Anda di halaman 1dari 66

TUTORIAL MINGGU 5

3ND GAME
Skenario 5:
Ada Apa Dengan Nenek Riri?
Ny. Riri, 74 tahun, dibawa ke klinik terdekat oleh keluarga dengan keluhan kondisi
fisik yang semakin lemah sejak satu hari yang lalu. Beberapa hari sebelumnya
pasien tampak sering mengantuk, kadang gelisah, dan kadang sadar penuh
seperti biasa. Ny. Riri sudah tidak dapat beraktivitas sejak satu bulan yang lalu
setelah sebelumnya ia terpeleset di kamar mandi. Keluarga mengatakan bahwa
selama satu bulan ini Ny. Riri hanya berada di tempat tidur saja dengan nafsu
makannya berkurang sehingga ia tampak menjadi lebih kurus. Keluarga juga
menemukan luka pada pinggul Ny. Riri ketika sedang memandikannya. Dari
pengakuan keluarga, pasien sering menderita demam naik turun, mengompol dan
susah buang air besar. Satu tahun terakhir Ny. Riri sering sedih kerena merasa
tidak ada yang memperhatikannya. Keluarga juga mengeluhkan pasien sering lupa
nama anak-anaknya, kadang juga lupa apakah ia sudah mandi atau belum. Dari
riwayat sebelumnya diketahui bahwa pasien juga menderita hipertensi, diabetes
dan sakit jantung. Pasien juga telah mengkonsumsi obat rutin sebanyak lima
macam. Setelah melakukan pemeriksaan lengkap terhadap Ny. Riri, dokter
menganjurkan agar ia segera dibawa ke rumah sakit, namun keluarga menolak.
Akhirnya dokter memberikan tambahan 3 macam obat ketika pulang.
Setelah beberapa hari di rumah, kondisi Ny. Riri tidak kunjung
mengalami perbaikan dan akhirnya keluarga membawanya kerumah
sakit. Dari hasil pemeriksaan dokter ditemukan adanya suara nafas
bronkovesikuler dan ronchi basah halus nyaring pada kedua lapangan
paru. Berdasarkan hasil rontgen thorax dijumpai adanya gambaran
bronkopneumonia, sementara dari rontgen pelvis ditemukan
gambaran fraktur collum femur sinistra. Pada pemeriksaan juga
ditemukan ulkus dekubitus Stadium 2 di pinggul pasien, atrofi otot-
otot tungkai dan persendian kaku ketika digerakan. Setelah beberapa
hari dirawat dirumah sakit, kondisi Ny. Riri semakin memburuk, lalu
mengalami koma, dan pada akhirnya terjadi henti nafas dan henti
jantung pada pasien.

Sebagai seorang calon dokter, bagaimana Anda bisa menjelaskan


kondisi yang terjadi dan sikap anda yang seharusnya dilakukan pada
Ny. Riri?
TERMINOLOGI
1. Suara nafas bronkovesikuler  suara nafas yang biasa
didengarkan di iga intercostal 1 dan 2
2. Ronki basah halus nyaring  suara napas tambahan
bernada rendah akibat sumbatan jalan napas dan
infiltrasi.
3. Ulkus dekubitus  cedera pada kulit dan jaringan
dibawahnya pada tulang yang menonjol akibat
tekanan berulang, kelembaban, dan mobilisasi yang
rendah
4. Fraktur collum femur sinistra  patah tulang pada
penyangga tubuh, proksimal dan caput femur kiri
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluhkan kondisinya semakin
melemah?
2. Mengapa pasien sering mengantuk, kadang gelisah,
dan kadang sadar penuh?
3. Mengapa pasien bisa terpeleset dan apa hubungan
dengan keluhan pasien?
4. Mengapa pasien hanya ditempat tidur saja dan nafsu
makan berkurang?
5. Mengapa ditemukan luka pada panggul pasien ketika
sedang mandi?
6. Mengapa pasien demam, mengompol, dan susah
BAB?
IDENTIFIKASI MASALAH
7. Mengapa pasien sering merasa sedih 1 tahun
terakhir?
8. Mengapa pasien lupa nama anaknya dan lupa sudah
mandi?
9. Apa hubungan penyakit pasien dengan keluhan saat
ini?
10. Apa hubungan mengonsumsi banyak obat dengan
keuhan pasien?
11. Apa pemeriksaan lengkap yang dilakukan pasien?
12. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan yang
dilakukan?
IDENTIFIKASI MASALAH
13.Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan
rontgen toraks dan dada pasien?
14.Mengapa bisa terjadi ulkus dekubitus, atropi
otot, dan persendian kaku ketika digerakan?
15.Mengaoa kondisi pasien semakin memburuk,
lalu koma dan terjadinya henti napas hingga
henti jantung?
16.Apa 3 macam tambahan obat yang diberikan?
ANALISIS MASALAH
LEARNING OBJECT
• Gangguan fungsional pada lansia
• Gangguan mental pada lansia
• Demensia dan sindrom delirium
• Gangguan urinarius pada lansia
• Penggunaan obat rasional pada lansia
• Tanda-tanda kematian/tanatologi
BELAJAR MANDIRI
DEPRESI LANSIA
• Suatu jenis keadaan perasaan/emosi dg
komponen psikologis seperti rasa sedih,
susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa
dan penyesalan atau berbentuk penarikan
diri, kegelisahan atau agitasi
Etiologi
1. Penyakit fisik
2. Penuaan
3. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
4. Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
5. Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh
karena cukup banyak lansia yang mengalami peristiwa
kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.
6. Serotonin dan norepinephrine
7. Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak
seimbang. Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia
yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
Faktor Pencetus
• Faktor biologic, misalnya faktor genetik,
perubahan struktural otak, faktor risiko
vaskular, kelemahan fisik.
• Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian,
relasi interpersonal, peristiwa kehidupan
seperti berduka, kehilangan orang dicintai,
kesulitan ekonomi dan perubahan situasi,
stres kronis dan penggunaan obat-obatan
tertentu.
Manifestasi Klinis
• Secara umum tidak pernah merasa senang
dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek,
hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan
kesenangan.
• Secara biologik dipacu dengan perubahan
neurotransmitter, penyakit sistemik dan
penyakit degeneratif
• Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi
seperti tak punya tempat tinggal.
Secara psikologis gejalanya
1. Kehilangan harga diri/ martabat
2. Kehilangan secara fisik prang dan benda yang
disayangi
3. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya:
penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-
obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau
seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti
misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia,
atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah
satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak
langsung.
4. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri
• Depresi yg merupakan masalah mental paling byk ditemui pd
lansia membutuhkan penatalaksanaan holistik &seimbang pd
aspek fisik, mental dan sosial. Di samping itu, depresi pd lansia hrs
diwaspadai & dideteksi sedini mgkn krn dpt mempengaruhi
perjalanan penyakit fisik & kualitas hidup pasien.
• Deteksi dini perlu dilakukan utk mewaspadai depresi, terutama pd
lansia dg penyakit degeneratif, lansia yg menjalani perawatan
lama di RS, lansia dg keluhan somatik kronis, lansia dg imobilisasi
berkepanjangan serta lansia dg isolasi sosial.
• Penanganan depresi lbh dini akan lbh baik serta menghasilkan
gejala perbaikan yg lbh cepat. Depresi yg lambat ditangani akan
mjd lebih parah, menetap serta memimbulkan resiko
kekambuhan. Depresi yg dpt ditangani dg baik jg dpt
menghilangkan keinginan pasien utk melukai dirinya sendiri
termasuk upaya bunuh diri.
Tatalaksana
• Terapi biologik
1.Pemberian obat antidepresan
2.Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy
3.Terapi sulih hormon
4.Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
• Terapi psikososial
– Bertujuan mengatasi masalah Psikoedukatif, yaitu:
 Mengatasi kepribadian maladaptif,
 Distorsi pola berpikir,
 Mekanisme koping yang tidak efektif,
 Hambatan relasi interpersonal.
– Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah
Sosiokultural, seperti
Keterbatasan dukungan dari keluarga,
Kendala terkait faktor kultural,
Perubahan peran sosial.
• Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi
pembicaraan dengan psikiater dan psikolog
dapat membantu pasien melihat bahwa
perasaan yang dialaminya juga dapat terjadi
pada orang lain namun karena menderita
depresi ia mengalami kondisi yang berlebihan
atas perasaannya sendiri.
Perubahan gaya hidup
 Aktivitas fisik terutama olah-raga.
 Pasien dibiasakan berjalan kaki setiap pagi/sore sehingga energi
dapat di serta me(-) stress karena kadar norepinefrin
meningkat.
 Selain itu, pasien juga dapat diperkenalkan pada kebiasaan
meditasi serta yoga untuk menenangkan pikirannya
 Me(-) asupan gizi yg me(+) kadar stress jg perlu dilakukan.
 Memperhatikan jenis makanan yg akan disajikan kpd lanjut usia
yg mengalami depresi. Makanan berat scr otomatis akan memicu
tindakan bagian syaraf parasimpatik  cabang dr sistem syaraf
otonom yg me kesadaran.
 Depresi berhub. dg tingkat kesadaran yg rendah. Kesadaran
mengacu pd proses psikologis yg meliputi hal-hal seperti
kemampuan utk memusatkan perhatian seseorang &
kemampuan utk bekerja scr efektif.
Prognosis
• Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat
berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan
dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam
fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek
terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas
dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab
lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa depresi pada lansia menyebabkan
peningkatan penggunaan rumah sakit dan
outpatient medical services .
INKONTINENSIA URIN
DEFINISI

Dari aspek klinis praktis, inkontinensia urine did


efinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak ter
kendali pada waktu yang tidak dikehendaki t
anpa memperhatikan frekwensi dan jumlahny
a, yang mengakibatkan masalah sosial dan hi
gienis penderitanya
EPIDEMIOLOGI

 Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan b


ertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun
atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usi
a 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi meningkat sa
mpai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada
nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita denga
n anak satu mencapai 10% dan meningkat sampai 20
% pada wanita dengan 5 anak
FAKTOR RESIKO

 Pada orang usia lanjut di masyarakat depresi, TIA, stroke,


gagal jantung kongestif, konstipasi, inkontinensia faeses, ob
esitas, PPOK, batuk kronik, immobilitas
 Pada orang usia lanjut di panti  immobilitas, demensia, d
epresi, stroke, DM, parkinson
 Risiko meningkat pada perempuan dengan IMT lebih besar
dengan R/histerektomi, infeksi urin dan trauma perineal
 Melahirkan pervaginam meningkatkan resiko inkontinensia
tipe stres dan campuran
ETIOLOGI

 Gangguan urologi
 Neurologis
 Fisiologis/psikologis
 Iatrogenik/lingkungan
TIPE INKONTINENSIA URIN

 Inkontinensia urin akut


Terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan
kondisi penyakit akut atau masalah iatrogenik yang m
enghilang jika kondisi akut teratasi atau masalah peng
obatan dihentikan
 Inkontinensia urin kronik/persisten
Kondisi inkontinensia yang tidak berkaitan dengan kond
isi akut/iatrogenik dan berlangsung lama
PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan

a. Anamnesis :riwayat penyakit,obat obatan


b. Pemeriksaan fisik: urologi,abdomen,rektum,genital
c. Pemeriksaan mobilitas dan statsus mental pasien (kemampu
an mengakses toilet)
d. Laboratorium :urinalisis,kultur urin,gula darah,kalsium darah,uji
fungsi ginjal,
e. USG ginjal,kandung kemih
f. Cystouretroskopi
g. Uji urodinamik :
Simpel : observasi proses pengosongan kandung kemih,uji batuk
Komplek : urine flowmetri,urethral pressure,spinchter elektromyeogr
aphy,video urodinamik
Pemberian Obat Pada Lansia
Klasifikasi USILA
• Prenilis 45 – 59 tahun
• Usia lanjut 60 – 69 tahun
• Kelompok usia lanjut risiko tinggi > 70 tahun

USILA sangat rentan terhadapa risiko efek


samping obat, pada USILA risiko efek samping
obat 2x dari orang dewasa.
hal yang Diduga Dapat Meningkatkan
Efek Samping Obat
• Mengkonsumsi >4 jenis obat
• Tinggal di RS >14 hari
• Mempunyai >4 masalah kesehatan
• Mempunyai riwayat konsumsi alcohol dalam
waktu yang lama
• 2-4 jenis obat baru ditambahkan selama masa
rawat inap di RS
Perubahan Fungsi Otak Pada LANSIA

Bundle branch
Massa otak dan
block (BBB) akan
aliran darah
menjadi lebih
serebral menurun
permeabel

Tekanan perfusi
Berkurangnya
aliran darah turun
kemampuan
dapat terjadi
secondary memory
iskemia
Farmakokinetik
absorpsi distribusi Metabolis eliminasi
me

• Bertambahn • Meningkat • Menuruna • Berkurang


ya pH GI nya nnya nya massa
• Motilistas volume blood ginjal
lambung distribusi flow • Perubahan
yang lambat • Meningkat hepatic Jumlah
• Bertambahn nya lemak • Berkurang dan
ya lemak • Penurunan nya massa ukuran
dan serum hepar nefron
berkurangny protein (berkuran • Perubahan
a massa otot gnya renal
• Disfagia oksidatif) blood flow
(dapat • Sekresi
berakibat tubular
mengganggu • Glomerula
fungsi r filtration
absorpsi) rate
Untuk menentukan obat dengan benar
• Tanyakan riwayat konsumsi obat dengan lengkap
• Hindari memberikan obat sebelum diagnosis
ditentukan
• Lakukan pengecekan pengobatan secara regular
• Ketahui cara kerja, efek samping, dan toksisitas dari
obatnya
• Awali dengan dosis rendah
• Hindari memberikan 2 obat secara langsung
• Capai dosis terapeutik sebelum mengganti atau
menambahkan dosis obat
• Pikirkan alternative non farmakologi
• Edukasi pasien dan keluarga
• Gunakan 1 buah obat untuk mengatasi 2 kondisi
sekaligus
• Usahakan pengobatan se simple mungkin
• Berhati – hati dengan memberikan kombinasi obat
• Komunikasikan dengan dokter lain (diskusikan obat
yang diberikan)
• Hindari penggunaan beberapa obat dengan jenis yang
sama / berfungsi sama
• Hindari penggunaan obat untuk mengobati efek
samping satu sama lain.
Faktor yang Mempengaruhi
Kemampuan Untuk Menyesuaikan
• Sama atau lebih dari 3 kondisi medis kronis
• Menggunakan obat > 5 jenis
• Sama atau lebih dari 12 dosis obat perhari
• Perubahan pengobatan lebih dari 4x dalam setahun
• Sama atau lebih dari 3 tenaga medis yang memberikan
resep pengobatan
• Gangguan kognitif atau fisik yang signifikan
• Hidup sendiri
• Baru saja dipulangkan dari RS
• Rendah ekonomi
Efek Obat
• Obat • Efek Samping
• Warfarin + vitamin K • Berkurangnya nafsu makan
• Methotrexate + folat • Terganggunya indera pengecap
• Phenytoin + Vit. D • Prosukdi saliva berkurang
• Dekongestan + antikolinergik • BPH
• CCB’s + antikolinergik • konstipasi
• NSAIDs • Gagal jantung
• GI haemorrhage
• Penurunan GFR
• Mengurangi efektivitas diuretic dan
antihipertensi
Pencegahan
• Gunakan medication record
• Kalender obat
• Kotak obat (yang disertai hari)
TANATOLOGI
(Tanda-tanda Kematian)
TANATOLOGI
• Adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik
yang mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan kematian dan perubahan yang terjadi
setelah seseorang mati serta faktor yang
mempengaruhinya (Sampurna, 2004)
• Berasal dari kata Thanatos yang artinya
berhubungan dengan kematian, Logos artinya
ilmu pengetahuan
PENGERTIAN MATI
• Mati klinik (somatik): berhentinya fungsi
sistem SSP, kardiovaskuler, respirasi, yang
irreversibel
• Mati serebral: berhentinya fungsi kedua
hemisfer serebrum
• Mati otak (batang otak?): berhentinya fungsi
keseluruhan otak. Klinis  apneu
• Mati suri
• Mati seluler
PERUBAHAN POST MORTEM
• Dini:
– Kardiovaskuler
– Respirasi
– SSP
– Fragmentasi arteri sentralis retina
– Tonus bola mata menurun
• Lanjut:
– Livor mortis (lebam mayat)
– Rigor mortis (kaku mayat)
– Algor mortis (penurunan suhu)
– Decomposition (pembusukan)
– Mumifikasi
– Adipocere
– Maserasi
LIVOR MORTIS (LEBAM MAYAT)
• Adanya pengaruh gravitasi, darah akan
menempati bagian terendah, membentuk bercak
warna merah ungu (livide), kecuali pada bagian
tubuh yang tertekan alas keras
• Berwarna merah terang pada keracunan CO/CN,
berwarna kecoklatan pada keracunan nitrit,
berwarna biru pada keracunan anilin
• Muncul 30 menit PM, kurang dari 6-8 jam hilang
pada penekanan, lebih dari 8-12 jam tidak hilang
dengan penekanan (menetap)
• Identifikasi posisi saat mati
Lebam mayat
Sering salah interpretasi dianggap sebagai memar
Penekanan pada daerah lebam mayat yang
dilakukan setelah 8 – 12 jam  lebam mayat tidak
hilang
RIGOR MORTIS (KAKU MAYAT)
• Kadar ATP otot habis  aktin miosin
menggumpal
• Faktor yang mempercepat: aktifitas, suhu, status
gizi, besarnya otot
• Muncul 2-3 jam PM dimulai dari bagian luar
tubuh (otot-otot kecil) kearah dalam (sentripetal),
setelah 12 jam kaku mayat menjadi lengkap,
dipertahankan sampai 24 jam dan kemudian
menghilang dalam urutan yang sama
Kaku Mayat
• Dimulai 2-3 jam postmortal
• Dimulai dari otot yang kecil (rahang, jari-jari, leher)
sampai otot yang besar dan kranio-kaudal
• Kaku mayat menghilang bersama timbulnya
pembusukan
PERBEDAAN
Cadaveric spasme Rigor mortis
• Cenderung intra vital • Post mortal
• Relaksasi primer tidak ada • Relaksasi primer ada
• Timbul cepat • Timbul lambat
• Derajat kaku tinggi • Derajat kaku kurang
• Lambat hilang • Cepat hilang
• Lokasi setempat • Lokasi menyeluruh
CADAVERIC SPASME
ALGOR MORTIS
(PENURUNAN SUHU)
• Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses
pemindahan panas dari suatu benda ke benda
yang lebih dingin, melalui radiasi, konduksi,
evaporasi dan konveksi
• Faktor mempercepat penurunan suhu: suhu
lingkungan, iklim, bentuk tubuh korban,
pakaian yang menutupi tubuh korban
DECOMPOSITION (PEMBUSUKAN)
• Adanya autolisis sel dan bakteri
• Mulai tampak 24 jam postmortem, warna kehijauan
pada perut kanan bawah (sulf-met-hemoglobin)
• Pembuluh darah bawah kulit tampak melebar dan
berwarna hijau kehitaman (subcutaneus marbling)
• Kulit ari mengelupas atau membentuk bulla
(gelembung)
• Pembentukan gas, rambut mudah dicabut, kuku
mudah lepas, wajah membengkak, lidah menjulur
Pembusukan
Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini
sebagian besar berasal dari usus dan yang paling
utama adalah Cl. Welchii.

Tanda pertama pembusukan


baru dapat dilihat kira-kira 24
jam - 48 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada
dinding abdomen bagian
bawah.
Pembusukan
MUMIFIKASI
• Matinya sudah lama
• Proses penguapan air
• Suhu realtif tinggi
• Kelembaban udara rendah
• Aliran udara baik
• Kecenderungan tubuh kurus kering
ADIPOCERE
• Suhu rendah
• Kelembaban tinggi
• Lemak cukup
• Aliran udara rendah
• Waktu lama
PERBEDAAN
MASERASI PEMBUSUKAN
• Intra uterine • Ekstra uterine
• Autolisis • Lisis karena pengaruh luar
• Steril • Pengaruh bakteri
PERKIRAAN SAAT KEMATIAN LAIN
• Pengosongan lambung
• Pertumbuhan rambut kumis/jenggot
• Metode entomologik
• Perubahan biokimiawi
• Kekeruhan kornea
• Perubahan retina mata
KEPUSTAKAAN
1. Sampurna, B., Samsu, Z., 2004, PERANAN ILMU FORENSIK
DALAM PENEGAKAN HUKUM: Sebuah Pengantar, Edisi
kedua, Bagian Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
2. TEKNIK AUTOPSI FORENSIK, 2000, Cetakan ke-4, Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Knight, B., 2003, Simpson’s Forensic Medicine, 11th
edition, London:Arnold.
4. Idram, A., Atmadja, D.S., 2004, Prosedur Pemeriksaan
Forensik Klinik Kasus Perlukaan, Simposium ‘VISUM ET
REPERTUM KORBAN HIDUP PADA KASUS PERLUKAAN &
KERACUNAN DI RUMAH SAKIT’, RS Mitra Keluarga Kelapa
Gading, Jakarta.
KEPUSTAKAAN
5. Dix, J., 2000, COLOR ATLAS of FORENSIC PATHOLOGY, CRC
Press, Boca Raton – London – New York – Washington,
D.C.
6. Shkrum, M.J., Ramsay, D.A., 2007, Forensic Pathology of
Trauma: Common Problems for the Pathologist, Humana
Press Inc., Totowa, New Jersey.
7. Dolinak, D., Matshes, E.W., Lew, E.O., 2005, Forensic
Pathology: Principles and Practice, Elsevier Academic
Press, www.elsevier.com.

Anda mungkin juga menyukai