Anda di halaman 1dari 16

PERAN DAN FUNGSI

PERAWAT JIWA DAN


LEGAL ETIK
Dosen Pengajar: Ns. Emy Wuri Wuryaningsih. S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. J

Nama Kelompok:
Sustyarko Onny A. (162310101070)

Leny Awalia W. (162310101071)

Restu Retno S. (162310101073)

Maulidatul khoiriah (162310101074)


Latar Belakang..
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di D.I Yogyakarta, Aceh, Sulawesi
Selatan. Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART
gangguan jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang
tinggal di pedesaan (18,2%) serta pada kelompok penduduk dengan
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk Indonesia 6,0%. Provinsi dengan prevalensi
gangguan emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Jawa Barat, D.I Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2013)
Peran dan Fungsi Perawat Jiwa..
PERAN KEPERAWATAN INTERPERSONAL YANG DIIDENTIFIKASI OLEH PEPLAU,1952:

 Orang asing

 Nara sumber

 Pemimpin

 Pengganti

 Konselor
 Praktik Kontemporer:
Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu proses interpersonal yang
meningkatkan dan mempertahankan perilaku klien yang berkontribusi
pada fungi integrative. Klien dapat sebagai individu, keluarga, kelompok,
organisasi atau komunitas, psychiatric-Mental Health Nursing: scope and
standards of Practice (2007).
 Asuhan yang Kompeten
Tiga ranah praktik keperawatan kesehatan jiwa kontemporer adalah
asuhan langsung, komunikasi dan manajemen. Dalam ranah yang
tumpang tindih ini fungsi pengajaran, koordinasi,delegasi dan kolaborasi
dari fungsi perawat.
 Perawat kesehatan jiwa harus mampu menjelaskan secara umum dan
spesifik tentang aspek praktik pada klien, keluarga, tenaga kesehatan
lain, administrator, dan legislator. Hanya bila ketrampilan tersebut
teridentifikasi perawat kesehatan jiwa mampu memastikan peran
mereka yang tepat, kompetensi yang memadai untuk asuhan
keperawatan yang diberikan, dan menggunakan sumber daya manusia
seefisien mungkin dalam meberikan pelayanan kesehatan jiwa.
 TINGKAT KINERJA
Peran dan kegiatan keperawatan kesehatan jiwa sangat bervariasi.
Perawat individual bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas praktik
mereka.
 Tatanan Praktik
Tatanan bagi perawat kesehatan jiwa meliputi fasilitas kesehatan jiwa,
pusat kesehatan jiwa komunitas, unit kesehatan jiwa di rumah sakit umum,
fasilitas rumah tinggal, dan praktik pribadi. Perawat kesehatan jiwa yang
mendapatkan kewenangan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas dan
memberikan asuhan kesehatan jiwa yang murah baik ditatanan rawat inap dan
rawat jalan (Wolfe et al,2008).
 Inisiatif Personal
Kompetensi dan inisiatif personal perawat kesehatan jiwa, sangat penting
dan secara langsung berhubungan dengan peran dan kegiatan seseorang (Alber
et al,2009). Satu strategi perawat kesehatan jiwa yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perkembangan adalah berpartisipasi dalam kelompok suportif.
Perawat kesehatan jiwa juga dapat memanfaatkan jejaring.
Aspek legal dan etik dalam keperawatan jiwa
Perawat psikiatri mempunyai hak dan tanggung
jawab membantu tiga peran legal yaitu: perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
sebagai pegawai, dan perawat sebagai warga
negara. Perawat mungkin akan mengalami konflik
antara ketiga hak dan tanggung jawabnya.
Penilaian keperawatan profesional memerlukan
pemeriksaan yang teliti dalam konteks asuhan
keperawatan, konsekuensi yang mungkin terjadi
akibat tindakan seseorang, dan alternatif tindakan
yang mungkin dilakukannya (Stuart & Sundeen,
1995).
Keterampilan utama yang harus dimiliki oleh perawat psikiatri dalam
praktiknya menurut Robert (2002) dalam Stuart & Laraia ( 2005), yaitu:
 Mampu untuk mengenali pertimbangan etik dalam praktik psikiatri, meliputi
bekerja dengan pengetahuan mengenai konsep etik sebagai dasar aplikasi dalam
memberikan pelayanan pada penyakit mental
 Mampu menyadari mengenai nilai-nilai diri sendiri, kekuatan, dan penyimpangan-
penyimpangan sebagaimana aplikasi dalam merawat pasien, meliputi kemampuan
untuk mengenal rasa ketidaknyamanan dirinya sendiri sebagai satu indikator dari
potensial masalah etik.
 Mampu untuk mengidentifikasi keterbatasan keterampilan dan kompetensi klinik
yang dimilikinya
 Mampu untuk mengantisipasi secara spesifik adanya dilema etik dalam perawatan
 Mampu untuk mengkaji sumber-sumber etik di klinik, untuk memperoleh
konsultasi etik, dan untuk mengkaji supervisi berkelanjutan untuk kasus sulit
 Mampu untuk mengenal perlindungan tambahan dalam perawatan klinik pasien
dan memonitor keefektifannya.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Stuart & Laraia (2005) bahwa
langkah-langkah dalam penyelesaian dilema etik dan pengambilan
keputusan etik, dapat digambarkan sebagai berikut:
 Langkah pertama dapatkan informasi yang menjadi latar
belakang terjadinya masalah untuk memperoleh kejelasan
gambaran masalah
 Langkah selanjutnya adalah identifikasi komponen dari etik
atau asal dari dilema, seperti kebebasan berlawanan dengan
paksaan atau tindakan perawatan berlawanan dengan
penerimaan hak untuk menolak tindakan
 Langkah ketiga adalah klarifikasi mengenai hak dan tanggung
jawab terkait dengan semua agen etik atau yang meliputi
pengambilan keputusan
 Semua pilihan yang mungkin harus diekplorasi dengan kejelasan
mengenai tanggung jawabnya pada setiap orang, dengan tujuan
dan kemungkinan yang timbul dari setiap pilihan yang ada
 Perawat kemudian terlibat dalam aplikasi prinsip, dengan berdasar
dari falsafah keperawatan, pengetahuan keilmuan, dan teori etik.
Ada empat pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
 Utilitarianism, yang berfokus pada konsep tindakan
 Egoism merupakan posisi yang mana individu mencari solusi
yang terbaik secara personal
 Formalism, pertimbangan dari asal tindakan itu sendiri dan
prinsip yang ada
 Fairness merupakan dasar dari konsep keadilan, dan manfaat
terkait dengan keuntungan sesuai dengan norma yang menjadi
dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan
 Langkah terakhir, yaitu resolusi dalam tindakan. Berhubungan dengan
konteks harapan sosial dan kebutuhan legal, keputusan perawat
dengan tujuan dan metode yang diimplementasikan.
Sedangkan aspek legal untuk kesehatan mental psikiatri
menurut Townsend (2005), meliputi: confidentiality and right to
privacy (kerahasiaan dan hak atas privacy), informed consent,
restrain and seclusion. Menurut Hamid (2005) prinsip etik dalam
kesehatan jiwa terkait dengan hak klien, adalah:
 self determination; menolak tritmen, mencari saran/pendapat,
memilih bentuk tritmen lain
 Informed concent
 Least restrictive environment/pengekangan seminimal mungkin
 Tidak bersalah karena gangguan jiwa
 Hukum dan sistem perlindungan klien gangguan jiwa
 Keputusan berorientasi pada peningkatan kualitas kehidupan
klien
Contoh Kasus...
1. Seorang laki-laki berusia sekitar 45-51 tahun tinggal bersama istri dan
anak-anaknya. Tn. P4 bermata pencaharian sebagai pengumpul barang
bekas. Tn. P4 adalah tulang punggung utama keluarganya, istrinya hanya
sebagai ibu rumah tangga dan anak masih kecil-kecil. Tn. P4 menderita
stroke ekstremitas bagian kanan selama lebih dari 1 tahun. Tn. P4 merasa
kaki dan tangan kanannya lemas serta sering merasa semua badannya loyo
dan tenaga hilang. Klien mengalami gangguan makan dan gangguan tidur.
Klien merasa kakinya merasa tambah berat setelah 1 tahun stroke. Tn. P4
tidak percaya dengan penyakit yang dideritanya, yang mengakibatkan Tn. P4
depresi, kehilangan semangat, perasaan sedih, serta khawatir. Tn. P4
mengatakan anak-anaknya masih kecil sementara Tn. P4 tidak bisa bekerja
sehingga menyebabkan Tn. P4 merasa menyerah. Tn. P4 berharap bisa jadi
lebih baik, dan anak-anaknya sehat. (Sawab, Bahrudin & Daulima, 2015)
2. Hasil pengkajian tanggal 22 april-24 April 2013 jam 11 WIB pada kasus ini
diperoleh dengan mengadakan pengkajian langsung, pemeriksaan fisik,
menelaah catatan perawat dari data pengkajian tersebut di dapat hasil
identitas klien bahwa klien bernama saudari B, tinggal di Losari sukoharjo,
Ngalik, umur 18 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan smp, beragama
islam, statutus belum menikah, tidak bekerja, dari IGD terus di bawake
bangsal Ayodya, diagnosa medis: F.20.0 skizofrenia katatonik, tanggal masuk
28 Februari 2013. Identitas penanggung awab klien bernama Ny.R , tinggal di
Losari RT 2 RW 10 Sukoharjo Ngalik, umur 51 tahun pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil, hubungan dengan klien adalah sebagai ibu. Klien baru saja
putus dengan pacarnya dan klien langsung minta motor kepada ibunya,
namun tidak dituruti oleh ibunya, akhirnya klien mengatakan jengkel dengan
ibunya karena minta motor tidak dibelikan, klien merasa emosi, marah,
pandanagn tajam, berbicara membentak, dan sering memukuli kakanya
apabila sedang marah. Klien sudah 2x di rawat di RSJ karena tidak mau
minum obat atau todak rutin kontrol dan klien tampak mondar-mandir dan
menyendiri ketika di RSj dan jarang bersosialita dengan orang lain.
3. Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 April 2013 dengan
metode wwawancara, kasus ini diperoleh dengan metode
autoanamnese dan aloanamnesa. Hasil pengkajian tersebut
did dapatkan data sebagai berikut pasien dengan inisial Tn.J
yang berusia 36 th, jenis kelamin laki-laki bertempat tinggal
di pacitan. Klien beragama islam, status klien kawin, klien
bekerja dan pendidikan terakhir SMA. Keluarga yang
bertanggung jawab atas klien adalah Tn.k yang merupakan
bapak kandung klien yang bertmpat tinggal di Pacitan. Klien
mudah marah dan masih merasa jengkel jika mengingat
istrinya jikarenakan kebutuhan ekonomi yang kurang
mencukupi namun istrinya selalu minta uang sehingga klien
membanting barang-barang yang ada disekitarnya, sulit tidur
dan mata melotot ketika berbicara keras.
Terimakasih...

Anda mungkin juga menyukai