LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
o Nama : Ny. M
o Umur : 53 tahun
o Jenis Kelamin : perempuan
o Pendidikan : PNS
o Agama : Islam
o Alamat : Sawahjoho, kab. Batang
o No. RM : 332809
o Tanggal masuk RS : 08 Agustus 2018
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2018 pukul 09.20 WIB. di
IGD.
Keluhan Utama : sesak nafas
1
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat keluhan yang sama diakui, terakhir keluhan yang
sama 1 bulan yang lalu
c. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien sakit seperti ini
2. Pemeriksaan Fisik
Status Internus
Kepala
Mata :Konjungtiva : Anemis (-/-), Sklera : ikterus (-/-),
Mulut : bibir : kering (-), sianosis (-)
Hidung : sekret (-), deformitas (-)
Leher
Pemeriksaan kelenjar getah bening dalam batas normal, massa tumor (-),
nyeri tekan (-)
Thoraks:
Paru:
a. Inspeksi : Simetris (ka=ki), tidak menggunakan otot bantu napas (+)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus (ka=ki), krepitasi (-)
c. Perkusi : Sonor kanan dan kiri.
d. Auskultasi: Bunyi Pernapasan : Vesikuler +/+, Ronchi -/, wheezing+/+
2
Jantung:
a. Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
b. Palpasi :Ictus Cordis tidak teraba
c. Perkusi : Pekak relatif, batas jantung:
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinister
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dexter
Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinister
d. Auskultasi :Bunyi jantung I/II murni regular, bising (-).
Abdomen :
a. Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, jejas (-).
b. Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
c. Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan
d. Perkusi : Tympani
Ektremitas : Edema (-), fraktur (-), deformitas (-).
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
CRT <2” <2”
3
3. DIAGNOSIS
Asma Bronkial persisten ringan
4. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Nebul farbivent dan fluoxetide
Po: Salbutamol 2x1
Ambroxol 3x1
Methylprednisolon 4mg 3x1
b. Non medikamentosa
Hindari faktor pemicu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala
pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap
berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang
disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini
bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun
karena pemberian obat.2
2. Epidemiologi
4
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah
2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia
dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia
remaja dibandingkan dengan perempuan.3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka
ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma
meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5%
dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di
Indonesia.5
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih
banyak dari pada laki – laki (52,86%). 6
3. Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan
alergen maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah
2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa.
d. Ras
5
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat
mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
4. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma
mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya
dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh
alergen tertentu.
5. Klasifikasi
6
inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak
ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu
penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan
klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.7
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut)7 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
(Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang
dewasa7
7
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)
dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma
persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan
pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
8
6. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh
hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan
pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target
saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan
hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang
sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi,
interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan
saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama
pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan
yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
pemicu
Hiperreaktivitas
9
Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus,
edema saluran napas
Gambar 1. Patogenesis Asma9
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan A2 Kontruksi otot polos
Bradikinin
Platelet-activating factor (PAF)
Histamin
LTC4, D4,E4
Prostaglandin dan Thromboksan E2
Bradikinin Udema mukosa
Platelet-activating factor (PAF)
Chymase
Radikal oksigen
Histamin
LTC4, D4,E4 Sekresi mukus
Prostaglandin
Hidroxyeicosatetraenoic acid
Radikal oksigen
Enzim proteolitik Deskuamasi epitel bronkial
Faktor inflamasi dan sitokin
7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
10
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya
riwayat alergi.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,
mengi.11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).11
Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal
ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang
merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa
(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,
obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada
11
serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
12
8. Diagnosis Banding
Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk
yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,
lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
9. Penatalaksanaan
13
Tujuan penatalaksanaan asma13:
Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa
Pengontrol (Controllers)
14
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi
Obat
Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
15
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi
(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral
jangka panjang.
Metilsantin
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari
sel mast dan basofil.
16
Cepat Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang
beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
Pelega (Reliever)
Aminofillin
Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
17
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan
modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan
akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
Metilsantin
Antikolinergik
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian
secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan
gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi
harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).
18
beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator
adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.
teofilin lepas
lambat
leukotriene
19
modifiers
glukokortikost
eroid oral
10. Komplikasi
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
11. Prognosis
20
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%.14
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72
5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009
May 4th. Available from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1
3&Itemid=5
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.
21
7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.
8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal
Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G
(Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.
12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran
Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. h 73-5
14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.
22