Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian SN di Amerika
dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan
di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik
merupakan penyebab kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik khusus Nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000.
Menurut Behrman dalam bukunya yang berjudul Ilmu Kesehatan Anak (2001) bahwa “pada
anak karena mempunyai kelainan pembentukan glomerulus”. Menurut tinjauan dari Robson, dari
1400 kasus, beberapa jenis glomerulonefritis merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada
orang dewasa dan 93% pada anak-anak (Price, 1995).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu
melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Menurut Raja Sheh angka kejadian
kasus sindrom nefrotik di asia tercatat sebanyak 2 kasus tiap 10.000 penduduk (Republika, 2005).
Sedangkan angka kejadian di Indonesia pada sindrom nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari
100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein
(khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi
SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan
sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia
kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai
prognosis buruk.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai lesi minimal,
sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid (sensitif steroid). Sedangkan SN
lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan respons terhadap pengobatan steroid (resisten
steroid).1-4 International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan
gambaran klinis dan laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN.
Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis kelamin,
hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan kolesterol serum. Seperti telah
diketahui, bentuk histopatologik memberikan gambaran terhadap respons pengobatan steroid,
seperti jenis glomerulonefritis mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 80-85% adalah resisten
seroid. Sampai saat ini, belum terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada
sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) akan
memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh ISKDC. Kadar
protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam penelitian ini karena belum pernah diteliti
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara berbagai gambaran klinis dan
laboratorium secara bersama-sama dengan respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan
SNSS). (Behrman, 2000)
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi,
berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap
pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

Nefrotik:
Hyperlipidemia
Glumerolus

Anda mungkin juga menyukai