Rhinitis Alergi
Rhinitis Alergi
Pembimbing :
dr. Erna M. Marbun. Sp. THT-KL
Disusun oleh :
Evelyn Patricia (406148144)
Diikat mastosit
Sel mediator
atau basofil (sel Memproduksi IgE
menjadi aktif
mediator)
6
2. Tahap Provokasi (second response)
Terpapar alergen yang sama diikat oleh IgE di sel mast
Vasodilatasi Hidung
sinusoid tersumbat 7
Tahap Provokasi/ Reaksi Alergi
• 2 tahap:
1. Immediate (Reaksi alergi fase cepat/RAFC)
terjadi sejak kontak dengan alergen s.d 1 jam
setelahnya
2. Late (reaksi alergi fase lambat/RAFL)
terjadi 2-4 jam pasca pemaparan dapat
berlangsung sampai 24 s.d 48 jam oleh
karena akumulasi sel eusinofil & neutrofil di
jaringan target
8
Klasifikasi
WHO Initiative ARIA
Berdasarkan tingkat
berat/ringannya penyakit
1. Ringan
2. Sedang – Berat
9
GEJALA KLINIS
• Bersin berulang
• Rhinorrea yang encer
dan banyak
• Hidung tersumbat
• Mata dan hidung
terasa gatal; mata
berair
10
Diagnosa
• Anamnesis : Gejala klinis
Onset
Riwayat terjadinya
Etiologi
• Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior : mukosa edema/hipertrofi, basah, berwarna pucat,
sekret encer
Pada Anak
facial : allergic shinner
allergic salute
allergic crease
facies adenoid
cobblestone appearance
11
geographic tongue
12
Pemeriksaan penunjang
IN VITRO IN VIVO
14
IMUNOTERAPI
MEDIKAMENTOSA
15
Medikamentosa
16
Medikamentosa
• Golongan simpatomimetik beraksi pada resept
adrenergik pada mukosa hidung untuk
menyebabkan vasokonstriksi, mengecilkan muk
yang bengkak,dan memperbaiki pernafasan
• Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari
hari) dapat menyebabkan rinitis medikamento
dimana hidung kembali tersumbat akibat
vasodilatasi perifer
2.
DEKONGESTAN
17
DEKONGESTAN ORAL
• Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang
• Tidak menimbulkan resiko rhinitis
medikamentosa
Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo
efedrin
18
3. KORTIKOSTEROID
• Menghambat respon alergi fase awal maupun fase
lambat.
• Efek utama pada mukosa hidung :
1. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan
mediator
2. mengurangi edema intrasel
3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan menghambat
reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast
• Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan
penghindaran terhadap alergen
19
Imunoterapi desensitisasi
• Imunoterapi merupakan proses yang lambat
dan bertahap dengan menginjeksikan alergen
yang diketahui memicu reaksi alergi pada
pasien dengan dosis yang semakin meningkat.
• Tujuannya adalah agar pasien mencapai
peningkatan toleransi terhadap alergen,
sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi
alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.
20
Prosedur
• Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000
sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali
seminggu.
• Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai
tercapai dosis yang dapat ditoleransi.
• Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6
minggu tergantung pada respon klinik.
• Terapi dilakukan sampai pasien dapat
mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya
dijumpai pada paparan alergen.
21
Operatif
• Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian
konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty
• Dilakukan, bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
22
Diagnosis Banding
Rhinitis vasomotor
Sinusitis
23
Komplikasi
1. Sinusitis
2. Polip hidung
3. Otitis media
24
Daftar Pustaka
• Soetjipto D, Mangunkusumo E. Rhinitis Alergi. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2012. 106-11.
• Nguyen PT , John V, Michael SB, Allergy Asthma
Immunol Res. 2011 July;3(3):148-156.
• Gelfand EW. Inflammatory mediators in allergic rhinitis.
J Allergy Clin Immunol. 2004;114:S135-8.
• James LK, Durham SR. Update on mechanisms of
allergen injection immunotherapy. Clin Exp Allergy
2008;38:1074–1088.