Anda di halaman 1dari 54

TRAUMA KEPALA

1
MATERI YANG AKAN DI SAMPAIKAN

Anatomi Patofisiologi Pengkajian Tindakan


- Kepala & - Koma - Pengkajian - Koma
otak primer
- Stroke
- Hemisfer - Stroke
otak. - Cedera - Pengkajian
- Otak kepala Sekunder - Cedera
- Pembuluh - Cedera kepala
darah otak. tulang
- Cairan otak belakang
- Cedera
- Kolumna dan tulang
saraf perifer.
belakang
- Alur saraf
- Saraf
kranialis
- Dermaton

2
Tujuan Khusus
Peserta mampu :
1. Menjelaskan patofisiologi sistem saraf
2. Menjelaskan pengkajian sistem saraf
3. Melakukan penilaian Alert Verbal Pain Unresponsive
(AVPU),
4. Melakukan penilaian Glassgow Coma scale (GCS).
5. Melakukan Penilaian respon pupil.
6. Melakukan Pemeriksaan neuromuskular
7. Melakukan Pemeriksaan Tekanan Tinggi Intra Kranial
(TTIK).
8. Melakukan pengaturan posisi pada cedera tulang
belakang

3
POKOK BAHASAN
A. Patofisiologi
B. Pemeriksaan sistem saraf :AVPU, GCS,
pupil, neuromuscular dan TTIK.
C. Tindakan Keperawatan pada
kegawatdaruratan sistem saraf

4
ANATOMI DAN FISIOLOGI SARAF
KEPALA DAN OTAK

Kulit kepala

Tulang Tengkorak

Membran
arachnoid
Sinus sagitalis
superior

Ruang
subdural
Pembuluh Darah
Ruang
Subarahnoid

Lemon & Burke, 2000 5


LOBUS DAN FISURA HEMISFER OTAK BESAR
(a) Penampang otak samping kiri, (b) Penampang tengah hemisfer kanan

Lemon & Burke, 2000 6


OTAK
OTAK BESAR(SEREBRUM) :
Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan
pusat bicara (area broca).
Lobus parietalis berkaitan dengan fungsi sensorik dan orientasi
ruangan.
Lobus temporalis berkaitan dengan fungsi memori tertentu dan
motorik tangan kidal.
Lobus oksipitalis berfungsi dalam penglihatan.

Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons dan medula


oblongata.
Mesencefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.
Medula oblongata merupakan pusat vital kardiorespiratorik.

Otak Kecil (Serebelum) bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi


dan keseimbangan tubuh.

7
Penampang otak dari samping Penampang otak dari bawah

Lemon & Burke, 2000 8


CAIRAN
OTAK
Tempat pembentukan
cairan : fleksus
choroideus.
Tempat penyerapan :
Villi arachnoid
Jumlah cairan yang
diproduksi : 30 ml/jam
Tekanan : 10 mmHg –
20 mmHg.

Lemon & Burke, 2000 9


COLUMNA VERTEBRA DAN SARAF
PERIFER MEDULA SPINALIS

10
Lemon & Burke, 2000
ALUR SENSORIK DAN MOTORIK
AFEKTOR-PUSAT-EFEKTOR
Traktus kortikospinalis terdapat
pada daerah segmen posterolateral
medula spinalis dan memiliki fungsi
mengontrol kekuatan motorik pada
sisi yang sama pada tubuh kita dan
dapat diuji dengan kontraksi otot
volunter atau respon involunter
terhadap stimulus nyeri.

Traktus spinotalamikus pada


daerah anterolateral dari medula
spinalis berfungsi mentransmisikan
sensasi nyeri dan temperatur dari
sisi yang berlawanan dari tubuh
kita. Secara umum dapat dites
dengan unjung peniti atau raba
halus.

Kolum posterior berfungsi


sebagai proprioreseptif, vibrasi dan
sensasi raba halus dari sisi yang
sama pada tubuh. Kolum posterior
ini di tes dengan rasa posisi dan
vibrasi dengan garpu penala.

11
Lemon & Burke, 2000
SARAF PERIFER KRANIALIS
Saraf kranialis :
1. Nervus olfaktorius (N. I) :
2. Nervus optikus (N. II) :
3. Nervus okulomotorius (N. III)
4. Nervus troklearis (N. IV) :
5. Nervus III, IV dan VI biasanya
diperiksa secara bersamaan :
6. Nervus trigeminus (N V) :
7. Nervus abdusen (N. VI) :
8. Nervus fasialis (N. VII) :
9. Nervus akustikus (N. VIII) :
10. Nervus glosofaringeus ( N. IX)
: KLIK DUA KALI DI FLIMNYA
YA
11. Nervus vagus (N. X) :
12. Nervus aksesorius ( N. XI) :
13. Nervus hipoglosus ( N. XII)

Lemon & Burke, 2000 12


SARAF PERIFER MEDULA SPINALIS PADA AREA KULIT
(A) depan (B) belakang

13
Lemon & Burke, 2000
FILM ANIMASI OTAK

14
KLIK DUA KALI YA
B. PATOFISIOLOGI
1.KOMA
Koma adalah keadaan tidak sadar dimana
rangsang berapa keraspun tidak dapat
mengembalikan pasien ke keadaan sadar.
Koma dapat disebabkan adanya kerusakan
pada bagian hipotalamus posterior, formasio
retikularis dimesensefalon dan bagian
rostralpons, dan atau kerusakan yang luas di
medula oblongata (Soemarmo Markam).

15
PENYEBAB KERUSAKAN OTAK
Lesi supra – tentorial
abses, perdarahan atau tumor (massa) serta
edema, herniasi otak.
Lesi sub – tentorial
Batang otak rusak atau pembuluh darah rusak,
perdarahan otak kecil yang mengelir ke cairan
otak.
Gangguan metabolik
kekurangan oksigen, kekurangan glukosa,
gangguan peredaran darah serta pengaruh
berbagai macam toksin
16
2. STROKE
Stroke merupakan kumpulan tanda dan
gejala yang disebabkan berhentinya aliran
darah ke otak cukup lama sehingga
mengakibatkan kerusakan otak.

17
PENYEBAB STROKE
(Soemarmo Markam)
Trombosis :
Arteri sklerosis, dengan obstruksi dan penyempitan lumen dinding arteri yang
progresif, dapat terjadi dalam arteri serebral atau arteri tubuh ditempat lain.
Penyempitan ini dapat disebabkan oleh terbentuknya trombus (pembekuan/
sumbatan dalam pembulkuh darah) yang mana dapat terjadi secara tiba-tiba dan
komplit sehingga menutup aliran darah.

Ruptur arteri :
Ruptur arteri dapat menyebabkan perdarahan dalam otak atau disekitar rongga
otak. Perdarahan ini dapat menjadi presipitasi injuri otak dengan beberapa
mekanisme berat. Hemorargik langsung yang masuk ke jaringan otak dapat
menyebabkan kerusakan pada area yang kontak langsung.

Emboli serebral
Pembekuan darah yang terbentuk ditempat lain, yaitu biasanya pada jantung kiri,
dapat mengalir ke arteri serebral dan menyebabkan obstruksi. Pembekuan darah
dalam pembuluh darah yang terjadi di tempat lain kemudian mengalir mengikuti
aliran darah ke tempat tubuh lain dalam sistem vaskuler disebut embolus.
Embolus tidak selalu bekuan darah. Partikel-partikel kecil dari pembuluh darah
arteri yang rusak dapat mengalir sebagai embolus dan akan mem-bloks arteri
serebral sehingga terjadi stroke.

18
TANDA DAN GEJALA STROKE
Stroke terbagi menjadi stroke non haemorargik (sumbatan) dan stroke
hemorargik (ruftur pembuluh darah). Tanda dan gejalanya kedua jenis
stroke tersebut sama tergantung pada jenis pembuluh darah daerah apa
yang mengalami gangguan (obtruksi atau ruftur) dan daerah otak mana
yang mengalami gangguan :(Campbell, at all, 1991)

1. Arteri otak bagian tengah : aphasia, disfagia, lapang pandang


menyempit, hemifaresis (tergantung hemisfer kiri atau kanan yang
terganggu)
2. Arteri carotis : tampak lemah, paralisis, parastesia, perubahan sensori,
gangguan penglihatan, ganguan kesadaran, nyeri kepala, aphasia,
ptosis.
3. Arteri vertebrobasilaris : kelemahan pada kanan/kiri badan, paresis
pada area bibir dan mulut, penyempitan lapang pandang, diplopia,
koordinasi terganggu, gangguan bicara, pusing, amnesia dan ataksia.
4. Arteri otak bagian depan : bingung, kelemahan dan parastesia kaki,
inkontinensia, kehilangan koordinasi, gangguan fungsi motorik dan
sensorik, dan perubahan kepribadian (gangguan mental).
5. Arteri otak bagian belakang : gangguan lapang pandang, gangguan
sensori, dyslexia, koma, tidak terjadi paralisis.

19
FILM ANIMASI STROKE

20
KLIK DUA KALI YA
3. CEDERA KEPALA
Cedera kepala merupakan trauma pada
area kepala (otak) baik karena benda
bergerak maupun benda diam. Cedera
kepala ini dapat terjadi antara : Benda
bergerak dengan orang bergerak, benda
bergerak dengan orang diam, benda diam
dan orang bergerak. Keadaan demikian
akan mempengaruhi keparahan cedera
kepala.
21
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
Klassifikasi cedera kepala didasarkan pada :

• Mekanisme cedera kepala


Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan
benda tumpul.
Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.

• Beratnya cedera
Cedera kepala ringan dengan GCS 14-15 : tidak sadar kurang 15’
Cedera kepala sedang dengan GCS 9–13 : tidak sadar >15 - <6 jam
Cedera kepala berat dengan GCS 3 – 8 : tidak sadar > 6 jam

• Morfologi cedera
Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap (kalvaria) atau dasar tengkorak. Pada kalvaria dapat berbentuk garis-
bintang, depresi-nondepresi dan terbuka-tertutup, sedangkan pada dasar tengkorak terbagi menjadi dengan
atau tanpa kebocoran CSS dan dengan atau tanpa paresis nervus VII (saraf fasialis). Tanda-tanda klinis
fraktur basis kranii antara lain : ekimosis periorbita (Racoon eyes sign), ekimosis retro aurikuler (battle’s sign,
kebocoran CSS (rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervus fasialis.

Lesi intrakranial
Lesi intrakranial diklasifikasikan menjadi lesi fokal dan lesi difus. Lesi fokal yaitu perdarahan epidural,
perdarahan subdural dan kontusio (atau perdarahan intraserebral). Cedera otak difus umumnya menunjukkan
gambaran CT-scan yang normal namun keadaan neurologis penderita sangat buruk bahkan keadaan koma.

22
Cedera kepala Selain Gangguan kesadaran
disertai pula Tanda dan gejala umum
1. Gangguan kesadaran : bingung – koma
2. Nyeri kepala, vertigo
3. Agitasi, gelisah
4. Pernafasan irreguler
5. Defisit kognitif
6. Pupil abnormal
7. Defisit neurologi

23
FILM BRAIN INFACT

24
4. CEDERA TULANG BELAKANG
Pengertian :
Trauma injuri pada medula spinalis yang dapat
mengakibatkan gegar/kerusakan medula
spinalis sedang dengan disertai parastesia
(kebal) hingga quadriplegia permanen (Nettina
SM., 1996).

Bagian yang sering terkena antara lain : cervikal


(C5, C6 dan C7), thorakal, lumbal. Injuri medula
spinalis dapat mengakibatkan kehilangan fungsi
area dibawahnya.

25
Cedera Medula Spinalis
Cedera medula spinalis biasanya penyerta
tambahan dari cedera kepala, penyebabnya
juga sama namun demikian cedera disini
mengenai medula spinalis : sebagai contoh
pada kecelakaan mobil maka akan terjadi injuri
cervical akibat accelerasi – decelerasi servikal :
hyperextensi-hiperfleksi tulang cervikal sehingga
akan terjadi kerusakan otot-otot leher, ligamen,
jaringan saraf dan tulang cervikal. Pada tulang
belakang secara keseluruhan akan terjadi :
hyperpleksi, hiperekstensi, kompresi, rotasi,
lateral stress dan distraksi.

26
Deskripsi :
Hiperextensi :
Pergerakan kepala atau leher ke arahbelakang.

Hiperfleksi :
Pergerakan kepala atau leher ke arah depan.

Kompresi :
Penekanan dari berat kepala atau pelvis kepada
pusat leher atau tulang belakang.

Rotasi :
Rotasi yang berlebihan pada kepala/leher kepada
salah satu sisi.

Lateral stress
Penekanan langsung dari lateral pada tulang
belakang.

Distraksi :
Pengikatan terlalu kencang pada tulang belakang
dan medula spinalis.

27
C. PENGKAJIAN SARAF
1. PENGKAJIAN PRIMER
2. PENGKAJIAN SEKUNDER

28
PENGKAJIAN PRIMER
Airway Nilai jalan nafas sewaktu mempertahankan posisi tulang leher.
A
Breathing Menilai pernafasan dan memberikan oksigenasi yang adekuat
B dan bantuan ventilasi bila diperlukan.

Circulating Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara shock


C hipovolumik dari shock neurogenik.
Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia.
Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan
harus dipandu dengan monitoring CVP.
Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum
memasang kateter, harus dinilai kekuatan spinter serta
sensasinya.

Disability- Tentukan tingkat kesadaran dan nilai pupil.


D Pemeriksaan Tentukan AVPU atau lebih baik GCS.
neurologi Kenali paralisis/paresis
singkat.

29
PENGKAJIAN SEKUNDER
Wawncara Riwayat penyakit sekarang OPQRST/
SAMPLE
Riwayat penyakit masa lalu

Pemeriksaan 1. TTV
fisik 2. AVPU
3. GCS
4. Pupil
5. Neuromuskular
6. TTIK
Pemeriksaan X-ray foto.
penunjang
CT-scan
30
D. TINDAKAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT SISTEM SARAF

1. KOMA

a. Masalah keperawatan pasien koma:


1). Gangguan perfusi jariangan serebral
2). Gangguan proses pikir
3). Resiko tinggi terjadi tidak efektifnya
bersihan jalan nafas.

31
b. Tindakan keperawatan pasien koma
Menentukan dan mempertahankan kepatenan jalan nafas. Jika terjadi
gangguan maka harus dilakukan pemasangan alat bantu seperti ETT.
Immobilisasi spinal dengan pemasangan “neck kollar”
Pemberian oksigen; Jika pasien dapat bernafas tanpa
bantuan alat
jalan nafas, maka pasang kanul nasal. Jika memerlukan
alat lain
maka dapat diberikan pula “face mask”. Apakah
menggunakan
intubasi, maka beri oksigen melalui ETT.
Pemberian cairan melalui intra vena (infus); Cairan dapat
berupa D5W,
normal salin atau dektros 5% dalam normal salin (D5NS).
Pemasangan monitoring; Pulse oximetry, monitor
jantung, monitor
tekanan darah dan respons neurologi (menggunakan
GCS).
Pemberian obat; mulai obat naloxone (narcan) 2 mg IV
untuk opiat. Intravena flumazenil (Romazincon) 1 – 332
mg jika keracunan benzodiazepam. Jika hipoglikemia ( <
2. Stroke
a. Masalah keperawatan pasien dengan
stroke :
1). Resiko cedera berhubungan dengan
defisit neurologi.
2). Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
kemampuan kaki dan tangan.
3). Gangguan proses fikir berhubungan
dengan kerusakan otak.
33
b. Tindakan keperawatan pasien stroke
Penanganan jalan nafas, kemampuan nafas, dan cirkulasi.
Pemeriksaan AVPU dan GCS.
Pemeriksaan neurologi dan status mental
Pemeriksaan tanda-tanda vital.
Mempersiapkan ETT
Bila terjadi hipertensi lebih 220 mmHg dan diastol lebih
dari 120 mmHg maka konsultasi untuk pemberian nipride
(nitroprusside).
Identifikasi tipe stroke.
Mempersiapkan pemeriksaan CT-scan.
Pemberian antikoagulan pada stroke nonhemorargik.
Pemberian trombolisis pada pasien nonhemorargik.
Bila diperlukan untuk pembedahan maka disiapkan untuk
pembehan intrakrial.
Pemberian posisi kepala lebih tinggi 15-20 derajat.
Pemberian oksigen jika diperlukan.
Pemeriksaan darah lengkap dan ASTRUP.
34
3. Cedera kepala
a. Masalah keperawatan pasien cedera kepala :
1) Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2). Tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
3). Gangguan proses pikir berhubungan
dengan injuri fisiologi.

35
b. Tindakan keperawatan pasien cedera
kepala
Mengamankan jalan nafas dan memberikan oksigenasi adekuat.
Otak tidak toleran terhadap hipoksia, sehingga oksigenasi
adekuat penting dilakukan jika pasien mengalami koma, oksigen
diberikan melalui intubasi endotracheal. Hal ini untuk mencegah
aspirasi karena pasien cedera kepala mudah mengalami muntah.
Sehingga, pasien harus disiapkan untuk log-rolling terimobilisasi
dan untuk suction orofaring.
Menstabilisasikan pasien pada papan spina. Leher harus
diimobilisasikan dengan ”collar rigid” dan alat imobilisasi kepala.
Mencatat tekanan darah, pernafasan (laju dan pola), pupil (ukuran
dan reaksi terhadap cahaya), sensasi dan aktivitas motorik
volunter. Selain itu catat GCS.
Melakukan pemantauan (monitoring) secara rutin pada lembar
observasi.
Pasang dua buah IV line kateter.

36
4. Cedera tulang belakang
a. Masalah keperawatan pasien cedera
tulang belakang :
1). Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan paralisis otot-otot pernafasan dan
otot-otot diafragma.
2). Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan disfungsi otot-otot pergerakan.
3). Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan immobilitas.
37
b. Tindakan keperawatan pasien dengan cedera
tulang belakang :

• Imobilisasi dengan berbagai tehnik,


• Memperhatikan kondisi gawat darurat
jalan nafas pasien sampai imobilisasi
selesai.

38
JENIS PROSEDUR TINDAKAN
Periksaan AVPU
• Observasi kewaspadaan (Alert), apabila
tidak waspada,
• Perintahkan (Verbal) untuk melakukan
sesuatu, apabila tidak ada respon maka,
• Lakukan pemberian nyeri (Painfful) pada
area tertentu,
• Dari ketiga pemeriksaan tersebut nilai
tingkat ketidaksadaran klien
(Unresponsive). 39
PEMERIKSAAN GCS
Perintahkan pasien untuk membuka mata, menggerakan
anggota tubuh dan menjawab pertanyaan pemeriksa, lalu
observasi kemampuan ketiga aspek yang dinilai dan beri nilai
dari ketiga aspek tersebut sesuai dengan kemampuan pasien
• Nilai membuka mata
– membuka mata sendiri secara spontan =4
– membuka mata bila diajak bicara =3
– membuka mata bila dirangsang nyeri =2
– tidak membuka mata dengan rangsang apapun. =1
• Nilai kemampuan motorik
– dapat melakukan gerak sesuai dengan perintah =6
– ada gerakan menghindar terhadap rangsangan pada = 5
beberapa tempat
– gerakan fleksi disertai gerakan abduksi bahu =4
– fleksi lengan disertai aduksi bahu =3
– ektensi lengan disertai aduksi bahu =2
endorotasi bahu dan pronasi lengan bawah.
• Tak ada gerakan dengan rangsangan cukup kuat = 1 40
• Nilai kemampuan berkomunikasi
berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang =5
jawaban kacau terhadap pertanyaan kita =4
seperti berteriak dan tidak menanggapi pembicaraan =3
suara rintihan/erangan =2
Tak bersuara =1

• Apabila dengan perintah pasien tidak berespon maka


lakukan pemeriksaan dengan memberikan pijitan/nyeri
pada area tertentu yaitu area orbita (apabila tidak ada
cedera area frontal), area ibu jari kaki, area sternum
atau area lain, observasi ketiga aspek yang dinilai dan
beri nilai dari setiap aspek tersebut diatas.
Setelah diberi nilai dari setiap aspek yang dinilai maka
jumlahkan keseluruhannya dan konver ke kriteria
dibawah ini :
Perhitungan : Ringan 14 – 15
Sedang 9 – 13
Berat 3 – 8 1
MEMBERIKAN POSISI
• Ucapkan salam saat akan berhadapan dengan pasien
• Tempatkan pasien dengan posisi supine
• Pertahankan posisi kepala posisi netral tanpa fleksi,
ektensi atau rotasi. Jika menggunakan collar, jangan
sampai menghambat venus return
• Tinggikan tempat tidur sesuai dengan yang dianjurkan.
• Pertahankan alignmet torso dan ekstremitas bawah.
Hindari kaki fleksi terlalu ekstrem.
• Pasang papan kaki untuk mencegah dropfoot
• Pasang penghalang dikedua sisi tempat tidur
• Jika pasien harus menggunakan backboard,
pertahankan posisi trendelenburg dengan meninggikan
kepala pasien.
42
IMMOBILISASI SPINAL DAN
MEMASANG SERVIKAL COLLER
• Ucapkan salam saat akan berhadapan dengan klien
• Penolong 1 memelihara spina terimobilisasi dalam posisi
netral, pasang “Collar semirigid”. Penolong 1 memelihara
kepala dan leher dalam posisi netral sampai menuver
logrolling dilakukan.
• Pasien ditempatkan dengan kaki diluruskan dengan cara
normal dan lengan diekstensikan pada kedua sisi
• Long backboard diposisikan disamping tubuh. Jika salah
satu lengan mengalami injuri dengan menempatkan
backboard pada sisi yang terkena injuri, sehingga pasien
akan menggeser ke arah lengan yang tidak terkena injuri
• Penolong 2 dan 3 berjongkok pada sisi berlawanan
papan klien
• Penolong 2 diposisikan pada area dada tengah dan
penolong 3 pada area tungkai atas. 43
• Dengan menggunakan lututnya, penolong 2 menyangga lengan pasien
pada tempatnya, kemudian dia memegang bahu dan panggul dan
menyangga lengan terjauh pasien. Biasanya hal ini mungkn
menggenggam pakaian pasien untuk membantu roll
(gulungan/membalik).
• Penolong 3 menggunakan satu tangan untuk memegang pinggul.
Sedang, tangan lain untuk menyangga kaki secara bersama–sama pada
tungkai bawah.
• Setelah semua dalam keadaan siap, penolong 1 memberi perintah untuk
mengangkat pasien.
• Penolong 1 secara hati-hati mempertahankan leher dan kepala dalam
posisi netral selama diangkat.
• Penolong 2 dan 3 menarik sisi pasien terjauh sehingga menghadap ke
arah penolong
• Pada saat sisi klien berada diatas, penolong 2 (atau penolong 4 jika ada)
segera mengkaji punggung yang mengalami injuri.
• Backboard sekarang diposisikan selanjutnya ke pasien dan dimiringkan
dengan sudut 30 – 45 derajat oleh penolong 4 jika hanya terdapat tiga
penolong, papan dapat ditarik ke tempat pasien oleh penolong 2 atau 3.
• Pada saat seluruh telah siap, penolong 1 memberikan perintah untuk
menurunkan pasien menuju backboard. Hal ini diikuti dengan
mempertahankan kepala, bahu, dan pelvis dalam keadaan sejajar.
44
MEMINDAHKAN PASIEN

45
46
47
48
49
50
51
52
53
FILM CARA TRANSPORTASI PASIEN

KLIK DUA KALI YA 54

Anda mungkin juga menyukai