2
Jurnal Utama
3
4
Abstrak
5
Pendahuluan
Kemajuan terbaru dalam teknologi kepolisian, khususnya di laboratorium forensik,
mengharuskan pemeriksaan kembali secara umum terhadap peran polisi dan dokter
forensik dalam identifikasi korban bencana/disaster victim identification (DVI).
Peristiwa dengan korban yang banyak, kegiatan forensik tidak hanya berfokus
pada identifikasi pelaku (ketika ada seseorang yang bertanggung jawab atas
terjadinya bencana) DVI juga fokus pada identifikasi korban.
Saat ini banyak negara yang telah mempunyai standar untuk identifikasi seperti
asuransi, warisan, status pernikahan pasangan, dll
7
Metode DVI
Membandingkan data ante mortem (AM) dan post mortem (PM) Mencocokannya.
▰ Beberapa metode DVI yang signifikasinya tidak dapat dilawan, seperti:
Sidik jari, Odontologi forensik.
▰ Beberapa metode lain: Identifikasi luka dan X-ray yang menunjukkan riwayat medis.
▰ Harta benda riskan terjadi kesalahan, hanya dijadikan dasar sebagai awal dari
investigasi tahap lanjut dan tidak digunakan sebagai dasar identifikasi.
8
Secara terminologi tradisional terdapat hubungan kemitraan antara polisi dengan
dokter forensik, tetapi peran polisi forensik minimal.
Seiring berjalannya waktu hal ini telah berubah. Kecuali sidik jari, dokter forensik dapat
memutuskan apakah data tertentu cukup untuk identifikasi. Seberapa unik bekas luka?
Jika itu berasal dari operasi tertentu, mungkin tidak unik. Jika itu berasal dari
kecelakaan lalu lintas, mungkin unik. Apakah otopsi diperlukan?
9
AM/PM
▰ Bencana massal tidak bisa disamakan dengan kasus bukan bencana tipikal. Data
AM yang diperlukan jauh lebih banyak dan lebih luas dibutuhkan untuk memenuhi
proses identifikasi.
▰ Hanya pada bencana massal yang benar-benar besar dimana pemeriksa medis, yang
biasanya terbatas dalam jumlah sumber daya manusia, berinteraksi dengan skala
besar investigator kepolisian (bukan dengan laboratorium forensik), untuk
mendapatkan data AM dari rumah sakit, dokter, dan dokter gigi.
10
Sidik Jari
▰ Dalam hal DVI, peran polisi pada dasarnya terbatas pada pengumpulan ante mortem, sering
di rumah atau tempat kerja.
▰ Jejak sidik jari post mortem mudah dilakukan dari orang yang meninggal, tapi setelah
dekomposisi atau terbakar, diperlukan keahlian yang lebih luas.
▰ Setelah pengambilan sidik jari, langkah selanjutnya dalam proses DVI adalah perbandingan
sidik jari AM / PM.
▰ Pakar polisi membandingkan cetakan AM dan PM, namun "identifikasi" formal tetap
tanggung jawab dokter forensik di sebagian besar yurisdiksi.
11
Pengenalan DNA dan File Terkomputerisasi
12
• Korban dalam kecelakaan udara, misalnya, pada dasarnya akan menjadi
"populasi tertutup“
• Korban jiwa akibat gempa di pusat kota seperti Christchurch, Selandia
2 Kelompok Identifikasi
Populasi
terbuka
Populasi
tertutup 13
File Biometrik
14
Identifikasi
▰ Kriteria identifikasi polisi dan medis yang berbeda menimbulkan kontroversi jika
bekerja masing-masing.
▰ Oleh karena itu direkomendasikan untuk membuat dewan identifikasi yang
didalamnya ada perwakilan medis dan polisi.
▰ Saat bencana, ada beberapa tubuh yang tidak harus dilihat oleh pemeriksa medis,
yang fasilitasnya kewalahan.
▰ Identifikasi polisi dengan DNA dan sidik jari ini sebuah bentuk perubahan fasilitas
teknologi.
15
Looking to the Future
16
TINJAUAN PUSTAKA
17
1 2 3 5 Fase
Disaster DVI DVI
18
DISASTER (BENCANA)
19
GEOGRAPHY & DEMOGRAPHY
• Negara Kepulauan 18.306 pulau.
• Luas 2. 027. 087 km2.
• 129 gunung berapi.
• Pertemuan 3 plat tektonik utama
(Eurasia, Indo- Australia and Mediterranean)
• Demografi terdiri dari MULTI etnik, agama,
latar belakang sosial budaya
• HIGH RISKS Gempa Bumi, Tsunami, Longsor, Banjir,
Kecelakaan ( darat, laut, udara), dsb. ------’
Identifikasi korban meninggal merupakan hak korban agar
dapat dikembalikan kepada keluarga dan dikubur secara layak
sesuai dengan keyakinannya semasa hidup.
21
Bencana Massal
Suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, dapat
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui dan
sumberdaya masyarakat untuk menanggulanginya
22
UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
•Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
•Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
•Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
•Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. 23
KLASIFIKASI
BENCANA
Alam/Natural
Penyebab
Manusia/
Man made
Bencana
Terbuka
Populasi
Tertutup
24
NATURAL DISASTER
MAN MADE DISASTER
CLOSE DISASTER
OPEN DISASTER
Disaster Victim Identification (DVI)
29
DVI
30
Penerapan DVI di Indonesia
99%
Bom Bali 202 Korban teridentifikasi
2002 Meninggal Selama 3
Bulan
31
Penatalaksanaan korban mati mengacu pada:
Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kapolri No.
1087/Menkes/SKB/IX/2004 dan No. Pol Kep/40/IX/2004 Pedoman
Pelaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal.
32
SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB
TERHADAP PROSES DVI?
POLISI
DIDUKUNG PARA AHLI
FORENSIC PATHOLOGY
FORENSIC ODONTOLOGY
DNA EXPERT
PHOTOGRAPHERS, etc
UNSUR TIM BANTUAN LAIN
33
Tugas Utama DVI
▰ Melakukan koordinasi dengan tim medis dan aparat keamanan untuk melakukan
evakuasi korban meninggal dari tempat kejadian
▰ Melakukan koordinasi dengan rumah sakit setempat/rumah sakit tempat rujukan
korban meniinggal
▰ Melakukan identifikasi terhadap korban meninggal dengan sumber daya yang ada
▰ Membuat kesimpulan sementara terhadap hasil pemeriksaan
▰ Melaporkan hasil identifikasi kepada badan pemerintah terkait
34
Unit-unit Operasional Tanggap Bencana
Central
Emergency
Rescue unit
Disaster Central
Investigation Investigation
Unit Unit
Victim
Identification
Unit
35
5 FASE DVI
V: Fase Evaluasi/Debriefing 36
FASE I
TKP / The Scene 37
Dilaksanakan oleh tim DVI unit TKP dengan aturan umum:
To secure, To collect, Documentation.
Label anti air dan anti robek harus diikat pada setiap tubuh korban
untuk mencegah kemungkinan tercampur atau hilang (Documentation) 38
FASE 1
39
FASE II
Post Mortem / The Mortuary 40
▰ Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska
kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh
organisasi yang memimpin komando DVI.
▰ Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya
dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap–
lengkapnya mengenai korban
41
Kegiatan pada fase 2 sebagai berikut:
Mengelompokkan kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh,potongan jenazah dan barang‐barang
Melakukan pemeriksaan barang‐barang kepemilikan yang tidak melekat di mayat yang ditemukan di TKP
42
Mengirimkan data‐data yang telah diperoleh ke unit pembanding data.
Data-data hasil pemeriksaan tersebut kemudian digolongkan ke
dalam data primer dan data sekunder
THE PRIMARY
METHODS OF
IDENTIFICATION
45
Jenazah dapat diidentifikasi secara visual Pemeriksaan sekunder medis: adanya sikatrik
47
FASE III
Ante Mortem –
Ante Mortem Information
Retrieval 48
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum
kematian.
Apabila diantara korban ada warga Negara asing maka Data‐data Ante Mortem dapat
diperoleh melalui perantara Set NCB Interpol Indonesia dan perwakilan Negara asing
(kedutaan/konsulat)
50
Sejumlah petugas Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri melakukan
proses ante mortem korban kecelakaan AirAsia QZ8501 pada posko crisis centre
AirAsia di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (9/1). Sumber: sinarharapan.co
Tim DVI Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokes) Polda Jawa Barat
membuka posko antemortem di Polsek Cililin, Kabupaten Bandung Barat,
Jumat (27/10/17) untuk mengumpulkan data korban ledakan gudang petasan
Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari RS Polri dan Kapolsek Cililin, ada 12
orang warga Kampung Cisitu, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat
yang menjadi korban. Sumber: detak.co
51
FASE IV
Rekonsiliasi 52
▰ Pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
▰ Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak.
▰ Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka
identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap
disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan
temuan post mortem jenazah.
53
Kegiatan pada fase 4 sebagai berikut :
Mengkoordinasikan rapat‐rapat penentuan identitas korban mati antara Unit TKP, Unit
Post Mortem dan Unit Ante Mortem
Mengumpulkan data‐data tambahan dari Unit TKP, Unit Post Mortem dan Unit Ante
Mortem untuk korban yang belum dikenal
Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal
dan surat‐surat lainnya yang diperlukan
Publikasi yang benar dan terarah oleh Unit Rekonsiliasi sangat membantu masyarakat
untuk mendapatkan informasi yang terbaru dan akurat 54
FASE V
Debriefing 55
• Korban yang telah diidentifikasi, direkonstruksi hingga didapatkan kondisi
kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk
dimakamkan.
• Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administratif untuk
penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.
• Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai.
• Pada fase debriefing, semua orang yang terlibat dalam proses identifikasi
berkumpul untuk melakukan evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan proses identifikasi korban bencana, baik sarana,
prasarana, kinerja, prosedur, serta hasil dentifikasi. 56
Jurnal Pembanding
57
Kelebihan Kekurangan
• Mengulas mengenai proses DVI dengan menggunakan bermacam-macam metode dan • Tidak mengulas mengenai bagaimana peran pemeriksa
teknik dimana Interpol telah menentukan Primary Identifier dari Fingerprint (FP), Dental medis dan pihak kepolisian dalam menangani DVI.
Records (DR) dan DNA serta Secondary Identifiers dari Medical (M), Property (P) dan • Kurangnya membahas tentang identifikasi mengenai
Photography (PG). sidik jari, pengenalan DNA secara lebih mendalam.
• Membahas tentang perbedaan kondisi dan identifikasi jenazah dari contoh-contoh kasus • Tidak membahas tentang bagaimana mengaplikasikan
bencana massal pada kejadian kapal tenggelam dan pesawat udara yang terbakar didarat penyimpanan file identifikasi yang telah
• Mengulas pada kesimpulan mengenai tindak lanjut disarankannya data identitas terkomputerisasi oleh pihak kepolisian dalam DVI
penduduk tidak hanya tergantung pada kartu sidik jari melainkan mulai untuk digalakkan
kepemilikan kartu identitas yang memuat data rekam gigi atau bila memungkinkan data
DNA.
Kelebihan Kekurangan
• Mengulas secara rinci mengenai peranan pengelolaan manajemen organisasi DVI dalam • Hanya sedikit mengulas mengenai peran dari
situasi kecelakaan massal yang terdiri dari perencanaan pra-bencana, prosedur kepolisian dalam identifikasi korban bencana
antemortem, prosedur postmortem, otopsi penuh (otopsi forensik lengkap), otopsi parsial (DVI).
(menentukan sistem organ mana yang harus diperiksa atau organ mana yang harus
dicari), otopsi ID (identifikasi yang diperlukan, jika tidak ada pengenal utama yang
menyakinkan).
• Mengulas tentang contoh kasus pengelolaan manajemen tsunami yang pernah terjadi di
Thailand tahun 2004.
• Mengulas mengenai operasi DVI dalam skala nasional dan internasional.
• Membahas mengenai bagaimana peranan INTERPOL dalam kerja sama internasional
pada urusan DVI.
• Mengulas pada kesimpulan mengenai manajemen bencana yang sukses sangat
bergantung pada keahlian tim postmortem daripada pengumpulan dan pengelolaan data
antemortem dari operasi DVI.
TERIMA KASIH!
60
Adakah indikator atau penilaian kesuksesan identifikasi
korban pada pelaksaan DVI? (Trisakti)