Anda di halaman 1dari 104

KELOMPOK III

• Samuel Manurung
• Muntir Gurusinga
• Santha Eliska Br Gurusinga
• Salsalina Violetha G
• Putri riasni
• Dian Cantika Lingga
• Abiyyu Prayoga
• Satria Saputra
• M. Ridho
• Aprilois Perdana
JEJAS SEL DAN KEMATIAN
SEL
ADAPTASI SEL TERHADAP STRESS

 Adaptasi adalah perubahan reversibel dari jumlah, ukuran, fenotipe,


aktivitas metabolit atau fungsi sel dalam memberikan respons terhadap
perubahan lingkungan
 Adaptasi Patologis merupakan respons terhadap stress yang
memungkinkan sel untuk menyesuaikan struktur dan fungsi sehingga dapat
menghindari jejas
Hipertrofia
Hipertrofia adalah meningkatnya ukuran sel yang mengakibatkan organ
bertambah besar
 Pembesaran fisiologis uterus selama kehamilan terjadi karena hipertrofia
otot polos dan hiperplasia otot polos akibat pengaruh estrogen
 hipertrofia sel patologis adalah pembesaran jantung akibat hipertensi atau
penyakit katup aorta
Hasil akhir kelainan ini adalah dilatasi ventrikel dan disusul dengan gagal
jantung, suatu urutan kejadian yang menggambarkan bagaimana suatu
adaptasi terhadap stres dapat berakhir dengan kerusakan fungsi sel, apabila
stres tidak dapat ditanggulangi.
Hiperplasia

 hiperplasia terjadi apabila jaringan mengandungi populasi sel yang


mampu bereplikasi. Hal tersebut dapat terjadi bersama dengan hipertrofia
dan sering terjadi karena stimulus yang sama
 hiperplasia patologis disebabkan oleh stimulus hormon dan faktor pertumbuhan
yang meningkat. Contoh setelah siklus haid normal akan terjadi pertambahan
proliferasi epitel uterus yang biasanya dipengaruhi ketat oleh hormon hipofisis
dan hormon estrogen ovarium dan dihambat oleh progesteron

 proses hiperplasia tetap terkendali; apabila sinyal yang memulai kejadian


itu menghilang, maka hiperplasia juga akan berhenti.
Atrofia

 Melisutnya ukuran sel akibat hilangnya substansi sel disebut atrofia. Apabila
mengenai jumlah sel yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ
akan mengecil ukurannya, menjadi atrofik
 penyebab atrofia, ialah berkurangnya beban kerja (misal: imobilisasi
tungkai untuk memungkinkan penyembuhan fraktur), hilangnya
persarafan, berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat,
hilangnya stimulasi endokrin, dan penuaan (atrofia senilis)
Mekanisme atrofia merupakan kombinasi antara sintesa protein
yang menurun dan degradasi protein dalam sel.

 Sintesa protein menurun karena aktivitas metabolit menurun. Degradasi protein


sel terutama terjadi melalui jalur ubiquitinproteasome.
 Defisiensi nutrien dan kurang dipakai akan mengaktifkan ligase ubiquitin, yang
akan menggabungkan beberapa peptida ubiquitin kecil dengan protein sel
agar terjadi degradasi dalam proteasomes. Jalur ini diperkirakan berperan pada
peningkatan proteolisis pada berbagai kondisi katabolik, termasuk keadaan
kaheksia pada kanker.
 • Pada banyak keadaan, atrofia juga diiringi dengan peningkatan autofagia,
yang meningkatkan vakuol autofagia. Autofagia ("memakan diri sendiri")
merupakan proses yaitu sel yang kelaparan akan memakan komponennya
sendiri dalam usaha untuk bertahan hidup
Metaplasia

 Metaplasia adalah perubahan reversibel yaitu satu jenis sel dewasa


(sel epitel atau mesenkim) digantikan oleh sel dewasa jenis lain.
Dalam adaptasi sel ini, suatu sel yang sensitif terhadap suatu stres
tertentu diganti oleh sel lain yang lebih mampu bertahan terhadap
lingkungan yang tidak menopang.
Respon Subselular terhadap Jejas
1. Autofagi Sel Normal
2. Hipertrofi
• retikulum
• endoplasma
•  efek obat2an
• anti-epilepsi
3. Kerusakan
• mitokondria
•  penyakit hati
• alkoholik
• (pembesaran
• mitokondria)
4. Kerusakan
• sitoskeleton
•  obat2 anti tumor
PENYEBAB JEJAS SEL
Jejas sel dapat terjadi mulai dari trauma fisis pda kecelakaan kendaraan bermotor hingga efek sebuah gen yang
mengakibatkan enzim tidak berfungsi pada suatu penyakit metabolit.
Stimulus yang merusak dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kekurangan Oksigen
Hipoksia, atau defisiensi oksigen mengganggu respirasi erobik oksidatif dan merupakan penyebab jejas dan
kematian sel yang sangat penting dan tersering.

2. Agen Kimia
Peningkatan jumlah beberapa zat kimia yang bisa mengakibatkan jejas sel mulai dikenal, zat yang dijumpai sehari –
hari pun misalnya glukosa, garam, maupun air apabila diserap atau diberikan secara berlebihan akan mengganggu
lingkungan osmotik sehingga mengakibatkan jejas sel atau kematian sel.

3. Agen Penyebab Infeksi


Agen penyebab infeksi bervariasi mulai dari yang berukuran virus submikrospik hingga cacing pita yang
panjangnya beberapa meter, diantaranya adalah riketsia, bakteri, jamur, dan protozoa.
4. Reaksi Imunologi
Walaupun sistem imun melindungi tubuh terhadap mikrobakteri patogen, reaksi imun juga dapat mengakibatkan
cedera sel dan jaringan. Contoh reaksi imun yang merugikan adalah reaksi autorium terhadap jaringannya sendiri.

5. Faktor Genetik
Gangguan genetik dapat mengakibatkan kelainan patologis yang mencolok seperti malformasi kongenital
berhubungan dengan Sindrom atau kelainan ringan seperti pergantian satu asam amino pada hemoglobin S yang
mengakibatkan anemia sel sabit (sickle). Defek genetik dapat mengakibatkan jejas sel karena defisiensi protein
fungsional yang menyebabkan gangguan metabolisme bawaan, penimbunan beberapa kerusakan DNA atau
kesalahan pelipatan protein, yang keduanya bisa mengakibatkan kematian sel apabila terjadi dalam proses
perbaikan.

6. Imbalans Nutrisi
Pada perkembangan dunia yang maju ini defisiensi nutrisi tetap menjadi penyebab tersaring jejas pada sel. Amat
ironis bahwa gangguan nutrisi dan bukan kekurangan nutrisi merupakan penyebab penting pada morbiditas dan
mortalitas, contoh obesitas akan meningkatkan diabetes melitus tipe 2, juga diet yang mengandung lemak hewan
akan mengakibatkan aterosklerosis dan kerentanan yang meningkat terhadap kelainan lain termasuk kanker.
7. Agen Fisis
Trauma, suhu yang ekstrem, radiasi, syok listrik dan perubahan yang tiba – tiba pada tekanan atmosfir
mengakibatkan efek yang luas pada sel.

8. Penuaan
Penuaan pada sel akan mengakibatkan gangguan replikasi dan kemampuan perbaikan pada sel dan jaringan.
Seluruh perubahan ini bisa mengakibatkan menurunnya kemampuan respons terhadap kerusakan pada sel dan bisa
berakhir dengan kematian sel dan organisme.
Morfologi dari Jejas pada sel dan jaringan :
1. jejas reversible :
Dua kelainan morfologik penting yang berkaitan dengan jejas reversible
pada sel ialah :
- pembengkakan sel
- degenerasi lemak
Pada beberapa keadaan, yg berpotensi menimbulkan jejas akan
mengakibatkan perubahan spesifik pada organel sel, seperti ER (endoplasmic
reticulum)
2. Jejas Ireversibel (Nekrosis)
- Merupakan jenis kematian sel yang dihubungkan dengan hilangnya integritas membrane
dan bocornya isi sel.
- Hal menyebabkan kerusakan sel terutama karena pengaruh enzim yang mengakibatkan
jejas bersifat fatal.
- Isi sel yang keluar mengakibatkan reaksi local pejamu yang disebut RADANG  upaya
untuk menghilangkan sel yang mati dan memulai proses perbaikan.
NEKROSIS

• Nekrosis merupakan jenis kematian sel yang dihubungkan dengan hilangnya


integritas membran dan bocornya isi sel sehingga terjadi kerusakan sel, terutama
akibat pengaruh enzim yang merusak sel yang mengalami jejas fatal.
• Isi sel yang bocor keluar akan mengakibatkan reaksi lokal pejamu yang disebut
radang yang merupakan upaya untuk menghilangkan sel yang mati dan
memulai proses perbaikan.
• Enzim yang mengakibatkan pencernaan sel berasal dari lisosom sel mati dan
dari lisosom leukosit yang dikerahkan sebagai bagian dari reaksi radang karena
adanya sel yang mati.
Nekrosis ditandai dengan adanya perubahan pada
sitoplasma dan inti sel yang mengalami jejas

Perubahan morfologik pada jejas sel reversibel dan ireversibel (nekrosis). A. Tubulus
ginjal normal dengan sel epitel viabel.
B. Jejas dini (reversibel) iskemik menunjukkan tonjolan permukaan, peningkatan
eosinofilia di sitoplasma, dan pembengkakan beberapa sel.
C. jejas nekrotik (ireversibel) sel epitel, dengan hilangnya inti dan fragmentasi sel
dan bocornya isi sel.
Jenis-jenis nekrosis
Nekrosis koagulativa

A, lnfark bentuk baji pada ginjal (kuning) dengan preservasi batas luar. B , Gambaran
mikroskopik tepi infark, dan ginjal normal (N) dan sel nekrosis dalam infark (I). Sel nekrosis
menunjukkan preservasi batas sel dengan hilangnya inti, dan infiltrat radang di jumpai (sulit
melihatnya pada pembesaran ini).
Nekosis liquefaktif

lnfark di otak menunjukkan disolusi jaringan.


Nekrosis kaseosa

Tuberkulosis paru, dengan


daerah nekrosis kaseosa yang
luas mengandungi sisa jaringan
berwarna kuning-keputihan
(mirip keju)
Nekrosis fibrinoid

Nekrosis fibrinoid pada arteri


seorang penderita
poliarteritis nodosa. Dinding arteri
menunjukkan daerah melingkar
merah muda akibat nekrosis
dengan deposisi protein dan
peradangan.
Nekrosis lemak

Nekrosis lemak pada pankreatitis


akuca. Daerah yang berwarna putih
mirip kapur menandakan fokus
nekrosis lemak den pembencukan
sabun kalsium (saponifikasi) pada
daerah penghancuran lemak di
mesenterium.
Mekanisme jejas
Ringkasan singkat mekanisme jejas

• Deplesi ATP: kegagalan fungsi yang bergantung pada energi → jejas reversibel
→ nekrosis
• Kerusakan mitokondria: deplesi ATP → kegagalan fungsi sel yang bergantung
pada energi → terjadi nekrosis; pada beberapa keadaan kebocoran protein
mitokondria yang menyebabkan apoptosis
• Aliran masuk kalsium: aktivasi enzim yang merusak komponen sel juga akan
memulai terjadinya apoptosis.
• Akumulasi spesies oksigen reaktif modifikasi kovalen protein sel, lipid, asam
nukleat
• Peningkatan permeabilitas membran sel: mempengaruhi membran plasma,
membran lisosom, membran mitokondria, biasanya berakhir dengan nekrosis
• Akumulasi DNA yang rusak dan protein salah rangkaian: mengakibatkan
apoptosis
Apoptosis

 Merupakan jalur kematian sel dengan mengaktifkan enzim yang merusak


DNA inti sel itu sendiri dan protein pada inti dan sitoplasma.
 Fragmen sel yang mengalami apoptosis akan terlepas, memberikan
gambaran yang sesuai dengan namanya (apoptosis, "lepas").
 Membran plasma sel apoptotik tetap utuh, tetapi berubah sehingga sel
dan fragmen yang terlepas akan menjadi target fagosit. Sel yang mati dan
fragmennya akan segera dibersihkan sebelum isi sel bocor keluar, sehingga
tidak menimbulkan reaksi radang pada pejamu.
Gambaran morfologik sel
apoptosis.
Dipertunjukkan sel apoptotik
(beberapa ditunjukkan dengan
panah) pada kripta normal
epitel kolon. (Persiapan untuk
sediaan kolonoskopi sering
menimbulkan apoptosis pada
sel epitel, menjelaskan
terdapatnya banyak sel mati
pada jaringan normal).
Perhatikan fragmen inti dengan
kromatin padat dan badan sel
yang melisut, sebagian terlepas.
Mekanisme apoptosis
AUTOFAG
(MEMAKAN DIRI SENDIRI)
Akumulasi Intrasel
KLASIFIKASI PATOLOGIS
Kalsifikasi patologis merupakan proses biasa yang dijumpai
pada berbagai keadaan penyakit; menyatakan adanya
penempatan garam kalsium abnormal, biasanya bersama
dengan sedikit besi, magnesium, dan mineral lain
Klasifikasi Distrofik

 Penempatannya pada jaringan mati atau jaringan yang akan mati


 Terjadi tanpa adanya gangguan metabolisme kalsium (misalnya kadar
serum kalsium normal)
 Dijumpai pada semua jenis nekrosis.
 Selalu dijumpai di atheroma pada aterosiderosis lanjut, dikaitkan dengan
jejas intima pada aorta dan pembuluh arteri besar dan merupakan
gambaran khas pada akumulasi lemak
KLASIFIKASI DISTROFIK

 Patogenesis klasifikasi distrofik meliputi inisiasi (atau nuldeasi) dan propagasi, keduanya
dapat terjadi intrasel atau ekstrasel
 Hasil akhir adalah terbentuknya kristal kalsium fosfat. Inisiasi ekstrasel terjadi pada
vesikel yang terikat pada membran berdiameter kira-kira 200 nm; pada tulang rawan dan
tulang normal disebut vesikel matriks
 Pada klasifikasi patologis berasal dari sel yang mengalami degenerasi.
 Diperkirakan kalsium mula-mula terkumpul pada vesikel ini karena afinitasnya dengan
fosfolipid membran, sedangkan fosfat terkumpul karena kegiatan fosfatase yang berikatan
dengan membran.
 Inisiasi klasifikasi intrasel terjadi di mitokondria sel mati atau sel yang akan mati, yang
kehilangan kemampuan untuk mengatur kalsium intrasel.
 Setelah terjadinya inisiasi pada tempat tersebut, terjadi perkembangan
 pembentukan kristal. Hal ini bergantung pada kadar Ca'2+dan PO4
 -
 keberadaan inhibitor mineral dan derajat pembentukan kolagen,
 yang akan mempercepat pertumbuhan kristal.
KLASIFIKASI METASENTRIK

 Penempatan garam kalsium di jaringan normal

 Hampir selalu terjadi sebagai akibat suatu gangguanmetabolisme kalsium


(hiperkalsemia).
KLASIFIKASI METASENTRIK

 Klasifikasi metastatik dapat terjadi pada jaringan normal apabila terdapat


hiperkalsemia
 Penyebab utama hiperkalsemia ialah:
(1) peningkatan sekresi hormon paratiroid, terjadi karena tumor paratiroid
primer atau produksi hormon yang terkait protein paratiroid suatu tumor ganas
lain
(2) destruksi tulang akibat penggunaan yang meningkat (misal: penyakit
Paget), imobilisasi, atau tumor (peningkatan katabolisme tulang akibat dari
mieloma multipel, leukemia, atau metastasis tulang difus)
(3) kelainan yang berhubungan dengan vitamin D termasuk intoksikasi vitamin
D dan sarkoidosis (makrofag mengaktifkan prekursor vitamin D)
(4) gagal ginjal, dimana retensi fosfat berakibat pada hyperparathyroidisme
sekunder.
Bab II
PENUAAN SEL

 Penuaan sel terjadi akibat penurunan progesif masa hidup


dan kapasitas fungsional sel.
 timbulnya sejumlah besar penyakit menahun, seperti kanker,
penyakit Alzheimer, dan penyakit iskemi jantung. Mungkin
salah satu penemuan terpenting tentang penuaan sel ialah
bahwa proses itu tidak hanya terjadi karena sel kehilangan
energinya
 Kerusakan DNA. Berbagai serangan metabolisme yang
terakumulasi dengan waktu akan mengakibatkan kerusakan
pada inti dan DNA mitokondria. Walaupun sebagian besar
kerusakan DNA dapat diperbaiki oleh enzim perbaikan DNA,
sebagian tetap dan berakumulasi dengan menuanya sel.
 Replikasi sel yang berkurang. Semua sel normal mempunyai kemampuan
terbatas untuk replikasi, dan setelah sekian kali pembelahan, sel berhenti
dalam status tidak dapat membelah lagi, disebut sebagai senescence
replikatif. Penuaan dikaitkan dengan senescence replikatif dari sel secara
progresif
RADANG AKUT

Respons radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma di


tempat jejas. Sampai di tempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen
penyebab dan memulai proses pencernaan dan pembersihan jaringan
nekrotik.
Radang akut mempunyai dua komponen utama:
1. Perubahan vaskular
2. Akibat pada sel
STIMULUS RADANG AKUT

Reaksi radang akut dapat dipicu oleh berbagai stimulus:


1. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakanpenyebab radang tersering
dan terpenting dalam klinis.
2. Trauma (tumpul atau tajam) dan berbagai agen fisisdan kimia (misalnya
jejas termal, seperti luka bakar atau luka pembekuan; radiasi; toksisitas
akibat pengaruh kimia lingkungan) akan mencederai sel tubuh dan
memicu reaksi radang.
3. Nekrosis jaringan (akibat semua sebab), termasukiskemia (seperti pada
infark miokardium) dan jejas fisis dan kimia.
4. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan, deposit kristal).
5. Reaksi imun (juga disebut reaksi hipersensitif) terhadap substansilingkungan
atau terhadap jaringan "sendiri".
Pengenalan Mikroba, Sel Nekrotik, dan
Benda
Asing
 Fagosit, sel dendrit (sel pada jaringan ikat dan organ yang menangkap
mikroba dan memulai respons terhadapnya), dan banyak sel lain, seperti
sel epitel, mengekspresikan reseptor yang dibentuk untuk mampu
merasakan keberadaan patogen infektif dan substansi yang dikeluarkan
oleh sel mati.
 Dua kelompok reseptor ini yang terpenting ialah:
1. Toll-like receptor (TLR) merupakan sensor mikroba disebut kelompok Toll,
dijumpai pada Drosophila.
2. Inflammasome merupakan komplek multi-protein sitoplasma yang
mengenali produk sel mati, seperti asam urat dan ATP ekstrasel, juga kristal
dan beberapa produk mikroba.
Perubahan Vaskular

 Reaksi vaskular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah
yang terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh dan peningkatan
permeabilitas vaskular, kedua hal dirancang untuk membawa sel darah
dan protein menuju tempat infeksi atau tempat jejas.
Peningkatan Permeabilitas Vaskular

Beberapa mekanisme berperan pada peningkatan permeabilitas vaskular


pada reaksi radang akut:
 Kontraksi sel endotel yang menyebabkan terbentuknya celah antar sel
pada venula postkapiler merupakan sebab tersering peningkatan
permeabilitas vaskular.
 Jejas endotel mengakibatkan kebocoran vaskular dengan nekrosis dan
lepasnya sel endotel.
 Peningkatan transit protein melalui jalur vesikular intrasel akan menambah
permeabilitas vena, terutama setelah berhadapan dengan beberapa
mediator misalnya faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF).
 Kebocoran pembuluh darah baru. Sesuai pembahasan lanjut, pemulihan
jaringan melibatkan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).
Kejadian Seluler: Pengumpulan dan
Pengaktifan
Leukosit
Pengumpulan Leukosit
Leukosit biasanya akan mengalir lancar di darah, dan pada radang,
leukosit perlu dihentikan dan dibawa ke agen perusak atau tempat
kerusakan jaringan, yang biasanya terletak di luar pembuluh. Urutan
kejadian pengumpulan leukosit dari rongga vaskular menuju rongga
ekstravaskular terdiri atas:
(1) marginasi dan berguling-guling sepanjang dinding pembuluh
(2) adhesi kuat pada endotel
(3) keluar di antara sel-sel endotel
(4) migrasi di jaringan interstisium menuju stimulus kemotaksis
 Marginasi dan Berguling. Saat darah mengalir dari kapiler menuju vena, sel
yang mengalir akan terdorong ke arah dinding pembuluh.
 Adhesi. Leukosit yang sedang berguling akan mampu mengetahui
perubahan endotel yang akan memulai langkah selanjutnya pada reaksi
leukosit, berupa adhesi kuat pada permukaan endotel. Adhesi ini dipicu
oleh integrin yang terekspresi pada permukaan sel leukosit yang saling
berhubungan dengan ligan pada sel endotel.
 Transmigrasi. Setelah terhenti pada permukaan endotel, leukosit bermigrasi
melalui dinding pembuluh darah, terutama dengan menyusup di antara
sel endotel.
 Kemotaksis. Setelah keluar dari darah, leukosit akan bergerak menuju
tempat infeksi atau cedera melalui gradien kimia dengan suatu proses
yang disebut kemotaksis. Kedua substansi eksogen dan endogen
mempunyai sifat kemotaksis bagi leukosit, sebagai berikut:
• Produk bakteri, terutama peptida dengan N-formyl methionine termini
• Sitokin terutama dari kelompok kemokin
• Komponen dari sistem komplemen, terutama C5
• Produk metabolisme jalur lipogenase asam arahidonat (AA),
terutama leukotriene B4 (LTB4)
Pengaktifan Leukosit
 Pengaktifan leukosit menghasilkan peningkatan fungsi berikut:
• Fagositosis partikel
• Destruksi intrasel mikroba dan jaringan mati yang telah di fagosit oleh
substansi yang dihasilkan oleh fagosom, termasuk oksigen reaktif dan
spesies nitrogen serta enzim lisosom.
• Pelepasan substansi yang memusnahkan mikroba dan jaringan mati
ekstrasel, umumnya sama dengan substansi yang diproduksi di dalam vesikel
fagosit. Menurut mekanisme yang baru diketahui, neutrofil memusnahkan
mikroba ekstrasel dengan pembentukan "jebakan" ekstrasel
• Produksi mediator, termasuk metabolit asam arakidonat dan sitokine, yang
akan memperbesar reaksi radang melalui peningkatan pengumpulan dan
pengaktifan leukosit baru.
 Fagositosis. Fagositosis terdiri dari tiga langkah:
(1) pengenalan dan perlekatan partikel pada leukosit yang akan mencerna;
(2) penyelubungan ("engulfment"), dan terbentuknya vakuol Fagosit
 (3) pemusnahan dan degradasi materi yang dicerna.
Cedera Jaringan Akibat Leukosit
Karena leukosit mampu mensekresi substansi yang berpotensi merugikan seperti
enzim dan ROS, leukosit menjadi penyebab penting terjadinya cedera pada sel
dan jaringan normal dalam beberapa situasi:
 Sebagai reaksi pertahanan normal melawan mikroba yang infektif, di mana
jaringan sekitar mengalami cedera. Pada infeksi yang sukar dihilangkan,
misalnya tuberkulosa dan beberapa penyakit virus, respons tubuh lebih banyak
menambah proses patologis daripada mikrobanya sendiri
 Upaya normal untuk menghilangkan jaringan rusak dan jaringan mati (misalnya
setelah infark miokardium). Pada infark, radang akan memperpanjang dan
memperburuk akibat merugikan dari iskemia, khususnya pada reperfusi .
 Apabila respons radang secara tidak tepat ditujukan pada jaringan tubuh,
seperti pada beberapa penyakit autoimun, atau tubuh bereaksi berlebihan
terhadap substansi lingkungan yang nontoksik, seperti penyakit alergi termasuk
asma .
Defek pada Fungsi Leukosit

Penyebab tersering radang akibat defek adalah supresi sumsum


tulangsebagai akibat dari tumor atau pengobatan dengan kemoterapi
atau radiasi (terjadi penurunan jumlah leukosit) dan penyakit metabolit
seperti diabetes (menyebabkan fungsi abnormal leukosit).
Beberapa jenis penyakit keturunan yang lebih difahami adalah:
1. Defek pada adhesi leukosit.
2. Defek pengaktifan mikrobisida.
3. Defek pembentukan fagolisosom.
4. Kadang-kadang pasien dengan gangguan pertahanan tubuh
mengandungi mutasi di jalur sinyal TLR.
5. Mutasi pada gen yang mengkode beberapa komponen yang
menambah fungsi inflammasome, satu di antaranya yang disebut
cryopyrin, berperan pada penyakit yang jarang dijumpai tetapi berbahaya
yang disebut penyakit sindrom demam periodik terkait cryopyrin (CAPS),
dengan gejala demam dan tanda radang lain yang tidak ada henti-
hentinya dan merespons baik pada terapi antagonis IL-1.
Akibat Radang Akut

Radang akut umumnya akan menghasilkan satu dari tiga akibat di bawah
ini:
1. Resolusi: Regenerasi dan Pemulihan Jaringan.
2. Radang Kronik
3. Jaringan Akut
POLA MORFOLOGIK RADANG AKUT

1. Radang serosum
2. Radang Fibrinosa
3. Radang supuratif (purulen) dan pembentukan abses.
4. Ulkus
MEDIATOR KIMIA DAN REGULATOR
RADANG
 Mediator diproduksi lokal oleh sel pada daerah radang, atau dapat
berasal dari prekursor inaktif (biasanya disintesa di hati) yang beredar di
darah dan akan teraktifkan di tempat radang.
 Mediator umumnya berperan melalui ikatan dengan reseptor spesifik pada
sel target yang berbeda.
 Aktivitas mediator umumnya diatur ketat dan berumur pendek
Mediator Asal Sel

1. Amin Vasoaktif
Kedua amin vasoaktif yaitu histamin dan serotonin, disimpan sebagai
molekul siap pakai di sel mast dan sel lain dan merupakan mediator
pertama yang akan dilepaskan pada reaksi radang akut.
Metabolit Asam Arakidonik

 Prostaglandin
 Leukotrin
 Lipoksin
Faktor aktivasi trombosit (PAF),

Sejak semula dinama-kan demikian karena mampu mengagregasi dan


mendegranulasi trombosit, merupakan mediator jenis lain yang berasal dari
fosfolipid dengan efek radang luas. PAF adalah acetyl glycerol ether
phosphocholine; dibentuk dari fosfolipid membran neutrofil, monosit,
basofil, sel endotel, dan trombosit (serta sel lain) melalui kerjanya
fosfolipase A2. PAF bekerja langsung pada sel target melalui efek reseptor
yang berikatan dengan protein G spesifik. Di samping menstimulasi
trombosit, PAF mengakibatkan bronkokonstriksi dan 100 hingga 1000 kali
lebih poten daripada histamin untuk menginduksi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular. Juga menstimulasi sintesa mediator
lain, seperti eicosanoids dan sitokin, yang berasal dari trombosit atau sel
lain. Jadi, PAF dapat memicu berbagai reaksi radang, termasuk
peningkatan adhesi leukosit, kemotaksis, degranulasi leukosit, dan letupan
gangguan respirasi.
SITOKIN

 Sitokin utama pada radang akut ialah TNF, IL-1, IL-6, dan suatu kelompok
sitokin kemoatraktan yang disebut kemokin. Sitokin lain yang lebih penting
pada radang kronik termasuk interferon-γ (IFN-γ) dan IL-12. Suatu sitokin
yang disebut IL-17, diproduksi limfosit T dan sel lain, mempunyai peran
penting dalam pengerahan neutrofil dan berperan pada pertahanan
tubuh terhadap infeksi dan penyakit inflamasi.
KEMOKIN

Kemokin merupakan kelompok protein kecil (8 sampai


10 kDa) yang strukturnya berhubungan bekerja
terutama sebagai kemoatraktan untuk berbagai subset
leukosit yang berbeda. Dua fungsi utama kemokin
adalah mengerahkan leukosit ke tempat radang dan
mengatur organisasi sel agar secara anatomik normal di
jaringan limfoid dan jaringan lain.
Kemokin dibagi dalam empat kelompok berdasarkan susunan residu sistein
yang masih lengkap. Dua kelompok utama ialah kemokin CXC dan CC:
• Kemokin CXC mempunyai satu asam amino yang memisahkan sistein
yang masih lengkap dan bekerja terutama pada neutrofil. IL-8 merupakan
bentuk khas kelompok ini; dihasilkan oleh makrofag yang teraktifkan, sel
endotel, sel mast dan fibroblas terutama merespons produk mikroba dan
sitokin lain seperti IL-1 dan TNF.
• Kemokin CC mempunyai residu sistein yang berdekatan dan termasuk
protein-1 kemoatraktan monosit (MCP-1) dan protein 1α radang makrofag
(MIP-1α) (keduanya bersifat kemotaksis untuk monosit), RANTES (diregulasi
setelah pengaktifan, diekspresi dan disekresi pada sel T normal) (kemotaksis
untuk pada sel T CD4+ memori dan monosit), dan eotaksin (kemotaksis
untuk eosinofil).
Peran sitokin dalam radang akut. Sitokin TNF, IL-1, dan IL-6 merupakan mediator kunci untuk mengumpulkan leukosit
pada respons adang lokal dan berperan penting dalam reaksi sistemik radang.
1. SPESIES OKSIGEN REAKTIFROS: disintesa melalui jalur NADPH oksidase (fagosit
oxidase) dan dilepaskan dari neutrofil dan makrofag yang diaktifkan oleh
mikroba, kompleks imun, sitokin, dan berbagai stimulus radang lain.
2. SPESIES OKSIGEN REAKTIF: radikal bebas gas, yang berumur singkat, larut air,
diproduksi berbagai jenis sel dan mampu melakukan berbagai fungsi. Ada tiga
jenis bentuk isoforms NOS, dengan distribusi di jaringan yang berbeda.
• Tipe I, neuronal NOS (nNOS), diekspresi pada neuron, dan tidak mempunyai
peran penting pada radang.
• Tipe II, inducible NOS (iNOS), diinduksi pada makrofag dan sel endotel oleh
sejumlah sitokin radang dan mediator radang, terutama oleh IL-1, TNF, dan IFN-
y, dan oleh endotoksin bakteri, dan berperan pada produksi NO pada reaksi
radang. Jenis yang mudah diinduksi ini juga terdapat pada berbagai sel lain,
termasuk sel hepar, miosit jantung, dan sel epitel respirasi.
• Tipe III, endothelial NOS, (eNOS), disintesa terutama (tapi bukan eksklusif) di
endotel.
3. Enzim lisosom Leukosit
4. Neuropeptida
Mediator dari Protein Plasma

 Komplemen
Sistem komplemen terdiri atas protein plasma yang mempunyai peran
penting pada pertahanan tubuh (imunitas) dan radang. Setelah
pengaktifan berbagai komplemen protein akan melapisi (opsonisasi)
partikel, misalnya mikroba, untuk fagositosis dan destruksi, dan berperan
pada respons radang dengan meningkatkan permeabilitas vaskular dan
kemotaksis leukosit.
Faktor asal komplemen yang diproduksi
dan memberi kontribusi
pada berbagai fenomena radang akut:
 Efek vaskular
 Pengaktifan adhesi dan kemotaksis leukosit
 Fagositosis
 MAC
SISTEM KOAGULASI DAN KININ
Mekanisme Anti-inflamasi
Reaksi inflamasi akan berkurang karena berbagai mediator berperan
hanya sebentar dan dirusak oleh enzim degradasi. Dijumpai pula
berbagai mekanisme yang melawan mediator radang dan berfungsi
untuk membatasi atau mengakhiri respons radang, seperti lipoksin,
dan protein regulasi komplemen, telah dibahas terdahulu. Makrofag
yang teraktifkan dan sel lain yang mensekresikan sitokin, IL-10,
dengan fungsi utama menekan respons makrofag yang teraktifkan,
sehingga terjadi lingkaran balik yang negatif. Pada penyakit herediter
yang langka di mana reseptor IL-10 mengalami mutasi, pasien akan
menderita kolitis parah sejak kecil. Sitokin anti-inflamasi lain termasuk
TGF-β, yang juga merupakan mediator untuk fibrosis pada pemulihan
jaringan setelah radang. Sel juga mengekspresi sejumlah protein
intrarespons
Mediator kimiawi pada radang

77
Media Inflamasi

a. Histamin
-Dihasilkan oleh Sel mast, Basofil, thrombosit
-Granula histamin dari sitoplasma sel dilepaskan bila terjadi
trauma, suhu ekstrim, perlekatan antibodi pada sel mast,
aktivasi komplemen menjadi fraksi C3a dan C5a, adanya
sitokin produk leukosit seperti IL-1 dan IL-8
-Daya kerja histamin mem-vasodilatasi vasculer difokus
kerusakan dan meningkatkan permiabilitasnya
b. Serotonin
- Dihasilkan oleh thrombosit, sel enterokromafin, dan
sel mast (bangsa rodent)
- Stimulus pelepasan serotonin dan histamin dari
granula thrombosit langsung ketika terjadi aktivasi
thrombosit oleh serabut kolagen subendotel
vascula, thrombin, kompleks Ag-Ab.
- Daya kerja serotonin meningkatkan permiabilitas
vasculer
c. Prostaglandin
- Sebagai efektor pelepasan histamin pada awal
terjadinya peradangan
- Memepunyai kontribusi dalam genesis demam, rasa
sakit, vasodilatasi, dan peningkatan permiabilitas
vasculer
d. Komplemen
- Difokus radang komplemen diaktivasi menjadi
mediator inflamasi membentuk fraksi aktif ( C3a dan
C5a ) yang akan menstimuli pelepasan histamin dari
sel mast
- C3b sebagai opsonin bakteri sehingga lebih mudah
difagosit leukosit ( makrofag dan neutrofil )
- C5a sebagai aktivatorpelepas media inflamasi dari
neutrofil dan makrofag, menstimuli adhesi leukosit
pada endotel dan kemotaktik
e. Kinin
- Terbentuk dari protein plasma faktor penggumpalan
darah XII (faktor Hageman) yang terstimuli oleh
terjadinya kontak antara protein tersebut dengan
jaringan subendotel seperti serabut kolagen dan
membran basal
- Produk dari kinin :
1.Bradikinin > berfungsi meningkatkan permiabilitas
vasculer, vasodilatasi,rasa nyeri.
2. Kallikrein > bersifat kemotaktik dan sebagai
aktivator C5
f. Sitokin
- Suatu polipeptida yang diproduksi sel-sel radang
yang teraktivasi
- Makrofag yang teraktivasi pada lokasi inflamasi
akan memproduksi :
* IL-1 dan TNF > yg memberikan efek demam,
anoreksia, adhesi leucosit, proliferasi fibroblast dan
produksi kolagen
* IL-8 > kemotaksis dan aktivator neutrofil
RADANG KRONIK
=> radang yang berlangsung lama (minggu hingga tahun) di mana radang
berkelanjutan
Radang kronik dapat timbul dari
keadaan berikut:
 Infeksi persisten mikroba yang sulit dibasmi.
 Immune-mediated inflammatory diseases (penyakit hipersensitif) .
 Paparan berkepanjangan terhadap agen toksik.
 Bentuk ringan radang kronik penting pada patogenesis berbagai penyakit
yang tadinya tidak dikira termasuk kelainan radang.
Sel dan Mediator Radang Kronik
 Makrofag
 Limfosit
 Sel Lain
 Eosinofil
 Sel Mast

Walaupun keberadaan neutrofil merupakan tanda utama radang akut, banyak jenis radang kronik
masih mengandungi infiltrat neutrofil, sebagai akibat adanya mikroba persisten atau sel nekrotik
atau mediator yang dihasilkan oleh makrofag. Lesi radang tersebut kadang-kadang disebut
"radang akut pada radang kronik" contoh inflamasi pada pada tulang (osteomielitis).
Radang
Granulomatosa
EFEK SISTEMATIK RADANG
Tiap orang yang pernah menderita penyakit virus (misal influensa) mengalami efek radang sistematik, disebut reaksi
fase akut atau sindrom respons sistematik radang.

Respons fase akut terdiri dari berbagai kelainan klinis dan patologis.
1. Demam, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan manifestasi paling menonjol pada respons fase akut.
Demam timbul sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi melalui stimulasi sintesa prostagladin disel
vaskular dan perivaskular dihipotalamus.

2. Peningkatan kadar protein fase akut plasma. Protein plasma terutama disentesa di hati, dan pada radang akut,
konsentrasi akan meningkat sampai beberapa ratus kali lipat. Tiga jenis protein terpenting kelompok ini ialah
protein C-reaktif (CRP), fibrinogen, dan protein amiloida serum (SAA).

3. Leukositosis
Merupakan reaksi radang yang umum dijumpai, khususnya apabila disebabkan oleh leukosit biasanya meningkat
menjadi 15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada keadaan tertentu dapat mencapai 40.000 hingga 100.000 sel/mL.
Peningkatan esktrem ini disebut reaksi leukemoid karena mirip seperti pada leukemia.
4. Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, keringat
menurun, terutama karena akibat aliran darah semula dari daaerah permukaan mengalir ke daerah vaskular yang
letaknya lebih dalam, untuk mengurangi panas yang hilang keluar dari kulitdan rigor (gemetar), menggigil,
(persepsi rasa dingin karena hipotalamus mengubah suhu tubuh), anoreksia, somnolen, dan malaise, terjadi
sekunder karena kerja sitokin pada sel otak.

5. Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar produk bakteri di darah dan jaringan
ekstravaskular menstimulasi produksi beberapa beberapa sitokin, yaitu TNF, juga IL-12 dan IL-1.
REGENERASI SEL DAN JARINGAN
 RINGKASAN
Proliferasi Sel, Siklus Sel, dan Sel Punca
• Regenerasi jaringan ditentukan oleh proliferasi sel yang tidak kena jejas (residu) dan
pergantian dari sel punca.
• Proliferasi sel terjadi apabila sel tenang memasuki siklus sel. Siklus sel diatur ketat oleh stimulator
dan inhibitor dan terdapat pula titik pengamatan untuk mencegah terjadinya replikasi sel
abnormal.
• Jaringan dibagi atas labil, stabil, dan permanen sesuai dengan kapasitas proliferasi sel.
• Jaringan yang selalu membelah (jaringan labil) mengandungi sel matur yang mampu
membelah dan sel punca yang akan berdiferensiasi untuk mengganti sel yang hilang.
• Sel punca dari embrio (sel ES) merupakan sel yang pluripoten; jaringan dewasa, terutama
sumsum tulang, mengandungi sel punca dewasa yang mampu menghasilkan berbagai jenis
sel.
• Sel punca pluripoten yang diinduksi (sel iPS) berasal dari introduksi gen yang karakteristik untuk
sel ES pada sel matur. Sel iPS mempunyai banyak sifat sel punca.
RINGKASAN
Faktor Pertumbuhan, Reseptor, dan Transduksi Sinyal
• Faktor pertumbuhan polipeptida bekerja secara autokrin, parakrin, atau endokrin
• Faktor pertumbuhan diproduksi merespons stimulus eksternal dan bekerja melalui
ikatan dengan reseptor sel. Berbagai kelompok dari reseptor faktor pertumbuhan
meliputi reseptor dengan aktivitas kinase intrinsik, reseptor pasangan-protein G dan
reseptor tanpa aktivitas kinaseintrinsik.
Lanjutan ringkasan

• Faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan epidermal (EGF) dan faktor pertumbuhan
hepatosit (HGF) berikatan dengan reseptor melalui aktivitas kinase intrinsik, memicu kaskade
kegiatan fosforilasi melalui kinase MAP, yang berkulminasi pada aktifnya faktor transkripsi dan
replikasi DNA.
• Reseptor pasangan-protein G menghasilkan efek ganda melalui jalur cAMP dan Ca". Kemokin
memanfaatkan reseptor tersebut.
• Sitokin biasanya berikatan dengan reseptor tanpa aktivitas kinase; reseptor tersebut akan
berinteraksi dengan faktor transkripsi sitoplasmik yang berpindah ke dalam inti.
• Umumnya faktor pertumbuhan mempunyai efek multipel, seperti migrasi, diferensiasi, stimulasi
angiogenesis, dan fibrogenesis, di samping proliferasi sel.
Pembentukan Jaringan Parut
Faktor yang Mempengaruhi Pemulihan
Jaringan
 Infeksi
 Nutrisi
 Glukokortikoid
 Veriabel Mekanik
 Benda asing
 Tipe dan luasnyaa
 Lokasi jejas
 Abersi
contoh klinis terpilih dari pemulihan jaringan
dan fibrosis.
1. Penyembuhan luka kulit
 Penyembuhan luka kulit melibatkan regenerasi epitel dan pembentukan jaringan ikat
parut dan merupakan contoh prinsip umum yang berlaku untuk semua jaringan.
 Bergantung pada sifat dan besarnya luka, dapat terjadi penyembuhan perprimam atau
penyembuhan persekundam.
Penyembuhan perprimam

 Salah satu contoh sederhana pemulihan luka, ialah penyembuhan dari


luka insisi bedah yang bersih tanpa infeksi dan dijahit dengan benang
Penyembuhan persekundam

 Apabila kerusakan sel atau jaringan lebih ekstensif, misalnya pada luka
yang luas, pada tempat pembentukan abses, ulserasi, dan nekrosis iskemik
(infark) di organ parenkim, proses penyembuhan lebih kompleks dan
melibatkan kombinasi regenerasi dan pembentukan jaringan parut.
 Pada penyembuhan persekundam pada luka kulit,juga disebut
penyembuhan melalui penyatuan sekunder

Anda mungkin juga menyukai