Anda di halaman 1dari 38

Konseling Gangguan

Penggunaan Napza
Latar belakang

 Fakta menunjukkan bahwa:


 Konseling meningkatkan efektivitas program terapi
Napza (Kidorf dkk, 1999)
 Hubungan terapeutik klien – konselor adalah hal paling
pokok untuk memperoleh konseling yang efektif, bahkan
lebih penting dibandingkan pengetahuan yang dimiliki
konselor (Tomlin and Richardson, 2004; Steinberg, dkk,
2006)
 Konseling dapat mengakomodasi isu kehidupan pecandu
yg seringkali menghambat (Havassy, dkk, 1991; Brooner
dkk, 1997)
Masalah Umum

 Tidak jarang pasien enggan konseling karena


berbagai alasan:
 Proses konseling menyerupai percakapan pemberian nasehat
 Tidak mendapat manfaat
 Layanan tidak terjangkau
 Kurang adanya jaminan kerahasiaan
Masalah umum

 Banyak konselor mengeluhkan timbulnya resistensi klien:


 Membangkang / menentang
 Tidak peduli
 Menghindar
 Resistensi klien sebagian besar merupakan akibat langsung
/ tidak langsung dari hubungan klien – konselor
 Sikap konselor yang memancing timbulnya resistensi:
 Menginterogasi
 Sikap tidak percaya (verbal / non verbal)
 Berdebat dengan klien
Masalah Umum

 Contoh komunikasi yang dilontarkan konselor dan


dapat memancing timbulnya resistensi:
 “alaah… bukannya kamu hanya beralasan?..”
 ”masak sih kamu sudah berubah? Saya nggak
liat tuh perubahannya...”
 ”betul itu yang kamu lakukan? Bukan yang
dilakukan oleh pasangan kamu?”
 ...........................
 ...........................
Masalah Umum

 Konseling yang umumnya dilaksanakan:


 Tidak terstruktur
 Tidak menjelaskan tata cara konseling yang disepakati
bersama:
 Waktu pelaksanaan
 Tujuan konseling
 Azas kerahasiaan
 Tidak mengkaji ulang pokok bahasan konseling
sebelumnya
 Tidak menyimpulkan konseling yg telah dilakukan
Masalah Umum

 Proses konseling akan lebih mudah dilakukan apabila


konselor memiliki data yang lengkap hasil asesmen
 Hasil asesmen membantu mengidentifikasi faktor
pendukung & penghambat perubahan perilaku
 Salah satu yang membantu adalah: info ttg riwayat
perawatan:
 Berapa kali pernah dirawat

 Jenis perawatan

 Berapa lama bertahan dalam program tsb

 Alasan drop out


PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN
KETRAMPILAN KLIEN
YANG MEMBANTU PROSES
PEMULIHAN
Pemahaman proses pemulihan

 Klien perlu memahami apa yang dimaksud


dengan proses pemulihan

 Pemulihan adalah proses jangka panjang

 Seringkali melibatkan beberapa kali episode


slips atau kambuh (relapse)
Pemahaman proses pemulihan

 Pemulihan tidak sekedar mencapai kondisi


abstinensia, tetapi juga diikuti dengan gaya
hidup sehat dan pemikiran yang waras
(sober)

 Tahapan pemulihan bersifat individual


Slips & Relapse

 Fisher dan Harrison (1997):


 Slip adalah episode penggunaan NAPZA yang
terjadi ketika seseorang telah menjalani periode
abstinensia (Sesekali atau beberapa kali)
 Relapse adalah kondisi dimana seseorang kembali
pada pola penggunaan napza yang tidak terkontrol
setelah menjalani periode abstinensia.
 Pada umumnya slip diikuti dengan relapse 
pendekatan adiksi NAPZA sebagai suatu penyakit
kronis kambuhan.
 Pada umumnya slip diikuti dengan relapse.
Slips & Relapse

 Apapun jenis terapi napza yang dijalani oleh


seseorang, slip ataupun relapse sangat mungkin
dialami oleh pecandu
 Berada dalam kondisi abstinensia sepenuhnya dan
terus menerus adalah tujuan yang sangat ideal dan
sangat sulit dipertahankan oleh banyak pecandu
Napza
 Konselor perlu menerima kenyataan bahwa
banyak klien mungkin akan mengalami slip dan
relapse sepanjang proses pemulihannya
Slips & Relapse

 Miller dan Hester (1980): apapun jenis terapi yang


dilakukan & apapun jenis Napza yang digunakan,
hasilnya secara garis besar adalah:
 1/3 mencapai kondisi abstinensia,
 1/3 mencapai kondisi yang lebih baik sekalipun tidak
abstinen
 Sisanya mengalami kondisi kekambuhan & kematian
 Persentase keberhasilan terapi yang ideal dapat dicapai +
26%, dimana penderita mengalami proses abstinensia
sekaligus perbaikan setelah satu tahun berada dalam
program.
Ketrampilan yang membantu
proses pemulihan

 Pengenalan atas situasi berisiko tinggi:


 Hasil dari proses belajar

 Disebut juga sebagai trigger factor

 Bersifat individual

 Bersifat internal: mood / perasaan, pikiran

 Bersifat eksternal: orang, barang, situasi

 Dapat diidentifikasi melalui proses asesmen


Ketrampilan yang membantu
proses pemulihan

 Kemampuan mengatasi situasi berisiko


tinggi:
 Menghindar
 Melakukan kegiatan alternatif
 Bicara pada orang lain yang suportif
 Merubah gaya hidup
 Menerapkan teknik CBT sederhana:
 Thought stopping: seperti mencubit tangan atau menggeleng
setiap pikiran itu datang)
 Surve the urge: menikmati datangnya rasa nagih dengan cara
memegang bagian tubuh mana yang paling terasa tidak nyaman
karena perasaan nagih tersebut, melakukan pijitan-pijitan pada
tempat tersebut, melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi
rasa tak nyaman tersebut
Pencegahan perilaku berisiko
 Pandangan tradisional menganggap klien yang berada
dalam program terapi Napza tidak perlu menerima
konseling pengurangan perilaku berisiko terkait
HIV/Hepatitis & Overdosis
 Konseling individu perlu membahas strategi pencegahan
perilaku berisiko tersebut
 Sering kali konselor merasa enggan dan khawatir untuk
membahas hal ini karena dapat menjadi faktor pencetus
penggunaan kembali napza
 Apabila klien merasa ‘nagih’ akibat pembahasan strategi
perilaku berisiko, lakukan teknik-teknik CBT sederhana
Pencegahan perilaku berisiko

 Gali pengetahuan klien dalam strategi


pengurangan risiko
 Ajarkan:
 Teknik penyuntikan yang benar
 Cara sucihama menggunakan bleaching

 Cara meminimalisasi penggunaan peralatan suntik bekas

 Cara menghindari risiko overdosis

 Simulasikan: diingat lebih lama


Ketrampilan Hidup (Life Skills)

 Komunikasi efektif:
 Klien perlu berlatih bersama konselor bagaimana
menyampaikan dan menerima pesan secara efektif
 Klien cenderung berasumsi dalam proses komunikasi:
 “org kalo bersih tuh nggak mungkin HIV bu…”
 “biar nggak ketergantungan metadon, dosis dikecilin, palingan
kita perlu lah kamlet dikit…”
Ketrampilan Hidup (Life Skills)

 Pengambilan keputusan:
 Klien tidak terlatih membuat keputusan yang rasional

 Uraikan masalah yang dihadapi

 Kembangkan alternatif jalan keluar

 Bantu klien mengidentifikasi positif negatif setiap alternatif

 Dorong klien untuk menetapkan jalan keluar yang paling


realistis.
Ketrampilan Hidup (Life Skills)

 Ketegasan (komunikasi asertif):


 Adalah cara berkomunikasi yang memungkinkan orang
mengatakan tidak terhadap permintaan orang lain tanpa
merasa bersalah, marah atau cemas
 Filosofi: hak asasi manusia utk memegang kendali atas
tindakan / keputusan mereka
 Latih menggunakan beberapa kasus nyata yg dialami klien
secara langsung
Ketrampilan Hidup (Life Skills)

 Kepercayaan diri:
 Klien sebagian besar adalah individu yang termarjinalisasi,
menerima cap buruk, bahkan dari orang-orang terdekatnya
 Konseling perlu membahas lebih banyak kekuatan diri klien,
bukan kelemahannya
 Latihan yg dilakukan utk berkomunikasi, bersikap asertif &
mengambil keputusan dapat membantu meningkatkan
kepercayaan diri klien
Praktek Konseling Individu
Pengantar

 Perubahan perilaku membutuhkan keikutsertaan


dalam program untuk kurun waktu minimal 3
bulan (NIDA, 2009):
 Khusus untuk PTRM setidaknya satu tahun
 Konseling individu perlu bersifat terstruktur /
terjadwal (Marek, et al., 2009):
 Jangka pendek: kapan konseling berikutnya akan
dilakukan
 Jangka panjang: berapa banyak pertemuan akan
dilakukan untuk kepentingan konseling tersebut.
Pengantar

 Konseling yang direncanakan dg baik dapat mendorong


perubahan perilaku
 Faktor pendukung klien -sekalipun penting- bukan menjadi
penentu utama perubahan perilaku
 Tujuan terapi yang realistis juga mendorong perubahan
perilaku
 Berbagai studi menunjukkan bahwa kebanyakan
perubahan perilaku ‘tidak terjadi’ bukan karena kurangnya
motivasi ataupun faktor pendukung, melainkan karena
penetapan tujuan terapi yang tidak realistis
Tahapan konseling

 Tahap awal:
 Penggalian motivasi & pengetahuan program

 Pemberian informasi

 Tahap stabilisasi:
 Pemahaman adiksi Napza adalah penyakit otak

 Pemahaman proses pemulihan

 Inventarisasi & rencana kegiatan pengganti waktu luang


Tahapan konseling

 Tahap lanjutan:
 Klien umumnya memiliki banyak kesempatan untuk
berpikir dan merasakan persoalan-persoalan dasar yang
dialaminya:
 Produktivitas,
rumah tangga, hubungan dengan orang lain,
hingga perasaan nagih untuk kembali menggunakan Napza
ilegal
 Seringkali klien melaporkan berbagai persoalan dalam
satu waktu:
 Prioritas
masalah (utamakan persoalan nagih dg alternatif
kegiatan)
Praktik Konseling

 Sesi Penerimaan Awal


 Sebagian besar klien yang ikut pada program metadon
datang karena tertarik dengan ajakan teman
 Kebanyakan datang dengan info sepenuhnya benar

 Konseling pada penerimaan awal sangat lah penting dan


menjadi dasar kepatuhan dalam program
 Selain melakukan asesmen, fungsi utama sesi
penerimaan awal adalah edukasi tentang program.
Praktik Konseling

 Sesi Penerimaan Awal


 Tahapan pertama adalah membangun rapport
 Alokasikan waktu untuk penjelasan tentang proses
terapi yang harus dijalani dan menjawab pertanyaan
 Jelaskan kerangka waktu konseling

 Jelaskan konfidensialitas: maksud & keterbatasan

 Pastikan klien memahami tata cara / aturan yg


berlaku serta program yg akan dijalani
Praktik Konseling

 Sesi Penerimaan Awal


 Gali alasan klien mengikuti program
 Lakukan asesmen utama dlm penerimaan awal
 Riwayat penggunaan Napza (apakah ketergantungan opiat)
 Riwayat perawatan

Berikan edukasi pada calon klien ttg Program


Praktik Konseling

 Sesi Penerimaan Awal:


 Konselor perlu mengetahui rencana klien dlm jangka dekat,
menengah & panjang:
 Pindah rumah/pindah kota
 Pola pekerjaan
 Tanggungjawab sehari-hari
 Jarak tempuh rumah - klinik
 Transportasi
Praktek Konseling

 Sesi Stabilisasi / Lanjutan:


 Jadwal harian klien
 Sederhanakan masalah: rumuskan dalam bentuk
perilaku
 Pilih perilaku yang paling realistis untuk diubah

 Buat rencana konkrit

 Bahas implementasi rencana: analisis kegagalan &


kesuksesan termasuk dampak bagi kehidupan klien
PROSES KONSELING
Fasilitasi Keterlibatan Klien

 Empati
 Kesegeraan
 Ketulusan
 Kehangatan
 Menghargai
 Kepekaan atas sensitivitas kultural
Strategi Pendorong Perubahan

 Menggunakan pertanyaan terbuka


 Mendengar aktif :
 Verbal: mengajukan pertanyaan, menjawab, memberikan
afirmasi
 Non non verbal: anggukan, ekspresi wajah, kontak mata,
gesture
Strategi Pendorong Perubahan

 Paraphrasing:
 Mengulangi apa yang telah diucapkan klien dalam bahasa
konselor
 Relaks:
 Intonasi suara terjaga, tempo sedang serta sikap tubuh tidak
tegang
 Menyimpulkan pembicaraan:
 Lakukan secara reguler untuk menjaga kesinambungan topik
konseling
Lama dan Frekuensi Konseling

 Waktu ideal: 45 menit (30 – 60 menit)


 Upayakan memulai konseling dengan mengulas apa
yang telah diperoleh dari pertemuan sebelumnya
dan sejauhmana hal tersebut diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
 Klien sebaiknya diberitahu bila waktu konseling
akan habis
Lama dan Frekuensi Konseling

 Untuk hasil yang optimal, proses konseling minimal


8 kali pertemuan
 Frekuensi:
 Pada tahap awal 1 mg / 1 kali
 Setelah stabilisasi diperoleh: 2 mg / 1 kali
AKTIVITAS

 Permainan 3 kursi
 Role play

Anda mungkin juga menyukai