitas sehari-
hari. Skor mRS >3 dapat dikategorikan sebagai outcome yang buruk.
Prosedur (lanj.)

Set kuesioner yang pertama dikirimkan melalui pos kepada kelompok


pasien yang diterapi reperfusi dan kelompok kontrol, 5 tahun post-stroke
(median 57.5 bulan). Set kuesioner yang dikirimkan diantaranya adalah:
European Quality of Life-5 Dimensions (EQ-5D), Swedish Stroke Register
questionnaire dan Stroke Impact Scale (SIS).
Set kuesioner yang kedua dikirimkan melalui pos 1 tahun kemudian
(median 71 bulan post-stroke) kepada kelompok reperfusi saja (bukan
kepada kelompok kontrol) yang menjawab kuesioner pertama, dan hanya
terdiri dari EQ-5D dan SIS. Laporan ini dilaporkan sebelum jadwal
pemeriksaan klinis dan ditinjau pada saat dilakukan pemeriksaan.
Prosedur (lanj.)

Versi lebih lengkap dari Swedish Stroke Register questionnaire digunakan


untuk follow-up 1 tahun post-stroke. Pertanyaan yang digunakan untuk
mengevaluasi kondisi kehidupan partisipan saat ini, relaps stroke, nyeri,
depresi dan jumlah pasien yang kembali bekerja.
Kuesioner SIS digunakan untuk mengevaluasi bagaimana stroke
berdampak pada kesehatan dan kehidupan pasien.
SIS terdiri dari 59 pertanyaan dengan 5 kategori nominal dalam 8 domain:
kekuatan, fungsi tangan, ADL dan mobilitas, komunikasi, emosi,
memori/kemampuan berpikir, dan partisipasi.
Masing-masing domain ditransformasi menjadi nilai 0-100 (100=tidak ada
dampak akibat stroke). SIS juga meliputi visual analogue scale (VAS) yang
mana pasien dinilai kesembuhannya setelah stroke (0 = tidak ada
penyembuhan, 100 = penyembuhan total).
Prosedur (lanj.)

EQ-5D merupakan suatu kuesioner yang terstandarisasi dan digunakan


untuk memperkirakan status kesehatan pasien dan HRQoL dan meliputi 5
domain: mobilitas, kemampuan merawat diri, aktivitas sehari-sehari, nyeri/
rasa tidak nyaman, dan cemas/ depresi.
Kuesioner ini juga menilai VAS yang mana pasien dinilai status kesehatan
yang dipikirkan oleh dirinya (0 = terburuk, 100 = terbaik).
EQ-5D telah divalidasi dan dibuktikan cocok untuk berbagai kelompok
diagnostik, termasuk stroke.
Prosedur (lanj.)

Selama pemeriksaan klinis, 6 tahun post-stroke (median 71 bulan),


partisipan menjalani pemeriksaan medis umum termasuk NIHSS, Barthel
index, dan wawancara, ditambah skrining kognitif dengan Montreal-
Cognitive Assessment (MoCA).
Wawancara berisi pertanyaan terbuka tentang stroke dan dampaknya
pada kehidupan pasien saat ini.
MoCA (0-30, lebih tinggi lebih baik) merupakan instrumen untuk
mengevaluasi pasien mengenai masalah kognitif persisten. Skor MoCA
dibawah 26 menandakan gangguan kognitif.
Barthel index (0-100, lebih tinggi lebih baik) menilai independensi pasien
dalam ADL dan merupakan suatu instrumen yang reliabel dan valid,
khususnya untuk populasi stroke.
Prosedur (lanj.)

Jawaban SIS dan EQ-5D dari kelompok yang diterapi reperfusi


dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang juga mengisi set kuesioner
pertama (median 59 bulan post-stroke).
Jawaban EQ-5D studi ini dibandingkan dengan studi oleh Burstrom et al.,
2013, dimana jawaban EQ-5D yang didapat dari penduduk Swedia (total
45.000 orang) dan telah dikompilasikan.
Studi saat ini disetujui oleh komisi etik di Gotherburg pada tahun 2008 dan
2013. Diikuti dengan deklarasi Helsinki dan seluruh partisipan diberikan
informed consent tertulis.
Metode (Statistik)

Analisis statistik dilakukan dengan program statistik IBM SPPS 21.


Nilai p0.05 dianggap signifikan secara statistik.
Statistik deksriptif digunakan dan perbedaan antara kelompok dianalisis
dengan Mann-Whitney U test ketika datanya adalah ordinal atau kontinyu,
dan dalam kasus variabel dikotom, digunakan Fischers exact test.
HASIL
Partisipan dan Jumlah Sampel
Diterapi dengan Referensi
reperfusi
Karakteristik
Partisipan, n 31 31
Laki-laki, n (%) 20 (64.5) 20 (64.5)
Usia, tahun, median (range) 69 (49-84) 67 (42-83)
Trombektomi/trombolisis, n 9/22 0/0
Keparahan awal
Keparahan stroke (NIHSS), median (range) 7 (1-24) 7 (1-22)
Sangat ringan (0-2) n, (%) 5 (16.1) 5 (16.1)
Ringan (3-4) n, (%) 4 (12.9) 4 (12.9)
Moderat (5-15) n, (%) 15 (48.4) 18 (58.1)
Berat (16-42) n, (%) 7 (22.6) 4 (12.9)
Level fungsional pada saat keluar rumah
sakit
mRS, median (range) 3 (1-4) 3 (1-4)
1, n (%) 4 (12.9) 4 (12.9)
2, n (%) 8 (25.8) 6 (19.4)
3, n (%) 11 (35.5) 9 (29.0)
4, n (%) 8 (25.8) 12 (38.7)
Kondisi hidup sebelum stroke , n (%)
Di rumah sendiri 6 (19.4) 7 (22.6)
Di rumah dengan orang lain 25 (80.6) 24 (77.4)
Hospitalisasi, hari, mean (SD) 7.9 (5.5) 9.7 (8.2)
Lima tahun post-strokea, n 30 30
Kondisi hidup post-stroke, n (%)
Di rumah sendiri 8 (26.7) 7 (25.8)
Di rumah dengan orang lain 20 (64.5) 22 (71.0)
Di nursing home 2 (6.5) 1 (3.2)
Relaps stroke, n (%) 6 (20.0) 5 (16.1)
Nyeri, n (%) 29 29
Tidak pernah 16 (55.2) 16 (55.2)
Kadang-kadang 6 (20.7) 5 (17.2)
Sering 3 (10.3) 4 (13.8)
Selalu 4 (13.8) 4 (13.8)
Depresi, n (%) 29 30
Tidak pernah 11 (37.9) 12 (40.0)
Kadang-kadang 13 (44.8) 11 (36.7)
Sering 4 (13.8) 4 (12.9)
Selalu 1 (3.4) 3 (9.7)
RTW, n (%) 30 28
Bekerja (n=berencana untuk bekerja) 8 (1) 5 (0)
Tidak bekerja 10 11
Tidak bekerja sebelum stroke 11 12
Health-related Quality of Life
Diterapi Referensi (n Populasi umum (n =
dengan = 30) 45.000)
reperfusi
EQ-5D
Mobilitas, %
Masalah moderat 33.3 50.0 9.8
Masalah ekstrim 3.3 0 0.1
Perawatan diri, %
Masalah moderat 13.3 3.6b 1.2
Masalah ekstrim 3.3 3.6b 0.4
Aktivitas biasa, %
Masalah moderat 16.7 24.1a 7.7
Masalah ekstrim 10.0 3.4a 1.1
Nyeri/rasa tidak nyaman, %
Masalah moderat 50.0 41.4a 45.1
Masalah ekstrim 0 10.3a 4.1
Cemas/depresi, %
Masalah moderat 43.3 34.5a 30.8
Masalah ekstrim 3.3 6.9a 2.7
VAS
Median (range) 80(10-100) 78(29-100)a ---
Mean (SD) 73.1 (21.5) 71.3 (20.4)a 79.5
Dampak Stroke pada Kehidupan Sehari-hari
Nilai-p antara yang diterapi
reperfusi dan kontrol
Domain SIS, n 29
Memory
Median (range) 89.3 (39.3-100) 78.6 (10.7-100)c 0.349
Emosi
Median (range) 69.4 (27.8-100) 63.9 (25.0-94.4)a 0.152
Komunikasi
Median (range) 89.3 (28.6-100) 92.9 (17.9-100)a 0.571
Partisipasi
Median (range) 78.1 (17.9-100) 67.9 (10.7-100)b 0.149
Kekuatan
Median (range) 81.3 (0-100) 56.3 (0-100)d 0.017*
ADL
Median (range) 90.0 (47.5-100) 77.5 (7.5-100)a 0.127
Mobilitas
Median (range) 91.7 (19.4-100) 72.2 (8.3-100)b 0.055
Fungsi tangan
Median (range) 90.0 (0-100) 50.0 (0-100)b 0.011*
Penyembuhan
Median (range) 80 (10-100) 70 (0-100)c 0.169
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan Klinis (lanj.)

Pemeriksaan klinis Diterapi Kelompok Kelompok


dengan trombektomi trombolisis
reperfusi
Partisipan, n 16 4 12
MoCA, median (range) 27.5 (15-30) 25.0 (22-30) 27.5 (15-29)
<26, n (%) 6 (37.5) 2 (50.0) 4 (33.3)
26, n (%) 10 (62.5) 2 (50.0) 8 (66.7)
Barthel index, median (range) 100 (30-100) 92.50 (90-100) 100 (30-100)
Independen (=100), n (%) 9 (56.3) 1 (25.0) 8 (66.7)
Dependen (<100), n (%) 7 (43.8) 3 (75.0) 4 (33.3)
NIHSS 2016, median (range) 1 (0-10) 0.5 (0-3) 1 (0-10)
Sangat ringan (0-2), n (%) 12 (75.0) 3 (75.0) 9 (75.0)
Ringan (3-4), n (%) 2 (12.5) 1 (25.0) 1 (8.3)
Moderat (5-15), n (%) 2 (12.5) 0 2 (16.7)
Berat (16-42), n (%) 0 0 0
Pemeriksaan Klinis (lanj.)

Skor NIHSS 6 tahun post-stroke menunjukkan bahwa mayoritas dari


partisipan yang diterapi dengan reperfusi memiliki sekuel dari stroke
bahkan dengan gejala stroke yang sangat ringan.
Ketika membandingkan keparahan stroke dari onset stroke dan keparahan
gejala 6 taun post-stroke, skor NIHSS telah menurun pada seluruh partisipan
kecuali satu.
Partisipan dengan skor awal NIHSS yang tinggi (diterapi dengan
trombektomi) memiliki perkembangan paling baik pada saat follow-up di
tahun ke-6.
Dua partisipan memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
lain (NIHSS 7 dan 10) pada saat 6 tahun post-stroke, terutama karena
mengalami paralisis di satu atau kedua extremitas.
Pemeriksaan Klinis (lanj.)

Komorbiditas, seperti osteoarthritis, penglihatan yang jelek dan obesitas,


digabung dengan hilangnya fleksibilitas dilaporkan sebagai faktor yang
mempengaruhi jawaban pada kuesioner SIS.
Seluruh partisipan melaporkan masih mendapat dampak dari stroke yang
pernah dialaminya. Sekuel yang paling sering dialami adalah kelelahan.
Pusing dan vertigo merupakan gejala yang sering dikeluhkan oleh
partisipan pada saat pemeriksaan klinis.
Masalah keseimbangan tidak ditemukan, kecuali pada 2 partisipan yang
memiliki hasil positif pada neurological balance test.
PEMBAHASAN
Pembahasan

Studi ini menunjukkan bawah pasien-pasien yang menjalani terapi reperfusi


memiliki tingkat penyembuhan yang lebih baik setelah 5-6 tahun post-
stroke.
Namun, beberapa masalah masih terjadi yaitu masalah mobilitas,
ketergantungan pada aktivitas sehari-hari dan kognitif.
Partisipan melaporkan adanya masalah pada seluruh domain di EQ-5D.
Terdapat perbedaan yang signifikan pada 6 tahun post-stroke antara
kelompok yang diterapi reperfusi dan kelompok kontrol, dimana kelompok
yang diterapi dengan reperfusi memiliki outcome yang lebih baik terkait
kekuatan dan fungsi tangan.
Pembahasan (lanj.)

Mayoritas (75%) dari pasien dalam kelompok yang diterapi reperfusi


mengalami gejala stroke yang sangat ringan di tahun ke-6 post-stroke.
Namun, partisipan menyatakan bahwa stroke yang mereka alami
memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari mereka, yang mana
tidak didapat dari penilaian dengan kuesioner.
Partisipan melaporkan gejala seperti depresi, kelelahan, jika dibandingkan
kondisi mereka sebelum mengalami stroke.
Seperti yang dilihat pada suatu studi yang mengevaluasi konsekuensi dari
stroke ringan, disfungsi-disfungsi ringan sulit diamati dalam konteks klinis,
karena, diantara berbagai faktor, ceiling effects (berkaitan dengan
statistik) dari skala pengukuran seperti Barthel Index.
Pembahasan (lanj.)

Proporsi pasien yang mengalami gangguan kognitif pada studi saat ini
(37.5%) dapat dibandingkan dengan tingginya prevalensi penduduk
Swedia yang memiliki gangguan kognitif tanpa demensia, dimana 25%
dari seluruh populasi orang-kembar (twin) yang berusia diatas 65 tahun
mengalami gangguan kognitif.
Mayoritas dari partisipan adalah independen dalam seluruh domain ADL.
Hanya 1 partisipan yang memiliki masalah ketergantungan akan aktivitas
sehari-hari yang berat dan menyebabkan perlunya perawatan di nursing
home.
SIS ADL domain menunjukkan bahwa partisipan masih mengalami
beberapa masalah, tetapi bahwa mereka dianggap lebih baik
dibandingkan dengan apa yang mereka rasakan pada suatu studi yang
lebih besar tentang follow-up post-stroke 12 bulan yang (n= 204) oleh
Guidetti et al.
Pembahasan (lanj.)

Tidak diketahui apakah temuan yang berbeda akibat rendahnya jumlah


sampel pada studi saat ini, atau merupakan akibat dari terapi yang lebih
baik atau adaptasi terhadap situasi kehidupan yang baru.
Studi saat ini menunjukkan bahwa 44% dari 16 pasien yang diperiksa
secara klinis memiliki ketergantungan pada 1 atau lebih aktivitas yang
terdapat di Barthel index.
Outcome yang serupa, yang menunjukkan bahwa 55% dari seluruh orang
dengan stroke memiliki masalah ketergantungan akan aktivitas sehari-hari
pada kuesioner ADL, dapat dilihat pada follow-up tahunan Swedish Stroke
Register dari tahun 2014.
Pembahasan (lanj.)

Baik partisipan yang diterapi dengan reperfusi maupun kelompok kontrol


melaporkan skor yang lebih rendah pada skor VAS dari EQ-5D jika
dibandingkan dengan penduduk Swedia, dan juga lebih sering
mengalami masalah dengan derajat keparahan yang lebih berat di kelima
kategori (kecuali pada item yang berkaitan dengan masalah ekstrim
dengan nyeri / rasa tidak nyaman).
Fischer et al. menganggap skor EQ-5D diatas 70 merupakan suatu tanda
HRQoL yang baik, dan hal ini pula yang terjadi pada 70% dari kelompok
yang diterapi reperfusi di studi saat ini.
Tingkat kemandirian yang sangat tingi pada ADL dan gejala stroke yang
tidak parah pada mayoritas pasien di studi saat ini mungkin menjadi salah
satu faktor yang menjelaskan skor VAS yang baik, bersamaan dengan
penerimaan diagnosisnya bahwa, pada umumnya, pasien-pasien dengan
stroke mulai dapat mandiri setelah 6 tahun post-stroke.
Pembahasan (lanj.)

Ketika membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok yang diterapi


dengan reperfusi, domain fungsi tangan dan kekuatan pada SIS
menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik, dengan
outcome yang lebih baik untuk kelompok yang diterapi dengan reperfusi.
Diasumsikan bahwa domain mobilitas juga akan terpengaruh, karena
domain ini berkaitan dengan kekuatan; namun, domain ini tidak
menunjukkan nilai p yang signifikan (p= 0.055)
Keterbatasan

Komorbiditas tidak diperhatikan dalam studi ini, dan hal ini dapat
berdampak pada jawaban kuesioner ketika menyelidiki outcome post-
stroke.
Jumlah sampel yang tidak terlalu banyak menyebabkan kesulitan untuk
membedakan apakah adanya perbedaan yang signifikan terhadap
outcome untuk terapi trombektomi dan terapi trombolitik.
Kelompok kontrol dibentuk setelah pengumpulan data dilakukan, yang
berarti bahwa kelompok kontrol tidak di follow-up dengan set kuesioner
yang kedua dan tidak dilakukan pemeriksaan klinis.
SARAN dan KESIMPULAN
Saran

Populasi studi yang lebih besar diperlukan untuk penyelidikan yang lebih
baik mengenai outcome dan memahami jenis terapi apa yang memiliki
hasil terbaik untuk pasien-pasien dengan stroke.
Untuk studi di masa depan, akan menjadi lebih baik jika mengikutsertakan
data komorbiditas, khususnya penyakit yang mungkin memiliki dampak
terhadap mobilitas dan ADL, dan juga menguraikan waktu pajanan
iskemik sebelum terapi ketika membandingkan outcome.
Kesimpulan

Mayoritas dari pasien yang diterapi dengan reperfusi memiliki HRQoL yang
baik dan keparahan dari stroke pasien-pasien tersebut adalah sangat
ringan pada 6 tahun post-stroke.
Lebih dari 1/3 melaporkan adanya masalah mobilitas dan secara
keseluruhan, domain kekuatan lebih terpengaruh dibandingkan domain
mobilitas.
Masih terdapat masalah-masalah terkait banyaknya pasien yang memiliki
ketergantungan dalam aktivitas sehari-sehari dan memiliki gangguan
kognitif.
Kesimpulan (lanj.)

Kelompok yang diterapi reperfusi dilaporkan memiliki outcome yang lebih


baik terkait dengan domain kekuatan dan fungsi tangan pada SIS jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Outcome jangka panjang setelah terapi reperfusi cukup baik, tetapi
terdapat masalah-masalah emosional dan kognitif yang persisten, dan
juga kebutuhan akan kontak dengan penyedia jasa kesehatan primer
yang harus ditangani
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai