Anda di halaman 1dari 51

KELAINAN KONGENITAL

GASTROINTESTINAL

KELOMPOK 3:
1. Julsri Nalenan
2. Hertonia N. Panjang
3. Irna waty
4. Enry Fattu
ASKEP HIRSCHPRUNG
DEFINISI
 HIRSCHPRUNG
adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid
colon,dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta
tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz,Cecily &
sowden : 2000 ).kondisi ini merupakan kelainan
bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering
pada neonatus,dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir 3kg,lebih banyak laki-
laki dari pada perempuan ( arief Mansjoeer,2000
)
ETIOLOGI
Penyebab hirschrung atau mega colon itu sendiri
belum di ketahui tetapi di duga karena ,
Keturunan karena penyakit ini merupakan
penyakit bawaan sejak lahir,Faktor
lingkungan,Tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid
kolon,Ketidakmampuan sfingter rectum
berelaksasi
PATOFISIOLOGI
Istilah congenital agang lionic Mega Colon
menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding
sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik
hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta
spinkter rektum tidak dapat berelaksasi
sehingga mencegah keluarnya feses secara
normal yang menyebabkan adanya akumulasi
pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang
rusak pada Mega Colon.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi
kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain
mereka mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun
dewasa.
Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :
1. Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau kedua
kelahiran
2. Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan yang
diproduksi di hati
3.Konstipasi atau gas4 Diare Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat
mencakup :
1. Perut yang buncit
2. Peningkatan berat badan yang sedikit
3. Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan, diare
atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat
4. Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda, yang dapat
mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan
kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya
KOMPLIKASI
 Obstruksi usus
 konstipasi

 ketidak seimbangan cairan dan elektrolit


 Entrokolitis

 struktur anal dan inkontinensia ( pos


operasi )
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
 Kimia darah

 Darah rutin

 Profil koagulasi

 Pemeriksaan Radiologi

 Foto polos abdomen


 Barium enema
PENATALAKSANAAN
 Pembedahan
 Konservatif

 Tindakan bedah sementara

 Perawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
-Identitas
B.Riwayat Kesehatan
1.Keluhan utama
2.Riwayat penyakit sekarang
3.Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
C. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area
abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan:
 Inspeksi

 Auskultasi

 Perkusi

 Palpasi
D. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
1. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-
usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi
usus rendah.
2. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan
daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang
tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis
pada segmen yang melebar dan terdapat retensi
barium setelah 24-48 jam.
3. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah
sub mukosa.
4. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan
otot rektum.
5. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin
esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas
enzim asetilkolin eseterase.
E. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1.Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan
kolon, sekunder, obstruksi mekanik
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh
berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari
muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh
intestinal.
Post Operasi
1.Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur
bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obtruksi usus
2.Resiko infeksi berhubungan dengan pasca
prosedur pembedahan.
H. Intervensi Keperawatan
1. Resiko kostipasi b/d penyempitan kolon, sekunder,
obstruksi mekanik
Tujuan : Pola BAB normal
Kriteria hasil : pasien tidak mengalami konstipasi,
pasien mempertahankan defekasi setiap hari
I/Observasi bising usus dan periksa adanya distensi
abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan
karakteristik feses
R/ Untuk menyusun rencana penanganan yang efektif
dalam mencegah konstipasi dan impaksi fekal
I/Catat asupan haluaran secara akurat
R/ Untuk meyakinkan terapi penggantian cairan dan
hidrasi
I/ Dorong pasien untuk mengkonsumsi cairan 2.5 L
setiap hari, bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Untuk meningkatkan terapi penggantian cairan
dan hidrasi.
I/ Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di
atas pispot atau commode pada saat tertentu
setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa
defekasi (bila diketahui).
R/ Untuk membantu adaptasi terhadap fungsi
fisiologi normal .
I/ Berikan laksatif, enema, atau supositoria sesuai.
R/ Untuk meningkatkan eliminasi feses padat atau
gas dari saluran pencernaan, pantau
keefektifannya.
2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh b/d keluarnya
cairan tubuh dari muntah, ketidak mampuan absorps air oleh
instentinal
 Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
 Kriteria hasil : turgor kulit elastik dan normal, CRT < 3 detik
I/ Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan.
R/ Untuk membantu mendeteksi perubahan keseimbangan
cairan.
I/ Ukur asupan cairan dan haluaran urin untuk mendapatkan
status cairan .
R/ Pantau berat jenis urin.
I/ Peningkatan berat jenis urin mengindikasikan dehidrasi. Berat
jenis urin rendah, mengindikasikan kelebihan volume cairan.
R/ Peningkatan berat jenis urin mengindikasikan dehidrasi.
Berat jenis urin rendah, mengindikasikan kelebihan volume
cairan.
I/ Periksa membran mukosa mulut setiap hari.
R/ Membran mukosa kering merupakan suatu
indikasi dehidrasi .
I/ Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan
simpan cairan tersebut di samping tempat tidur
pasien, sesuai instruksi.
R/ Untuk meningkatkan asupan.
I/ Pantau kadar elektrolit serum.
R/ Perubahan nilai elektrolit dapat menandakan
awitan ketidakseimbangan cairan.
3. Risiko injury berhubungan dengan pasca prosedur
bedah, iskeimia, necrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obstruksi usus.
 Tujuan : dalam waktu 2x24 jam pasca intervensi
reseksi kolon tidak mengalami injuri.
 Kriteria Hasil : TTV normal (RR : 16-24 x/mnt, Suhu
: 360 C-370C, N:60-100x/mnt, TD : 120/70 mmHg),
kardiorespirasi optimal, tidak terjadi infeksi pada
insisi.
I/ Observasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko
injuri.
R/ Pasca bedah terdapat resiko rekuren dari hernia
umbilikalis akibat peningkatan tekanan intra
abdomen
I/ Monitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis.
R/ Perawat yang mengantisipasi resiko terjadinya
perforasi atau peritonitis. Tanda dan gejala yang
penting adalah anak rewel tiba-tiba dan tidak bisa
dibujuk atau diam oleh orang tua atau perawat,
muntah-muntah, peningkatan suhu tubuh dan
hilangnya bising usus.
I/ Lakukan pemasangan selang nasogatrik.
R/ Tujuan memasang selang nasogatrik adalah
intervensi dekompresi akibat respon dilatasi dan kolon
obstruksi dari kolon aganglionik. Apabila tindakan ini
dekompresi ini optimal, maka akan menurunkan
distensi abdominal yang menjadi penyebab utama
nyeri abdominal pada pasien hirschprung.
ASKEP ATRESIA ANI
DEFINISI
Atresia Ani atau anus imperforata atau anorektal
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau
anus tidak sempurna ,termasuk didalamnya agenesis
ani,agenesis rekti,atresia rekti .insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (
Vertebra,Anal,Cardial,Esofageal,Renal,Limp)
Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,


antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan.
Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan
karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan
penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau tiga bulan.
4) Berkaitan dengan sindrom down.
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal
pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau
anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda
obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya
membran anal.
7) Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia
ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
– Eversi mukosa anal
– Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut
dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan
dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan
daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran
pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada
daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).
Penatalaksanaan Medis

A. Pembedahan
B. Pengobatan (terdiri atas 2)
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi
sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah
pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada
gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk
memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan
letak rectal kantong.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal
dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut
dianggap defek tingkat tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif
dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat
sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan
perawatan di rumah.
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
 Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola
eliminasi BAB dengan teratur.
 Kriteria Hasil :
ü Penurunan distensi abdomen.
ü Meningkatnya kenyamanan.
 Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada
anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu
mendeteksi terjadinya distensi
LANJUTAN
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya intake, muntah
 Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan
cairan
 Kriteria Hasil :
ü Output urin 1-2 ml/kg/jam
ü Capillary refill 3-5 detik
ü Turgor kulit baik
ü Membrane mukosa lembab
 Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh
yang tinggi
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
 Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
 Kriteria Hasil :
ü Klien tidak lemas
 Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang
tua tentang anatomi dan fisiologi saluran
pencernaan normal. Gunakan alay, media dan
gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu
menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi
kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
b. Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
 Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda
kerusakan kulit lebih lanjut.
 Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3
kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan
perawatan di rumah.
 Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan
pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
 Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya
pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
4. Evaluasi
 Pre Operasi

1. Tidak terjadi konstipasi.


2. Defisit volume cairan tidak terjadi.
3. Lemas berkurang.

 Post operasi
1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di
rumah
ASKEP ATRESIA DUCTUS
Definisi
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang
merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi
satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau
hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai
sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran
Dorland, 2006)
Etiologi
 Belum diketahui secara pasti

 Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine


(Rubela, Torch)

Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak
diketahui sekalipun mekanisme imun atau viral
injurio bertanggung jawab atas progresif yang
menimbulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai
laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak
terlihat pada janin, bayi yang baru lahir (Halamek
dan Stefien Soen, 1997)
Klasifikasi Atresia Billier
 Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:

 Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang


disebut duktus hepatikus komunis, segmen
proksimal paten
 Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis
(duktus billiaris komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanya)
 Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus
hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung
empedu normal
 Tipe III Obliterasi pada semua system duktus
billier ekstrahepatik sampai ke hilus
Manifestasi Klinis
1. Warna tinja pucat, terhambatnya aliran empedu untuk
mengakut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna
lemak dalam usus halus dimana fungsi empedu adalah
mengekresikan bilirubin dan membantu proses pencernaan
melalui emulsifikasi lemak oleh garam empedu
2. Asites
3. Spenomegali
4. Distensi abdomen
5. Hepatomegali
6. Pruritus, akibatnya adanya obstruksi pada saluran
empedu maka terjadi resistensi garam empedu
7. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar
bilirubin berlangsung cepat > 5 mg/dl dalam 24 jam, kadar
bilirubin serum > 12 mg/dl pada bayi cukup bulan serta > 15
mg/dl pada bayi premature pada minggu pertama kehidupan).
8. Letargi
9. Urine berwarna gelap, sebagian urobilinogen memasuki
sirkulasi sistemik dan di ekresikan ginjal ke dalam urine
pada obstruksi saluran empedu bilirubin tidak memasuki
intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat dalam urine
10. Bayi tidak mau minum dan lemah
11. Mual muntah
Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi medikamentosa
b) Terapi nutrisi
c) Terapi Bedah
d) Pemeriksaan diagnostik

2. Keperawatan
Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang
penting bagi anak yang menderita atresia bilier.
Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang
akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota
keluarga pasien
Komplikasi
 Cirosis

 Gagal Hati

 Gagal tumbuh

 Hipertensi Portal

 Varisis Esofagus

Prognosis
Artesia biliear yang tidak ditangani dengan baik
akan menimbulkan sisrosis progresif dan
kematian pada sebagian besar anak usia dua
tahun. Prosedur kasai benar-benar dapat
memperbaiki prognosis namun bukan tindakaan
yang menyembuhkan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
b. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah
terinfeksiZvirus seperti rubella
d. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat,
distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak
mau minum, letargi
e. Pemeriksaan Fisik
1. BI : sesak nafas, RR meningkat
2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K)
3. B3: gelisah atau rewel
4. B4: urine warna gelap dan pekat
5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites,
feses warna pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi
berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit
berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer,
kerusakan kulit, otot lemah
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
 Bilirubin direk dalam serum meninggi
 nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
 Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim
hati akibat bendungan empedu yang luas
 Tidak ada urobilinogen dalam urine
 Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostik
 USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab
kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran
empedu)
 Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat
berarti atresia empedu terjadi
 Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan
hati memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran
empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatik
 Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan
dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75%
penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual
muntah
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan
dtandai dengan adanya pruritus
4. Risiko perubahan pertumbuhan dan
perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan
dengan penyakit kronis
5. Risiko ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan distensi abdomen
Intervensi Keperawatan
 DX 1
Tujuan
Bayi akan mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang ditandai dengan pengisian
kembali dengan kapiler kurang dari 3 detik, turgor
kulit baik, produksi urine 1-2ml/kgBB/jam
 Memantau asupan dan cairan bayi perjam(cairan
infuse, susu per NGT, atau jumlah ASI yang
diberikan, (timbang popok)
R/Memungkinan evaluasi keseimbangan cairan bayi
dan tindakan lebih lanjut
 Periksa feses tiap hari
R/ Mengetahui kadar PH feces untuk menentukan
absorbsi lemak dan karbohidrat bayi. (PH normal 7-
7,5)
 Memantau lingkar perut bayi setiap hari
R/ Untuk mendeteksi asites
 Observasi tanda-tanda dehidrasi (oliguria, kuilt kering,
turgor kulit buruk, ubun-ubun dan mata cekung.
R/ Tanda dehidrasi mengindikasikan intervensi segera
dalam mengatasai kekurangan cairan pada bayi.
 Kolaborasi untuk pemeriksaan elektrolit, kadar protein
total, albumin, nitrogen urea darah dan kreatinin serta
darah lengkap.
R/Mengevaluasi keseimbangan dan elektrolit.
 DX 2
Tujuan
Bayi akan menunjukkan peningkatan berat badan
progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium
normal.
 Ukur masukan diet harian (MCT)
R/ Memberikan informasi tentang kebutuhan
pemasukan/defisiensi.
 Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status
cairan, riwatyat berat badan
R/ Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai
indicator langsung status nutrisi karena ada gambaran
edema/asites.
 Berikan perawatan mulut sering
R/Pasien cenderung mengalami luka/perdarahan gusi dan rasa
tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia
 Mandikan dengan air hangat sehari dua kali dan di olesi
baby cream.
R/Mencegah kulit kering berlebihan dan memberikan
penghilang rasa gatal
 DX3
Tujuan:
Bayi akan mempertahankan kelembapan kulit yang
ditandai dengan kulit tidak kering, tidak ada pruritus,
jaringan kulit utuh dan bebas lecet.
 Pertahankan sprei kering dan bersih.
R/ Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan
dan untuk memperbaiki sirkulasi.
 Rubah posisi tidur sesuai jadwal.
R/ Mencegah dari cidera tambahan pada kulit
khususnya bila tidur.
 Gunting kuku jari hingga pendek, berikan sarung
tangan bila memungkinkan
R/Antihistamin dapat mengurangi rasa gatal
 DX4
Tujuan:
Bayi akan bertumbuh dan berkembang secara
normal yang ditandai dengan mencapai tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai.
 Berikan stimulus pada bayi yang menekankan
pencapaian keterampilan motorik kasar
R/ Stimulasi bayi yang terencana membantu tahap-
tahap penting dalam perkembangan dan
membantu orangtua memiliki ikatan dengan bayi.
 Sedapat mungkin lakukan intervensi secara
berkelompok.
R/Mengelompokkan intervensi memungkinkan bayi
beristirahat tanpa gangguan, istirahat diperlukan
untuk tahap tumbuh kembang bayi.
 DX5
Tujuan:
Bayi akan mempertahankan pola nafas efektif,
bebas dispneu dan sianosis, dengan nilai GDA dan
kapasitas vital dalam rentang normal.
 Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya
pernafasan.
R/ Pernafasan dangkal, cepat/dispneu mungkin ada
hubungan hipoksia atau akumulasi cairan dalam
abdomen.
 Kolaborasi untuk pemeriksaan GDA .

R/Mengetahui perubahan status pernafasan dan


terjadinya komplikasi paru.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai