Anda di halaman 1dari 57

Seorang pasien dengan left heart

failure, efusi pericardium, dan


efusi pleura

Pembimbing : dr. Bambang Pamungkas sp.JP


IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. S
 Usia : 54 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Madyocondo, secang
 Status : Menikah
 Agama : Islam
ANAMNESIS
Anamnesis
Keluhan Utama :
Sesak nafas

Keluhan Tambahan :
Demam, batuk, lemas, pusing
 Pasien datang ke IGD RST dr. Soedjono Magelang dengan
keluhan sesak nafas. Keluhan dirasakan sejak satu minggu yang
lalu. Sesak nafas dirasakan jika sedang beraktivitas dan
berkurang jika sedang beristiraht. Sesak nafas juga dirasakan
mengganggu tidur dari pasien. Pasien sering terbangun saat
malam hari jika sedang sesak nafas. Pasien lebih nyaman dengan
posisi tidur setengah duduk. Selain sesak nafas, pasien juga
mengeluh demam. Demam dirasakan turun pada malam hari.
Selain mengeluh demam, pasien juga mengeluh batuk berdahak
dan kadang bercampur darah. Pasien juga merasa pusing dan
badan terasa lemas serta tidak nafsu makan. Pasien tidak
memiliki keluhan berupa anggota gerak yang bengkak. Mual dan
muntah juga disangkal. Tidak ada keluhan buang air kecil
maupun besar.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Keluhan serupa : disangkal
 Riwayat hipertensi : diakui
 Riwayat diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit paru-paru : disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat diabetes disangkal : disangkal
 Riwayat penyakit paru-paru : disangkal
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat Sosial dan Ekonomi

 Pasien sudah tidak bekerja, namun pasien kadang-kadang


masih ke sawah, karena merasa bosan jika hanya dirumah
saja. Pasien memiliki empat orang anak, dan pasien tinggal
bersama anaknya yang nomor dua dan tiga. Biaya
kehidupan pasien ditanggung oleh anak-anaknya. Biaya
pengobatan menggunakan BPJS. Sebelum sakit pasien rutin
makan tiga kali sehari, namun semenjak sakit pasien
merasa tidak selera untuk makan
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2016 di bangsal bougenville
RST dr. Soedjono.
 Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
 Penampilan : kulit kecoklatan, nampak pucat, perawatan cukup
 Kesadaran/GCS: Compos mentis / GCS 15 E4 M6 V5
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 36.80C
 Respirasi : 18 x/menit
 SpO2 : 98 %
 BB : 40 kg
 TB : 150 cm
 IMT : 17,8 ( kesan : kurang )

Pemeriksaan Fisik
Kepala:
 Bentuk: Normocephal
 Rambut berwarna hitam dan tidak mudah dicabut, tidak
terdapat alopesia
 Deformitas (-), jejas (-), bekas luka (-)
 Wajah simetris, tidak terdapat edema maupun parese

Mata :
 Edema palpebra (-/-)
 Eksoftalmus (-), enoftalmus (-), edema (-)
 Mata cekung -/-
 Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
 Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
Hidung :
 Deformitas (-), deviasi septum (-)
 Mukosa Normal/Normal
 Sekret -/-

Mulut :
 Bibir sianosis (-)
 Tonsil T1-T1
 Faring hiperemis (-)
 Caries dentis (+)

Leher :
 Tidak ada pembesaran KGB leher
 Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
 JVP meningkat
Thorax :
 Bentuk : Normochest
Pulmo
 Inspeksi : Asimetris, ketertinggalan gerak kiri, retraksi
dada (-/-)
 Palpasi : Fremitus vocal menurun
 Perkusi : Redup kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler melemah, rhonki +/+,
Wheezing -/-
Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis
kiri ICS V, namun tidak kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung; terdapat kardiomegali
Batas kanan atas ICS II linea parasternalis dextra
Batas kanan bawah ICS VI linea parasternalis dextra
Pinggang jantung ICS II linea parasternaslis sinistra
Apex jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi: Suara I-II reguler, Suara Jantung 4 (+) murmur
(-) , gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Datar, spider naevi (-), jejas (-), bekas luka (-),
ascites (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), Hepar : dalam batas normal, Lien :
Tidak teraba
 Perkusi : Timpani di seluruh regio abdominal
 Turgor : Baik
 Daftar Masalah
 Dari anamnesis
1. Sesak napas
2. demam
3. Batuk berdahak disertai darah
4. Pusing
5. Lemas
 Dari Pemeriksaan Fisik
5. Keadaan umum tampak sakit sedang
6. Pemeriksaan pulmo didapatkan asimetris, paru sinistra
tertinggal saat inspirasi, perkusi redup di lapang paru, stem
fremitus sinistra < dextra, vesikuler menurun.
7. Pemeriksaan cor didapatkan : kardiomegali, s4
 Hipotesis :
 Left Heart Failure ( 1,2,3,4,5,7)
 Efusi pleura (1,2,3,4,5,6)
 Efusi pericardium (1,2,3,4)
Planning Diagnostik

 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, kimia darah


(glukosa, ureum, kreatinin, profil lipid, asam urat)
 Elektrokardiografi
 Rontgen thorax
 Echocardiography
Pemeriksaan
Elektrocardiography 06
agustus 2016
Kesan :
 Irama sinus :
 LVH
 LAD
Pemeriksaan darah lengkap tanggal 07 agustus 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


WBC (K/uL) 13.3 K/uL 4,0 – 10,0
LYM 3.0 K/uL 1-5,0
MID 1.0 K/uL 0,1-1,0
GRA 9,3 K/uL 2,0-8,0
LYM% 22.3 % 25,0-50
GRA% 70.0% 50,0-80,0
MID% 7.7% 2,0-10,0
RBC (M/UI) 4.67 3,0 – 6,0
HGB (g/dl) 13.1 11,5 – 16,0
HCT (%) 38.2 35,0 – 45,0
MCV (fl) 81.8 81,0 – 101,0
MCH (Pg) 28.1 27,0 – 33,0
MCHC (g/dl) 34.3 31 – 35,0
PLT (K/uL) 364 150 – 400
RDW% 14.9 11,0-16,0
MPV 8.9 8,0-11,0
PCT 0.32 0,10-0,28
Jenis Pemeriksaan Hasil

GLUCOSE 93 mg/dL H

UREA 25 mg/dLH

CREATININE 1.1 mg/dLH

SGOT 34 U/L

SGPT 17 U/L

ALBUMIN 3.77
Pemeriksaan thorax tanggal 07 Agustus 2016

Kesan :

 Opasitas paracardial dextra,


bentuk segitiga :
 Dd :
1. Loculated pleural effusion
2. Atelektasis
 Cardiomegaly
 Penebalan Hilus
 Mediastinum dan trachea
ditengah
 Scholiotic thoracalis
Pemeriksaan
echocardiography
tanggal 12 agustus 2016
Dimensi ruang jantung :

 LV dilatasi

 LA dilatasi

 Fungsi sistolik LV
menurun

 Fungsi diastolik
terganggu

 Terdapat efusi
pericardium ringan-
sedang diafragma lateral
kanan apex

 Terdapat efusi pleura


kanan dan kiri

 IVC 16,8 mm
 Planning Monitoring
 Keadaan umun dan vital sign
 Efek samping obat
 Pantau hasil follow up

 Planning Edukasi
 Istirahat yang cukup
 Tidak melakukan aktivitas berat
 Minum obat teratur
 Makan makanan yang bergizi

 Diagnosis Utama: Gagal jantung kiri
 Diagnosis Etiologi: Hipertensi
 Diagnosis Penyerta: Efusi pericardium, efusi pleura
 Diagnosis Faktor Risiko : Hipertensi
 Diagnosis Pencetus dan pemburuk: Infeksi
 Diagnosis Anatomi : Kardiomegali,
 Diagnosis Fungsional : Gagal jantung NYHA II AHA C
 Diagnosis EKG : left ventrical hypertrophy, LAD
 Diagnosis Komplikasi : acute decompesated heart failure
Planning terapi
 Farmakologi:
 Infus RL
 Lasix ( Furosemid 40 mg ) 3x1
 ISDN 3x1
 Captopril 3 x 25 mg
 Spironolakton 3 x 25 mg
 Inj. Viccilin ( ampisilin )
 Inj. Metylprednisolon
 Ambroxol 2x1
 Codein 2 x 10 mg

 Nonfarmakologi :
 Posisi tidur setengah duduk
Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad malam
 Quo ad functionam : dubia ad malam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL JANTUNG :
Ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung (Cardiac output = CO) dalam memenuhi
metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume
darah yang efektif berkurang.
 MANIFESTASI KLINIS
 Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
 Gagal jantung kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri
dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat
 Tanda dan Gejala :
 Dispneu : akibat penumpukan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau
sedang
 Ortopnea : Kesulitan bernafas saat berbaring
 Paroximal nokturna dispneu ( terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki
dan tangan dibawah, pergi berbaring ketempat tidur)

 Batuk : Biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah banyak kadang disertai banyak darah
 Mudah lelah : Akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme
 Kegelisahan : Akibat gangguan oksigenase jaringan, stres akibat kesakitan bernafas, dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
 Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
 Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan
sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri

Tanda dan Gejala


 Edema ekstremitas bawah
 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen
 Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen
 Nokturna : Rasa ingin berkemih pada malam hari, terjadi karena pefusi renal didukung oleh
posisi penderita pada saat berbaring
 Lemah : Akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampai
katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan
 Bendungan pada vena perifer (jugularis)
 Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia, dan nausea) dan asites
 Perasaan tidak enak pada epigastrium
 Gagal jantung kongestif
 Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan gagal jantung
kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi bendungan sistemik
bersamaan dengan bendungan paru
 PATOGENESIS
 Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (filling pressure).
 Kerja jantung diatur oleh dua sistem yang berbeda. Sistem pertama adalah
regulasi secara intrinsik yang melibatkan respon miokard untuk
meregangkan serat otot jantung sebelum proses kontraksi (inotropik). Hal
ini disebut preload dan melibatkan proses pengisian jantung selama diastolik
seperti volume diastolik akhir. Respon miokard untuk meningkatkan
kapasitas jantung setelah kontraksi dimulai disebut afterload. Sistem kedua
merupakan regulasi secara ekstrinsik yang melibatkan respon jantung
terhadap kondisi-kondisi seperti stimulasi neural, hormon, obat dan
penyakit. Setiap perubahan pada kedua sistem tersebut menyebabkan gagal
jantung. Selain itu, sirkulasi paru dan perifer juga dapat memperburuk
kondisi hemodinamik dari gagal jantung.
Hukum Starling tentang Jantung
 Hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Frank dan Starling, menyebutkan
bahwa pada kondisi fisiologi normal, tekanan yang dihasilkan oleh otot yang
berkontraksi akan lebih besar bila sebelumnya otot mengalami peregangan.
Hal ini mengakibatkan selama diastolik, jika terjadi pengisian darah yang
lebih besar ke dalam ventrikel dapat menyebabkan kontraksi berikutnya
menjadi penuh tekanan.
 Menurut hukum Starling, suatu peningkatan pada volume diastolik akhir
(preload) menyebabkan jantung memulai kontraksinya pada tekanan dan
volume yang lebih tinggi.Volume sistolik akhir akan sedikit meningkat
namun pada kondisi ini jantung akan bekerja pada volume diastolik akhir
yang lebih besar dan akibatnya akan mengeluarkan volume stroke yang lebih
besar juga.
 Karena itu jantung mempunyai kemampuan intrinsik sendiri untuk
mengontrol volume stroke. Batas atas pada kontrol ini dicapai jika diperoleh
volume diastolik akhir tertentu tercapai, sehingga menghasilkan panjang
jaringan miokard yang optimal8.
Perubahan pada gagal jantung
 Pada kasus terjadi gagal jantung sistolik terdapat kontraktilitas ventrikel kiri yang terganggu
sehingga terjadi pengurangan kemampuan meningkatkan volume stroke dengan meningkatkan
preload dan terjadi pergerakan kurva lebih ke sebelah kanan/ bawah dari posisi normal. Jika
kondisi ventrikel kiri memburuk, tekanan volume jantung akan terus meningkat dan
menyebabkan kongesti vena paru. Setiap pengurangan pada preload, dengan peningkatan
afterload atau peningkatan tekanan inotropik atau keduanya akan menyebabkan pengurangan
tekanan pengisian ventrikel dan kerja ventrikel akan membaik.
 Pada fase awal gagal jantung terdapat 2 mekanisme yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kontraktilitas miokard, yaitu:
 mekanisme Starling
 aktivasi sistem saraf simpatik
 Selanjutnya akibat hipertropi miokard, pelemahan sistem saraf simpatik dan pengeluaran
peptida natriuretik atrium mengkompensasi peningkatan tekanan dinding jantung.
 Jika penyakit bertambah parah, hipertropi menyebabkan perburukan fungsi jantung dan
menyebabkan abnormalitas aliran koroner, morfologi kapiler, karakteristik mitokondria dan
penghantaran fosfat berenergi tinggi. Selain itu, terjadi iskemia subendokard akibat peningkatan
tekanan intraluminal, vasokontriksi akibat norepinefrin dan angiotensin II, dan juga apoptosis
yang menyebabkan fibrosis. Semua ini memperburuk kondisi gagal jantung.
Disfungsi Diastolik dan Sistolik
Gagal jantung akibat disfungsi sistolik merupakan akibat dari ketidakmampuan
jantung untuk berkontraksi secara normal. Jantung tidak dapat memompa darah
jika otot melemah sehingga menyebabkan penurunan volume darah yang dipompa
ke seluruh tubuh dan paru-paru, yang terutama akan menyebabkan pembesaran
ventrikel kiri.
Gagal jantung akibat disfungsi diastolik diperoleh dari dinding jantung yang
menebal sehingga jantung tidak dapat mengisi darah dengan normal, akibatnya
akan terjadi penempatan cadangan darah pada atrium kiri dan pembuluh darah
paru yang kemudian menyebabkan kongestif.
 Sistem Saraf Simpatik
 Sistem saraf simpatik bekerja melalui reseptor α dan β
adrenergik, yang pada awalnya memperbaiki curah jantung.
Namun aktivitas yang tertahan dari sistem saraf simpatik
merubah gagal jantung kompensasi menjadi gagal jantung
simptomatik yang mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan, yaitu mempengaruhi kinerja ventrikel.
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau berdasarkan
gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA)
Gagal jantung akut Decomp Chronic HF Gagal jantung kronik

Derajat simptom Jelas jelas Ringan - sedang


Edema paru Sering Sering Jarang
Edema perifer Jarang Sering Sering
Overload volume cairan Tidak ada perubahan atau Meningkat jelas Meningkat
tubuh meningkat ringan

Kardiomegali Jarang Lazim Lazim


Fungsi sistolik ventrikel Hypo, normo, Menurun Menurun
hiperkontraktilitas

Wall stress Meningkat Meningkat Meningkat


Aktivasi sistem saraf Jelas jelas Ringan - sedang
simpatis

Aktivasi aksis RAA Sering meningkat jelas Ringan – berat


Diagnosis gagal jantung

Tabel 4. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung


Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantung

Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
Kelainan rontgen toraks yang sering ditemukan
pada Gagal Jantung

Kelainan Penyebab Implikasi Klinis


Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, atria, Ekhokardiografi, doppler
efusi perikard

Hipertropi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati Ekhokardiografi, doppler


hipertropi

Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri Gagal jantung kiri

Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri Gagal jantung kiri

Efusi pleura Gagal jantung dengan peningkatan pengisian Pikirkan diagnosis non kardiak
tekanan jika ditemukan bilateral, infeksi
paru, keganasan

Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis atau gagal jantung
kronis
Kelainan yang ditemukan pada EKG
Kelainan Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardi Gagal jantung yang terdekompensasi, Penilaian klinis
anemia, infeksi, hipertiroidiesme Pemeriksaan laboratorium

Sinus bradikardi Obat β bloker, anti aritmia, sick sinus Evaluasi terapi obat
syndrome, hipotiroidisme Pemeriksaan laboratorium
Atrial takikardi/ flutter/ fibrilasi Hipertiroidisme, infeksi, gagal jantung Konduksi AV yang lambat,
terdekompensasi, infark konversi medical, elektroversi,
ablasi kateter, antikoagulasi

Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati, Pemeriksaan laboratorium


miokarditis, hipokalemiaa, Tes latihan beban
hipomagnesemi, overdosis digitalis Pemeriksaan perfusi
Angiografi koroner
Pemeriksaan elektrofisiologi, ICD

Isekmia/ Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,


angiografi koroner,
revascularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertropi, LBBB, Ekokardiografi
pre-eksitasi Angiografi koroner
Hipertropi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta, Ekokardiografi, doppler
kardiomiopati hipertropi
Blok AV Infark, intoksikasi obat, miokarditis, Evaluasi penggunaan obat, pacu
sarcoidosis jantung, penyakit sistemik

Mikrovoltage Obesitas, emfisema, efusi perikard, Ekokardiografi


amiloidosis Rontgen tórax
Durasi QRS > 120 msec dengan Disinkroni elektronik Ekokardiografi, CRT-P, CRT-D
morfologi LBBB
 Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologi rutin
 Pemeriksaan ini diperlukan untuk menghilangkan kemungkinan, terutama, anemia pada pasien gagal jantung lanjut. Anemia juga
merupakan penyebab kesulitan bernafas dan gagal jantung high output.
 Urinalisis
 Proteinuria biasa terjadi pada pasien gagal jantung yang dapat dilihat pada pemeriksaan urin rutin.
 Elektrolit serum
 Hiponatremia, hipokalemia, hiperkalemia, dan hipomagnesia mungkin terjadi akibat penggunaan diuretik. Ketidakseimbangan
elektrolit ini dapat memicu aritmia. Hiponatremia juga merupakan pertanda tingkat keparahan gagal jantung.
 Profil Lipid
 Meupakan serangkaian pemeriksaan yang menentukan risiko penyakit jantung koroner. Pemeriksaan ini meliputi kolesterol
total, HDL, LDL, trigliserida, dan juga perbandingan HDL/ kolesterol
 Tes fungsi hati
 Akibat kerusakan pada gagal jantung dapat terjadi peningkatan enzim hati dan penurunan albumin.
 Tes fungsi ginjal
 Kadar kreatinin serum dan kadar nitrogen urea pada darah harus dilakukan sebelum memulai pengobatan gagal jantung.
Peningkatan kadar kreatinin serum menandakan :
 Pengobatan ACEI
 Pengobatan diuretik dosis tinggi
 Azotemia pre-renal
 Stenosis arteri ginjal
 Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang
paling bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan
fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan standar utama
(gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol
ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan
kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Tatalaksana Farmakologik

Angiotensin converting enzyme (ACEI)


 Pengobatan dengan ACEI meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan
pasien, menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal
jantung dan meningkatkan angka keselamatan (Kelas rekomendasi I, tingkat
bukti A)
 Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
 LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
 Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
 Memulai pemberian ACEI :
 Periksa fungsi renal dan elektrolit serum.
 Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam
 Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia
 Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan
secara cepat sangat mungkin pada pasien yang dimonitoring ketat.
Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
 ARB direkomendasikan pada penderita gagal jantung dengan LVEF < 40% yang masih simptomatik dengan
terapi optimal ACEI dan beta bloker serta antagonis aldosteron. Pengobatan dengan ARB meningkatkan
fungsi ventrikel dan kesehatan pasien dan menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal
jantung. (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).ARB direkomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang
tidak toleran terhadap ACEI (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B).ARB menurunkan risiko kematian
dengan penyebab kardiovaskular (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B).
 Pasien yang harus mendapatkan ARB :
 LVEF < 40%
 Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA) yang tidak
toleran terhadap ACEI.
 Atau pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA) walaupun sudah mendapatkan
pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.
 Memulai pemberian ARB:
 periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
 Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam.
 Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
 Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara cepat sangat mungkin
pada pasien yang dimonitoring ketat.

 Diuretik
 Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dan
tanda-tanda klinis/ gejala kongesti
 Memulai pemberian diuretik :
 Periksa fungsi renal dan elektrolit serum
 Kebanyakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan
thiazide karena efisiensinya lebih menginduksi diuresis dan
natriuresis
 Penyesuaian sendiri dosis diuretik berdasarkan
penghitungan berat harian dan tanda klinis lainnya dari
retensi cairan.

 Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk
perburukan gagal jantung dan meningkatkan survival jika ditambahkan
pada terapi yang sudah ada, termasuk dengan ACEI. Jika tidak ada
kontraindikasi, aldosteron antagonis ditambahkan pada keadaan LVEF
<35% dengan gejala gagal jantung yang berat (Kelas Rekomendasi I,
Tingkat Bukti B).
 Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
 LVEF < 35%
 Gejala menengah sampai berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
 Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
 Memulai pemberian spironolakton :
 Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
 Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan
meningkatkan dosis jika terjadi pernurukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia.
Beta bloker
Beta bloker diberikan pada semua penderita gagal jantung simptomatik dan
LVEF<40% bila tidak ada kontraindikasi. Beta bloker memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup pasien, menurunkan angka masuk RS untuk
perburukan gagal jantung dan meningkatkan harapan hidup. Manfaat beta bloker
dalam gagal jantung melalui:
Mengurangi detak jantung : memperlambat pengisian diastolik sehingga
memperbaiki perfusi miokard.
Meningkatkan LVEF
Menurunkan pulmonary capillary wedge pressure
Pasien yang harus mendapatkan beta bloker :
LVEF <40%
Gejala ringan sampai berat
ACEI/ ARB sudah mencapai tingkat dosis optimal
Pasien harus secara klinis stabil (contoh : tidak ada perubahan terbaru dari dosis
diuretik).
Efusi perikardium
 Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal
dalam ruang perikardium. Cairan tersebut dapat berupa
transudat, eksudat, pioperikardium, atau
hemoperikardium. Efusi perikardium bisa akut atau kronis,
dan lamanya perkembangan memiliki pengaruh besar
terhadap gejala-gejala pasien. Efusi perikardium
merupakan hasil perjalanan klinis dari suatu penyakit yang
disebabkan oleh infeksi, keganasan maupun trauma. Gejala
vang timbul dari keadaan efusi perikardium tidak spesifik
dan berkaitan dengan penyakit yang mendasari terjadinya
efusi perikardium.
 Penyebab terjadinya efusi perikardium antara lain:
 Inflamasi dari pericardium (pericarditis) adalah sebagai suatu respon dari penyakit, injury atau
gangguan inflamasi lain pada pericardium. Pericarditis dapat mengenai lapisan visceral maupun
parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikardium dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen. Bila berlangsung lama
maka dapat menyebabkan adhesi perikardium visceral dan parietal.
 Penyebab spesifik dari efusi pericardial adalah :
 Infeksi dari Virus, bakterial, jamur dan parasit
 Inflamasi dari perikardium yg idiopatik
 Inflamasi dari pericardium akibat operasi jantung dan heart attack (Dressler's syndrome)
 Gangguan Autoimmune, seperti rheumatoid arthritis atau lupus
 Produksi sampah dari darah akibat gagal ginjal (uremia)
 Hypothyroidism
 HIV/AIDS
 Penyebaran kanker (metastasis), khususnya kanker paru, kanker payudara, leukemia, non-
Hodgkin's lymphoma atau penyakit Hodgkin's
 Kanker dari pericardium yang berasal dari jantung
 Therapy radiasi untuk kanker
Diagnostik
 Foto thorak akan menunjukkan jantung membesar
berbentuk globuler (water bottle heart). Gambaran
jantung seperti ini baru tampak jika cairan lebih dari 250
ml. Sering juga dijumpai efusi pleura.
 Elektrokardiografi : menunjukkan takikardia, gelombang
QRS rendah, elevasi segmen ST yang cekung, dan
electrical alternans.
 Ekokardiografi merupakan pemeriksaan noninvasif yang
paling akurat. Disini akan tampak adanya akumulasi cairan
didalam kavum perikardium, kadang-kadang juga adanya
metastasis pada dinding perikardium. Ekokardiografi
merupakan alat diagnostik pilihan dan sensitif untuk
mendiagnosis efusi perikardium dan tamponade jantung.
 Perikardiosentesis diagnostik sebaiknya memakai tuntunan
ekokardiografi sehingga lebih aman. Sekitar 50% cairan
aspirat bersifat hemoragik dan 10% serosanguinus. Pada
cairan ini dilakukan pemeriksaan kultur, hitung sel dan
sitologi. Pemeriksaan sitologi cukup sensitif dengan
kemampuan diagnostik sekitar 80%, tetapi hasil negatif
palsu sering dijuampai pada limfoma maligna gan
mesotelioma. Dalam keadaan demikian dilakukan biopsi
perikardium.
 Terapi untuk efusi perikardial maligna terdiri dari :
 Terapi non-spesifik atau simtomatik
 Terapi spesifik

 Terapi non-spesifik
 Perikardiosentesis terapeutik
Tindakan ini merupakan tindakan darurat pada tamponade jantung. Disini dapat dipasang pig tail cathether
selama 2-3 hari. Selama itu penderita harus diberi antibiotika. Perikardiotomi subxiphoidea dapat dilakukan
dibawah anestesi lokal. Angka kekambuhan sekitar 6-12%.
 Pembuatan pericardial window
Tindakan ini memerlukan torakotomi dan dilakukan drainase dari kavum perikardium ke kavum pleura. Angka
kekambuhan sekitar 5-20%.
 Perikardiodesis
Disini dilakukan pemberian tetrasiklin, thiothepa atau bleomisin ke dalam kavum perikardium untuk
melengketkan perikard. Tetrasikin 500 mg dalam 25 ml salin dimasukkan dalam 2-3 menit, atau bleomisin 30 unit
dalam 20 ml salin.
 Perikardiektomi
Disini sebagian besar perikardium diangkat sehingga angka kekambuhan kecil, tetapi mortalitas dan morbiditas
lebih besar. Perikardiektomi terutama dilakukan pada perikarditis konstriktif.

 Terapi spesifik
Terapi ini ditujukkan untuk mengatasi kanker yang menjadi
penyebab efusi tersebut.
 Kemoterapi
 Kemoterapi terutama diberikan pada kanker payudara,
kanker paru sel kecil, limfoma dan leukimia. Tindakan ini
tidak dapat segera mengurangi gejala efusi dan respons
jangka panjang tergantung pada sensitifitas kanker
terhadap kemoterapi.
 Radioterapi
Untuk kanker yang radiosensitif diberikan radiasi dengan
dosis 2000-3000cGy dalam 2-3 minggu.
EFUSI PLEURA
 Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada
rongga pleura. Efusi tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan
normal cairan dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler. Proses penumpukan
cairan dalam rongga pleura disebabkan karena peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus, sehingga empyema. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.
Eksudat
Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun
pleura, gangguan drainase limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat dari
rongga peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran pleura, serta
peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan pembuluh darah. Adapun
penyebab-penyebab terbentuknya cairan eksudat antara lain :
 Parapneumonia
 Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara, limfoma, leukemia,
sedangkan yang lebih jarang, kanker ovarium, kanker lambung, sarkoma serta
melanoma)
 Emboli paru
 Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis reumatoid, sistemic lupus
erythematosus)
 Tuberkulosis
 Pankreatitis
 Trauma
 Sindroma injuri paska-kardiak
Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan dalam tekanan hidrostatik dan
onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah cairan yang dihasilkan melebihi jumlah
cairan yang dapat diabsorbsi. Penyebab-penyebab efusi pleura transudat relatif yakni :
 Gagal jantung kongestif
 Sirosis (hepatik hidrotoraks)
 Atelektasis – yang bisa disebabkan oleh keganasan atau emboli paru
 Hipoalbuminemia
 Sindroma nefrotik
 Dialisis peritoneal
 Miksedema
 Perikarditis konstriktif
 Urinotoraks – biasanya akibat obstuktif uropathy
 Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura
 Fistulasi duropleura
 Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular
DIAGNOSTIK
Anamnesis :
 Sesak nafas
 Nyeri khas pleuritik
 Nyeri dada
 Batuk kering berulang
 Batuk berdahak
 Riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatis,
pankreatitis, riwayat pembedahan tulang belakang, riwayat
keganasan.
PEMERIKSAAN FISIK
  Inspeksi : pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
Pernapasannya biasanya dyspneu.
 Palpasi : Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi
pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit.
 Perkusi : Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,
maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan pencitraan radiologis
 Evaluasi efusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk menilai jumlah cairan, distribusi
dan aksesibilitasnya serta kemungkinan adanya abnormalitas intratorakal yang berkaitan
dengan efusi pleura tersebut.
 Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini masih merupakan
yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya efusi pleura pada awal diagnosa. Pada posisi
tegak, akan terlihat akumulasi cairan yang menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi, kubah
diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus yang menjadi tumpul. Untuk foto
toraks PA setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang terkumpul sebelumnya agar dapat terlihat
di foto toraks PA. Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat mendeteksi efusi pleura
dalam jumlah yang lebih kecil yakni 5 mL. jika pada foto lateral dekubitus ditemukan ketebalan
efusi 1 cm maka jumlah cairan telah melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang
memungkinkan untuk dilakukan
 torakosentesis. Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak dijumpai. Pada posisi
supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat memperlihatkan suatu peningkatan densitas
yang homogen yang menyebar pada bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi
hemidiafragma, disposisi kubah diafragma pada daerah lateral.
 Tomografi komputer (CT-scan) dengan kontras harus dilakukan pada efusi pleura yang tidak
terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah dilakukan.
PENATALAKSANAAN
 Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan
memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan
pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya
multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya
segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate.

Anda mungkin juga menyukai