Anda di halaman 1dari 61

Journal Reading

APPLYING NEW POLICE TECHNOLOGIES TO


DISASTER VICTIM IDENTIFICATION

Penguji: dr. Ratna Relawati, Sp.KF, Msi.Med

Pembimbing: dr. Yudhitya Meglan Haryanto


Anggota Kelompok

▰Andini Yuliana 030.12.018 Universitas Trisakti


▰David Mikhael 030.12.065 Universitas Trisakti
▰Dylan Darient Jayanegara 030.12.088 Universitas Trisakti
▰Septiana Mirra Pratiwi 030.12.245 Universitas Trisakti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


RSUP Dr. Kariadi Semarang
Periode 15 Januari 2018-10 Februari 2018

2
Jurnal Utama

3
4
Abstrak

▰ Hubungan antara polisi dan dokter forensik harus disesuaikan


kembali, dengan tujuan setelah ada bencana masal, kasus yang
ditangani dokter forensik dapat direduksi.
▰ Berkas biometrik adalah salah satu metode untuk
pengurangan jumlah kasus.

5
Pendahuluan
Kemajuan terbaru dalam teknologi kepolisian, khususnya di laboratorium forensik,
mengharuskan pemeriksaan kembali secara umum terhadap peran polisi dan dokter
forensik dalam identifikasi korban bencana/disaster victim identification (DVI).

Peristiwa dengan korban yang banyak, kegiatan forensik tidak hanya berfokus
pada identifikasi pelaku (ketika ada seseorang yang bertanggung jawab atas
terjadinya bencana) DVI juga fokus pada identifikasi korban.

Dokter forensik sering menjadi pusat, namun saat ini polisi


juga memiliki peran penting. 6
Kedokteran Forensik

Dahulu, pada beberapa bencana terkadang identifikasi sepintas menjadi


prosedur yang umum dilakukan, yaitu mendasarkan pada kepemilikan barang
dan pengenalan personal tidak berdasarkan keilmuan secara menyeluruh

Saat ini banyak negara yang telah mempunyai standar untuk identifikasi seperti
asuransi, warisan, status pernikahan pasangan, dll

7
Metode DVI

▰ Peran klasik DVI

Membandingkan data ante mortem (AM) dan post mortem (PM)  Mencocokannya.
▰ Beberapa metode DVI yang signifikasinya tidak dapat dilawan, seperti:
Sidik jari, Odontologi forensik.
▰ Beberapa metode lain: Identifikasi luka dan X-ray yang menunjukkan riwayat medis.
▰ Harta benda  riskan terjadi kesalahan, hanya dijadikan dasar sebagai awal dari
investigasi tahap lanjut dan tidak digunakan sebagai dasar identifikasi.

8
 Secara terminologi tradisional terdapat hubungan kemitraan antara polisi dengan
dokter forensik, tetapi peran polisi forensik minimal.
 Seiring berjalannya waktu hal ini telah berubah. Kecuali sidik jari, dokter forensik dapat
memutuskan apakah data tertentu cukup untuk identifikasi. Seberapa unik bekas luka?
Jika itu berasal dari operasi tertentu, mungkin tidak unik. Jika itu berasal dari
kecelakaan lalu lintas, mungkin unik. Apakah otopsi diperlukan?

9
AM/PM

▰ Bencana massal tidak bisa disamakan dengan kasus bukan bencana tipikal. Data
AM yang diperlukan jauh lebih banyak dan lebih luas dibutuhkan untuk memenuhi
proses identifikasi.
▰ Hanya pada bencana massal yang benar-benar besar dimana pemeriksa medis, yang
biasanya terbatas dalam jumlah sumber daya manusia, berinteraksi dengan skala
besar investigator kepolisian (bukan dengan laboratorium forensik), untuk
mendapatkan data AM dari rumah sakit, dokter, dan dokter gigi.

10
Sidik Jari

▰ Dalam hal DVI, peran polisi pada dasarnya terbatas pada pengumpulan ante mortem, sering
di rumah atau tempat kerja.
▰ Jejak sidik jari post mortem mudah dilakukan dari orang yang meninggal, tapi setelah
dekomposisi atau terbakar, diperlukan keahlian yang lebih luas.
▰ Setelah pengambilan sidik jari, langkah selanjutnya dalam proses DVI adalah perbandingan
sidik jari AM / PM.
▰ Pakar polisi membandingkan cetakan AM dan PM, namun "identifikasi" formal tetap
tanggung jawab dokter forensik di sebagian besar yurisdiksi.

11
Pengenalan DNA dan File Terkomputerisasi

▰ Walaupun penyimpanan DNA sulit dan mahal, namun penyimpanan data


DNA sebanyak mungkin tetap jauh lebih banyak manfaatnya.
▰ Beberapa kasus  file-file DNA yang dihapus  ditemukan bahwa file DNA
yang dihapus berkaitan dengan kasus kejahatan.
▰ Sejak ditemukan DNA dan era komputerisasi masuk, pengarsipan file DNA
menjadi penting.

12
• Korban dalam kecelakaan udara, misalnya, pada dasarnya akan menjadi
"populasi tertutup“
• Korban jiwa akibat gempa di pusat kota seperti Christchurch, Selandia
2 Kelompok Identifikasi

Baru (2011), serangan teroris di Teater Bataclan (2015) atau jenis


bencana lainnya di tempat umum akan menjadi "populasi terbuka,"
karena hampir semua orang bisa menjadi korban.
korban

Populasi
terbuka
Populasi
tertutup 13
File Biometrik

▰ Berbagai data pribadi dan biometrik berada di tangan polisi.


▰ Dalam kasus DVI, saat seorang dokter forensik membutuhkan
pencarian DNA dari arsip polisi, paling sering harus menyediakan
sampel post mortem dan meminta pencarian dari database polisi
(terkadang melalui otorisasi pengadilan).

14
Identifikasi

▰ Kriteria identifikasi polisi dan medis yang berbeda menimbulkan kontroversi jika
bekerja masing-masing.
▰ Oleh karena itu direkomendasikan untuk membuat dewan identifikasi yang
didalamnya ada perwakilan medis dan polisi.
▰ Saat bencana, ada beberapa tubuh yang tidak harus dilihat oleh pemeriksa medis,
yang fasilitasnya kewalahan.
▰ Identifikasi polisi dengan DNA dan sidik jari ini sebuah bentuk perubahan fasilitas
teknologi.
15
Looking to the Future

▰Otoritas identifikasi harus disesuaikan dengan rantai komando.


▰Tujuan akhirnya mengurangi beban pemeriksa medis dalam
bencana massal.

16
TINJAUAN PUSTAKA

17
1 2 3 5 Fase
Disaster DVI DVI

18
DISASTER (BENCANA)

19
GEOGRAPHY & DEMOGRAPHY
• Negara Kepulauan 18.306 pulau.
• Luas 2. 027. 087 km2.
• 129 gunung berapi.
• Pertemuan 3 plat tektonik utama
(Eurasia, Indo- Australia and Mediterranean)
• Demografi terdiri dari MULTI etnik, agama,
latar belakang sosial budaya
•  HIGH RISKS Gempa Bumi, Tsunami, Longsor, Banjir,
Kecelakaan ( darat, laut, udara), dsb. ------’
Identifikasi korban meninggal merupakan hak korban agar
dapat dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak
sesuai dengan keyakinannya semasa hidup.

21
Bencana Massal

Suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, dapat
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui dan
sumberdaya masyarakat untuk menanggulanginya

22
UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
•Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

•Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

•Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

•Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. 23
KLASIFIKASI
BENCANA
Alam/Natural
Penyebab
Manusia/
Man made
Bencana
Terbuka
Populasi
Tertutup

24
NATURAL DISASTER
MAN MADE DISASTER
CLOSE DISASTER
OPEN DISASTER
Disaster Victim Identification (DVI)

29
DVI

Prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal akibat bencana


yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah dan sah oleh hukum
serta mengacu kepada standar baku Interpol DVI Guideline.

30
Penerapan DVI di Indonesia

99%
Bom Bali 202 Korban teridentifikasi
2002 Meninggal Selama 3
Bulan

31
Penatalaksanaan korban mati mengacu pada:
Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri No.
1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan No. Pol Kep/40/IX/2004 Pedoman
Pelaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal.

32
SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB
TERHADAP PROSES DVI?
 POLISI
 DIDUKUNG PARA AHLI
FORENSIC PATHOLOGY
FORENSIC ODONTOLOGY
DNA EXPERT
PHOTOGRAPHERS, etc
 UNSUR TIM BANTUAN LAIN

33
Tugas Utama DVI

▰ Melakukan koordinasi dengan tim medis dan aparat keamanan untuk melakukan
evakuasi korban meninggal dari tempat kejadian
▰ Melakukan koordinasi dengan rumah sakit setempat/rumah sakit tempat rujukan
korban meniinggal
▰ Melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dengan sumber daya yang ada
▰ Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil pemeriksaan
▰ Melaporkan hasil identifikasi kepada badan pemerintah terkait

34
Unit-unit Operasional  Tanggap Bencana

Central
Emergency
Rescue unit

Disaster Central
Investigation Investigation
Unit Unit

Victim
Identification
Unit
35
5 FASE DVI

I: Fase TKP/The Scene

II: Fase pengumpulan data jenazah Post Mortem/


The Mortuary
III: Fase pengumpulan data jenazah Ante
Mortem/Ante Mortem Information Retrieval

IV: Fase Analisa/Reconciliation

V: Fase Evaluasi/Debriefing 36
FASE I
TKP / The Scene 37
Dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP dengan aturan umum:
To secure, To collect, Documentation.

Menyediakan akses untuk yang berkepentingan (To secure)

Tidak diperkenankan seorang pun korban meninggal yang dipindahkan


dari lokasi, sebelum dilakukan olah TKP aspek DVI (To Secure)
Semua perlengkapan pribadi yang melekat di tubuh korban tidak boleh
dipisahkan (To collect)
Untuk barang‐barang kepemilikan lainnya yang tidak melekat pada tubuh korban yang
ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat (To collect)

Label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap tubuh korban
untuk mencegah kemungkinan tercampur atau hilang (Documentation) 38
FASE 1

39
FASE II
Post Mortem / The Mortuary 40
▰ Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska
kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh
organisasi yang memimpin komando DVI.
▰ Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya
dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap–
lengkapnya mengenai korban

41
Kegiatan pada fase 2 sebagai berikut:

Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang bukti dari unit TKP

Mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh,potongan jenazah dan barang‐barang

Membuat foto jenazah

Mengambil sidik jari korban dan golongan darah

Melakukan pemeriksaan korban sesuai formulir interpol DVI PM yang tersedia

Melakukan pemeriksaan terhadap properti yang melekat pada mayat

Pemeriksaan antropologi forensik

Melakukan pemeriksaan gigi‐geligi korban

Membuat rontgen foto jika perlu

Mengambil sampel DNA

Menyimpan jenasah yang sudah diperiksa

Melakukan pemeriksaan barang‐barang kepemilikan yang tidak melekat di mayat yang ditemukan di TKP
42
Mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.
Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke
dalam data primer dan data sekunder

THE PRIMARY
METHODS OF
IDENTIFICATION

FINGER PRINT DENTAL RECORD DNA ANALYSIS


THE SECONDARY
METHODS OF
IDENTIFICATION

MEDICAL DATA PHOTOGRAPHY PROPERTY


Gigi tetap dalam keadaan utuh pada suhu yang
Pemeriksaan gigi : Pada gigi emas
tinggi, walaupun tubuh telah rusak, tetapi gigi
terdapat inisial korban
masih dapat diidentifikasi

45
Jenazah dapat diidentifikasi secara visual Pemeriksaan sekunder medis: adanya sikatrik

Pemeriksaan sekunder medis dari sex dan tinggi badan 46


Tato sebagai sarana identifikasi
Ketentuan Identifikasi Positif Berdasarkan Identification Board DVI Indonesia:
▰ Minimal 1 kecocokan data primer, dengan atau tanpa data sekunder.
▰ Minimal 2 kecocokan data sekunder, bila tidak ada data primer.

47
FASE III
Ante Mortem –
Ante Mortem Information
Retrieval 48
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum
kematian.

Menerima keluarga korban

Mengumpulkan data‐data korban semasa hidup seperti foto dan lain-lainnya


yang dikumpulkan dari keluarga terdekat yang kehilangan anggota keluarganya
dalam bencana tersebut

Mengumpulkan data‐data korban dari instansi tempat korban bekerja,


RS/Puskesmas/Klinik, dokter pribadi, dokter yang merawat, dokter‐dokter gigi
pribadi, polisi (sidik jari), catatan sipil, dll
49
Data‐data Ante Mortem gigi‐geligi :
Data‐data Ante Mortem gigi‐geligi adalah keterangan tertulis atau gambaran dalam kartu
perawatan gigi atau keterangan dari keluarga atau orang yang terdekat

Mengambil sampel DNA pembanding

Apabila diantara korban ada warga Negara asing maka Data‐data Ante Mortem dapat
diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan Negara asing
(kedutaan/konsulat)

Memasukkan data‐data yang ada dalam formulir Interpol DVI AM

Mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke Unit Pembanding Data

50
Sejumlah petugas Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri melakukan
proses ante mortem korban kecelakaan AirAsia QZ8501 pada posko crisis centre
AirAsia di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (9/1). Sumber: sinarharapan.co

Tim DVI Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokes) Polda Jawa Barat
membuka posko antemortem di Polsek Cililin, Kabupaten Bandung Barat,
Jumat (27/10/17) untuk mengumpulkan data korban ledakan gudang petasan
Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RS Polri dan Kapolsek Cililin, ada 12
orang warga Kampung Cisitu, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat
yang menjadi korban. Sumber: detak.co

51
FASE IV
Rekonsiliasi 52
▰ Pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
▰ Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak.
▰ Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka
identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap
disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan
temuan post mortem jenazah.

53
Kegiatan pada fase 4 sebagai berikut :

Mengkoordinasikan rapat‐rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit
Post Mortem dan Unit Ante Mortem

Mengumpulkan data‐data korban yang dikenal untuk dikirim ke Rapat Rekonsiliasi

Mengumpulkan data‐data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante
Mortem untuk korban yang belum dikenal

Membandingkan data Ante Mortem dan Post Mortem

Check and Recheck hasil Unit Pembanding Data

Mengumpulkan hasil identifikasi korban

Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal
dan surat‐surat lainnya yang diperlukan
Publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantu masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat 54
FASE V
Debriefing 55
• Korban yang telah diidentifikasi, direkonstruksi hingga didapatkan kondisi
kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk
dimakamkan.
• Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administratif untuk
penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.
• Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai.
• Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi
berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana,
prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil dentifikasi. 56
Jurnal Pembanding

57
Kelebihan Kekurangan
• Mengulas mengenai proses DVI dengan menggunakan bermacam-macam metode dan • Tidak mengulas mengenai bagaimana peran pemeriksa
teknik dimana Interpol telah menentukan Primary Identifier dari Fingerprint (FP), Dental medis dan pihak kepolisian dalam menangani DVI.
Records (DR) dan DNA serta Secondary Identifiers dari Medical (M), Property (P) dan • Kurangnya membahas tentang identifikasi mengenai
Photography (PG). sidik jari, pengenalan DNA secara lebih mendalam.
• Membahas tentang perbedaan kondisi dan identifikasi jenazah dari contoh-contoh kasus • Tidak membahas tentang bagaimana mengaplikasikan
bencana massal pada kejadian kapal tenggelam dan pesawat udara yang terbakar didarat penyimpanan file identifikasi yang telah
• Mengulas pada kesimpulan mengenai tindak lanjut disarankannya data identitas terkomputerisasi oleh pihak kepolisian dalam DVI
penduduk tidak hanya tergantung pada kartu sidik jari melainkan mulai untuk digalakkan
kepemilikan kartu identitas yang memuat data rekam gigi atau bila memungkinkan data
DNA.
Kelebihan Kekurangan
• Mengulas secara rinci mengenai peranan pengelolaan manajemen organisasi DVI dalam • Hanya sedikit mengulas mengenai peran dari
situasi kecelakaan massal yang terdiri dari perencanaan pra-bencana, prosedur kepolisian dalam identifikasi korban bencana
antemortem, prosedur postmortem, otopsi penuh (otopsi forensik lengkap), otopsi parsial (DVI).
(menentukan sistem organ mana yang harus diperiksa atau organ mana yang harus
dicari), otopsi ID (identifikasi yang diperlukan, jika tidak ada pengenal utama yang
menyakinkan).
• Mengulas tentang contoh kasus pengelolaan manajemen tsunami yang pernah terjadi di
Thailand tahun 2004.
• Mengulas mengenai operasi DVI dalam skala nasional dan internasional.
• Membahas mengenai bagaimana peranan INTERPOL dalam kerja sama internasional
pada urusan DVI.
• Mengulas pada kesimpulan mengenai manajemen bencana yang sukses sangat
bergantung pada keahlian tim postmortem daripada pengumpulan dan pengelolaan data
antemortem dari operasi DVI.
TERIMA KASIH!

60
Adakah indikator atau penilaian kesuksesan identifikasi
korban pada pelaksaan DVI? (Trisakti)

Apabila jenazah tidak memenughi kriteria identifikasi


positif, apa langkah berikutnya yang dilakukan? (UKI)

Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi jenazah


tersebut tidak dapat diidentifikasi? (UNIB)
Perbedaan identifikasi jenazah pada dua kasus menurut
jurnal pembanding? (Abdurab)

Data antemortem di indonesia minimal, seperti apa data


yang biasa digunakan di indonesia, bagaimana
mekanismenya jika tidak terdapat data antemortem?
(Undip)
61

Anda mungkin juga menyukai