Anda di halaman 1dari 49

Ratna Indriawati

SISTEM RESPIRASI
 HIDUNG: filter, penghangat, pelembab, penyalur
 PHARYNX : penyalur
 LARYNX : menjaga benda asing ke trackea
 TRACHEA: menangkap dan menggerakkan benda
asing keluar dengan silia
 PARU:
 PARU:
- Bronchus (primer, sekunder, tersier) : filter
dan penyalur
- bronchioles : filter dan pengalur
- broncheolus terminal : filter dan penyalur
- bronchiolus respiratorius : difusi/pertukaran
gas
- alveolus (duktus alveolaris dan saccus
alveolaris): difusi/pertukaran gas
MEKANISME RESPIRASI
 VENTILASI : INSPIRASI-EKSPIRASI
 PERTUKARAN GAS ALVEPLUS
 TRANSPORTASI
 PERTUKARAN GAS SELULER
 PENGATURAN RESPIRASI
MEKANIKA VENTILASI PARU
KEMBANG-KEMPIS PARU
1. Gerakan turun-naik diafragma
kontraksi diafragma → gerakan turun
relaksasi diafragma → gerakan naik
2. Depresi dan elevasi tulang iga → memperbesar atau
memperkecil diameter anteroposterior rongga dada
diafragma
Kontraksi diafragma, gerakan turun → memperbesar
rongga dada, menarik permukaan bawah paru →
inspirasi
Relaksasi diafragma, gerakan naik → dinding dada dan
isi perut menekan paru , elastis recoil paru → paru
mengempis → ekspirasi
Otot Respirasi
 Otot inspirasi, mengelevasi rangka iga :
m.sternokleido-mastoideus, m.serratus anterior,
m.skalenus. M.interkostal eksternum
 Otot ekspirasi , mendepresi rangka iga dan
menekan isi perut dan diafragma ke rongga dada :
m.rectus abdominus, m.obliquus abd.,
m.transversua abd., m.interkostalis internus
RANGKA TULANG IGA
 Istirahat: rangka iga miring kebawah, stermun
turun
 Kontraksi otot inspirasi → Rangka iga elevasi
→ tulang iga dan sternum maju menjauhi
spinal → pembesaran 20 % pada inspirasi
maksimal
 Kontraksi otot ekspirasi m.rectus abdominus,
m.interkostalis internus Depresi rangka iga →
menekan paru untuk ekspirasi, kembali
keposisi istirahat
DAYA LENTING (RECOIL) PARU
Paru cenderung untuk mengempis jika
Diregangkan, disebabkan karena 2 faktor:
1. Serabut elastis paru : sepertiga kekuatan
2. Tegangan permukaan cairan yang melapisi alveoli
(tarik-menarik antar molekul cairan) : dua pertiga
kekuatan
Tekanan yang melawan daya lenting paru
 Tekanan negatif intra-pleura diperlukan untuk
mengatasi daya lenting paru, mencegah
pengepisan paru.
Normal : -4 mmHg
Inspirasi kuat : -12 mmHg sampai -18 mmHg
 Fenomena saling bergantung antar alveoli:
dinding alveolus berdekatan saling menahan
 surfaktans
Surfaktans
 Lipoprotein ( fosfolipid lesitin dipalmitoil)
 Disekresi oleh sel pneumosit tipe II epitel alveolus

Fungsi surfaktans:
1. Mengurangi tegangan permukaan cairan yang
melapisi alveoli dari 50 dyne/cm tanpa surfaktans
menjadi 5-30 dyne/cm ada surfaktans
2. Jika tidak ada surfaktans: diperlukan tekanan
negatif pleura -20 sampai -30 mmHg untuk
mencegah pengempisan paru
3. Menstabilkan ukuran alveolus.
-Jika alveolus kecil, surfaktans terkumpul
sehingga tegangan permukaan sangat menurun
→ mencegah pengecilan diameter alveolus
- Jika alveolus mengembang, surfaktans tersebar tipis
maka tegangan permukaan lebih besar →
mencegah pembesaran alveolus
KESERAGAMAN UKURAN ALVEOLUS, untuk apa
?
4. Mencegah akumulasi cairan edema dalam alveovi.
Penurunan tegangan permukaan mencegah
penarikan air ke dalam alveolus → alveolus tetap
kering
KEPENTINGAN STABILITAS UKURAN
ALVEOLUS
 Penyebaran aliran udara merata di seluruh alveolus
- jika alveolus kecil, tekanan intra alveolus
meningkat → mendapat sedikit aliran udara
- jika alveolus besar, tekanan lebih rendah
→mendapat aliran udara yang lebih banyak
 Alveolus kecil makin kecil, tekanan tinggi, alveolus
besar makin besar, tekanan rendah → difusi tidak
efektif
DAYA PENGEMBANGAN PARU DAN
THORAKS =“COMPLIANCE”
 Peningkatan volume paru untuk setiap satuan
peningkatan tekanan alveolus atau untuk setiap
penurunan tekanan dalam pleura.
 Compliance gabungan paru-thoraks: 0.13 liter/cm air =
vol. Paru mengembang 130 ml setiap tekanan alveolus
ditingkatkan 1cm air
 Compliance paru saja : 0.22L/cm air
Faktor penyebab abnormalitas compliance
1. Kerusakan jaringan paru yang menyebabkan
terjadinya fibrotik dan edema jaringan paru
2. Kelainan yang mengurangi pengembangan rangka
(kelumpuhan, fibrotik otot,
3. Kelainan bentuk rangka dada (kiposis, skoliosis)
4. Penyumbatan (obstruksi) saluran nafas
Kasus : hyaline membrane disease
 Surfaktans tidak adekuat (produksi sedikit pada bayi
prematur, kerusakan surfaktans pada penyakit
tertentu, perokok) → paru sukar mengembang dan
terisi cairan → gagal ventilasi
 Disebut juga “respiratory distress syndrom”
PERTUKARAN GAS
Komposisi udara pernafasan
DIFUSI GAS PERNAFASAN
 Difusi perlu energi untuk pergerakan molekul
 Kecuali pada suhu nol, molekul gas bergerak secara
terus menerus dan saling bertumbukan
 Molekul akan berdifusi dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah
 Kecepatan difusi netto : perbedaan kecepatan
pada kedua arah gerakan/aliran gas
TEKANAN GAS
 Terbentuk oleh pukulan konstan gerakan
kinetis molekul-molekul melawan suatu
permukaan
 Tekanan total berbanding langsung dengan
konsentrasi
 Tekanan parsial : tekanan yang disebabkan oleh
gas itu sendiri
 Tekanan parsial gas dalam larutan seimbang
dengan konsentrasinya,
 HUKUM HENRY: konsentrasi gas terlarut =
tekanan x koefisien kelarutan
Koefisien kelarutan gas pernafasan pada
suhu tubuh
 Oksigen 0,024
 Karbon dioksida 0,57
 Karbon monoksida 0,018
 Nitrogen 0,012
 Helium 0,008
KOEF. KELARUTAN CO2 20 KALI O2
Koef. Difusi relatif gas pernafasan
 Oksigen 1,0
 Karbon dioksida 20,3
 Karbon monoksida 0,81
 Nitrogen 0,53
 Helium 0,95
Kecepatan Difusi gas ke dalam cairan (D)
∆P x A x S
D≈
d x √MW
 ∆P : Perbedaan tekanan
 S : Daya larut gas dalam cairan
 A : Luas penampang lintang cairan
 D : Jarak yang dilalui gas waktu difusi
 √MW : Berat molekul gas, menentukan
kecepatan gerak kinetik molekul, demikian juga
suhu.
Faktor kecepatan difusi gas melalui
membran
1. Tebal membran
2. Luas permukaan membran
3. Koefisien difusi gas dalam membran
4. Perbedaan tekanan diantara dua sisi membran
Difusi gas melalui membran respirasi
Membran respirasi
 Ketebalan membran bertambah pada edema paru,
fibrosis paru → menghalangi pertukaran gas
 Luas permukaan berkurang a.l. pada emfisema karena
kerusakan dan penggabungan beberapa alveolus →
mengurangi kecepatan difusi
Kapasitas difusi
 Adalah volume gas yang berdifusi melalui
membran tiap menit pada setiap perbedaan
tekanan 1 mmHg.
 Kapasitas difusi oksigen pria dewasa : 21 ml per
menit per mmHg
 Normal, perbedaan tekanan oksigen alveol dan
kapiler = 11 mmHg, maka difusi oksigen yang
terjadi adalah 11 mmHg x 21 ml per menit per
mmHg = 230 ml per menit
kapasitas difusi oksigen selama kerja
Meningkat karena :
1. pembukaan sejumlah kapiler paru yang semula tidak
aktif
2. Dilatasi seluruh kapiler paru
3. Peningkatan ventilasi
4. Peningkatan tekanan oksigen alveoler dan penurunan
tekanan oksigen arteri
5. Peningkatan suhu
Rasio ventilasi – perfusi VA/Q
 Adalah perbandingan ventilasi alveolus (VA) dengan
aliran darah (Q)
 Jika VA Normal, Q normal, maka VA/Q normal
Berbagai penyakit paru menyebabkan area paru
mungkin mengalami :
 Jika VA nol, Q ada, maka VA/Q = 0
 Jika VA ada, Q nol, maka VA/Q = tak terhingga
GANGGUAN RESPIRASI
Ruang Rugi Fisiologik

 Adalah jumlah ventilasi yang tidak berguna


 Rumus
VDphys PaCO2 – PECO2
=
VT PaCO2
VDphys: ruang rugi fisiologik
PaCO2 : Tekanan parsial Co2 arteri
PECO2 : Tekanan parsial CO2 dalam udara
ekspirasi
VT : volume tidal
Abnormalitas Rasio ventilasi-perfusi
Pada orang normal posisi tegak
 Bagian apex Paru (atas) : aliran darah lebih
banyak berkurang dibanding ventilasi alveolus
 peningkatan sedang ruang rugi fisiologik
 Bagian dasar paru (bawah):ventilasi sangat
kecil dibandingkan aliran darah  sebagian
kecil darah tak teroksigenasi (shunt fisiologik)
 Kerja akan meningkatkan efektivitas
pertukaran gas
TRANSPORT GAS
Transport oksigen
A. O2 terlarut (3 %)
1. jumlahnya sebanding dengan PO2
2. koefisien kelarutan: 3 ml O2 / liter
plasma / 100 mmHg PO2
3. tak signifikan terhadap PO2 normal
4. dapat menjadi signifikas pada hyperbaric (very
high P-O2)
B. Terikat Hemoglobin (97 %)
Hb + 4O2 = Hb(O2)4

 1 gm Hb normal dapat mengikat maksimum 1.34 ml


O2 (saturasi 100%)
 Kurva sisosiasi oksigen: sigmoid setiap O2 mengikat
Hb akan memudahkan pengikatan berikutnya
hingga mendekati saturasi, dan kemudian lebih
sukar
 Kurva ini berlaku untuk pelepasan ke O2 jaringan
 PO2 vena = 40 mmHg → Saturation = 75%
 PO2 arteri = 100 mmHg → Saturation = 97.5%
Pergeseran kurva disosiasi
 Bergeser ke kanan : oksigen lebih mudah terikat di
paru dan lebih mudah terlepas di jaringan
(penurunan afinitas Hb-O2), karena
1. Peningkatan ion hidrogen (penurunan pH)
2. Peningkatan CO2
3. Peningkatan temperatur
4. Peningkatan 2,3 difosfogliserat (DPG)
Bergeser ke kiri
 Terjadi peningkatan afinitas ikatan Hb-O2, karena
1. Peningkatan pH
2. Hemoglobin fetus
Selama kerja terjadi pergeserag kurva ke kanan cukup
besar
Transport CO2
1. Terlarut
- sesuai PCO2
- 20-25 kali dibanding O2 (koefisien
kelarutan)
2. Berikatan dengan protein plasma
-carbamino-CO2
- terutama terikat Hb : CO2 + Hb = Hb-CO2
- Jika CO2 berikatan dengan Hb, akan
cenderung menurunkan afinitas terhadap O2
(Efek Bohr)
- Jika O2 berikatan pada Hb, maka
cenderung menurunkan afinitas Hb terhadap
CO2 (Efek Haldane
3. Kombinasi dengan asam karbonat
- CO2 + H2O = H2CO3
- Enzim karbonik anhidrase diperlukan untuk
reaksi tsb.
- Karbonik anhidrase terutama terdapat dalam
eritrosit
4. Ion bikarbonat, disosiasi asam karbonat secara
spontan: H2CO3 = H+ + HCO3 -
-keseimbangan pH normal sangat penting untuk
pembentukan HCO3-
KURVA DISOSIASI CO2
 Kurva disosiasi CO2 memperlihatkan
ketergantungan CO2 darah total dalam semua
bentuk terhadap PCO2
 Perbedaan Pco2 arteri dan vena sangat sempit
 Hanya 4 vol persen CO2 dilepas ke alveol paru
KURVA DISOSIASI CO2

Anda mungkin juga menyukai