Anda di halaman 1dari 28

Rhinitis alergi

Pembimbing :
dr. Erna M. Marbun. Sp. THT-KL

Disusun oleh :
Evelyn Patricia (406148144)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RS HUSADA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
PERIODE 18 JULI – 20 AGUSTUS 2016
Definisi
• Penyakit inflamasi yang disebabkan reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut

• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa


gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen
yang diperantarai oleh Ig E (WHO).
Etiologi
• Interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik
• Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:

1. Alergen Inhalan; yang masuk bersama dengan udara


pernafasan
2. Alergen Ingestan; yang masuk ke saluran cerna
3. Alergen Injektan; yang masuk melalui suntikan atau tusukan.
4. Alergen Kontaktan; yang masuk melalui kontak dengan kulit
atau jaringan mukosa
4
Patofisiologi
• Inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti
dengan reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase :


• immediate phase allergic reaction/ reaksi alergi fase cepat
(RAFC)
• Late phase allergic reaction/ reaksi alergi fase lambat (RAFL)
1. Tahap sensitisasi

Kontak pertama Makrofag/monosit


Limfosit B menjadi
kali dengan menangkap
aktif
alergen alergen

Diikat mastosit
Sel mediator
atau basofil (sel Memproduksi IgE
menjadi aktif
mediator)

6
2. Tahap Provokasi (second response)
Terpapar alergen yang sama diikat oleh IgE di sel mast

Degranulasi / pecahnya sel mediator

Melepaskan PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, sitokin, histamin

Histamin merangsang Rasa gatal pada


reseptor H1 pada ujung hidung dan
saraf medianus bersin - bersin

Mukosa dan sel goblet Rhinorrhea


mengalami hipersekresi

Vasodilatasi Hidung
sinusoid tersumbat 7
Tahap Provokasi/ Reaksi Alergi
• 2 tahap:
1. Immediate (Reaksi alergi fase cepat/RAFC)
terjadi sejak kontak dengan alergen s.d 1 jam
setelahnya
2. Late (reaksi alergi fase lambat/RAFL)
terjadi 2-4 jam pasca pemaparan  dapat
berlangsung sampai 24 s.d 48 jam  oleh
karena akumulasi sel eusinofil & neutrofil di
jaringan target
8
Klasifikasi
WHO Initiative ARIA

Berdasarkan sifat berlangsungnya


1. RA intermitten
< 4 hari/minggu atau < 4 minggu
2. RA persisten
> 4 hari/minggu dan > 4 minggu

Berdasarkan tingkat
berat/ringannya penyakit
1. Ringan
2. Sedang – Berat

9
GEJALA KLINIS

• Bersin berulang
• Rhinorrea yang encer
dan banyak
• Hidung tersumbat
• Mata dan hidung
terasa gatal; mata
berair

10
Diagnosa
• Anamnesis : Gejala klinis
Onset
Riwayat terjadinya
Etiologi

• Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior : mukosa edema/hipertrofi, basah, berwarna pucat,
sekret encer

Pada Anak
facial : allergic shinner
allergic salute
allergic crease
facies adenoid
cobblestone appearance
11
geographic tongue
12
Pemeriksaan penunjang

IN VITRO IN VIVO

Hitung eosinofil, Ig E total,


RAST, ELISA, pemeriksaan Skin prick test / Skin test
sitologi
Skin prick test

14
IMUNOTERAPI

ELIMINASI ALERGEN KONKOTOMI


PENYEBAB PENATALAKSANAAN

MEDIKAMENTOSA

15
Medikamentosa

• Lini pertama pengobatan alergi


• Diabsorpsi baik dan
dimetabolisme di hepar
• Generasi pertama : berefek
sedatif, durasi aksi pendek
• Generasi kedua : tidak berefek
1. ANTIHISTAMIN sedatif, durasi aksi lebih panjang

16
Medikamentosa
• Golongan simpatomimetik beraksi pada resept
adrenergik pada mukosa hidung untuk
menyebabkan vasokonstriksi, mengecilkan muk
yang bengkak,dan memperbaiki pernafasan
• Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari
hari) dapat menyebabkan rinitis medikamento
dimana hidung kembali tersumbat akibat
vasodilatasi perifer
2.
DEKONGESTAN

17
DEKONGESTAN ORAL
• Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang
• Tidak menimbulkan resiko rhinitis
medikamentosa
Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo
efedrin

18
3. KORTIKOSTEROID
• Menghambat respon alergi fase awal maupun fase
lambat.
• Efek utama pada mukosa hidung :
1. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan
mediator
2. mengurangi edema intrasel
3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan menghambat
reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast
• Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan
penghindaran terhadap alergen

19
Imunoterapi desensitisasi
• Imunoterapi merupakan proses yang lambat
dan bertahap dengan menginjeksikan alergen
yang diketahui memicu reaksi alergi pada
pasien dengan dosis yang semakin meningkat.
• Tujuannya adalah agar pasien mencapai
peningkatan toleransi terhadap alergen,
sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi
alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.

20
Prosedur
• Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000
sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 – 2 kali
seminggu.
• Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai
tercapai dosis yang dapat ditoleransi.
• Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6
minggu tergantung pada respon klinik.
• Terapi dilakukan sampai pasien dapat
mentoleransi alergen pada dosis yang umumnya
dijumpai pada paparan alergen.
21
Operatif
• Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian
konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty
• Dilakukan, bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat

22
Diagnosis Banding

Rhinitis vasomotor

Sinusitis

23
Komplikasi
1. Sinusitis
2. Polip hidung
3. Otitis media

24
Daftar Pustaka
• Soetjipto D, Mangunkusumo E. Rhinitis Alergi. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2012. 106-11.
• Nguyen PT , John V, Michael SB, Allergy Asthma
Immunol Res. 2011 July;3(3):148-156.
• Gelfand EW. Inflammatory mediators in allergic rhinitis.
J Allergy Clin Immunol. 2004;114:S135-8.
• James LK, Durham SR. Update on mechanisms of
allergen injection immunotherapy. Clin Exp Allergy
2008;38:1074–1088.

Anda mungkin juga menyukai