Anda di halaman 1dari 25

Prinsip-prinsip Reposisi

untuk Regenerasi Tulang


(Bone Healing)
Dissa Yulianita Suryani
NIM 132011101094
Pembimbing: dr. Suparimbo Sp. OT

SMF/LAB ILMU BEDAH RSD. DR. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 1
2019
Regenerasi Tulang
Menurut Schenk dan Willnegger, proses regenerasi tulang
terjadi dalam 2 cara, yaitu
1. Gap Healing (Indirect/Primary Bone Healing)
2. Contact Healing (Direct/Secondary Bone Healing)

Apley Graham A;Solomon Louis: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. ELBS ed of 7ed 1993.
Gap Healing (Indirect/Primary Bone Healing)
• fiksasi stabil pada fragmen fraktur reduksi anatomis sempurna
jarang terjadi  celah yang kecil.
• Bila fragmen fraktur kurang dari 0,3 mm akan terbentuk langsung
tulang lamelar. sedangkan celah antara 0,5 - 1,0 mm akan terisi oleh
“woven bone (kalus)” selanjutnya dalam ruang trabekula akan terisi
oleh tulang lamela.
• Kalus terbentuk utk menghentikan gerakan diantara dua patahan
tulang  stabilisasi patahan tulang sesegera
mungkinmembangun jembatan tulang antara kedua patahan
tulang.
• Dalam waktu 6 minggu tulang lamelar akan tersusun tegak lurus
terhadap fragmen fraktur, kemudian proses remodeling akan
merubah sejajar dengan sumbu tulang.
• Indirect bone healing lebih menguntungkan menjamin kekuatan
mekanik ketika ujung2 patahan tulang tersambung; dan dengan
meningkatnya beban  kalus akan tumbuh lebih kuat dan lebih kuat
lagi (Prinsip dari Wolff’s law) 3

Apley Graham A;Solomon Louis: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. ELBS ed of 7ed 1993.
• Apabila segmen tulang cukup besar, "gap healing" dengan cara
pembentukan osteon akan berlangsung, namun dalam kecepatan
yang lebih lambat dan area tulang nekrotik tidak akan mengalami
remodelling dalam jangka waktu yang lama.

Penyembuhan Gap Healing:


1. Reactive phase
a. Hematom
b. Inflamasi dan proliferasi
2. Reparative phase
a. Callus formation
b. Lamellar bone deposition
3. Remodelling phase
Remodelling to original bone contour 4

Apley Graham A;Solomon Louis: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. ELBS ed of 7ed 1993.
Contact Healing (Direct/Secondary Bone Healing)
• Pada patah impaksi pada tulang kanselous (spongiosa) atau patah
tulang yang dikerjakan fiksasi secara rigid(sangat kuat) dengan plat
metal terjadi immobilisasi yang ‘terlalu kuat’  terjadi regenerasi
tulang TANPA melalui proses terbentuknya kalus.
• Pembuluh darah dari periosteum, endosteum dan sistem havers
akan menginvasi celah dan membawa sel-sel osteoblastik mesenkim
yang akan mendeposit tulang pada fragmen fraktur tanpa melalui
pembentukan kalus.
• Fiksasi dengan bahan metal yang sangat kuat(rigid fixation),tanpa
kalus berarti stabilitas sambungan tulang  tergantung kepada
implant metal untuk waktu yang lama
Selanjutnya implant tersebut akan membebaskan atau
menghilangkan beban pada tulang,yang berakibat osteoporosis pada
tulang tersebut,selama implant belum dilepas. 5

Apley Graham A;Solomon Louis: Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. ELBS ed of 7ed 1993.
6
Pengelolaan Fraktur
• Prinsip 4R:
1. Recognizing (Anamnesa, PF, Diagnosa, Pem. Penunjang)
2. Reduction (Reposisi)  mengembalikan posisi fraktur ke
sebelum fraktur, dilakukan bila kedudukan fragmen bergeser
terhadap alignment (kedudukan)
3. Retaining (Fiksasi/immobilisasi)  mempertahankan hasil
fragmen yang direposisi
4. Rehabilitation  mengembalikan fungsi ke semula dan
mencegah disuse atrophy & kekakuan sendi distal (isometric
exercise)

Salter , Robert B, Textbook of dissorder and injuries of the musculosceletal system 3rd, WILLIAM and WILKINS , 1999
Prinsip Reposisi/Reduction

• Reduction (Reposisi)  mengembalikan posisi fraktur ke


sebelum fraktur, dilakukan bila kedudukan fragmen bergeser
terhadap alignment (kedudukan)

8
Metode Reposisi
1. Reposisi Tertutup
2. Reposisi Terbuka

9
Reduksi tertutup
• Keberhasilan reduksi tergantung pada Analgesik yang memadai
dan pelemas otot
• Cara reduksi tergantung dari jenis fraktur dan lokasinya
• Koreksi panjang, rotasi dan angulasi
• Immobilisasi sendi diatas dan dibawahnya

10
Prisip Reduksi Tertutup
• Reduksi dilakukan sesuai dengan dari mekanisme
traumanya, terutama pada anak, dg periosteum
yang masih baik
• Jika terjadi patah tulang karena bengkokan,
jaringan lunak akan rusak pada daerah konvek,
dan utuh pada dearah konkav

Figure from Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd Ed. 11


(Redrawn from Charnley J. The Closed Treatment of
Common Fractures, 3rd ed. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1963.)
Prinsip reduksi tertutup
• Traksi Longitudinal tidak bisa mengembalikan posisi
fraktur, apalagi dg periosteum yang intak pada satu
sisi dan kuat (Khas pada anak-anak)

Figure from Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd Ed.


(Redrawn from Charnley J. The Closed Treatment of 12
Common Fractures, 3rd ed. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1963.)
Prinsip reduksi tertutup
• Maka untuk mempertemukan ujung fraktur
dilakukan refrakturasi , sesuai dg mekanisme
fraktur sebelumnya,
• Biasanya sampai 90°

Figure from Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd Ed.


(Redrawn from Charnley J. The Closed Treatment of
Common Fractures, 3rd ed. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1963.)

13
Prinsip reduksi tertutup
Penting untuk mempertahankan
reduksi dg bantuan Three point
contact (molding)

14

Figure from: Rockwood and Green: Fractures


in Adults, 4th ed, Lippincott, 1996.
Contoh: Reduksi tertutup yang sering
Distal Radius
• Traksi Longitudinal
• Blok lokal atau regional
• Chinnese finger trap traction

15

Figure from: Rockwood and Green: Fractures in


Adults, 4th ed, Lippincott, 1996.
Contoh: Reduksi tertutup yang sering
• Dislokasi Elbow – Traksi, fleksi, dan penekanan langsung.

16

Figures from Rockwood and Green, 5th ed.


Contoh: Reduksi tertutup yang sering
• Dislokasi Shoulder – Relaksasi, traksi, dan rotasi secara gentel
kalau diperlukan

17
Traksi dan counter raksi
Metode gravitasi
Contoh: Reduksi tertutup yang sering
Dislokasi Hip
• Relaksasi, Fleksi, dan
traksi
• Adduksi, dan rotasi
internal
• Gentle dan atraumatik
• Traksi 2 minggu

Relocation should be palpable and permit significantly 18


improved ROM. This often requires very deep sedation.

Figures from Rockwood and Green, 5th ed.


Reduksi Terbuka
Reduksi terbuka, meliputi
1. ORIF
2. OREF

19
ORIF ( Open Reduction Internal Fixation)
Indikasi dilakukan ORIF menurut Apley (1995):
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung
mengalami pergeseran kembali setelah reduksi, selain itu
juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-
lahan terutama fraktur pada leher femur.
4. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah
penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko
komplikasi umum dan kegagalan organ pada bagian system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya. 20
OREF (Open Reduction External Fixation)
Indikasi OREF:
1. Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan
otot ) dan III(Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh
darah, syaraf, otot dan kulit
2. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang
parah.
3. Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
4. Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan
saraf.
5. Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain
6. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak
cocok. Misal: infeksi pseudoartrosis (sendi palsu ).
7. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
8. kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus 21
Pada Fraktur terbuka, harus
dilakukan saat OREF:
1. Dilusi/irigasi
2. Debbridement
3. Reposisi

22
Keberhasilan Reposisi
Pedoman untuk menilai keberhasilan reposisi:
1. Aposisi atau pertemuan permukaan masing2 patahan tulang minimal 30%.
2. Angulasi (-), sudut <15̊
3. Rotasi (-).
4. Pemendekan(shortening) (-).
5. Interposisi oleh jaringan lunak (-).
6. Viabilitas jaringan dinilai dengan cara LFM
L (look)  perubahan warna
F (feel)  Nadi, CRT, dan tes sensoris maupun motoris di bagian distal fraktur
M (Movement)  ROM
7. Evaluasi dengan foto sinar X dengan rule of two:
• 2 proyeksi: Memuat 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
• 2 sendi: Memuat 2 sendi di proksimal dan distal fraktur
• 2 ekstremitas: Memuat gambaran foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang
tidak terkena cedera (pada anak)
• 2 waktu: Dilakukan foto sebanyak 2 kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
tindakan
23
24
TERIMA KASIH 

25

Anda mungkin juga menyukai